(Yogyakarta:Pustaka Widyatama, 2006),

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "(Yogyakarta:Pustaka Widyatama, 2006),"

Transkripsi

1 II. LANDASAN TEORI Bagian berikut Penulis akan membahas tentang landasan teori yang akan membantu di dalam melakukan analisa, oleh karena itu Penulis akan berbicara tentang perempuan dalam budaya Bali, teori feminisme dan kepemimpinan menurut perspektif jender Perempuan dalam Budaya Bali Kebudayaan berasal dari kata kultur, yang berasal dari bahasa Latin cultura dengan arti memelihara, mengelola dan mengerjakan. Cakupan budaya sangat luas dan besar. Budaya dikatakan sebagai seluruh cara kehidupan dari masyarakat dimana pun dan tidak hanya mengenai sebagian dari cara hidup, tetapi bagian yang juga dianggap masyarakat lebih tinggi atau lebih diinginkan. Biasa budaya itu dianggap sebagai milik bersama pada satu kawasan atau tempat tertentu. Budaya itu ada karena manusia yang menciptakannya dengan belajar, bukan lahir secara biologis begitu saja. Manusia selalu menggunakan lambang dalam setiap prilaku dalam kehidupan sehari-hari, dengan demikian dapat dikatakan bahwa setiap yang memuat lambang dalam hidup manusia adalah masuk di dalam kategori sebagai budaya. Hadirnya lambang inilah yang menghasilkan penafsiran atau pemahaman yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, oleh sebab itu di satu tempat dengan tempat yang lainnya memiliki budaya yang berbeda-beda. 1 Kebudayaan itu terdiri atas pedoman yang menentukan apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya, untuk apa itu dilakukan. Secara singkat, budaya berperan besar dalam hidup masyarakat. Budaya juga biasa dijadikan sebagai tolak ukur benar tidaknya suatu tindakan atau prilaku seseorang, maka kebudayaan itu tidak terlepas dari komunitas suatu masyarakat. Pandangan kebudayaan Bali terhadap perempuan tidak terlepas dari kebudayaan patriarki yang bersumber dari sistem kekerabatan Bali yang berbentuk patrilineal. Budaya patriaki adalah budaya dimana ayah sebagai penguasa di dalam keluarga. Seiring berjalannya waktu, patriaki ini diperluas keluar, bukan hanya berlaku di dalam keluarga, tetapi juga berlaku keluar yaitu di publik. Ciri budaya patriaki adalah dimana menempatkan laki-laki sebagai sosok pusat dalam hal-hal tertentu, laki-laki memiliki keunggulan dalam beberapa aspek, seperti penentu garis keturunanan, otonomi dalam hubungan sosial, partisipasi dalam public dan politik, serta pembagian kerja. Budaya patriarki dalam kebudayaan Bali dinyatakan bersumber dari adanya konsep purusha dan predana, yang melambangkan jiwatman (roh) yang bersifat abadi (purusha), dan fisik manusia yang mempunyai sifat berubah-ubah (prakirti). Di dalam masyarakat, konsep ini lebih dikenal dengan hal-hal yang berkaitan dengan laki-laki atau purusha, dan hal-hal yang berkaitan dengan perempuan atau predana. Konsep ini dijadikan sebagai landasan untuk membedakan status dan peran antara perempuan dengan laki-laki, yang dalam hal tertentu tidak bisa saling menggantikan. 2 Filsafat agama Hindu 1 Swardi, Endraswara, Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan Ideologi, Epistemologi dan Aplikasi. (Yogyakarta:Pustaka Widyatama, 2006), Wiasti, N.M, Kembang Rampai Perempuan Bali-Hubungan Industrial yang Berwawasan Jender,(Denpasar:Kelompok Studi Wanita, 2006),

2 ini kemudian menjiwai ideologi budaya Bali, yang berkembang menjadi sistem nilai, norma-norma dan aturan-aturan, yang disebut hukum adat dan awig-awig yang bercorak patrilineal, yang berfungsi sebagai kontrol sosial. Kebudayaan Bali identik dengan sistem kekerabatan patrilinealnya. Sistem kekerabatan patrilineal merupakan pola tradisional yang dicirikan sebagai berikut: pertama, hubungan kekerabatan diperhitungkan melalui garis keturunan ayah, anak-anak menjadi hak ayah; kedua, harta keluarga atau kekayaan orangtua diwariskan melalui garis laki-laki; ketiga pengantin baru hidup menetap pada pusat kediaman kerabat suami (adat patrilokal); keempat, laki-laki mempunyai kedudukan yang tinggi dalam kehidupan masyarakat; dengan perkataan lain, perempuan yang telah kawin (menikah) dianggap memutuskan hubungan dengan keluarganya sendiri, tanpa hak berpindah ke dalam keluarga suaminya dan tidak akan memiliki hak-hak dan harta benda. 3 Ciri-ciri tersebut menggambarkan bahwa dalam sistem kekerabatan patrilineal, laki-laki mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari perempuan, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam kehidupan masyarakat. Hal ini mengakibatkan ketimpangan atau kesenjangan terhadap hak dan kewajiban terhadap kaum perempuan. Akibat dari budaya patriarki yang sebagian besar berlaku di tanah air, termasuk di Bali, menyebabkan perempuan terkadang menjadi subordinasi laki-laki. Pernyataan ini menjelaskan bahwa dampak dari budaya patriarki adalah kedudukan kaum perempuan berada di bawah kaum laki-laki. Patriarki cenderung menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya perlakuan yang kurang menguntungkan bagi kaum perempuan, seperti perlakuan diskriminatif. Perlakuan diskriminatif dapat dilihat dari data statistik yang mengungkapkan bahwa masih terjadinya kesenjangan jender antara laki-laki dan perempuan mengenai kesempatan pendidikan yang diperoleh di Bali. Perempuan memiliki kesempatan pendidikan yang lebih terbatas dibandingkan dengan laki-laki. 4 Kesenjangan jender yang terjadi ini pada dasarnya menggambarkan status, kedudukan, dan kualitas penduduk perempuan masih lebih rendah daripada laki-laki. Anggapan tentang perbedaan status serta peran laki-laki dan perempuan pada masyarakat Bali sudah diperlihatkan sejak masih kecil atau anak-anak. Masyarakat memberi nilai yang lebih tinggi terhadap anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Kelahiran seorang anak laki-laki dalam keluarga Hindu merupakan kebahagiaan, karena memiliki anak laki-laki adalah tujuan utama dari keluarga Hindu. Anak laki-laki dianggap juga sebagai penyelamat keluarga yang telah meninggal dari neraka Teori Patriaki 3 Sudarta, W. Kembang Rampai Perempuan Bali-Pola Pengambilan Keputusan Rumah Tangga Petani pada Berbagai Bidang Kehidupan, (Denpasar: Kelompok Studi Wanita, 2006) Arjani. N, Kembang Rampai Perempuan Bali-Peran Jender dalam Kehidupan Masyarakat di Bali, (Denpasar:Kelompok Studi Wanita, 2006), Gusti, M. N, Buku Pendidikan Agama Hindu untuk Perguruan Tinggi, (Surabaya:Paramitra, 1999),

3 2.3. Teori Feminis Gerakan Feminisme adalah gerakan hasil dari sebuah kesadaran tentang adanya ketidakadilan yang sistematis bagi perempuan di seluruh dunia. 6 Amerika dan Eropa menjadi dua Negara utama yang sadar akan gerakan feminis. Teori feminis lahir pertama kali sekitar tahun 1970an di universitas-universitas yang ada di Amerika Utara. Teori feminis menggambarkan koleksi dari berbagai macam teks feminis yang memiliki tujuan, praktik dan asumsi-asumsi yang sama. Dua tujuan utama lahirnya teori feminis yaitu dapat mengidentifikasikan berbagai bentuk penindasan yang mengatur kehidupan perempuan dan sebagai imajinasi serta upaya untuk menciptakan alternatife masa depan dengan tanpa adanya penindasan. 7 Di Eropa, kedudukan perempuan sempat memprihatinkan, dalam segala hal perempuan harus berada di bawah laki-laki. Bahkan hingga kedudukan seorang janda pun berada di bawah anak laki-lakinya, perempuan dilarang berbicara di lingkungan publik. 8 Pada periode awal ini perempuan dianggap tidak rasional (selalu menggunakan perasaan sebagai tolok ukur). Bahkan pada abad terjadi pembodohan terhadap kaum perempuan, hal ini karena perempuan dianggap sebagai the second line. Tugas perempuan hanya meramu makanan sedangkan laki-laki pergi berburu. Perempuan tidak diberikan kesempatan untuk ikut andil dalam membantu laki-laki. Selain itu, perempuan dan laki-laki memiliki ciri feminitas dan maskulinitas. Feminitas yaitu ciri yang harus dimiliki anak perempuan seperti; kelemahlembutan, keeganan menampilkan diri, dan kehalusan. Sedangkan maskulitas yaitu ciri yang harus dimiliki anak laki-laki, seperti agresivitas, keberanian, kepemimpinan, kekuatan fisik. Feminis yang ada, berjuang agar perempuan dapat berperan dalam badan pengambilan keputusan, seperti menjadi pemimpin organisasi politik, ekonomi, sosial dan budaya. Selain itu gerakan feminis juga berjuang untuk situasi para migran serta pengungsi perempuan yang perlu untuk diperbaiki. Di Amerika, gerakan feminisme tidak hanya berjuang untuk hak di politik, hak berprofesi, hak belajar atau hak untuk memiliki jabatan lainnya, tetapi di Amerika satu hal penting bagi mereka yang perlu diperjuangkan adalah menuntut hak di bidang seksual. 9 Di Asia memiliki latar belakang gerakan feminsime sendiri. Gerakan feminsime di Asia ada untuk pembebasan kaum perempuan dari setiap bentuk tindakan yang menjadikan mereka sebagai obyek. 10 Salah satu isu yang juga menjadi perhatian di 6 Nunuk, Muriati, Getar Jender, (Magelang:Indonesia TERA, 2004),XXVII 7 Serene, Jones, Feminist Theory and Christian Theology, (United States of America:Augsburg Fortress, 2000), 3 8 Rosemarie Putman Tong, Feminist Thought:Pengantar Paling Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminisme, (Yogyakarta:Jalasutra, 2010), 2 9 Nunuk, Muriati, Getar Jender, (Magelang:Indonesia TERA, 2004), Mariane, Katopo, Tersentuh dan Bebas:Teologi Seorang Perempuan Asia, (Jakarta: Aksara Karunia, 2007), 77

4 Indonesia sendiri ialah mengenai perdebatan apakah perempuan pantas atau tidak menjabat sebagi seorang pemimpin, sekalipun belakangan ini sudah muncul beberapa pemimpin perempuan. Hal serupa pun terjadi di dalam gereja, apakah seorang pendeta perempuan layak untuk menjadi seorang pemimpin gereja? Hal tentang apakah perempuan dapat menjadi pemimpin atau tidak, dilihat dari sifat alami perempuan yang dianggap sangat mempengaruhi, karena sifat alami biasanya akan mempengaruhi kinerja seseorang. Dalam perbincangan mengenai bagaimana sifat alami perempuan menjadi sebuah perdebatan, terdapat tiga kelompok yang memiliki pemikiran kuat mengenai bagaimana sebenarnya keperempuanan itu. Apakah benar sifat perempuan saat ini adalah sifat yang alami atau sifat yang terbentuk oleh budaya yang ada. Kelompok pertama yaitu kelompok Essensialisme, memiliki pemikiran bahwa perempuan itu punya cara tersendiri untuk mengetahui dan menjadi dirinya sendiri yang berbeda dengan laki-laki, oleh sebab itu perempuan harus mampu untuk memahami dirinya sendiri, 11 dengan demikian pahamnya tersebut akan menolong perempuan untuk dapat berbicara dari pengalaman yang mereka miliki masing-masing. Sedangkan pengalaman mereka sendiri sebagai seorang perempuan sangat identik dengan penindasan atau kekerasan yang mereka alami berdasarkan kodrat alamiah mereka sebagai perempuan untuk melahirkan dan menstruasi. Sehingga jika dikaitkan dengan pertanyaan apakah perempuan mampu menjadi seorang pendeta atau pemimpin, hal ini sangatlah mempengaruhi jawabannya. Perempuan yang menjadi pendeta atau pemimpin biasanya akan mengambil cuti jika melahirkan, hal inilah yang akan mengurangi intensitas pekerjaannya dalam pelayanannya. Sehingga hal esensi perempuan itu berdasarkan pengalamannya sendiri, dengan kata lain, inilah kodrat sifat perempuan yaitu keperempuanan itu dan hal kodrat ini akan berlaku secara universal bagi perempuan dimanapun mereka berada. Kelompok kedua yaitu kaum konstruktifisme, kelompok ini memiliki pemikiran mengenai jender atau semua yang berkaitan dengan laki-laki atau perempuan, semuanya itu sudah dikonstruksi atau dibentuk oleh budaya. 12 Menjadi perempuan dengan sifat keperempuanannya dan menjadi laki-laki dengan sifat kelaki-lakiannya semua itu bukanlah hal yang alami atau fakta secara biologis, karena semua itu sudah dibentuk oleh budaya. Biasanya seorang perempuan yang bertingkah sebagai perempuan dan laki-laki yang bertingkah sebagai laki-laki itu sesuai dengan tatanan budaya yang telah disepakati dan dibentuk bersama. Sehingga konstruksi itu pun berdampak pada peran fungsi dalam keluarga, masyarakat dan agama. Jika pendapat kelompok ini dikaitkan dengan pertanyaan pokok mengenai dapatkah seorang perempuan menjadi pendeta atau pemimpin, maka 11 Serene, Jones, Feminist Theory and Christian Theology, (United States of America:Augsburg Fortress, 2000),26 12 Serene, Jones, Feminist Theory and Christian Theology, (United States of America:Augsburg Fortress, 2000),31-32

5 jawaban dari satu pertanyaan ini akan beragam antara satu tempat dengan tempat yang lainnya. Mengenai masalah dapat atau tidaknya seorang perempuan menjadi pendeta atau pemimpin akan susah menemukan titik temunya, karena masing-masing tempat akan memiliki budaya yang berbeda-beda. Kelompok sosial pendukung utama dalam memilih pilihan tepat dalam suatu budaya ialah keluarga, karena lingkungan sosial pertama tempat seseorang bertumbuh adalah di dalam keluarga. Kelompok ketiga yaitu kelompok strategi essensialisme dengan seorang tokoh bernama Luce Irigray memiliki pemikiran yang berada di tengah-tengah antara kaum essensialisme dan kaum konstruktifisme mengenai perempuan itu sebenarnya seperti apa. Ia berpendapat dimulai dari melihat di Barat, mayoritas masyarakat menganggap bahwa perempuan pasti identik dengan feminis sedangkan laki-laki identik dengan maskulin. Sebenarnya itu bukanlah menjadi suatu masalah yang besar, tetapi masalahnya ialah dimana mayoritas masayarakat di Barat menganggap maskulin itu kuat sedangkan feminism itu lemah. Diawali dengan pemikiran semacam itulah yang membuat identitas perempuan ditindas, sehingga itu berdampak pada keputusan perempuan harus independen sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Seperti bagaimana perempuan harus berpakaian dilihat dari hasrat perempuan itu sendiri bukan sesuai dengan maunya laki-laki. 13 Perempuan harus mampu untuk menjadi dirinya sendiri untuk menunjukan bahwa perempuan mampu membentengi diri dari penindasan dalam bentuk apapun. Jika dilihat dari perspketif kelompok ketiga ini sebenarnya dimanapun perempuan itu berada, mereka dapat menjadi seorang pendeta atau pemimpin asalkan para perempuan mampu menunjukan bahwa mereka memiliki kelebihan tersendiri dalam menjadi seorang pendeta atau pemimpin jika dibandingkan dengan laki-laki. Melihat hasil akhir dari perbincangan ketiga kelompok mengenai bagaimana sebenarnya sifat alami perempuan, terlihat bahwa memang sebenarnya apa yang dianggap sebagai sifat alami perempuan seperti segala sesuatu yang bersifat feminis adalah sifat yang dimiliki oleh perempuan adalah sebenarnya bukan sebagai sifat alami, tetapi itu adalah hasil kesepakatan dalam budaya. Sayangnya, itu sama sekali tidak disadari oleh masing-masing orang yang menganggap bahwa itu semua adalah sifat alami. Hal tersebut disebabkan oleh karena budaya yang sudah sangat terlalu melekat pada masing-masing pribadi, sehingga susah dibedakan apakah itu adalah hasil dari sebuah kebudayaan ataukah memang bawaan sifat secara alami atau kodrati. Di Indonesia sendiri masing-masing daerah masih sangat memegang teguh setiap kebudayaan yang dimiliki masing-masing. Baik perempuan dengan sifat feminimnya serta laki-laki dengan sifat maskulinnya dan maskulin lebih kuat dan unggul dibandingkan dengan maskulin, sebenarnya adalah hasil keputusan budaya tetapi oleh karena budaya itu 13 Serene, Jones, Feminist Theory and Christian Theology, (United States of America:Augsburg Fortress, 2000), 41-42

6 sendiri sudah sangat mendarah daging di masing-masing pribadi sehingga kedudukan perempuan dengan sifat feminimnya itu disahkan sebagai sesuatu yang bersifat kodrat. Sangat sedikit peluang bagi perempuan untuk dapat duduk di bangku kepemimpinan, karena jikalau seorang perempuan bisa menjadi pemimpin adalah sebagai penghinaan bagi kaum laki-laki. Dalam organisasi gereja lokal di Indonesia, posisi kontribusi perempuan Kristen sangat sedikit, tetapi pelayanan mereka tidak pernah absen karena pelayanan yang dilakukan oleh perempuan dianggap sebagai tugas dan kewajiban perempuan. Oleh sebab itulah walaupun ada banyak sekali anggota perempuan dalam gereja bahkan lebih banyak daripada jumlah laki-laki, perempuan tetap tidak bisa duduk pada posisi kontribusi dan kepemimpinan. 14 Namun, sekalipun terlihat kecil peluangnya, tetap harapan perempuan duduk pada bangku kepemimpinan pasti akan dapat terwujud secara nyata, asalkan perempuan mampu memperlihatkan kualitas dengan beberapa keunggulan yang hanya dimiliki oleh kaum perempuan. Pendidikan dapat mengasah kualitas kepemimpinan, karena di pendidikanlah yang menimbulkan kepercayaan dan dapat memberdayakan perempuan. Pada saat perempuan memiliki pendidikan yang tinggi dan baik, maka perempuan akan dapat memilih dan memberikan rasa percaya diri yang dibutuhkan perempuan pada saat perempuan harus memilih Kepemimpinan dengan Perspektif Jender Pemimpin dan kepemimpinan adalah dua hal yang berbeda, namun telah menjadi satu. Dimana pemimpin ditujukan pada individunya sedangkan kepemimpinan ditujukan pada sifat dari seorang pemimpin. Seorang pemimpin harus memiliki kualitas kepemimpinan yang berbasiskan ciri universal seorang pemimpin, memiliki prilaku pemimpin saat berada di dalam kelompok kerja. Sehingga sejak lahir sebenarnya manusia telah diamanatkan untuk dapat menjadi seorang pemimpin. 16 Ketika tim kepemimpinan adalah beragam (dalam hal jenis kelamin, usia, dan etnis), ''norma-norma akan seimbang dan lebih komprehensif. Sebaliknya, ketika tim kepemimpinan sebagian besar homogen, ''sistem ini jauh lebih rentan terhadap perspektif eksklusif yang mencerminkan nilai-nilai kelompok itu saja''. Struktur kepemimpinan tidak hanya kontrol operasi organisasi, tetapi juga berdampak pada lingkungan dan konteks Ira D, Mangililo, When Rahab and Indonesian Christian Women Meet in the Third Space, (2015), vol.31, issue.1, pp Ira D, Mangililo, When Rahab and Indonesian Christian Women Meet in the Third Space, (2015), vol.31, issue.1, pp Djokosantoso Moeljono, More About Beyond Leadership-12 Konsep Kepemimpinan,(Jakarta:PT.Gramedia, 2009), 45-46, Jolyn, Dahlvig and Karen Longman, Contributors to Women s Leadership Development in Christian Higher Education: A Model and Emerging Theory, (2014), vol.23, issue.1, pp. 5-28

7 Sebenarnya sangat baik jika perempuan diberikan kesempatan penuh tanpa harus dibatasi dalam hal kepemimpinan sama seperti bagaimana kesempatan yang didapatkan oleh kaum laki-laki. Bukan hanya kaum laki-laki saja yang memiliki keunggulan di dalam hal kepemimpinan, sesungguhnya perempuan pun memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh sebagian besar laki-laki dalam hal kepemimpinan, diantaranya ialah perempuan lebih ekspresif, lebih dapat memindahkan diskusi ruang rapat meneruskan dengan cara terampil dan efektif, membawa perspektif segar, memiliki keragaman pemikiran, memerhatikan kepuasan hari demi hari dan struktur sosial organisasi. Pemikiran baru yang menekankan untuk menghormati seluruh pikiran diperlukan untuk efektivitas dalam hidup dan kepemimpinan, baik otak kiri kemampuan (lebih khas laki-laki) untuk melakukan sistematisasi dengan perhatian terhadap detail lokal dan kemampuan otak kanan untuk menjadi kreatif dan empati (lebih khas perempuan). 18 Sehingga, dengan peran dan kedudukan yang setara dan bebas antara perempuan dan lakilaki, maka segala potensi masyarakat bisa diberdayakan dalam setiap partisipasinya 19 terutama di dalam hal kepemimpinan. Di Indonesia, realitasnya kepemimpinan para perempuan di Indonesia adalah sebagaianya sebagai lambang bahwa gereja sudah benarbenar memiliki kesadaran jender. 20 Dengan landasan teori seperti di atas, maka berikut ini Penulis akan memberikan hasil penelitian sekaligus menganalisa data yang ada. 18 Taylor, and Francis Group, Contributors to Women s Leadership Development in Christian Higher Education: A Model and Emerging Theory, 19 Nunuk P.M, Getar Jender Pertama, (Magelang: IndonesiaTerra, 2004), Ira D, Mangililo, When Rahab and Indonesian Christian Women Meet in the Third Space, (2015), vol.31, issue.1, pp.45-64

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam masyarakat. Kehidupan sosial, kehidupan individu, hingga keadaan psikologi tokoh tergambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum pernah ditulis di penelitian-penelitian di Kajian Wanita Universitas Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal)

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini, masalah yang berhubungan dengan kehidupan sosial sudah makin kompleks dan terdiri dari berbagai aspek yang mana hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui berbagai kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai lingkungan fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perempuan di berbagai belahan bumi umumnya dipandang sebagai manusia yang paling lemah, baik itu oleh laki-laki maupun dirinya sendiri. Pada dasarnya hal-hal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

Gambar 1.1 : Foto Sampul Majalah Laki-Laki Dewasa Sumber:

Gambar 1.1 : Foto Sampul Majalah Laki-Laki Dewasa Sumber: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Menurut Widyokusumo (2012:613) bahwa sampul majalah merupakan ujung tombak dari daya tarik sebuah majalah. Dalam penelitian tersebut dideskripsikan anatomi sampul

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pulau Bali selama ini dikenal dengan kebudayaannya yang khas. Beragam tradisi yang mencerminkan adat Bali menarik banyak orang luar untuk melihat lebih dekat keunikan

Lebih terperinci

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER OLEH WAYAN SUDARTA Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Udayana Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan peranan (hak

Lebih terperinci

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem kekerabatan yang dianut masyarakat Indonesia umumnya adalah masyarakat patrilineal. Patrilineal adalah kekuasaan berada di tangan ayah atau pihak laki-laki.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian terhadap perempuan dalam roman Au Bonheur des Dames karya Émile Zola yang diambil sebagai objek penelitian ini memiliki beberapa implikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timbulnya anggapan bahwa perempuan merupakan kaum lemah masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan perempuan yang telah di konstruksikan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini.

BAB V PENUTUP. Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini. BAB V PENUTUP Pada bagian ini akan dikemukakan tentang dua hal yang merupakan Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini. A. Simpulan 1. Denda adat di Moa merupakan tindakan adat

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya BAB II Kajian Pustaka 2.1. Perempuan Karo Dalam Perspektif Gender Dalam kehidupan masyarakat Batak pada umumnya dan masyarakat Karo pada khususnya bahwa pembagian harta warisan telah diatur secara turun

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Munculnya feminisme memang tak lepas dari akar persoalan yang ada di kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih dianggap sebagai makhluk inferior.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME 51 BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME A. Analisis Terhadap Perlindungan Hak Nafkah Perempuan dalam Kompilasi Hukum Islam Hak perkawinan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui BAB IV KESIMPULAN 4.1 Simpulan Hasil Analisis Novel Kinanti karya Margareth Widhy Pratiwi merekam fenomenafenomena atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui novelnya yang berjudul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat masih terkungkung oleh tradisi gender, bahkan sejak masih kecil. Gender hadir di dalam pergaulan, percakapan, dan sering juga menjadi akar perselisihan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa aspek yang perlu untuk diperhatikan baik itu oleh masyarakat sendiri

BAB I PENDAHULUAN. beberapa aspek yang perlu untuk diperhatikan baik itu oleh masyarakat sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat pada saat sekarang ini, masalah dalam kehidupan sosial sudah semakin kompleks dan berkepanjangan, dimana terdapat beberapa aspek yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Negara Indonesia ini terdapat berbagai macam suku bangsa, adat istiadat, pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan perempuan dan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan BAB V PENUTUP Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan kesimpulan dan saran sebagai penutup dari pendahuluan hingga analisa kritis yang ada dalam bab 4. 5.1 Kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ranah pemerintah daerah seperti Desa Pakraman kebijakan tentang hak-hak

BAB I PENDAHULUAN. ranah pemerintah daerah seperti Desa Pakraman kebijakan tentang hak-hak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, hak-hak perempuan mulai dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan publik. Kebijakan tentang perempuan sekarang ini sudah

Lebih terperinci

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin Pemahaman Analisis Gender Oleh: Dr. Alimin 1 2 ALASAN MENGAPA MENGIKUTI KELAS GENDER Isu partisipasi perempuan dalam politik (banyak caleg perempuan) Mengetahui konsep gender Bisa menulis isu terkait gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya dapat dipengaruhi oleh gender. Gaya kepemimpinan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. satunya dapat dipengaruhi oleh gender. Gaya kepemimpinan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap pemimpin memiliki gaya masing-masing, yang salah satunya dapat dipengaruhi oleh gender. Gaya kepemimpinan merupakan sebuah norma perilaku yang dipakai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, dan penuh dengan keberagaman, salah satu istilah tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan dimana laki-laki lebih diunggulkan dari perempuan. Seorang perempuan berlaku lemah lembut dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan dalam televisi senantiasa hanya mempertentangkan antara wanita karir dan menjadi ibu-ibu rumah tangga. Dua posisi ini ada didalam lokasi yang berseberangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk didiskusikan, selain karena terus mengalami perkembangan, juga banyak permasalahan perempuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan,

Lebih terperinci

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Pemahaman Progresif tentang Hak Perempuan atas Waris, Kepemilikan Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Beberapa Istilah Penting terkait dengan Hak Perempuan atas Waris dan Kepemilikan Tanah: Ahli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah bentuk dari gambaran realita sosial yang digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan suatu objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni yang merekam kembali alam kehidupan, akan tetapi yang memperbincangkan kembali lewat suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada semua masyarakat (Chamamah-Soeratno dalam Jabrohim, 2003:9). Karya sastra merupakan

Lebih terperinci

GENDER DALAM HUKUM ADAT Oleh Ni Nyoman Sukerti Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

GENDER DALAM HUKUM ADAT Oleh Ni Nyoman Sukerti Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK GENDER DALAM HUKUM ADAT Oleh Ni Nyoman Sukerti Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK The national government of Indonesia is committed to legal gender equality by the 1945 Indoensia Constitution,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu budaya yang melekat pada diri seseorang karena telah diperkenalkan sejak lahir. Dengan kata lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembicaraan tentang gender sudah semakin merebak. Konsep gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini berfokus pada penggambaran peran perempuan dalam film 3 Nafas Likas. Revolusi perkembangan media sebagai salah satu sarana komunikasi atau penyampaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh adalah salah satu bagian sosial dari bangsa yang seharusnya dianggap penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. Opini masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel kabapaan. Stelsel kebapaan ini yang dianut masyarakat Karo ini dapat dilihat dari kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial.

BAB I PENDAHULUAN. homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penerimaan masyarakat terhadap kelompok berorientasi homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial. Mayoritas masyarakat menganggap homoseksual

Lebih terperinci

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA Disusun Oleh : ANDRE RISPANDITA HIRNANTO D 1114001 SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci

LAMPIRAN. A. Foto-foto. Kedua gambar diatas adalah ketua sinode pertama (gambar paling atas) dan juga

LAMPIRAN. A. Foto-foto. Kedua gambar diatas adalah ketua sinode pertama (gambar paling atas) dan juga LAMPIRAN A. Foto-foto Kedua gambar diatas adalah ketua sinode pertama (gambar paling atas) dan juga mantan ketua sinode periode lalu (gambar bawah sebelah kiri) serta ketua sinode periode 2011-2015 (gambar

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Bab keempat memuat kesimpulan dari uraian yang ada pada bab satu

BAB IV KESIMPULAN. Bab keempat memuat kesimpulan dari uraian yang ada pada bab satu BAB IV KESIMPULAN Bab keempat memuat kesimpulan dari uraian yang ada pada bab satu sampai dengan bab tiga. Dalam bab ini penulis akan menyimpulkan dari ketiga bab sebelumnya. Pada intinya masyarakat Jepang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

PERAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER. Erniati*

PERAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER. Erniati* PERAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER Erniati* Abstract This writing intends to explain the role (the right and duty) of woman in gender perspective development. Gender perpective development

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Kebanyakan sistem patriarki juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus informasi dan teknologi yang canggih yang menuntut masyarakat untuk lebih berperan aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya multi dimensional untuk mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus disertai peningkatan harkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini, media massa sudah menjadi kebutuhan penting bagi khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media massa adalah perpanjangan alat indra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan serta memiliki keturunan, dimana keturunan merupakan salah satu tujuan seseorang melangsungkan

Lebih terperinci

Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam

Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Apakah Gender itu? Pengertian awal: Pembedaan ketata-bahasaan (gramatical) penggolongan kata benda menjadi feminin,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Bentuk marginalisasi yang terdapat dalam novel Adam Hawa karya. Muhidin M. Dahlan terdapat 5 bentuk. Bentuk marginalisasi tersebut

BAB V PENUTUP. 1. Bentuk marginalisasi yang terdapat dalam novel Adam Hawa karya. Muhidin M. Dahlan terdapat 5 bentuk. Bentuk marginalisasi tersebut BAB V PENUTUP A. Simpulan Setelah dilakukan penelitian sesuai dengan fokus permasalahan, tujuan penelitian dan uraian dalam pembahasan, diperoleh simpulan sebagai berikut. 1. Bentuk marginalisasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki beragam adat dan budaya daerah yang masih terjaga kelestariannya. Bali adalah salah satu provinsi yang kental adat dan budayanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sepeda, sepeda motor, becak, mobil dan lain-lain. Dari banyak

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sepeda, sepeda motor, becak, mobil dan lain-lain. Dari banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi sudah menjadi kebutuhan utama bagi manusia untuk menunjang aktivitasnya. Adanya transportasi menjadi suatu alat yang dapat mempermudah kegiatan

Lebih terperinci

Kebijakan Jender. The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 1.0

Kebijakan Jender. The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 1.0 Kebijakan Jender 1.0 The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 2015 1 Latar Belakang Jender dipahami sebagai pembedaan sifat, peran, dan posisi perempuan dan lakilaki yang dibentuk oleh masyarakat,

Lebih terperinci

JENDER DAN KESEHATAN REPRODUKSI. Pile Patiung, SE

JENDER DAN KESEHATAN REPRODUKSI. Pile Patiung, SE JENDER DAN KESEHATAN REPRODUKSI Pile Patiung, SE DASAR PEMIKIRAN CEDAW 1984 ICPD CAIRO 1994 KONFERENSI WANITA SEDUNIA DI BEIJING 1995 KONDISI KESEHATAN REPRODUKSI DI INDONESIA HAM DAN HAK-HAK REPRODUKSI

Lebih terperinci

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT Agustina Tri W, M.Pd Manusia dilahirkan o Laki-laki kodrat o Perempuan Konsekuensi dg sex sbg Laki-laki Sosial Konsekuensinya dg sex sbg Perempuan 2 Apa Pengertian

Lebih terperinci

5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN

5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN 5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN TUJUAN PERKULIAHAN 1. Mahasiswa memahami struktur sosial di perdesaan 2. Mahasiswa mampu menganalisa struktur sosial perdesaan KONSEP DASAR STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT DAPAT

Lebih terperinci

Gender, Interseksionalitas dan Kerja

Gender, Interseksionalitas dan Kerja Gender, Interseksionalitas dan Kerja Ratna Saptari Disampaikan dalam Seminar Nasional "Jaringan dan Kolaborasi untuk Mewujudkan Keadilan Gender: Memastikan Peran Maksimal Lembaga Akademik, Masyarakat Sipil,

Lebih terperinci

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?...

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?... Identitas diri: 1. Jenis kelamin : Pria / Perempuan 2. Status pernikahan : Menikah / Tidak Menikah 3. Apakah saat ini Anda bercerai? : Ya / Tidak 4. Apakah Anda sudah menjalani pernikahan 1-5 tahun? :

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN A. Sekilas Tentang Bapak Kasun Sebagai Anak Angkat Bapak Tasral Tasral dan istrinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

HASIL WAWANCARA. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi

HASIL WAWANCARA. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi Lampiran 2 HASIL WAWANCARA Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi 1. Bagaimanakah cara orang tua menyampaikan hukum adat Minangkabau kepada anak, terkait adanya pewarisan harta kepada anak perempuan?

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN A. Persamaan antara Pemikiran Riffat Hassan dan Mansour Fakih tentang Kesetaraan Jender

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Praktik poligami dalam bentuk tindakan-tindakan seksual pada perempuan dan keluarga dekatnya telah lama terjadi dan menjadi tradisi masyarakat tertentu di belahan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

Issue Gender & gerakan Feminisme. Rudy Wawolumaja

Issue Gender & gerakan Feminisme. Rudy Wawolumaja Issue Gender & gerakan Feminisme Rudy Wawolumaja Feminsisme Kaum feminis berpandangan bahwa sejarah ditulis dari sudut pandang pria dan tidak menyuarakan peran wanita dalam membuat sejarah dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud atau hasil dari daya imajinasi seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan pengalaman pribadi atau dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan karir, dalam segala levelnya, kian hari kian mewabah. Dari posisi pucuk pimpinan negara, top executive, hingga kondektur bus bahkan tukang becak. Hingga kini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh diskriminasi secara struktural dan kelembagaan. Di sebagian

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh diskriminasi secara struktural dan kelembagaan. Di sebagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjuangan kesetaraan gender terkait dengan kesetaraan sosial antara pria dan wanita, didasarkan kepada pengakuan bahwa ketidaksetaraan gender disebabkan oleh diskriminasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Selain merubah status seseorang dalam masyarakat, pernikahan juga merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat menciptakan manusia awalnya Tuhan menciptakan laki-laki, kemudian

BAB I PENDAHULUAN. Saat menciptakan manusia awalnya Tuhan menciptakan laki-laki, kemudian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penciptaan Karya Saat menciptakan manusia awalnya Tuhan menciptakan laki-laki, kemudian mengambil tulang rusuknya untuk dijadikan perempuan, seperti yang dituliskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi vital di tengah-tengah keluarga dengan segala fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian perempuan merupakan suatu kajian yang sangat menarik perhatian. Hal ini terbukti banyak penelitian tentang kaum perempuan. Perempuan merupakan hal penting

Lebih terperinci

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara majemuk yang dikenal dengan keanekaragaman suku dan budayanya, dimana penduduk yang berdiam dan merupakan suku asli negara memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA!

MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA! MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA! 4 dari 5 laki-laki seluruh dunia pada satu masa di dalam hidupnya akan menjadi seorang ayah. Program MenCare+ Indonesia adalah bagian dari kampanye global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang selalu membawa pengaruh positif dan negatif. Dampak perkembangan yang bersifat positif selalu dapat

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 BAB II Kajian Pustaka Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia

Lebih terperinci

yaitu budaya Jawa mempengaruhi bagaimana maskulinitas dimaknai, seperti pendapat Kimmel (2011) bahwa maskulinitas mencakup komponen budaya yang

yaitu budaya Jawa mempengaruhi bagaimana maskulinitas dimaknai, seperti pendapat Kimmel (2011) bahwa maskulinitas mencakup komponen budaya yang yaitu budaya Jawa mempengaruhi bagaimana maskulinitas dimaknai, seperti pendapat Kimmel (2011) bahwa maskulinitas mencakup komponen budaya yang bervariasi antara budaya yang satu dengan budaya yang lainnya

Lebih terperinci

Kalender Doa TWR Women of Hope Maret 2017 Berdoa Bagi Wanita Agar Berdampak Bagi Kebutuhan Dunia

Kalender Doa TWR Women of Hope Maret 2017 Berdoa Bagi Wanita Agar Berdampak Bagi Kebutuhan Dunia Kalender Doa TWR Women of Hope Maret 2017 Berdoa Bagi Wanita Agar Berdampak Bagi Kebutuhan Dunia Meskipun banyak rintangan dan tidak memperdulikan apakah mereka menerima pengakuan, para wanita biasanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci