IV. DESAIN MODEL. Gambar 5. Konfigurasi Model ShASy 1.0 PENGGUNA SISTEM MANAJEMEN DIALOG PUSAT PENGOLAHAN SISTEM MANAJEMEN BASIS DATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. DESAIN MODEL. Gambar 5. Konfigurasi Model ShASy 1.0 PENGGUNA SISTEM MANAJEMEN DIALOG PUSAT PENGOLAHAN SISTEM MANAJEMEN BASIS DATA"

Transkripsi

1 IV. DESAIN MODEL A. Konfigurasi Model Model penilaian udang ekspor berbasis jaminan mutu dan keamanan pangan dirancang dalam suatu kesatuan sistem yang diberi nama Shrimp Assessment System 1.0 (ShASy 1.0). ShASy 1.0 terdiri dari empat bagian utama, yaitu sistem manajemen dialog, pusat pengolahan, sistem manajemen basis data, dan model-model penilaian. Konfigurasi model ShASy 1.0 disajikan dalam Gambar 5. PENGGUNA SISTEM MANAJEMEN DIALOG PUSAT PENGOLAHAN SISTEM MANAJEMEN BASIS DATA MODEL-MODEL PENILAIAN dan Standar Kondisi Aktual Data Unit Usaha Model Unit Budidaya Model Unit Penangkap Model Importir Hasil Model Unit Pengumpul Model Unit Pengolahan Model Unit Laboratorium Gambar 5. Konfigurasi Model ShASy

2 Sistem manajemen dialog (user interface) merupakan bagian yang berfungsi untuk menghubungkan pengguna dengan sistem ShASy 1.0. Sistem manajemen dialog dirancang dengan prinsip user friendly untuk mempermudah pengguna (user) berinteraksi dengan sistem ShASy 1.0 dalam proses penilaian jaminan mutu dan keamanan pangan udang. Sistem manajemen dialog dapat menerima masukan (input) dari pengguna dan menampikan keluaran (output) sesuai dengan yang diinginkan oleh pengguna. Masukan dari pengguna dapat berupa suatu perintah atau data aktual pada suatu perusahaan. Keluaran yang ditampilkan oleh sistem manajemen dialog berupa informasi dalam bentuk pertanyaan, pernyataan, tabel, dan informasi dalam bentuk cetak (hardcopy). Pusat pengolahan merupakan modul utama yang berfungsi mengendalikan sistem manajemen dialog, mengendalikan akses data ke modul sistem manajemen basis data, dan mengendalikan proses penilaian pada model-model penilaian. Pusat pengolahan merupakan modul yang berperan mengintegrasikan bagian-bagian yang lain sehingga membentuk kesatuan ShASy 1.0. Menurut Cahyadi (2005), sistem manajemen basis data pada suatu sistem penilaian merupakan modul yang berfungsi untuk mengelola data, baik data empirik yang dimasukkan oleh pengguna (data dinamis), maupun datadata penunjang yang berfungsi sebagai keterangan (data statis). Sistem manajemen basis data ShASy 1.0 terdiri dari empat komponen data utama, yaitu: 1. Data unit usaha, berisi data identifikasi umum unit usaha udang yang akan dinilai. 2. Data kriteria dan standar, berisi data kriteria dan standar penilaian yang digunakan dalam proses penilaian. 3. Data kondisi aktual, berisi data aktual unit usaha udang sebagai input penilaian. 4. Data hasil penilaian, berisi data hasil perhitungan dan kesimpulan penilaian. 22

3 Model-model penilaian pada ShASy 1.0 dirancang berdasarkan kriteria jaminan mutu dan keamanan pangan pada unit usaha udang yang terlibat dalam rantai usaha udang. Secara keseluruhan terdapat enam model penilaian yang dikembangkan yaitu model penilaian untuk unit budidaya, unit penangkap, unit importir, unit pengumpul, unit pengolahan, dan unit laboratorium pengujian. Setiap model penilaian (MP) tersusun atas beberapa sub-model penilaian (SMP) yang dibentuk dari unsur penilaian, dan sub-unsur penilaian. Model-model penilaian merupakan bagian yang melakukan penilaian terhadap data aktual unit usaha yang menjadi masukan ShASy 1.0. B. Desain Model Basis Data Menurut Fathansyah (2004), basis data merupakan himpunan kelompok data (arsip) yang saling berhubungan yang diorganisasi sedemikian rupa agar kelak dapat dimanfaatkan kembali dengan cepat dan mudah. Perancangan basis data diperlukan agar dihasilkan basis data yang kompak dan efisien dalam penggunaan ruang penyimpanan, cepat dalam pengaksesan dan mudah dalam manipulasi data (tambah, ubah, hapus). Perancangan basis data dimulai dengan analisis aliran data dalam sistem, kemudian dilanjutkan dengan perancangan model data konseptual, dan implementasi model data konseptual ke dalam model data fisik (Cahyadi, 2005). Hasil analisis aliran data dapat digambarkan dalam bentuk Data Flow Diagram (DFD). DFD berguna untuk menggambarkan fungsionalitas sistem. Proses, jika terlalu rumit, dapat diperluas ke dalam DFD lain dengan level yang lebih rendah (Nugroho, 2002). Gambar 6 menyajikan DFD level 0 untuk ShASy 1.0 yang memperlihatkan hubungan antara masukan (input), proses, dan luaran (output) secara umum. Masukan pada sistem berupa data tentang sistem sertifikasi, data kriteria jaminan mutu dan keamanan pangan, data kondisi aktual unit usaha udang, data identifikasi unit usaha, dan data pengguna sistem, sedangkan luaran sistem adalah laporan penilaian. 23

4 Gambar 6. DFD Level 0 ShASy 1.0 Proses belum digambarkan secara rinci pada DFD level 0. Pada DFD level 1, proses-proses yang terjadi dalam sistem mengalami dekomposisi sehingga menjadi lebih terperinci. Proses yang terjadi dalam ShASy 1.0 dirinci menjadi tiga proses utama yaitu proses penyusunan kriteria dan standar penilaian, proses penilaian, dan proses pelaporan. DFD level 1 dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. DFD Level 1 ShASy

5 Setiap proses utama yang terjadi dalam ShASy 1.0 dapat dirinci dalam DFD level 2. Terdapat tiga jenis DFD level 2, yaitu DFD level 2.1 untuk proses penyusunan data kriteria dan standar penilaian, DFD level 2.2 untuk proses penilaian, dan DFD level 2.3 untuk proses pelaporan. Gambar 8 menyajikan keseluruhan DFD level 2. KKP Data tentang sistem sertifikasi Sub- Pustaka Data kriteria jaminan mutu dan keamanan pangan 1.5 Seleksi data Informasi Sub- Data Standar 1.4 Penyusunan data subunsur penilaian Data Jenis Unit Usaha Udang Data Sertifikasi 1.1 Penyusunan data jenis model Informasi Jenis Model 1.2 Penyusunan data submodel Data Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan Informasi Informasi Sub-Model Informasi Jenis Model Informasi Sub-Model 1.3 Penyusunan data unsur penilaian Informasi Jenis Model Sub-Model DFD Level 2.1 DFD Level 2.2 Pengguna Data kondisi aktual unit usaha Data Unit Usaha Unit Usaha 2.4 Input data Unit usaha Data Unit Usaha Sub-Model Data Sub-Model Data 1 Penyusunan dan Standar 2.3 Perhitungan rata-rata deviasi Data dan Standar Informasi Deviasi 2.1 Penentuan Skor Sub- Informasi Skor Sub- Rata-rata Deviasi dan Kesimpulan penilaian 2.2 Perhitungan deviasi setiap unsur Data Unit Usaha Data aktual dan Informasi Skor Sub- Informasi Deviasi Hasil Umum Hasil Tk Sub- Hasil Tk 2 DFD Level 2.3 Data Hasil 3.1 Pemanggilan data Data Data Sub-Model Data Hasil 3.2 Penyusunan Laporan Laporan Pengguna Gambar 8. DFD Level 2 ShASy

6 DFD level 2.1 pada Gambar 8 merinci proses penyusunan kriteria dan standar penilaian. Proses ini terdiri dari lima proses, yaitu proses seleksi data, proses penyusunan data jenis model, proses penyusunan data sub-model, proses penyusunan data unsur, dan proses penyusunan data sub-unsur. Kelompok data kriteria dan standar penilaian tersimpan dalam data store jenis model penilaian, sub-model penilaian, unsur penilaian, dan sub-unsur penilaian. DFD level 2.2 pada Gambar 8 merinci proses penilaian. Proses ini terdiri dari empat proses, yaitu proses input data unit usaha, proses penentuan skor sub-unsur, proses perhitungan deviasi setiap unsur, dan proses perhitungan rata-rata deviasi. Input data identifikasi unit usaha disimpan dalam data store unit usaha sedangkan kelompok data hasil penilaian tersimpan dalam data store hasil penilaian tingkat sub-unsur, hasil penilaian tingkat unsur dan hasil penilaian umum. DFD level 2.3 pada Gambar 8 merinci proses pelaporan. Proses ini terdiri dari dua proses, yaitu proses pemanggilan data yang dibutuhkan untuk pelaporan dan proses penyusunan laporan penilaian. Laporan hasil penilaian yang telah disusun kemudian akan diperlihatkan kepada pengguna sistem. Aliran data dan proses pada DFD level 2 sudah cukup menggambarkan keseluruhan model ShASy 1.0 sehingga pada tahap selanjutnya DFD level 2 ini dapat digunakan sebagai dasar penyusunan model data konseptual yang menggambarkan hubungan antar entitas di dalam sistem tanpa mempertimbangkan detail implementasi fisiknya. Gambar 9 menyajikan model data konseptual ShASy

7 Gambar 9. Model Data Konseptual ShASy 1.0 Hubungan antar entitas dalam model data konseptual digambarkan dengan derajat relasi. Tabel 3 menjelaskan derajat relasi yang ada dalam model data konseptual. Tabel 3. Derajat Relasi pada Model Data Konseptual Notasi Derajat Relasi Minimum-Maksimum Keterangan (0, N) Nol atau lebih (1, N) Satu atau lebih (1, 1) Satu (0, 1) Nol atau satu Sumber: Fathansyah (2004) Berbeda dengan model data konseptual, model data fisik memperlihatkan hasil implementasi entitas dalam bentuk hubungan antar tabel. Model data fisik disusun dengan format Microsoft Office Access 2003 (Microsoft Corporation, 2003) berdasarkan model data konseptual yang telah dibuat sebelumnya. Gambar 10 menyajikan model data fisik ShASy

8 M PK IdM Model SM PK,FK1 IdM PK IdSM PK,FK1 PK D IdM IdT Nama Pemilik Alamat Telp Fax HSU PK,FK1 PK,FK1 PK,FK2 PK,FK2 FK2 IdM IdT IdSM IdSU IdU Inp Nilai HU PK,FK1 PK,FK1 PK,FK1 PK,FK1 IdM IdT IdSM IdU d Ket SubModel PK,FK1 PK FK1 U IdSM IdU IdM PK,FK1 PK FK1 FK1 SU IdSM IdSU IdM IdU Sub N1 N2 Satuan H PK,FK1 PK,FK1 IdM IdPer D Ket Tgl Gambar 10. Model Data Fisik ShASy 1.0 Pada Gambar 10 terlihat hasil implementasi entitas jenis model menjadi tabel M, entitas sub-model menjadi tabel SM, entitas unsur menjadi tabel U, entitas sub-unsur menjadi tabel SU, entitas unit usaha menjadi tabel D, entitas hasil penilaian tingkat sub-unsur menjadi tabel HSU, entitas hasil penilaian tingkat unsur menjadi tabel U, dan entitas hasil penilaian umum menjadi tabel H. Penyingkatan penulisan sengaja dilakukan untuk mempermudah penulisan kode saat pembuatan program. C. Desain Model-Model Berdasarkan hasil identifikasi sistem sertifikasi hasil perikanan untuk produk udang yang berjalan saat ini, maka dapat dinyatakan hal sebagai berikut: 1. Sistem sertifikasi hasil perikanan untuk produk udang harus dikaji secara holistik mulai dari bahan baku hingga produk akhir. 2. Sistem sertifikasi hasil perikanan untuk produk udang harus dilihat dari empat elemen, yaitu: a) Pengadaan bahan baku, yang dapat berasal dari tambak (budidaya udang), kapal penangkap dan impor. 28

9 b) Penyediaan bahan baku oleh pedagang pengumpul. c) Pengolahan oleh industri pengolahan. d) Pengujian yang dilakukan oleh laboratorium pengujian. 3. Pengawasan yang dilakukan terhadap masing-masing elemen dapat mengacu pada POSS (Prosedur Operasional Standar Sanitasi), CBUB (Cara Budidaya Udang yang Baik), CPUB (Cara Penanganan Udang yang Baik), protokol impor, HACCP (Hazard Analytical Critical Control Point) dan acuan metode pengujian (ISO 17025:2005). Gambar 11. Rantai Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Sebagai evaluasi terhadap sistem sertifikasi, model-model penilaian dikembangkan secara terintegrasi berdasarkan empat elemen dalam sistem sertifikasi yaitu, unit pengadaan bahan baku, unit penyediaan bahan baku, unit pengolahan, dan unit pengujian. Secara keseluruhan terdapat enam model penilaian yang dikembangkan yaitu model penilaian untuk unit budidaya, unit penangkap, unit importir, unit pengumpul, unit pengolahan, dan unit laboratorium pengujian. Model penilaian (MP) dibentuk berdasarkan standar jaminan mutu dan keamanan pangan yang berlaku pada masing-masing unit usaha udang. Standar penilaian tersebut kemudian disusun menjadi sub-unsur, unsur, dan 29

10 sub-model penilaian (SMP) yang membentuk struktur model penilaian. Berikut ini merupakan penjelasan enam struktur model penilaian yang dikembangkan pada penelitian ini. 1. Model Unit Budidaya Model Unit Budidaya (MP Unit Budidaya) berguna untuk menilai jaminan mutu dan keamanan pangan pada unit budidaya udang/tambak. Pada unit budidaya, sanitasi dapat dipenuhi dengan pelaksanaan POSS dan CBUB. CBUB dikenal juga dengan istilah Good Aquaculture Practices (GAP). Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya merupakan lembaga yang kompeten untuk melakukan inspeksi dan penerbitan CBUB yang terkait dengan POSS. Pelaksanaan dan pengawasan POSS telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya sebagai upaya sertifikasi petambak. POSS merupakan persyaratan dasar yang harus dipenuhi untuk mendapatkan udang yang aman sebagai bahan baku pengolahan (Santoso, 2010). MP Unit Budidaya terdiri dari dua sub-model penilaian yaitu SMP POSS Unit Budidaya dan SMP Monitoring Parameter GAP. SMP POSS Unit Budidaya digunakan untuk menilai penerapan POSS pada suatu unit budidaya udang atau tambak. SMP POSS Unit Budidaya disusun dari POSS unit budidaya yang telah dikembangkan Santoso (2010). SMP POSS Unit Budidaya terdiri dari dua belas unsur penilaian. SMP Monitoring Parameter GAP digunakan untuk menilai pelaksanaan GAP pada unit budidaya udang. SMP Monitoring Parameter GAP disusun dari parameter pemeriksaan batas kritis operasi budidaya udang, bahaya kontaminan, residu kimia, dan bakteri patogen yang potensial pada unit budidaya (Santoso, 2010). SMP Monitoring Parameter GAP terdiri dari delapan unsur penilaian. Tabel 4 menunjukkan daftar unsur penilaian dan kriteria pada MP Unit Budidaya. 30

11 Tabel 4. dan MP Unit Budidaya ID A Sub-Model Prosedur Operasi Standar Sanitasi (POSS) Unit Budidaya 1 Lokasi Jauh dari sumber-sumber kontaminasi 2 Pasokan Air Sumber air mencukupi Tidak terjadi kontaminasi air Dilakukan filterisasi air 3 Desain dan Tata Letak Monitoring kualitas air dilakukan setiap hari Terdapat pagar pembatas area tambak Letak tolet, tangki kotoran dan gudang terpisah Terdapat fasilitas pengolahan limbah 4 Fasilitas dan Perlengkapan Pematang utama tambak lebar dan tidak becek Dilakukan pencegahan terhadap pest Bahan fasilitas dan perlengkapan tidak korosif 5 Benih Dilakukan perawatan kebersihan Benih yang ditebar sehat 6 Pakan Penggunaan benih yang bersertifikat Pakan bernomor pendaftaran atau bersertifikat Tidak ada campuran bahan berbahaya dalam pakan Label dan informasi lengkap dan jelas Bahan-bahan yang aman untuk pakan buatan sendiri 7 Penggunaan Bahan Kimia, Biologi dan Obat Udang Pemberian pakan sesuai dosis Bahan tidak berbahaya Penyimpanan bahan terpisah dan aman Penggunaan bahan sesuai ketentuan Pemanasan atau pembakaran untuk pupuk kandang 8 Panen Label dan informasi bahan lengkap dan jelas Penjagaan kebersihan alat pemanenan Pemanenan melalui saluran pembuangan air Waktu pemanenan pagi atau malam hari Tersedia pakaian bersih untuk petugas pemanenan 9 Pengelolaan Limbah Rantai dingin pada penanganan dan penyimpanan Pemisahan limbah padat dan cair 10 Penanganan Udang Penanganan limbah aman Terdapat tempat penanganan udang sementara Tempat penanganan udang bersih dan saniter 11 Toilet Tersedia pakaian kerja yang bersih untuk petugas Jumlah toilet mencukupi Tersedia sabun, lap tangan, gayung, dll 12 Tenaga Kerja Kondisi toilet bersih Tenaga kerja tidak berpenyakit menular (sehat) Perawatan kebersihan pakaian kerja B Sub-Model Monitoring Parameter Good Aquaculture Practices (GAP) 1 Penanganan Udang Suhu udang -2-2 o C 2 Residu Kimia dalam Udang Chloramphenicol < 0.3 ppb Nitrofuran < 1 ppb Malachite green < 1 ppb Stilbene Anlthelminthes dan Quinolon Peniciline dan kelompoknya Hormon (katabolik, anabolik) 3 Bakteri Patogen dalam Udang Kandungan E. coli Kandungan Salmonella Kandungan Listeria monocytogen Kandungan Vibrio parahaemoliticus Kandungan Vibrio cholerae 4 Kebersihan Air Kandungan E. coli 5 Seleksi Benih, Induk, dan Udang Virus dan bakteri vibrous dalam benih Virus dan bakteri vibrous dalam induk Virus dan bakteri vibrous dalam udang 31

12 Lanjutan Tabel 4. ID 6 Air Tambak ph air tambak Suhu air tambak o C BOD air tambak < 0.2 ppm NH3 air tambak < 0.1 ppm Nitrit atau nitrat air tambak < 0.2 ppm Alkalinitas air tambak > 80 ppm Vibrio total air tambak < 100 /ml 7 Pakan Chloramphenicol < 0.3 ppb Nitrofuran < 0.1 ppb 8 Kualitas Air Kandungan pestisida Kandungan logam berat Kandungan bakteri coliform 2. Model Unit Penangkap MP Unit Penangkap digunakan untuk menilai jaminan mutu dan keamanan pangan udang pada unit penangkap udang/kapal penangkap. MP Unit Penangkap terdiri dari SMP POSS Unit Penangkap dan SMP Monitoring Udang Tangkapan. SMP POSS Unit Penangkap digunakan untuk menilai sanitasi pada kapal penangkap udang, sedangkan SMP Monitoring Udang Tangkapan digunakan untuk menilai mutu dan keamanan udang hasil tangkapan dari bahaya kontaminan. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap sebagai otoritas kompeten saat ini belum memiliki dan menerapkan POSS untuk kapal penangkap udang. SMP POSS Unit Penangkap yang terdiri dari sepuluh unsur penilaian sanitasi disusun dari rancangan POSS Unit Penangkap yang mengacu pada standar European Commission dan CAC (Santoso, 2010). SMP Monitoring Udang Tangkapan terdiri dari sepuluh unsur penilaian. SMP ini mensyaratkan udang bebas kontaminan dan bakteri patogen yang dapat membahayakan kesehatan. Penyusunan SMP Monitoring Udang Tangkapan mengacu pada daftar jenis dan batas kritis kontaminan atau residu udang hasil tangkapan (Santoso, 2010). Tabel 5 menunjukkan daftar unsur penilaian dan kriteria dari MP Unit Penangkap. 32

13 Tabel 5. dan MP Unit Penangkap ID A Sub-Model Prosedur Operasi Standar Sanitasi (POSS) Unit Penangkap 1 Daerah Penangkapan Daerah penangkapan tidak tercemar 2 Tata Letak dan Desain Tata letak menjaga dari kontaminasi silang Dinding dan dek halus dan kedap air Penerangan di tempat penanganan cukup terang Desain dek mencegah genangan air Terdapat bak air desinfektan 3 Toilet Dilakukan perawatan kebersihan kapal Jumlah toilet memadai Letak toilet terpisah dari lokasi penanganan Kondisi toilet bersih 4 Peralatan dan Perlengkapan Perlengkapan toilet memadai Alat dan perlengkapan tidak korosif 5 Penggunaan Bahan Kimia Alat dan perlengkapan bersih dan higienis Bahan yang digunakan aman Penyimpanan bahan aman dan terpisah Label informasi setiap bahan lengkap dan jelas 6 Penggunaan Es dan Air Dosis dan penggunaan bahan sesuai petunjuk Air bersih, tawar, dan laut mencukupi kebutuhan Tidak terjadi kontaminasi air Pemasok es terpercaya Penyimpanan es bersih dan higienis 7 Binatang Penyebar Penyakit Es yang digunakan dalam bentuk flakes Terdapat prosedur pembasmian pest Terdapat prosedur pencegahan pest 8 Penanganan Limbah Udang Penyemprotan desinfektan dilakukan rutin Penyimpanan limbah padat terpisah dan aman Penetralan limbah cair sebelum dibuang 9 Tenaga Kerja Tidak ada penggunaan es bekas Tenaga kerja sehat dan tidak berpenyakit menular Pemeriksaan rutin kesehatan tenaga kerja Tidak diperkenankan menggunakan obat salep 10 Fasilitas Pengolahan Limbah Pakaian dan perlengkapan kerja memadai Terdapat fasilitas pengolahan limbah cair Terdapat penampungan sementara limbah padat B Sub-Model Monitoring Udang Tangkapan 1 Logam Berat Kandungan Pb < 0.5 ppm Kandungan Hg < 0.5 ppm Kandungan Cd < 0.5 ppm 2 Kandungan NH3 Kandungan NH3 < 1 ppb 3 Kandungan TVB-N Kandungan TVB-N < 25 mg/100g 4 Cacing/Parasit Cacing/Parasit 5 Bakteri Patogen Kandungan E. coli Kandungan Salmonella Kandungan Listeria monocytogen Kandungan Vibrio parahaemoliticus Kandungan Vibrio cholerae 3. Model Unit Importir Prosedur impor mengandalkan pemeriksaan dokumen dan pengambilan contoh untuk diperiksa di laboratorium. Apabila dokumen impor lengkap dan bahan baku udang tidak mengandung kontaminasi bahan kimia berbahaya dan bakteri patogen seperti dalam Standar 33

14 Nasional Indonesia (SNI), maka bahan baku diizinkan masuk ke wilayah Republik Indonesia (Santoso, 2010). Penyusunan SMP Protokol Impor mengacu pada penggunaan parameter Escherichia coli, Salmonella dan Nitrofuran AOZ dan AMOZ dalam pengujian mutu udang impor (Santoso, 2010). Tabel 6 menunjukkan unsur penilaian dan kriteria pada MP Unit Importir. Tabel 6. dan MP Unit Importir ID Sub-Model Protokol Impor 1 Bakteri Patogen Kandungan E. coli Kandungan Salmonella 2 Residu Kimia Kandungan Nitrofuran AOZ Kandungan Nitrofuran AMOZ < 0.3 MPN/g < 1 ppb < 1 ppb 4. Model Unit Pengumpul MP Unit Pengumpul terdiri dari SMP POSS Unit Pengumpul dan SMP GHP Unit Pengumpul. SMP POSS Unit Pengumpul digunakan untuk menilai pelaksanaan POSS pada unit pengumpul, sedangkan SMP Monitoring Parameter GHP digunakan sebagai pendekatan penilaian cara penanganan udang yang baik atau Good Handling Practices (GHP). Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan sebagai otoritas kompeten saat ini belum memiliki dan menerapkan POSS untuk unit pengumpul udang. SMP POSS Unit Pengumpul disusun dari rancangan POSS Unit Pengumpul yang mengacu pada standar CAC (Santoso, 2010). SMP POSS Unit Pengumpul terdiri dari sebelas unsur penilaian. SMP Monitoring Parameter GHP terdiri dari dua unsur penilaian. Penyusunan SMP Monitoring Parameter GHP mengacu pada persyaratan operasional penanganan udang di unit pengumpul (Santoso, 2010). Tabel 7 menunjukkan unsur penilaian dan kriteria pada MP Unit Pengumpul. 34

15 Tabel 7. dan MP Unit Pengumpul ID A Sub-Model Prosedur Operasi Standar Sanitasi (POSS) Unit Pengumpul 1 Lingkungan Jauh dari sumber kontaminasi 2 Tata Letak dan Desain Desain ruangan tertutup dan mencegah kontaminasi Bahan dinding dan lantai halus dan kedap air Kemiringan lantai mencegah genangan air Terdapat bak air desinfektan di setiap pintu masuk Penerangan di ruang penanganan cukup terang Terdapat tempat sampah (tertutup) di ruang penanganan Dilakukan perawatan kebersihan ruangan 3 Toilet Terdapat tempat cuci tangan di ruang penanganan Jumlah toilet memadai Letak toilet terpisah dari ruang penanganan Kondisi toilet bersih 4 Peralatan dan Perlengkapan toilet lengkap dan memadai Bahan alat dan perlengkapan halus dan tidak korosif Perlengkapan Alat dan perlengkapan bersih dan higienis 5 Penggunaan Bahan Kimia Jenis bahan yang digunakan tidak berbahaya Penyimpanan bahan aman dan terpisah Label informasi setiap bahan lengkap dan jelas 6 Penggunaan Es dan Air Dosis dan penggunaan bahan sesuai petunjuk Ketersediaan air bersih mencukupi Tidak terjadi kontaminasi air Pemasok es terpercaya Penyimpanan es bersih dan higienis 7 Binatang Penyebar Penyakit Es yang digunakan berukuran kecil (flakes) Terdapat prosedur pembasmian dan diterapkan Terdapat prosedur pencegahan dan diterapkan 8 Penanganan Limbah Penyemprotan rutin pestisida yang aman Penetralan limbah cair 9 Tenaga Kerja Penyimpanan limbah padat pada tempat tertutup Tenaga kerja sehat dan tidak berpenyakit menular Pemeriksaan rutin kesehatan tenaga kerja Tidak diperkenankan menggunakan obat salep Pakaian dan perlengkapan kerja memadai 10 Pengangkutan Perawatan kebersihan pakaian dan perlengkapan Bahan alat pengangkutan kedap air dan tidak korosif Kondisi pengangkutan dingin dan higienis 11 Fasilitas Pengolahan Tidak terjadi kontaminasi dalam pengangkutan Terdapat fasilitas pengolahan limbah cair Limbah Terdapat penampungan sementara limbah padat B Sub-Model Monitoring Parameter Good Handling Practices (GHP) 1 Air dan Es E. coli dalam air dan es < 3 MPN/100ml Angka Lempeng Total < 100 /ml (suhu 25 o C) 2 Udang Suhu udang -2-2 o C Uji organoleptik udang > 6 score sheet 5. Model Unit Pengolahan MP Unit Pengolahan terdiri dari SMP POSS Unit Pengolahan, SMP HACCP Unit Pengolahan, dan SMP Monitoring Unit Pengolahan. SMP POSS Unit Pengolahan digunakan untuk menilai pelaksanaan POSS pada unit pengolahan. SMP HACCP Unit Pengolahan digunakan untuk menilai pelaksanaan sistem HACCP. SMP Monitoring Unit Pengolahan 35

16 digunakan untuk menilai mutu bahan baku dan produk serta untuk menilai beberapa parameter kritis dalam operasi pengolahan udang. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan sebagai otoritas kompeten telah melakukan penyusunan dan pengawasan POSS unit pengolahan udang untuk kepentingan sertifikasi kelayakan pengolahan. SMP POSS Unit Pengolahan disusun berdasarkan POSS unit pengolahan yang telah diterapkan pemerintah (Santoso, 2010). SMP POSS Unit Pengolahan terdiri dari 30 unsur penilaian. Penerapan HACCP pada industri pengolahan udang merupakan bagian dari sertifikasi Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT). Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan merupakan otoritas kompeten yang berwenang melakukan pengawasan terhadap penerapan HACCP. SMP HACCP Unit Pengolahan disusun berdasarkan ketentuan HACCP yang telah diterapkan oleh pemerintah (Santoso, 2010). SMP HACCP Unit Pengolahan terdiri dari sepuluh unsur penilaian. SMP Monitoring Unit Pengolahan merupakan sub-model penilaian pendukung sebagai pendekatan dalam menilai mutu dan keamanan pangan pada bahan baku, produk, serta titik kritis dalam proses pengolahan udang. SMP Monitoring Unit Pengolahan terdiri dari tiga unsur penilaian. Tabel 8 menunjukkan unsur penilaian dan kriteria pada MP Unit Pengolahan. Tabel 8. dan MP Unit Pengolahan ID A Sub-Model Prosedur Operasi Standar Sanitasi (POSS) Unit Pengolahan 1 Lingkungan, Konstruksi, dan Layout Luas area memadai Jauh dari sumber kontaminan Dilakukan pemisahan area bersih dan area kotor Tempat penanganan dan pengolahan saniter dan higienis Layout dan alur proses mencegah kontaminasi 2 Ventilasi Konstruksi sesuai dengan fungsi bangunan Ventilasi mencukupi dan memadai Perawatan kebersihan ventilasi mudah dilakukan Aliran udara dari area bersih ke area kotor lancar 36

17 Lanjutan Tabel 8. ID 3 Fasilitas Karyawan 4 Penerangan 5 Tempat Penyimpanan Bahan Kimia 6 Lantai Ruangan 7 Dinding Ruangan 8 Langit-Langit Ruangan 9 Jendela dan Bagian yang Dapat Dibuka 10 Pintu Masuk 11 Permukaan Alat 12 Kebersihan Alat 13 Fasilitas Pencucian Produk 14 Pemeliharaan Peralatan 15 Penerimaan Bahan Baku 16 Bahan Pengemas 17 Air 18 Es Terdapat bak cuci kaki di pintu masuk Air bak cuci kaki bersih dan higienis Tempat cuci tangan memadai Terdapat perlengkapan cuci tangan Ruang ganti memadai dan bersih Dinding dan lantai ruang ganti halus dan kedap air Fasilitas toilet mencukupi Letak toilet terpisah dari ruang penanganan Sistem penyiraman air pada toilet dalam kondisi baik Tempat cuci tangan tidak digunakan untuk hal lain Ventilasi toilet memadai Fasilitas loker untuk karyawan memadai Keadaan penerangan memadai Terdapat pelindung untuk lampu Tempat penyimpanan memadai dan aman Tempat penyimpanan terpisah Bahan kimia memiliki izin penggunaan Label dan informasi setiap bahan lengkap Penggunaan bahan kimia sesuai petunjuk Permukaan lantai halus dan tidak retak Bahan lantai kedap air dan tidak licin Kemiringan lantai mencegah air tergenang Permukaan dinding halus dan tidak retak Bahan dinding kedap air Pipa dan kabel pada dinding tertutup Sudut antara dinding dan lantai mudah dibersihkan Permukaan langit-langit halus dan tidak retak Bahan langit-langit bebas jamur Warna langit-langit terang Perancangan mencegah akumulasi kotoran Penggunaan kasa pencegah serangga Bahan pintu halus dan kedap air Terdapat alat pencegah serangga pada pintu Penggunaan pintu yang dapat menutup kembali Pintu mudah dibersihkan dan didesinfeksi Bahan alat tidak korosif Permukaan alat kedap air dan halus Terdapat lubang pembuangan air pada alat Terdapat tanda peralatan pada area kerja Jumlah peralatan kebersihan kerja mencukupi Peralatan kebersihan bersih dan saniter Tersedia air panas dan dingin untuk perawatan kebersihan Perancangan sesuai tujuan penggunaan Pasokan air mencukupi Dilakukan perawatan kebersihan Penataan untuk mencegah kontaminasi Tata letak untuk efektifitas pembersihan Pembersihan dan desinfeksi rutin dan memadai Kualitas bahan baku sesuai standar Pemakaian bahan sesuai persyaratan Penerimaan bahan baku bersih dan higienis Dilakukan dokumentasi penerimaan bahan baku Jenis bahan pengemas tidak berbahaya Penyimpanan bahan pengemas aman Kondisi pengemasan bersih dan higienis Dilakukan perawatan kebersihan bahan Tidak dibolehkan penggunaan ulang kemasan Tersedia air untuk minum Pasokan dan tekanan air mencukupi Penandaan pipa air minum dan bukan air minum Peta distribusi air jelas dan lengkap Penggunaan air laut sesuai persyaratan Penggunaan air kualitas air minum sebagai bahan es Tidak terjadi kontaminasi es Tidak dibolehkan penggunaan ulang es 37

18 Lanjutan Tabel 8. ID 19 Uap Air atau Steam Uap yang kontak dengan produk bersih dan aman Dilakukan monitoring dan verifikasi mutu uap 20 Limbah Padat dan Limbah Lainnya Dokumentasi sistem pasokan air rutin dan lengkap Pemindahan limbah dari ruang pengolahan Terdapat penampungan limbah padat (tertutup) Penampungan limbah mudah dibersihkan 21 Bahan Kimia Penanganan limbah ramah lingkungan Pelabelan dan penyimpanan terpisah secara aman Bahan kimia berizin dan digunakan sesuai prosedur 22 Pengendalian Pest Terdapat tanda peringatan bahan kimia Dilakukan prosedur pengendalian pest Terdapat peta penempatan perangkap dan umpan yang terverifikasi Dilakukan prosedur pembuangan binatang pest 23 Kebersihan Karyawan Prosedur pengawasan dan pengendalian berjalan efektif Pakaian kerja sesuai dan bersih Partisipasi karyawan dalam memelihara kebersihan 24 Kesehatan Karyawan Karyawan sehat dan tidak berpenyakit menular 25 Operasi Sanitasi Prosedur pembersihan dan desinfeksi fasilitas diterapkan dan dimonitor 26 Pemeliharaan Suhu Dingin Selama Penyimpanan Prosedur pembersihan dan desinfeksi personel memadai dan efektif Produk segar, produk mentah yang dilelehkan, dan produk masak yang didinginkan disimpan mendekati titik leleh es Penyimpanan produk beku -21 o C Penyimpanan udang untuk produk kaleng -9 o C Penyimpanan udang hidup dalam kondisi aman 27 Prosedur Penarikan Kembali Penguraian prosedur jelas dan dilakukan 28 Prosedur Perlindungan Produk 29 Penanganan Produk Segar atau Bahan Baku 30 Produk Beku Perlindungan dari kontaminasi Penyimpanan rantai dingin untuk bahan baku, bahan setengah jadi, dan produk akhir Pendinginan segera untuk produk siap konsumsi Rancangan proses pelelehan aman dan higienis Suhu penyimpanan produk yang dilelehkan mendekati titik leleh es Aliran air lelehan tidak mengkontaminasi Suhu air yang digunakan 3 o C Peralatan yang digunakan bersih Lama waktu pencucian tidak lebih dari 3 menit Produk yang belum diproses didinginkan Pemberian es pada produk secara teratur (termasuk pemberian ulang) Produk yang sudah di-es dikemas dan didinginkan Pembuangan isi perut dan kepala secara higienis Pencucian setelah pembuangan isi perut dan kepala Kapasitas alat pembeku memadai Suhu gudang beku mencapai -18 o C atau lebih dingin Terdapat alat pencatat suhu Sensor alat pencatat suhu ditempatkan pada lokasi dengan suhu tertinggi Penyimpanan produk secara FIFO Penggunaan pallet dalam penyimpanan Terdapat tirai udara pada pintu anteroom dan gudang beku Terdapat fasilitas anteroom B Sub-Model Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Unit Pengolahan 1 Modifikasi Pemutakhiran dan validasi dokumen HACCP Komunikasi dan persetujuan modifikasi Modifikasi parameter kritis telah disetujui 2 Catatan/Rekaman 3 Rencana Manajemen Adanya pelatihan teknisi Pemutakhiran catatan Catatan dapat dipercaya Dokumen tidak dipalsukan Catatan tersedia Tindakan pencegahan diikuti Prosedur monitoring diikuti Dilakukan tindakan perbaikan 38

19 Lanjutan Tabel 8. ID 4 Verifikasi Internal Verifikasi monitoring GMP, SSOP dan CCP sesuai rencana Audit internal dilakukan sesuai rencana Pengkajian ulang dilakukan sesuai rencana 5 Pemeriksaan Organoleptik Udang memenuhi kriteria kesegaran 6 Kesegaran dan Histamin Kandungan histamin sesuai persyaratan Adanya 9 contoh pengujian histamin untuk setiap lot Pengujian TVB dan TMA jika organoleptik meragukan 7 Parasit Kandungan TVB-N produk 30 mgr % Dilakukan pemeriksaan visual Pemisahan bagian yang terinfeksi berat 8 Toksin Spesies yang mengandung toksin tidak dipasarkan 9 Mikrobiologi Memenuhi persyaratan E. coli 10 Ketelusuran untuk Produk Budidaya Memenuhi persyaratan Staphylococcus aureus Terdapat sistem dan prosedur ketelusuran pemasok Setiap pemasok mampu diidentifikasi dengan jelas Terdapat label untuk produk yang akan dipasarkan C Sub-Model Monitoring Unit Pengolahan 1 Bahan Baku Kandungan E. coli < 3 MPN/g Kandungan Nitrofuran AOZ < 1 ppb Kandungan Nitrofuran AMOZ < 1 ppb Uji organoleptik score sheet 2 Produk Kandungan E. coli < 3 MPN/g Kandungan Nitrofuran AOZ < 1 ppb Kandungan Nitrofuran AMOZ < 1 ppb 3 Titik Kritis Lain Pecahan Logam Kandungan CAP < 0.3 ppb Malachite Green < 2 ppb Filth Decomposed > 6 score sheet 6. Model Unit Laboratorium Pengujian mutu udang merupakan bagian yang penting dan dibutuhkan pada setiap mata rantai produksi bahan baku dan pengolahan produk akhir serta dalam kegiatan pengawasan penerapan sistem mutu penanganan, pengolahan, monitoring residu dan cemaran dalam udang. Kegiatan pengujian mutu dan keamanan udang dilakukan oleh lembaga laboratorium uji (Santoso, 2010). MP Unit Laboratorium merupakan model penilaian yang dikembangkan untuk menilai kompetensi laboratorium. MP Unit Laboratorium disusun berdasarkan persyaratan uji profisiensi yang umumnya dilakukan untuk mengetahui kompetensi laboratorium pengujian. penilaian dalam MP Unit Laboratorium merupakan parameter uji dalam uji profisiensi yang pernah dilakukan oleh Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan (BBP2HP) 39

20 terhadap Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP). Tabel 9 menunjukkan unsur penilaian dan kriteria pada MP Unit Laboratorium. Tabel 9. dan MP Unit Laboratorium ID Sub-Model Uji Profisiensi Laboratorium 1 Pengujian Logam Berat Merkuri Timbal Cadmium 2 Pengujian CAP CAP dengan HPLC CAP dengan ELISA 3 Pengujian Histamin Histamin 4 Pengujian Mirobiologi Memuaskan Memuaskan Memuaskan Memuaskan Memuaskan Memuaskan E. coli Memuaskan Salmonella ALT Memuaskan Memuaskan Perhitungan penilaian pada masing-masing model penilaian menggunakan persamaan matematika yang sama. Proses penilaian akan dilakukan pada level sub-unsur, unsur dan model. pada level sub-unsur merupakan pemberian skor skala biner dengan ketentuan sebagai berikut: Skor 0 jika kondisi aktual tidak memenuhi kriteria Skor 1 jika kondisi aktual memenuhi kriteria pada level unsur dilakukan dengan menghitung deviasi (di) atau penyimpangan pada setiap unsur penilaian. Persamaan yang digunakan yaitu: d i = Jumlah sub-unsur yang memiliki skor nol x 100% Total sub-unsur pada level model dilakukan berdasarkan perhitungan ratarata deviasi dari seluruh unsur penilaian. Nilai rata-rata deviasi akan 40

21 menentukan kesimpulan penilaian. Persamaan yang digunakan untuk menghitung rata-rata deviasi (D) yaitu: D = n i= 1 n di d i = deviasi dari unsur ke-i (dalam %) n = jumlah unsur yang dianalisis D. Penyusunan Program Komputer Tahap penyusunan program komputer adalah kegiatan mentransformasikan model yang telah dibuat ke dalam program komputer. Model penilaian udang ekspor berbasis jaminan mutu dan keamanan pangan dirancang dalam bentuk perangkat lunak yang diberi nama ShASy 1.0. Diagram alir untuk model ShASy 1.0 diperlihatkan oleh Gambar 12. Perangkat lunak ShASy 1.0 dibuat dengan menggunakan komputer berspesifikasi Pentium III 733 MHz dan RAM 256 MB dalam lingkungan sistem operasi Microsoft Windows XP (Microsoft Corporation, 2004). Penyusunan program dilakukan dengan bahasa pemrograman Microsoft Visual Basic 6.0 (Microsoft Corporation, 1998) dengan bantuan Database Management System (DBMS) Microsoft Office Access 2003 (Microsoft Corporation, 2003). Spesifikasi komputer minimum yang dibutuhkan untuk menjalankan ShASy 1.0 yaitu komputer berbasis Windows dengan processor 450 MHz, dan RAM 128 MB. Paket perangkat lunak ShASy 1.0 membutuhkan ruang kosong hardisk sekitar 30 MB. Paket program ShASy 1.0 terdiri dari dua modul aplikasi, yaitu modul aplikasi utama (ShASy.exe) dan modul basis data (dbudang.mdb). Modul aplikasi utama terdiri dari pusat pengolahan, model-model penilaian, dan sistem manajemen dialog (user interface). Sistem manajemen basis data ShASy 1.0 diimplementasikan dalam modul basis data. 41

22 Gambar 12. Diagram Alir ShASy

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Shrimp Assessment System 1.0 (ShASy 1.0) 1. Modul Aplikasi Utama Modul aplikasi utama ShASy 1.0 terdiri dari pusat pengolahan, model-model penilaian, dan sistem manajemen dialog

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan 1. Jaminan Mutu Mutu didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Produksi 2010 Pendahuluan Dalam rangka menghadapi era globalisasi, maka produk perikanan

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR.../PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT CARA PENANGANAN IKAN YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, \ PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39/PERMEN-KP/2015 TENTANG PENGENDALIAN RESIDU OBAT IKAN, BAHAN KIMIA, DAN KONTAMINAN PADA KEGIATAN PEMBUDIDAYAAN IKAN KONSUMSI DENGAN

Lebih terperinci

Studi Kelayakan Unit Pengolahan Udang Putih Beku Tanpa Kepala di PT. XX Gorontalo

Studi Kelayakan Unit Pengolahan Udang Putih Beku Tanpa Kepala di PT. XX Gorontalo Studi Kelayakan Unit Pengolahan Udang Putih Beku Tanpa Kepala di PT. XX Gorontalo 1,2 Saprin Hayade, 2 Rieny Sulistijowati, 2 Faiza A. Dali 1 saprin_hayade@yahoo.com 2 Jurusan Teknologi Perikanan Fakultas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010.

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010. Nama : RaisAbdullah NPM : 230110097026 Kelas : Perikanan B Tugas Manajemen Mutu Terpadu Spesifikasi CUMI-CUMI BEKU SNI 2731.1:2010 1. Istilah dan definisi cumi-cumi beku merupakan produk olahan hasil perikanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

Sosis ikan SNI 7755:2013

Sosis ikan SNI 7755:2013 Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2013 sampai dengan 5 Juni 2013 di PT. Awindo Internasional Jakarta. PT. Awindo Internasional terletak

Lebih terperinci

Siomay ikan SNI 7756:2013

Siomay ikan SNI 7756:2013 Standar Nasional Indonesia Siomay ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan..

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan.. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.19/MEN/2010 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran : Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran 2: saluran limbah yang kotor dan tidak tertutup dekat dengan Pengolahan sambal Gambar lampiran 3: keadaan dapur yang

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGUATAN DAYA SAING PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGUATAN DAYA SAING PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGUATAN DAYA SAING PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 24/PER-DJPDSPKP/2017 TENTANG PEMERINGKATAN SERTIFIKAT KELAYAKAN PENGOLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran

III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Perbaikan kualitas udang melalui rantai pengendalian mutu perlu melibatkan unit pengadaan bahan baku, unit penyediaan bahan baku, unit pengolahan, dan laboratorium

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN PADA PROSES PRODUKSI, PENGOLAHAN DAN DISTRIBUSI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52A/KEPMEN-KP/2013 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52A/KEPMEN-KP/2013 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52A/KEPMEN-KP/2013 TENTANG PERSYARATAN JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN PADA PROSES PRODUKSI, PENGOLAHAN DAN DISTRIBUSI Menimbang

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK Good Manufacturing Practice (GMP) adalah cara berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Telah dijelaskan sebelumnya

Lebih terperinci

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. No.358, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 75/M-IND/PER/7/2010 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI

Lebih terperinci

Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi

Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. DAFTAR PERTANYAAN

LAMPIRAN 1. DAFTAR PERTANYAAN 93 LAMPIRAN. DAFTAR PERTANYAAN Pertanyaan yang diberikan kepada responden Unit Usaha Jasa Boga dan Unit Usaha Pengguna Jasa Boga mengenai pengetahuan tentang sertifikat keamanan pangan.. Apakah anda mengetahui

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.

Lebih terperinci

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 di PT. AGB Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi-Jawa Barat. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 - 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN MUTU TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

Bakso ikan SNI 7266:2014

Bakso ikan SNI 7266:2014 Standar Nasional Indonesia Bakso ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik Prerequisite Program #7 Pencegahan Kontaminasi Silang Pencegahan, pengendalian, deteksi kontaminasi; kontaminasi mikrobiologik, fisik, dan kimiawi Bahaya biologis: cacing, protozos, bakteri, cendawan/fungi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

Bgn-2. Penanganan Mutu Produk

Bgn-2. Penanganan Mutu Produk Bgn-2. Penanganan Mutu Produk 1. Proses produksi 2. Pengolahan 3. Teknologi 4. Pemasaran A. Sasaran B. Hazard Analysis Critical Control Point, meliputi 2 aspek : 1. SSOP (Sanitation Standar Operating Procedure)

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa produk pangan segar asal tumbuhan

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN : 2088-3137 ANALISIS BAHAYA DAN PENENTUAN TITIK PENGENDALIAN KRITIS PADA PENANGANAN TUNA SEGAR UTUH DI PT. BALI OCEAN ANUGRAH LINGER

Lebih terperinci

BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN

BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN - 18 - BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN A. PENYELENGGARAAN 1. Peserta, Penyelenggara, Penanggung Jawab dan Pembina Teknis a. Peserta pelatihan adalah setiap orang dan/atau pengusaha/pemilik/penanggung

Lebih terperinci

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)**

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** Oleh : Dr.drh. I Wayan Suardana, MSi* *Dosen Bagan Kesmavet Fakultas

Lebih terperinci

PERAN SERTIFIKASI INTERNASIONAL DALAM BUDIDAYA YANG BERTANGGUNG JAWAB : SERTIFIKASI BEST AQUACULTURE PRACTICE (BAP) DAN AQUACULTURE STEWARDSHIP

PERAN SERTIFIKASI INTERNASIONAL DALAM BUDIDAYA YANG BERTANGGUNG JAWAB : SERTIFIKASI BEST AQUACULTURE PRACTICE (BAP) DAN AQUACULTURE STEWARDSHIP PERAN SERTIFIKASI INTERNASIONAL DALAM BUDIDAYA YANG BERTANGGUNG JAWAB : SERTIFIKASI BEST AQUACULTURE PRACTICE (BAP) DAN AQUACULTURE STEWARDSHIP COUNCIL (ASC) Sertifikasi Dilakukan Untuk Membedakan Produk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI - 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI A. BANGUNAN 1. Lokasi Lokasi jasaboga tidak berdekatan dengan sumber pencemaran seperti tempat sampah umum, WC umum, pabrik cat dan sumber pencemaran

Lebih terperinci

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di PT. Graha Insan Sejahtera yang berlokasi di salah satu Perusahaan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jalan Muara

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan Tongkol (Ethynnus affinis) (Sumber: Anonim b 2010 )

Gambar 1. Ikan Tongkol (Ethynnus affinis) (Sumber: Anonim b 2010 ) 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Ikan tongkol (Euthynnus affinis) termasuk dalam famili scombridae terdapat di seluruh perairan hangat Indo-Pasifik Barat,

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.880, 2016 BPOM. Industri Kosmetika Gol. B. Higiene Sanitasi. Dokumen. Penerapan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.15/MEN/2011 TENTANG PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN YANG MASUK KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT. oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012

Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT. oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012 Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012 Issue : Kemampuan petani didalam menjamin mutu dan keamanan pangan segar yg dihasilkan relatif

Lebih terperinci

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab :

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab : Sub Lampiran 1 FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Nama dan alamat fasilitas yang diperiksa Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT Pemilik Fasilitas (Perusahaan atau Perorangan)

Lebih terperinci

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran LAMPIRAN Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran No Parameter Bobot Nilai A Kondisi umum sekitar restoran 1 Lokasi 1 0 Jarak jasaboga minimal 500 m dari sumber pencemaran seperti tempat sampah umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur (Trichiurus sp.) adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia terutama di perairan Palabuhanratu.

Lebih terperinci

MATERI III : ANALISIS BAHAYA

MATERI III : ANALISIS BAHAYA MATERI III : ANALISIS BAHAYA (Prinsip HACCP I) Tahap-tahap Aplikasi HACCP 1 1. Pembentukan Tim HACCP 2. Deskripsi Produk 3. Indentifikasi Konsumen Pengguna 4. Penyusunan Bagan alir proses 5. Pemeriksaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

TINJAUAN PUSTAKA. Susu TINJAUAN PUSTAKA Susu segar Susu adalah susu murni yang belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan pascapanen, sebab ikan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak dan membusuk, di samping itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

OTORITAS KOMPETEN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN UPT KIPM...

OTORITAS KOMPETEN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN UPT KIPM... Form 1 : Surat Penugasan Inspeksi OTORITAS KOMPETEN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN UPT KIPM... NOMOR : LAMPIRAN : 1 (SATU) LEMBAR HAL : INSPEKSI CPIB PADA UNIT PENGUMPUL/SUPLIER

Lebih terperinci

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan Syarat kesehatan yang mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/MENKES/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat: A. Lokasi 1. Lokasi sesuai dengan Rencana Umum

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR KEP.61/MEN/2009 TENTANG PEMBERLAKUAN WAJIB STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR KEP.61/MEN/2009 TENTANG PEMBERLAKUAN WAJIB STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR KEP.61/MEN/2009 TENTANG PEMBERLAKUAN WAJIB STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

Sanitasi Penyedia Makanan

Sanitasi Penyedia Makanan Bab 6 Sanitasi Penyediaan Makanan Sanitasi Penyedia Makanan Sanitasi Jasa Boga Sanitasi Rumah Makan & Restoran Sanitasi Hotel Sanitasi Rumah Sakit Sanitasi Transportasi Penggolongan Jasa Boga Jasa boga

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan BAB III METODE PELAKSANAAN Kegiatan penelitian Tugas Akhir ini dilaksanakan mulai bulan Maret - Juni 2016 di UKM tahu bakso EQ di Perumahan Singkil Rt 02 Rw 05, Singkil,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.15/MEN/2011 TENTANG PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN YANG MASUK KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN xxix HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel daging ayam beku yang diambil sebagai bahan penelitian berasal dari daerah DKI Jakarta sebanyak 16 sampel, 11 sampel dari Bekasi, 8 sampel dari Bogor, dan 18 sampel dari

Lebih terperinci

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt Disusun Oleh : Yatin Dwi Rahayu 1006578 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Lebih terperinci

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TATA CARA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan. No.81, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung Kombinasi Jumlah Tabung yang Positif 1:10 1:100 1:1000 APM per gram atau ml 0 0 0

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. TEMPAT DAN WAKTU Penelitian terhadap kecukupan Sistem Keamanan Pangan untuk Industri Jasa Boga dilakukan dengan pengambilan data di beberapa instansi terkait yaitu Direktorat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI KAPAL

LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI KAPAL 105 LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI KAPAL (Berdasarkan International Health Regulation (2005) : Handbook for Inspection of Ships and Issuance of Ship Sanitation Certificates) 1. Nama Kapal : 2. Jenis

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2154, 2016 KEMEN-KP. Sertifikat Kelayakan Pengolahan. Penerbitan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PERMEN-KP/2016 TENTANG

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN OTORITAS KOMPETEN KEAMANAN PANGAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

Analisa Mikroorganisme

Analisa Mikroorganisme 19 Analisa Mikroorganisme Pemeriksaan awal terhadap 36 sampel daging ayam dan 24 sampel daging sapi adalah pemeriksaan jumlah mikroorganisme. Hasil yang diperoleh untuk rataan jumlah mikroorganisme daging

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan 1 PROSEDUR Direktorat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.17/MEN/2010 TENTANG PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN YANG MASUK KE DALAM WILAYAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN

Lebih terperinci

BAB IV MANAJEMEN MUTU TERPADU

BAB IV MANAJEMEN MUTU TERPADU BAB IV MANAJEMEN MUTU TERPADU Salah satu upaya untuk memenangkan persaingan dagang di pasar internasional adalah memasarkan produk yang berkualitas baik. Produk yang ditawarkan harus memiliki mutu lebih

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP 90 4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP Checklist Standard Sanitation Operational Procedur (SSOP) (Lampiran 4) menunjukkan nilai akhir 83. Sesuai dengan Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011

Lebih terperinci

From Farm to Fork...

From Farm to Fork... TITIS SARI KUSUMA From Farm to Fork... GAP GHP GTP GHP GLP GMP Konsumen Praktek Produksi yang baik (GMP) Merupakan kombinasi dari produksi dan prosedur pengawasan kualitas yang ditujukan untuk memastikan

Lebih terperinci

BAB V IMPLEMENTASI SISTEM. tersebut siap diterapkan atau diimplementasikan. Tahap Implementasi Sistem

BAB V IMPLEMENTASI SISTEM. tersebut siap diterapkan atau diimplementasikan. Tahap Implementasi Sistem BAB V IMPLEMENTASI SISTEM Setelah tahap penganalisaan dan perancangan, maka langkah selanjutnya dalam membangun sebuah sistem informasi adalah menguji apakah sistem tersebut siap diterapkan atau diimplementasikan.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah 20 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah (UKM) Chrisna Snack, Perumahan Josroyo 19 RT 7 RW

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 02/MEN/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 02/MEN/2007 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 02/MEN/2007 TENTANG MONITORING RESIDU OBAT, BAHAN KIMIA, BAHAN BIOLOGI, DAN KONTAMINAN PADA PEMBUDIDAYAAN IKAN MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci