BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 18 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Model Pembelajaran 1. Hakikat Model Pembelajaran a. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran perlu dipahami oleh seorang guru agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil pembelajaran. Dalam penerapannya, model pembelajaran harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan siswa. Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. 1 Sedangkan pembelajaran adalah suatu sistem atau proses pembelajaran subyek didik/pembelajaran yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasai secara sistematis agar subyek didik/pembelajaran dapat tercapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. 2 Joyce & Weil dalam Rusman berpendapat bahwa mpdel pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. model pembelajaran dapat dijadikan pola 1 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar, (Bandung: CV Alfabeta, 2011), hal Kokom Komalasari, Pembelajaran Konstekstual Konsep dan Aplikasi, (Bandung: Refika Aditama, 2011), hal.3

2 19 pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. 3 Menurut Arends dalam Agus Suprijono model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pengajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. 4 Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan demikian model pembelajaran dapat diartikan sebagai satuan acara yang berisi prosedur, langkah teknis yang harus dilakukan dalam mendekati sasaran proses dan hasil belajar sehingga mencapai keefektifan menurut kesesuaian dengan pengaturan waktu, tempat dan subyek ajarannya. Sukamto, dkk dalam Trianto mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasaikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajara dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. 5 3 Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012), hal Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori & Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2012), hal.46 5 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik Konsep, Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011), hal. 5

3 20 Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berfikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan bagi para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. b. Ciri-ciri Model Pembelajaran Model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur. ciri-ciri tersebut ialah: 6 1) Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; 2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai): 3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan 4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai. Menurut Nieveen dalam Trianto suatu model pembelajaran dikatakan baik jika memenuhi kriteria sebagai berikut : 7 1) Sahih (Valid). Aspek validitas dikaitkan denfgan dua hal yaitu: apakah model yang dikembangkan didasarkan pada rasional teoritik yang kuat; dan apakah terdapat konsistensi internal 6 Ibid., hal. 6 7 Ibid., hal. 8

4 21 2) Praktis. Aspek kepraktisan hanya dapat dipenuhi jika, para ahli dan praktisi menyatakan bahwa apa yang dikembangkan dapat diterapkan; dan kenyataan menunjukkan bahwa apa yang dikembangkan tersebut dapat diterapkan. 3) Efektif. Berkaitan dengan aspek efektivitas ini, Nieveen memberikan parameter sebagai berikut: ahli dan praktisi berdasar pengalamannya menyatakan bahwa model tersebut efektif; dan secara operasional medel tersebut memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan. 2. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain. 8 Dengan adanya pembelajaran kooperatif ini siswa akan saling menguatkan, mendalami, dan bekerja sama untuk semakin menguasai bahan. 9 Sistem penilaian pembelajaran kooperatif dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), 8 Tukiran Taniredja dkk, Model-model Pembelajaran Inovatif dan Evektif,(Bandung: ALVABETA, 2013), hal Paul Suparno, Metodologi Pembelajaran Fisika Kontruktivistik & Menyenangkan, (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2007), hal.154

5 22 jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. dengan demikian setiap anggota kelompok akan memiliki ketergantungan yang positif sehingga memunculkan adanya tanggung jawab terhadap kelompok. setiap individu akan saling membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok. 10 Dengan pembelajaran kooperatif terjadi interaksi antara peserta didik yang satu dengan yang lain. Peserta didik lebih berani mengungkapkan pendapat atau bertanya dengan peserta didik lain sehingga dapat melatih mental peserta didik untuk belajar bersama dan berdampingan, menekan kepentingan individu dan mengutamakan kepentingan kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Selain itu Pelaksanan prinsip dasar pokok sistem pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan efektif. b. Konsep Pembelajaran Kooperatif Dalam menggunakan model belajar cooperatif learning di dalam kelas, ada beberapa konsep mendasar yang perlu diperhatikan dan diupayakan oleh guru. Guru dengan kedudukannya sebagai perancang dan pelaksana pembelajaran dalam menggunakan model ini harus 10 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2010), hal

6 23 memperhatikan beberapa konsep dasar yang merupakan dasar-dasar konseptual dalam penggunaan cooperatif learning, meliputi: 11 1) Perumusan tujuan belajar siswa harus jelas Sebelum melakukan strategi pembelajaran, guru terlebih dahulu merumuskan tujuan pembelajaran dengan jelas dan spesifik. Perumusan tujuan harus sesuai dengan kurikulum dan tujuan pembelajaran. 2) Penerimaan yang menyeluruh oleh siswa tentang tujuan belajar Guru harus mampu mengkondisikan siswa agar setiap siswa dalam kelompok saling menerima dan bekerja sama dalam mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang telah ditetapkan untuk dipelajari. 3) Ketergantungan yang bersifat positif Seorang guru harus merancang struktur kelompok dan tugastugas kelompok yang memungkinkan setiap siswa untuk belajar dan mengevaluasi dirinya dan teman kelompoknya dalam penguasaan dan kemampuan memahami materi pelajaran. Kondisi belajar ini memungkinkan siswa untuk merasa tergantung secara positif pada anggota kelompok lainnya dalam mempelajari dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan guru. 11 Etin Solihatin, Cooperatif Learning: Analisis Model Pembelajaran IPS, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hal.6-9

7 24 4) Interaksi yang bersifat terbuka Dalam kelompok belajar, interaksi yang terjadi bersifat langsung dan terbuka dalam mendiskusikan materi dan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Suasana belajar seperti itu akan membantu menumbuhkan sikap keterhantungan yang positif dan keterbukaan pada siswa untuk memperoleh keberhasilan dalam belajarnya. Meraka akan saling memberi, dan menerima masukan, ide, saran dan kritik, dari temannya secara positif dan terbuka. 5) Tanggung jawab individu Salah satu dasar penggunaan cooperatif learning dalam pembelajaran adalah bahwa keberhasilan belajar akan lebih mungkin dicapai secara bersama-sama. Oleh karena itu, keberhasilan belajar dalam model belajar ini dipengaruhi oleh kemampuan individu siswa dalam menerima, dan memberi apa yang telah dipelajarinya di antara siswa lainnya. Sehingga secara individual siswa mempunyai dua tanggung jawab yaitu mengerjakan dan memahami materi atau tugas bagi keberhasilan dirinya dan juga bagi keberhasilan anggota kelompoknya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. 6) Kelompok bersifat heterogen Dalam pembentukan kelompok belajar, keanggotaan kelompok harus bersifat heterogen sehingga interaksi kerjasama yang terjadi merupakan akumulasi dari berbagai karakteristik siswa yang

8 25 berbeda. Dalam suasana belajar seperti itu akan tumbuh dan berkembang nilai, sikap, moral, dan perilaku siswa. Kondisi ini merupakan media yang sangat baik bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan dan melatih keterampilan dirinya dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis. 7) Interaksi sikap dan perilaku sosial yang positif Pada kegiatan bekerja dalam kelompok, siswa harus belajar bagaimana meningkatkan kemampuan interaksinya dalam memimpin, berdiskusi, bernegosiasi, dan mengklarifikasi berbagai masalah dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok. Dalam hal ini guru harus membantu siswa bagaimana cara bersikap dan berperilaku yang baik dalam bekerjasama yang bisa digunakan oleh siswa dalam kelompok belajarnya. Perilaku-perilaku tersebut termasuk kepemimpinan, pengembangan kepercayaan, berkomunikasi, menyelesaikan masalah, menyampaikan kritik, dan perasaan-perasaan sosial. Dengan sendirinya siswa dapat mempelajari dan mempraktikkan berbagai sikap dan perilaku sosial dalam suasana kelompok belajarnya. 8) Tindak lanjut (Follow Up) Setelah masing-masing kelompok belajar menyelesaikan tugas dan pekerjaannya, perlu adanya analisis bagaimana penampilan dan hasil kerja siswa dalam kelompoknya, untu itu guru harus mengevaluasi dan memberikan berbagai masukan terhadap hasil

9 26 pekerjaan siswa dan aktivitas mereka selama mereka bekerja dalam kelompok. Dalam hal ini guru harus memberikan kesempatan pada siswa untuk mengemukakan ide dan saran, baik kepada siswa lainnya maupun kepada guru dalam rangka perbaikan belajar dari hasilnya dikemudian hari. 9) Kepuasan dalam belajar Setiap siswa dan kelompok harus memperoleh waktu yang cukup untuk belajar dalam mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilannya. Apabila siswa tidak memperoleh waktu yang cukup dalam belajar, maka keuntungan akademis dari penggunaan cooperatif learning akan sangat terbatas, untuk itu guru harus mampu merancang dan mengalokasikan waktu yang memadai dalam menggunakan model ini dalam pembelajarannya. c. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Langkah-langkah dalam penggunaan model cooperative learning secara umum dapat dijelaskan secara operasional sebagai berikut: Langkah pertama yang dilakukan oleh guru adalah merancang rencana program pembelajaran, pada langkah ini guru mempertimbangkan dan menetapkan target pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Guru juga menetapkan sikap dan keterampilan sosial yang diharapkan dikembangkan dan diperlihatkan oleh siswa selama berlangsungnya proses 12 Ibid., hal.10-12

10 27 pembelajaran. Dalam merancang program pembelajaran guru harus mengorganisasikan materi, tugas-tugas siswa yang mencerminkan sistem kerja dalam kelompok kecil. Hal ini akan membuat siswa bekerja secara bersama dengan teman sekelompoknya. 2. Langkah kedua, dalam aplikasi pembelajaran dikelas guru merancang lembar observasi yang akan digunakan untuk mengobservasi kegiatan siswa dalam belajar bersama dalam kelompoknya. Dalam menyampaikan materi guru hanya menjelaskan pokok-pokok materi dengan tujuan siswa mempunyai wawasan dan orientasi yang memadai tentang materi yang diajarkan. Berikutnya guru membimbing siswa untuk membuat kelompok. 3. Langkah ketiga, dalam melakukan observasi terhadap kegiatan siswa guru mengarahkan dan membimbing siswa baik secara individual maupun kelompok, baik dalam memahami materi maupun mengenai sikap dan perilaku siswa selama kegiatan berlangsung. Dalam berlangsungnya kegiatan kelompok guru juga harus memberikan pujian dan kritik yang membangun kepada siswa. 4. Langkah keempat, guru memberikan kesempatan kepada siswa dari masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Pada saat diskusi kelas ini guru bertindak sebagai moderator untuk mengarahkan dan mengoreksi pengertian dan pemahaman siswa terhadap materi atau hasil kerja yang telah ditampilkannya. Pada saat presentasi siswa berakhir, guru mengajak siswa untuk melakukan

11 28 refleksi diri terhadap proses jalannya pembelajaran, dengan tujuan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. 3. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Numbered Head Together (NHT) atau pemamoran berfikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. 13 Model Pembelajaran NHT ini adalah salah satu model dalam pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Spencer kagan pada tahun Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ideide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. 14 Model NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran Kooperatif yang menekankan pada setruktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk mempelajari materi yang telah ditentukan. Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat 13 Trianto, Model-model Pembelajaran..., hal Anita Lie, Cooperative Learning Mempraktikkan CooperativeLearning di Ruang-ruang Kelas, (Jakarta: PT Grasindo, 2010), hal. 59

12 29 kerja sama mereka. 15 Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia siswa. dengan teknik ini dapat mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Langkah-langkah dalam mengajukan pertanyaan kepada seluruh siswa dalam kelas pembelajaran kooperatif, guru menggunakan struktur empat fase sebagai sintaks Numbered Head Together (NHT), di antaranya adalah: 16 a. Fase 1 : Penomoran Dalam Fase ini guru membagi siswa kedalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 5. b. Fase 2 : Mengajukan Pertanyaan Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat sangat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya. Misalnya, apakah jumlah gigi orang dewasa? atau berbentuk arahan, misalnya pastikan setiap orang mengetahui 5 buah ibu kota propinsi yang terletak di Pulau Sumatera. c. Fase 3 : Berfikir Bersama Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim. 15 Isjoni, Pembelajaran Kooperatif: Meningkatkan kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hal Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif..., hal

13 30 d. Fase 4 : Menjawab Guru memanggil satu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas, kemudian guru memilih secara acak kelompok yang harus menjawab pertanyaan tersebut, selanjutnya nomor yang disebut guru dari kelompok tersebut mengngkat tangan dan berdiri untuk menjawab pertanyaan. Sedang dari kelompok lain yang memiliki nomor yang sama menggapi jawaban tersebut. Langkah-langkah Numbered Head Together (NHT): Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor. 2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya. 3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya. 4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka. 5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain. 6. Kesimpulan. 17 Zainal Aqib, Model-Model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif), (Bandung: Yrama Widya, 2013) hal.19

14 31 c. Kelebihan dan Kelemahan Model Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Kita ketahui bahwa setiap model pembelajaran manapun memiliki kelebihan dan kelemahan. Berikut ini merupakan kelebihan dan kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT). 18 1) Kelebihan a) Setiap Siswa menjadi siap semua b) Siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh c) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai 2) Kelemahan a) Kemungkinan nomor yang dipanggil, akan dipanggil lagi oleh guru b) Tidak semua anggota kelompok di panggil oleh guru 4. Hakikat Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah a. Pengertian Aqidah Akhlak Pengertian aqidah atau keimanan adalah suatu kepercayaan yang tidak memaksa, tidak sukar diterima oleh akal pikiran, tetapi kuasa untuk mengarahkan kuasa manusia menuju kearah kemuliaan dan keluhuran dalam kehidupan ini. 19 Sedangkan akhlaq atau perbuatan adalah bagian yang sangat penting dalam ajaran islam, karena perilaku manusia merupakan obyek 18 Hamdani, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), hal Syahminan Zaini, Kuliah Aqidah Islam, (Surabaya: Al Ikhlas, 1983), hal. 50

15 32 pertama ajaran islam jadi akhlaq atau perbuatan merupakan sistem etika islam. 20 Aqidah dan akhlaq saling sambung-menyambung, hubungmenghubungi dan tidak dapat berpisah. Keduanya bagaikan buah dengan pohonnya, sebagai musabbab dengan sebabnya atau sebagai natijah (hasil) dengan mukaddimahnya (pendahuluan). Oleh karena itu, keduanya mempunyai hubungan yang amat erat, karena amal perbuatan selalu disertakan dengan keimanan. 21 Dari paparan diatas, dapat dijelaskan bahwa Aqidah Akhlak adalah suatu kepercayaan seseorang sehingga menciptakan kesadaran diri bagi manusia tersebut agar memiliki keimanan serta ketaqwaan yang kuat sehingga dapat menjadi kebiasaan untuk berakhlak yang baik. Jadi Aqidah akhlak adalah suatu bidang study yang mengajarkan dan membimbing siswa untuk dapat mengetahui, memahami dan meyakini aqidah islam serta dapat membentuk dan mengamalkan tingkah laku yang baik yang sesuai ajaran islam. b. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah Mata pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah berisi bahan pelajaran yang dapat mengarahkan pada pencapaian kemampuan dasar peserta didik serta pengamalan dan pembiasaan berakhlak islami 20 Sudirman, Pilar-Pilar Islam Menuju Kesempurnaan Sumberdaya Muslim, (Malang: UIN-Maliki Press, 2012), hal Sayid Sabiq, Aqidah Islam Pola Hidup Manusia Beriman, (Bandung: Diponegoro, 1993), hal. 15

16 33 secara sederhana, untuk dapat dijadikan landasan perilaku dalam kehidupan sehari-hari serta sebagai bekal untuk jenjang pendidikan berikutnya. Ruang lingkup Aqidah Akhlak di MI meliputi: 22 1) Aspek Keimanan Aspek keimanan ini meliputi sub-sub aspek: Iman Kepada Allah SWT, dengan alasan pembuktian yang sederhana, memahami dan meyakini rukun iman, tanda-tanda orang yang beriman, beriman kepada malaikat, dan iman kepada rasul-rasul Allah. 2) Aspek Akhlak Aspek Akhlak yang meliputi: Akhlak dirumah: Akhlak di madrasah; akhlak di perjalanan; akhlak dalam keadaan bersin, menguap, dan meludah; akhlak dalam bergaul dengan orang yang lebih lemah; akhlak dalam membantu dan menerima tamu; perilaku akhlak pribadi/karakter pribadi yang terpuji (meliputi: rajin, ramah, pemaaf, jujur, lemah lembut, berterima kasih dan dermawan); akhlak dalam bertetangga; akhlak dalam alam sekitar; akhlak dalam beribadah; akhlak dalam berbicara, melafalkan dan membiasakan kalimah thayyibah; akhlak terhadap orang yang sakit, syukur nikmat. Perilaku akhlak/karakter pribadi yang terpuji meliputi: teliti, rendah hati, qonaah, persaudaraan dan persatuan, tanggung jawab, berani menegakkan kebenaran, taat kepada Allah dan menghindari akhlak tercela. 22 Departemen Agama RI, Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah (Standar Kompetensi), (Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional, 2004), hal

17 34 3) Aspek Kisah Keteladanan Aspek kisah keteladanan yang meliputi: keteladanan Nabi Muhammad SAW, kisah Nabi Musa a.s dan Nabi Yusuf a.s, kisah Masyithah dan Ashabul Kahfi. c. Fungsi dan Tujuan Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah ibtidaiyah Mata pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah berfungsi untuk: 23 1) Penanaman nilai dan ajaran islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat 2) Peneguhan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta pengembangan akhlak mulia peserta didik seoptimal mungkin, melanjutkan pendidikan yang telah lebih dahulu dilaksanakan dalam keluarga 3) Penyesuaian mental dan diri peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial dengan bekal Aqidah Akhlak 4) Perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pengalaman ajaran agama islam dalam kehidupan sehari-hari 5) Pencegahan peserta didik dari hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya asing yang akan dihadapinya sehari-hari 23 Ibid., hal 18

18 35 6) Pengajaran tentang informasi dan pengetahuan keimanan dan akhlak, serta sistem dan fungsionalnya 7) Pembekalan peserta didik untuk mendalami Aqidah Akhlak pada jenjang yang lebih tinggi Selain beberapa fungsi di atas, mata pelajaran Aqidah Akhlak bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan pengamalan, serta pengalaman peserta didik tentang aqidah dan akhlak islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dan meningkat kualitas keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 24 d. Pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah Pembelajaran adalah suatu konsep dari dua dimensi kegiatan (belajar dan mengajar) yang harus direncanakan dan diaktualisasikan, serta diarahkan pada pencapaian tujuan atau penguasaan sejumlah kompetensi dan indikatornya sebagai gambaran hasil belajar. 25 Pembelajaran adalah upaya guru mengorganisasikan lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik. jadi, pembelajaran adalah suatu aktivitas yang dengan sengaja untuk 24 Ibid., hal Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2013), hal 5

19 36 memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk tercapainya suatu tujuan pembelajaran. Pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah merupakan upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah SWT dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan Al-Qur an dan Hadits melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman serta pembiasaan. Pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah pada dasarnya berupa penanaman nilai-nilai aqidah dan akhlak kepada siswa sejak dini, yang akan memberi manfaat bagi siswa kelak tentunya untuk kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Hal ini akan membentuk sikap, maupun perilaku siswa tentang kebaikan dan keburukan yang tidak boleh dilakukan sebagai umat islam. Disini aqidah merupakan landasan utama dalam pembentukan akhlak pada diri manusia. e. Pendekatan Pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah Departemen Agama merumuskan pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan sebagai acuan dalam proses pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah, yaitu: Departemen Agama RI, Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah (Standar Kompetensi), (Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional, 2004), hal

20 37 1) Keimanan, yang mendorong peserta didik untuk mengembangkan pemahaman dan keyakinan tentang adanya Allah SWT sebagai sumber kehidupan. 2) Pengalaman, mengkondisikan peserta didik untuk mempratekkan dan merasakan hasil-hasil pengamalan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. 3) Pembiasaan, melaksanakan pembelajaran dengan membiasakan sikap dan perilaku yang baik yang sesuai dengan ajaran islam yang terkandung dalam Al-Qur an dan Hadits serta dicontohkan oleh para ulama. 4) Rasional, usaha meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran Aqidah dan Akhlak dengan pendekatan yang memfungsikan rasio peserta didik, sehingga isi dan nilai-nilai yang ditanamkan mudah difahami dengan penalaran. 5) Emosional, upaya menggugah perasaan (emosi) peserta didik dalam menghayati Aqidah dan Akhlak mulia, sehingga lebih terkesan dalam jiwa peserta didik. 6) Fungsional, menyajikan materi Aqidah dan Akhlak yang memberikan manfaat nyata bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari dalam arti luas. 7) Keteladanan, yaitu pendidikan yang menempatkan dan memerankan guru serta komponen madrasah lainnya sebagai teladan, sebagai

21 38 cerminan dari individu yang memiliki keimanan teguh dan berakhlak mulia. f. Uraian Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Materi Membiasakan Akhlak Terpuji Salah satu sebab dakwah Rasulullah SAW mudah diterima orang lain adalah beliau memiliki akhlak yang terpuji. Rasulullah SAW senantiasa mengamalkan akhlak terpuji dalam bergaul kepada siapa saja, sebagai pemimpin umat kehidupan dan sikap beliau jauh dari kemewahan serta tidak ada setitik kesombongan dalam hatinya. Masa muda Rasulullah SAW terkenal berakhlak luhur. Setelah menjadi rasul budi pekertinya tetap tinggi. Sebagai seorang muslim yang baik harus menjadi teladan dalam bertingkah laku sehari-hari. Akhlak terpuji merupakan cerminan keimanan seseorang, Allah SWT telah memberikan contoh lewat suri teladan para Nabi dan Rasul. Orang yang beriman harus mencontoh akhlak terpuji yang dimiliki Nabi dan Rasul. Teguh Pendirian dan Dermawan merupakan contoh dari Akhlak Terpuji. Teguh pendirian atau Istikamah artinya berpegang teguh pada pendapat yang diyakininya. Sikap istikamah sangat diperlukan dalam beragama yaitu dengan berpegang teguh pada pendirian dalam mempertahankan keimanan dan akidahnya dalam situasi dan kondisi. Kebalikan dari sifat teguh pendirian adalah tidak mempunyai pendirian atau bisa disebut dengan Plinplan.

22 39 Orang yang teguh pendirian memiliki ciri-ciri antara lain : a. Selalu berpegang teguh pada ajaran islam b. Tidak mudah terpengaruh oleh situasi dan kondisi c. Memiliki iman yang kuat d. Tidak mudah menerima bujukan atau rayuan orang lain e. Sungguh-sungguh dengan amal kebaikan f. Memiliki keyakinan yang tinggi g. Melakukan amal perbuatan secara terus menerus Orang yang dermawan adalah orang yang suka bersedekah, sementara Dermawan adalah suka memberikan sebagian hak dari miliknya kepada orang lain agar dapat dimanfaatkan tanpa mengharap imbalan apapun. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan bantuan dan pertolongan orang lain. Bentuk-bentuk kedermawanan antara lain yaitu : a. Seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain tanpa mengungkit ungkit pemberianya b. Pemberi merasa senang dengan peminta yang meminta sesuatu kepadanya, dan ia dibuat senang karena pemberian tersebut. c. Pemberi infak berinfak tanpa berlebihan dan tiada kikir d. Orang kaya memberi dengan banyak dari hartanya yang banyak, orang miskin memberi sebatas kemampuan dari hartanya yang sedikit dengan ridho, wajah yang berseri-seri dan ucapan yang baik.

23 40 5. Hakikat Hasil Belajar 1) Pengertian Hasil Belajar Berhasil atau tidaknya suatu pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada proses belajar yang dialami siswa berdasarkan hasil belajar yang dialaminya baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan setelah proses belajar mengajar berlangsung. Untuk mengetahui lebih dalam pengertian dari hasil belajar, maka akan dibahas terlebih dahulu pengertian dari hasil dan belajar. Pengertian hasil (product) menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. dalam siklus input-proses-hasil, hasil dapat dengan jelas dibedakan dengan input akibat perubahan oleh proses. begitu pula dalam kegiatan belajar mengajar, setelah mengalami belajar siswa berubah perilakunya dibanding sebelumnya. 27 Belajar adalah aktivitas mental atau psikis berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahanperubahan dalam pengetahuan. Menurut Moh. Uzer usman, belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dalam serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya. Belajar diartikan sebagai proses perubahan 27 Purwanto, Evaluasi hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009), hal. 44

24 41 tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungannya. 28 Belajar dan mengajar sebagai suatu proses mengandung tiga unsur yang dapat dibedakan, yakni tujuan pengajaran (intruksional), pengalaman (proses) belajar-mengajar, dan hasil belajar. 29 Kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan dan tingkah laku itu merupakan proses belajar sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri merupakan hasil belajar. Menurut purwanto, hasil belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi setelah mengikuti suatu proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan. 30 Sedangkan menurut Nana syaodih, hasil belajar merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. 31 Untuk memperoleh hasil belajar dilakukan evaluasi atau yang merupakan tindak lanjut atau cara untuk mengukur penguasaan siswa. hasil belajar termasuk komponen pendidikan yang harus disesuaikan dengan pendidikan, karena hasil belajar di ukur untuk mengetahui ketercapaian tujuan pendidikan melalui proses belajar mengajar Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005). hal Nana Sudjana, Penilaian hasil proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hal Purwanto, Evaluasi hasil Belajar..., hal Nana Syaodih Sukmadinata, landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal Purwanto, Evaluasi hasil Belajar..., hal.47

25 42 Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar berupa: 33 a. Invormasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. b. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analisis-analisis faktafakta konsep, dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. c. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah. d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. e. Sikap adalah kemapuan menerima atau menolak objek beedasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan mengintersasi dan eksternalisasi nilai-nilai sebagai standar perilau. Berdasarkan definisi diatas, maka dapat dijelaskan pengertian hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang dialami oleh subyek belajar di dalam suatu interaksi dengan lingkungannya. dalam kegiatan belajar mengajar, setelah mengalami belajar, siswa berubah perilakunya 33 Agus suprijono, Cooperative Learning..., hal. 5-6

26 43 dibanding sebelumnya. Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar. Perubahan perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar. Hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik sangat erat kaitannya dengan rumusan tujuan intruksional yang direncanakan pendidik sebagai perancang (designer) belajar-mengajar. Tujuan intruksional pada umumnya dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yakni domain kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif mencakup tujuantujuan yang berhubungan dengan perubahan-perubahan sikap, nilai, perasaan. dan minat. Domain psikomotor mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan manipulasi dan kemampuan gerak (motor). Demikian menurut Bloom dan Krathwohl dalam Taxonomy of educational Objectives klasifikasi tujuan tersebut memungkinkan hasil belajar yang diperoleh dari belajar-mengajar. 34 Hasil belajar dalam proses pendidikan dapat juga diartiakan sebagai segala informasi yang berhasil diperoleh selama proses pendidikan yang digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan masukan dan transformasi yang ada dalam proses belajar. 2) Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar Pencapaian hasil belajar yang baik merupakan usaha yang tidak mudah, karena hasil belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam pendidikan formal, guru sebagai pendidik harus dapat 34 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional..., hal.34

27 44 mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa tersebut, karena sangat penting untuk dapat membantu siswa dalam rangka pencappaian hasil belajar yang diharapkan. Untuk mencapai hasil belajar siswa sebagaimana yang diterapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung terhadap hasil belajar adalah: 35 a. Faktor peserta didik yang meliputi kapasitas dasar, bakat khusus, motivasi, minat, kematangan, dan kesiapan, sikap dan kebiasaan. b. Faktor sarana dan prasarana, baik yang terkait dengan kualitas, kelengkapan maupun penggunaannya, seperti guru, metode, dan teknik, media, bahan dan sumber belajar. c. Faktor lingkungan, baik fisik, sosial maupun kultur, dimana kegiatan pembelajaran dilaksanakan. d. Faktor hasil belajar yang merujuk pada rumusan normatif harus menjadi milik peserta didik setelah melaksanakan proses pembelajaran. Pada umumnya, hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk: (1) Peserta didik akan mempunyai prespektif terhadap kekuatan dan kelemahannya atas perilaku yang diinginkan (2) mereka mendapatkan bahwa perilaku yang diinginkan itu telah meningkat baik setahap atau dua tahap sehingga timbul lagi kesenjangan antara 35 Zainal Arifin, Evaluasi pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hal

28 45 penampilan perilaku yang sekarang dengan perilaku yang diinginkan. 36 Seseorang yang belajar makin lama makin dapat mengerti akan hubungan-hubungan dan perbedaan bahan-bahan yang dipelajari, dan setingkat dapat membuat suatu bentuk yang mula-mula belum ada, atau memperbaiki bentuk-bentuk yang telah ada. 6. Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Materi Membiasakan Akhlak Terpuji Dalam model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT), para siswa bekerja melalui empat tahap (fase). Pendidik tentunya perlu mengadaptasikan pedoman-pedoman ini dengan latar belakang, umur dan kemampuan para siswa, sama halnya seperti penekanan waktu, tetapi pedoman-pedoman ini cukup bersifat umum untuk dapat diaplikasikan dalam skala kondisi kelas yang luas. a. Fase 1 : Penomoran Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok, yang masingmasing kelompok terdiri dari 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 5. b. Fase 2 : Mengajukan Pertanyaan Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat sangat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya. 36 E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), hal

29 46 c. Fase 3 : Berfikir Bersama Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim. d. Fase 4 : Menjawab Guru memanggil satu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. Pada pembelajaran Aqidah Akhlak menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) ini, peneliti mengambil materi membiasakan Akhlak Terpuji. Penjabaran Tahap-tahap Numbered Head Together (NHT) di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Fase 1 : Penomoran Setelah peneliti sedikit memberi gambaran mengenai materi yang akan dibahas, peneliti membagi siswa kedalam beberapa kelompok, yang masing-masing kelompok terdiri dari 4 sampai 5 siswa dan kepada setiap kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5. Dalam pembagian kelompok tersebut, siswa dibagi dalam kelompok yang heterogen. Pembagian kelompok disesuaikan dengan jumlah siswa yang ada dalam kelas. b. Fase 2 : Mengajukan Pertanyaan Kemudian peneliti mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Siswa secara seksama mendengarkan pertanyaan yang yang diajukan oleh peneliti..

30 47 c. Fase 3 : Berfikir Bersama Siswa memulai memikirkan jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan peneliti. Kemudian siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban dalam satu tim. d. Fase 4 : Menjawab Peneliti memanggil satu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya, dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas, sehingga semua siswa dapat mengetahui jawaban dari masing-masing kelompok. Setelah itu peneliti bersama siswa menyimpulkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang telah diajukan sebelumnya. Sehingga semua siswa dapat mengetahui jawaban tersebut. Dengan menggunakan model Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) ini, diharapkan muncul kerjasama yang sinergi antara siswa, saling membantu satu sama lain untuk menyelesaikan, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Materi membiasakan Akhlak Terpuji merupakan topik dalam Aqidah Akhlak yang memegang peranan penting sebagai konsep dasar dalam mempelajari Aqidah Akhlak lebih lanjut dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam disiplin ilmu yang lain. Materi membiasakan Akhlak Terpuji kelas V semester II ini mencakup pengertian

31 48 dari teguh pendirian dan dermawan, Ciri-ciri orang yang teguh pendirian, Bentuk-bentuk kedermawanan, Serta contoh teguh pendirian dan dermawan dalam kehidupan sehari-hari. B. Penelitian Terdahulu Beberapa peneliti terdahulu yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan hasil belajar dan prestasi belajar yang maksimal dalam peningkatan tersebut. Dalam penelitian terdahulu dengan penerapan Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) banyak ditemui pada mata pelajaran umum, yaitu diantaranya: 1. Siti Mufidatul Khusnah dalam skripsi yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Numbered Heads Together Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Siswa MIN Tunggangri Kalidawir Tulungagung Tahun Ajaran 2012/2013. Dalam skripsi tersebut telah disimpulkan bahwa pembelajaran IPS dengan menggunakan model Numbered Head Together dapat meningkatkan prestasi belajar IPS siswa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisis hasil belajar siswa mengalami peningkatan, pada siklus 1 mencapai nilai rata-rata 72,57 dengan presentase ketuntasan belajar 54,55%, pada siklus II meningkat menjadi 87,27 dengan presentase ketuntasan belajar 87,88%. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model Numbered Head Together dapat

32 49 meningkatkan prestasi belajar IPS siswa kelas IV-A di MIN Tunggangri Kalidawir Tulungagung Siti Masruroh dalam skripsinya yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPA Pada Materi Sumber Daya Alam Bagi Siswa Kelas IV MIN Kayen Karangan Trenggalek Tahun Ajaran 2012/2013. Dalam skripsi tersebut telah disimpulkan bahwa pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil belajar siswa pada tes awal nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah 48,70% (sebelum diberi tindakan) menjadi 54,54% (setelah diberi tindakan siklus 1) dan 81,81% (siklus II). Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan prestasi belajar IPA kelas IV di MIN Kayen Karangan Trenggalek pada semester genap tahun ajaran 2012/ Achmad Zainudin dalam sekripsinya yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar SKI Pokok Bahasan Peristiwa Isra Mi raj Nabi 37 Siti Mufidatul Khusnah, Penerapan Model Pembelajaran Numbered Heads Together Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Siswa MIN Tunggangri Kalidawir Tulungagung Tahun Ajaran 2012/2013, (Tulungagung: Skripsi tidak Diterbitkan, 2013) 38 Siti Masruroh, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPA Pada Materi Sumber Daya Alam Bagi Siswa Kelas IV MIN Kayen Karangan Trenggalek Tahun Ajaran 2012/2013, (Tulungagung: Skripsi tidak Diterbitkan, 2013)

33 50 Muhammad Saw Siswa Kelas IV MI Tarbiyatussibyan Boyolangu Tulungagung Tahun Ajaran 2012/2013. Dalam skripsi tersebut telah disimpulkan bahwa pembelajaran SKI dengan menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil belajar siswa pada siklus I yaitu 25% menjadi 58,3% terjadi peningkatan sebesar 33,3%. Dan pada siklus II meningkat menjadi 83,3% terjadi peningkatan sebesar 25,03%. Berdasarkan data tersebut dapat dinyatakan bahwa penggunaan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan prestasi belajar SKI siswa kelas IV di MI Tarbiyatussibyan Boyolangu Tulungagung Tahun Ajaran 2012/ Dari ketiga uraian penelitian terdahulu di atas, disini peneliti akan mengkaji persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Untuk mempermudah memaparkan persamaan dan perbedaan tersebut, akan diuraikan dalam tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Perbandingan Penelitian Nama Peneliti dan Judul Peneliti Siti Mufidatul Khusnah: Penerapan Model Pembelajaran Numbered Heads Together Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Siswa MIN Tunggangri Kalidawir Tulungagung Tahun Persamaan 1. Menerapkan Model Pembelajara n Kooperatif Tipe Numbered Head Together Perbedaan 1. Mata Pelajaran IPS, sedangkan penelitian ini Aqidah Akhlak 2. Lokasinya di MIN Tunggangri Kalidawir, sedangkan penelitian ini di MI Nurul Iman Karangtalun Kalidawir Tulungagung 3. Tujuannya meningkatkan prestasi belajar, sedangkan peneliti ini 39 Achmad Zainudin, Penerapan Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar SKI Pokok Bahasan Peristiwa Isra Mi raj Nabi Muhammad Saw Siswa Kelas IV MI Tarbiyatussibyan Boyolangu Tulungagung Tahun Ajaran 2012/2013, (Tulungagung: Skripsi tidak Diterbitkan, 2013)

34 51 Lanjutan Tabel 2.1 Perbandingan Penelitian Ajaran 2012/2013 Siti Masruroh: Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPA Pada Materi Sumber Daya Alam Bagi Siswa Kelas IV MIN Kayen Karangan Trenggalek Tahun Ajaran 2012/2013 Achmad Zainudin: Penerapan Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar SKI Pokok Bahasan Peristiwa Isra Mi raj Nabi Muhammad Saw Siswa Kelas IV MI Tarbiyatussibyan Boyolangu Tulungagung Tahun Ajaran 2012/ Menerapkan Model Pembelajara n Kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) 1. Menerapkan Model Pembelajara n Kooperatif Tipe Numbered Head Together tujuannya meningkatkan hasil belajar 4. Subyeknya siswa kelas VI, sedangkan peneliti ini subyeknya kelas V 5. Tahun ajarannya 2012/2013,sedangkan penelitian ini tahun ajaran 2014/ Mata Pelajaran IPA, sedangkan penelitian ini Aqidah Akhlak 2. Lokasinya di MIN Kayen Karangan Trenggalek, sedangkan penelitian ini di MI Nurul Iman Karangtalun Kalidawir Tulungagung 3. Tujuannya meningkatkan prestasi belajar, sedangkan peneliti ini tujuannya meningkatkan hasil belajar 4. Subyeknya siswa kelas IV, sedangkan peneliti ini subyeknya kelas V 5. Tahun ajarannya 2012/2013, sedangkan penelitian ini tahun ajaran 2014/ Mata Pelajaran SKI, sedangkan penelitian ini Aqidah Akhlak 2. Lokasinya di MI Tarbiyatussibyan Boyolangu Tulungagung, sedangkan penelitian ini di MI Nurul Iman Karangtalun Kalidawir Tulungagung 3. Tujuannya meningkatkan prestasi belajar, sedangkan peneliti ini tujuannya meningkatkan hasil belajar 4. Subyeknya siswa kelas IV, sedangkan peneliti ini subyeknya kelas V 5. Tahun ajarannya 2012/2013, sedangkan penelitian ini tahun ajaran 2014/2015 Dari tabel tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa antara penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu dengan peneliti pada penelitian ini sama-sama menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) tetapi terdapat banyak perbedaan yaitu terletak pada tujuan penelitian dan juga penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered

35 52 Head Together (NHT) untuk beberapa mata pelajaran, subyek dan lokasi penelitian yang berbeda. Dalam penelitian ini, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) pada siswa kelas V MI Nurul Iman Karangtalun Kalidawir Tulungagung, pada mata pelajaran Aqidah Akhlak yaitu pada materi Membiasakan Akhlak Terpuji untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V. C. Kerangka Pemikiran Berdasarkan kerangka teoritik dan penelitian terdahu yang relevan, peneliti akan menggambarkan keefektifan hubungan konseptual antara tindakan yang akan dilakukan dan hasil tindakan yang akan diharapkan. Berikut peneliti melukiskan melalui bagan pada gambar 2.1 Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran Pembelajaran Aqidah Akhlak Membiasakan Akhlak Terpuji Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Meningkat Tipe Numbered Head Together (NHT) Penomoran Hasil Belajar Mengajukan pertanyaan Berpikir Bersama Proses Pembelajaran Menjawab

36 53 Berdasarkan pengamatan di kelas, pembelajaran Aqidah Akhlak terasa monoton, menggunakan model belajar konvensional, sedangkan hasil belajar siswa rendah. Dalam penelitian ini peneliti menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dalam melaksanakan pembelajaran Aqidah Akhlak pada materi membiasakan Akhlak Terpuji. Penerapan model kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) melalui 4 fase, yaitu penomoran, mengajukan pertanyaan, berfikir bersama, dan menjawab. Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) merupakan pembelajaran berbasis kelompok melalui bimbingan guru sebagai fasilitator, sehingga dicapai hasil belajar yang sesuai tujuan. Dalam pembelajaran diharapkan dalam proses pembelajaran di kelas tidak lagi monoton serta hasil belajar Aqidah Akhlak siswa juga akan meningkat.

DAFTAR RUJUKAN. Ahmadi, Abu Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

DAFTAR RUJUKAN. Ahmadi, Abu Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. 123 DAFTAR RUJUKAN Ahmadi, Abu. 2002. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. Akhyak. 2005. Profil Pendidik Sukses Sebuah Formulasi Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Surabaya: Elkaf. Aqib,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap berbagai jenis dimensi kehidupan manusia, baik dalam ekonomi, sosial,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kontekstual dengan sistem pengajaran pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengantisipasi, mengatasi persoalan-persoalan, dan tantangan-tantangan. yang terjadi dalam masyarakat pada kini dan masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. mengantisipasi, mengatasi persoalan-persoalan, dan tantangan-tantangan. yang terjadi dalam masyarakat pada kini dan masa depan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional di bidang pengembangan sumberdaya manusia Indonesia yang berkualitas melalui pendidikan merupakan upaya yang sungguh-sungguh dan terus menerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Tanpa adanya pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Tanpa adanya pendidikan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek terpenting dalam kehidupan guna membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Tanpa adanya pendidikan, manusia tidak akan pernah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran adalah dengan mengganti cara atau model pembelajaran yang selama

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran adalah dengan mengganti cara atau model pembelajaran yang selama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkembang selalu berusaha untuk mengejar ketinggalannya, yaitu dengan niat melakukan pembangunan di segala bidang kehidupan. Dalam bidang pendidikan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. kooperatif tipe Jigsaw. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu

BAB V PEMBAHASAN. kooperatif tipe Jigsaw. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar Sejarah Kebudayaan Islam peserta didik kelas IV MI Nurul Huda Dawuhan Trenggalek

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Kajian Tentang Model Pembelajaran Cooperative Learning a. Pengertian Model Pembelajaran Menurut Agus Suprijono (2009: 46) mengatakan bahwa model pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah serta sarana dan prasarana sekolah. mencapai tujuan pembelajaran. Motivasi dalam kegiatan belajar memegang

BAB I PENDAHULUAN. sekolah serta sarana dan prasarana sekolah. mencapai tujuan pembelajaran. Motivasi dalam kegiatan belajar memegang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan kegiatan belajar mengajar dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Dalam penelitian suatu kajian teori sangat diperlukan, suatu kajian teori ini akan sangat membantu dalam penelitian. Dimana teori ini dijadikan suatu dasar atau patokan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah) yang. pengetahuan, kebiasaan sikap, dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah) yang. pengetahuan, kebiasaan sikap, dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia memiliki beragam makna bila ditinjau dari berbagai segi yaitu segi pengajaran, pembelajaran, serta kurikulum. Pendidikan berarti tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah akhlak merupakan salah satu pokok ajaran Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. masalah akhlak merupakan salah satu pokok ajaran Islam yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran akidah akhlak merupakan bagian dari pembelajaran agama Islam yang mampu mengarahkan dan mengantarkan peserta didik ke fitrah yang benar. Seseorang

Lebih terperinci

PENINGKATAN HASIL BELAJAR ZAKAT FITRAH DAN MAL MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER

PENINGKATAN HASIL BELAJAR ZAKAT FITRAH DAN MAL MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER Faktor Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 4 No. 2 Juli 2017, hal 125-132 PENINGKATAN HASIL BELAJAR ZAKAT FITRAH DAN MAL MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER Hj. Titim NIP. 196102041982062001

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN AKUNTANSI MELALUI METODE KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS)

PEMBELAJARAN AKUNTANSI MELALUI METODE KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS) PEMBELAJARAN AKUNTANSI MELALUI METODE KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS) Tadjuddin * Abstrak: Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar yang dilakukan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan yang berlangsung di sekolah dan diluar sekolah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) 1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh pendidik atau

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Hasil Belajar Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya seluruh aspek potensi kemanusiaan saja (Suprijono, 2006). Hasil belajar adalah

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR IPS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIF NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) Abstrak

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR IPS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIF NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) Abstrak UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR IPS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIF NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) Triyatno 1, John Sabari 2 1 Mahasiswa Program Pascasarjana PIPS Universitas PGRI Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Belajar Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan,

Lebih terperinci

Kata kunci: Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT), Motivasi, Hasil Belajar.

Kata kunci: Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT), Motivasi, Hasil Belajar. UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) PADA SISWA KELAS VII A SMP N 3 SENTOLO Estiningsih Universitas PGRI Yogyakarta

Lebih terperinci

Peningkatan Hasil Belajar PKn Materi Organisasi melalui Model Numbered Head Together di Kelas V. Endah Tri Wahyuni

Peningkatan Hasil Belajar PKn Materi Organisasi melalui Model Numbered Head Together di Kelas V. Endah Tri Wahyuni Peningkatan Hasil Belajar PKn Materi Organisasi melalui Model Numbered Head Together di Kelas V Endah Tri Wahyuni 1 1 Universitas Negeri Malang Email: 1 endahtriw7@gmail.com Tersedia Online di http://www.jurnal.unublitar.ac.id/

Lebih terperinci

aspek saja, tetapi terjadi secara menyuluruh yang meliputi aspek kognitif, afektif,

aspek saja, tetapi terjadi secara menyuluruh yang meliputi aspek kognitif, afektif, Hasil Belajar Hasil belajar adalah perubahan perilaku individu, sebagai akibat atau umpan balik dari proses pembelajaran. Perubahan perilaku tersebut bukan terjadi hanya pada satu aspek saja, tetapi terjadi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori ini merupakan uraian pendapat dari para ahli yang mendukung penelitian beberapa teori para ahli tersebut mengkaji objek yang sama dan mempunyai pandangan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Fiqih dengan melalui penerapan model pembelajaraan kooperatif tipe picture and

BAB V PEMBAHASAN. Fiqih dengan melalui penerapan model pembelajaraan kooperatif tipe picture and BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas II di MIN Sumberjati Kademangan Blitar pada mata pelajaran Fiqih dengan melalui penerapan model

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan diartikan sebagai suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar dan penting bagi pembangunan suatu negara. Dengan adanya pendidikan maka akan tercipta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia, 2008), hlm Ibid, hlm

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia, 2008), hlm Ibid, hlm BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akidah akhlak merupakan salah satu mata pelajaran pendidikan Agama Islam yang diajarkan di Madrasah Tsanawiyah yang merupakan peningkatan dari mata pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk pribadi manusia menuju yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003:

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003: pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Landasan Teori 1. Hakikat Belajar Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan berbagai fasilitas yang memudahkan untuk mengakses pengetahuan, maka

BAB I PENDAHULUAN. dengan berbagai fasilitas yang memudahkan untuk mengakses pengetahuan, maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek utama dalam pengembangan diri manusia dan sebagai jembatan untuk meningkatkan pengetahuan. Di era yang semakin modern dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan. atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan. atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan tertentu. Pendidikan diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang paripurna, sebagaimana tercantum dalam garis-garis besar haluan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang paripurna, sebagaimana tercantum dalam garis-garis besar haluan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu pilar utama dalam menentukan perubahan sosial. Perubahan bertanggung jawab atas terciptanya generasi bangsa yang paripurna, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah proses perubahan sikap atau tingkah laku seseorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah proses perubahan sikap atau tingkah laku seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah proses perubahan sikap atau tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui usaha pengajaran dan pelatihan. 1 Pendidikan

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBER HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIIA SMP NEGERI 2 TUNTANG PADA MATERI SEGITIGA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBER HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIIA SMP NEGERI 2 TUNTANG PADA MATERI SEGITIGA Penerapan Model Pembelajaran Number Heads Together (NHT) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa (Era Destiyandani, dkk) PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBER HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. adalah penentu terjadinya proses belajar. memahami arti dan hubungan-hubungan serta simbol-simbol, kemudian

BAB II KAJIAN TEORI. adalah penentu terjadinya proses belajar. memahami arti dan hubungan-hubungan serta simbol-simbol, kemudian BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Teoritis 1. Hasil belajar matematika Belajar secara umum dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungan sekitarnya. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sebagai suatu segmen kurikulum, strategi pembelajaran, media. pengajaran, dan evaluasi pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sebagai suatu segmen kurikulum, strategi pembelajaran, media. pengajaran, dan evaluasi pembelajaran. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran adalah suatu sistem, artinya suatu keseluruhan yang terdiri dari komponen-komponen yang berinterelasi dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui

BAB I PENDAHULUAN. dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia hidup pasti membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Karena pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses

Lebih terperinci

Desra Putri Devi. Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Desra Putri Devi. Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI KELAS X IIS 2 SMA N 8 SURAKARTA TAHUN 2014/2015 Desra Putri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika 2.1.1.1 Pengertian Matematika Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugastugas

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugastugas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugastugas pengawasan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau latihan yang berlangsung di

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau latihan yang berlangsung di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan tertentu.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2009:6). Menurut Gagne (dalam Sadiman, 2006:6) menyatakan bahwa media

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2009:6). Menurut Gagne (dalam Sadiman, 2006:6) menyatakan bahwa media 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Audio-Visual Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar (Sadiman, 2009:6). Menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan potensi dirinya berupa ilmu pengetahuan dan keterampilan sehingga mampu menghadapi problematika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru,

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pendidikan pada umumnya dilaksanakan disetiap jenjang pendidikan melalui pembelajaran. Oleh karena itu, ada beberapa komponen yang menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI SIFAT-SIFAT BENDA MELALUI METODE EKSPERIMEN DI KELAS IV SDN 3 BULANGO TIMUR KABUPATEN BONE BOLANGO

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI SIFAT-SIFAT BENDA MELALUI METODE EKSPERIMEN DI KELAS IV SDN 3 BULANGO TIMUR KABUPATEN BONE BOLANGO MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI SIFAT-SIFAT BENDA MELALUI METODE EKSPERIMEN DI KELAS IV SDN 3 BULANGO TIMUR KABUPATEN BONE BOLANGO Djotin Mokoginta, Irvin Novita Arifin dan Taufik Masengge

Lebih terperinci

Meningkatkan Kemampuan Siswa melalui Model Pembelajaran Creative Problem Solving

Meningkatkan Kemampuan Siswa melalui Model Pembelajaran Creative Problem Solving Meningkatkan Kemampuan Siswa melalui Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Pada Materi Piutang mata pelajaran Akuntansi Kelas X Akuntansi 3 SMK Negeri 1 Limboto. Oleh Nama : Risnawati Lahiya,

Lebih terperinci

BAB II Kajian Pustaka

BAB II Kajian Pustaka BAB II Kajian Pustaka 2.1 Kajian Teori Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, pembahasan landasan teori dalam penelitian ini berisi tinjauan pustaka yang merupakan variabel dari penelitian ini. Kajian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Gagne (dalam Slameto, 2007:43) lima kategori hasil belajar yaitu

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Gagne (dalam Slameto, 2007:43) lima kategori hasil belajar yaitu BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Menurut Gagne (dalam Slameto, 2007:43) lima kategori hasil belajar yaitu (1) informasi verbal; (2) keterampilan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran Cooperative Tipe Talking Stick dan CIRC a. Pengertian model pembelajaran Cooperative tipe Talking Stick Cooperative learning adalah belajar yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar Matematika Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, persoalan

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, persoalan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakan Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, persoalan manusia semakin komplek. Salah satu masalah yang sangat penting adalah masalah pendidikan. Dimana pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemajuan, pendidikan di madrasah-madrasah juga telah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemajuan, pendidikan di madrasah-madrasah juga telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan pembangunan di segala bidang. Hingga kini pendidikan masih diyakini sebagai wadah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh kecakapannya dalam memilih dan menggunakan model

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh kecakapannya dalam memilih dan menggunakan model 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap guru pasti menginginkan keberhasilan dalam proses pembelajarannya, hal ini dapat diukur melalui evaluasi yang dilakukannya. Keberhasilan atau kegagalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang mendukung perkembangan tersebut adalah pendidikan. pembelajaran, sumber-sumber belajar dan lain sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang mendukung perkembangan tersebut adalah pendidikan. pembelajaran, sumber-sumber belajar dan lain sebagainya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap negara di dunia ini. Terlebih dalam era industrialisasi sekarang ini. Tak terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan melaksanakan pendidikan. Anak-anak menerima pendidikan dari

BAB I PENDAHULUAN. dan melaksanakan pendidikan. Anak-anak menerima pendidikan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Pendidikan adalah persoalan khas manusia. Hal ini berarti bahwa hanya manusia saja yang di dalam hidup dan kehidupannya mempunyai masalah kependidikan. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin keberhasilan dan kelangsungan hidup Bangsa dan Negara disegala bidang pembangunan, karena pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, sekolah, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, sekolah, masyarakat dan pemerintah melalui bimbingan pengajaran dan latihan yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Model Cooperative Learning Tipe Make A Match 2.1.1 Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan yang digunakan oleh guru untuk mencapai keberhasilan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di sekolah dasar era globalisasi. menjadi agen pembaharuan. Pembelajaran di Sekolah Dasar diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di sekolah dasar era globalisasi. menjadi agen pembaharuan. Pembelajaran di Sekolah Dasar diharapkan dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Dasar sebagai tahap pertama pendidikan, seyogyanya dapat memberikan landasan yang kuat untuk tingkat selanjutnya. Dengan demikian sekolah dasar harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang pokok dan sangat penting didapat oleh setiap orang. Dengan pendidikan tersebut manusia selalu berproses menuju ke arah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menuntut kita untuk mengimbangi dengan ilmu pengetahuan yang modern. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. menuntut kita untuk mengimbangi dengan ilmu pengetahuan yang modern. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan yang makin tahun makin meningkat, menuntut kita untuk mengimbangi dengan ilmu pengetahuan yang modern. Dalam hal ini yang dimaksud

Lebih terperinci

ROSITA SAYEDI Nim Pembimbing 1. Dr. Hamzah Yunus, M.Pd 2. Badriyyah Djula, S.Pd., M.Pd

ROSITA SAYEDI Nim Pembimbing 1. Dr. Hamzah Yunus, M.Pd 2. Badriyyah Djula, S.Pd., M.Pd MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING DENGAN METODE DRILL PADA MATERI KERTAS KERJA (WORKSHEET) MATA PELAJARAN AKUNTANSI KELAS X 5 SMA NEGERI 2 GORONTALO ROSITA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang pesat semakin meningkatkan tuntutan hidup masyarakat di segala bidang, termasuk dalam bidang pendidikan.

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS. awal tahun Menurut Kurt Lewin PTK atau Classroom Action Research

BAB III PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS. awal tahun Menurut Kurt Lewin PTK atau Classroom Action Research BAB III PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS A. Metode Penelitian Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research merupakan suatu model penelitian yang dikembangkan oleh Kurt Lewin pada awal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2013, hlm Muhammad Rohman dan Sofan Amri, Strategi & Desain Pengembangan Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2013, hlm Muhammad Rohman dan Sofan Amri, Strategi & Desain Pengembangan Sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan suatu sistem instruksional yang mengacu pada seperangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan. Sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemempuan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemempuan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kemempuan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kajian Model Pembelajaran a. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) SISWA KELAS VIIIC SMP MUHAMMADIYAH 1 MINGGIR Dian Safitri Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inovatif. Mampu beradaptasi dengan perubahan kehidupan yang sangat cepat.

BAB I PENDAHULUAN. inovatif. Mampu beradaptasi dengan perubahan kehidupan yang sangat cepat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya zaman, semakin banyak kecanggihan teknologi yang mampu merajai dunia, terutama dalam dunia pendidikan. Dimana semua manusia dituntut untuk menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pendidikan tidak lepas dari proses belajar mengajar, yang di dalamnya meliputi beberapa komponen yang saling terkait, antara lain; guru (pendidik),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pendidikan. Akibat pengaruh itu pendidikan semakin mengalami. telah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pendidikan. Akibat pengaruh itu pendidikan semakin mengalami. telah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya zaman yang semakin maju, sistem pendidikan di Indonesia telah mengalami banyak perubahan. Perubahanperubahan itu terjadi karena

Lebih terperinci

BAB II PRESTASI BELAJAR AQIDAH AKHLAK DENGAN MODEL PEMBELAJARAN NHT (NUMBERED HEAD TOGETHER)

BAB II PRESTASI BELAJAR AQIDAH AKHLAK DENGAN MODEL PEMBELAJARAN NHT (NUMBERED HEAD TOGETHER) BAB II PRESTASI BELAJAR AQIDAH AKHLAK DENGAN MODEL PEMBELAJARAN NHT (NUMBERED HEAD TOGETHER) A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Kata prestasi belajar mengandung dua kata yakni prestasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran 1. Belajar 1) Pengertian Belajar Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. perlu dilakukan usaha atau tindakan untuk mengukur hasil belajar siswa. Hamalik

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. perlu dilakukan usaha atau tindakan untuk mengukur hasil belajar siswa. Hamalik 8 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2..1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hasil Belajar Untuk dapat menentukan tercapai tidaknya tujuan pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan usaha atau tindakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Oleh karena itu, pendidikan menjadi kebutuhan manusia. 1

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Oleh karena itu, pendidikan menjadi kebutuhan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan manusia sejak dari kelahirannya terus mengalami perubahan-perubahan, baik secara fisik maupun psikologis. Manusia yang merupakan makhluk hidup dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembelajaran adalah suatu proses yang tidak mudah. menggunakan pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar.

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembelajaran adalah suatu proses yang tidak mudah. menggunakan pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pembelajaran adalah suatu proses yang tidak mudah karena tidak hanya sekedar menyerap informasi yang disampaikan oleh guru, tetapi melibatkan berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi seperti saat ini menimbulkan persaingan di berbagai bidang kehidupan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi seperti saat ini menimbulkan persaingan di berbagai bidang kehidupan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi seperti saat ini menimbulkan persaingan di berbagai bidang kehidupan antarnegara semakin ketat. Menghadapi persaingan tersebut diperlukan sumber daya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pelajaran tertentu, maka siswa yang demikian telah mencapai hasil belajar yang

BAB II KAJIAN TEORI. pelajaran tertentu, maka siswa yang demikian telah mencapai hasil belajar yang BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Pengertian Hasil belajar Hamzah B. Uno menjelaskan bahwa bila siswa tuntas dalam belajar, terampil melakukan suatu tugas, dan memiliki apresiasi yang baik terhadap

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SNOWBALL THROWING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SNOWBALL THROWING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SNOWBALL THROWING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS Ani Rosidah anirosidah.cjr@gmail.com Universitas Majalengka ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

METODE PEMBELAJARAN JIGSAW MENGGUNAKAN PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

METODE PEMBELAJARAN JIGSAW MENGGUNAKAN PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA METODE PEMBELAJARAN JIGSAW MENGGUNAKAN PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MASRI MANSYUR Guru SMP Negeri YASFII Dumai masrimansyur449@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Dalam bahasa inggris Ilmu Pengetahuan Alam disebut natural science, natural yang artinya berhubungan dengan alam dan science artinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku kecakapan, keterampilan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku kecakapan, keterampilan dan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Belajar adalah proses perubahan dalam prilaku sebagai hasil dari pengalaman dalam berinteraksi. Hasil belajar tercermin dalam perubahan perilaku. pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suwarto, Pengembangan Tes Diagnosis dalam Pembelajaran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, hal. 3-4.

BAB I PENDAHULUAN. Suwarto, Pengembangan Tes Diagnosis dalam Pembelajaran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, hal. 3-4. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar pada dasarnya merupakan proses usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataannya,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 30 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Kondisi awal Sebelum melakukan tindakan dalam penelitian, peneliti melakukan observasi awal. Hasil observasi menunjukan bahwa dalam prestasi belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia, terutama dalam proses pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia, terutama dalam proses pembangunan nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peranana penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, terutama dalam proses pembangunan nasional. Oleh karena itu upaya peningkatan mutu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia. Pendidikan mempengaruhi secara penuh

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia. Pendidikan mempengaruhi secara penuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan mempengaruhi secara penuh pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia, sangat luhur dalam meningkatkan kualitas manusia, sehingga segala usaha yang mengarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah suatu determinasi. Dalam undang-undang sistem. pendidikan nasional tahun 2003 disebutkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah suatu determinasi. Dalam undang-undang sistem. pendidikan nasional tahun 2003 disebutkan bahwa: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu sarana strategis untuk meningkatkan kualitas bangsa, karenanya kemajuan suatu bangsa dan kemajuan pendidikan adalah suatu determinasi. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pondasi utama dalam upaya memajukan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pondasi utama dalam upaya memajukan bangsa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pondasi utama dalam upaya memajukan bangsa. Suatu bangsa dapat dikatakan maju apabila pendidikan di negara tersebut maju dan dapat mengelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka. Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

DAFTAR RUJUKAN. Ahmadi, Abu & Widodo Supriyono Psikologi Belajar. Jakarta: PT Asdi Mahasatya Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta

DAFTAR RUJUKAN. Ahmadi, Abu & Widodo Supriyono Psikologi Belajar. Jakarta: PT Asdi Mahasatya Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta 98 DAFTAR RUJUKAN Ahmadi, Abu & Widodo Supriyono. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Asdi Mahasatya. 2002. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta Alma, Buchari dkk. 2009. Guru Profesional. Bandung:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha yang mempunyai tujuan, yang dengan. didik (Sardiman, 2008: 12). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha yang mempunyai tujuan, yang dengan. didik (Sardiman, 2008: 12). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha yang mempunyai tujuan, yang dengan sistematis terarah pada perubahan tingkah laku menuju ke kedewasaan anak didik (Sardiman, 2008: 12). Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan bernilai universal, artinya meliputi seluruh dimensi ruang dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan bernilai universal, artinya meliputi seluruh dimensi ruang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berada bersama manusia sejak asal muasalnya, eksistensi, dan sampai pada tujuan hidup manusia. Hakikat pendidikan adalah hakikat manusia dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penigkatan kualitas sumber daya manusia. Sebab tanpa pendidikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. penigkatan kualitas sumber daya manusia. Sebab tanpa pendidikan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah suatu usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia, baik menyangkut aspek ruhaniyah dan jasmaniyah. 2 Keberhasilan proses pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya sendiri.

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya sendiri. BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme Teori konstruktivisme dalam belajar adalah peserta didik agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus

Lebih terperinci