BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya,"

Transkripsi

1 BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, maka selanjutnya akan disampaikan kesimpulan sebagai berikut : 1. Bahwa pengaturan mengenai peluang swasta dalam berinvestasi di bidang perkeretaapian sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, yaitu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian, masih sangat membatasi peluang swasta untuk dapat berinvestasi secara langsung (sendiri-sendiri) dalam penyelenggaraan perkeretaapian atau masih bersifat tertutup dan monopolistik, disebabkan adanya kewajiban untuk melakukan kerjasama dengan Badan Penyelenggara yang sudah ada pada saat itu yaitu PT. Kereta Api (Persero) atau dengan kata lain tidak ada regulasi yang memberikan peluang atau kesempatan bagi swasta untuk dapat berinvestasi secara langsung (sendiri-sendiri) dalam penyelenggaraan perkeretaapian. 2. Bahwa dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, maka peluang swasta atau badan usaha untuk berinvestasi di bidang penyelenggaraan perkeretaapian menjadi sangat terbuka lebar, karena swasta atau badan usaha telah diberikan peluang dan kesempatan yang seluasluasnya untuk dapat berinvestasi di bidang penyelenggaraan perkeretaapian baik secara langsung (sendiri-sendiri) maupun bekerjasama dengan badan usaha penyelenggara perkeretaapian. Dengan kata lain bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian telah menganut paradigma baru yaitu membuka kesempatan 138

2 yang seluas-luasnya bagi badan usaha atau swasta dalam penyelenggaraan perkeretaapian (bersifat terbuka) atau era multi operator. 3. Bahwa pelaksanaan peluang investasi swasta dalam bidang penyelenggaraan perkeretaapian setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, belum dapat berjalan dengan baik, yang disebabkan oleh adanya hambatan, antara lain sebagai berikut : a. belum berjalannya secara konsisten pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian yang berkenaan dengan upaya untuk mendorong tumbuhnya peluang swasta dalam berinvestasi di bidang penyelenggaraan perkeretaapian, khususnya kewajiban Pemerintah untuk menuntaskan pelaksanaan dari amanah ketentuan Pasal 214 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, yang menegaskan bahwa dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak Undang- Undang ini berlaku (diundangkan pada tanggal 25 April 2007), penyelenggaraan prasarana dan sarana perkeretaapian yang dilaksanakan oleh Badan Usaha dalam hal ini PT. Kereta Api Indonesia (Persero) serta penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) atas Prasarana Perkeretaapian milik Pemerintah, wajib disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian ini. b. Pelaksanaan iklim multi operator yang kondusif dalam penyelenggaraan perkeretaapian belum sepenuhnya dapat dilaksanakan secara konsisten oleh Pemerintah, khususnya penyelenggaraan perkeretaapian umum, yang hingga saat ini masih dilaksanakan oleh PT. Kereta Api Indonesia 139

3 (Persero) atau masih bersifat monopoli, baik melalui penugasan maupun melalui pemberian kewenangan tertentu dari Pemerintah. c. belum adanya penyederhanaan pengaturan penyederhanaan persyaratan, tahapan/prosedur dan kepastian jangka waktu penyelesaiaan dalam proses pelaksanaan penetapan penyelenggara perkeretaapian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian dan peraturan pelaksanaannya, guna terciptanya kepastian dan kejelasan prosedur dalam berinvestasi di bidang penyelenggaraan perkeretaapian, karena penyiapan persyaratan, tahapan prosedur yang panjang serta belum jelasnya jangka waktu penyelesaian dari setiap tahapan atau prosedur bagi pihak swasta atau badan usaha akan menimbulkan ketidakpastian dalam berinvestasi serta dapat menimbulkan biaya tinggi, sehingga pada akhirnya dapat menimbulkan kurangnya minat swasta dalam berinvestasi di bidang penyelenggaraan perkeretaapian. d. belum adanya regulasi baru di bidang perkeretaapian yaitu dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, yang memberikan kesempatan atau peluang bagi swasta atau badan usaha yang mempunyai kemampuan sendiri untuk membiayai seluruh kegiatan dalam penyelenggaraan perkeretaapian umum untuk dapat ditetapkan sebagai penyelenggara perkeretaapian umum tanpa melalui proses pelelangan. e. belum adanya pengaturan secara tegas dan spesifik di bidang perkeretaapian yaitu dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian sebagai peraturan pelaksanaan 140

4 dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, yang membuka peluang pihak swasta atau badan usaha (yang bidang usahanya bukan sebagai badan usaha penyelenggara perkeretaapian) untuk dapat berpartisipasi seluas-luasnya dalam penyediaan infrastruktur di bidang perkeretaapian yang dibutuhkan oleh masyarakat pengguna kereta api dengan biaya sepenuhnya dari pihak swasta itu sendiri, misalnya pengembang perumahan yang akan membangun stasiun di sekitar kawasan perumahannya untuk mempermudah aksesibiltas pengguna jasa transportasi kereta api. B. Saran Berdasarkan kesimpulan sebagaimana diuraikan tersebut di atas, maka perlu disampaikan saran sebagai berikut : 1. Peluang investasi swasta dalam penyelenggaraan perkeretaapian dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian tersebut, telah terbuka lebar dengan dianutnya prinsip multi operator dan bersifat terbuka dalam penyelenggaraan perkeretaapian, namun dalam pelaksanaan pengaturan peluang investasi swasta dalam penyelenggaraan perkeretaapian dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian tersebut, masih ditemui banyak hambatan, sehingga diperlukan adanya konsistensi, dukungan dan komitmen yang kuat dari semua pihak baik dari Pemerintah maupun dari para pemangku kepentingan (stake holder) untuk mendorong pelaksanaan pengaturan peluang investasi swasta dalam penyelenggaraan perkeretaapian dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, guna terciptanya iklim peluang investasi swasta dalam penyelenggaraan perkeretaapian yang kondusif. 141

5 2. Adapun upaya untuk menghilangkan hambatan yang timbul dalam pelaksanaan peluang swasta dalam berinvestasi di bidang penyelenggaraan perkeretaapian sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian beserta peraturan pelaksanaannya, maka : a. perlu peran Pemerintah secara konsisten dan komitmen yang kuat untuk menjalankan pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian yang berkenaan dengan upaya untuk mendorong tumbuhnya peluang swasta dalam berinvestasi di bidang penyelenggaraan perkeretaapian, khususnya kewajiban Pemerintah untuk menuntaskan pelaksanaan dari amanah ketentuan Pasal 214 ayat (2) yang dimaksudkan untuk menyesuaikan penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) atas Prasarana Perkeretaapian milik Pemerintah dan dalam rangka memberikan kesempatan kepada Pemerintah memperbaiki kondisi PT. Kereta Api Indonesia (Persero), sehingga dengan adanya kejelasan status atau kedudukan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) terhadap penyelenggaraan perkeretaapian yang ada saat ini berdasarkan ketentuan dan persyaratan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian beserta peraturan pelaksanaannya, termasuk kejelasan status kepemilikan aset di bidang perkeretaapian antara Pemerintah dan PT. Kereta Api Indonesia (Persero), akan memberikan kepastian hukum dan peluang yang sebesar-besarnya bagi badan usaha lain atau swasta yang berminat dalam berinvestasi dalam penyelenggaraan perkeretaapian umum, termasuk dalam penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum yang ada saat ini (eksisting). 142

6 b. perlunya dukungan dan komitmen yang kuat dari Pemerintah untuk mendorong dan menumbuhkan iklim multi operator dalam penyelenggaraan perkeretaapian, khususnya terhadap penyelenggaraan perkeretaapian umum yang ada saat ini, sehingga memberikan kesempatan atau peluang bagi badan usaha lain (BUMN, BUMD atau Swasta) untuk dapat berperan serta dalam berinvestasi di bidang penyelenggaraan perkeretaapian umum yang ada saat ini, baik prasarana perkeretaapian umum maupun sarana perkeretaapian umum. c. perlu adanya penyempurnaan pengaturan yaitu penyederhanaan persyaratan, tahapan/prosedur dan kepastian jangka waktu penyelesaiaan dalam proses pelaksanaan penetapan penyelenggara perkeretaapian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian dan peraturan pelaksanaannya, guna terciptanya kepastian dan kejelasan prosedur dalam berinvestasi di bidang penyelenggaraan perkeretaapian; d. perlu adanya regulasi baru di bidang perkeretaapian yaitu dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, yang memberikan kesempatan atau peluang bagi swasta atau badan usaha yang mempunyai kemampuan sendiri untuk membiayai seluruh kegiatan dalam penyelenggaraan perkeretaapian umum untuk dapat ditetapkan sebagai penyelenggara perkeretaapian umum tanpa melalui proses pelelangan. 143

7 e. perlu adanya pengaturan secara tegas dan spesifik di bidang perkeretaapian yaitu dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, yang membuka peluang pihak swasta atau badan usaha (yang bidang usahanya bukan sebagai badan usaha penyelenggara perkeretaapian) untuk dapat berpartisipasi seluas-luasnya dalam penyediaan infrastruktur di bidang perkeretaapian yang dibutuhkan oleh masyarakat pengguna kereta api dengan biaya sepenuhnya dari pihak swasta itu sendiri, misalnya pengembang perumahan yang akan membangun stasiun di sekitar kawasan perumahannya untuk mempermudah aksesibiltas pengguna jasa transportasi kereta api. 144

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak dan tulang punggung utama dalam mendorong dan. meningkatkan perekonomian suatu bangsa menjadi Negara yang maju dan

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak dan tulang punggung utama dalam mendorong dan. meningkatkan perekonomian suatu bangsa menjadi Negara yang maju dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keunggulan transportasi perkeretaapian dapat menjadi salah satu motor penggerak dan tulang punggung utama dalam mendorong dan meningkatkan perekonomian suatu

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. perkeretaapian dan pelaksanaannya

BAB 4 PENUTUP. perkeretaapian dan pelaksanaannya 83 BAB 4 PENUTUP 4.1. Kesimpulan Berdasarkan apa yang telah diuraikan oleh penulis pada bab-bab sebelumnya, pada bab ini penulis mencoba menyimpulkan apa yang menjadi jawaban atas permasalahan yang terdapat

Lebih terperinci

WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN SEBAGAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 01 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

KEYNOTE SPEECH Sosialisasi dan Pelatihan Aplikasi e-planning DAK Fisik

KEYNOTE SPEECH Sosialisasi dan Pelatihan Aplikasi e-planning DAK Fisik KEYNOTE SPEECH Sosialisasi dan Pelatihan Aplikasi e-planning DAK Fisik Deputi Bidang Pengembangan Regional Bappenas REGULASI TERKAIT KEBIJAKAN DAK REPUBLIK INDONESIA DEFINISI DAK SESUAI UU No.33/2004 Dana

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2011 TENTANG PENUGASAN KEPADA PT KERETA API INDONESIA (PERSERO) UNTUK MENYELENGGARAKAN PRASARANA DAN SARANA KERETA API BANDAR UDARA SOEKARNO-HATTA DAN

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.891, 2012 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL. Proyek Infrastruktur. Rencana. Penyusunan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG PERCEPATAN PENYELENGGARAAN PRASARANA DAN SARANA KERETA CEPAT ANTARA JAKARTA DAN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebuah perusahaan kereta api merupakan suatu organisasi yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebuah perusahaan kereta api merupakan suatu organisasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebuah perusahaan kereta api merupakan suatu organisasi yang menyediakan jasa transportasi bagi manusia dan barang. Sejalan dengan pembangunan yang semakin pesat dewasa

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG PERCEPATAN PENYELENGGARAAN PRASARANA DAN SARANA KERETA CEPAT ANTARA JAKARTA DAN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bahasan bab 6 dibagi dalam dua begian yaitu kesimpulan dan saran Kesimpulan ini merupakan hasil pembuktian Hipotesis yang diajukan yaitu ; Sistem kelembagaan dan kerjasama

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.264, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TRANSPORTASI. Kereta Api. Lalu Lintas. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5961). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

-2- perawatan oleh tenaga yang telah memiliki kualifikasi keahlian sesuai dengan bidangnya. Dalam rangka meningkatkan keselamatan atas pengoperasian p

-2- perawatan oleh tenaga yang telah memiliki kualifikasi keahlian sesuai dengan bidangnya. Dalam rangka meningkatkan keselamatan atas pengoperasian p TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TRANSPORTASI. Perkeretaapian. Penyelenggaraan. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 29) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu pengeluaran adalah beban atau aktiva dapat berpengaruh sangat besar pada

BAB I PENDAHULUAN. suatu pengeluaran adalah beban atau aktiva dapat berpengaruh sangat besar pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktiva tetap merupakan salah satu bagian utama dari aktiva perusahaan, karena sifatnya yang signifikan dalam laporan keuangan. Lebih jauh lagi, penentuan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permasalahan transportasi di Indonesia makin hari kian bertambah. Sudah seharusnya pemerintah memperbaiki sistem transportasi secara menyeluruh karena permasalahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

ANALISIS ANGKUTAN KERETA API DAN IMPLIKASINYA PADA BUMN PERKERETAAPIAN INDONESIA

ANALISIS ANGKUTAN KERETA API DAN IMPLIKASINYA PADA BUMN PERKERETAAPIAN INDONESIA ANALISIS ANGKUTAN KERETA API DAN IMPLIKASINYA PADA BUMN PERKERETAAPIAN INDONESIA Biro Riset LM FEUI Operator angkutan kereta api di Indonesia saat ini dilakukan oleh BUMN Perkeretaapian, yaitu PT. Kereta

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

DAFTAR POSISI RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERKAIT PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

DAFTAR POSISI RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERKAIT PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAFTAR RCG PERATUR PERUNDG-UNDG YG TERKAIT PERCEPAT PEMBGUN INFRASTRUKTUR KEBIJAK PROGRAM TINDAK KELUAR A. Penyempurnaan Peraturan Perungungan. Percepatan penyelesaian Peraturan Perungungan di big. a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

RechtsVinding Online. Menyelisik Aspek Hukum Pengadaan Infrastruktur Kereta Cepat Oleh: Muhammad Faiz Aziz *

RechtsVinding Online. Menyelisik Aspek Hukum Pengadaan Infrastruktur Kereta Cepat Oleh: Muhammad Faiz Aziz * Menyelisik Aspek Hukum Pengadaan Infrastruktur Kereta Cepat Oleh: Muhammad Faiz Aziz * Naskah diterima: 10 Maret 2016; disetujui: 22 Maret 2016 Beberapa waktu lalu, negeri ini digaduhkan oleh kontroversi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Investasi asing menjadi hal yang sangat penting bagi suatu Negara ataupun

BAB V KESIMPULAN. Investasi asing menjadi hal yang sangat penting bagi suatu Negara ataupun BAB V KESIMPULAN Investasi asing menjadi hal yang sangat penting bagi suatu Negara ataupun daerah untuk menjalankan dan menumbuhkan perekonomiann di daerahnya. Bagi pemerintah daerah Investasi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia jumlah pertambahan penduduk dari tahun ke tahun semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia jumlah pertambahan penduduk dari tahun ke tahun semakin 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia jumlah pertambahan penduduk dari tahun ke tahun semakin meningkat. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk juga mempengaruhi pembangunan infrastruktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara kepulauan yang meliputi daratan dan lautan. Keberadaannya itu menyebabkan diperlukannya sarana transportasi agar aktivitas perekonomian

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM PT KERETA API INDONESIA

BAB III TINJAUAN UMUM PT KERETA API INDONESIA BAB III TINJAUAN UMUM PT KERETA API INDONESIA III.1 Sejarah Perusahaan Perkereta apian di Indonesia bermula dengan dibangunnya jalan rel sepanjang 26 km antara stasiun Kemijen dan Tanggung di Jawa Tengah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.662, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS Kerjasama Pemerintah. Badan Usaha. Infrastruktur. Panduan Umum. PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi persaingan bisnis transportasi yang kian meningkat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi persaingan bisnis transportasi yang kian meningkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam menghadapi persaingan bisnis transportasi yang kian meningkat sejalan dengan meningkatnya trend tuntutan pasar terhadap mobilitas perpindahan orang

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN BAB V. PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih yang disampaikan pada waktu pemilihan kepala daerah (Pemilukada)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG JARINGAN ANGKUTAN MASSAL METROPOLITAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG JARINGAN ANGKUTAN MASSAL METROPOLITAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG JARINGAN ANGKUTAN MASSAL METROPOLITAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pertumbuhan kawasan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berbagai kajian menunjukkan bahwa selama 20 tahun mendatang aliran peti kemas di Indonesia akan meningkat secara dramatis, dari 8,8 juta TEUs pada tahun 2009 diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maksimum termanfaatkan bila tanpa disertai dengan pola operasi yang sesuai.

BAB I PENDAHULUAN. maksimum termanfaatkan bila tanpa disertai dengan pola operasi yang sesuai. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam suatu sistem transportasi, hubungan antara prasarana, sarana, dan operasi sangat erat. Suatu ketersediaan prasarana dan sarana dapat secara maksimum termanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (

2016, No Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran ( No.814, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pendelegasian Wewenang. Menteri Kepada Kepala BPTJ. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 66 TAHUN 2016 TENTANG PENDELEGASIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Dewasa ini, perkembangan perekonomian serta perubahan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Dewasa ini, perkembangan perekonomian serta perubahan lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Dewasa ini, perkembangan perekonomian serta perubahan lingkungan yang dihadapi dunia begitu cepat dan dinamis. Perkembangan ekonomi tentunya memberikan perubahan

Lebih terperinci

BAB VI KEBIJAKAN UMUM

BAB VI KEBIJAKAN UMUM BAB VI KEBIJAKAN UMUM Visi sekaligus tujuan pembangunan jangka menengah Kota Semarang tahun 2005-2010 adalah SEMARANG KOTA METROPOLITAN YANG RELIGIUS BERBASIS PERDAGANGAN DAN JASA sebagai landasan bagi

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOYOLALI, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat. Banyak perangkatperangkat yang dibuat maupun dikembangkan sesuai bidangnya masing-masing. Perangkat tersebut digunakan

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan Infrastruktur transportasi dalam era otonomi daerah tidak dapat lagi dilakukan berdasarkan pendekatan sektoral, tapi harus dengan pendekatan kewilayahan.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Kota Bogor 4.1.1 Pernyataan Visi Visi merupakan pandangan jauh ke depan, kemana dan bagaimana suatu organisasi harus dibawa berkarya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 107 TAHUN 2014 TENTANG

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 107 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 107 TAHUN 2014 TENTANG PROYEK MANAJEMEN UNIT PEMBANGUNAN KERETA API CEPAT (HIGH SPEED RAILWAY) JAKARTA - BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SOLOK SELATAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Weakness, Opportunity and Threath). Dengan hasil pada masing-masing

Weakness, Opportunity and Threath). Dengan hasil pada masing-masing BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI SKPD 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN Pada bagian identifikasi permasalah berdasarkan tugas dan fungsi Kantor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN 1 BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi/perusahaan. Maka dari itu perusahaan mencari SDM yang. berkualitas dan profesional untuk mendukung sebuah perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. organisasi/perusahaan. Maka dari itu perusahaan mencari SDM yang. berkualitas dan profesional untuk mendukung sebuah perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor penting dalam kegiatan perekonomian, karena SDM dipandang sebagai salah satu faktor produksi dalam usaha menghasilkan

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PENYERAHAN DAN PENGELOLAAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS UMUM PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Laporan Perkembangan Deregulasi 2015

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Laporan Perkembangan Deregulasi 2015 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Laporan Perkembangan Deregulasi 2015 Jakarta, 22 September 2015 A. RPP Tempat Penimbunan Berikat, (D1) B. RPP Perubahan PP Nomor 23 Tahun 2010, (F3) C. RPerpres

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2015 TENTANG PERCEPATAN PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN UMUM DI WILAYAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH I. UMUM Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perusahaan merupakan suatu organisasi yang mempunyai tujuan untuk mendapatkan laba/keuntungan. Aktivitas yang dijalankan oleh perusahaan dan perkembangan

Lebih terperinci

Diresmikan Jokowi, Tol Medan-Tebing Tinggi Fungsional Lebaran 2018

Diresmikan Jokowi, Tol Medan-Tebing Tinggi Fungsional Lebaran 2018 Diresmikan Jokowi, Tol Medan-Tebing Tinggi Fungsional Lebaran 2018 Sumber gambar: http://properti.kompas.com DELI SERDANG, KompasProperti - Presiden Joko Widodo (Jokowi)meresmikan Tol Medan-Kualanamu-Tebing

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 98 TAHUN 1999 TENTANG PENGALIHAN KEDUDUKAN, TUGAS DAN KEWENANGAN MENTERI KEUANGAN SELAKU

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI Berdasarkan kondisi yang dihadapi Kabupaten Aceh Barat Daya serta permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam 5 (lima) tahun mendatang dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah

Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah DIREKTORAT PENGEMBANGAN KERJASAMA PEMERINTAH DAN SWASTA, DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah Jakarta, 26 November 2007 Outline

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang pemilihan judul

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang pemilihan judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang pemilihan judul Dengan semakin pesatnya perkembangan sektor transportasi suatu perusahaan tertentu pada dasarnya selalu berusaha untuk mencapai tujuan didirikannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk meningkatkan standar hidup pada masa yang akan datang. Investasi

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk meningkatkan standar hidup pada masa yang akan datang. Investasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi merupakan pangeluaran yang dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan untuk meningkatkan standar hidup pada masa yang akan datang. Investasi atau penanaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tentunya setiap orang membutuhkan tanah untuk menjalankan roda

BAB 1 PENDAHULUAN. tentunya setiap orang membutuhkan tanah untuk menjalankan roda BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah yang pada dasarnya suatu kebutuhan pokok bagi manusia tentunya setiap orang membutuhkan tanah untuk menjalankan roda kehidupannya, bahkan ketika meninggal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA BADAN USAHA MILIK

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA BADAN USAHA MILIK PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA BADAN USAHA MILIK DAERAH PERSEROAN TERBATAS BUMI TIMUR AGRO, PERSEROAN TERBATAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng No. 380, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kereta Api. Jalur. Persyaratan Teknis. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 60 TAHUN 2012 TENTANG PERSYARATAN

Lebih terperinci

Pengembangan Stasiun Kereta Api Pemalang di Kabupaten Pemalang BAB I PENDAHULUAN. commit to user

Pengembangan Stasiun Kereta Api Pemalang di Kabupaten Pemalang BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini, akan dibahas mengenai, pengertian dan esensi judul, latar belakang munculnya gagasan atau ide dan judul, tujuan dan sasaran perencanaan dan perancangan, permasalahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru serta keterbukaan dalam berbagai aspek kehidupan, salah satu hal yang

BAB I PENDAHULUAN. baru serta keterbukaan dalam berbagai aspek kehidupan, salah satu hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Globalisasi merupakan fakta kehidupan. Globalisasi mengacu pada sikap baru serta keterbukaan dalam berbagai aspek kehidupan, salah satu hal yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur dan lain sebagainya. Sementara dari sisi masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur dan lain sebagainya. Sementara dari sisi masyarakat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eksistensi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia sebagai salah satu instrumen pemerintahan dalam pembangunan dirasakan sangat penting peranannya, tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan di Indonesia saat ini semakin pesat seiring dengan adanya era reformasi. Negara Indonesia yang awalnya menggunakan sistem sentralisasi dalam pemerintahannya

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa Penanaman Modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan hasil yang telah dihasilkan. Oleh karena itu agar benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan hasil yang telah dihasilkan. Oleh karena itu agar benar-benar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerja Praktek Peranan bagian Administrasi Keuangan bagi perusahaan sangatlah penting, dimana dasar pengambilan keputusan maupun kebijakan dilaksanakan sesuai dengan

Lebih terperinci

TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA BOGOR SEBAGAI KOTA YANG CERDAS, BERDAYA SAING DAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI MELALUI SMART GOVERMENT DAN SMART PEOPLE

TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA BOGOR SEBAGAI KOTA YANG CERDAS, BERDAYA SAING DAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI MELALUI SMART GOVERMENT DAN SMART PEOPLE C. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2015-2019 MISI 1. MEWUJUDKAN BOGOR KOTA YANG CERDAS DAN BERWAWASAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA

Lebih terperinci

BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH -100- BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH 6.1. Arah Kebijakan Pendanaan Pembangunan Daerah Arah kebijakan pembangunan daerah diarahkan dengan memanfaatkan kemampuan keuangan daerah secara efektif, efesien,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN BANDAR UDARA BARU DI KABUPATEN KULONPROGO PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian PT Jasa Marga (persero) Tbk. A. Sejarah PT. Jasa Marga (Persero) Tbk.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian PT Jasa Marga (persero) Tbk. A. Sejarah PT. Jasa Marga (Persero) Tbk. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 PT Jasa Marga (persero) Tbk. A. Sejarah PT. Jasa Marga (Persero) Tbk. PT Jasa Marga (Persero) Tbk. adalah sebuah badan milik pemerintah yang bertugas

Lebih terperinci

RISALAH RAPAT. Pembahasan tindak lanjut RATAS PSN di Provinsi Kalimantan Timur

RISALAH RAPAT. Pembahasan tindak lanjut RATAS PSN di Provinsi Kalimantan Timur RISALAH RAPAT Hari/Tanggal : Kamis/15 Juni 2017 Waktu : 13.30 15.00 WIB Tempat : KPPIP Perihal : Rapat Tindak Lanjut Rapat Terbatas (RATAS) Proyek Strategis Nasional (PSN) di Kalimantan Timur Peserta :

Lebih terperinci

D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 A. Latar Belakang Sepanjang

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Jangka Menengah Badan Penanaman Modal Dan Perijinan Terpadu Provinsi Jawa Barat 4.1.1. Visi Sebagai upaya mendukung dan mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN/ATAU KEMUDAHAN KEPADA MASYARAKAT DAN/ATAU PENANAM MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program pembangunan pembangkit listrik Megawatt (MW) merupakan program strategis pemerintahan Jokowi-JK untuk mendukung

BAB I PENDAHULUAN. Program pembangunan pembangkit listrik Megawatt (MW) merupakan program strategis pemerintahan Jokowi-JK untuk mendukung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program pembangunan pembangkit listrik 35.000 Megawatt (MW) merupakan program strategis pemerintahan Jokowi-JK untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci