BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu dari. empat jenis penyakit tidak menular utama menurut World

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu dari empat jenis penyakit tidak menular utama menurut World Health Organization (WHO) (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Pada tahun 2004 diperkirakan sekitar 3,4 juta meninggal akibat dari kadar glukosa darah yang tinggi. Pada tahun 2012 diperkirakan 1,5 juta kematian secara langsung disebabkan oleh DM. Lebih dari 80% kematian disebabkan karena DM terjadi di negara dengan pendapatan rendah dan menengah, termasuk di Indonesia yang merupakan negara berkembang. Pada tahun 2030 diperkirakan bahwa DM akan menjadi penyebab kematian pada peringkat ke 7 (WHO, 2015). Menurut WHO (2015) sebanyak 347 juta penduduk di dunia menderita DM. Hasil penelitian Wild et al. (2004) menunjukkan bahwa prevalensi penyakit DM untuk seluruh kelompok umur di seluruh dunia pada tahun 2000 ialah sebesar 2,8% dan akan bertambah menjadi 4,4% pada tahun Jumlah penderita DM meningkat dari 171 juta pada 1

2 2 tahun 2000 menjadi 366 juta pada tahun Berdasarkan data dari WHO pada tahun 2000, terdapat 10 negara yang memiliki prevalensi DM tertinggi di dunia dan Indonesia menempati peringkat ke-4 dengan jumlah penderita DM pada tahun 2000 sekitar 8,4 juta jiwa dan akan bertambah menjadi 21,3 juta jiwa pada tahun Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI (2013), prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter dan gejala meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, namun mulai umur 65 tahun cenderung menurun. Prevalensi DM pada tahun 2013 cenderung lebih tinggi yaitu 2,1% apabila dibandingkan dengan tahun 2007 yaitu 1,1%. Prevalensi DM cenderung lebih tinggi pada lakilaki, pada masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi dan kuintil indeks kepemilikan tinggi, serta pada masyarakat yang tinggal di perkotaan (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Hal tersebut dikarenakan peningkatan taraf hidup masyarakat Indonesia yang tidak diikuti dengan edukasi yang cukup mengenai gizi sehingga masyarakat kurang mengontrol jenis-jenis makanan yang dikonsumsinya. Pola hidup sehat yang belum

3 3 diterapkan dengan baik membuat penderita DM semakin meningkat. Berdasarkan data dari CDC (Centers for Disease Control and Prevention) di Amerika Serikat, penderita DM yang berumur 35 tahun dengan penyakit jantung atau stroke meningkat dari tahun 1997 yang berjumlah 4,2 juta menjadi 7,6 juta pada tahun 2011 (Anonim, 2015). Penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab kematian antara 50% dan 80% pada penderita DM (WHO, 2015). Dalam penelitian Litwak et al. (2013) menyebutkan bahwa penderita DM dengan komplikasi makrovaskuler sebesar 27,2% dan komplikasi mikrovaskuler sebesar 53,5%. Komplikasi DM tersebut berkorelasi positif terhadap umur, BMI, durasi DM, Low Density Lipoprotein (LDL), dan tekanan darah sistolik serta berkorelasi negatif terhadap High Density Lipoprotein (HDL). Berdasarkan pengertian dari WHO (2015) DM merupakan penyakit kronis yang disebabkan karena ketidakmampuan pankreas dalam menghasilkan hormon insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak efektif dalam menggunakan hormon insulin yang diproduksi. American Diabetes Association (ADA) mengklasifikasikan DM menjadi DM tipe 1, DM tipe 2, DM gestasional, dan DM

4 4 tipe spesifik lain (American Diabetes Association, 2013). Dari data mortalitas DM di rumah sakit seluruh Indonesia, ditemukan 25,7% DM tipe 1 dan 74,3% DM tipe 2 (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Penyakit DM merupakan penyakit sistemik yang dapat menyebabkan kerusakan pada tubuh terutama pada saraf, pembuluh darah, ginjal, dan retina mata. DM tipe 2 berhubungan dengan kadar LDL teroksidasi yang bersirkulasi, yang merupakan penanda untuk mengidentifikasi pasien dengan penyakit jantung koroner dan berkorelasi positif dengan kejadian sindrom koroner akut (Shimada et al., 2004). Tujuan terapi dari DM adalah mencapai kadar glukosa darah tetap normal dengan memperbaiki gaya hidup dan dengan pengobatan. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir perkembangan dari komplikasi mikrovaskuler maupun makrovaskuler. Kontrol glukosa darah yang baik dan gaya hidup yang perlu diperhatikan adalah aktivitas fisik yang cukup, mengatur diet yang benar, mengontrol stres, menghindari merokok dan konsumsi alkohol, mengkonsumsi agen hipoglikemik oral dan atau menyuntikkan insulin.

5 5 Beberapa obat untuk penderita DM dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan seperti hipoglikemia, edema, alergi, nyeri perut, pusing, dispepsia, peningkatan atau penurunan berat badan dan juga tidak cocok untuk ibu hamil (Hashim et al., 2013). Adanya efek samping tersebut maka saat ini banyak penelitian yang berusaha mengembangkan penemuan obat baru, termasuk penggunaan senyawa yang terkandung di dalam tumbuhan untuk pengobatan DM. Swietenia macrophylla, King atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan mahoni, merupakan tanaman yang tumbuh pada daerah yang beriklim tropis, seperti di Amerika Tengah dan Amerika Selatan (Krisnawati dkk, 2011). Berdasarkan penelitian Arumugasamy et al. (2004), mahoni mengandung bahan aktif seperti alkaloid, flavonoid, saponin, fenol, steroid, glikosid, resin, tannin, dan minyak. Kandungan alkaloid dan flavonoid lebih banyak terdapat pada bagian biji dan daun mahoni dibandingkan pada bagian batang dan kulit kayunya. S. macrophylla telah banyak digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit. S. macrophylla mempunyai fungsi sebagai anti-inflamasi, antimikroba, antioksidan, antikanker, antimutagenik, antitumor,

6 6 antidiabetik, anti-nosisepsi, hipolipidemik, antidiare, anti-infeksi, antiviral, dan antimalaria (Arumugasamy et al., 2004; Moghadamtousi et al., 2013). Penelitian mengenai manfaat tanaman mahoni ataupun tanaman lainnya untuk membantu menurunkan kadar glukosa darah sudah banyak dilakukan. Penelitian di Malaysia terkait manfaat ekstrak petroleum ether yang terkandung dalam biji mahoni sebagai antihiperglikemik pada uji toleransi glukosa intra peritoneal (Hashim et al., 2013). Pada penelitian tersebut masih perlu diteliti manfaat lain dari kandungan yang terdapat pada biji mahoni. Penelitian mengenai manfaat flavonoid dari daun Trichilia emetica dan Opilia amentacea sebagai penangkal radikal bebas, antidiabetes, dan antihipertensi telah diujikan pada model tikus DM tipe 2, namun mekanisme dari efek antidiabetes masih belum pasti (Konate et al., 2014). Penelitian dari Adaramoye (2012) menyebutkan bahwa kolaviron, sebuah kompleks biflavonoid yang terdapat pada biji Garnicia kola mempunyai efek antidiabetik setelah diujicobakan pada model tikus wistar DM tipe 2. Pada penelitian tersebut juga belum dapat menjelaskan bagaimana mekanisme kolaviron dapat mempengaruhi DM melalui jalur sel

7 7 pankreas. Dari penelitian yang sudah ada, penelitian mengenai senyawa apakah yang terkandung di dalam biji mahoni dan bagaimana mekanismenya sehingga dapat menimbulkan efek terapeutik masih belum diketahui secara pasti. Flavonoid telah terbukti dapat menurunkan risiko aterosklerosis pada penelitian baik secara in vivo maupun in vitro (Salvamani et al., 2014). Proses aterosklerosis berhubungan dengan LDL teroksidasi. Kadar LDL teroksidasi yang tinggi merupakan faktor independen dan sebagai prediktor untuk kejadian penyakit jantung koroner pada penderita DM tipe 2 sehingga kadar LDL teroksidasi sangat penting untuk diukur (Shimada et al., 2004). Penelitian terkait manfaat flavonoid yang terkandung dalam tanaman untuk menurunkan kadar LDL teroksidasi masih terbatas. Tanaman yang telah terbukti mengandung flavonoid dan mempunyai efek penurunan risiko aterosklerosis dan penyakit kardiovaskuler antara lain Garcinia cambogia, Mangifera indica, Hypericum perforatum L, Asparagus racemosus (Salvamani et al., 2014). Penelitian lain seperti Clerici et al. (2011) menyebutkan pengaruh pemberian pasta kedelai

8 8 yang mengandung isoflavone aglycons diujicobakan pada penderita DM tipe 2 dapat menurunkan kadar LDL teroksidasi. Penelitian Bakhshaeshi et al. (2012) terkait peran dari senyawa quercetin dalam Allium cepa sebagai anti-oksidan sehingga dapat menurunkan kadar LDL teroksidasi dan menurunkan kerusakan sel hepar. Efek dari flavonoid dalam teh yaitu theaflavin digallate dapat menurunkan kadar LDL terosidasi melalui penurunan produksi superoksida dan chelating iron ions (Yoshida et al., 1999). Berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah ada tersebut masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui manfaat senyawa yang terkandung di dalam biji mahoni, khususnya flavonoid untuk menurunkan kadar LDL teroksidasi sehingga dapat membantu dalam pengobatan DM tipe 2 dan mengurangi serta mencegah komplikasi dari penyakit DM tipe 2. Seiring dengan meningkatnya penderita DM tipe 2 dan komplikasinya, maka diperlukan pengobatan yang jauh lebih efektif, murah, terjangkau, dan aman, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian flavonoid dari biji mahoni terhadap kadar LDL teroksidasi dan bagaimana hubungan antara kadar glukosa

9 9 darah dengan kadar LDL teroksidasi yang diujicobakan pada tikus Rattus norvegicus yang diinduksi streptozotocin dan nicotinamide Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh pemberian flavonoid dari biji mahoni (Swietenia macrophylla, King) terhadap kadar LDL teroksidasi pada model tikus Rattus norvegicus DM tipe 2? 2. Apakah terdapat hubungan antara kadar glukosa darah dan kadar LDL teroksidasi pada model tikus Rattus norvegicus DM tipe 2? 1.3. Tujuan Tujuan Umum Mengkaji pengaruh pemberian flavonoid dari biji mahoni (Swietenia macrophylla, King) dalam pengobatan DM tipe 2 pada tikus Rattus norvegicus Tujuan Khusus 1. Mengkaji pengaruh pemberian flavonoid dari biji mahoni (Swietenia macrophylla, King) dalam

10 10 menurunkan kadar LDL teroksidasi pada model tikus Rattus norvegicus DM tipe Mengkaji hubungan antara kadar glukosa darah dan kadar LDL teroksidasi pada model tikus Rattus norvegicus DM tipe Keaslian Penelitian 1. Penelitian Yoshida et al. (1999) terkait efek theaflavin digallate yang terkandung dalam teh mampu menurunkan oksidasi LDL pada konsentrasi mikrom dan waktu 0-4 jam. Efek inhibisi oksidasi LDL: theaflavin digallate > theaflavin > atau = epigallocatechin gallate > epigallocatechin > gallic acid. 2. Penelitian Gupta et al. (2009) terkait efek protektif ekstrak daun Cassia auriculata terhadap stres oksidatif pada tikus DM. Skrining fitokimia dari Cassia auriculata mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin. Kadar glukosa darah puasa menurun secara signifikan pada kelompok DM yang diterapi Cassia auriculata dengan dosis 100, 200, dan 400 mg/kgbb. Pada dosis 400 mg/kgbb merupakan dosis paling efektif dalam menurunkan

11 11 kadar LDL teroksidasi dan thiobarbituric acid reactive substances (TBARS). 3. Penelitian Bakhshaeshi et al. (2012) mengenai peran quercetin (15 mg/kgbb) pada tikus DM yang diinduksi dengan streptozotocin mampu menurunkan kadar LDL teroksidasi, MDA, TAC, dan apoptosis sel ginjal secara signifikan Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi penulis : meningkatkan pemahaman terkait DM tipe 2 dan terapinya. 2. Manfaat bagi masyarakat : dapat memberikan alternatif pengobatan yang efektif pada penderita DM tipe Manfaat bagi keilmuan : memperoleh bukti ilmiah terkait pengaruh flavonoid biji mahoni terhadap kadar LDL teroksidasi pada model tikus DM tipe 2 sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian-penelitian lain yang serupa di kemudian hari.