BAB I PENDAHULUAN. komunikasi semakin tinggi, maka beragam upaya dengan teknologi. pendukungnya pun semakin canggih. Manusia untuk memenuhi kebutuhan

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan awal manusia untuk mengetahui kebutuhannya, banyak cara untuk berkomunikasi pada saat sekarang ini. Karena kebutuhan komunikasi semakin tinggi, maka beragam upaya dengan teknologi pendukungnya pun semakin canggih. Manusia untuk memenuhi kebutuhan informasi mereka dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan media massa. Media televisi yang merupakan salah satu media massa elektronik terpopuler saat itu dibandingkan dengan media massa elektronik radio dan media massa cetak yaitu surat kabar. Media Massa menjadi alat komunikasi massa dalam menyampaikan pesan scara masal, yang berarti mengarahkan pesan langsung ke sejumlah orang banyak tanpa tahu dengan pasti siapa saja yang sudah menerima pesan yang disiarkan oleh media. Media masa menurut Hall, pada dasarnya tidak memproduksi, melainkan menentukan ( to define) realitas melalui kata-kata yang terpilih. 1 Perlu diketahui, kebenaran yang dilahirkan oleh media massa harus diuji kebenarannya, dipertimbangkan kebimbangannya dan dicermati akurasinya. Sebab, sebagian fakta di media massa ternyata tidak semuanya mengandung kebenaran yang hakiki sebagaimana diharapkan banyak khalayak. Bahan tidak 1 Alex Sobur, Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Dan Analisis Framing, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006, hal. 40 1

2 2 sedikit media massa yang sengaja berbohong kepada publik demi mengejar sebuah kemenarikan. 2 Hal tersebut tentu membuat khalayak media memiliki tugas cukup besar, yakni membedakan dengan cermat mana berita yang bersifat idealis, ekonomis atau politis. Padahal, sumber berita adalah media, namun ternyata kembali lagi menjadi tugas khalayak untuk dapat membedakan berbagai berita. Media adalah agen konstruksi. Pandangan konstruksionis mempunyai posisi yang berbeda dibandingkan positivis dalam menilai media. Dalam pandangan positivis, media dilihat sebagai saluran. Media adalah sarana bagaimana pesan disebarkan dari komunikator ke penerima (khalayak). Media disini dilihat murni sebagai saluran, Media dilihat sebagai sarana yang netral. 3 Media adalah sarana bagaimana pesan disebarkan dari komunikator ke penerima (khalayak). Dalam pandangan konstruksionis, media dilihat sebaliknya, media bukanlah saluran yang bebas, iya juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan bias dan pemihakannya. Disini media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendifinisikan realitas. Pandangan semacam ini menolak argumen yang menyatakan media seolah-olah sebagai tempat saluran yang bebas. Berita yang kita baca bukan hanya menggambarkan realitas, bukan hanya menunjukan sumber berita, melainkan juga konstruksi dari media itu sendiri. Lewat berbagai instrumen yang dimilikinya, media ikut membentuk realitas yang tersaji dalam pemberitaan. Namun media itu sendiri sebenarnya belum tentu selamanya menonjolkan aspek realitas, dimana sang pemilik televisi tersebut mempunyai visi dan misi 2 Kun Wazis, Media Massa Dan Konstruksi Realitas, Aditya Media Publishing, Yogyakarta, 2012, hal Ibid. hal.25

3 3 tersendiri untuk kepentingan pribadi yang sedang mereka jalankan. Dimana berita berita miring yang sedang dia jalani tidak akan ter-expose oleh media itu sendiri, melainkan berita berita baik terhadap dia yang dia tonjolkan, supaya masyarakat percaya akan berita tersebut. Framing adalah metode untuk melihat cara bercerita (story telling) media atas peristiwa. Cara bercerita itu tergambar pada cara melihat terhadap realistas yang dijadikan berita. Cara melihat ini berpengruh pada hasil akhir dari konstruksi realistas. Analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas. 4 Televisi sebagai salah satu media yang cukup popular. Media ini layaknya selebritis, memiliki banyak pengagum, dipuja dan dipuji karena keunggulan ataupun prestasinya, namun tak jarang pula mendapat hujatan disana sini. Banyak julukan di berikan di media ini, ada yang menyebutnya sebagai kotak idiot (idiot box) adapun yang menjulukinya sebagai jendela dunia (window of world), serta ada yang menyebutnya sebagai tuhan kedua (the second god). Kehadiran televisi dalam kehidupan masyarakat saat ini dianggap sebagai pedang bermata ganda. 1 sisi media ini dianggap sebagai penyelamat, karena memiliki pengaruh yang baik, yaitu dengan jalan memberikan informasi berguna. sisi lainya di anggap pula sebagai penghanur, karena dianggap memiliki pengaruh buruk. Televisi dianggap membuat khalayak penontonnya menjadi konsumtif, agresif dan sebagainya. 4 Eriyanto, Analis Framing : konstruksi, Ideology, Dan Politik Media, 2002, hal.25

4 4 Mengutip pernyataan Graeme Burton (2007) bahwa media televisi merupakan media yang dapat menghasilkan sampah dan dapat pula menghasilkan sesuatu yang berkualitas secara bersamaan. 5 Berdasarkan pendapat Graeme ini, kita melihat bahwa televisi memiliki wajah paradox, memiliki sisi yang saling bertolak belakang, bermanfaat sekaligus merugikan. Sebagai khalayak penikmat setia televisi, bagaimana kita menanggapi hal ini? Hal yang paling diharapkan adalah kita dapat memahami media ini terutama wajah baiknya, sehingga diharapkan dapat memaksimalkan televisi untuk sesuatu yang berguna. Reality show termasuk salah satu acara televisi perpaduan antara format drama dan nondrama. Pengertian reality show itu sendiri merupakan tayangan atau program yang tidak direncanakan, tayangan yang sebenarnya atau apa adanya dan diperankan oleh orang-orang biasa yang bukan artis atau aktor. Seperti dalam program reality show 86. Polisi digambarkan sebagai sosok penegak hukum yang tegas dalam mengeksekusi, disiplin dalam mengerjakan tugas tugasnya, ramah terhadap masyarakat, mengayumi masyarakat, membantu masyarakat yang kesulitan, dan juga polwan yang cantik cantik. Itu bukan menunjukan realitas yang sebenarnya, tetapi juga menggambarkan bagaimana media ikut berperan dalam mengkonstruksi realitas. Apa yang kita lihat dalam program reality show 86 adalah pencitraan yang di bentuk oleh media. Media adalah agen yang secara aktif menafsirkan realitas untuk disajikan kepada khalayak. Media memilih, realitas mana diambil dan mana yang tidak diambil. Dalam adegan ketika polisi yang ramah, dan juga 5 Graeme Burton, Membincangkan Televisi, Jakarta : jalasutra 2007

5 5 tegas dalam meng eksekusi setiap permasalahan. bisa jadi (hanya) adegan itu saja yang diberitakan, sementara adegan polisi yang marah marah dan kasar ringan tangan tidak ditampilkan dalam program reality show 86 Media bukan hanya memilih peristiwa dan menentukan sumber berita, melainkan juga berperan dalam mendefinisikan aktor dan peristiwa. Program 86 ini dipersepsikan sebagai bentuk pencitraan yang dilakukan polri dengan menunjukan kinerjanya secara langsung di depan televisi. Namun yang cukup mengganjal adalah polisi polisi yang menjadi selebritis di acara ini adalah polwan polwan cantik dan juga polisi - polisi ganteng bagaikan model yang ditampilkan ramah namun tetap tegas dalam mengeksekusi suatu kasus. Karna pada faktanya jarang sekali atau bahkan tidak ada polisi ganteng dan polwan cantik yang bertugas di jalan raya seperti di lampu merah, persimpangan persimpangan jalan yang rawan sekali terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat. bahkan saya pernah melihat polisi meminta uang kepada supir supir angkot dan juga kepada warga yang kena tilang yang sedang dilakukan razia gabungan oleh polisi. Program 86 ini bisa dikatakan program baru. Namun, inovasi berbagai siaran pun telah mereka lakukan dan untuk program 86 ini telah berhasil membuat para audience tertarik dan setia untuk melihat program 86 ini. Terbukti dari data penelitian yang penulis dapatkan dari NIELSEN INDONESIA dalam periode 11 November 2015 mendapatkan rating 1,2 dan share 5,1. Dengan mayoritas para penontonnya adalah laki-laki berusia tahun dan tahun yang berada

6 6 dikelas menengah. Ini merupakah hasil yang luar biasa di lihat dari program baru yang berhasil menarik para audience melalui kemasan yang sangat menarik. Hal ini lah yang melatar belakangi penulis untuk memilih Pembingkaian Program Reality Show 86 di NET.TV Segmen PENERTIBAN LALU LINTAS (Pancoran dan Bundaran Senayan). Atas dasar itulah peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai konstruksi sebuah pesan yang terkandung dalam program 86 dan mengambil tempat penelitian di lingkungan sekitar. 1.2 Fokus Penelitian Berdasarkan penjelasan di atas maka, penelitian ini di fokuskan pada, bagaimana Pembingkaian Program Reality Show 86 di NET.TV Segmen PENERTIBAN LALU LINTAS (Pancoran dan Bundaran Senayan)?. 1.3 Identifikasi Masalah Yaitu yang mendasari pemilihan topik penelitian ini adalah ketika penulis melihat sebuah kejanggalan kejanggalan di program tv reality show 86 yaitu : a. Program ini memperlihatkan sosok seorang polisi yang tidak semestinya atau tidak sesuai dengan faktanya. b. Dalam program ini polisi bekerja sesuai prosedur, tidak sesuai dengan faktanya kepolisian dalam menertibkan Lalu Lintas Pancoran dan Bundaran Senayan-Jakarta Selatan.

7 7 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Pembingkaian Program Reality Show 86 di NET.TV Segmen PENERTIBAN LALU LINTAS (Pancoran dan Bundaran Senayan). 1.5 Manfaat Penelitian Kegunaan dari penelitian yang diharapkan oleh peneliti adalah sebagai berikut: Manfaat Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau sumbangan dalam meningkatkan pemahaman terhadap ilmu komunikasi yang selaras dengan bidang konsentrasi broadcasting yang berhubungan dengan konstruksi media dalam program reality show televisi. Dan diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menambah wawasan serta juga dapat menambah khasanah kepustakaan dan dijadikan bahan referensi bagi penelitian Manfaat Praktis Peneliti ini diharapkan bisa memberikan wawasan, manfaat, pengetahuan dan pemahaman tentang konstruksi citra polisi republik Indonesia yang diproduksi dalam program reality show 86 di net tv.