BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori. 1. Tinjauan tentang Perbankan a. Pengertian dan Sumber Hukum Perbankan Indonesia 1) Pengertian Perbankan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori. 1. Tinjauan tentang Perbankan a. Pengertian dan Sumber Hukum Perbankan Indonesia 1) Pengertian Perbankan"

Transkripsi

1 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Peneliti mengkaji beberapa teori tentang perbankan, nasabah, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Bank Gagal untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian hukum ini yang akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Tinjauan tentang Perbankan a. Pengertian dan Sumber Hukum Perbankan Indonesia 1) Pengertian Perbankan Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Undang- Undang Perbankan). Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Dalam arti luas, lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana (lack of funds). Selain itu bank merupakan lembaga keuangan yang memiliki peranan sebagai lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary institution) yakni sebagai lembaga yang melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan (Jamal Wiwoho, 2011: 27). Hukum yang mengatur tentang perbankan disebut hukum perbankan. Hukum perbankan merupakan hukum yang mengatur masalah-masalah perbankan yang berlaku sekarang di Indonesia. Muhammad Djumhana dalam bukunya, melihat Hukum Perbankan

2 15 adalah sebagai kumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga keuangan bank yang meliputi segala aspek, dilihat dari segi esensi, dan eksistensinya, serta hubungannya dengan bidang kehidupan yang lain. Dari rumusan tersebut akan terungkap bahwa pengaturan di bidang perbankan, akan mengangkut di antaranya: a) Dasar-dasar perbankan, yaitu menyangkut asas-asas kegiatan perbankan seperti; norma efisiensi, keefektivan, kesehatan bank, profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan lembaga perbankan serta hubungan hak dan kewajibannya. b) Kedudukan hukum pelaku di bidang perbankan seperti; kaidah-kaidah mengenai pengelolaannya seperti dewan komisaris, direksi, karyawan, maupun pihak yang terafiliasi. Juga mengenai bentuk badan hukum pengelolanya, serta mengenai kepemilikannya. c) Kaidah-kaidah perbankan yang secara khusus yang memperhatikan kepentingan umum seperti kaidah-kaidah yang mencegah persaingan yang tidak wajar, antitrust, perlindungan terhadap konsumen (nasabah), dan lain-lainnya. d) Kaidah-kaidah yang menyangkut struktur organisasi, yang mendukung kebijakan ekonomi dan moneter pemerintah, seperti Dewan Moneter dan Bank Sentral. e) Kaidah-kaidah yang mengarahkan kehidupan perekonomian yang berupa dasar-dasar untuk perwujudan tujuan-tujuan yang hendak dicapai melalui penetapan sanksi, insentif, dan sebagainya. f) Keterkaitan satu sama lainnya dari ketentuan dan kaidah-kaidah hukum tersebut sehingga tidak mungkin berdiri sendiri (Muhammad Djumhana, 2000:2) Hukum Perbankan ini merupakan suatu sistem karena memenuhi syarat sebuah sistem, yaitu suatu kesatuan yang bersifat kompleks, yang terdiri dari bagian-bagian yang berhubungan satu sama lain, dan bagian-bagian tersebut bekerja sama secara aktif untuk

3 16 mencapai tujuan pokok dari kesatuannya (Muhammad Djumhana, 2000:3) 2) Sumber Hukum Perbankan Sumber hukum perbankan adalah tempat ditemukannya ketentuan hukum dan perundang-undangan (tertulis) yang mengatur mengenai perbankan. Sumber hukum perbankan dapat dibedakan atas sumber hukum dalam arti formal dan sumber hukum dalam arti material. Sumber hukum dalam arti formal adalah tempat ditemukannya ketentuan hukum dan perundang-undangan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis (Rachmadi Usman, 2001:4). Sedangkan sumber hukum dalam arti material adalah sumber hukum yang menentukan isu hukum itu sendiri dan itu tergantung dari sudut mana dilakukan peninjauannya, apakah dari sudut pandang ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat, dan lain sebagainya. Seorang ahli perbankan cenderung akan menyatakan bahwa kebutuhankebutuhan terhadap lembaga perbankan dalam suatu masyarakat itulah yang menimbulkan isi hukum yang bersangkutan. Sumber hukum dalam arti material baru diperhatikan jika dianggap perlu untuk diketahui akan asal-usul hukum (Muhammad Djumhana 1993: 14). Ketentuan hukum dan perundang-undangan perbankan yang dimaksud adalah hukum positif, yaitu ketentuan perbankan yang sedang berlaku pada saat ini. Ketentuan yang secara khusus mengatur atau yang berkaitan dengan perbankan tersebut dapat ditemukan dalam: a) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998; b)undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia; c) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar;

4 17 d)burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), terutama ketentuan Buku II dan Buku III mengenai hukum jaminan dan perjanjian; e) Wetboek van Koophandel (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang), terutama ketentuan Buku I mengenai surat-surat berharga; f) Faillissement Verordening (Peraturan Kepailitan) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 yang disahkan menjadi Undang-Undang dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998; g)undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah; h)undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian; i) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing World Trade Organization; j) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; k)undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal; l) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil; m)undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. b. Fungsi, dan Tujuan Perbankan Fungsi dan tujuan Perbankan Indonesia dalam Pasal 3 dan 4 dalam Undang-Undang Perbankan adalah: 1) Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat; 2) Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Pengertian kedua pasal tersebut, jika dihubungkan dengan Penjelasan Umum Undang-Undang Perbankan, adalah bahwa perbankan nasional kita mempunyai ciri khas tersendiri jika dibandingkan dengan perbankan umumnya, yang merupakan karakter perbankan nasional kita.

5 18 Dengan demikian, perbankan nasional kita mempunyai fungsi dan tujuan dalam kehidupan ekonomi nasional bangsa Indonesia: 1) Bank berfungsi sebagai financial intermediary dengan kegiatan usaha pokok menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat atau pemindahan dana masyarakat dari unit surplus kepada unit defisit atau pemindahan uang dari penabung kepada peminjam. 2) Penghimpun dan penyaluran dana masyarakat tersebut bertujuan menunjang sebagian tugas penyelenggaraan negara yaitu: a) Menunjang pembangunan nasional, termasuk pembangunan daerah. Jadi perbankan Indonesia diarahkan untuk menjadi agen pembangunan (agent of development); b) Dalam rangka mewujudkan trilogi pembangunan nasional, yakni: (1)meningkatkan pemerataan kesejahteraan rakyat banyak, bukan kesejahteraan segolongan orang atau perseorangan saja, melainkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali; (2)meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, bukan pertumbuhan ekonomi segolongan orang atau perseorangan, melainkan pertumbuhan ekonomi seluruh rakyat Indonesia, termasuk pertumbuhan ekonomi yang diserasikan; (3)meningkatkan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis; (4) meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat banyak, artinya tujuan yang hendak dicapai oleh perbankan nasional adalah meningkatkan pemerataan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat Indonesia, bukan segolongan orang atau perseorangan saja; c) Dalam menjalankan fungsi tersebut, perbankan Indonesia harus mampu melindungi secara baik apa yang dititipkan masyarakat kepadanya (Penjelasan Umum Angka 3) dengan menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential banking), dengan cara: (1) efisien, sehat, wajar dalam persaingan yang sehat yang semakin mengglobal atau mendunia; dan

6 19 (2) menyalurkan dana masyarakat tersebut ke bidang-bidang yang produktif, bukan konsumtif; d) Peningkatan perlindungan dana masyarakat yang dipercayakan pada bank, selain melalui penerapan prinsip kehati-hatian, juga pemenuhan ketentuan persyaratan kesehatan bank, serta sekaligus berfungsi untuk mencegah terjadinya praktek-praktek yang merugikan kepentingan masyarakat luas (Penjelasan Angka 7). Dengan demikian, fungsi perbankan kita tidak hanya sekedar sebagai wadah penghimpun dan penyalur dana masyarakat atau perantara penabung dan investor, tetapi fungsinya akan diarahkan kepada peningkatan taraf hidup rakyat banyak, agar masyarakat menjadi lebih sejahtera daripada sebelumnya. Oleh karena itu, dalam menjalankan fungsinya, Perbankan Indonesia seharusnya selalu mengacu pada tujuan Perbankan Indonesia tersebut (Rachmadi Usman, 2001:60-62) c. Pengertian Bank Pengertian bank secara otentik telah dirumuskan di dalam Undang- Undang Perbankan 1967 dan Undang-Undang Perbankan. Pasal 1 huruf a Undang-Undang Perbankan menyatakan bahwa yang dimaksud dengan bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Sementara itu, Undang-Undang Perbankan pada Pasal 1 angka 2 mendefinisikan bank sebagai badan usaha yang memnghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Rachmadi Usman, 2001:59) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bank adalah usaha di bidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat, terutama memberikan kredit dan jasa di lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Rumusan mengenai pengertian bank yang lain, dapat

7 20 ditemui dalam kamus istilah hukum Fockema Andreae yang mengatakan bahwa bank adalah suatu lembaga atau orang pribadi yang menjalankan perusahaan dalam menerima dan memberikan uang dari dan kepada pihak ketiga. Berhubungan dengan adanya cek yang hanya dapat diberikan kepada bankir sebagai tertarik, maka bank dalam arti luas adalah orang atau lembaga yang dalam pekerjaannya secara teratur menyediakan uang untuk pihak ketiga. Dari beberapa pengertian di atas dapat dikatakan bahwa pada dasarnya bank adalah badan usaha yang menjalankan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada pihak-pihak yang membutuhkan dalam bentuk kredit dan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Hermansyah, 2008:7-8) d. Jenis-Jenis Bank Jenis-jenis bank berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Perbankan dibagi menjadi 2 (dua) yaitu, bank umum dan bank perkreditan rakyat. Yang dimaksud dengan Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sedangkan yang dimaksud dengan bank perkreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Hermansyah, 2008:21). Bank umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu. Mengkhususkan diri dimaksudkan sebagai melaksanakan kegiatan kegiatan pembiayaan jangka panjang, kegiatan untuk mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha ekonomi lemah/pengusaha kecil, pengembangan ekspor nonmigas, dan pengembangan pembangunan perumahan (Hermansyah, 2008:21).

8 21 e. Bentuk Hukum Bank Bentuk hukum suatu bank haruslah jelas sehingga diperoleh ketegasan tentang kekayaan yang terpisah, pengesahan pendiriannya, dan pengurus yang berwenang mewakili bank. Bentuk hukum bank tergantung pada jenis banknya sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Perbankan. Bentuk hukum suatu bank umum dapat berupa: 1) Perseroan Terbatas, 2) Koperasi, atau 3) Perusahaan Daerah Suatu Bank Perkreditan Rakyat, bentuk hukumnya dapat berupa: 1) Perusahaan Daerah; 2) Koperasi; 3) Perseroan Terbatas; 4) Bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (Rachmadi Usman, 2001:74-75) Sedangkan bentuk hukum dari kantor perwakilan dan kantor cabang bank yang berkedudukan di luar negeri adalah mengikuti bentuk hukum kantor pusatnya. Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa bentuk hukum Bank Perkreditan Rakyat lebih banyak daripada bentuk hukum untuk Bank Umum. Perbedaan yang substansial adalah adanya peluang untuk mendirikan Bank Perkreditan Rakyat dalam bentuk lain. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan wadah bagi penyelenggaraan lembaga perbankan yang lebih kecil dari Bank Perkreditan Rakyat, seperti bank desa, lumbung desa, badan kredit desa, dan lembaga-lembaga lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 Undang-Undang Perbankan. Dalam Pasal 58 Undang-Undang Perbankan ditentukan bahwa, Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung

9 22 Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kreditan Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Badan Karya Produksi Desa (BKPD), dan/atau lembagalembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu diberikan status sebagai Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan Undang-Undang dengan memenuhi persyaratan tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (Hermansyah, 2008:27-28) f. Kegiatan Usaha Bank Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh bank umum menurut ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Perbankan adalah sebagai berikut : 1) Menghimpun dana dari masyarkat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; 2) Memberikan kredit; 3) Menerbitkan surat pengakuan utang; 4) Membeli, menjual, atau menjamin risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya: a) Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud; b) Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan suratsurat dimaksud; c) Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah; d) Sertifikat Bank Indonesia (SBI); e) Obligasi; f) Surat dagangan berjangka waktu hingga satu tahun; g) Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu hingga satu tahun. 5) Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah;

10 23 6) Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya; 7) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antarpihak ketiga; 8) Menyediakan tempat untuk menyediakan barang dan surat berharga; 9) Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak; 10) Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek; 11) Dihapus; 12) Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan wali amanat; 13) Menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; 14) Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Menurut Pasal 7 Undang-Undang Perbankan, bank umum dapat pula melakukan kegiatan usaha sebagai berikut: 1) Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; 2) Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; 3) Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,

11 24 dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; 4) Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku. Berbeda dengan bank umum yang dapat melakukan berbagai kegiatan usaha, bank perkreditan rakyat memiliki kegiatan usaha yang terbatas. Usaha bank perkreditan rakyat hanya meliputi : 1) Menghimpun dana dari masyarakat dalm bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnyayang dipersamakan dengan itu; 2) Memberikan kredit; 3) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; 4) Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain (Hermansyah, 2008:21-24). 2. Tinjauan tentang Nasabah a. Pengertian Nasabah Undang-Undang Perbankan, mengintroduksikan rumusan nasabah dalam Pasal 1 butir 16, yaitu pihak yang menggunakan jasa bank. Rumusan ini kemudian diperinci pada butir berikutnya, sebagai berikut: 1) Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan (Pasal 1 butir 17); 2) Nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan

12 25 itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan (Yusuf Shofie, 2003:41) Dari praktek-praktek perbankan, setidaknya dikenal tiga macam nasabah. Pertama, nasabah deposan, yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada suatu bank, misalnya dalam bentuk deposito atau tabungan lainnya. Kedua, nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit perbankan misalnya kredit usaha kecil, kredit kepemilikan rumah, dan sebagainya. Ketiga, nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank. Misalnya, transaksi antara importir sebagai pembeli dengan eksportir di luar negeri (Yusuf Shofie, 2003:40-41). Adapun yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nasabah penyimpan. b. Hubungan Bank dengan Nasabah Hubungan antara nasabah dan bank terdiri dari 2 (dua) bentuk, yaitu hubungan kontraktual dan hubungan nonkontraktual. 1) Hubungan Kontraktual Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dan nasabah adalah hubungan kontraktual. Hal ini berlaku terhadap semua nasabah. Dalam hal nasabah debitur, hubungan kontraktual tersebut berdasarkan suatu kontrak yang dibuat antara bank sebagai kreditur (pemberi dana) dan pihak debitur (peminjam dana). Hubungan kontrak yang menjadi dasar terhadap hubungan bank dan nasabah debitur bersumber dari ketentuan-ketentuan KUH Perdata tentang kontrak (buku ketiga). Menurut Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berkekuatan sama dengan undangundang bagi kedua belah pihak. Untuk nasabah deposan atau nasabah nondebitur-nondeposan, tidak terdapat ketentuan yang khusus mengatur untuk kontrak jenis ini dalam KUH Perdata. Jadi kontrak-kontrak untuk nasabah seperti itu hanya tunduk pada ketentuan-ketentuan umum KUH Perdata mengenai kontrak.

13 26 Ada 3 (tiga) tingkatan dari pemberlakuan hubungan kontraktual pada hubungan kontraktual pada hubungan antara nasabah penyimpan dana dan pihak bank, yaitu sebagai berikut: a) Sebagai hubungan debitur (bank) dan kreditur (nasabah) ; b) Sebagai hubungan kontraktual lainnya yang lebih luas dari hanya sekadar hubungan debitur-kreditur ; c) Sebagai hubungan implied contract, yaitu hubungan kontrak yang tersirat. Jika pihak nasabah dapat kapan saja menutup dan mengakhiri hubungannya dengan bank bahkan tanpa sepengetahuan bank seperti penarikan uang seluruhnya lewat mesin ATM, tetapi pihak bank tidak dapat begitu saja memutuskan hubungan kontraknya dengan nasabahnya. Karena pada prinsipnya hubungan antara nasabah penyimpan dana dan bank adalah hubungan kontraktual (hubungan kreditur-debitur) (Munir Fuady, 2003: ) 2) Hubungan Nonkontraktual Ada 6 (enam) jenis hubungan hukum antara bank dan nasabah selain dari hubungan kontraktual sebagaimana disebutkan di atas, yaitu: a) Hubungan Fidusia (Fiduciary Relation); b) Hubungan Konfidensial; c) Hubungan Bailor-Bailee; d) Hubungan Principal-Agent; e) Hubungan Mortgagor-Mortgagee; f) Hubungan Trustee-Beneficiary. Akan tetapi, hubungan hukum di Indonesia tidak dengan tegas mengakui hubungan-hubungan tersebut, maka hubungan-hubungan tersebut baru dapat dilaksanakan jika disebutkan dengan tegas dalam kontrak untuk hal tersebut. Atau setidak-tidaknya ada kebiasaan dalam praktek perbankan untuk mengakui eksistensi kedua hubungan tersebut.

14 27 Misalnya dalam hubungan dengan lembaga trust, disamping mesti ada kebijaksanaan bank yang bersangkutan dengan lembaga trust tersebut juga dibutuhkan pengakuan dalam kontrak-kontrak trust seperti yang diinginkan oleh kedua belah pihak. Bila dikaji dari sejarahnya, pada mulanya bank sebagai tempat menyimpan emas atau uang oleh tukang emas. Dengan demikian, sebenarnya fungsi sebuah bank hanya sebagai penerima amanah atau trustee saja dari nasabahnya, bukan sebagai debitur dari nasabahnya. Di samping itu, adanya kewajiban bank untuk menyimpan rahasia bank, yang sebenarnya hal tersebut tidak pernah diperjanjikan sama sekali, juga mengidentifikasi bahwa hubungan antara nasabah dan bank tidak sekadar hubungan kontraktual semata. Ada semacam amanah yang diemban oleh pihak perbankan untuk kepentingan nasabahnya (Munir Fuady, 2003: ) c. Perlindungan Hukum bagi Nasabah Penyimpan Hubungan hukum antara nasabah penyimpan dana dan bank didasarkan atas suatu perjanjian. Untuk itu tentu menjadi sesuatu yang wajar apabila kepentingan dari nasabah yang bersangkutan memperoleh perlindungan hukum, sebagaimana perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada bank. Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah ini, Marulak Pardede mengemukakan bahwa dalam sistem perbankan Indonesia, mengenai perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu: 1) Perlindungan secara implisit (implicit deposit protection), yaitu perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. 2) Perlindungan secara eksplisit (explicit deposit protection), yaitu perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehingga apabila bank mengalami kegagalan,

15 28 lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut (Juanda Mamuaja. 2015: 40-41) Beberapa mekanisme yang dipergunakan dalam rangka perlindungan nasabah bank adalah sebagai berikut: 1) Pembuatan peraturan baru Lewat peraturan baru di bidang perbankan atau merevisi peraturan yang sudah ada merupakan salah satu cara untuk memberikan perlindungan kepada nasabah suatu bank. 2) Pelaksanaan peraturan yang ada Salah satu cara lain untuk memberikan perlindungan kepada nasabah adalah dengan melaksanakan peraturan yang ada di bidang perbankan secara lebih ketat oleh pihak otoritas moneter, khususnya peraturan yang bertujuan melindungi nasabah sehingga dapat dijamin law enforcement yang baik. Peraturan Perbankan tersebut harus ditegaskan secara objektif tanpa melihat siapa direktur, komisaris, atau pemegang saham dari bank yang bersangkutan. 3) Perlindungan nasabah deposan lewat lembaga asuransi deposito Perlindungan nasabah, khususnya nasabah deposan melalui lembaga asuransi deposito yang adil dan predictable dapat membawa hasil yang positif. 4) Memperketat perizinan bank Memperketat pemberian izin untuk suatu pendirian bank baru adalah salah satu cara agar bank tersebut kuat dan qualified sehingga dapat memberikan keamanan bagi nasabahnya. 5) Memperketat pengaturan di bidang kegiatan bank

16 29 Ketentuan-ketentuan yang menyangkut kegiatan bank banyak juga yang secara langsung maupun tidak langsung bertujuan untuk melindungi pihak nasabah. Pengaturan-pengaturan tersebut khususnya yang menyangkut kegiatan di bank, mengatur tentang hal-hal seperti ketentuan mengenai permodalan, ketentuan mengenai manajemen, ketentuan mengenai aktiva produktif, ketentuan mengenai likuiditas, ketentuan mengenai rentabilitas, ketentuan mengenai solvabilitas, dan ketentuan mengenai kesehatan bank. 6) Memperketat pengawasan bank Dalam rangka meminimalkan risiko yang ada dalam bisnis bank, maka pihak otoritas, khususnya Bank Indonesia (juga dalam hal tertentu Menteri Keuangan) harus melakukan tindakan pengawasan dan pembinaan terhadap bank-bank yang ada, baik terhadap bank-bank pemerintah maupun terhadap bank swasta. Sebagai pengawas bank Indonesia tidak dapat mencampuri secara langsung urusan intern dari bank yang diawasinya. Sebab pengendalian bank tersebut tetap menjadi kewenangan pengurus bank tersebut. Karena itu harus jelas batas-batas dari ikut campur tangan Bank Indonesia sehingga tidak mengambil porsi kewenangan dari pengurus bank tersebut (Munir Fuady. 2003: ). 3. Tinjauan tentang Lembaga Penjamin Simpanan a. Sejarah Terbentuknya Lembaga Penjamin Simpanan Industri perbankan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Stabilitas industri perbankan sangat mempengaruhi stabilitas perekonomian secara keseluruhan. Pada tahun 1998, krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia, yang ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank, mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang terjadi dan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat,

17 30 pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat. Blanket guarantee dalam pelaksanaannya memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank maupun masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas lingkupnya tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas. Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pelaksana penjaminan dana masyarakat. Pada tanggal 22 September 2004, Presiden Republik Indonesia mengesahkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, Lembaga Penjamin Simpanan, suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya, dibentuk. Undang-undang ini berlaku efektif sejak tanggal 22 September 2005, dan sejak tanggal tersebut Lembaga Penjamin Simpanan resmi beroperasi. ( diakses tanggal 24 Desember 2015) b. Pengertian dan Tujuan Lembaga Penjamin Simpanan 1) Pengertian Lembaga Penjamin Simpanan Berdasarkan Pasal 1 angka 24 dalam Undang-Undang Perbankan, pengertian Lembaga Penjamin Simpanan diuraikan sebagai

18 31 badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas simpanan Nasabah Penyimpan melalui skim asuransi, dana penyangga, atau skim lainnya. Lembaga Penjamin Simpanan ini merupakan suatu badan hukum, berupa lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Lembaga penjamin Simpanan berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia dan dapat mempunyai kantor perwakilan di wilayah Negara Republik Indonesia. 2) Tujuan Lembaga Penjamin Simpanan Lembaga Penjamin Simpanan dibentuk sebagai upaya untuk tetap mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan. Melihat tujuannya ini maka lembaga ini sangat diperlukan dalam rangka melindungi kepentingan nasabah, serta usaha untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan (Muhammad Djumhana, 2000:137) c. Fungsi, Tugas, dan Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan 1) Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan Lembaga Penjamin Simpanan dapat berfungsi untuk mengatur keamanan dan kesehatan bank secara umum, sebagai pengawas yang memantau neraca, praktik pemberian pinjaman dan strategi investasi dengan maksud untuk melihat tanda-tanda financial distress yang mengarah kepada kebangkrutan bank. Oleh karena itu keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan dalam sistem perbankan menjadi penting guna mencegah kepanikan nasabah dengan jalan meyakinkan nasabah tentang keamanan simpanan meskipun dalam kondisi keuangan yang sedang memburuk. Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan juga memperluas fungsi Lembaga Penjamin Simpanan sehingga tidak terbatas pada penjaminan simpanan nasabah tetapi meliputi fungsi pemeliharaan stabilitas sistem perbankan juga (Dhian Indah Astuti, 2012:75)

19 32 Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan, adalah untuk menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Maksud dan tujuan pendirian Lembaga Penjamin Simpanan pada dasarnya dilakukan sebagai upaya memberikan perlindungan terhadap dua resiko yaitu traditional run terhadap bank dan systemic risk. Dalam menjalankan usaha bank biasanya menyisakan sebagian kecil dari simpanan yang diterima untuk berjaga-jaga apabila ada penarikan dana oleh nasabah. Sementara sebagian besar simpanan dialokasikan untuk pemberian kredit (Dhian Indah Astuti, 2012:75) 2) Tugas Lembaga Penjamin Simpanan Tugas Lembaga Penjamin Simpanan dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan, yaitu: Pasal 5 ayat (1) menyebutkan bahwa: Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, LPS mempunyai tugas: a. merumuskan dan menetapkan kebijaksanaan pelaksanaan penjaminan simpanan; dan b. melaksanaan penjaminan simpanan. Pasal 5 ayat (2) menyebutkan bahwa: Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, LPS mempunyai tugas sebagai berikut: a. merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan; b. merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijaksanaan Bank Gagal (bank resolution) yang tidak berdampak sistemik; dan c. merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijaksanaan Bank Gagal yang berdampak sistemik. Secara garis besar Lembaga Penjamin Simpanan memiliki dua tugas utama yaitu sebagai penjamin dana nasabah penyimpan dan sebagai likuidator bank gagal (Dhian Indah Astuti, 2012:75) 3) Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan

20 33 Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan, yaitu: Pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa: Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, LPS mempunyai wewenang sebagai berikut: a. menetapkan dan memungut premi penjaminan; b. menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta; c. melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS; d. mendapatkan data simpanan nasbah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank; e. melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data sebagaimana dimaksud pada huruf d; f. menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim; g. menunjuk, menguasakan dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan tugas tertentu; h. melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan; dan i. menjatuhkan sanksi administratif. Pasal 6 ayat (2) menyebutkan bahwa: LPS dapat melakukan penyelesaian dan penanganan Bank Gagal dengan kewenangan: a. mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan wewenang RUPS; b. menguasai dan mengelola aset dan kewajiban Bank Gagal yang diselamatkan; c. meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah setiap kontrak yang mengikat Bank Gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga yang merugikan bank; dan d. menjual dan/atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan debitur dan/atau kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur. 4. Tinjauan tentang Bank Gagal Bank Gagal (failing bank) menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan, adalah bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak

21 34 dapat lagi disehatkan oleh LPP sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. Bank seperti ini akan menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat sehingga kelangsungan usahanya tidak dapat dilanjutkan dan berakibat dicabutnya izin usahanya. IDIC has duties to formulate and determine implementation of policies on deposit insurance, to formulate and issue policies so as to actively participate in ensuring the financial system stability, act as a liquidator or nominate a liquidator and also responsible for the rescue of the failing banks. Yang diterjemahkan secara bebas, Lembaga Penjamin Simpanan memiliki tugas merumuskan dan menentukan pelaksanaan kebijakan asuransi deposito, merumuskan dan menerbitkan kebijakan untuk berpartisipasi aktif dalam memastikan stabilitas sistem keuangan, bertindak sebagai likuidator atau mencalonkan likuidator dan juga bertanggung jawab untuk menyelamatkan bank gagal (Kukuh K.Hadiwidjojo, 2004:1). Penyelesaian dan penanganan bank gagal ini dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan sebagai mana diatur dalam Bab V tentang Penyelesaian dan Penanganan Bank Gagal, Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan. Pasal 21 menyebutkan bahwa: a. LPS menerima pemberitahuan dari LPP mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perbankan. b. LPS melakukan penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik setelah LPP atau Komite Koordinasi menyerahkan penyelesaiannya kepada LPS. c. LPS melakukan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik setelah Komite Koordinasi menyerahkan penanganannya kepada LPS. Penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik dilakukan dengan cara melakukan penyelamatan atau tidak melakukan penyelamatan. Keputusan untuk melakukan penyelamatan atau tidak melakukan penyelamatan suatu Bank Gagal ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan didasarkan

22 35 pada perkiraan biaya penyelamatan dan perkiraan biaya tidak melakukan penyelamatan Bank Gagal. Dalam hal Lembaga Penjamin Simpanan memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan bank, Bank Indonesia melakukan pencabutan izin usaha Bank yang bersangkutan setelah memperoleh pemberitahuan dari Lembaga Penjamin Simpanan. Untuk penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik dilakukan dengan melakukan penyelamatan yang mengikutsertakan pemegang saham lama atau tanpa mengikutsertakan pemegang saham lama. Selanjutnya pada Bank Gagal yang dicabut izin usahanya maka bank tersebut selaku badan hukum telah dibubarkan dan pengurusannya dilakukan oleh Tim Likuidasi dengan pengawasan oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Lembaga Penjamin Simpanan akan memberikan pengumuman di kantor bank yang dicabut izin usahanya berupa daftar simpanan dan statusnya (layak bayar atau tidak layak bayar), syarat dan tata cara serta lokasi bank pembayaran. Lembaga Penjamin Simpanan ini akan mengambil alih semua hak dan wewenang dari pemegang saham, termasuk hak dan wewenang dari RUPS dalam rangka proses likuidasi bank yang dicabut izin usahanya. Namun tanggungjawab pemegang saham dalam pemenuhan kewajiban bank sesudah likuidasi tidak beralih kepada Lembaga Penjamin Simpanan. B. Penelitian Yang Relevan Berdasarkan penelusuran yang peneliti lakukan terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini: 1. Penelitian Dhanny Wirawan Aryadi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Penyelesaian Nasabah pada Bank Perkreditan Rakyat dilikuidasi (Studi Kasus PT BPR Tripanca Setiadana). Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana proses penyelesaian simpanan nasabah dan apakah perlindungan hukum bagi nasabah di BPR Tripanca Setiadana Dalam Likuidasi telah sesuai dengan Undang-Undang

23 36 Nomor 24 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor7 Tahun Penelitian Astrid Affrilita Irianti, Fakultas Hukum Universitas Jember, Sistem Penjaminan Simpanan Terhadap Nasabah Penyimpan Pada Bank Gagal. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana mekanisme penjaminan simpanan terhadap nasabah penyimpan dana pada bank gagal, bagaimana bentuk penjaminan simpanan terhadap nasabah penyimpan dana pada bank gagal dan bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan nasabah penyimpan dana pada bank gagal yang nilai simpanannya melebihi batas maksimal penjaminan. 3. Penelitian Ega Ratna Sari, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Analisi Yuridis Perlindungan Nasabah Penyimpan Dana dalam Likuidasi Bank ditinjau dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Rumusan masalah dalam penelitian ini bagaimana perlindungan hukum nasabah penyimpan dana dalam likuidasi bank ditinjau dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan dibandingkan dengan peraturan perlindungan nasabah penyimpan dana sebelumnya dan apa upaya hukum bagi nasabah penyimpan dana dalam likuidasi bank apabila jumlah dana simpanannya melebihi jumlah simpanan yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. 4. Penelitian Sah Tobing Saputra, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Penjamin Simpanan dalam Perlindungannya terhadap Dana Simpanan Nasabah Bank. Rumusan masalah dalam penelitian ini bagaimana bentuk hubungan hukum antara Lembaga Penjamin Simpanan dengan Bank, bagaimana peran dan langkah Lembaga Penjamin Simpanan dalam hal bank tak sanggup membayar dana simpanan nasabah bank dan bagaimana pengaturan mengenai premi penjaminan dan tahap-tahap pembayaran klaim penjaminan.

24 37 C. Kerangka Pemikiran Bank Gagal Lembaga Penjamin Simpanan Tidak Berdampak Sistemik Berdampak Sistemik Penyelamatan Tidak Melakukan Penyelamatan Penanangan dengan Menyertakan Penanganan tanpa Menyertakan Cabut Izin Usaha Pemegang Saham Pemegang Saham Pengajuan Klaim Penjaminan Pembayaran Klaim Penjaminan berdasarkan Putusan Pengadilan Putusan Pengadilan Niaga Nomor 4/Gugatan Lainlain/2011/PN.NiagaJkt.PST jo. Nomor 33/Pailit/2009/ PN.Niaga.Jkt.Pst Putusan MA Nomor 615 K/Pdt.Sus/2011 Gambar 1. Kerangka Pemikiran Keterangan: Kerangka pemikiran diatas mencoba memberikan gambaran mengenai alur berfikir dalam menggambarkan, menelaah, menjabarkan, dan menemukan

25 38 jawaban atas permasalahan hukum tentang pembayaran klaim penjaminan nasabah penyimpan pada bank gagal oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penyelesaian dan penanganan Bank Gagal dilaksanakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Bank Gagal sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu Bank Gagal yang berdampak sistemik dan Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik. Bank Gagal dalam kasus ini masuk dalam kategori Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik dan Lembaga Penjamin Simpanan memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan dan kepada Bank tersebut dan diputuskan untuk mencabut izin usahanya dan kewenangannya beralih kepada Lembaga Penjamin Simpanan. Setelah dicabutnya izin usaha suatu bank dan diumumkannya daftar simpanan dan statusnya (layak bayar atau tidak layak bayar), syarat dan tata cara serta lokasi bank pembayaran maka nasabah penyimpan dana dapat mengajukan klaim penjaminan atas dana simpanannya. Pada kasus yang penulis teliti, penulis ingin mengetahui bagaimana prosedur pembayaran klaim penjaminan dan bagaimana pertimbangan hakim dalam kasus antara Lembaga Penjamin Simpanan melawan Kurator PT. Tripanca Group dan BPR PT. Tripanca Setiadana terkait dengan sengketa pembayaran klaim pembayaran tersebut. Dalam kasus diatas terdapat 2 (dua) putusan pengadilan, yaitu Putusan Pengadilan Niaga Nomor 4/Gugatan Lain-lain/2011/PN.NiagaJkt.Pst jo. Nomor 33/Pailit/2009/ PN.Niaga.Jkt.Pst yang memutus bahwa Lembaga Penjamin telah melakukan perbuatan melawan hukum dan harus melakukan pembayaran klaim penjaminan kepada Kurator PT. Tripanca Group sejumlah Rp ,- (sepuluh miliar dua ratus delapan puluh sembilan juta lima ratus enam puluh sembilan ribu tiga ratus tiga puluh tiga rupiah) ditambah dengan bunga sebesar 6% (enam persen) per-tahun dari hasil uang tersebut kepada Kurator PT. Tripanca Group (Dalam Pailit) untuk dimasukkan ke dalam Boedel Pailit PT. Tripanca Group (Dalam Pailit) yang kemudian dibatalkan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 615 K/Pdt.Sus/2011.

26 39 Dalam putusan Mahkamah Agung tersebut Majelis Hakim Mahkamah Agung memutus untuk menghukum Lembaga Penjamin Simpanan untuk mengembalikan uang simpanan PT. Tripanca Group (Dalam Pailit) sejumlah Rp ,00 (dua miliar rupiah).

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENJAMINAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SESUAI DENGAN UU RI NOMOR 7 TAHUN 2009

BAB III PELAKSANAAN PENJAMINAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SESUAI DENGAN UU RI NOMOR 7 TAHUN 2009 38 BAB III PELAKSANAAN PENJAMINAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SESUAI DENGAN UU RI NOMOR 7 TAHUN 2009 A. Latar Belakang berdirinya Lembaga Penjamin Simpanan Industri perbankan merupakan salah satu komponen

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 96, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4420)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) Dosen: Dr Jamal Wiwoho, dkk 4/9/2012 www.jamalwiwoho.com 1 Sejarah LPS Pada tahun 1998, krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia, yang ditandai dengan dilikuidasinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN 2.1 Likuidasi Bank 2.1.1 Pengertian likuidasi bank Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga Penjamin

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional guna mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK. keuangan (Financial Intermediary) antara debitur dan kreditur

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK. keuangan (Financial Intermediary) antara debitur dan kreditur BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK 2.1. Pengertian dan Fungsi Bank Bank adalah "suatu industri yang bergerak di bidang kepercayaan, yang dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan (Financial

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 02 TAHUN 2006 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR

Lebih terperinci

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN MAKALAH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN MAKALAH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN MAKALAH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN Disusun oleh: Nurul Sukma Putri (25211411) Ona Sendri Imelda Kaseh (25211469) Putri Sari Sigiro (25211670) Restu Nurul Andria (26211004) Rezza

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 31, 1992 (ADMINISTRASI. EKONOMI.

Lebih terperinci

Peran Lembaga Penjamin Simpanan Terhadap Klaim Dana Nasabah Bank Likuidasi

Peran Lembaga Penjamin Simpanan Terhadap Klaim Dana Nasabah Bank Likuidasi Peran Terhadap Klaim Dana Nasabah Bank Likuidasi Yennie Agustin M.R. Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampun Email : yennie.agustin@fh.unila.ac.id Abstrak merupakan penyempurnaan dari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU No. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU No. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN RGS Mitra Page 1 of 14 UNDANG-UNDANG NOMOR NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU No. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM

Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM * Menurut Stuart Verryn, BANK adalah suatu badan yg bertujuan unt memuaskan kebutuhan kredit, baik dg alat-alat pembayaran sendiri atau uang yang diperolehnya dari orang lain maupun dg jalan memperedarkan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 68-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 52, 1999 PERBANKAN. LIKUIDASI. IZIN USAHA. PEMBUBARAN. LEMBAGA KEUANGAN. (Penjelasan dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.12, 2013 EKONOMI. Lembaga. Keuangan. Mikro. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5394) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2009 Ekonomi. Lembaga. Pembiayaan. Ekspor. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bank sebagaimana dirumuskan pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 7 Tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. bank sebagaimana dirumuskan pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 7 Tahun 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Fungsi dan Tujuan Perbankan Indonesia Ketentuan mengenai fungsi perbankan di Indonesia dapat dilihat dalam pengertian bank sebagaimana dirumuskan pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang

Lebih terperinci

JENIS, PERIZINAN, PENDIRIAN DAN KEPEMILIKAN

JENIS, PERIZINAN, PENDIRIAN DAN KEPEMILIKAN JENIS, PERIZINAN, PENDIRIAN DAN KEPEMILIKAN Jenis-Jenis Bank Menurut jenisnya Bank diatur pada Pasal 5 UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang, yang terdiri dari: Bank Umum (Ps.1

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan

Lebih terperinci

7. ASPEK HUKUM LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN ANDRI HELMI M, SE., MM.

7. ASPEK HUKUM LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN ANDRI HELMI M, SE., MM. 7. ASPEK HUKUM LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN ANDRI HELMI M, SE., MM. Pengertian LPS Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan

Lebih terperinci

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I. KETENTUAN UMUM BAB I. KETENTUAN UMUM 1 1 Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

Lebih terperinci

Perlindungan hukum atas dana nasabah pada bank melalui lembaga penjamin simpanan

Perlindungan hukum atas dana nasabah pada bank melalui lembaga penjamin simpanan Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 7 No. 3, Sept.- Des. 2013, ISSN 1978-5186 Perlindungan hukum atas dana nasabah pada bank melalui lembaga penjamin simpanan Rilda Murniati Bagian Hukum Keperdataan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang

Lebih terperinci

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN Nama Kelompok: 1. Suryanto 1110 2. Ananda Catur W. 111023539 3. Nurul Anggraheni 111023535 4. Puji Lestari 1110 5. Yovika Winda H. 111023603 STIE YKPN YOGYAKARTA 2013 1 DAFTAR

Lebih terperinci

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN 39

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN 39 Bank didefinisikan oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atau UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

Lebih terperinci

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 -----------------------NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN ------------------------ --------------------------------------------- Pasal 1 ------------------------------------------- 1. Perseroan Terbatas ini bernama

Lebih terperinci

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T No.578, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LPS. Penyelesaian Bank selain Bank Sistemik. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 17) PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM PARA PIHAK DALAM TRANSAKSI PERBANKAN. A. Pengertian Hukum Perbankan dan Jenis-Jenis Transaksi Perbankan

BAB II ASPEK HUKUM PARA PIHAK DALAM TRANSAKSI PERBANKAN. A. Pengertian Hukum Perbankan dan Jenis-Jenis Transaksi Perbankan BAB II ASPEK HUKUM PARA PIHAK DALAM TRANSAKSI PERBANKAN A. Pengertian Hukum Perbankan dan Jenis-Jenis Transaksi Perbankan Hukum yang mengatur masalah perbankan disebut hukum perbankan (Banking Law) yakni

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN UMUM Industri perbankan merupakan salah satu komponen sangat penting dalam perekonomian nasional demi

Lebih terperinci

Pertemuan 7. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Pertemuan 7. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Pertemuan 7 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SIMPANAN DEPOSITO

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SIMPANAN DEPOSITO BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SIMPANAN DEPOSITO A. Pengertian Deposito Deposito merupakan salah satu tempat bagi nasabah untuk melakukan investasi dalam bentuk surat-surat berharga. Pemilik deposito disebut

Lebih terperinci

NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10 /POJK.03/2016 TENTANG PEMENUHAN KETENTUAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN TRANSFORMASI BADAN KREDIT DESA YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menumbuhkembangkan perekonomian

Lebih terperinci

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.579, 2017 LPS. Program Restrukturisasi Perbankan. Pengelolaan, Penatausahaan, serta Pencatatan Aset dan Kewajiban. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara Republik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 31 Tahun 1992 TLN Nomor 3472, Pasal 4. Aditya Bakti, 2003), hal 86. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 31 Tahun 1992 TLN Nomor 3472, Pasal 4. Aditya Bakti, 2003), hal 86. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sistem perekonomian suatu negara industri perbankan memegang peranan penting sebagai penunjang perekonomian negara tersebut. Di Indonesia industri perbankan mempunyai

Lebih terperinci

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T No.577, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LPS. Penanganan Bank Sistemik. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 16) PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, - 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 3/ 12 /PBI/2001 TENTANG PERSYARATAN DAN TATACARA PELAKSANAAN JAMINAN PEMERINTAH TERHADAP KEWAJIBAN PEMBAYARAN BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.24, 2016 KEUANGAN OJK. BPR. Badan Kredit Desa. Transformasi. Status. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5847) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 16, 1999 BURSA BERJANGKA. PERDAGANGAN. KOMODITI. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. BAPPEBTI. (Penjelasan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 62 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BANK PEMBANGUNAN DAERAH MENTERI DALAM NEGERI,

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 62 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BANK PEMBANGUNAN DAERAH MENTERI DALAM NEGERI, KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 62 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BANK PEMBANGUNAN DAERAH MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dengan telah dengan dikeluarkannya Undang-Undang

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR PT BANK CIMB NIAGA NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN

ANGGARAN DASAR PT BANK CIMB NIAGA NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN ANGGARAN DASAR PT BANK CIMB NIAGA ------------------ NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN -------------------- -------------------------------------- PASAL 1 -------------------------------------- 1.1. Perseroan

Lebih terperinci

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

UU No. 8/1995 : Pasar Modal UU No. 8/1995 : Pasar Modal BAB1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1 Afiliasi adalah: hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat a. kedua, baik

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk kepentingan negara

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 10/Nov/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 10/Nov/2015 PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH DALAM LIKUIDASI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN 1 Oleh: Jeanette Karundeng 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Hukum Perbankan. Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM

PENDAHULUAN. Hukum Perbankan. Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM PENDAHULUAN Hukum Perbankan Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM Ruang Lingkup Hukum Perbankan Dasar Hukum dan Sejarah Perbankan Indonesia Sistem Keuangan dan Perbankan Definisi, Fungsi, dan Prinsip

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN news.okezone.com A. LATAR BELAKANG Pada tahun 1998, krisis finansial di wilayah Asia Tenggara telah diikuti dengan krisis ekonomi dan politik di Indonesia. Saat itu kondisi perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam agenda pembangunan nasional Tahun , secara politis dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam agenda pembangunan nasional Tahun , secara politis dikatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam agenda pembangunan nasional Tahun 2004 2009, secara politis dikatakan bahwa kondisi perbankan dan lembaga keuangan lainya belum mantap. Lemahnya pengaturan dan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT

PEMBAHASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT PEMBAHASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT A. SEJARAH BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) Sejarah terbentuknya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berakar sejak jaman penjajahan Belanda, Perkreditan Rakyat di Indonesia dimulai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Bank

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Bank 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bank Pengertian bank menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 adalah badan usaha

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menumbuhkembangkan perekonomian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA

Lebih terperinci

2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2004

2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2004 GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN BANK & LEMBAGA KEUANGAN 1 VI. BANK UMUM & BANK PERKREDITAN RAKYAT ( B P R ) A. Pengertian Bank Menurut Undang Undang No. 10 Tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

Jenis-jenis Uang dan Contohnya Tugas Pokok Bank Umum IPS. Oleh : Nashra Kautsari IX

Jenis-jenis Uang dan Contohnya Tugas Pokok Bank Umum IPS. Oleh : Nashra Kautsari IX Jenis-jenis Uang dan Contohnya Tugas Pokok Bank Umum IPS Oleh : Nashra Kautsari IX A. Bentuk-Bentuk Uang Disertai Arti Definisi / Pengertian 1. Uang Fiat / Uang Token Uang fiat adalah uang yang nilai nominalnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan

I. PENDAHULUAN. yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu penunjang perekonomian di Indonesia adalah lembaga perbankan (bank) yang memiliki peran besar dalam menjalankan kebijaksanaan perekonomian. Untuk mencapai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA PELAKSANA PENJAMINAN SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA PELAKSANA PENJAMINAN SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA PELAKSANA PENJAMINAN SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA PELAKSANA PENJAMINAN SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA PELAKSANA PENJAMINAN SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA PELAKSANA PENJAMINAN SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

Kamus Pasar Modal Indonesia. Kamus Pasar Modal Indonesia

Kamus Pasar Modal Indonesia. Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal A Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bank Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa pengertian bank telah dikemukakan baik oleh para ahli maupun menurut ketentuan undang-undang,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perbankan

Lebih terperinci

PENJELASAN MATA ACARA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM TAHUNAN DAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM LUAR BIASA ( Rapat ) PT. BANK SINARMAS Tbk.

PENJELASAN MATA ACARA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM TAHUNAN DAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM LUAR BIASA ( Rapat ) PT. BANK SINARMAS Tbk. PENJELASAN MATA ACARA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM TAHUNAN DAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM LUAR BIASA ( Rapat ) PT. BANK SINARMAS Tbk. Penjelasan mata acara Rapat ini diunggah oleh Perseroan pada laman (website)

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Nega

2 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Nega LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.82, 2015 KEUANGAN. OJK. Dana Pensiun. Investasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5692) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/POJK.05/2015

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangungan

Lebih terperinci

Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal;

Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; Kamus Pasar Modal Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2 hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nomor 7 Tahun 2009 (UU LPS) dan mulai beroperasi secara penuh sejak tanggal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nomor 7 Tahun 2009 (UU LPS) dan mulai beroperasi secara penuh sejak tanggal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan LPS dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan tujuan pembangunan nasional

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Fungsi Bank Umum dalam Pemberian Kredit. bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Fungsi Bank Umum dalam Pemberian Kredit. bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Fungsi Bank Umum dalam Pemberian Kredit Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

Lebih terperinci

PENANGANAN BANK GAGAL BERDAMPAK SISTEMIK

PENANGANAN BANK GAGAL BERDAMPAK SISTEMIK PENANGANAN BANK GAGAL BERDAMPAK SISTEMIK ekonomi.akurat.co I. PENDAHULUAN Perbankan memegang peran penting dalam kehidupan saat ini. Berbagai transaksi mulai dari menyimpan uang, mengambil uang, pembayaran

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG BANK PEMBANGUNAN DAERAH KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG BANK PEMBANGUNAN DAERAH KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG BANK PEMBANGUNAN DAERAH KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang : a. b. c. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK Menimbang: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1992/31, TLN 3472]

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1992/31, TLN 3472] UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1992/31, TLN 3472] BAB VIII KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 46 (1) Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 / POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 / POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 / POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN OJK. Bank. Modal. Jaringan Kantor. Kegiatan Usaha. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 18) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini adalah terdapat beberapa jenis bank yang di Indonesia :

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini adalah terdapat beberapa jenis bank yang di Indonesia : 12 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jenis Fungsi dan Peranan Perbankan A. Jenis Bank Berikut ini adalah terdapat beberapa jenis bank yang di Indonesia : 1. Bank Sentral Bank sentral adalah suatu institusi yang

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/9/PBI/2017 TENTANG PENERBITAN DAN TRANSAKSI SURAT BERHARGA KOMERSIAL DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/9/PBI/2017 TENTANG PENERBITAN DAN TRANSAKSI SURAT BERHARGA KOMERSIAL DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/9/PBI/2017 TENTANG PENERBITAN DAN TRANSAKSI SURAT BERHARGA KOMERSIAL DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan

Lebih terperinci