KEANEKARAGAMAN BURUNG PANTAI PADA BERBAGAI TIPE HABITAT LAHAN BASAH DI KAWASAN MUARA CIMANUK, JAWA BARAT HERY JAMAKSARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEANEKARAGAMAN BURUNG PANTAI PADA BERBAGAI TIPE HABITAT LAHAN BASAH DI KAWASAN MUARA CIMANUK, JAWA BARAT HERY JAMAKSARI"

Transkripsi

1 KEANEKARAGAMAN BURUNG PANTAI PADA BERBAGAI TIPE HABITAT LAHAN BASAH DI KAWASAN MUARA CIMANUK, JAWA BARAT HERY JAMAKSARI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN SKRIPSI Hery Jamaksari. Keanekaragaman Burung Pantai pada Berbagai Tipe Habitat Lahan Basah di Kawasan Muara Cimanuk, Jawa Barat. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc. Kawasan Muara Cimanuk (KMC) yang terletak di Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu kawasan yang terdaftar sebagai Daerah Penting bagi Burung (Important Bird Area/IBA) dengan nomor ID 086 (Rombang & Rudyanto 1999, Birdlife International 2011). Perubahan habitat dan perburuan oleh masyarakat sekitar kawasan telah menjadi ancaman akan kelestarian burung pantai. Tujuan penelitian ini yaitu (1) Mengidentifikasi spesies burung pantai pada di KMC, (2) membandingkan keanekaragaman burung pantai pada tipe di KMC (3) mengidetifikasi spesies makrozoobentos di KMC, (4) Menjelaskan hubungan antara burung pantai dengan makrozoobentos, (5) menjelaskan perburuan burung pantai di sekitar KMC. Penelitian dilaksanakan pada lima lokasi di sekitar kawasan Muara Cimanuk Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, yaitu Pertambakan Rambatan Baru, Pertambakan Pangkalan, Pertambakan Cimanuk Lama, Persawahan Singakerta dan Pesisir Pantai Pabean. Pengambilan data dilakukan selama lima bulan pada 26 Oktober Maret Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah binokuler Nikon Action 10 x 50 6,5 o dan monokuler x 60, buku panduan lapang burung Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (MacKinnon et al. 1998), GPS Garmin 60i, Nikon Coolpix L100. Objek yang diamati dibatasi hanya pada spesies burung dari ordo Charadriiformes tidak termasuk Stercorariidae dan Laridae. Pengambilan data mengenai burung pantai menggunakan metode jalur (line transect) dengan panjang tiap jalurnya m dan lebar 30 m. Pada setiap lokasi dilakukan pengamatan sejauh m, kecuali Pabean m. Uji-t digunakan untuk mengetahui perbedaan keanekaragaman jenis burung antara habitat r pada tingkat kepercayaan 95%. Rambatan Baru, Pangkalan dan Cimanuk lama merupakan area pertambakan yang dikelola dengan sistem silvofishery intensif. Perbedaan dari ketiga area ini yaitu pada kondisi tegakan mangrovenya. Rambatan Baru dan Pangkalan memiliki kondisi tegakan mangrove yang relatif masih utuh sedangkan area Cimanuk Lama hanya memiliki tegakan mangrove di sepanjang aliran sungai diantara tambak. Vegetasi mangrove yang ada pada ketiga kawasan ini diantaranya api-api (Avicennia alba), bakau kurap (Rhizophora mucronata), pedada merah (Sonneratia caseolaris), bakau putih (R. apiculata), dan bakau bunga kecil (Bruguiera parviflora). Kawasan Singakerta merupakan area persawahan irigasi yang airnya berasal dari anak sungai Cimanuk. Kawasan Pabean merupakan kawasan pesisir pantai berpasir yang dijadikan sebagai kawasan sabuk hijau (green belt). Vegetasi mangrove yang ada dilokasi diantaranya api-api (Avicennia alba) dan bakau kurap (Rhizophora mucronata). Tercatat individu dari 21 spesies, 12 genus dan empat famili tercatat pada lima lokasi. Di Rambatan Baru ditemukan 16 spesies dan 4 famili, Pangkalan ditemukan 15 spesies dan 4 famili, Cimanuk Lama dan Singakerta masing-masing ditemukan 8 spesies dan 3 famili dan Pabean 7 spesies dan 2 famili. Terdapat 8 spesies burung pantai yang dilindungi berdasarkan PP No. 7

3 tahun 1999, 5 spesies masuk dalam kategori IUCN (Near threatened dan Vulnerable). Keanekaragaman burung pantai di KMC termasuk kategori sedang (H =1,92; DM g =2,60). Tingkat kekayaan jenis dan keanekaragaman spesies pada lima lokasi di KMC memiliki nilai indeks yang berbeda-beda dan memiliki tingkat perbedaan yang nyata. Indeks kemerataan di semua tipe habitat hampir tersebar merata karena mendekati nilai 1. Indeks kesamaan jenis burung dan dendrogram menunjukkan seberapa kesamaan antar komunitas burung di lokasi penelitian. Lokasi yang memiliki kesamaan paling tinggi adalah Pabean dan Singakerta (IS j =0,67). Nilai dominansi spesies burung pantai di KMC memiliki nilai antara 0,05-30,55. Penyebaran spesies burung pantai di Muara Cimanuk terbagi kedalam dua tipe penyebaran yaitu menyebar secara acak (χ²<14,067) dan mengumpul (χ²>14,067). Spesies yang menyebar secara acak diantaranya Numenius minutus (χ²=0,875), sedangkan yang mengumpul diantaranya Actitis hypoleucos (χ²=433,80). Sebanyak 19 spesies ditemukan di KMC, terdiri dari 1 spesies bivalva, 13 spesies gastropoda, 2 spesies malacostraca dan 3 spesies tidak teridentifikasi. Kepadatan makrozoobenthos di KMC yaitu sebesar 146±6 individu/m². Kepadatan gastropda merupakan kepadatan makrozoobenthos tertinggi yaitu sebesar 128±7 individu/m², sedangkan yang paling rendah adalah bivalva 4±1 individu/m². Indeks keanekaragaman makrozoobenthos di KMC termasuk kategori sedang (H =2,68) dan indeks kemerataan tergolong tinggi (E=0,91). Setidaknya tedapat beberapa macam metode dan peralatan yang digunakan untuk berburu. Tercatat ada tiga metode dan teknik yang digunakan untuk berburu burung, yaitu mengobor, jala kabut dan sahab (clap net). Selama penelitian (November 2010 Januari 2011) tercatat sebanyak individu yang tertangkap. Rata-rata setiap bulan sekitar 8.047±915 individu burung tertangkap. Spesies yang paling banyak tertangkap adalah peruk (Gallinula chloropus) yaitu 2.437±550 individu. Kata kunci: Keanekaragaman Jenis, Burung Pantai, Kawasan Muara Cimanuk

4 SUMMARY Hery Jamaksari. Diversity of Shorebirds in Wetland Habitat Types in Cimanuk Estuary Area, West Java. Supervised by Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc and Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc. Cimanuk Estuary Area (CEA), which located in Indramayu District at West Java Province, is one the areas is registered as Important Bird Area (IBA) with ID number 086 (Rombang & Rudyanto 1999, Birdlife International 2011a). Habitat changes and hunting by community around the area have threated to shorebirds sustainability. The objectives of this research are (1) to identify shorebirds species in CEA, (2) to compare shore birds diversity in CEA (3) to identify makrozoobenthos species in CEA, (4), and Explain the relationship between shorebirds with macrozoobenthos (5) to explain shore birds hunting around the CEA. Research was carried out in five locations around CEA at Indramayu District of West Java; those are Rambatan Baru Embankment, Pangkalan Embankment, Cimanuk Lama Embanment, Singakerta Farming Land and Pabean Coastal. The research was conducted from October 26 th 2010 to March 26 th Target species were limited to bird species from Charadriiformes order, excluding Stercorariidae and Laridae families. Bird data was collected by using transects with m length and 60 m width in each transect. T-test was used to know the differences of bird diversity between r habitats in 95% significant level. A total recorded individuals from 21 species, 12 genera and 4 families in 5 locations. At Rambatan Baru recorded 16 species and 4 families, in Pangkalan 15 species and 4 families, in Cimanuk Lama 8 species and 3 families, in Singakerta 8 species and 3 families and in Pabean 7 species and 2 families. Eight of bird species were protected by PP No. 7 year 1999, and 5 species were included in Near Threatened and Vulnerable categories of IUCN. Index of diversity in CEA were medium category (H =1,92; DM g =2,60). Evenness index in all habitat types was almost evenly dispersed, because its value was approaching 1. Location which has highest similarity was Pabean and Singakerta (IS j =0,67). Dominance value of shore bird species in CEA ranged between 0,05-30,55. Shorebird species dispersion in Cimanuk Estuary was divided into two types, those are randomly dispersed (χ²<14,067) and clustered (χ²>14,067). One of randomly dispersed species was Numenius minutus (χ²=0,875), while clustered dispersed species was Actitis hypoleucos (χ²=433,80). Besides birds, found 19 species makrozoobenthos in CEA, which include 1 species of bivalve, 13 species of gastropods, 2 species of malacostraca and 3 unidentified species. Macrozoobenthic density in CEA was ranged in 146±6 individual/m². Gastropods density was highest macrozoobenthic, which was ranged at 128±7 individual/m. Macrozoobenthic diversity index in CEA was marked as medium category (H =2,68) and its evenness index marked as high (E=0,91). At least, there are some kinds of methods and equipment which used for shore birds hunting. Three methods and technique were used for bird hunting, those are torching, miss netting and clap net. During research period (November 2010-January 2011), recorded individuals which has caught. In average, there are 8.047±915 individual birds which caught in each month. Mostly caught bird was Common Moorhen (Gallinula chloropus), that is 2.437±550 individual. Keywords: species diversity, shorebirds, Cimanuk Estuary Area

5 26 KEANEKARAGAMAN BURUNG PANTAI PADA BERBAGAI TIPE HABITAT LAHAN BASAH DI KAWASAN MUARA CIMANUK, JAWA BARAT HERY JAMAKSARI Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

6 27 Judul Penelitian Nama NRP : Keanekaragaman Burung Pantai pada Berbagai Tipe Habitat Lahan Basah di Kawasan Muara Cimanuk, Jawa Barat : Hery Jamaksari : E Menyetujui, Dosen Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Yeni A. Mulyani, M.Sc NIP Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc NIP Mengetahui, Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni. M.S NIP Tanggal Lulus:

7 31 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penyusun panjatkan ke-hadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Salawat dan salam penyusun panjatkan kepada suri tauladan kita Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Penelitian ini berjudul Keanekaragaman Jenis Burung pada Berbagai Tipe Habitat Lahan Basah di Kawasan Muara Cimanuk Jawa Barat yang dibimbing oleh Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc. Penelitian ini telah dilaksanakan dari tanggal 26 Oktober 2010 sampai 26 Maret Penelitian keanekaragaman burung pada beberapa tipe habitat lahan basah di Kawasan Muara Cimanuk (KMC) dilaksanakan untuk melengkapi data jenis burung di KMC. Oleh karena itu, penulis berusaha untuk mencari data mengenai keanekaragaman jenis burung pantai pada lima lahan basah yang ada di KMC, yaitu Rambatan Baru, Pangkalan, Cimanuk Lama, Singakerta dan Pabean. Pentingnya penelitian ini karena data yang diperoleh dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan dan implementasi pengelolaan KMC di masa depan sebagai habitat singgah burung pantai migran. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, baik dalam hal penyajian isi materi maupun tata bahasa. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan umumnya bagi masyarakat luas serta pihak yang membutuhkan. Bogor, September 2011

8 32 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Majalengka Jawa Barat, pada tanggal 25 September Putera ketiga dari tiga bersaudara, putera dari Bapak Muhammad Muslih dan Ibu Eroh Sarah. Penulis sebelumnya menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 1 Jatipamor lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutakan pendidikan ke MTs Daarul Uluum PUI Majalengka, lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke MAN Model Ciwaringin Cirebon, lulus pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Saringan Masuk IPB) tahun 2006 dan tahun 2007 diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi pengurus Biro Kesekretariatan HIMAKOVA, ketua Kelompok Pemerhati Burung (KPB) Perenjak HIMAKOVA. Penulis pernah melakukan Praktek Pengenalan Ekkosistem Hutan (PPEH) di CA Kamojang dan CA Leuweung Sancang, Praktek Pengelolaan Hutan (PEH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat serta Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di TN Gunung Ciremai. Selain itu, penulis pernah mengikuti kegiatan Eeksplorasi Fauna Flora dan Ekowisata Indonesia (Rafflesia) di CA Gunung Simpang dan CA Rawa Danau, Studi Konservasi Lingkungan di TN Bukit Baka Bukit Raya Kalimantan Barat dan TN Manupeu Tanadaru Nusa Tenggara Timur. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melakukan penelitian dan menyusun karya ilmiah dengan judul Keanekaragaman Burung Pantai pada Berbagai Tipe Lahan Basah di Kawasan Muara Cimanuk, Jawa Barat dibimbingan oleh Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti M.Sc. UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirabbil `aalamiin. Puji dan syukur dipanjatkan ke-hadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana. Salawat dan salam penulis sampaikan kepada Rasulallah Muhammad SAW, kepada keluarga dan para sahabatnya serta para pengikutnya. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Orang tuaku yang tercinta yaitu Bapak Muhammad Muslih dan Ibu Eroh Sarah serta keluarga dan saudara yang memberikan doa, dorongan serta semangat selama kegiatan penelitian ini.

9 33 2. Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc dan Ibu Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan dorongan semangat, nasehat dan bimbingannya. 3. Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS selaku dosen penguji pada sidang komprehensif yang telah memberikan. 4. Resti Meilani, S.Hut, M.Si selaku ketua sidang pada sidang komprehensif. 5. Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, M.Sc.F atas bimbingan informal dan pengalaman di Muara Cimanuk. 6. Administratur Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Indramayu beserta stafnya yang telah membantu perizinan untuk penelitian di Muara Cimanuk. 7. Keluarga wa Tonah, Pa Dasmin, Pa Darjita, Wa Kaer, Wa Haji Kasan, Pa Kartawi yang telah memberikan tumpangan selama penelitian, Agus yang telah menemani selama penelitian. 8. Insan Kurnia S.Hut, Lina Kristina Dewi S.Hut, Harri Purnomo S.Hut atas diskusi, pengalaman serta bantuan moril dan materi selama penyusunan skripsi. 9. Iyis Puji Lestari, S.Hut atas perhatian, pengertian, motivasi dan kesabarannya selama penyusunan skripsi. 10. Keluarga besar Cendrawasih KSHE 43 atas kebersamaan, pengalaman, senang susah selama ini. 11. Keluarga KPB Perenjak yang telah memberikan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai dunia perburungan, Mas Insan, A Rio, A Udi, Teh Uwie, A Gilang, Teh Ruri, Teh Tyas dan KPB Perenjak 42, 43, Bapak Ibu dosen Fakultas Kehutanan IPB atas segala ilmu yang telah diberikan. 13. Bapak Ibu KPAP DKSHE yang senantiasa membantu pengurusan administrasi. 14. Teman-teman Dolpin Mas Insan, Afroh, Hendora, Poe, Mas Dayat, Mas Novri, Mas Arai, Rajib, Ari Chim, Dimas, Irvan, Acay, Imam, Rolis atas bantuannya. 15. Teman-temen Asisten EKW 44 dan EKW 46 atas bantuannya selama penyusunan skripsi.

10 Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan seluruhnya yang telah membantu dan memberikan andil dalam proses kematangan jiwa penulis serta penyelesaian skripsi Bogor, September 2011 Penulis

11 35 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL...viii DAFTAR GAMBAR...ix DAFTAR LAMPIRAN...x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Kegunaan...3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Burung Pantai Taksonomi Morfologi Habitat Keanekaragaman Penyebaran Pakan Perilaku Makan Gangguan terhadap burung pantai...12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dantempat Alat dan Bahan Data yang Dikumpulkan MetodePengumpulan Data Burung Makrozoobenthos Perburunan Analisis Data Daftar spesies burung, status kelangkaan dan perlindungan Kekayaaan spesies Keanekaragaman spesies Sebaran spasial spesies Indeks kelimpahan spesies Indeks kesamaan Analisis Uji-t Kepadatan makrozoobentos Perburuan burung...21 BAB IV KONDISI UMUM LAPANGAN 4.1 Sejarah Kawasan Iklim Tanah dan Topografi Potensi Sumberdaya Alam Flora Fauna...24

12 36 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Kondisi habitat KMC Kawasan Rambatan Baru Kawasan Pangkalan Kawasan Cimanuk Lama Kawasan Singakerta Kawasan Pabean Keanekaragaman burung pantai di KMC Identifikasi burung pantai di KMC Kekayaan dan keanekaragaman spesies burung pantai di KMC Dominansi dan kelimpahan spesies burung pantai di KMC Kesamaan spesies burung pantai di KMC Penyebaran burung pantai di KMC Keanekaragaman dan kekayaan spesies burung pantai di kawasan Rambatan Baru Keanekaragaman dan kekayaan spesies burung pantai di kawasan Pangkalan Keanekaragaman dan kekayaan spesies burung pantai di kawasan Cimanuk Lama Keanekaragaman dan kekayaan spesies burung pantai di kawasan Singakerta Keanekaragaman dan kekayaan spesies burung pantai di kawasan Pabean Uji beda keanekaragaman spesies burung pantai Keanekaragaman makrozoobenthos Perburuan burung Alat dan cara berburu Musim dan lokasi berburu Jenis burung yang tertangkap oleh pemburu Rantai perdagangan burung Pembahasan Keanekaragaman spesies burung pantai di KMC Kelimpahan dan dominansi burung pantai di KMC Kesamaan komunitas burung pantai di KMC Penyebaran burung pantai di KMC Uji keanekaragaman burung pantai di KMC Ancaman kelestarian burung pantai dan habitat Perburuan burung Konversi area mangrove menjadi tambak Pencemaran lingkungan...61 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran...62 DAFTAR PUSTAKA...63 LAMPIRAN 69

13 38 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Spesies burung pantai yang ditemukan di KMC Status kelangkaan (IUCN), perdagangan (CITES) dan perlindungan (PPRI) spesies burung pantai di KMC Nilai indeks kekayaan Margalef (DM g ), keanekaragaman Shannon (H ) dan Kemerataan (E) spesies burung pantai di KMC Dominansi burung pantai di KMC Komposisi burung pantai berdasarkan kelimpahan relatif individu di KMC Nilai kesamaan jenis burung pantai di KMC Pola sebaran burung pantai di KMC Nilai kelimpahan spesies burung pantai di Rambatan Baru Sebaran spesies burung pantai di Rambatan Baru Nilai kelimpahan spesies burung pantai di Pangkalan Sebaran spesies burung pantai di Pangkalan Nilai kelimpahan spesies burung pantai di Cimanuk Lama Sebaran spesies burung pantai di Pangkalan Nilai kelimpahan spesies burung pantai di Singakerta Sebaran spesies burung pantai di Singakerta Nilai kelimpahan spesies burung pantai di Pabean Sebaran spesies burung pantai di Pabean Nilai uji-t keanekaragaman spesies burung pantai di KMC Makrozoobenthos yang ditemukan di KMC Jumlah spesies dan individu burung yang tertangkap oleh pemburu selama November 2010-Januari Harga burung yang dijual pemburu...51

14 39 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Peta lokasi penelitian Metode jalur yang digunakan di lapangan Plot contoh pengambilan makrozoobenthos Kondisi lokasi penelitian di kawasan Rambatan Baru Kondisi lokasi penelitian di kawasan Pangkalan Kondisi lokasi penelitian di kawasan Cimanuk Lama Kondisi lokasi penelitian di kawasan Singakerta Kondisi lokasi penelitian di kawasan Pabean Jumlah spesies dan individu burung pantai di KMC Dendrogram kesamaan spesies burung pantai di KMC Jumlah individu tiap spesies burung pantai di Rambatan Baru Jumlah individu tiap spesies burung pantai di Pangkalan Jumlah individu tiap spesies burung pantai di Cimanuk Lama Jumlah individu tiap spesies burung pantai di Singakerta Jumlah individu tiap spesies burung pantai di Pabean Jumlah makrozoobenthos di KMC Nilai keanekaragaman makrozoobenthos di KMC Hubungan keanekaragaman burung pantai dengan makrozoobenthos Alat berburu yang digunakan (a) ngobor (b) jala kabut (c) sahab Spesies burung pantai yang tertangkap (a) Gallinago gallinago, (b) Glareola maldivarum Rantai perdagangan burung air di Singakerta...50

15 40 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Keanekaragaman, dominansi dan kemerataan burung pantai di KMC Sebaran burung pantai di KMC Uji statistik Keanekaragaman, dominansi dan kemerataan burung pantai di Rambatan Baru Keanekaragaman, dominansi dan kemerataan burung pantai di Pangkalan Keanekaragaman, dominansi dan kemerataan burung pantai di Cimanuk Lama Keanekaragaman, dominansi dan kemerataan burung pantai di Singakerta Keanekaragaman, dominansi dan kemerataan burung pantai di Pabean Keanekaragaman dan kemerataan makrozoobentos Jenis, jumlah dan harga burung pantai yang diperdagangkan Deskripsi spesies burung pantai yang ditemukan di KMC...83

16 41 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kawasan Muara Cimanuk (KMC) yang terletak di Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu kawasan yang terdaftar sebagai Daerah Penting bagi Burung (Important Bird Area/IBA) dengan nomor ID 086 (Rombang & Rudyanto 1999, Birdlife International 2011a). Kawasan ini merupakan salah satu lahan basah yang berada di pesisir Pantai Utara Jawa. Lahan basah berdasarkan konvensi Ramsar 1971 yaitu daerah rawa, payau, lahan gambut dan perairan; alami atau buatan, tetap atau sementara; dengan air tergenang atau mengalir; tawar, payau atau asin; termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu air surut (Nirarita et al. 1996). Lahan basah sebagai suatu ekosistem kompleks memiliki berbagai fungsi yang sangat penting, mulai sebagai pengatur fungsi hidrologis, penghasil sumberdaya alam dan hayati hingga fungsi lahan basah sebagai habitat bagi berbagai spesies satwaliar dan tumbuhan. Burung pantai adalah sekelompok burung air yang secara ekologis hidupnya bergantung pada kawasan pantai, baik sebagai tempat singgah, mencari makan dan berbiak (Howes et al. 2003). Ada sebagian burung pantai yang berbiak jauh dari pantai tapi masih menggunakan pantai sebagai tempat perantara untuk mencapai tempat tersebut. Burung pantai menyukai habitat lahan basah seperti hutan mangrove, padang lamun, gosong lumpur (mudflat), muara sungai, tambak dan persawahan. Keberadaan lahan basah sebagai habitat burung air telah dirumuskan sebagai salah satu kepentingan internasional dalam konvensi Ramsar Iran pada tahun 1971 (Sibuea 1997). Lahan basah merupakan habitat penting untuk mencari makan, bersarang dan membesarkan anak, tempat berlindung dan melakukan interaksi sosial. Hubungan antara lahan basah dengan burung pantai dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya ketersediaan air, makanan, tempat berlindung dan predator. Burung pantai sangat tergantung akan keberadaan pantai untuk memperoleh makanan dan mendukung keberlangsungan hidup. Habitat yang akan dipilih oleh burung pantai yaitu habitat yang menyediakan kebutuhan hidupnya (Alikodra

17 ) dan faktor yang paling penting dalam suatu habitat adalah ketersediaan pakan bagi satwa. Kebanyakan burung pantai merupakan burung yang melakukan migrasi jarak jauh. Burung pantai menggunakan lahan basah yang berada di sekitar muara sungai selama persinggahan sebagai tempat untuk berhenti dan mencari makan (Burger et al. 1996). Sumber makanan burung pantai sebagian besar berupa benthos terutama makrozoobenthos. Benthos merupakan organisme air yang mendiami bagian dasar perairan dan tinggal di dalam atau pada sedimen dasar perairan (Odum 1971; Barus 2004). Menurut Barus (2004) Makrozoobenthos berdasarkan ukurannya dibagi ke dalam tiga kategori yaitu makrozoobenthos (ukuran >1 mm), meiobenthos (ukuran 0,1-1 mm), microbenthos (ukuran <0,1 mm). Makrozoobenthos yang sering dijadikan makanan burung pantai diantaranya berasal dari ordo Bivalvia, Gastropoda, Crustacea, Polychaeta dan ikan (Masero et al. 1999; Howes et al. 2003; Jing et al. 2007). Selain itu, burung pantai juga memangsa cacing, serangga dan reptil kecil (Harrison 1991). Penyebaran burung pantai sangat dipengaruhi oleh keberadaan makrozoobenthos yang ada pada lokasi tersebut (Jing et al. 2007). Selain itu, perbedaan morfologi antar spesies burung pantai sangat berpengaruh terhadap sebaran dan cara mencari makan burung pantai pada lahan basah (Howes et al. 2003). Burung pantai tersebar pada area pesisir bagian depan (bagian yang berbatasan dengan sungai) pada saat air laut sedang pasang dan bagian belakang pada saat surut untuk mencari makan (Placyk & Harrington 2004). Muara Cimanuk termasuk ke dalam jalur terbang Asia Timur-Australia yang dijadikan tempat singgah oleh burung pantai migran selama musim migrasi sebelum mencapai ke tempat tujuan migrasi. Sampai saaat ini, sudah banyak yang melakukan penelitian mengenai distribusi dan karakteristik habitat burung pantai di Muara Sungai Cimanuk, tetapi belum ada yang memfokuskan pada pemanfaatan habitat oleh burung pantai berkaitan dengan sebaran burung pantai dan makrozoobentos. Oleh karena itu, penting untuk menganalisis keanekaragaman burung pantai dan makrozoobentos di daerah lahan basah untuk mengevaluasi kualitas lahan basah sebagai tempat singgah, serta membuat kebijakan yang efektif untuk konservasi burung pantai.

18 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi spesies burung pantai di KMC. 2. Menjelaskan keanekaragaman burung pantai di KMC. 3. Mengidentifikasi makrozoobentos sebagai pakan burung pantai di KMC. 4. Menjelaskan hubungan antara burung pantai dengan makrozoobentos. 5. Menjelaskan perburuan burung pantai di sekitar KMC. 1.3 Kegunaan Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi mengenai keberadaan burung pantai yang ada di KMC dan menjadi bahan pertimbangan dalam rangka pembinaan dan perlindungan habitat burung pantai di KMC untuk peningkatan upaya pelestarian burung pantai migran.

19 44 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Burung Pantai Taksonomi Taksonomi burung pantai menurut Ericson et al. (2003), Thomas et al. (2004) dan Sukmantoro et al. (2007) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phyllum : Chordata Sub phyllum : Vertebrata Klas : Aves Sub klas : Neornithes Ordo : Charadriiformes Famili : Jacanidae, Rostratulidae, Haematopodidae, Charadriidae, Scolopacidae, Recurvirostridae, Phalaropodidae, Burhinidae, Glareolidae, Stercoriidae dan Laridae Secara taksonomis, burung pantai yang masuk kedalam ordo Charadriiformes terbagi menjadi empat sub ordo yaitu Charadrii, Chionii, Scolopacii, Thinocori (Ericson et al. 2003; Thomas et al. 2004). Sebagian besar burung pantai tergolong kedalam dua suku besar, yaitu Charadriidae dan Scolopacidae (Howes et al. 2003). Jumlah burung pantai yang ada di dunia sekitar 214 jenis (Howes et al 2003), 69 jenisnya terdapat di Indonesia (Sukmantoro et al. 2007) Morfologi Burung pantai adalah sekelompok burung air yang secara ekologis bergantung kepada kawasan pantai sebagai tempat mencari makan dan berbiak (Howes et al, 2003). Burung pantai merupakan sekelompok burung air yang hidupnya tergantung pada kawasan pantai (Eldridge 1992). Meskipun banyak di antara jenis burung ini berbiak jauh di daerah daratan yang bukan lahan basah ataupun pantai, tapi mereka sangat tergantung pada kawasan pantai yang digunakan sebagai tempat perantara dalam melakukan migrasi (Howes et al. 2003).

20 45 Kelompok burung ini memiliki ukuran tubuh dari mulai yang terkecil yaitu jenis Calidris minutilla dengan panjang tubuh sekitar 11 cm (4,5 inci) dan bobot sekitar gram dengan bentangan sayap sepanjang 33 cm (Harrison 1991 dalam Forshaw 1991). Burung pantai yang terbesar adalah Gajahan timur (Numenius madagascariensis) dengan panjang tubuh 63 cm (25 inci) dan bobot sekitar 860 gram (Perrrins & Middleton 1986), bobot yang terberat mencapai 2 kg (Neithammer 1972). Selain itu, kelompok burung ini umumnya memiliki kaki yang panjang, bentuk tubuh dan paruh disesuaikan dengan keperluannya untuk mencari makan (Howes et al. 2003). Karakteristik suku chradriidae memiliki paruh lurus yang mengalami penebalan pada bagian ujungnya, tungkai panjang dan kuat, kebanyakan tidak memiliki kaki belakang, sayap agak panjang, ekor pendek, kebanyakan berpola warna coklat, hitam, putih (MacKinnon et al. 1998). Famili Scolopacidae memiliki ciri seperti kaki panjang, sayap meruncing panjang, dan paruh ramping memanjang (MacKinnon et al. 1998). 2.2 Habitat Burung sebagai salah satu komponen ekosistem memerlukan tempat atau ruang untuk mencari makan, minum, berlindung, bermain dan tempat untuk berbiak, tempat yang menyediakan kebutuhan tersebut dinamakan habitat (Odum 1971; Alikodra 2002). Habitat secara sederhana dapat dikatakan tempat dimana satwa liar itu berada. Satwa liar menempati habitat sesuai dengan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya. Habitat yang sesuai bagi satu jenis belum tentu sesuai bagi jenis lain, karena setiap jenis menghendaki kondisi habitat yang berbeda. Dilihat dari segi komponen penyusunnya habitat terdiri dari komponen fisik dan biotik. Komponen fisik dan biotik ini membentuk sistem yang dapat mengendalikan kehidupan satwaliar. Secara terperinci, komponen fisik terdiri dari air, udara, iklim, topografi, tanah dan ruang. Komponen biotik terdiri dari vegetasi, mikro dan makro fauna serta manusia. Faktor yang menentukan keberadaan burung adalah ketersediaan pakan, tempat untuk istirahat, berbiak, bersarang, bertengger dan berlindung.

21 46 Burung pantai dalam kehidupannya banyak bergantung kepada keberadaan lahan basah. Burung pantai menjadikan lahan basah serta tegakan tumbuhan yang ada di atasnya sebagai tempat untuk mencari makan dan beristirahat (Howes et al. 2003). Lahan basah yang digunakan sebagai habitat burung pantai terdiri atas mangrove, gosong lumpur,rawa rumput, savanna, rawa herba, danau, tambak dan pesawahan (Davies et al. 1995; Nirarita et al. 1996; Howes et al ). Beberapa jenis lahan basah yang sering digunakan sebagai habitat burung pantai: a. Mangrove dan hamparan lumpur (Mudflat) digunakan oleh sekelompok burung pantai (khususnya suku Charadriidae dan Scolopacidae), hamparan lumpur merupakan habitat yang sesuai untuk mencari mangsa. Disamping itu, akar mangrove digunakan burung pantai sebagai tempat istirahat selama air laut mengalami pasang (Mustari 1992; Sibuea et al. 1995; Sibuea 1997; Howes et al. 2003). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Widodo et al. (1996) bahwa burung air di Kawasan Muara Cimanuk paling banyak ditemukan di daerah hamparan lumpur yaitu sebeanyak 15 jenis. b. Rawa rumput (Grass swamp), savana dan rawa herba. Rawa rumput sering dijumpai di daerah danau yang airnya mengalir lambat. Pada saat musim kemarau, air di tempat tersebut berkurang sehinga tempat tersebut menyediakan habitat yang cukup baik bagi burung pantai (Mustari 1992; Sibuea et al. 1995; Sibuea 1997; Howes et al. 2003). c. Hutan rawa air tawar dan hutan gambut (Sibuea et al. 1995; Sibuea 1997; Howes et al. 2003). d. Daerah rawang di dalam empang parit (Mustari 1992). e. Daerah persawahan (Mustari 1992; Sibuea et al. 1995; Rottenborn 1996; Sibuea 1997; Howeset al. 2003). f. Tambak. Tambak digunakan sebagai habitat yang digunakan burungburung pantai untuk mencari makan (Mustari 1992; Sibuea et al. 1995; Sibuea 1997; Howeset al. 2003). Lahan basah dijadikan oleh burung pantai migran sebagai tempat persinggahan untuk mencari makan dan memperoleh energi yang dibutuhkan

22 47 untuk melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan migrasi (Verkuil et al. 2003). Tempat persinggahan sangat penting peranannya bagi burung pantai migran selama musim migrasi (Placyk & Harrington 2003). Kondisi lingkungan dan sumber makanan merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup dan reproduksi burung pantai di tempat persinggahan. Areal mencari makan (feeding ground) burung pantai adalah suatu tempat yang digunakan oleh burung pantai mencari makan dan ketersediaannya merupakan ini faktor yang menentukan keberadaan burung pantai di suatu wilayah. Selain ketersediaan makan, menurut Mustari (1992) faktor lain yang menentukan keberadaan burung air tersebut adalah ketersediaan tempat istirahat, bermain, kawin, bersarang, bertengger serta berlindung. Pemilihan tempat mencari makan burung pantai sangat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya faktor lingkungan dan ketersediaan mangsa (Zou et al. 2008). Kondisi lingkungan berupa gosong lumpur yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut akan mempengaruhi ketersediaan mangsa dan akan mempengaruhi distribusi dan perilaku burung pantai (Jing et al. 2007). Burung pantai akan merespon perubahan pasang surut dengan berpindah ke area lain (Burger et al. 1977). Menurut Burger et al. (1996) burung pantai lebih banyak terkonsentrasi pada daerah hamparan lumpur yang terkena pasang surut air laut jika dibandingkan dengan daerah pantai terbuka dan daerah rawa baik yang dipengaruhi pasang surut maupun tidak. Tetapi, burung pantai lebih menyukai daerah hamparan lumpur dan rawa yang terkena pasang surut rendah dibandingkan dengan daerah yang sama yang memiliki fluktuasi pasang surut tinggi (Burger et al. 1996). 2.3 Keanekaragaman Keanekaragaman merupakan sifat komunitas yang menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis organisme yang ada di dalamnya (Krebs 1978). Konsep keanekaragaman secara umum dapat dibagi ke dalam dua komponen yaitu: kekayaan jenis (species richness) yaitu banyaknya jenis, dan kelimpahan (evenness) yaitu distribusi individu dalam tiap jenisnya. Kekayaan dan kelimpahan merupakan dua komponen mendasar dari keanekaragaman jenis.

23 48 Kekayaan jenis adalah jumlah jenis dalam suatu area dan kelimpahan individu didefinisikan sebagai jumlah individu spesies dalam suatu area. Ada enam faktor yang saling berkaitan yang menentukan naik turunnya keanekaragaman jenis dalam satu komunitas yaitu: waktu, heteroginitas ruang, persaingan, pemangsaan, kestabilan lingkungan dan produktivitas (Krebs 1978). Keanekaragaman jenis burung pantai sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti pasang surut, tutupan lahan dan ketersediaan biomassa makrozoobenthos (Tian et al. 2008). 2.4 Penyebaran Distribusi burung pantai dipengaruhi oleh ketersediaan mangsa dan pasang surut (Tian et al. 2008). Burung pantai memanfaatkan hamparan lumpur selama air surut dan pada waktu pasang burung pantai akan mencari tempat lain untuk istirahat (Roger et al. 2006), seperti tambak dan sawah (Rottenborn 1996). Pola penggunaan habitat oleh burung pantai berhubungan erat dengan kedalaman air dan morfologi dari masing-masing spesies. Morfologi (paruh, kaki dan leher) sangat mempengaruhi dalam perilaku mencari makan dan keberhasilan memperoleh makan (Howes et al. 2003). Siklus pasang surut pada garis pantai dan hamparan lumpur akan mempengaruhi ketersediaan ruang untuk mencari makan dan ketersediaan mangsa. Burung pantai akan merespons, perubahan dengan berpindah dari suatu area ke area yang lain (Burger et al 1996). Burung pantai tersebar di seluruh kawasan lahan basah di dunia (Harrison 1991). Burung pantai ini melakukan migrasi dari belahan bumi utara pada musim dingin menuju ke belahan bumi selatan. Setidaknya terdapat delapan jalur terbang (flyway) burung pantai dalam melakukan migrasi yaitu: Asia Timur-Australia, Amerika-Pasifik, Amerika-Mississippi, Amerika-Atlantik, Atlantik Timur, Mediterania/L. Hitam, Asia Barat-Afrika Barat dan Asia Tengah-India (Howes et al. 2003). Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk ke dalam jalur terbang Asia Timur-Australia. Setidaknya terdapat 15 lokasi penting bagi burung pantai di Indonesia (Howes et al. 2003). Lokasi-lokasi tersebut adalah hutan mangrove dan mudflat Tanjung Bakung, Tanjung Datuk, Delta Sungai Musi (Sumatera), Muara Angke dan Muara Gembong, Pantai Indramayu-Cirebon, Delta

24 49 Bengawan Solo dan Brantas (Jawa), Suwung (Bali), Sumba, pantai Kupang (NTT), P. Berau, P. Layangan dan Tanjung Sembilang (Kalimantan), Lampuko-Mampi, Lanteboeng, Muara Sungai Salowatu, Pantai Utara Teluk Bone (Sulawesi), P. Kimaan, Rawa Biru dan Taman Nasional Wasur (Papua). Dalam melakukan migrasi burung pantai biasanya memiliki pola penyebaran individu dalam populasi. Menurut Odum (1993) penyebaran individu dalam populasi dapat menyebar dengan tiga macam pola penyebaran : 1. Acak (random), terjadi jika lingkungan sangat seragam dan tidak ada kecenderungan untuk berkelompok. 2. Teratur (uniform), terjadi karena kompetisi antar individu yang sangat ketat, sehingga burung memiliki kecenderungan untuk mempertahankan jarak yang sama dengan individu saingannya. 3. Berkelompok (clumped), individu ditemukan dalam kelompok, akan tetapi secara keseluruhan pengelompokan ini menyebar secara acak. Penyebaran burung dipengaruhi oleh kesesuaian lingkungan tempat hidup burung, meliputi adaptasi burung terhadap perubahan lingkungan, kompetensi dan seleksi alam (Welty 1982). Peyebaran burug erat kaitannya denga ketersediaan pakan, sehingga habitat burung berbeda antara satu jenis dengan jenis lainnya. 2.5 Pakan Pakan merupakan komponen yang sangat penting dalam habitat, karena semua organisme memerlukan makanan untuk melangsungkan hidupnya. Menurut Alikodra (2002) kuantitas dan kualitas makanan yang diperlukan oleh satwaliar berbeda menurut jenis, perbedaan kelamin, kelas umur, fungsi fisiologi, musim, cuaca, dan kondisi geografisnya. Oleh karena itu, ketersediaan makanan merupakan hal yang sangat mendasar untuk mengetahui distribusi dan kelimpahan hewan. Burung pantai memanfaatkan suatu lokasi lahan basah yang terdapat pakan untuk memenuhi kebutuhannya. Sumber pakan burung pantai sebagian besar terdiri dari benthos (Zou et al. 2008). Benthos merupakan organisme air yang mendiami bagian dasar perairan dan tinggal di dalam atau pada sedimen dasar perairan (Odum 1971; Barus 2004). Berdasarkan sifat hidupnya benthos

25 50 dibedakan antar fitobenthos yaitu organisme benthos yang bersifat tumbuhan dan zoobenthos yaitu organisme benthos yang bersifat hewan (Barus 2004). Berdasarkan letaknya benthos dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu infauna merupakan benthos yang hidupnya terpendam di dalam substrat perairan dan epifauna merupakan benthos yang hidup di permukaan dasar perairan yang berjalan lambat pada permukaan sedimen atau menempel kuat pada substrat padat yang terdapat pada dasar perairan (Barens & Mann 1994). Selama musim migrasi, burung pantai memanfaatkan gosong lumpur yang mengalami pasang surut yang rendah sebagai tempat mencari makan (Finn et al. 2008). Burung pantai akan memilih habitat gosong lumpur, tepi pantai, karang yang kering ketika terjadi surut yang banyak mengandung makanannya berupa makarozoobenthos seperti kelomang laut (Uca sp.), polychaeta (Nereis sp.) dan krustacea (Balamus) (Alikodra 1993). Pada umumnya mangsa burung pantai berupa bivalvia, gastropoda, crustacea, polychaeta dan ikan (Masero et al. 1999; Howes et al. 2003; Jing et al. 2007). Selain itu, burung pantai juga memangsa cacing, serangga dan reptil kecil (Harrison 1991). Masero et al. (1999) mengenai menyatakan bahwa burung pantai banyak memakan cacing laut (Nereis diversicoslor) yang terdapat di sekitar muara. Hal serupa juga dinyatakan Howes et al. (2003) mangsa paling penting bagi burung pantai adalah cacing dari kelas polychaeta yang biasa hidup pada sedimen laut yang lembut. Menurut Neithammer (1972) mangsa burung pantai yang berada dalam lumpur berupa kepiting, kerang dan ikan sedangkan mangsa yang dikejar berupa serangga dan reptil kecil. Faktor lingkungan seperti salinitas dan substrat akan mempengaruhi penyebaran makrozoobenthos (Jing et al. 2007) yang berpengaruh terhadap kelimpahan dan kekayaan burung pantai (Zou et al. 2008). Kelimpahan dan ketersediaan makrozoobenthos merupakan hal yang sangat penting bagi burung pantai sebagai sumber energi selama musim migrasi (Placyk & Harrington 2004). 2.6 Perilaku Makan Perilaku satwa adalah tindak-tanduk satwa yang terlihat dan yang saling berkaitan baik secara individual maupun bersama-sama (kolektif) akibat interaksi

26 51 secara dinamis dengan lingkungannya, baik lingkungan luar (makhluk hidup atau benda-benda) maupun pengaruh dalam tubuh satwa itu sendiri (Tanudimadja & Kusumanihardja 1985). Menurut Odum (1971) perilaku merupakan tindakan yang tegas dari suatu organisme untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan lingkungan guna menjamin hidupnya. Hal serupa dinyatakan Alikodra (2002) mengatakan bahwa perilaku satwa adalah strategi satwa dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada dalam lingkungannya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Perilaku makan merupakan penampakan tingkah laku dalam kaitannya dengan aktivitas makan. Berdasarkan terminologi, perilaku makan terdiri dari serangkaian aktivitas makan yang dimulai dari mencari makan, menangani makanan sampai dengan memakannya. Perilaku makan pada suatu organisme mencakup semua proses konsumsi bahan makanan yang bermanfaat dalam bentuk padat atau cair (Tanudimadja & Kusumanihardja 1985). Perilaku makan burung pantai dipengaruhi oleh lingkungan atau habitat yang ditempatinya (Zou et al. 2008). Burung pantai sering mencari makan di daerah pasang surut, hal tersebut menjadi pembatas bagi burung pantai dalam mencari makan (Howes et al. 2003). Faktor pembatas lainnya diantaranya adalah keberadaan makanan yang sangat dipengaruhi oleh faktor alam. Dengan demikian, setiap jenis burung pantai harus memiliki strategi makan yang efisien sehingga burung pantai dapat memperoleh makanan yang cukup dalam waktu yang singkat. Selain itu, spesialisasi pada tiap jenis burung pantai mempengaruhi dalam mencari makan, seperti morfologi burung pantai yang berbeda-beda. Perbedaan morfologi tersebut secara jelas dapat dilihat dari bentuk tubuh, panjang paruh, ukuran mata dan panjang kaki. Ada dua cara burung pantai mencari makan yaitu mencari mangsa di permukaan serta mangsa yang ada di bawah lumpur dan air. Burung yang mencari makan di permukaan akan memburu mangsa mereka secara visual, memiliki mata yang lebar dan merupakan pelari cepat, sedangkan jenis-jenis burung yang mencari makan di bawah permukaan akan menggunakan paruhnya yang sensitif dan memiliki mata yang relatif kecil (Howes et al. 2003). Kemampuan paruh untuk mengetahui mangsa serta refleks yang cepat untuk merapatkan paruhnya merupakan kemampuan yang dimiliki burung tersebut dalam mencari makan.

27 52 Dalam mencari makan kadang-kadang beberapa jenis membentuk kelompok besar agar dapat memberikan gangguan pada mangsa yang bersembunyi di dalam lubang (Sibuea et al, 1995). 2.7 Gangguan Gangguan terhadap keberadaan burung pantai bisa berupa perubahan peruntukan dan rusaknya habitat serta perburuan secara besar-besaran (Howes et al. 2003). Hilang dan terdegradasinya habitat pada lokasi singgah burung pantai migran merupakan faktor yang paling utama berkurangnya populasi burung pantai (Brown et al. 2001). Perubahan peruntukan area mudflat menjadi area pertambakan akan mempengaruhi ketersediaan pakan burung pantai dan keberadaan burung pantai (Dias et al.2008). Selain hilangnya habitat, perburuan terhadap burung pantai menjadi salah satu ancaman yang besar bagi kelestraian burung tersebut. Perburuan burung pantai terutama di Pesisir Pantai Utara Jawa telah dilakukan sejak tahun 1946 (Whitten et al. 1999), namun secara besarbesaran di mulai pada tahun 1984 (Milton & Mahardi 1989). Selain itu, kehadiran manusia di sekitar area singgah sangat mempengaruhi keberadaan burung pantai. Burung pantai akan mempercepat melakukan aktivitas makannya (de Boer 2002) dan terbang menjauh pada saat manusia berada dekat dengannya (Burger et al. 2004). Aktivitas manusia yang dimaksud baik yang sengaja mengganggu maupun yang tidak disengaja. Aktivitas yang disengaja seperti menebang kayu, membuat tambak. Sedangkan yang tidak sengaja seperti adanya perahu nelayan yang melewati tempat mencari makan. Pencemaran lingkungan juga menjadi salah satu ancaman terhadap kehadiran dan kelestarian satwa di kawasan ekosistem perairan, baik secara langsung maupun tidak langsung (Supriharyono 2002). Pengaruh secara langsung berarti bahan pencemar secara langsung mempengaruhi terhadap satwa. Sedangkan pengaruh tidak langsung adalah pengaruh bahan pencemar yang tidak langsung mempengaruhi satwa, tetapi mempengaruhi faktor lain yang dapat mempengaruhi satwa seperti makanan.

28 53 BAB III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengumpulan data dilakukan mulai tanggal 26 Oktober 2010 hingga 26 Maret 2011 di lima lokasi sekitar kawasan Muara Cimanuk, yaitu area pertambakan Rambatan Baru, Pangkalan, Cimanuk Lama, pesisir Pantai Pabean dan persawahan Singakerta (Gambar 1). Gambar 1 Peta lokasi penelitian. 3.2 Alat dan Bahan Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah binokuler 10x50 6,5 o dan monokuler untuk melihat dan mengidentifikasi jenis burung. Identifikasi spesies burung yang teramati menggunakan buku panduan lapang burung Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (MacKinnon et al. 1998). GPS (Global Positioning system) Germin 60i digunakan untuk menentukan koordinat setiap lokasi. Corer (tabung yang terbuat dari pipa paralon dengan diameter 15 cm dan tinggi 75 cm) dan saringan dengan diameter lubang 3,5 cm dan 1 mm

29 54 digunakan untuk mengambil dan memilih contoh zoobenthos. Kegiatan penelitian didokumentasikan menggunakan kamera. Bahan utama yang digunakan adalah Alkohol 70% untuk mengawetkan sampel makrozoobenthos. Objek yang diamati dibatasi hanya pada spesies burung dari ordo Charadriiformes tidak termasuk famili Stercorariidae dan Laridae. Stercorariidae dan Laridae tidak dimasukan kedalam perhitungan karena kedua kelompok ini lebih mengarah kepada kelompok burung laut (seabirds) bukan burung perancah (shorebirds). 3.3 Data yang Dikumpulkan Data yang dikumpulkan meliputi : 1. Data primer yang meliputi spesies, jumlah dan sebaran burung pantai, keanekaragaman spesies makrozoobenthos dan perburuan terhadap burung pantai. 2. Data sekunder yang meliputi keadaan umum dan kondisi fisik lokasi penelitian. 3.4 Metode Pengumpulan Data Burung Pengambilan data mengenai jenis burung pantai yaitu dengan menggunakan metode jalur (line transect). Jalur yang digunakan memiliki panjang 1000 m dengan lebar 60 m (Gambar 2). Pengamatan dilakukan pada pagi hari selama tiga jam yaitu pada pukul WIB. Panjang jalur pengamatan pada empat lokasi (Rambatan Baru, Pangkalan, Cimanuk Lama, Singakerta) masing-masing sepanjang 8000 m (8x1000 m) dan satu lokasi (Pabean) sepanjang 2000 m (2x1000 m).

30 55 Keterangan: To = titik awal jalur pengamatan, Ta = titik akhir jalur pengamatan, P= posisi pengamat, r = jarak antara pengamat dengan tempat terdeteksinya satwaliar, S= posisi satwaliar, = sudut antara posisi satwaliar dengan arah garis transek, y=r.sin Gambar 2 Metode jalur yang digunakan di lapangan Makrozoobenthos Metode yang digunakan untuk pengambilan contoh makrozoobenthos yaitu metode quadran dengan menggunakan corer (Withlatch et al. 1997). Pengambilan contoh makrozoobenthos menggunakan quadran bertujuan untuk mengambil seluruh makrozoobenthos yang ada di permukaan substrat di dalam kuadran berukuran 1x1 m, sedangkan corer bertujuan untuk mengambil sampel yang berada dalam substrat. Corer yang digunakan berdiameter 15 cm dengan panjang 75 cm. Pengambilan sampel makrozoobenthos dilakukan dalam kuadran berukuran 1x1 m yang diletakan pada jarak 0 m, 500 m dan 1000 m dari pesisir pantai. Pengambilan substrat dengan menggunakan corer melalui beberapa tahapan yaitu: 1. Mengambil contoh substrat dengan menggunakan corer yang berada pada petak berukuran 1 x 1m sedalam 30 cm. Pengambilan sampel dilakukan lima kali disetiap quadran, yaitu pada bagian tengah dan disetiap sudut kuadran (Gambar 3). 2. Sampel yang diperoleh dari masing-masing corer pada setiap lokasi di masukan ke dalam ember yang berisi air. 3. Sampel yang telah tercampur dengan air kemudian disaring dengan menggunakan saringan berukuran lobang 3,5 cm dan 1 mm. Hal ini disesuaikan dengan besaran paruh burung pantai.

31 56 4. Makrozoobentos yang telah terpisah dari substratnya dimasukan ke dalam larutan alkohol 70% agar tidak rusak sebelum diidentifikasi sampai tingkat spesies. dan selanjutnya dihitung biomassanya. Gambar 3 Plot contoh pengambilan makrozoobenthos Perburuan Pengambilan data mengenai perburuan burung air dilakukan dengan mencatat langsung jenis yang diburu. Pencatatan dilakukan setiap hari selam tiga bulan (November 2010-Januari 2011) di Jembatan Cimanis. Selain itu, dilakukan wawancara untuk mengetahui informasi mengenai perburuan burung. 3.5 Analisis data Daftar spesies burung, status kelangkaan dan perlindungan Daftar jenis burung disusun berdasarkan tata nama Daftar Burung No.2 Sukmantoro et al. (2007). Status kelangkaan mengacu pada Daftar Merah IUCN (2010.4), CITES (2011) dan peraturan perundangan Republik Indonesia (UU No. 5 Tahun 1990 dan PP. No. 7 Tahun 1999) Kekayaan spesies Data kekayaan spesies burung dihitung dengan menggunakan Indeks Margalef (Clifford & Stephanson dalam Magurran 2004): Dimana: D Mg : Indeks Margalef N : Jumlah individu S : Jumlah spesies ln : Logaritma natural

32 Keanekaragaman spesies Data keanekaragaman spesies burung maupun keanekaragaman spesies makrozoobenthos, dihitung dengan menggunakan indeks Shannon dan indeks eveness (Magurran 2004) dengan rumus sebagai berikut: Indeks Shannon (H ) Indeks Shannon-Wiener digunakan untuk menghitung keanekaragaman jenis burung. dengan Keterangan: H = Indeks keanekaragaman jenis P i = Proporsi individu suatu spesies terhadap keseluruhan individu yang dijumpai ln = Logaritma natural Kriteria indeks keanekaragaman (Odum 1971) Kategori Nilai Rendah < 1 Sedang 1-3 Tinggi > 3 Indeks kemerataan (E) Indeks eveness digunakan untuk melihat proporsi kelimpahan jenis burung dan makrozoobenthos yang ada di masing-masing tipe habitat. ' H ' ln( N = = 1) HH ln( S) ln( N ) max Keterangan : E = Indeks kemerataan H = proporsi individu suatu spesies terhadap keseluruhan individu yang dijumpai S = Jumlah spesies Sebaran spasial spesies Untuk mengetahui sebaran spasial spesies burung digunakan indeks Morisita (Krebs 1989):

33 58 Id n : Derajat penyebaran Morisita : Jumlah plot contoh : Jumlah dari kuadrat total individu suatu spesies : Jumlah dari total individu suatu spesies Uji Chi-square digunakan untuk menentukan pola sebaran dengan rumus: dimana : Mu : Indeks Morisita untuk pola sebaran merata : Nilai Chi-square pada db (n-1), selang kepercayaan 95% Perhitungan sebaran spasial menggunakan software BioDiversity Pro (McAleece 1997) Indeks kelimpahan spesies (D) Indeks kelimpahan spesies burung digunakan untuk melihat bagaimana komposisi spesies burung dalam komunitas yang diamati. Indeks kelimpahan spesies mengikuti indeks Simpson (Magurran 2004): atau Keterangan: D = Indeks dominansi suatu spesies n i = Jumlah individu suatu jenis burung N = Jumlah individu dari seluruh jenis Kriteria nilai kelimpahan (Liley & Robertson 2000): Kategori kelimpahan Nilai kelimpahan Skala ukuran <0,1 1 Jarang 0,1-2,0 2 Tidak umum 2,1-10,0 3 Sering 10,1-40,0 4 Umum >40,00 5 Melimpah Indeks kesamaan (IS j ) Perhitungan indeks kesamaan komunitas spesies dilakukan dengan menggunakan indeks Jaccard (Krebs 1978). Indeks ini digunakan untuk

34 59 mengetahui ada tidaknya perbedaan komposisi spesies burung berdasarkan tipe habitat. Keterangan : a = jumlah spesies yang hanya terdapat di lokasi 1 b = jumlah spesies yang hanya terdapat di lokasi c = jumlah spesies yang terdapat di lokasi 1 dan Analisis Uji-t Keanekaragaman spesies burung antara lokasi satu dengan lokasi lainnya dibandingkan dengan menggunakan uji-t. Menurut Poole (1974), tahapan-tahapan yang dilakukan dalam uji t statistik adalah sebagai berikut: Langkah 1. Variasi pendugaan Indeks Shannon Langkah 2. Menduga t hitung Langkah 3. Menentukan derajat bebas Langkah 4. Menyusun hipotesis H 0 = tidak ada perbedaan keanekaragaman spesies antara dua lokasi yang dibandingkan. H 1 = terdapat perbedaan keanekaragaman spesies antara dua lokasi yang dibandingkan. Langkah 5. Pengambilan keputusan Jika t hitung < t tabel, maka terima H 0 dan jika t hitung > t tabel, maka tolak H 0 dan terima H 1, dengan perhitungan digunakan Software Minitab 14.

35 Kepadatan makrozoobentos Kepadatan adalah jumlah individu persatuan luas atau persatuan volume. Kemelimpahan setiap m 2 didapat dengan mengkonversi kelimpahan setiap kuadran pengambilan contoh makrozoobenthos. Rumus yang digunakan adalah: D i = Kepadatan individu jenis ke-i a = Jumlah Spesies individu b = Luas plot pengambilan contoh = Konversi cm² ke m² Perburuan burung Data mengenai perburuan burung pantai disajikan dalam bentuk tabel, gambar dan sketsa serta dianalisis secara deskriptif.

36 61 BAB IV. KONDISI UMUM LAPANGAN 4.1. Sejarah Kawasan Muara Cimanuk merupakan salah satu kawasan lahan basah yang terdapat di pesisir pantai utara Pulau Jawa (6 13'-6 20' LS, ' ' BT), dengan luasan wilayah sekitar ha. Kawasan ini merupakan kawasan yang memiliki sekurangnya lima tipe lahan basah yaitu muara sungai, pesisir/pantai berpasir, hutan mangrove, tambak dan sawah irigasi (ARCBC 2011). Kawasan Muara Cimanuk termasuk ke dalam wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Indramayu, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Indramayu yang terdiri dari empat Resort Polisi Hutan (RPH) yaitu RPH Cemara, RPH Cangkring, RPH Purwa dan RPH Pabean Ilir. Secara administratif BKPH Indramayu berada di dua kecamatan yaitu Kecamatan Losarang dan Kecamatan Indramayu kabupaten Indramayu. Batas-batas kawasan kerja BKPH Indramayu sebagai berikut: Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Timur : Laut Jawa Sebelah Selatan : Kring BKPH Indramayu, Plosokerep dan Haurgeulis Sebelah Barat : KPH Purwakarta Luas hutan BKPH Indramayu berdasarkan berita acara tata batas tanggal 24 April 1940 dan disahkan pada tanggal 27 Juli 1940 seluas 7.137,19 ha. Luas ini belum termasuk Pulau Biawak yang berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan No. 595/Kpts/1997 tanggal 17 September 1997 mempunyai luas 167 ha. Berdasarkan pengukuran Biro Perencanaan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat tahun 1992 luas kawasan hutan BKPH Indramayu seluas 7.508,26 ha, Pulau Biawak seluas 120 ha dan sisanya berupa tanah timbul yang baru terbentuk di muara sungai. Luasan BKPH Indramayu berdasarkan risalah 1992 seluas 8.023,55 ha Iklim Berdasarkan pencatatan data iklim yang dilakukan oleh BMKG, diketahui suhu harian rata-rata di Kabupaten Indramayu berkisar antara o C, dengan suhu harian maksimum berkisar antara o C dan suhu minimum harian

37 62 berkisar antara o C dan kelembaban udara berkisar antara 70-80% (BMKG 2010). Jumlah hari hujan rata-rata 132 hari/tahun dengan curah hujan sekitar mm/tahun. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson (1951), lokasi penelitian tergolong kelas D yang merupakan daerah kering Tanah dan Topografi Tanah mangrove di Muara Cimanuk sebagian besar terbentuk dari endapan lumpur yang terbawa oleh aliran sungai yang merupakan campuran bahan-bahan yang sudah hancur, teksturnya tergolong liat-liat berpasir, warna tanah keabuabuan (Sukardjo 1987). Jenis tanahnya termasuk jenis tanah aluvial dengan ciri tekstur liat berpasir, lempung, warna coklat-abu abu, kedalaman tanah tergolong dalam. Tingkat kesuburannya tergolong rendah-sedang. Tanah mangrove Delta Cimanuk memiliki keasaman yang sedang dengan ph antara di dekat laut dan ph antara di bagian dalam. Pada area pertambakan tingkat keasamannya berkisar antara 6,3-7,1. Pada umumnya tanah mangrove pada bagian dalam lebih masam daripada di bagian tepi laut. Keadaan topografi kawasan hutan mangrove Muara Cimanuk secara keseluruhan tergolong datar sampai landai. Adapun ketinggian tempat berkisar 0-8 mdpl dengan kemiringan 0-2% Potensi Sumberdaya Alam Flora Kawasan ini merupakan hutan mangrove yang masih ada di kawasan Pantai Utara Jawa. Luasan hutan mangrove yang masih baik diperkirakan mencapai 1000 ha. Beberapa jenis flora yang tumbuh di hutan mangrove ini di antaranya bakau (Rhizophora mucronata), api-api (Avicennia alba), tancang (Bruguiera parviflora), taheup (Bruguiera gymnorhiza), pedada (Sonneratia alba), teruntum (Aegiceras corniculatum), nibung (Oncosperma filamentosa) dan butabuta (Excoecaria agallocha). Komunitas tumbuhan yang terdapat pada kawasan diantaranya waru laut (Hibiscus tiliaceus), bogem (Xylocarpus granatum), paku laut (Acrostichum aureum), pandan (Pandanus sp.), dungun (Heritiera littoralis),

38 63 beluntas (Pluchea indica), gelang laut (Sesuvium portulacastrum) dan jeruju hitam (Acanthus ilicifolius) (Silvius 1988; WIIP 2010) Fauna Selain memiliki potensi flora, kawasan ini juga memiliki banyak potensi fauna seperti ikan, burung, mamalia dan herpetofauna. Ikan merupakan fauna yang banyak terdapat di kawasan di antaranya ikan blanak (Mugil cephalus), ikan bandeng (Chanos chanos), ikan kerapu macan (Epinephelus sp.), ikan mujair (Tilapia mossambica), ikan samandar (Siganus verniculator), ikan sembilang (Plotosus anguillaris) dan ikan glodok (Periophthalmus sp.) (Silvius 1988; WIIP 2010). Jenis-jenis burung air yang menggunakan kawasan tersebut sebagai tempat untuk mencari makan di antaranya pecuk-padi hitam (Phalacrocorax sulcirostris), Pecuk-padi kecil (Phalacrocorax niger), kowak-malam kelabu (Nycticorax nycticorax, Blekok sawah (Ardeola speciosa), kuntul karang (Egretta sacra), kuntul kecil (Egretta garzetta), cangak merah (Ardea purpurea), Cangak abu (Ardea cinerea), bangau bluwok (Mycteria cinerea), bangau tontong (Leptoptilos javanicus), ibis roko-roko (Plegadis falcinellus), ibis cucuk-besi (Threskiornis melanocephalus), belibis (Dendrocygna sp.), berkik-kembang besar (Rostratula benghalensis), gajahan panggala (Numenius phaeopus), trinil rawa (Tringa stagnatilis), trinil pantai (Actitis hypoleucos), raja-udang biru (Alcedo caerulescens) dan cekakak sungai (Halcyon chloris) (Silvius 1988; WIIP 2010) Jenis mamalia yang terdapat di kawasan meliputi babi hutan (Sus scrofa), kucing hutan (Felis bengalensis) dan monyet ekor-panjang (Macaca fascicularis). Jenis reptil yang terdapat di kawasan diantaranya kadal kebun (Mabouya multifasciata), biawak-air asia (Varanus salvator), sanca kembang (Python reticulatus), ular bandotan (Vipera russeli), ular cincin emas (Boiga dendrophylla) dan ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris) (Silvius 1988; WIIP 2010).

39 64 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Kondisi habitat KMC Kawasan Rambatan Baru Kawasan Rambatan Baru (6 o 13 50,77 LS dan 108 o 10 54,04 BT) secara administratif berada di Kampung Waledan Desa Lamaran Tarung dan Desa Karanganyar Kecamatan Sindang Kabupaten Indramayu. Bagi masyarakat setempat kawasan ini lebih terkenal dengan nama Tanjung Waledan karana berada di ujung Kampung Waledan. Kawasan ini sebagian besar merupakan area tambak intensif yang dikelola oleh masyarakat. Vegetasi mangrove yang tumbuh secara alami hanya terdapat di sepanjang aliran sungai kecil (selokan) berair payau yang berada di area tambak dan muara sungai. Vegetasi mangrove lainnya berada di area tambak yang merupakan hasil dari penanaman dengan metode mina hutan (silvofishery) (Gambar 4). Pada umumnya jenis yang ditambak oleh masyarakat yaitu ikan bandeng (Chanos chanos) dan digabung dengan udang windu (Penaeus monodon), udang merah (P. merguiensis) dan udang api (Metapanaeus monoceros). Jenis vegetasi mangrove yang berada di lokasi diantaranya api-api (Avicennia alba), bakau kurap (Rhizophora mucronata) dan pedada merah (Sonneratia caseolaris). Gambar 4 Kondisi lokasi penelitian di kawasan Rambatan Baru.

40 Kawasan Pangkalan Kawasan Pangkalan (6 o 17 34,45 LS dan 108 o 11 11,37 BT ) berada di Desa Cemara Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu yang merupakan muara dari Sungai Pangkalan dan Pleok. Kawasan ini termasuk ke dalam wilayah pengelolaan RPH Cemara BKPH Indramayu seluas 2.341,30 Ha dan merupakan kawasan tambak budidaya serta bagan ikan nelayan. Tambak di kawasan ini dikelola secara semi-intensif oleh masyarakat setempat. Masyarakat setempat masih menggunakan sistem silvofishery dalam pengelolaan tambaknya. Pada bagian tengah tambak masih terdapat vegetasi mangrove yang relatif masih alami (Gambar 5). Vegetasi mangrove kondisinya masih baik dan memiliki struktur yang masih komplit. Vegetasi mangrove yang terdapat di lokasi diantaranya Avicennia alba, Rhizophora mucronata, bakau putih (R. apiculata), dan bakau bunga kecil (Bruguiera parviflora). Pada bagian muara Sungai Pangkalan, terdapat gosong lumpur yang sempit dan hanya dapat terlihat pada saat pasang surut terendah. Di sana juga terdapat burung pantai. Gambar 5 Kondisi lokasi penelitian di kawasan Pangkalan Kawasan Cimanuk Lama Kawasan Cimanuk Lama berada pada koordinat 6 o o LS dan 108 o o Kawasan ini merupakan muara dari cabang Sungai Cimanuk Lama sehingga pada lokasi ini banyak terdapat gosong lumpur. Selain gosong lumpur, di lokasi ini juga terdapat hamparan pasir yang cukup luas yang dikenal oleh masyarakat setempat sebagai gegara. Setidaknya terdapat dua gegara di lokasi ini yaitu Gegara Waki dan Gegara Malang (Gambar 6). Wilayah ini merupakan wilayah yang relatif cepat mengalami penambahan areal, hal ini karena terjadinya sedimentasi bahan-bahan yang terbawa oleh sungai

41 66 ke muara. Keberadaan gegara ini menjadi polemik antara masyarakat dengan pemerintah setempat tentang status kepemilikannya. Kawasan ini memiliki beberapa jenis vegetasi mangrove Avicennia alba dan Rhizophora mucronata. Gambar 6 Kondisi lokasi penelitian di kawasan Cimanuk Lama Kawasan Singakerta Kawasan Singakerta (6 o o LS dan 108 o o BT) berada di Desa Singakerta dan Dukuh Jati Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu. Kawasan persawahan di wilayah ini sebagian besar merupakan sawah irigasi yang berasal dari irigasi anak sungai Cimanuk Lama, sehingga lokasinya terkonsentrasi di irigasi tersebut. Secara umum, kawasan persawahan ini ditanami dua kali per tahun. Namun pada tahun 2010 ditanami sebanyak tiga kali masa tanam, hal ini karena adanya dari musim penghujan yang panjang. Pada saat penelitian yang dilakukan pada pertengahan bulan Oktober 2010, kondisi persawahan di wilayah ini baru memasuki musim tanam yang ke-tiga (Gambar 7). Kawasan persawahan ini memiliki nilai penting bagi keberadaan burung air sebagai area mencari makan (feeding ground). Gambar 7 Kondisi lokasi penelitian di kawasan Singakerta.

42 Kawasan Pabean Kawasan Pabean (6 o o LS dan 108 o o BT) berada di Desa Pabean Ilir Kecamatan Indramayu Kabupaten Indramayu. Kawasan ini merupakan area rehabilitasi mangrove sebagai sabuk hijau (green belt) yang berfungsi sebagi pencegah abrasi (Gambar 8). Program ini merupakan program kerjasama antara Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Indramayu dan KPH Indramayu dengan berbagai pihak lainnya. Kawasan ini merupakan pesisir pantai yang terbuka dengan substrat besar berupa pasir. Di kawasan ini tidak terdapat sungai air tawar yang bermuara ke laut. Hanya terdapat sungai air asin yang berasal dari sisa air pasang yang naik ke daratan. Gambar 8 Kondisi lokasi penelitian di kawasan Pabean Keanekaragaman burung pantai di KMC Identifikasi spesies burung pantai di KMC Jumlah individu dan spesies yang tercatat di KMC selama penelitian ini (2.180 individu; 21 spesies) lebih rendah dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pandiyan et al. (2010) di India Selatan yaitu sebanyak individu dari 21 spesies dan Lomoljo et al. (2010) di wilayah Kuala Gula, Malaysia yaitu sebanyak individu terdiri dari 61 spesies. Jumlah individu dan spesies di KMC hanya 30,34% dari spesies burung pantai yang tercatat di Indonesia (Sukmantoro et al. 2007). Hal ini dikarenakan KMC digunakan sebagai tempat singgah bagi burung pantai migran. Kawasan KMC ini menyediakan kebutuhan berupa makanan, cover dan air selama musim migrasi. Spesies burung pantai yang tercatat di KMC diantaranya cerek kernyut (Pluvialis fulva), cerek jawa (Pluvialis fulva), gajahan panggala (Numenius phaeopus) dan trinil pantai (Actitis hypoleucos) yang tersebar di lima lokasi (Tabel 1).

43 68 Tabel 1 Spesies burung pantai yang ditemukan di KMC No Nama Ilmiah Nama Jenis Lokasi Σ A B C D E Lokasi Charadriidae 1 Pluvialis squatarola Cerek besar x x x 3 2 Pluvialis fulva Cerek kernyut x x x x x 5 3 Charadrius alexandrinus Cerek tilil x x 2 4 Charadrius javanicus Cerek jawa x x x x x 5 5 Charadrius mongolus Cerek-pasir mongolia x x 2 Scolopacidae 6 Numenius minutus Gajahan kecil x 1 7 Numenius phaeopus Gajahan penggala x x x x x 5 8 Numenius arquata Gajahan erasia x x x x x 5 9 Numenius madagascariensis Gajahan timur x 1 10 Limosa limosa Biru-laut ekor-hitam x 1 11 Limosa lapponica Biru-laut ekor-blorok x x x 3 12 Tringa stagnatilis Trinil rawa x x x x 4 13 Tringa nebularia Trinil kaki-hijau x 1 14 Actitis hypoleucos Trinil pantai x x x x x 5 15 Limnodromus semipalmatus Trinil-lumpur asia x 1 16 Gallinago gallinago Berkik ekor-kipas x 1 17 Calidris subminuta Kedidi jari-panjang x 1 18 Limicola falcinellus Kedidi paruh-lebar x 1 20 Himantopus himantopus Gagang-bayam belang x 1 Glareolidae 21 Glareola maldivarum Terik asia x x x x 4 Σ Spesies Keterangan: A: Rambatan Baru, B: Pangkalan, C: Cimanuk Lama, D: Singakerta, E: Pabean Spesies-spesies tersebut termasuk dalam 12 genus dan 4 famili (Gambar 9). Spesies terbanyak terdapat di Rambatan Baru yaitu sebanyak 16 spesies (7 genus, 4 famili) dan sedangkan jumlah spesies terendah terdapat di Pabean, yaitu sebanyak 7 spesies (5 genus, 2 famili).

44 69 Jumlah Rambatan Pangkalan Cimanuk Singakerta Pabean Lokasi Spesies Genus Famili Gambar 9 Jumlah spesies burung pantai di Muara Cimanuk. Dari 21 spesies burung pantai yang ditemukan, terdapat sembilan spesies yang dilindungi. Delapan spesies termasuk dalam kategori dilindungi oleh peraturan perundangan Indonesia, lima spesies termasuk dalam kategori kelangkaan IUCN (International Union for Conservation of Nature) yang terdiri dari empat spesies kategori NT (Near Threatened) dan satu spesies kategori VU (Vulnerable) (Tabel 2).

45 70 Tabel 2 Status kelangkaan (IUCN), perdagangan (CITES) dan perlindungan (PPRI) spesies burung pantai di Muara Cimanuk No Nama Ilmiah Nama Jenis IUCN Status CITES PPRI 1 Charadrius javanicus Cerek jawa NT - 2 Numenius minutus Gajahan kecil - AB 3 Numenius phaeopus Gajahan penggala - AB 4 Numenius arquata Gajahan erasia NT B 5 Numenius madagascariensis Gajahan timur VU AB 6 Limosa limosa Birulaut ekor-hitam NT AB 7 Limnodromus semipalmatus Trinil-lumpur asia NT AB 8 Himantopus leucocephalus Gagang-bayam timur - AB Gagang-bayam 9 Himantopus himantopus belang - AB Keterangan: IUCN : NT (Near threatened), VU (Vulnerable) ; CITES 2011; PPRI (Perlindungan dalam Peraturan Republik Indonesia) : A. UU No 5 tahun 1990, B. PP No. 7 tahun Kekayaan dan keanekaragaman spesies burung pantai di KMC Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai indeks keanekaragaman (H ) burung pantai di Muara Cimanuk adalah 1,92 (Tabel 3). Tingkat kekayaan dan keanekaragaman spesies pada lima lokasi di Muara Cimanuk memiliki nilai indeks yang berbeda-beda. Indeks kekayaan spesies terbesar terdapat di Rambatan Baru, indeks keanekaragaman, indeks Simpson dan indeks kemerataan terbesar terdapat di Pangkalan. Pabean memiliki seluruh nilai indeks terkecil (Tabel 3). Tabel 3 Nilai indeks kekayaan Margalef (DM g ), keanekaragaman Shannon (H ) dan kemerataan (E) Lokasi Indeks Muara Rambatan Cimanuk Pangkalan Singakerta Pabean * Cimanuk Baru Lama DMg 2,60 2,42 2,17 1,10 1,17 1,38 H' 1,92 1,96 2,06 1,48 1,67 1,39 E 0,63 0,71 0,76 0,71 0,80 0,71 Keterangan: * Panjang jalur hanya m Nilai indeks kemeratan spesies burung pantai di Muara Cimanuk memiliki nilai 0,63. Hal ini berarti kemerataan individu tiap spesies hampir merata, namun masih ada spesies yang mendominasi.

46 Dominansi dan kelimpahan spesies burung pantai di KMC Nilai dominansi spesies burung pantai di KMC berkisar antara 0,05-30,55. Spesies yang memiliki nilai dominansi tertinggi yaitu Actitis hypoleucos (30,55) dan terendah yaitu Numenius minutus dan Tringa nebularia (0,05) (Tabel 4). Tabel 4 Dominansi burung pantai di KMC Kriteria Di Nama spesies 0.09 Charadrius mongolus, Limosa limosa, Numenius madagascariensis 0.14 Charadrius alexandrinus 0.18 Limnodromus semipalmatus 0.23 Himantopus himantopus 0.28 Limicola falcinellus TD 0.32 Calidris subminuta 0.50 Tringa stagnatilis 0.55 Gallinago gallinago 1.15 Pluvialis squatarola 1.33 Limosa lapponica 1.65 Himantopus leucocephalus KD 4.40 Numenius arquata 8.30 Numenius phaeopus D Glareola maldivarum Pluvialis fulva SD Charadrius javanicus Actitis hypoleucos Keterangan:TD: Tidak Dominan (D< 2), KD: Kurang dominan (2<D<5), D: Dominan (5<D<20). SD: Sangat Dominan (D>20). Berdasarkan indeks kelimpahan, sebagian besar spesies burung (66,67%) termasuk dalam kategori kelimpahan jarang (Tabel 5), dan hanya satu spesies (4,76%) yaitu Actitis hypoleucos yang masuk ke dalam kategori melimpah. Tabel 5 Komposisi burung pantai berdasarkan kelimpahan relatif individu Skor Kategori Jumlah Persentase kelimpahan kelimpahan spesies (%) Spesies burung 1 < 0, Numenius minutus, Tringa nebularia, Charadrius mongolus, Numenius madagascariensis, Limosa limosa, Charadrius alexandrinus, Limnodromus semipalmatus, Himantopus himantopus, Limicola falcinellus, Calidris subminuta, Tringa stagnatilis, Gallinago gallinago,pluvialis squatarola, Limosa lapponica Himantopus leucocephalus,numenius 2 0,1-2, arquata

47 72 Skor kelimpahan Kategori kelimpahan Jumlah spesies Persentase (%) Spesies burung Numenius phaeopus, Glareola 3 2,1-10, maldivarum 4 10, Pluvialis fulva, Charadrius javanicus, 5 > Actitis hypoleucos Keterangan : 1: jarang, 2 : tidak umum, 3: sering, 4: umum, 5: melimpah Kesamaan komunitas burung di KMC Indeks kesamaan komunitas burung menunjukkan seberapa besar kesamaan komunitas burung antar lokasi. Tingkat kesamaan komunitas burung tertinggi dengan Singakerta (Is j =0,67dan tingkat kesamaan komunitas burung terkecil terjadi antara Pabean dengan Rambatan Baru (Is j =0,35) (Tabel 6). Tabel 6 Nilai kesamaan komunitas burung di KMC Rambatan Cimanuk Lokasi Pangkalan Baru Lama Singakerta Pabean Rambatan Baru - Pangkalan 0,55 - Cimanuk Lama 0,53 0,53 - Singakerta 0,42 0,44 0,60 - Pabean 0,35 0,47 0,50 0,67 - Dendrogram komunitas burung yang dibuat dengan single linkage and correlation coefficient distance menunjukkan bahwa di KMC hanya terdapat satu komunitas burung pantai. Pabean memiliki kesamaan spesies burung pantai yang lebih dekat dengan Singakerta (84,67%), kemudian bergabung dengan Cimanuk Lama (79,81%), bergabung dengan Pangkalan (74,81%) dan bergabung dengan Rambatan Baru (71,93%) (Gambar 10).

48 Nilai indeks kesamaan Rambatan Baru Pangkalan Cimanuk Lama Lokasi Singakerta Pabean Gambar 10 Dendrogram kesamaan komunitas burung pantai di Muara Cimanuk Penyebaran spesies burung pantai di KMC Ada dua tipe penyebaran penyebaran spesies burung pantai di KMC, yaitu menyebar secara acak (χ²<14,067) dan mengumpul (χ²>14,067). Spesies yang menyebar secara acak diantaranya adalah Numenius minutus (χ²=0,875), sedangkan yang menyebar secara mengumpul diantaranya adalah Actitis hypoleucos (χ²=433,80) (Tabel 7). Tabel 7 Pola sebaran burung pantai di KMC No Nama Ilmiah χ² Kriteria 1 Numenius minutus 0,88 Acak 2 Tringa nebularia 0,88 Acak 3 Charadrius mongolus 1,50 Acak 4 Numenius madagascariensis 1,75 Acak 5 Limosa limosa 1,75 Acak 6 Charadrius alexandrinus 2,58 Acak 7 Limnodromus semipalmatus 3,50 Acak 8 Himantopus himantopus 4,38 Acak 9 Limicola falcinellus 5,25 Acak 10 Calidris subminuta 6,13 Acak 11 Gallinago gallinago 10,50 Acak 12 Tringa stagnatilis 11,59 Acak 13 Pluvialis squatarola 22,91 Mengelompok 14 Limosa lapponica 24,40 Mengelompok 15 Himantopus leucocephalus 28,00 Mengelompok 16 Numenius arquata 107,60 Mengelompok

49 74 No Nama Ilmiah χ² Kriteria 17 Numenius phaeopus 143,00 Mengelompok 18 Pluvialis fulva 146,30 Mengelompok 19 Glareola maldivarum 267,30 Mengelompok 20 Charadrius javanicus 322,80 Mengelompok 21 Actitis hypoleucos 433,80 Mengelompok Keanekaragaman dan kekayaan spesies burung pantai di kawasan Rambatan Baru Di kawasan Rambatan Baru tercatat sebanyak 490 individu burung pantai yang terdiri dari 16 spesies, 9 genus dan 4 famili. Spesies tersebut diantaranya adalah Himantopus leucocephalus, Actitis hypoleucos dan Glareola maldivarum. Nilai keanekaragaman dan kekayaan spesies di lokasi ini termasuk kategori sedang (D Mg =2,42; H =1,96), sedangkan indeks kemerataannya tergolong cukup tinggi (E=0,71). Spesies yang paling banyak tercatat di kawasan ini adalah Actitis hypoleucos (rata-rata 7,8 ind/3 jam/km) (Gambar 11). Sebagian besar (43,75%) burung pantai termasuk kedalam kategori tidak umum (Skor 2), sisanya 37,5% termasuk sering (skor 3) dan 18,75% termasuk umum (skor 4) (Tabel 8). Spesies yang paling umum ditemukan di lokasi ini adalah Actitis hypoleucos (34,08), sedangkan yang paling tidak umum adalah Charadrius alexandrinus (0,204).

50 75 Tringa stagnatilis Charadrius alexandrinus Numenius madagascariensis Spesies Pluvialis squatarola Limosa lapponica Glareola maldivarum Pluvialis fulva Actitis hypoleucos Jumlah (Ind/3 Jam/Km) Gambar 11 Jumlah individu tiap spesies burung pantai di Rambatan Baru. Tabel 8 Nilai kelimpahan spesies burung pantai di Rambatan Baru Skor Kategori Jumlah Persentase kelimpahan kelimpahan spesies (%) Spesies 1 < 0, Charadrius alexandrinus, Numenius minutus, Tringa stagnatilis, Tringa nebularia, 2 0, Numenius madagascariensis, Limosa limosa, Limnodromus semipalmatus Pluvialis squatarola, Himantopus leucocephalus, 3 2, Limosa lapponica, Numenius arquata, Glareola maldivarum, Numenius phaeopus Pluvialis fulva, Charadrius 4 10, javanicus, Actitis hypoleucos 5 > Keterangan : 1: jarang, 2 : tidak umum, 3: sering, 4: umum, 5: melimpah Secara umum penyebaran spesies burung pantai di kawasan ini tersebar secara berkelompok (9 spesies), sisanya tersebar secara acak (7 spesies). Actitis hypoleucos (χ²=53,60) merupakan spesies yang menyebar secara kelompok (Tabel 9). Tabel 9 Sebaran spesies burung pantai di Rambatan Baru No Nama Ilmiah χ² Kriteria

51 76 1 Charadrius alexandrinus 0,88 Acak 2 Numenius minutus 0,88 Acak 3 Tringa stagnatilis 0,88 Acak 4 Tringa nebularia 0,88 Acak Numenius 5 madagascariensis 1,75 Acak 6 Limosa limosa 1,75 Acak Limnodromus 7 semipalmatus 3,50 Acak 8 Pluvialis squatarola 8,39 Acak 9 Himantopus leucocephalus 13,57 Acak 10 Pluvialis fulva 17,90 Mengelompok 11 Limosa lapponica 22,88 Mengelompok 12 Glareola maldivarum 27,53 Mengelompok 13 Numenius phaeopus 36,30 Mengelompok 14 Charadrius javanicus 43,79 Mengelompok 15 Numenius arquata 47,16 Mengelompok 16 Actitis hypoleucos 53,60 Mengelompok Keanekaragaman dan kekayaan spesies burung pantai di kawasan Pangkalan Di kawasan Pangkalan tercatat 631 individu burung pantai, terdiri dari 15 spesies, 10 genus dan 4 empat famili. Indeks kekayaan dan keanekaragaman spesies pada lokasi ini tergolong sedang (D Mg =2,17;H=2,06), sedangkan indeks kemerataannya tergolong cukup tinggi (E=0,76). Spesies yang tercatat paling banyak adalah Glareola maldivarum yaitu 6,7 individu/3 jam/km (Gambar 12).

52 77 Spesies Charadrius mongolus Charadrius alexandrinus Himantopus himantopus Limicola falcinellus Tringa stagnatilis Calidris subminuta Limosa lapponica Pluvialis squatarola Himantopus leucocephalus Numenius arquata Pluvialis fulva Numenius phaeopus Charadrius javanicus Actitis hypoleucos Glareola maldivarum Jumlah (Ind/3 Jam/Km) Gambar 12 Jumlah individu tiap spesies burung pantai di Pangkalan. Sebagian besar (53,33%) burung pantai termasuk ke dalam kategori tidak umum (nilai 2), sisanya 13,33% termasuk sering (nilai 3) dan 33,33% termasuk umum (nilai 4) (Tabel 10). Glareola maldivarum merupakan spesies burung pantai yang paling melimpah (22,66), sedangkan spesies yang paling tidak umum yaitu Charadrius mongolus (0,158). Tabel 10 Nilai kelimpahan spesies burung pantai di Pangkalan Skor kelimpahan Kategori kelimpahan Jumlah spesies Persentase (%) Spesies 1 < 0, Charadrius mongolus, Charadrius alexandrines, Himantopus himantopus, Tringa stagnatilis, 2 0, Limicola falcinellus, Limosa lapponica, Calidris subminuta, Pluvialis squatarola Himantopus leucocephalus, 3 2, Numenius arquata Pluvialis fulva, Numenius phaeopus, Charadrius javanicus, 4 10, Actitis hypoleucos, Glareola maldivarum 5 > Keterangan : 1: jarang, 2 : tidak umum, 3: sering, 4: umum, 5: melimpah

53 78 Penyebaran spesies di Pangkalan terbagi ke dalam 2 kelompok yaitu acak (7 spesies) dan mengelompok (8 spesies). Spesies yang menyebar secara acak yaitu Charadrius mongolus (χ²=0,88), sedangkan yang mengelompok yaitu Glareola maldivarum (χ²=27,8) (Tabel 11). Tabel 11 Sebaran spesies burung pantai di Pertambakan Pangkalan No Nama Ilmiah χ² Kriteria 1 Charadrius mongolus 0,88 Acak 2 Charadrius alexandrinus 1,75 Acak 3 Himantopus himantopus 3,53 Acak 4 Numenius phaeopus 4,70 Acak 5 Tringa stagnatilis 5,25 Acak 6 Limicola falcinellus 5,25 Acak 7 Calidris subminuta 5,39 Acak 8 Limosa lapponica 6,38 Acak 9 Pluvialis squatarola 6,75 Acak 10 Himantopus leucocephalus 7,57 Acak 11 Numenius arquata 10,16 Acak 12 Actitis hypoleucos 12,86 Acak 13 Pluvialis fulva 23,17 Mengelompok 14 Charadrius javanicus 23,36 Mengelompok 15 Glareola maldivarum 27,80 Mengelompok Keanekaragaman dan kekayaan spesies burung pantai di kawasan Cimanuk Lama Di kawasan Muara Cimanuk Lama tercatat 575 individu, terdiri dari 8 spesies, 6 genus dan 3 famili. Indeks kekayaan dan keanekaragaman spesies pada lokasi ini tergolong rendah sedangkan indeks kemerataannya tergolong cukup tinggi. Spesies yang memiliki catatan tertinggi di kawasan ini adalah Actitis hypoleucos yaitu sebanyak 10,55 individu/3 jam/km (Gambar 13).

54 79 Pluvialis squatarola Limosa lapponica Numenius arquata Spesies Glareola maldivarum Numenius phaeopus Pluvialis fulva Charadrius javanicus Actitis hypoleucos Jumlah (Ind/3 Jam/Km) Gambar 13 Jumlah individu tiap spesies burung pantai di Cimanuk Lama. Berdasarkan kategori kelimpahan relatif jumlah individu yang teramati di Cimanuk Lama, burung pantai masuk ke dalam tiga kategori kelimpahan. Sebagian besar (53,33%) burung pantai termasuk ke dalam kategori tidak umum, sisanya 13,33% termasuk sering dan 33,33% termasuk umum (Tabel 15). Actitis hypoleucos merupakan spesies burung pantai yang paling melimpah (39,13), sedangkan spesies yang paling tidak umum yaitu Pluvialis squatarola (0,52). Tabel 12 Nilai kelimpahan spesies burung pantai di Cimanuk Lama Skor Kategori Jumlah Persentase Spesies kelimpahan kelimpahan spesies (%) 1 < 0, Pluvialis squatarola, Limosa 2 0, lapponica Numenius arquata, Glareola 3 2, maldivarum, Numenius phaeopus Pluvialis fulva, Charadrius 4 10, javanicus, Actitis hypoleucos 5 > Keterangan : 1: jarang, 2 : tidak umum, 3: sering, 4: umum, 5: melimpah Secara umum penyebaran spesies di lokasi ini menyebar secara acak (5spesies) sisanya menyebar secara mengelompok (3 spesies). Spesies yang menyebar secara acak yaitu Pluvialis squatarola (χ²=2,58) dan mengelompok diantaranya Actitis hypoleucos (χ²=20,94) (Tabel 13).

55 80 Tabel 13 Sebaran spesies burung pantai di Cimanuk Lama No Nama Ilmiah χ² Kriteria 1 Pluvialis squatarola 2.58 Acak 2 Limosa lapponica 5.00 Acak 3 Numenius arquata 6.88 Acak 4 Pluvialis fulva Acak 5 Glareola maldivarum Mengelompok 6 Charadrius javanicus Mengelompok 7 Numenius phaeopus Mengelompok 8 Actitis hypoleucos Mengelompok Keanekaragaman dan kekayaan spesies burung pantai di kawasan Singakerta Di kawasan Singakerta tercatat sebanyak 406 individu, terdiri dari delapan spesies, 7genus dan 3 famili. Indeks kekayaan dan keanekaragaman spesies pada lokasi ini tergolong rendah (D Mg =1,17;H=1,67), sedangkan indeks kemerataannya tergolong cukup tinggi (E=0,80). Spesies yang memiliki perjumpaan terbanyak di kawasan ini adalah Actitis hypoleucos yaitu sebanyak 6,09 individu/3 jam/km (Gambar 14). Tringa stagnatilis Numenius arquata Gallinago gallinago Spesies Numenius phaeopus Glareola maldivarum Pluvialis fulva Charadrius javanicus Actitis hypoleucos Jumlah (Ind/3 Jam/Km) Gambar 14 Jumlah individu tiap spesies burung pantai di Singakerta. Berdasarkan kategori kelimpahan relatif jumlah individu yang teramati di Singakerta, burung pantai masuk ke dalam tiga kategori kelimpahan. Sebagian besar (50%) burung pantai termasuk ke dalam kategori umum (nilai 4), sisanya 25% termasuk sering (nilai 2) dan 25% termasuk umum (nilai 2) (Tabel 14). Actitis hypoleucos

56 81 merupakan spesies burung pantai yang paling melimpah (32,02), spesies yang tidak umum yaitu Tringa stagnatilis (0,246). Tabel 14 Nilai kelimpahan spesies burung pantai di Singakerta Skor Kategori Jumlah Persentase kelimpahan kelimpahan spesies (%) Spesies 1 < 0, Tringa stagnatilis, Numenius 2 0, arquata Gallinago gallinago, 3 2, Numenius phaeopus Glareola maldivarum, 4 10, Pluvialis fulva, Charadrius javanicus, Actitis hypoleucos 5 > Keterangan : 1: jarang, 2 : tidak umum, 3: sering, 4: umum, 5: melimpah Secara umum penyebaran spesies di lokasi ini menyebar secara mengelompok (lima spesies) sisanya menyebar secara acak (tiga spesies). Spesies yang menyebar secara acak diantaranya Tringa stagnatilis (χ²=0,88), sedangkan yang menyebar secara mengelompok diantaranya Charadrius javanicus (χ²=23,76) (Tabel 15). Tabel 15 Sebaran spesies burung pantai di Persawahan Singakerta No Nama Ilmiah χ² Kriteria 1 Tringa stagnatilis 0,88 Acak 2 Numenius arquata 3,93 Acak 3 Actitis hypoleucos 9,57 Acak 4 Numenius phaeopus 14,00 Acak 5 Gallinago gallinago 14,00 Acak 6 Pluvialis fulva 20,80 Mengelompok 7 Glareola maldivarum 22,95 Mengelompok 8 Charadrius javanicus 23,76 Mengelompok Keanekaragaman dan kekayaan spesies burung pantai di kawasan Pabean Di kawasan Pabean ditemukan sebanyak 78 individu burung pantai, terdiri dari 7 spesies, 5 genus dan 2 famili. Indeks kekayaan dan keanekaragaman spesies pada lokasi ini tergolong rendah (D Mg =1,38; H=1,39), sedangkan indeks kemerataannya tergolong cukup (E=0,71). Spesies yang memiliki catatan perjumpaan terbanyak di kawasan ini adalah Pluvialis fulva yaitu sebanyak 1,83 individu/3 jam/km (Gambar 15).

57 82 Charadrius mongolus Numenius phaeopus Tringa stagnatilis Spesies Numenius arquata Actitis hypoleucos Charadrius javanicus Pluvialis fulva Jumlah (ind/3 Jam/Km) Gambar 15 Jumlah individu tiap spesies burung pantai di Pabean. Berdasarkan kategori kelimpahan relatif jumlah individu yang teramati di Pabean, burung pantai masuk ke dalam empat kategori kelimpahan. Sebagian besar (42,86%) burung pantai termasuk kedalam kategori sering (nilai 3), 14,26% termasuk tidak umum (nilai 2), 28,57% termasuk umum dan 14,26% termasuk melimpah (nilai 5) (Tabel 16). Pluvialis fulva merupakan spesies yang paling melimpah (50,00), sedangkan yang tidak umum yaitu Charadrius mongolus (1,29). Tabel 16 Nilai kelimpahan spesies burung pantai di Pabean Skor Kategori Jumlah Persentase Spesies kelimpahan kelimpahan spesies (%) 1 < 0, , Charadrius mongolus Numenius phaeopus, Tringa 3 2, stagnatilis, Numenius arquata Actitis hypoleucos, 4 10, Charadrius javanicus 5 > Pluvialis fulva Keterangan : 1: jarang, 2 : tidak umum, 3: sering, 4: umum, 5: melimpah Penyebaran spesies burung pantai di lokasi ini, semuanya tersebar secara acak. Spesies tersebut seperti Pluvialis fulva (χ²=0,23), Charadrius javanicus (χ²=3,56) (Tabel 17).

58 83 Tabel 17 Sebaran spesies burung pantai di Pesisir Pabean No Nama Ilmiah χ² Kriteria 1 Pluvialis fulva 0.23 Acak 2 Charadrius mongolus 0.50 Acak 3 Numenius phaeopus 1,00 Acak 4 Numenius arquata 1,00 Acak 5 Tringa stagnatilis 1.50 Acak 6 Actitis hypoleucos 2.27 Acak 7 Charadrius javanicus 3.56 Acak Uji beda keanekaragaman spesies burung pantai Untuk mengetahui perbedaan keanekaragaman spesies burung pantai pada tiap lokasi dilakukan uji-t. Perhitungan ini bertujuan untuk melihat sejauh mana suatu komunitas spesies burung pantai di suatu lokasi memiliki persamaan atau perbedaan dengan komunitas lainnya. Parameter yang dibandingkan yaitu indeks keanekaragaman spesies Shannon (H ) pada masing-masing lokasi. Berdasarkan hasil uji-t, didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata mengenai keanekaragaman spesies burung pantai di ke lima lokasi penelitian (Tabel 18). Semua uji menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar lokasi penelitian seperti Rambatan Baru dengan Pabean (P<0,05). Lokasi yang memiliki perbedaan yang tidak nyata diantaranya Cimanuk Lama dengan Pabean (P>0,05). Tabel 18 Nilai uji-t keanekargaman spesies burung pantai di Muara Cimanuk Rambatan Lokasi Baru Pangkalan Cimanuk Lama Singakerta Pabean Rambatan Baru 0 Pangkalan 0,34 s 0 Cimanuk Lama 2,64 s 2,25 s 0 Singakerta 2,64 s 2,25 s 0,00 ns 0 Pabean 3,02 s 2,61 s 0,31 ns 0,31 ns 0 Keterangan: ns: Non-signifikan, s: Signifikan Keanekaragaman makrozoobenthos Sebanyak 19 spesies ditemukan di KMC, terdiri dari 1 spesies bivalva, 13 spesies gastropoda, 2 spesies malacostraca dan 3 spesies tidak teridentifikasi. Makrozoobentos tersebut diantaranya Spisula solida, Cassidula aurisfelis, Uca annulipes (Tabel 19). Ukuran makrozoobenthos yang diambil hanya makrozoobenthos yang memiliki panjang 1-35 mm. Ukuran ini disesuaikan

59 84 dengan karakteristik burung yang paling besar ditemukan di kawasan KMC yaitu Numenius madagascariensis yang memiliki panjang paruh 19 cm (Birdlife 2011b). Makrozoobenthos yang dijadikan sampel memiliki ukuran yang beragam, yaitu berkisar antara 9-35 mm. Individu yang memiliki ukuran rataan terkecil adalah Neritinia communis yaitu 9,6±2,3 mm, sedangkan yang paling besar adalah Telescopium telescopium (23,88±5,99 mm). Tabel 19 Makrozoobenthos yang ditemukan di KMC No Kelas Famili Jenis Lokasi RB Pa CM S Pb Jumlah 1 Bivalva Mactridae Spisula solida, x x 2 2 Gastropoda Ampullariidae Bellamy javanica x 1 3 Gastropoda Ampullariidae Pila scutata x 1 5 Gastropoda Cerithiidae Bittium sp. x x x 3 6 Gastropoda Cerithiidae Cerithium maculatum x x 2 7 Gastropoda Ellobiidae Cassidula aurisfelis x x x x 4 8 Gastropoda Littorinidae Littorina scabra x x 2 9 Gastropoda Littorinidae Littorina sp. x x x 3 10 Gastropoda Nassariidae Nassarius pullus x x x x 4 11 Gastropoda Neritidae Neritinia communis x x x 3 12 Gastropoda Neritidae Neritinia sp. x x x 3 13 Gastropoda Potamididae Telescopium telescopium x x x x 4 14 Gastropoda Potaminidae Terebralia sp. x x x x 4 15 Malacostraca Ocypodidae Macrophthalmus sp. x 1 16 Malacostraca Ocypodidae Uca annulipes x x x 3 17 Spesies A x 1 18 Spesies B x 1 19 Spesies C x x 2 Jumlah Spesies-spesies tersebut termasuk dalam 14 marga, 9 famili dan 3 kelas. Spesies terbanyak dijumpai di Pangkalan yaitu sebanyak 13 spesies (10 marga, 7 famili, 3 kelas) dan terkecil terdapat di Singakerta sebanyak 3 spesies (3 marga, 2 famili, 2 kelas) (Gambar 16). Kepadatan makrozoobenthos di KMC yaitu sebesar 146±6 individu/m². Gastropoda memiliki kepadatan tertinggi yaitu sebesar 128±7 individu/m², sedangkan yang paling rendah adalah bivalva 4±1 individu/m². Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai indeks keanekaragaman makrozoobenthos di KMC termasuk kategori sedang (H =2,68) dan indeks kemerataan tergolong tinggi (E=0,91). Keanekaragaman tertinggi terdapat di Pangkalan (H =2,17; E=0,95), sedangkan keanekaragaman terendah terdapat di Singakerta (H =1,20; E=0,86) (Gambar 17).

60 Jumlah Rambatan Baru Pangkalan Cimanuk Lama Singakerta Pabean Lokasi Klas Famili Marga Spesies Gambar 16. Jumlah makrozobenthos di KMC Nilai indeks Rambatan Baru Pangkalan Cimanuk Lama Singakerta Pabean Lokasi Indeks keanekaragaman Shannon Indeks kemerataan Gambar 17 Nilai keanekaragaman makrozoobenthos di KMC. Nilai indeks keanekaragaman burung pantai cenderung meningkat seiring meningkatnya nilai indeks keanekaragaman makrozoobenthos (Gambar 18). Hal ini menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara keberadaan burung pantai dengan keberadaan makrozoobenthos sebagai makanannya. Penyebaran burung pantai tersebut sangat dipengaruhi oleh keberadaan makrozoobenthos yang ada pada lokasi tersebut (Jing et al. 2007).

61 Rambatan Baru Pangkalan Cimanuk Lama Singakerta Pabean Makrozoobenthos Burung pantai Gambar 18 Hubungan keanekaragaman burung pantai dengan makrozoobenthos Perburuan burung Alat dan cara berburu Setidaknya tedapat beberapa macam metode dan peralatan yang digunakan untuk berburu. Tercatat ada tiga metode dan teknik yang digunakan untuk berburu burung, yaitu: 1. Ngobor (Gambar 19a). Pemburu menggunakan lampu petromaks dan dimodifikasi menggunakan seng alumunium sebagai alat untuk memfokuskan arah sinar. Dengan modifikasi ini, sinar akan terkumpul di satu sisi, sehingga akan memudahkan dalam perburuan. Cara kerja alat ini adalah pemburu berada di belakang sinar, kemudian mengarahkan sinar ke target (burung). Burung akan kaget dan diam, tidak terbang, kemudian burung ditangkap. Teknik ini digunakan pada burung-burung sawah seperti tikusan, kareo dan mandar (famili Rallidae). 2. Jaring kabut (Gambar 19b). Sebagaimana umumnya teknik penangkapan dengan jaring kabut, teknik ini juga digunakan para pemburu dengan cara membentangkan jaring di daerah lintasan burung. Umumnya teknik ini menggunakan alat bantu berupa sompret yaitu alat tiruan suara burung yang dibuat dari bambu dan ban bekas. Dengan alat ini, burung akan menghampiri sumber suara dan menabrak jaring yang dipasang. Areal berburu biasanya di daerah pertambakan, sawah dan pesisir. Hasil buruan antara lain jenis Bambangan, Kareo, Mandar, Berkik, dan burung pantai lainnya.

62 87 3. Clap Net (Gambar 19c). Alat ini digunakan untuk menangkap jenis kuntul, cangak, kokokan dan blekok. Jaring dipasang sebanyak dua buah yang saling berhadapan, pada setiap ujung bingkainya diikat dengan tali yang saling terhubung ke tali pusat. Pada penggunaan sahab biasanya digunakan juga burung pemikat dan umpan yang bertujuan untuk menarik perhatian burung-burung air lainnya. Apabila burung udah berkumpul di tengah-tengah sahab, maka pemburu akan menarik tali pusatnya sehingga sahabnya tertutup. (a) (b) (c) Gambar 19 Alat berburu yang digunakan (a) ngobor (b) jaring (c) sahab Musim dan lokasi berburu Musim perburuan burung berlangsung sepanjang tahun. Namun perburuan akan semakin meningkat ketika musim peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. Serta pada bulan Oktober- Februari pada setiap tahunnya. Pada bulan-bulan tersebut banyak burung pantai yang bermigrasi melakukan singgah di wilayah Pesisir Utara Indramayu. Pemburu di Singakerta dapat dibagi berdasarkan jenis alat yang digunakan. Setiap pemburu hanya memiliki satu spesialisasi alat. Dengan demikian, pada suatu waktu seperti musim kering, pemburu burung migran akan berhenti beraktivitas. Namun untuk pemburu jenis lokal akan terus berburu sepanjang tahun. Lahan pertanian di Singakerta yang masih sangat luas menjadi salah satu habitat penting bagi burung, khususnya burung air. Karena luasnya lahan, musim tanam dan musim panen di daerah ini juga tidak sama, meskipun terdapat dalam satu kawasan. Hal ini menyebabkan terjadi perpindahan burung secara lokal di satu kawasan. Burung air di persawahan biasanya akan mencari makan di daerah pasca panen dan membuat sarang atau beristirahat di sawah yang belum dipanen.

63 88 Pemburu akan mencari daerah yang baru dipanen dan di sekitarnya masih terdapat padi yang belum dipanen. Namun sebagian besar pemburu akan beristirahat dan memilih menjadi buruh tani. Jangka waktu istirahat ini minimal 3 bulan dalam setahun. Lokasi perburuan juga tidak hanya berada di sekitar Singakerta, namun sekarang sudah menjangkau daerah di dekatnya seperti Cirebon, Subang dan Karawang Jenis burung yang tertangkap oleh pemburu Selama penelitian (November 2010-Januari 2011) tercatat sebanyak individu yang tertangkap. Rata-rata spesies yang paling banyak tertangkap adalah peruk/mandar batu (Gallinula chloropus) yaitu 2.436,82±549,9 individu (Tabel 20). Sebanyak 4.415±789 individu (18,29% ) burung yang tertangkap merupakan burung pantai. Spesies burung pantai yang tertangkap diantaranya Gallinago gallinago dan Glareola maldivarum (Gambar 20). (a) (b) Gambar 20 Spesies burung pantai yang tertangkap (a) Gallinago gallinago, (b) Glareola maldivarum.

64 Tabel 20 Jumlah spesies dan individu burung yang tertangkap oleh pemburu selama November Januari 2011 No Nama Jenis Bulan Daerah Indonesia Ilmiah November Desember Januari Σ ẋ sd ẋ±sd 1 Peruk Mandar batu Gallinula chloropus ,8±549,9 2 Beker Mandar-padi sintar Gallirallus striatus ,8±163,4 3 Kemang Bambangan Merah Ixobrychus cinnamomeu ,5±125,5 4 Kruak Kareo padi Amaurornis phoenicurus ,7±413,9 5 Burcet* Berkik-ekor kipas Gallinago sp ,9±77,2 6 Terik* Terik asia Glareola maldivarum ,1±162,8 7 Bawangan/pipian Tikusan merah Porzana fusca ,7±186,7 8 Tututan/dher Tikusan kerdil Porzana pusilla ,4±51,9 9 Trinil kaki* Trinil pantai Actitis hypoleucos ,5±47,9 10 Cengkek Bambangan kuning Ixobrychus sinensis ,0±32,5 11 Truyun* Cerek besar/kernyut Pluvialis sp ,7±69,1 12 Ayam-ayaman/biron Mandar bontot Gallicrex cinerea ,7±47,7 13 Clongongan Trinilkaki hijau Tringa nebularia ,7±24,6 14 Bayeman* Trinil rawa Tringa stagnatilis ± Trinil geger* Trinil semak Tringa glareola ,3±3,5 16 Nyonyon* Birulaut Ekorblorok Limosa lapponica ,0±3,6 17 Pelan Mandar besar Porphyrio porphyrio ,0±1,0 Total ,00±914,56 Keterangan: 1 Spesies burung pantai, 2 Spesies migran, ẋ = rata-rata 89

65 Rantai perdagangan burung air Perburuan burung air yang dilakukan oleh pemburu bertujuan untuk dijual sebagai olahan burung (burung goreng). Burung air yang diperdagangkan merupakan hasil tangkapan pemburu yang berasal dari sekitar kawasan Singakerta, Dukuh Jati (Indramayu), Bungko dan Grogol (Cirebon). Dalam sistem perburuan burung di Singakerta, terdapat beberapa aktor penting yang berpengaruh terhadap sistem. Aktor-aktor ini berkedudukan sebagai bakul atau pengepul, dan menjadi bos bagi para pemburu. Setidaknya terdapat lima orang pengepul di daerah ini. Bakul umumnya memiliki langganan pemburu dan jaringan yang akan memasok hasil buruannya. Dari bakul tersebut, setidaknya terdapat 5-10 orang pemburu. Jumlah pemburu bervariatif, tergantung pada musim tanam dan panen. Pada saat mendekati musim panen, jumlah pemburu akan meningkat, karena pada saat musim tersebut burung akan sering mencari makan di lahan bekas panen. Hal sebaliknya terjadi saat musim tanam, burung jarang turun di sawah yang baru ditanam, sehingga kebanyakan pemburu akan berhenti beraktivitas. Selain lewat bakul, pemburu juga menjual langsung kepada pedagang burung goreng dan memasarkan hasil buruannya langsung kepada konsumen. Biasanya istri dari sang pemburu yang menjual langsung burung kepada konsumen berupa burung yang siap makan. Ada juga para bakul sendiri yang langsung menjualnya kepada para konsumen. Setidaknya ada empat aktor yang berperan dalam rantai perdagangan burung yaitu pemburu, bakul atau pengepul, pedagang dan konsumen (Gambar 20). Pemburu Bakul Pedagang Konsumen Gambar 20 Rantai perdagangan burung air di Singakerta.

66 Hasil buruan dan harganya sangat bervariasi. Beberapa jenis burung migran yang hanya dapat tertangkap pada waktu-waktu tertentu memiliki harga yang lebih rendah dibandingkan dengan burung penetap (resident). Hal ini biasanya dilihat dari ukuran tubuh burung itu sendiri seperti Bawangan/tikusan merah (Porzana fusca) yang memiliki harga jual Rp per 5 ekor (Tabel 21). Burung yang memiliki ukuran kecil akan dijual dengan harga per ikat, sedangkan burung yang ukuran tubuhnya relatif besar akan dijual satuan. Tabel 21 Harga burung yang dijual pemburu No Nama Jenis Daerah Lokal Harga (Rp.) 1 Ayam-ayaman/biron Mandar bontot Bawangan/pipian Tikusan merah 5000 per 5 ekor 3 Bayeman Trinil rawa 5000 per 4 ekor 4 Beker Mandar-padi sintar Burcet Berkik-ekor kipas Cengkek Bambangan kuning 6000 per 4 ekor 7 Clongongan Trinilkaki hijau 5000 per 4 ekor 8 Kemang Bambangan Merah 6000 per 4 ekor 9 Kruak Kareo padi Nyonyon Birulaut Ekorblorok Pelan Mandar besar Peruk Mandar batu Terik Terik asia Trinil geger Trinil semak 5000 per 4 ekor 15 Trinil kaki Trinil pantai 5000 per 4 ekor 16 Truyun Cerek besar/kernyut Tututan/dher Tikusan kerdil 4000 per 5 ekor 5.2 Pembahasan Keanekaragaman spesies burung pantai di KMC Nilai indeks keanekaragaman burung pantai di KMC secara keseluruhan adalah 1,92, sedangkan nilai indeks keanekaragaman pada lima lokasi contoh berkisar antara 1,48-2,06. ). Tingkat keanekaragaman spesies burung pantai di Muara Cimanuk termasuk rendah (H =1,92) jika dibandingkan dengan penelitian yang serupa yang dilakukan oleh Riak (2004) di wilayah Kapar, Pantai Ramis dan Cagar Alam Selangor, Malaysia (H =2,76) dan Lomoljo et al. (2010) di Kuala Gula, Malaysia (H = 3,60). Perbedaan keanekaragaman ini dapat terjadi akibat dari perbedaan lama waktu pengamatan, metode yang digunakan dan lokasi pengamatan. Penelitian di KMC dilakukan selama 6 bulan dengan metode transek yang diletakkan di tepi pantai sampai area pertambakan, persawahan dan mangrove. Penelitian lain dilakukan selama 24 bulan di area hutan mangrove dan mudflat (Riak 2004), 12 bulan dengan menggunakan metode plot ukuran

67 100x100 m (Lomoljo et al. 2010), 12 bulan dengan menggunakan metode point count di area mudflat (Pandiyan et al. 2010). Perbedaan ukuran sampel pengamatan sangat mempengaruhi indeks Shannon (Magurran 2004). Semakin besar ukuran sampel dan jumlah individu, maka nilai indeks cenderung tinggi. Faktor lain yang mempengaruhi perbedaan ini adalah kondisi lokasi penelitian. Kawasan yang memiliki mudflat cenderung memiliki kekayaan burung pantai lebih tinggi bila dibandingkan dengan area yang tidak memiliki mudflat (Burger et al. 1996). Secara umum lokasi penelitian merupakan areal pertambakan yang dikelola secara sylvofisheri intensif, hutan mangrove sekunder serta persawahan. Pada saat penelitian, mudflat yang ada di lokasi tidak muncul di permukaan karena pada saat itu debit air sungai Cimanuk sangat besar akibat tingginya curah hujan di daerah hulu dan sering terjadinya banjir rob (pasang maksimal). Tidak adanya mudflat berdampak terhadap burung pantai baik dari jumlah spesies maupun individu yang singgah. Burung air lebih menyukai habitat gosong lumpur daripada hutan mangrove dan sawah (Widodo et al. 1996). Nilai indeks keanekaragaman lebih banyak dipengaruhi oleh jumlah spesies, jumlah individu, dan kondisi habitat pada masing-masing lokasi. Indeks kemerataan spesies tertinggi di KMC bisa dikatakan rendah yaitu 0,63. Hal ini menunjukkan bahwa kemerataan spesies burung pantai di kawasan ini tidak merata, dengan masih ditemukannya spesies-spesies yang mendominasi. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan di lapangan, bahwa sebagian besar spesies yang ditemukan soliter atau dalam kelompok kecil 2-4 individu. Hanya terdapat empat spesies yang ditemukan dalam kelompok sedang yaitu 5-10 individu. Tingginya kekayaan dan keanekaragaman di Rambatan Baru (S=16, D Mg =2,42, H =1,96) disebabkan besarnya ukuran sampel dan jumlah, serta beragamnya habitat. Tipe habitat di Rambatan Baru terdiri hutan mangrove, muara sungai, mudflat, dan pertambakan, namun pada saat penelitian kondisi mudflat terendam oleh air. Burger et al. (1996) mengatakan bahwa burung pantai lebih menyukai habitat yang beragam seperti pesisir pantai yang terbuka (34%), rawa pasang surut dan non pasang surut (59%) dan mudflat (80%). Semakin beranekaragam struktur habitat burung pantai maka semakin besar keanekaragaman burung pantai. Hal ini karena habitat menyediakan sumberdaya yang cukup bagi burung pantai khususnya sebagai tempat mencari makan, istirahat, berlindung dan berbiak. Ada keterkaitan hubungan antar populasi burung pantai dengan faktor kunci habitat seperti tipe tutupan lahan, keteraturan pasang surut dan biomassa

68 makrozoobenthos (Tian et al. 2008). Dilihat dari segi makrozoobenthos, nilai keanekaragaman makrozoobenthos di Rambatan Baru termasuk kategori sedang (H =2,17, E=0,91). Dibandingkan dengan lokasi penelitian yang lainnya lokasi pengamatan Singakerta memiliki nilai indeks kemerataan tertinggi (E=0,80). Nilai kemerataan spesies yang tinggi menunjukkan bahwa kelimpahan individu spesies burung pantai pada lokasi tersebut hampir merata, tidak ada dominansi spesies burung pantai yang menonjol. Pabean memiliki nilai indeks keanekaragaman dan kemerataan paling rendah dibandingkan dengan lokasi lainnya (H =1,39, E=0,71). Kondisi ini disebabkan adanya dominansi spesies burung pantai tertentu di lokasi tersebut, yaitu Pluvialis fulva (Σ=39). Jalur pengamatan di Pabean yang paling pendek (2000 m) dibandingkan dengan lokasi lain (8000 m) diduga menjadi penyebab rendahnya nilai indeks keanekaragaman dan kemerataan. Selain itu habitat Pabean relatif seragam. Homogenitas lokasi diduga menjadi penyebab rendahnya nilai indeks keanekaragaman dan kemerataan burung pantai di lokasi ini. Kondisi habitat Pabean berupa pesisir pantai terbuka dan merupakan zona rehabilitasi mangrove yang dijadikan sebagai sabuk hijau (greenbelt). Umur tegakan mangrove seragam berusia 2 tahun Kelimpahan dan dominansi burung pantai di KMC Actitis hypoleucos merupakan spesies dengan kelimpahan dan dominansi tertinggi, sering ditemukan berkelompok dalam jumlah besar. Burung ini termasuk jenis yang dapat ditemukan di banyak tipe habitat. Actitis hypoleucos tersebar sangat luas dari mulai gosong lumpur, beting pasir, aliran sungai, sawah hingga ketinggian mdpl (MacKinnon 1990; MacKinnon et al. 1998), tepi perairan tawar (Beehler et al. 2001), danau dan rawa (Sonobe & Usui 2003). Spesies ini juga merupakan pengunjung tetap di Pesisir Jawa yang dapat dilihat sepanjang tahun (MacKinnon 1990; MacKinnon et al. 1998), sehingga spesies ini dapat dengan mudah teramati. Selain itu, Actitis hypoleucos tidak memilih jenis memakan secara khusus. Burung ini memakan berbagai jenis benthos dan insekta. Menurut Sonobe & Usui (1993) Actitis hypoleucos memakan larva dan serangga (kumbang dan dipteral), laba-laba, moluska, siput, krustasea dan kadang-kadang katak, berudu, ikan kecil serta bagian tanaman termasuk biji Kesamaan komunitas burung pantai di KMC

69 Nilai indeks kesamaan komunitas burung pantai tertinggi yaitu antara Pabean dan Singakerta (Is j =0,67). Meskipun tipe habitat antar kedua lokasi tersebut berbeda, tetapi speies burung pantai yang ditemukan di kedua lokasi tersebut hampir sama. Spesies yang membedakan antara kedua lokasi ini yaitu Glareola maldivarum dan Gallinago gallinago (Singakerta) dan Charadrius mongolus (Pabean). Spesies yang ditemukan dikedua lokasi ini merupakan spesies burung pantai yang mudah beradaptasi dengan berbagai macam tipe lahan basah seperti Actitis hypoleucos, Pluvialis fulva. Indeks kesamaan komunitas antara Cimanuk Lama dengan Singakerta relatif tinggi (Is j =0,60). Hal ini dikarenakan adanya kesamaan spesies burung pantai yang mendominasi yaitu Actitis hypoleucos. Burung ini tersebar di berbagai tipe lahan basah. Indeks kesamaan komunitas antara Cimanuk Lama dengan Pangkalan memiliki nilai sedang (Is j =0,53). Kedua lokasi ini memiliki kondisi habitat yang hampir sama, pembeda antara keduannya hanya kondisi hutan. Pada lokasi Cimanuk Lama terdapat sedikit tegakan mangrove, sedangkan di lokasi Pangkalan tegakan mangrovenya masih relaif utuh. Indeks kesamaan komunitas pada lokasi Pangkalan dengan Rambatan Baru memiliki nilai sedang (Is j =0,55). Kondisi yang relatif sama antar kedua lokasi diduga menyebabkan nilai indeks kesamaan komunitas. Perbedaan antara kedua lokasi ini hanya pada gosong lumpur yang hanya terdapat di Rambatan Baru Penyebaran burung pantai di KMC Berdasarkan sebarannya, terdapat lima spesies burung pantai yang menyebar merata di semua lokasi penelitian yaitu Pluvialis fulva, Charadrius javanicus, Numenius phaeopus, N. arquata dan Actitis hypoleucos. Keberadaan lima spesies burung pantai tersebut menunjukkan kondisi habitat di semua lokasi penelitian didukung oleh sumberdaya yang dibutuhkan oleh burung pantai tersebut. Penyebaran burung pantai di suatu lokasi sangat dipengaruhi oleh ketersedian makrozoobenthos (Howes et al. 2003), pemangsa burung (Backwell et al. 1998). Karakteristik morfologi, ukuran, ketebalan dan bobot makrozoobenthos akan mempengaruhi burung pantai dalam memilih makanan (Jing et al. 2007). Perbedaan morfologi antar spesies burung pantai sangat berpengaruh terhadap sebaran dan cara mencari makan burung pantai pada lahan basah (Howes et al. 2003). Terdapat sembilan spesies burung pantai yang hanya ditemukan di satu lokasi yaitu Numenius minutus, Numenius madagascariensis, Limosa limosa, Tringa nebularia, Limnodromus semipalmatus, Gallinago gallinago, Calidris subminuta, Limicola falcinellus dan Himantopus himantopus. Spesies-spesies ini hanya memilih habitat

70 tertentu sebagai habitatnya, seperti Gallinago gallinago yang hanya ditemukan di Singakerta yang habitatnya berupa persawahan. Gallinago gallinago lebih menyukai paya-paya dan sawah (Hayman et al. 1988, MacKinnon 1990, MacKinnon et al. 1998), rawa, pinggiran sungai, kolam teratai (Sonobe & Usui 1993). Hali ini sangat erat kaitannya dengan pakan Gallinago gallinago tersebut yaitu berupa cacing, larva insekta (MacKinnon 1993). Dilihat dari cara makannya, Gallinago gallinago akan memilih tempat yang bersubstrat halus dan bersemak. Selain itu, pakan burung ini kebanyakan berupa larva dan serangga dewasa, krustasea, bivalva dan gastropoda (Sonobe & Usui 1993). Penyebaran spesies burung pantai di lokasi pengamatan sangat bergantung pada beberapa hal yang berhubungan dengan karakteristik setiap lokasi pengamatan. Karakteristik tersebut diantaranya yaitu tipe jalur/lokasi, waktu, dan cuaca. Secara umum, penyebaran burung pantai di KMC tersebar secara mengelompok. Hal ini dikarenakan kebanyakan dari jenis burung pantai mencari makan secara berkelompok pada suatu tempat, sehingga pada saat pengamatan tercatat spesies-spesies yang sama dalam jumlah yang banyak Uji beda keanekaragaman spesies burung pantai di KMC Nilai indeks keanekaragaman spesies berbeda nyata antara Rambatan Baru dengan Pangkalan (0,34), Cimanuk Lama (2,64), Singakerta (2,64) dan Pabean (3,02),. Hal ini dikarenakan Rambatan Baru memiliki tipe habitat yang lebih kompleks dibandingkan dengan lokasi lainnya. Perbedaan nilai keanekaragaman yang signifikan menunjukkan variasi habitat pada masing-masing lokasi. Variasi yang berbeda menyebabkan kemampuan spesies burung pantai yang memanfaatkan setiap habitat pada lokasi penelitian berbeda. Lokasi yang memiliki nilai tertinggi yaitu antara Rambatan Baru dan Pabean (3,02). Kondisi habitat Rambatan Baru yang lebih kompleks dan jumlah makrozoobenthos yang banyak lebih dipilih burung pantai dibandingkan di Pabean. Gangguan akan aktifitas manusia (terutama wisatawan) di Pabean lebih besar dibandingkan dengan Rambatan Baru. Lokasi yang memiliki nilai uji beda tidak berbeda nyata yaitu antara Singakerta dan Pabean. Tipe habitat Singakerta berupa area persawahan yang didominasi oleh padi (Oryza sativa) sedangkan Pabean berupa pesisir pantai terbuka. Lokasi yang memiliki habitat homogen juga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan lokasi heterogen yang memiliki nilai indeks keanekaragaman yang rendah (Cimanuk Lama).

71 Rendahnya nilai indeks keanekaragam menjadikan lokasi tersebut memiliki perbedaan yang tidak signifikan dengan lokasi yang homogen Ancaman terhadap kelestarian burung pantai dan habitatnya Perburuan burung a. Teknik yang digunakan berburu Teknik perburuan yang sering digunakan oleh para pemburu yaitu dengan menggunakan jaring kabut (mist net). Pada saat penelitian, kondisi sawah tempat berburu burung baru selesai panen dan sebagian sudah ditanami kembali. Kondisi ini menyebabkan burung banyak yang mencari makan di kawasan tersebut. Terdapat perjanjian tidak tertulis antara para pemburu, yaitu mereka akan menggunakan cara berburu yang paling cocok sesuai musimnya. Mereka tidak akan menggunakan metode yang lain selama musimnya belum tiba. Hal ini bertujuan agar mendapatkan hasil buruan yang lebih banyak. Mereka akan merasa malu apabila hasil buruannya sedikit. b. Jenis yang ditangkap Perburuan terhadap burung air dilakukan oleh masyarakat di habitat rawa, persawahan dan mangrove di sepanjang Pantai Utara Indramayu-Cirebon Utara. Perburuan secara terus menerus tanpa adanya kontrol dikhawatirkan akan mengakibatkan kepunahan. Perburuan terhadap jenis burung air di kawasan ini tercatat mulai tahun 1985 (Milton & Mahardi 1989). Tercatat sebanyak ekor terdiri dari 8 jenis (Milton & Mahardi 1989), ekor; 27 jenis (Rusila 1988); ekor; 30 jenis (Rusila & Indrawan 1990); ekor; 33 jenis (Alikodra et al. 1990), ekor; 31 ekor (Johnston et al. 1991); ekor (Sibuea et al.1992), 33 jenis (Alikodra 1993), ekor; 27 ekor (Widodo et al. 1996), ekor (Sibuea et al. 1996), 8 jenis (Iskandar & Karlina 2004). Sebanyak 17 spesies burung air tertangkap oleh pemburu dalam rentang waktu tiga bulan (November 2010-Januari 2011). Perburuan burung cenderung meningkat pada bulan Januari baik dari segi jumlah jenis, individu maupun pemburu, hal ini karena banyaknya burung air migran yang datang. Sebagian burung yang tertangkap merupakan burung pantai yang melaukan migrasi.

72 Pada mulanya aktivitas penangkapan hanya di sekitar tempat tinggal, namun saat ini sudah meluas ke daerah lain seperti ke desa-desa di kecamatan lainnya, Kabupaten Cirebon, Karawang, bahkan ke daerah Jawa Tengah. Penangkapan di daerah Ujung Karawang, Bekasi pada periode Januari Februari 2009 tercatat sebanyak individu burung yang tertangkap (Purnama 2009). c. Kontribusi pendapatan dari perdagangan burung Bila dilihat dari hasil materi yang didapat, usaha tersebut dapat memberikan kontribusi yang cukup berarti terhadap pendapatan total rumah tangga. Pada umumnya hasil tangkapan mereka dijual ke bakul dan pedagang goreng ayam. Burung yang dijual biasanya dilakukan dengan satuan dan ikat. Burung yang dijual secara satuan biasanya burung yang memilki ukuran badan yang besar seperti pelan/mandar bontod (Porphyrio porphyrio) yang dihargai Rp per individu. Satu ikat burung terdiri dari 2-5 individu tergantung ukuran tubuh burung tersebut. Harga satu ikat burung berkisar antara Rp Apabila dalam sehari seorang pemburu memperoleh rata-rata ekor burung, maka penghasilan dari berburu burung air setiap harinya bisa mencapai Rp Rp Bagi kalangan masyarakat ekonomi lemah, hasil ini lebih baik dibanding bekerja sebagai buruh kasar yang bekerja selama seharian penuh. d. Jalur perdagangan burung Setidaknya terdapat empat aktor yang berperan dalam perburuan burung ini yaitu pemburu, bakul atau pengepul, pedagang burung goreng dan konsumen. Meskipun jumlah pengepul sedikit, namun justru pengepul inilah yang membuat pola dan ritme, yang harus diikuti oleh para pemburu. Masing-masing pemburu dan pengepul seperti sudah memiliki perjanjian khusus, di mana pemburu harus menjual hasil buruan kepada pengepul tertentu, dan tidak diperbolehkan untuk menjual kepada pengepul lain. Demikian juga pengepul, yang tidak diperbolehkan untuk mengambil burung dari pemburu yang tidak ada di bawahnya. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa pelanggaran komitmen yang terjadi. Hal ini sering menimbulkan konflik antar pengepul atau pemburu. Efeknya, pengepul tidak akan membantu segala kekurangan pemburu yang melanggar kesepakatan.

73 Burung hasil buruan kemudian didistribusikan kepada konsumen, baik konsumen primer (langsung) maupun sekunder (tidak langsung). Konsumen langsung adalah masyarakat yang menggunakan burung sebagai bahan makanan, sedangkan konsumen tidak langsung adalah masyarakat yang menggunakan burung hasil buruan untuk diolah dan dijual kepada konsumen langsung. Contoh konsumen sekunder adalah pedagang Gorman dan warung makan. Pengepul pada awalnya mendistribusikan sendiri hasil buruannya, namun sekarang masingmasing pengepul sudah memiliki tenaga bantuan dan tenaga bantuan ini kemudian mengambil keuntungan sendiri dari hasil buruannya. e. Etnoornithologi Meskipun Indramayu ditetapkan sebagai pusat perburuan burung air di Pulau Jawa. Namun, para pemburu di Indramayu memiliki kebiasaan dan kepercayaan yang mengatur kegiatan berburu mereka. Mereka akan merasa tabu terhadap penangkapan spesies tertentu seperti Truyang (Dara-laut; Laridae). Mereka beranggapan bahwa jika burung ini terjaring maka mereka akan mendapatkan nasib buruk. Selain itu, para pemburu tidak melakukan perburuan pada malam Jum at kliwon serta sehari sebelum dan sesudah malam tersebut. Mereka percaya jika melakukan pemburuan pada malam-malam tersebut maka akan mendapatkan nasib buruk. Adat masyarakat akan pengetahuan ekologi dan konservasi lokal jangan diabaikan dan disisihkan supaya kelestarian jenis tetap terjaga (Bonta 2010) Konversi areal mangrove Masalah lain yang mengancam kelestarian burung air di kawasan ini adalah konversi lahan dari hutan mangrove dan pengeringan area pasang surut menjadi tambak. Kegiatan konversi lahan mangrove dan sawah menjadi kawasan budidaya tambak sampai sekarang masih banyak dilakukan oleh masyarakat setempat, terutama di kawasan tanah timbul yang kepemilikannya masih menjadi polemik. Luas total hutan mangrove yang berada di sepanjang pantai utara Indramayu seluas ,55 ha, yang terbagi dalam dua wilayah yaitu kawasan hutan (8.023,55) dan kawasan non-hutan (4.370) (Dishutbun Indramayu 2010). Sebanyak 9.230,68 ha (74,48%) hutan mangrove di lokasi ini dalam kondisi rusak, pada kawasan hutan seluas 6.739,78 ha dan non-hutan seluas 2.490,9 ha).

74 Kerusakan ini diakibatkan oleh pengalihfungsian hutan mangrove menjadi tambak. Perubahan fungsi lahan ini mengakibatkan hilangnya habitat alami bagi burung air baik sebagai cover maupun tempat mencari makan. Selain itu, perubahan cara pengelolaan tambak dari pola empang parit menjadi pola intensif menjadi salah satu penyebab rusaknya mangrove di kawasan ini. Pola empang parit merupakan pola yang diajukan oleh Perum Perhutani selaku pemilik lahan dan petani empang sebagai pengelola. Petani empang diberikan kesempatan untuk memelihara komoditas tambak dan berkewajiban menanam dan memelihara vegetasi mangrove yang terdapat dalam empang tersebut. Pola empang parit ini sudah banyak ditinggalkan oleh petani tambak. Hal ini dikarenakan anggapan petani bahwa pola ini menghasilkan panen yang sedikit. Sehingga petani menebang habis tegakan mangrove yang berada di tengah-tengah empang. Selain itu, perubahan pola pemanenan yang dilakukan petani empang dari sistem pengeringan (membuang air tambak ke sungai) menjadi sistem jaring akan mengganggu anakan mangrove yang ditanam di tengah-tengah empang. Perubahan kondisi tegakan mangrove di empang mengakibatkan terganggunya habitat burung pantai yang menjadikan tegakan mangrove sebagai tempat bertengger dan istirahat pada saat air laut pasang. Persaingan antara manusia dan burung pantai terjadi dalam hal pencarian makan terutama jenis kerang-kerangan yang dilakukan di wilayah pasang surut terutama gosong lumpur. Gosong lumpur digunakan oleh manusia dan burung pantai sebagai tempat jenis kerang-kerangan (Dias et al. 2008). Selain itu, pengambilan kerang yang dilakukan akan mengakibatkan perubahan kondisi gosong lumpur karena gosong lumpur akan diinjak dan digali untuk mengambil kerang (Navedo & Masero 2007). Hal ini akan berdampak negatif terhadap burung pantai Pencemaran lingkungan Pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida dan insektisida yang dilakukan oleh petani juga menjadi ancaman bagi burung air. Petani menggunakan britadine dan saponine untuk membasmi pesaing-pesaing ikan budidaya yang

75 masuk ke dalam empang dan thiodan digunakan untuk membunuh ikan yang siap panen agar lebih mudah dalam penangkapannya. Jenis-jenis racun tersebut akan menurunkan keanekaragaman biota-biota makrozoobenthos yang menjadi sumber pakan burung air. Bahan aktif suatu pestisida dapat menyebabkan kematian terhadap organisme perairan seperti krustasea, ikan dan moluska (Supriharyono 2002). Bahan-bahan pencemar tersebut akan terakumulasi pada tubuh burung air tersebut karena memangsa biota air yang tercemar. Akibatnya sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan kelangsungan hidup burung, seperti menipisnya cangkang telur yang mengakibatkan menurunnya daya tetas telur sehingga sangat mengancam kelestarian burung. Berdasarkan hasil penelitian Ginoga (1999) mengenai kandungan insektisida pada tiga jenis burung air terdapat kandungan klor-organik, fosfat-organik dan karbamat pada jaringan tubuh dan cangkang telur ketiga jenis burung tersebut. Kandungan residu pestisida jenis thiodan (endosulfan) yang terdapat pada burung kokokan laut di Muara Cimanuk sebesar 0,0289-0,3612 ppm (Nursoleh 1998). Selain itu, pencemaran lingkungan yang terjadi di wilayah ini adalah limbah yang berasal dari pengelolaan minyak bumi. Pengaruh racun dari tumpahan minyak yang terperangkap pada sedimen-sedimen di daerah pasang surut dapat bertahan lama. Kondisi ini akan membunuh dan menghambat produktivitas dari oganisme yang ada di kawasan tersebut.

76 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Lahan basah di KMC digunakan oleh sedikitnya 21 spesies dan 4 famili. Terdapat 8 spesies yang dilindungi PP/UU RI, 5 spesies termasuk kategori kelangkaan IUCN (Near Threatened dan Vulnerable). 2. Keanekaragaman burung pantai di KMC tergolong sedang (D Mg =2,60; H =1,92), kemereataan rendah (E=0,63). 3. Makrozoobenthos yang ditemukan di KMC yaitu mollusca (73,68%), crustacea (10,53%) dan tidak teridentifikasi (15,79%). Nilai indeks keanekaragaman makrozoobenthos tergolong sedang (H =2,68) dan indeks kemerataan tergolong tinggi (E=0,91). 4. Keanekaragaman burung pantai termasuk benthos cenderung meningkat seiring meningkatnya nilai keanekaragaman. 5. Terjadi perburuan di KMC, sekitar 8.047,0±914,6 individu burung air yang ditangkap oleh pemburu setiap bulannya, 18,29% (1.443,9±304,4) burung yang tertangkap merupakan burung pantai. 6.2 Saran Perlu adanya perhatian yang lebih serius dari pihak yang terkait dalam pengelolaan kawasan, terutama kawasan yang dijadikan sebagai feeding ground burung pantai agar kelestarian burung pantai dan habitatnya tetap terjaga. Penyadartahuan dan pendampingan terhadap masyarakat sekitar kawasan tentanng pentingnya perlindungan burung pantai dan habitatnya, terutama bagi paara pemburu burung air.

77 DAFTAR PUSTAKA [ARCBC] Asian Region Center for Biodiversity Conservation Muara Cimanuk West Java, Indonesia. [16 Maret 2011]. [Dishutbun Indramayu] Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Indramayu Pokja Mangrove Indramayu. Indramayu: Dishutbun Indramayu. [WIIP] Wetlands International Indonesia Programme Muara Cimanuk. [16 Maret 2010]. Alikodra HS, Mulyani YA, Priyono A, Mustari AH, Sinarojo DA, Ismail Ekologi dan Konservasi Burung Wader Migran di Pulau Jawa. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Tidak diterbitkan. Alikodra HS Konservasi burung pantai migran di Jawa. Media Konservasi IV (2): Pengelolaan Satwaliar. Jilid 1. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Al-sayed H, Naser H, Al-Wadaei K Observations on macrobenthic invertebrates and wader bird assemblages in a protected marine mudflat in Bahrain. Aquatic Ecosystem Health & Management. 11(4): Barnes KSK, Mann KH Fundamental of Aquatic Ecology. London: Blackwell Scientific Publications. Barus TA Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. Medan: USU Press. Beehler BM, Pratt TK, Zimmerman DA Burung-burung di Kawasan Papua; Papua, Papua Niugini dan Pulau-pulau Satelitnya. Bogor: Puslitbang Biologi LIPI. Birdlife International. 2011a. Important Bird Areas factsheet: Muara Cimanuk. [25 Mei 2011] b. Far Eastern Curlew Numenius madagascariensis. [14 Juli 2011] Boer WF de The shorebird community structure at an intertidal mudflat In Southern Mozambique. Ardea 90(1): Bonta M Ethno-ornithology and Biological Conservation. Dalam: Tidemann S, Gosler AG, editor. Ethno-ornithology : birds, indigenous peoples, culture and society. London: Earthscan. hlm Brown S, Hickey C, Harrington B, Gill R The U.S. Shorebird Conservation Plan, 2 nd ed. Manoment Center for conservation Sciences, Manomet, Massachusetts. Burger J, Howe V, Caldwllh AD, Chase J Effect of tide cycles on habitat selection and habitat partitioning by migrating shorebirds. Auk 94: Burger J, Jeitner C, Clark K, Niles LJ The effect of human activities on migrant shorebirds: Successful adaptive management. Environmental Conservation. 31(4):

78 Burger J, Niles L, Clark KE Importance of Beach, Mudflat and marsh Habitats to migrant Shorebirds on Delawere Bay. Biological Concervation 79: Campbell B, Lack E A Dictionary of Birds. South Dakota: Vermillon. Davies J, Claridge GF, Nirarita CE Manfaat Lahan Basah: Potensi Lahan Basah dalam Mendukung dan Memelihara Pembangunan. Bogor: PHPA/AWB. Dias MP, Peste F, Granadeiro JP, Palmeirim JM Does traditional Shellfishing affect foraging by waders? The case of the Tagus Estuary (Portugal). Acta Oecologica 33: Eldridge J Management of habitat for breeding and migrating shorebirds in the Midwest. Fish and Wildlife 13(2):14. Ericson PGP, Envall I, Irestedt M, Norman JA Inter-familial relationships of the shorebirds (Aves: Charadriiformes) based on nuclear DNA sequence data. BMC Evolutionary Biology 3(16):1-14. Finn PG, Catterall CP, Driscoll PV Prey versus substrateas determinants of habitat choice in a feeding shorebird. Estuarine, Coastal and Shelf Science. 80: Galbraith H, Jones R, Park R, Clough J, Herrod-Julius S, Harrington B, Page G Global climate change and sea level rise: Potential losses of intertidal habitat for shorebirds. USDA Forest Service Gen. Tech. 191: Ginoga LN Pencemaran Insektisida Pada Tiga Spesies Burung Air di Area Persawahan Sukamandi Subang Jawa Barat. [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana Institut Petanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Harrison CJO Waders and Shorebirds. Di dalam. Forshaw, J. editor. Enclycopedia of Birds. New York. Woldon Owen Inc. hal Hayman P, Marchant J, Pratet T Shorebirds; An Indentification Guide to The Waders of The World. Boston: Houghton Mifflin Company. Howes J, Bakwell D, Noor YR Panduan Studi Burung Pantai. Bogor: Wetlands International-Indonesia Programme. Iskandar S, Karlina E Kajian pemanfaatan jenis burung air di Pantai Utara Indramayu, Jawa Barat. Buletin Plasma Nutfah 10 (1): Jing Z, Kai J, Xiojing G, Zhijun M Food supply in intertidal area for shorebirds during stopover at Chongming Dongtan, China. Acta Ecologica Sinica, 27(6): Johnson R, Lawler WG, Rusila Y, Barter MA Migratory Waterbird Survey and Bird Banding Project in The Indramayu Cirebon West Java: the Oriental Pratinicole (Glareola maldivarum) as a Case Study. Bogor: AWB-PHPA. Lomoljo RM, Ismail A, Kong YC, Ismail AR The status of migratory shorebirds diversity in Ramsar Site during southward and northward migratory in Kuala Gula Bird Sanctuary. Stilt 58(2): Kalay DE Perubahan Garis Pantai di Sepanjang Pesisir Pantai Indramayu. [tesis]. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Krebs CJ Ecological Methodology. New York: Harper dan Row Publisher. MacKinnon J Panduan Lapang Pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali. Yogyakarta: Gadjah mada University Press.

79 MacKinnon J, Phillipps K, van Balen B Seri Panduan Lapangan Burungburung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Bogor: Birdlife International-Indonesia Program Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI. Magurran AE Measuring Biological Diversity. Malden: Blackwell Publishing. Masero JA, González MP, Basadre M, Otero-Saavedra M Food supply for waders (Aves:Charadrii) in an estuarine area in the Bay of Cádiz (SW Iberian Peninsula). Acta Oecologica 20 (4): Milton AG, Marhadi A An Investigation Into The Market Netting of Birds In West Java.Bogor: PHPA/WWF/IUCN. Mustari AH Jenis-jenis burung air di hutan mangrove delta sungai Cimanuk, Indramayu-Jawa Barat. Media Konservasi IV (1): Navedo JG, Masero JA Effects of traditional clam harvesting on the foraging ecology of migrating curlews (Numenius arquata). Experimental Marine Biology and Ecology 355: Neithammer G Waders and Gull-Like Birds. Di dalam. Grzimeks B, editor. Animal Life Enclycopedia. New York. Von Nostrand Company. Nirarita CE, Wibowo P, Susanti S, Padmawinat D, Kusmarini, Syarif M, Kusniangsih, Sinulingga LBR Ekosistem Lahan Basah Indonesia. Bogor: Wetlands International-Indonesia Programme. Noerdjito M Nama Daerah Burung di Indonesia. Bogor: P2B-LIPI. Nursoleh A Bioakumulasi Pestisida Burung Kokokan Laut (Butroides striatus) Studi Kasus di Lahan Tambak RPH Cangkring, BKPH Indramayu, KPH Inndramayu, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. [skripsi]. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Odum EP Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga. Yogyakarta: University Gadjah Mada Press. Pandiyan J, Asokan S, Nagrajan R Habitat utilisation and assemblage patterns of migratory shorebirds at stopover sites in Shouthern India. stilt 58(2): Perrrins C, Middleton ALA The Enclycopedia of Birds. New York: Feast on File Publications. Piersma, T Climate Change and Shorebird Migrations [abstrak]. Di dalam: BOU Proceedings Climate Change and Birds; [01 April 2011] Placyk JS, Harrington BA Prey abundance and habitat use by migratory shorebirds at coastal stopover sites in Connecticut. Field Ornithol 75(3): Poole RW An Introduction to Quantitative Ecology. Tokyo: McGraw-Hill Kohakusha, Ltd. Purnama S Bird hunting in Ujung Karawang Natural Preserve, Bekasi, West Java [abstrak]. Di dalam: 5 th Australasian Ornithological Conference; Armidale Birds Australia. hlm Riak KM An Ecological Assessment of Wetland Habitats Utilized by Migratory Shorebirds at Kapar, Pantai Remis and Kuala Selangor Nature

80 Park, Malaysia [disertasi]. Kuala Lumpur: Science and Environmental Studies, Universiti Putra Malaysia. Rogers D, Battley P, Piersma T, Vangils J, Rogers KG High-tide habitat choice: insights from modeling roost selection by shorebirds around at ropical bay. Animal Behaviour 72: Rombang WM, Rudyanto Daerah Penting Bagi Burung Jawa dan Bali. Bogor: Birdlife International-Indonesia Programme. Rottenborn SC The use of coastal agricultural fields in Virginia as foraging habitat by shorebirds. Wilson Bull 108(4): Rusila Y Studi Populasi Burung Kaitannya dengan Usaha Konservasi di Daerah Pantai Indramayu dan Pantai Cirebon. [skripsi]. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran. Rusila Y, Indrawan Laporan Khusus Pencincinan Burung Air di Indramyu Cirebon. Bogor: AWB-PHPA. Sibuea TTh, Rusila Y, Herdiansyah D Studi Populasi dan penyebaran Burung Wilwo (Mycteria cinerea) di Pantai Utara Jawa Barat. Bogor: AWB-PHPA. Sibuea TTh, Rusila Y, Silvius MJ, Adi S Burung Bangau, Pelatuk Besi dan Paruh Besi di Indonesia. Panduan untuk Jaring Kerja. Bogor: PHPA- Wetlands International-Indonesia Programme. Sibuea TTh Kondisi Populasi dan Habitat Burung di Indramayu Jawa Barat Pasca Proyek Indramayu. Bogor: Werlands International-Indonesia Programme-PHPA. Sibuea TTh Konservasi Burung Air dan Lahan Basah di Indonesia.Seminar Nasional Pelestarian Burung dan Ekosistemnya dalam Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. Bogor: Pusat Antar Universitas, IPB. Silvius MJ Wetlands. Bogor: Asian Wetland Bureau. Sonobe K, Usui S A Field Guide of The waterbirds of Asia. Tokyo: Wild Bird Society of Japan. Suhanda U Telaah Makrozoobenthos Sebagai Indikator Pencemaran Air dan Potensi Makan Burung Merandai di Perairan Kota Baru Bandar Kemayoran Jakarta. [skripsi]. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Sukardjo S Tanah dan Status Hara di Huatan Mangrove Tiris, Indramayu. Rimba Indonesia 13(2-4):12-23 Sukmantoro W, Irham M, Novarino W, Hasudungan F, Kemp N, Muchtar M Daftar Burung Indonesia no. 2. Bogor: Indonesian Ornithologists Union. Sutherland WJ Diet and Foraging Behaviour. Dalam: Sutherland WJ, Newton I, Green RE, editor. Bird Ecology and Conservation. A Handbook of Techniques. New York:Oxford University Press inc. Hlm Tanudimadja K, Kusumadihardja S Perilaku Hewan Ternak. Bogor: Jurusan Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Thomas GH, Wills MA, Székely T A supertree approach to shorebird phylogeny. Molecular Phylogenetics and Evolution 30:

81 Tian B, Zhou Y, Zhang L, Yuan L Analyzing the habitat suitability for migratory birds at the chongming Dongtan Nature Reserve in Shanghai, China. Estuarine, Coastal and Shelf Science 80: Verikuil Y, Have TM van der, Winden J van der, Chernichko II Habitat use and diet selection of northward migrating waders in the Sivash (Ukraine): The use of brine Shrimp artemiasalina in Avariably Saline Lagoon Complex. Ardea 91(1):72-83 Welty JC The Life of Bird. Philadelphia: Saunders Collage Publishing. Whitlatch RB, Hines AH, Thrush SF, Hewitt JE, Cummings V Benthic faunal responses to variations in patch density and patch size of a suspension-feeding bivalve. Experimental Marine Biologi and Ecologi 216: Widodo W, Rusila Y, Wirjoatmodjo S Pengamatan burung-burung air di Pantai Indramayu-Cirebon, Jawa Barat. Media Konservasi V (1):11-15 Whitten T, Soeriaatmadja RE, Afiff SA Ekologi Jawa dan Bali. Jakarta: Prenhallindo. Zou F, Zhang H, Dahmer T, Yang Q, Cai J, Zhang W, Liang C The effects of benthos and wetland area on shorebird abundance and species richness in coastal mangrove wetlands of Leizhou Peninsula China. Forest Ecology and Management 255(2008):

82 LAMPIRAN

83 Lampiran 1 Keanekaragamanan, dominansi dan kemerataan burung pantai pada seluruh habitat. No Nama Ilmiah Nama Jenis Nama Inggris Lokasi RB Pa CL S Pb Σx pi pi ln pi Di H' E Charadriidae 1 Pluvialis squatarola Cerek besar Grey Plover Pluvialis fulva Cerek kernyut Pacific Golden Plover Charadrius alexandrinus Cerek tilil Kentish Plover Charadrius javanicus Cerek jawa Javan Plover Charadrius mongolus Cerek-pasir mongolia Lesser Sand Plover Scolopacidae 6 Numenius minutus Gajahan kecil Little Curlew Numenius phaeopus Gajahan penggala Whimbrel Numenius arquata Gajahan erasia Eurasian Curlew Numenius madagascariensis Gajahan timur Eastern Curlew Limosa limosa Biru-laut ekor-hitam Black-tailed Godwit Limosa lapponica Biru-laut ekor-blorok Bar-tailed Godwit Tringa stagnatilis Trinil rawa Marsh Sandpiper Tringa nebularia Trinil kaki-hijau Common Greenshank Actitis hypoleucos Trinil pantai Common Sandpiper Limnodromus semipalmatus Trinil-lumpur asia Asian Dowitcher Gallinago gallinago Berkik ekor-kipas Common Snipe Calidris subminuta Kedidi jari-panjang Long-toed Stint Limicola falcinellus Kedidi paruh-lebar Broad-billed Sandpiper Recurvirostridae 19 Himantopus leucocephalus Gagang-bayam timur White-headed Stilt Himantopus himantopus Gagang-bayang belang Black-winged Stilt Glareolidae 21 Glareola maldivarum Terik asia Oriental Pratincole

84 Lampiran 2 Sebaran burung pantai di KMC No Nama Ilmiah Nama Jenis Nama Inggris Lokasi A B C D E Σx x² S² ẋ Id Mu χ χ kriteria 1 Numenius minutus Gajahan kecil Little Curlew A 2 Tringa nebularia Trinil kaki-hijau Common Greenshank A 3 Charadrius mongolus Cerek-pasir mongolia Lesser Sand Plover A 4 Numenius madagascariensis Gajahan timur Eastern Curlew A 5 Limosa limosa Biru-laut ekor-hitam Black-tailed Godwit A 6 Charadrius alexandrinus Cerek tilil Kentish Plover A 7 Limnodromus semipalmatus Trinil-lumpur asia Asian Dowitcher A 8 Himantopus himantopus Gagang-bayang belang Black-winged Stilt A 9 Limicola falcinellus Kedidi paruh-lebar Broad-billed Sandpiper A 10 Calidris subminuta Kedidi jari-panjang Long-toed Stint A 11 Gallinago gallinago Berkik ekor-kipas Common Snipe A 12 Tringa stagnatilis Trinil rawa Marsh Sandpiper A 13 Pluvialis squatarola Cerek besar Grey Plover M 14 Limosa lapponica Birulaut ekor-blorok Bar-tailed Godwit M 15 Himantopus leucocephalus Gagang-bayam timur White-headed Stilt M 16 Numenius arquata Gajahan erasia Eurasian Curlew M 17 Numenius phaeopus Gajahan penggala Whimbrel M 18 Pluvialis fulva Cerek kernyut Pacific Golden Plover M 19 Glareola maldivarum Terik asia Oriental Pratincole M 20 Charadrius javanicus Cerek jawa Javan Plover M 21 Actitis hypoleucos Trinil pantai Common Sandpiper M

85 Lampiran 3 Uji statistik. Two-Sample T-Test and CI: Rambatan Baru, Pangkalan Two-sample T for Rambatan Baru vs Pangkalan N Mean StDev SE Mean Rambatan Baru Pangkalan Difference = mu (Rambatan Baru) - mu (Pangkalan) Estimate for difference: % CI for difference: ( , ) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.34 P-Value = DF = 39 Kesimpuln: karena t hit (0,34) < t tabel (1,721) dengan tingkat kepercayaan 95% terima H0, bahwa tidak ada perbedaan keanekaragaman burung pantai di Rambatan Baru dan Pangkalan. Two-Sample T-Test and CI: Rambatan Baru, Cimanuk Lama Two-sample T for Rambatan Baru vs Cimanuk Lama N Mean StDev SE Mean Rambatan Baru Cimanuk Lama Difference = mu (Rambatan Baru) - mu (Cimanuk Lama) Estimate for difference: % CI for difference: ( , ) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 2.64 P-Value = DF = 39 Kesimpuln: karena t hit (2,64) > t tabel (1,721) dengan tingkat kepercayaan 95% tolak H0, bahwa ada perbedaan keanekaragaman burung pantai di Rambatan Baru dan Cimanuk Lama.

86 Lampiran 3 Lanjutan. Two-Sample T-Test and CI: Rambatan Baru, Singakerta Two-sample T for Rambatan Baru vs Singakerta N Mean StDev SE Mean Rambatan Baru Singakerta Difference = mu (Rambatan Baru) - mu (Singakerta) Estimate for difference: % CI for difference: ( , ) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 2.64 P-Value = DF = 39 Kesimpuln: karena t hit (2,64) > t tabel (1,721) dengan tingkat kepercayaan 95% tolak H0, bahwa ada perbedaan keanekaragaman burung pantai di Rambatan Baru dan Singakerta Two-Sample T-Test and CI: Rambatan Baru, Pabean Two-sample T for Rambatan Baru vs Pabean N Mean StDev SE Mean Rambatan Baru Pabean Difference = mu (Rambatan Baru) - mu (Pabean) Estimate for difference: % CI for difference: ( , ) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 3.02 P-Value = DF = 39 Kesimpuln: karena t hit (3,02) > t tabel (1,721) dengan tingkat kepercayaan 95% tolak H0, bahwa ada perbedaan keanekaragaman burung pantai di Rambatan Baru dan Pabean.

87 Lampiran 3 Lanjutan. Two-Sample T-Test and CI: Pangkalan, Cimanuk Lama Two-sample T for Pangkalan vs Cimanuk Lama N Mean StDev SE Mean Pangkalan Cimanuk Lama Difference = mu (Pangkalan) - mu (Cimanuk Lama) Estimate for difference: % CI for difference: ( , ) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 2.25 P-Value = DF = 39 Kesimpuln: karena t hit (2,25) > t tabel (1,721) dengan tingkat kepercayaan 95% tolak H0, bahwa ada perbedaan keanekaragaman burung pantai di Pangkalan dan Cimanuk Lama Two-Sample T-Test and CI: Pangkalan, Singakerta Two-sample T for Pangkalan vs Singakerta N Mean StDev SE Mean Pangkalan Singakerta Difference = mu (Pangkalan) - mu (Singakerta) Estimate for difference: % CI for difference: ( , ) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 2.25 P-Value = DF = 39 Kesimpuln: karena t hit (2,25) > t tabel (1,721) dengan tingkat kepercayaan 95% tolak H0, bahwa ada perbedaan keanekaragaman burung pantai di Pangkalan dan Singakerta

88 Lampiran 3 Lanjutan. Two-Sample T-Test and CI: Pangkalan, Pabean Two-sample T for Pangkalan vs Pabean N Mean StDev SE Mean Pangkalan Pabean Difference = mu (Pangkalan) - mu (Pabean) Estimate for difference: % CI for difference: ( , ) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 2.61 P-Value = DF = 39 Kesimpuln: karena t hit (2,61) > t tabel (1,721) dengan tingkat kepercayaan 95% tolak H0, bahwa ada perbedaan keanekaragaman burung pantai di Pangkalan dan Pabean Two-Sample T-Test and CI: Cimanuk Lama, Singakerta Two-sample T for Cimanuk Lama vs Singakerta N Mean StDev SE Mean Cimanuk Lama Singakerta Difference = mu (Cimanuk Lama) - mu (Singakerta) Estimate for difference: % CI for difference: ( , ) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.00 P-Value = DF = 40 Kesimpuln: karena t hit (0,00) < t tabel (1,721) dengan tingkat kepercayaan 95% terima H0, bahwa tidak ada perbedaan keanekaragaman burung pantai di Cimanuk Lama dan Singakerta

89 Lampiran 3 Lanjutan. Two-Sample T-Test and CI: Cimanuk Lama, Pabean Two-sample T for Cimanuk Lama vs Pabean N Mean StDev SE Mean Cimanuk Lama Pabean Difference = mu (Cimanuk Lama) - mu (Pabean) Estimate for difference: % CI for difference: ( , ) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.31 P-Value = DF = 39 Kesimpuln: karena t hit (0,31) < t tabel (1,721) dengan tingkat kepercayaan 95% terima H0, bahwa tidak ada perbedaan keanekaragaman burung pantai di Cimanuk Lama dan Pabean Two-Sample T-Test and CI: Singakerta, Pabean Two-sample T for Singakerta vs Pabean N Mean StDev SE Mean Singakerta Pabean Difference = mu (Singakerta) - mu (Pabean) Estimate for difference: % CI for difference: ( , ) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.31 P-Value = DF = 39 Kesimpuln: karena t hit (0,31) < t tabel (1,721) dengan tingkat kepercayaan 95% terima H0, bahwa tidak ada perbedaan keanekaragaman burung pantai di Singakerta dan Pabean

90 Lampiran 4 Keanekaragaman, dominansi dan kemerataan burung pantai di Ramabatan Baru. No Nama Ilmiah Nama Lokal Nama Inggris Jalur J1 J2 J3 J4 J5 J6 J7 J8 Σx pi pi ln pi Di H' E Charadriidae 1 Pluvialis squatarola Cerek besar Grey Plover Pluvialis fulva Cerek kernyut Pacific Golden Plover Charadrius alexandrinus Cerek tilil Kentish Plover Charadrius javanicus Cerek jawa Javan Plover Scolopacidae 5 Numenius minutus Gajahan kecil Little Curlew Numenius phaeopus Gajahan penggala Whimbrel Numenius arquata Gajahan erasia Eurasian Curlew Numenius madagascariensis Gajahan timur Eastern Curlew Limosa limosa Biru-laut ekor-hitam Black-tailed Godwit Limosa lapponica Biru-laut ekor-blorok Bar-tailed Godwit Tringa stagnatilis Trinil rawa Marsh Sandpiper Tringa nebularia Trinil kaki-hijau Common Greenshank Actitis hypoleucos Trinil pantai Common Sandpiper Limnodromus semipalmatus Trinil-lumpur asia Asian Dowitcher Recurvirostridae 15 Himantopus leucocephalus Gagang-bayam timur White-headed Stilt Glareolidae 16 Glareola maldivarum Terik asia Oriental Pratincole

91 Lampiran 5 Keanekaragaman, dominansi dan kemerataan burung pantai di Pangkalan. No Nama Ilmiah Nama Lokal Nama Inggris Jalur J1 J2 J3 J4 J5 J6 J7 J8 Σx pi pi ln pi Di H' E Charadriidae 1 Pluvialis squatarola Cerek besar Grey Plover Pluvialis fulva Cerek kernyut Pacific Golden Plover Charadrius alexandrinus Cerek tilil Kentish Plover Charadrius javanicus Cerek jawa Javan Plover Charadrius mongolus Cerek-pasir mongolia Lesser Sand Plover Scolopacidae 6 Numenius phaeopus Gajahan kecil Whimbrel Numenius arquata Gajahan penggala Eurasian Curlew Limosa lapponica Biru-laut ekor-blorok Bar-tailed Godwit Tringa stagnatilis Trinil rawa Marsh Sandpiper Actitis hypoleucos Trinil pantai Common Sandpiper Calidris subminuta Kedidi jari-panjang Long-toed Stint Limicola falcinellus Kedidi paruh-lebar Broad-billed Sandpiper Recurvirostridae 13 Himantopus leucocephalus Gagang-bayam timur White-headed Stilt Himantopus himantopus Gagang-bayang belang Black-winged Stilt Glareolidae 15 Glareola maldivarum Terik asia Oriental Pratincole

92 Lampiran 6 Keanekaragaman, dominansi dan kemerataan burung pantai di Cimanuk Lama. No Nama Ilmiah Nama Lokal Nama Inggris Jalur J1 J2 J3 J4 J5 J6 J7 J8 Σx Charadriidae pi pi ln pi Di H' 1 Pluvialis squatarola Cerek besar Grey Plover Pluvialis fulva Cerek kernyut Pacific Golden Plover Charadrius javanicus Cerek jawa Javan Plover Scolopacidae 4 Numenius phaeopus Gajahan penggala Whimbrel Numenius arquata Gajahan erasia Eurasian Curlew Limosa lapponica Biru-laut ekor-blorok Bar-tailed Godwit Actitis hypoleucos Trinil pantai Common Sandpiper E Lampiran 7 Keanekaragaman, dominansi dan kemerataan burung pantai di Singakerta. No Nama Ilmiah Nama Lokal Nama Inggris Jalur J1 J2 J3 J4 J5 J6 J7 J8 Charadriidae 1 Pluvialis fulva Cerek Kernyut Pacific Golden Plover Charadrius javanicus Cerek Jawa Javan Plover Scolopacidae 3 Numenius phaeopus Gajahan Penggala Whimbrel Numenius arquata Gajahan Erasia Eurasian Curlew Tringa stagnatilis Trinil Rawa Marsh Sandpiper Actitis hypoleucos Trinil Pantai Common Sandpiper Gallinago gallinago Berkik Ekor-kipas Common Snipe Glareolidae 8 Glareola maldivarum Terik Asia Oriental Pratincole Σx pi pi ln pi Di H' E

93 Lampiran 8 Keanekaragaman, dominansi dan kemerataan burung pantai di Pabean. No Nama Ilmiah Nama Lokal Nama Inggris Charadriidae 1 Pluvialis fulva Cerek kernyut Pacific Golden Plover Charadrius javanicus Cerek jawa Javan Plover Charadrius mongolus Cerek-pasir mongolia Lesser Sand Plover Scolopacidae 4 Numenius phaeopus Gajahan panggala Whimbrel Numenius arquata Gajahan erasia Eurasian Curlew Tringa stagnatilis Trinil rawa Marsh Sandpiper Actitis hypoleucos Trinil pantai Common Sandpiper J1 Jalur J2 Σx pi pi ln pi Di H' E

94 Lampiran 9 Keanekaragaman dan kemerataan makrozoobenthos di KMC Lokasi No Kelas Famili Jenis RB Pa CL S Pb Σ Pi pi ln pi H' E Bivalva Mactridae Spisula solida Gastropoda Littorinidae Littorina sp Gastropoda Neritidae Neritinia sp Gastropoda Neritidae Neritinia communis Gastropoda Potamididae Telescopium telescopium Gastropoda Cerithiidae Cerithium maculatum Gastropoda Littorinidae Littorina scabra Gastropoda Cerithidea Cerithidea quadrata Gastropoda Ellobiidae Cassidula aurisfelis Gastropoda Potaminidae Terebralia sp Gastropoda Nassariidae Nassarius pullus Gastropoda Cerithiidae Bittium sp Gastropoda Ampullariidae Bellamy javanica Gastropoda Ampullariidae Pila scutata Malacostraca Ocypodidae Uca annulipes Malacostraca Ocypodidae Macrophthalmus sp Spesies A Spesies B Spesies C

95 Lampiran 10 Jenis, jumlah dan harga burung pantai yang diperdagangkan No Nama Jenis Bulan Daerah Lokal Ilmiah November Desember Januari Σ Harga 1 Ayam-ayaman/biron Mandar bontot Gallicrex cinerea Bawangan/pipian Tikusan merah Porzana fusca per 5 ekor 3 Bayeman Trinil rawa Tringa stagnatilis per 4 ekor 4 Beker Mandar-padi sintar Gallirallus striatus Burcet Berkik-ekor kipas Gallinago sp Cengkek Bambangan kuning Ixobrychus sinensis per 4 ekor 7 Clongongan Trinilkaki hijau Tringa nebularia per 4 ekor 8 Kemang Bambangan Merah Ixobrychus cinnamomeu per 4 ekor 9 Kruak Kareo padi Amaurornis phoenicurus Nyonyon Birulaut Ekorblorok Limosa lapponica Pelan Mandar besar Porphyrio porphyrio Peruk Mandar batu Gallinula chloropus Terik Terik asia Glareola maldivarum Trinil geger Trinil semak Tringa glareola per 4 ekor 15 Trinil kaki Trinil pantai Actitis hypoleucos per 4 ekor 16 Truyun Cerek besar/kernyut Pluvialis sp Tututan/dher Tikusan kerdil Porzana pusilla per 5 ekor Total

96 83 Lampiran 12 Deskripsi spesies burung pantai yang ditemukan di KMC Cerek besar Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Pluvialis squatarola : Grey Plover : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran sedang (28 cm), burung air bertubuh gemuk dengan paruh pendek yang kuat. Perbedaannya dengan Cerek kernyut: ukuran tubuh dan paruh lebih besar serta pada warna (tubuh bagian atas abu-abu kecoklatan, tubuh bagian bawah keputihputihan). Perbedaan lainnya: sewaktu terbang, tungging dan bagian sisi atas ekor putih, ada garis putih pada sayap serta bercak ketiak hitam pada pangkal sayap bawah yang putih. Iris coklat, paruh hitam, tungkai abu-abu. Deskripsi Suara Siulan meratap dengan tiga nada yang menyambung "kwii-u-ii", menurun, kemudian meninggi lagi. Kebiasaan Mencari makan dalam kelompok kecil di gosong lumpur dan pasir di daerah pasang surut. Lokasi Penemuan Cerek besar dijumpai sebanyak 25 individu di tiga lokasi yaitu Rambatan Baru, Pangkalan dan Cimanuk Lama.

97 84 Cerek Kernyut Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Pluvialis fulva : Pacific Golden Plover : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran sedang (25 cm), bertubuh kekar dengan kepala besar dan paruh pendek besar. Berwarna kuning coklat keemasan dengan garis mata, sisi muka, dan tubuh bagian bawah pucat. Tidak ada warna kontras pada garis sayap sewaktu terbang. Iris coklat, paruh hitam, tungkai abu-abu. Deskripsi Suara Siulan nyaring, nada tunggal atau ganda "tu-ii". Kebiasaan Mencari makan sendirian atau dalam kelompok, di gosong lumpur, gosong pasir, padang rumput terbuka, lapangan, lapangan golf, atau lapangan terbang dekat pantai. Lokasi Penemuan Cerek kernyut dijumpai di semua lokasi penelitian.

98 85 Cerek Tilil Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Charadrius alexandrinus : Kentish Plover : Charadriidae Deskripsi Bentuk Bertubuh kecil (15 cm), berwarna coklat dan putih, berparuh pendek. Perbedaannya dengan Cerek-kalung kecil: kaki hitam, ada garis putih jelas pada sayap sewaktu terbang, warna lebih putih pada ekor terluar. Pada sisi dada, terdapat bercak hitam (jantan) atau coklat (betina). Iris coklat, paruh dan kaki hitam. Deskripsi Suara Nada tunggal yang lembut meninggi "prwit", berulang-ulang. Kebiasaan Mencari makan sendirian atau dalam kelompok kecil, sering berbaur dengan burung perancah lain. Hidup di pantai atau padang rumput berpasir dekat pantai, di sungai dan paya-paya.. Lokasi Penemuan Cerek dijumpai hanya 3 individu yaitu 1 individu di Rambatan Baru dan 2 individu di Pangkalan. Cerek tilil ditemukan sendirian sedang mencari makan.

99 86 Cerek Jawa Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Charadrius javanicus : Javan Plover : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran kecil (15 cm), berparuh pendek, berwarna coklat dan putih. Warna jantan dan betina sama. Mirip Cerek tilil (dulu dianggap sejenis), tetapi kepala lebih coklat kemerahan, kaki pucat, dan garis pada dada tanpa warna hitam. Warna putih pada kerah belakang biasanya tidak menyambung. Iris coklat, paruh hitam, tungkai abuabu hijau zaitun atau coklat pucat. Deskripsi Suara Lembut, berulang, nada tunggal menaik "kwiik". "Tidip", "tik", atau "cik" sewaktu terbang atau berjalan cepat. Kebiasaan Mencari makan sendirian atau dalam kelompok kecil, sering berbaur dengan burung perancah lain. Hidup di pantai atau padang rumput berpasir dekat pantai, di sungai dan paya-paya. Lokasi Penemuan Merupakan burung endemik Jawa yang ditemukan melimpah di lima lokasi. Sebanyak 481 individu Cerek jawa ditemukan selama penelitian.

100 87 Cerek-pasir Mongolia Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Charadrius mongolus : Lesser Sand Plover : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran sedang (20 cm), berparuh pendek, berwarna abu-abu, coklat, dan putih. Sangat mirip Cerek-pasir besar dan sering berbaur. Perbedaannya: ukuran tubuh kecil dan lebih pendek, paruh halus, garis putih pada sayap terlihat samar sewaktu terbang. Burung pengunjung awal (yang masih dalam masa berbiak ) terlihat berbeda jelas, karena terdapat garis dada merah tua lebar dan topeng hitam dengan dahi seluruhnya hitam pada ras atrifrons yang merupakan ras paling umum. Iris coklat, paruh hitam, kaki abu-abu gelap. Deskripsi Suara Getaran tenang pendek atau suara "kip-ip" tajam. Kebiasaan Ditemukan berbaur dengan burung perancah lain di daerah berlumpur dan berpasir di tepi pantai, kadang-kadang dalam kelompok besar berjumlah ratusan ekor. Lokasi Penemuan Hanya dijumpai 2 individu Cerek-pasir Mongolia yaitu masing-masing 1 individu dijumpai di Pangkalan dan Pabean. Dijumpai pada saat makan di pesisir pantai.

101 88 Gajahan Kecil Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Numenius minutus : Little Curlew : Scolopacidae Deskripsi Bentuk Berukuran sedang (30 cm), berwarna coklat bercoret. Kaki panjang, paruh berukuran sedang dan melengkung ke bawah, alis kuning kebo. Dibandingkan dengan Gajahan pengala, ukurannya lebih kecil dan pendek serta paruh lebih lurus. Tunggir tidak pernah putih. Iris coklat, paruh coklat dengan pangkal merah muda, kaki abu-abubiru. Deskripsi Suara Siulan nyaring, nada tunggal atau ganda "tu-ii". Kebiasaan Mencari makan sendirian atau dalam kelompok, di gosong lumpur, gosong pasir, padang rumput terbuka, lapangan, lapangan golf, atau lapangan terbang dekat pantai. Lokasi Penemuan Gajahan kecil hanya dijumpai sekali yaitu di Rambatan Baru, sedang mencari makan sendiri di tambak.

102 89 Gajahan Penggala Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Numenius phaeopus : Whimbrel : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran besar (43 cm), berwarna coklat bercoret dengan alis pucat. Garis mahkota hitam, kaki panjang, dan paruh melengkung ke bawah. Mirip Gajahan besar, tetapi jauh lebih kecil dan secara proporsional paruh lebih pendek. Tunggir kecoklatan pada ras yang lebih umum variegatus, tetapi beberapa individu mempunyai tunggir putih dan sayap bawah mendekati ras phaeopus. Iris coklat, paruh hitam, kaki coklat kehitaman. Deskripsi Suara Siulan meringkik keras "ti-ti-ti-ti-ti-ti". Kebiasaan Menyukai gosong lumpur, muara pasang surut, daerah berumput dekat pantai, paya, dan pantai berbatu. Biasanya hidup dalam kelompok kecil sampai besar, dan sering berbaur dengan burung perancah lain.. Lokasi Penemuan Dijumpai di seluruh lokasi penelitian. Kebanyakan sedang mencari makan di pesisir dan tambak.

103 90 Gajahan Erasia Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Numenius arquata : Eurasian Curlew : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran sangat besar (55 cm), berwarna coklat bercoret. Kaki panjang, paruh sangat panjang dan melengkung ke bawah. Tunggir putih berubah menjadi putih dan bergaris coklat pada ekor. Perbedaannya dengan Gajahan timur: tunggir dan ekor lebih putih, sayap bawah putih; dengan Gajahan pengala: ukuran lebih besar, tidak ada garis-garis pada kepala, dan secara proporsional paruh lebih panjang. Iris coklat, paruh coklat, kaki biru keabuan. Deskripsi Suara Keras merengek, teriakan meninggi "ker-luw". Kebiasaan Sering mengunjungi muara dan gosong lumpur pasang surut, tetapi jarang pergi jauh dari laut. Sering terlihat sendirian, tetapi kadang-kadang juga dalam kelompok kecil, atau berbaur dengan jenis Gajahan lain. Lokasi Penemuan Dijumpai di seluruh lokasi penelitian. Kebanyakan sedang mencari makan di pesisir dan tambak.

104 91 Gajahan Timur Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Numenius madagascariensis : Eastern Curlew : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran sangat besar (57 cm), berwarna coklat bercoret. Kaki panjang, paruh sangat panjang dan melengkung ke bawah. Perbedaannya dengan Gajahan besar: berwarna lebih gelap dan coklat, tunggir dan ekor coklat, bagian bawah kuning kebo. Ketika terbang, sayap bawah bergaris (Gajahan besar: sayap bawah putih). Iris coklat, paruh hitam dengan dasar merah muda, kaki abu-abu. Deskripsi Suara Keras merengek, teriakan meninggi "ker-luw". Kebiasaan Sering mengunjungi muara dan gosong lumpur pasang surut, tetapi jarang pergi jauh dari laut. Sering terlihat sendirian, tetapi kadang-kadang juga dalam kelompok kecil, atau berbaur dengan jenis Gajahan lain. Lokasi Penemuan Gajahan besar hanya dijumpai 2 individu di Rambatan Baru, dijumpai sedang mencari makan di lumpur pada saat air laut surut.

105 92 Biru-laut Ekor-hitam Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Limosa limosa : Black-tailed Godwit : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran besar (40 cm), kaki dan paruh panjang. Mirip Biru-laut ekor-blorok, tetapi ukuran lebih besar, paruh hanya sedikit melengkung ke atas, garis mata lebih jelas, bagian atas kurang berbintik, sebagian ekor terminal kehitaman, tunggir dan pangkal ekor putih. Garis putih pada sayap terlihat jelas, sempit (ras melanuroides) atau lebih lebar (bentuk limosa).iris coklat, paruh: pangkal merah muda dan ujung hitam, kaki abu-abu kehijauan. Deskripsi Suara Umumnya diam tetapi sewaktu terbang, kadang-kadang bersuara keras "wikka wikka wikka" atau "kip-kip-kip". Kebiasaan Sering mengunjungi daerah lumpur pantai, pinggiran sungai, dan danau. Mencari makan seperti Biru-laut ekor-blorok, tetapi di tempat yang lebih berlumpur.. Lokasi Penemuan Hanya dijumpai 2 individu di Rambatan Baru, dijumpai sedang mencari makan di lumpur pada saat air laut surut.

106 93 Biru-laut Ekor-blorok Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Limosa lapponica : Bar-tailed Godwit : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran besar (37 cm). Kaki panjang, paruh sedikit melengkung ke atas. Bagian atas berbintik abu-abu dan coklat. Alis putih jelas, pada dada terdapat sedikit warna abu-abu. Ciri khas: garis sayap sempit berwarna pucat, garis-garis coklat sempit di atas tunggir dan ekor yang putih. Ras biasa baueri: punggung bawah kecoklatan, ras yang lebih jarang lapponica: punggung bawah dan tunggir putih. Iris coklat, paruh: pangkal merah muda dan ujung hitam, kaki hijau gelap atau abu-abu. Deskripsi Suara Pendiam. Tetapi kadang-kadang mengeluarkan suara rendah dari tenggorokan "karrank", atau nada ganda jelas "kiu-kiu", dan suara lembut sewaktu terbang "kitkit-kit-kit". Kebiasaan Sering mengunjungi perairan pasang surut, muara, beting pasir, dan perairan dangkal. Lokasi Penemuan Dijumpai sebanyak 29 individu di 3 lokasi yaitu 16 individu (Rambatan Baru), 7 individu (Pangkalan) dan 6 individu (Cimanuk Lama)

107 94 Trinil Rawa Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Tringa stagnatilis : Marsh Sandpiper : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran sedang (23 cm), bersifat rapuh. Dahi putih, paruh lurus dan sangat tipis. Bagian atas coklat keabuan, tunggir dan punggung bawah putih, bagian bawah putih. Perbedaannya dengan Trinil kaki-hijau adalah ukuran lebih kecil, dahi lebih pucat, kaki lebih panjang secara proporsional, serta paruh lebih lurus dan halus. Iris coklat, paruh hitam, kaki kehijauan. Deskripsi Suara Suara tenang "chiw" atau suara khas, tajam, tipis "chiwp" atau "cip". Kebiasaan Sering mengunjungi gosong lumpur, rawa payau, dan kolam-kolam. Umumnya hidup sendirian, berdua atau bertiga. Lokasi Penemuan Dijumpai sebanyak 11 individu dijumpai di 4 lokasi kecuali Singakerta.

108 95 Trinil Kaki-hijau Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Tringa nebularia : Common Greenshank : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran agak besar (32 cm). Tubuh keabuan dengan tungging putih, kaki hijau. Paruh panjang, ringan, dan sedikit melengkung ke atas. Bagian atas keabuan, bagian bawah putih. Sewaktu terbang, terlihat sayap kehitaman, tunggir dan punggung bawah putih, ekor bergaris-garis, dan kaki panjang. Iris coklat, paruh hitam, kaki hijau. Deskripsi Suara Keras seperti bel "tiuw tiuw tiuw". Kebiasaan Mengunjungi rawa dan gosong lumpur di daratan dan pesisir. Biasanya sendirian, berdua atau bertiga. Mencari makan sambil menyusurkan paruh ke kiri dan ke kanan di dalam air. Lokasi Penemuan Hanya dijumpai sekali pada saat mencari makan di gosong lupur di kawasan Rambatan Baru.

109 96 Trinil Pantai Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Actitis hypoleucos : Common Sandpiper : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran agak kecil (20 cm), berwarna coklat dan putih, paruh pendek. Bersifat tidak kenal lelah. Bagian atas coklat, bulu terbang kehitaman. Bagian bawah putih dengan bercak abu-abu coklat pada sisi dada. Ciri khas sewaktu terbang adalah garis sayap putih, tunggir tidak putih, ada garis putih pada bulu ekor terluar. Iris coklat, paruh abu-abu gelap, kaki hijau zaitun pucat. Deskripsi Suara Tipis, seperti seruling bernada tinggi "twii-wii-wii-wii". Kebiasaan Sering mengunjungi habitat yang sangat luas, dari gosong lumpur pantai dan beting pasir sampai ke sawah di dataran tinggi (sampai ketinggian m), sepanjang aliran, dan pinggir sungai. Berjalan dengan cara menyentak tanpa berhenti. Terbang dengan pola yang khas, melayang dengan sayap yang kaku. Lokasi Penemuan Burung pantai yang paling sering dijumpai saat penelitian. Dijumpai sendirian maupun kelompok kecil saat mencari makan.

110 97 Trinil-lumpur Asia Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Limnodromus semipalmatus : Asian Dowitcher : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran besar (35 cm), berwarna abu-abu. Paruh panjang lurus. Punggung abuabu. Tungging, punggung bawah, dan ekor putih, seluruhnya bergaris hitam. Bagian bawah pucat dengan dada coklat kekuningtuaan. Kadang-kadang terdapat garis sayap putih pada bulu primer. Perbedaannya dengan burung biru-laut adalah ukuran lebih kecil serta paruh hitam lurus dan membesar pada ujungnya. Iris coklat, paruh hitam, kaki kehitaman. Deskripsi Suara Umumnya diam tetapi kadang-kadang bersuara mengeluh lembut "miauw". Kebiasaan Menghuni gosong lumpur, dapat dikenali dari caranya mencari makan yang khas, berjalan maju dengan kaku, mengayun sambil mencemplungkan paruh dalam-dalam ke lumpur pada setiap langkahnya (seperti mainan mekanis). Lokasi Penemuan Dijumpai sebanyak 4 individu sedang mencari makan di gosong lumpur Kawasan Rambatan Baru.

111 98 Berkik Ekor-kipas Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Gallinago gallinago : Common Snipe : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran sedang (27 cm), bertubuh gemuk. Kaki pendek, paruh sangat panjang dan lurus. Kepala kuning tua dengan setrip gelap di atas, di bawah, dan melalui mata. Bagian atas coklat gelap, bergaris putih dan hitam; bagian bawah kekuningtuaan, bercoret coklat. Sulit dibedakan dengan berkik lain. Perbedaannya: ada kesan pinggir putih pada bulu sekunder, terbang lebih cepat dan berkelak-kelok. Iris dan paruh coklat, kaki warna zaitun. Deskripsi Suara Tangisan keras "snaip-snaip", nadanya meninggi ketika terusir. Kebiasaan Ditemukan di paya-paya dan sawah. Umumnya selalu berada di balik buluh dan rerumputan. Jika terganggu, melompat kemudian terbang berkelok-kelok tidak tentu arah dan mengeluarkan suara alarm. Lokasi Penemuan Dijumpai sebanyak 12 individu di area persawahan Singakerta. Mencari makan diantara tanaman padi yang baru ditanam.

112 99 Kedidi Jari-panjang Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Calidris subminuta : Long-toed Stint : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran kecil (14 cm), berwarna coklat kelabu, dengan bagian atas lurik hitam jelas dan kaki kuning kehijauan. Mahkota coklat, alis putih, dada kelabu pucat kecoklatan, perut putih. Bagian tengah tunggir dan ekor coklat tua, ekor sisi luar coklat pucat. Burung musim panas lebih kecoklatan. Iris coklat tua, paruh hitam, kaki kuning kehijauan Deskripsi Suara Tinggi melengking syu-syu-syu sebagai tanda bahaya, dan seperti mendengus crrep. Kebiasaan Mendatangi beting pantai berlumpur, daerah pedalaman, sawah, dan lahan berlumpur. Berkelompok atau sendirian, biasa berbaur dengan burung perancah lain. Tidak terlalu penakut seperti jenis lain, dan biasanya paling akhir terbang bila didekati. Lokasi Penemuan Dijumpai sebanyak 7 individu di Pangkalan. Dijumpai pada saat mencari makan, sendirian maupun dalam kelompok kecil.

113 100 Kedidi Paruh-lebar Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Limicola falcinellus : Broad-billed Sandpiper : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran agak kecil (17 cm) dengan paruh yang membengkok ke bawah. Sering tampak nyata berbercak karpal hitam, dengan alis ganda putih yang jelas. Bagian atas blorok kelabu coklat, bagian bawah putih berlorek pada dada. Tunggir dan ekor hitam di tengahnya dan putih di sisinya. Perbedaan dengan Kedidi belang (C. alpina) pada musim dingin adalah garis alis bercabang dan kaki pendek.iris coklat, paruh hitam, kaki coklat kehijauan. Deskripsi Suara Getaran kering ch-r-r-riip. Kebiasaan Sering datang pada beting lumpur, pantai pasir, dan daerah rawa sebagai burung penyendiri dan pendiam. Membungkuk jika terganggu. Lokasi Penemuan Dijumpai sebanyak 6 individu di Pangkalan. Dijumpai pada saat mencari makan sendirian.

114 101 Gagang-bayam Timur Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Himantopus leucocephalus : White-headed Stilt : Recurvirostridae Deskripsi Bentuk Perancah yang mencolok, berukuran panjang (37 cm), berwarna hitam dan putih. Kaki merah muda, sangat panjang. Kepala dan tubuh putih, kecuali sayap, tengkuk, dan leher belakang hitam. Burung muda: kepala kelabu, punggung agak kecoklatan. Perbedaannya dengan Gagang-bayem belang: ada petak hitam pada leher bagian belakang. Iris merah muda, paruh panjang, tajam, dan hitam, kaki merah muda. Deskripsi Suara Pekikan tinggi kik-kik-kik dan lengkingan tanda bahaya yang keras. Kebiasaan Mendatangi rawa-rawa payau atau tawar, danau dangkal, tepian sungai, sawah, tebing lumpur, dan tambak garam. Biasanya hidup berpasangan atau dalam kelompok kecil. Lokasi Penemuan Dijumpai di 2 lokasi yaitu Rambatan baru dan Pangkalan, sering dijumpai secara berpasangan.

115 102 Gagangbayang Belang Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Himantopus himantopus : Black-winged Stilt : Recurvirostridae Deskripsi Bentuk Perancah bertubuh tinggi memanjang (37 cm). Paruh dan sayap hitam, kaki merah panjang, bulu-bulu putih. Perbedaannya dengan Gagang-bayem timur adalah leher belakang tidak hitam. Iris merah muda, paruh hitam, kaki merah muda. Deskripsi Suara Ciap yang tinggi nadanya dan seperti suara camar: kik-kik-kik. Kebiasaan Mendatangi rawa-rawa di pantai dan air tawar. Lokasi Penemuan Hanya dijumpai 2 individu/sepasang saat mencari makan di kawasan pertambakan Pangkalan. Gagang-bayam Timur merupakan perjumpaan baru di Pulau Jawa.

116 103 Terik Asia Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Glareola maldivarum : Oriental Pratincole : Glareolidae Deskripsi Bentuk Berukuran sedang (23 cm), bersayap panjang. Seperti cerek, dengan ekor menggarpu dan sekeliling tenggorokan kuning, bertepi hitam (kurang jelas pada migran musim dingin). Bagian atas coklat dengan kilap hijau zaitun. Bawah sayap berupa bulu primer kehitaman, penutup sayap coklat berangan, bulu penutup ekor bagian atas berwarna putih. Perut kelabu, bagian bawah ekor putih, ekor hitam menggarpu dengan pangkal dan sisi luar putih. Iris coklat tua, paruh hitam dengan pangkal kemerahan, kaki coklat tua. Deskripsi Suara Teriakan tajam dan parau: rak-rak. Kebiasaan Perancah yang anggun tetapi gaduh. Hidup dalam kelompok kecil atau besar, berbaur dengan perancah lain di daerah terbuka, rawa-rawa, dan sawah kering. Berlarian dengan cekatan dan kepala bergoyang, tetapi juga terbang menangkap serangga di udara (seperti kepinis). Sering terlihat di lapangan udara. Lokasi Penemuan Dijumpai di 4 lokasi kecuali pesisir Pabean. Umumnya berkelompok dan mencari makan di pematang tammbak dan sawah.

117 83 Lampiran 12 Deskripsi spesies burung pantai yang ditemukan di KMC Cerek besar Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Pluvialis squatarola : Grey Plover : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran sedang (28 cm), burung air bertubuh gemuk dengan paruh pendek yang kuat. Perbedaannya dengan Cerek kernyut: ukuran tubuh dan paruh lebih besar serta pada warna (tubuh bagian atas abu-abu kecoklatan, tubuh bagian bawah keputihputihan). Perbedaan lainnya: sewaktu terbang, tungging dan bagian sisi atas ekor putih, ada garis putih pada sayap serta bercak ketiak hitam pada pangkal sayap bawah yang putih. Iris coklat, paruh hitam, tungkai abu-abu. Deskripsi Suara Siulan meratap dengan tiga nada yang menyambung "kwii-u-ii", menurun, kemudian meninggi lagi. Kebiasaan Mencari makan dalam kelompok kecil di gosong lumpur dan pasir di daerah pasang surut. Lokasi Penemuan Cerek besar dijumpai sebanyak 25 individu di tiga lokasi yaitu Rambatan Baru, Pangkalan dan Cimanuk Lama.

118 84 Cerek Kernyut Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Pluvialis fulva : Pacific Golden Plover : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran sedang (25 cm), bertubuh kekar dengan kepala besar dan paruh pendek besar. Berwarna kuning coklat keemasan dengan garis mata, sisi muka, dan tubuh bagian bawah pucat. Tidak ada warna kontras pada garis sayap sewaktu terbang. Iris coklat, paruh hitam, tungkai abu-abu. Deskripsi Suara Siulan nyaring, nada tunggal atau ganda "tu-ii". Kebiasaan Mencari makan sendirian atau dalam kelompok, di gosong lumpur, gosong pasir, padang rumput terbuka, lapangan, lapangan golf, atau lapangan terbang dekat pantai. Lokasi Penemuan Cerek kernyut dijumpai di semua lokasi penelitian.

119 85 Cerek Tilil Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Charadrius alexandrinus : Kentish Plover : Charadriidae Deskripsi Bentuk Bertubuh kecil (15 cm), berwarna coklat dan putih, berparuh pendek. Perbedaannya dengan Cerek-kalung kecil: kaki hitam, ada garis putih jelas pada sayap sewaktu terbang, warna lebih putih pada ekor terluar. Pada sisi dada, terdapat bercak hitam (jantan) atau coklat (betina). Iris coklat, paruh dan kaki hitam. Deskripsi Suara Nada tunggal yang lembut meninggi "prwit", berulang-ulang. Kebiasaan Mencari makan sendirian atau dalam kelompok kecil, sering berbaur dengan burung perancah lain. Hidup di pantai atau padang rumput berpasir dekat pantai, di sungai dan paya-paya.. Lokasi Penemuan Cerek dijumpai hanya 3 individu yaitu 1 individu di Rambatan Baru dan 2 individu di Pangkalan. Cerek tilil ditemukan sendirian sedang mencari makan.

120 86 Cerek Jawa Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Charadrius javanicus : Javan Plover : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran kecil (15 cm), berparuh pendek, berwarna coklat dan putih. Warna jantan dan betina sama. Mirip Cerek tilil (dulu dianggap sejenis), tetapi kepala lebih coklat kemerahan, kaki pucat, dan garis pada dada tanpa warna hitam. Warna putih pada kerah belakang biasanya tidak menyambung. Iris coklat, paruh hitam, tungkai abuabu hijau zaitun atau coklat pucat. Deskripsi Suara Lembut, berulang, nada tunggal menaik "kwiik". "Tidip", "tik", atau "cik" sewaktu terbang atau berjalan cepat. Kebiasaan Mencari makan sendirian atau dalam kelompok kecil, sering berbaur dengan burung perancah lain. Hidup di pantai atau padang rumput berpasir dekat pantai, di sungai dan paya-paya. Lokasi Penemuan Merupakan burung endemik Jawa yang ditemukan melimpah di lima lokasi. Sebanyak 481 individu Cerek jawa ditemukan selama penelitian.

121 87 Cerek-pasir Mongolia Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Charadrius mongolus : Lesser Sand Plover : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran sedang (20 cm), berparuh pendek, berwarna abu-abu, coklat, dan putih. Sangat mirip Cerek-pasir besar dan sering berbaur. Perbedaannya: ukuran tubuh kecil dan lebih pendek, paruh halus, garis putih pada sayap terlihat samar sewaktu terbang. Burung pengunjung awal (yang masih dalam masa berbiak ) terlihat berbeda jelas, karena terdapat garis dada merah tua lebar dan topeng hitam dengan dahi seluruhnya hitam pada ras atrifrons yang merupakan ras paling umum. Iris coklat, paruh hitam, kaki abu-abu gelap. Deskripsi Suara Getaran tenang pendek atau suara "kip-ip" tajam. Kebiasaan Ditemukan berbaur dengan burung perancah lain di daerah berlumpur dan berpasir di tepi pantai, kadang-kadang dalam kelompok besar berjumlah ratusan ekor. Lokasi Penemuan Hanya dijumpai 2 individu Cerek-pasir Mongolia yaitu masing-masing 1 individu dijumpai di Pangkalan dan Pabean. Dijumpai pada saat makan di pesisir pantai.

122 88 Gajahan Kecil Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Numenius minutus : Little Curlew : Scolopacidae Deskripsi Bentuk Berukuran sedang (30 cm), berwarna coklat bercoret. Kaki panjang, paruh berukuran sedang dan melengkung ke bawah, alis kuning kebo. Dibandingkan dengan Gajahan pengala, ukurannya lebih kecil dan pendek serta paruh lebih lurus. Tunggir tidak pernah putih. Iris coklat, paruh coklat dengan pangkal merah muda, kaki abu-abubiru. Deskripsi Suara Siulan nyaring, nada tunggal atau ganda "tu-ii". Kebiasaan Mencari makan sendirian atau dalam kelompok, di gosong lumpur, gosong pasir, padang rumput terbuka, lapangan, lapangan golf, atau lapangan terbang dekat pantai. Lokasi Penemuan Gajahan kecil hanya dijumpai sekali yaitu di Rambatan Baru, sedang mencari makan sendiri di tambak.

123 89 Gajahan Penggala Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Numenius phaeopus : Whimbrel : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran besar (43 cm), berwarna coklat bercoret dengan alis pucat. Garis mahkota hitam, kaki panjang, dan paruh melengkung ke bawah. Mirip Gajahan besar, tetapi jauh lebih kecil dan secara proporsional paruh lebih pendek. Tunggir kecoklatan pada ras yang lebih umum variegatus, tetapi beberapa individu mempunyai tunggir putih dan sayap bawah mendekati ras phaeopus. Iris coklat, paruh hitam, kaki coklat kehitaman. Deskripsi Suara Siulan meringkik keras "ti-ti-ti-ti-ti-ti". Kebiasaan Menyukai gosong lumpur, muara pasang surut, daerah berumput dekat pantai, paya, dan pantai berbatu. Biasanya hidup dalam kelompok kecil sampai besar, dan sering berbaur dengan burung perancah lain.. Lokasi Penemuan Dijumpai di seluruh lokasi penelitian. Kebanyakan sedang mencari makan di pesisir dan tambak.

124 90 Gajahan Erasia Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Numenius arquata : Eurasian Curlew : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran sangat besar (55 cm), berwarna coklat bercoret. Kaki panjang, paruh sangat panjang dan melengkung ke bawah. Tunggir putih berubah menjadi putih dan bergaris coklat pada ekor. Perbedaannya dengan Gajahan timur: tunggir dan ekor lebih putih, sayap bawah putih; dengan Gajahan pengala: ukuran lebih besar, tidak ada garis-garis pada kepala, dan secara proporsional paruh lebih panjang. Iris coklat, paruh coklat, kaki biru keabuan. Deskripsi Suara Keras merengek, teriakan meninggi "ker-luw". Kebiasaan Sering mengunjungi muara dan gosong lumpur pasang surut, tetapi jarang pergi jauh dari laut. Sering terlihat sendirian, tetapi kadang-kadang juga dalam kelompok kecil, atau berbaur dengan jenis Gajahan lain. Lokasi Penemuan Dijumpai di seluruh lokasi penelitian. Kebanyakan sedang mencari makan di pesisir dan tambak.

125 91 Gajahan Timur Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Numenius madagascariensis : Eastern Curlew : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran sangat besar (57 cm), berwarna coklat bercoret. Kaki panjang, paruh sangat panjang dan melengkung ke bawah. Perbedaannya dengan Gajahan besar: berwarna lebih gelap dan coklat, tunggir dan ekor coklat, bagian bawah kuning kebo. Ketika terbang, sayap bawah bergaris (Gajahan besar: sayap bawah putih). Iris coklat, paruh hitam dengan dasar merah muda, kaki abu-abu. Deskripsi Suara Keras merengek, teriakan meninggi "ker-luw". Kebiasaan Sering mengunjungi muara dan gosong lumpur pasang surut, tetapi jarang pergi jauh dari laut. Sering terlihat sendirian, tetapi kadang-kadang juga dalam kelompok kecil, atau berbaur dengan jenis Gajahan lain. Lokasi Penemuan Gajahan besar hanya dijumpai 2 individu di Rambatan Baru, dijumpai sedang mencari makan di lumpur pada saat air laut surut.

126 92 Biru-laut Ekor-hitam Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Limosa limosa : Black-tailed Godwit : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran besar (40 cm), kaki dan paruh panjang. Mirip Biru-laut ekor-blorok, tetapi ukuran lebih besar, paruh hanya sedikit melengkung ke atas, garis mata lebih jelas, bagian atas kurang berbintik, sebagian ekor terminal kehitaman, tunggir dan pangkal ekor putih. Garis putih pada sayap terlihat jelas, sempit (ras melanuroides) atau lebih lebar (bentuk limosa).iris coklat, paruh: pangkal merah muda dan ujung hitam, kaki abu-abu kehijauan. Deskripsi Suara Umumnya diam tetapi sewaktu terbang, kadang-kadang bersuara keras "wikka wikka wikka" atau "kip-kip-kip". Kebiasaan Sering mengunjungi daerah lumpur pantai, pinggiran sungai, dan danau. Mencari makan seperti Biru-laut ekor-blorok, tetapi di tempat yang lebih berlumpur.. Lokasi Penemuan Hanya dijumpai 2 individu di Rambatan Baru, dijumpai sedang mencari makan di lumpur pada saat air laut surut.

127 93 Biru-laut Ekor-blorok Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Limosa lapponica : Bar-tailed Godwit : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran besar (37 cm). Kaki panjang, paruh sedikit melengkung ke atas. Bagian atas berbintik abu-abu dan coklat. Alis putih jelas, pada dada terdapat sedikit warna abu-abu. Ciri khas: garis sayap sempit berwarna pucat, garis-garis coklat sempit di atas tunggir dan ekor yang putih. Ras biasa baueri: punggung bawah kecoklatan, ras yang lebih jarang lapponica: punggung bawah dan tunggir putih. Iris coklat, paruh: pangkal merah muda dan ujung hitam, kaki hijau gelap atau abu-abu. Deskripsi Suara Pendiam. Tetapi kadang-kadang mengeluarkan suara rendah dari tenggorokan "karrank", atau nada ganda jelas "kiu-kiu", dan suara lembut sewaktu terbang "kitkit-kit-kit". Kebiasaan Sering mengunjungi perairan pasang surut, muara, beting pasir, dan perairan dangkal. Lokasi Penemuan Dijumpai sebanyak 29 individu di 3 lokasi yaitu 16 individu (Rambatan Baru), 7 individu (Pangkalan) dan 6 individu (Cimanuk Lama)

128 94 Trinil Rawa Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Tringa stagnatilis : Marsh Sandpiper : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran sedang (23 cm), bersifat rapuh. Dahi putih, paruh lurus dan sangat tipis. Bagian atas coklat keabuan, tunggir dan punggung bawah putih, bagian bawah putih. Perbedaannya dengan Trinil kaki-hijau adalah ukuran lebih kecil, dahi lebih pucat, kaki lebih panjang secara proporsional, serta paruh lebih lurus dan halus. Iris coklat, paruh hitam, kaki kehijauan. Deskripsi Suara Suara tenang "chiw" atau suara khas, tajam, tipis "chiwp" atau "cip". Kebiasaan Sering mengunjungi gosong lumpur, rawa payau, dan kolam-kolam. Umumnya hidup sendirian, berdua atau bertiga. Lokasi Penemuan Dijumpai sebanyak 11 individu dijumpai di 4 lokasi kecuali Singakerta.

129 95 Trinil Kaki-hijau Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Tringa nebularia : Common Greenshank : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran agak besar (32 cm). Tubuh keabuan dengan tungging putih, kaki hijau. Paruh panjang, ringan, dan sedikit melengkung ke atas. Bagian atas keabuan, bagian bawah putih. Sewaktu terbang, terlihat sayap kehitaman, tunggir dan punggung bawah putih, ekor bergaris-garis, dan kaki panjang. Iris coklat, paruh hitam, kaki hijau. Deskripsi Suara Keras seperti bel "tiuw tiuw tiuw". Kebiasaan Mengunjungi rawa dan gosong lumpur di daratan dan pesisir. Biasanya sendirian, berdua atau bertiga. Mencari makan sambil menyusurkan paruh ke kiri dan ke kanan di dalam air. Lokasi Penemuan Hanya dijumpai sekali pada saat mencari makan di gosong lupur di kawasan Rambatan Baru.

130 96 Trinil Pantai Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Actitis hypoleucos : Common Sandpiper : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran agak kecil (20 cm), berwarna coklat dan putih, paruh pendek. Bersifat tidak kenal lelah. Bagian atas coklat, bulu terbang kehitaman. Bagian bawah putih dengan bercak abu-abu coklat pada sisi dada. Ciri khas sewaktu terbang adalah garis sayap putih, tunggir tidak putih, ada garis putih pada bulu ekor terluar. Iris coklat, paruh abu-abu gelap, kaki hijau zaitun pucat. Deskripsi Suara Tipis, seperti seruling bernada tinggi "twii-wii-wii-wii". Kebiasaan Sering mengunjungi habitat yang sangat luas, dari gosong lumpur pantai dan beting pasir sampai ke sawah di dataran tinggi (sampai ketinggian m), sepanjang aliran, dan pinggir sungai. Berjalan dengan cara menyentak tanpa berhenti. Terbang dengan pola yang khas, melayang dengan sayap yang kaku. Lokasi Penemuan Burung pantai yang paling sering dijumpai saat penelitian. Dijumpai sendirian maupun kelompok kecil saat mencari makan.

131 97 Trinil-lumpur Asia Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Limnodromus semipalmatus : Asian Dowitcher : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran besar (35 cm), berwarna abu-abu. Paruh panjang lurus. Punggung abuabu. Tungging, punggung bawah, dan ekor putih, seluruhnya bergaris hitam. Bagian bawah pucat dengan dada coklat kekuningtuaan. Kadang-kadang terdapat garis sayap putih pada bulu primer. Perbedaannya dengan burung biru-laut adalah ukuran lebih kecil serta paruh hitam lurus dan membesar pada ujungnya. Iris coklat, paruh hitam, kaki kehitaman. Deskripsi Suara Umumnya diam tetapi kadang-kadang bersuara mengeluh lembut "miauw". Kebiasaan Menghuni gosong lumpur, dapat dikenali dari caranya mencari makan yang khas, berjalan maju dengan kaku, mengayun sambil mencemplungkan paruh dalam-dalam ke lumpur pada setiap langkahnya (seperti mainan mekanis). Lokasi Penemuan Dijumpai sebanyak 4 individu sedang mencari makan di gosong lumpur Kawasan Rambatan Baru.

132 98 Berkik Ekor-kipas Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Gallinago gallinago : Common Snipe : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran sedang (27 cm), bertubuh gemuk. Kaki pendek, paruh sangat panjang dan lurus. Kepala kuning tua dengan setrip gelap di atas, di bawah, dan melalui mata. Bagian atas coklat gelap, bergaris putih dan hitam; bagian bawah kekuningtuaan, bercoret coklat. Sulit dibedakan dengan berkik lain. Perbedaannya: ada kesan pinggir putih pada bulu sekunder, terbang lebih cepat dan berkelak-kelok. Iris dan paruh coklat, kaki warna zaitun. Deskripsi Suara Tangisan keras "snaip-snaip", nadanya meninggi ketika terusir. Kebiasaan Ditemukan di paya-paya dan sawah. Umumnya selalu berada di balik buluh dan rerumputan. Jika terganggu, melompat kemudian terbang berkelok-kelok tidak tentu arah dan mengeluarkan suara alarm. Lokasi Penemuan Dijumpai sebanyak 12 individu di area persawahan Singakerta. Mencari makan diantara tanaman padi yang baru ditanam.

133 99 Kedidi Jari-panjang Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Calidris subminuta : Long-toed Stint : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran kecil (14 cm), berwarna coklat kelabu, dengan bagian atas lurik hitam jelas dan kaki kuning kehijauan. Mahkota coklat, alis putih, dada kelabu pucat kecoklatan, perut putih. Bagian tengah tunggir dan ekor coklat tua, ekor sisi luar coklat pucat. Burung musim panas lebih kecoklatan. Iris coklat tua, paruh hitam, kaki kuning kehijauan Deskripsi Suara Tinggi melengking syu-syu-syu sebagai tanda bahaya, dan seperti mendengus crrep. Kebiasaan Mendatangi beting pantai berlumpur, daerah pedalaman, sawah, dan lahan berlumpur. Berkelompok atau sendirian, biasa berbaur dengan burung perancah lain. Tidak terlalu penakut seperti jenis lain, dan biasanya paling akhir terbang bila didekati. Lokasi Penemuan Dijumpai sebanyak 7 individu di Pangkalan. Dijumpai pada saat mencari makan, sendirian maupun dalam kelompok kecil.

134 100 Kedidi Paruh-lebar Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Limicola falcinellus : Broad-billed Sandpiper : Charadriidae Deskripsi Bentuk Berukuran agak kecil (17 cm) dengan paruh yang membengkok ke bawah. Sering tampak nyata berbercak karpal hitam, dengan alis ganda putih yang jelas. Bagian atas blorok kelabu coklat, bagian bawah putih berlorek pada dada. Tunggir dan ekor hitam di tengahnya dan putih di sisinya. Perbedaan dengan Kedidi belang (C. alpina) pada musim dingin adalah garis alis bercabang dan kaki pendek.iris coklat, paruh hitam, kaki coklat kehijauan. Deskripsi Suara Getaran kering ch-r-r-riip. Kebiasaan Sering datang pada beting lumpur, pantai pasir, dan daerah rawa sebagai burung penyendiri dan pendiam. Membungkuk jika terganggu. Lokasi Penemuan Dijumpai sebanyak 6 individu di Pangkalan. Dijumpai pada saat mencari makan sendirian.

135 101 Gagang-bayam Timur Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Himantopus leucocephalus : White-headed Stilt : Recurvirostridae Deskripsi Bentuk Perancah yang mencolok, berukuran panjang (37 cm), berwarna hitam dan putih. Kaki merah muda, sangat panjang. Kepala dan tubuh putih, kecuali sayap, tengkuk, dan leher belakang hitam. Burung muda: kepala kelabu, punggung agak kecoklatan. Perbedaannya dengan Gagang-bayem belang: ada petak hitam pada leher bagian belakang. Iris merah muda, paruh panjang, tajam, dan hitam, kaki merah muda. Deskripsi Suara Pekikan tinggi kik-kik-kik dan lengkingan tanda bahaya yang keras. Kebiasaan Mendatangi rawa-rawa payau atau tawar, danau dangkal, tepian sungai, sawah, tebing lumpur, dan tambak garam. Biasanya hidup berpasangan atau dalam kelompok kecil. Lokasi Penemuan Dijumpai di 2 lokasi yaitu Rambatan baru dan Pangkalan, sering dijumpai secara berpasangan.

136 102 Gagangbayang Belang Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Himantopus himantopus : Black-winged Stilt : Recurvirostridae Deskripsi Bentuk Perancah bertubuh tinggi memanjang (37 cm). Paruh dan sayap hitam, kaki merah panjang, bulu-bulu putih. Perbedaannya dengan Gagang-bayem timur adalah leher belakang tidak hitam. Iris merah muda, paruh hitam, kaki merah muda. Deskripsi Suara Ciap yang tinggi nadanya dan seperti suara camar: kik-kik-kik. Kebiasaan Mendatangi rawa-rawa di pantai dan air tawar. Lokasi Penemuan Hanya dijumpai 2 individu/sepasang saat mencari makan di kawasan pertambakan Pangkalan. Gagang-bayam Timur merupakan perjumpaan baru di Pulau Jawa.

137 103 Terik Asia Nama Ilmiah Nama Inggris Family : Glareola maldivarum : Oriental Pratincole : Glareolidae Deskripsi Bentuk Berukuran sedang (23 cm), bersayap panjang. Seperti cerek, dengan ekor menggarpu dan sekeliling tenggorokan kuning, bertepi hitam (kurang jelas pada migran musim dingin). Bagian atas coklat dengan kilap hijau zaitun. Bawah sayap berupa bulu primer kehitaman, penutup sayap coklat berangan, bulu penutup ekor bagian atas berwarna putih. Perut kelabu, bagian bawah ekor putih, ekor hitam menggarpu dengan pangkal dan sisi luar putih. Iris coklat tua, paruh hitam dengan pangkal kemerahan, kaki coklat tua. Deskripsi Suara Teriakan tajam dan parau: rak-rak. Kebiasaan Perancah yang anggun tetapi gaduh. Hidup dalam kelompok kecil atau besar, berbaur dengan perancah lain di daerah terbuka, rawa-rawa, dan sawah kering. Berlarian dengan cekatan dan kepala bergoyang, tetapi juga terbang menangkap serangga di udara (seperti kepinis). Sering terlihat di lapangan udara. Lokasi Penemuan Dijumpai di 4 lokasi kecuali pesisir Pabean. Umumnya berkelompok dan mencari makan di pematang tammbak dan sawah.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Burung Pantai Menurut Mackinnon et al. (2000) dan Sukmantoro et al. (2007) klasifikasi burung pantai adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Fillum : Chordata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan mempertimbangkan jumlah populasi yang membentuknya dengan kelimpahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan mempertimbangkan jumlah populasi yang membentuknya dengan kelimpahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Keragaman Jenis Keragaman adalah gabungan antara kekayaan jenis dan kemerataan dalam satu nilai tunggal (Ludwig, 1988 : 8). Menurut Wirakusumah (2003 : 109),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai keanekaragaman burung yang tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan jumlah burung yang tercatat di

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN BURUNG PANTAI DAN POTENSI MAKANAN DI PANTAI MUARA INDAH KECAMATAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG PROPINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI

KEANEKARAGAMAN BURUNG PANTAI DAN POTENSI MAKANAN DI PANTAI MUARA INDAH KECAMATAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG PROPINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI KEANEKARAGAMAN BURUNG PANTAI DAN POTENSI MAKANAN DI PANTAI MUARA INDAH KECAMATAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG PROPINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH: FIVIN ENDHAKA OLIVA 090805056 DEPARTEMEN BIOLOGI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Desa Margasari

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Desa Margasari 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur selama 9 hari mulai tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan mungkin paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti rawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup yang berada di suatu lingkungan akan saling berinteraksi, interaksi terjadi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup itu sendiri maupun makhluk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keanekaragaman Menurut Krebs (1978) keanekaragaman (diversity) merupakan banyaknya jenis yang biasanya disebut kekayaan jenis (species richness). Helvoort (1981)

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah.

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah. 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan April 2014 di lahan basah Way Pegadungan Desa Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA

BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA Enggar Lestari 12/340126/PBI/1084 ABSTRACT Interaction between birds and habitat is the first step to determine their conservation status.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung 21 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung Balak Resort Muara Sekampung Kabupaten Lampung Timur. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah. jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat

TINJAUAN PUSTAKA. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah. jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat 17 TINJAUAN PUSTAKA Bio-ekologi Burung Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai hampir di setiap tempat. Jenisnya sangat beranekaragam dan masingmasing jenis memiliki nilai

Lebih terperinci

Pengelolaan Migrasi Burung Di Indonesia

Pengelolaan Migrasi Burung Di Indonesia Pengelolaan Migrasi Burung Di Indonesia www.indonesia-tourism.com www.eaaflyway.net Ir. Puja Utama, M.Sc. Kepala Sub Direktorat Pengawetan Jenis Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Kementerian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,

Lebih terperinci

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal TINJUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau (bahasa Indonesia), selain itu, hutan mangrove oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Burung Burung merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai di setiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai salah satu kekayaan alam di Indonesia. Jenisnya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia (Sujatnika, Jepson, Soeharto, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). terluas di Asia (Howe, Claridge, Hughes, dan Zuwendra, 1991).

1. PENDAHULUAN. Indonesia (Sujatnika, Jepson, Soeharto, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). terluas di Asia (Howe, Claridge, Hughes, dan Zuwendra, 1991). 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan jenis burung yang tinggi, menduduki peringkat keempat negara-negara kaya akan jenis burung setelah Kolombia, Zaire dan Brazil. Terdapat 1.539

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman Desa Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat. B. Alat

Lebih terperinci

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan 1 2 Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Menurut Mastaller (1997) kata mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno mangi-mangi untuk menerangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia membentang 6 0 LU 11 0 LS dan 95 0-141 0 BT, sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua Australia

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali ABSTRAK Penelitian tentang aktivitas burung kuntul kecil (Egretta garzetta) dilakukan di Pulau Serangan antara bulan Mei dan Juni 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas harian burung

Lebih terperinci

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI Individual Density of Boenean Gibbon (Hylobates muelleri)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia dan terletak pada iklim tropis memiliki jenis hutan yang beragam. Salah satu jenis hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakang Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang 95.181 km terdiri dari sumber daya alam laut dan pantai yang beragam. Dengan kondisi iklim dan substrat

Lebih terperinci

V PEMBAHASAN UMUM Kesesuaian Habitat Burung Air

V PEMBAHASAN UMUM Kesesuaian Habitat Burung Air 121 V PEMBAHASAN UMUM Kesesuaian Habitat Burung Air Banyaknya spesies burung air yang ditemukan sangat didukung oleh tersedianya habitat lahan basah yang bervariasi. Hasil analisis spasial menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan salah satu kelompok terbesar dari hewan bertulang belakang (vertebrata) yang jumlahnya diperkirakan ada 8.600 jenis dan tersebar di seluruh dunia.

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada, dua per tiga wilayah Indonesia adalah kawasan perairan.

Lebih terperinci

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2014 di Kawasan Budidaya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2014 di Kawasan Budidaya III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2014 di Kawasan Budidaya Desa Fajar Baru Kecamatan Pagelaran Utara Kabupaten Pringsewu. Gambar

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 16 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada lima tipe habitat yaitu hutan pantai, kebun campuran tua, habitat danau, permukiman (perumahan), dan daerah perkotaan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dengan keanekaragaman sumberdaya hayatinya yang tinggi dijuluki megadiversity country merupakan negara kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau besar dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki

Lebih terperinci

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT.BA) (PERSERO) TBK - UNIT PRODUKSI OMBILIN (UPO) DAN TAMBANG BATUBARA TANPA IZIN (PETI) TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI OMBILIN SAWAHLUNTO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove yang ada di Indonesia makin lama makin berkurang akibat perubahan bentuk menjadi kawasan pemukiman, pertanian maupun tambak atau mendapat tekanan yang besar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik (perairan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung

Lebih terperinci

INVENTARISASI JENIS BURUNG PADA KOMPOSISI TINGKAT SEMAI, PANCANG DAN POHON DI HUTAN MANGROVE PULAU SEMBILAN

INVENTARISASI JENIS BURUNG PADA KOMPOSISI TINGKAT SEMAI, PANCANG DAN POHON DI HUTAN MANGROVE PULAU SEMBILAN INVENTARISASI JENIS BURUNG PADA KOMPOSISI TINGKAT SEMAI, PANCANG DAN POHON DI HUTAN MANGROVE PULAU SEMBILAN SKRIPSI Oleh : PARRON ABET HUTAGALUNG 101201081 / Konservasi Sumber Daya Hutan PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak kurang dari 70% dari permukaan bumi adalah laut. Atau dengan kata lain ekosistem laut merupakan lingkungan hidup manusia yang terluas. Dikatakan bahwa laut merupakan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama dua bulan pengamatan dari bulan Juli hingga Agustus 2009 di Pondok Ambung, Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DI PERAIRAN PESISIR TANJUNG UNGGAT KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG

KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DI PERAIRAN PESISIR TANJUNG UNGGAT KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DI PERAIRAN PESISIR TANJUNG UNGGAT KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG Jefri Naldi Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, jefrinaldi6571@gmail.com Arief Pratomo Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN Supriadi, Agus Romadhon, Akhmad Farid Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura e-mail: akhmadfarid@trunojoyo.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, dengan objek penelitian tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran, Jawa

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17 persen dari jumlah seluruh spesies burung dunia, 381 spesies diantaranya merupakan spesies endemik (Sujatnika, Joseph, Soehartono,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep Madura Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember 2016. Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar 17.000 pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau menjadikan Indonesia berpotensi memiliki keanekaragaman habitat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata mangrove dipakai sebagai pengganti istilah kata bakau untuk menghindari salah pengertian dengan hutan yang melulu terdiri atas Rhizophora spp., (Soeroyo.1992:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan basah memiliki peranan yang sangat penting bagi manusia dan lingkungan. Fungsi lahan basah tidak saja dipahami sebagai pendukung kehidupan secara langsung seperti

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) DI KAWASAN KONSERVASI RUMAH PELANGI DUSUN GUNUNG BENUAH KECAMATAN SUNGAI AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA Diversity Study of Kantong Semar Plants (Nepenthes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove memiliki sifat khusus yang berbeda dengan ekosistem hutan lain bila dinilai dari keberadaan dan peranannya dalam ekosistem sumberdaya alam, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan mangrove mencapai 2 km. Tumbuhan yang dapat dijumpai adalah dari jenis Rhizopora spp., Sonaeratia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau dengan garis pantai sepanjang 99.023 km 2 (Kardono, P., 2013). Berdasarkan UNCLOS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ekosistem mangrove di dunia saat ini diperkirakan tersisa 17 juta ha. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, 1998), yaitu

Lebih terperinci

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ... itj). tt'ii;,i)ifir.l flni:l l,*:rr:tililiiii; i:.l'11, l,.,it: I lrl : SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI DAFTAR SINGKATAN viii tx xt xii... xviii BAB

Lebih terperinci

EKOLOGI MAKAN BURUNG PANTAI DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI LINGKUNGAN LAHAN BASAH WONOREJO, SURABAYA NANANG KHAIRUL HADI

EKOLOGI MAKAN BURUNG PANTAI DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI LINGKUNGAN LAHAN BASAH WONOREJO, SURABAYA NANANG KHAIRUL HADI EKOLOGI MAKAN BURUNG PANTAI DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI LINGKUNGAN LAHAN BASAH WONOREJO, SURABAYA NANANG KHAIRUL HADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Keragaman Vegetasi Mangrove Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada 20 plot yang masing-masing petak ukur 5x5 m, 10x10 m dan 20x20 m diketahui bahwa vegetasi mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diversitas atau keanekaragaman makhluk hidup termasuk salah satu sumber daya lingkungan dan memberi peranan yang penting dalam kestabilan lingkungan. Semakin tinggi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode belt transek. Metode ini sangat cocok digunakan untuk mempelajari suatu kelompok

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut yang tergenang oleh air laut, komunitasnya dapat bertoleransi terhadap air garam, dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sekitar kawasan muara Kali Lamong, perbatasan Surabaya- Gresik. Tahapan penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan Oktober-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Kajian Bioekologi Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya. Anindyah Tri A /

Tugas Akhir. Kajian Bioekologi Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya. Anindyah Tri A / Tugas Akhir Kajian Bioekologi Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya Anindyah Tri A / 1507 100 070 Dosen Pembimbing : Indah Trisnawati D. T M.Si., Ph.D Aunurohim S.Si., DEA Jurusan Biologi Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muka bumi ini oleh karena itu di dalam Al-Qur an menyebutkan bukan hanya

BAB I PENDAHULUAN. muka bumi ini oleh karena itu di dalam Al-Qur an menyebutkan bukan hanya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman makhluk hidup begitu banyak dalam kehidupan di muka bumi ini oleh karena itu di dalam Al-Qur an menyebutkan bukan hanya tumbuhan, hewan pun memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah perairan, perairan tersebut berupa laut, sungai, rawa, dan estuari. Pertemuan antara laut dengan sungai disebut dengan

Lebih terperinci

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Oleh : Indra Ambalika Syari C64101078 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, NOMOR : 201 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU DAN PEDOMAN PENENTUAN KERUSAKAN MANGROVE

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, NOMOR : 201 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU DAN PEDOMAN PENENTUAN KERUSAKAN MANGROVE SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 201 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU DAN PEDOMAN PENENTUAN KERUSAKAN MANGROVE MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa mangrove merupakan

Lebih terperinci