Abstrak. Kata kunci : Perencanaan, terpadu, perumahan, permukiman, banjir. Abstract

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Abstrak. Kata kunci : Perencanaan, terpadu, perumahan, permukiman, banjir. Abstract"

Transkripsi

1 MODEL PENGGUNAAN STANDAR/PEDOMAN DALAM PENANGANAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI KAWASAN RAWAN BANJIR/PASANG SURUT Standard/Guideline Usage Model In Handling Housings And Settlement In Flood-Prone Areas/Tidal Budiono Sundaru Pusat Litbang Permukiman, Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum Jl. Panyaungan, Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung Abstrak Perencanaan lingkungan perumahan dan permukiman pada kawasan rawan banjir dapat dilakukan secara terpadu, yaitu dengan sinkronisasi peraturan perundangan (Peraturan Daerah setempat) dengan standar/pedoman yang terkait di bidang perumahan dan prasarana-sarana permukiman, serta teknologi bahan, struktur dan konstruksi bangunan gedung, jalan dan jembatan, termasuk pengelolaan sumber daya air. Berdasarkan rekayasa teknologi dengan menerapkan SPM (Standar Pedoman Manual) tersebut di atas, maka diharapkan lingkungan perumahan dan permukiman yang akan dibangun dapat beradaptasi dengan komponen-komponen eco-system. Kata kunci : Perencanaan, terpadu, perumahan, permukiman, banjir Abstract Integrated plan of overcoming housing and settlement environment issue in flood-prone areas should be arranged by synchronizing the regional regulation (Perda) and standards/guidelines consisting housing and settlement infrastructures, building materials, structures and construction technologies, roads and bridges, and water resources management. By applying SPM, it is expected that the future housing and settlement environment could be adapted into eco-system components. Keywords : Planning, integrated, housing, settlement, flood PENDAHULUAN Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard). Potensi bahaya utama dapat dilihat dari peta bencana gempa yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah zona rawan gempa. Potensi bahaya ikutan seperti tanah longsor, letusan gunung berapi, lahar dingin, tsunami, banjir, umumnya menimbulkan kerugian bagi pemerintah dan masyarakat, seperti: korban jiwa, kerugian harta benda, kerusakan sarana-prasarana lingkungan, dan musnahnya hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator, misalnya likuifaksi, kepadatan bangunan dan industri berbahaya, terutama di perkotaan padat huni dan bangunan (terutama pemukiman kumuh), sehingga kota-kota besar dan metropolitan di Indonesia merupakan wilayah/daerah dengan potensi bencana yang sangat tinggi. Dari berbagai kajian yang telah dilakukan pada daerah/kawasan rawan banjir, pada dasarnya disebabkan oleh tiga hal, yaitu: 1. Kegiatan manusia menyebabkan terjadinya perubahan tata ruang dan berdampak pada perubahan alam; 2. Peristiwa alam seperti curah hujan yang tinggi, kenaikan muka air laut, badai; 3. Degradasi lingkungan seperti hilangnya tumbuhan penutup tanah pada catchment area, pendangkalan sungai (sedimentasi), penyempitan alur sungai; Dari hasil Lokakarya tentang Banjir dan Longsor di Jakarta, 8 Januari 2008, banjir dan longsor merupakan bencana yang predictable. Hal ini disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor alam dan kegiatan manusia terkait dengan pemanfaatan sumber daya alam berakibat menurunnya fungsi hidrologis ekosistem 46 Masalah Bangunan, Vol. 49 No. 1 Juli 2014

2 daerah aliran sungai (DAS). Beberapa butir catatan hasil lokakarya tersebut, antara lain : Dalam kejadian banjir, hujan bukan satu-satunya penyebab banjir, namun juga tergantung pada daya dukung lingkungan. Sedangkan tanah longsor sangat terkait dengan kerentanan gerakan tanah (faktor geologi) dan curah hujan; Pemerintah telah berupaya melakukan perbaikan kondisi DAS melalui berbagai program dan kegiatan baik menyangkut kegiatan fisik di lapangan (rehabilitasi hutan dan lahan, bangunan struktural) maupun non fisik seperti penguatan kapasitas kelembagaan diberbagai tingkat dan pemberdayaan masyarakat, akan tetapi hasilnya masih belum memadai. Konversi dari lahan pertanian ke non pertanian mencapai Ha setiap tahunnya. Dampak lingkungan yang ditimbulkan antara lain : menurunnya kualitas dan kuantitas air di 62 DAS, tidak berfungsinya jaringan irigasi teknis yang melayani areal pertanian seluas 6,77 juta Ha dan irigasi daerah rawa seluas 1,8 Ha (Rencana Strategi Departemen Pekerjaan Umum Tahun , hal.3). Dengan memperhatikan masalah di atas, maka pembangunan permukiman diarahkan pada kawasan yang tidak produktif, seperti lahan tandus dan rawa. Pemanfaatan rawa untuk permukiman selama ini sudah dilakukan, tetapi dilakukan dengan cara rekayasa konvensional, yakni mengatuskan rawa dan mengurug lahan tersebut dengan tanah urugan. Cara tersebut terjadi perubahan ekosistem yang berdampak luas, antara lain terjadinya banjir di daerah sekitarnya, flora dan fauna asli di ekosistem rawa punah. Untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan, maka dapat dilakukan rekayasa teknologi perumahan dan permukiman yang adaptif dengan kondisi rawa. Rumusan Permasalahan Rekayasa dan penerapan teknologi perumahan dan permukiman dapat dilakukan melalui keterpaduan antara kebijakan pembangunan dan peraturan perundangan daerah (Perda) setempat dengan standar, pedoman, manual (SPM) yang terkait di bidang perumahan dan sarana-prasarana permukiman, serta teknologi bahan, struktur dan konstruksi bangunan yang mendukung komponen ekosistem kawasan dan mendorong partisipasi aktif masyarakat. METODOLOGI Untuk mewujudkan teknik perencanaan ini perlu dilakukan pendekatan, yaitu : Merumuskan indikator-indikator, variabelvariabel, parameter, instrumen pendataan dan teknik analisis, dengan memperhatikan teori yang terkait dengan penyelenggaraan pembangunan, pengembangan perumahan dan permukiman berbasis lingkungan (mis.: Environmental Management System, Environmentally Sustainable Development, One River-One Plan-One Management-One Overview Comprehensive, Eco Housing); Memperhatikan standar, pedoman, manual (SPM) dan peraturan perundangan yang terkait, serta teknologi hasil litbang di bidang perumahan dan permukiman; Menelaah kebijakan, strategi dan program, serta kegiatan penanganan pasca bencana banjir yang dilakukan berbagai institusi/lembaga/badan (internasional, pusat dan daerah), asosiasi profesi, serta pelibatan dan keswadayaan atas inisiatif masyarakat individu maupun kooperatif. Pendekatan ini digunakan metode diakronik, sinkronik, dan super-impose (thematic maps), yaitu dengan cara menggabungkan berbagai teori, peraturan perundangan dan SPM, serta teknologi hasil litbang permukiman. HASIL Teknik perencanaan terpadu suatu lingkungan perumahan dan permukiman dengan cara memaduserasikan kebijakan dan peraturan perundangan daerah (Perda) setempat dengan standar, pedoman, manual (SPM) yang terkait di bidang perumahan dan sarana-prasarana permukiman, teknologi bahan, struktur dan konstruksi bangunan. Perencanaan terpadu yang menghasilkan pola/model perencanaan suatu lokasi/kawasan dengan menerapkan SPM dan teknologi yang adaptif dan ramah lingkungan. TINJAUAN PERATURAN Berdasarkan UU RI No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Bab II Konservasi Sumber Daya Air, pada Pasal 20 disebutkan bahwa konservasi sumber Model Penggunaan Standar/Pedoman... (Budiono Sundaru) 47

3 daya air ditujukan untuk menjaga kelangsungan keberadaan daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya air. Konservasi sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air, pengawetan air, serta pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai. Pada pasal 20 disebutkan bahwa perlindungan dan pelestarian sumber air ditujukan untuk melindungi dan melestarikan sumber air beserta lingkungan keberadaannya terhadap kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam, kekeringan dan disebabkan oleh tindakan manusia. Perlindungan dan pelestarian sumber air dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui : a. pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan dan daerah tangkapan air; b. pengendalian pemanfaatan sumber air; c. pengisian air pada sumber air; d. pengaturan prasarana dan sarana sanitasi; e. perlindungan sumber air hubungan nya dengan kegiatan pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air; f. pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu; g. pengaturan daerah sempadan sumber air; h. rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau i. pelestarian hutan lindung, kawasan suaka dan kawasan pelestarian alam. Bab V Pengendalian Daya Rusak Air, pasal 51 disebutkan bahwa pengendalian daya rusak air dilakukan secara menyeluruh meliputi upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan. Pengendalian daya rusak air dimaksud ayat (1) diutamakan pada upaya pencegahan melalui perencanaan pengendalian daya rusak air yang disusun secara terpadu dalam pola pengelolaan sumber daya air. Pengendalian daya rusak air dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat, dan menjadi tanggung jawab pemerintah (pusat/daerah), pengelola sumber daya air wilayah sungai dan masyarakat. Pasal 54 disebutkan bahwa penanggulangan daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam pasal 51 ayat 1 dilakukan dengan mitigasi bencana. Penanggulangan yang dimaksud pada ayat 1 dilakukan secara terpadu oleh instansi terkait dan masyarakat melalui suatu badan koordinasi penanggulangan bencana di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Berdasarkan UU RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 17 disebutkan bahwa pada butir 5 dalam rangka pelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat 4, dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan minimum 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai; dan butir 6 dalam penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antar wilayah, antar fungsi kawasan, dan antar kegiatan kawasan. Pasal 20 disebutkan dalam butir 5 bahwa dalam kondisi lingkungan strategis tertentu berkaitan bencana alam skala besar ditetapkan dengan peraturan perundangan dan/atau perubahan batas teritorial negara ditetapkan dengan Undang-Undang. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Pasal 28 butir c. disebutkan bahwa rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah. Dalam pasal 34 butir 4 disebutkan bahwa pemanfaatan ruang dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan sesuai (a) standar pelayanan minimal bidang penataan ruang; (b) standar kualitas lingkungan; dan (c) daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Berdasarkan UU RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pasal 26 butir 2 disebutkan bahwa setiap orang yang terkena bencana berhak mendapat bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, dan butir 3 setiap orang berhak untuk memperoleh ganti kerugian karena terkena bencana yang disebabkan oleh kegagalan konstruksi. Pasal 31 disebukan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan atas 4 (empat) aspek yaitu: (a) sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat; (b) kelestarian lingkungan hidup; (c) kemanfaatan dan efektivitas; dan (d) lingkup luas wilayah. Pasal 32 butir 1 disebutkan bahwa dalam penyeleng- 48 Masalah Bangunan, Vol. 49 No. 1 Juli 2014

4 garaan penanggulangan bencana, Pemerintah dapat (a) menetapkan daerah rawan bencana menjadi daerah terlarang untuk pemukiman; dan/atau (b) mencabut atau mengurangi sebagian atau seluruh hak kepemilikan setiap orang atas suatu benda sesuai peraturan perundangan. Pasal 35 disebutkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf a meliputi : a. perencanaan penanggulangan bencana; b. pengurangan risiko bencana; c. pencegahan; d. pemaduserasian dalam suatu perencanaan pembangunan; e. persyaratan analisis risiko bencana; f. pelaksanaan rencana tata ruang; g. pendidikan dan pelatihan; dan h. ketentuan/persyaratan teknis yang sesuai dengan SPM yang terkait penyelenggaraan penanggulangan bencana. Pasal 49 disebutkan bahwa pengkajian secara cepat dan tepat dimaksud pasal 48 butir a dilakukan identifikasi cakupan lokasi bencana, jumlah korban, kerusakan prasarana-sarana, gangguan terhadap fungsi pelayanan umum dan pemerintahan, serta kemampuan sumber daya alam dan buatan. Dalam pasal 53 disebutkan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar dimaksud pasal 48 butir d yaitu bantuan penyediaan air minum/bersih dan sanitasi, pangan dan sandang, pelayanan kesehatan, pelayanan psikososial; tempat hunian dan penampungan. Pasal 54 disebutkan bahwa penanganan masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana dilakukan dengan kegiatan meliputi pendataan, penempatan lokasi yang aman, dan pemenuhan kebutuhan dasar. Pada pasal 58 butir 1 disebutkan bahwa rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan : a. perbaikan lingkungan daerah bencana; b. perbaikan prasarana dan sarana umum; c. bantuan perbaikan rumah masyarakat; d. pemulihan sosial psikologis; e. pelayanan kesehatan; f. rekonsiliasi dan resolusi konflik; g. pemulihan sosial ekonomi budaya; h. pemulihan keamanan dan ketertiban; i. pemulihan fungsi pemerintahan; dan j. pemulihan fungsi pelayanan publik. PROSES PERENCANAAN Perencanaan terpadu lingkungan perumahan dan permukiman di kawasan rawan banjir, yaitu dengan cara mengisi produk-produk SPM ke dalam matrik substitusi antara karakteristik dan kondisi kawasan dengan produk-produk bidang teknologi permukiman. a. Karakteristik dan kondisi kawasan meliputi : 1) Pasang surut 2) Pesisir/tepi pantai 3) Bantaran sungai 4) Genangan 5) Bebas banjir/genangan (polder) b. Produk teknologi permukiman meliputi : 1) Penataan bangunan dan lingkungan 2) Struktur dan konstruksi 3) Bahan bangunan 4) Penyehatan bangunan dan lingkungan 5) Kenyamanan bangunan dan lingkungan Proses perencanaan terpadu dilakukan dalam model substitusi antara butir a karakteristik dan kondisi kawasan dengan butir b produk-produk teknologi dan SPM bidang permukiman (lihat Tabel 1). LOKASI (KARAKTERISTIK) ASPEK PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN Tabel 1. Perencanaan Terpadu STRUKTUR DAN KONSTRUKSI BAHAN BANGUNAN PENYEHATAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KENYAMANAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN PASANG SURUT PESISIR / TEPI PANTAI BANTARAN SUNGAI GENANGAN BEBAS BANJIR DAN GENANGAN (POLDER) Model Penggunaan Standar/Pedoman... (Budiono Sundaru) 49

5 Tabel 2. Penataan Bangunan dan Lingkungan pada Kawasan Pasang Surut Persyaratan Umum a. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) b. Izin Mendirikan Bangunan Persyaratan Bangunan a. Kepadatan Bangunan (Building Coverage) b. Ketinggian Bangunan (Floor Area Ratio) Persyaratan lingkungan a. Kepadatan Lingkungan (Land Coverage) b. RuangTerbuka Hijau (RTH) Prasarana dan Sarana Dasar Pendukung Lokasi/Kawasan a. Sistem dan Jaringan Transportasi b. Sistem dan Jaringan Air Minum c. Sistem dan Jaringan Listrik d. Sistem dan Jaringan Drainase e. Sistem dan Jaringan Air Kotor f. Sistem dan Jaringan Infomasi-Komunikasi Di dalam Tabel 2 adalah substitusi aspek-aspek penataan bangunan dan lingkungan dengan karakteristik dan kondisi kawasan pasang surut. Pada Tabel-2 diuraikan aspek-aspek penataan bangunan, meliputi: a) Persyaratan umum yang terkait dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB); b) Persyaratan bangunan yang terkait dengan kepadatan bangunan (KDB) dan ketinggian bangunan (KLB); c) Persyaratan lingkungan yang terkait dengan kepadatan lingkungan dan ruang terbuka hijau (RTH); d) Prasarana dan sarana dasar pendukung suatu kawasan yang terkait dengan sistem dan jaringan transportasi, sistem dan jaringan air minum, sistem dan jaringan air limbah/kotor, sistem dan jaringan drainasi, sistem dan jaringan listrik dan komunikasi. Tabel 3. Struktur dan Konstruksi Bangunan pada Kawasan Pasang Surut Persyaratan Umum a. Topografi b. Geologi c. Klimatologi Struktur /Konstruksi Bagian Bawah (Sub Structures) Struktur/Konstruksi Bagian Tengah (Upper Structures) a. Pondasi b. Balok (Sloof) a. Lantai b. Kolom c. Dinding d. Balok (Ring) e. Langit-langit f. Rangka Atap g. Penutup Atap Di dalam Tabel 3 adalah substitusi aspek-aspek struktur dan konstruksi bangunan yang terkait dengan karakteristik dan kondisi pada kawasan pasang surut. Aspek struktur dan konstruksi bangunan sesuai Tabel 3 : a) Persyaratan umum yang terkait dengan topografi, geografi, dan klimatologi; b) Persyaratan struktur dan konstruksi bagian bawah bangunan (sub structures) yang terkait dengan pondasi dan balok/sloof bangunan; c) Persyaratan struktur dan konstruksi bagian atas bangunan (upper structures) yang terkait dengan lantai, dinding, kolom, balok atas dinding (ringbalk), penutup langit-langit, rangka atap dan penutup atap. Tabel 4. Bahan Bangunan pada Kawasan Pasang Surut Persyaratan Umum a. Jenis Bahan Bangunan Lokal b. Potensi Bahan Bangunan Lokal c. Izin Pengelolaan Struktur /Konstruksi Bagian Bawah (Sub Structures) Struktur/Konstruksi Bagian Tengah (Upper Structures) a. Pondasi b. Balok (Sloof) a. b. c. d. e. f. g. Lantai Kolom Dinding Balok (Ring) Langit-langit Rangka Atap Penutup Atap Di dalam Tabel 4 adalah substitusi aspek-aspek penggunaan bahan bangunan yang terkait dengan karakteristik dan kondisi pada kawasan pasang surut. Aspek-aspek penggunaan bahan-bahan bangunan sesuai Tabel 4 : a) Persyaratan umum yang terkait dengan jenis bahan bangunan lokal, potensi bahan bangunan lokal, dan izin pengelolaan bahan bangunan lokal; b) Persyaratan struktur dan konstruksi bagian bawah (sub structures) yang terkait dengan pondasi dan balok/sloof bangunan; c) Persyaratan struktur dan konstruksi bagian atas (upper structures) yang terkait dengan lantai, dinding, kolom, balok atas dinding (ring-balk), penutup langit-langit, rangka atap dan penutup atap. 50 Masalah Bangunan, Vol. 49 No. 1 Juli 2014

6 Tabel 5. Penyehatan Bangunan dan Lingkungan pada Kawasan Pasang Surut Air Minum a. Sumber Air b. Sistem Penyediaan Air Bersih Limbah Rumah Tangga a. Sistem dan Jaringan Limbah b. Pengolahan Limbah Rumah Tangga Air Kotor a. Sistem dan Jaringan Air Kotor b. Pengolahan Air Kotor Air Hujan a. Sistem dan Jaringan Air Hujan b. Pengolahan Air Hujan Sampah a. Sistem dan Jaringan Pembuangan Sampah b. Pengolahan Sampah Di dalam Tabel 5 adalah substitusi aspek-aspek penyehatan bangunan dan lingkungan terkait dengan karakteristik dan kondisi kawasan pasang surut. Aspek- aspek penyehatan bangunan dan lingkungan yaitu (lihat Tabel 5) : a) Air minum terkait sumber air dan sistem penyediaan air bersih; b) Air limbah rumah tangga terkait sistem dan jaringan air limbah, serta pengolahan air limbah rumah tangga; c) Air kotor terkait sistem dan jaringan air kotor, serta pengolahan air kotor; d) Air hujan terkait sistem dan jaringan air hujan, serta pengolahan air hujan; e) Sampah terkait sistem dan jaringan pembuangan sampah, serta pengolahan sampah. Tabel 6. Kenyamanan Bangunan dan Lingkungan pada Kawasan Pasang Surut Penerangan Alami a. Dalam Bangunan b. Luar Bangunan Sirkulasi Udara a. Dalam Bangunan b. Luar Bangunan Kemudahan Pencapaian a. Dalam Bangunan b. Luar Bangunan Pencegahan dan Penanggulangan Bencana Lainnya a. Gempa b. Longsor c. Kebakaran d. Rawan Sosial Di dalam Tabel 6 adalah substitusi aspek-aspek kenyamanan bangunan dan lingkungan yang terkait dengan karakteristik dan kondisi kawasan pasang surut. Aspek- aspek kenyamanan bangunan dan lingkungan yaitu (lihat Tabel-6): a) Penerangan alami terkait penerangan di dalam dan di luar bangunan; b) Sirkulasi udara terkait sirkulasi di dalam dan di luar bangunan; c) Kemudahan pencapaian terkait pencapaian di dalam dan di luar bangunan; d) Pencegahan dan penanggulangan bencana lainnya terkait gempa, longsor, kebakaran dan kerawanan sosial. Cara pengisian matriks substitusi terkait antara aspek-aspek permukiman dengan indikator-indikator yang sama dapat dilakukan sesuai dengan yang tercantum di dalam Tabel 1 pada butir 2.1., 2.2., 2.3., 2.4., 2.5. yang terkait dengan lokasi/kawasan pada pesisir/tepi pantai; butir 3.1., 3.2., 3.3., 3.4., 3.5. yang terkait dengan lokasi/kawasan pada bantaran sungai; butir 4.1., 4.2., 4.3., 4.4., 4.5. yang terkait dengan lokasi/kawasan genangan; butir 5.1., 5.2., 5.3., 5.4., 5.5. yang terkait dengan lokasi/kawasan yang dikategorikan sebagai bebas banjir dan bebas genangan (polder). Pengisian butir-butir dalam matriks substitusi antara produk alternatif teknologi dan SPM bidang permukiman secara terintegrasi di kawasan permukiman rawan banjir dapat disusun sebagai berikut : Persyaratan Umum 1) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW); 2) Izin Mendirikan Bangunan (IMB); Persyaratan Bangunan 1) Kepadatan bangunan (KDB); 2) Ketinggian bangunan (KLB); Persyaratan Lingkungan 1) Topografi, geografi, dan klimatologi; 2) Ruang Terbuka Hijau (RTH); 3) Sistem dan jaringan transportasi; 4) Sistem dan jaringan air minum; 5) Sistem dan jaringan air limbah/kotor; 6) Sistem dan jaringan drainase; 7) Sistem dan jaringan listrik; 8) Sistem dan jaringan informasi/komunikasi; Persyaratan Struktur dan Konstruksi 1) Bagian bawah (sub structures); pondasi; balok/sloof bangunan; 2) Bagian atas (upper structures); lantai, dinding, kolom, balok atas dinding (ring-balk), penutup langit-langit, rangka atap dan penutup atap; Model Penggunaan Standar/Pedoman... (Budiono Sundaru) 51

7 Persyaratan Bahan Bangunan 1) Jenis bahan bangunan lokal; 2) Potensi bahan bangunan lokal; 3) Izin pengelolaan lokal; 4) Pondasi; 5) Balok/sloof bangunan; 6) Lantai; 7) Penutup lantai 8) Dinding; 9) Kolom; 10) Balok atas dinding (ring-balk); 11) Penutup langit-langit; 12) Rangka atap; 13) Penutup atap; Persyaratan Air Minum 1) Sumber air; 2) Sistem penyediaan air bersih; Air Limbah Rumah Tangga 1) Sistem air limbah; 2) Jaringan air limbah; 3) Pengolahan air limbah; Air Kotor 1) Sistem air kotor; 2) Jaringan air kotor; 3) Pengolahan air kotor; Air Hujan 1) Sistem pembuangan air hujan; 2) Jaringan air hujan; 3) Pengolahan air hujan; Sampah 1) Sistem pembuangan sampah; 2) Jaringan pembuangan sampah; 3) Pengolahan sampah; Penerangan Alami 1) Dalam bangunan; 2) Luar bangunan; Sirkulasi Udara 1) Dalam bangunan; 2) Luar bangunan; Kemudahan Pencapaian 1) Dalam bangunan; 2) Luar bangunan; Pencegahan/Penanggulangan Bencana 1) Gempa bumi; 2) Longsor; 3) Kebakaran; 4) Kerawanan sosial. KESIMPULAN DAN SARAN Penanganan banjir meliputi : pencegahan dan penanggulangan, kesiapsiagaan, mitigasi dan tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi. Pencegahan dan penanggulangan bencana banjir bersifat multisektor dengan melibatkan para pemangku kepentingan, serta terkait beberapa wilayah administrasi pemerintahan (kota/kabupaten). Diperlukan koordinasi, integrasi, sinergi dan sinkronisasi (KISS) pemangku kepentingan dalam merumuskan kebijakan dan program, rencana, strategi, penerapan, penganggaran, dan optimalisasi partisipasi aktif masyarakat bersama pemerintah setempat. Upaya pencegahan, penanggulangan dan kesiapsiagaan dengan cara mengurangi risiko bencana berupa integrasi penanggulangan bencana dalam pembangunan nasional, serta risk assessment dan sistem peringatan dini. Dalam upaya penyelenggaraan perumahan dan permukiman, khususnya di lokasi atau kawasan yang ditetapkan sebagai fungsi dan kegiatan perumahan, sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota/Kabupaten yang bersangkutan. Pendekatan penanganannya diperlukan suatu konsep perencanaan terpadu antara lokasi atau kawasan, bangunan rumah dan gedung, lingkungan perumahan, prasarana dan sarana permukiman. Konsep perencanaan terpadu yang dimaksud yaitu : Konsep perencanaan tapak; Konsep perencanaan bangunan gedung dan perumahan; Konsep perencanaan prasarana dan sarana permukiman; Konsep perencanaan yang bersifat holistik dengan memperhatikan aspek-aspek teknis- teknologis (hasil litbang dan rumusan SPM bidng permukiman), 52 Masalah Bangunan, Vol. 49 No. 1 Juli 2014

8 sosial, budaya, dan ekonomi, serta kebijakan pemerintah daerah (propinsi/kota/kabupaten) yang terkait dengan peraturan perundangan (UU/PP/ Perda) dan standar, pedoman, manual (SPM) dalam upaya penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman yang ramah lingkungan (eco-housing dan eco-settlements). Konsep perencanaan tersebut di atas tidak terlepas dari peruntukan lokasi/kawasan dan masyarakat kelompok sasaran, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah, sangat rendah dan informal. Sehingga upaya penyediaan perumahan dan prasarana-sarana permukimannya dapat diperoleh melalui subsidi (KPR-RSH) dari Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) dan formal, sehingga pembangunan perumahan dapat terselenggara sesuai kemampuan masyarakat, rumah murah yang layak dan terjangkau, serta memenuhi persyaratan keandalan bangunan. DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum, 2007, Mendorong Keberdayaan Mengatasi Kekumuhan Perkotaan, Penerbit Neighborhood Upgrading and Shelter Sector (NUSSP), Direktorat Pengembangan Permukiman, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Jakarta. Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum, 2007, Rencana Program Investasi Jangka Menengah Bidang PU, Cipta Karya, Penerbit Sub Direktorat Kebijakan dan Strategi, Direktorat Bina Program, Jakarta. Direktorat Permukiman dan Perumahan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, 2009, Kajian Hasil Focused Group Discussion: Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pembangunan Perumahan dan Permukiman, Jakarta. Kementerian Perumahan Rakyat, 2009, Buku Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis Kawasan (PLP2K- BK) Tahun Anggaran 2010, Penerbit Direktorat Bina Program, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Jakarta. Model Penggunaan Standar/Pedoman... (Budiono Sundaru) 53

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Click to edit Master title style

Click to edit Master title style KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ Click to edit Master title style BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Kebijakan Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bogor,

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN FUNGSI, KLASIFIKASI, PERSYARATAN ADMINISTRATIF DAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d). TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 14 Informasi Geologi Untuk Penentuan Lokasi TPA UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 1. Melaksanakan k pengelolaan l sampah dan memfasilitasi i penyediaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana dapat datang secara tiba-tiba, dan mengakibatkan kerugian materiil dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan menanggulangi dan memulihkan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN

Lebih terperinci

Syarat Bangunan Gedung

Syarat Bangunan Gedung Syarat Bangunan Gedung http://www.imland.co.id I. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia sedang giatnya melaksanakan kegiatan pembangunan, karena hal tersebut merupakan rangkaian gerak perubahan menuju kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Menurut Rachman (1984) perencanaan lanskap ialah suatu perencanaan yang berpijak kuat pada dasar ilmu lingkungan atau ekologi dan pengetahuan alami yang bergerak

Lebih terperinci

BAB VI RENCANA DAN GAGASAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS TAMMUA

BAB VI RENCANA DAN GAGASAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS TAMMUA BAB VI RENCANA DAN GAGASAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS TAMMUA 6.1. RENCANA DAN PROGRAM PENGEMBANGAN Pembahasan ini adalah untuk mendapatkan rencana dan program pengembangan kawasan permukiman

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 20 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SUKAMARA

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 20 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA Menimbang Mengingat : PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 20 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SUKAMARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 893 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terletak digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan kondisi alam

Lebih terperinci

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA BENCANA :

MITIGASI BENCANA BENCANA : MITIGASI BENCANA BENCANA : suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang No.771, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN PU-PR. Bendungan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis,hidrologis dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

Implikasi dan Implementasi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi Jawa Timur

Implikasi dan Implementasi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi Jawa Timur Implikasi dan Implementasi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi Jawa Timur Oleh : Hadi Prasetyo (Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur) I. Pendahuluan Penataan Ruang sebagai suatu sistem

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KATONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG SUMBER DAYA AIR

~ 1 ~ BUPATI KATONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG SUMBER DAYA AIR ~ 1 ~ SALINAN BUPATI KATONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah , I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bencana banjir dikatagorikan sebagai proses alamiah atau fenomena alam, yang dapat dipicu oleh beberapa faktor penyebab: (a) Fenomena alam, seperti curah hujan,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR. Cut Azizah Dosen Teknik Sipil Fakultas TekikUniversitas Almuslim ABSTRAK

PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR. Cut Azizah Dosen Teknik Sipil Fakultas TekikUniversitas Almuslim ABSTRAK PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR Cut Azizah Dosen Teknik Sipil Fakultas TekikUniversitas Almuslim ABSTRAK PENDAHULUAN Sumber daya air yang terdiri atas air, sumber air, dan daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA SINGKAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG,

Lebih terperinci

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI PEMANGKU JABATAN STRUKTURAL DAN NONSTRUKTURAL PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

D. BIDANG PEKERJAAN UMUM SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN. 1. Sumber Daya Air

D. BIDANG PEKERJAAN UMUM SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN. 1. Sumber Daya Air D. BIDANG PEKERJAAN UMUM SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Sumber Daya Air 1. Pengaturan 1. Penetapan kebijakan pengelolaan sumber daya air daerah. 2. Penetapan pola pengelolaan sumber daya air

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Laporan Akhir Kajian Rencana Zonasi Kawasan Industri ini dapat diselesaikan. Penyusunan Laporan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

LAMPIRAN II HASIL ANALISIS SWOT

LAMPIRAN II HASIL ANALISIS SWOT LAMPIRAN II HASIL ANALISIS SWOT AIR LIMBAH Analisa SWOT sub sektor air limbah domestik Lingkungan Mendukung (+), O Internal Lemah (-) W Internal Kuat (+) S Diversifikasi Terpusat (+2, -5) Lingkungan tidak

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian mitigasi. 2. Memahami adaptasi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN LAMPIRAN IV INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN 2010-2030 NO. PROGRAM KEGIATAN LOKASI BESARAN (Rp) A. Perwujudan Struktur Ruang 1 Rencana Pusat - Pembangunan dan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN

Lebih terperinci

1. Sumber Daya Air D. BIDANG PEKERJAAN UMUM SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN. 1. Pengaturan 1. Penetapan kebijakan pengelolaan sumber daya air daerah.

1. Sumber Daya Air D. BIDANG PEKERJAAN UMUM SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN. 1. Pengaturan 1. Penetapan kebijakan pengelolaan sumber daya air daerah. D. BIDANG PEKERJAAN UMUM SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Sumber Daya Air 1. Pengaturan 1. Penetapan kebijakan pengelolaan sumber daya air daerah. 2. Penetapan pola pengelolaan sumber daya air

Lebih terperinci

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) 2 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui Kata Pengantar Kabupaten Bantul telah mempunyai produk Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul yang mengacu pada Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007. Produk Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NGANJUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

Manajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana

Manajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana Manajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana Teuku Faisal Fathani, Ph.D. Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada 1. Pendahuluan Wilayah Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB VIII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VIII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB VIII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Pada bab ini akan disampaikan seluruh program dalam RPJMD 2013-2017 baik yang bersifat Program Unggulan maupun program dalam rangka penyelenggaraan Standar Pelayanan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG KAWASAN PERMUKIMAN

PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG KAWASAN PERMUKIMAN DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG KAWASAN PERMUKIMAN Konsep Entitas Objek Bidang Perumahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA - 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa tujuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI DAERAH

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir Pengendalian Banjir 1. Fenomena Banjir 1 2 3 4 5 6 7 8 Model koordinasi yang ada belum dapat menjadi jembatan di antara kelembagaan batas wilayah administrasi (kab/kota) dengan batas wilayah sungai/das

Lebih terperinci

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; Mengingat : 1. Undang-Undang N

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; Mengingat : 1. Undang-Undang N BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 172, 2016 KEMENPU-PR. Perumahan Kumuh. Permukiman Kumuh. Kualitas. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PRT/M/2016 TENTANG

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

C. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM

C. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM LAMPIRAN III PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 C. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Sumber Daya Air 1. Pengaturan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 9 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

Lebih terperinci

- 6 - SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN. 1. Pengaturan 1. Penetapan kebijakan pengelolaan sumber daya air daerah.

- 6 - SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN. 1. Pengaturan 1. Penetapan kebijakan pengelolaan sumber daya air daerah. - 6-3. BIDANG PEKERJAAN UMUM 1. Sumber Daya Air 1. Pengaturan 1. Penetapan kebijakan pengelolaan sumber daya air 2. Penetapan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu 3. Penetapan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITR TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITR TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA 9 Oktober 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITR TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Nomor 7 Seri A Menimbang

Lebih terperinci

KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH

KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH - 1 - LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 02/PRT/M/2016 TENTANG PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

2. Makna dari ketersediaan jumlah rumah layak huni bagi pemenuhan visi Perumahan :

2. Makna dari ketersediaan jumlah rumah layak huni bagi pemenuhan visi Perumahan : VISI Terwujudnya kualitas layanan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman yang memadai, peningkatan jumlah rumah layak huni, serta pengelolaan energi dan sumber daya mineral yang ramah lingkungan 1.

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya

Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya Yogyakarta, 13 Agustus 2015 Oleh : Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG RANCANGAN Menimbang : a. PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo

Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo Felicia Putri Surya Atmadja 1, Sri Utami 2, dan Triandriani Mustikawati 2 1 Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci