BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Tanggung Jawab

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Tanggung Jawab"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Tanggung Jawab a. Pengertian Tanggung Jawab Tanggung jawab hukum merupakan sesuatu akibat lebih lanjut dari pelaksaan peranan, baik peranan itu merupakan hak dan kewajiban ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu atau berprilaku menurut cara tertentu tidak menyimpang dari pertaturan yang telah ada (Khairunnisa, 2008 : 4). Purbacaraka berpendapat bahwa tanggung jawab hukum bersumber atau lahir atas penggunaan fasilitas dalam penerapan kemampuan tiap orang untuk menggunakan hak atau/dan melaksanakan kewajibannya. Lebih lanjut ditegaskan, setiap pelaksanaan kewajiban dan setiap penggunaan hak baik yang dilakukan secara tidak memadai maupun yang dilakukan secara memadai pada dasarnya tetap harus disertai dengan pertanggung jawaban, demikian pula dengan pelaksanaan kekuasaan (Purbacaraka, 2010 : 37). Tanggung jawab hukum dalam hukum perdata berupa tanggung jawab seseorang terhadap perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan melawan hukum memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan perbuatan pidana. Perbuatan melawan hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang pidana saja, akan tetapi jika perbuatan tersebut bertentanga dengan undangundang lainnya dan bahkan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan perundang-undangan dari perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan (Komariah, 2001 : 12). 13

2 digilib.uns.ac.id 14 b. Macam-macam Tanggung Jawab Macam-macam tanggung jawab adalah sebagai berikut (Widiyono, 2004 : 207) : 1) Tanggung Jawab dan Individu Pada hakikatnya hanya masing-masing individu yang dapat bertanggungjawab. Hanya mereka yang memikul akibat dari perbuatan mereka. Oleh karenanya, istilah tanggung jawab pribadi atau tanggung jawab sendiri sebenarnya mubajir. Suatu masyarakat yang tidak mengakui bahwa setiap individu mempunyai nilainya sendiri yang berhak diikutinya tidak mampu menghargai martabat individu tersebut dan tidak mampu mengenali hakikat kebebasan. 2) Tanggung Jawab dan Kebebasan Kebebasan dan tanggung jawab tidak dapat dipisahkan. Orang yang dapat bertanggung jawab terhadap tindakannya dan mempertanggungjawabkan perbuatannya hanyalah orang yang mengambil keputusan dan bertindak tanpa tekanan dari pihak manapun atau secara bebas. Liberalisme menghendaki satu bentuk kehidupan bersama yang memungkinkan manusianya untuk membuat keputusan sendiri tentang hidup mereka. 3) Tanggung Jawab sosial Dalam diskusi politik sering disebut-sebut istilah tanggung jawab sosial. Istilah ini dianggap sebagai bentuk khusus, lebih tinggi dari tanggung jawab secara umum. Namun berbeda dari penggunaan bahasa yang ada, tanggung jawab sosial dan solidaritas muncul dari tanggung jawab pribadi dan sekaligus menuntut kebebasan dan persaingan dalam ukuran yang tinggi. Untuk mengimbangi tanggung jawab sosial tersebut pemerintah membuat sejumlah sistem, mulai dari Lembaga

3 digilib.uns.ac.id 15 Federal untuk Pekerjaan sampai asuransi dana pensiun yang dibiayai dengan uang pajak atau sumbangan-sumbangan paksaan. Institusi yang terkait ditentukan dengan keanggotaan paksaan. Karena itu institusi-institusi tersebut tidak mempunyai kualitas moral organisasi yang bersifat sukarela. Orang yang terlibat dalam organisasi-organisasi seperti ini adalah mereka yang melaksanakan tanggungjawab pribadi untuk diri sendiri dan orang lain. Semboyan umum semua birokrat adalah perlindungan sebagai ganti tanggung jawab. 4) Tanggung Jawab terhadap orang lain Setiap manusia mempunyai kemungkinan dan di banyak situasi juga kewajiban moral atau hukum untuk bertanggungjawab terhadap orang lain. Secara tradisional keluarga adalah tempat dimana manusia saling memberikan tanggung jawabnya. Si orang tua bertanggungjawab kepada anaknya, anggota keluarga saling tanggung jawab. Anggota keluarga saling membantu dalam keadaan susah, saling mengurus di usia tua dan dalam keadaan sakit. Ini khususnya menyangkut manusia yang karena berbagai alasan tidak mampu atau tidak mampu lagi bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri secara penuh. Ini terlepas dari apakah kehidupan itu berbentuk perkawinan atau tidak. 5) Tanggung Jawab dan risiko Dalam masyarakat modern orang berhadapan dengan berbagai risiko. Risiko itu bisa membuat orang sakit dan membutuhkan penanganan medis yang sangat mahal. Atau membuat orang kehilangan pekerjaan dan bahkan harta bendanya. Ada berbagai cara untuk mengamankan dari risiko tersebut, misalnya dengan asuransi. Untuk itu tidak diperlukan organisasi pemerintah, melainkan hanya tindakan setiap individu yang penuh tanggungjawab dan bijaksana.

4 digilib.uns.ac.id Tinjauan tentang Perseroan Terbatas a. Pengertian Perseroan Terbatas (PT) Pasal 1 angka 1 UUPT menyatakan Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasar perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Istilah Perseroan Terbatas (PT) terdiri dari dua kata, yakni perseroan dan terbatas. Perseroan menunjuk kepada modal PT yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham. Kata terbatas merujuk pada tanggungjawab pemegang saham yang luasnya hanya terbatas pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya (HMN Purwosutjipto, 1982 : 85). Perseroan Terbatas sebagai perseroan (corporation), yakni perkumpulan yang berbadan hukum memiliki beberapa ciri substantif yang melekat pada dirinya, yaitu (Ridwan Khairandy, 2007 : 8) : 1) Terbatasnya tanggung jawab Tanggung jawab pemegang saham hanya sebatas jumlah saham yang ia kuasai, selebihnya ia tidak bertanggung jawab. 2) Perpectual Succession Sebagai sebuah perseroan yang eksis atas haknya sendiri, perubahan keanggotaan tidak memiliki akibat atas status atau eksistensinya. 3) Memiliki kekayaan sendiri Semua kekayaan dimiliki oleh badan itu sendiri, tidak oleh pemilik, oleh anggota atau pemegang saham. 4) Memiliki kewenangan kontraktual serta dapat menuntut dan dituntut atas nama sendiri Badan hukum sebagai subjek hukum diperlakukan seperti manusia yang memiliki kewenangan kontraktual.

5 digilib.uns.ac.id 17 Perseroan terbatas merupakan wadah untuk melakukan kegiatan usaha, yang membatasi tanggung jawab pemilik modal, yaitu sebesar jumlah saham yang dimiliki sehingga bentuk usaha seperti ini banyak dinikmati, terutama bagi perusahaan dengan jumlah modal yang besar. Kemudahan untuk menarik dana dari masyarakat dengan jalan penjualan saham yang juga merupakan satu dorongan untuk mendirikan suatu badan usaha berbentuk perseroan terbatas (Badriyah Rifai Amirudin. Artikel Pendidikan Network ; Peran Komisaris Independen dalam Mewujudkan Good Corporate Governance di Tubuh Perusahaan Publik. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2014 pukul WIB.). Sebagai suatu wadah untuk melakukan kegiatan usaha, perseroan terbatas didukung oleh perangkat organisasi serta tenaga manusia yang mengendalikannya. Untuk itu dibutuhkan kerangka kerja hukum yang pasti agar unit usaha ini dapat bekerja dengan produktif dan efisien. Landasan hukum diperlukan agar kerancuan hukum dapat diatasi, dan terdapat arahan hukum yang jelas bagi perseroan terbatas dalam melaksanakan kegiatannya (Norman S. Pakpahan, 1997 :73). b. Pendirian Perseroan Terbatas Pendirian Perseroan Terbatas diatur dalam Bab II, Bagian Kesatu Pasal 7 sampai dengan Pasal 14 UUPT. Syarat sahnya pendirian Perseroan Terbatas sebagai badan hukum terdiri atas : 1) Harus didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih Pengertian pendiri menurut hukum adalah orang-orang yang mengambil bagian dengan sengaja untuk mendirikan Perseroan. Selanjutnya, orang-orang itu dalam rangka pendirian Perseroan, mengambil langkah-langkah penting yang untuk mewujudkan pendirian tersebut, sesuai dnegan syaarat yang

6 digilib.uns.ac.id 18 telah ditentukan oleh undang-undang. Sehingga, pendiri Perseroan paling seidikit adalah dua oran. Kurang dari itu tidak akan memenuhi syarat seperti yang telah diatur oleh undangundang. 2) Pendirian berbentuk akta notaris Mendirikan Perseroan harus secara tertulis dalam bentuk akta yang sesuai dengan : a) Berbentuk Akta Notaris, tidak boleh dalam bentuk akta bawah tangan. b) Akta Pendirian harus berbentuk Akta Notaris. Akta Notaris tidak hanya berfungsi sebagai alat bukti atas perjanjian pendirian Perseroan tetapi merupakan syarat sahnya pendirian Perseroan. Jadi apabila tidak dipenuhinya ketentuan tentang Akta Notaris tersebut maka pendirian Perseroan tidak akan sah. 3) Dibuat dalam Bahasa Indonesia Akta Pendirian Perseroan haruslah dibuat adalam Bahasa Indonesia, hal ini menunjukkan bahwa Akta Pendirian yang dibuat dalam bahasa asing tidak akan sah. Ketentuan menganai penggunaan Bahasa Indonesia dalam Akta Pendirian ini bersifat memaksa karena telah diatur ketentuannya oleh undang-undang sehingga ketentuan ini tidak dapat dikesampingkan oleh para pendiri Perseroan. 4) Setiap pendiri wajib mengambil saham Syarat formil dalam mendirikan Perseroan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (2) UUPT adalah : (1) Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham (2) Dan pengambilan atas bagian itu, wajib dilaksanakan setiap pendiri pada saat Perseroan didirikan.

7 digilib.uns.ac.id 19 Ketentuan Pasal 8 ayat (2) huruf c UUPT mengharuskan dalam Akta Pendirian memuat tentang nama pemegang saham yang telah mengambil saham, rincian jumlah saham dan nilai nominal saham yang telah disetor. Dan seperti yang telah dijelaskan diatas, yang dimaksud dengan mengambil bagian saham sesuai dengan penjelasan Pasal 8 ayat (2) huruf c UUPT adalah jumlah saham yang diambil oleh pemegang saham pada sat pendirian Perseroan. Pengambilan bagian saham itu harus sudah dilakukan setiap pendiri Perseroan pada saat pendirian Perseroan itu berlangsung. 5) Mendapat pengesahan dari Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Perseroan dapat berdiri sebagai badan hukum secara sah harus mendapat pengesahan dari Menteri. Pengesahan diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri yang disebut Keputusan Pengesahan Badan Hukum Perseroan. c. Organ Perseroan Terbatas Pasal 1 angka 2 UUPT menyatakan bahwa Organ Perseroan Terbatas yakni : 1) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Pasal 1 angka 4 UUPT menyatakan bahwa Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran Dasar. Jadi secara umum, kewenangan apa saja yang tidak diberikan kepada Direksi dan/atau Dewan Komisaris, menjadi kewenangan RUPS. Oleh karena itu, dapat dikatakan RUPS merupakan organ tertinggi perseroan, namun, hal itu tidak

8 digilib.uns.ac.id 20 persisis demikian, karena pada dasarnya ketiga organ perseroan itu sejajar dan berdampingan sesuai dengan pemisahan kewenangan (separation of power) yang diatur dalam undangundang (M. Yahya Harahap, 2013 : 306). 2) Direksi Pasal 1 angka 5 UUPT menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan, baik dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Tugas atau fungsi utama Direksi, menjalankan dan melaksanakan kepengurusan Perseroan. Jadi Perseroan diurus dan dikelola oleh Direksi, seperti yang ditegaskan dalam beberapa ketentuan (M. Yahya Harahap, 2013 : 345) : a) Pasal 1 angka 5 UUPT yang menegaskan, Direksi sebagai organ Perseroan berwenang dan bertanggungjawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, b) Pasal 92 ayat (1) UUPT mengemukakan, Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan. Pengertian umum pengurusan Direksi dalam konteks Perseroan, meliputi tugas atau fungsi melaksanakan kekuasaan pengadministrasian dan pemeliharaan harta kekayaan Perseroan. Dengan kata lain, melaksanakan pengelolaan atau menanngani bisnis Perseroan dalam arti sesuai dnegan maksud dan tujuan serta kegiatan Perseroan dalam batas-batas kekuasaan atau kapasitas yang diberikan Undang-Undang dan Anggaran Dasar kepadanya ( Achmad Ichasan, 1987 : 191).

9 digilib.uns.ac.id 21 3) Dewan Komisaris Pasal 1 angka 6 UUPT menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Tugas Dewan Komisaris diatur dalam Pasal 108 ayat (1) dan (2) UUPT, yakni : (a) Melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi. (b) Pengawasan dan memberi nasihat untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Jumlah anggota Dewan Komisaris diatur dalam Pasal 108 ayat (3) dan ayat (4) UUPT: (a) Secara umum, prinsip hukumnya boleh satu orang atau lebih; (b) Secara khusus, untuk Perseroan yang mempunyai kriteria tertentu, wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota Dewan Kehormatan. Perseroan yang mempunyai kriteria tertentu, yang wajib mempunyai paling sedikit dua anggota Dewan Kehormatan, terdiri dari : (a) Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan penghimpunan dana masyarakat, (b) Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau (c) Perseroan Terbuka.

10 digilib.uns.ac.id 22 Perseroan yang memenuhi kriteria dimaksud, wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota Dewan Komisasris. Ketentuan ini, bersifat imperatif (dwingendrecht, mandatory law), karena rumusan pasal itu, terdapat kata wajib (M. Yahya Harahap, 2013 : 442). Menurut penjelasan Pasal 108 ayat (5) UUPT, rasio ketentuan tersebut, didasarkan pada alasan, bahwa terhadap Perseroan yang kegiatan usahnya berhubungan dengan kepentingan masyarakat, diperlukan pengawasan yang lebih besar. d. Modal Perseroan Terbatas 1) Modal Dasar Modal dasar merupakan keseluruhan nilai nominal saham yang ada dalam Perseroan. Modal ini ditentukan dalam anggaran dasar Perseroan. Modal ini terdiri dari sejumlah modal yang terdiri atas saham yang dapat dikeluarkan atau diterbitkan perseroan beserta dengan nilai nominal setiap saham yang diterbitkan tersebut (Ridwan Khairandy, 2009 : 444). Pasal 32 ayat (1) UUPT menyatakan bahwa Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). Namun, Pasal 32 ayat (2) UUPT menetukan pula bahwa untuk bidang usaha tertentu, seperti perasuransian dan perbankan brdasarkan peraturan perundang-undangan atau peraturan pelaksanaan yang mengatur usaha tersebut, jumlah minimum modal Perseroan dapat diatur berbeda. 2) Modal Ditempatkan Modal yang ditempatkan merupakan modal yang disanggupi para pendiri untuk disetor kedalam kas Perseroan pada saat Perseroan didirikan. Modal ini menentukan jumlah nominal saham yang benar-benar diterbitkan oleh Perseroan.

11 digilib.uns.ac.id 23 Pasal 33 ayat (1) UUPT menyebutkan bahwa paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud pada Pasal 32 harus ditempatkan dan disetor penuh. Menurut Pasal 33 ayat (2) UUPT modal ditempatkan disetor penuh sebagaimana disebut dalam ayat (1) dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah. Menurut penjelasan Pasal 33 ayat (2) UUPT, yang dimaksud dengan bukti penyetoran yang sah, antara lain bukti setoran pemegang saham ke dalam rekening atas nama Perseroan, data dari laporan yang telah diaudit oleh akuntan, atau neraca Perseroan yang ditandatangani oleh Direksi atau Dewan Komisaris. 3) Modal yang Disetor Modal yang disetor merupakan modal yang berupa sejumlah uang tunai atau bentuk lainnya yang diserhkan pada pendiri kepada kas Perseroan pada saat Perseroan didirikan. Ini merupakan proporsi nominal saham yang benar-benar dibayar pemegang saham. Penyetoran atas modal saham tersebut menurut Pasal 34 ayat (1) UUPT dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya. Menurut penjelasan Pasal 34 ayat (2) UUPT, pada umumnya penyetoran saham adalah dalam bentuk uang. Namun, tidak ditutup kemungkinan penyetoran saham dalam bentuk lain, baik berupa benda berwujud maupun tidak benda tidak berwujud, yang dapat dinilai dengan uang dan secara nyata telah diterima oleh Perseroan. Penyetoran saham dalam bentuk selain uang harus disertai rincian yang menerangkan nilai atau harga, jenis atau macam, status, tempat kedudukan, dan lain-lain yang dianggap perlu demi kejelasan mengenai penyetoran tersebut. Pasal 34 ayat (2) UUPT menyatakan bahwa dalam penyetoran saham tidak berbentuk uang, penilaian setoran saham

12 digilib.uns.ac.id 24 ditentukan berdasar nilai wajar yang ditentukan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli tidak terafiliasi dengan Perseroan. e. Saham Perseroan Terbatas 1) Saham yang Boleh Dikeluarkan, Hanya Atas Nama Pasal 48 ayat (1) UUPT menyatakan bahwa saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Penjelasan pasal ini menyatakan, Perseroan hanya diperkenankan mengeluarkan saham atas nama pemiliknya, dan Perseroan tidak boleh mengeluarkan saham atas tunjuk. Dengan demikian, sesuai dengan penggarisan tersebut : a) Saham yang boleh dikeluarka Perseroan hanya terbatas pada saham atas anam. b) Perseroan tidak dibenarkan mengeluarkan saham atas tunjuk. Saham atau sero adalah porsi atau bagian dari harta Perseroan yang dimiliki pemegang saham. Oleh karena saham merupakan bagian dari harta kekayaan yang dimiliki pemegang saham dalam saham atas nama, maka semua saham yang dimiliknya tertulis atas namanya. 2) Persyaratan Kepemilikan Saham Pasal 48 ayat (2) UUPT menyatakan bahwa persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memerhatikan pernyataan yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut penjelasan Pasal 48 ayat (2) UUPT yang dimaksud dengan instansi yang berwenang adalah instansi yang menurut undang-undang berwenang mengawasi Perseroan yang melakukan kegiatan yang usahanya dibidang tertentu.

13 digilib.uns.ac.id 25 3) Nilai Nominal Saham Nilai nominal saham diatur dalam ketentuan Pasal 49 UUPT, yang berisi ketentuan : a) Nilai nominal saham, harus dicantumkan pada atau diatas saham, b) Nilai nominal saham yang harus dicantumkan diatas saham dalam mata uang rupiah. Jadi tidak boleh dicantumkan dalam mata uang asing. Saham harus memiliki nilai nominal yang dicantumkan atas diatas saham. Kalau begitu saham tanpa nominal tidak dapat dikeluarkan. Nilai nominal saham adalah sebesar yang tercantum diatas saham. Pasal 49 ayat (3) membuka kemungkinan untuk mengeluarkan saham tanpa nilai nominal. Pasal ini mengatakan, tidak menutup kemungkinan itu. 3. Tinjauan tentang Perusahaan Grup a. Perusahaan Grup Emmy pangaribuan mendefinisikan perusahaan kelompok sebagai suatu gabungan atau susunan dari perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri, yang terkait satu dengan yang lain begitu erat sehingga membentuk suatu kesatuan ekonomi yang tunduk pada suatu pimpinan yaitu suatu perusahaan induk sebagai pimpinan sentral. Demikian juga pengertian perusahaan kelompok didefinisikan oleh S.M Bartman sebagai suatu susunan dari perusahaan-perusahaan yang secara yuridis berdiri sendiri dibawah suatu pimpinan sentral. Dari aspek ekonomi perusahaan itu tersusun dalam suatu kesatuan (Emmy Pangaribuan, 1996 : 1). Apabila dilihat dari segi usaha variasi usahanya, suatu grup usaha konglomerat dapat digolong-golongkan kedalam kategori sebagai berikut (Said M. N, 1985 : 35) :

14 digilib.uns.ac.id 26 1) Grup usaha vertikal Dalam grup ini, jenis-jenis usaha dari masing-masing perusahaan satu sama lain masih tergolong serupa. Hanya mata rantainya saja yang berbeda. Misalnya ada anak perusahaan yang menyediakan bahan baku, ada yang memproduksi bahan setengah jadi, bahan jadi, bahkan ada pula yang bergerak dibidang eksport-import. Jadi, suatu kelompok usaha menguasai suatu jenis produksi dari hulu ke hilir. 2) Grup usaha horisontal Dalam grup usaha horisontal, bisnis dari masing-masing anak perusahaan tidak ada kaitannya antara yang satu dengan yang lainnya 3) Grup usaha kombinasi Ada juga grup usaha, dimana jika dilihat dari segi bisnis anak perusahaannya, ternyata ada yang terkait dalam suatu mata rantai produksi (dari hulu ke hilir), disamping ada juga anak perusahaan yang bidang bisnisnya terlepas dari satu sama lain. Sehingga dalam grup tersebut terdapat kombinasi antara grup vertical dengan grup horizontal. b. Perusahaan Induk Induk perusahaan adalah perusahaan yang menjalankan usaha sendiri dan menjalankan pengendalian opersional pada anak perusahaannya (Rudi Prasetya, 1996 : 143 ). Klasifikasi perusahaan induk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai kriteria berupa tinjauan dari keterlibatannya dalam berbisnis, keterlibatannya dalam hal pengambilan keputusan, dan keterlibatan dalam hal equity. Klasifikasi perusahaan induk ditinjau dari segi keterlibatan perusahaan induk dalam berbisnis, apabila dipakai sebagai kriterianya berupa keterlibatan perusahaan induk dalam berbisnis sendiri(tidak lewat anak perusahaan), maka perusahaan induk dapat diklasifikasikan sebagai berikut ( Munir Fuady, 1999 : 95) :

15 digilib.uns.ac.id 27 1) Perusahaan induk semata-mata Jenis perusahaan induk semata-mata ini secara de facto tidak melakukan bisnis sendiri dalam praktek, terlepas dari bagaimana pengaturan dalam anggaran dasarnya. Sebab, jarang ada anggaran dasar perusahaan yang menyebutkan bahwa maksud dan tujuan perusahaan semata-mata untuk menjadi perusahaan induk. Akan tetapi disebutkan bahwa perusahaan induk tersebut juga mempunyai maksud dan tujuan umumnya di berbagai bisnis. Jadi perusahaan induk semata-mata ini sebenarnya memang dimaksudkan hanya untuk memegang saham dan mengontrol anak perusahaannya. Tidak lebih dari itu. 2) Perusahaan induk beroperasi Berbeda dengan perusahaan induk semata-mata, perusahaan induk beroperasi disamping bertugas memegang saham dan mengontrol anak perusahaan, juga melakukan bisnis sendiri. Biasanya perusahaan induk seperti ini memang dari semula, sebelum menjadi perusahaan induk, sudah terlebih dahulu aktif berbisnis sendiri. Sebab, dikhawatirkan akan menjadi masalah jika dengan menjadi perusahaan induk kemudian dihentikan usaha bisnisnya yang sudah terlebih dahulu dilakukannya. Yakni, disamping harus memenuhi prosedur hukum tertentu yang kadang tidak mudah jika bisnisnya dihentikan atau dialihkan kepada pihak lain, apalagi jika banyak on going transaction dengan pihak mitra bisnis tersebut. Disamping kekhawatiran akan menurunnya perkembangan bisnis jika bisnisnya itu dialihkan ke perusahaan lain. c. Perusahaan Anak UUPT tidak mengatur mengenai ketentuan perusahaan grup. Namun, dalam peraturan perundang-undangan yang sebelumnya, yakni dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan

16 digilib.uns.ac.id 28 Terbatas telah memuat kausa tentang lahirnya keterkaitan induk perusahaan dengan anak perusahaan. Ketentuan ini terdapat dalam Memori Penjelasan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa Anak Perusahaan adalah Perseroan yang mempunyai hubungan khusus dengan perseroan lainnya yang terjadi karena : 1) Lebih dari 50% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh induk perusahannya; 2) Lebih dari 50% (lima puluh persen) suara dalam RUPS dikuasai oleh induk perusahannya; dan/atau 3) Kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan, dan pemberhentian direksi dan komisaris sangat dipengaruhi oleh induk perusahannya. 4. Tinjauan tentang Holding Company a. Pengertian Holding Company M. Manullang, mengartikan holding company adalah suatu badan usaha yang berbentuk corporation yang memiliki sebagian dari sahamsaham beberapa badan usaha (M.Manullang, 1984 : 70). Holding company sering juga disebut dengan holding company, parent company, atau controlling company. Yang dimaksud dengan holding company adalah suatu perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham dalam satu atau lebih perusahaan lain dan/atau mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut. Biasanya (walaupun tidak selamanya), suatu perusahaan holding memliki banyak perusahaan yang bergerak dalam bidang-bidang bisnis yang berbeda-beda (M. Manullang, 1984 : 83). Hanafizadeh and Moayer (2008) classifies holding companies into: 1) investment holding company, and 2) managerial holding company. The investment holding company derives its profits solely from the investments in the securities of its subsidiaries. The managerial

17 digilib.uns.ac.id 29 holding company in addition to earning from subsidiary s profits, also intervenes in the subsidiaries transactions. A third type of holding company is the operating holding company that is also in the business of selling some products or services to its own customers in addition to having investments in subsidiary firms (Erlinda S. Echanis, 2009 : 2). Dari definisi tersebut perusahaan holding diklasifikasikan menjadi: 1 ) perusahaan induk investasi dan 2 ) perusahaan induk manajerial. Perusahaan investasi yang berasal keuntungannya semata-mata dari investasi di sekuritas anak perusahaan. Perusahaan induk manajerial selain penghasilan dari laba anak perusahaan, juga turut campur dalam transaksi anak perusahaan. Jenis ketiga perusahaan induk adalah perusahaan induk operating yang juga dalam bisnis menjual beberapa produk atau layanan kepada pelanggan sendiri selain memiliki investasi di perusahaan anak. Proses pembangunan dan pengelolaan Holding Company dilakukan melalui serangkaian tahapan, yaitu Holding Company, (Anonim. Holding Company. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2014 pukul WIB.) : 1) Langkah awal yang harus dilakukan adalah pemahaman seputar definisi, karakteristik, serta faktor-faktor kunci penunjang kesuksesan sebuah Holding Company. 2) Langkah berikutnya perencanaan membangun Holding Company. Dalam tahap ini alasan-alasan yang mendasari rencana pendirian Holding Company harus dirumuskan secara jelas. Kepentingan stakeholder harus mendapat perhatian karena kepentingan serta pengaruh yang mereka miliki mempunyai dampak langsung terhadap aktivitas perusahaan. Demikian pula dengan aspek-aspek strategis seperti aspek finansial, struktur organisasi, dan sumber daya manusia. Setelah hal-hal diatas berhasil dirumuskan dengan jelas,

18 digilib.uns.ac.id 30 barulah kemudian disusun roadmap pembentukan serta pengembangan Holding Company. 3) Fase berikutnya adalah pengendalian kinerja. Perlu disusun Sistem Pengendalian Manajemen (Management Control Sistem), yaitu sebuah sistem manajemen perusahaan terintegrasi yang digunakan dalam aktivitas perencanaan dan sesudahnya bagi aktivitas pengukuran, pengendalian, pemantauan, dan auditing guna tercapainya hasil yang diinginkan yang disertai dengan akuntabilitas yang transparan. Elemen-elemen yang terkandung di dalamnya meliputi struktur organisasi dengan peran serta tanggung jawab yang jelas, arus informasi, responsibility center, proses inplementasi, delegasi wewenang, serta audit. 4) Langkah terakhir yang tak boleh dilupakan adalah pengelolaan perubahan. Tahap ini terdiri dari resolusi konflik, promosi tata nilai dan perilaku yang diharapkan, penguatan spirit yang mendukung perubahan, serta perubahan paradigma. b. Pembentukan Holding Company Dalam melaksanakan proses pembentukan perusahaan holding dapat dilakukan melalui tiga prosedur yaitu (Munir Fuady, 2005 : 84) : 1) Prosedur Residu Dalam hal ini, perusahaan asal dipecah pecah sesuai dengan masing-masing sektor usaha. Perusahaan yang dipecah-pecah tersebut telah menjadi perusahaan yang mandiri, sementara sisanya (residu) dari perusahaan asal dikonversi menjadi perusahaan induk (holding), yang juga memegang saham pada perusahaan pecahan tersebut dan perusahaan-perusahaan lainnya jika ada. 2) Prosedur Penuh Prosedur penuh ini sebaiknya dilakukan jika sebelumnya tidak terlalu banyak terjadi pemecahan/pemandirian

19 digilib.uns.ac.id 31 perusahaan, tetapi masing-masing perusahaan dengan kepemilikan yang sama/berhubungan saling terpencar-pencar, tanpa terkonsentrasi dalam suatu perusahaan holding. Dalam hal ini, yang menjadi perusahaan holding bukan sisa dari perusahaan asal seperti pada proses residu, tetapi perusahaan penuh dan mandiri. 3) Prosedur Terprogram Adakalanya, sudah sejak semula orangorang bisnis telah sadar akan pentingnya perusahaan holding. Sehingga awal start bisnis sudah terpikir untuk membentuk suatu perusahaan holding. Karenanya, perusahaan yang pertama sekali didirikan dalam grupnya adalah perusahaan induk (holding). Kemudian untuk setiap bisnis yang dilakukan, akan dibentuk atau diakuisisi perusahaan lain, dimana perusahaan holding sebagai pemegang saham biasanya bersama-sama dengan pihak lain sebagai partner bisnis. Demikianlah, maka jumlah perusahaan baru sebagai anak perusahaan dapat terus berkembang jumlahnya seirama dengan perkembangan bisnis dari grup usaha yang bersangkutan. 5. Tinjauan tentang Kepailitan a. Pengertian Kepailitan Pengaturan kepailitan diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan), Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Munir Fuady menyamakan istilah kepailitan dengan bangkrut manakala perusahaan (atau orang pribadi) tersebut tidak sanggup atau

20 digilib.uns.ac.id 32 tidak mau membayar hutang-hutangnya. Oleh karena itu, daripada pihak kreditor ramai-ramai mengeroyok debitor dan saling berebutan harta debitor tersebut, hukum memandang perlu mengaturnya sehingga hutang-hutang debitor dapat dibayar secara tertib dan adil. Dengan demikian, yang dimaksud dengan kepailitan adalah suatu sitaan umum yang dijatuhkan oleh pengadilan khusus, dengan permohonan khusus, atas seluruh aset debitor (badan hukum atau orang pribadi) yang mempunyai lebih dari 1 (satu) hutang/kreditor dimana debitor dalam keadaan berhenti membayar hutang-hutangnya, sehingga debitor segera membayar hutang-hutangnya tersebut (Munir Fuady, 2002 : 75). Pasal 2 UU Kepailitan menyebutkan bahwa jika debitor mempunyai dua atau lebih kreditornya dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utangnya yang telah jatuh waktu dan bisa ditagih oleh kreditornya,dapat dinyatakan paillit dengan putusan pengadilan,baik atas permohonannya sendiri maupun permohonan satu atau lebih kreditonya (Adrian Sutedi, 2009 : 24). Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui syarat-syarat kepailitan adalah debitor yang memiliki sedikitnya dua kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu maka kreditor tersebut dapat dimohonkan pailit oleh debitor di pengadilan (Jono, 2010 : 4). b. Akibat Hukum Pernyataan Pailit Pasal 21 UU kepailitan menyatakan bahwa kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Ketentuan ini sepenuhnya berlaku, karena dalam terdapat pengecualian dalam ketentuan Pasal 22 UU Kepailitan yang menyatakan ketentuan Pasal 21 tidak berlaku terhadap : 1) Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitor sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat

21 digilib.uns.ac.id 33 tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi debitor dan keluarganya, yang ada ditempat itu; 2) Segala sesuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas, atau 3) Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut Undang-Undang. Dijatuhkannya putusan pailitan, mempunyai pengaruh bagi debitor dan harta kekayaannya. Pasal 24 UU Kepailitan menyebutkan bahwa terhitung sejak ditetapkannya putusan pernyataan pailit, debitor demi Hukum kehilangan hak menguasai dan mengurus kekayaannya (Persona Standi In Ludicio), artinya debitor pailit tidak mempunyai kewenangan atau tidak bisa berbuat bebas atas harta kekayaan yang dimilikinya. Pengurusan dan penguasaan harta kekayaan debitor dialihkan kepada kurator atau Balai Harta Peninggalan yang bertindak sebagai kurator yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas (Artomo Rooseno, 2008 : 48). 6. Penelitian yang Relevan a. 1). Judul Penelitian : Tanggung Jawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan. 2). Peneliti : Rita Dyah Widawati 3). Tahun Penelitian : ). Jenis Penelitian : Tesis

22 digilib.uns.ac.id 34 5). Isi Penelitian : Penelitian ini membahas mengenai tanggung jawab induk perusahaan terhadap perikatan yang dilakukan oleh anak perusahaan. Hubungan yang terjadi antara induk perusahaan dengan anak perusahan adalah induk perusahaan sebagai pemegang saham dari anak perusahaannya sehingga induk perusahaan dapat mengontrol jalannya perusahaan dengan kepemilikan mayoritas saham. Meskipun hubungan hukum induk perusahaan adalah sebagai pemegang saham anak perusahaan tidak berarti apabila anak perusahaan melakukan wanprestasi maka induk perusahaan diminta untuk ikut bertanggung jawab. Induk perusahaan diminta untuk bertanggung jawab terhadap perikatan yang dilakukan oleh anak perusahaannya apabila terbukti kerugian yang diderita oleh anak perusahaannya tersebut akibat dari ikut campurnya induk perusahaan didalam masalah manajemen dan keuangan sehingga anak perusahaan mengalami kerugian yang tidak dapat membayar hutangnya kepada pihak ketiga. 6). Perbedaan Hasil Penelitian dengan Penelitian Penulis : Penelitain yang dilakukan penulis berbeda dengan penelitian diatas. Penelitian yang dialkukan oleh penulis berfokus pada tanggung jawab induk perusahaan dalam perusahaan grup terhadap anak perusahaan yang dinyatakan pailit. Tanggung jawab induk perusahaan dalam perusahaan grup terhadap anak perusahaan yang dinyatakan pailit terletak pada saham yang ditanamkan oleh induk perusahaan terhadap anak perusahaan. induk perusahaan sebagai pemegang saham mayoritas dari anak perusahaan memiliki tanggung jawab terbatas, sehingga apabila anak perusahaan dinyatakan pailit maka induk perusahaan hanya bertanggung jawab sebesar saham yang ditanamkannya pada anak perusahaan. tanggung jawab terbatas yang kenakan terhadap induk perusahaan ini dapat disimpangi oleh beberapa dengan penggunaan doktrin

23 digilib.uns.ac.id 35 piercing the corporate veil sehingga induk perusahaan dapat bertanggung jawab terhadap anak perusahaan melebihi saham yang dimilikinya pada anak perusahaan. b. 1). Judul Penelitian : Akibat Hukum Pemberian Corporate Guarantee Oleh Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Anak Perusahaan Dalam Perkara Kepailitan (Analisis Perkara Kepailitan No. 05/Pailit/1998/PN.Niaga/Jak. Pusat jo Putusan MARI No. 1/K/1998) 2). Peneliti : Julita S. Nababan 3). Tahun Penelitian : ). Jenis Penelitian : Skripsi 5). Isi Penelitian : Induk perusahaan dan anak perusahaan merupakan badan hukum yang mandiri sehingga segala akibat hukum dari semua tindakan hukum yang dilakukan oleh masing-masing perusahaan menjadi tanggung jawabnya sendiri. Tetapi apabila induk perusahaan mengikatkan diri sebagai penjamin terhadap perikatan anak perusahaannya, maka segala akibat hukum dari perikatan tersebut menjadi tanggung jawab induk perusahaan juga. Termasuk dalam hal anak perusahaan dinyatakan pailit, maka induk perusahaan dapat ditempatkan sebagai sebagai debiturnya untuk memenuhi salah satu unsur-unsur kepailitan dalam Pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan. 6). Perbedaan Hasil Penelitian dengan Penelitian Penulis : Penelitian yang dialakukan oleh penulis berbeda dengan penelitian diatas, pada penelitian penulis induk perusahaan tidak bertindak sebagai penjamin terhadap perikatan yang dilakukan oleh anak

24 digilib.uns.ac.id 36 perusahaannya. Induk perusahaan tetap berdiri sendiri sebagai badan hukum yang mandiri yang tidak ikut campur dalam perikatan yang dilakukan oleh anak perusahaannya, sehingga pada prinsipnya induk perusahaan hanya bertanggung jawab terhadap pailitnya anak perusahaan sebatas pada saham yang ditanamnkan oleh induk perusahaannya. Tanggung jawab terbatas yang dimiliki oleh induk perusahaan tersebut nyatanya dapat disimpangi oleh adanya doktrin piercing the corporate veil yang didalamnya menyatakan bahwa induk perusahaan dapat bertanggung jawab melebihi pada saham yang ditanamkannya pada anak perusahaan apabila memenuhi unsusr-unsur atau salah satu unsur dalam Pasal 3 ayat (2) UUPT. B. Kerangka Pemikiran Perusahaan Grup Chuan Soon Huat Industrial Group, Ltd. Induk Perusahaan (Holding Company) Anak Perusahaan PT. Cemerlang Selaras Wood Working Pailit Tanggung Jawab Induk Perusahaan sebagai Holding Company terhadap Anak Perusahaan yang Dinyatakan Pailit Gambar 1. Kerangka Pemikiran

25 digilib.uns.ac.id 37 Keterangan : Alur sebagaimana pada kerangka pemikiran diatas akan menjadi langkahlangkah bagi penulis guna menjawab perumusan masalah yang telah dipaparkan dimuka. Pemaparan akan dimulai dari bahasan umum mengenai perusahaan yang kini dalam perkembangannya terdapat bentuk perusahaan grup. Perusahaan dalam bentuk grup tersebut terdiri dari induk perusahaan yang disebut holding company dan anak perusahaan yang disebut dengan subsidary. Hubungan yang terjadi dalam perusahaan grup adalah terikat dengan pemegang saham mayoritas pada perusahaan anak adalah perusahaan induk. Keberadaan perusahaan grup belum memiliki dasar hukum yang pasti karena tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait keberadaan perusahaan grup. Namun, pada prakteknya keberadaan perusahaan grup di Indonesia telah banyak dilakukan oleh pengusaha terhadap bisnis perusahaannya. Oleh karena belum adanya peraturan hukum yang jelas mengatur mengenai perusahaan grup di Indonesia maka belum jelas pula pengaturan mengenai hubungan hukum antara induk perusahaan dan anak perusahaan. Karena pada prinsipnya induk perusahaan haruslah bertanggung jawab terhadap keberadaan anak perusahaan. Konstruksi perusahaan grup di Indonesia menitikberatkan pada tanggung jawab terbatas (limited liability) induk perusahaan sebagai pemegang saham mayoritas anak perusahaannya, sehingga induk perusahaan hanya dapat bertanggung jawab sebesar saham yang ditanamkan dalam anak perusahaan. Termasuk apabila anak perusahaan dinyatakan pailit, maka induk perusahaan hanya bertanggung jawab sebesar saham yang ditanamkan kepada anak perusahaan. Contoh kasus yang nyata mengenai tanggung jawab induk perusahaan sebagai holding company dapat dilihat pada pemberian tanggung jawab yang diberikan oleh Chuan Soon Huat Industrial Group, Ltd sebagai induk perusahaan dengan PT. Cemerlang Selaras Wood Working sebagai anak perusahaan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan Pasal 1 angka 1 UUPT, elemen pokok yang melahirkan suatu Perseroan sebagai badan hukum,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk kegiatan ekonomi yang pemaknaannya banyak

I. PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk kegiatan ekonomi yang pemaknaannya banyak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan adalah suatu bentuk kegiatan ekonomi yang pemaknaannya banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun jika diteliti lebih jelas KUHD tidaklah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan merupakan hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. hukum dagang merupakan

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor privat merupakan entitas mandiri yang berhak melakukan pengelolaan aset kekayaannya sendiri sebagai entitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi syarat syarat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.)

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.) Rahmad Hendra DASAR HUKUM Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang secara efektif berlaku sejak tanggal 16 Agustus

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam 43 BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA 3.1 Batasan Pelaksanaan On Going Concern Dalam berbagai literatur ataupun dalam UU KPKPU-2004 sekalipun tidak ada

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan. PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan

PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan. PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan ANGGARAN DASAR SAAT INI ANGGARAN DASAR PERUBAHAN PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan PASAL 3 MAKSUD DAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

PERSEROAN TERBATAS. Copyright by dhoni yusra. copyright by dhoni yusra 1

PERSEROAN TERBATAS. Copyright by dhoni yusra. copyright by dhoni yusra 1 PERSEROAN TERBATAS Copyright by dhoni yusra copyright by dhoni yusra 1 DASAR HUKUM PERSEROAN TERBATAS Landasan yuridis PT sebagai badan usaha diatur dalam Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM PERUSAHAAN DAERAH BANGUN BANUA KALIMANTAN SELATAN MENJADI PERSEROAN TERBATAS BANGUN BANUA KALIMANTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era modern ini Indonesia harus menghadapi tuntutan yang mensyaratkan beberapa regulasi dalam bidang ekonomi. tidak terkecuali mengenai perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA 1 PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LINGGA, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha

Lebih terperinci

e) Hak Menghadiri RUPS... 55

e) Hak Menghadiri RUPS... 55 e) Hak Menghadiri RUPS... 55 2. Kewajiban-kewajiban Pemegang Saham... 55 a) Kewajiban Dalam Penyetoran Saham... 56 b) Kewajiban Dalam Pengalihan Saham. 57 c) Kewajiban Mengembalikan Sisa Kekayaan Hasil

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA No.305, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Badan Usaha Milik Daerah. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6173) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan adalah suatu pengertian ekonomi yang banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah memberikan penafsiran maupun

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM PERUSAHAAN DAERAH ANEKA KARYA KABUPATEN BOYOLALI MENJADI PERSEROAN TERBATAS

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.212, 2012 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN,

NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengantisipasi perkembangan ekonomi global

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS LANDAK BARAJAKI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS LANDAK BARAJAKI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS LANDAK BARAJAKI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : a. bahwa untuk memacu perkembangan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/20172017 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N I. UMUM Pendirian Yayasan di Indonesia sampai saat ini hanya berdasar atas kebiasaan dalam masyarakat dan yurisprudensi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah penting bagi perusahaan yang akan melakukan ekspansi untuk membesarkan bisnisnya. Ada perusahaan yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN

BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN 34 BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN A. Rapat Umum Pemegang Saham Dalam setiap Perseroan Terbatas mempunyai alat yang disebut dengan organ perseroan yang bertugas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28 /POJK.05/2015 TENTANG PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Koperasi merupakan wadah usaha bersama yang

Lebih terperinci

BAB II PERALIHAN HAK ATAS SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS. diikuti dengan adanya kecakapan hukum (rechsbekwaamheid) dan kewenangan

BAB II PERALIHAN HAK ATAS SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS. diikuti dengan adanya kecakapan hukum (rechsbekwaamheid) dan kewenangan BAB II PERALIHAN HAK ATAS SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS A. Perseroan terbatas sebagai Badan Hukum Manusia, dalam dunia hukum adalah subjek hukum atau pendukung hak dan kewajiban. Setiap manusia adalah

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI DAFTAR ISI PASAL 1 Tujuan... 2 PASAL 2 Definisi... 2 PASAL 3 Keanggotaan Direksi... 2 PASAL 4 Persyaratan... 3 PASAL 5 Masa Jabatan... 4 PASAL 6 Pemberhentian Sementara...

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3587 (Penjelasan Atas Lembaran Negara

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR KEP- 179/BL/2008 TENTANG POKOK-POKOK

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH CILEGON MANDIRI

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL Tbk.

PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL Tbk. PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL Tbk. Untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku, Direksi dan Dewan Komisaris PT Nusantara Pelabuhan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33/POJK.04/2014 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33/POJK.04/2014 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33/POJK.04/2014 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK I. UMUM Emiten atau Perusahaan Publik sebagai badan hukum memiliki

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG 1 PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN BENTUK HUKUM BANK PEMBANGUNAN DAERAH KALIMANTAN SELATAN DARI PERUSAHAAN DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 27 /PBI/2000 TENTANG BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 27 /PBI/2000 TENTANG BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, - 1- PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 27 /PBI/2000 TENTANG BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang mengalami perubahan yang cepat

Lebih terperinci

2016, No Manusia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar sert

2016, No Manusia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar sert BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 KEMENKUMHAM. Perseroan Terbatas. Permohonan. Perubahan. Anggaran Dasar. Penyampaian Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan )

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan ) Piagam Direksi PT Link Net Tbk ( Perseroan ) BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti organ Perseroan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012 PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM BANK PEMBANGUNAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH PT. MAPAN KOTA SUNGAI PENUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAA ESA

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI ACEH TAMIANG. Draf Rancangan QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERSEROAN TERBATAS (PT) REBONG PERMAI

- 1 - BUPATI ACEH TAMIANG. Draf Rancangan QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERSEROAN TERBATAS (PT) REBONG PERMAI - 1 - BUPATI ACEH TAMIANG Draf Rancangan QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERSEROAN TERBATAS (PT) REBONG PERMAI BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

UU No. 8/1995 : Pasar Modal UU No. 8/1995 : Pasar Modal BAB1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1 Afiliasi adalah: hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat a. kedua, baik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

- 2 - Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Nega

- 2 - Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Nega PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/3/PBI/2006 TENTANG PERUBAHAN KEGIATAN USAHA BANK UMUM KONVENSIONAL MENJADI BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DAN PEMBUKAAN KANTOR

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG SEKURITISASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG SEKURITISASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG SEKURITISASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Mengingat : bahwa dengan bertambah meningkatnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perkembangan ekonomi dan perdagangan dunia telah menimbulkan

Lebih terperinci

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /POJK.05/2015 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /POJK.05/2015 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /POJK.05/2015 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk.

SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. Pasal SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. USULAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. Pasal PEMINDAHAN HAK ATAS SAHAM PASAL 10 PEMINDAHAN HAK ATAS SAHAM

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR PT TRIMEGAH SECURITIES TBK

ANGGARAN DASAR PT TRIMEGAH SECURITIES TBK ANGGARAN DASAR PT TRIMEGAH SECURITIES TBK Sesuai Dengan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Trimegah Securities Tbk No. 51 tanggal 27 Mei 2015, yang dibuat dihadapan Fathiah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK Copyright (C) 2000 BPHN PP 28/1999, MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK *36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

Lebih terperinci

PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK

PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK I. KETENTUAN UMUM II. 1. Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:

Lebih terperinci

DRAFT AWAL DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DRAFT AWAL DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR KEP- /BL/2008 TENTANG POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

RANCANGAN PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEROAN TERBATAS

RANCANGAN PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEROAN TERBATAS RANCANGAN PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERSEROAN TERBATAS I. UMUM Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL

KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 50 /POJK.04/2016 TENTANG PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 5 2009 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN STATUS BADAN HUKUM PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH (PD. BPR SYARIAH)

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PERSEROAN TERBATAS BANK PERKREDITAN RAKYAT DELTA ARTHA

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PERSEROAN TERBATAS BANK PERKREDITAN RAKYAT DELTA ARTHA BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PERSEROAN TERBATAS BANK PERKREDITAN RAKYAT DELTA ARTHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.24, 2016 KEUANGAN OJK. BPR. Badan Kredit Desa. Transformasi. Status. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5847) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, FINAL DRAFT 15092011 LEMBARAN DAERAH PROVINSI JA R.AN WA BARAT TAHUN 2013 NOMO PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH BIDANG MINYAK DAN GAS

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR PT BANK CIMB NIAGA NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN

ANGGARAN DASAR PT BANK CIMB NIAGA NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN ANGGARAN DASAR PT BANK CIMB NIAGA ------------------ NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN -------------------- -------------------------------------- PASAL 1 -------------------------------------- 1.1. Perseroan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 2007 (Judul pasal-pasal ditambahkan)

UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 2007 (Judul pasal-pasal ditambahkan) UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 2007 (Judul pasal-pasal ditambahkan) BAB I KETENTUAN UMUM 5 Pasal 1 Ketentuan umum (16 butir) 5 Pasal 2 Tujuan perseroan 6 Pasal 3 Tanggungawab pemegang saham 7 Pasal 4

Lebih terperinci

Usulan Perubahan Anggaran Dasar Bank Permata

Usulan Perubahan Anggaran Dasar Bank Permata Usulan Perubahan Anggaran Dasar Bank Permata No. ANGGARAN DASAR PT BANK PERMATA Tbk USULAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT BANK PERMATA Tbk Peraturan 1. Pasal 6 ayat (4) Surat saham dan surat kolektif saham

Lebih terperinci

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS A. Defenisi Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, di samping karena pertanggungjawabannya

Lebih terperinci

II. PIHAK YANG WAJIB MELALUI PROSES PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN

II. PIHAK YANG WAJIB MELALUI PROSES PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN Yth. Direksi Perusahaan Efek Yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 57 /SEOJK.04/2017 TENTANG

Lebih terperinci