TERHADAP USAHA WARALABA MEREK ASING TERKENAL DI INDONESIA. Oleh : AMANDA NOVIA ANGGITA. Pembimbing : Rosewitha Irawaty, S.H., MLI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TERHADAP USAHA WARALABA MEREK ASING TERKENAL DI INDONESIA. Oleh : AMANDA NOVIA ANGGITA. Pembimbing : Rosewitha Irawaty, S.H., MLI"

Transkripsi

1 ANALISIS KEBERLAKUAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 07/M-DAG/PER/2/2013 TENTANG PENGEMBANGAN KEMITRAAN DALAM WARALABA UNTUK JENIS USAHA JASA MAKANAN DAN MINUMAN TERHADAP USAHA WARALABA MEREK ASING TERKENAL DI INDONESIA Oleh : AMANDA NOVIA ANGGITA Pembimbing : Rosewitha Irawaty, S.H., MLI

2 ABSTRAK Permendag RI No. 7 Tahun 2013 pada dasarnya mengatur mengenai pembatasan jumlah gerai waralaba untuk jenis usaha jasa makanan dan minuman. Tujuannya adalah untuk pemerataan ekonomi dengan mengembangkan usaha kecil dan menengah melalui pengembangan kemitraan dalam waralaba dengan pola penyertaan modal. Pada prakteknya, mayoritas pemberi waralaba merek asing terkenal hanya akan mempercayakan pemasaran merek dagangnya kepada satu penerima waralaba di Indonesia. Hal ini dinilai oleh pemerintah sebagai pemicu terjadinya kesenjangan sosial, ditakutkan pemilik waralaba ini akan semakin merajai dan menjajah perekonomian negara dengan memonopoli sistem perdagangan dalam negeri. Maka untuk mengantisipasi hal tersebut, dikeluarkanlah Permendag RI No. 7 Tahun Namun yang menjadi permasalahan adalah bagaimanakah implementasi dari regulasi ini dalam kegiatan bisnis waralaba secara nyata? Dapatkah regulasi ini menjadi suatu solusi yang komperhensif untuk mengembangkan usaha kecil dan mengengah sehingga terwujud pemerataan ekonomi? Bagaimana mengenai perlindungan hukum terhadap pemilik waralaba? Mengingat kegiatan perkembangan waralaba di Indonesia yang semakin pesat, dan semakin banyaknya waralaba merek asing yang masuk ke Indonesia, maka Pemerintah Indonesia selaku regulator perlu memberikan perhatian khusus terutama dari segi hukum yang mengatur waralaba di Indonesia. Penelitian ini akan memberikan tinjauan hukum atas usaha waralaba merek asing terkenal di Indonesia, terkait dengan keberlakuan Permendag RI No. 7 Tahun Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat normatif yuridis. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis yang bersifat kualitatif. Kata kunci : Waralaba, Merek Asing Terkenal, Pembatasan, Kemitraan, Usaha Kecil dan Menengah, Penyertaan Modal, Implementasi, Perlindungan Hukum.

3 ABSTRACT This regulation, basically set on limiting the number of franchise outlets in foods and beverages franchise. The purpose is for economic equality by developing small and medium enterprises through the development of partnerships in franchise with the pattern of equity participation. In practice, most of famous foreign trademark franchisor will only entrust the marketing of its trademark to one franchisee in Indonesia. This is seen by the government as a trigger of social inequality, franchisor will increasingly dominate and colonize the country's economy to monopolize trade in the domestic system. In order to anticipate this situation, the government issued the Indonesian Trade Minister Regulation Number : 07/M- DAG/PER/2/2013. However, the problem is about the implementation of these regulation in the franchising activities in real. Can this regulation be a comperhensive solution to develop small and medium enterprisess in order to realizing economic equality? How about the legal protection of the franchisor? Since franchises in Indonesia are growing rapidly, and the increasing number of foreign trademark franchises in Indonesia, the Indonesian government as regulator needs to give special attention, especially in terms of the law governing franchise in Indonesia. This study will provide an overview of business law for famous foreign trademark franchise in Indonesia, associated with Indonesian Trade Minister Regulation Number : 07/M-DAG/PER/2/2013. This type of research is normative juridical literature. Data analysis methods used in this research is descriptive qualitative analysis. Keywords : Franchise, Famous Foreign Trademark, Restriction, Partnership, Small and Medium Enterprises, Equity Participation, Implementation, Legal Protection.

4 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permendag RI No. 7 Tahun 2013 pada intinya bertujuan untuk pemerataan di bidang ekonomi yang dikhususkan kepada kegiatan ekonomi di bidang perdagangan yaitu usaha waralaba, dengan mewajibkan para pemilik waralaba untuk melakukan kerjasama dengan pola penyertaan modal yang harus mengutamakan pelaku usaha kecil dan menengah di daerah setempat, serta memberikan pembinaan kepada penyerta modal tersebut. Hal yang menjadi pertimbangan pokok diundangkannya Permendag No. 7 Tahun 2013 adalah bahwa penyelenggaraan waralaba untuk jenis usaha makanan dan minuman telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perkembangan perekonomian, sehingga perlu diikuti dengan pemberdayaan pengusaha kecil dan menengah melalui pengembangan kemitraan. Adapun dengan diundangkannya Permendag RI No. 7 Tahun 2013 ini walaupun memiliki tujuan utama yang baik sebagai salah satu langkah pemerintah dalam upaya pemerataan di bidang ekonomi, namun hal ini juga menimbulkan keresahan di masyarakat, khsusunya pada pemilik waralaba dalam usaha waralaba yang sudah berjalan selama ini. Ketentuan-ketentuan dalam Permendag RI No. 7 Tahun 2013 dinilai diskriminatif dan tidak melindungi kepentingan pelaku usaha, dalam hal ini pemilik waralaba, karena dianggap merugikan dan tidak memiliki acuan atau pertimbangan hukum yang cukup. Dalam hal ini karena pelaku usaha merasa tidak terlindungi kepentingannya dengan adanya Permendag RI No. 7 Tahun 2013 ini. 1.2 Pokok Permasalahan Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimanakah pengaturan mengenai waralaba merek asing terkenal di Indonesia? Bagaimanakah pengaturan mengenai pengembangan kemitraan dalam waralaba merek asing terkenal berdasarkan Permendag No. 7 Tahun 2013? Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pemilik waralaba merek asing terkenal berdasarkan Permendag No. 7 Tahun 2013?

5

6 PEMBAHASAN 2.1 Gambaran Umum Mengenai Waralaba Merek Asing Terkenal di Indonesia Dalam Pasal 1 Angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, waralaba didefinisikan sebagai berikut : Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Yang dimaksud dengan hak khusus adalah hak yang diberikan oleh pemerintah kepada pihak-pihak tertentu baik perseorangan atau badan usaha, yang karena maksud dan tujuannya, kepadanya hak khusus ini diberikan. Dengan diberikannya hak khusus atas sistem bisnis waralaba ini, maka akan berpengaruh terhadap dunia usaha dengan hasil dan manfaat yang diberikan oleh waralaba tersebut. Waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian waralaba sebagai dasar penyelenggaraan waralaba yang berisi kesepakatan kedua belah pihak (pemberi waralaba dan penerima waralaba) mengenai penyelenggaraan usaha waralaba yang akan dijalani. Di lain pihak, pemberi waralaba juga untuk menyampaikan dan mendaftarkan prospektus waralaba, yang bertujuan untuk keterbukaan informasi mengenai usaha waralaba milik pemberi waralaba. Dalam pengaturan mengenai waralaba di Indonesia, tidak terdapat regulasi yang secara jelas mengatur mengenai bentuk-bentuk waralaba. Pengaturan mengenai bentuk-bentuk waralaba diserahkan secara penuh kepada perjanjian waralaba. Untuk waralaba merek asing terkenal, bentuk waralaba yang digunakan oleh mayoritas pemberi waralaba adalah sistem area development franchise. Area Development Franchise merupakan pembagian bentuk waralaba berdasarkan wilayah. Dalam satu wilayah tertentu, hanya terdapat satu penerima waralaba yang diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk memiliki dan mengelola seluruh gerai / outlet usaha waralaba dalam wilayah tersebut. Dan penerima waralaba tidak diberikan hak untuk mewaralabakan kembali hak waralabanya atau melakukan sub franchising. Pemberi waralaba hanya mempercayakan seorang penerima waralaba untuk mengelola usaha waralaba nya dalam suatu wilayah tertentu, dengan ketentuan harus memenuhi target dan persyaratan yang ditentukan sebelumnya. Bentuk waralaba ini bertujuan untuk menjaga kestabilan dan perkembangan usaha waralaba.

7 Hal ini kemudian menjadi masalah tersendiri dengan dikeluarkannya Permendag No. 7 Tahun 2013 yang mengatur mengenai pembatasan jumlah gerai waralaba dan adanya kewajiban untuk pengembangan kemitraan dengan usaha kecil dan menengah. 2.2 Kerjasama Waralaba Dengan Pola Penyertaan Modal Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 07/M- DAG/PER/2/2013 Sebagai salah satu upaya pemerintah dalam memberdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah, serta koperasi, pemerintah menghimbau pengusaha-pengusaha besar nasional untuk mengalirkan bantuan kepada industri kecil dan menengah di Indonesia. Upaya ini dilakukan dengan cara kerjasama yang dapat berupa sinergi, kemitraan, sindikasi, suntikan modal, ataupun kredit usaha kecil. Berbagai upaya kerap dicanangkan untuk dapat mengangkat ekonomi rakyat, sehingga dapat mewujudkan pemerataan perekonomian nasional, dengan melibatkan pemerintah dan swasta. Pola penyertaan modal ini merupakan salah satu cara yang diusung pemerintah dalam rangka pengembangan kemitraan dalam waralaba dengan usaha mikro, kecil, dan menengah, serta koperasi. Alternatif ini pada dasarnya bertujuan untuk menumbuhkan industri kecil dan menengah, tetapi pelaksanaannya tetap dengan alasan bisnis, dengan kata lain, saling menguntungkan kedua belah pihak yang bermitra. Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2013 yang menjadi pokok pembahasan ini, kerjasama dengan pola penyertaan modal didefinisikan sebagai kerjasama dengan pengembangan outlet / gerai waralaba jenis usaha jasa makanan dan minuman dengan jumlah prosentase tertentu. Dalam peraturan tersebut, ditentukan bahwa dalam hal pelaku usaha waralaba telah memiliki outlet / gerai waralaba jenis usaha jasa makanan dan minuman sebanyak 250 outlet / gerai yang dimiliki sendiri (company owned outlet), maka pendirian outlet / gerai tambahannya (pendirian outlet / gerai ke-251) wajib diwaralabakan dan/atau dikerjasamakan dengan pola penyertaan modal. Kerjasama waralaba dengan pola penyertaan modal yang dimaksud dilakukan denga ketentuan prosentase jumlah penyertaan modal yang dikerjasamakan sebagai berikut : Untuk nilai investasi kurang dari atau sama dengan Rp 10 Miliar, maka jumlah penyertaan modal dari pihak lain paling sedikit 40%; Untuk nilai investasi lebih dari Rp 10 Miliar, maka jumlah penyertaan modal dari pihak lain paling sedikit 30%

8 Dan dalam penyertaan modal tersebut, pemberi waralaba jenis usaha jasa makanan dan minuman harus mengutamakan untuk memberikan kesempatan kepada pelaku usaha kecil dan menengah di daerah setempat sebagai penerima waralaba dan/atau penyerta modal sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pemberi waralaba. Dengan diundangkannya Permendag No. 7 Tahun 2013 ini, maka usaha mikro, kecil, dan menengah, serta koperasi sangat diuntungkan dengan diberikan keringanan modal dengan ketentuan demikian. Mengingat usaha waralaba di Indonesia saat ini sedang berkembang pesat, dan dengan merek dagang yang telah dikenal serta metode bisnis yang mapan, maka akan meminimalisir risiko akan kegagalan bisnis bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah, serta koperasi dengan melakukan kerjasama waralaba dengan pola penyertaan modal tersebut. 2.3 Pengembangan Kemitraan Dalam Waralaba Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 07/M-DAG/PER/2/2013 Pengembangan kemitraan dalam waralaba adalah suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara pengusaha besar yang diperankan oleh pemberi waralaba, dan usaha mikro, kecil, dan menengah, serta koperasi sebagai penerima waralaba. Penerima waralaba akan diberikan hak waralaba berupa hak untuk memanfaatkan hak kekayaan intelektual milik pemberi waralaba seperti merek dagang, logo, dan rahasia dagang, dengan menggunakan metode bisnis dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pemberi waralaba. Dengan kemitraan melalui waralaba ini, maka pengusaha mikro, kecil, dan menengah, serta koperasi akan sangat diuntungkan dengan tidak perlu bersusah payah memperkenalkan merek dagang kepada konsumen, serta dapat mengurangi resiko kegagalan usaha dengan metode bisnis yang mapan dan telah terbukti berhasil yang telah ditetapkan oleh pemberi waralaba. Pengembangan kemitraan dalam waralaba pada prakteknya tidak selamanya berjalan mulus, terdapat beberapa kelemahan dari usaha mikro, kecil, dan menengah yang dapat menghambat jalannya kerjasama pada kemitraan dalam waralaba. Usaha mikro, kecil, dan menengah, serta koperasi di Indonesia jumlahnya sangat besar, tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan sangat heterogen. Heterogenitas serta karakteristik yang menjadi ciri khas dari usaha kecil ini dapat diterjemahkan sebagai kelemahan atau masalah yang dihadapi oleh usaha kecil pada umumnya, namun juga dapat menjadi kelebihan atau keunggulan dari usaha kecil. Pada dasarnya, masalah-masalah yang dihadapi oleh usaha mikro, kecil, dan menengah merupakan keterkaitan antara masalah yang satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, masalah-masalah tersebut harus dilihat secara keseluruhan dan

9 tidak dapat dilihat secara terpisah. Secara garis besar, permasalahan tersebut dapat dibedakan menjadi masalah interen dan masalah eksteren, yaitu : Masalah Interen, adalah masalah yang ada dan sudah terjadi di lingkungan usaha kecil, dan amat berpengaruh terhadap pengembangan usaha tersebut. Masalah tersebut antara lain : Mentalitas pengusaha kecil; Masalah pemasaran; Masalah permodalan; Masalah manajemen; Masalah produksi. Masalah Eksteren, adalah masalah yang terletak di luar jangkauan kendali pengusaha kecil, tetapi dalam perkembangannya, harus dipertimbangkan. Dalam kenyataan, usaha kecil belum mampu mengatasi permasalahan eksteren ini sehingga diperlukan bantuan dari pihak lain. Masalah tersebut adalah : Mendapatkan kredit; Melakukan kerjasama; Mengurus perizinan. Namun, selain kelemahan-kelemahan tersebut, terdapat keunggulan dalam usaha mikro, kecil, dan menengah. Usaha kecil ini merupakan bagian dari pelaku ekonomi di Indonesia yang memiliki peran strategis dalam perkembangan ekonomi Indonesia. Secara alamiah, usaha kecil merupakan bisnis yang barrier to entry-nya sangat sedikit, sehingga jumlah usaha kecil ini sangat besar. Dengan demikian, usaha mikro, kecil, dan menengah merupakan media dalam menyediakan lapangan kerja. Selain itu juga merupakan alat distribusi yang efektif bagi masyarakat, karena keberadaannya yang menyebar baik di desa maupun kota. Dalam lingkup yang lebih luas lagi, usaha mikro, kecil, dan menengah ini berperan dalam perolehan devisa. Dengan keunggulan-keunggulan yang dimiliki usaha mikro, kecil, dan menengah, serta koperasi, juga sejalan dengan karakteristik usahanya, pemerintah mengharapkan terciptanya suatu sinergi yang dihasilkan dari kerjasama antara pengusaha besar sebagai pemberi waralaba dengan pengusaha kecil dan menengah sebagai penerima waralaba yang bertujuan untuk pemerataan dan pembangunan ekonomi nasional. Namun, di sisi lain, sebagai pemberi waralaba, dengan melihat kelemahan-kelemahan usaha mikro, kecil, dan menengah, serta koperasi, pemberi waralaba khawatir akan kelangsungan usaha waralabanya, mengingat pemberi waralaba yang telah membangun usaha waralabanya dari nol hingga dapat mempertahankan eksistensi usahanya selama bertahun-tahun. Terlebih lagi dalam

10 waralaba merek asing terkenal yang mayoritas menggunakan sistem warlaba area development, dimana pemberi waralaba asal (pemilik merek asing terkenal) hanya mempercayakan hak waralaba kepada satu penerima waralaba di Indonesia, kemitraan dalam waralaba ini sulit untuk diterapkan. 2.4 Ketentuan Pembatasan Jumlah Outlet / Gerai Usaha Waralaba Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 07/M-DAG/PER/2/2013 Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2013 ditentukan bahwa pelaku usaha waralaba milik sendiri (company owned outlet) untuk waralaba jenis usaha jasa makanan dan minuman wajib mewaralabakan outlet / gerai usahanya ketika jumlahnya sudah mencapai 250 outlet / gerai usaha, atau wajib dikerjasamakan dengan pola penyertaan modal dengan mengutamakan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah serta koperasi di daerah setempat sebagai penerima waralaba dan/atau penyerta modal sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pemberi waralaba. Indonesia saat ini menjadi lahan yang sangat prospektif bagi pelaku usaha dari berbagai negara, dilihat dari kesempatan berusaha yang sangat terbuka luas dan tingkat konsumtivitas masyarakat yang tinggi. Maka pemerintah melihat bahwa agar jangan sampai keuntungan tersebut kemudian dilarikan ke luar negeri, namun lebih baik diutamakan kepada pengusaha dalam negeri. Karena pada dasarnya pemberi waralaba merek asing terkenal hanya berjualan dan mengeruk keuntungan di Indonesia. Kemudian, keuntungan yang menumpuk hanya di satu pihak. Apabila usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi diberi kesempatan, maka keuntungan akan tersebar secara meluas. Hal ini akan meningkatkan perekonomian, memperluas kesempatan kerja, menambahkan peluang usaha bagi usaha mikro, kecil, dan menengah, dan koperasi, serta optimalisasi penggunaan modal dalam negeri, produk dalam negeri dalam sirkulasi kegiatan perekonomian nasional dengan salah satu ketentuan yang menyatakan minimal 80% harus pakai produk dalam negeri. Namun, harus dilihat pula mengenai kontribusi yang telah diberikan waralaba merek asing di Indonesia. Usaha waralaba merek asing terkenal telah memberikan kontribusi yang besar dalam hal memberikan lapangan kerja, serta sebagai stimulus berkembangnya usaha waralaba merek lokal. Dengan adanya pembatasan ini, berpengaruh terhadap perlindungan kepemilikan aset dan pengembangan usaha waralaba. Pola penyertaan modal ini dapat berpengaruh terutama terhadap aset tidak berwujud, yaitu perlindungan terhadap rahasia dagang. Kemudian, dengan kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh usaha kecil dan menengah, dapat berpengaruh terhadap perkembangan usaha waralaba. Karena pada dasarnya, dalam memilih mitra usaha, pemilik waralaba merek asing terkenal memiliki kriteria tersendiri.

11 Selain itu, dengan adanya ketentuan pembatasan jumlah gerai waralaba ini, dapat menimbulkan kemungkinan terjadinya penyelundupan hukum dalam usaha waralaba merek asing terkenal. Adanya kepercayaan para pemilik waralaba merek asing terkenal untuk memasarkan usaha waralabanya di Indonesia sedikit banyak berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi nasional dengan berjalannya sirkulasi ekonomi, memperluas lapangan kerja, dan menyumbang devisa negara. Namun untuk itu, para pemilik waralaba perlu mendapatkan perlindungan hukum atas usaha waralabanya di Indonesia. Dengan adanya peratuan mengenai pembatasan jumlah outlet / gerai waralaba dan kewajiban untuk pengembangan kemitraan serta kerjasama dengan pola penyertaan modal dengan usaha mikro, kecil, dan menengah, dan koperasi terhadap waralaba jenis usaha jasa makanan dan minuman dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2013, maka hal ini akan berpengaruh terhadap perlindungan hukum atas usaha waralaba merek asing terkenal di Indonesia. Dari segi kepentingan pelaku usaha waralaba merek asing terkenal, mereka akan berusaha untuk mempertahankan kelangsungan, eksistensi, dan perkembangan usaha waralabanya di Indonesia. Dengan keadaan yang demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa hal tersebut akan ditempuh oleh para pelaku usaha waralaba merek asing terkenal dengan cara penyelundupan hukum. Penyelundupan hukum yang dilakukan disebabkan karena adanya benturan kepentingan antara pelaku usaha dan pemerintah. Benturan kepentingan yang timbul dengan diundangkannya Peraturan Menteri Perdagangan No. 7 Tahun 2013 ini adalah karena adanya ketentuan mengenai pembatasan jumlah outlet / gerai waralaba dan kewajiban untuk pengembangan kemitraan dalam waralaba serta penyertaan modal dengan usaha mikro, kecil, dan menengah, serta koperasi. Terdapat dua pihak yang saling tarik menarik kepentingan dengan adanya ketentuan ini, yaitu pihak pemerintah selaku regulator yang harus mengakomodir kepentingan masyarakat secara keseluruhan termasuk kepentingan usaha mikro, kecil, dan menengah, serta koperasi demi terwujudnya stabilitas pembangunan nasional, sementara pihak lainnya yaitu pelaku usaha waralaba merek asing terkenal yang memiliki kepentingan akan usaha waralabanya. Selain itu benturan kepentingan timbul karena hakikat waralaba yang berdasarkan kepada kesepakatan antara pihak pemberi waralaba dan penerima waralaba yang dituangkan dalam perjanjian waralaba yang mengikat para pihak. Mayoritas dari waralaba merek asing terkenal menggunakan sistem waralaba area development franchise. Hal tersebut termasuk salah satu hal yang diatur dalam perjanjian waralaba. Sehingga telah disepakati bahwa pemberi waralaba hanya mempercayai satu penerima waralaba di Indonesia. Atas dasar kepentingan pelaku usaha waralaba untuk terikat kepada perjanjian waralaba, sementara pemerintah mengatur ketentuan pengembangan kemitraan sebagaimana diatur dalam Peraturan

12 Menteri Perdagangan No. 7 Tahun 2013, maka timbullah benturan kepentingan diantara keduanya. Benturan kepentingan yang terjadi antara pihak pelaku usaha dan pemerintah karena berlakunya Peraturan Menteri Perdagangan No. 7 Tahun 2013 ini dapat mengakibatkan terjadinya penyelundupan hukum yang ditempuh oleh pelaku usaha waralaba untuk dapat mempertahankan kepentingannya. Adapun kemungkinan penyelundupan hukum yang terjadi dapat berupa : Penerima waralaba merek asing terkenal di Indonesia berperan sebagai settlor yang kemudian mengalihkan hak waralaba nya kepada beberapa usaha mikro, kecil, dan menengah, dan koperasi yang ia tunjuk sebagai trustee yang seolah-olah diwujudkan dengan pembentukan kemitraan untuk memenuhi ketentuan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun Sementara pada kenyataannya kemitraan tersebut dituangkan dalam sebuah perjanjian yang dibaut secara diam-diam berupa Trust Agreement antara settlor dan trustee sebagai suatu penyelundupan hukum untuk dapat melindungi kepentingan pemberi waralaba merek asing terkenal sebagai beneficiary yang hanya mempercayakan untuk memberikan hak waralaba kepada satu penerima waralaba merek asing terkenal di Indonesia dengan sistem waralaba area development franchise. Dalam hal ini, usaha-usaha mikro, kecil, dan menengah, dan koperasi sebagai trustee tersebut berpura-pura menjadi mitra usaha resmi dari penerima waralaba, sementara dana yang dialirkan sebagai penyertaan modal sebenarnya berasal dari penerima waralaba. Sehingga usaha-usaha mikro, kecil, dan menengah, dan koperasi hanya dijadikan boneka untuk sekedar dapat memenuhi ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor Apabila hal ini kemudian terbongkar, maka penerima waralaba dapat berkelit bahwa usaha-usaha mikro, kecil, dan menengah, dan koperasi tersebut memang membutuhkan dana segar untuk berinvestasi pada usaha waralaba nya. Penerima waralaba merek asing terkenal membuat perseroan terbatas baru, untuk selanjutnya bertindak menjadi penerima waralaba merek asing yang baru untuk mengambil seluruh outlet / gerai waralaba yang terkena pembatasan. Hal ini dilakukan dengan membuat perjanjian waralaba baru dengan pemberi waralaba merek asing terkenal. Contoh : KFC saat ini telah memiliki 441 outlet / gerai. PT. Fast Food Indonesia akan mempertahankan 250 outlet / gerai yang dimilikinya. Untuk 191 outlet / gerai lainnya, maka PT. Fast Food Indonesia dapat membuat sebuah perseroan terbatas baru, untuk kemudian menjadi penerima waralaba baru untuk 191 outlet / gerai tersebut, yang dituangkan dalam sebuah

13 perjanjian waralaba antara perseroan terbatas yang baru ini sebagai penerima waralaba dengan pemilik KFC sebagai pemberi waralaba. Penerima waralaba merek asing terkenal akan membuat dan mendaftarkan merek baru yang telah disetujui oleh pemberi waralaba asal, yang sebenaranya merek tersebut masih dalam satu induk yang sama, yang bergerak di bidang usaha yang sama, dengan produk yang sama. Sebagai contoh, usaha waralaba merek asing terkenal yang bertendensi melakukan hal demikian adalah Pizza Hut dengan Pizza Hut Delivery. Sampai saat ini belum jelas status merek keduanya, namun dengan nama yang berbeda usaha waralaba ini berjalan di bawah satu penerima waralaba yang sama yaitu PT. Sari Melati Kencana. Maka, tidak menutup kemungkinan di kemudian hari akan muncul hal-hal serupa, seperti KFC Delivery, Starbucks Delivery, dan sebagainya. Kemungkinan-kemungkinan terjadinya penyelundupan hukum sebagaimana dijelaskan di atas tidak diperhitungkan terlebih dahulu sebelum diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan No. 7 Tahun Seyogyanya pemerintah melakukan penelitian terlebih dahulu sebelum mengeluarkan sebuah kebijakan. Pendekatan sosial terlebih dahulu penting untuk dilakuakan agar dapat mengakomodir kepentingan para pihak yang terkait. Agar terciptanya suatu hukum yang kondusif dengan ketentuan-ketentuan hukum yang dapat diterapkan dengan baik.

14 PENUTUP 3.1 Kesimpulan Yang terpenting dari pengaturan mengenai waralaba tersebut adalah bahwa penyelenggaraan waralaba didasari atas perjanjian waralaba yang diajukan oleh calon penerima waralaba, dan untuk itu pemberi waralaba juga harus mengajukan prospektus waralaba. Hal ini dimaksudkan agar melindungi masing-masing pihak dengan cara keterbukaan informasi, dan kesepakatan antar kedua belah pihak. Perjanjian waralaba berisi segala hal mengenai usaha waralaba termasuk hak dan kewajiban para pihak yang disepakati dan mengikat para pihak. Karena penyelenggaraan waralaba didasari atas perjanjian, maka berlaku asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian waralaba. Dimana Asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat dan menentukan seluruh isi dan bentuk perjanjian, selama tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Hal ini berlaku tidak terkecuali terhadap ketentuan mengenai jenis waralaba, jumlah outlet / gerai waralaba, pengembangan usaha waralaba, dan segala hal terkait dengan kegiatan usaha waralaba yang telah disepakati oleh pemberi waralaba dan penerima waralaba. Mengenai perkembangan waralaba di Indonesia, baik untuk merek lokal maupun merek asing, waralaba jenis usaha jasa makanan dan minuman masih mendominasi. Hal inilah yang menjadi dasar diundangkannya Peraturan Menteri Perdagangan No. 7 Tahun Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2013, ditentukan bahwa dalam hal pelaku usaha waralaba telah memiliki outlet / gerai waralaba jenis usaha jasa makanan dan minuman sebanyak 250 outlet / gerai yang dimiliki sendiri (company owned outlet), maka pendirian outlet / gerai tambahannya (pendirian outlet / gerai ke-251) wajib diwaralabakan dan/atau dikerjasamakan dengan pola penyertaan modal. Kerjasama waralaba dengan pola penyertaan modal yang dimaksud dilakukan denga ketentuan prosentase jumlah penyertaan modal yang dikerjasamakan sebagai berikut : Untuk nilai investasi kurang dari atau sama dengan Rp 10 Miliar, maka jumlah penyertaan modal dari pihak lain paling sedikit 40%;

15 Untuk nilai investasi lebih dari Rp 10 Miliar, maka jumlah penyertaan modal dari pihak lain paling sedikit 30% Dan dalam penyertaan modal tersebut, pemberi waralaba jenis usaha jasa makanan dan minuman harus mengutamakan untuk memberikan kesempatan kepada pelaku usaha kecil dan menengah di daerah setempat sebagai penerima waralaba dan/atau penyerta modal sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pemberi waralaba. Pemerintah pada dasarnya tidak serta merta membuat peraturan sepihak, karena dalam pembuatan peraturan teknis ini, pemerintah pun mempertimbangkan pula kepentingan-kepentingan penerima waralaba merek asing terkenal seperti KFC, Pizza Hut, dan lain-lain. Untuk itu memakan waktu yang lama dalam membuat sebuat peraturan. Namun seyogyanya sebelum mengundangkan sebuah peraturan, segala sesuatunya harus dipersiapkan terlebih dahulu. Dengan diundangkannya peraturan ini, yang kemudian menjadi masalah adalah karena mayoritas dari usaha waralaba merek asing terkenal di Indonesia menggunakan sistem waralaba area development yang hanya mempercayakan satu penerima waralaba di Indonesia. Dan kewajiban untuk pengembangan kemitraan dalam waralaba dengan usaha mikro, kecil, dan menengah akan mengakibatkan benturan kepentingan atas kepentingan pelaku usaha waralaba, mengingat dalam memilih mitra bisnis, memiliki kriteria tersendiri, dan pengusaha kecil dan menengah masih memilki kelemahankelemahan yang tidak dapat memenuhi kriteria tersebut. Selain itu dengan adanya perjanjian waralaba yang telah disepakati para pihak, maka pelaku usaha waralaba memiliki kepentingan untuk memenuhi perjanjian tersebut. Maka dengan adanya peraturan ini, terdapat kepentingan mereka yang tidak terlindungi. Tidak ada perlindungan hukum terhadap pelaku usaha waralaba merek asing terkenal akan kepentingan usahanya. Dan untuk tetap mempertahankan kepentingannya, tidak menutup kemungkinan pelaku usaha waralaba menempuhnya dengan cara melakukan penyelundupan hukum. 3.2 Saran Tujuan utama diundangkannya peraturan ini memang baik untuk pembangunan ekonomi nasional, namun tidak dapat dipungkiri bahwa kenyataannya di apangan justru peraturan ini berujung kepada penolakan dari para pelaku usaha waralaba merek asing terkenal. Sehingga kepentingan usaha mikro, kecil, dan menengah, dan koperasi pun tidak dapat terpenuhi karena peraturan ini tidak dapat diterapkan dengan baik dengan segala kendala yang dihadapi dalam implementasinya. Untuk itu, agar terciptanya suatu hukum yang kondusif dengan ketentuan-ketentuan

16 hukum yang dapat diterapkan dengan baik, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut : Sebaiknya pemerintah dalam memberlakukan suatu peraturan harus memperhatikan kepentingan dari pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Karena menjamin suatu perlindungan hukum terhadap masyarakat merupakan salah satu kewajiban dari pemerintah selaku regulator. Kemudian, sebagai salah satu tujuan diundangkannya Peraturan Menteri Perdagangan No. 7 Tahun 2013 untuk mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah, dan koperasi, pemerintah seyogyanya meningkatkan perannya sebagai fasilitator untuk membantu tumbuh kembang dunia usaha, yaitu dengan cara melakukan pembinaan secara langsung kepada usaha mikro, kecil, dan menengah, dan koperasi untuk meningkatkan kualitas usaha mikro, kecil, dan menengah, dan koperasi. Mengenai pembatasan 250 outlet / gerai waralaba, sebaiknya pemerintah tidak menyamaratakan untuk memberlakukan ketentuan tersebut terhadap seluruh pelaku usaha waralaba, terutama pelaku usaha waralaba merek asing terkenal yang telah menjalankan usahanya sekian lama dan telah berkontribusi banyak terhadap perkembangan dunia usaha di Indonesia. Untuk usaha waralaba merek asing jenis usaha jasa makanan dan minuman yang jumlah gerainya telah melebihi 250 gerai, maka peraturan mengenai pembatasan ini tidak serta merta diberlakukan tanpa terkecuali, namun sebaiknya aturan pembatasan ini diberlakukan untuk pendirian gerai tambahan setelah diundangkannya peraturan ini. Dengan kata lain, jika pada akhirnya harus dilakukan pembatasan terhadap jumlah outlet / gerai waralaba, maka ketentuan pembatasan tersebut hanya dapat dilakukan terhadap penambahan outlet / gerai yang didirikan setelah peraturan ini diundangkan, namun untuk outlet / gerai yang telah berdiri sampai dengan sebelum peraturan ini diundangkan, maka tidak dikenakan ketentuan pembatasan ini. Hal ini karena outlet / gerai waralaba tersebut telah berdiri sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dengan demikian, pemerintah pun dapat melaksanakan kewajibannya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap usaha waralaba yang telah berjalan. Pemerintah harus meningkatkan pendekatan sosial secara langsung antara pihak pelaku usaha waralaba dan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, agar dapat mengakomodir kepentingan para pihak yang terkait secara menyeluruh dan lebih baik. Untuk selanjutnya, pemerintah seyogyanya melakukan penelitian lebih dalam sebelum memberlakukan sebuah peraturan, terutama yang berkaitan dengan tiga unsur hukum utama yaitu keharusan, kebolehan, dan larangan, agar tidak terjadi pertentangan dalam implementasinya di lapangan kemudian.

17

PERLINDUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BISNIS FRANCHISE

PERLINDUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BISNIS FRANCHISE PERLINDUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BISNIS FRANCHISE Oleh : Putu Prasmita Sari I Gusti Ngurah Parwata Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The title of this scientific

Lebih terperinci

PENGATURAN PROSPEKTUS PENAWARAN WARALABA DALAM PERJANJIAN WARALABA. Oleh Calvin Smith Houtsman Sitinjak Desak Putu Dewi Kasih.

PENGATURAN PROSPEKTUS PENAWARAN WARALABA DALAM PERJANJIAN WARALABA. Oleh Calvin Smith Houtsman Sitinjak Desak Putu Dewi Kasih. PENGATURAN PROSPEKTUS PENAWARAN WARALABA DALAM PERJANJIAN WARALABA Oleh Calvin Smith Houtsman Sitinjak Desak Putu Dewi Kasih I Made Udiana Program Kekhususan Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI FRANCHISEE USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DALAM BISNIS FRANCHISE

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI FRANCHISEE USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DALAM BISNIS FRANCHISE PERLINDUNGAN HUKUM BAGI FRANCHISEE USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DALAM BISNIS FRANCHISE Oleh : Anak Agung Deby Wulandari Ida Bagus Putra Atmadja A.A. Sri Indrawati Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat ukur kemakmuran dari suatu negara. 1 Untuk mencapainya diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat ukur kemakmuran dari suatu negara. 1 Untuk mencapainya diperlukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingkat ekonomi yang tinggi adalah salah satu hal yang dapat dijadikan sebagai alat ukur kemakmuran dari suatu negara. 1 Untuk mencapainya diperlukan niat

Lebih terperinci

ANALISIS TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA

ANALISIS TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA ANALISIS TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT PEMBENTUKAN PERJANJIAN WARALABA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA

SYARAT-SYARAT PEMBENTUKAN PERJANJIAN WARALABA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA SYARAT-SYARAT PEMBENTUKAN PERJANJIAN WARALABA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA Oleh Zhanniza Elrian Angelita I Made Tjatrayasa Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

STRATEGI UNTUK BERWARALABA

STRATEGI UNTUK BERWARALABA STRATEGI UNTUK BERWARALABA NAMA: HARIYONO NUGROHO NIM: 10.11.4486 KELAS: S1 TI 2M STMIK AMIKOM YOGYAKARTA PENDAHUALUAN Hingga tahun 2002, upaya pemulihan ekonomi indonesia masih belum membuahkan hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis waralaba di Indonesia tergolong sangat prospektif karena

I. PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis waralaba di Indonesia tergolong sangat prospektif karena 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan bisnis waralaba di Indonesia tergolong sangat prospektif karena potensi pasarnya sangat besar dan tergolong pesat yang melibatkan banyak pengusaha lokal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan-pembangunan berkesinambungan. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan-pembangunan berkesinambungan. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang dimana untuk dapat mencapai status sebagai negara berkembang diperlukan pembangunan-pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi banyak variabel diantaranya jual beli, barter sampai kepada leasing,

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi banyak variabel diantaranya jual beli, barter sampai kepada leasing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang perekonomian merupakan pembangunan yang paling utama di Indonesia. Hal ini dikarenakan keberhasilan di bidang ekonomi akan mendukung pembangunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah franchise dalam Bahasa Prancis memiliki arti kebebasan atau freedom.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah franchise dalam Bahasa Prancis memiliki arti kebebasan atau freedom. 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Waralaba Istilah franchise dalam Bahasa Prancis memiliki arti kebebasan atau freedom. Namun dalam praktiknya, istilah franchise justru di populerkan di Amerika Serikat.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.279, 2013 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Kemitraan. Waralaba. Makanan. Minuman. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/M-DAG/PER/2/2013 TENTANG PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA

STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS USAHA TELA-TELA DI SUSUN OLEH : EKO BUDI APRIANTO 10.12.4738 STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang dengan kebesarandan keagungannya telah memberikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah Republik Indonesia dewasa ini sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan nasional dan dasawarsa terakhir telah menjadikan pembangunan di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Guna mencapai tujuan tersebut pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap Perusahaan memiliki tujuan untuk memperoleh laba dan. mendatang. Menurut Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), waralaba adalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap Perusahaan memiliki tujuan untuk memperoleh laba dan. mendatang. Menurut Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), waralaba adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap Perusahaan memiliki tujuan untuk memperoleh laba dan mampu bertahan dalam dunia bisnis. Tujuan ini hanya dapat dicapai dengan memiliki strategi bisnis

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA. (Studi Pada Perjanjian Waralaba Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo) S K R I P S I

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA. (Studi Pada Perjanjian Waralaba Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo) S K R I P S I PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA (Studi Pada Perjanjian Waralaba Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo) S K R I P S I S K R I P S I Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak yang baik secara pribadi maupun terhadap orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak yang baik secara pribadi maupun terhadap orang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan perekonomian Indonesia saat ini mendorong setiap individu atau masyarakat untuk terus menciptakan peluang usaha yang banyak dan kreatif. Setiap usaha yang dibangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia pada dewasa ini telah dikenal usaha franchise di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia pada dewasa ini telah dikenal usaha franchise di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia pada dewasa ini telah dikenal usaha franchise di berbagai bidang baik makanan, pelayanan kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya. Hal ini tergantung dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis di Indonesia telah memasuki era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis di Indonesia telah memasuki era globalisasi, BAB I PENDAHULUAN Perkembangan dunia bisnis di Indonesia telah memasuki era globalisasi, sehingga dunia usaha dituntut untuk berkembang semakin pesat. Hal ini dimulai dengan perdagangan bebas Asean (AFTA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan-lapangan pekerjaan baru, investasi-investasi yang dapat menjadi solusi

BAB I PENDAHULUAN. lapangan-lapangan pekerjaan baru, investasi-investasi yang dapat menjadi solusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya adalah salah satu tujuan suatu negara tidak terkecuali Indonesia. Pembangunan di bidang perekonomian merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Waralaba (franchise) merupakan suatu sistem bisnis yang telah lama dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Waralaba (franchise) merupakan suatu sistem bisnis yang telah lama dikenal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waralaba (franchise) merupakan suatu sistem bisnis yang telah lama dikenal oleh dunia, untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh perusahaan mesin jahit Singer di Amerika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi di Indonesia yang demikian pesat tidak terlepas dari

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi di Indonesia yang demikian pesat tidak terlepas dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi di Indonesia yang demikian pesat tidak terlepas dari perkembangan ekonomi internasional, bahkan bukan saja dibidang ekonomi namun di bidang lain seperti

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE AGREEMENT) DI BIDANG PENDIDIKAN (STUDI DI LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR

PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE AGREEMENT) DI BIDANG PENDIDIKAN (STUDI DI LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE AGREEMENT) DI BIDANG PENDIDIKAN (STUDI DI LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR PRIMAGAMA QUANTUM KIDS CABANG RADEN SALEH PADANG) SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Waralaba pada hakekatnya adalah sebuah konsep pemasaran dalam rangka memperluas jaringan usaha secara cepat, sistem ini dianggap memiliki banyak kelebihan terutama menyangkut

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KOTA KEDIRI PEMERINTAH KOTA KEDIRI SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis semakin pesat membuat orang berpikir lebih

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis semakin pesat membuat orang berpikir lebih 48 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis semakin pesat membuat orang berpikir lebih kreatif untuk membuat cara yang lebih efektif dalam memajukan perekonomian guna meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan yang sangat pesat, hal ini tidak terlepas dari pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan yang sangat pesat, hal ini tidak terlepas dari pengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi dunia dan kerja sama di bidang perdagangan dan jasa mengalami perubahan yang sangat pesat, hal ini tidak terlepas dari pengaruh globalisasi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA. waralaba dapat diartikan sebagai usaha yang memberikan untung lebih atau

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA. waralaba dapat diartikan sebagai usaha yang memberikan untung lebih atau 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA A. Pengertian Waralaba (Franchise) Istilah franchise dipakai sebagai padanan istilah bahasa Indonesia waralaba. Waralaba terdiri atas kata wara dan laba. Wara artinya

Lebih terperinci

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH I. UMUM Penerapan otonomi daerah sejatinya diliputi semangat untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi yang bergerak melaju sangat pesat, serta

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi yang bergerak melaju sangat pesat, serta BAB I PENDAHULUAN Dalam era globalisasi yang bergerak melaju sangat pesat, serta pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan laju bisnis yang semakin erat dalam persaingan, munculah usaha bisnis internasional

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Franchise berasal dari bahasa Prancis yang artinya kejujuran atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Franchise berasal dari bahasa Prancis yang artinya kejujuran atau 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Franchise Franchise berasal dari bahasa Prancis yang artinya kejujuran atau kebebasan. Pengertian di Indonesia, yang dimaksud dengan Franchise adalah perikatan dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi global yang cepat dan kompleks, Indonesia juga terpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi global yang cepat dan kompleks, Indonesia juga terpengaruh 1 BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi global yang cepat dan kompleks, Indonesia juga terpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat ini, dengan ditandai adanya kerja sama di bidang bisnis

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN ASURANSI PERTANIAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN ASURANSI PERTANIAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN ASURANSI PERTANIAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI RIZKY GELAR PANGESTU 1087016 Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Perjanjian Kerjasama untuk Menjalankan Perniagaan Rumah Makan A untuk Keseragaman (Uniformity) Rasa Dihubungkan dengan Ciri Khas Usaha dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu tidaklah mudah. Salah satu alternatif yang di ambil guna mencukupi

BAB I PENDAHULUAN. itu tidaklah mudah. Salah satu alternatif yang di ambil guna mencukupi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era modern seperti saat ini manusia selalu ingin tercukupi semua kebutuhannya, namun pada kenyataannya untuk mencukupi kebutuhan hidup itu tidaklah mudah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memulai usaha dari nol, karena telah ada sistem yang terpadu dalam. berminat untuk melakukan usaha waralaba.

BAB I PENDAHULUAN. memulai usaha dari nol, karena telah ada sistem yang terpadu dalam. berminat untuk melakukan usaha waralaba. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsep bisnis waralaba akhir-akhir ini telah menjadi salah satu pusat perhatian sebagai bentuk terobosan pengembangan usaha. Mengingat usaha yang diwaralabakan

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

Modul ke: PENGANTAR BISNIS. Bentuk Kepemilikan Bisnis. Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Yanto Ramli, SS, MM. Program Studi Manajemen.

Modul ke: PENGANTAR BISNIS. Bentuk Kepemilikan Bisnis. Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Yanto Ramli, SS, MM. Program Studi Manajemen. Modul ke: PENGANTAR BISNIS Bentuk Kepemilikan Bisnis Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Yanto Ramli, SS, MM Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id BENTUK KEPEMILIKAN BISNIS Bentuk kepemilikan Bisnis terdiri

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 08 Tahun 2015 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG USAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Franchise Bisnis dan Pengaturan Hukum Lintas Batas

Franchise Bisnis dan Pengaturan Hukum Lintas Batas Franchise Bisnis dan Pengaturan Hukum Lintas Batas Latar Belakang Globalisasi sebagai hal yang mau tidak mau akan mempengaruhi kegiatan perekonomian di Indonesia merupakan salah satu aspek pula yang harus

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH I. UMUM Dengan adanya otonomi daerah Pemerintah Provinsi memiliki peran yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya perjanjian franchise. Franchise, adalah pemberian hak oleh franchisor

I. PENDAHULUAN. adanya perjanjian franchise. Franchise, adalah pemberian hak oleh franchisor 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arus globalisasi ekonomi dunia dan kerjasama di bidang perdagangan dan jasa berkembang sangat pesat dewasa ini, salah satu bentuknya adalah dengan adanya perjanjian franchise.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/8/2012 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/8/2012 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/8/2012 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN, Menimbang: a. bahwa untuk mengoptimalkan

Lebih terperinci

2016 MODEL KEMITRAAN BISNIS DONAT MADU CIHANJUANG

2016 MODEL KEMITRAAN BISNIS DONAT MADU CIHANJUANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu negara tidak terlepas dari keikutsertaan masyarakatnya dalam melakukan sebuah usaha demi tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KLAUSULA DALAM PERJANJIAN WARALABA YANG DAPAT MENIMBULKAN PRAKTIK MONOPOLI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KLAUSULA DALAM PERJANJIAN WARALABA YANG DAPAT MENIMBULKAN PRAKTIK MONOPOLI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KLAUSULA DALAM PERJANJIAN WARALABA YANG DAPAT MENIMBULKAN PRAKTIK MONOPOLI Oleh : Ni Luh Putu Wulan Purwanti I Gede Pasek Eka Wisanjaya Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi yang semakin maju harus menjamin perlindungan dalam dunia usaha. Perkembangan tersebut memunculkan berbagai usaha yang terus berkembang di segala

Lebih terperinci

MEMILIH BENTUK KEPEMILIKAN BISNIS

MEMILIH BENTUK KEPEMILIKAN BISNIS MEMILIH BENTUK KEPEMILIKAN BISNIS B Y N I N A T R I O L I T A, S E, M M. PENGANTAR BISNIS P E R T E M U A N KE- 5 TUJUAN PEMBELAJARAN Menjelaskan kemungkinan bentuk kepemilikan bisnis. Menjelaskan metode

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM PEMILIK MEREK TERDAFTAR DAN RELEVANSINYA TERHADAP PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PERLINDUNGAN HUKUM PEMILIK MEREK TERDAFTAR DAN RELEVANSINYA TERHADAP PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PERLINDUNGAN HUKUM PEMILIK MEREK TERDAFTAR DAN RELEVANSINYA TERHADAP PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Oleh: Putu Hendra Pratama Ni Ketut Supasti Darmawan Ida Ayu Sukihana Hukum Bisnis, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA KECIL DALAM KEGIATAN BERUSAHA Oleh : I Putu Denny Pradnyana Putra Cokorde Dalem Dahana

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA KECIL DALAM KEGIATAN BERUSAHA Oleh : I Putu Denny Pradnyana Putra Cokorde Dalem Dahana PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA KECIL DALAM KEGIATAN BERUSAHA Oleh : I Putu Denny Pradnyana Putra Cokorde Dalem Dahana Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak Penulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan berbagai bentuk kerjasama bisnis. Kerjasama bisnis yang terjadi sangat beraneka ragam tergantung pada

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Usaha Mikro,

Lebih terperinci

FRANCHISE Pendahuluan Konsep Perdagangan Baru: Waralaba (Franchise)

FRANCHISE Pendahuluan Konsep Perdagangan Baru: Waralaba (Franchise) FRANCHISE Pendahuluan Aktivitas franchising dalam bentuknya yang banyak ditemui saat ini merupakan suatu fenomena bisnis yang baru. Sistim ini sudah dipakai di Indonesia walaupun belum ada badan yang menampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang saat ini sedang giat-giatnya melakukan. pembangunan disegala sektor pembangunan, berusaha untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang saat ini sedang giat-giatnya melakukan. pembangunan disegala sektor pembangunan, berusaha untuk terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia yang saat ini sedang giat-giatnya melakukan pembangunan disegala sektor pembangunan, berusaha untuk terus menumbuhkan iklim investasi dan

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

Pedoman Pasal 50b Tentang Pengecualian Waralaba. Bab I: PENDAHULUAN

Pedoman Pasal 50b Tentang Pengecualian Waralaba. Bab I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman Pasal 50b Tentang Pengecualian Waralaba Bab I: PENDAHULUAN Perkembangan usaha waralaba di Indonesia telah mengalami kemajuan yang pesat di berbagai bidang, antara lain seperti

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA

KEDUDUKAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA KEDUDUKAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA oleh Ida Ayu Trisnadewi Made Mahartayasa Bagian Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak Saat ini berbisnis dengan konsep

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1 Definisi hutan rakyat Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

MENJALANKAN BISNIS. Ade Rismanto, ST.,MM.

MENJALANKAN BISNIS. Ade Rismanto, ST.,MM. MENJALANKAN BISNIS Ade Rismanto, ST.,MM. Untuk memulai sebuah usaha memang harus didahului dengan taktik dan strategi. Membuat usaha yang besar tidak selalu membutuhkan modal yang besar. Mengawalinya dengan

Lebih terperinci

Modul ke: PENGANTAR BISNIS. Bentuk Kepemilikan Bisnis. Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Soelton Ibrahem, S.Psi, MM. Program Studi Manajemen

Modul ke: PENGANTAR BISNIS. Bentuk Kepemilikan Bisnis. Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Soelton Ibrahem, S.Psi, MM. Program Studi Manajemen Modul ke: 04 M. Fakultas EKONOMI DAN BISNIS PENGANTAR BISNIS Bentuk Kepemilikan Bisnis Soelton Ibrahem, S.Psi, MM Program Studi Manajemen BENTUK KEPEMILIKAN BISNIS Bentuk kepemilikan Bisnis terdiri 1.

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH POLEWALI MANDAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

No mewujudkan stabilitas nasional. Selain itu, Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah adalah salah satu pilar utama ekonomi nasional yan

No mewujudkan stabilitas nasional. Selain itu, Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah adalah salah satu pilar utama ekonomi nasional yan TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5404 KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. Pelaksanaan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 40) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016 TENTANG KEMITRAAN PADA BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN DI SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

International Marketing. Philip R. Cateora, Mary C. Gilly, and John L. Graham

International Marketing. Philip R. Cateora, Mary C. Gilly, and John L. Graham International Marketing Philip R. Cateora, Mary C. Gilly, and John L. Graham Manajemen Pemasaran Global Trend kembali ke lokal disebabkan oleh efisiensi baru dari kustomisasi Dimungkinkan oleh adanya internet

Lebih terperinci

i UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

i UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG YANG DIRUGIKAN OLEH MASKAPAI PENERBANGAN DALAM NEGERI YANG MENGALAMI PENUNDAAN KEBERANGKATAN (DELAY) DITINJAU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93)

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93) No.4866 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERSIAPAN LEGALISASI USAHA WARALABA

PERSIAPAN LEGALISASI USAHA WARALABA PERSIAPAN LEGALISASI USAHA WARALABA Disampaikan Oleh: CARLO M. BATUBARA, SH Konsultan Dari EMP PARTNERSHIP Disampaikan Pada: Bimbingan Tehnis Tentang Penyusunan Sistem Waralaba Bagi UMKM Selasa, 13 Juli

Lebih terperinci

BENTUK KEPEMILIKAN BISNIS

BENTUK KEPEMILIKAN BISNIS BENTUK KEPEMILIKAN BISNIS Kemungkinan bentuk kepemilikan Bisnis adalah Perusahaan Perorangan, Perusaha- an Kemitraan (Firma atau CV) dan Korporasi. Dengan bentuk yang jelas menurut hukum dapat diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. waralaba pada akhir-akhir ini semakin merebak. Minat masyarakat atau

BAB I PENDAHULUAN. waralaba pada akhir-akhir ini semakin merebak. Minat masyarakat atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian semakin cepat dan kompleks yang mengakibatkan persaingan bisnis. Bagi perusahaan yang mempunyai modal sendiri, bukanlah suatu hal yang sulit

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan andal sebagai usaha

Lebih terperinci

ekonomi K-13 PELAKU EKONOMI DALAM SISTEM PEREKONOMIAN K e l a s A. BADAN USAHA a. Pengertian Badan Usaha Tujuan Pembelajaran

ekonomi K-13 PELAKU EKONOMI DALAM SISTEM PEREKONOMIAN K e l a s A. BADAN USAHA a. Pengertian Badan Usaha Tujuan Pembelajaran K-13 ekonomi K e l a s XI PELAKU EKONOMI DALAM SISTEM PEREKONOMIAN Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan menjelaskan bentuk badan usaha beserta kelebihan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa Koperasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Pertumbuhan UMKM dan Usaha Besar. Mikro, Kecil dan Menengah ,55 47, ,93 47, ,75 46,25

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Pertumbuhan UMKM dan Usaha Besar. Mikro, Kecil dan Menengah ,55 47, ,93 47, ,75 46,25 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS MENGENAI PERSAINGAN USAHA ANTARA USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH (UMKM) DENGAN MINIMARKET

KAJIAN YURIDIS MENGENAI PERSAINGAN USAHA ANTARA USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH (UMKM) DENGAN MINIMARKET 1 KAJIAN YURIDIS MENGENAI PERSAINGAN USAHA ANTARA USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH (UMKM) DENGAN MINIMARKET ABSTRAK Oleh Alfian Priyo Suhartono I Wayan Wiryawan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan

Lebih terperinci

LEGAL MEMORANDUM TENTANG KEABSAHAN BIDANG USAHA PENGINAPAN DALAM APLIKASI DUNIA MAYA ABSTRAK

LEGAL MEMORANDUM TENTANG KEABSAHAN BIDANG USAHA PENGINAPAN DALAM APLIKASI DUNIA MAYA ABSTRAK LEGAL MEMORANDUM TENTANG KEABSAHAN BIDANG USAHA PENGINAPAN DALAM APLIKASI DUNIA MAYA ABSTRAK Usaha penyediaan akomodasi adalah usaha yang menyediakan pelayanan penginapan yang dapat dilengkapi dengan pelayanan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. akhir-akhir ini, dengan di dukung oleh semangat jiwa entrepeneur / wirausaha

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. akhir-akhir ini, dengan di dukung oleh semangat jiwa entrepeneur / wirausaha BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI 5. 1 KESIMPULAN Waralaba merupakan salah satu pengembangan bisnis yang cukup pesat akhir-akhir ini, dengan di dukung oleh semangat jiwa entrepeneur / wirausaha

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa pembangunan koperasi merupakan tugas bersama antara

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTEK DUMPING

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTEK DUMPING PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTEK DUMPING DI BALI ( STUDY PADA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI ) Oleh : I Made Ferry Gunawadi I Wayan Novy Purwanto Bagian

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KEPENTINGAN PELAKU USAHA DI INDONESIA DALAM PERJANJIAN REASURANSI DENGAN REASURADUR LUAR NEGERI

PERLINDUNGAN KEPENTINGAN PELAKU USAHA DI INDONESIA DALAM PERJANJIAN REASURANSI DENGAN REASURADUR LUAR NEGERI PERLINDUNGAN KEPENTINGAN PELAKU USAHA DI INDONESIA DALAM PERJANJIAN REASURANSI DENGAN REASURADUR LUAR NEGERI Oleh: Anton Gunawan Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih mudah bagi pemerintah untuk menjalankan pembangunan di bidang lainnya

BAB I PENDAHULUAN. lebih mudah bagi pemerintah untuk menjalankan pembangunan di bidang lainnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan di bidang ekonomi akan mendukung pembangunan di bidang lainnya. Hal ini dikarenakan ekonomi merupakan suatu bidang yang penting di seluruh dunia. Dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk lebih meningkatkan tertib usaha dengan

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN...

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN... BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN, DAN PEMBINAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN OTORITAS JASA KEUANGAN STIMULUS PERTUMBUHAN EKONOMI NASIONAL DAN PENINGKATAN SUPPLY VALUTA ASING DI SEKTOR JASA KEUANGAN 7 OKTOBER 2015

KEBIJAKAN OTORITAS JASA KEUANGAN STIMULUS PERTUMBUHAN EKONOMI NASIONAL DAN PENINGKATAN SUPPLY VALUTA ASING DI SEKTOR JASA KEUANGAN 7 OKTOBER 2015 KEBIJAKAN OTORITAS JASA KEUANGAN STIMULUS PERTUMBUHAN EKONOMI NASIONAL DAN PENINGKATAN SUPPLY VALUTA ASING DI SEKTOR JASA KEUANGAN 7 OKTOBER 2015 1. RELAKSASI KETENTUAN PERSYARATAN KEGIATAN USAHA PENITIPAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) yang telah disepakati 22 tahun yang lalu

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) yang telah disepakati 22 tahun yang lalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2015 mendatang Negara-negara Asean akan segera melaksanakan ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) yang telah disepakati 22 tahun yang lalu yang merupakan bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara asal merupakan salah satu dampak globalisasi terhadap dunia bisnis. Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. negara asal merupakan salah satu dampak globalisasi terhadap dunia bisnis. Jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Restoran-restoran cepat saji yang membuka cabangnya di negara lain selain negara asal merupakan salah satu dampak globalisasi terhadap dunia bisnis. Jumlah

Lebih terperinci

Menimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan

Menimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BEUTUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih meningkatkan tertib usaha dengan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN RUANG BAGI PEDAGANG KAKI LIMA DI PUSAT PERBELANJAAN DAN PUSAT PERKANTORAN DI KOTA SURABAYA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah waralaba atau dalam bahasa asing disebut dengan franchise asal katanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah waralaba atau dalam bahasa asing disebut dengan franchise asal katanya II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Waralaba Istilah waralaba atau dalam bahasa asing disebut dengan franchise asal katanya berasal dari Perancis Kuno yang memiliki arti bebas. Sekitar abad pertengahan,

Lebih terperinci

JOSHUA ( ) Kata kunci : perjanjian jasa layanan pendidikan, perlindungan konsumen. Universitas Kristen Maranatha

JOSHUA ( ) Kata kunci : perjanjian jasa layanan pendidikan, perlindungan konsumen. Universitas Kristen Maranatha iv Tinjauan Yuridis Terhadap Klausula Baku Dalam Hubungan Kontrak Perjanjian Penyediaan Jasa Khususnya Bidang Pendidikan Berdasarkan Perspektif Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Lebih terperinci

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN PENDAHULUAN Sektor pertanian (dalam arti luas termasuk peternakan, perikanan dan kehutanan) merupakan sektor yang paling besar menyerap

Lebih terperinci

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KOMISI NO. 57/2009. Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Waralaba

KEPUTUSAN KOMISI NO. 57/2009. Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Waralaba KEPUTUSAN KOMISI NO. 57/2009 Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Waralaba Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 Huruf b tentang Pengecualian Penerapan

Lebih terperinci

PENGATURAN MENGENAI PENGENDALIAN, PEREDARAN, DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL GOLONGAN A DI KOTA DENPASAR

PENGATURAN MENGENAI PENGENDALIAN, PEREDARAN, DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL GOLONGAN A DI KOTA DENPASAR PENGATURAN MENGENAI PENGENDALIAN, PEREDARAN, DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL GOLONGAN A DI KOTA DENPASAR Oleh : Putu Alvin Janitra Dewa Gede Rudy Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci