Analisis Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Program Pemberdayaan Desa (PPD) Provinsi Riau di Desa Langkai Kecamatan Siak. Abstrak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Program Pemberdayaan Desa (PPD) Provinsi Riau di Desa Langkai Kecamatan Siak. Abstrak"

Transkripsi

1 Analisis Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Program Pemberdayaan Desa (PPD) Provinsi Riau di Desa Langkai Kecamatan Siak Oleh: Khotami Abstrak Pemberdayaan masyarakat adalah upaya meningkatkan kemampuan dan potensi yang dimiliki masyarakat, sehingga masyarakat dapat mewujudkan jati diri, harkat dan martabatnya secara maksimal untuk bertahan dan mengembangkan diri secara mandiri baik dibidang ekonomi, sosial, agama dan budaya. Kemiskinan bukan hanya permasalahan ekonomi semata, tapi merupakan hasil akhir interelasi faktor-faktor sosial, ekonomi, politik dan budaya. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan suatu proses pemberdayaan, dimana keberdayaan suatu masyarakat sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor pendukung sebagai prasayaratnya seperti faktor pendidikan, kesehatan dan sosial budaya. Analisis Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Program Pemberdayaan Desa (PPD) Provinsi Riau di Desa Langkai dinilai cukup tercapai. Namun demikian, Kurangnya bimbingan dari pihak pengelola dan kesadaran pemanfaat untuk mengembalikan pinjaman menjadi kendala dari program pemberdayaan desa di Desa Langkai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan pencapaian tujuan Program Pemberdayaan Desa (PPD) Provinsi Riau di Desa langkai K ecamatan Siak. Sejalan dengan tujuan tersebut, maka yang dijadikan populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah dari tim pelaksana dan juga dari masyarakat sebagai penerima dan pemanfaat program. Adapun besarnya jumlah sampel dalam penelitian ini yakni sebanyak 58 orang yang terdiri dari 15 orang sampel dari tim pelaksana dan 43 orang sampel dari masyarakat atau pemanfaat. Adapun teknik penarikan sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik sensus untuk tim pelaksana dan pemanfaat. Alasan pengambilan teknik tersebut adalah untuk mendapatkan data yang lebih akurat tentang Pencapaian Tujuan PPD di Desa Langkai Kecamatan Siak karena seluruh populasi dijadikan sampel penelitian. Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan bahwa pencapaian Tujuan PPD Provinsi Riau di Desa Langkai Kecamatan Siak dikatakan cukup tercapai. Hal ini berdasarkan analisis yang penulis lakukan dengan mengangkat 4 macam indikator, yakni mendorong perekonomian masyarakat desa, meningkatkan kreativitas berusaha, menghindarkan masyarakat dari praktek ijon, meningkatkan kebiasaan gotong royong dan gemar menabung. Saran untuk kedepan, tim pelaksana program memberikan bimbingan yang lebih kepada pemanfaat terhadap penggunaan dan pengelolaan dana pinjaman program. Selain itu, peran dan partisipasi masyarakat sebagai pemanfaat program sangat diharapkan agar pengelolaan dana pinjaman dapat terealisasi dengan baik sehingga usaha yang dikembangkan melalui dana program dapat ditingkatkan. Key Words: Analisis Pelaksanaan, Pencapaian & Program Pemberdayaan Desa. Pendahuluan Negara Republik Indonesia sebagai Negara hukum atau Rechstaat tidak saja mengutamakan kesejahtraan rakyat sebagai mana dimaksudkan dalam Welfare State, akan tetapi lebih dari itu yakni membentuk manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Sekalipun dalam melaksanakan roda pemerintahan, Negara Republik Indonesia telah memiliki UUD 1945 sebagai sumber dari segala sumber hukum yang berlaku, namun dalam masa peralihan tidak dapat menghindarkan diri dari pada keluarnya produk hukum lama dengan pengertian selama tidak bertentangan dengan jiwa UUD 1945, pasal II aturan peralihan. 149

2 Indonesia sebagai Negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam menyelenggarakan pemerintahan dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Karena itu, pasal 18 UUD 1945 antara lain menyatakan bahwa pembagian daerah di Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Secara historis desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum Negara bangsa ini terbentuk. Struktur sosial sejenis desa, masyarakat adat dan lain sebagainya telah menjadi institusi sosial yang mempunyai posisi yang sangat penting. Desa merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan hukumnya sendiri serta relatif mandiri. Dalam pasal 200 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa bentuk pemerintahan desa terdiri atas pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa. Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa (sekretaris desa dan perangkat desa lainnya), sedangkan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sesuai pasal 209 adalah wakil penduduk desa yang bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat yang mempunyai fungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Kewenangan desa mencakup kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa. Kewenangan yang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku belum dilaksanakan oleh daerah dan pemerintah serta tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan atau pemerintah kabupaten. Pendapatan asli desa (PAD) meliputi: hasil usaha desa, kekayaan desa, swadaya dan partisipasi serta gotong royong dan pendapatan lain yang sah. Kemiskinan merupakan salah satu masalah pokok dalam pembangunan di Indonesia. Salah satu akar permasalahan kemiskinan di kawasan pedesaan adalah terdapatnya ketidakseimbangan hubungan dengan kawasan perkotaan yang cendrung merugikan pedesaan. Oleh karena itu diperlukan upaya penguatan pedesaan melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat desa merupakan upaya memandirikan masyarakat desa dalam pengelolaan proses pembangunan yang profesional dengan menitikberatkan pada pembangunan yang berlandaskan swadaya dan gotong royong masyarakat desa dengan mempertimbangkan potensi desa dan aspirasi kebutuhan masyarakat pedesaan. Dalam pelaksanaan usaha-usaha tersebut diperlukan pemikiran lebih jauh, yaitu tentang cara-cara untuk membawa masyarakat berpartisipasi dalam pelaksanaannya. Schumacher (dalam Wasistiono, 2006:42) telah mengingatkan bahwa persoalan pokok yang dihadapi negara-negara berkembang terletak pada dua juta desa yang miskin dan terbelakang. Schumacher berpendapat bahwa selama beban hidup di pedesaan tidak dapat diringankan, masalah kemiskinan di dunia ini tidak akan dapat diselesaikan dan mau tidak mau pasti akan lebih memburuk. Dari pandangan Schumacher sebagaimana dikemukakan diatas, dapat diketahui adanya tiga sebab utama kemiskinan dipedesaan yang ternyata berkaitan dengan kualitas sumberdaya manusia serta wadah kerjasama antar mereka. Pengembangan keorganisasian Pemerintah Desa di sini dalam arti lebih memperkuat dan memperluas kewenangan dan tanggung jawab yang dimilikinya (pemberdayaan). Dengan prinsip membantu masyarakat untuk membantu dirinya sendiri, berarti akan lebih banyak pemberian kepercayaan dan kesempatan kepada masyarakat desa untuk menyelesaikan berbagai permasalahan bersama yang mereka hadapi menurut caracara setempat (Wasistiono, 2006:44). Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 212 ditegaskan bahwa sumber keuangan desa terdiri pendapatan asli desa, bantuan baik dari pemerintah, pemerintah kabupaten, maupun pemerintah provinsi. Salah satu wujud dari 150

3 bantuan tersebut adalah melalui Program Pemberdayaan Desa yang dapat dilihat dalam Peraturan Gubernur Riau Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Pedoman Umum Dan Petunjuk Teknis Program Pemberdayaan Desa (PPD) Provinsi Riau. Seluruh proses kegiatan dalam PPD pada hakekatnya memiliki tiga dimensi (dalam buku Petunjuk Teknis Program Pemberdayaan Desa: 1), yaitu: 1. Memberikan wewenang dan kepercayaan kepada masyarakat untuk menentukan sendiri kebutuhannya, merencanakan dan mengambil keputusan secara terbuka dan penuh tanggung jawab. 2. Memberikan dukungan bagi terciptanya lingkungan yang kondusif untuk mewujudkan peran masyarakat dalam pembangunan, khususnya dalam upaya peningkatan kesejahtraan mereka sendiri. 3. Menyediakan Dana Usaha Desa untuk mendanai kegiatan ekonomi masyarakat. Dalam mengembangkan desa-desa yang ada di Riau, Pemerintah Provinsi Riau menjalankan Program pemberdayaan Desa (PPD) sesuai dengan Peraturan Gubernur Riau Nomor 15 tahun 2006 tentang Pedoman Umum dan Petunjuk Teknis Program Pemberdayaan Desa (PPD) Provinsi Riau yang ditangani oleh Badan Pemberdayaan dan Perlindungan Masyarakat (BPPM) Provinsi Riau. Program Pemberdayaan Desa (PPD) merupakan usaha pemerintah untuk melepaskan masyarakat dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Program Pemberdayaan Desa ini menyalurkan bantuan senilai Rp. 500 juta dalam bentuk bantuan permodalan kepada kelompok usaha masyarakat yang ada di desa tersebut. Bantuan modal yang diberikan wajib dikembalikan dalam jangka waktu maksimal 18 bulan. Bentuk usaha yang dilakukan adalah dengan memberikan pinjaman berupa Dana Usaha Desa kepada masyarakat yang dimaksudkan untuk meningkatkan peran masyarakat dalam mengelola Dana Usaha Desa, yang mana penyediaan dana usaha desa tersebut dilakukan dengan pola cost sharing melalui APBD Provinsi dan Kabupaten. Penanggulangan kemiskinan dengan menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat sebagai pendekatan operasional, merupakan wujud komitmen pemerintah dalam merealisasikan kesejahteraan sosial bagi masyarakat. Program Pemberdayaan Desa (PPD) merupakan perwujudan nyata dari upaya menanggulangi kemiskinan di Provinsi Riau. Adapun tujuan dilaksanakannya PPD di Provinsi Riau secara khusus sesuai dengan buku petunjuk teknis program pemberdayaan desa adalah untuk: 1. Mendorong kegiatan perekonomian desa 2. Meningkatkan dorongan berusaha bagi anggota masyarakat desa yang berpenghasilan rendah 3. Mendorong usaha sektor informal untuk penyerapan tenaga kerja bagi masyarakat desa 4. Menghindarkan masyarakat dari praktek ijon 5. Meningkatkan peranan masyarakat dalam pengelolaan Dana Usaha Desa (DUD) 6. Meningkatkan kebiasaan gotongroyong dan gemar menabung secara tertib. 7. Meningkatkan peran perempuan dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan desa. 8. Memenuhi kebutuhan sarana/ prasarana yang dibutuhkan oleh masyarakat desa. Program Pemberdayaan Desa (PPD) dilaksanakan di Kabupaten Siak, pada tahun 2006 Yang ditangani oleh dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Siak. Untuk menanggulangi kemiskinan berdasarkan pengembangan ekonomi masyarakat melalui pemberian Dana Usaha Desa, maka pemerintah Kecamatan Siak merealisasikan kesejahteraan sosial bagi masyarakat dengan pelaksanaan Program Pemberdayaan Desa 151

4 (PPD) pada masing-masing desa yang ada di Kecamatan Siak. Adapun kecamatan Siak terdiri dari 6 Desa dan 2 Kelurahan yakni: 1. Kampung Rempak 2. Kampung Dalam 3. Langkai 4. Merempan Hulu 5. Tumang 6. Suak Lanjut 7. Buantan Besar 8. Rawang Air Putih Dari 8 buah desa yang ada di Kecamatan Siak, hanya 5 buah desa yang mendapat bantuan Program Pemberdayaan Desa (PPD) ini. Diantara desa-desa tersebut adalah yakni: desa Suak Lanjut, Langkai, kelurahan Kampung Rempak, kelurahan Kampung Dalam dan desa Merempan Hulu. Salah satu desa di Kecamatan Siak yang melaksanakan Program Pemberdayaan Desa (PPD) yakni desa Langkai. Berdasarkan data yang ditemui dilapangan menunjukkan bahwasanya distribusi penduduk desa Langkai menurut tingkat pendidikan yang lebih mendominasi adalah masyarakat yang tamat SD dan tidak sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa dana usaha desa yang direalisasikan melalui Program Pemberdayaan Desa layak untuk dikucurkan pada masyarakat desa Langkai. Selain itu, data menunjukkan bahwasanya penduduk Desa Langkai yang dikelompokkan menurut jenis pekerjaan, angka yang lebih dominan ditunjukkan oleh masyarakat yang tidak mempunyai mata pencaharian yang mana dana usaha desa melalui PPD tersebut memang sudah sepantasnya diperuntukkan bagi desadesa yang perlu untuk diberdayakan. Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam Desa Langkai berdiri melalui forum Musyawarah Desa (MD I) Langkai pada tanggal 24 Juli 2006 yang pada pembentukannya dihadiri oleh Kepala Desa, Perangkat Desa, Aparat Desa, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Pemuda serta Masyarakat Desa Langkai. Dalam keputusan musyawarah desa I tersebut juga ditetapkan Keputusan Desa No 043/DSL/03/2006 tentang pembentukan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED- SP). Berdasarkan pra survey di lapangan, maka ditemui permasalahan yakni pemanfaat, dalam hal ini adalah masyarakat yang diberi pinjaman tidak dapat mengembalikan angsuran pinjaman sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Ada sebagian masyarakat dibidang jenis usaha tertentu yang mengalami penunggakan dalam mengembalikan pinjaman. Hal ini dikarenakan permasalahanpermasalahan seperti: 1. Pemanfaat dibidang perdagangan mengalami permasalahan dikarenakan daya beli masyarakat menurun, yang berakibat pada pendapatan mereka yang juga menurun. 2. Kurang/rendahnya kesadaran masyarakat dalam mengembalikan pinjaman. 3. Belum maksimalnya kinerja pengelola UED-SP dalam membimbing masyarakat, kerena masih tergantung dengan pendamping desa. Bertitik tolak dari uraian diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai permasalahan yang ada tersebut dengan mengetengahkan judul yaitu: Analisis Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Program Pemberdayaan Desa (PPD) Provinsi Riau di Desa Langkai Kecamatan Siak. Kerangka Teori Menurut Taliziduhu (2003:7) ilmu pemerintahan dapat didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana memenuhi dan melindungi kebutuhan dan tuntutan tiap orang akan jasa publik dan layanan sipil, dalam hubungan pemerintahan, (sehingga dapat diterima) pada saat dibutuhkan oleh yang bersangkutan. Ilmu pemerintahan mempelajari pemerintahan dari dua sudut, pertama dari sudut bagaimana seharusnya. dan kedua dari sudut bagaimana senyatanya. Kata desa sendiri berasal dari bahasa India yakni swadeshi yang berarti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal, atau tanah leluhur yang merujuk pada satu kesatuan hidup, dengan satu kesatuan norma, serta memiliki batas yang jelas, menurut Soetarjo dan Yuliati (dalam Wasistiono dan Irwan Tahir, 2006 : 7). 152

5 Menurut Widjaja (2005:169) bahwa pemberdayaan masyarakat adalah upaya meningkatkan kemampuan dan potensi yang dimiliki masyarakat, sehingga masyarakat dapat mewujudkan jati diri, harkat dan martabatnya secara maksimal untuk bertahan dan mengembangkan diri secara mandiri baik dibidang ekonomi, sosial, agama dan budaya. Menurut Edwards III dalam Subarsono (2008: 90) bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yakni: 1. Komunikasi 2. Sumberdaya 3. Disposisi 4. Struktur birokrasi Metode Penelitian Untuk mempermudah penulis dalam mengumpulkan dan mendapatkan data serta informasi yang dibutuhkan, maka penulis menggunakan tipe penilitian survey deskriptif, yakni memaparkan hasil pengamatan dilapangan apa adanya. Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Langkai Kecamatan Siak Kabupaten Siak. Adapun pertimbangan penulis mengambil Desa Langkai Kecamatan Siak sebagai lokasi penelitian, karena adanya pertimbangan tertentu (teknik Purposive Sampling) yakni sebagai berikut: 1. Masyarakat desa Langkai yang diberi pinjaman dana Program tidak dapat mengembalikan pinjaman dalam siklus waktu yang telah ditetapkan (maksimal 18 bulan). 2. Desa Langkai merupakan salah satu desa di Kecamatan Siak yang paling tertua dalam melaksanakan Program Pemberdayaan Desa (PPD) ini, bil a dibandingkan dengan 4 buah Desa di Kecamatan Siak yang mendapatkan bantuan yang sama. 3. Masyarakat desa Langkai yang meminjam dana usaha, lebih mempunyai keanekaragaman (variasi) dalam mengembangkan jenis usaha bila dibandingkan dengan desa-desa yang ada di Kecamatan Siak. Adapun yang menjadi populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah Camat, Kepala Desa, Ketua LPM, Ketua BPD, Pengelola Usaha Ekonomi Desa-Simpan Pinjam (UED -SP), Kader Pembangunan Masyarakat, Pendamping Desa, Tim Verifikasi dan Masyarakat sebagai penerima program yang dicantumkan berdasarkan jenis usaha yang dilakukan. Pembahasan Desa Langkai merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Siak, Kabupaten Siak dengan luas desa ± 4835,8 ha. Desa Langkai merupakan desa pemekaran dari Desa Buantan Besar dengan komposisi penduduk mayoritas jawa dan melayu. Adapun batas-batas desa Langkai Kecamatan Siak ini digambarkan sebagai berikut: - Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Buantan Besar - Sebelah Selatan dengan Kelurahan Kampung Dalam dan Kampung Rempak - Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Rawang Air Putih dan Merempan Hulu - Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Siak. Adapun indikator dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendorong Kegiatan Perekonomian Masyarakat Desa Untuk mengetahui rekapitulasi tanggapan responden tim pelaksana dan masyarakat terhadap indikator mendorong kegiatan perekonomian masyarakat desa, maka dapat dilihat pada tabel berikut ini: 153

6 Tabel 1.1: Rekapitukasi Penilaian Responden Terhadap Indikator Mendorong Kegiatan Perekonomoian Masyarakat Desa No Tanggapan Responden 1 Tim Pelaksana 2 Masyarakat Kategori Penilaian Baik Cukup Baik Tidak Baik (73 %) (7 %) (20 %) 66 (77 %) 16 (18 %) 4 (5 %) Jumlah Jumlah Persentase (%) 76 % 15 % 9 % 100 % Sumber: Data Olahan 2009 Berdasarkan tabel diatas, dapat kita lihat bahwasanya berdasarkan tanggapan responden tim pelaksana terhadap indikator mendorong kegiatan perekonomian masyarakat desa, sebanyak 22 orang atau 73 % yang jawaban mereka terkategori baik. Ini menunjukkan bahwa dana bantuan yang berupa dana usaha desa memang diberikan pihak pelaksana kepada masyarakat dengan tujuan untuk mengembangkan usaha masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara dengan tim pelaksana diperoleh informasi bahwa adanya dana yang digulirkan kepada masyarakat dan mendapat sambutan baik dari masyarakat yang ditandai dengan keseriusan masyarakat dalam memanfaatkan dana pinjaman program untuk keperluan usaha. Selanjutnya sebanyak 2 orang atau 7 % yang jawaban mereka terkategori cukup baik, dimana mereka menyatakan pernah memberikan dana bantuan kepada masyarakat, namun tidak mengetahui dan tidak memberikan masukan kepada pemanfaat mengenai upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan program yang berkaitan dengan penggunaan dana program. Sedangkan sebanyak 6 orang atau 20 % yang jawabannya terkategori tidak baik. Ini ditunjukkan dengan jawaban mereka yang menyatakan belum sepenuhnya melakukan tugasnya dengan baik, masih kurang dalam memberikan pengertian kepada masyarakat akan penggunaan dana program sehingga masyarakat menyalah artikan tentang penggunaan dana program yang seharusnya digunakan untuk keperluan usaha. Selanjutnya tanggapan responden masyarakat terhadap indikator mendorong kegiatan masyarakat desa, ada sebanyak 66 orang atau 77 % yang jawaban mereka terkategori baik. Hal ini ditunjukkan dengan jawaban responden yang menyatakan bahwasanya pemanfaat atau nasabah mendapatkan dana pinjaman berupa dana usaha desa yang digunakan sebagai modal usaha. Dengan kata lain dana yang disalurkan kepada mereka, telah mereka gunakan dan mereka merasakan manfaat dari dana pinjaman tersebut. Selain itu, ditandai dengan keseriusan masyarakat Desa Langkai Kecamatan Siak Kabupaten Siak dalam mengelola dan memanfaatkan dana pinjaman, dimana dana tersebut digunakan untuk keperluan dan pengembangan usaha. Kemudian sebanyak 16 orang atau 18 % dari jawaban responden terkategori cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa dana yang dikucurkan pada masyarakat sebagai modal usaha kurang dapat mereka manfaatkan, karena berkurangnya transaksi jual beli dari usaha mereka. Mereka menyatakan bahwa dana pinjaman program kurang dapat mengembangkan usaha mereka dikarenakan terbatasnya jumlah pinjaman sehingga dana tersebut belum dapat untuk mengembangkan berbagai jenis usaha lainnya. Sementara itu, sebanyak 4 orang responden atau 5 % dari jawaban responden terkategori tidak baik. Hal ini berarti bahwa sebagian kecil masyarakat tidak menggunakan dana pinjaman sebagai modal usaha, melainkan untuk keperluan konsumtif. Selain itu, responden 154

7 menyatakan bahwa dana yang dipinjamkan kepada mereka pas-pasan sehingga dana tersebut tidak dapat mereka kembangkan untuk keperluan usaha. Minimnya jumlah pinjaman tersebut membuat masyarakat merasa tidak termotivasi untuk mengembangkan usaha sehingga menyebabkan pendapatan masyarakat belum meningkat. Berdasarkan hasil wawancara dengan tim pelaksana diperoleh informasi bahwa adanya dana yang digulirkan kepada masyarakat dan mendapat sambutan baik dari masyarakat. Namun bagi sebagian masyarakat, dana yang dikucurkan tersebut tidak digunakan menurut semestinya karena masyarakat cendrung beranggapan bahwa dana yang mereka terima merupakan dana bantuan untuk mereka dan penggunaannya diserahkan pada mereka. Selain itu, sebagian masyarakat menilai bahwa dana yang mereka terima terbatas sehingga kurang membantu mereka untuk meningkatkan taraf ekonominya sehingga duplikasi usaha mereka belum mencapai hasil yang memuaskan. Sementara itu, berdasarkan jawaban responden melalui kuisioner dan hasil wawancara dengan tim pelaksana bahwasanya pinjaman dana program yang berupa dana usaha desa sudah dikucurkan kepada masyarakat dan mendapat sambutan baik dari masyarakat. Hal ini ditandai dengan keseriusan masyarakat dalam memanfaatkan dana pinjaman program untuk keperluan usaha dan mengelola dana pinjaman tersebut sesuai dengan keinginan dari pemanfaat itu sendiri tanpa ada campur tangan dari pihak pelaksana. Walaupun dana program yang digulirkan kepada masyarakat oleh sebagian masyarakat tidak digunakan menurut semestinya karena masyarakat cendrung beranggapan bahwa dana yang mereka terima tersebut merupakan dana bantuan yang penggunaannya diserahkan kepada mereka. Namun demikian, berdasarkan jawaban responden terhadap sub indikator memberikan bantuan dana sebagai modal usaha dan memperluas kesempatan dan pengembangan usaha, maka indikator mendorong kegiatan perekonomian masyarakat desa berada pada kategori baik yakni dengan persentase 76 %. Hal ini berarti dana pinjaman tersebut sudah dikucurkan kepada masyarakat dan masyarakat menggunakan dana tersebut sebagai modal usaha. 2. Meningkatkan Kreativitas Berusaha Untuk mengetahui rekapitulasi tanggapan responden tim pelaksana dan masyarakat terhadap indikator meningkatkan kreativitas berusaha dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 2.1 : Rekapitulasi Penilaian Responden Tim Pelaksana dan Masyarakat Terhadap Indikator Meningkatkan Kreativitas Berusaha Kategori Penilaian No Tanggapan Responden Tidak Jumlah Baik Cukup Baik 1 Tim Pelaksana 2 Masyarakat 23 (77 %) 63 (73 %) 1 (3 %) 11 (13 %) Baik 6 (20 %) 12 (14 %) Jumlah Persentase (%) 74 % 10 % 16 % 100 % Sumber: Data Olahan 2009 Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa tanggapan responden tim pelaksana terhadap indikator meningkatkan kreativitas berusaha, ada sebanyak 23 orang atau 77 % yang jawaban mereka terkategori baik. Ini menunjukkan bahwa tim pelaksana memang 155

8 pernah memberikan bimbingan dan keterampilan kepada pemanfaat terkait dengan penggunaan dana program. Berdasarkan hasil wawancara bahwasanya tim pelaksana telah melakukan tugasnya dengan baik yakni memberikan bimbingan dan keterampilan dalam bentuk penyuluhan kepada masyarakat terkait dengan penggunaan dana program sehingga masyarakat dapat memanfaatkan dana pinjaman tersebut untuk keperluan pengembangan usaha khususnya di Desa Langkai Kecamatan Siak. Selanjutnya ada 1 orang responden yang jawabannya terkategori cukup baik dengan persentase 3 %. Ini dikarenakan kurangnya pemberian bimbingan dan keterampilan kepada masyarakat serta jarang melakukan pembinaan dan pemantauan terhadap pelaksanaan program yang terkait dengan pengelolaan dana pinjaman program. Sedangkan sebanyak 6 orang atau 20 % yang jawaban mereka terkategori tidak baik, dimana mereka tidak pernah melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap jalannya pelaksanaan program. Selain itu, mereka juga tidak melakukan pengkajian dan memberikan masukan kepada pemanfaat mengenai upayaupaya yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan sehingga motivasi pemanfaat untuk berusaha menjadi berkurang. Selanjutnya tanggapan responden masyarakat terhadap indikator meningkatkan kreativitas berusaha, sebanyak 63 orang atau 73 % yang jawaban mereka terkategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa responden memang pernah mendapatkan bimbingan dan keterampilan yang berupa penyuluhan dari pihak pelaksana terkait dengan penggunaan dana pinjaman program yang berupa dana usaha desa dan mereka dapat mengembangkan usaha mereka sesuai keinginan dengan memanfaatkan dana pinjaman yang ada di Desa Langkai Kecamatan Siak. Selain itu, mereka diberikan kebebasan untuk memilih sendiri jenis usaha yang ingin mereka kembangkan tanpa ada campur tangan dari pihak pelaksana. Artinya tim pelaksana memberikan kepercayaan dan kebebasan kepada masyarakat dalam hal ini adalah pemanfaat untuk menentukan sendiri jenis usaha apa yang ingin mereka kembangkan sesuai dengan potensi yang mereka miliki dan usaha mereka. Berdasarkan wawancara dengan pendamping desa diperoleh informasi bahwa tim pelaksana tidak ikut campur dalam penetapan jenis usaha yang akan dikembangkan oleh masyarakat. Masyarakat mempunyai kebebasan untuk memilih sendiri jenis usaha apa yang ingin mereka kembangkan sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Selanjutnya ada sebanyak 11 orang atau dengan persentase 13 % yang jawaban mereka terkategori cukup baik, dimana mereka menyatakan bahwa pernah mendapatkan bimbingan dan keterampilan terkait dengan penggunaan dana program. Selain itu, mereka menyambut baik pinjaman dana yang diberikan berupa dana usaha desa melalui program PPD tersebut, karena dengan pinjaman dana tersebut usaha mereka menjadi meningkat dari sebelumnya. Namun demikian, mereka merasa kurang dapat mengembangkan usaha mereka dengan pinjaman yang ada karena kurangnya pengetahuan mereka tentang bagaimana mengelola dana pinjaman dengan baik untuk mengembangkan usaha lebih dari satu. Sedangkan 12 orang responden dengan persentase 14 % menyatakan tidak baik karena mereka menyatakan tidak mendapat bimbingan dari pihak pengelola UED-SP terkait dengan penggunaan dana program. Selain itu, mereka juga menyatakan bahwa dana yang dipinjamkan tersebut terbatas jumlahnya sehingga mereka tidak dapat mengembangkan usaha mereka lebih dari satu dan meragamkan jenis usaha mereka tersebut. Berdasarkan kuisioner dan hasil wawancara yang telah dijelaskan diatas dapat dikatakan bahwasanya pihak pelaksana program sudah memberikan bimbingan dan keterampilan dalam bentuk penyuluhan kepada pemanfaat/ nasabah terkait dengan penggunaan dana pinjaman program. Selain itu, masyarakat diberi kebebasan untuk memilih sendiri jenis usaha yang akan mereka kembangkan sesuai dengan kemampuan dan potensi yang mereka miliki. Sebagian masyarakat kurang dapat mengembangkan usaha mereka dikarenakan minimnya jumlah 156

9 pinjaman dan juga kurangnya pengetahuan mereka tentang bagaimana mengelola dana pinjaman dengan baik. Dengan demikian, penilaian terhadap sub indikator memberikan bimbingan dan keterampilan dan memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk memilih jenis usaha sesuai potensi, tercapai apabila semua kriteria item penilaian telah berjalan atau dengan rata-rata 67 %, maka indikator meningkatkan kreativitas berusaha berada pada kategori baik yakni dengan persentase 74 %. 3. Menghindarkan Masyarakat dari Praktek Ijon Untuk mengetahui rekapitulasi tanggapan responden tim pelaksana dan masyarakat terhadap indikator menghindarkan masyarakat dari praktek ijon dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3.1: Rekapitulasi Penilaian Responden Tim Pelaksana dan Masyarakat Terhadap Indikator Menghindarkan Masyarakat dari Praktek Ijon Kategori Penilaian No Tanggapan Responden Tidak Jumlah Baik Cukup Baik 1 Tim Pelaksana 2 Masyarakat 25 (83 %) 37 (43 %) 2 (7 %) 42 (49 %) Baik 3 (10 %) 7 (8 %) Jumlah Persentase (%) 53 % 38 % 9 % 100 % Sumber: Data Olahan 2009 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebanyak 25 orang atau 83 % responden tim pelaksana yang jawaban mereka terkategori baik. Dimana tim pelaksana sudah melaksanakan tugasnya dengan baik yakni dengan memberikan pinjaman yang berupa dana usaha desa kepada masyarakat dengan tingkat suku bunga yang rendah dan syarat pinjaman yang relatif mudah dan waktu yang relatif singkat seperti yang terdapat dalam buku petunjuk teknis program pemberdayaan desa. Hal ini mendapat sambutan baik dari masyarakat yang menyatakan bahwa dengan bunga yang relatif rendah tidak mempersulitkan bagi mereka untuk membayar angsuran perbulannya. Sebagaimana hasil wawancara dengan tim pelaksana bahwa dana pinjaman program ini mempunyai tingkat suku bunga yang rendah dan dapat membantu masyarakat untuk keperluan pengembangan usaha sehingga masyarakat tidak lagi meminjam uang kepada pelepas uang dengan bunga yang tinggi seperti bank keliling, rentenir dan sebagainya. Selanjutnya sebanyak 2 orang responden atau 7 % yang jawabannya terkategori cukup baik dimana karena keterbatasan dana pinjaman membuat masyarakat masih mau meminjam uang kepada kredit non formal dengan alasan lebih cepat dalam mendapatkan dana pinjaman, yakni transaksi dapat langsung dilakukan dirumah yang bersangkutan. Ini karena kurangnya bimbingan dan pembinaan yang dilakukan oleh pihak pelaksana akan pengelolaan dana program sehingga masyarakat masih mau meminjam kepada rentenir dan sebagainya. Sedangkan 3 orang responden dengan persentase 10 % yang jawaban mereka terkategori tidak baik. Dimana pihak pelaksana memang tidak pernah melakukan bimbingan dan pembinaan kepada pemanfaat terkait dengan pengelolaan dana pinjaman yang berupa dana usaha desa sehingga pemanfaat masih tertarik untuk meminjam uang kepada pelepas uang dengan 157

10 bunga tinggi seperti usaha kredit non formal, bank keliling, rentenir dan sebagainya. Selanjutnya tanggapan responden masyarakat terhadap indikator menghindarkan masyarakat dari praktek ijon, ada sebanyak 43 orang responden yang jawaban mereka terkategori baik atau dengan persentase 72 %. Dimana responden menyatakan bahwa dana pinjaman program tersebut memudahkan mereka didalam mengembangkan usaha dan tidak mempersulitkan bagi mereka untuk membayar angusuran per bulannya karena dana pinjaman tersebut mempunyai tingkat suku bunga yang rendah. Selain itu, responden menyatakan dengan adanya pinjaman dana program dapat menghindari mereka dari meminjam kepada rentenir/ tengkulak. Persyaratan yang diberikan mudah dan tidak terlalu sulit juga membuat masyarakat dapat memanfaatkan dana pinjaman tersebut dan membantu mereka mendapatkan modal untuk kebutuhan mereka. Selanjutnya yang menyatakan cukup baik sebanyak 42 orang responden dengan persentase 49 %. Dimana responden menyatakan bahwa persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemanfaat/ nasabah bersifat sederhana karena tidak mempersulit mereka dalam memperoleh pinjaman dana tersebut dan dalam jasa pengembaliannya juga mempunyai tingkat suku bunga yang rendah. Walaupun ada sebagian pemanfaat yang masih tergiur dengan pelepas uang dengan bunga tinggi seperti rentenir, bank keliling dan sebagainya. Sedangkan ada 7 orang responden yang menyatakan tidak baik dengan persentase 8 %. Responden menyatakan bahwa dana pinjaman yang diberikan tidak dapat mereka manfaatkan dengan baik untuk keperluan usaha mereka sehingga mereka masih tetap meminjamkan uang kepada pihak lain sebagai modal untuk keperluan usaha mereka. Selain itu, responden menyatakan bahwa harus menunggu waktu yang lama untuk mendapatkan pinjaman dana tersebut. Hasil wawancara dengan tim pelaksana menunjukkan bahwa syarat pinjaman dana bersifat sederhana dan tidak mempersulit masyarakat walaupun sebagian masyarakat menyatakan bahwa syarat pinjaman yang diberikan menunggu proses yang lama karena harus membuat proposal permohonan pinjaman dana sampai dana tersebut diberikan kepada mereka untuk mereka gunakan. Selanjutnya jawaban responden melalui kuisioner dan hasil wawancara yang berkaitan dengan indikator menghindarkan masyarakat dari praktek ijon diperoleh penilaian dengan kategori cukup baik atau dengan persentase 53 %. Dimana masyarakat menilai bahwa dana pinjaman program mempunyai tingkat suku bunga yang rendah dan dapat membantu masyarakat untuk keperluan pengembangan usaha sehingga masyarakat tidak lagi meminjam uang kepada pelepas uang dengan bunga yang tinggi seperti bank keliling dan rentenir. Namun demikian, sebagian masyarakat menyatakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemanfaat/ nasabah bersifat sederhana karena tidak mempersulit mereka dalam memperoleh pinjaman dana tersebut dan dalam jasa pengembaliannya juga mempunyai tingkat suku bunga yang rendah. Hal ini berdasarkan penilaian terhadap sub indikator memberikan modal dengan tingkat suku bunga yang rendah dan syarat pinjaman yang mudah dan relatif singkat. 4. Meningkatkan Kebiasan Gotong Royong dan Gemar Menabung Selanjutnya untuk mengetahui rekapitulasi tanggapan responden tim pelaksana dan masyarakat terhadap indikator meningkatkan kebiasaan gotong royong dan gemar menabung dapat dilihat pada tabel dibawah ini. 158

11 Tabel 4.1: Rekapitulasi Penilaian Responden Terhadap Indikator Meningkatkan Kebiasaan Gotong Royong dan Gemar Menabung Kategori Penilaian No Tanggapan Responden Tidak Jumlah Baik Cukup Baik 1 Tim Pelaksana 2 Masyarakat 22 (73 %) 46 (53 %) 2 (7 %) 28 (33 %) Baik 6 (20 %) 12 (14 %) Jumlah Persentase (%) 59 % 26 % 15 % 100 % Sumber: Data Olahan 2009 Berdasarkan keterangan tabel diatas, dapat dilihat tanggapan responden tim pelaksana terhadap indikator meningkatkan kebiasaan gotong royong dan gemar menabung, ada sebanyak 22 orang atau 73 % yang jawaban mereka terkategori baik. Dimana tim pelaksana memang sudah memberikan bantuan dana yang berupa dana usaha desa bertujuan untuk meningkatkan semangat gotong royong antara sesama, baik hubungan antara sesama pemanfaat, maupun antara pemanfaat dengan masyarakat yang belum mendapatkan pinjaman yang sama. Sementara itu sebanyak 2 orang responden atau 7 % yang jawabannya cukup baik. Berdasarkan hasil wawancara dengan pendamping desa bahwa dana pinjaman yang digulirkan kepada masyarakat telah dapat dimanfaatkan oleh mereka walaupun setelah adanya program tersebut hubungan kekerabatan diantara sesama masyarakat bersifat biasa-biasa saja, namun disisi lain dana tersebut dapat digunakan oleh masyarakat khususnya Desa Langkai Kecamatan Siak. Sedangkan 6 orang responden atau 20 % jawaban mereka menyatakan tidak baik. Dimana tim pelaksana menyatakan tidak melakukan pemeriksaan secara langsung dari pelaksanaan program, sehingga mereka tidak dapat mengetahui apakah pemanfaat mempunyai keinginan untuk menabung dan melanjutkan pinjaman pada tahap berikutnya. Selanjutnya tanggapan responden masyarakat terhadap indikator meningkatkan kebiasaan gotong royong dan gemar menabung, sebanyak 46 orang yang jawaban mereka terkategori baik dengan persentase 53 %. Dimana masyarakat menyatakan dengan adanya program pemberdayaan desa, dapat membuat mereka bersaing secara sehat dalam mengelola dana pinjaman dengan sebaikbaiknya untuk mencapai keberhasilan didalam usaha mereka. Selain itu, responden menyatakan bahwa keinginan untuk menabung menjadi lebih meningkat dengan adanya dana pinjaman program karena responden dapat memanfaatkan dana pinjaman dengan baik sehingga keinginan mereka untuk menabung menjadi lebih meningkat dari sebelumnya. Selanjutnya ada 28 orang responden dengan persentase 33 % menyatakan cukup baik. Hal ini ditandai dengan jawaban mereka yang menyatakan bahwa dengan adanya program pemberdayaan desa hubungan kekerabatan diantara sesama masyarakat bersifat tetap dan biasa-biasa saja dan belum menunjukkan perubahan dalam kekerabatan, sehingga belum mencerminkan sikap gotong-royong. Kemudian responden menyatakan kurang semangat untuk menabung dan kurang termotivasi untuk mengembangkan usahanya sehingga keinginan mereka untuk menabung belum mengalami peningkatan. Sedangkan 12 orang responden dengan persentase 14 % menyatakan tidak baik. Hal ini ditunjukkan dengan jawaban responden yang menyatakan bahwa dengan adanya program pemberdayaan desa hubungan antara sesama masyarakat tidak 159

12 berubah dan tidak menunjukkan adanya pemecahan masalah bersama-sama yang mencerminkan sikap gotong royong, karena responden merasa sanggup mangatasi masalah tanpa campur tangan dari pihak lain maupun dari pihak pelaksana itu sendiri. Selanjutnya responden menyatakan tidak bisa menabung dari hasil penggunaan dana tersebut karena mereka menyatakan keterbatasan jumlah pinjaman dana sehingga mereka merasa sulit untuk menyicilkan sedikit uang untuk keperluan menabung. Selain itu juga responden menyatakan ragu-ragu untuk melanjutkan meminjam dana pinjaman program pemberdayaan desa. Hasil wawancara dengan tim pelaksana dan jawaban responden melalui kuisioner terhadap kedua sub indikator meningkatkan kerjasama dan adanya keinginan untuk menabung menunjukkan bahwa dengan adanya program hubungan kekerabatan diantara masyarakat bersifat tetap dan biasabiasa saja dan belum menunjukkan perubahan dalam kekerabatan sehingga belum mencerminkan sikap gotong-royong. Selain itu, sebagian masyarakat menyatakan hubungan diantara sesama masyarakat tidak berubah dan tidak menunjukkan adanya pemecahan masalah secara bersama-sama karena responden merasa sanggup mengatasi masalah tanpa campur tangan dari pihak lain. Berdasarkan penilaian tersebut, maka indikator meningkatkan kebiasaan gotong royong dan gemar menabung berada pada kategori cukup baik dengan persentase 59 %. Sebagian masyarakat atau pemanfaat menyatakan keinginan untuk menabung menjadi lebih meningkat dengan adanya dana pinjaman program karena responden dapat memanfaatkan dana pinjaman dengan baik sehingga keinginan mereka untuk menabung menjadi lebih meningkat dari sebelumnya. Berdasarkan uraian dari keempat indikator diatas, Berikut ini dapat dilihat rekapitulasi tanggapan responden tentang Analisis Pencapaian Tujuan Program Pemberdayaan Desa (PPD) Provinsi Riau di Desa Langkai Kecamatan Siak, Kabupaten Siak. Tabel 4.2: Rekapitulasi Tanggapan Responden Tentang Analisis Pelaksanaan Pencapain Tujuan Program Pemberdayaan Desa (PPD) Provinsi Riau di Desa Langkai Kecamatan Siak. Kriteria Penilaian No Indikator Jumlah Baik Cukup Baik Tidak Baik Mendorong Kegiatan Perekonomian Masyarakat Desa Meningkatkan Kreativitas Berusaha Menghindarkan Masyarakat Dari Praktek Ijon Meningkatkan Kebiasaan Gotongroyong dan Gemar Menabung 44 ( 76 %) 43 ( 74 %) 31 (53 %) 34 (59 %) 9 ( 15 %) 6 (10 %) 22 (38 %) 15 (26 %) 5 ( 9 %) 9 ( 16 %) 5 (9 %) 9 (15 %) Jumlah Rata-rata Persentase (%) 65,5 22,4 12, Sumber: Data Olahan

13 Berdasarkan tabel rekapitulasi jawaban responden terhadapanalisis Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Program Pemberdayaan Desa (PPD) Provinsi Riau di Desa Langkai Kecamatan Siak diatas, dapat dilihat bahwa dari rata-rata indikator berada pada kategori penilaian baik (tercapai) berjumlah 38 orang dengan persentase 65,5 %, ini dapat dinilai dari Program Pemberdayaan Desa (PPD) yang layak untuk dilaksanakan di desa Langkai Kecamatan Siak Kabupaten Siak dan tentunya dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan kepada masyarakat yang ada di Desa Langkai Kecamatan Siak tersebut. Adapun yang mempunyai penilaian berkategori cukup baik (cukup tercapai) berjumlah sebanyak 13 orang dengan persentase 22,4 %. Hal ini ditandai dengan adanya program pemberdayaan desa, hubungan diantara sesama masyarakat belum mencerminkan sikap gotong royong sehingga hubungan kekerabatan dan kerjasama diantara masyarakat, belum menunjukkan perubahan dan masih bersifat biasa-biasa saja. Sementara itu, sebanyak 7 orang responden dengan persentase 12,06 % menyatakan tidak baik (tidak tercapai). Ini ditandai dengan masih adanya masyarakat yang meminjam dana sebagai modal usaha kepada kredit non formal seperti bank keliling, rentenir dan sebagainya sehingga keberadaan program pemberdayaan desa dirasakan tidak membawa perubahan terhadap perekonomian masyarakat oleh para pemanfaat. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan tim pelaksana terhadap keempat indikator diatas, bahwasanya tim pelaksana mengatakan secara keseluruhan dari pelaksanaan Program Pemberdayaan Desa di Desa Langkai Kecamatan Siak ini berjalan dengan baik dan sudah tepat sasaran. Program pemberdayaan desa ini juga mendapat sambutan yang baik dari masyarakat desa langkai. Apalagi pinjaman dana dengan sistem dana bergulir yang mana angsuran yang dikembalikan oleh pemanfaat tersebut digulirkan kepada masyarakat yang ingin memperoleh pinjaman yang sama dengan melengkapi persyaratan yang telah disepakati dan tidak ada penetapan jenis usaha yang ingin mereka kembangkan serta tanpa campur tangan dari pihak pelaksana untuk memilih jenis usaha, hal ini disesuaikan dengan potensi yang mereka miliki. Namun demikian, ada sebagian masyarakat yang mengalami permasalahan dalam mengembangkan usaha mereka. Seperti pada usaha sektor perdagangan yang menyatakan adanya berbagai permasalahan seperti turunnya daya beli masyarakat, permasalahan krisis global, persaingan dengan pedagang lain yang dapat menyebabkan menurunnya penghasilan mereka. Selain itu juga, ada sebagian masyarakat yang menggunakan dana pinjaman untuk keperluan sehari-hari dengan memanfaatkan dana pinjaman untuk kebutuhan konsumtif, padahal dana tersebut diperuntukkan untuk keperluan usaha yang menghasilkan. Kesimpulan Berdasarkan pengukuran terhadap variabel penelitian ini,dapat dilihat bahwa Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Program Pemberdayaan Desa (PPD) Provinsi Riau di Desa Langkai Kecamatan Siak Kabupaten Siak, berada pada jawaban Cukup Tercapai dengan persentase 65,5 %. Dengan predikat cukup tercapai ini menunjukkan bahwa Program Pemberdayaan Desa (PPD) memang sudah dilaksanakan di desa langkai Kecamatan Siak, Kabupaten Siak. Namun, walaupun masih ada sebagian masyarakat yang meminjamkan uang kepada pelepas uang dengan bunga tinggi seperti bank keliling, rentenir dan kredit non formal yang menawarkan alternatif yang mudah meskipun dengan tingkat suku bunga yang tinggi, sehingga masyarakat belum termotivasi untuk meningkatkan jumlah pendapatan mereka melalui dana yang disalurkan melalui program. Selain itu, kurangnya bimbingan dari pihak pengelola UED-SP, sehingga pemanfaat belum sepenuhnya dapat mengelola dana pinjaman dengan baik. Dalam Pelaksanaan Program Pemberdayaan Desa (PPD) demi tercapainya tujuan yang diinginkan, hendaknya tim 161

14 pelaksana memberikan bimbingan dan pendampingan yang lebih kepada masyarakat dalam hal pengelolaan usaha. Sebaiknya pemberian bantuan modal usaha yang dilakukan melalui UED-SP, perlu diiringi keterampilan masyarakat dalam mengelola usaha sehingga dana pinjaman yang diperuntukkan sebagai modal usaha dapat dimanfaatkan dan dikelola sebaik mungkin oleh masyarakat. Daftar Pustaka Ndraha, Taliziduhu, Kybernology 1 (Ilmu Pemerintahan Baru). Rineka Cipta, Jakarta. Subarsono, AG Analisis Kebijakan Publik. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Wasistiono, Sadu dan Irwan tahir, Prospek Pengembangan Desa. CV. Fokusmedia, Bandung. Widjaja, HAW, Otonomi Desa. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Dokumentasi Buku Petunjuk Teknis Program Pemberdayaan Desa (PPD), Pekanbaru. Buku Pedoman Umum Program Pemberdayaan Desa (PPD), Pekanbaru. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. 162

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengimbangi pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. ingin membuat usaha tetapi kekurangan dana dalam pembuatan usaha mereka.

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengimbangi pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. ingin membuat usaha tetapi kekurangan dana dalam pembuatan usaha mereka. 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam perekonomian yang dihadapi dan sedang dijalankan pada saat ini, ada sekelompok masyarakat kecil dalam kedudukan ekonomi yang kuat dan menguasai sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya berbagai macam masalah di dalam kehidupan masyarakat seperti terjadinya PHK pada buruh kontrak, jumlah pengangguran

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Identifikasi Desa Pelangko a. Sejarah Berdiri Desa Pelangko Asal muasal terjadinya Desa Pelangko sedang mulanya belum dinamakan, hanya masih disebut oleh warga

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. 4.1 Gambaran Umum kelurahan Simpang Baru Kondisi Geografis Kelurahan Simpang Baru

BAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. 4.1 Gambaran Umum kelurahan Simpang Baru Kondisi Geografis Kelurahan Simpang Baru BAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum kelurahan Simpang Baru 4.1.1 Kondisi Geografis Kelurahan Simpang Baru Kelurahan Simpang baru terletak di dalam wilayah Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru

Lebih terperinci

BAB II BADAN USAHA MILIK DESA MAKMUR SEJAHTERA. Kabupaten Rokan Hulu (Lembaran Daerah Kabupaten Rokan Hul u Tahun

BAB II BADAN USAHA MILIK DESA MAKMUR SEJAHTERA. Kabupaten Rokan Hulu (Lembaran Daerah Kabupaten Rokan Hul u Tahun BAB II BADAN USAHA MILIK DESA MAKMUR SEJAHTERA A. Sejarah BUMDes Makmur Sejahtera Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Rokan Hulu Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDES) Sejarah Singkat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

BAB IV GAMBARAN UMUM BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDES) Sejarah Singkat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) 54 BAB IV GAMBARAN UMUM BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDES) IV.1 Sejarah Singkat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sejarah BUMDes di Provinsi Riau tidak terlepas dari keberadaan Program Pemberdayaan Desa (PPD),

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. dalam merealisasikan kesejahtraan masyarakat.program

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. dalam merealisasikan kesejahtraan masyarakat.program BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4.1 Sejarah Objek Penelitian Penanggulangan kemiskinan yang menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat sebagai pendekatan operasional merupakan komitmen pemerintah dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengimbangi pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. muncul dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat di negeri yang

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengimbangi pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. muncul dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat di negeri yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian yang dihadapi dan sedang dijalani pada saat ini, ada sekelompok kecil masyarakat dalam kedudukan ekonomi yang kuat dan menguasai sebagian besar kehidupan

Lebih terperinci

Pelaksanaan Koordinasi Perencanaan Pembangunan antara Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa

Pelaksanaan Koordinasi Perencanaan Pembangunan antara Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa Pelaksanaan Koordinasi Perencanaan Pembangunan antara Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa KHOTAMI Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Riau (UIR) Pekanbaru Jl. Kaharuddin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. krisis moneter merambah ke krisis ekonomi. Dari krisis ini berkembang

BAB I PENDAHULUAN. krisis moneter merambah ke krisis ekonomi. Dari krisis ini berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tahun 1997 adalah awal dari krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia telah menumbuhkan berbagai krisis yang bermula dari krisis moneter merambah ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri sangat bergantung pada konfigurasi politik pemerinthan pada saat

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri sangat bergantung pada konfigurasi politik pemerinthan pada saat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama Indonesia merdeka, kebijakan penyelenggaraan pemerintahaan telah mengalami perubahan dan perkembangan yang sangat dinamis.selama kurun waktu setengah

Lebih terperinci

BUPATI MAMUJU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MAMUJU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAMUJU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAMUJU UTARA, Menimbang : a. bahwa Desa merupakan entitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prasyarat kesinambungan pertumbuhan ekonomi dan siklus produksi nasional.

BAB I PENDAHULUAN. prasyarat kesinambungan pertumbuhan ekonomi dan siklus produksi nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Di lihat dari sisi kepentingan, pemerintah sering mengemukakan alasan mempercepat peningkatan pembangunan, karena desakan untuk memenuhi prasyarat kesinambungan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORITIS. urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian

BAB III KERANGKA TEORITIS. urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian BAB III KERANGKA TEORITIS A. Pengertian Otonomi Daerah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DESA DAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DESA DAN KELURAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk memajukan

Lebih terperinci

BUPATI KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR : 01 TAHUN 2016

BUPATI KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR : 01 TAHUN 2016 BUPATI KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR : 01 TAHUN 2016 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KONAWE SELATAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang: a. bahwa berdasarkan ketentuan Peraturan

Lebih terperinci

KORPORASI USAHA PERDESAAN SALAH SATU ALTERNATIF PENGEMBANGAN EKONOMI DESA SESUAI NAFAS PANCASILA

KORPORASI USAHA PERDESAAN SALAH SATU ALTERNATIF PENGEMBANGAN EKONOMI DESA SESUAI NAFAS PANCASILA KORPORASI USAHA PERDESAAN SALAH SATU ALTERNATIF PENGEMBANGAN EKONOMI DESA SESUAI NAFAS PANCASILA Ascosenda Ika Rizqi Dosen, Universitas Merdeka Pasuruan, Jl. H. Juanda 68, Kota Pasuruan Abstrak Desa merupakan

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Desa atau dengan nama lain suatu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah bertempat tinggal dalam suatu lingkungan terntentu dan memiliki

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sistem pemerintahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sistem pemerintahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Dasar 1945, pada dasarnya sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sistem pemerintahan yang memberikan keleluasaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN,

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN, PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era globalisasi, demokratisasi, terlebih dalam era reformasi. Bangsa dan negara Indonesia menumbuhkan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (ADD) DI KECAMATAN SEMBAKUNG KABUPATEN NUNUKAN Studi Komparatif Antara Desa Mambulu Dan Desa Pagaluyon

EFEKTIVITAS PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (ADD) DI KECAMATAN SEMBAKUNG KABUPATEN NUNUKAN Studi Komparatif Antara Desa Mambulu Dan Desa Pagaluyon ejournal Pemerintahan Integratif, 2017, 5 (4): 478-487 ISSN: 2337-8670 (online), ISSN 2337-8662 (print), ejournal.pin.or.id Copyright 2017 EFEKTIVITAS PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (ADD) DI KECAMATAN SEMBAKUNG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan pasal 44 Keputusan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 17 TAHUN 2001 PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 17 TAHUN 2001 PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA B U P A T I S I A K, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksana ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG . BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI MURUNG

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI KUDUS, Menimbang :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bidang nasional dan ekonomi. Di mana dalam suatu proses perubahan tersebut haruslah

I. PENDAHULUAN. bidang nasional dan ekonomi. Di mana dalam suatu proses perubahan tersebut haruslah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional pada dasarnya merupakan suatu proses perubahan struktural dalam bidang nasional dan ekonomi. Di mana dalam suatu proses perubahan tersebut haruslah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk negara kesatuan ini maka penyelenggaraan pemerintahan pada prinsipnya

BAB I PENDAHULUAN. bentuk negara kesatuan ini maka penyelenggaraan pemerintahan pada prinsipnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut pasal 1 ayat 1 UUD 1945, Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. 1 Pasal ini menunjukan bahwa susunan Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan langkah baru untuk membenahi penyelenggaraan pemerintah,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan langkah baru untuk membenahi penyelenggaraan pemerintah, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan yang menganut azas desentralisasi dalam menyelenggarakan pemerintah dengan memberikan kesempatan dan keleluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode tahun 1974-1988,

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI RENCANA PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 02 Tahun : 2008 Seri : E Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengambil kebijakan dan langkah-langkah pembangunan yang proposional. 1

BAB I PENDAHULUAN. mengambil kebijakan dan langkah-langkah pembangunan yang proposional. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini pemerintah dengan giat-giatnya melaksanakan programprogram dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat miskin. Sebagaimana halnya pembangunan Nasional,

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa penataan desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk Republik. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk Republik. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia lahir pada 17 Agustus 1945 adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah Indonesia terdiri atas beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koentjaraningrat sebagaimana yang dikutip oleh Adon Nasrulloh 2 memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Koentjaraningrat sebagaimana yang dikutip oleh Adon Nasrulloh 2 memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Desa merupakan kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga, yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh seorang kepala desa). 1 Koentjaraningrat

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI KUDUS, Menimbang a.

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

CATATAN KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU DESA.

CATATAN KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU DESA. CATATAN KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU DESA. Disampaikan oleh Mendagri dalam Keterangan Pemerintah tentang RUU Desa, bahwa proses penyusunan rancangan Undang-undang tentang Desa telah berusaha mengakomodasi

Lebih terperinci

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 9 TAHUN 2001 PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, DAN PENGHAPUSAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 9 TAHUN 2001 PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, DAN PENGHAPUSAN KELURAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, DAN PENGHAPUSAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA B U P A T I S I A K Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA, SUMBER PENDAPATAN DESA, KERJA SAMA DESA, LEMBAGA ADAT, LEMBAGA KEMASAYARATAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG K E L U R A H A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 04 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN MEMPURA DAN KECAMATAN SABAK AUH KABUPATEN SIAK

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 04 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN MEMPURA DAN KECAMATAN SABAK AUH KABUPATEN SIAK BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 04 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN MEMPURA DAN KECAMATAN SABAK AUH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 15 Tahun : 2008 Seri : E

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 15 Tahun : 2008 Seri : E BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 15 Tahun : 2008 Seri : E PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN ANGGARAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR : 15 TAHUN 2006 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. b. c. Mengingat : 1.

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4588);

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4588); PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN STATUS KAMPUNG PANARAGAN JAYA MENJADI KELURAHAN PANAGARAN JAYA KECAMATAN TULANG BAWANG TENGAH KABUPATEN TULANG BAWANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut azas desentralisasi dalam menyelenggarakan pemerintah dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 58 Tahun 2010 TENTANG PROGRAM DESA MANDIRI DALAM PERWUJUDAN DESA PERADABAN DI JAWA BARAT

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 58 Tahun 2010 TENTANG PROGRAM DESA MANDIRI DALAM PERWUJUDAN DESA PERADABAN DI JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 58 Tahun 2010 TENTANG PROGRAM DESA MANDIRI DALAM PERWUJUDAN DESA PERADABAN DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa sebagai salah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 24 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT DALAM WILAYAH

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 41 TAHUN : 2017 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR SAMISAKE

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR SAMISAKE SALINAN WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR SAMISAKE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Secara umum kita dapat melihat bahwa pada saat ini kondisi rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Secara umum kita dapat melihat bahwa pada saat ini kondisi rakyat yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum kita dapat melihat bahwa pada saat ini kondisi rakyat yang sedang dihadapkan pada berbagai masalah persoalan yang berantai, seolah tidak diketahui pangkal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 9 TAHUN 2001 PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, DAN PENGHAPUSAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 9 TAHUN 2001 PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, DAN PENGHAPUSAN KELURAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, DAN PENGHAPUSAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA B U P A T I S I A K Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam hukum yang hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam hukum yang hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam hukum yang hidup dalam masyarakat yang berasal dari adat ataupun masyarakat itu sendiri. bagian terkecil dari pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG USAHA EKONOMI DESA SIMPAN PINJAM (UED-SP) MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG USAHA EKONOMI DESA SIMPAN PINJAM (UED-SP) MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG USAHA EKONOMI DESA SIMPAN PINJAM (UED-SP) MENTERI DALAM NEGERI, bahwa Bantuan Pembangunan Desa Yang Selama ini diberikan kepada

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 13 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 13 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 13 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BUTON, Menimbang : a. bahwa pembentukan dan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara merata bagi seluruh rakyat Indonesia yang sesuai dengan sila

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara merata bagi seluruh rakyat Indonesia yang sesuai dengan sila BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang masih berkembang, yang terus melakukan pembangunan nasional di segala aspek kehidupan yang tujuannya untuk meningkatkan taraf

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 34 TAHUN 2007 PERATURAN BUPATI CIREBON

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 34 TAHUN 2007 PERATURAN BUPATI CIREBON BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 34 TAHUN 2007 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) BUPATI CIREBON Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2007 Menimbang : TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DESA. desa, tanjung karang dulunya bernama tanjung kudorang. Nama tanjung

BAB II GAMBARAN UMUM DESA. desa, tanjung karang dulunya bernama tanjung kudorang. Nama tanjung BAB II GAMBARAN UMUM DESA A. Letak Geografis dan Demografis Desa Tanjung karang adalah salah satu dari 24 desa yang terletak pada Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar. Sebelum di sahkan sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA ( RPJM-DESA ) DAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DESA ( RKP-DESA ) DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya khususnya di Indonesia, karena semenjak para pendiri

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya khususnya di Indonesia, karena semenjak para pendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah merupakan isu yang sangat menarik jika kita amati perkembangannya khususnya di Indonesia, karena semenjak para pendiri negara menyusun format

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman,

BAB I PENDAHULUAN. berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara berkembang yang sedang giat melaksanakan pembangunan. Di mana pembangunan Nasional Indonesia bertujuan untuk mewujudkan sesuatu masyarakat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 8 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA (ADD) TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN BERBASIS PEMBERDAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

PRAKTEK KEKUASAAN ELIT POLITIK DALAM DEMOKRASI (SUATU STUDI KASUS PENYUSUSUNAN PERATURAN DESA OLEH BPD DESA SUM TAHUN 2015)

PRAKTEK KEKUASAAN ELIT POLITIK DALAM DEMOKRASI (SUATU STUDI KASUS PENYUSUSUNAN PERATURAN DESA OLEH BPD DESA SUM TAHUN 2015) PRAKTEK KEKUASAAN ELIT POLITIK DALAM DEMOKRASI (SUATU STUDI KASUS PENYUSUSUNAN PERATURAN DESA OLEH BPD DESA SUM TAHUN 2015) Debby Ch. Rende Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. tiga prasyarat yaitu kompetisi didalam merebutkan dan mempertahankan

1. PENDAHULUAN. tiga prasyarat yaitu kompetisi didalam merebutkan dan mempertahankan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia menganut sistem pemerintahan demokrasi yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem demokrasi ditandai oleh adanya tiga prasyarat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi

I. PENDAHULUAN. kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam menyelenggarakan pemerintahan dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan

Lebih terperinci

ROSI YULIAWATI ABSTRAK

ROSI YULIAWATI ABSTRAK PENGELOLAAN POTENSI DESA OLEH PEMERINTAH DESA DALAM RANGKA MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DESA (PADES) DI DESA KAWALIMUKTI KECAMATAN KAWALI KABUPATEN CIAMIS ROSI YULIAWATI ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 04 TAHUN 2009 T E N T A N G PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 7 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah adalah merupakan suatu manifestasi yang diraih oleh masyarakat tersebut yang diperoleh dari berbagai upaya, termasuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG. PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG. PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang ada, telah terlihat bahwa masing-masing sistem ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang ada, telah terlihat bahwa masing-masing sistem ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem ekonomi adalah salah satu alat guna mencapai tujuan kehidupan bersama suatu bangsa atau negara.ketika membandingkan sistemsistem ekonomi yang ada, telah terlihat

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2008 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR: 1 TAHUN 2008 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2008 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR: 1 TAHUN 2008 T E N T A N G z LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2008 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR: 1 TAHUN 2008 T E N T A N G PERUBAHAN STATUS 3 (TIGA) KAMPUNG MENJADI KELURAHAN DALAM WILAYAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASIR NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASIR NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASIR NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASIR Mengingat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 9 TAHUN : 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu pemerintah desa diharapkan untuk lebih mandiri dalam. milik desa. Begitu besar peran yang diterima oleh desa, tentunya

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu pemerintah desa diharapkan untuk lebih mandiri dalam. milik desa. Begitu besar peran yang diterima oleh desa, tentunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan disahkannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa diberikan kesempatan yang besar untuk mengurus tata pemerintahannya sendiri serta pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DAN KEKAYAAN DESA, PENGURUSAN DAN PENGAWASANNYA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci