BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. di dalamnya kaidah-kaidah di bidang pengelolaan keuangan negara yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. di dalamnya kaidah-kaidah di bidang pengelolaan keuangan negara yang"

Transkripsi

1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manajemen penyelenggaraan pemerintahan yang baik dalam suatu negara merupakan suatu kebutuhan yang tak terelakkan. Pemerintah wajib menerapkan kaidah-kaidah yang baik dalam menjalankan operasional pemerintahan, termasuk di dalamnya kaidah-kaidah di bidang pengelolaan keuangan negara yang diwujudkan dalam bentuk penerapan prinsip good governance. Sebab bagaimanapun manajemen keuangan pemerintah merupakan salah satu kunci penentu keberhasilan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan dalam kerangka nation and state building. Adanya manajemen keuangan pemerintah yang baik akan menjamin tercapainya tujuan pembangunan (Asrori, 2009: 25). Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik itulah, pemerintah Republik Indonesia telah melakukan reformasi di bidang pengelolaan keuangan negara. Dalam kehidupan bernegara yang semakin terbuka seperti sekarang ini, pemerintah sebagai perumus dan pelaksana kebijakan APBN dituntut untuk terbuka dan bertanggung jawab terhadap seluruh hasil pelaksanaan pembangunan. Salah satu bentuk tanggung jawab itu diwujudkan dengan menyediakan informasi keuangan yang komprehensif kepada masyarakat luas (Halim dkk, 2012: 16). Perhatian terhadap isu transparansi dan akuntabilitas keuangan publik di Indonesia dalam dekade terakhir ini semakin meningkat. Menurut Halim dkk, (2012: 15), hal ini terutama disebabkan oleh dua faktor antara lain sebagai berikut. 1

2 2 1. Krisis ekonomi dan turbulen fiskal telah memberi kontribusi terhadap erosi substansial kepercayaan publik terhadap pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara. 2. Desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, sebagai konsekuensi dari otonomi daerah, telah menyebabkan perubahan signifikan dalam komposisi pengeluaran anggaran pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Menurut Halim dkk, (2012: 15), kondisi ini membawa konsekuensi bahwa pemerintah harus dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara (pusat dan daerah). Salah satu prasyarat untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan melakukan reformasi dalam penyajian laporan keuangan, yakni pemerintah harus mampu menyediakan semua informasi keuangan relevan secara jujur dan terbuka kepada publik, karena kegiatan pemerintah adalah dalam rangka melaksanakan amanat rakyat. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, berdampak pada terjadinya pelimpahan kewenangan yang semakin luas dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan fungsi pemerintah daerah, dalam mengelola keuangan daerah, serta memberikan kewenangan lebih luas kepada pemerintah daerah dalam mobilisasi sumber dana, menentukan arah, tujuan, dan target penggunaan anggaran. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik

3 3 Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah akan timbul hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang sehingga perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud, merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pada pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa, keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 1 angka 5 menyebutkan bahwa, keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 sebenarnya telah mengamanatkan pentingnya bagi pemerintah untuk menyelenggarakan sistem informasi keuangan daerah (SIKD) secara nasional yang bertujuan antara lain: 1) merumuskan kebijakan dan pengendalian fiskal nasional; 2) menyajikan informasi keuangan daerah secara nasional; 3) merumuskan kebijakan keuangan daerah, seperti dana perimbangan, pinjaman daerah, dan pengendalian defisit anggaran; 4) melakukan

4 4 pemantauan, pengendaliaan dan evaluasi pendanaan desentralisasi, dekonsentrasi, tugas pembantuan, pinjaman daerah, dan defisit anggaran daerah (Halim dkk. 2012: 2). Oleh karena itu, guna menjawab kebutuhan masyarakat publik mengenai informasi keuangan, pemerintah pusat telah menyediakan Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD), sedangkan pemerintah daerah wajib menyampaikan data atau informasi yang berkaitan dengan keuangan daerah kepada pemerintah pusat (Halim dkk, 2012: 16). Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) merupakan salah satu media yang digunakan dalam memberikan informasi yang di dalamnya memuat proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sampai ke tahapan realisasinya lengkap dengan laporan keuangan. Dengan adanya sistem informasi keuangan daerah diharapkan akan menciptakan akuntabilitas publik mengenai pelaporan keuangan daerah. Informasi keuangan daerah adalah segala informasi yang berkaitan dengan keuangan daerah yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan sitem keuangan informasi keuangan daerah. Jenis informasi keuangan daerah meliputi APBD, perubahan APBD, laporan realisasi APBD semester I, LKPD, dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan, laporan keuangan perusahaan daerah, dan dana terkait kebutuhan dan kapasitas fiskal (Halim dkk, 2012: 12). Dalam rangka menciptakan persamaan persepsi untuk menginterpretasikan dan mengimplementasikan berbagai peraturan perundang-undangan, tentang pengelolaan keuangan daerah, Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri membentuk sistem dan prosedural Sistem Informasi Pengelolaan

5 5 Keuangan Daerah (SIPKD). Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) adalah aplikasi terpadu yang dipergunakan sebagai alat bantu pemerintah daerah untuk meningkatkan efektivitas implementasi dari berbagai regulasi bidang pengelolaan keuangan daerah yang berdasarkan asas efisiensi, ekonomis, efektif, transparan, akuntabel, dan auditabel (Irfianto dan Utami, 2013: 4). SIPKD merupakan sistem yang dibangun menggunakan konsep ERP (Enterprise Resource Planning), yang mengintegrasikan data base pemerintah kabupaten/kota dengan data base pemerintah provinsi, baik secara online atau offline. Dengan integrasi tersebut pemerintah daerah dapat dengan cepat memberikan laporan pengelolaan keuangan daerah kepada pemerintah pusat. SIPKD terdiri dari modul utama, yaitu: modul perencanaan, penganggaran, pertanggungjawaban, pelaksanaan, dan tata usaha. Selain modul utama, terdapat modul pendukung lain, yaitu: modul gaji, aset, piutang dan pinjaman. Penerapan SIPKD merupakan bentuk usaha penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, yang akan benar-benar diterapkan pada tahun Saat ini telah terdapat 171 daerah yang menerapkan SIPKD. Penerapan SIPKD oleh pemerintah daerah sekarang ini masih merupakan pilot project dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), sehingga masih hanya 171 daerah yang menerapkan SIPKD. Pada akhirnya semua pemerintah daerah diharapkan dapat menerapkan SIPKD ini ( Upaya yang ditempuh oleh Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri ini dapat dipahami mengingat sampai sekarang masih

6 6 ditemukan beberapa permasalahan pengelolaan keuangan daerah dalam skala nasional, diantaranya adalah sebagai berikut. Pertama, keterlambatan penyampaian data keuangan dari daerah ke pusat mengakibatkan penyajian data keuangan daerah secara nasional untuk kepentingan merumuskan kebijakan fiskal terlambat dari jadwal yang direncanakan. Kedua, ketidakseragaman input data keuangan dari daerah baik dalam hal kode rekening maupun format laporan keuangannya, sehingga menyulitkan kompilasi dan konsolidasi database keuangan daerah yang harus disajikan sebagai satu kesatuan laporan keuangan sektor publik (Pegangan Penyelenggaran Pemerintahan dan Pembangunan Daerah, 2006). Berdasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, menyatakan bahwa laporan keuangan daerah disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh pemerintah daerah selama satu periode pelaporan. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah daerah harus berupaya untuk meningkatkan efektifitas pengelolaan keuangan daerah dengan menerapkan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah. Oleh karena itu, terkait dengan perkembangan teknologi komputer, pengelolaan keuangan daerah kini sudah mulai memaksimalkan penggunaan komputer sebagai alat bantu, sehingga menghasilkan sebuah sistem informasi keuangan daerah yang handal. Widjajanto (2001: 72), menyatakan sistem akuntansi berbasis komputer memiliki beberapa kelebihan yaitu dapat meningkatkan efisiensi, khususnya jika volume data yang diolah cukup besar,

7 7 pengolahan data dengan menggunakan komputer lebih mudah karena komputer bisa melakukan perhitungan secara otomatis, komputer mampu menyajikan informasi secara cepat dan dengan kecermatan yang tinggi. Dengan penggunaan sistem informasi akuntansi dan pengelolaan keuangan daerah berbasis komputer yang terintegrasi aparatur tentunya akan sangat terbantu dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan, baik di tingkat SKPD maupun SKPKD. Di samping itu hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Tolbert dan Mossberger (2006: 11), menunjukkan bahwa penerapan TI di sektor publik terbukti memiliki dampak pada peningkatan persepsi transparansi, efektivitas, respon, dan aksesibilitas terhadap pemerintah tingkat federal. Untuk pemerintah tingkat state, penerapan TI meningkatkan persepsi pengguna hanya pada respon pemerintah sedangkan peningkatan persepsi aksesbilitas dan respon terjadi hanya pada pemerintah tingkat local, yang berakibat pada meningkatnya trust terhadap pemerintah tingkat local. Saat ini pengelolaan keuangan daerah pada umumnya dilakukan secara parsial dan tidak terpadu. Terkait dengan perkembangan teknologi informasi, sudah selayaknya pengelolaan keuangan daerah memaksimalkan penggunaan aplikasi sebagai alat bantu sehingga menghasilkan sebuah sistem informasi keuangan daerah yang handal. Namun, pada kenyataannya hal ini masih belum dapat dilakukan secara maksimal. Misalnya ada daerah yang masih menggunakan sistem komputer tanpa jaringan. Ini memberikan implikasi bahwa pengelolaan keuangan daerah belum seperti yang diharapkan. Fakta menunjukkan bahwa dari jumlah 524 Pemda, sebanyak 361 atau 68,89 persen Pemda telah menggunakan

8 8 sistem informasi keuangan, dan 163 pemda (31,11persen) belum diketahui secara pasti sistem yang di gunakan dalam pengelolaan keuangan daerah. Data per Oktober 2012 memberikan gambaran pengelolaan keuangan daerah yang digunakan oleh pemda juga masih tidak seragam. Sebanyak 223 pemda menggunakan SIMDA, 119 pemda menggunakan SIPKD, 123 Pemda menggunakan sistem lain, dan 59 pemda tidak menggunakan sistem. TIDAK MENGGUNAKAN SISTEM; 59 SIMDA, 223 SISTEM LAIN, 123 SIPKD, 119 Sumber: Direktorat Jenderal Keuangan Daerah, 2014 (diolah) Gambar 1.1 Penggunaan Teknologi Informasi di Pemda Beragamnya sistem yang digunakan, adanya perbedaan akun dan struktur APBN dengan APBD, merupakan faktor yang menyebabkan belum terintegrasinya sistem pengelolaan keuangan antara pusat dan daerah (Halim dkk, 2012: 3). Padahal kualitas informasi keuangan daerah yang disajikan oleh pemerintah pusat sangat bergantung pada tingkat pemahaman dan ruang lingkup penyelenggaraan SIKD di daerah. Data keuangan daerah yang relevan dan dapat diandalkan menjadi input bagi proses SIKD di pusat sehingga diharapkan menghasilkan informasi yang bermanfaat bagi para pemangku kepentingan.

9 9 Informasi keuangan daerah yang disediakan dan disajikan harus memenuhi kriteria informasi yang berkualitas (Halim dkk, 2012: 9). Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri pada tahun 2011 telah membangun Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD), anggaran sebesar Rp ,00. Pelaksanaan pengembangan dan implementasi SIPKD yang dimulai sejak bulan Januari 2008 sampai dengan bulan Oktober 2011, pada tahap awal 171 Pemerintah Daerah telah ditetapkan sebagai daerah basis implementasi SIPKD. Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD), secara akutansi termasuk kelompok aset tak berwujud pada laporan Direktorat Jenderal Keuangan Daerah. Aplikasi SIPKD dimaksud diberikan ke daerah secara cuma-cuma (gratis) untuk dapat dipergunakan dengan baik. Akan tetapi, dalam perjalanannya karena alasan satu dan lain hal maka di penghujung implementasi ini jumlah daerah yang siap mengoperasikan SIPKD berjumlah 119 daerah, padahal harapan pemerintah aplikasi tersebut dapat menjadi satu alat dalam efektivitas pelaporan pengelolaan keuangan daerah PENUH TERBATAS PERSIAPAN Sumber: Direktorat Jenderal Keuangan Daerah, 2014 (diolah) Gambar 1.2 Penggunaan SIPKD di Pemda

10 10 Keberhasilan implementasi SIPKD ini tidak lain adalah dalam rangka meningkatkan kinerja manajemen keuangan daerah dan terwujudnya sistem pengelolaan keuangan daerah yang terkomputerisasi berdasarkan standar international best practises. Sistem ini diharapkan dapat mendorong terwujudnya tata kelola kepemerintahan yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan (good governance and accountable), sehingga meningkatnya efektivitas pemanfaatan sumberdaya untuk menggerakkan ekonomi dan pembangunan daerah. Pembangunan SIPKD ini bermakna bahwa, setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) diwajibkan untuk menguasai program aplikasi yang telah ditentukan, mulai dari input data dan proses datanya. Dalam rangka penerapan paket regulasi dan pengembangan kapasitas pengelolaan keuangan daerah, yang secara terpadu diharapkan dapat menjadi alat bantu standar dan efektif menjembatani gap antara tuntutan pemenuhan regulasi dan peningkatan layanan disatu sisi dengan keterbatasan SDM dan kapasitas organisasi pada sisi lainnya. Pengembangan dan implementasi SIPKD pada dasarnya adalah fasilitas pemerintah dalam proses menuju manajemen perubahan (change management) yang baik dan benar. Pengelolaan keuangan daerah dari kondisi operasi yang relatif manual atau komputerisasi parsial, menuju pengelolaan keuangan daerah berbasis teknologi informasi yang terpadu mulai dari tingkat SKPD Pemerintah Daerah SIKD Regional hingga SIKD Nasional merupakan tujuan manajemen perubahan. Data dihasilkan sudah terintegrasi dan akan lebih mudah dilakukan konsolidasi dari tingkat pemerintah daerah ke tingkat pemerintah pusat.

11 11 Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri dalam melaksanakan tugas dan fungsi pembinaan terhadap pemerintahan daerah dalam bentuk kebijakan dan aksi fasilitasi. Pengembangan implementasi SIPKD ini pada dasarnya merupakan sebuah upaya pemerintah dalam mendukung agenda reformasi keuangan daerah menuju peningkatan kinerja tata kelola keuangan daerah yang efektif, efisien, transparan, akuntabel dan auditabel, serta untuk memperkuat peran dan fungsi pengelolaan keuangan daerah sebagai salah satu penggerak peningkatan kinerja ekonomi lokal guna peningkatan standar hidup dan pelayanan masyarakat. Sekilas informasi dari aplikasi SIPKD yang dibangun oleh Kementerian Dalam Negeri, aplikasi SIPKD tersebut terdiri dari 2 (dua) sistem utama yaitu sebagai berikut. 1. Core System merupakan modul aplikasi inti dari SIPKD, terdiri dari modul perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan serta pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah yang terintegrasi dalam sebuah sistem, baik dalam lingkungan operasi online maupun offline. Modul Core System adalah modul aplikasi inti dari SIPKD yang merupakan aplikasi system yang mencakup satu siklus pengelolaan keuangan daerah, terdiri dari modul perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan serta pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah yang terintegrasi dalam sebuah sistem, baik dalam lingkungan operasi online maupun offline. 2. Non Core System merupakan modul aplikasi pendukung dari SIPKD, terdiri dari modul pinjaman, piutang, aset, gaji, dan Sistem Informasi Eksekutif-

12 12 Regional SIKD. Modul aplikasi ini dapat diintegrasikan dengan modul core system, baik pada aspek database, reporting maupun untuk kepentingan rekonsiliasi. Sistem ini dapat berjalan, baik dalam lingkungan operasi online maupun offline. Implementasi aplikasi SIPKD dapat membantu memudahkan semua pekerjaan. Aplikasi SIPKD memudahkan data lebih akurat, kesesuian input data dari SKPD dengan efektivitas kerja sangat menentukan. Bila input data yang dilakukan oleh SKPD telah sesuai dengan ketentuan yang ada, maka data tersebut dapat diproses. Sebaliknya, apabila data tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang ada, maka program tidak bisa berfungsi. Untuk itu perlu dilakukan klarifikasi data tersebut melalui SKPD. Ketidaksesuaian data ini membuat para stakeholder sedikit terhambat. Penelitian menunjukkan bahwa meskipun penerapan TI di sektor publik ini dalam beberapa kasus terbukti efektif memberi manfaat bagi organisasi pemerintah atau masyarakat. Akan tetapi dalam kenyataannya tidak ada jaminan bahwa penerapan TI di sektor publik akan efektif menyelesaikan masalah. Dengan demikian ada kemungkinkan terjadinya kegagalan dalam penerapan teknologi informasi di sektor publik. Hasil penelitian yang dilakukan di New Zealand oleh Goldfinch (2007), menunjukkan bahwa 38 persen proyek sistem di pemerintah berhasil, 59 persen bermasalah, dan 3 persen gagal atau dibatalkan. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan sistem di organisasi sektor publik perlu lebih hatihati karena adanya benturan kepentingan antara birokrasi, manajerial, dan programmer.

13 13 Kegagalan penerapan TI di sektor publik menurut Goldfinch (2007: 918), menunjukkan kurangnya literature penerapan TI pada sektor publik. Goldfinch (2007: 926), menyarankan bahwa organisasi sektor publik perlu sangat hati-hati dalam menerapkan TI. Beberapa kegagalan penerapan sistem informasi yang berbasis pada TI, antara lain disebabkan oleh: teknologi yang tidak kompatibel, kurangnya pengetahuan, pelatihan, kurangnya kemampuan manajemen, proses yang kurang terintegrasi, benturan budaya, benturan struktur manajemen, kurangnya koordinasi sistem, politik, dan lingkungan. Penyebab kegagalan tersebut dapat dikelompokkan, yaitu: kegagalan proyek, kegagalan sistem, dan kegagalan pengguna. Permasalahan yang timbul dari pengembangan sistem yang berbasis TI di sektor publik adalah pengawasan/kontrol yang lemah atau tidak efektif, yang timbul dari kompleksitas masalah yang tinggi, perubahan lingkungan, kemampuan sumber daya manusia. Pengawasan yang efektif terhadap pengembangan sistem dan pencapaian kepuasan pengguna sistem akan mencegah kegagalan sistem yang dapat menimbulkan kerugian (Goldfinch, 2007: 926, Yoon dan Im, 2005: 60). Menurut Goldfinch (2007: 925), organisasi pemerintah perlu hati-hati dalam menerapkan TI. Selama penerapan SIPKD beberapa permasalahan masih dirasakan oleh para pengguna SIPKD. Hal ini disebabkan perubahan cara kerja dari sistem manual menjadi sistem yang berbasis pada teknologi informasi membuat para petugas tidak mudah melakukan koreksi jika terjadi kesalahan. Keluhan terhadap layanan/fitur SIPKD dirasakan membatasi dan merepotkan pengguna SIPKD.

14 14 Lamanya penanganan permasalahan yang timbul dari sistem merupakan permasalahan lain yang dihadapi pengguna SIPKD. Permasalahan dengan output/hasil SIPKD dirasakan masih ada yang kurang untuk mendukung bentuk pelaporan kegiatan di luar anggaran sehingga masih dilakukan penyesuaian secara manual. Dari semua keluhan akibat permasalahan yang muncul, diduga disebabkan oleh penerapan SIPKD yang kurang sesuai dengan harapan penggunanya. Teori disonansi kognitif menjelaskan bahwa ketidaksesuaian harapan dengan kenyataan/kebutuhan dapat menimbulkan persepsi negatif yang berakibat penurunan kinerja. Selain itu, teori konfirmasi harapan juga menjelaskan bahwa kesesuaian harapan dengan kebutuhan akan menciptakan kepuasan yang akan berdampak positif bagi pada penerapan sistem. Dengan demikian, pemenuhan harapan dari pengguna sistem merupakan faktor yang penting untuk menciptakan kepuasan pengguna sistem yang akan berdampak pada kesuksesan penerapan suatu sistem (Fisher, 2001 dalam Puspita, 2013: 12). Pengembangan sistem informasi pada dasarnya memerlukan suatu perencanaan implementasi yang hati-hati untuk menghindari adanya penolakan terhadap sistem yang dikembangkan. Hal ini dikarenakan perubahan dari sistem manual ke sistem komputerisasi tidak hanya menyangkut perubahan teknologi tetapi juga perubahan perilaku dan organisasi (Bodnar dan Hopwood, 2010 : 1). Untuk menghindari adanya penolakan terhadap sistem yang dikembangkan maka diperlukan kualitas sistem informasi yang baik dan ini akan berpengaruh pada tingkat kepuasan pengguna sistem yang dikembangkan. Suatu departemen sistem

15 15 informasi yang sukses harus mampu memberikan keuntungan bagi para pengguna jasa dan pemakai sistem informasi melalui aktiviitas-aktivitas (pelayanan) yang dilakukannya dan mampu membantu organisasi mencapai tujuannya. Karena fungsi sistem informasi memberikan pelayanan yang berkaitan dengan informasi yang dibutuhkan manajemen menyebabkan perlunya sistem informasi organisasi yang efektif (Baridwan dan Hanum, 2007: 154). Sistem informasi yang efektif berarti sistem informasi tersebut harus mampu memberikan kepuasan para pengguna jasanya (Mulyadi, 1999: 121). Sistem informasi yang efektif merupakan hal yang penting bagi organisasi guna berfungsi pada tingkat yang optimal (Baridwan dan Hanum, 2007: 158). Kondisi pemerintah provinsi dan kabupaten kota di Indonesia tidak semua memiliki pola pikir (maindset) yang sama terhadap penggunaan SIPKD. Ini tercermin dari ada beberapa daerah inkubator tidak mau menggunakan aplikasi dimaksud, dengan berbagai alasan, antara lain politik, keuangan, sarana, dan sumber daya manusianya. Berpijak pada uraian latar belakang di atas maka, adalah hal yang urgen untuk mengetahui bagaimana persepsi pengelola Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) di daerah. Penelitian ini bermaksud untuk menganalisis sejauh mana manfaat (benefit) aplikasi SIPKD di daerah dibandingkan dengan nilai perolehannya (cost), dan diharapkan dapat terwujudnya menyajikan data dan informasi keuangan daerah, utamanya terkait dengan kebijakan sinkronisasi keuangan negara dan keuangan daerah. Tugas dan fungsi pemerintah pusat dalam pembinaan terhadap pemerintah daerah dalam

16 16 bentuk kebijakan dan aksi fasilitasi dapat terwujud. Penelitian ini disusun dengan harapan dapat memberikan kontribusi positif terhadap pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Keuangan Daerah di dalam membangun suatu sistem informasi kedepannnya. Harapannya sistem informasi yang tepat guna, dalam pemerintahan, besarnya inventasi di bidang tekologi informasi yang feasible ditentukan melalui suatu analisis biaya dan manfaat (cost-benefit analysis). Karena aset negara yang digunakan untuk melaksanakan tugas pokok negara dan jajarannya harus dikelola secara efisien, efektif dan dipelihara dengan baik agar dapat dipergunakan secara maksimal. 1.2 Rumusan Masalah Dalam rangka menciptakan persamaan persepsi untuk menginterpretasikan dan mengimplementasikan berbagai peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan keuangan daerah, Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, membentuk sistem dan prosedural Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD). Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) adalah aplikasi terpadu yang dipergunakan sebagai alat bantu pemerintah daerah untuk meningkatkan efektifitas implementasi dari berbagai regulasi bidang pengelolaan keuangan daerah yang berdasarkan asas efisiensi, ekonomis, efektif, transparan, akuntabel, dan auditable. Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan permasalahan dimaksud sebagai berikut. 1. Apakah implementasi Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) di pemerintah daerah sudah dijalankan dengan benar?

17 17 2. Apakah implementasi Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) sudah memenuhi aspek hukum, aspek teknis operasional dan aspek manfaat? 1.3 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berkaitan dengan efektivitas SIKD pernah dilakukan. Beberapa penelitian tersebut antara lain sebagai berikut. Hendrikus (2009: 136), meneliti pengaruh sistem informasi manajemen dan sistem akuntansi pusat terhadap efektivitas pengelolaan aset negara pada kantor pelayanan perbendaharaan negara surakarta. Penelitian ini mengambil populasi sebanyak 103 kuasa pengguna barang satuan kerja di wilayah kerja KPPN Surakarta. Studi penelitian ini dengan menggunakan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkkan bahwa variabel bebas yang terdiri dari sistem informasi manajemen dan sistem akuntasi pusat secara simultan mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap efektivitas pengelolaan aset di KPPN Surakarta. Ini berarti bahwa SIMAK di KPPN Surakarta setidaknya membantu, memudahkan semua pekerjaan baik dalam pemrosesan data maupun dalam menjalankan program yang dijalankan oleh kantor tersebut. Womer dan Widhiyani (2012: 4), meneliti Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Tabanan. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat efektivitas penerapan SIPKD. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan kuesioner. Teknik analisis yang digunakan adalah

18 18 teknik analisis kuantitatif dengan menggunakan skala Likert. Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini antara lain: SIPKD pada SKPD di Pemerintah Kabupaten Tabanan masing-masing variabel (keamanan data, waktu, ketelitian, relevansi, variasi laporan, kenyamanan fisik, kualitas informasi dan teknologi informasi) efektif. Bagoe (2013: 13), melakukan penelitian yang bertujuan untuk menguji dan mengetahui pengaruh pelaksanaan sistem informasi keuangan daerah terhadap efektivitas pengelolaan keuangan Pemerintah Kota Gorontalo. Populasi penelitian ini adalah staf yang bertanggung jawab langsung mengatur informasi sistem pengelolaan keuangan daerah Pemerintah Kota Gorontalo. Data penelitian primer diperoleh melalui kuesioner. Metode penelitian adalah kuantitatif. Analisis data dengan menggunakan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah memiliki dampak yang signifikan terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah. Penelitian kali ini juga meneliti efektivitas SIKD, tetapi populasi penelitian meliputi Pemerintah daerah seluruh Indonesia. Di samping itu penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Alasan menggunakan pendekatan diskriptitf kualitatif adalah karena untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi yang dalam hal ini adalah efektivitas pelaksanaan SIKD secara aktual dan cermat. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan fakta-fakta atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat mengenai Efektivitas Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD)

19 19 tanpa mencari atau menerangkan saling hubungan atau perbandingan antarvariabel. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui manfaat aplikasi Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) di daerah. 2. Untuk mengetahui perbedaan efektifitas SIPKD di antara aspek-aspek hukum, aspek teknis operasional dan aspek manfaat Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Manfaat teoretis. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti karena memberi kesempatan untuk mengetahui bagaimana sebuah kebijakan pengelolaan keuangan daerah diambil berdasarkan pemanfaatan teknologi informasi. Hasil ini diharapkan pula dapat memberikan informasi dan wawasan serta menambah referensi kepustakaan khususnya di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada. 2. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan manfaat bagi Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri dalam mengambil kebijakan tentang pengelolaan keuangan daerah.

20 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri atas empat bab. Bab I Pengantar, memuat tentang latar belakang, rumusan masalah, keaslian penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka dan Alat Analisis, menguraikan tentang tinjauan pustaka, landasan teori, pertanyaan penelitian, dan alat analisis. Bab III Analisis Data, memberikan uraian tentang metode penelitian, hasil analisis data, dan pembahasan. Bab IV Kesimpulan dan Saran, merupakan bab penutup yang berisikan uraian singkat mengenai hasil penelitian dan pembahasannya, menyampaikan saran kepada pihak terkait sehubungan dengan hasil penelitian, dan menguraikan keterbatasan dalam penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kegiatan operasional yang lebih efisien dan efektif ( Ali dan Green,

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kegiatan operasional yang lebih efisien dan efektif ( Ali dan Green, 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi Informasi ( TI) telah banyak mempengaruhi organisasi dalam melakukan aktivitasnya. Manfaat yang diberikan oleh TI juga telah menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka menciptakan good

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka menciptakan good BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka menciptakan good governance yaitu dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi (TI) seperti menerapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan di daerah, Pemerintah Daerah wajib mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan di daerahnya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusat untuk mengatur pemerintahannnya sendiri. Kewenangan pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. pusat untuk mengatur pemerintahannnya sendiri. Kewenangan pemerintah daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia, pemerintah daerah merupakan organisasi sektor publik yang diberi kewenangan oleh pemerintah pusat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 32. berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 32. berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pemerintahan sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah tentang tata kelola pemerintahan yang baik atau good government

BAB I PENDAHULUAN. adalah tentang tata kelola pemerintahan yang baik atau good government 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu yang sedang aktual dalam bidang pengelolaan keuangan sektor publik adalah tentang tata kelola pemerintahan yang baik atau good government governance. Tata kelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi tersebut yaitu dengan diselenggarakannya otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi tersebut yaitu dengan diselenggarakannya otonomi daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setelah adanya era reformasi, arus besar untuk mengelola daerah masingmasing semakin kuat. Untuk menyeimbangkan permintaan tersebut dalam hal pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Reformasi di berbagai bidang yang sedang berlangsung di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Reformasi di berbagai bidang yang sedang berlangsung di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Reformasi di berbagai bidang yang sedang berlangsung di Indonesia telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta ekonomi sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dielakkan lagi. Dengan semakin tinggi tuntutan tersebut berdampak terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dielakkan lagi. Dengan semakin tinggi tuntutan tersebut berdampak terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuntutan masyarakat kepada pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah baik pusat maupun daerah tidak dapat dielakkan lagi. Dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Laporan keuangan adalah catatan informasi suatu entitas pada suatu periode

BAB II LANDASAN TEORI. Laporan keuangan adalah catatan informasi suatu entitas pada suatu periode 12 BAB II LANDASAN TEORI A. LAPORAN KEUANGAN Laporan keuangan adalah catatan informasi suatu entitas pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja entitas tersebut. Laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir reformasi keuangan di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir reformasi keuangan di Indonesia terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir reformasi keuangan di Indonesia terus berkembang. Transparansi dan akuntabilitas publik telah menjadi tujuan terpenting dari reformasi sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak diberlakukannya otonomi daerah pemerintah diberikan kewenangan yang luas untuk menyelenggarakan semua urusan pemerintah. Perubahan pada sistem pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak yang besar dalam kehidupan manusia, terutama

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak yang besar dalam kehidupan manusia, terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan teknologi informasi komunikasi dimasa sekarang ini, membawa dampak yang besar dalam kehidupan manusia, terutama pemanfaatan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah selaku penyelenggara urusan pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah selaku penyelenggara urusan pemerintahan daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah daerah selaku penyelenggara urusan pemerintahan daerah berdasarkan Undang-undang no 32 tahun 2004 berkewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Sistem, Informasi, dan Sistem Informasi. Bodnar dan Hopwood (2010:1) mendefinisikan sistem sebagai berikut,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Sistem, Informasi, dan Sistem Informasi. Bodnar dan Hopwood (2010:1) mendefinisikan sistem sebagai berikut, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Definisi Sistem, Informasi, dan Sistem Informasi Bodnar dan Hopwood (2010:1) mendefinisikan sistem sebagai berikut, Sistem adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan teknologi diera globalisasi ini menjadi semakin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan teknologi diera globalisasi ini menjadi semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan teknologi diera globalisasi ini menjadi semakin pesat diiringi dengan berkembangnya sistem informasi berbasis teknologi. Selama ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin pesat. Salah satu teknologi yang berkembang dengan pesat

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin pesat. Salah satu teknologi yang berkembang dengan pesat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi di masa sekarang ini mengalami pertumbuhan yang semakin pesat. Salah satu teknologi yang berkembang dengan pesat adalah Teknologi Informasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Instansi pemerintah secara umum berperan dalam pemberian. pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan bidangnya masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Instansi pemerintah secara umum berperan dalam pemberian. pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan bidangnya masing-masing 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Instansi pemerintah secara umum berperan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan bidangnya masing-masing baik ditingkat pusat maupun daerah. Dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor publik diakhiri dengan proses pertanggungjawaban publik, proses inilah

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor publik diakhiri dengan proses pertanggungjawaban publik, proses inilah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akuntabilitas kinerja merupakan salah satu kunci bagi terwujudnya good governance dalam pengelolaan organisasi publik, jika siklus akuntansi sektor publik diakhiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya perbaikan terhadap pengelolaan keuangan pada instansi-instansi pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. satunya perbaikan terhadap pengelolaan keuangan pada instansi-instansi pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam era otonomi daerah ini, masyarakat semakin menyadari hak dan kewajibannya sebagai warga Negara dan lebih dapat menyampaikan aspirasi yang berkembang yang salah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan Undang-Undang No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan antara Pemerintah

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran ) ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran 2003-2007) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemah dan pada akhirnya laporan keuangan yang dihasilkan juga kurang

BAB I PENDAHULUAN. lemah dan pada akhirnya laporan keuangan yang dihasilkan juga kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Akuntansi yang lemah menyebabkan pengendalian internal lemah dan pada akhirnya laporan keuangan yang dihasilkan juga kurang handal dan kurang relevan untuk pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desentralisasi adalah salah satu sistem administrasi pemerintahan, dalam banyak hal tidak dapat dilepaskan dari proses pertumbuhan suatu negara. Sejarah mencatat desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Undang-

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem informasi keuangan daerah diperlukan untuk meningkatkan pelaksanaan desentralisasi sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Undang- Undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 56 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 104 Undang- Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. governance) ditandai dengan diterbitkannya Undang undang Nomor 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. governance) ditandai dengan diterbitkannya Undang undang Nomor 28 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pemerintah untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) ditandai dengan diterbitkannya Undang undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan.seluruh pihak termasuk pemerintah sendiri mencoba mengatasi hal ini dengan melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahirnya paket undang-undang di bidang keuangan negara, yaitu undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. lahirnya paket undang-undang di bidang keuangan negara, yaitu undang-undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi keuangan negara telah dimulai sejak tahun 2003 ditandai dengan lahirnya paket undang-undang di bidang keuangan negara, yaitu undang-undang nomor 17

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISA PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KOTA PADANG WINDA PUSPITA SARI FAKULTAS EKONOMI

SKRIPSI ANALISA PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KOTA PADANG WINDA PUSPITA SARI FAKULTAS EKONOMI SKRIPSI ANALISA PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KOTA PADANG OLEH : WINDA PUSPITA SARI 07153110 Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dijalankan untuk dewan komisaris, manajemen, dan personel lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang dijalankan untuk dewan komisaris, manajemen, dan personel lain dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengendalian internal (internal control) merupakan bagian integral dari sistem informasi akuntansi. Pengendalian internal itu sendiri adalah suatu proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas tentang latar belakang dari dilakukan penelitian ini,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas tentang latar belakang dari dilakukan penelitian ini, BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas tentang latar belakang dari dilakukan penelitian ini, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi dari penelitian ini dan kontribusi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan diterapkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan diterapkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan keuangan daerah merupakan salah satu bagian yang mengalami perubahan mendasar dengan diterapkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

Assallamualaikum Wr.WB dan Salam Sejahtera untuk Kita Sekalian

Assallamualaikum Wr.WB dan Salam Sejahtera untuk Kita Sekalian Peningkatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah Propinsi, Kabupaten dan Kota Melalui Harmonisasi Kepmendagri 29/2002 dan PP 24/2005 oleh : DR. Daeng M. Nazier Yth Sdr. Dirjen Perbendaharaan Departemen Keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Awal mula dibuatnya Undang-Undang tentang pemerintah daerah karena pada saat diberlakukannya sistem pemerintah terpusat dimana sentralisasi pemerintah berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan publik melalui peningkatan pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan publik melalui peningkatan pelayanan publik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dikeluarkannya paket perundang-undangan di bidang Keuangan Negara yang meliputi Undang-Undang No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, Undangundang No. 1/2004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru.

BAB I PENDAHULUAN. melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semangat reformasi telah mendorong para pemimpin bangsa Indonesia untuk melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru. Keinginan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain proses reformasi sektor publik, khususnya reformasi pengelolaan keuangan daerah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah merupakan penyelenggara seluruh urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip

Lebih terperinci

Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu. peningkat- an efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kinerja birokrasi dalam

Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu. peningkat- an efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kinerja birokrasi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam upaya peningkatan kinerja dan institusi kelembagaannya, Kementerian Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu peningkat- an efisiensi, efektivitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaporan keuangan sektor publik khususnya laporan keuangan. pemerintah adalah wujud dan realisasi pengaturan pengelolaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaporan keuangan sektor publik khususnya laporan keuangan. pemerintah adalah wujud dan realisasi pengaturan pengelolaan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaporan keuangan sektor publik khususnya laporan keuangan pemerintah adalah wujud dan realisasi pengaturan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan diberlakukannya otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Dengan diberlakukannya otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dengan diberlakukannya otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, penyelenggaraan pemerintah daerah mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efektifitas, dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.

BAB I PENDAHULUAN. efektifitas, dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pemerintahan, baik oleh Pusat maupun Daerah mempunyai fungsi untuk mendorong dan memfasilitasi pembangunan guna mencapai pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keterbukaan, keadilan, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keterbukaan, keadilan, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Good governance adalah tata kelola organisasi secara baik dengan prinsip keterbukaan, keadilan, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka mencapai tujuan organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dihasilkan dari suatu sistem informasi. Informasi yang

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dihasilkan dari suatu sistem informasi. Informasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini organisasi sangat tergantung pada sistem informasi agar dapat beroperasi secara efektif, efisien dan terkendali. Efektivitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government), telah mendorong 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance government), telah mendorong pemerintah pusat dan pemerintah

Lebih terperinci

Bab IV Studi Kasus IV.1 Profil Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Bab IV Studi Kasus IV.1 Profil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Bab IV Studi Kasus Sebelum melakukan perancangan, akan dipaparkan profil Direktorat Jenderal Perbendaharaan beserta visi, misi, tugas pokok dan fungsi, struktur organisasi, strategi bisnis, strategi TI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan akuntabilitas pada organisasi sektor publik baik pemerintah di

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan akuntabilitas pada organisasi sektor publik baik pemerintah di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tekanan akuntabilitas pada organisasi sektor publik baik pemerintah di tingkat pusat maupun daerah mendorong dilakukannya perbaikan kinerja. Pemerintah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era reformasi pengelolaan keuangan daerah sudah mengalami berbagai perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan Pemerintah Daerah untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan keuangan pemerintah daerah harus dilakukan berdasarkan tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu pengelolaan keuangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang menjadi landasan utama dalam mendukung penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan bagian penting dari pembangunan nasional. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari terwujudnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka menyelenggarakan pemerintah daerah sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, pemerintah daerah

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN DAERAH (SIMDA) BARANG MILIK DAERAH (BMD) PADA DPPKAD KABUPATEN PEMALANG

ANALISIS EFEKTIVITAS PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN DAERAH (SIMDA) BARANG MILIK DAERAH (BMD) PADA DPPKAD KABUPATEN PEMALANG ANALISIS EFEKTIVITAS PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN DAERAH (SIMDA) BARANG MILIK DAERAH (BMD) PADA DPPKAD KABUPATEN PEMALANG Annafia Utami 1, Yeni Priatna Sari 2 Email: anna_shape56@yahoo.com 1,2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah telah ditetapkan di Indonesia sebagaimana yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah telah ditetapkan di Indonesia sebagaimana yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah telah ditetapkan di Indonesia sebagaimana yang telah diamanatkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan otonomi daerah yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan otonomi daerah yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 32 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerapan otonomi daerah yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era otonomi terjadi pergeseran wewenang dan tanggung jawab dalam pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi daerah memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintah melalui Otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintah daerah sepenuhnya dilaksanakan oleh daerah. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintah daerah sepenuhnya dilaksanakan oleh daerah. Untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk menyelenggarakan pemerintahan sesuai dengan makna otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab, pelaksanaan desentralisasi sebagai asas penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Isu di Indonesia saat ini yang semakin mendapat perhatian publik dalam beberapa tahun terakhir ini adalah akuntabilitas keuangan publik. Hal tersebut disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa

BAB I PENDAHULUAN. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa (UU No. 06 Tahun 2014) pada tanggal 15 Januari tahun 2014, pengaturan tentang Desa mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diwujudkan dalam bentuk penerapan prinsip good governance. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang diwujudkan dalam bentuk penerapan prinsip good governance. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN/KAJIAN PUSTAKA. mencapai tujuan penyelenggaraan negara. dilakukan oleh badan eksekutif dan jajaranya dalam rangka mencapai tujuan

BAB II TINJAUAN/KAJIAN PUSTAKA. mencapai tujuan penyelenggaraan negara. dilakukan oleh badan eksekutif dan jajaranya dalam rangka mencapai tujuan BAB II TINJAUAN/KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pemerintahan Daerah Dalam arti luas : Pemerintahan adalah perbuatan pemerintah yang dilakukan oleh badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir ini merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir ini merupakan bagian dari adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah yang sedang bergulir ini merupakan bagian dari adanya reformasi atas kehidupan bangsa oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Melalui otonomi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) pengelolaan keuangan daerah dan data terkait lainnya menjadi informasi

II. TINJAUAN PUSTAKA Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) pengelolaan keuangan daerah dan data terkait lainnya menjadi informasi 17 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) adalah suatu sistem yang mendokumentasikan, mengadministrasikan, serta mengolah data pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam satu dekade terakhir ini, bangsa Indonesia sedang berupaya memperbaiki kinerja pemerintahannya melalui berbagai agenda reformasi birokrasi dalam berbagai sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akuntansi keuangan daerah merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang mendapat perhatian besar dari berbagai pihak semenjak reformasi pada

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP KEMENTERIAN DALAM NEGERI TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari semangat reformasi birokrasi adalah dengan melakukan penataan ulang terhadap sistem penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dan lain-lain. Sebagaimana bentuk-bentuk organisasi lainnya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dan lain-lain. Sebagaimana bentuk-bentuk organisasi lainnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Instansi pemerintah merupakan salah satu bentuk organisasi non profit yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat umum, seperti peningkatan

Lebih terperinci

Daerah dan Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan. keuangan dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada

Daerah dan Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan. keuangan dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengelolaan Keuangan Daerah Berdasarkan Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah, termasuk dalam ranah konsep kebijakan keuangan negara. Fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Keuangan Negara Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reformasi yang semakin luas dan menguat dalam satu dekade terakhir. Tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. reformasi yang semakin luas dan menguat dalam satu dekade terakhir. Tuntutan A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Penyelenggaraan akuntansi di instansi-instansi pemerintahan di Indonesia sudah mulai menjadi keharusan dan tuntutan jaman seiring dengan tuntutan reformasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansidapatdidefinisikan sebagai sebuahseni, ilmu (science)maupun

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansidapatdidefinisikan sebagai sebuahseni, ilmu (science)maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Akuntansidapatdidefinisikan sebagai sebuahseni, ilmu (science)maupun perekayasaan (technology), namun juga dapat diartikan sebagai sebuah proses. Sesuai ragamukuran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran pendapatan dan belanja daerah merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi ini, pemerintah dituntut untuk melakukan perubahan mendasar pada sistem pemerintahan yang ada. Salah satu perubahan mendasar yang dimaksud

Lebih terperinci

dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Sejak diberlakukannya otonomi desantralisasi mendorong perlunya perbaikan dalam pengelolaan dan

dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Sejak diberlakukannya otonomi desantralisasi mendorong perlunya perbaikan dalam pengelolaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia semakin pesat terutama dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Sejak diberlakukannya otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah yang kemudian dikerucutkan menjadi pertanyaan penelitian, dan tujuan penelitian. Selain itu juga akan dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergeseran paradigma terhadap pemerintahan saat ini, mendorong kita mewujudkan suatu sistem tata kepemerintahan yang baik (good governance), dengan jalan mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhirakhir ini, membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaran pemerintahan yang baik (good governance), salah. satunya termasuk negara Indonesia. Pemerintahan yang baik adalah

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaran pemerintahan yang baik (good governance), salah. satunya termasuk negara Indonesia. Pemerintahan yang baik adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara harus memberlakukan prinsip tata kelola penyelenggaran pemerintahan yang baik (good governance), salah satunya termasuk negara Indonesia. Pemerintahan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI AKUNTANSI KEUANGAN DESA

IMPLEMENTASI AKUNTANSI KEUANGAN DESA IMPLEMENTASI AKUNTANSI KEUANGAN DESA Oleh: Ahmad Mu am 1. PENDAHULUAN Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah mengamanatkan bahwa Desa mempunyai sumber pendapatan berupa pendapatan asli Desa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup substansial dalam sistem, prosedur, dan mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup substansial dalam sistem, prosedur, dan mekanisme BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat dekade terakhir ini, pemerintah terus berupaya melakukan perubahan yang cukup substansial dalam sistem, prosedur, dan mekanisme pengelolaan keuangan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya pemerintahan yang baik (good governance) baik tuntutan demokrasi dan transparansi,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2012 KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Urusan Pemerintah. Pelimpahan dan Penugasan. Tahun Anggaran 2012. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive activity). Tujuan akuntansi diarahkan untuk mencapai hasil tertentu, dan hasil tersebut

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN TUGAS DAN WEWENANG GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah merupakan organisasi sektor publik yang diberikan kewenangan oleh pemerintah pusat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan semangat otonomi daerah dan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah merupakan tujuan penting dalam reformasi akuntansi dan administrasi

BAB I PENDAHULUAN. daerah merupakan tujuan penting dalam reformasi akuntansi dan administrasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Akuntabilitas merupakan bentuk kewajiban pertanggungjawaban keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Politik, akan tetapi dibidang keuangan negara juga terjadi, akan tetapi reformasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Politik, akan tetapi dibidang keuangan negara juga terjadi, akan tetapi reformasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 tidak hanya dibidang Politik, akan tetapi dibidang keuangan negara juga terjadi, akan tetapi reformasi ini dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi di berbagai bidang yang sedang berlangsung di Indonesia telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta ekonomi, sehingga

Lebih terperinci