PENGELOLAAN LANSKAP SEJARAH KOTA BUKITTINGGI UNTUK WISATA INTERPRETASI SEJARAH WIDIA YULI SEVTIANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGELOLAAN LANSKAP SEJARAH KOTA BUKITTINGGI UNTUK WISATA INTERPRETASI SEJARAH WIDIA YULI SEVTIANI"

Transkripsi

1 i PENGELOLAAN LANSKAP SEJARAH KOTA BUKITTINGGI UNTUK WISATA INTERPRETASI SEJARAH WIDIA YULI SEVTIANI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

2

3 iii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan Lanskap Sejarah Kota Bukittinggi untuk Wisata Interpretasi Sejarah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip baik dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2017 Widia Yuli Sevtiani NIM A

4

5 iii ABSTRAK WIDIA YULI SEVTIANI. Pengelolaan Lanskap Sejarah Kota Bukittinggi untuk Wisata Interpretasi Sejarah. Dibimbing oleh ARIS MUNANDAR. Elemen-elemen lanskap sejarah kota Bukittinggi yang cukup dikenal karena merupakan objek wisata antara lain adalah Jam Gadang, Lobang Jepang, dan Benteng Fort de Kock. Selain situs-situs tersebut, masih banyak situs peninggalan lain yang kurang mendapatkan perhatian masyarakat dan pengunjung dikarenakan minimnya pengelolaan dan media untuk mengekspos keberadaan situs-situs tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data tentang benda cagar budaya yang membentuk lanskap sejarah Kota Bukittinggi dan memberikan rekomendasi tindakan pelestarian lanskap sejarah untuk menguatkan karakterisitik kota Bukittinggi terutama dalam aspek wisata sejarah melalui kegiatan interpretasi. Penelitian ini menggunakan metode penelusuran sejarah dan survei lapang dengan pendekatan deskriptif dan spasial. Berdasarkan identifikasi terdapat 57 elemen yang berpotensi dan beberapa diantaranya telah ditetapkan sebagai benda cagar budaya. Hasil analisis nilai signifikansi lanskap sejarah, terdapat 15 elemen peninggalan bernilai tinggi, 37 bernilai sedang, dan 5 elemen bernilai rendah. Rekomendasi yang diusulkan terbagi menjadi rekomendasi strategi umum pelestarian lanskap sejarah dan rekomendasi konsep pengembangan wisata interpretasi sejarah Kota Bukittinggi. Kata kunci : kota bukittinggi, pengelolaan lanskap sejarah, wisata interpretasi ABSTRACT WIDIA YULI SEVTIANI. Historical Landscape Management of Bukittinggi City for Historical Interpretation Tourism. Supervised by ARIS MUNANDAR. The elements of the historical landscape of Bukittinggi City which is quite known as a tourist attraction are Jam Gadang, Lobang Jepang, and Fort de Kock Fort. Beside these sites, there are still many other heritage sites that get less public attention and visitors due to lack of management and media to expose the existence of these sites. The purpose of this research is to collect data about cultural heritage objects form the historical landscape of Bukittinggi City and provide a recommendation of historical landscape preservation to strengthen the characteristic of Bukittinggi City especially in historical tourism aspect through interpretation activity. This research uses historical tracing method and field survey by descriptive and spatial approach. Based on identification, there are 57 potentially elements and some of them have been designated as cultural heritage objects. The results of the historical landscape significance value analysis, there are 15 elements of high value relics, 37 medium values, and 5 elements of low value. The proposed recommendations are divided into recommendations of general strategy of historical landscape preservation and recommendation of tourism development concept of historical interpretation of Bukittinggi City. Keyword : bukittinggi city, historical landscape management, interpretation tourism

6

7 v PENGELOLAAN LANSKAP SEJARAH KOTA BUKITTINGGI UNTUK WISATA INTERPRETASI SEJARAH WIDIA YULI SEVTIANI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

8

9 vii Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

10

11

12

13 xi PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah konsep pengelolaan wisata sejarah, dengan judul Pengelolaan Lanskap Sejarah Kota Bukittinggi untuk Wisata Interpretasi Sejarah. Terima kasih penulis ucapkan kepada : 1. Pak Aris selaku dosen pembimbing yang telah banyak membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini 2. Bapak Wahju Qamara dan Bu Prita selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini 3. Kedua orangtua saya dan adik saya yang sudah mendukung saya selama menjalani pendidikan di Institut Pertanian Bogor 4. Pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Pekerjaan Umum, serta Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Bukittinggi atas bantuannya dalam pengumpulan data selama penelitian. 5. Masyarakat dan pengunjung Kota Bukittinggi sekitarnya atas bantuan dan kesediaannya selama melakukan wawancara untuk pengumpulan data. 6. Bu Nurhayati selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan arahannya selama perkuliahan. 7. Teman-teman Arsitektur Lanskap IPB angkatan 48 atas pertemanan, bantuan, doa, dukungan dan motivasinya. 8. Teman-teman dan kakak-kakak Arsitektur Lanskap IPB angkatan 50, 49, dan 47 atas dukungannya. 9. Keluarga besar Arsitektur Lanskap (staf pengajar dan staf penunjang) atas ilmu, bimbingan dan bantuannya selama perkuliahan. 10. Seluruh pihak yang telah memberikan motivasi, saran dan nasehat yang membantu penulis selama proses penyusunan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi Kota Bukittinggi dan pihak yang terkait, serta dapat berguna sebagai referensi bagi penelitian lain yang dilaksanakan pada masa yang akan datang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Mei 2017 Widia Yuli Sevtiani

14

15 xiii DAFTAR ISI DAFTAR ISI xiii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 2 Kerangka Penelitian 3 TINJAUAN PUSTAKA 4 Lanskap Kota dan Mental Map 4 Lanskap Sejarah 4 Pengelolaan Lanskap Sejarah 5 Pengembangan Lanskap Sejarah Sebagai Objek Wisata 5 Interpretasi 6 Sarana dan Prasarana Kegiatan Interpretasi 7 METODE 8 Waktu dan Tempat 8 Alat dan Bahan 8 Metode Penelitian 8 Tahapan Penelitian 9 Tahap Pengumpulan Data 9 Tahap Pengolahan Data 10 Tahap Penyajian Hasil 13 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 Kondisi Umum Kawasan 14 Letak Geografis dan Batas Wilayah 14 Hidrologi dan Iklim 14 Aksesibilitas dan Sirkulasi 15 Tanah dan Topografi 15 Penduduk Kota Bukittinggi 15 Sejarah Perkembangan Kota Bukittinggi 16 Kota Bukittinggi sebagai Kota Pusaka dan Kota Wisata 17 Identifikasi dan Analisis Karakter Lanskap Sejarah 18 Identifikasi Elemen Fisik Lanskap Sejarah Kota Bukittinggi 18 Identifikasi Elemen Non Fisik Lanskap Sejarah Kota Bukittinggi 32 Analisis Persepsi Masyarakat dan Pengunjung sekitar Kawasan 38 Kebijakan Pengelolaan dan Program yang Sudah Dilaksanakan 42 Rekomendasi Tindakan Pengelolaan Lanskap Sejarah untuk Wisata Interpretasi Sejarah 43 Rekomendasi Strategi Umum Pelestarian Lanskap Sejarah 43 Rekomendasi Konsep Awal Wisata Interpretasi Sejarah 45 SIMPULAN DAN SARAN 50 Simpulan 50 Saran 50 DAFTAR PUSTAKA 51 RIWAYAT HIDUP 53

16 DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel pertimbangan dalam penelitian daya tarik wisata sejarah... 7 Tabel 2 Alat dan bahan... 8 Tabel 3 Tabel pengumpulan data... 9 Tabel 4 Kriteria penilaian kondisi fisik dan lingkungan Tabel 5 Kriteria penilaian keaslian Tabel 6 Kriteria penilaian keunikan Tabel 7 Kriteria penilaian aspek interpretasi Tabel 8 Identifikasi situs peninggalan sejarah dan status pengelolaan Tabel 9 Nilai Signifikansi elemen lanskap sejarah Kota Bukittinggi Tabel 10 Tindakan pelestarian elemen lanskap sejarah Kota Bukittinggi Tabel 11 Konsep touring plan wisata sejarah Kota Bukittinggi A Tabel 12 Konsep touring plan wisata sejarah Kota Bukittinggi B Tabel 13 Konsep touring plan wisata sejarah Kota Bukittinggi C Tabel 14 Konsep touring plan wisata sejarah Kota Bukittinggi D DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Proses pengelolaan... 2 Gambar 2 Kerangka penelitian... 3 Gambar 3 Lokasi Penelitian... 8 Gambar 4 Peta tata ruang lanskap Kota Bukittinggi Gambar 5 Pola Vegetasi Kota Bukittinggi Gambar 6 Susana Pasar di Kota Bukittinggi Gambar 7 Peringatan kelahiran Bung Hatta di Balai Pusataka Bung Hatta Gambar 8 Cultural Map Gambar 9 Diagram aspek pengetahuan masyarakat dan pengunjung Gambar 10 Diagram aspek pengelolaan lanskap sejarah Gambar 11 Diagram aspek Wisata Sejarah Gambar 12 Diagram aspek interpretasi Gambar 13 Peta konsep wisata interpretasi sejarah Kota Bukittinggi... 45

17 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bukittinggi sebagai kota yang telah dicanangkan sebagai kota pariwisata sejak 11 Maret 1984, memiliki berbagai macam objek daya tarik wisata mulai dari atraksi pemandangan alam, atraksi bangunan, atraksi peninggalan sejarah dan atraksi sosial budaya. Atraksi peninggalan sejarah yang dimiliki kota Bukittinggi pada umumnya berasal dari zaman kolonial dan beberapa dari zaman penjajahan jepang dan pasca kemerdekaan. Beberapa peninggalan sejarah yang bagi masyarakat dan wisatawan telah menjadi ikon bagi lanskap sejarah Kota Bukittinggi di antaranya adalah Jam Gadang, Lobang Jepang, dan Benteng Fort de Kock. Namun dari atraksi peninggalan sejarah tersebut, masih banyak peninggalan sejarah Kota Bukittinggi yang belum diekspos dan diperhatikan keberadaannya, padahal setiap peninggalan sejarah yang ada di Bukittinggi memiliki hubungan yang erat antara satu dengan lainnya karena memiliki cerita dan dapat saling dihubungkan untuk membentuk kronologi peristiwa penting di masa lampau. Pemerintah Kota Bukittinggi saat ini sudah mulai melakukan upaya pelestarian terhadap peninggalan-peninggalan sejarah yang ada. Hal ini terlihat dengan adanya peraturan pemerintah Kota Bukttinggi dalam melindungi, melestarikan, memanfaatkan dan mengembangkan warisan sejarah tersebut yang telah masuk ke dalam kategori Benda Cagar Budaya (BCB) secara umum dalam Perda No. 6 tahun 2011 tentang RTRW Kota Bukittinggi dan Peraturan Walikota Bukittinggi No. 02 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Cagar Budaya dan Peninggalan Sejarah di Kota Bukittinggi. Namun upaya pelestarian dari pemerintah tersebut belum memadai, karena masih adanya berbagai masalah yang sering dijumpai seperti penyalahgunaan pemakaian lokasi, kerusakan struktur bangunan, pelanggaran dan vandalisme pada situs-situ bersejarah sehingga mengancam keberadaan kualitas nilai dan fisik warisan sejarah yang ada. Penyebab permasalahan tersebut di antaranya adalah kurangnya pengawasan dan masih kurangnya perhatian dan kesadaran mengenai pentingnya menjaga dan memelihara setiap warisan sejarah dari pihak pemilik, masyarakat dan pengunjung. Di sisi lain perkembangan pembangunan Kota Bukittinggi yang menuju arah modernisasi juga mengancam upaya-upaya pelestarian terhadap benda cagar badaya dan situs peninggalan sejarah. Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan adanya upaya untuk menunjang pengembangan elemen-elemen peninggalan sejarah yang ada di Kota Bukittinggi sebagai objek wisata dan upaya meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat serta pengunjung mengenai nilai penting warisan sejarah agar dapat turut melindungi dan memelihara elemen-elemen peninggalan sejarah tersebut. Kegiatan interpretasi adalah salah satu program yang dapat dimasukkan pada konsep wisata sejarah untuk meningkatkan apresiasi masyarakat dan pengunjung terhadap nilai nilai elemen peninggalan sejarah. Oleh karena itu, sebagai upaya mendukung pelestarian peninggalan sejarah oleh pemerintah, diperlukan pengelolaan lanskap sejarah Kota Bukittinggi untuk wisata interpretasi sejarah.

18 2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kondisi dan karakter lanskap sejarah Kota Bukittinggi sebagai objek wisata sejarah, mengkaji pemahaman masyarakat dan pengunjung mengenai peninggalan sejarah di Kota Bukittinggi dan mengusulkan konsep rekomendasi pengelolaan lanskap sejarah Kota Bukittinggi untuk kegiatan wisata interpretasi sejarah. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai dokumentasi objekobjek peninggalan sejarah di Kota Bukittinggi dan masukan bagi pemerintah untuk menunjang kegiatan pengelolaan lanskap sejarah skala kota yang berbasis wisata interpretasi sejarah. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup proses penyusunan kajian yang menghasilkan keluaran akhir berupa konsep pengelolaan lanskap sejarah kota Bukittinggi mulai dari tempat, bangunan dan situ-situs peninggalan sejarah sebagai objek interpretasi dalam wisata sejarah. Konsep ini disusun dalam bentuk uraian deskriptif dan spasial. Batasan wilayah yang diteliti meliputi objek peninggalan sejarah yang berada dalam wilayah administrasi kota Bukittinggi. Penelitian ini mengadaptasi langkah-langkah dalam proses konservasi (pelestarian) menurut Goodchild (1990) dengan batasan tahap seperti tertera pada gambar berikut. Gambar 1 Proses pengelolaan diadaptasi dari proses konservasi oleh Goodchild (1990)

19 3 Kerangka Penelitian Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi elemen lanskap sejarah Kota Bukittinggi yang dapat dikembangkan sebagai objek wisata sejarah. Selanjutnya dikaji permasalahan yang terdapat pada elemen lanskap sejarah yang ada dengan metode skoring dan evaluasi berdasarkan hasil penilaian tersebut. Rekomendasi pengelolaan disusun berdasarkan hasil analisis assessment serta persepsi dari masyarakat sekitar dan wisatawan Kota Bukittinggi. Secara keseluruhan kerangka pikir dapat dilihat pada Gambar 2 berikut. Gambar 2 Kerangka penelitian

20 4 TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kota dan Mental Map Eckbo (1964) menyatakan bahwa lanskap kota terjadi karena adanya pengorganisasian ruang yang merupakan cerminan dari kegiatan masyarakat setiap hari. Sementara itu pernyataan ini diperkuat oleh Simonds (1983) bahwa kota merupakan lanskap buatan manusia yang terjadi akibat dari aktivitas manusia dalam mengelola lingkungan untuk kebutuhan hidupnya. Salah satu orientasi dari kota adalah bentuk dan pola-pola jalan yang ada dan dipakai sebagai pedoman untuk menentukan sistem transportasi. Elemen pembentuk ruang menurut Lynch (1960) terbagi menjadi lima, yaitu paths, edges, districts, nodes dan landmarks. Paths adalah jalan yang menjadi jalur sirkulasi suatu wilayah, contonya adalah jalan raya, rel kereta api, dan sungai. Edges adalah batas-batas suatu wilayah yang memberikan kejelasan luas suatu ruang. Districts adalah suatu luasan tertentu yang merupakan bagian dari pusatpusat aktivitas (use area) wilayah suatu kota. Nodes adalah pusat keramaian di suatu kota yang menjadi pusat aktivitas masyarakat kota, dapat berupa persimpangan jalan. Sementara Landmarks merupakan suatu bangunan yang mempunyai ciri khusu yang dapat menjadi mercu tanda suatu kota. Setiap elemen lanskap mental map tersebut dapat saling melengkapi satu sama lain membentuk kesatuan kelompok dan menimbulkan citra (image) seseorang terhadap lingkungan kota. Lanskap Sejarah Lanskap sejarah menurut Harris dan Dines (1998) dapat dinyatakan sebagai suatu bentukan lanskap pada masa lalu yang terdiri dari bukti-bukti fisik tentang keberadaan manusia pada suatu tempat. Lanskap sejarah juga memiliki fokus kepada lanskap budaya di antara kontribusi manusia terhadap keadaan awal suatu tempat. Nurisjah dan Pramukanto (1995) menyebutkan bahwa lanskap sejarah penting dilestarikan untuk memberikan suatu makna simbolis bagi peristiwa terdahulu. Lingkungan fisik yang tertata merupakan suatu penghubung antara peristiwa masa lalu yang mempengaruhi kita dengan peristiwa yang menentukan masa depan. Tanpa suatu kesan konteks fisik, maka pengetahuan kita mengenai peristiwa sejarah terbatas pada catatan lisan dan gambar-gambar grafis. Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001), lanskap sejarah merupakan suatu kawasan geografis yang merupakan obyek atau susunan (setting) atas suatu kejadian atau peristiwa interaksi yang bersejarah dalam keberadaan dan kehidupan manusia. Suatu bentukan lanskap dikatakan memiliki nilai sejarah jika memiliki minimal satu kriteria umum, yaitu: 1. Etnografis merupakan produk khas suatu sistem ekonomi dan sosial suatu kelompok/suku masyarakat (etnik). Dua bentuk utama dari lanskap ini, yaitu lanskap pedesaan (rural landscape) dan lanskap perkotaan (urban landscape). 2. Associative merupakan suatu bentuk lanskap yang berasosiasi atau yang dapat dihubungkan dengan suatu peristiwa, personal, masyarakat, legenda, pelukis, estetika dan sebagainya.

21 5 3. Adjoining merupakan bentukan lanskap yang dijadikan sebagai bagian dari suatu unit tertentu, bagian monumen atau bagian struktur bangunan tertentu. Kawasan Kota Bukittinggi dapat dikatakan memiliki nilai sejarah karena memenuhi ketiga kategori tersebut. Kota Bukittinggi secara associative merupakan kota kelahiran Moh.Hatta, yaitu salah satu proklamator kemerdekaan Indonesia sekaligus mantan wakil presiden Indonesia yang pertama. Kota Bukittinggi juga memiliki peran penting dalam peristiwa pasca kemerdekaan pada tahun , sebagai penyelenggara pemerintahan Republik Indonesia periode22 dengan sebutan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia(PDRI) yang dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegarayang. Kota Bukittinggi secara Adjoining juga menyimpan berbagai macam artefak peninggalan masa penjajahan Belanda seperti Benteng For de Cock, Jam Gadang dan peninggalan masa penjajahan Jepang seperti Gua Jepang. Peninggalan-peninggalan tersebut menjadi salah satu ciri khas bagi lanskap kota Bukittinggi. Pengelolaan Lanskap Sejarah Pengelolaan (manajemen) lanskap adalah kegiatan yang bertujuan untuk memulihkan, melindungi, dan memelihara segala elemen dalam lanskap yang lebih terfokus dengan perencanaan jangka panjang dan peraturan, organisasi tenaga kerja, dan peralatan, untuk mencapai pemeliharaan yang efektif (Wright, 1982). Pengelolaan merupakan upaya manusia untuk mendayagunakan, memelihara, dan melestarikan lanskap/lingkungan agar memperoleh manfaat yang maksimal dengan mengusahakan kontinuitas kelestariannya. Pengelolaan lanskap adalah upaya terpadu dalam penataan dan pemanfaatan, pemeliharaan, pelestarian, pengendalian, dan pengembangan lingkungan hidup sehingga tercipta lanskap yang bermanfaat bagi manusia dan makhluk hidup lainnya (Arifin dan Arifin, 2005). Dalam mempersiapkan suatu rencana pengelolaan lanskap, diperlukan proses survey dan perekaman data mengenai kondisi lanskap saat ini kemudian merumuskan kebutuhan lanskap (Parker dan Bryan 1989). Tindakan pelestarian yang dapat dilakukan sangat beragam. Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001), dalam upaya pengelolaan untuk pelestarian lanskap tersebut, beberapa tindakan teknis yang umumnya digunakan adalah adaptive use (penggunaan adaptif), rekonstruksi, rehabilitasi, restorasi, stabilisasi, konservasi, interpretasi, periode setting (replikasi imitasi), release dan replacement. Dalam penelitian ini, salah satu tindakan teknis yang diterapkan untuk pelestarian lanskap sejarah, yaitu tindakan dalam bentuk interpretasi. Interpretasi merupakan usaha pelestarian yang mendasar untuk mempertahankan lanskap asli/alami secara terpadu dengan usaha-usaha yang juga dapat menampung kebutuhan dan kepentingan baru serta berbagai kondisi yang akan dihadapi masa ini dan yang akan datang. Pengembangan Lanskap Sejarah Sebagai Objek Wisata Salah satu potensi yang dimiliki oleh lanskap sejarah adalah dapat dikembangkan sebagai objek wisata. Hal ini dikarenakan keunikan setiap kawasan lanskap sejarah yang tidak bisa didapatkan di kawasan lain. Keunikan itu antara

22 6 lain adalah keterkaitan pembentukan essential character setiap lanskap tersebut di masa lalu yang didasarkan pada suatu sistem periodik tertentu. Pengelolaan dan pemeliharaan yang baik pada lanskap sejarah dengan setiap peninggalan budayanya dapat menjadi aset yang bernilai tinggi untuk mendukung perekonomian kota/daerah tertutama bila dikembangkan sebagai kawasan wisata (cultural and historical type of tourism) (Nurisjah dan Pramukanto 2011). Peningkatan ekonomi ini sendiri dapat meningkatkan usaha pelestarian pada kawasan lanskap sejarah. Lebih rinci Mason (2003) menjelaskan dampak yang dapat ditimbulkan dalam suatu kegiatan wisata: 1. Dampak positif: a. wisata dapat memberi pengertian kepada seseorang bahwa dirinya harus melindungi lingkungan, lanskap, atau habitat satwa liar b. wisata dapat membangun kestabilan dari taman nasional atau suaka margasatwa c. wisata dapat membangun preservasi dari monumen/bangunan bersejarah d. wisata dapat memberikan pendapatan ekonomi dari tiket masuk 2. Dampak negatif: a. wisatawan sering membuang sampah sembarangan b. wisata dapat berkontribusi pada kemacetan karena terlalu banyak orang (overcrowding) c. wisata dapat menjadi penyebab polusi di lingkungan d. wisata dapat menyebabkan erosi karena injakan turis e. wisata dapat membuat hilangnya good view karena pembangunan bangunan yang tidak harmonis dengan arsitektur vernacular sekitarnya f. wisata dapat membuat kerusakan atau gangguan pada habitat satwa liar Interpretasi Interpretasi adalah kegiatan yang mengandung pendidikan dengan tujuan mengungkap makna dan hubungan keterkaitan objek melalui pengamatan langsung, media ilustrasi atau visual (Tilden 1957). Veverka (1998) berpendapat bahwa interpretasi adalah suatu proses komunikasi yang dirancang untuk mengungkapkan hubungan dan arti dari warisan budaya yang bersifat alami kepada pengunjung. Selain itu, interpretasi yang baik apabila dapat memberikan pengetahuan secara lengkap, mampu memenuhi keinginan pengunjung. Interpretasi sangat efektif karena memberikan lebih daripada informasi dan pengalaman lebih kepada pengunjung (Wearing & Neil 2000). Oleh karena itu media interpretasi harus meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan melindungi tempat bersejarah dan tempat alami. Keuntungan dari kegiatan interpretasi menurut Beckmann (1991) dalam Wearing dan Neil (2000) adalah: 1. Memberikan keuntungan dalam kegiatan promosi, karena interpretasi merupakan hubungan komunikasi antara masyarakat luas dengan staf pengelola, hal tersebut membuat interpretasi memiliki peranan dalam mewujudkan pengelolaan secara efektif.

23 7 2. Keuntungan interpretasi dalam kegiatan rekreasi adalah mampu membantu pengunjung dalam kegiatan rekreasinya mendapatkan pengalaman tentang sumberdaya alam yang tersedia, merubah perilaku kunjungan dan memberikan bantuan pengelolaan rekresai secara langsung. 3. Keuntungan interpretasi dalam kegiatan pendidikan adalah memberikan pengalaman secara umum kepada pengunjung dalam meningkatkan pemahaman dan pengetahuannya terhadap lingkungan. 4. Interpretasi sebagai manajemen pengelolaan konservasi karena mengatur kegiatan pengunjung, mengurangi dampak kunjungan dan meningkatkan perlindungan suatu kawasan. Obyek dan atraksi wisata merupakan andalan utama untuk mengembangkan kawasan wisata. Wisata harus direncanakan untuk memastikan bahwa wisatawan dapat dengan bebas memperkaya diri dengan mendapatkan sesuatu yang baru, petualangan, dan penghargaan terhadap diri sendiri dengan mencapai obyek yang diinginkan (Gunn 1993). Berikut ini adalah pertimbangan dalam penelitian daya tarik wisata sejarah dan budaya. Tabel 1 Tabel pertimbangan dalam penelitian daya tarik wisata sejarah Aspek Jenis Objek/Atraksi Wisata Sejarah Peninggalan Purbakala Bekas istana, tempat peribadatan, kota tua dan bangunan-bangunan purbakala, peninggalan sejarah, dongeng atau legenda. Budaya Adat Istiadat Pakaian, makanan dan tatacara hidup daerah, pesta rakyat, kerajinan tangan dan produk-produk lokal lainnya. Seni Bangunan Pentas dan Pagelaran Pameran Pekan Raya Arsitektur setempat seperti candi, pura, masjid, gereja, industri, bangunan adat, dan sebagainya. Gamelan, musik, seni tari, pekan olahraga, kompetisi, pertandingan dan sebagainya. Pekan raya-pekan raya bersifat industri komersial. Sarana dan Prasarana Kegiatan Interpretasi Untuk menunjang kegiatan interpretasi, diperlukan penyediaan media interpretasi berupa fasititas interpretasi yang dapat memberikan informasi mengenai sejarah kawasan Kota Bukittinggi secara lengkap dan menarik. Fasilitas interpretasi menurut Sharpe (1982) adalah media interpretasi yang berupa peralatan, metode, perlengkapan dimana pesan-pesan interpretasi dapat disampaikan kepada umum dengan baik. Ilustrasi media interpretasi memiliki bentuk yang bermacam-macam, salah satunya adalah dengan adanya pemandu, booklet, leaflet, brosur, peta wisata, pusat interpretasi, pameran, museum, galeri dan sebagainya.

24 8 METODE Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilakukan di Kota Bukittinggi, Nagari Agam, Sumatera Barat. Pengumpulan data lapang mulai dilakukan pada bulan Juni 2015, dilanjutkan dengan pengolahan data dan penyusunan hasil studi hingga bulan Mei Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan untuk penelitian ini diperlukan untuk keperluan persiapan, pengumpulan data, dan pengolahan data. Uraian alat dan bahan untuk setiap tahap kegiatan dapat diamati pada Tabel 2. Tabel 2 Alat dan bahan Gambar 3 Lokasi Penelitian Sumber : Google Maps 2016, BNPB 2015 Alat dan Bahan Alat Kamera digital GPS Alat tulis dan gambar Kertas Komputer Bahan Peta tutupan lahan Peta tata guna lahan Kuesioner Software pendukung Microsoft Office Word Microsoft Office Excel Adobe Photoshop Google Earth Fungsi Mengambil gambar Menitikan lokasi Membantu menggambar dan mencatat data Mencatat dan menggambar Mengoperasikan berbagai software Menunjang data spasial Menunjang data spasial Mendapatkan data responden Membuat laporan Membuat tabel, pengolahan angka, data statistik Mengolah grafis Mengambil visual peta

25 9 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan teknik studi pustaka, survei lapang dan wawancara. Data yang dikumpulkan mencakup datadata kondisi umum lanskap berupa fisik dan non fisik, aspek kesejarahan, aspek wisata, aspek legal, aspek pengelolaan terkait dengan program kota pusaka, dan persepsi masyarakat. Tahapan Penelitian Tahap Pengumpulan Data Menurut Oetomo dan Suyanto (2005), teknik pengumpulan data secara kualitatif ada tiga macam, yaitu; penelaahan dokumen tertulis, wawancara mendalam dan terbuka, serta observasi langsung (survei lapang). Pada tahap ini data dan informasi yang terkait penelitian dikumpulkan untuk kemudian diolah sesuai dengan bahan kajian, seperti yang diuraikan pada Tabel 3. Tabel 3 Tabel pengumpulan data Jenis Data Bentuk Data Sumber Data 1. Kondisi Umum a) Letak geografis b) Program dan rencana pemerintahan Kota c) Penduduk d) Aksesibilitas dan sirkulasi e) Tanah dan topografi 2. Aspek Kesejarahan a) Elemen dan lanskap sejarah b) Sejarah Kota Bukittinggi c) Perubahan karakter lanskap sejarah a) Peta kawasan dan batas wilayah b) Gambar dan deskripsi c) Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk d) Peta aksesibilitas menuju Bukittinggi dan elemen lanskap e) Jenis tanah dan topografi a) Filosofi dan deskripsi karakter elemen lanskap sejarah b) Sejarah terbentuknya daerah dan perkembangan Kota Bukittinggi c) Gambar dan deskripsi perubahan lanskap sejarah a) Bappeda b) Dinas Tata Kota dan Dishub c) Bappeda d) Observasi lapang e) BKP Kota Bukittinggi a) BKP Kota Bukittinggi, Dinas Pariwisata, Studi pustaka dan Observasi lapang b) Studi putaka dan Wawancara dengan Ahli sejarah c) Observasi lapang, Studi pustaka 3. Aspek Sosial Budaya a) Aktivitas budaya b) Aktivitas ekonomi c) Persepsi masyarakat a) Jenis aktivitas budaya yang masih ada b) Aktivitas ekonomi sosial masyarakat c) Persepsi masyarakat sekitar dan luar kawasan (pengunjung) Wawancara, Studi pustaka dan Observasi lapang

26 10 Tabel 3 Tabel pengumpulan data (lanjutan) Jenis Data Bentuk Data Sumber Data 4. Aspek Pengelolaan a) Peraturan (Aspek Legal/RTRW) a) Undang-undang, perda, peraturan pemerintah, surat keputusan a) Studi pustaka, Bappeda Kota Bukittinggi b) Sistem pengelolaan dan pelestarian. 5. Aspek Wisata Interpretasi a) Sarana dan Prasarana b) Karakteristik Pengunjung b) Sistem pengelolaan, langkah pelestariannya, intensitas waktu. a) Foto dan Deskriptif b) Diagram dan Deskriptif b) Wawancara dengan pengelola a) Observasi lapang b) Kuisioner Cara pengumpulan data meliputi observasi langsung, pengumpulan data sumber sekunder, penyebaran kuesioner, dan wawancara dengan narasumber. Rincian pengumpulan data adalah: a. observasi langsung meliputi pengambilan foto eksisting kondisi biofisik di lapangan; b. pengumpulan data sekunder terdiri dari pengumpulan peta umum lokasi penelitian, data biofisik, data pengunjung, data pengelolaan lokasi penelitian, serta data pendukung peraturan terkait; c. penyebaran kuesioner dengan metode randomized sampling kepada pengunjung sejumah 30 orang dan masyarakat sekitar sejumlah 30 orang; d. Wawancara dilakukan kepada narasumber penting yaitu tokoh masyarakat dan staf instansi pengelola Tahap Pengolahan Data Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap data yang telah dikumpulkan dengan mengolah data hasil wawancara, hasil studi pustaka dan hasil survei lapang dalam bentuk tabular. Data yang telah ditabulasi dapat dianalisis perbandingan dan keterkaitan data satu sama lain secara kualitatif. Pada tahap analisis ini dilakukan penilaian keaslian dan keunikan menurut Harris dan Dines (1998) serta penilaian kondisi fisik dan lingkungan serta aspek interpretasi yang telah disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Kriteria penilaian dapat dilihat pada Tabel 4 sampai 7. Penilaian terhadap aspek tersebut dihitung dengan menggunakan metode skoring yang dikemukakan oleh Selamet (Selamet 1983 dalam Allindani 2007) dengan rumus interval kelas: Keterangan: Tinggi = SMi + 2IK + 1 sampai Sma Sedang = SMi + IK + 1 sampai (SMi + 2 IK) Rendah = SMi sampai SMi + IK Selanjutnya skor penilaian dijumlahkan dan hasil penilaian ketiga aspek tersebut menghasilkan sifat dari elemen-elemen lanskap sejarah yang menampilkan skor-skor dengan skala (Goodchild 1990):

27 11 Tabel 4 Kriteria penilaian kondisi fisik dan lingkungan No Kriteria 1 Kondisi Fisik Kondisi lanskap/elemen dalam keadaan yang rusak (tidak terawat) 2 Kondisi Lingkungan Skor 1 (Rendah) 2 (Sedang) 3 (Tinggi) Lingkungan sekitar tidak mendukung keberadaan lanskap/elemen sehingga dapat menghilangkan karakternya Sumber: Harris and Dines (1998) Tabel 5 Kriteria penilaian keaslian No Kriteria 1 Penggunaan Lahan Mengalami perubahan penggunaan lahan > 50 % 2 Elemen / Objek Lanskap 3 Aksesibilitas dan sirkulasi Kondisi lanskap/elemen dalam keadaan baik (terawat baik) Lingkungan sekitar mendukung keberadaan lanskap/elemen namun karakter tidak terlihat menonjol Kondisi lanskap/elemen dalam keadaan sangat baik (terawat sangat baik) Lingkungan sekitar dapat mendukung keberadaan lanskap/elemen dan memperkuat karakter. Skor 1 (Rendah) 2 (Sedang) 3(Tinggi) Mengalami perubahan penggunaan lahan % Elemen lanskap mengalami perubahan karakter, struktur dan elemen. Tidak mewakili karakter dan gaya masa lalu. Akses dan sirkulasi menuju elemen mengalami perubahan karakteristik Sumber: Harris and Dines (1998) Tabel 6 Kriteria penilaian keunikan No Kriteria 1 Asosiasi Kesejarahan Elemen lanskap mengalami perubahan karakter, struktur dan elemen, namun masih mewakili karakter dan gaya masa lalu Akses dan sirkulasi menuju elemen mengalami perubahan, namun masih mempertahankan karakteristiknya Tidak mengalami perubahan penggunaan lahan atau berubah < 25 % Elemen lanskap tidak mengalami perubahan karakter, sruktur, dan elemen. Sangat mewakili karakter dan gaya masa lalu. Akses dan sirkulasi menuju elemen tetap, relatif tidak mengalami perubahan dan karakteristiknya masih asli Skor 1 (Rendah) 2 (Sedang) 3 (Tinggi) Lanskap/ elemen tidak Lanskap/elemen Lanskap/elemen memiliki hubungan memiliki hubungan memiliki hubungan kesejarahan kesejarahan yang kesejarahan yang kuat 2 Integritas Karakter, struktur dan fungsi elemen tidak menyatu dan tidak harmonis dengan lingkungan sekitarnya lemah Karakter, struktur dan fungsi elemen cukup menyatu dan harmonis dengan lingkungan sekitarnya Karakter, struktur dan fungsi elemen menyatu dan harmonis dengan lingkungan sekitarnya

28 12 3 Kelangkaan Karakter dan struktur elemen bersifat umum dan dapat dijumpai di tempat lain dengan mudah serta tidak memiliki nilai sejarah 4 Kualitas Estetik Sumber: Harris and Dines (1998) Karakter dan struktur elemen tidakmemiliki estetika/gaya arsitektur yang dapat menunjukkan kekhasannya pada masa lalu Karakter dan struktur elemen bersifat khas namun dapat dijumpai di tempat-tempat tertentu dan memiliki nilai sejarah. Karakter dan struktur elemen masih memiliki estetika/gaya arsitektur yang dapat menunjukkan kekhasannya pada masa lalu Karakter dan struktur elemen bersifat khas dan jarang dijumpai di tempat-tempat lain dan memiliki nilai sejarah. Karakter dan struktur elemen memiliki estetika/gaya arsitektur yang khas pada hampir semua bagian, termasuk detail ornamennya. Informasi mengenai perubahan karakter elemen lanskap sejarah Kota Bukittinggi, perubahan aksesibilitas dan sirkulasi, serta keunikannya, diperoleh setelah melakukan survei langsung di setiap elemen lanskap kemudian dilakukan wawancara dengan narasumber untuk mengetahui kondisi dan karakter elemen pada zaman dahulu. Dari hasil itu, kemudian elemen lanskap yang terdapat di Kota Bukittinggi dapat dikelompokkan berdasarkan skor rendah, sedang dan tinggi. Tabel 7 Kriteria penilaian aspek interpretasi No Kriteria 1 Nilai Edukatif 2 Sarana dan prasarana* 3 Jalur objek interpretasi Skor 1 (Rendah) 2 (Sedang) 3(Tinggi) Objek yang nilai edukatifnya sangat rendah, contohnya: objek sejarah yang beralih fungsi atau kurang bersifat publik Tidak ada sarana dan prasarana yang ditemukan di sepanjang jalur. Jalur tidak pernah dilalui pengunjung karena objek tidak disukai pengunjung Objek yang juga mempunyai nilai edukatif, tapi lebih bersifat pasif, contohnya: tugu, monumen, patung, objek wisata yang mempunyai atraksi wisata temporal, dan lainlain. Sarana prasarana <4 jenis diatas Jalur jarang dilalui pengunjung karena kurang menyukai objek yang terdapat pada jalur Objek yang mempunyai nilai edukatif yaitu menunjukkan gambaran kegiatan manusia di masa lalu di tempat itu dan menyisakan buktibukti yang asli. Bisa mencakup teknologi, arkeologi, filosofi, adat istiadat, selera dan kegunaan sebagaimana halnya juga teknik atau bahan-bahan tertentu Sarana prasarana pada jalur setidaknya terdiri dari papan informasi, papan interpretasi, tanda petunjuk arah dan shelter Jalur sering dilalui pengunjung karena terdapat objek yang disukai Sumber : *Sharpe (1982), MBRS (2005), *Veverka (1998) dan Iqbal (2010) dengan penyesuaian

29 13 Informasi aspek interpretasi diperoleh melalui survei langsung di kawasan tempat elemen lanskap sejarah berada, kemudian dilakukan penilaian berdasarkan kesesuaian keadaan objek dengan kriteria yang telah ditetapkan. Tahap Penyajian Hasil Pada tahap ini dilakukan penyusunan data secara deskriptif dan spasial. Objek-objek bersejarah akan dipetakan dan hasil akhir penelitian berupa rekomendasi konsep pengelolaan lanskap sejarah Kota Bukittinggi dengan pengintegrasian elemen-elemen sejarah bernilai penting untuk menjadi obyekobyek wisata dengan cara pengembangan jalur interpretasi dan juga rekomendasi konsep wisata sejarah.

30 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kawasan Letak Geografis dan Batas Wilayah Secara geografis Kota Bukittinggi membentang antara ' ' BT dan antara 00 16' ' LS. Letak geografis ini cukup strategis, terutama bila dikaitkan dengan posisi sentral Kota Bukittinggi terhadap lintasan regional antar ibukota Propinsi, seperti lintasan dari Padang ke Medan, dan lintasan dari Padang ke Pekanbaru. Persimpangan lintasan antar ibukota Propinsi ini tepat berada di Kota Bukittinggi. Luas Kota Bukittinggi sendiri adalah ± 25,239 Km2 (2.523,90 ha) atau 0,06 % dari luas Propinsi Sumatera Barat. Secara administrasi Kota Bukittinggi berbatasan dengan beberapa wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Agam : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Nagari Gadut dan Kapau; Kecamatan Tilatang Kamang; Kabupaten Agam; 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Nagari Banuhampu; Kecamatan Banuhampu Sungai Pua; Kabupaten Agam; 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Nagari Sianok, Guguk, dan Koto V Gadang; Kecamatan IV Koto; Kabupaten Agam; 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Nagari Tanjung Alam, Ampang Gadang; Kecamatan IV Angkat Candung Kabupaten Agam. Wilayah administrasi Kota Bukittinggi terbagi menjadi tiga kecamatan, meliputi 24 kelurahan. Kecamatan-kecamatan yang ada di Kota Bukittinggi adalah sebagai berikut: 1. Kecamatan Guguk Panjang dengan luas areal 6,831 km2 (683,10 ha) atau 27,06 % dari total luas Kota Bukittinggi yang meliputi 7 kelurahan; 2. Kecamatan Mandiangin Koto Selayan dengan luas areal 12,156 km2 (1.215,60 ha) atau 48 % dari total luas Kota Bukittinggi yang meliputi 9 kelurahan; 3. Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh dengan luas areal 6,252 km2 (625,20 ha) atau 24,77% dari total luas Kota Bukittinggi yang meliputi 8 kelurahan. Hidrologi dan Iklim Kota Bukittinggi terletak di dalam dua Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu DAS Masanghulu yang berada di bagian Barat dan mengalir ke arah Samudera Indonesia, dan DAS Batang Agam yang mengalir ke arah bagian Timur. Kota Bukittinggi merupakan kota yang berudara sejuk, temperatur udara berkisar maksimum 24,9 derajat Celsius dan minimum 16,1 derajat Celsius. Kelembaban udara berkisar maksimum 90,8 % dan minimum 82,0 %. Tekanan udara berkisar antara 22 cm Hg - 25 cm Hg. Data curah hujan di Kota Bukittinggi menunjukkan bahwa kota ini mengalami musim penghujan pada akhir tahun. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Agustus dengan angka curah hujan sebesar 330,50 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli, yaitu sebesar 11,10 mm.

31 15 Tipologi hidrologi wilayah Bukittinggi merupakan tipologi wilayah aliran pada dataran tinggi. Mayoritas merupakan daerah hulu sungai (up stream) dengan, aliran air yang relatif deras. Selain itu kondisi kelerengan Kota Bukittinggi yang banyak membentuk aliran-aliran air (raven) menyebabkan banyak terjadi penyusupan air melalui aliran bawah tanah. Aksesibilitas dan Sirkulasi Jaringan jalan arteri yang menghubungkan kota-kota sekitar dengan Kota Bukittinggi relatif baik, sehingga pola aksesibilitas kota terhadap daerah hinterlandnya menjadi cukup tinggi. Beberapa bagian jalan yang sering mengalami kemacetan adalah karena jalan sempit dan banyak aktifitas yang terjadi di jalan tersebut. Arah sirkulasi jalan ini ada yang berupa jalan satu arah dan ada yang berupa jalan dua arah. Bagian kiri dan kanan jalan umumnya terdapat trotoar yang disediakan untuk pejalan kaki. Trotoar yang disediakan cukup lebar untuk pejalan kaki normal yakni dengan lebar 1,4 meter. Di beberapa bagian jalan trotoar ini mengalami kerusakan sehinga dapat mengurangi kenyamanan pengguna jalan. Tanah dan Topografi Kota Bukittinggi terletak pada ketinggian antara meter diatas permukaan laut. Kemiringan lahan atau lereng wilayah Kota Bukittinggi sangat bervariasi, klasifikasi topografi dapat di bagi menjadi topografi yang relatif datar, berbukit-bukit, dan terjal. Lahan yang memiliki kemiringan relatif rendah/datar di Kota Bukittinggi yaitu 74,98 % dari luas Kota Bukittinggi tersebar di seluruh wilayah kota. Lokasi lahan ini terdapat sebagian besar di Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh bagian Barat, kemudian Kecamatan Guguk Panjang bagian Barat dan Kecamatan Mandiangin Koto Selayan bagian Tengah dan Timur, keadaan lahan relatif datar dengan kemiringan lahan antara 0-15 % yaitu seluas 1.900,18 ha. Wilayah yang berbukit terletak di sekitar wilayah Kelurahan Benteng Pasar Atas, Kelurahan Campago Ipuh, Kelurahan Kubu Gulai Bancah, dan Kelurahan Pulai Anak Air Sedangkan daerah perbukitan tersebar antara bagian datar dengan landai seperti lokasi Benteng yang berada ditengah kota dan di bagian tengah sampai utara dengan kemiringan > 40 % yaitu seluas 387,05 ha yang terkenal dengan sebutan Ngarai Sianok. Struktur tanah di Kota Bukittinggi umumnya terdiri dari tufa gunung berapi, bahan Aluvial, Litosol, Podsolik, Batuan Beku, dan Batuan Endapan. Berdasarkan kemiringan lahan tersebut, kawasan yang potensial untuk pengembangan kawasan permukiman atau kegiatan fisik kota ± 74,98 % atau 1.900,18 ha dan wilayah Kota Bukittinggi. Penduduk Kota Bukittinggi Berdasarkan karakteristik distribusi penduduk tahun 2005, maka terlihat ketidakseimbangan persebaran penduduk di masing-masing kelurahan dalam wilayah Kota Bukittinggi. Tingkat kepadatan tinggi untuk standar perkotaan terlihat di beberapa kelurahan. Berdasarkan kategori kepadatan perkotaan, maka tingkat kepadatan tinggi antara jiwa/ha terdapat di kelurahan-kelurahan

32 16 Tarok Dipo, Aur Tajungkang Tangah Sawah di Kec. Guguk Panjang, sedangkan di Kec. Mandiangin Koto Selayan terdapat di Kelurahan Puhun Tembok, kemudian di Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh terdapat di Kelurahan Sapiran. Karakter kepadatan Kota Bukittinggi masih menggambarkan karakter perkembangan kepadatan kota menengah, sementara untuk wilayah-wilayah pedesaan sekitar kota masih mencerminkan pola kepadatan perdesaan. Sejarah Perkembangan Kota Bukittinggi Bukittinggi memiliki sejarah panjang dalam perkembangan kotanya. Perkembangan kota Bukittinggi ke dalam bentuk kota yang sekarang, tidak terlepas dari perkembangan latar belakang sejarah baik secara politik, ekonomi maupun sosial budaya. Terbentuknya pusat-pusat kegiatan yang ada di kawasan pusat kota saat ini juga dapat ditelusuri melalui jejak-jejak sejarahnya dalam berbagai bentuk benda cagar budaya baik fisik (Wongso, 2001). Sejarah Kota Bukittinggi ini dimulai sejak zaman Pemerintah Belanda. Pada tahun 1925/1926, Kapten Bauer mendirikan benteng diatas Bukit Jirek yang sekarang dikenal dengan benteng Fort De Kock. Sejarah kehidupan ketatanegaraan pemerintah daerah Kota Bukitttinggi pun dimulai dengan dibentuknya Gemeente Fort De Kock yang berubah menjadi Sudsgemeeente Fort De kock yang masuk dalam Staatsblad no.358 th Bukittinggi oleh Belanda selalu ditingkatkan perannya dalam ketatanegaraan, dari apa yang dinamakan Gemetelyk Resort berdasarkan Stbl tahun Belanda telah mendirikan kubu pertahanannya tahun 1825, yang sampai sekarang kubu pertahanan tersebut masih dikenal dengan Benteng " Fort De Kock ". Kota ini telah digunakan juga oleh Belanda sebagai tempat peristirahatan opsir-opsir yang berada di wilayah jajahannya di timur ini. Oleh pemerintah Jepang, Bukittinggi dijadikan sebagai pusat pengendalian Pemerintah militernya untuk kawasan Sumatera, bahkan sampai ke Singapura dan Thailand karena disini berkedudukan komandan Militer ke 25. Kemudian pada zaman pendudukan Jepang kehidupan pemerintah daerah Bukittinggi berlanjut dengan nama Bukittinggi Shi Yaku Sho, saat itu wilayah pemerintahannya lebih luas dari wilayah penjajahan Belanda disamping mencakup Kurai Lima Jorong juga meliputi nagari-nagari Sianok, Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu Taba, Bukit Batabuah (sekarang masuk wilayah Kabupaten Agam). Walikota Bukittinggi saat pemerintahan Jepang yang terakhir adalah Kolonel Sito Ochiro. Pada saat itu Bukittinggi juga merupakan tempat kedudukan Komandemen Militer se Sumatera dimana komandonya bernama Saiko Sikikan Kakka yaitu Jendral Kabaya Shi. Pada zaman perjuangan kemerdekaan RI Bukittinggi berperan sebagai kota perjuangan dari bulan Desember 1948 sampai bulan Juni 1949 Bukitttinggi ditunjuk sebagai ibukota RI setelah Yogyakarta jatuh. Pemerintah Pemerintah Penggganti (perpu) UU No.4 th menetapkan Bukittinggi sebagai ibukota propinsi Sumatera Tengah yang meliputi Sumatera Barat, Jambi dan Riau, dan sebagai Kota Besar berdasarkan UU no.9 tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom Kota Besar dalam lingkungan Propinsi Sumatera Tengah. Setelah keresidenan Sumatera Barat dikembangkan menjadi Propinsi Sumatera Barat, maka Bukittinggi ditunjuk sebagai Ibu Kota Propinsinya, semenjak tahun 1958 secara de facto Ibukota Propinsi telah pindah ke Padang

33 17 namun secara de yure barulah tahun 1978 Bukittinggi tidak lagi menjadi Ibukota Propinsi Sumatera Barat, dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1979 yang memindahkan Ibukota Propinsi Sumatera Barat ke Padang. Sekarang ini Bukittinggi berstatus sebagai kota madya Daerah Tingkat II sesuai dengan undang-undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok Pemerintah di Daerah yang telah disempurnakan dengan UU No. 22/99 menjadi Kota Bukittinggi. Seperti pada daerah perbukitan yang sekarang berfungsi sebagai Pasar Atas Bukittinggi, Jam Gadang, Benteng Fort de Kock, Istana Negara dan Kebun Binatang. Daerahdaerah ini merupakan daerah awal yang memiliki tingkat perkembangan fisikspasial yang tinggi sebagai daerah perdagangan dan akomodasi pariwisata. Perkembangan Pasar Atas Bukittinggi berawal dari kesepakatan para ninik mamak Nagari Kurai yang diadakan di bawah pohon beringin besar di Bukit Kubangan Kabau pada 1820 (Mangiang, 1988 dalam Sati, 1990). Bukit ini dinamakan dengan Bukit Tertinggi atau Bukittinggi, yang lama kelamaan berkembang menjadi suatu pasar, sehingga akhirnya diberikan nama Pasar Kurai (pasar orang Kurai) atau Pasar Atas Bukit Tinggi. Di sebelah timur terdiri dari blok-blok bangunan berjajar yang dinamakan dengan belakang pasar yang dibangun pada tahun 1917 (berdasarkan yang tertera pada salah satu bangunannya). Jalan diantara deretan blok bangunan ini dikenal dengan nama Jalan Saudagar dan Jalan Kumango, yaitu tempat menjual barang-barang kelontong. Deretan blok bangunan peninggalan Belanda ini masih bertahan sampai sekarang. Beberapa diantaranya sudah roboh dan mengalami kerusakan. Deretan bangunan los ini merupakan satu-satunya peninggalan fisik yang dapat menceritakan tentang bagaimana kejayaan / kondisi Pasar Atas Bukittinggi yang terkenal dengan sebutan Pakan Kurai Pakan Urang Agam (Pasar Kurai pasar orang Kabupaten Agam). Letak Los Saudagar berada dalam rangkaian potensi sejarah dan budaya yang ada di sekitarnya seperti Pasar Atas, Jenjang 40, Taman Jam Gadang, Gedung Istana Bung Hatta, daerah Pecinan, Kebun Binatang Kinantan, dan Benteng Fort de Kock. Potensi-potenasi ini belum termanfaatkan secara optimal guna meningkatkan kualitas fungsional dan visual dari kawasan Pasar Atas dan sekitarnya. Kota Bukittinggi sebagai Kota Pusaka dan Kota Wisata Berdasarkan undang-undang No. 11 Tahun 2010, benda cagar budaya perlu dilestarikan sebagai suatu warisan masa lalu yang memiliki nilai bagi perkembangan kehidupan masa kini dan masa yang akan datang, termasuk Kota Bukittinggi yang memiliki sejumlah Benda Cagar Budaya (BCB). Pemerintah Kota Bukttinggi dalam melindungi, melestarikan, memanfaatkan dan mengembangkan BCB ini secara umum telah ditetapkan dalan Perda No. 6 tahun 2011 tentang RTRW Kota Bukittinggi dan Peraturan Walikota Bukittinggi No. 02 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Cagar Budaya dan Peninggalan Sejarah di Kota Bukittinggi. Awal perkembangan Kota Bukittinggi dimulai di Guguak Panjang. Bangunan pemerintahan, pasar, dan tempat rekreasi dibangun berdekatan. Pada tahun 1880-an terjadi perluasan wilayah ke daerah Birugo untuk mendirikan komplek militer. seiring perkembangan waktu, dari peralihan kekuasaan ke

34 18 Pemerintah Jepang sampai zaman Pemerintahan Republik Indonesia, sejumlah bangunan didirikan, dihitung mundur 50 tahun kebelakang dari tahun 2015, maka bangunan yang didirikan pada tahun 1962 termasuk kategori Benda Cagar Budaya, dimana kemudian lokasi sebaran BCB tersebut akhirnya menjadi kawasan pusat Kota Bukittinggi. Kota Bukittinggi kemudian berkomitmen untuk ikut menata dan melestarikan benda dan warisan sejarah Kota Bukittinggi dengan ikut bekerjasama dan ikut serta dalam Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) yang difasilitasi oleh Kementerian Pekerjaan Umum yang bekerjasama dengan Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) serta Kementerian lainnya. Sementara itu berdasarkan Buku RIPPDA Kota Bukittinggi, UU No. 32 Tahun 2004, kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi dalam sektor pariwisata terbatas hanya pada promosi pariwisata. Oleh sebab itu pengelolaan objek wisata telah menjadi kewenangan Daerah Kota atau kabupaten masing-masing. Kota Bukittinggi memiliki banyak objek wisata yang menarik dan potensial untuk dipasarkan, sehingga diperlukan suatu penataan dan pengembangan objek dan daya tarik wisata, yang meliputi seluruh aspek yang berkaitan dengan pengembangan kepariwisataan Kota Bukittinggi. Identifikasi dan Analisis Karakter Lanskap Sejarah Identifikasi Karakteristik Elemen Fisik Lanskap Sejarah Kota Bukittinggi Identifikasi elemen fisik dilakukan untuk melihat kondisi fisik kawasan terutama sisa-sisa peninggalan sejarah di kawasan kota Bukittinggi. 1. Pola lanskap Kota Bukittinggi memiliki karakteristik lanskap yang menonjol pada lanskap pemukiman dan lanskap area hijau. Lanskap pemukiman di kota ini terbentuk pola cluster/sub zona, sedangkan pola lanskap area hijau berupa jalur hijau jalan dan ruang terbuka hijau (RTH). Perkembangan pola lanskapnya sendiri menyerupai pola radial. 2. Pola sirkulasi dan jaringan jalan Pola sirkulasi di kota Bukittinggi adalah pola radial kosentris dengan jenis jalan arteri dan jalan kolektif. Pola radial kosentris di sini adalah jaringan jalan yang menyerupai melingkar (ring) mengelilingi sistem pusat kota Bukittinggi sebagai titik pusat yang merupakan gabungan dari ruas Jalan Rivai, Jalan Pemuda, Jalan Perintis Kemerdekaan, dan Jalan Panorama. Sementara itu berdasarkan data daftar induk jaringan jalan Kota Bukittinggi dari Dinas Pekerjaan Umum yang termasuk klasifikasi jaringan jalan yang digunakan sebagai jalan pariwisata adalah Jalan Yos Sudarso, Jalan Benteng, Jalan Dr. Rivai, Jalan Panorama, Jalan Dr. Setia Budi, Jalan Teungku Nan Receh, Jalan Minangkabau, Jalan Cindua Mato, Jalan M. Syafei, Jalan Guru Nawawi, Jalan Batang Agam, Jalan Batang Ombili, Jalan Dipenogoro, Jalan P alan Panorama Baru, dan Jalan Tentara Pelajar. Intensitas lalu lintas di jalan-jalan tersebut tidak begitu padat, akan tetapi ada beberapa bagian jalan yang sering terjadi kemacetan dikarenakan jalan tersebut relatif sempit dan banyak aktifitas di sepanjang jalan

35 19 3. Tata ruang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bukittinggi tahun membentuk kawasan strategis kabupaten/kota sebagai wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap pertanahan dan keamanan, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan. Rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota ini merupakan rencana rinci dari rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota. Penataan ruang kawasan strategis dilakukan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi dan/atau mengoordinasikan keterpaduan pembangunan nilai strategis kawasan dalam mendukung penataan ruang wilayah. terdiri dari kawasan strategis perumahan, kawasan strategis wisata, kawasan strategis perdagangan dan jasa, dll. Berdasarkan RTRW Kota Bukittinggi , pembagian dan penjelasan lebih lanjut tentang Kawasan Strategis Kota Bukittinggi, sebagai berikut: Gambar 4 Peta tata ruang lanskap Kota Bukittinggi Sumber: BAPPEDA Kota BUkittinggi

36 20 a. Kawasan Ngarai Sianok dan Sempadan Ngarai Sianok Kawasan ini menjadi kawasan khusus karena rawan bencana longsor dan gempa bumi dengan tingkat kerawanan cukup tinggi. Kondisi ini sudah ditunjukkan oleh kejadian gempa beberapa waktu terakhir dimana longsornya Ngarai sangat membahayakan bagi kegiatan budidaya yang ada di sempadannya. Penetapan kawasan ini sebagai kawasan khusus dan strategis agar pengelolaan dan kebijakan yang diambil untuk kawasan ini dapat menjadi prioritas. b. Kawasan Jam Gadang dan sekitarnya Kawasan Jam Gadang dan sekitarnya merupakan landmark dari Kota Bukittinggi. Citra kawasan ini perlu dipertahankan sebagai upaya utama mempertahankan fungsi sebagai kota wisata. Saat in kawasan ini merupakan simpul berbagai kegiatan di Kota Bukittinggi, simpul pergerakan, serta mengemban berbagai fungsi kota utama. Dengan upaya segregasi fungsi kota, dimana beberapa fungsi utama seperti fungsi pusat perdagangan dipindahkan ke pusat primer Simpang Aur, fungsi pusat prasarana wisata dipindahkan ke kawasan Panorama Baru, sehingga citra Kota Wisata dapat difokuskan di kawasan ini. c. Kawasan Bersejarah di Koridor Jalan Sudirman dan Sekitarnya Bangunan maupun lingkungan/kawasan bersejarah merupakan salah satu potensi peninggalan sejarah yang mencirikan kota Bukittinggi. Upaya mempertahankan kawasan Kawasan Kota bersejarah di koridor Jalan Sudirman dan sekitarnya adalah untuk menjaga citra Kota Bukittinggi yang tetap memiliki nilai sejarah dan kekhasan tersendiri. d. Kawasan Pusat Pelayanan Kota Aur Kuning, Koridor By Pass, Koridor Jalan Soekarno Hatta dan Kawasan Gulai Bancah Pengembangan pusat primer baru di Daerah Simpang Aur dan Pakan Labuah merupakan upaya utama untuk menarik perkembangan kota ke arah tenggara sebagai daerah pengembangan baru perkotaan. Kawasan ini dijadikan sebagai kawasan strategis dalam upaya mendorong pertumbuhannya agar dapat lebih berperan dalam menarik perkembangan kota. Upaya ini berpengaruh secara keseluruhan ke Kota Bukittinggi karena bagian dari upaya memisahkan berbagai fungsi kota yang menumpuk di kawasan Jam Gadang dan sekitarnya, serta berpengaruh pada penyebaran kawasan pemukiman yang semakin padat di kawasan pusat kota. e. Kawasan Panorama Baru dan Sekitarnya Sebutan bagi kawasan Panorama Baru merujuk pada kawasan yang difokuskan pengembangannya untuk ruang terbuka hijau dengan taman kota dan kegiatan wisata baik sebagai objek wisata maupun sebagai kawasan sarana dan prasarana penunjang kegiatan wisata. Pengembangan kawasan ini juga dimaksudkan untuk pengembangan klaster wisata baru sebagaimana yang diamanatkan dalam RIPPDA Kota Bukittinggi, dan pengembangan kawasan strategis.

37 21 4. Struktur bangunan dan Penggunaan tapak Karakteristik bangunan yang memiliki ciri khas di kawasan wisata kota Bukittinggi adalah bangunan bergaya arsitektur minang dan kolonial. Beberapa bangunan memiliki ciri khas arsitektur china berupa ruko (rumah toko) dan terdapat tempat ibadah hindu di kawasan khusus kampuang cino''. Sebagian besar bangunan lain dengan gaya arsitektur modern dan minimalis mendominasi di kawasan pemukiman. Jarak antara bangunan dengan trotoar pada umumnya tidak begitu dekat karena adanya pekarangan dan pembatas berupa pagar. Kondisi ini dapat dikatakan cukup baik untuk kegiatan wisata dan interpretasi 5. Jenis dan Pola Vegetasi Pada umumnya sepanjang jalan di Kota Bukittinggi didominasi vegetasi peneduh dan pengarah dengan pola linear mengikuti jalan, sedangkan untuk beberapa kawasan taman akan dijumpai pula jenis vegetasi ground cover dan estetika. Selain itu untuk kawasan RTH seperti di ngarai sianok, jenis vegetasi yang ditemukan akan lebih beragam mulai dari tanaman merambat, semak, perdu, pohon sedang sampai pohon tinggi. Gambar 5 Pola Vegetasi Kota Bukittinggi 6. Elemen peninggalan sejarah dan Benda Cagar Budaya (BCB) Berdasarkan pendapataan yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bukittinggi pada tahun 2013, terdapat 42 BCB yang tersebar di Kota Bukittinggi khususnya pada kawasan Guguk Panjang. Sebagian besar bangunan yang terdata ada yang berfungsi sebagai atraksi wisata, tempat peribadatan, rumah tinggal, kantor, pertokoan, dan sekolah. Dari 42 elemen yang teridentifikasi, 28 diantaranya sudah terdata sebagai BCB. Sementara itu masih ditemukan 15 elemen yang berpotensi sebagai BCB namun belum diidentifikasi karena faktor usia yang belum melewati 50 tahun sehingga secara keseluruhan elemen peninggalan sejarah yang ditemui berjumlah 57. Hasil identifikasi lengkap dari elemen peninggalan sejarah di Kota Bukittinggi disajikan pada tabel 8 berikut.

38 22 Tabel 8 Identifikasi situs peninggalan sejarah dan status pengelolaan No Elemen lanskap Tahun didirikan 1 Taman Makam Pahlawan Masa pasca kemerdek aan Fungsi Lokasi Pengelola Taman Makam Pahlawan Mandiangin KS, Gulai Bancah, Jl. Kusuma Bhakti [f] DKP Bukittinggi - Status Cagar Budaya 2 Balai Pustaka Bung Hatta 1976 / 2000 Perpustakaa n umum dan koleksi Mandiangin KS, Gulai Bancah, Jl. Kusuma Bhakti [f] DKP Bukittinggi - 3 Makam Tuangku Syech Imam Jirek Masa colonial Makam Mandiangin KS, Kubu Gulai Bancah, Jl. Veteran [f] Masyarakat sekitar Sudah ditetapkan sebagai BCB 4 Cerobong Asap 1928 Cerobong tidak terpakai Mandiangin KS, Campago Ipuh, Jl. H. Miskin 101 B [f] DKP BUkittinggi Sudah ditetapkan sebagai BCB Keterangan [f]: letak lokasi pada Kawasan Non Strategis

39 23 Tabel 8 Identifikasi situs peninggalan sejarah dan status pengelolaan (lanjutan) No Elemen lanskap Tahun didirikan 5 Eks Akademi Perawat Masa colonial Fungsi Lokasi Pengelola Kantor pelayanan terpadu Mandiangin KS, Puhun Tembok, Jl. Veteran 96 [f] Instansi terkait - Status Cagar Budaya 6 Mesjid Surau Gadang (Masjid Jami ) 1830 Mesjid Mandiangin KS, Campago Ipuh, Jl. H. Miskin [f] Masyarakat sekitar Sudah ditetapkan sebagai BCB 7 Rumah Gadang Angku Palo 1929 Tempat tinggal Mandiangin KS, Pulau Anak Air, Jl. Manunggal Karya [f] Masyarakat sekitar Sudah ditetapkan sebagai BCB 8 Lubang Jepang Kasiak 1943 Situs peninggalan Mandiangin KS, Pulau Anak Air [f] DKP Bukittinggi - 9 Rumah Tinggal Jl. Veteran 97 Masa colonial Rumah tinggal Mandiangin KS, Kubu Gulai Bancah, Jl. Veteran [f] Pemilik Rumah - 10 Villa Merdeka 1922 Penginapan Guguk Panjang, Benteng Pasar Atas, Jl. A. Rivai 20 [f] Pemilik Rumah - Keterangan [f]: letak lokasi pada Kawasan Non Strategis

40 24 Tabel 8 Identifikasi situs peninggalan sejarah dan status pengelolaan (lanjutan) No Elemen lanskap Tahun didirikan 11 Rumah Dinas Peternakan Masa colonial Fungsi Lokasi Pengelola Rumah dinas Guguk Panjang, Kayu Kubu, Jl. A. Rivai [a] DKP Bukittinggi Status Cagar Budaya Sudah ditetapkan sebagai BCB 12 Rumah Adat Baanjuang 1935 Rumah gadang koleksi Mandiangin KS, Pulau Anak Air, Jl. Manunggal Karya [c] DKP Bukittinggi Sudah ditetapkan sebagai BCB 13 Benteng Fort de Kock 1825 Area wisata Guguk Panjang, Benteng Pasar Atas, Jl.Benteng [c] DKP Bukittinggi Sudah ditetapkan sebagai BCB 14 Jembatan Limpapeh Masa pasca kemerdek aan Jembatan Guguk Panjang, Benteng Pasar Atas, Jl. A. Yani [c] DKP Bukittinggi - 15 Rumah Tinggal Jl. Dr. A. Rivai 8 Masa colonial Rumah tinggal Guguk Panjang, Kayu Kubu, Jl. A. Rivai 8 [f] Pemilik Rumah - 16 Rumah Tinggal Jl. Dr. A. Rivai 40/48 Masa colonial Rumah tinggal Guguk Panjang, Kayu Kubu, Jl. A. Rivai 40/48 [f] Pemilik Rumah - Keterangan letak lokasi [a]: Kawasan strategis ngarai Sianok; [c]: Kawasan strategis Jam Gadang [f]: Kawasan Non Strategis

41 25 Tabel 8 Identifikasi situs peninggalan sejarah dan status pengelolaan (lanjutan) No Elemen lanskap Tahun didirikan 17 Toko Souvenir Masa colonial Fungsi Lokasi Pengelola Toko souvenir tradisional Guguk Panjang, Benteng Pasar Atas, Jl. A. Yani 85 [c] Pemilik - Status Cagar Budaya 18 Rumah Kelahiran Bung Hatta 1990 Museum Rumah Bung Hatta Guguk Panjang, Aur Tajungkang TS, Jl. Soekarno- Hatta 37 [c] DKP Bukittinggi Sudah ditetapkan sebagai BCB 19 Jenjang Jenjang Guguk Panjang, Benteng Pasar Atas, Jl. Perintis Kemerdekaan [c] DKP Bukittinggi - 20 Jembatan Aua Tajungkang 1908 Jembatan Guguk Panjang, Aur Tajungkang TS, Jl. Perintis Kemerdekaan [c] 21 Mesjid Jamik Taluak 1952 Mesjid Aur Birugo, Bingkudu [f] Tidak ada - Masyarakat sekitar 22 Lembaga Pemasyarakatan Bukittinggi Masa colonial Bangunan terbengkalai Guguk Panjang, Aur Tajungkang TS, Jl. P. Kemerdekaan [c] Masyarakat sekitar Sudah ditetapkan sebagai BCB Keterangan letak lokasi [c]: Kawasan strategis Jam Gadang [f]: Kawasan Non Strategis

42 26 Tabel 8 Identifikasi situs peninggalan sejarah dan status pengelolaan (lanjutan) No Elemen lanskap Tahun didirikan Fungsi Lokasi Pengelola 23 Los Saudagar 1858 Pasar Guguk Panjang, Benteng Pasar Atas, Jl. Kumango [c] Masyarakat sekitar Status Cagar Budaya Sudah ditetapkan sebagai BCB 24 Jam Gadang 1926 Landmark Guguk Panjang, Benteng Pasar Atas, Jl. A. Yani [c] DKP Bukittinggi Sudah ditetapkan sebagai BCB 25 Jenjang Seribu 1943 Jenjang Guguk Panjang, Kayu Kubu, Jl. Bukit Apit [a] DKP Bukittinggi - 26 Rumah Tinggal Jl. Mandiangin 38 Masa kolonial Rumah tinggal Mandiangin KS, Jl. Mandiangin No.38 [a] Pemilik Rumah - 27 Rumah Tinggal Jl. Mandiangin 22 Masa kolonial Rumah tinggal Mandiangin KS, Jl. Mandiangin No.22 [a] Pemilik Rumah - 28 Bangunan SMP 3 & SMP 4 (Eks SMP 2) 1945 SMP Guguk Panjang, Kayu Kubu, Jl. Panorama [a] Instansi terkait Sudah ditetapkan sebagai BCB

43 27 Tabel 8 Identifikasi situs peninggalan sejarah dan status pengelolaan (lanjutan) No Elemen lanskap Tahun didirikan Fungsi Lokasi Pengelola 29 Museum Tri Dharma 1947 Museum Guguk Panjang, Kayu Kubu, Jl. Panorama No.24 [a] DKP Bukittinggi - Status Cagar Budaya 30 Gua Jepang Panorama (Lobang Jepang) 1943 Objek Wisata Guguk Panjang, Bukit Cangang, Jl. Panorama [a] DKP Bukittinggi Sudah ditetapkan sebagai BCB 31 Wisma Cipta Sari Masa kolonial Rumah inap kodim Guguk Panjang, Bukit Cangang, Jl. Panorama 20 [a] DKP Bukittinggi Sudah ditetapkan sebagai BCB 32 SD Negeri 14 Bukit Cangang 1930 Sekolah Guguk Panjang, Bukit Cangang, Jl. Panorama 12A [a] Instansi terkait - 33 Wisma Anggrek Masa kolonial Rumah inap kodim Guguk Panjang, Benteng Pasar Atas, Jl. A. Yani [a] Pemilik Rumah Sudah ditetapkan sebagai BCB 34 Istana Bung Hatta 1961 Rumah tamu negara Guguk Panjang, Bukit Cangang, Jl. Istana 1 [f] DKP Bukittinggi Sudah ditetapkan sebagai BCB Keterangan letak lokasi [a]: Kawasan strategis ngarai Sianok; [f]: Kawasan Non Strategis

44 28 Tabel 8 Identifikasi situs peninggalan sejarah dan status pengelolaan (lanjutan) No Elemen lanskap 35 Tugu Pahlawan Tak Dikenal Tahun didirikan Pasca Kemerde kaan Tugu Fungsi Lokasi Pengelola Guguk Panjang, Bukit Cangang, Jl. Istana [c] DKP Bukittinggi - Status Cagar Budaya 36 Eks Bank BNI 46Bukittinggi Masa colonial Rumah Kepala Bank BNI Guguk Panjang, Benteng Pasar Atas, Jl. A. Yani 128 [a] Pemilik Sudah ditetapkan sebagai BCB 37 Toko Sulaman Silungkang Masa kolonial Tempat percetakan Guguk Panjang, Bukit Cangang, Jl. Panorama 5 [a] Pemilik - 38 Tugu Polwan Pasca Kemerde kaan Monumen Guguk Panjang, Bukit Cangang, Jl. Sudirman [f] DKP Bukittinggi - 39 Studio Foto Agam Masa kolonial Studio, Toko Guguk Panjang, Bukit Cangang, Jl. Surdirman [f] Tidak ada - 40 Bangunan SMP SMP Guguk Panjang, Bukit Cangang, Jl. Sudirman [f] Instansi terkait Sudah ditetapkan sebagai BCB Keterangan letak lokasi [a]: Kawasan strategis ngarai Sianok; [c]: Kawasan strategis Jam Gadang [f]: Kawasan Non Strategis

45 29 Tabel 8 Identifikasi situs peninggalan sejarah dan status pengelolaan (lanjutan) No Elemen lanskap 41 Rumah Bekas Kepala Stasiun Tahun didirikan Masa kolonial Fungsi Lokasi Pengelola Mess Karyawan Guguk Panjang, Tarok Dipo, Jl. Supratman [c] Tidak ada Status Cagar Budaya Sudah ditetapkan sebagai BCB 42 Hotel Centrum (Pos & Giro) 1900 Bangunan tidak terpakai Guguk Panjang, Tarok Dipo, Jl. Sudirman [f] Pemilik - 43 Gereja Katolik 1920 Gereja Guguk Panjang, Bukit Cangang, Jl. Sudirman [f] DKP Bukittinggi Sudah ditetapkan sebagai BCB 44 Rumah Keluarga Amiroeddin Masa kolonial Rumah Tinggal Guguk Panjang, Tarok Dipo, Jl. G. Nawawi [d] Pemilik Rumah - 45 Gereja Protestan 1901 Gereja Guguk Panjang, Tarok Dipo, Jl. M. Syafei 12 [d] DKP Bukittinggi Sudah ditetapkan sebagai BCB 46 Rumah Keluarga Dr. Erman Masa kolonial Rumah Sakit Madina Guguak Panjang, Tarok Dipok, Jl. M. Syafei [f] Pemilik Rumah -

46 30 Tabel 8 Identifikasi situs peninggalan sejarah dan status pengelolaan (lanjutan) No Elemen lanskap Tahun didirikan 47 Rumah Sakit Tentara 1870 Rumah Sakit Tentara Fungsi Lokasi Pengelola Guguk Panjang, Birugo, Jl. Sudirman [d] Instansi terkait - Status Cagar Budaya 48 Denzibang 5/1 Bukit Barisan 1882 Asrama perwira TNI Aur Birugo XIII, Sapiran, Jl. Sudirman [d] DKP Bukittinggi - 49 Villa Oepang-Oepang Masa kolonial Penginapan Guguk Panjang, Tarok Dipo, Jl. Sumoharjo [d] DKP Bukittinggi Sudah ditetapkan sebagai BCB 50 Komplek Kantor Kodim 03/04 Agam 1862 Kantor Kodim, Gudang, Rumah dinas Aur Birugo XIII, Sapiran, Jl. Sudirman [d] DKP Bukittinggi Sudah ditetapkan sebagai BCB 51 Tugu Peringatan Mangopoh 1908 Tugu Aur Birugo XIII, Sapiran, Jl. Sudirman [d] DKP Bukittinggi Sudah ditetapkan sebagai BCB 52 Bangunan Sekolah Rajo (SMU Negeri 2 Bukittinggi) 1873 SMA Aur Birugo XIII, Sapiran, Jl. Sudirman [d] Instansi terkait Sudah ditetapkan sebagai BCB Keterangan letak lokasi [d]: Kawasan strategis Kota Lama

47 31 Tabel 8 Identifikasi situs peninggalan sejarah dan status pengelolaan (lanjutan) No Elemen lanskap 53 Kantor Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Tahun didirikan 1856 Kantor Depdikbud Fungsi Lokasi Pengelola Aur Birugo XIII, Sapiran, Jl. Sudirman [a] Instansi terkait Status Cagar Budaya Sudah ditetapkan sebagai BCB 54 TK Bhayanghari 1872 TK Aur Birugo XIII, Sapiran, Jl. Sudirman [d] Instansi terkait - 55 Komplek Kantor Polres Agam (Polres Bukittinggi) 1872 Kantor Polres Aur Birugo XIII, Sapiran, Jl. Sudirman [d] Instansi terkait Sudah ditetapkan sebagai BCB 56 Bangunan SMP II 1945 SMP Guguk Panjang, Jl. Bung Tomo [f] Instansi terkait - 57 Batu Kurai Limo Jorong Masa kolonial Situs Aur Birugo XIII, Parit Antang, Jl. Kurai [e] Masyarakat sekitar Sudah ditetapkan sebagai BCB Keterangan letak lokasi [a]: Kawasan strategis ngarai Sianok; [d]: Kawasan strategis Kota Lama; [e]: Kawasan strategis Pusat Pelayanan Primer Baru [f]: Kawasan Non Strategis Hasil identifikasi memperlihatkan bahwa elemen-elemen peninggalan sejarah yang ada di Kota Bukittinggi sebagian besar berasal dari zaman kolonial, yaitu sejumlah 44 elemen yang ditemukan, sementara peninggalan elemen lanskap sejarah zaman jepang ditemukan sebanyak 6 elemen dan 7 elemen lainnya berasal dari zaman pasca kemerdekaan. Data ini dapat dipertimbangkan untuk menyusun tema interpretasi dalam konsep wisata sejarah.

48 32 Identifikasi Karakteristik Elemen Non Fisik Lanskap Sejarah Kota Bukittinggi 1. Kegiatan Perekonomian Bukittinggi latar belakang sejarah sebagai kawasan perniagaan, kegiatan ekonomi utama kota ini adalah perdagangan dan industri kecil. Kegiatan perdagangan yang berupa pasar terdiri dari 3 buah yaitu Pasar Atas ( m 2 ), Pasar Bawah ( m 2 ), dan Pasar Simpang Aur ( m 2 ). Skala pasar tersebut untuk pelayanan kota dan pelayanan regional. Selain pasar, untuk kegiatan perdagangan dikembangkan pula fasilitas lain berupa pertokoan yang dikonsentrasikan di jalan utama (menyatu dengan perkantoran swasta atau jasa komersial lainnya) berupa ruko (rumah toko). Sementara itu kegiatan industri yang ada saat ini di Bukittinggi adalah industri kecil rumah tangga yang umumnya tersebar di kawasan perumahan. Kegiatan industri yang menunjang kegiatan wisata Kota Bukittinggi sebagai sektor unggulan kota di antaranya adalah jenis industri kerajinan dan cinderamata. Gambar 6 Susana Pasar di Kota Bukittinggi 2. Kegiatan Tradisi dan Kebudayaan Kota Bukittinggi mempnyai kesenian, adat dan budaya yang dapat dijadikan sebagai suatu event/kegiatan kepariwisatawan. Selain menjadi daya tarik wisata,kesenian dan adat budaya setempat ini perlu dilestarikan agar keberadaanya sebagai salah satu identitas Kota Bikittinggi dapat terus diakui dan dijunjung tinggi masyarakat Kota Bukittinggi. Beberapa adat kebudayaan ini juga merupakan bagian dan bentuk peninggalan non fisik dari sejarah perkembangan lanskap Kota Bukittinggi. 1. Pagelaran Seni Tradisional Medan Nan Balinduang Pagelaran seni tradisional Bukittinggi yang diadakan di Medan Nan Balinduang, gedung pertunjukan yang terletak di Jalan Lenggogeni Kota Bukittinggi (belakang Bank BNI atau di bawah Tugu Pahlawan Tak Dikenal) ini adalah sarana bagi anak dan remaja Kota Bukittinggi dalam mengembangkan bakatnya di bidang kesenian. Pada gedung ini diadakan pertunjukan kesenian khas Minangkabau yang pertunjukannya diisi oleh beberapa kelompok kesenian yang ada di Kota Bukittinggi. Sanggar-sanggar yang mengisi pertunjukan kesenian tersebut antara lain adalah: Sanggar Puti limo Jurai; Sanggar Ganto Minang; Sanggar Gastarana; Sanggar Saayun Salangkah; dan Sanggar Sakato.

49 33 Adapun kesenian yang biasanya ditampilkan adalah; musik tradisi, musik kolaborasi atau tari tradisi. Pertunjukan diadakan setiap Sabtu Malam dengan dikenakan biaya masuk kepada para pengunjung yang hendak menonton. Kegiatan ini ramai dikunjungi oleh tamu mancanegara maupun wisatawan domestik. 2. Kegiatan Pedati Kegiatan ini merupakan kegiatan budaya multi etnis yang ada di Kota Bukittinggi dengan tujuan menyalurkan persatuan berbagai suku yang ada di Kota Bukittinggi melalui pendekatan kebudayaan. Selain itu kegiatan ini juga menampilakan atraksi budaya nusantara dan negara-negara tetangga. 3. Festival Silek Sumarak Festival ini diadakan setiap tanggal 6 Desember sampai 9 Desember tiap tahunnya di Lapang Kantin Bukittinggi dan dilanjutkan di Gedung Sporthall Ateh Ngarai Kota Bukittinggi. 4. Festival Muharam Kegiatan ini adalah kegiatan agama yang selalu dilakukan pada setiap tanggal 1 Muharam. Kegiatan ini selalu dipertahan oleh pemerintah Kota Bukittinggi sesuai dengan visi kota bukittinggi yang berlandaskan agama. 5. Peringatan Kelahiran Bung Hatta Peringatan Hari Kelahiran Bung Hatta sudah menjadi salah satu kalender resmi periwisata Bukittinggi. Kegiatan ini dilakukans secara rutin setiap 12 Agustus sejak 15 tahun yang lalu. Acara memperingati kelahiran Bung Hatta ini dilakukan dengan mengadakan sejumlah pagelaran kesenian tradisi, pembacaan puisi tentang bung hatta, lomba lukis, fototgrafi dan lain-lain. Gambar 7 Suasana peringatan kelahiran Bung Hatta di Balai Pusataka Bung Hatta 6. Peringatan Hari Jadi Kota Bukittinggi Hari jadi Kota Bukittinggi jatuh pada tanggal 22 Desember 1784 didasarkan perubahan nama pasar sebagai pusat keramaian kota yang semula bernama Bukik Kubangan Kabau (karena dahulunya tempat ini dijadikan sebagai tempat menggembala kerbau) menjadi Bukik nan Tatinggi, yang kemudian manjadi disebut Bukittinggi. Kegiatan ini adalah sebagai bentuk mengenang sejarah terbentuknya Kota Bukittinggi. 7. Pemilihan Duta Wisata Pemilihan Duta Wisata merupakan agenda tahunan Dinas Kebudayaan dan Pariwasata Kota Bukittinggi yang dimulai setiap tanggal 11 sampai 18 Mei tiap tahunnya. Dengan diadakannya acara pemilihan duta wisata ini diharapkan oleh pemerintah akan menumbuhkan minat pemuda-pemudi untuk mencintai kepariwisataan.

50 34 Analisis Nilai Signifikansi Lanskap Sejarah dan Aspek Wisata Berdasarkan hasil identifikasi diperoleh 57 elemen potensial peninggalan sejarah Kota Bukittinggi. Kemudian terdapat empat penilaian yang digunakan dalam analisis, yaitu penilaian keaslian, keunikan, kondisi fisik dan lingkungan, serta aspek interpretasi. Hasil penilaian berdasarkan observasi langsung menunjukkan bahwa elemen peninggalan sejarah yang terdapat di Kota Bukittinggi sebagian besar dalam kondisi signifikansi lanskap sejarah dan aspek wisata yang sedang, yaitu sejumlah 37 elemen. Hanya terdapat 5 elemen peninggalan sejarah yang mendapatkan hasil total signifikansi rendah dan 15 elemen lainnya memiliki hasil signifikansi yang baik. Elemen peninggalan sejarah bernilai signifikansi yang tinggi secara keseluruhan di antaranya adalah Taman Makam Pahlawan, Balai Pustaka Bung Hatta, Rumah Adat Bannjuang, Benteng Fort De Kock, Rumah Kelahiran Bung Hatta, Jam Gadang, Istana Bung Hatta, Tugu Pahlawan Tak Dikenal, Museum Tri Dharma, Gua Jepang, Rumah Sakit Tentara, Denzibang, Kantor Kodim, Tugu Peringatan Mangopoh, dan Kantor Polres Agam. Di antara elemen tersebut Taman Makam Pahlawan dan Museum Tri Dharma belum memiliki usia yang lebih dari 50 tahun sehingga belum tercatat sebagai salah satu Benda Cagar Budaya. Tabel 9 Nilai Signifikansi elemen lanskap sejarah Kota Bukittinggi No Elemen Lanskap Sejarah Total Skor Kondisi Total Skor Keaslian Total Skor Keunikan Total Skor Aspek Interpretasi Total Skor Kategori 1 Taman Makam Pahlawan Tinggi 2 Balai Pustaka Bung Hatta Tinggi 3 Makam Tuangku Syech Imam Jirek Sedang 4 Cerobong Asap Sedang 5 Eks Akademi Perawat Sedang 6 Mesjid Surau Gadang (Masjid Jami ) Sedang 7 Rumah Gadang Angku Palo Sedang 8 Lubang Jepang Kasiak Sedang 9 Rumah Tinggal Jl. Veteran Sedang 10 Villa Merdeka Sedang 11 Rumah Dinas Peternakan Sedang 12 Rumah Adat Baanjuang Tinggi 13 Benteng Fort de Kock Tinggi 14 Jembatan Limpapeh Sedang 15 Rumah Tinggal Jl. Dr. A. Rivai Sedang 16 Rumah Tinggal Jl. Dr. A. Rivai 40/ Sedang 17 Toko Souvenir Rendah 18 Rumah Kelahiran Bung Hatta Tinggi 19 Jenjang Sedang

51 35 Tabel 9 Nilai Signifikansi elemen lanskap sejarah Kota Bukittinggi (lanjutan) No Elemen Lanskap Sejarah Total Skor Kondisi Total Skor Keaslian Total Skor Keunikan Total Skor Aspek Interpretasi Total Skor Kategori 20 Jembatan Aua Tajungkang Rendah 21 Mesjid jamik Taluak Sedang 22 Lembaga Pemasyarakatan Bukittinggi Sedang 23 Los Saudagar Sedang 24 Jam Gadang Tinggi 25 Jenjang Seribu Sedang 26 Rumah Tinggal Jl. Mandiangin Sedang 27 Rumah Tinggal Jl. Mandiangin Sedang 28 Bangunan SMP 3 & SMP 4 (Eks SMP 2) Sedang 29 Museum Tri Dharma Tinggi 30 Gua Jepang Panorama (Lobang Jepang) Tinggi 31 Wisma Cipta Sari Sedang 32 SD Negeri 14 Bukit Cangang Sedang 33 Wisma Anggrek Sedang 34 Istana Bung Hatta Tinggi 35 Tugu Pahlawan Tak Dikenal Tinggi 36 Eks Bank BNI 46 Bukittinggi Rendah 37 Toko Sulaman Silungkang Rendah 38 Tugu Polwan Sedang 39 Studio Foto Agam Sedang 40 Bangunan SMP Sedang 41 Rumah Bekas Kepala Stasiun Sedang 42 Hotel Centrum (Pos & Giro) Sedang 43 Gereja Katolik Sedang 44 Rumah Keluarga Amiroeddin Sedang 45 Gereja Protestan Sedang 46 Rumah Keluarga Dr. Erman Rendah 47 Rumah Sakit Tentara Tinggi 48 Denzibang 5/1 Bukit Barisan Tinggi 49 Villa Oepang-Oepang Sedang 50 Komplek Kantor Kodim 03/04 Agam Tinggi 51 Tugu Peringatan Mangopoh Tinggi 52 Bangunan Sekolah Rajo (SMU Negeri 2 Bukittinggi) Sedang 53 Bangunan Kantor Depdikbud (Bangunan Kantor Disdikpora Kota Bukittinggi) Sedang

52 36 Tabel 9 Nilai Signifikansi elemen lanskap sejarah Kota Bukittinggi (lanjutan) No Elemen Lanskap Sejarah Total Skor Kondisi Total Skor Keaslian Total Skor Keunikan Total Skor Aspek Interpretasi Total Skor Kategori 54 TK Bhayanghari Sedang 55 Komplek Kantor Polres Agam (Polres Bukittinggi) Tinggi 56 Bangunan SMP II Sedang 57 Batu Kurai Limo Jorong Sedang Keterangan: 0-19: rendah; 20-28: sedang; 29-36: tinggi Cultural Map Hasil klasifikasi berdasarkan penilaian elemen-elemen lanskap sejarah tersebut menghasilkan susunan suatu cultural map atau peta budaya lanskap Kota Bukittinggi yang memuat informasi persebaran objek-objek lanskap sejarah. Berdasarkan hasil mapping pda gambar 7 terlihat bahwa sebagian besar lokasi benda cagar budaya terdapat di sekitar sistem pusat pelayanan kota, yaitu kawasan Jam Gadang, sementara situs-situs lainnya tersebar di kawasan kota lama dan kawasan pemukiman. Penitikan keberadaan elemen lanskap sejarah berdasarkan kategori hasil penilaian dibedakan dengan warna hijau untuk kategori tinggi, warna biru untuk kategori sedang dan warna merah untuk kategori rendah. Elemen peninggalan sejarah dalam kondisi sedang sampai sangat tidak baik umumnya terletak pada daerah pemukiman tanpa adanya tanda interpretasi sehingga luput dari perhatian masyarakat terutama pengunjung. Elemen-elemen peninggalan sejarah yang berada di kawasan strategis ngarai sianok/ kawasan bencana terdapat sejumlah 13 elemen. Situs dan Bangunan Cagar Budaya yang terdapat di kawasan ini perlu mendapat pengawasan dan perlindungan yang khusus. Kawasan strategis Jam Gadang memiliki total 11 elemen lanskap sejarah. Kawsan strategis ini akan diarahkan untuk pengembangan wisata sehingga elemen-elemen tersebut perlu dioptimalkan fungsi atraksi wisatanya terutama untuk kegiatan interpretasi. Elemen lanksap sejarah yang memiliki nilai signifikansi rendah di kawasan ini yaitu peninggalan toko souvenir dan jembatan aua tajungkng perlu mendapatkan tindakan revitalisasi untuk menguatkan kembali karakter lanskapnya. Selanjutnya kawasan strategis Kota Lama yang akan diarahkan untuk pengembangan potensi peninggalan sejarah memiliki 9 elemen peninggalan elemen sejarah sementara kawasan non strategis memiliki 23 elemen peninggalan sejarah. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, rencana pola ruang kawasan non strategis perlu untuk dikembangkan seperti halnya kawasan strategis Kota Lama. Elemen-elemen peninggalan sejarah yang terdapat pada kawasan ini pada umumnya berasal dari kronologi yang sama sebagai peninggalan pembangunan kawasan pertahanan militer dan adminitrasi tata kota pada zaman belanda sehingga memiliki nilai unity yang kuat. Beberapa bangunan telah mengalami pengalihan fungi dan tanpa adanya tanda/signage di antaranya adalah Rumah bekas Kepala Stasiun dan Rumah Kelurga Dr. Eman. Kedua elemen ini perlu dilakukan tindakan revitalisasi intensif untuk mengembalikan karakter lanskapnya.

53 Gambar 8 Cultural Map Kota Bukittinggi diolah dari: BAPPEDA Kota Bukittinggi 37

54 38 Analisis Persepsi Masyarakat dan Pengunjung sekitar Kawasan Masyarakat merupakan komponen penting yang harus dipertimbangkan dalam kegiatan pelestarian dan pengelolaan lanskap bersejarah. Penilaian terhadap pentingnya keberadaan lanskap sejarah kota Bukittinggi dilakukan berdasarkan persepsi masyarakat dengan menggunakan metode. Penilaian persepsi dilakukan terhadap 4 aspek yaitu aspek aset Kota Pusaka, aspek penguatan karakter lanskap sejarah, aspek wisata sejarah, dan aspek interpretasi sejarah. Wawancara terhadap masyarakat dan pengunjung ini dilakukan untuk dapat mengetahui persepsi dan keinginan mereka mengenai lanskap sejarah Kota Bukittinggi. Jumah responden yang dipilih untuk menjawab kuisioner adalah sejumlah 30 orang dari kelompok masyarakat yang bermukim di Kota Bukittinggi dan 30 orang dari kelompok pengunjung yang berwisata di Kota Bukittinggi, sehingga jumlah keseluruhan responden adalah 60 orang. Responden yang terdiri dari masyarakat Kota Bukittinggi dan pengunjung terdiri dari 30 laki-laki dan 30 perempuan. Sebanyak 17 orang dengan kategori umur tahun, 24 orang dengan kategori umur 21-30, 11 orang dengan kategori umur dan 8 orang dengan kategori umur Umumnya responden masih pelajar dan mahasiswa sebanyak 31 orang, selain itu koreponden yang telah bekerja sebagai guru, dosen dan peneliti terdiri dari 5 orang. Responden yang bekerja sebagai pegawai, freelance dan magang sebanyak 11, sementara pemilik usaha dan swasta sebanyak 10 orang. Selain itu 2 orang responden berstatus PNS dan 1 orang responden sebagai Ibu Rumah Tangga. Pendidikan terakhir para responden rata-rata adalah lulusan SMP sebanyak 14 orang, lulusan SMA sebanyak 14 orang, 12 orang lulusan SMK, 3 orang lulusan D3 dan sebanyak 14 orang lulusan sarjana. Hasil kuisioner mengenai pengetahuan masyarakat dan pengunjung tentang istilah cagar budaya terbilang kurang karena hanya sampai 40% yang mengetahui istilah tersebut sementara 48% lainnya ragu-ragu dan 12% lainnya sama sekali tidak tahu. Hal ini dikarenakan meski masyarakat Kota Bukittinggi telah familiar dan erat dengan berbagai adat dan kebudayaan namun untuk istilah cagar budaya sendiri masih terdengar asing untuk sebagian masyarakat. Selanjutnya hasil kuisioner untuk pengetahuan masyarakat dan pengunjung mengenai sejarah Kota Bukittinggi juga dapat dikatakan kurang, yaitu sebanyak 32% menjawab tahu, 38% lainnya ragu-ragu dan 30% menjawab tidak tahu. Akan tetapi setelah diberi pengertian mengenai arti cagar budaya, pengetahuan masyarakat dan pengunjung mengenai cagar wisata yang menjadi objek wisata menunjukkan sebanyak 59% responden tahu dan dapat menyebutkan beberapa contoh objek wisata tersebut, sementara 34% lainnya ragu-ragu dan 7% responden menyatakan tidak tahu. Adapun pengetahuan para responden mengenai penetapan Kota Bukittinggi sebagai Kota Pusaka, sebanyak 62% telah mengetahui hal tersebut, 20% responden menyatakan ragu-ragu dan 18% lainnya tidak tahu.

55 39 Gambar 9 Diagram aspek pengetahuan masyarakat dan pengunjung Selanjutnya untuk aspek pengelolaan, yang ditunjukkan pada Gambar 9, hasil mayoritas pilihan masyarakat dan pengunjung pada kondisi pengelolaan yang ada sat ini adalah 41% untuk sedang dan 32% memilih baik. Responden pada umumnya memilih bentuk pemanfaatan lanskap sejarah sebagai objek wisata sebanyak 21, 35% dan dimanfaatkan sesuai fungsi aslinya sebanyak 20, 3%. Hasil mayoritas untuk pemanfaatan sebagai objek wisata ini diiringi dengan hasil sangat pentingnya mengetahui sejarah setiap peninggalan sejarah tersebut sebanyak 60%. Responden juga menyatakan bahwa pertanggung-jawaban pengelolaan berada pada pihak pemerintah sebanyak 65%, masyarakat 20,33% dan swasta sebanyak 3% dengan menjelaskan bahwa ketiga pihak ini sebaiknya saling bekerja-sama.

56 40 Gambar 10 Diagram aspek pengelolaan lanskap sejarah Hasil kuisioner untuk aspek wisata sejarah dan interpretasi menunjukkan bahwa responden pada umumnya bertujuan ke Bukittinggi untuk wisata Karena daya Ttrik utama yang dimilikinya yaitu pemandangan alam, baru kemudian nilai sejarah yang terdapat di Kota Bukittinggi. Responden sebanyak 67% menyatakan berminat jika di Kota Bukittinggi diterapkan program wisata sejarah. Hasil rinci dari aspek ini dapat dilihat pada Gambar 10. Pada umumnya, sumber pengetahuan sejarah yang dimiliki responden berasal dari sekolah, keluarga dan media elektronik. Responden menyatakan mereka memilih papan interpretasi sebagai media paling efisien untuk memperoleh informasi sejarah dari suatu objek peninggalan sejarah. Hasil mayoritas kedua adalah media interpretasi berupa brosur dan pamflet, untuk memperoleh informasi yang lebih detail. Selanjutnya untuk keadaan kondisi fasilitas wisata yang tersedia di kawasan wisata Kota Bukittinggi, sebanyak 50% responden memilih cukup lengkap dan 36 % kurang lengkap. Responden menambahkan bahwa fasilitas berupa tanda petunjuk dan media interpretasi sebaiknya lebih dilengkapi lagi. Selain itu fasilitas wisata dan utilitas yang diperlukan pengunjung masih belum dikelola dengan baik karena masih adanya tindakan vandalism. Hasil rinci dari aspek interpretasi ini dapat dilihat pada Gambar 11.

57 41 Gambar 11 Diagram aspek Wisata Sejarah Gambar 12 Diagram aspek interpretasi

58 42 Kebijakan Pengelolaan dan Program yang Sudah Dilaksanakan Keikutsertaan Kota Bukittinggi sebagai anggota jaringan Kota Pusaka Indonesia mulai tahun 2013 telah menetapkan visi yang akan diwujudkan, yaitu Terwujudnya Tata Kelola dan Pemeliharaan Cagar Budaya Sebagai Penunjang Kepariwisataan Kota Bukittinggi. Untuk mewujudkan visi tersebut, ada 3 misi yang akan dilakukan dan ingin dicapai yaitu: 1. Menginventarisasi dan identifikasi peninggalan sejarah, benda cagar budaya dan kekayaan budaya lainnya yang lengkap, valid dan otentik; 2. Memelihara benda cagar budaya dengan rehabilitasi, revitalisasi ataupun restorasi; 3. Mempromosikan keunggulan benda cagar budaya, peninggalan sejarah dan kekayaan budaya lainnya. Dalam melaksanakan kegiatan Program Pembangunan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) Bukittinggi ini, berpedoman ketentuan atau dasar Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Adapun kebijakan sehubungan dengan P3KP Kota Pusaka Bukittinggi adalah: 1. Penelusuran dokumen dan bukti sejarah; 2. Pelestarian kawasan lindung dimana letak aset pusaka berada; 3. Perlindungan terhadap Kota Pusaka dalam rangka konservasi warisan budaya; 4. Sosialisasi arti penting aset pusaka, sehingga dapat dipromosikan sebagai objek tujuan wisata pusaka, sebagai alternatif lain dari tujuan wisata yang sudah dikenal sebelumnya. Pelaksanaan kebijakan ini masih minim untuk sosialisasi arti penting asset pusaka, sehingga kendala pengelolaan yang umum ditemui di lapang adalah kurangnya partisipasi dan pengawasan masyarakat dan pengunjung untuk turut menjaga kelestarian elemen peninggalan sejarah yang ada. Sementara itu untuk penulusuran dokumen dan bukti sejarah masih harus dilanjutkan Karena masih ada beberapa elemen peningalan sejarah yang tidak tercatat dalam dokumentasi benda cagar budaya yang dimiliki Kota Bukittinggi. Aset pusaka yang dimaksud dalam kebijakan tersebut termasuk untuk elemen peninggalan sejarah non fisik. Beberapa kegiatan kebudayaan yang bersifat rutin telah berada dalam pengawasan dan bimbingan Dinas Pariwisata Kota Bukittinggi.

59 43 Rekomendasi Tindakan Pengelolaan Lanskap Sejarah untuk Wisata Interpretasi Sejarah Rekomendasi Strategi Umum Pelestarian Lanskap Sejarah Berdasarkan hasil analisis dari nilai signifikansi sejarah, diperlukan suatu rancangan rekomendasi pengelolaan lanskap sejarah Kota Bukittinggi untuk wisata interpretasi sejarah. Untuk lanskap sejarah Kota Bukittinggi diperlukan tindakan pengelolaan sesuai dengan kekurangan pada penilaian masing-masing karakteristik lanskap sejarah. Elemen-elemen lanskap sejarah dengan kategori tinggi dipertahankan keberadaan fisik dan nilainya dengan konsep preservasi. Sementara itu elemen lanskap sejarah berkategori sedang diberikan tindakan konservasi. Nilai sedang didapatkan karena masih adanya kekurangan dalam hal integrasi sejarah, keaslian, dan ada tidak adanya fasilitas interpretasi di kawasan tepat elemen lanskap sejarah tersebut. Selanjutnya konsep rehabilitasi diterapkan untuk peninggalanpeninggalan sejarah yang sudah benar-benar tidak terawat dan kehilangan karakteristik aslinya. Seluruh peninggalan sejarah ini sebagai objek interpretasi dapat dimanfaatkan sebagi pengetahuan bagi pengunjung untuk mengetahui kronologi peristiwa yang pernah terjadi di Kota Bukittinggi pada masa lampau. Tabel 10 Tindakan pelestarian elemen lanskap sejarah Kota Bukittinggi No Pendekatan Elemen/objek lanskap sejarah Keterangan 1 Preservasi Denzibang 5/1 Bukit Barisan Komplek Kantor Kodim 03/04 Agam Tugu Peringatan Mangopoh Bangunan SMP 1 Istana Bung Hatta Jam Gadang Gua Jepang Panorama (Lobang Jepang) Benteng Fort de Kock Rumah Kelahiran Bung Hatta Balai Pustaka Bung Hatta Taman Makam Pahlawan Rumah Adat Baanjuang Museum Tri Dharma Tugu Pahlawan Tak Dikenal Rumah Sakit Tentara Elemen/objek berupa komplek kantor, tugu dan bangunan peninggalan sejarah dimana keadaan tapak tetap dipertahankan seperti kondisi awal tanpa melakukan penambahan maupun merusaknya. Peninggalan berupa makam memiliki nilai kesakralan yang tinggi serta fungsinya pun sama sehingga kondisi awal tetap dipertahankan, meminimalisir perusakan serta melakukan pemeliharaan yang intensif sehingga karakteristik nya pun masih terjaga dengan baik dan tetap bernilai filosofis tinggi

60 44 Tabel 10 Tindakan pelestarian elemen lanskap sejarah Kota Bukittinggi (lanjutan) No Pendekatan Elemen/objek lanskap sejarah Keterangan 2 Konservasi Bangunan Sekolah Rajo (SMU Negeri 2 Bukittinggi) Bangunan Kantor Depdikbud (Bangunan Kantor Disdikpora Kota Bukittinggi) Bangunan SMP 1 Gereja Katolik Rumah Bekas Kepala Stasiun Gereja Protestan Villa Oepang-Oepang Studio Foto Agam Hotel Centrum (Pos & Giro) SD Negeri 14 Bukit Cangang Wisma Anggrek Wisma Cipta Sari Rumah Keluarga Amiroeddin Villa Merdeka Rumah Dinas Peternakan Makam Tuangku Syech Imam Jirek Eks Akademi Perawat Bangunan SMP 3 & SMP 4 (Eks SMP 2) Cerobong Asap Mesjid Surau Gadang (Masjid Jami ) Rumah Gadang Angku Palo Lembaga Pemasyarakatan Bukittinggi Batu Kurai Limo Jorong Jembatan Limpapeh Jenjang Seribu Jembatan Aua Tajungkang Tugu Polwan Los Saudagar Bangunan SMP II Lubang Jepang Kasiak Mesjid jamik Taluak TK Bhayanghari Rumah Tinggal Jl. Mandiangin 22 Rumah Tinggal Jl. Mandiangin 38 Rumah Tinggal Jl. Veteran 97 Rumah Tinggal Jl. Dr. A. Rivai 8 Rumah Tinggal Jl. Dr. A. Rivai 40/48 Karakteristik situs dipertahankan dengan menonjolkan nilai-nilai kesejarahan sebagai nilai khas namun tetap melibatkan sedikit penambahan dan pengurangan dengan campur tangan manusia sebagai salah satu upaya untuk mencegah bertambahnya kerusakan Pemberian identitas penanda situs sejarah untuk membentuk karakter sejarah sehingga terjaga kelestariannya Karakteristik situs yang terletak berdekatan dalam satu kecamatan yang mempunyai keterkaitan/hubungan antar situs cukup tinggi dipertahankan dengan menyesuaikan kondisi sekitar tanpa menghilangkan nilainilai sejarahnya 3 Rehablitasi Toko Sulaman Silungkang Toko Souvenir Eks Bank BNI 46 Bukittinggi Jembatan Aua Tajungkang Rumah Keluarga Dr. Erman Perbaikan lanskap ke arah standar modern tetapi tetap mempertahankan karakter sejarah dengan cara menjadikan rumah model kolonial yang masih tersisa ini sebagai representasi rumah peninggalan belanda

61 45 Rekomendasi Konsep Awal Wisata Interpretasi Sejarah Lanskap sejarah Kota Bukittinggi terbentuk dari berbagai peristiwa sejarah yang terjadi di masa lampau yang saling berkaitan begitu juga dengan peninggalan sejarahnya. Kesatuan elemen lanskap sejarah yang ada ini perlu diperkuat dengan suatu konsep pengelolaan yang menyatukan karakter lanskap tersebut melalui program wisata interpretasi sejarah. Gambar 12 menunjukkan peta konsep wisata interpretasi sejarah untuk Kota Bukittinggi. Gambar 13 Peta konsep wisata interpretasi sejarah Kota Bukittinggi

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pusat Kota Banda Aceh yang berada di Kecamatan Baiturrahman, tepatnya mencakup tiga kampung, yaitu Kampung Baru,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 16 III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Empang yang secara administratif masuk dalam wilayah Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Propinsi Jawa

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Sumber : BAPEDDA Surakarta

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Sumber : BAPEDDA Surakarta 11 BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian mengenai pengaruh konsep lanskap Keraton terhadap lanskap Kota ini dilakukan pada kawasan Keraton Kesunanan dan kawasan Kota. Peta lokasi penelitian

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 2 Peta lokasi studi 15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah 2.2 Kriteria Lanskap Sejarah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah 2.2 Kriteria Lanskap Sejarah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah Lanskap adalah suatu bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat dinikmati keberadaannya melalui seluruh indera yang dimiliki manusia (Simonds

Lebih terperinci

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian. III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Perkampungan Portugis Kampung Tugu Jakarta Utara Lanskap Sejarah Aspek Wisata Kondisi Lanskap: - Kondisi fisik alami - Pola Pemukiman - Elemen bersejarah - Pola RTH

Lebih terperinci

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus 30 KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Wilayah perencanaan situs Candi Muara Takus terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jarak kompleks candi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 33 METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian mengenai Rencana Penataan Lanskap Kompleks Candi Muara Takus sebagai Kawasan Wisata Sejarah dilakukan di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar,

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 3. Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. Gambar 3. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi mengenai perencanaan lanskap jalur interpretasi wisata sejarah budaya ini dilakukan di Kota Surakarta, tepatnya di kawasan Jalan Slamet Riyadi. Studi ini dilaksanakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah Lanskap merupakan bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter lanskap tersebut menyatu secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah Lanskap sejarah (historical landscape) menurut Harris dan Dines (1988), dapat dinyatakan sebagai suatu bentukan lanskap pada masa lalu yang terdiri dari bukti-bukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata Indonesia merupakan salah satu sektor yang mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata Indonesia merupakan salah satu sektor yang mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata Indonesia merupakan salah satu sektor yang mempengaruhi perekonomian masyarakatnya. Tidak heran jika dewasa ini banyak masyarakat bersikap positif untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada Agustus Oktober 2010, mencakup pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah dan Budaya Lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indra manusia. Semakin jelas harmonisasi dan

Lebih terperinci

Gambar 1 Lokasi penelitian.

Gambar 1 Lokasi penelitian. 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Perencanaan tapak ini dilaksanakan di KHDTK Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2012. Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-undang Republik Indonesia No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dan bersifat multidimensi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuesioner Persepsi Masyarakat di Dalam Kawasan Empang LEMBAR KUESIONER

Lampiran 1. Kuesioner Persepsi Masyarakat di Dalam Kawasan Empang LEMBAR KUESIONER LAMPIRAN 111 112 Lampiran 1. Kuesioner Persepsi Masyarakat di Dalam Kawasan Empang LEMBAR KUESIONER Dengan Hormat, saya memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari dalam membantu pengumpulan data penelitian

Lebih terperinci

V. KONSEP PENGEMBANGAN

V. KONSEP PENGEMBANGAN 84 V. KONSEP PENGEMBANGAN 5.1. Pengembangan Wisata Sebagaimana telah tercantum dalam Perda Provinsi DI Yogyakarta No 11 tahun 2005 tentang pengelolaan Kawasan Cagar Budaya (KCB) dan Benda Cagar Budaya

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 15 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Studi ini dilakukan di Kecamatan Kebayoran Baru, Kotamadya Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Survei pendahuluan tapak dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terdiri dari 5 pulau besar serta banyak pulapu-pulau kecil di sekitarnya. Yang terbagi menjadi 34 provinsi dan 511 kabupaten/kota

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta) BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Budaya Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi

BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi 10 BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi Penelitian mengenai perencanaan lanskap ini dilakukan di kawasan bersejarah Komplek Candi Gedong Songo,, Kecamatan Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah. Peta,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu

BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu 15 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Situ Gintung, Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten (Gambar 1). Penelitian

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK Oleh : Dina Dwi Wahyuni A 34201030 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di kawasan Kampung Setu Babakan-Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa-Kotamadya Jakarta Selatan (Gambar 6), dengan luas kawasan ± 165 ha, meliputi

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG MUTIARA SANI A

PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG MUTIARA SANI A PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG MUTIARA SANI A34203015 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kawasan Kota Tua merupakan salah satu kawasan potensial di Kota Padang. Kawasan ini memiliki posisi yang strategis, nilai sejarah yang vital, budaya yang beragam, corak

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Budaya

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Budaya 21 TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Budaya Simonds (1983) mendefinisikan lanskap sebagai suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merapi, Singgalang, dan Sago menjadi daya tarik Kota Bukittinggi. Kota yang

BAB I PENDAHULUAN. Merapi, Singgalang, dan Sago menjadi daya tarik Kota Bukittinggi. Kota yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bukittinggi merupakan kota dengan julukan Kota Wisata di Indonesia yang terletak di Provinsi Sumatera Barat. Topografi kota yang berbukit dan berlembah dengan panorama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL Proyek yang direncanakan dalam Studio Konsep Perancangan Arsitektur (SKPA) berjudul Boyolali Historical Park sebagai Pengembangan Taman Sonokridanggo. Maksud dari

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata 6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Pariwisata merupakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pariwisata sekarang sudah merupakan suatu tuntutan hidup dalam zaman modern ini. Permintaan orang-orang untuk melakukan perjalanan wisata, dari tahun ke tahun terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. Dimana pada masa perkembangan peradaban kota badan air merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Berlakunya Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, memiliki implikasi yang sangat luas dan menyeluruh dalam kebijaksanaan dan pengelolaan daerah. Wilayah

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh : Misbakhul Munir Zain 3506100055 Program Studi Teknik Geomatika ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 Email

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. tantangan pembangunan kota yang harus diatasi. Perkembangan kondisi Kota

BAB II KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. tantangan pembangunan kota yang harus diatasi. Perkembangan kondisi Kota BAB II KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Pemerintah Kota Medan Gambaran umum kondisi kota Medan memuat perkembangan kondisi Kota Medan sampai saat ini, capaian hasil pembangunan kota sebelumnya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

KAWASAN STRATEGISS KOTA BUKITTINGGI

KAWASAN STRATEGISS KOTA BUKITTINGGI K A W A S A N S T R A T E G I S K O T A B U K I T T I N G G I 5. BAB 5 KAWASAN STRATEGIS Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang cukup luas dengan penduduk yang beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1 Peta lokasi penelitian

III. METODOLOGI. Gambar 1 Peta lokasi penelitian 16 III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Studi mengenai Perencanaan Jalur Hijau Jalan sebagai Identitas Kota Banjarnegara dilakukan di jalan utama Kota Banjarnegara yang terdiri dari empat segmen,

Lebih terperinci

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 8 suatu lanskap budaya adalah metode Cultural Heritage Landscape Assessment yang mengacu pada metode penilaian Heritage Victoria Landscape Assessment. Metode ini digunakan untuk menilai signifikansi lanskap

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah Lanskap sejarah (historical landscape) menurut Harris dan Dines (1988), secara sederhana dapat dinyatakan sebagai bentukan lanskap tempo dulu (landscape of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut yang saling berinteraksi sehingga

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, dimulai bulan Februari 2011 hingga bulan Juni 2011 di Sentra Produksi Rambutan Gedongjetis, Tulung, Klaten (Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau peristiwa yang terjadi di muka bumi yang timbul dari aktifitas manusia untuk memenuhi kebutuhannya,

Lebih terperinci

meningkat. Banjir dapat terjadi karena peluapan air yang berlebihan di suatu tempat akibat hujan deras, peluapan air sungai, atau pecahnya bendungan

meningkat. Banjir dapat terjadi karena peluapan air yang berlebihan di suatu tempat akibat hujan deras, peluapan air sungai, atau pecahnya bendungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia, baik

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. perancangan merupakan paparan deskriptif mengenai langkah-langkah di dalam

BAB III METODE PERANCANGAN. perancangan merupakan paparan deskriptif mengenai langkah-langkah di dalam BAB III METODE PERANCANGAN Merancang sebuah Griya Seni dan Budaya Terakota sesuai dengan konsep dan teori yang diinginkan tidak terlepas dari metode perancangan. Metode perancangan merupakan paparan deskriptif

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata

BAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata saat ini menjadi sebuah kebutuhan bagi berbagai elemen masyarakat. Pariwisata dalam UU NOMOR

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

VII. RENCANA TAPAK. Tabel 15. Matriks Rencana Pembagian Ruang, Jenis Aktivitas dan Fasilitas (Chiara dan Koppelman, 1990 dan Akmal, 2004)

VII. RENCANA TAPAK. Tabel 15. Matriks Rencana Pembagian Ruang, Jenis Aktivitas dan Fasilitas (Chiara dan Koppelman, 1990 dan Akmal, 2004) VII. RENCANA TAPAK Tahap perencanaan ini adalah pengembangan dari konsep menjadi rencana yang dapat mengakomodasi aktivitas, fungsi, dan fasilitas bagi pengguna dan juga makhluk hidup yang lain (vegetasi

Lebih terperinci

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN ARSYAD KHRISNA A44052252. Kajian Pencahayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang terus membenahi dirinya melalui pembangunan di segala bidang agar dapat menjadi negara yang makmur setara dengan negara-negara maju

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.

Lebih terperinci

KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI

KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 RINGKASAN INDAH CAHYA IRIANTI. A44050251.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang

BAB IV ANALISIS. 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang BAB IV ANALISIS 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang Skema 1 : Organisasi ruang museum Keterkaitan atau hubungan ruang-ruang yang berada dalam perancangan museum kereta api Soreang dapat dilihat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

Gambar 4. Lokasi Penelitian

Gambar 4. Lokasi Penelitian 19 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama sembilan minggu, mulai akhir bulan Februari 2011 sampai dengan April 2011. Kegiatan penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Studi

Gambar 2. Lokasi Studi 17 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi Studi Studi ini berlokasi di Kawasan Sungai Kelayan di Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan. Sungai Kelayan terletak di Kecamatan Banjarmasin Selatan (Gambar 2).

Lebih terperinci

Bukittinggi Hotel Last Updated Sunday, 11 December 2011

Bukittinggi Hotel Last Updated Sunday, 11 December 2011 Last Updated Sunday, 11 December 2011 Bukittinggi terletak ditengahtengah Propinsi Sumatera Barat dengan ketinggian 941 meter diatas permukaan laut. Suhu udara sejuk berkisar 17 C sampai 25 C. berbukit

Lebih terperinci

BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI

BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI Bab ini memberikan arahan dan rekomendasi berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada kawasan studi, dengan membawa visi peningkatan citra Kawasan Tugu Khatulistiwa

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

METODOLOGI. Peta Jawa Barat. Peta Purwakarta Peta Grama Tirta Jatiluhur. Gambar 2. Peta lokasi penelitian, Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur

METODOLOGI. Peta Jawa Barat. Peta Purwakarta Peta Grama Tirta Jatiluhur. Gambar 2. Peta lokasi penelitian, Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur 16 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kawasan Grama Tirta Jatiluhur, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat (Gambar 2 dan 3). Penelitian berlangsung

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERANCANGAN. khas, serta banyaknya kelelawar yang menghuni gua, menjadi ciri khas dari obyek

BAB 3 METODE PERANCANGAN. khas, serta banyaknya kelelawar yang menghuni gua, menjadi ciri khas dari obyek BAB 3 METODE PERANCANGAN 3.1 Ide perancangan Gua Lowo merupakan obyek wisata alam yang berada di pegunungan dengan dikelilingi hutan jati yang luas. Udara yang sejuk dengan aroma jati yang khas, serta

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BUMI PERKEMAHAN PENGGARON KABUPATEN SEMARANG

PENGEMBANGAN BUMI PERKEMAHAN PENGGARON KABUPATEN SEMARANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata adalah kegiatan seseorang dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan perbedaan waktu kunjungan dan motivasi kunjungan. Menurut Pendit

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN. KotaPontianak.Jurnal Lanskap Indonesia Vol 2 No

1BAB I PENDAHULUAN. KotaPontianak.Jurnal Lanskap Indonesia Vol 2 No 1BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Pontianak sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Barat memiliki karakter kota yang sangat unik dan jarang sekali dijumpai pada kota-kota lain. Kota yang mendapat

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 6 Peta lokasi penelitian. Sumber: www. wikimapia.com 2010 dan BB Litbang Sumber Daya Lahan, 2008.

METODOLOGI. Gambar 6 Peta lokasi penelitian. Sumber: www. wikimapia.com 2010 dan BB Litbang Sumber Daya Lahan, 2008. METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian berlokasi di Yayasan Pengembangan Insan Pertanian Indonesia (YAPIPI) yang secara administratif berlokasi di Kp. Bojongsari RT 03 RW 05 Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TABEL 1.1 JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA DAN NUSANTARA KE OBJEK WISATA KOTA BANDUNG Jumlah. Jumlah Tahun.

BAB I PENDAHULUAN. TABEL 1.1 JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA DAN NUSANTARA KE OBJEK WISATA KOTA BANDUNG Jumlah. Jumlah Tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemerintah sudah mencanangkan bahwa pariwisata harus menjadi andalan pembangunan Indonesia. Keputusan Presiden (Keppres) No. 38 Tahun 2005, mengamanatkan

Lebih terperinci

HILLSIDE HOTEL DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular

HILLSIDE HOTEL DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR HILLSIDE HOTEL DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan di Indonesia tahun terakhir ini makin terus digalakkan dan ditingkatkan dengan sasaran sebagai salah satu sumber devisa andalan di samping

Lebih terperinci

2015 PENGARUH PENYAMPAIAN PEOPLE,PHYSICAL EVID ENCE D AN PROCESS TERHAD AP KEPUTUSAN BERKUNJUNG

2015 PENGARUH PENYAMPAIAN PEOPLE,PHYSICAL EVID ENCE D AN PROCESS TERHAD AP KEPUTUSAN BERKUNJUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan integral pembangunan yang semakin dipertimbangkan oleh negara-negara di seluruh dunia. Pengaruh pembangunan pariwisata terhadap perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai yang terdapat di Pulau Jawa. Sungai Ciliwung ini dibentuk dari penyatuan aliran puluhan sungai kecil di kawasan Taman Nasional

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap 2.2 Wisata Terpadu

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap 2.2 Wisata Terpadu II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Menurut Simond (1983) lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dengan karakter lanskap tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di masa kini pariwisata merupakan sektor industri yang memiliki peran penting dalam eksistensi suatu negara. Beragam potensi dan kekhasan suatu negara akan menjadi daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Kasus Proyek Perkembangan globalisasi telah memberikan dampak kesegala bidang, tidak terkecuali pengembangan potensi pariwisata suatu kawasan maupun kota. Pengembangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Berdasarkan Intruksi Presiden nomor 16 tahun 2005 tentang Kebijakan

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN GERABAH DI DESA BANYUMULEK, KECAMATAN KEDIRI, LOMBOK BARAT

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN GERABAH DI DESA BANYUMULEK, KECAMATAN KEDIRI, LOMBOK BARAT PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN GERABAH DI DESA BANYUMULEK, KECAMATAN KEDIRI, LOMBOK BARAT Oleh : RINRIN KODARIYAH A 34201017 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar Peta Lokasi Tapak

BAB III METODOLOGI. Gambar Peta Lokasi Tapak 12 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi ini dilaksanakan pada wilayah pemakaman Tanah Kusir di jalan Bintaro Raya Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Tapak yang berada di sebelah timur Kali Pesanggrahan

Lebih terperinci

PENATAAN DAN PENGEMBANGAN TAMAN WISATA SENGKALING MALANG

PENATAAN DAN PENGEMBANGAN TAMAN WISATA SENGKALING MALANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN DAN PENGEMBANGAN TAMAN WISATA SENGKALING MALANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan dan eksistensi kota, bangunan dan kawasan cagar budaya merupakan elemen lingkungan fisik kota yang terdiri dari elemen lama kota dengan nilai historis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III: TINJAUAN LOKASI

BAB III: TINJAUAN LOKASI BAB III: TINJAUAN LOKASI 3.1. Tinjauan Taman Wisata Prambanan 3.1.1. Profil Taman Wisata Prambanan Gagasan pendirian PT. TWCBPRB ini diawali dengan adanya Proyek Pembangunan Taman Wisata Candi Borobudur

Lebih terperinci

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci