ANALISIS MUTU PENDIDIKAN ACEH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS MUTU PENDIDIKAN ACEH"

Transkripsi

1 KAJIAN ANALISIS MUTU PENDIDIKAN ACEH 2015 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) ACEH

2 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT., berkat rahmat dan ridha-nya laporan penelitian "Kajian Analisis Mutu Pendidikan Aceh" telah selesai dilaksanakan. Salawat dan salam kita sanjungkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. yang telah menanamkan risalah kepada para ilmuan masa lalu, sekarang, dan masa yang akan datang. Penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk memajukan ilmu pengetahuan dan sebagai suatu kebijakan di sektor pendidikan khususnya pada peningkatan mutu pendidikan SMP dan SMA sederajat sekaligus memberikan informasi sebagai pengembangan ilmu. Dengan harapan semoga penelitian ini akan bermanfaat bagi kemajuan pembangunan pendidikan nasional dan daerah. Selanjutnya, kami sampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada para Tim Peneliti dan Peneliti Ahli yang telah menyusun dokumen "Kajian Analisis Mutu Pendidikan Aceh" ini secara ilmiah dan baik. Penelitian ini dirasakan masih jauh dari kesempurnaan, saran dan kritikan masih sangat diperlukan. Kami berharap agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumber data dan informasi yang berguna dalam penyusunan kebijakan pembangunan pendidikan Provinsi Aceh di masa yang akan datang, terutama di sektor yang terkait penelitian ini. Akhirnya, semoga Allah SWT. senantiasa mengiringi setiap derap langkah dan niat baik kita dalam memberikan kontribusi nyata untuk kemajuan pendidikan masyarakat Provinsi Aceh ke depan. BANDA ACEH, NOVEMBER 2015 KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Drs. ZULKIFLI Hs, MM i

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tujuan Penelitian Output yang Diharapkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Mutu Pendidikan Standar atau Parameter Pendidikan yang Berkualitas Dimensi Mutu Pendidikan Sarana dan Prasarana Pendidikan Hubungan Sarana Prasarana Pendidikan Dengan Proses Belajar Mengajar Prinsip-Prinsip Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan Kerangka Pemikiran BAB III METODOLOGI PENELITIAN Ruang Lingkup, Populasi dan Sampel Penelitian Teknik Pengumpulan Data Metode dan Desain Penelitian Metode Analisis dan Pembahasan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Estimasi Model Analisis Pembahasan Proses Pembelajaran Ketersediaan dan Ketercukupan Sarana dan Prasarana Unit Penjaminan Mutu ii

4 4.5 Pengaruh Variabel Sosial Ekonomi Masyarakat BAB VI PENUTUP Kesimpulan Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii

5 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Angka Partisipasi Pendidikan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh Tahun Tabel 1.2 Angka Kelulusan UN Tingkat SMA Tahun 2014 di Provinsi Aceh... 6 Tabel 1.3 Jumlah Sekolah, Kelas, Guru dan Murid Pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri, Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2013/ Tabel 1.4 Jumlah Sekolah, Kelas, Guru dan Murid Pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) Swasta, Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2013/ Tabel 1.5 Jumlah Sekolah, Kelas, Guru dan Murid Pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri, Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2013/ Tabel 1.6 Jumlah Sekolah, Kelas, Guru dan Murid Pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta, Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2013/ Tabel 3.1 Daftar Sampel Penelitian di Provinsi Aceh dengan Nilai UN Peringkat Sepuluh Terendah pada Tahun Tabel 3.2 Daftar Sampel Penelitian di Provinsi Aceh dengan Nilai UN Peringkat Sepuluh Tertinggi pada Tahun Tabel 4.1 Hasil Estimasi Model Analisis Tabel 4.2 Pelajaran yang Kekurangan Guru Menurut Peringkat Tabel 4.3 Persentase Penduduk Miskin Menurut Kecamatan Lokasi Sekolah Dengan Hasil UN Tinggi Tabel 4.4 Persentase Penduduk Miskin Menurut Kecamatan Lokasi Sekolah Dengan Hasil UN Rendah iv

6 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Hubungan Antarvariabel Gambar 3.1 Desain Triangulasi Metode Penelitian Campuran Gambar 3.2 Proses Analisis Data Kualitatif Gambar 4.1 Persentase Ketercukupan Guru di Sekolah dan Partisipasi Dalam MGMP dan Perencanaan Pembelajaran Gambar 4.2 Persentase Sekolah Melaksanakan Kegiatan Kesiswaan yang Menonjol Gambar 4.3 Persentase Sekolah yang Mengalami Kekurangan Sarana dan Prasarana Pembelajaran v

7 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya pendidikan adalah usaha manusia untuk memanusiakan manusia itu sendiri. Dalam pendidikan terdapat dua subjek pokok yang saling berinteraksi. Kedua subjek itu adalah pendidik dan subjek didik. Subjek-subjek itu tidak harus selalu manusia, tetapi dapat berupa media atau alat-alat pendidikan. Sehingga pada pendidikan terjadi interaksi antara pendidik dengan subjek didik guna mencapai tujuan pendidikan. Data di bawah menunjukkan bahwa persentase partisipasi sekolah di Provinsi Aceh tahun 2013 meningkat dari partisipasi rata-rata tahun Namun yang sangat disayangkan adalah setiap tahunnya persentase partisipasi sekolah semakin menurun jika dilihat dari kelompok umur sekolah. Tabel 1.1 Angka Partisipasi Pendidikan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh Tahun 2013 No. Kabupaten/Kota Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Simeulue 98,38 95,31 82,47 2 Aceh Singkil 99,32 97,20 87,05 3 Aceh Selatan 99,60 94,95 73,05 4 Aceh Tenggara 99,34 97,51 79,82 5 Aceh Timur 99,70 89,82 65,40 6 Aceh Tengah 99,14 99,22 79,32 7 Aceh Barat 99,87 97,36 77,49 8 Aceh Besar 100,00 93,40 74,50 9 Pidie 100,00 94,29 70,26 10 Bireuen 99,76 97,70 76,34 11 Aceh Utara 100,00 94,40 74,53 12 Aceh Barat Daya 99,11 95,11 73,61 13 Gayo Lues 98,90 97,42 81,88 14 Aceh Tamiang 100,00 93,61 66,03 15 Nagan Raya 100,00 97,64 70,61 16 Aceh Jaya 99,99 91,80 79,21 17 Bener Meriah 99,58 92,94 75,87 18 Pidie Jaya 100,00 94,61 69,72 1

8 No. Kabupaten/Kota Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Banda Aceh 99,42 95,57 77,29 20 Sabang 100,00 100,00 67,66 21 Langsa 98,88 96,11 75,51 22 Lhokseumawe 99,56 98,54 85,22 23 Subulussalam 98,88 98,30 79, ,66 95,20 74, ,88 94,41 74,44 Sumber: BPS Provinsi Aceh Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Suatu pendidikan dipandang bermutu diukur dari kedudukannya untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kebudayaan nasional adalah pendidikan yang berhasil membentuk generasi muda yang cerdas, berkarakter, bermoral dan berkepribadian. Untuk itu perlu dirancang suatu sistem pendidikan yang mampu menciptakan suasana dan proses pembelajaran yang menyenangkan, merangsang dan menantang peserta didik untuk mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik berkembang secara optimal sesuai dengan bakat dan kemampuannya adalah salah satu prinsip pendidikan demokratis. Untuk meningkatkan mutu pendidikan kita perlu melihat dari banyak sisi. Telah banyak pakar pendidikan mengemukakan pendapatnya tentang faktor penyebab dan solusi mengatasi kemerosotan mutu pendidikan di lndonesia. Dengan masukan ilmiah ahli itu, pemerintah tak berdiam diri sehingga tujuan pendidikan nasional tercapai. Masukan ilmiah yang disampaikan para ahli dari negara-negara yang berhasil menerapkannya, seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada, Selandia Baru dan Singapura selalu memunculkan konsep yang tidak selalu bisa diadopsi dan diadaptasi. Karena berbagai macam latar yang berbeda. Situasi, kondisi, latar budaya dan pola pikir bangsa kita tentunya tidak homogen dengan negara-negara yang diteladani. 2

9 Theodore Brameld (1965) mengemukakan bahwa pendidikan memiliki fungsi yang luas yaitu sebagai pengayom dan pengubah kehidupan suatu masyarakat jadi lebih baik dan membimbing masyarakat yang baru supaya mengenal tanggung jawab bersama dalam masyarakat. Jadi pendidikan adalah sebuah proses yang lebih luas dari sekedar periode pendidikan di sekolah. Pendidikan adalah sebuah proses belajar terus menerus dalam keseluruhan aktifitas sosial sehingga manusia tetap ada dan berkembang. Untuk mencapai pendidikan yang berkualitas tentunya dibutuhkan perencanaan program pendidikan yang baik. Dalam perencanaan pendidikan untuk mencapai pendidikan yang berkualitas perlu memperhatikan kondisikondisi yang mempengaruhi, strategi-strategi yang tepat, langkah-langkah perencanaan dan memiliki kriteria (Nurkolis, 2003: 74 78). Suksesnya perencanaan pendidikan diperlukan beberapa kondisi, yakni: 1. Adanya komitmen politik, 2. Perencanaan pendidikan harus tahu betul apa yang menjadi hak, tugas dan tanggung jawabnya, 3. Harus ada perbedaan yang tegas, antara area politis, teknis, dan administratif, 4. Perhatian lebih besar diberikan pada penyebaran kekuasaan untuk membuat keputusan politis, 5. Perhatian lebih besar diberikan pada pengembangan kebijakan dan prioritas pendidikan terarah, 6. Tugas utama perencanaan pendidikan adalah pengembangan secara terarah dan memberikan alternatif teknis sebagai sarana untuk mencapai tujuan politik pendidikan, 7. Harus mengurangi politisasi pengetahuan, 8. Harus berusaha lebih besar untuk mengetahui opini publik terhadap perkembangan masa depan dan arah pendidikan, 9. Administrator pendidikan harus lebih aktif mendorong perubahan-perubahan dalam perencanaan pendidikan, 3

10 10. Ketika pemerintah tidak menguasai lagi semua aspek pendidikan maka harus lebih diupayakan kersama yang saling menguntungkan antara pemerintah, swasta, dan universitas yang memegang otoritas pendidikan. Salah satu negara dengan mutu pendidikan terbaik di dunia adalah Singapura. Kuncinya terletak pada kualitas gurunya sendiri. Di Singapura hanya ada guru-guru dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula. Tidak hanya kualitas guru, metode belajar pun menjadi penunjang mutu pendidikan di negara ini. Jika dibuat urutan posisi 5 besar (dari atas ke bawah) di tingkat internasional saat ini menurut data survei dari OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) yang merilis tentang sistem pendidikan terbaik dunia dan urutan negaranya menyatakan bahwa negara-negara yang memiliki kualitas pendidikan terbaik di bidang pendidikan matematika dan ilmu pendidikan alam (IPA) di dunia saat ini berturut-turut adalah Singapura, Hongkong, Korea Selatan, Jepang dan Taiwan. Sedangkan, negara Indonesia berada pada urutan ke- 69 dari 76 negara yang disurvei di seluruh dunia. (dikutip dari yang diakses pada 10/09/2015). Berdasarkan data The Learning Curve Pearson 2014, Selasa (13/5/2014), sebuah lembaga pemeringkatan pendidikan dunia, memaparkan jika Indonesia menduduki posisi akhir dalam mutu pendidikan di seluruh dunia. Indonesia menempati posisi ke-40 dengan indeks rangking dan nilai secara keseluruhan yakni minus 1,84. Sementara pada kategori kemampuan kognitif indeks rangking 2014 versus 2012, Indonesia diberi nilai -1,71. Sedangkan untuk nilai pencapaian pendidikan yang dimiliki Indonesia, diberi skor -2,11. Posisi Indonesia ini menjadikan yang terburuk. Di mana Meksiko, Brasil, Argentina, Kolombia, dan Thailand, menjadi lima negara dengan rangking terbawah yang berada di atas Indonesia. Provinsi Aceh merupakan salah satu daerah yang mendapatkan dana otonomi khusus (otsus) dari pemerintah pusat. Sejak tahun 2008 sampai tahun 2013, Provinsi Aceh telah mengelola sekitar Rp 27,3 trilyun dana tersebut. Setiap 4

11 tahunnya dana yang dianggarkan untuk bidang pendidikan mencapai rata-rata Rp 2,4 trilyun. Dana tersebut berasal dari dana otonomi khusus, dana bagi hasil migas dan dari sumber lain. Saat ini banyaknya pembangunan sektor pendidikan masih mementingkan pembangunan infrastruktur tapi mengesampingkan pembangunan mutu pendidikan. Akibatnya, fasilitas (sarpras pendukung pembelajaran) di sebagian sekolah di Provinsi Aceh sangat memadai tapi mutu pendidiknya sangat kurang. Kurang meratanya distribusi guru menurut mata pelajaran (mapel) ke seluruh pelosok daerah Provinsi Aceh juga diduga menjadi salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di daerah Aceh saat ini, di samping rendahnya kualitas guru itu sendiri. Perekrutan guru sudah sangat banyak di daerah Provinsi Aceh, tetapi hanya menumpuk di perkotaan, baik itu di ibukota provinsi dan ibukota kabupaten, sementara di daerah pedalaman mengalami kekurangan guru. Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, lulusan peserta ujian nasional (UN) tahun 2014 untuk tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dari 34 provinsi di Indonesia, Provinsi Aceh menempati jumlah tertinggi siswa yang tak lulus, yaitu sebanyak 784 (1,38%) siswa dari siswa. 5

12 Tabel 1.2 Angka Kelulusan UN Tingkat SMA Tahun 2014 di Provinsi Aceh No. Kabupaten/Kota Jumlah Jumlah Yang Persentase Peserta Tidak Lulus (%) 1 Simeulue Aceh Singkil Aceh Selatan ,25 4 Aceh Tenggara Aceh Timur ,44 6 Aceh Tengah ,05 7 Aceh Barat ,03 8 Aceh Besar ,21 9 Pidie ,08 10 Bireuen ,20 11 Aceh Utara ,02 12 Aceh Barat Daya ,82 13 Gayo Lues ,47 14 Aceh Tamiang ,91 14 Nagan Raya Aceh Jaya ,23 17 Bener Meriah ,14 18 Pidie Jaya ,08 19 Kota Banda Aceh ,05 20 Kota Sabang ,74 21 Kota Langsa ,54 22 Kota Lhokseumawe ,47 23 Subulussalam ,06 Jumlah ,38 Sumber: Hasil Nilai Ujian Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2014 Sedangkan dengan hasil UN jenjang SMP, terjadi penurunan siswa yang tidak lulus. Pada tahun 2013, siswa yang tidak lulus mencapai orang dari peserta dengan persentase 1,78%. Sedangkan pada tahun 2014, siswa yang tidak lulus hanya 313 orang dari peserta dengan persentase 0,37 persen. 6

13 Beberapa penerapan pola peningkatan mutu di Indonesia telah banyak dilakukan, namun masih belum dapat secara langsung memberikan efek perbaikan mutu. Di antaranya adalah usaha peningkatan mutu dengan perubahan kurikulum dan proyek peningkatan lain: Proyek Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), Proyek Perpustakaan, Proyek Bantuan Operasional Meningkatkan Manajemen Mutu (BOMM), Proyek Bantuan Imbal Swadaya (BIS), Proyek Pengadaan Buku Paket, Proyek Peningkatan Mutu Guru, Dana Bantuan Langsung (DBL), Bantuan Operasioanal Sekolah (BOS) dan Bantuan Khusus Murid (BKM). Dengan memperhatikan sejumlah proyek itu, dapatlah kita simpulkan bahwa pemerintah telah banyak menghabiskan anggaran dana untuk membiayai proyek itu sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan. Namun, semua hal tersebut belum dapat menghasilkan atau meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Berikut ini jumlah ketersediaan guru SMP dan SMA di sekolah negeri maupun swasta yang tersebar di Provinsi Aceh. Tabel 1.3 Jumlah Sekolah, Kelas, Guru dan Murid Pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri, Menurut Kabupaten/ Kota, Tahun 2013/2014 No. Kabupaten/Kota Sekolah Kelas Guru Murid 1 Simeulue Aceh Singkil Aceh Selatan Aceh Tenggara Aceh Timur Aceh Tengah Aceh Barat Aceh Besar Pidie Bireuen Aceh Utara Aceh Barat Daya Gayo Lues Aceh Tamiang Nagan Raya Aceh Jaya Bener Meriah Pidie Jaya

14 No. Kabupaten/Kota Sekolah Kelas Guru Murid 19 Banda Aceh Sabang Langsa Lhokseumawe Subulussalam , ,948 Sumber: Profil Pembangunan Aceh, Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh 2014 Tabel 1.4 Jumlah Sekolah, Kelas, Guru dan Murid Pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) Swasta, Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2013/2014 No. Kabupaten/Kota Sekolah Kelas Guru Murid 1 Simeulue Aceh Singkil Aceh Selatan Aceh Tenggara Aceh Timur Aceh Tengah Aceh Barat Aceh Besar Pidie Bireuen Aceh Utara Aceh Barat Daya Gayo Lues Aceh Tamiang Nagan Raya Aceh Jaya Bener Meriah Pidie Jaya Banda Aceh Sabang Langsa Lhokseumawe Subulussalam ,494 18,745 Sumber: Profil Pembangunan Aceh, Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh

15 Tabel 1.5 Jumlah Sekolah, Kelas, Guru dan Murid Pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri, Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2013/2014 No. Kabupaten/Kota Sekolah Kelas Guru Murid 1 Simeulue ,064 2 Aceh Singkil ,421 3 Aceh Selatan ,173 4 Aceh Tenggara ,286 5 Aceh Timur ,495 6 Aceh Tengah ,990 7 Aceh Barat ,036 8 Aceh Besar Pidie Bireuen Aceh Utara Aceh Barat Daya Gayo Lues Aceh Tamiang Nagan Raya Aceh Jaya Bener Meriah Pidie Jaya Banda Aceh Sabang Langsa Lhokseumawe Subulussalam Sumber: Profil Pembangunan Aceh, Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh

16 Tabel 1.6 Jumlah Sekolah, Kelas, Guru dan Murid Pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta, Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2013/2014 No. Kabupaten/Kota Sekolah Kelas Guru Murid 1 Simeulue Aceh Singkil Aceh Selatan Aceh Tenggara ,366 5 Aceh Timur Aceh Tengah Aceh Barat Aceh Besar ,156 9 Pidie Bireuen , Aceh Utara , Aceh Barat Daya Gayo Lues Aceh Tamiang Nagan Raya Aceh Jaya Bener Meriah Pidie Jaya Banda Aceh Sabang Langsa Lhokseumawe Subulussalam Sumber: Profil Pembangunan Aceh, Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh

17 1.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini, difokuskan pada tiga poin berikut ini: 1. Menganalisis proses belajar mengajar pada siswa SMP dan SMA di daerah Provinsi Aceh; 2. Menganalisis ketersediaan dan ketercukupan sarana dan prasarana sekolah tingkat SMP dan SMA di daerah Provinsi Aceh; 3. Menganalisis kondisi lingkungan sosial ekonomi di sekitar sekolah SMP dan SMA dengan nilai UN rendah dan nilai UN tinggi di daerah Provinsi Aceh. 1.3 Output yang Diharapkan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi basis dalam membuat kebijakan dan merencanakan program-program pendidikan untuk mendukung implementasi kebijakan pemerintah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di Provinsi Aceh. 11

18 12

19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mutu Pendidikan Beberapa ahli mendefinisikan mutu pendidikan berdasarkan ketercapaian tujuan sebagai mana dikemukakan oleh (Suryadi, 1994), mutu pendidikan dapat diartikan sebagai seseorang yang telah mencapai tujuan kurikulum (objective of curriculum) yang dirancang untuk pengelolaan pembelajaran siswa. Selanjutnya, Suryadi dan Tilaar (1994) menegaskan bahwa kualitas pendidikan merupakan kemampuan lembaga pendidikan dalam mendaya gunakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan belajar seoptimal mungkin. Pendapat ini, memandang bahwa mutu pendidikan dapat di capai dengan menggunakan sumber daya yang ada baik sumber daya manusia maupun sumber daya fisik atau alam untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendapat lain menyebutkan mutu pendidikan tidak hanya dilihat dari ketercapaian tujuan, namun juga penting dinilai dari manfaat output sistem pendidikan yang dirasakan oleh pengguna lulusan, atau masyarakat umum. Sebagaimana dikemukakan Satori (2006), mutu pendidikan adalah nilai dan manfaat yang sesuai dengan standar nasional pendidikan atas input, proses, output, dan outcome pendidikan yang dirasakan oleh pemakai jasa pendidikan dan pengguna hasil pendidikan. Hoy et. al. (2000) menjelaskan bahwa mutu pendidikan adalah hasil terhadap proses pendidikan dengan harapan yang tinggi untuk dicapai dari upaya pengembangan bakat-bakat para pelanggan pendidikan melalui proses pendidikan. Senada dengan (Danim, 2008), kualitas pendidikan dilihat dari hasil pendidikan dianggap bermutu jika mampu melahirkan keunggulan akademik dan ekstrakurikuler pada peserta yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu. Sejalan dengan pendapat di atas, Coombs (1985) melihat konsep mutu pendidikan tidak hanya diukur dari prestasi belajar, seperti yang dikaitkan dengan kurikulum dan standarnya saja tetapi mutu harus dilihat dari segi relevansi dan 13

20 sejauh mana apa yang diajarkan dan dipelajari itu sesuai dengan kebutuhan belajar saat ini dan untuk masa yang akan datang. Lebih jauh dikemukakan bahwa masalah mutu pendidikan hendaknya dikaitkan dengan keseluruhan dimensi mutu secara sistemik yang berubah dari masa ke masa. Dalam perspektif yang lebih luas, mutu pendidikan mencakup kondisi sosial ekonomi masyarakat dan sosiologi, sebagaimana pandangan Beeby (1966) melihat mutu pendidikan dari tiga perspektif yaitu: perspekstif ekonomi, sosiologi dan pendidikan. Berdasarkan perspektif ekonomi, yang bermutu adalah pendidikan yang mempunyai kontribusi tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi. Lulusan pendidikan secara langsung dapat memenuhi angkatan kerja didalam berbagai sektor ekonomi. Dengan bekerjanya mereka pertumbuhan ekonomi dapat didorong lebih tinggi. Menurut pandangan sosiologi, pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang bermanfaat terhadap seluruh masyarakat dilihat dari berbagai kebutuhan masyarakat, seperti mobilitas sosial, perkembangan budaya, pertumbuhan kesejahteraan dan pembebasan kebodohan. Sedangkan menurut perspektif pendidikan, melihat mutu pendidikan perspektif pendidikan dari sisi pengayaan (richness) dari proses belajar mengajar dan dari segikemampuan lulusan dalam hal memecahkan masalah dan berpikir kritis. (Suderadjat, 2005). Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan atau kompetensi, baik kompetensi akademik maupun kompetensi kejuruan, yang dilandasi oleh kompetensi personal dan sosial, serta nilai-nilai akhlak mulia, yang keseluruhannya merupakan kecakapan hidup (life skill). Lebih lanjut, Sudrajad mengemukakan pendidikan bermutu adalah pendidikan yang mampu menghasilkan manusia seutuhnya (manusia paripurna) atau manusia dengan pribadi yang integral (integrated personality) yaitu mereka yang mampu mengintegralkan iman, ilmu, dan amal. Berkaitan dengan proses atau upaya untuk mencapai mutu pendidikan, yang menghasilkan output berdaya guna dalam masyarakat, ada beberapa pandangan yang dikemukakan para ahli; antara lain Umaedi (1999) dalam konteks pendidikan pengertian mutu mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam proses pendidikan, yang bermutu terlibat berbagai input, 14

21 seperti: bahan ajar (kognitif, efektif atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber belajar lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam proses belajar mengajar, baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas; baik konteks kurikuler maupun ekstra kurikuler. Sedangkan mutu dalam konteks hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu. Prestasi yang dicapai dapat berupa hasil test kemampuan akademis (hasil ulangan atau ujian), dapat pula prestasi bidang lainnya, seperti: olah raga, seni, bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, kebersihan dan sebagainya. Kemampuan pengelolaan sekolah oleh manajemen sekolah juga menentukan pencapaian kualitas output. Menurut Achmad (1990) mutu pendidikan di sekolah dapat diartikan sebagai kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar yang berlaku. Engkoswara (2010) melihat mutu/keberhasilan pendidikan dari tiga sisi, yaitu: prestasi, suasana, dan ekonomi. Dalam hubungan dengan mutu sekolah. Slamet (1999) berpendapat bahwa banyak masyarakat yang mengatakan sekolah itu bermutu atau unggul dengan hanya melihat fisik sekolah dan banyaknya ekstrakurikuler yang ada di sekolah. Ada juga yang melihat banyaknya tamatan yang diterima di jenjang sekolah yang lebih tinggi, atau yang diterima di dunia usaha. Untuk bisa menghasilkan mutu, menurut Slamet (1999) terdapat empat usaha mendasar yang harus dilakukan dalam suatu lembaga pendidikan yaitu: 1. Menciptakan situasi menang-menang (win win solution) dan bukan situasi kalah menang di antara pihak yang berkepentingan dengan lembaga pendidikan (stakeholders). Dalam hal ini terutama antara pimpinan lembaga dengan staf lembaga harus terjadi kondisi yang saling menguntungkan satu 15

22 sama lain dalam meraih mutu produk/jasa yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan tersebut. 2. Perlunya ditumbuhkembangkan adanya motivasi intrinsik pada setiap orang yang terlibat dalam proses meraih mutu. Setiap orang dalam lembaga pendidikan harus tumbuh motivasi bahwa hasil kegiatannya mencapai mutu tertentu yang meningkat terus menerus, terutama sesuai dengan kebutuhan dan harapan pengguna/langganan. 3. Setiap pimpinan harus berorientasi pada proses dan hasil jangka panjang. Penerapan manajemen mutu terpadu dalam pendidikan bukanlah suatu proses perubahan jangka pendek, tetapi usaha jangka panjang yang konsisten dan terus menerus. 4. Dalam menggerakkan segala kemampuan lembaga pendidikan untuk mencapai mutu yang ditetapkan, harus dikembangkan adanya kerjasama antar unsurunsur pelaku prosesmencapai hasil mutu. Janganlah di antara mereka terjadi persaingan yang mengganggu proses mencapai hasil mutu tersebut. Dari beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang diselenggarakan sesuai dengan standar pendidikan yang telah ditetapkan. Kesesuaian dan ketercapaian standar perlu dievaluasi secara berkala, dan hasil temuan ditindaklanjuti untuk memperbaiki arah pelaksanaan jika pelaksanaan melenceng dari standar, meempertahankan atau meningkatkan satandar jika standar yang ditetapkan telah tercapai. Jadi peningkatan mutu pendidikan perlu ditingkatkan secara berkala dan berkelanjutan oleh institusi penyelenggara pendidikan itu sendiri (internally driven). Mempertahankan ketercapaian dan peningkatan standar perlu dilaksanakan untuk memberikan kepuasan kepada stakeholders baik internal maupun eksternal. Sallis (2002) mengindentifikasikan dan mengelompokkan konsumen atau pelanggan pendidikan ke dalam dua kelompok besar, yaitu pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Pelanggan internal meliputi para pendidik dan staf pendukung. Sedangkan pelanggan eksternal meliputi pelanggan eksternal utama adalah peserta didik; pelanggan eksternal sekunder adalah orang tua, pemerintah dan employers; serta pelanggan eksternal tersier adalah pasaran kerja, pemerintah 16

23 dan masyarakat. Sallis menyarankan agar pendidikan dipandang sebagai industri jasa, dan usaha memenuhi kebutuhan peserta didik harus menjadi fokus utama dalam mengelola mutu. Sekalipun demikian menurutnya tidak berarti harus mengabaikan pandangan-pandangan dari kelompok pelanggan lainnya. 2.2 Standar atau Parameter Pendidikan yang Berkualitas Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No 32 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, ada delapan (8) standar yang harus diperhatikan untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, yaitu: Pasal 1 ayat 5 sampai Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. 2. Standar Isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat Kompetensi untuk mencapai Kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. 3. Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan. 4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan adalah kriteria mengenai pendidikan prajabatan dan kelayakan maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. 5. Standar Sarana dan Prasarana adalah kriteria mengenai ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. 6. Standar Pengelolaan adalah kriteria mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. 7. Standar Pembiayaan adalah kriteria mengenai komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. 17

24 8. Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen hasil belajar Peserta Didik. 2.3 Dimensi Mutu Pendidikan Menurut UNESCO dalam buku EFA Global Monitoring Report 2005 atau Laporan Pemantauan Global Pendidikan untuk semua ada lima dimensi yang terkait dengan mutu pendidikan, yaitu: 1. Karakteristik pembelajar (learner characteristics) Dimensi ini sering disebut sebagai masukan (inputs) atau malah masukan kasar (raw inputs) dalam teori fungsi produksi (production function theory), yaitu peserta didik atau pembelajar dengan berbagai latar belakangnya, seperti pengetahuan (aptitude), kemauan dan semangat untuk belajar (perseverance), kesiapan untuk bersekolah (school readiness), pengetahuan siap sebelum masuk sekolah (prior knowledge) dan hambatan untuk pembelajaran (barriers to learning) terutama bagi anak luar biasa. Banyak faktor latar belakang peserta didik yang sangat mempengaruhi mutu pendidikan di negeri ini. Banyak anak usia sekolah yang tidak didukung oleh kondisi yang kondusif, misalnya peserta didik yang berasal dari keluarga tidak mampu, keluarga bermasalah (broken home), kesehatan lingkungan, pola asuh anak usia dini dan faktor-faktor lain-lainnya. Dimensi ini menjadi faktor awal yang mempengaruhi mutu pendidikan. 2. Pengupayaan masukan (enabling inputs) Ada dua macam masukan yang akan mempengaruhi mutu pendidikan yang dihasilkan, yaitu sumber daya manusia dan sumber daya fiskal. Guru atau pendidik, kepala sekolah, pengawas dan tenaga kependidikan lain menjadi sumber daya manusia (human resources) yang akan mempengaruhi mutu hasil belajar siswa (outcomes). Proses belajar mengajar tidak dapat berlangsung dengan nyaman dan aman jika fasilitas belajar, seperti gedung sekolah, ruang kelas, buku dan bahan ajar lainnya (learning materials), media dan alat peraga yang dapat diupayakan oleh sekolah, termasuk perpustakaan dan laboratorium, bahkan juga 18

25 kantin sekolah, dan fasilitas pendidikan lainnya, seperti buku pelajaran dan kurikulum yang digunakan di sekolah. Semua itu dikenal sebagai infrastruktur fisikal (physical infrastructure atau facilities). Singkat kata, mutu SDM yang tersedia di sekolah dan mutu fasilitas sekolah merupakan dua macam masukan yang sangat berpengaruh terhadap mutu pendidikan. 3. Proses belajar-mengajar (teaching and learning) Dimensi ketiga ini sering disebut sebagai kotak hitam (black box) masalah pendidikan. Dalam kotak hitam ini terdapat tiga komponen utama pendidikan yang saling berinteraksi satu dengan yang lain, yaitu peserta didik, pendidik, dan kurikulum. Tanpa peserta didik, siapa yang akan diajar? Tanpa pendidik, siapa yang akan mengajar, dan tanpa kurikulum, bahan apa yang akan diajarkan? Oleh karena itu mutu proses belajar mengajar, atau mutu interaksi edukatif yang terjadi di ruang kelas, menjadi faktor yang amat berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Efektivitas proses belajar-mengajar dipengaruhi oleh: (1) lama waktu belajar, (2) metode mengajar yang digunakan, (3), umpan balik, bentuk penghargaan bagi peserta didik dan (4) jumlah peserta didik dalam satu kelas. Ruang kelas di Indonesia sangat kering dengan media dan alat peraga. Pakar pendidikan, Dr. Arif Rahman, M.Pd. sering menyebutkan bahwa ruang kelas kita ibarat menjadi penjara bagi anak-anak. Jika diumumkan ada rapat dewan pendidik, dalam arti tidak ada kelas, maka bersoraklah para siswa, ibarat keluar dari pintu penjara tersebut. Sesungguhnya, di sinilah kelemahan terbesar pendidikan di negeri ini. Proses belajar mengajar di ruang kelas kita sangat kering dari penggunaan teknik penguatan (reinforcement), kering dari penggunaan media dan alat peraga yang menyenangkan. Dampaknya, dapat diterka, yaitu hasil belajar yang belum memenuhi standar mutu yang ditentukan. Sentral permasalahan lemahnya proses belajar mengajar di dalam kelas ini, sebenarnya sudah diketahui, yakni kualifikasi dan kompetensi guru. Setengah guru kita belum memenuhi standar kualifikasi. Apalagi dengan standar kompetensinya. Timbullah istilah guru tak layak. Belum lagi dengan masalah kesejahteraannya. Ada pendapat yang menyatakan bahwa semua masalah bersumber dari masalah 19

26 kesejahteraan. Memang, kesejahteraan guru menjadi salah satu syarat agar guru dapat disebut sebagai profesi, selain (1) memerlukan keahlian, (2) keahlian itu diperoleh dari proses pendidikan dan pelatihan, (3) keahlian itu diperlukan masyarakat, (4) punya organisasi profesi, (5) keahlian yang dimiliki dibayar dengan gaji yang memadai (Suparlan, 2006). 4. Hasil belajar (outcomes) Hasil belajar adalah sasaran yang diharapkan oleh semua pihak. Di sini memang terjadi perbedaan harapan dari pihak-pihak tersebut. Pihak dunia usaha dan industri (DUDI) mengharapkan lulusan yang siap pakai. Pendidikan kejuruan dipacu agar dapat memenuhi harapan ini. Sedang pihak praktisi pendidikan pada umumnya cukup berharap lulusan yang siap latih. Alasannya agar DUDI dapat memberikan peran lebih besar lagi dalam memberikan pelatihan. Setidaknya, semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan menghasilkan lulusan yang dapat membaca dan menulis (literacy), berhitung (numeracy) dan kecakapan hidup (life skills) Ini memang pasti. Selain itu, peserta didik harus memiliki kecerdasan emosional dan sosial (emotional dan sosial intelligences), nilai-nilai lain yang diperlukan masyarakat. Terkait dengan berbagai macam kecerdasan, Howard Gardner menegaskan bahwa satu-satunya sumbangan paling penting untuk perkembangan anak adalah membantunya untuk menemukan bidang yang paling cocok dengan bakatnya (Goleman, 2005). Hasil belajar yang akan dicapai sesungguhnya yang sesuai dengan potensinya, sesuai dengan bakat dan kemampuannya, serta sesuai dengan tipe kecerdasannya, di samping juga nilai-nilai kehidupan (values) yang diperlukan untuk memelihara dan menstransformasikan budaya dan kepribadian bangsa. 5. Konteks (contexts) atau lingkungan (environments) Keempat dimensi yang telah dijelaskan tersebut saling pengaruhmempengaruhi dengan konteks (contexts) atau lingkungan (environments) yang meliputi berbagai aspek alam, sosial, ekonomi, dan budaya. 20

27 Menurut Townsend-Butterworth (1992) di dalam bukunya Your First Child s School, ada sepuluh faktor penentu terwujudnya proses pendidikan yang berkualitas, yaitu: 1. Keefektifan kepemimpinan kepala sekolah; 2. Partisipasi & rasa tanggung jawab guru & staf; 3. Proses belajar mengajar yang efektif; 4. Pengembangan staf yang terprogram; 5. Kurikulum yang relevan; 6. Mempuyai visi serta misi yang terang; 7. Iklim sekolah yang kondusif; 8. Penilaian diri pada kapabilitas serta kelemahan; 9. Komunikasi efektif baik internal ataupun eksternal; dan 10. Keterlibatan orang lanjut usia serta warga dengan cara intrinsik. Manusia tumbuh dan berkembang dalam lingkungan. Lingkungan selalu mengitari manusia dari waktu ke waktu, sehingga antara manusia dan lingkungan terdapat hubungan timbal balik dimana lingkungan mempengaruhi manusia dan sebaliknya manusia juga mempengaruhi lingkungan. Begitu pula dalam proses belajar belajar mengajar, lingkungan sosial berhubungan dengan pola interaksi antarpersonil yang ada di lingkungan sekolah secara umum. Lingkungan sosial yang baik memungkinkan para siswa untuk berinteraksi secara baik, siswa dengan siswa, guru dengan siswa, guru dengan guru, atau guru dengan karyawan, dan siswa dengan karyawan, serta secara umum interaksi antarpersonil. Dan kondisi pembelajaran yang kondusif hanya dapat dicapai jika interaksi sosial ini berlangsung secara baik. Lingkungan sosial yang kondusif dalam hal ini, misalnya adanya keakraban yang proporsional antara guru, siswa dan orangtua serta masyarakat sekitar dalam proses pembelajaran. Lingkungan merupakan sumber belajar yang tidak dapat di abaikan. Beberapa faktor yang datang dari masyarakat dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar meliputi: 1 Media massa; di luar jam sekolah atau disekolah terkadang siswa membaca buku selain buku pelajaran, seperti koran, atau menonton televisi, sehingga 21

28 lupa akan tugas belajar. Maka bacaan dan tontonan siswa perlu diawasi dan diseleksi. 2 Teman bergaul; setiap manusia selalu berusaha untuk mengembangkan sosialisasinya, anak perlu bergaul dengan anak lain, dan perlu diawasi agar anak bergaul dengan teman yang baik agar dapat memberikan pengaruh baik pula. 3 Cara hidup lingkungan sekitar akan memberikan pengaruh besar pada sikap dan kebiasaan siswa, termasuk kebiasaan belajar. Siswa yang hidup dalam lingkungan yang selalu belajar keras, sikap itu akan mempengaruhi perilakunya. Di sisi lain Heyneman dan Loxley (1983) menyimpulkan bahwa kualitas sekolah dan guru nampaknya sangat berpengaruh pada prestasi akademis di seluruh dunia dan semakin miskin suatu negara, semakin kuat pengaruh tersebut. Sejalan dengan yang disampaikan Husaini Usman (2009) bahwa ada tiga faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan, yaitu: 1. Kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function atau input-input analisis yang tidak konsisten; 2. Penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik; dan 3. Peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim. 2.4 Sarana dan Prasarana Pendidikan Pendidikan yang menyangkut standar sarana dan prasarana pendidikan secara nasional pada Bab VII Pasal 42 PP 19 tahun 2005 (yang tidak berubah dalam PP no. 32 th 2013) dengan tegas disebutkan bahwa: 1. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. 22

29 2. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat bekreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. 2.5 Hubungan Sarpras Pendidikan Dengan Proses Belajar Mengajar Dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar, ada dua jenis sarana pendidikan. Pertama, sarana pendidikan yang secara langsung digunakan dalam proses belajar mengajar. Sebagai contoh papan tulis, atlas, buku dan media dan sumber pendidikan lainnya yang digunakan guru dalam mengajar. Kedua, sarana pendidikan yang secara tidak langsung berhubungan dengan proses belajar mengajar, seperti lemari arsip di kantor yang secara tidak langsung digunakan guru dalam proses belajar mengajar. Sedangkan prasarana pendidikan di sekolah bisa diklasifikasikan menjadi dua macam. Pertama, prasarana pendidikan yang langsung digunakan untuk proses belajar mengajar. Seperti ruang kelas, ruang perpustakaan, dan ruang laboratorium. Kedua, prasarana sekolah yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses belajar mengajar secara langsung. Contohnya adalah ruang kantor, kantin sekolah, ruang UKS, kamar kecil, ruang guru, ruang kepala sekolah, dan tempat parkir kendaraan. 2.6 Prinsip-Prinsip Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam mengelola sarana dan prasarana pendidikan di sekolah. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah sebagai berikut : (Imron, 2003) a. Prinsip pencapaian tujuan, yaitu bahwa sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus selalu dalam kondisi siap pakai bilamana akan didayagunakan 23

30 oleh personil sekolah dalam rangka pencapaian tujuan proses belajar mengajar; b. Prinsip efisiensi, yaitu bahwa pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus dilakukan melalui perencanaan yang seksama, sehingga dapat diadakan sarana dan prasarana pendidikan yang baik dengan harga yang murah. Dan pemakaiannya pun dengan hati-hati sehingga mengurangi pemborosan; c. Prinsip administratif, yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus selalu memperhatikan undang-undang, peraturan, instruksi dan petunjuk teknis yang diberlakukan oleh yang berwenang; d. Prinsip kejelasan tanggung jawab, yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus didelegasikan kepada personel sekolah yang mampu bertanggung jawab. Apabila melibatkan banyak personel sekolah dalam manajemennya. Maka perlu adanya deskripsi tanggung jawab yang jelas untuk setiap personel sekolah; dan e. Prinsip kekohesifan, yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah itu harus direalisasikan dalam bentuk proses yang sangat kompak. 2.7 Kerangka Pemikiran Proses pembelajaran dan hasil dari proses belajar tentu perlu ditunjang oleh layanan manajemen yang teratur. Sejalan dengan Tawnsend-Butterworth (1992) yang mengemukakan bahwa pengelolaan atau manajemen sekolah termasuk pengelolaan proses belajar mengajar yang efektif, pengembangan SDM yang terprogram, komunikasi yang efektif secara internal dan eksternal dan keterlibatan warga dan orang tua, akan mempengaruhi proses dan hasil pendidikan. Di samping itu proses pembelajaran yang baik juga memerlukan input yang berkualitas pula di antaranya sarana prasarana dan sumber daya manusia atau guru. Umaedi (1999) mengatakan input dari proses pendidikan adalah sarana prasarana seperti sumber belajar, fasilitas belajar, dan juga guru atau sumber daya manusia dengan berbagai metodogi yang digunakan. 24

31 Guru dalam proses dan hasil belajar memegang peranan penting dan sentral. Dewasa ini, sebagian guru juga mempunyai tugas tambahan sebagai pengelola baik pada bidang kurikulum, sarpras, kesiswaan dan juga top manajeman sekolah. Imron dkk. (2003) menegaskan bahwa guru merupakan sumber daya manusia yang sangat menentukan keberhasilan program pendidikan, tidak mungkin ada peningkatan mutu pendidikan tanpa peningkatan performansi gurunya dan ini mutlak dilakukan secara terus menerus. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa guru merupakan faktor yang penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Namun bukan berarti keberadaan unsur unsur lain tidak penting. Peningkatan performa guru memerlukan adanya layanan yang profesional di bidang sarana dan prasarana dalam menerapkan kemampuannya secara maksimal. Hamalik (1994) menegaskan sudah jelas bahwa di samping dibutuhkannya guruguru yang memiliki kemampuan dan kecakapan yang lebih memadai, juga diperlukan cara-cara bekerja dan sikap yang baru, peralatan yang lengkap, dan sistem administrasi yang lebih teratur. Variabel kesiswaan lebih menekankan pada kegiatan kesiswaan yang bertujuan untuk pengembangan karakter siswa, kegiatan ini juga memerlukan perhatian dan keterlibatan guru secara terintegrasi, yang pada akhirnya mempengaruhi proses dan hasil belajar. Baiknya kegiatan kesiswaan juga terkait dengan adanya sarana dan prasarana yang memadai. Lingkungan sosial ekonomi masyarakat secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Lingkungan merupakan suatu komponen sistem yang ikut menentukan keberhasilan proses pendidikan. Kondisi lingkungan sekolah dan keluarga menjadi perhatian karena faktor ini sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa yang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Di sekolah nilai-nilai kehidupan ditumbuhkan dan dikembangkan. Oleh karena itu, sekolah menjadi wahana yang sangat dominan bagi pengaruh dan pembentukan sikap, perilaku, dan prestasi seorang siswa (Tu u, 2004). Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa keterlibatan orangtua siswa dan tokoh masyarakat di sekitar sekolah dapat memberikan pengaruh yang baik pada peningkatan proses dan hasil belajar. Uraian ini dapat dikemukakan 25

32 dalam bentuk diagram di bawah ini. Kerangka pemikiran yang menunjukkan hubungan antarvariabel dapat digambarkan dalam diagram di bawah ini. Pengelolaan Hasil UN Proses Pembelajaran Sarpras Sosial ekonomi masyarakat SDM Kesiswaan Pembiayaan Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Hubungan Antarvariabel 26

33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup, Populasi Dan Sampel Penelitian Objek penelitian ini dilaksanakan pada sekolah SMP dan SMA di 12 (dua belas) kabupaten/kota Provinsi Aceh dengan ranking 10 besar angka ketidaklulusan Ujian Nasional (UN) terbanyak. Setiap kabupaten/kota diambil sampel 5 sekolah dengan jumlah ketidaklulusan terbanyak dipilih secara random (acak) dari 10 SMP dan SMA rangking terendah di masing-masing kabupaten tersebut. Selanjutnya sebagai pembanding, penelitian ini juga mengambil sampel sekolah SMP dan SMA dengan hasil nilai rata-rata UN tertinggi di Aceh sebanyak 31 sekolah yang terdapat di 8 (delapan) kabupaten/kota. Total sekolah dari kedua kelompok sekolah ini yang dijadikan sampel adalah sebanyak 158 sekolah, dengan responden 235 responden. Untuk memudahkan mengidentifikasi sekolah sampel penelitian, berikut ini disajikan SMP dan SMA yang menjadi objek penelitian berturut-turut dalam Tabel 3.1 dan 3.2: 27

34 Tabel 3.1 Daftar Sampel Penelitian di Provinsi Aceh dengan Nilai UN Peringkat Sepuluh Terendah pada Tahun 2013 No. Kabupaten /Kota SMP 1 Aceh Barat 1. SMPN 2 Kaway XVI 2. SMPN 5 Kaway XVI 3. SMPN 1 Meureubo 4. SMPN 6 Meureubo 5. SMPN 4 Meureubo SMA 1. SMAN 1 Bubon 2. SMAN 1 Kaway XVI 3. SMA Muhammadiyah 6 Meulaboh 4. SMAN 1 Meureubo 5. SMAN 1 Panton Reu 2 Aceh Jaya 1. SMPN 1 Teunom 2. SMPN 1 Darul Hikmah 3. SMPN 3 Sampoinet 4. SMPN 2 Jaya 3 Aceh Timur 1. SMPN 1 Idi Tunong 2. SMPN 1 Darul Ikhsan 3. SMPN 2 Peureulak 4. SMPN 4 Peureulak 5. SMPN 6 Birem Bayeun 4 Aceh Utara 1. SMP Negeri 1 Tanah Pasir 2. SMP Negeri 6 Lhoksukon 3. SMP 2 Negeri Jambo Aye 4. SMP 4 Negeri Lhoksukon 5. SMP Alwaliyah 5 Bireuen 1. SMPN 1 Pandrah 2. SMPN 2 Peudada 3. SMPN 2 Jeunib 4. SMPN 2 Peulimbang 5. SMPN 4 Peudada 6 Pidie 1. SMPN 2 Peukan Pidie 2. SMP Darussa'dah 3. SMPN 1 Simpang Tiga 4. SMP Sukma Bangsa 5. SMPN 4 Sigli 7 Pidie Jaya 1. SMP Negeri 1 Bandar Baru 2. SMP Negeri 2 Bandar Baru 3. SMP Negeri 2 Trienggadeng 4. SMP N 2 Bandar Dua 5. SMP Negeri 3 Bandar Dua 1. SMAN 2 Sampoinet 2. SMA 5 Darul Abrar 3. SMAN 1 Setia Bakti 4. SMAN 1 Calang 5. SMAN 1 Panga 6. SMP Swasta Darunnizam 1. SMAN 1 Simpang Ulim 2. SMAN 1 Birem Bayeun 3. SMAN 1 Ranto Peureulak 4. SMAN 1 Nurussalam 5. SMAS Bungong Jeumpa (bubar) 1. SMA Negeri 1 Baktiya Barat 2. SMA 2 Baktiya 3. SMA 2 Negeri Seuneudon 4. SMA Sidomulyo (tidak bisa diakses karena ada insiden bersenjata) 5. SMA Meurah Mulia (tidak bisa diakses karena ada insiden bersenjata) 1. SMAN 1 Peulimbang 2. SMAN 1 Pandrah 3. SMAN 1 Simpang Mamplam 4. SMAN 1 Samalanga 5. SMAN 2 Samalanga 1. SMA Darussa'dah 2. SMAN 1 Padang Tiji 3. SMAS Islam Tgk. Chik Di Beureueh 4. SMAN 1 Keumala 5. SMAN 2 Sigli 1. SMA Negeri 1 Pante Raja 2. SMA Negeri 1 Jangka Buya 3. SMA Negeri 1 Trienggadeng 4. SMA Negeri 2 Bandar Baru 5. SMA Negeri 2 Meureudu 28

35 No. Kabupaten /Kota SMP 6. SMP Negeri 3 Bandar Baru SMA 8 Sabang 1. SMP N 7 Sabang 2. SMP N 3 Sabang 3. SMP N 4 Sabang 9 Aceh Tamiang 1. SMP Negeri 3 Karang Baru 2. SMP Negeri 5 Bendahara 3. SMP Swasta Al-Washliyah Seumadam 4. SMP Swasta Harum Sari 5. SMP Negeri 7 Karang Baru 10 Lhokseumawe 1. SMP I Serambi Mekkah 2. SMP Negeri Satap Ujong Pacu 3. SMP Negeri 4 Lhokseumawe 4. SMP Negeri 9 Lhokseumawe 5. SMP Swasta Islam Pase 11 Aceh Selatan 1. SMP Negeri 3 Labuhan Haji Timur 2. SMP Negeri 1 Kluet Utara 3. SMP Negeri 3 Pasie Raja 4. SMP Negeri 1 Bakongan 5. SMP Negeri 3 Kluet Utara 12 Aceh Barat Daya 1. SMP Negeri 4 Manggeng 2. SMP Negeri 1 Manggeng 3. SMP Negeri 1 Susoh 4. SMP Negeri 2 Susoh 5. SMP Negeri 1 Lembah Sabil 1. SMA N 1 Sabang 2. SMA N 2 Sabang 3. SMA Al-Mujaddid 1. SMA Negeri 3 Kejuruan Muda 2. SMA Swasta Darul Muklisin 3. SMA Swasta Syakirah 4. SMA Swasta Al-Hidayah 1. SMA Negeri 7 Lhokseumawe 2. SMA Negeri 6 Lhokseumawe 3. SMA Negeri 5 Lhokseumawe 4. SMA Negeri 3 Lhokseumawe 5. SMA Negeri 4 Lhokseumawe 1. SMA Negeri 3 Kluet Utara 2. SMA Negeri 1 Kluet Timur 3. SMA Negeri 1 Meukek 4. SMA Negeri 1 Labuhan haji 5. SMA Negeri 1 Pasie Raja 1. SMA Negeri 3 Abdya 2. SMA Negeri 4 Abdya 3. SMA Negeri 2 Abdya 4. SMA Negeri 8 Abdya 5. SMA Negeri 9 Abdya Jumlah Sekolah 58 SMP 55 SMA Banyaknya sekolah dengan hasil nilai UN peringkat sepuluh terendah adalah 113, yaitu 58 SMP dan 55 SMA. Sedangkan, banyaknya sekolah dengan peringkat sepuluh tertinggi adalah 31, yaitu 13 SMP dan 18 SMA, sebagaimana terdistribusi dalam Tabel 3.2 berikut ini. Tabel 3.2 Daftar Sampel Penelitian di Provinsi Aceh dengan Nilai UN Peringkat Sepuluh Tertinggi pada Tahun 2013 No. Kabupaten /Kota SMP SMA 1 Aceh Timur SMPN 1 Simpang Ulim SMAN Unggul Aceh Timur 29

36 No. Kabupaten /Kota SMP 2 Langsa - SMAN 1 Langsa SMA 3 Aceh Utara - 1. SMA Iskandar Muda 2. SMA Modal Bangsa Arun 4 Lhokseumawe - SMAN 1 Lhokseumawe 5 Aceh Tengah 1. SMPN 1 Takengon Aceh Tengah 2. SMPN 2 Takengon Aceh Tengah 3. SMPN 4 Aceh Tengah 6 Bener Meriah 1. SMPN 6 Satu Atap Permata Bener Meriah 2. SMPN 3 Wih Pesam Bener Meriah 3. SMPN 3 Timang Gajah Bener Meriah 4. SMPN 4 Takengon Aceh Tengah 5. SMPN 5 Takengon Aceh Tengah 6. SMPN 2 Wih Pesam Bener Meriah 7 Aceh Besar 1. SMPN Al-Falah 2. SMP 3 Lembah Seulawah 8 Banda Aceh SMP Fatih Bilingual School Lam Yong Banda Aceh 1. SMAN 1 Takengon Aceh Tengah 2. SMAN 8 Aceh Tengah 3. SMAN 15 Takengon Aceh Tengah 1. SMAN 1 Timang Gajah Bener Meriah 2. SMAN 1 Bandar Bener Meriah 3. SMAN 2 Bandar Bener Meriah 4. SMAN 1 Bukit Bener Meriah 5. SMA Bustanul Ulum Bener Meriah 6. SMAN Unggul Binaan Bener Meriah 1. SMA Modal Bangsa 1. SMA 3 Banda Aceh 2. SMA 1 Banda Aceh 3. SMA Fajar Harapan Jumlah Sekolah 13 SMP 18 SMA 3.2 Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui survei dan wawancara dengan menggunakan kuesioner dan pedoman wawancara kepada para responden, terdiri dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, kepala tata usaha dan pegawai tata usaha. Survei dilakukan terhadap SMP dan SMA berdasarkan jumlah ketidaklulusan UAN melalui observasi lapangan dan wawancara dengan responden yang bersangkutan. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka yang terdiri dari jurnal, laporan ilmiah, laporan resmi pemerintah, dan bahan-bahan lain yang relevan. 30

37 3.3 Metode dan Desain Penelitian Penelitian ini akan menggunakan metode analisis secara deskriptif kualitatif (analisis statistik inferensial). Metode analisis deskriptif dilakukan dengan analisis secara umum melalui grafik, tabel, gambar dan peta. Penelitian ini menggunakan kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif (mixed methods) dengan desain triangulasi yang dapat digambarkan sebagai berikut (Creswell, 2008): QUAN (Data dan Results) + QUAL (Data dan Results) Interpretasi Gambar 3.1. Desain Triangulasi Metode Penelitian Campuran 3.4 Metode Analisis dan Pembahasan 1. Analisis data kuantitatif Penelitian ini akan menggunakan metode analisis secara deskriptif kualitatif dan analisis kuantitatif dengan menggunakan inferensia statistik. Metode analisis deskriptif dilakukan dengan analisis secara umum melalui grafik, tabel, dan gambar. Sedangkan analisis statistik inferensia, menggunakan analisis regresi untuk persamaan simultan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan pengujian keberartian koefisen regresi dengan uji-t, dengan kriteria nilai t lebih besar atau sama dengan satu, berarti koefisien regresi signifikan. Selain itu, secara kualitatif penarikan kesimpulan didasarkan pada hubungan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang di padu pada penyajian data yang informatif. Model Analisis. PROS = a0 + a1 SDM + a2 SRP + a3 SW + a4 MJM + a5 UN + a6 D + e1 31

38 SRP UN = b0 + b1 DN + b2 MJM + b3 SW + b4 D + e2 = d0 + d1 PROS + d2 SRP + d3 SW + d4 SDM + d5 MJM + d6 KM+ d7 D + e3 Keterangan: PROS = proses pembelajaran SDM = sumber daya manusia SRP = sarana dan prasarana SW = kesiswaan MJM = manajemen DN = pembiayaan UN = hasil ujian nasional KM = kondisi soaial ekonomi masyarakat D = variabel dummy, nilai 1 untuk sekolah dengan nilai UN tinggi nilai 0 untuk sekolah dengan UN rendah Reduced form: PROS - a2 SRP - a6 UN = a0 + a1 SDM + a3 SW + a4 MJM + a7d + e1 SRP = b0 + b1 DN + b2 MJM + b4d + e2 - d1 PROS - d2 SRP + UN = d0 + d3 SW + d4 SDM + d5 MJM + d6km + d7d + e3 Bentuk reduced dapat dituliskan dalam bentuk matrik berikut: 1 -a 1 -a 6 [ d 1 -d 2 1 a 0 a 1 a 3 ] = [ b o 0 0 d 0 d 4 d 3 a 4 b 2 d 5 0 b a 7 b 4 b 5 d 6 d 7 ] [ 1 SDM SW MJM DN KM D ] e 1 + [ e 2 ] e 3 Matriks variabel endogen bukan matriks segitiga, yang menunjukkan model yang dibangun merupakan model simultan dengan kata lain terdapat saling 32

39 mempengaruhi antar variabel penelitian. Model ini dapat diestimasi dengan metode Two State Least Square (2TLS) (Gujarati, 1993). 2. Analisis data kualitatif Data kualitatif dianalisis dengan menggunakan model analisis yang dikemukakan oleh Creswell (2008) yang digambarkan sebagai berikut: Mengkode teks untuk deskripsi yang digunakan pada laporan penelitian Mengkode teks untuk tema-tema yang digunakan pada laporan penelitian Peneliti mengkode data (yakni, menentukan bagian-bagian teks dan memberikan label kode pada mereka) Serentak Bolak-balik Peneliti membaca keseluruhan data (yakni, mendapatkan pemahaman umum dari material) Peneliti mempersiapkan data untuk analisis (yakni, mentranskrip catatan lapangan) Peneliti mengumpulkan data (yakni, file teks seperti catatan lapangan, transkripsi, atau bahan yang dipindai secara optik) Gambar 3.2 Proses Analisis Data Kualitatif Proses analisis sesuai dengan langkah-langkah di atas, diawali dengan pengumpulan data, pembuatan transkrip hasil dokumentasi dan wawancara. Kemudian melakukan analisis diawali dengan mendapatkan pemahaman umum dari transkrip itu, dilanjutkan dengan mensegmentasi transkrip untuk menentukan kode-kode pada setiap segmen tersebut. Setelah mengumpulkan semua kode, dilakukan reduksi untuk kode-kode yang tumpang tindih atau berulang. Hasil reduksi kode diklasifikasikan kode-kode tertentu yang membentuk tema. 33

40 Tema-tema yang diperoleh digunakan untuk membuat deskripsi yang akan digunakan pada laporan penelitian. Dalam analisis, juga dicari keterkaitan antar tema-tema yang ada untuk melihat keterkaitan antara mereka. Dengan serangkaian proses analisis ini, peneliti melahirkan hasil penelitian dan menginterpretasi untuk melahirkan kesimpulan dan rekomendasi dalam upaya memperbaiki mutu pendidikan sekolah menengah di Provinsi Aceh. Definisi Operasional Variabel 1. Proses pembelajaran adalah kriteria dalam menjalankan pembelajaran yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran yang diukur dengan skala 1 sampai 5. Skala 1 Skala 2 : Sebagian besar pembelajaran dilakukan tanpa RPP, hanya sebagian kecil prosedur yang terlaksan, dan proses pembelajaran tidak diawasi dan evaluasi. : Sebagian pembelajaran dilakukan tanpa RPP, sebagian prosedur terlaksana, dan proses pembelajaran sebagian diawasi dan evaluasi. Skala 3 : Sebagian besar pembelajaran tidak mengikuti RPP, sebagian prosedur terlaksana, dan proses pembelajaran sebagian diawasi dan evaluasi. Skala 4 : Sebagian besar pembelajaran tidak mengikuti RPP, sebagian prosedur terlaksana, dan proses pembelajaran sebagian besar diawasi dan evaluasi. Skala 5 : Sepenuhnya pembelajaran mengikuti RPP, sebagian besar prosedur terlaksana, dan proses pembelajaran sebagian besar diawasi dan evaluasi. 2. Sumber daya manusia adalah kriteria guru yang meliputi kompetensi dan kesesuaian dengan pelajaran yang diampu, serta pembinaan profesional, yang diukur dengan skala 1 sampai 5. Skala 1 Skala 2 : Ada pelajaran ujian nasional yang diajarkan oleh guru dengan kompetensi tidak sesuai. : Ada pelajaran selain mata pelajaran yang di-un-kan yang diajarkan oleh guru dengan kompetensi yang tidak sesuai, dan 34

41 aktif pada MGMP. Skala 3 : Tidak ada pelajaran yang diajarkan oleh guru dengan kompetensi tidak sesuai. Kurang dari 25% guru bersertifikat, kurang dari 25% guru telah mengikuti pelatihan-pelatihan dan guru aktif pada forum MGMP. Skala 4 : Tidak ada pelajaran yang diajarkan oleh guru dengan kompetensi tidak sesuai. Kurang dari 50% guru bersertifikat, lebih dari 50% guru telah mengikuti pelatihan-pelatihan, dan aktif mengikuti MGMP. Skala 5 : Tidak ada pelajaran yang diajarkan oleh guru dengan kompetensi tidak sesuai. Lebih dari 75% guru telah bersertifikat. Lebih dari 75% guru telah mengikuti pelatihan-pelatihan, dan aktif dalam MGMP dan ada MGMP internal. 3. Kecukupan sarana dan prasarana adalah kriteria fisik dan pemanfaatannya sarpras yang secara langsung maupun tidak langsung digunakan dalam proses belajar mengajar, meliputi kecukupan ruang kelas beserta mobiler, ruang laboratorium beserta peralatan dan jenisnya, peralatan kegiatan ekstrakurikuler dan sumber belajar, yang diukur dengan skala 1 sampai 5. Skala 1 Skala 2 : Ketersediaan, perawatan, dan pemutakhiran sarpras sangat sedikit terpenuhi dan tanpa SOP. : Ketersediaan, perawatan, dan pemutakhiran sarpras sebagian kecil terpenuhi dan tanpa SOP. Skala 3 : Ketersediaan, perawatan, dan pemutakhiran sarpras separuhnya terpenuhi berdasarkan SOP. Skala 4 : Ketersediaan, perawatan, dan pemutakhiran sarpras sebagian besar terpenuhi berdasarkan SOP. Skala 5 : Ketersediaan, perawatan, dan pemutakhiran sarpras terpenuhi berdasarkan SOP. 4. Kesiswaan adalah kriteria mengenai kegiatan kesiswaan dalam membina karakter siswa yang meliputi kegiatan ekstrakurikuler dan kokurikuler yang diukur dengan skala 1 sampai 5. Skala 1 Skala 2 : Tidak ada kegiatan kokurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler. : Ada 1 jenis kegiatan kokurikuler atau ekstrakurikuler. 35

42 Skala 3 Skala 4 Skala 5 : Ada 2-3 jenis kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. : Ada 4-5 Jenis kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. : Ada lebih dari lima kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. 5. Pembiayaan adalah kriteria mengenai dan sumber pembiayaan sekolah meliputi pembiayaan operasional rutin dan program untuk mendukung prestasi siswa dan guru, yang diukur dengan skala 1 sampai 5. Skala 1 Skala 2 Skala 3 Skala 4 Skala 5 : Pembiayaan hanya dengan dana BOS. : Selain dana BOS, ada pembiayaan yang bersumber dari APBA. : Selain dana BOS ada pembiayaan lain yang bersumber dari APBA dan APBK. : Selain dana BOS, ada pembiayaan tambahan yang bersumber dari APBA, APBK, dan Komite Sekolah. : Selain dana BOS, ada pembiayaan tambahan yang bersumber dari APBK, dan Komite Sekolah, dan sumber lainnya. 6. Hasil ujian nasional adalah nilai rata-rata ujian nasional tahun 2013, yang diukur dengan skala 1 sampai 10. Skala 1 : Nilai rata-rata UN adalah < 4 Skala 2 : Nilai rata-rata UN adalah 4 sampai < 5 Skala 3 : Nilai rata-rata UN adalah 5 sampai < 6 Skala 4 : Nilai rata-rata UN adalah 6 sampai 7 Skala 5 : Nilai rata-rata UN adalah > 7 7. Kondisi sosial ekonomi masyarakat adalah kriteria mengenai keadaan lingkungan sosial ekonomi masyarakat di sekitar sekolah yang diukur dengan persentase penduduk miskin di sekitar sekolah atau pada kecamatan dimana sekolah berlokasi. Skala 1 : Tidak mampu menyediakan fasilitas penunjang pembelajaran dan mendukung kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler anaknya. Skala 2 : Mampu menyediakan sebagian kecil fasilitas penunjang pembelajaran dan mendukung kegiatan kokurikuler dan 36

43 ekstrakurikuler anaknya. Skala 3 : Mampu menyediakan sebagian fasilitas penunjang pembelajaran dan mendukung kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler anaknya. Skala 4 : Mampu menyediakan sebagian besar fasilitas penunjang pembelajaran dan mendukung kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler anaknya. Skala 5 : Mampu menyediakan seluruh fasilitas penunjang pembelajaran dan mendukung kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler anaknya. 37

44 38

45 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Mengacu kepada tujuan penelitian, yaitu: (1) menganalisis proses pembelajaran pada siswa sekolah jenjang SMP dan SMA di Aceh; (2) menganalisis ketersediaan dan keterkucupan sarana dan prasarana sekolah tingkat SMP dan SMA sederajat di Aceh; dan (3) menganalisis kondisi lingkungan sosial ekonomi di sekitar sekolah SMP dan SMA sederajat yang angka kelulusan UN menurun di Aceh, deskripsi dan pembahasan hasil penelitian ini difokuskan pada sub-sub bab berikut ini: 4.1 Hasil Estimasi Model Analisis Tabel 4.1 di bawah ini memperlihatkan hasil estimasi model analisis data, dengan menggunakan EViews versi 6 yang digunakan pada penelitian ini. Tabel 4.1 Hasil Estimasi Model Analisis Proses Sarpras UN Konstanta 1,405173* 0,534030* 6,280496* Ujian Nasional (UN) 0, Sarpras (SRP) 0,261821* - -0, SDM 0,028347* - 0,060267* Pengelolaan (MJM) 0, , ,103072* Kesiswaan (SW) 0,333620* 0,423082* -0, Pembiayaan (DN) - 0,289502* - Proses (PROS) - - 0,100304* Sosial ekonomi masy (KM) ,727108* Dummy (DY) 0,552022** 0, Manajemen Sekolah UN Tinggi (DMJM) 0,198940* - - Proses Pembelajaran sekolah UN Tinggi (DPROS) - - 0,650735* Sarpras Sekolah UN Tinggi (DSRP) , Koefisien determinasi 0,4893 0,2123 0,7196 Ket; *(signifikan), **t=0,99 mendekati satu Sumber: Hasil Estimasi Model (lampiran 2a) Model fungsi pembelajaran mempunyai koefisien determinasi R 2 = 0,4893, artinya secara keseluruhan variabel bebas dalam model proses pembelajaran hanya dapat menjelaskan 48,9% variasi yang terjadi dalam proses 39

46 pembelajaran di SMP dan SMA, selebihnya adalah akibat faktor gangguan yang tidak diperhitungkan dalam model. Koefisien determinasi R 2 untuk fungsi sarana dan prasana 0,2123, yang relatif kecil. Namun demikian, dari banyak studi yang menggunakan observasi individual dengan jumlah sampel yang relatif besar, dalam penelitian ini jumlah sampel adalah 235, selalu menghasilkan koefisien determinasi yang rendah. Jika diperoleh R 2 = 0,2 atau 0,3 sudah dapat dianggap cukup tinggi, karena pada kenyataannya banyak sekali faktor-faktor yang tidak terobservasi tetapi turut mempengaruhi prilaku individu. Lagi pula R 2 akan selalu meningkat jika kita menambah satu atau lebih variabel ke dalam model, akibat mengecilnya kesalahan pengganggu (e), tetapi dibarengi dengan mengecilnya derajat kebebasan yang dapat mengakibatkan koefisen regresi tidak berarti. Jadi koefisien determinasi yang tinggi tidak selalu mencerminkan garis regresi yang baik. Pemilihan model yang tepat dengan didasarkan pada koefisein determinasi yang tinggi, sebenarnya jauh lebih sederhana dibandingkan dengan pemilihan model yang terbaik. Terlebih lagi penelitian ini tidak bermaksud melakukan forecasting, maka R 2 yang rendah tidak perlu dirisaukan. (Asmawati,1999). 4.2 Pembahasan Proses Pembelajaran Proses pembelajaran, secara umum terlaksana dengan baik untuk sekolahsekolah tingkat SMP dan SMA, dan mempengaruhi hasil UN secara signifikan. Namun demikian proses pembelajaran berlangsung lebih baik pada sekolahsekolah dengan hasil UN tertinggi dibandingkan dengan sekolah yang hasil UNnya terendah di Provinsi Aceh. Hal ini ditunjukkan oleh signifikannya variabel dummy (Dy) dan variabel proses pembelajaran pada sekolah UN tinggi (DMJM) diperlihatkan pada Tabel 4.1. Artinya proses pembelajaran disekolah dengan UN tinggi lebih baik dibandingkan sekolah dengan hasil UN rendah. Fungsi proses pembelajaran di sekolah dengan UN tinggi mempunyai intersep yang lebih tinggi yaitu sebesar 0, dibandingkan dengan sekolah UN rendah. Selain itu variabel pengelolaan pada sekolah UN tinggi (DMJM) signifikan, sementara variabel pengelolaan untuk keseluruhan sekolah (MJM) tidak signifikan, ini 40

47 artinya proses pembelajaran di sekolah UN tinggi di kelola dengan baik dengan koefisien sebesar , lebih baik dari pada sekolah dengan UN rendah. Peran pimpinan sekolah cukup baik pada sekolah dengan UN tinggi dalam memastikan proses pembelajaran berjalan sesuai dengan kurikulum dan kalender pendidikan. Namun, proses pembelajaran pada sekolah-sekolah tertentu, terutama sekolah yang termasuk kelompok sekolah dengan hasil UN terendah, tidak berjalan dengan arahan dan kontrol yang memadai dari pimpinan sekolah (rincian dari kondisi ini dapat dilihat pada lampiran 2.c poin 5 tentang pengelolaan dan lampiran 2.e poin 3 tentang standar proses). 1. Perencanaan proses pembelajaran Proses BM atau proses pembelajaran yang baik seyogianya dilaksanakan dengan perencanaan yang baik pula. Seorang guru semestinya menyususn Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), sebelum melaksanakan pembelajaran di kelas. RPP yang dilengkapi dengan perangkat pembelajaran akan menuntun guru untuk melaksanakan pembelajaran kreatif, dan menyenangkan. RPP berisi langkah-langkah proses pembelajaran, sebagai berikut: - Diawali dengan pembukaan, biasanya berisi motivasi dan appersepsi yang merupakan stimulus khusus pada awal proses pembelajaran untuk meraih perhatian siswa. Appersepsi yang umum dilakukan guru adalah pemanasan (warm-up) biasanya dengan beberapa pertanyaan mengenai pelajaran yang telah lalu. Pertanyaan-pertanyaan itu dapat disampaikan dengan menyenangkan sehingga siswa siap untuk belajar, dan hal ini perlu direncanakan dengan baik; - Langkah kedua adalah merencanakan kegiatan inti, dilengkapi dengan pendekatan, model dan metode pembelajaran. Dilengkapi dengan sintak-sintak sesuai model yang digunakan, untuk menuntun setiap kegiatan dikelas yang bertujuan mengekplorasi dan mengelaborasi pengetahuan siswa. Menentukan sumber belajar, seperti Lembar Kegiatan Siswa (LKS); - Kegiatan penutup, biasanya merupakan kegiatan refleksi, mengkonfirmasi kembali pemahaman siswa, menarik kesimpulan dan melaksanakan remidial 41

48 jika ada siswa yang masih belum memahami, topik pembelajaran yang telah dilaksanakan; - Membuat media dan alat peraga sederhana pembelajaran sederhana, atau memanfaatkan lingkungan belajar sebagai media dan sumber belajar; dan - Menyusun instrumen evaluasi yang dilengkapi dengan rubrik. Hasil survei pada sampel sekolah dengan nilai ujian nasional rendah, menunjukkan bahwa masih ada sekolah yang proses pembelajarannya belum direncanakan dengan baik. Persentase sekolah yang mempunyai mata pelajaran tidak memiliki Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) relatif besar, yaitu sebesar 32,5%, diperlihatkan pada Gambar 5.1. Pada sekolah dengan hasil ujian nasional tinggi. Perangkat pembelajaran yang disusun juga telah dilengkapi dengan rubrik yang baik. Meskipun demikian, pada sekolah ini juga mempunyai mata pelajaran yang proses pembelajarannya belum direncanakan dengan baik (tidak memiliki RPP) sebesar 6,8% sekolah, umumnya pada pelajaran muatan lokal Guru yang mengajar bukan bidangnya 73.3 Keikutsertaan dalam Forum MGMP Pelajaran yang belum memiliki RPP UN rendah Un Tinggi Gambar 4.1 Persentase Ketercukupan Guru di Sekolah dan Partisipasi dalam MGMP dan Perencanaan Pembelajaran 42

49 2. Pelaksanaan proses pembelajaran Pada sekolah dengan UN tinggi pelaksanaan proses pembelajaran umumnya merujuk pada RPP, kecuali ada hal-hal tertentu. Misalnya listrik mati yang menyebabkan penggunaan media pembelajaran berbasis IT tidak dapat digunakan,. Media pembelajaran yang umum digunakan adalah slide yang memerlukan infokus dan laptop. Penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) juga cukup baik dan hampir merata untuk berbagai mata pelajaran. Hanya saja LKS masih terkesan seperti soal evaluasi, padahal seyogianya LKS adalah sumber belajar, yang berisi langkan dan petunjuk agar siswa dapat menemukan kembali konsep yang sedang dipelajari. Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan LKS yang baik, akan melibatkan proses mental, sehingga pemahaman konsep akan lebih baik. Tentu saja, proses pembelajaran seperti ini memerlukan kesabaran guru untuk tidak langsung memberitahukan, tetapi membiarkan siswa mengalami proses penemuan konsepnya. Hal ini memerlukan waktu, inilah kemudian menjadi alasan guru untuk mengabaikan proses mental ini, karena khawatir tidak mencapai target kurikulum. Sebagian guru disekolah dengan UN rendah, meskipun menyususn RPP namun tidak memedomaninya dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. RPP biasanya di buat bukan pada awal pembelajaran, namun hanya dibuat untuk melengkapi administrasi yang perlu dilaporkan kepada kepala sekolah, atau sebagai syarat DP3 guru. Alasan lainnya, kenapa guru tidak melaksanakan pembelajaran sesuai RPP adalah waktu pembelajaran yang dianggap sempit atau kekurangan waktu. Dalam hal ini sangat diperlukan pembinaan profesional guru secara berkala, memberikan bimbingan teknis menyusun perencanaan dan melaksanakannya di kelas. Upaya ini dapat dilaksanakan di sekolah dengan koordinasi dari pimpinan sekolah. Forum MGMP dapat dimanfaatkan secara optimal, bahkan MGMP internal sekolah yang dilaksanakan pada sebagian sekolah dengan hasil UN tinggi, dapat dijadikan praktek baik yang dapat ditularkan pada sekolah-sekolah lain. Pengelolaan proses pembelajaran oleh pimpinan sekolah, memegang peranan penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Proses pembelajaran 43

50 berjalan baik pada sekolah dengan hasil UN tinggi dan memberikan pengaruh positif serta singnifikan terhadap hasil UN yang tinggi, (diperlihatkan pada Tabel 4.1, signifikannya variabel Dy pada fungsi Proses pembelajaran dan variabel DPROS pada fungsi UN), lebih disebabkab oleh manajemen yang lebih baik. Pimpinan sekolah yang peduli pada pelaksanaan proses pembelajaran, akan berdampak pada pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan guru. Hal ini terlihat suasana pembelajaran atau suasana akademik yang lebih baik. Karenanya sangat diperlukan untuk meregulasi pengelolaan sekolah terutama pada pengelolaan proses pembelajaran di kelas. Selama ini proses pembelajaran di kelas, seperli melihat dalam kotak hitam, tidak ada yang terlihat, yang mengetahui proses yang terjadi hanya guru dan siswa. 3. Supervisi, pengawasan dan evaluasi proses pembelajaran Hasil wawancara dengan responden mengindikasikan bahwa evaluasi terhadap proses pembelajaran, sangat kurang dilaksanakan dengan benar, terutama pada sekolah dengan UN rendah. Pimpinan sekolah hanya memantau proses pembelajaran dari luar kelas saja, sambil lewat. Belum menggunakan instrumen yang terukur. Apalagi dengan membentuk tim secara berkala, yang bertugas untuk mengevaluasi proses yang dilaksanakan guru di kelas, mengevaluasi RPP yang disusun guru. Namun sebagian besar pimpinan sekolah pada kelompok UN tertinggi proses tersebut dilaksanakan relatif lebih baik. Mereka membentuk tim secara berkala, yang terdiri dari Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, dan guru senior untuk melaksanakan evaluasi proses pembelajaran di kelas, meskipun belum optimal dari sisi umpan balik, dan tindak lanjut. Supervisi, pengawasan, dan evaluasi dalam berbagai aspek dan tahapan proses belajar-mengajar sangat diharapkan terlaksana dengan baik. Dengan supervisi, pengawasan, dan evaluasi, setiap tahapan proses belajar-mengajar akan segera dapat diberikan masukan untuk diperbaiki sebelum melanjutkan ke tahapan berikutnya. Namun, ditemui bahwa supervisi dan evaluasi agak jarang dilakukan atau kalaupun dilakukan sangat jarang menghasilkan output yang langsung disampaikan untuk digunakan sebagai dasar perbaikan proses belajar-mengajar. 44

51 Guru menyatakan bahwa supervisi dan evaluasi yang dilakukan oleh pimpinan dan pengawas sekolah jarang sekali bisa memberikan masukan bagaimana memperbaiki kekurangan atau kelemahan dalam proses belajar-mengajar oleh guru. Supervisor paling sering hanya bisa menuliskan catatan kelemahan atau kekurangan dalam proses belajar-mengajar tanpa disertai dengan bagaimana cara atau langkah-langkah konkrit untuk memperbaikinya. Kesenjangan seperti itu dapat terlihat pada setiap langkah atau aspes proses belajar-mengajar (rincian dari kondisi ini dapat dilihat pada lampiran 2.c dan lampiran 2.e). - Pertama, untuk perencanan pembelajaran (khususnya penyusunan RPP), para kepala sekolah tidak cukup memainkan perannya untuk memastikan bahwa semua RPP yang disusun oleh guru, adalah sesuai dengan kesiapan peserta didik, ketersediaan sumber belajar dan media, dan dukungan sarana dan prasarana. Peran-peran mereka yang kurang terlaksana adalah: (1) mengarahkan penyusunan RPP yang memastikan bahwa proses pembelajaran terlaksana secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik sehingga bisa melahirkan prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat mereka; dan (2) mengevaluasi kualitas perangkat pembelajaran yg disusun guru. Padahal, peran-peran ini sangat penting untuk memantapkan perencanaan pembelajaran yang dibuat oleh setiap guru dengan mekanisme: (1) guru menyusun RPP sesuai dengan arahan pimpinan sekolah, (2) RPP dikoreksi dan diberikan feedback sebagai dasar untuk direvisi, (3) RPP disahkan apabila sudah direvisi sesuai dengan koreksi dan feedback yang diberikan; - Kedua, untuk pelaksanaan proses pembelajaran, para kepala sekolah juga tidak cukup memainkan perannya untuk memastikan bahwa pembelajaran di ruangan kelas, di laboratorium, dan di luar ruangan kelas. Peran-peran mereka yang kurang terlaksana adalah: (1) mensupervisi proses pelaksanaan pembelajaran untuk memastikan bahwa guru melaksanakan pembelajaran benar-benar sesuai dengan RPP; dan (2) mengawasi proses pembelajaran. Padahal, peran-peran ini sangat penting untuk menjamin kualitas pelaksanaan pembelajaran, dengan mekanisme: (1) guru melaksanakan pembelajaran materi yang dijadikan 45

52 sampel supervisi, (2) pimpinan sekolah memberikan feedback sesuai dengan peran mereka dalam kepemimpinan pembelajaran (instructional leadership), yaitu memperbaiki teknik atau metode penyampaian dan isi bahan ajar, (3) meminta guru memperbaiki proses pembelajaran dengan mendasarkan pada feedback yang diberikan pada supervisi pertama, dan (4) pimpinan sekolah melakukan supervisi kedua untuk memastikan adanya revisi dan peningkatan kualitas daripada pembelajaran pada supervisi pertama; dan - Ketiga, untuk hasil pembelajaran, para kepala sekolah juga tidak cukup memainkan perannya untuk memastikan bahwa direncanakan dengan baik, ditentukan teknik yang sesuai, dikembangan instrumen yang valid dan reliabel, diadministrikan pelaksanaannya dengan baik, dan ditentukan nilai setiap peserta didik untuk setiap ranah tujuan pembelajaran secara objektif dan akurat. Padahal, peran-peran ini sangat penting untuk menjamin kualitas pelaksanaan yang akan memberikan hasil yang akurat dan objektif, dengan mekanisme: (1) menilai kesesuaian teknik untuk setiap ranah tujuan dan materi pembelajaran, (2) menentukan prosedur pengembangan instrumen yang benar dan lengkap, dan (3) prosedur penentuan skor dan nilai peserta didik. Dengan menjalankan mekanisme-mekanisme di atas, diyakini bahwa proses pembelajaran akan berjalan dengan baik sesuai dengan kondisi yang ada. Bagaimanapun, proses pembelajaran yang baik selalu memerlukan peran yang baik pula dari faktor-faktor pendukungnya. Beberapa faktor yang dikaji dalam penelitian ini, disajikan berikut ini: a. Faktor tenaga pendidik Hasil estimasi yang diperlihatkan pada Tabel 4.1, menunjukkan bahwa proses pembelajaran sangat signifikan dipengaruhi oleh sumber daya manusia (SDM) atau tenaga pendidik, dengan arah positif, meskipun koefisiennya relatif kecil yaitu 0, Variabel ini juga signifikan mempengaruhi hasil UN dengan koefisien yang relatif lebih besar. Artinya pembinaan profesionalisme guru melalui pelatihan, sertifikasi guru, forum MGMP cukup efektif dalam meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran. Materi 46

53 pelatihan dan materi yang dibahas pada forum MGMP, menurut guru cukup bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme guru dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan kemampuan keilmuan, meskipun peningkatannya relatif kecil. Gambar 5.1 memperlihatkan partisipasi guru dalam forum MGMP lebih besar pada sekolah dengan nilai UN tinggi dibandingkan sekolah dengan UN rendah yairu 93,1% berbanding 73,3%. Selain itu, di sekolah UN tinggi dibentuk juga MGMP internal sekolah, yang terdiri dari guru bidang studi yang sama. Kegiatan dalam MGMP internal antara lain berkolaborasi dalam menyusun RPP, membahas materi yang dianggap sulit, atau bertukar pikiran untuk itu dan menyusun rubrik, serta validasi soal dan uji coba rubrik. Menurut pengelola sekolah, MGMP internal sangat bermanfaat, jika ada guru yang berhalangan, maka guru yang dalam tim MGMP tersebutlah yang menggantikan tanpa mengalami kesulitan berarti. Guru seyogianya akan sangat menguasai materi pelajaran yang memang menjadi kompetensi sesuai ijazah yang dimikili. Namun sangat disayangkan, masih ada guru yang mengajar pelajaran di luar kompetensinya. Artinya, masih terdapat kekurangan guru pada mata pelajaran tertentu. Distribusi guru masih belum merata menurut kebutuhan mata pelajaran, meskipun angka rasio guru murid sudah sangat bagus yaitu Gambar 4.1 menunjukkan bahwa 48,3% sekolah UN rendah dan 20,6 sekolah dengan hasil UN tinggi yang memiliki mata pelajaran yang diajarkan oleh guru dengan pendidikan yang tidak sesuai, serti didajikan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Pelajaran yang Kekurangan Guru Menurut Peringkat Urutan Mata Pelajaran Urutan Mata Pelajaran 1 Kesenian 6 Matematika 2 Teknologi Informasi dan Komputer 7 Penjas dan Bahasa Indonesia 3 Sosiologi 8 Sejarah 4 PPKN 9 IPS 5 Geografi Sumber : Laporan bulanan sekolah (diolah) 47

54 Tabel 4.2 memperlihatkan beberapa pelajaran yang kekurangan guru. Pejajaran kesenian yang paling banyak diajarkan oleh guru yang tidak sesuai kompetensi, disusul oleh pelajaran TIK, sosiologi PPKN, geografi, matematika, Pendidikan Jasmani, Bahasa Indonesia, Sejarah dan terakhir IPS. Ternyata pelajaran yang di-un-kan juga mengalami kekurangan guru. Uraian di atas menunjukkan bahwa kemampuan profesional guru sangat penting dalam menghasilkan proses pembelajaran yang baik dan bermutu, yang pada akhirnya akan mempengaruhi hasil UN. Peningkatan kemampuan profesionalisme guru dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan berikut: 1. Pelatihan pembinaan profesionalisme guru seperti pelatihan penyusunan perangkat pembelajaran, yang dilengkapi dengan real teching. 2. Mengefektifkan forum MGMP antarsekolah 3. Melaksanakan MGMP internal sekolah, dan membentuk tim teching. 4. Memberikan tugas kepada guru sesuai kompetensi yang dimiliki. 5. Memastikan bahwa guru melaksanakan pembelajaran dengan perencanaan yang baik. b. Faktor kesiswaan Faktor kegiatan kesiswaan (SW) juga memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap proses pembelajaran dengan pengaruh yang relatif besar. Tetapi tidak signifikan mempengaruhi hasil UN. (Tabel 4.1). Pembinaan karakter siswa melalui penerapan disiplin, menggalakkan kegiatan-kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler telah dapat memberikan pengaruh positif pada proses pembelajaran. Tentu saja dengan karakter siswa yang mengacu pada peningkatan disiplin, kerja keras, kerja tim, teliti dan pengamalan nilai-nilai keagamaan akan memudahkan bagi guru untuk menciptakan proses pembelajaran yang kreatif, inovatif dan menyenangkan. Kedekatan guru dan siswa terjalin baik melalui pembinaan kegiatan kesiswaan oleh guru. Pada dasarnya, pembinaan kesiswaan di sekolah merupakan tanggung jawab semua tenaga kependidikan, meskipun terdapat wakil kepala sekolah bidang kesiswaan, namun itu hanya bersifat koordinatif. Guru merupakan tenaga kependidikan yang kerap kali berhadapan dengan peserta didik dalam proses 48

55 pendidikan. Sebagai pendidik. guru bertanggung jawab atas terselenggaranya proses tersebut di sekolah, baik melalui bimbingan, pengajaran, dan keteladanan. Apabila guru hanya menjalankan salah satu bagian dari tanggung jawabnya, maka perkembangan peserta didik tidak mungkin optimal. Dengan kata lain, pencapaian hasil pada diri peserta didik yang optimal, mempersyaratkan pelayanan dari guru yang optimal pula, termasuk pelayanan dalam bidang kesiswaan. Kegiatan kesiswaan, umumnya ditujukan untuk pembinaan karakter siswa, ataupun kemampuan afektif siswa. Sikap yang baik akan menghasilkan proses pembelajaran yang berkualitas dan secara tidak langsung akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Adapun kegiatan kesiswaan yang menonjol di laksanakan antara lain, seperti diperlihatkan pada Gambar UN Rendah UN Tinggi Pramuka Kesenian Olimpiade Olah Raga PMR Gambar 4.2. Persentase Sekolah Melaksanakan Kegiatan Kesiswaan yang Menonjol Sekolah dengan nilai Ujian Nasional tinggi mempunyai kegiatan yang menonjol pada bimbingan untuk mengikuti olimpiade berbagai bidang, kegiatan olah raga dan kegiatan pramuka. Umumnya, sekolah dengan UN tinggi mempunyai prestasi pada ajang olimpiade, seperti olimpiade matematika, fisika, atau olimpiade sain. Sementara pada sekolah dengan nilai UN rendah, kegiatan yang menonjol adalah pramuka, kesenian dan juga olah raga. Kegiatan olah raga 49

56 antara lain bola voli, tenis meja, pencak silat. Sedangkan kegiatan kesenian kebanyakan bernuansa islami sepersi rebana, dan rohis. Di samping itu, masih banyak kegiatan kesiswaan lainnya yang dilaksanakan di sekolah antara lain kegiatan pertanian, UKS, kustum, otomotif, tata boga, pengajian, tahfizul Quran dan bakti sosial. c. Faktor pelajaran yang di-ujian Nasionalkan Hasil UN tidak memberikan pengaruh yang signifikan dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Ini menunjukkan bahwa adanya pelajaran yang di-un-kan belum memberikan pengaruh terhadap peningkatan kualitas pembelajaran untuk pelajaran tersebut. Dengan kata lain tidak ada perlakuan khusus oleh guru dalam proses pembelajaran untuk pelajaran yang di-un-kan. Selain itu, faktor pengelolaan (MJM) juga tidak signifikan mempengaruhi proses pembelajaran, namun faktor ini signifikan mempengaruhi hasil UN, (Tabel 4.1). Hal ini menunjukkan bahwa capaian hasil ujian nasional menjadi prioritas manajemen sekolah. Adanya target pencapaian hasil ujian nasional yang ditetapkan oleh dinas atau institusi lainnya di luar sekolah, menjadi beban manajemen sekolah untuk mencapai target tersebut. Pimpinan sekolah melakukan berbagai upaya untuk mencapai target tersebut, antara lain dengan menambah jam belajar pada siang sampai sore hari yang ditujukan untuk pelajaran yang diujian nasionalkan, terutama untuk siswa kelas tiga. Melaksanakan ujicoba (try out) menjawab soalsoal ujian nasional tahun lalu atau yang dirancang khusus oleh guru atau institusi lainnya, 100% sekolah melaksanakan try out dalam menghadapi ujian nasional.sedangkan pengelolaan untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran masih belum menjadi perhatian serius. Sedangkan, pada sekolah dengan hasil UN tinggi, mereka tidak merasa terbebani dengan target kelulusan dan hasil UN, mereka justru memasang target agar lulusannya dapat diterima pada universitas terkemuka, didalam maupun luar negeri. Pengelolaan proses pembelajaran menjadi sasaran sebagian besar pimpinan sekolah untuk mengejar hasil belajar yang lebih baik. Pelaksanaan jam tambahan (les) dan pelaksanaan try out ujian nasional, bertujuan agar siswa dapat menyelesaikan soal-soal dengan cepat dan tepat. 50

57 Target kelulusan UN yang mesti dicapai, membuat manajemen sekolah lebih terfokus untuk mengejar target tersebut, dengan proses pembelajaran yang melatih siswa untuk mengerjakan dengan cepat. Kondisi ini dapat berakibat kurang baik pada proses pembelajaran yang ditujukan untuk penguasaan konsep untuk peningkatan kemampuan analisis siswa, karena guru cenderung mengabaikan proses pelibatan mental dalam penemuan ilmu pengetahuan sehingga kemampuan analisis dan kemampuan evaluasi yang dimiliki siswa rendah. Kenyataan ini, sejalan dengan hasil tes PISA (Program for Internasional Student Asesment) tahun 2009 untuk literasi matematika pada soal dengan level 5 dan 6, Indonesia hanya mendapat nilai 0,1 jauh di bawah rata-rata Negara OECD (Organitation for Economic Cooperation and Development) yaitu 12,7, padahal untuk soal di bawah level 2, Indonesia memperoleh nilai 76,7 jauh di atas rata-rata 22,01 (Stacey, 2011). Padahal penguasaan matematika pada level 5 dan 6 justru yang mengantarkan siswa untuk mampu bekerja dengan pemikiran dan penalaran matematika yang luas dan mampu menghubungkan pengetahuan dengan ketrampilan matematikanya dalam menghadapi suatu situasi. Ini artinya, proses pembelajaran yang saat ini lebih fokus untuk melatih (drill) siswa untuk menguasai ketrampilan menyelesaikan soal dengan cara cepat, tanpa didukung pemahaman konsep dengan baik. Fenomena ini memperlihatkan bahwa pelaksanaan UN dan soal-soal ujian nasional perlu dikaji kembali. 4.3 Ketersediaan dan Ketercukupan Sarana dan Prasarana Ketersediaan dan ketercukupan sarana dan prasarana, baik untuk sekolahsekolah tingkat SMP dan SMA yang termasuk dalam kelompok sekolah dengan hasil UN tertinggi dan terendah di Provinsi Aceh, belum sepenuhnya terpenuhi. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara sarpras disekolah dengan UN rendah dengan sarpras di sekolah dengan UN tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh tidak signifikannya variabel dummy pada fungsi sarpras. (Tabel 4.1). Faktor sarpras secara langsung signifikan mempengaruhi proses pembelajaran dalam arah positif dengan koefisien 0,261821, tetapi tidak signifikan mempengaruhi hasil UN secara 51

58 langsung. Dengan demikian, ketercukupan dan ketersediaan sarpras saja belum cukup untuk meningkatkan mutu pendidikan atau kualitas hasil UN. Tetapi yang terpenting adalah bagaimana sarpras itu dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung proses pembelajaran. Sarpras yang menjadi fokus perhatian dalam penelitian ini adalah sarpras yang dimanfaatkan secara langsung dalam proses pembelajaran, yaitu: 1. Ruang belajar, mobiler, peralatan dan lingkungan sekolah Beberapa sekolah dengan hasil UN tertinggi sekalipun, terlihat kondisi sarana dan prasarananya agak rendah, rendah dan bahkan sangat rendah. Sebagai contoh, SMPN4 Takengon memiliki mobiler ruangan kelas dengan kondisi yang sangat jauh dari kriteria yang harus dipenuhi. Sebagain besar meja siswa di empat ruangan kelas kondisinya berlubang dan permukaannya kasar dan tidak rata. Beberapa jendela gedung rungan kelas, kacanya sudah pecah. Hal berbeda, hanya terlihat pada sebagian sekolah, antara lain SMA Modal Bangsa Arun, SMAN 1 Lhokseumawe, SMAN 1 Langsa, SMA Modal Bangsa Aceh, SMA Fatih, SMA Fajar Harapan dan Modal Bansa Aceh. Terbatasnya sumber pendanaan berakibat sarana dan prasarana vital sekolah masih dirasakan kurang. Kondisi sarana prasarana vital di sekolah seperti ruang kelas dan peralatan di dalam ruangan masih memprihatinkan, pada sekolah dengan UN rendah, terdapat kondisi ruang belajar yang masih kurang, kurang baik kondisinya dialami oleh 15,8% sekolah, kekurangan peralatan ruangan seperti bangku, kursi, lemari, atau kondisi mobiler yang tidak lagi bagus dialami oleh 18,3% sekolah, (Gambar 4.3). Sedangkan pada sekolah dengan UN tinggi, persentase kekurangan sarana dan prasarana pembelajaran lebih rendah, kekurangan atau tidak baik kondisi ruang belajar 3,4% dan kekurangan mobiler 10,3%. Pada sekolah pinggiran juga ditemui bahwa tim guru harus turun tangan memperbaiki meja dan bangku yang rusak semampu mereka, dan mereka melakukannya dengan senang hati, hal ini tentu pantas diteladani. 52

59 UN rendah UN Tinggi Gambar 4.3. Persentase Sekolah yang Mengalami Kekurangan Sarana dan Prasarana Pembelajaran 2. Laboratorium Laboratorium merupakan sarana vital dalam melaksanakan proses pembelajaran. Jenis laboratorium yang diperlukan sekolah SMP atau SMA adalah laboratorium, bahasa, biologi, kimia, fisika, atau laboratorium IPA., komputer dan multimedia, matematika, dan pendidikan Agama Islam. Namun kebutuhan laboratorium ini, sampai kini belum merata untuk semua sekolah, terutama pada sekolah pinggiran. Ketiadaan laboratorium akan mengganggu proses pembelajaran. Tanpa laboratorium, maka siswa sering hanya belajar teori saja tanpa didukung pembuktian yang memadai di laboratorium, sehingga tidak terjadi proses mental dalam pemahaman konsep, kondisi ini menghambat untuk lahirnya kreativitas dan inovasi baru dari siswa. Pada sekolah dengan nilai UN rendah terdapat (48.3%) sekolah tidak memiliki gedung laboratorium dan sebanyak 40,8%, kekurangan alat-alat laboratorium. Pada sekolah yang hasil UN tinggi juga mengalami kekurangann laboratorium, namun persentasenya lebih rendah. (Gambar 4.3). Sekolah-sekolah yang memiliki laboratorium yang relatif lengkap, umumnya adalah sekolah unggul dan sekolah favorit. SMA Modal Bangsa misalnya, tersedia laboratorium yang relatif lengkap termasuk laboratorium Pendidikan Agama Islam (PAI) yang 53

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan masalah mendasar yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional. Penataan SDM

Lebih terperinci

REKAPITULASI DATA BASIS KELOMPOK UPPKS TERDAFTAR DALAM DIREKTORI BKKBN PROVINSI NAD PER TANGGAL 21 JULI 2008

REKAPITULASI DATA BASIS KELOMPOK UPPKS TERDAFTAR DALAM DIREKTORI BKKBN PROVINSI NAD PER TANGGAL 21 JULI 2008 REKAPITULASI DATA BASIS KELOMPOK UPPKS TERDAFTAR DALAM DIREKTORI BKKBN PROVINSI NAD PER TANGGAL 21 JULI 2008 KABUPATEN/KOTA : ACEH SELATAN Kelompok UPPKS Berusaha Dasar Berkembang Mandiri Pra KS KS I Pst

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rohyan Sosiadi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian    Rohyan Sosiadi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung selanjutnya dalam tesis ini oleh penulis disingkat STP Bandung, dahulu dikenal dengan nama National Hotel Institute (NHI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pendidikan. globalisasi adalah kondisi sumber daya manusia ( SDM ) masih relatif rendah

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pendidikan. globalisasi adalah kondisi sumber daya manusia ( SDM ) masih relatif rendah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan di Indonesia banyak mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, serta ditantang untuk dapat menjawab berbagai permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses kehidupan sebuah bangsa. Seperti halnya kesehatan, pendidikan tidak

BAB I PENDAHULUAN. proses kehidupan sebuah bangsa. Seperti halnya kesehatan, pendidikan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sektor pendidikan merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam proses kehidupan sebuah bangsa. Seperti halnya kesehatan, pendidikan tidak hanya berbicara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bagian pertama ini membahas beberapa hal mengenai latar belakang masalah,

I. PENDAHULUAN. Bagian pertama ini membahas beberapa hal mengenai latar belakang masalah, I. PENDAHULUAN Bagian pertama ini membahas beberapa hal mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan ruang lingkup penelitian. Pembahasan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174, 2014 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5564) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 53/11/TH XVI, 6 November 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2013 AGUSTUS 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 10,3 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi

Lebih terperinci

Luas Penggunaan Lahan Pertanian Bukan Sawah Menurut Kabupaten/Kota (hektar)

Luas Penggunaan Lahan Pertanian Bukan Sawah Menurut Kabupaten/Kota (hektar) Luas Penggunaan Lahan Pertanian Bukan Sawah Menurut (hektar) Dicetak Tanggal : Penggunaan Lahan Total Pertanian Bukan Luas Lahan Sawah Bukan Sawah Pertanian (1) (2) (3) (4) (5) 01 Simeulue 10.927 74.508

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini tantangan yang dihadapi lembaga-lembaga pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini tantangan yang dihadapi lembaga-lembaga pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keunggulan suatu bangsa tidak lagi bertumpu pada kekayaan alam, melainkan pada keunggulan sumber daya manusia (SDM), yaitu tenaga terdidik yang mampu menjawab

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian SMP-RSBI RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) adalah sekolah yang melaksanakan atau menyelenggarakan pendidikan bertaraf internasional, dimana baru sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan dikembangkan seiring dengan perkembangan jaman.

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan dikembangkan seiring dengan perkembangan jaman. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Saat ini peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia terus diupayakan dan dikembangkan seiring dengan perkembangan jaman. Pendidikan yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pegangan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas :

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pegangan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keinginan terwujudnya pendidikan nasional yang berkualitas tertuang di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

Lampiran I.11 : PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 PROVINSI :

Lampiran I.11 : PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 PROVINSI : Lampiran I.11 : Keputusan Komisi Pemilihan Umum PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 014 No DAERAH PEMILIHAN JUMLAH PENDUDUK

Lebih terperinci

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT 8 EDISI 29 PERIODE 27 MARET - 11 APRIL Luas Baku Sawah Kecamatan

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT 8 EDISI 29 PERIODE 27 MARET - 11 APRIL Luas Baku Sawah Kecamatan Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi 1 Aceh 106949 12371 16861 19875 18620 26250 16850 16014 37203 114470 274847 2 Aceh Barat 3179 1099 833 361 554 1280 1158 1095 2280 5281 11906 3 Arongan Lambalek 943

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan kemajuan peradaban. Kemajuan suatu bangsa salah satunya dapat dilihat dari lembaga-lembaga pendidikannya

Lebih terperinci

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT-8 EDISI 30 PERIODE APRIL 2017

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT-8 EDISI 30 PERIODE APRIL 2017 30 40 54 71 (72-110 1 Aceh 98,649 18,565 11,910 17,716 18,326 29,437 16,953 12,979 46,362 107,321 276,454 2 Aceh Barat 3,850 860 1,039 768 319 1,331 961 621 1,973 5,039 11,767 3 Arongan Lambalek 956 99

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Oleh karena itu setiap tenaga

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Oleh karena itu setiap tenaga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kinerja mengajar guru merupakan komponen paling utama dalam meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Oleh karena itu setiap tenaga pendidik, terutama guru,

Lebih terperinci

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN PASCA SARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN PASCA SARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA KONTRIBUSI PERSEPSI GURU TENTANG IMPLEMENTASI FUNGSI EMASLIM KEPALA SEKOLAH, IKLIM ORGANISASI, DAN KOMPETENSI GURU TERHADAP KOMPONEN KUALITAS SEKOLAH DI SMAN KABUPATEN TEMANGGUNG TESIS Diajukan Kepada

Lebih terperinci

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT-8 EDISI 31 PERIODE 28 APRIL - 13 MEI Luas Baku Sawah Kecamatan

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT-8 EDISI 31 PERIODE 28 APRIL - 13 MEI Luas Baku Sawah Kecamatan 1 Aceh 115.386 19.421 17.648 10.289 14.305 25.641 23.415 9.311 35.781 100.609 276.019 2 Aceh Barat 4.044 526 904 1.154 1.071 781 1.064 714 1.610 5.688 11.908 3 Arongan Lambalek 932 86 53 96 149 331 465

Lebih terperinci

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT-8 EDISI 32 PERIODE MEI Luas Baku Sawah Kecamatan

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT-8 EDISI 32 PERIODE MEI Luas Baku Sawah Kecamatan 1 Aceh 117.470 25.108 12.978 10.888 6.815 18.244 14.977 12.883 53.246 76.785 275.420 2 Aceh Barat 4.182 519 510 935 1.164 1.454 587 559 1.942 5.209 11.898 3 Arongan Lambalek 918 115 84 59 88 323 265 234

Lebih terperinci

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT-8 EDISI 47 PERIODE 9-24 JANUARI Luas Baku Sawah Kecamatan

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT-8 EDISI 47 PERIODE 9-24 JANUARI Luas Baku Sawah Kecamatan 1 Aceh 120.032 15.200 11.795 12.584 11.787 28.938 28.189 18.306 21.694 111.599 278.223 2 Aceh Barat 3.628 580 488 791 852 1.302 2.173 1.022 904 6.628 11.903 3 Arongan Lambalek 1.151 71 55 132 208 234 379

Lebih terperinci

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT-8 EDISI 37 PERIODE 2-17 AGUSTUS Luas Baku Sawah Kecamatan

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT-8 EDISI 37 PERIODE 2-17 AGUSTUS Luas Baku Sawah Kecamatan 1 Aceh 88.964 9.917 8.598 19.354 16.396 43.461 34.101 21.151 33.729 143.061 277.600 2 Aceh Barat 3.615 397 594 553 764 2.238 966 979 1.671 6.094 11.879 3 Arongan Lambalek 1.026 72 218 153 108 410 139 90

Lebih terperinci

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT-8 EDISI 43 PERIODE 6-21 NOVEMBER Luas Baku Sawah Kecamatan

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT-8 EDISI 43 PERIODE 6-21 NOVEMBER Luas Baku Sawah Kecamatan 1 Aceh 118.740 12.577 16.880 16.434 12.984 23.061 22.843 15.479 37.089 107.681 277.857 2 Aceh Barat 3.974 813 1.176 744 639 704 627 1.015 2.096 4.905 11.878 3 Arongan Lambalek 638 173 162 135 137 117 156

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bukan merupakan tugas yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bukan merupakan tugas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bukan merupakan tugas yang mudah, karena sumber daya manusia yang berkualitas bukan hanya dilihat dari penguasaannya

Lebih terperinci

Lampiran I.11 : PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 PROVINSI :

Lampiran I.11 : PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 PROVINSI : Lampiran I. : Keputusan Komisi Pemilihan Umum ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 0 No DAERAH PEMILIHAN JUMLAH PENDUDUK JUMLAH KURSI DP Meliputi Kab/Kota:. BESAR

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Manajemen Sekolah Manajemen pendidikan di tingkat sekolah merupakan suatu sistem yang setiap komponen didalamnya mempunyai kewenangan melaksanakan tugas pokok dan fungsinya untuk

Lebih terperinci

MAKALAH 8 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KAPITA SELEKTA

MAKALAH 8 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KAPITA SELEKTA MAKALAH 8 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KAPITA SELEKTA OLEH : PASKALIS K. SAN DEY NIM. 1407046007 PASCASARJANA MANAJEMEN PENDIDIKAN UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

PRODUKSI BERAS PROVINSI ACEH HASIL INDUSTRI PENGGILINGAN PADI JAN APR 2012

PRODUKSI BERAS PROVINSI ACEH HASIL INDUSTRI PENGGILINGAN PADI JAN APR 2012 No. 42/09/12/Th I, 03 September 2012 PRODUKSI BERAS PROVINSI ACEH HASIL INDUSTRI PENGGILINGAN PADI JAN APR 2012 PRODUKSI BERAS PROVINSI ACEH JANUARI APRIL 2012 SEBANYAK 201.605,53 TON Produksi beras provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penduduk Laki Laki dan Wanita Usia 15 Tahun Ke Atas menurut Jenis Kegiatan Utama, (ribu orang)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penduduk Laki Laki dan Wanita Usia 15 Tahun Ke Atas menurut Jenis Kegiatan Utama, (ribu orang) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk dapat merupakan potensi yang besar untuk peningkatan produksi nasional. Produksi nasional bisa meningkat jika penduduk merupakan tenaga kerja yang produktif,

Lebih terperinci

DATA AGREGAT KEPENDUDUKAN PER KECAMATAN (DAK2)

DATA AGREGAT KEPENDUDUKAN PER KECAMATAN (DAK2) KABUPATEN / KOTA : ACEH SELATAN 11.01 ACEH SELATAN 111.484 111.365 222.849 1 11.01.01 BAKONGAN 2.596 2.14 5.310 2 11.01.02 KLUET UTARA 12.062 12.03 24.135 3 11.01.03 KLUET SELATAN 6.1 6.88 13.658 4 11.01.04

Lebih terperinci

Komponen kelembagaan sekolah; kurikulum, proses dan hasil belajar, administrasi dan manajemen satuan pendidikan, organisasi kelembagaan satuan

Komponen kelembagaan sekolah; kurikulum, proses dan hasil belajar, administrasi dan manajemen satuan pendidikan, organisasi kelembagaan satuan Komponen kelembagaan sekolah; kurikulum, proses dan hasil belajar, administrasi dan manajemen satuan pendidikan, organisasi kelembagaan satuan pendidikan, sarana dan prasarana, ketenagaan, pembiayaan,

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No.52 /11/TH.XVII, 5 November 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2014 AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 9,02 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Mutu Pendidikan Mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik yang tangible maupun yang intangible.

Lebih terperinci

PECAPP. Now or Never. Pengelolaan Sumber Daya Keuangan Aceh yang Lebih Baik Analisa Belanja Publik Aceh 2012

PECAPP. Now or Never. Pengelolaan Sumber Daya Keuangan Aceh yang Lebih Baik Analisa Belanja Publik Aceh 2012 Now or Never Pengelolaan Sumber Daya Keuangan Aceh yang Lebih Baik Analisa Belanja Publik Aceh 2012 Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Aceh akan menerima lebih dari Rp 100T pada akhir

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah adalah sebuah people changing instituation, yang dalam proses kerjanya selalu berhadapan dengan uncertainty and interdependence. Artinya mekanisme

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku organisasi yang merupakan pencerminan dari perilaku dan sikap orang-orang yang terdapat dalam organisasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik Melalui Pembelajaran PKn Dalam Mengembangkan Kompetensi (Studi Kasus di SMA Negeri 2 Subang)

Lebih terperinci

POTRET BELANJA PUBLIK ACEH TENGAH TAHUN Public Expenditure Analysis & Capacity Strengthening Program (PECAPP) Takengon, 19 Desember 2013

POTRET BELANJA PUBLIK ACEH TENGAH TAHUN Public Expenditure Analysis & Capacity Strengthening Program (PECAPP) Takengon, 19 Desember 2013 POTRET BELANJA PUBLIK ACEH TENGAH TAHUN 2013 Public Expenditure Analysis & Capacity Strengthening Program (PECAPP) Takengon, 19 Desember 2013 PENERIMAAN DAERAH 2 Penerimaan Aceh Tengah meningkat secara

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 46/11/11/Th.V, 5 November 2012 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2012 AGUSTUS 2012: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 9,10 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi

Lebih terperinci

HIiII,[ E=I ; E. 2 el'v't. ffi' o=, .az. z a. ;r9. a 2=a g, 3. o. -o. 3r c6 3E. =o =! ,-r. -tr. -t' {,E. OrE. leq. EE f- a I. F-(l -- =E. -.

HIiII,[ E=I ; E. 2 el'v't. ffi' o=, .az. z a. ;r9. a 2=a g, 3. o. -o. 3r c6 3E. =o =! ,-r. -tr. -t' {,E. OrE. leq. EE f- a I. F-(l -- =E. -. rll?n F- + ( tg F f,-r E -t' {,E o. -o =r -- =E 3.r s3.az ltll =* o=, OrE =6 -tr -6 J3 EE f- ;r9 ull 6t Hi,[ a 2=a.-- - E= ; E Zr- 3r c6 3E gr leq =o =! o= + X aa a J z a lrl tr ō F1 q \l F-(l -lrhlrll

Lebih terperinci

Penerapan MBS, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm Nanang Fattah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan dalam Konteks

Penerapan MBS, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm Nanang Fattah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan dalam Konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber. Pada kenyataannya, pendidikan bukanlah suatu upaya yang sederhana, melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan sekaligus membuka peluang-peluang baru bagi pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh

I. PENDAHULUAN. Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap negara di dunia. Salah satu faktor yang mendukung kemajuan suatu bangsa adalah melalui

Lebih terperinci

2015 ANALISIS MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA

2015 ANALISIS MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peranan penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup suatu bangsa, karena pendidikan merupakan alat yang efektif untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan negara secara berkelanjutan. Proses pendidikan merupakan upaya sadar

BAB I PENDAHULUAN. dan negara secara berkelanjutan. Proses pendidikan merupakan upaya sadar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan memiliki peranan yang amat menentukan dalam meningkatkan kualitas manusia seutuhnya yaitu sebagai modal dasar untuk pembangunan bangsa dan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan di manapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia, pembentukan pribadi manusia yang berkualitas menjadi keharusan bagi suatu bangsa jika ingin

Lebih terperinci

MUTU PENDIDIKAN DAN UPAYA PENINGKATANNYA

MUTU PENDIDIKAN DAN UPAYA PENINGKATANNYA MUTU PENDIDIKAN DAN UPAYA PENINGKATANNYA OLEH : PUTU BELLA PUSPITA DEWI NIM: 15.1.2.5.2.0824 PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR 2015 1 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran yang bertujuan untuk membentuk karakter individu yang bertanggung jawab, demokratis, serta berakhlak mulia.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Keberhasilan suatu organisasi sangat tergantung pada kinerja Sumber

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Keberhasilan suatu organisasi sangat tergantung pada kinerja Sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rendahnya kualitas pendidikan pada suatu bangsa mencerminkan rendahnya kinerja guru dan buruknya sistem pengelolaan pendidikan pada suatu bangsa. Keberhasilan

Lebih terperinci

Oleh: Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd

Oleh: Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd Oleh: Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd Pendidikan bermutu dalam pembangunan sebuah bangsa (termasuk di dalamnya pembangunan pada lingkup kabupaten/kota) adalah suatu keniscayaan, melalui pendidikan bermutu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan sarana strategis untuk meningkatkan kualitas suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan sarana strategis untuk meningkatkan kualitas suatu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana strategis untuk meningkatkan kualitas suatu bangsa, karenanya kemajuan suatu bangsa dapat diukur dari kemajuan pendidikannya. Pendidikan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pembangunan pendidikan di Indonesia dilaksanakan dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pembangunan pendidikan di Indonesia dilaksanakan dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya pembangunan pendidikan di Indonesia dilaksanakan dalam berbagai level/jenjang pendidikan. Mulai dari pendidikan dasar, menengah, sampai pendidikan tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan bermutu yang didasarkan pada Standar Nasional Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan bermutu yang didasarkan pada Standar Nasional Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah terus berupaya memenuhi hak setiap warga negara dalam memperoleh layanan pendidikan untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia. Sejalan dengan itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdidik yang mampu menjawab tantangan-tantangan yang. masa mengisyaratkan bahwa secara keseluruhan mutu SDM Indonesia saat ini

BAB I PENDAHULUAN. terdidik yang mampu menjawab tantangan-tantangan yang. masa mengisyaratkan bahwa secara keseluruhan mutu SDM Indonesia saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keunggulan suatu bangsa tidak lagi bertumpu pada kekayaan alam, melainkan pada keunggulan sumber daya manusia (SDM), yaitu tenaga terdidik yang mampu menjawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikemukakan oleh Mulyasa (2010) bahwa, pembangunan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. dikemukakan oleh Mulyasa (2010) bahwa, pembangunan sumber daya manusia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam suatu peradaban, manusia merupakan unsur terpenting didalamnya. Maka wajar jika suatu bangsa ingin maju maka hal utama yang harus diperhatikan adalah mengenai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Deskripsi variabel a. Kepemimpinan kepala sekolah dengan dimensi orientasi

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 28/07/Th.XIX, 1 Juli 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Provinsi Aceh Tahun 2015 Pembangunan manusia di Provinsi Aceh pada tahun 2015 terus mengalami

Lebih terperinci

2015 KONTRIBUSI PENGEMBANGAN TENAGA AD MINISTRASI SEKOLAH TERHAD AP MUTU LAYANAN D I LINGKUNGAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI SE-KOTA BAND UNG

2015 KONTRIBUSI PENGEMBANGAN TENAGA AD MINISTRASI SEKOLAH TERHAD AP MUTU LAYANAN D I LINGKUNGAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI SE-KOTA BAND UNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang mampu menghasilkan output yang kompetitif dalam menghadapi persaingan serta sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

DALAM PENINGKATAN MUTU

DALAM PENINGKATAN MUTU KEBIJAKAN MAJELIS DIKDASMEN DALAM PENINGKATAN MUTU SEKOLAH DAN MADRASAH Oleh: Sungkowo M Wakil Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah Disampaikan pada: Rapat Koordinasi Nasional Majelis Lingkungan Hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini penyiapan dan peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan suatu masalah yang perlu mendapat perhatian utama, khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

Latihan: UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH 2012

Latihan: UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH 2012 Latihan: UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH 2012 I. Pilihlah jawaban yang benar dengan memberi tanda silang (X) huruf A, B, C, atau D pada lembar jawaban! 1. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS : 4102004.1111 Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara Jl. T. Chik Di Tiro No. 5 Telp/Faks. (0645) 43441 Lhokseumawe 24351 e-mail : bpsacehutara@yahoo.co.id, bps1111@bps.go.id BADAN PUSAT

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 23/05/Th.XX, 5 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Provinsi Aceh Tahun 2016 Pembangunan manusia di Provinsi Aceh pada tahun 2016 terus mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia berkualitas dapat diwujudkan melalui tingkat satuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. manusia berkualitas dapat diwujudkan melalui tingkat satuan pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah sebagai wahana penting dalam pembentukan sumber daya manusia berkualitas dapat diwujudkan melalui tingkat satuan pendidikan. Kesuksesan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Pendidikan Nasional adalah upaya mencerdasakan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa dan berahlak mulia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di Indonesia telah digariskan dalam undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di Indonesia telah digariskan dalam undang-undang Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah merupakan suatu sistim yang di dalamnya terdapat komponen-komponen yang harus digerakkan untuk mencapai tujuan. Tujuan pendidikan di Indonesia telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kualitas pendidikan di Indonesia masih jauh dari harapan masyarakat. Laporan terbaru United Nation Development Programme (UNDP) tahun 2013 menyatakan, Indeks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah,perguruan,lembaga diklat, dalam masyarakat serta berbagai satuan lingku

BAB I PENDAHULUAN. sekolah,perguruan,lembaga diklat, dalam masyarakat serta berbagai satuan lingku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum pendidikan berkenaan dengan peningkatan kualitas manusia, pengembangan potensi, kecakapan dan karakteristik generasi muda kearah yang diharapkan

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Ekonomi Akuntansi

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Ekonomi Akuntansi PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN EKONOMI DITINJAU DARI ASPEK MOTIVASI BELAJAR DAN SARANA PENUNJANG PEMBELAJARAN PADA SISWA KELAS VIII UNGGULAN DAN NON UNGGULAN SMP NEGERI 3 COLOMADU TAHUN AJARAN 2009/2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan titik berat pembangunan dalam memasuki era global. Era globalisasi dan pasar bebas tingkat AFTA dan AFLA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Sumber Daya Manusia yang memiliki standar mutu profesional tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelas, tapi seorang guru juga harus mampu membimbing, mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. kelas, tapi seorang guru juga harus mampu membimbing, mengembangkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Guru memiliki peran dan tanggung jawab yang besar dalam proses pendidikan, di mana tugas seorang guru bukan hanya memberikan transfer ilmu dan seperangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepemimpinan selalu diperlukan sebagai aktivitas untuk. mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan tindakan individu atau

BAB I PENDAHULUAN. Kepemimpinan selalu diperlukan sebagai aktivitas untuk. mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan tindakan individu atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepemimpinan selalu diperlukan sebagai aktivitas untuk mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan tindakan individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan terus menjadi topik yang diperbincangkan oleh banyak pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai dimensi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan belajar atau proses pendidikan. Sebagai organisasi pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan belajar atau proses pendidikan. Sebagai organisasi pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan lembaga atau sarana dalam melaksanakan pelayanan belajar atau proses pendidikan. Sebagai organisasi pendidikan formal, sekolah memiliki tanggung

Lebih terperinci

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL Sosialisasi KTSP DASAR & FUNGSI PENDIDIKAN NASIONAL Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan global, Indonesia memerlukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan global, Indonesia memerlukan sumber daya manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era persaingan global, Indonesia memerlukan sumber daya manusia (SDM) yang cerdas, sehat, jujur, berakhlak mulia, berkarakter, dan memiliki kepedulian sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan bagian yang melengkapi dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran

Lebih terperinci

BAHAN AJAR (MINGGU KE 1) MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP)

BAHAN AJAR (MINGGU KE 1) MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP) BAHAN AJAR (MINGGU KE 1) MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP) VISI PENDIDIKAN NASIONAL Terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada mutu output pengajarannya. Bila seluruh guru menunjukkan. pemimpin pengajaran yang bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan.

BAB I PENDAHULUAN. pada mutu output pengajarannya. Bila seluruh guru menunjukkan. pemimpin pengajaran yang bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manajemen pembelajaran merupakan salah satu faktor dan indikator terpenting dalam pendidikan karena sekolah merupakan tempat pembelajaran. Dalam proses belajar

Lebih terperinci

01. ACUAN PENETAPAN REKOMENDASI PUPUK N, P, DAN K PADA LAHAN SAWAH SPESIFIK LOKASI (PER KECAMATAN) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

01. ACUAN PENETAPAN REKOMENDASI PUPUK N, P, DAN K PADA LAHAN SAWAH SPESIFIK LOKASI (PER KECAMATAN) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM 01. ACUAN PENETAPAN REKOMENDASI PUPUK N, P, DAN K PADA LAHAN SAWAH SPESIFIK LOKASI (PER KECAMATAN) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM 28 NAD 1. Trumon 200 75 50 180 75 0 175 25 30 Aceh Selatan 2. Bakongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrayogi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrayogi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan melalui pembelajaran untuk menunjang kelancaran jalannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diabaikan, yang jelas disadari bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. diabaikan, yang jelas disadari bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Di samping itu, pendidikan dapat mendorong peningkatan kualitas hidup manusia, bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan dianggap sebagai sebagai suatu investasi yang paling berharga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan dianggap sebagai sebagai suatu investasi yang paling berharga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan dianggap sebagai sebagai suatu investasi yang paling berharga dalam bentuk peningkatan sumber daya manusia untuk pembangunan bangsa. Seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Shandy Fauzan, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Shandy Fauzan, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat perkembangan dan kemajuannya. Hal tersebut menuntut sumber daya manusia di suatu negara berkompetisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kependidikan sebagai unsur yang mempunyai posisi sentral dan strategis

BAB I PENDAHULUAN. kependidikan sebagai unsur yang mempunyai posisi sentral dan strategis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi yang ditandai dengan persaingan yang ketat dalam semua aspek kehidupan, memberi pengaruh terhadap tuntutan akan kualitas sumber daya manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen berbasis mutu di sekolah. Usaha untuk perbaikan dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. manajemen berbasis mutu di sekolah. Usaha untuk perbaikan dan peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dalam beberapa kurun waktu belakangan ini terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Mulai dari pemetaan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI RAYON 08 JAKARTA BARAT

BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI RAYON 08 JAKARTA BARAT 9 BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI RAYON 08 JAKARTA BARAT 2.1 Standar Pengelolaan Pendidikan Berdasarkan Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG ACEH TAHUN

QANUN ACEH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG ACEH TAHUN QANUN ACEH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG ACEH TAHUN 2012-2032 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah yakni: input, proses, dan out put (Rivai dan Murni, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah yakni: input, proses, dan out put (Rivai dan Murni, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di sekolah adalah salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan formal yang terstruktur dan membentuk sebuah sistem yang saling

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH MW\DATAWAHED\2014\PER.GUB.

GUBERNUR ACEH MW\DATAWAHED\2014\PER.GUB. GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PAGU DEFINITIF TAMBAHAN DANA BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI DAN DANA OTONOMI KHUSUS TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci