BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bangun dan perekayasaan industri. Industri kecil adalah jenis usaha mikro dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bangun dan perekayasaan industri. Industri kecil adalah jenis usaha mikro dengan"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Kecil Industri didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaanya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Industri kecil adalah jenis usaha mikro dengan modal dasar dibawah 500 juta, dan menggunakan peralatan yang sederhana untuk proses produksinya (Peraturan Presiden No 28 Tahun 2008). Ada dua definisi industri kecil yang dikenal di Indonesia. Pertama, definisi industri kecil menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp 1 milyar dan memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, paling banyak Rp 200 juta (Sudisman & Sari, 1996). Kedua, menurut kategori Biro Pusat Statistik (BPS), usaha kecil identik dengan industri kecil dan industri rumah tangga. BPS mengklasifikasikan industri berdasarkan jumlah pekerjanya, yaitu: (1) industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang; (2) industri kecil dengan pekerja 5-19 orang; (3) industri menengah dengan pekerja orang; (4) industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih (BPS, 1999).

2 2.2 Industri Mebel Kayu Pengertian Industri Meubel Kayu Meubel kayu adalah istilah yang digunakan untuk perabot rumah tangga yang berfungsi sebagai tempat penyimpan barang, tempat duduk, tempat tidur, tempat mengerjakan sesuatu dalam bentuk meja atau tempat menaruh barang di permukaannya, misalnya Meubel kayu sebagai tempat penyimpan biasanya dilengkapi dengan pintu, laci dan rak, contoh lemari pakaian, lemari buku dan lainlain. Meubel Kayu dapat terbuat dari kayu, bambu, logam, plastik dan lain sebagainya. Meubel Kayu sebagai produk artistik biasanya terbuat dari kayu pilihan dengan warna dan tekstur indah yangdikerjakan dengan penyelesaian akhir yang halus. Menurut Depkes RI (2002), industri meubel kayu adalah pekerja sektor informal yang menggunakan berbagai jenis kayu sebagai bahan baku/utama alam proses produksinya serta menerapkan cara kerja yang bersifat tradisional. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan meubel kayu oleh perajin sektor informal tersebut adalah kayu. Ada 2 jenis bentuk kayu yang bisa digunakan : kayu balok dan papan serta kayu lapis. Kayu balok biasanya terdiri dari kayu keras semata dan digunakan sebagai rangka utama suatu meubel, sedangkan kayu papan sering merupakan kayu gubal at aukeras dan dipakai sebagai dinding dan alas dari suatu meubel. Mesin dan peralatan yang banyak digunakan pada pembuatan meubel kayu adalah dalam kegiatan penggergajian/pemotongan, pengamatan, pemotongan bentuk, pelubangan, pengukiran, pengaluran, penyambungan, pengampalasan, dan pengecatan. Adapun mesin dan peralatan yang banyak digunakan adalah sebagai berikut: circular

3 sawing machine, mesin ketam, mesin pembentuk kayu (band saw), drilling machine, screw driver/obeng tangan, compresor, jig saw, hack saw,tatah kuku/datar, sprayer, palu basi/kayu, kuas dan lain-lain Proses Produksi Industri Meubel Kayu Pada dasarnya, pembuatan meubel dari kayu melalui lima proses utama yaitu proses penggergajian kayu, penyiapan bahan baku, proses penyiapan komponen, pross perakitan dan pembentukan (bending), dan proses akhir (depkes RI, 2002). 1. Penggergajian kayu Bahan baku kayu tersedia dalam bentuk kayu gelondongan sehingga masih perlu mengalami penggergajian agar ukurannya menjadi lebih kecil seperti balok atau papan. Pada umumnya, penggergajian ini menggunakan gergaji secara mekanis atau dengan gergaji besar secara manual. Proses ini menimbulkan debu yang sangat banyak dan juga menimbulkan bising. 2. Penyiapan Bahan Baku Proses ini dilakukan denganmenggunakan gergaji baik dalam bentuk manual maupun mekanis, kampak, parang, dan lain-lain. Proses ini juga menghasilkan debu terutama ukuran yang besar karena menggunakan mata gergaji atau alat yang lainnya yang relatif kasar serta suara bising.

4 3. Penyiapan Komponen Kayu yang sudah dipotong menjadi ukuran dasar bagian meubel, kemudian dibentuk menjadi komponen-komponen meubel sesuai yang diinginkan dengan cara memotong, meraut, mengamoplas, melobang, dan mengukir, sehingga jika dirakit akan membentuk meubel yang indah dan menarik. 4. Perakitan dan Pembentukan Komponen meubel yang sudah jadi, dipasang dan dihubungjan satu sama lain hingga menjadi meubel. Pemasangan ini dilakukan dengan menggunakan baut, sekrup, lem, paku ataupun pasak kayu yang kecil dan lain-lain untuk merekatkan hubungan antara komponen. 5. Penyelesaian Akhir Kegiatan yang dilakukan pada penyelesaian akhir ini meliputi: (1) Pengamplasan / penghalusan permukaan meubel, (2) pendempulan lubang dan sambungan, (3) pemutihan meubel dengan H 2 O 2, (4) pemlituran atau sanding sealer, (5) pengecatan dengan wood stain atau bahan pewarna yang lain, dan (6) pengkilapan dengan menggunakan melamic clear. Pada bagian ini menimbulkan debu kayu dan bahan kimia serta pewarna yang tersedia di udara, seperti H 2 O 2, sanding sealer, melamic clear, dan wood stain yang banyak menguap dan beterbangan di udara, terutama pada penyemprotan yang menggunakan sprayer.

5 6. Pengepakan Proses pengepakan sebenarnya bukan lagi bagian pembuatan meubel karena sebelum masuk proses ini meubel telah selesai. Tahap ini merupakan langkah penyiapan meubel untuk dipasarkan dan hanya ditemukan terutama pada industri meubel sektor formal Pencemaran Udara Pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrak fisik atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu, sehingga dapat dideteksi oleh manusia serta dapat memberikan efek pada manusia, binatang dan mineral karena kontaminan alami dan buatan ke dalam atmosfer (Aditama, 1992). Klasifikasi bahan pencemaran udara dapat dibagi menjadi dua bagian (Kusnoputranto, 2002) : 1. Pencemar primer, adalah suatu bahan kimia yang ditambahkan langsung ke udara yang menyebabkan konsentrasinya meningkat dan membahayakan. Bahan kimia dapat berupa komponen udara alamiah, seperti karbondioksida, yang meningkat diatas konsentrasi normal atau sesuatu yang tidak biasanya terdapat di udara, seperti senyawa timbal. 2. Pencemar sekunder, adalah senyawa kimia berbahaya yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi kimia diantaranya berbagai komponen udara. Pencemaran udara yang serius biasanya terjadi di suatu kota atau daerah lainnya yang mengeluarkan kadar pencemar yang tinggi.

6 Tipe Pencemaran Udara Tipe Pencemaran udara dibagi menjdai 9 bagian (Kusnoputranto, 2002) yaitu : a. Karbondioksida, yaitu CO 2, Sulfur oksida, yaitu SO 2, Nitrogen oksida b. Hidrokarbon, yaitu senyawa organic yang mengandung karbon dan hydrogen seperti metana, butane, benzene. c. Oksidan fotokimia, yaitu ozon, PAN dan beberapa senyawa aldehid. d. Partikel (padat atau cair di udara), asap, debu, asbestos, partikel logam, minyak, garam-garam sulfur. e. Senyawa anorganik (mengandung kerbon), estisida, herbisida berbagai jenis alcohol, asam dan zat kimia lainnya. f. Zat radioaktif tritium, radon, enzim dan pembangki tenaga Bentuk bahan pencemaran udara Menurut Aditama, (1992), bentuk bahan pencemar yang sering ditemukan, yaitu: a. Gas, yaitu uap yang dihasilkan dari zat padat atau zat cair, karena dipanasi atau karena menguap sendiri contohnya SO 2, CO dan NO. b. Aerosol, yaitu suspensi udara yang bersifat padat.(detex) atau cair (kabut, asap, uap) yang berukuran kurang dari 1 mikron. Masalah pencemaran udara bukanlah masalah ringan karena dampak yang ditimbulkan sangat luas dan merugikan manusia baik secara langsung maupun tidak

7 langsung. Dampak negatif secara langsung dialami manusia adalah pada aspek kesehatan, kenyamanan hidup, dan keselamatan. Sedangkan dampak negatif tidak langsung yaitu berupa penyakit pada lingkungan hidup, perekonomian, estetika dan tumbuhan (Aditama, 1992). Menurut WHO (2000), penentuan udara tercemar atau tidaknya udara suatu daerah kriterianya sebagai berikut : Tabel 2.1. Kriteria Udara Bersih dan Udara Tercemar oleh WHO Parameter Udara Bersih Udara Tercemar Bahan partikel 3 0,01 0,02 mg/m 3 0,07 0,7 mg/m SO2 0,003 0,02 ppm 0,02 2 ppm CO <1 ppm ppm NO2 0,003 0,02 ppm 0,02 0,1 ppm CO ppm ppm Hidrokarbon <1 ppm 1 2 ppm Sumber : WHO, Pencemaran Udara oleh Partikulat (Debu) Partikel menurut WHO seperti yang dikutip oleh Purwana (1992) adalah sejumlah benda padat atau cair dalam bermacam-macam ukuran, jenis dan bentuk yang tersebar dari sumber-sumber antropogenik dan sumber alam. Partikulat menyebar di atmosfer akibat dari berbagai proses alami seperti letusan vulkano, hembusan debu serta tanah oleh angin. Aktifitas manusia juga berperan dalam penyebaran partikel, misal dalam bentuk partikel debu dan asbes dari bahan bangunan, abu terbang dari proses peleburan baja dan asap dari proses pembakaran tidak sempurna, terutama dari batu arang. Sumber partikel yang utama adalah pembakaran dari bahan bakar sumbernya diikuti proses-proses industri.

8 Partikel di atmosfer dalam bentuk suspensi, yang terdiri atas partikel-partikel padat dan cair. Ukuran partikel dari 100 mikron hingga kurang dari 0,01 mikron. Terdapat hubungan antara partikel polutan dengan sumbernya. Dampak kesehatan utama dari pemajanan debu adalah penyakit asma dan penyakit saluran pernapasan lainnya, batuk dan naiknya mortalitas tergantung kepada konsentrasi dari sifat fisik partikel debu itu sendiri. Polutan debu masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui sistem pernapasan, oleh karena itu pengaruh yang merugikan langsung terutama terjadi pada sistem saluran pernapasan. Faktor yang paling berpengaruh adalah ukuran partikel, karena ukuran ini menentukan seberapa jauh penerasi ke dalam sistem pernapasan Mekanisme yang mungkin dapat menerangkan mengapa debu dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan adalah dengan makin banyaknya pemajanan debu maka cilia akan terus menerus mengeluarkan debu tersebut sehingga lama kelamaan cilia teriritasi dan tidak peka lagi, sehingga debu akan lebih mudah masuk. Selain itu yang terpenting orang tersebut akan rentan terhadap infeksi saluran pernapasan lainnya. Kasus penyakit yang banyak dilaporkan dan berhubungan dengan debu adalah bronchitis kronis dan emphysema Partikulat Melayang (PM 10 ) Partikel debu yang dapat masuk ke dalam pernapasan manusia adalah yang berukuran 0,1 µg sampai 10 µg dan berada di udara sebagai suspenden particulate matter (partikulat melayang dengan ukuran 10 µg juga dikenal juga dengan PM 10).

9 Ukuran partikel debu yang lebih besar dari 10 µg akan lebih cepat mengendap ke permukaan, sehingga kesempatan terjadinya pemajanan pada manusia menjadi kecil dan jika terjadi pemajanan partikulat akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian atas (Kusnoputranto, 2000) Debu yang dapat dihirup manusia disebut debu inhable dengan diameter 10 µg dan berbahaya bagi saluran pernapasan karena mempunyai kemampuan merusak paru-paru. Sebagian debu yang masuk ke saluran pernapasan berukuran 5 µg akan sampai ke alveoli. Di dalam alveoli ini sebenarnya terjadi pertukaran O 2 dengan CO 2 sehingga keberadaan debu inhable dapat mengganggu proses tersebut (WHO, 2000). Menurut Yenny (2003) yang mengutip pendapat Koren (1995) dalam artikelnya tentang PM10 menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara pajanan pertikulat PM 10 dengan penderita Cardiopulmonary disease dan asma yang ditunjukkan dengan tingginya mortality dan morbidity kasus penyakit saluran pernapasan dan kasus cardiovascular Partikulat (Debu Kayu) Seperti halnya debu yang lain, pada umumnya debu kayu merupakan hasil mekanis dari suatu tindakan penggergajian, perautan, pengamplasan dan lain-lain. Karena itu, debu kayu mempunyai ukuran yang memungkinkan untuk masuk ke dalam saluran pernapasan dan mengendap di dalam paru. Kayu yang merupakan bagian dari struktur tumbuh-tumbuhan, juga tersusun dari zat organik sehingga debu kayu dapat digolongkan ke dalam debu organik.

10 Disamping itu, beberapa golongan kayu yang digunakan dalam industri mebel mengandung substansi kimia yang dapat memberikan efek alergi dan toksik pada manusia seperti kayu Johar, kayu Ebony, kayu Rengas, kayu Kasasi, sehingga debu kayu tersebut dapat menimbulkan dermatitis kronik, konyungtivitis, asma rinitis dan lain-lain (Purnomo, 2007). Pada industri mebel, terkadang kayu yang digunakan sebagai bahan baku sudah mengalami pengawetan kimiawi sebelumnya, seperti pada kayu lapis. Pengawetan dimaksudkan untuk mencegah pelapukan atau kerusakan karena penyakit mikroorganisme. Bahan yang biasa dipakai untuk pengawetan adalah minyak pestisida, garam logam dan senyawa-senyawa organik. Jika debu kayu terinhalasi oleh pekerja, maka pada zat-zat tersebut akan masuk ke dalam paru dan dapat memberikan efek yang dapat merugikan kesehatan, terutama jika konsentrasinya cukup besar untuk menimbulkan penyakit (Purnomo, 2007) Nilai Baku Mutu Batu mutu debu (PM 10 ) pada udara ambien di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah tersebut, nilai baku mutu debu diteteapkan 230µg/m 3 untuk waktu pengukuran 24 jam dan 90 µg/m 3 untuk waktu pengukuran satu tahun. Sedangkan baku mutu PM 10 ditetapkan sebesar 150 µg/m 3 untuk waktu pengukuran 24 jam (PP RI, 2006).

11 Secara internasional konsentrasi total suspended solid (TSP) ditetapkan dalam National Ambient Air Quality (NAAQS) EPA sebesar 260 µg/m 3 untuk waktu pengukuran 24 jam dan 75 µg/m 3 untuk waktu pengukuran 1 tahun. Sedangkan PM10 ditetapkan sebesar 150 µg/m 3 untuk waktu pengukuran 24 jam dan 50 µg/m 3 untuk waktu pengukuran 1 tahun (US.EPA, 2004) Mekanisme Masuknya Debu Pada Saluran Pernapasan Menurut Sintorini (1998), bahwa 55% debu yang terhisap melalui udara pernapasan mempunyai ukuran antara 0,25µm sampai dengan 6 µm. Dan jumlah debu yang terhisap tersebut 15 95% dapat mengalami retensi. Proporsi retensi tersebut mempunyai hubungan langsung dengan sifat-sifat fisik debu. Didasarkan atas sifat-sifat fisik suspensi debu yang terdapat dalam udara dan anatomi sistem pernapasan maka dapat dikatakan bahwa partikel debu yang mempunyai ukuran lebih besar dari 10 µm dapat dikeluarkan secara komplit melalui saluran pernapasan bagian atas hidung. Partikel debu yang berukuran 5 µm sampai dengan 10 µm tertahan terutama pada saluran perafasan bagian atas. Debu yang memiliki ukuran 5 µm sampai dengan 10 µm akan ikut jatuh sejalan dengan percepatan gravitasi dan bila terhirup melalui pernapasan biasanya akan jatuh pada alat pernapasan bagian atas dan menimbulkan banyak penyakit berupa iritasi sehingga menimbulkan penyakit pharingitis. Partikel debu dengan ukuran 3 µm sampai dengan 5 µm akan ditahan oleh saluran pernapasan bagian tengah. Partikel debu tersebut jatuhnya lebih ke dalam

12 yaitu pada saluran pernapasan (bronchus/ broncheolus). Hanya bedanya disini lebih banyak memiliki aspek fisiologis/psikologis yaitu menimbulkan bronchitis, alergis atau asthma, lebih mudah terkena pada orang yang semula sudah memiliki kepekaan berdasarkan keadaan seperti itu. Partikel debu yang berukuran1 µm sampai dengan 3 µm dapat mencapai bagian yang lebih dalam dan mengendap pada alveoli karena adanya gravitasi dan difusi. Partikel debu bergerak sejalan dengan suatu kecepatan yang konstan untuk jenis-jenis debu tertentu. Debu-debu tersebut menghambat fungsi alveoli sebagai media pertukaran gas asam arang, sehingga dengan melekatnya debu ukuran ini akan mengganggu kemampuan proses pertukaran gas yang lebih kecil ukurannya dan lebih perlahan jatuhnya. Partikel yang berukuran 0.1 µm sampai dengan 1 µm melayang-layang dipermukaan alveoli. Dengan ukuran yang sedemikian kecil dan memiliki berat, debu ukuran ini tidak menempel pada permukaan alveoli tetapi mengikuti gerak brown dan berada dalam bentuk suspensi. Partikel yang berukuran 0.5 µm hinggap dipermukaan alveoli atau selaput lendir karena gerak bown yang terjadi maka akan menyebabkan fibrosis paru. Partikel debu yang berukuran kurang dari 0.1 µm dapat keluar bersamasama udara pada saat mengeluarkan napas sebagaimana halnya gas yang tidak larut. Menurut Sintorini (2002), ada tiga mekanisme masuknya debu ke dalam saluran pernapasan yaitu : a. Inersia, debu akan menimbulkan kelembaban pada debu itu dan terjadi pergerakan karena dorongan aliran udara serta akan melalui saluran yang berbelok belok.

13 Pada sepanjang jalan pernapasan yang lurus tersebut debu akan langsung ikut dengan aliran, masuk ke dalam pernapasan yang lebih dalam, sedangkan partikel-partikel yang besar akan mencari tempat yang lebih ideal untuk menempel / mengendap seperti pada tempat-tempat yang berlekuk di selaput lendir pernapasan. b. Sedimentasi, sedimentasi terjadi pada saluran pernapasan dimana kecepatan arus udara kurang dari 1 cm/detik, sehingga memungkinkan partikel debu tersebut melalui gaya berat dan akan mengendap. Debu dengan ukuran 3-5 mikron akan mengendap dan menempel pada mukosa bronkioli, sedangkan yang berukuran 1-3 mikron akan langsung ke permukaan alveoli paru. Mekanisme ini terjadi karena kecepatan aliran udara sangat berkurang pada satuan napas tegak. c. Gerak brown, gerak ini terjadi pada debu-debu yang mempunyai ukuran kurang dari 0,1 µm dimana melalui gerakan udara, debu akan sampai pada permukaan alveoli dan mengendap disitu. Debu yang mempunyai ukuran 0,1-0,5 mikron dengan gerak brown keluar masuk lewat alveoli, membentur dinding alveoli sehingga akan tertimbun disitu. Apabila udara lingkungan kotor sehingga melampaui kemampuanmekanisme pembersih saluran napas, maka saluran napas tidak sepenuhnya terlindungi. Akibat reaksi saluran napas yang berlebihan seperti terjadi obstruksi dan bila peningkatan reaksi dan obstruksi terjadi berulang-ulang, maka akan terjadi perubahan struktur dan penurunan

14 funsi saluran napas yang permanent sehingga menimbulkan obstruksi saluran napas yang kronik (Wijaya, 1992) Dampak Debu terhadap Kesehatan Pemajanan debu sangat berkaitan dengan terhadap kesehatan. Meskipun demikian ada juga beberapa senjawa lain yang melekat bergabung pada partikulat, seperti timah hitam (Pb) dan senyawa beracun lainnya, yang dapat memajan tubuh melalui rute lain (Purwana, 2002). Pengaruh partikulat debu bentuk padat maupun cair yang berada di udara sangat tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikulat debu bentuk padat maupun cair yang berada diudara sangat tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikulat debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai dengan 10 mikron. Pada umunya ukuran partikulat debu sekitar 5 mikron merupakan partikulat udara yang dapat langsung masuk kedalam paru-paru dan mengendap di alveoli. Keadaan ini bukan berarti bahwa ukuran partikulat yang lebih besar dari 5 mikron tidak berbahaya, karena partikulat yang lebih besar dapat mengganggu saluran pernafasan bagian atas dan menyebabkan iritasi (Kusnoputranto, 2002). Keadaan ini akan lebih bertambah parah apabila terjadi reaksi sinergistik dengan gas SO2 yang terdapat di udara juga. Selain itu partikulat debu yang melayang dan berterbangan dibawa angin akan menyebabkan iritasi pada mata dan dapat menghalangi daya tembus pandang mata (Visibility) Adanya ceceran logam beracun yang terdapat dalam partikulat debu di udara merupakan bahaya yang

15 terbesar bagi kesehatan. Pada umumnya udara yang tercemar hanya mengandung logam berbahaya sekitar 0,01% sampai 3% dari seluruh partikulat debu di udara Akan tetapi logam tersebut dapat bersifat akumulatif dan kemungkinan dapat terjadi reaksi sinergistik pada jaringan tubuh, Selain itu diketahui pula bahwa logam yang terkandung di udara yang dihirup mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan dosis sama yang besaral dari makanan atau air minum (Sintorini, 2002) Dampak Aktivitas Industri Meubel terhadap Kesehatan Bahaya potensial yang muncul dari aktivitas industri meubel selain masalah estetika juga berkaitan dengan kesehatan. Pekerjaan dalam pembuatan meubel dapat menimbulkan kebisingan, debu. Pada Debu dan partikel kecil kayu banyak terjadi pada proses pemotongan kayu, penyerutan dan pengamplasan sebagai. Debu kayu ini dapat menyebabkan iritasi dan alergi terhadap saluran pernafasan dan kulit. Kebisingan menyebabkan gangguan aktivitas, konsentrasi dan pendengaran baik sementara atau tetap Menurut Purwana (1992), efek kesehatan pada saluran pernapasan dapat dinilai melalui gejala penyakit pernapasan. Gejala penyakit pernapasan banyak dipakai dalam penelitian efek kesehatan oleh partikulat. Gejala penyakit pernapasan merupakan gambaran respon langsung atau efek jangka pendek saluran pernapasan terhadap partikulat, berupa batuk, sakit kerongkongan, bunyi mengi, dan sesak nafas. Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhankeluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-

16 gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan (Depkes, 2000). Penyakit pada saluran pernapasan tampil dalam bentuk gejala yang berbeda yang pada dasarnya ditimbulkan oleh iritasi, kegagalan mucociliary transport, sekresi lendir yang berlebihan dan penyempitan saluran pernapasan. Tidak semua penelitian dan kegiatan program memakai gejala ganggua pernapasan yang sama. Misalnya untuk menentukan infeksi saluran pernapasan, WHO menganjurkan pengamatan terhadap gejala-gejala, kesulitan bernapas, radang tenggorok, pilek dan penyakit pada telingga dengan atau tanpa sisertai demam. Kadar PM 10 berasosiasi dengan insidens gejala penyakit pernapasan terutama gejala batuk. Di dalam saluran pernapasan, partikulat yang mengendap menyebabkan oedema mukosa dinding saluran pernapasan sehingga terjadi penyempitan saluran. Berikut ini akan dijelaskan beberapa faktor yang mendasari timbulnya gejala penyakit pernapasan : 1. Batuk Timbulnya gejala batuk karena iritasi partikulat dalah jika terjadi rangsangan pada bagian-bagian peka saluran pernapasan, misalnya trakeobronkial, sehingga timbul sekresi berlebih dalam saluran pernapasan. Batuk timbul sebagai reaksi refleks

17 saluran pernapasan terhadap iritasi pada mukosa saluran pernapasan dalam bentuk pengeluaran udara (dan lendir) secara mendadak disertai bunyi khas. 2. Dahak Dahak terbentuk secara berlebihan dari kelenjar lendir (mucus glands) dan sel goblet oleh danya stimuli, misalnya yang berasal dari gas, partikulat, alergen dan mikroorganisme infeksius. Karena proses inflamasi, disamping dahak dalam saluran pernapasan juga terbentuk cairan eksudat berasal dari bagian jaringan yang berdegenerasi. 3. Sesak nafas Sesak napas atau kesulitan bernapas merupakan penyakit aliran udara dalam saluran pernapasan kaena penyempitan. Penyempitan dapat terjadi karena saluran pernapasan menguncup, oedema atau karena sekret yang menghalangi arus udara. Sesak napas dapat ditentukan dengan menghitung pernapasan dalam semenit. 4. Bunyi mengi Bunyi mengi merupakan salah satu tanda penyakit pernapasan yang turut diobservasikan dalam penanganan infeksi akut saluran pernapasan Faktor Lingkungan Kerja Yang Memengaruhi Pemajanan Debu (1) Ventilasi Untuk memungkinkan pergantian udara secara lancar diperlukan ventilasi atau penghawaan minimal 1/6 dari luas lantai. Dalam lingkungan industri, sistem ventilasi atau penghawaan di bangun berdasarkan kepentingan ruang yaitu sebagai ruang

18 produksi atau administrasi. Sebagai ruang produksi, sistem ventilasi umumnya terbuka atau setengah terbuka, dan banyak dilengkapi dengan exhauster yang berfungsi sebagai penyedot udara sehingga pergantian udara menjadi lebih lancar (Suma mur, 1995). Ketersediaan exhauster di ruang produksi yang menghasilkan debu, dapat mengurangi risiko pemajanan debu kepada pekerja. (2) Suhu Suhu yang nyaman di tempat kerja adalah suhu yang tidak dingin dan tidak menimbulkan kepanasan bagi tenaga kerja yaitu berkisar antara 24 0 C sampai 26 0 C. Suhu udara di tempat kerja tidak dapat dilepaskan dari keadaan iklim kerja. Iklim kerja merupakan keadaan udara di tempat kerja yang merupakan intraksi dari suhu udara, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi (Suma mur, 1995) (3) Kelembaban Kelembaban udara tergantung berapa banyak uap air (dalam %) yang terkandung di udara. Saat udara dipenuhi uap air dapat dikatakan bahwa udara berada dalam kondisi jenuh dalam arti kelembaban tinggi dan segala sesuatu menjadi basah. Kelembaban lingkungan kerja yang tidak memberikan pengaruh kepada kesehatan pekerja berkisar antara 40% - 60%. Kelembaban sangat erat kaitannya dengan suhu dan keduanya merupakan pemicu pertumbuhan jamur dan bakteri. Pada umumnya konsidi optimal perkembangbiakan mikroorganisme adalah pada kondisi kelembaban tinggi. Kelembaban udara yang rendah yaitu <20% dapat menyebabkan kekeringan selaput lendir membran. Sedangkan kelembaban tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme dan pelepasan formaldehid dari material bangunan

19 (Suma mur, 1995). Nilai Ambang Batas yang berlaku untuk lingkungan kerja industri sesuai Kepmenkes No.1405/Menkes/SK/XI/2002 untuk kelembaban adalah 60% Perilaku Pekerja Industri Kecil Meubel Menurut Natoadmodjo (2003) perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya. Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya. 2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

20 Perilaku dibedakan atas pengetahuan, sikap dan tindakan (Natoatmodjo, 2003) : a. Pengetahuan Berdasarkan pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan dibagi atas 6 tingkatan : 1. Tahu (Know), yaitu sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. 2. Memahami (Comprehension), yaitu memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (Aplication), yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). 4. Analisis (Analysis), yaitu suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (Synthesis), yaitu suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi (Evaluation), yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek.

21 b. Sikap Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Natoatmodjo (2003), ada3 komponen pokok sikap, yaitu: (1) kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek, (2) kehidupan emosional atau evaluasi tehadap suatu objek, dan (3) Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave) Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total atitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Ciri ciri sikap adalah: 1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungannya dengan obyeknya. 2. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syaratsyarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu. 3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu obyek. Dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari, atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu obyek yang jelas. 4. Obyek sikap itu dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. 5. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sikap inilah yang membedakan sikap dari kecakapan atau pengetahuan yang dimiliki orang.

22 Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif, kecendrungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu. Sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecendrungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu (Natoatmodjo, 2003). Sikap dibedakan atas beberapa tingkatan : 1. Menerima (Receiving ) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulasi yang diberikan (objek). 2. Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang tinggi. c. Tindakan Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Tindakan dibedakan atas beberapa tingkatan :

23 1. Persepsi (Perception), yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. 2. Respon terpimpin (Guided Response), yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh. 3. Mekanisme (Mecanism), yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis. 4. Adopsi (Adoption), yaitu tahap melakukan tindakan aau suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik Penggunaan Alat Pelindung Diri Menurut Suma mur (1992), alat pelindung diri adalah suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja. Jadi alat pelindung diri adalah merupakan salah satu cara untuk mencegah kecelakaan, dan secara teknis APD tidaklah sempurna dapat melindungi tubuh akan tetapi dapat mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan yang terjadi. Peralatan pelindung tidak menghilangkan ataupun mengurangi bahaya yang ada. Peralatan ini hanya mengurangi jumlah kontak dengan bahaya dengan cara penempatan penghalang antara tenaga kerja dengan bahaya. Alat pelindung diri ini tidaklah secara sempurna dapat melindungi tubuhnya tetapi akan dapat mengurangi tingkat keparahan yang mungkin terjadi (Budiono, 2003). Pemilihan APD yang handal secara cermat adalah merupakan persyaratan mutlak yang sangat mendasar. Pemakaian APD yang tidak tepat dapat mencelakakan

24 tenaga kerja yang memakainya karena mereka tidak terlindung dari bahaya potensial yang ada di tempat mereka terpapar. Oleh karena itu agar dapat memilih APD yang tepat, maka perusahaan atau industri harus mampu mengidentifikasi bahaya potensi yang ada, khususnya yang tidak dapat dihilangkan ataupun dikendalikan (Boediono, 2003). Adapun jenis APD yang berkaitan dengan pencegahan pemaparan debu adalah: 1. Masker Masker berguna untuk melindungi masuknya debu atau partikel-partikel yang lebih besar ke dalam saluran pernafasan, dapat terbuat dari kain dengan ukuran poripori tertentu. 1) Masker penyaring debu, Masker ini berguna untuk melindungi pernafasan dari asap pembakaran,abu hasil pembakaran dan debu. 2) Masker berhidung, Masker ini dapat menyaring debu atau benda sampai ukuran 0,5 mikron. 3) Masker bertabung, Masker ini punya filter yang lebih baik daripada masker barhidung. Masker ini tepat digunakan untuk melindungi pernafasan dari gas tertentu. 2. Respirator 1) Respirator sekali pakai, dari bahan filter cocok bagi debu pernapasan. Bagian muka alat bertekanan negatif karena paru menjadi penggeraknya.

25 2) Respirator separuh masker, yang dibuat dari karet atau plastik dan dirancang menutupi hidung dan mulut. Alat ini memiliki cartridge yang sesuai, alat ini cocok untuk debu, gas serta uap. Bagian muka bertekanan negatif, karena hisapan dari paru. 3) Respirator seluruh muka, dibuat dari karet atau plastik dan dirancang untuk menutupi mulut, hidung dan mata. Medium filter dipasang didalam kanister yang langsung disambung dengan sambungan lentur. Dengan kanister yang sesuai, alat ini cocok untuk debu, gas dan uap. Bagian muka mempunyai tekanan negatif, karena paru menghisap disana. 4) Respirator berdaya, dengan separuh masker atau seluruh muka, dibuat dari karet atau plastik yang dipertahankan dalam tekanan positif dengan jalan mengalirkan udara melalui filter, dengan bantuan kipas baterai. Kipas itu, filter dan baterainya biasa dipasang disabuk pinggang, dengan pipa lentuk yang disambung untuk membersihkan udara sampai ke muka. 5) Respirator topeng muka berdaya mempunyai kipas dan filter yang dipasang pada helm, dengan udara ditiupkan ke arah bawah, diatas muka pekerja di dalam topeng yang menggantung. (Harrington & Gill, 2005) Kapasitas Maksimal Paru Pekerja Kapasitas paru merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung udara di dalamnya. Kapasitas paru adalah suatu kombinasi peristiwa-peristiwa sirkulasi paru atau menyatakan dua atau lebih volume alun nafas, volume cadangan ekspirasi dan volume

26 residu (Guyton, 1997). Menurut Corwin (2001), Kapasitas vital paru jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal, dan dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung udara sebanyak ± 5 liter. Kapasitas Vital adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum yang dapat dikeluarkan dan kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya. Pengujian kapasitas maksimal paru dapat dilakukan dengan menggunakan spirometer. Hasil pengujian spirometer dapat menunjukkan keterangan tentang kapasitas maksimal paru, dengan kategori: a. Normal, jika nilai Kapasitas Maksimal Paru 80% b. Ringan, jika nilai Kapasitas Maksimal Paru 65%-79% c. Sedang, jika nilai Kapasitas Maksimal Paru 51%-64% d. Berat, jika nilai Kapasitas Maksimal Paru <50% Landasan Teori Landasan teori dalam penelitian ini mengacu pada konsep simpul determinan penyakit tidak menular, seperti pada gambar 2.1: Manajemen PTM Sumber - Alamiah - Industri - dll Ambient Transmisi melalui - Udara dan Air - Makanan Manusia - Kependudukan - Populasi at risk Dampak - Akut & Subakut - Sehat - Samar Iklim dan Topografi Gambar 2.1. Model Manajemen Penyakit Tidak Menular

27 Menurut Ahmadi (2008), gangguan kesehatan pekerja disebabkan oleh multifaktor dan dalam manajemen kesehatan lingkungan dikenal dengan teori simpul. Ada empat simpul terhadap terjadinya suatu gangguan kesehatan terdiri dari (1) simpul satu yang disebut sumber penyakit, (2) simpul dua yaitu media transmisi penyakit, (3) simpul tiga perilaku pemajanan, dan (4) simpul empat kejadian penyakit. Simpul-simpul dalam penelitian ini berhubungan dengan manajemen penyakit non infeksi saluran pernafasan. Simpul pertama, yaitu sumber penyakit, adalah titik mengeluarkan atau mengemisikan agent penyakit, yaitu komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan melalui kontak langsung atau melalui perantara. Simpul kedua, media transmisi penyakit, yaitu komponen-komponen yang berperan memindahkan agent penyakit ke dalam tubuh manusia. Ada lima media transmisi yang lazim menjadi transmisi agent penyakit yaitu (1) udara, (2) air, (3) tanah/pangan, (4) binatang/serangga, dan (5) manusia/langsung. Simpul ketiga, perilaku pemajanan, yaitu jumlah kontak antara manusia dengan komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit, dan dalam konteks status kesehatan pekerja meubel agent penyakit masuk kedalam tubuh melalui sistem pernafasan. Simpul keempat, kejadian penyakit atau gangguan, yaitu outcome hubungan interaktif manusia dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan.

28 2.12. Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.1. Keadaan Lingkungan Industri Kecil Meubel - Ventilasi - Suhu - Kelembaban Karakteristik Pekerja - Umur - Pendidikan - Masa kerja - Pengetahuan - Sikap - Penggunaan APD Kapasitas Faal Paru Pekerja Kadar Debu (PM10) - Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Variabel independen dalam penelitian ini adalah sanitasi lingkungan industri kecil meubel yang terdiri dari keadaan ventilasi, suhu udara, dan kelembaban udara serta karakteristik pekerja yang terdiri dari umur, pendidikan, masa kerja, pengetahuan, sikap dan penggunaan APD, serta variabel kadar debu kayu (PM 10 ). Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah kapasitas faal paru pekerja yang diukur dengan menggunakan spirometri.

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di bidang industri merupakan perwujudan dari komitmen politik dan pilihan pembangunan yang tepat oleh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi segenap

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja di tempat

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja di tempat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia dewasa ini maju sangat pesat, seiring dengan tuntutan berbagai kebutuhan bermacam produk. Penerapan teknologi berbagai bidang tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri. Sehingga peranan sumber daya manusia perlu mendapatkan perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini, Seluruh Negara dituntut untuk memasuki perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor industri akan bertambah sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT.

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT. 1 PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT. Pencemaran Udara 2 3 Regulasi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara 4 Pencemaran Udara Masuknya atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Jakarta sebagai kota metropolitan di Indonesia memiliki berbagai masalah, salah satu isu yang sedang hangat diperbincangkan adalah masalah pencemaran udara. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penyakit paru kronik (Kurniawidjaja,2010).

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penyakit paru kronik (Kurniawidjaja,2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Paru-paru merupakan alat ventilasi dalam sistem respirasi bagi tubuh, fungsi kerja paru dapat menurun akibat adanya gangguan pada proses mekanisme faal yang salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi udara merupakan masalah lingkungan global yang terjadi di seluruh dunia. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), polusi udara menyebabkan kematian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Sumber pencemaran udara juga dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paru merupakan salah satu organ vital yang berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen (O 2 ) yang digunakan sebagai bahan dasar metabolisme dalam tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami perubahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja.

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen hidup yang sangat penting untuk manusia maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa hari, tanpa minum manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan salah satu unsur atau zat yang sangat penting setelah air. Seluruh makhluk hidup membutuhkan udara sebagai oksigen demi kelangsungan hidupnya di muka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan lingkungan dapat memengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak penyakit dapat dimulai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi memberikan dampak yang besar bagi kelangsung hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling banyak terjadi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar. Salah satu industri yang banyak berkembang yakni industri informal. di bidang kayu atau mebel (Depkes RI, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. besar. Salah satu industri yang banyak berkembang yakni industri informal. di bidang kayu atau mebel (Depkes RI, 2003). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri mempunyai peranan penting yang sangat besar dalam menunjang pembangunan di Indonesia. Banyak industri kecil dan menengah baik formal maupun informal mampu menyerap

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Gambar I.1 Bagan alir sederhana sistem pencemaran udara (Seinfield, 1986)

Bab I Pendahuluan. Gambar I.1 Bagan alir sederhana sistem pencemaran udara (Seinfield, 1986) Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pencemaran udara didefinisikan sebagai hadirnya satu atau lebih substansi/ polutan di atmosfer (ambien) dalam jumlah tertentu yang dapat membahayakan atau mengganggu

Lebih terperinci

DAMPAK PEMANFAATAN BATUBARA TERHADAP KESEHATAN. Dit. Penyehatan Lingkungan Ditjen PP & PL DEPKES

DAMPAK PEMANFAATAN BATUBARA TERHADAP KESEHATAN. Dit. Penyehatan Lingkungan Ditjen PP & PL DEPKES DAMPAK PEMANFAATAN BATUBARA TERHADAP KESEHATAN Dit. Penyehatan Lingkungan Ditjen PP & PL DEPKES Jenis batubara BATUBARA? C (%) H (%) O (%) N (%) C/O Wood 50,0 6,0 43,0 1,0 1,2 Peat 59,0 6,0 33,0 2,0 1,8

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap detik selama hidupnya akan membutuhkan udara. Secara ratarata manusia tidak dapat mempertahankan hidup tanpa udara lebih dari tiga menit. Udara tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari. Secara klinis ISPA ditandai dengan gejala akut akibat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan industri saat ini menjadi sektor yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan. Metabolisme dalam tubuh makhluk hidup tidak mungkin dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan hidup merupakan masalah yang penting karena memberikan pengaruh bagi kesehatan individu dan masyarakat. Faktor yang menyebabkan penurunan kualitas

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. lainnya baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. lainnya baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan industri saat ini menjadi sektor yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, baik untuk lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet merupakan salah

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH

PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 12 Tahun 2010 Tanggal : 26 Maret 2010 I. PENDAHULUAN PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH Dalam Pasal 20 ayat (4) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya bagi kesehatan pekerja (Damanik, 2015). cacat permanen. Jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya bagi kesehatan pekerja (Damanik, 2015). cacat permanen. Jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak tenaga kerja yang bekerja di sektor industri informal dan formal. Banyak industri kecil dan menengah harus bersaing dengan industri besar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan pekerja dan akhirnya menurunkan produktivitas. tempat kerja harus dikendalikan sehingga memenuhi batas standard aman,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan pekerja dan akhirnya menurunkan produktivitas. tempat kerja harus dikendalikan sehingga memenuhi batas standard aman, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat kerja merupakan tempat dimana setiap orang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri maupun keluarga yang sebagian besar waktu pekerja dihabiskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lagi dengan diberlakukannya perdagangan bebas yang berarti semua produkproduk

BAB I PENDAHULUAN. lagi dengan diberlakukannya perdagangan bebas yang berarti semua produkproduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi dengan kemajuan di bidang teknologi telekomunikasi dan transportasi, dunia seakan tanpa batas dan jarak. Dengan demikian pembangunan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan sektor industri di Indonesia semakin meningkat dan berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini sejalan dengan peningkatan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup terutama manusia. Di

Lebih terperinci

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri seharusnya memiliki kualitas sesuai standar yang ditentukan. Dalam proses pembuatannya tentu diperlukan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POLUSI UDARA

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POLUSI UDARA 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POLUSI UDARA Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Komponen yang konsentrasinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap),

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri. Resiko bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya kecelakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional di bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah kendaraan di kota besar menyebabkan polusi udara yang meningkat akibat pengeluaran emisi gas kendaraan. Banyak faktor seperti tuntutan pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan utama di dunia, khususnya di negara berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang, mempunyai durasi yang panjang dan umumnya berkembang lambat. Empat jenis

Lebih terperinci

Gunung api yang meletus akan mengeluarkan berbagai jenis debu serta gas dari dalam perut. Debu Vulkanik Dan Gangguan Kesehatan

Gunung api yang meletus akan mengeluarkan berbagai jenis debu serta gas dari dalam perut. Debu Vulkanik Dan Gangguan Kesehatan Umumnya gejala yang timbul seolah-olah ada benda asing di mata, mata terasa nyeri, gatal atau merah, mata terasa lengket, kornea mata lecet atau terdapat goresan, mata terasa seperti terbakar dan sensitif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan industri dapat memberikan dampak positif bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan industri dapat memberikan dampak positif bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan industri dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional. Namun pembangunan industri dengan berbagai macam jenisnya tentunya memiliki dampak positif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin meningkat dengan pesat di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam perkembangan industrialisasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun di luar rumah, baik secara biologis, fisik, maupun kimia. Partikel

BAB I PENDAHULUAN. maupun di luar rumah, baik secara biologis, fisik, maupun kimia. Partikel 1 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Masalah Menurut International Labor Organisasion (ILO) setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit atau yang disebabkan oleh pekerjaan. Ada

Lebih terperinci

Argon 0,93% Ne, He, CH4, H2 1,04% Karbon Dioksida 0,03% Oksigen 20% Nitrogen 78% Udara

Argon 0,93% Ne, He, CH4, H2 1,04% Karbon Dioksida 0,03% Oksigen 20% Nitrogen 78% Udara Karbon Dioksida 0,03% Argon 0,93% Ne, He, CH4, H2 1,04% Oksigen 20% Nitrogen 78% Udara Apa Itu Pencemaran Udara? Pencemaran udara bebas (Out door air pollution), Sumber Pencemaran udara bebas : Alamiah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia

Lebih terperinci

Dampak Kabut Asap Kebakaran Hutan Terhadap Kesehatan

Dampak Kabut Asap Kebakaran Hutan Terhadap Kesehatan Dampak Kabut Asap Kebakaran Hutan Terhadap Kesehatan Pekanbaru, 29 Maret, 2013 1 Tujuan Setelah mengikuti presentasi ini, peserta mampu : Mengetahui kondisi terkini hotspot kebakaran hutan di Sumatra Mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian ISPA Gejala batuk, pilek dan panas adalah tanda-tanda pertama dari suatu penyakit yang digolongkan dalam golongan penyakit "infeksi saluran pernafasan akut", disingkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan unsur lingkungan hidup lainnya (SNI ).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan unsur lingkungan hidup lainnya (SNI ). 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Udara Ambient Udara dapat di kelompokkan menjadi dua jenis, yaitu udara ambient dan udara emisi. Udara ambient adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa kesehatan lingkungan merupakan suatu keseimbangan yang harus ada antara manusia dengan lingkungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan atas atau yang selanjutnya disingkat dengan ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai daerah penghasilan furniture dari bahan baku kayu. Loebis dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai daerah penghasilan furniture dari bahan baku kayu. Loebis dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan menjadi masalah utama baik di pedesaan maupun di perkotaan. Khususnya di negara berkembang pencemaran udara yang disebabkan adanya aktivitas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan pekerja di suatu perusahaan penting karena menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan pekerja di suatu perusahaan penting karena menjadi salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan pekerja di suatu perusahaan penting karena menjadi salah satu investasi perusahaan dengan kata lain ketika pekerja sehat akan menghasilkan produksi perusahaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Infeksi Saluran Pernafasan Akut. hidung (sinus para nasal), rongga telinga tengah dan pleura (Depkes, 2009).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Infeksi Saluran Pernafasan Akut. hidung (sinus para nasal), rongga telinga tengah dan pleura (Depkes, 2009). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Saluran Pernafasan 2.1.1. Pengertian Infeksi Saluran Pernafasan Akut Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semburan lumpur panas yang terletak di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur adalah salah satu dari akibat ekplorasi di bidang perminyakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat terjadi

Lebih terperinci

ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA

ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA Pengelolaan lingkungan diperlukan agar lingkungan dapat terus menyediakan kondisi dan sumber daya yang dibutuhkan oleh makhluk hidup. Lingkungan abiotis terdiri dari atmosfer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan barangkali merupakan istilah yang tepat, namun tidak populer dan tidak menarik bagi perokok. Banyak orang sakit akibat merokok, tetapi orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan tingginya permintaan atas Crude Palm Oil

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat, terutama pada kondisi lingkungan yang di bawah standar. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat, terutama pada kondisi lingkungan yang di bawah standar. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit akibat lingkungan semakin hari semakin menimbulkan problema kesehatan masyarakat, terutama pada kondisi lingkungan yang di bawah standar. (1) Umumnya di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

B A P E D A L Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

B A P E D A L Badan Pengendalian Dampak Lingkungan KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : KEP- 107/KABAPEDAL/11/1997 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN SERTA INFORMASI INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA B A P E D A L Badan

Lebih terperinci

No. kuesioner. I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Pendidikan : 4. Lama Bekerja : 5. Sumber Informasi :

No. kuesioner. I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Pendidikan : 4. Lama Bekerja : 5. Sumber Informasi : No. kuesioner KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN KARYAWAN PABRIK KARET TENTANG POLUSI UDARA DI DALAM RUANGAN PABRIK DAN KELUHAN KESEHATAN DI PABRIK KARET KEBUN LIMAU MUNGKUR PTPN II TANJUNG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Faktor lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit akibat kerja. Potensi bahaya dapat ditimbulkan dari aktivitas kegiatan di tempat kerja setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan

Lebih terperinci

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S HUBUNGAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (MASKER) DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN ASMA PADA PEKERJA INDUSTRI BATIK TRADISIONAL DI KECAMATAN BUARAN KABUPATEN PEKALONGAN Skripsi KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : 08.0285.S

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat telah dikenal sejak tahun 1997 dan merupakan bencana nasional yang terjadi setiap tahun hingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana dalam UU No. 24 tahun 2007 didefinisikan sebagai peristiwa atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana dalam UU No. 24 tahun 2007 didefinisikan sebagai peristiwa atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana dalam UU No. 24 tahun 2007 didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar POLUSI Standart Kompetensi : Memahami polusi dan dampaknya pada manusia dan lingkungan Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi jenis polusi pada lingkungan kerja 2. Polusi Air Polusi Air Terjadinya polusi

Lebih terperinci

PENGARUH PENGENDALIAN PAPARAN DEBU PADA PEKERJA PENSORTIRAN DAUN TEMBAKAU DI PT. X KABUPATEN DELI SERDANG TESIS. Oleh NAIK SURYANTA /IKM

PENGARUH PENGENDALIAN PAPARAN DEBU PADA PEKERJA PENSORTIRAN DAUN TEMBAKAU DI PT. X KABUPATEN DELI SERDANG TESIS. Oleh NAIK SURYANTA /IKM PENGARUH PENGENDALIAN PAPARAN DEBU PADA PEKERJA PENSORTIRAN DAUN TEMBAKAU DI PT. X KABUPATEN DELI SERDANG TESIS Oleh NAIK SURYANTA 077010007/IKM S E K O L A H PA S C A S A R J A N A SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. TM PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur Area Madiun telah diperoleh

BAB V PEMBAHASAN. TM PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur Area Madiun telah diperoleh BAB V PEMBAHASAN A. Identifikasi Potensi Bahaya Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis di PDKB TM PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur Area Madiun telah diperoleh gambaran mengenai

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. penyakit akibat pajanan debu tersebut antara lain asma, rhinitis alergi dan penyakit paru

B A B I PENDAHULUAN. penyakit akibat pajanan debu tersebut antara lain asma, rhinitis alergi dan penyakit paru B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajanan debu kayu yang lama dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sistem pernafasan, pengaruh pajanan debu ini sering diabaikan sehingga dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut. BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Klasifikasi Gedung dan Risiko Kebakaran Proyek pembangunan gedung Rumah Sakit Pendidikan Universitas Brawijaya Malang merupakan bangunan yang diperuntukkan untuk gedung rumah sakit.

Lebih terperinci

Minggu VIII PENCEMARAN UDARA

Minggu VIII PENCEMARAN UDARA Minggu VIII PENCEMARAN UDARA Setelah mengikuti tatap muka ini, mahasiswa dapat menjelaskan 1. Jenis dan tipe pencemar udara 2. Perilaku partikel di udaia 3. Proses pembentukan partikel udara 4. Komposisi

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya. Udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengimpor dari luar negeri. Hal ini berujung pada upaya-upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. mengimpor dari luar negeri. Hal ini berujung pada upaya-upaya peningkatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era industrialisasi di Indonesia kini telah memasuki masa dimana upaya swasembada bahan pokok sangat diupayakan agar tidak melulu mengimpor dari luar negeri. Hal

Lebih terperinci

MODUL 1 ALAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (ALAT PELI NDUNG DI RI / APD) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K

MODUL 1 ALAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (ALAT PELI NDUNG DI RI / APD) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K MODUL 1 ALAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (ALAT PELI NDUNG DI RI / APD) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs. SOEBANDONO LEMBAR KERJA SISWA 1 A. Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor kehidupan seperti gangguan sosioekonomi, dampak politik dan

BAB I PENDAHULUAN. sektor kehidupan seperti gangguan sosioekonomi, dampak politik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebakaran hutan telah menjadi masalah bukan hanya di Indonesia tetapi juga berdampak regional di Asia Tenggara yang berpengaruh terhadap berbagai sektor kehidupan seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang kerja. 2) Perlindungan tenaga kerja meliputi aspek-aspek yang cukup luas, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan mempunyai dampak yang menyebabkan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sarana dan prasarana fisik seperti pusat-pusat industri merupakan salah satu penunjang aktivitas dan simbol kemajuan peradaban kota. Di sisi lain, pembangunan

Lebih terperinci

SELEKSI MASUK UNIVERSITAS INDONESIA (SIMAK-UI) Mata Pelajaran : IPA TERPADU Tanggal : 01 Maret 2009 Kode Soal : 914 PENCEMARAN UDARA Secara umum, terdapat 2 sumber pencermaran udara, yaitu pencemaran akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebiasaan lain, perubahan-perubahan pada umumnya menimbulkan beberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebiasaan lain, perubahan-perubahan pada umumnya menimbulkan beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan dan Keselamatan Kerja merupakan suatu masalah penting dalam setiap proses operasional baik di sektor tradisional maupun modern, khususnya pada masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN DEBU MENGGUNAKAN PERSONAL DUST SAMPLER (PDS)

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN DEBU MENGGUNAKAN PERSONAL DUST SAMPLER (PDS) LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN DEBU MENGGUNAKAN PERSONAL DUST SAMPLER (PDS) Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Laboratorium Kesehatan Kerja Dosen Pengampu : Drs. Herry Koesyanto, MS Nama Kelompok :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemar kendaraan bermotor di kota besar makin terasa. Pembakaran bensin dalam kendaraan bermotor merupakan lebih dari separuh penyebab polusi udara. Disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kombinasi-kombinasi baru atau melihat hubungan-hubungan baru antar

TINJAUAN PUSTAKA. kombinasi-kombinasi baru atau melihat hubungan-hubungan baru antar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Berpikir Kreatif Kreativitas menurut Semiawan (1987: 8) adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru atau melihat hubungan-hubungan baru antar unsur, data atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan suatu bangsa dan negara tentunya tidak bisa lepas dari peranan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan suatu bangsa dan negara tentunya tidak bisa lepas dari peranan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki AFTA, WTO dan menghadapi era globalisasi seperti saat ini pertumbuhan suatu bangsa dan negara tentunya tidak bisa lepas dari peranan sektor industri,pemerintah

Lebih terperinci