BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak kodrati. HAM dimiliki
|
|
- Ridwan Oesman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak kodrati. HAM dimiliki manusia karena dirinya manusia. HAM menjadi dasar suatu Negara dalam membentuk ketentuan-ketentuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta dalam kehidupan masyarakat. Menurut Harifin A. Tumpa, bahwa negara dalam penciptaan hukum harus tetap berada di dalam batas-batas HAM, juga berlaku bagi pembentuk undang-undang formal. Pembentuk undang-undang formal tidak berarti mempunyai wewenang dan boleh melakukan segalanya, tetapi juga harus memperhatikan HAM, yang dijamin di dalam Undang- Undang Dasar. 1 Salah satu hak yang dilindungi oleh HAM adalah hak privasi. Hak privasi merupakan hak yang fundamental bagi setiap individu manusia untuk bebas beraktivitas dalam ruang lingkup kehidupan pribadinya tanpa campur tangan pemerintah atau orang lain. Layaknya karakter umum atau sifat dari hak asasi manusia yang tidak terbagi, saling berkaitan dan bergantung satu sama lain (indivisible, interrelated and interdependent), hak atas privasi memiliki kaitan erat dengan hak atas kebebasan berbicara. Hak atas privasi dan hak atas kebebasan berbicara merupakan dua hal yang saling 1 Harifin A. Tumpa, Peluang dan Tantangan Eksistensi Pengadilan HAM Di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2010, h
2 2 mendukung. Memberikan perlindungan terhadap hak atas privasi, berarti memberikan perlindungan pula terhadap hak atas kebebasan berbicara. 2 Secara koseptual Warren dan Brandies, memaknai hak privasi sebagai the right to be let alone. 3 The right to be let alone dapat diartikan secara sederhana yaitu hak untuk tidak diusik. Karena hak privasi dimaknai sebagai hak untuk tidak diusik maka manusia dalam ruang lingkup kehidupan pribadinya tidak boleh diusik oleh pihak lain yang berada diluar wilayah kehidupan pribadinya. Dalam kehidupan manusia terdapat 2 ruang aktivitas manusia yaitu ruang publik (public sphere) dan ruang privat (private sphere). Ruang publik merupakan ruang aktivitas manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan ruang privat adalah ruang yang dimiliki masing-masing individu manusia untuk bebas beraktivitas dalam lingkup kehidupan pribadinya tanpa campur tangan pemerintah atau orang lain. Dalam ruang publik, pemerintah mengintervensi hampir segala aktivitas manusia demi terciptanya ketertiban dan keamanan. Oleh karena itu hak privasi menjadi penting, karena hanya hak ini saja yang tersisa yang dimiliki manusia untuk dapat leluasa dan bebas dalam ruang lingkup pribadinya secara aman dan nyaman tanpa ada intervensi dari pemerintah atau orang lain. Hak privasi ini dijamin dalam pasal 32 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan selanjutnya disingkat UU No Eoin Carolan, Hilary Delany, The Right to Privacy: A Doctrinal and Comparative Analysis, Thompson Round Hall, England, 2008, h Warren D Samuel, Brandeis D Louis, The Right of Privacy, The Harvard Law Review Association,1890, h. 4/195.
3 3 Tahun 1999, yang menyatakan Kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan surat-menyurat termasuk hubungan komunikasi sarana elektronika tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. Hal ini juga secara spesifik dijamin dalam Article 12 UDHR (Universal Declaration of Human Right) yang berbunyi, No one shall be subjected to arbitrary interference with his privacy, family, home or correspondence, nor to attacks upon his honour and reputation. Everyone has the right to the protection of the law against such interference or attacks. Kemudian Article 17 ICCPR (International Covenant on Civil and Political Right) yang berbunyi, No one shall be subjected to arbitrary or unlawful interference with his privacy, family, home or correspondence, nor to unlawful attacks on his honour and reputation. Dewasa ini, dikaitkan dengan kebijakan penegakan hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, eksistensi hak privasi di Indonesia menghadapi tantangan serius berupa otorisasi kewenangan untuk melakukan penyadapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, yang selanjutnya di singkat KPK. Sesuai Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan selanjutnya disingkat UU No. 30 Tahun 2002 (UU KPK). Kewenangan KPK dalam melakukan penyadapan diatur pada ketentuan pasal 12 huruf (a) yang menyatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan. UU No. 30 Tahun 2002 tidak memberikan definisi mengenai penyadapan. Definisi penyadapan terdapat dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik, selanjutnya disingkat
4 4 UU ITE. Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU ITE menyatakan bahwa intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi. Kemudian Peraturan Menkominfo (Menteri Komunikasi dan Informasi) Nomor 11/PER/M.KOMINFO/02/2006 yang mendefinisikan bahwa Penyadapan Informasi adalah mendengarkan, mencatat, atau merekam suatu pembicaraan yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum dengan memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi tanpa sepengetahuan orang yang melakukan pembicaraan atau komunikasi tersebut. Dalam pengertian demikian, penyadapan merupakan tindakan yang langsung berhadapan dengan perlindungan hak privasi individu, karena hak privasi memberikan perlindungan terhadap kebebasan berbicara terutama dalam hubungan komunikasi pribadi. 4 Kewenangan dalam melakukan penyadapan menjadi tantangan serius bagi hak privasi karena kewenangan KPK dalam melakukan penyadapan tidak memiliki prosedur serta pembatasan-pembatasan yang jelas. UU No 30 Tahun 2002 tidak mengatur secara eksplisit prosedur penyadapan yang dilakukan KPK. Sehingga kewenangan untuk melakukan penyadapan sebagai tindakan yang mengintervensi kehidupan pribadi manusia dalam hubungan 4 EddyonoSupriyadi Widodo, Napitupulu Erasmus A. T, Komentar Atas Pengaturan Penyadapan Dalam Rancangan KUHAP, Seri 4, ICJR Indonesia, Jakarta, 2013, h. 5.
5 5 komunikasi pribadi. Memberikan peluang yang luas dan bebas bagi KPK untuk mengusik ruang kehidupan pribadi manusia karena tidak ada ketentuan yang mengatur prosedur serta pembatasan terhadap pelaksanaan kewenangan untuk melakukan penyadapan oleh KPK tersebut. Menurut Bagir Manan, penyadapan tanpa prosedur yang ketat berpotensi melanggar hak asasi manusia. 5 Prosedur yang harus dipenuhi adalah Izin pengadilan yang merupakan bagian dari prosedur yang penting dalam penyadapan. Izin pengadilan menjadi penting karena sebagai kontrol serta pengawasan terhadap penyadapan. Tidak memadainya pengaturan penyadapan dalam UU No 30 Tahun 2002 berpotensi membahayakan perlindungan hak privasi. Oleh karena itu, semua upaya paksa dalam proses hukum yang dapat mempengaruhi HAM secara umum, dan hak privasi secara khusus, harus dibatasi secara ketat. Hal ini sejalan dengan pendapat pemohon dalam putusan MK No. 006/PUU-I/2003 yang menyatakan bahwa, tanpa ada pembatasan, kriteria dan kualifikasi tentang kapan dimulainya, terhadap siapa saja, dan kaitan perkara apa saja. Serta bagaimana jaminan kerahasiaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap hasil pembicaraan yang disadap dan direkam. Telah sangat mengganggu rasa aman, perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda dari setiap anggota masyarakat. Karena setiap waktu terancam oleh perbuatan penyadapan dan merekam pembicaraan yang 5 Ya cob Billiocta, Mantaan penyidik KPK ternyata bongkar cara penyadapan ke DPR, Merdeka.com, 23 November 2012, dikunjungi pada tanggal 15 Juli 2015 pukul
6 6 dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tanpa proteksi dan pembatasan yang jelas dari UU KPTPK itu sendiri. 6 Dari putusan tersebut MK juga berpendapat bahwa untuk mencegah kemungkinan penyalahgunaan kewenangan untuk penyadapan dan perekaman, perlu ditetapkan perangkat peraturan yang mengatur syarat dan tata cara penyadapan dan perekaman yang dimaksud. 7 Dalam konteks demikian maka penulis akan membahas mengenai keabsahan kewenangan penyadapan tanpa izin pengadilan oleh KPK dikaitkan dengan hak privasi. Terhadap isu tersebut penulis berargumen bahwa kewenangan untuk melakukan penyadapan oleh KPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi yang diatur dalam ketentuan pasal 12 huruf (a) Undang-Undang No 30 Tahun 2002 bertentangan/melanggar hak privasi. Pembatasan terhadap HAM, dalam hal ini hak privasi, hanya dapat diberikan untuk alasan subtantif yang sangat kuat, sementara kewenangan penyadapan yang dimiliki KPK tidak memenuhi kualifikasi tersebut. B. Rumusan Masalah Sesuai dengan penjelasan latar belakang masalah diatas maka isu hukum/rumusan masalah penelitian ini adalah : Apakah kewenangan penyadapan tanpa izin pengadilan oleh KPK dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi bertentangan/melanggar hak privasi? 6 Sinopsis-iktisar Putusan Mahkamah Konstitusi , h Putusan MK No /PUU-IV/2006
7 7 C. Tujuan Sesuai dengan rumusan masalah di atas, posisi penulis adalah tidak setuju dengan kewenangan penyadapan KPK karena melanggar hak privasi. Alasan atau argumen penulis adalah, sebagaimana dijelaskan di atas, untuk pembatasan HAM, termasuk hak privasi, diperlukan alasan subtantif yang kuat. Kewenangan penyadapan KPK untuk penegakan UU Tipikor tidak memenuhi syarat tersebut. Terkait dengan itu maka selanjutnya argumen penulis akan di break down menjadi tujuan penelitian sebagai berikut : 1. Menjelaskan ruang lingkup perlindungan hak privasi sebagai HAM. 2. Menjelaskan bahwa penyadapan tanpa izin pengadilan bertentangan/melanggar hak privasi sebagai HAM. D. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : Diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya perlindungan HAM, menjadi pedoman dalam penegakan hukum dalam pemberantasan pidana korupsi di Indonesia dan sebagai sumber informasi, bahan referensi bagi pemerintah, akademisi, praktisi hukum dan masyarakat. Kemudian untuk menemukan eksistensi hak privasi terhadap otorisasi kewenangan untuk melakukan penyadapan oleh KPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.
8 8 E. Metode Penelitian Untuk melakukan penelitian yang baik dan terarah, maka penulis akan menggunakan metode penelitian untuk mendapatkan informasi yang tepat dari berbagai aspek dan sumber mengenai permasalahan yang hendak dijawab. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum. Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 8 Di dalam penelitian terdapat beberapa pendekatan-pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabanya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan ini dilakukan untuk mempelajari dan memahami mengenai kandungan normatif yang ada dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidaa Korupsi, yaitu penyadapan. Pendekatan komparatif (comparaative approach), pendekatan ini dilakukan untuk membandingkan pengaturan hukum di Indonesia dengan di negara-negara lain yang berkaitan dengan otorisasi kewenangan untuk melakukan penyadapan. Pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan ini 2006, h Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
9 9 dilakukan untuk mempelajari tentang keabsahan penyadapan tanpa izin pengadilan oleh KPK dari pandangan para sarjana dan doktrin hukum. Pendekatan-pendekatan di atas oleh penulis digunakan untuk memberikan pemahaman yang tepat mengenai keabsahan penyadapan tanpa izin pengadilan, kajian terhadap Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dikaitkan dengan Hak Privasi. F. Sistematika Penulisan Penulisan ini dibagi secara sistematis dalam 3 subtansi utama, yaitu pendahuluan, pembahasan dan penutup. Bab I Pendahuluan Dalam bab ini berisi orientasi tentang penelitian yang akan dilakukan meliputi: hakikat permasalahan, existing knowledge, serta tesis/argumentasi yangakan dipertahankan oleh penulis. Uraian tentang ketiga hal tersebut dituangkan menjadi: 1) Latar Belakang. 2) Rumusan Masalah. 3) Tujuan Penelitian. 4) Manfaat Penelitian 5) Metode Penelitian. 6) Sistematikan Penulisan
10 10 Bab II Ruang Lingkup Perlindungan Hak Privasi Bab ini berisi orientasi tentang ruang lingkup perlindungan hak privasi yang akan meliputi: 1) Pengertian hak privasi. 2) Ruang lingkup hak privasi. 3) Hak privasi sebagai HAM. Bab III Keabsahan Penyadapan Tanpa Izin Pengadilan Bab ini berisi orientasi tentang kewenangan penyadapan tanpa izin pengadilan oleh KPK yang meliputi: 1) Gambaran Umum Tentang Penyadapan Untuk Proses Hukum 2) Kewenangan Penyadapan oleh KPK Dalam UU No 30 Tahun ) Efektifitas Penyadapan 4) Pentingnya Prosedur Serta Pembatasan Dalam Penyadapan. 5) Fungsi dan Tujuan Izin Pengadilan Dalam Penyadapan 6) Keabsahan Penyadapan oleh KPK Bab IV Penutup Bab ini berisi orientasi tentang pernyataan tentang kesimpulan (jawabanatas permasalahan) dansaran.
BAB I PENDAHULUAN. Menurut penjelasan Pasal 31 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut penjelasan Pasal 31 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan Intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan
Lebih terperinciBAB III INTERSEPSI DALAM KONSTRUKSI HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. INTERSEPSI DALAM RUMUSAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA
BAB III INTERSEPSI DALAM KONSTRUKSI HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. INTERSEPSI DALAM RUMUSAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, tidak banyak dari regulasi tersebut
Lebih terperinciPenyadapan Intelijen dan Penyadapan di Indonesia: Catatan Ringkas
Penyadapan Intelijen dan Penyadapan di Indonesia: Catatan Ringkas Oleh: Wahyudi Djafar 1... intelligence is not an isolated activity. It is an integral part of government. It reflects the character of
Lebih terperinciMendamaikan Pengaturan Hukum Penyadapan di Indonesia
Mendamaikan Pengaturan Hukum Penyadapan di Indonesia Oleh : Erasmus A. T. Napitupulu Institute for Criminal Justice Reform Pengantar Penyadapan merupakan alat yang sangat efektif dalam
Lebih terperinciWahyu Wagiman, S.H., Zainal Abidin, S.H., Andi Muttaqien, S.H., Totok Yuliyanto, S.H., Adam M. Pantouw, S.H., Adiani Viviana, S.H.
Jakarta, 21 Desember 2010 Kepada, YTH. Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi RI Cq. Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di Jl. Medan Merdeka Barat No 6, Jakarta Perihal: Kesimpulan Para Pemohon Dalam
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5952 KOMUNIKASI. INFORMASI. Transaksi. Elektronik. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciKONSTITUSIONALITAS PENYADAPAN (INTERCEPTION)
45 KONSTITUSIONALITAS PENYADAPAN (INTERCEPTION) DENGAN PERATURAN PEMERINTAH DARI SUDUT PANDANG PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA (ANALISA PUTUSAN MK NO. 5/PUU-VIII/2010) Oleh: Hj. Nur Alam Abdullah, SH.,
Lebih terperinciBAB II ASPEK HUKUM TENTANG PENYADAPAN SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERADILAN KASUS KORUPSI
BAB II ASPEK HUKUM TENTANG PENYADAPAN SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERADILAN KASUS KORUPSI A. Aspek Hukum Tindakan Penyadapan Tindak Pidana korupsi saat ini merupakan salah satu kejahatan yang menjadi sorotan
Lebih terperinciSurat surat yang dapat diperiksa Surat yang dicurigai mempunyai hubungan dengan perkara pidana yang sedang diperiksa
E. Pemeriksaan Surat Definisi Yang dimaksud dengan surat ialah segala sesuatu yang memuat tanda tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan pikiran seseorang dan digunakan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah I. PEMOHON Drs. Setya Novanto,. selanjutnya disebut Pemohon Kuasa Hukum: Muhammad Ainul Syamsu,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinci2016, No Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi tentang Audit Penyadapan Informasi yang Sah (Lawful Interception) pada Komisi Pemberantasan Ko
No. 588, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KPK. Penyadapan yang Sah. Audit. PERATURAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG AUDIT PENYADAPAN INFORMASI YANG SAH
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciPerihal: Permohonan Pengujian Pasal 31 ayat (4) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Perihal: Permohonan Pengujian Pasal 31 ayat (4) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Kepada Yang Terhormat, Ketua Mahkamah Konstitusi RI Di Jakarta Perkenankan kami: 1. Anggara
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana
Lebih terperinciPerihal: Permohonan Pengujian Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Perihal: Permohonan Pengujian Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Kepada Yang Terhormat, Ketua Mahkamah Konstitusi RI Di Jakarta Perkenankan kami: 1. Anggara
Lebih terperinciPENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4.1 Kewenangan KPK Segala kewenangan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Lebih terperinciAttribution-NonCommercial-ShareAlike 3.0 Unported (CC BY-NC-SA 3.0)
Editor Anggara Dipersiapkan dan disusun oleh Supriyadi W. Eddyono, S.H. Senior Researcher Associate Institute for Criminal Justice Reform supriyadi@icjr.or.id Wahyudi Djafar, S.H. Researcher Associate
Lebih terperinciAttribution-NonCommercial-ShareAlike 3.0 Unported (CC BY-NC-SA 3.0)
Editor Anggara Dipersiapkan dan disusun oleh Supriyadi W. Eddyono, S.H. Senior Researcher Associate Institute for Criminal Justice Reform supriyadi@icjr.or.id Wahyudi Djafar, S.H. Researcher Associate
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008
SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis Yuridis Putusan Hakim Praperadilan Mengenai Penetapan Status Tersangka Menurut Pasal 77 Kuhap Jo Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-VIII/2014 tentang Perluasan
Lebih terperinciRESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006
RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006 I. PARA PEMOHON Prof. DR. Nazaruddin Sjamsuddin sebagai Ketua KPU PEMOHON I Prof. DR. Ramlan Surbakti, M.A., sebagai Wakil Ketua
Lebih terperinciMemutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin
Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya
Lebih terperinciRESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 006/PUU-I/2003
RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 006/PUU-I/2003 I. PEMOHON - Para Anggota KPKPN (Pemohon I) - Ir. H. Muchyat, H. Paiman Manansastro, Ph.D dkk (Pemohon II) KUASA HUKUM Amir Syamsuddin, SH., MH. Dkk II. PENGUJIAN
Lebih terperinciTANGGAPAN DAN MASUKAN ELSAM TERHADAP RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PERLINDUNGAN DATA PRIBADI DALAM SISTEM ELEKTRONIK
TANGGAPAN DAN MASUKAN ELSAM TERHADAP RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PERLINDUNGAN DATA PRIBADI DALAM SISTEM ELEKTRONIK Diajukan kepada: Kementerian Komunikasi dan Informatika
Lebih terperinciPUTUSAN Nomor 5/PUU-VIII/2010 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
PUTUSAN Nomor 5/PUU-VIII/2010 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XIV/2016 Frasa dapat merugikan keuangan negara dan Frasa atau orang lain atau suatu korporasi Sebagai Ketentuan Menjatuhkan Hukuman Pidana Bagi Tindak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Internet berkembang demikian pesat sebagai kultur masyarakat modern, dikatakan sebagai kultur karena melalui internet berbagai aktifitas masyarakat cyber seperti
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perubahan hukum baru. Perkembangan teknologi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah
Lebih terperinciRISALAH SIDANG PERKARA NO. 012/PUU-IV/2006
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NO. 012/PUU-IV/2006 PERIHAL PENGUJIAN UU NO. 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI (KPTPK)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zaman sekarang korupsi sudah menjadi hal yang biasa untuk diperbincangkan. Korupsi bukan lagi menjadi suatu hal yang dianggap tabu untuk dilakukan bahkan tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau tanpa memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyadapan termasuk salah satu kegiatan untuk mencuri dengar dengan atau tanpa memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi yang dilakukan untuk
Lebih terperinciMatriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK
Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Materi yang Diatur KUHAP RUU KUHAP Undang TPK Undang KPK Catatan Penyelidikan Pasal 1 angka 5, - Pasal 43 ayat (2), Komisi Dalam RUU KUHAP, Penyelidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu unsur penegak hukum yang diberi tugas dan wewenang melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai Pasal 30 ayat 1(d)
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka I. PEMOHON Setya Novanto Kuasa Hukum: DR. Fredrich Yunadi, S.H., LL.M, Yudha Pandu, S.H.,
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015
PENYADAPAN OLEH KPK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UU NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI 1 Oleh : Rizky O. U. Gultom 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN
PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN Oleh : I Gusti Ngurah Ketut Triadi Yuliardana I Made Walesa Putra Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hak asasi manusia (selanjutnya disingkat HAM) yang utama adalah hak atas kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar
Lebih terperinciBAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam
BAB V ANALISIS A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam Perkara No. 97/PID.PRAP/PN.JKT.SEL Setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, maka penetapan
Lebih terperinciPUTUSAN NOMOR 40/PUU-IX/2011 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
1 F PUTUSAN NOMOR 40/PUU-IX/2011 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan lembaga yang menangani kasus tindak pidana korupsi di Indonesia maupun di Negara-negara lain. Pemberantasan
Lebih terperinciTINJAUAN KEWENANGAN PENYADAPAN OLEH KPK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA. Oleh : Dr. Sudiman Sidabukke, SH., CN., M.Hum.
1 TINJAUAN KEWENANGAN PENYADAPAN OLEH KPK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Oleh : Dr. Sudiman Sidabukke, SH., CN., M.Hum. Abstrak Kewenangan penyadapan KPK oleh sebagian pihak dinyatakan sebagai sebuah
Lebih terperinciRESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006
RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006 I. PEMOHON : MAYOR JENDERAL (PURN) H. SUWARNA ABDUL FATAH bertindak selaku perorangan atas
Lebih terperinciMENJAWAB GUGATAN TERHADAP KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH: Rudy Satriyo Mukantardjo (staf pengajar hukum pidana FHUI) 1
MENJAWAB GUGATAN TERHADAP KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH: Rudy Satriyo Mukantardjo (staf pengajar hukum pidana FHUI) 1 1 Tulisan disampaikan dalam acara Forum Expert Meeting
Lebih terperinciPerkara Nomor 47/PUU-XV/2017 Denny Indrayana
KETERANGAN AHLI Perkara Nomor 47/PUU-XV/2017 Denny Indrayana denny.indrayana@unimelb.edu.au Keterangan Ahli Perkara Nomor 47/PUU-XV/2017 Pertama, izinkan Kami menyampaikan terima kasih atas kesempatan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan I. PEMOHON - Drs. Rusli Sibua, M.Si. ------------------------------- selanjutnya disebut Pemohon. Kuasa Hukum: -
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat bermacam-macam definisi Hukum, menurut P.Moedikdo arti Hukum dapat ditunjukkan pada cara-cara
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang
III. METODE PENELITIAN Penelitian Hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsipprinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 30 A. Pendekatan Masalah
Lebih terperinciBab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media
Bab IV Penutup A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media Keberadaan Pasal 28 dan Pasal 28F UUD 1945 tidak dapat dilepaskan dari peristiwa diratifikasinya Universal Declaration of Human Rights (UDHR) 108
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan I. PEMOHON 1. Damian Agatha Yuvens 2. Rangga Sujud Widigda 3. Anbar Jayadi 4. Luthfi Sahputra 5. Ryand, selanjutnya disebut Para Pemohon.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keberadaan negara tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Menurut Mac Iver, negara
BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG MASALAH Keberadaan negara tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Menurut Mac Iver, negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan ketertiban masyarakat dalam suatu wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang
BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang mengaturnya, karena hukum merupakan seperangkat aturan yang mengatur dan membatasi kehidupan manusia.
Lebih terperinciNomor 005/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 29 Maret 2006
RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 005/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 29 Maret 2006 I. PARA PIHAK YANG TERKAIT DALAM POKOK PERKARA PEMOHON : Prof Dr. Paulus Effendi Lotulung, SH dkk KUASA HUKUM : Prof. Dr. Indrianto
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL I. UMUM Pasal 24B Undang-Undang Dasar Negara Republik
Lebih terperinciMemastikan perlindungan hak atas privasi di era digital
Memastikan perlindungan hak atas privasi di era digital Oleh: Wahyudi Djafar (Peneliti ELSAM) t. wahyudidjafar weblog: http://wahyudidjafar.web.id/ Pengertian hak atas privasi Warren dan Brandeis Right
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK I. PEMOHON 1. Achmad Saifudin Firdaus, SH., (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Bayu Segara, SH., (selanjutnya disebut
Lebih terperinciRISALAH SIDANG PERKARA NO. 012/PUU-IV/2006 PERIHAL PENGUJIAN UU NO. 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP UUD 1945
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NO. 012/PUU-IV/2006 PERIHAL PENGUJIAN UU NO. 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA. elektronik yang bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan
II.TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penyadapan dan Telepon 1. Pengertian penyadapan Penyadapan atau intersepsi adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan atau mencatat
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi I. PEMOHON Pungki Harmoko II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 155)
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 155) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA : 33/PUU-X/2012
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 33/PUU-X/2012 Tentang Pembatasan Kekuasaan dan Kewenangan Kepolisian Republik Indonesia I. PEMOHON Erik.. selanjutnya disebut sebagai Pemohon. II. POKOK
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INFORMASI PRIBADI TERKAIT PRIVACY RIGHT
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INFORMASI PRIBADI TERKAIT PRIVACY RIGHT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Oleh : Ni Gusti Ayu Putu Nitayanti Ni Made Ari
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017 Ketidakjelasan Rumusan Frasa antar golongan I. PEMOHON Habiburokhman, SH.,MH; Kuasa Hukum: M. Said Bakhri S.Sos.,S.H.,M.H., Agustiar, S.H., dkk, Advokat
Lebih terperinciKUASA HUKUM Adardam Achyar, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Agustus 2014.
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 77/PUU-XII/2014 Kewenangan Penyidikan, Penuntutan dan Penyitaan Harta Kekayaan dari Tindak Pidana Pencucian Uang I. PEMOHON Dr. M. Akil Mochtar, S.H., M.H.
Lebih terperinciKebebasan Beragama dan Berkeyakinan
Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Oleh Rumadi Peneliti Senior the WAHID Institute Disampaikan dalam Kursus HAM untuk Pengacara Angkatan XVII, oleh ELSAM ; Kelas Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan,
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang I. PEMOHON Mardhani Zuhri Kuasa Hukum Neil Sadek, S.H.dkk., berdasarkan
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA EKSISTENSI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN UNDANGAN DI INDONESIA MATERI DISAMPAIKAN OLEH: HAKIM KONSTITUSI MARIA FARIDA
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XV/2017
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XV/2017 Wilayah Jabatan Notaris I. PEMOHON Donaldy Christian Langgar II. OBJEK PERMOHONAN Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut paham nomokrasi bahkan semenjak negara Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Paham nomokrasi adalah sebuah paham yang menempatkan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali I. PEMOHON Abd. Rahman C. DG Tompo Kuasa Hukum DR. Saharuddin Daming. SH.MH., berdasarkan surat kuasa khusus
Lebih terperinciBAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2)
BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2) B. Lembaga/Pihak Dalam Penegakan Hukum Lembaga atau pihak apa saja yang terkait dengan upaya penegakan hukum? dan apa tugas dan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciSALAH PERSEPSI SOAL KORUPSI
SALAH PERSEPSI SOAL KORUPSI Oleh: ANATOMI MULIAWAN Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Pemberantasan korupsi merupakan isu yang sedang hangat di Indonesia. Rasanya semua media
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK I. PEMOHON 1. DR. Busyro Muqoddas 2. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia 3. Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI)
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK [LN 2008/58, TLN 4843]
UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK [LN 2008/58, TLN 4843] BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 45 (1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kedaulatan, keutuhan, dan keselamatan
Lebih terperinciINDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013
LAMPIRAN PASAL-PASAL RUU KUHAP PELUMPUH KPK Pasal 3 Pasal 44 Bagian Kedua Penahanan Pasal 58 (1) Ruang lingkup berlakunya Undang-Undang ini adalah untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan
Lebih terperinciHak Asasi Manusia. Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK
Hak Asasi Manusia Modul ke: Pada Modul ini kita akan membahas tentang pengertian, tujuan, perkembangan pemikiran, permasalahan penegakan dan lembaga penegak hak asasi manusia neg Fakultas DESAIN SENI KREATIF
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fakta hukum dalam suatu perkara tindak pidana adalah bagian proses penegakan hukum pidana yang tidak dapat diketegorikan mudah dan sederhana. Para penegak hukum
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan I. PEMOHON Raja Bonaran Situmeang Kuasa Hukum Dr. Teguh Samudera, SH., MH.,
Lebih terperinciBAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA A. KONDISI UMUM Penghormatan, Pengakuan, dan Penegakan atas Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) di dalam tahun 2005 mencatat
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 111/PUU-XIV/2016 Pengenaan Pidana Bagi PNS Yang Sengaja Memalsu Buku-Buku atau Daftar-Daftar Untuk Pemeriksaan Administrasi I. PEMOHON dr. Sterren Silas Samberi. II.
Lebih terperinciLex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017
PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA 1 Oleh: Abenwin S. Tatangindatu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penipuan merupakan salah satu tindak pidana terhadap harta benda yang sering terjadi dalam masyarakat. Modus yang digunakan dalam tindak pidana
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 Ambang Batas Pencalonan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Presidential Threshold) I. PEMOHON Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc dan Ir.
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan I. PEMOHON Barisan Advokat Bersatu (BARADATU) yang didirikan berdasarkan
Lebih terperinciII. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 65/PUU-XIII/2015 Kepastian Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Kewajiban Pelaku Usaha Atas Informasi Badan Hukum Secara Lengkap I. PEMOHON 1. Capt. Samuel
Lebih terperinciII. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 65/PUU-XIII/2015 Kepastian Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Kewajiban Pelaku Usaha Atas Informasi Badan Hukum Secara Lengkap I. PEMOHON 1. Capt. Samuel Bonaparte,
Lebih terperinciPernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI
Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI Hakim Cepi Iskandar, pada Jumat 29 Oktober 2017 lalu menjatuhkan putusan yang mengabulkan permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Setya Novanto,
Lebih terperinciKEBERLAKUAN NORMATIF KETENTUAN PIDANA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK. Oleh:
KEBERLAKUAN NORMATIF KETENTUAN PIDANA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK Oleh: Hernawan, Mihwar Anshari Fakultas Hukum Universitas Airlangga E-mail: nawan.djp@gmail.com, erwan.khan@gmail.com
Lebih terperinciINTELIJEN NEGARA DALAM NEGARA HUKUM YANG DEMOKRATIS 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2
INTELIJEN NEGARA DALAM NEGARA HUKUM YANG DEMOKRATIS 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Intelijen negara diperlukan sebagai perangkat deteksi dini adanya ancaman terhadap keamanan nasional, tidak saja ancaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang
Lebih terperinci5. Kosmas Mus Guntur, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon V; 7. Elfriddus Petrus Muga, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon VII;
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XVI/2018 Ketentuan Pemanggilan Paksa oleh DPR, Frasa merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR dan Pemanggilan Anggota DPR Yang Didasarkan Pada Persetujuan Tertulis
Lebih terperinciRevisi UU KPK Antara Melemahkan Dan Memperkuat Kinerja KPK Oleh : Ahmad Jazuli *
Revisi UU KPK Antara Melemahkan Dan Memperkuat Kinerja KPK Oleh : Ahmad Jazuli * Naskah diterima: 18 Februari 2016; disetujui: 10 Maret 2016 Karakteristik korupsi di Indonesia teramat kompleks dan mengakar
Lebih terperinci