PARTISIPASI POLITIK DIFABEL DI 2 KOTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PARTISIPASI POLITIK DIFABEL DI 2 KOTA"

Transkripsi

1 [IJDS 2017; Vol. 4 No.1, Month 2017, pp PARTISIPASI POLITIK DIFABEL DI 2 KOTA 51 Rachmad Gustomy Ilmu Pemerintahan, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia Abstrak: Partisipasi politik bukan hanya soal pemilu (turn out voter), namun pengertian lebih luas sebagai keterlibatan dalam perubahan kebijakan. Penelitian ini ditujukan untuk menemukan peta partisipasi politik kelompok difabel dalam 5 bentuk; pemilu, organisasi, contacting, lobby dan violance. Tujuan dari penelitian ini adalah memetakan pola partisipasi kelompok difabel agar nantinya dapat digunakan basis penguatan kapasitas untuk pemberdayaan masyarakat. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan survei di 2 kota di Jawa Timur, yaitu di Kota Malang dan Kota Mojokerto. Survei dilakukan dengan mengambil sampling 56 responden di semua kota. Dari Penelitian ini disimpulkan ada berbedaan antara kesadaran dan tindakan dalam partisipasi politik kelompok difabel. Selain itu partisipasi politik kelompok difabel masih sangat terbatas sehingga tidak mampu mempengaruhi kebijakan publik. Keywords: partisipasi politik, lobi, aksi langsung, aktifitas pemilu, kontak langsung, pembangkangan. 1. Latar Belakang Penelitian ini mendudukkan praktik partisipasi politik kembali pada substansinya, yang tidak hanya menempatkan pemilih (khususnya kelompok marjinal seperti difabel) yang hanya sekedar menjadi pendulang suara (turn out voters). Sehingga pentingnya penelitian ini adalah untuk menjawab bentuk partisipasi politik yang lebih substansial daripada kecenderungan hanya memilih belaka 1. Selain itu, penelitian ini juga menjawab kecenderungan penelitian yang hanya melihat partisipasi dari kelompokkelompok marjinal hanya sekedar menjadi obyek perebutan kekuasaan, bukan menjadi subyek dari proses perubahan kebijakan itu sendiri. Di satu sisi yang lain, kelompok difabel adalah sebuah kelompok marjinal yang sangat rentan, dalam bahasa yang sederhana pengabaian terhadap mereka akan membuat mereka mati dengan sendirinya. Persoalan menjadi semakin kompleks ketika kelompok difabel ini juga terasing oleh struktur politik kita, sehingga kemudian melahirkan mentalitas-mentalitas inferior dikalangan 1 Sebagai contoh, lihat penelitian The Asia Foundation, 2013, Survei dasar terhadap pemahaman, persepsi dan praktik pemilih terkait dengan aspek pemili di enam target propinsi, Jakarta difabel. Inilah kendala mendasar dari kelompok difabel, dimana mereka sendiri pada konteks politik juga tidak mau memilih pemimpin yang difabel. Pemetaan partisipasi politik ini menjadi sangat penting dalam rangka menyiapkan sebuah basis rujukan dalam pemberdayaan dan penguatan kapasitas kelompok marjinal difabel. Urgensi terpentingnya adalah agar penguatan partisipasi politik tidak lagi terjebak pada hiruk pikuk pencoblosan saja, namun seara substansial juga memberikan dorongan kepada komunitas ini untuk melakukan gerakan perubahan. Kesadaran untuk memasukkan asumsi disabilitas dalam proses kebijakan publik sangat rendah, sehingga kualitas kebijakan masih jauh dari keberpihakan terhadap sebagaian masyarakat yang mengalami disabilitas. Ruang-ruang publik di banyak kota di Indonesia masih banyak tidak ramah terhadap aksesibilitas orang dengan disabilitas. Penyebab dari corak kebijakan yang seperti ini dikarenakan rendahnya sensitifitas pembuat kebijakan terhadap persoalan-persoalan kelompok difabel. Dalam penelitian The Asia Foundation di 6 Propinsi pada pemilu 2014, tingkat partisipasi relatif seimbang antara yang tertarik dan tidak. Kelompok yang tidak tertarik (27%) dan tidak tahu (19%) cukup tinggi, sedangkan yang tertarik atau tanpa dengan Received, Feb, 2017 Revised, Aprl, 2017 Accepted, May, 2017

2 konpensasi (38%). Namun kelompok difabel yang benar-benar didorong oleh sebuah kesadaran perlawanan masih relatif rendah, yaitu hanya 11% (Tertarik jika tanpa konpensasi, dan tidak tertarik jika ada konpensasi). Artinya, sebagai voter kelompok difabel tidak bisa dibedakan dengan masyarakat umumnya, belum menjadikan Pemilu sebagai instrumen perubahan. Masih dalam penelitian yang sama, salah satu jawaban dari riset The Asia Foundation adalah gambaran inferioritas penyandang disabilitas didalam representasi politik. Jika mereka diminta jawaban tentang persepsi mereka terhadap pemimpin difabel, temuan yang sangat mengejutkan menunjukkan bahwa 42% orang difabel juga tidak mau memilih pemimpin yang difabel Sisanya 37% menjawab memilih dan 21% menjawab tidak tahu. Data ini adalah gambaran bahwa ada ketidakpercayaan terhadap wakil rakyat penyandang disabilitas oleh penyandang disabilitas sendiri. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana persepsi dan aktifitas penyandang disabilitas dalam partisipasi politik untuk memperjuangkan kepentingannya. 2. Tinjauan Konseptual Meminjam istilah Samuel P Huntington dan Joan M Nelson, partisipasi politik adalah kegiatan warga negara, baik sebagai individu maupun komunitas, yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pembuatan keputusan terkait kebijakan publik. Aktifitas ini dapat bisa dengan masuk saluran konvensional seperti menjadi anggota partai dan NGO, maupun kegiatan non-konvensional yang sifatnya spontan, sporadis, ilegal bahkan cara-cara pemaksaan 2. Melalui pengertian tersebut, maka partisipasi politik dapat dipahami dalam dua model gerakan, yaitu: partisipasi yang muncul dari kesadaran akan pentingnya keterlibatan dalam kebijakan publik dan partisipasi yang digerakkan oleh kekuatan dominan untuk 2 Samuel P Huntington dan Joan M Nelson, 1976, No Easy Choice, Political Participation in Developing Countries, Cambridge, Mass, Harvard University Press terlibat dalam melegitimasi bentuk kekuasaan (mobilized political participation) 3. Bentukbentuk partisipasi sukarela inilah yang lebih dekat dengan esensi dari partisipasi publik, yaitu keterlibatan yang sepenuh hati dalam mempengaruhi keputusan yang terkait dengan publik. Sedangkan sosialisasi, atau lebih tepatnya ajakan, untuk memilih dalam pemilu legislatif adalah salah satu bentuk mobilized political participation. Dari kerangka itu, maka dikembangkan peran-peran partisipasi politik ini dapat dikategorikan dalam lima bentuk sebagai berikut 4 : 1. Electoral Activity adalah kegiatan atau aktifitas yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan pemilihan umum. Dalam identifikasi ini beberapa aktifitas partisipasi dapat berupa, mengikuti kampanye, memberikan sumbangan partai, menjadi sukarelawan dan tentu saja ikut serta dalam pemilihan umum. 2. Lobbying adalah kegiatan-kegiatan baik individu maupun kelompok dalam mempengaruhi proses kebijakan publik dengan melakukan negosiasi dan menghubungi para pejabat pemerintahan dan politik. Kegiatan ini dilakukan agar kebijakan publik yang dibuat dapat berpihak terhadap kepentingan mereka atau kelompoknya. 3. Organizational Activity adalah kertelibatan masyarakat kedalam asosiasi masyarakat, baik organisasi sosial maupun organisasi politik. Kelompok-kelompok asosiasi inilah yang kemudian melakukan aktifitasaktifitas agar kebijakan yang mereka buat dapat didesakkan dan menjadi agenda publik. 4. Contacting adalah aktifitas langsung warganegara dalam menyampaikan pendapatnya tentang permasalahan 3 Huntington, Ibid 4 Sebagaimana di kutip Afan Gaffar dari Samuel P Huntington dan Joan M Nelson, Juli 1997, Menampung Partisipasi Politik Rakyat, JSP Vol.1 Nomor 1, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, UGM, Yogyakarta 52

3 publik. Aktifitas ini dapat dilakukan dengan mendatangi langsung, mengirim surat pembaca, menelepon pejabat, menandatangi petisi dan semacamnya yang tujuannya mempengaruhi kebijakan. 5. Violence adalah cara-cara yang menggunakan tekanan dan pemaksaan untuk mempengaruhi kebijakan publik. Cara-cara ini dapat dilihat dengan vandalisme, demonstrasi dan atau ancaman-ancaman yang ditujukan untuk melakukan perubahan secara langsung. 3. Metode Penelitian Agar dapat memetakan partisipasi politik difabel di dua kota yang berbeda, riset ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Pencarian data melalui survei yang dilakukan adalah dengan mengambil sampel kelompok difabel. Pendekatan ini dipilih untuk bisa memahami fenomena permukaan secara luas dari partisipasi politik kelompok difabel khususnya di 2 kota di Jawa Timur. Proses ini dilakukan dengan tujuan untuk ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi, dan hubungan-hubungan antar variabel, sosiologis maupun psikologis. Penelitian ini akan dilakukan dengan melakukan survei di 2 kota, Kota Mojokerto dan Kota Malang, yang mengambil sampling kelompok difabel. Pencarian narasumber dilakukan dengan snowball mengingat karena jumlah penyandang disabilitas yang tidak jelas jumlah populasinya karena tidak ada data resmi. Jumlah responden di Kota malang sebanyak 34 orang (60%) sedangkan di Kota Mojokerto jumlah respondennya sebanyak 22 orang (39%). Proses wawancara juga dilakukan dengan metode Snow Ball, yang mana responden diketahui dari informasi responden lain. Kelemahan dan kelebihan metode pencarian data tersebut yang kemudian mewarnai proses data diperoleh. Jika dilihat dari jenis kelamin responden, sebaran jenis kelamin responden termasuk merata. Perbedaan jumlah responden laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda, responden laki-laki berjumlah 29 orang (52%) dan responden perempuan 27 orang (48%). Dari data ini, kita bisa memastikan bahwa representasi jenis kelamin sudah terwakili dari pendapat-pendapat yang disampaikan dalam penelitian ini. Sedangkan persebaran responden jika dilihat dari jenis disabilitasnya, maka akan lebih didominasi oleh penyandang tuna daksa. Responden penyandang tuna daksa paling mudah di temukan (40 responden), hal ini karena keterbatasan mobilitas yang menjadi masalah utama tuna daksa, biasanya dengan kendaraan roda tiga. Sedangkan responden tunanetra juga masih relatif mudah ditemui, karena biasanya mereka berkumpul di panti pijat, yang dapat diwakili oleh 11 responden. Persoalan tidak terwakilinya penyandang disabilitas lain, seperti tuna rungu dan tuna grahita, lebih disebabkan tidak mudahnya diidentifikasi oleh peneliti atau memang disembunyikan keluarganya. Namun demikian, meskipun memiliki kelemahan ini pendapat yang diajukan sudah relatif mewakili kepentingan penyandang disabilitas. 4. Hasil dan Pembahasan 4.1.Aktivitas dalam Pemilu Aktifitas dalam pemilu dianggap penting, karena melalui pemilu diharapkan isu disabilitas dapat teradvokasi secara politik oleh pemimpin yang telah dipilih. Responden menyatakan hal yang sama bahwa pemilu itu penting dengan ditunjukkannya penggunaan hak suara dalam pemilihan yang tinggi. Dalam Pemilu 2014, 87% persen difabel menyatakan menggunakan hak pilihnya, selebihnya 13% tidak menggunakan hak suaranya (lihat Gambar 1). Jumlah ini harus menjadi evaluasi bagi pemerintah untuk memberikan sosialisasi Pemilu secara masif terhadap masyarakat, khususnya bagi para penyandang disabilitas. Mayoritas penyandang disabilitas menganggap bahwa Pemilu merupakan sarana penting untuk mewujudkan kepentingan mereka. Sebagian besar masing menganggap penting, terlihat dari 37,5% responden menyatakan Pemilu penting, dan 26,8% responden yang menyatakan sangat penting. Sedangkan sebagian kecil mengatakan lain, 10,7% tidak penting dan 7,1% menyatakan 53

4 sangat tidak penting (lihat Gambar 2). Responden yang masih menyatakan bahwa Pemilu masih dianggap tidak penting dan sangat tidak penting, kemungkinan besar salah satunya karena tidak puas dengan output dari pemilu. 10,7% menyatakan yakin dan 3,6% menyatakan sangat yakin (perhatikan Gambar 4). Dari data tersebut menunjukkan bahwa masih sangat minimal sekali dampak kebijakan publik atau keperpihakan yang dirasakan bagi para penyandang disabilitas oleh para pejabat politik. Dimana saja memang ada persoalan dalam representasi kelompok kurang beruntung (disanvatage people) dalam lembaga pemerintahan 5. Gambar 1. Penggunaan Hak Suara Pemilu 2014 Gambar 3. pendapat tentang keterwakilan kepentingan difabel Gambar 2. pendapat pentingnya pemilu untuk kepentingan difabel Hal ini terlihat dari penilaian mereka yang buruk terhadap wakil rakyat yang terpilih dalam memperjuangkan kepentingan mereka. Sebagian besar menyatakan pesimisme mereka, yang ditunjukkan dengan 32,1% responden menyatakan tidak terwakili, bahkan sebanyak 23,2% merasa sangat tidak terwakili. Meskipun demikian, beberapa responden masih merespon positif, yakni sebanyak 21,4% responden merasa terwakili, dan 7,1% merasa sangat terwakili kepentingannya (lihat Gambar 3). Hal ini diperkuat dengan lemahnya keyakinan responden kepada wakil rakyat yang dipilihnya. Hampir separuh responden 44,6% menyatakan tidak yakin, bahkan 26,8 % mengatakan sangat tidak yakin. Sedangkan responden yang masih optimis dengan kinerja calon legislaif cukup minim, yakni sebanyak Gambar 4. keyakinan terhadap calon legislatif akan pemenuhan janjinya 4.2. Aktivitas Organisasi (Organizational Activity) Wujud partisipasi politik yang bisa memastikan manifestasi kepentingan kelompok penyandang disabilitas dalam kebijakan pemerintahan adalah dengan aktivitas organisasi. Setidaknya ada tiga bentuk organisasi yang biasa diikuti penyandang disabilitas, yaitu: Organisasi 5 Lisa Schur, Douglas Kruse and Peter Blanck, 2013,People with Disabilities: Sidelined or Mainstreamed?, Cambridge University Press, New York 54

5 Lingkungan, Organisasi Masyarakat dan Organisasi Politik. Dalam konteks berorganisasi, hampir semua setuju pentingnya ikut organisasi. Sebanyak 60,7% sangat setuju dan 35,7% setuju terhadap pentingnya organisasi. Sedangkan sisanya, masing-masing 1,8%, berpendapat kurang setuju dan tidak setuju (perhatikan Gambar 5). Dari data ini dapat diketahui bahwa penyandang disabilitas memiliki potensi besar dalam melakukan partisipasi politik berupa keikutsertaan dalam organisasi. responden lainnya mengaku pernah menjadi pengurus (lihat Gambar 7). Hal ini menunjukkan aktifitas mereka dilingkungan belum maksimal dalam memainkan peran sebagai motivator di lingkungannya. Gambar 6: Aktivitas berorganisasi Lingkungan RT/RW Gambar 5. Pendapat kemudahan kepentingan difabel jika ikut organisasi Salah satu keaktifan dalam organisasi yang dapat diikuti adalah organisasi dalam level lingkungan seperti di RT, Komunitas Kampung, Pengajian atau komunitas skala lokal lainnya. Sebagian besar penyandang disabilitas yang menjadi narasumber menyebutkan bahwa mereka cukup aktif dalam organisasi di lingkungannya. Sebanyak 42,9% responden yang mengatakan aktif dan 10,7% responden yang mengatakan sangat aktif dalam organisasi di kampungnya. Sebagian kecil lainnya, yaitu 35,7% responden mengatakan bahwa mereka jarang aktif dan 10,7% responden lainnya mengatakan tidak pernah aktif dalam organisasi di lingkungannya. (lihat Gambar 6). Namun jika kita perdalam tingkat keterlibatan dari penyandang disabilitas di dalam organisasi di lingkungannya, akan terlihat bahwa mereka lebih banyak pasif menjadi anggota saja. Dari hasil survei ditunjukkan jika sebagian besar 66,1% responden menyatakan hanya menjadi anggota saja dalam organisasi di lingkungannya. Sedangkan hanya ada 17,9% responden saja yang menjadi pengurus di tingkat lingkungan RT/RW, dan 14,3% Gambar 7. Keterlibatan jadi pengurus di organisasi tempat tinggal Aktifitas kegiatan di organisasi masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) semakin menurun dibanding aktifitas di organisasi lingkungan. Dalam keterlibatan kegiatan dengan LSM, sebanyak 44,6% responden mengatakan tidak ikut dan 16,1% responden menyatakan pernah ikut kegiatan Ormas atau LSM. Hanya sekitar 37,5% responden menyatakan masih ikut aktif dalam kegiatan Ormas (lihat Gambar 8). Namun sayangnya, sebagian besar Organisasi Kemasyarakatan yang mereka ikuti adalah bergerak di isu disabilitas. Sebanyak 80,4% responden hanya mengikuti kegiatan organisasi difabel, sedangkan sisanya 12,5% responden ikut organisasi keagamaan, 55

6 selebihnya sebanyak 1,8% menyatakan juga ikut organisasi lainnya (lihat Gambar 9). Hal ini menunjukan gambaran ekslusifitas kegiatan organisasi mereka, yang belum maksimal membangun jaringan diluar kelompok penyandang disabilitas. Gambar 10. keaktifan dalam organisasi kemasyarakat yg diikuti Gambar 8:. keterlibatan dalam organisasi kemasyarakat Gambar 9. jenis organisasi kemasyarakat yg rutin diikuti Namun yang patut disyukuri, aktifitas kelompok difabel dalam ormas yang diikutinya cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dengan data survey terhadap responden penyandang disabilitas yang mengikuti ormas, yakni 58,9% responden mengatakan aktif, begitupula 23,2% responden mengatakan sangat aktif dalam kegiatan organisasi. Hanya sisa 10,7% yang mengatakan tidak aktif, dan 5,4 % lainnya mengatakan jarang aktif (lihat Gambar 10). Dari data ini dapat disimpulkan bahwa kelompok difabel sebenarnya memiliki semangat dan potensi gerakan yang luar biasa, namun perlu penguatan jaringan untuk membuatnya lebih efektif. Dalam konteks organisasi politik, para responden menyadari pentingnya peran partai politik, meskipun mereka sebagian besar tidak menjadi anggota partai atau aktif dalam kegiatan partai politik. Menurut responden, mayoritas berpendapat bahwa keikutsertaan dalam partai politik dianggap sangat penting. Hal ini dibuktikan dengan 53,6% responden yang mengatakan perlu dan 21,4% responden yang mengatakan sangat perlu untuk ikut partai politik. Sedangkan, hanya 16,1% yang menyatakan tidak perlu dan 1,8% pendapat yang mengatakan kurang perlu (lihat Gambar 11). Namun urgensi partai ini berbanding terbalik dengan fakta keikutsertaan mereka dalam partai politik. Sebanyak 89,3% mengatakan tidak ikut partai politik, sedangkan yang menyatakan ikut dan pernah ikut masing-masing 5,4% responden (lihat Gambar 12). Hal senada dijumpai pada keterlibatan mereka dalam kegiatan partai politik yang relatif kecil. Sebagian besar 42,9% responden yang menayatakan tidak aktif, dan 8,9% yang lain menyatakan jarang aktif. Sedangkan hanya 16,1% responden yang menyatakan aktif dalam keterlibatan kegiatan partai (lihat Gambar 13). Fakta ini disebabkan oleh dua kemungkinan, partai politik yang tidak responsif terhadap penyandang disabilitas atau penyandang disabilitasnya yang tidak agresif masuk partai 6. 6 Lisa Schur, 2017, Toward Inclusion, Political and Social participation of people with disabilities, dalam Routledge Handbook of Disability Law and Human Rights, Peter Blanck, Eilionóir Flynn, Roudledge 56

7 adalah dengan instrumen media lain, seperti surat pembaca, kotak saran dan semacamnya. Harapannya jika penyandang disabilitas tergerak untuk menyampaikan pendapat secara langsung maka pemerintah akan lebih memahami kepentingan penyandang disabilitas. Gambar 11. pendapat perlunya ikut partai politik Gambar 12. keikutsertaan jadi anggota parpol Dari kacamata penyandang disabilitas sendiri, sebenarnya menyampaikan pendapat secara langsung dianggap penting. Sebanyak 28,6% responden yang meyakini bahwa menyampaikan pendapat secara langsung itu sangat efektif dan 42,9% responden yang menyatakan efektif. Artinya sebagian besar (71,5%) meyakini efektivitas penyampaian pendapat secara langsung kepada pemerintah. Hanya sebagian kecil, 12,5% responden yang menyatakan kurang efektif dan tidak efektif (lihat Gambar 14). Dengan temuan ini, maka dapat tergambarkan bahwa sebenarnya para penyandang disabilitas sadar bahwa menyampaikan pendapat secara langsung itu sangat penting kepada pemerintah, agar kebijakan yang dibuat pemerintah lebih berpihak kepada penyandang disabilitas. Gambar 13. keaktifan saat ikut parpol tersebut 4.3. Aktivitas Membangun Komunikasi (Contacting) Bentuk partisipasi politik lain yang diharapkan dari penyandang disabilitas adalah berkomunikasi atau berkontak langsung pemerintah. Dengan aktivitas tersebut, maka diharapkan pemerintah tahu benar apa yang dibutuhkan oleh penyandang disabilitas langsung dari penyandang disabilitasnya sendiri. Ada beragam bentuk bagaimana menyampaikan aspirasi langsung kepada pemerintah, baik dalam bentuk langsung maupun tidak langsung. Bentuk langsung misalnya adalah menyampaikan secara langsung kepada pejabat terkait tentang masalah-masalah penyandang disabilitas. Sedangkan cara tidak langsung misalnya Gambar 14. pendapat tentang keefektifan menyampaikan pendapat langsung Namun, sekali lagi kesadaran mereka berbanding terbalik dengan partisipasi politiknya. Data dalam penelitian ini justru menunjukkan bahwa kesadaran akan pentingnya menyampaikan pendapat secara langsung kepada pemerintah tidak konsisten dengan praktiknya. Hanya sebagian dari penyandang disabilitas yang pernah menyampaikan pendapatnya secara langsung kepada pemerintah. Hal ini terlihat bahwa hanya 41,1% responden yang pernah menyampaikan pendapat kepada pemerintah. Sedangkan 30 responden (53,6%) justru 57

8 mengatakan tidak pernah menyampaikan pendapat secara langsung kepada pemerintah (lihat Gambar 15). Dari sini terlihat selama ini terdapat persoalan yang menghambat aktualisasi penyampaian pendapat dari penyandang disablitas. Hanya sebagian kecil dari responden yang berani menyampaikan pendapat secara langsung, bahkan secara agresif mendatangi pejabat langsung (26,8% responden). Dari wawancara biasanya dilakukan dalam bentukbentuk audiensi, khususnya bagi para penyandang disabilitas yang aktif di dalam Organisasi Penyandang Disabilitas (OPD). Sebagian kecil yang lain berani menyampaikan usulan-usulan kepada pemerintah ketika ada acara-acara yang kebetulan dihadiri pejabat. Sebanyak 12,5% responden mengaku pernah menyampaikan usulan kepada pejabat pemerintah yang kebetulan hadir dalam sebuah acara. Hanya 1 responden yang memiliki pengalaman menyampaikan saran secara langsung, karena pernah menjadi tim sukses dari bupati, sehingga memiliki akses langsung. Sedangkan sebanyak 8,95% dari responden memanfaatkan media massa untuk memberikan masukan kepada pemerintah. Namun sayangnya, 21,4% responden mengatakan takut atau tidak berani menyampaikan pendapat kepada pemerintah dengan beragam alasan (lihat Gambar 16). Gambar 16. bentuk yang digunakan untuk menyampaikan keluhan ke pemerintah hambatan partisipasi contacting, bisa disebabkan ketidaktahuan, keenganan atau hambatan psikologis lainnya yang perlu segera diatasi. Dari data penelitian yang kami peroleh, belum jelas korelasi antara lemahnya contacting jika dihubungkan dengan variabel lain. Soal pendidikan, jenis disabilitas, jenis kelamin, pendapatan ternyata tidak berkorelasi dengan aktivitas contacting. Lebih aneh lagi, pengalaman organisasi, baik ormas difabel, lingkungan maupun organisasi politik masih tidak korelatif dengan aktivitas contacting. Dari sini, tentu ada pertanyaan yang perlu dijawab dalam penelitian selanjutnya Kegiatan Lobbying Bentuk partisipasi politik lain yang diharapkan mampu mengubah kebijakankebijakan publik untuk lebih berpihak bagi penyandang disabilitas adalah dengan lobby. Pengertiannya adalah para penyandang disabilitas, baik individu maupun kelompok membangun jaringan untuk mempengaruhi kebijakan. Hal ini menjadi penting, karena penyandang disabilitas tidak bisa membangun organisasi sendiri yang eksklusif, yang justru akan melemahkan perjuangan penyandang disabilitas. Semakin luas jaringan, secara teoritik tentu semakin baik bagi pencapaian tujuan advokasi kebijakan publik. Gambar 15. menyampaikan keluhan langsung ke pemerintah Dari data diatas, dapat ditarik dua benang merah penting tentang peran penyampaian pendapat (contacting) penyandang disabilitas terhadap pemangku kebijakan. Pertama, meski menyadari pentingnya contacting dengan pemerintah, namun ada hambatan terselubung mengapa mereka tidak melakukannya. Kedua, Semua penyandang disabilitas mengetahui benar pentingnya membuat jaringan lobby atau kerja sama dengan lembaga atau elit yang bisa mempengaruhi kebijakan. Sebanyak 62,5% responden menyatakan sangat perlu dan 33,9% responden lainnya menyatakan perlu membangun kerja sama (lihat Gambar 17). Tidak ada responden yang menyatakan tidak perlu membangun kerja sama. Ini artinya, sejauh pengalaman para penyandang 58

9 disabilitas, kerja sama dengan lembaga atau elit lain dianggap sangat penting. Gambar 17. pendapat tentang perlunya kerjasama dengan pihak lain untuk kepentingan difabel Menurut responden, kerja sama yang dianggap paling efektif adalah dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) diluar Organisasi Penyandang Disabilitas (OPD), kemudian dengan politisi, pejabat pemerintah dan terakhir dengan kampus. Sebanyak 32,1% responden menyatakan bahwa bekerjasama dengan LSM dianggap paling efektif, karena secara intensif melakukan advokasi dan pelatihan, meski tidak pernah memberikan bantuan langsung. Hal ini mereka rasakan selama ini menjadi mitra dari beberapa LSM dalam memperjuangkan kepentingan penyandang disabilitas. Sedangkan yang meyakini politisi sebagai mitra kerja sama yang baik sebanyak 19,6% responden. Dalam wawancara mereka menyebutkan bahwa lebih sering politisi memberikan bantuan langsung baik tunai maupun barang. Serupa dengan politisi, 17,9% responden mengatakan hal serupa tentang peran pemerintah, yang seringnya memberikan bantuan tunai, barang atau pelatihan (lihat Gambar 18). Sedangkan kelompok akademisi kampus lebih banyak hanya memberikan pelatihan-pelatihan saja, yang bagi sebagian tidak terlalu dibutuhkan kecuali uang transport -nya. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa terkait partisipasi melalui lobby, sudah menjadi kesadaran bagi para penyandang disabilitas. Namun yang perlu menjadi catatan, proses aktivitas kerja sama yang diperlukan itu yang sifatnya jangka panjang dan intensif agar membuahkan hasil 7. Hal ini yang menjelaskan pentingnya membangun jaringan dengan LSM daripada Kampus. LSM, Pemerintah maupun politisi, dengan beragam kepentingannya, bisa menjadi mitra yang lebih jangka panjang, yang berbeda dengan Kampus yang hanya tentatif. Catatan lain dalam wawancara informal, penyandang disabilitas masih memaknai membangun kerja sama (lobby) adalah memberikan bantuan barang atau tunai. Meski tidak semua, maka pintu masuk yang paling penting dalam membangun kerja sama dengan kelompok penyandang disabilitas adalah membangun kesadarannya terlebih dahulu. Catatan ini tentu berharga untuk menjadi pemahaman jika ingin bekerjasama dengan penyandang disabilitas atau OPD. Gambar 18. pendapat dengan siapa penggalangan kerjasama yang baik 4.5. Penggunaan Pemaksaan (Violence) Salah satu bentuk partisipasi politik yang paling mungkin mempengaruhi kebijakan adalah tindakan aktif mempengaruhi kebijakan, salah satunya dengan pemaksaan (violance). Pilihan tindakan yang dimaksud pemaksaan (violence) tidak selalu dimaknai dengan perusakan, namun tindakan untuk mendesak pemerintah memenuhi agenda kebijakannya. Pada konteks ini, para penyandang disabilitas perlu memahami benar strategi penggunaan pemaksaan dalam mengubah kebijakan, seperti boikot, demonstrasi dan bentuk-bentuk pemaksaan lainnya. 7 Shaminder K. Dhillon, 2009, Absent Citizens: Disability Politics and Policy in Canada, University of Toronto Press 59

10 Pemaksaan atau tindakan memaksakan agenda kebijakan justru masih dianggap sebagai hal yang tidak baik bagi responden, namun dianggap efektif. Sebagian besar penyandang disabilitas masih melihat dari kacamata yang negatif terhadap tindakan pemaksaan dalam kebijakan. Hal ini terlihat dari 57,1% responden yang tidak setuju dengan aksi pemaksaan, dan 19,6% responden yang kurang setuju dengan tindakan pemaksaan. Namun, setidaknya ada 10,7% responden yang setuju dan 6,3% responden yang sangat setuju dengan penggunaan pemaksaan (lihat Gambar 19). Namun persepsi ketidaksetujuan penggunaan pemaksaan sedikit tidak konsisten jika dibandingkan dengan persepsi tentang efektivitas demonstrasi dalam mengubah kebijakan. Sebanyak 37,5% responden berpendapat bahwa demonstrasi adalah cara yang efektif, dan 7,1% responden lainnya mengatakan sangat efektif mengubah kebijakan. Sedangkan sebagian yang lain, yaitu 19,6% responden menilai bahwa demonstrasi kurang efektif dan tidak efektif (lihat Gambar 20). Ketidak setujuan masih diwarnai dengan pemahaman dalam etika sosial bahwa mengambil tindakan pemaksaan adalah hal yang buruk, namun penilaian efektiftasnya merujuk pada pengalaman demonstrasi lainnya. demosntrasi (lihat Gambar 21). Padahal mereka mengakui strategisnya aktifitas demonstrasi dalam merubah kebijakan publik. Sebanyak 25% responden menganggap demonstrasi sangat perlu, begitu juga dengan 39,3% responden lain menganggap demonstrasi perlu. Ini artinya, sebagian besar dari penyandang disabilitas (64,3%) menganggap bahwa melakukan demonstrasi dapat memperjuangkan kepentingan penyandang disabilitas. Meski demikian, masih ada sedikit responden 21,4% responden yang beranggapan bahwa demonstrasi itu tidak perlu (lihat Gambar 22). Gambar 20. pendapat efektifnya demo untuk merubah kebijakan Gambar 19. setuju tidaknya tentang protes kebijakan dengan cara kekerasan Namun sekali lagi, persepsi tentang demonstrasi dengan partisipasi politiknya tidak konsisten bagi penyandang disabilitas. Faktanya 60,7% responden mengatakan tidak pernah ikut dalam demonstrasi, dan hanya 32,1% yang mengaku pernah ikut Gambar 21. keikutsertaan dalam demo Dari wawancara informal ada beberapa alasan yang muncul mengapa mereka tidak ikut dalam demonstrasi. Pertama, karena tidak mampu atau halangan fisik untuk melakukannya. Kedua, karena tidak berani dan menganggap demonstrasi adalah sebuah aktivitas yang buruk. Ketiga, tidak ada yang 60

11 mendorong atau mengajak mereka untuk melakukan demonstrasi. Disatu sisi, keikutsertaan mereka biasanya didorong oleh kegiatan dan agenda dalam organisasi penyandang disabilitas dalam menuntut sebuah kebijakan. Gambar 22. pendapat perlunya difabel demo untuk merubah kepentingan pemerintah 5. Penutup Berdasarkan pembahasan diatas, maka berikut lima kesimpulan yang dapat ditarik: Pertama, Mayoritas responden menggunakan hak suaranya dalam Pemilu 2014, karena mengaggap bahwa pemilu merupakan aktivitas penting yang dapat mengakomodasi kepentingan difabel. Namun mereka tidak percaya dengan politisi, karena menganggap tidak terwakili secara politik dalam mengakomodir kepentingan difabel. Jadi, partisipasi politik penyandang disabilitas cukup aktif dalam pemilu, akan tetapi ada ketidak percayaan terhadap wakil rakyat dalam memperjuangkan kepentingan difabel. Kedua, dalam aktifitas organisasi mayoritas dari responden sangat setuju bahwa organisasi dapat memudahkan kepentingan politik menjadi terwujud. Hal ini kemudian membuat mereka terlibat aktif mereka dalam kegiatan lingkungan, meskipun jarang menjadi pengurus. Namun dalam kegiatan organisasi kemasyarakatan lainnya, seperti LSM, mayoritas responden masih banyak belum terlibat. Kalaupun mereka terlibat mereka lebih tertarik pada kegiatan Ormas yang fokus pada isu disabilitas. Sedangkan dalam organisasi politik, semakin jarang penyandang disabilitas yang ikut bergabung, meskipun menganggap penting. Dimungkinkan salah satu sebabnya adalah kurangnya aksesibilitas partai politik terhadap penyandang disabilitas. Ketiga, aktifitas membangun kontak dengan pemerintah, penyandang disabilitas sadar bahwa menyampaikan pendapat secara langsung kepada pemerintah itu penting, agar kebijakan yang dibuat pemerintah lebih berpihak kepada penyandang disabilitas. Akan tetapi permasalahannya adalah mayoritas responden justru tidak pernah mengatakan permasalahannya langsung pada pemerintah. Sehingga penyandang disabilitas masih belum bisa memanfaatkan ruang-ruang publik yang ada untuk menyampaikan pendapatnya kepada pemerintah. Jadi dalam indikator partisipasi politik ini dapat diketahui bahwa di satu sisi mereka sadar pentingnya mengutarakan pendapat, namun hambatan psikologis dan ketidaktahuan mereka mengenai cara menyampaikan menjadi kendala. Keempat, Bentuk partisipasi politik lain yang diharapkan mampu mengubah kebijakankebijakan publik untuk lebih berpihak bagi penyandang disabilitas adalah dengan lobby atau pembangun jaringan untuk mempengaruhi kebijakan. Dalam pengetahuannya, mayoritas responden mengatakan setuju dengan hal tersebut, dan menganggap bahwa LSM merupakan mitra jaringan yang baik bagi para penyandang disabilitas. Kelima, Salah satu bentuk dari partisipasi politik adalah pemaksaan, seperti demonstrasi. Responden menolak penggunaan cara ini meskipun mereka sepakat dengan demonstrasi. Akan tetapi, sebagian besar dari mereka belum pernah melakukan demonstrasi. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa belum ada dorongan yang kuat dan terkonsolidasi untuk membuat mereka melakukan demonstrasi. Daftar pustaka ditulis tanpa nomor bab. Semua rujukan pustaka yang digunakan ditulis dalam daftar pustaka. Daftar pustaka dituliskan berurutan sesuai dengan urutan abjad nama belakang penulis pertama diikuti tahun publikasi dalam kurung. Contoh format penulisan daftar pustaka adalah sebagai berikut: 61

12 Daftar Pustaka Afan Gaffar, Menampung (1997). Partisipasi Politik Rakyat, JSP Vol.1 Nomor 1, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, UGM, Yogyakarta Lisa Schur, Douglas Kruse and Peter Blanck. (2013). People with Disabilities: Sidelined or Mainstreamed?, Cambridge University Press, New York Lisa Schur, Toward Inclusion. (2017). Political and Social participation of people with disabilities, dalam Routledge Handbook of Disability Law and Human Rights, Peter Blanck, Eilionóir Flynn, Roudledge Samuel P Huntington dan Joan M Nelson, No Easy Choice. (1976). Political Participation in Developing Countries, Cambridge, Mass, Harvard University Press Shakespeare, Tom. (2006). Disability Rights and Wrongs. New York: Routledge Shaminder K. Dhillon. (2009). Absent Citizens: Disability Politics and Policy in Canada, University of Toronto Press The Asia Foundation. (2013). Survei dasar terhadap pemahaman, persepsi dan praktik pemilih terkait dengan aspek pemili di enam target propinsi, Jakarta Riddle, C. A. (2014). Disability & Justice: The Capabilities Approach in Practice. Lanham: Lexington Books/Rowman & Littlefield 62

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan 56 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan yang berjumlah 100 responden. Identitas responden selanjutnya didistribusikan

Lebih terperinci

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1 Disampaikan pada Seminar Menghadirkan Kepentingan Perempuan: Peta Jalan Representasi Politik Perempuan Pasca 2014 Hotel Haris, 10 Maret 2016 Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa)

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. KPU RI terkait fasilitasi penyandang Difabel. Perbaikan dalam. enggannya Difabel berpartisipasi saat pemilu. Perbaikan di KPU Kota

BAB IV PENUTUP. KPU RI terkait fasilitasi penyandang Difabel. Perbaikan dalam. enggannya Difabel berpartisipasi saat pemilu. Perbaikan di KPU Kota BAB IV PENUTUP 4.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penilitiandari pembahasan mengenai respon Difabel terhadap ruang partisipasi yang dibangun oleh KPU Kota Yogyakarta pada Pemilu Presiden tahun 2014 dan partisipasi

Lebih terperinci

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Women can be very effective in navigating political processes. But there is always a fear that they can become pawns and symbols, especially if quotas are used. (Sawer,

Lebih terperinci

DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages

DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages Baseline Study Report Commissioned by September 7, 2016 Written by Utama P. Sandjaja & Hadi Prayitno 1 Daftar Isi Daftar Isi... 2 Sekilas Perjalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pemilu merupakan salah satu arena ekspresi demokrasi yang dapat berfungsi sebagai medium untuk meraih kekuasaan politik. Karenanya, berbagai partai politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara demokratis merupakan negara yang memberi peluang dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara demokratis merupakan negara yang memberi peluang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara demokratis merupakan negara yang memberi peluang dan kesempatan yang seluas-luasnya dalam mengikutsertakan warga negaranya dalam proses politik, termasuk

Lebih terperinci

Muhamad Ramli Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat

Muhamad Ramli Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat 320 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume II Edisi 2, Juli-Desember 2013 PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DESA KADUNDUNG KECAMATAN LABUAN AMAS UTARA DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, kepala daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara demokrasi, dimana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pada suatu negara tersebut. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan BAB VI PENUTUP Setelah menjelaskan berbagai hal pada bab 3, 4, dan 5, pada bab akhir ini saya akan menutup tulisan ini dengan merangkum jawaban atas beberapa pertanyaan penelitian. Untuk tujuan itu, saya

Lebih terperinci

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Anggaran Dasar Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Bahwa kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat adalah salah satu hak asasi manusia yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedaulatan rakyat ini juga dicantumkan di dalam Pasal 1 butir (1) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. kedaulatan rakyat ini juga dicantumkan di dalam Pasal 1 butir (1) Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum untuk selanjutnya disebut Pemilu yang diselenggarakan secara langsung merupakan perwujudan kedaulatan rakyat. Pengakuan tentang kedaulatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam hubungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Juanda, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Juanda, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Para siswa yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), adalah mereka yang berumur 17 sampai dengan 21 tahun merupakan pemilih pemula yang baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk didiskusikan, selain karena terus mengalami perkembangan, juga banyak permasalahan perempuan

Lebih terperinci

Tujuan, Metodologi, dan Rekan Survei

Tujuan, Metodologi, dan Rekan Survei Sejak reformasi dan era pemilihan langsung di Indonesia, aturan tentang pemilu telah beberapa kali mengalami penyesuaian. Saat ini, empat UU Pemilu yang berlaku di Indonesia kembali dirasa perlu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat yang diselenggarkan secara langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil guna menghasilkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

MEMAKNAI ULANG PARTISIPASI POLITIK WARGA: TAHU, MAMPU, AWASI PUSAT KAJIAN POLITIK FISIP UNIVERSITAS INDONESIA 28 JANUARI 2015

MEMAKNAI ULANG PARTISIPASI POLITIK WARGA: TAHU, MAMPU, AWASI PUSAT KAJIAN POLITIK FISIP UNIVERSITAS INDONESIA 28 JANUARI 2015 MEMAKNAI ULANG PARTISIPASI POLITIK WARGA: TAHU, MAMPU, AWASI PUSAT KAJIAN POLITIK FISIP UNIVERSITAS INDONESIA 28 JANUARI 2015 DEFINISI UMUM Partisipasi politik dipahami sebagai berbagai aktivitas warga

Lebih terperinci

FORMULIR PEMANTAUAN AKSES PEMILU BAGI PENYANDANG DISABILITAS PEMILUKADA TAHUN Nama Pemantau : [ L / P ] No. TPS : Alamat Lengkap : Kel :

FORMULIR PEMANTAUAN AKSES PEMILU BAGI PENYANDANG DISABILITAS PEMILUKADA TAHUN Nama Pemantau : [ L / P ] No. TPS : Alamat Lengkap : Kel : FORMULIR PEMANTAUAN AKSES PEMILU BAGI PENYANDANG DISABILITAS PEMILUKADA TAHUN 2012 Nama Pemantau : [ L / P ] No. TPS : Alamat Lengkap : Kel : Nomor Telepon/HP : Kota : Kecamatan : TINGKAT PARTISIPASI Tulislah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kombinasi ( mixed

METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kombinasi ( mixed III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kombinasi ( mixed methods). Metode penelitian kombinasi adalah metode penelitian yang menggabungkan antara metode

Lebih terperinci

ADVOKASI KESEHATAN Waktu : 45 Menit Jumlah soal : 30 buah

ADVOKASI KESEHATAN Waktu : 45 Menit Jumlah soal : 30 buah ADVOKASI KESEHATAN Waktu : 45 Menit Jumlah soal : 30 buah Petunjuk Umum: Baca dan tandatangani pernyataan patuh pada Etika Akademik Pilihan Ganda 1. Berilah tanda silang pada lembar jawaban dengan memilih

Lebih terperinci

1. BAB I 2. PENDAHULUAN

1. BAB I 2. PENDAHULUAN 1. BAB I 2. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Penyandang cacat memiliki hak yang sama, yang melekat karena kelahirannya dan sebagai warga negara, baik ekonomi, sosial, budaya dan politik. Pernyataan

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMETAAN PERSEPSI ATAS PENYELENGGARAAN SOSIALISASI KEPEMILUAN, PARTISIPASI DAN PERILAKU PEMILIH DI KABUPATEN BANGLI Kerjasama Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli dan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah organisasi yang tidak berpenghasilan tetapi justru mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. sebuah organisasi yang tidak berpenghasilan tetapi justru mengeluarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partai politik merupakan aktor yang menarik dalam pemerintahan, menarik dalam hal status, fungsi, dan koordinasi partai terhadap aktor-aktor lainnya. Peran partai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada kecacatan. Setiap manusia juga ingin memiliki tubuh dan alat indera yang

BAB I PENDAHULUAN. ada kecacatan. Setiap manusia juga ingin memiliki tubuh dan alat indera yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan, tanpa ada kecacatan. Setiap manusia juga ingin memiliki tubuh dan alat indera yang lengkap untuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan

Lebih terperinci

Anggaran Dasar KONSIL Lembaga Swadaya Masyarakat INDONESIA (Konsil LSM Indonesia) [INDONESIAN NGO COUNSILINC) MUKADIMAH

Anggaran Dasar KONSIL Lembaga Swadaya Masyarakat INDONESIA (Konsil LSM Indonesia) [INDONESIAN NGO COUNSILINC) MUKADIMAH Anggaran Dasar KONSIL Lembaga Swadaya Masyarakat INDONESIA (Konsil LSM Indonesia) [INDONESIAN NGO COUNSILINC) MUKADIMAH Bahwa kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat adalah salah satu

Lebih terperinci

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 S T U D I K A S U S Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 F R A N C I S I A S S E S E D A TIDAK ADA RINTANGAN HUKUM FORMAL YANG MENGHALANGI PEREMPUAN untuk ambil bagian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang sering kali diperdebatkan. Sejak tahun 2002, mayoritas para aktivis politik, tokoh perempuan dalam partai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang dilaksanakan secara langsung, yang merupakan salah satu bentuk Demokrasi. Bagi sebuah bangsa

Lebih terperinci

EVALUASI SATU TAHUN PENYELENGGARA PEMILU

EVALUASI SATU TAHUN PENYELENGGARA PEMILU EVALUASI SATU TAHUN PENYELENGGARA PEMILU Pengantar Hubungan kausalitas sebab-akibat antara kualitas penyelenggara pemilu dengan penyelenggaraan pemilu. Disain lembaga penyelenggara pemilu yang sedikit

Lebih terperinci

Penguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik

Penguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik Penguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik Pendahuluan Pokok Pokok Temuan Survei Nasional Demos (2007 2008) : Demokrasi masih goyah: kemerosotan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor

BAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor BAB 5 KESIMPULAN Sebagaimana dirumuskan pada Bab 1, tesis ini bertugas untuk memberikan jawaban atas dua pertanyaan pokok. Pertanyaan pertama mengenai kemungkinan adanya variasi karakter kapasitas politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sosialisasi yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Sukasari Desa Cibeureum Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sosialisasi yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Sukasari Desa Cibeureum Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sosialisasi yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Sukasari Desa Cibeureum Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung, merupakan sosialisasi disekolah mengenai pemilihan umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena pemilih pemula selalu menarik untuk didiskusikan pada setiap momen pemilihan umum baik nasional maupun di daerah. Jumlah mereka yang sangat besar bagaikan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan

BAB V PENUTUP. mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Konstruksi sosial yang dibangun oleh warga RW 11 Kampung Badran mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan berlangsung secara dialektis yakni

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi politik adalah kegiatan sesorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pemimpin

Lebih terperinci

RESENSI BUKU MEMAHAMI PEMILU DAN GERAKAN POLITIK KAUM DIFABEL

RESENSI BUKU MEMAHAMI PEMILU DAN GERAKAN POLITIK KAUM DIFABEL M. Akbar Satriawan, Memahami Pemilu dan... RESENSI BUKU MEMAHAMI PEMILU DAN GERAKAN POLITIK KAUM DIFABEL Muhammad Akbar Satriawan Judul buku : Memahami Pemilu dan Gerakan Politik Kaum Difabel Penulis :

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan sebuah negara dengan sistem pemerintahan

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan sebuah negara dengan sistem pemerintahan BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara dengan sistem pemerintahan demokrasi. Partisipasi masyarakat diperlukan sebagai penunjang sistem dalam pemilihan presiden setiap periodenya.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Setelah Perang Dunia II, demokrasi menjadi salah satu wacana sentral di

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Setelah Perang Dunia II, demokrasi menjadi salah satu wacana sentral di BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Setelah Perang Dunia II, demokrasi menjadi salah satu wacana sentral di seluruh dunia. Saking derasnya arus wacana mengenai demokrasi, hanya sedikit saja negara yang

Lebih terperinci

Australia Awards Indonesia

Australia Awards Indonesia Australia Awards Paket Aplikasi Studi Singkat Kepemimpinan Organisasi dan Praktek-praktek Manajemen untuk Organisasi Penyandang Disabilitas (OPD) Page 1 Maksud dan tujuan Australia Awards Australia Awards

Lebih terperinci

Efek Jokowi: Peringatan Penting dari Survei Eksperimental

Efek Jokowi: Peringatan Penting dari Survei Eksperimental Efek Jokowi: Peringatan Penting dari Survei Eksperimental (Adinda Tenriangke Muchtar, Arfianto Purbolaksono The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research) http://www.shnews.co/detile-28182-gelombang-efek-jokowi.html

Lebih terperinci

LAPORAN SURVEY PERILAKU PEMILIH MENJELANG PILKADA KABUPATEN LAMONGAN

LAPORAN SURVEY PERILAKU PEMILIH MENJELANG PILKADA KABUPATEN LAMONGAN LAPORAN SURVEY PERILAKU PEMILIH MENJELANG PILKADA KABUPATEN LAMONGAN Oleh: PUSAT STUDI DEMOKRASI DAN HAM ( PuSDekHAM ) FISIP UNISDA LAMONGAN 2015 1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI....2 PENGANTAR..3 METODE....5 TEMUAN.6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pendengaran merupakan sensori terpenting untuk perkembangan bicara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pendengaran merupakan sensori terpenting untuk perkembangan bicara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendengaran merupakan sensori terpenting untuk perkembangan bicara dan bahasa, berkomunikasi dan belajar. 1 Kehilangan pendengaran terjadi sejak lahir, dampaknya

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA Pada bagian ini akan dipaparkan gambaran tentang partisipasi politik penyandang disabilitas di Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto dalam Pilkada 2015. Hasil penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang sudah berlangsung sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sosialisasi politik merupakan salah satu cara dalam menyebarluaskan informasi politik, sehingga fungsi sosialisasi politik yaitu untuk memberikan pengetahuan dan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman segala sesuatu aktifitas kerja dilakukan secara efektif dan efisien serta dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ranah pemerintah daerah seperti Desa Pakraman kebijakan tentang hak-hak

BAB I PENDAHULUAN. ranah pemerintah daerah seperti Desa Pakraman kebijakan tentang hak-hak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, hak-hak perempuan mulai dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan publik. Kebijakan tentang perempuan sekarang ini sudah

Lebih terperinci

AKSESBILITAS PARTISIPASI POLITIK PENYANDANG DISABILITAS DALAM PEMILU DI KOTA DENPASAR. Putu Ratih Kumala Dewi

AKSESBILITAS PARTISIPASI POLITIK PENYANDANG DISABILITAS DALAM PEMILU DI KOTA DENPASAR. Putu Ratih Kumala Dewi AKSESBILITAS PARTISIPASI POLITIK PENYANDANG DISABILITAS DALAM PEMILU DI KOTA DENPASAR Putu Ratih Kumala Dewi FISIP Universitas Udayana Jl. PB Sudirman Denpasar E-mail : tih_ratihkumaladw@yahoo.com Secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik BAB 1 PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Partai politik merupakan sebuah institusi yang mutlak diperlukan dalam dunia demokrasi, apabila sudah memilih sistem demokrasi dalam mengatur kehidupan berbangsa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia jumlah penyandang disabilitas atau sering kali disebut difabel tergolong sangat banyak. Berdasarkan hasil pendataan atau survey Pusdatin Depsos

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan A. Kesimpulan BAB V PENUTUP Model representasi dan linkage politik para aleg perempuan di Pati cukup beragam. Beragamnya model ini dipengaruhi oleh perbedaan pengalaman pribadi serta latar belakang sosial

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing di Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur yang

Lebih terperinci

Tiga Tahun Partai Politik : Masalah Representasi Aspirasi Pemilih

Tiga Tahun Partai Politik : Masalah Representasi Aspirasi Pemilih Tiga Tahun Partai Politik : Masalah Representasi Aspirasi Pemilih Lembaga Survei Indonesia (LSI) 15-24 Maret 2007 www.lsi.or.id Ihtisar Temuan Representasi kepentingan, aspirasi, atau harapan pemilih oleh

Lebih terperinci

Partisipasi dalam Mempengaruhi Kebijakan Desa. Novita Anggraeni

Partisipasi dalam Mempengaruhi Kebijakan Desa. Novita Anggraeni Aksi Sosial: Bentuk Aksi Kolektif Masyarakat Sebagai Partisipasi dalam Mempengaruhi Kebijakan Desa Novita Anggraeni novitaanggraeni.51@gmail.com novi@pattiro.org Latar Belakang Ø Masyarakat sebagai penerima

Lebih terperinci

Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan 1 oleh Dian Kartikasari 2

Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan 1 oleh Dian Kartikasari 2 Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan 1 oleh Dian Kartikasari 2 1. Keterwakilan Perempuan dalam Politik Perjuangan keterwakilan perempuan dalam politik memiliki dua makna.

Lebih terperinci

PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN

PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 JURNAL PENELITIAN OLEH: NILUH VITA PRATIWI G2G115106 PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

Lebih terperinci

PARTISIPASI POLITIK PEMULA DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH MINAHASA TENGGARA (SUATU STUDI DI KECAMATAN TOULUAAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA) Oleh :

PARTISIPASI POLITIK PEMULA DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH MINAHASA TENGGARA (SUATU STUDI DI KECAMATAN TOULUAAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA) Oleh : PARTISIPASI POLITIK PEMULA DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH MINAHASA TENGGARA (SUATU STUDI DI KECAMATAN TOULUAAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA) Oleh : Topan Umboh Abstrak Partsipasi politik politik pemula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi dimana sistem pemerintahan dilaksanakan dari, oleh, dan untuk rakyat. Dalam negara

Lebih terperinci

AMANDEMEN UUD 45 UNTUK PENGUATAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) SEBUAH EVALUASI PUBLIK. LEMBAGA SURVEI INDONESIA (LSI)

AMANDEMEN UUD 45 UNTUK PENGUATAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) SEBUAH EVALUASI PUBLIK. LEMBAGA SURVEI INDONESIA (LSI) AMANDEMEN UUD 45 UNTUK PENGUATAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) SEBUAH EVALUASI PUBLIK TEMUAN SURVEI JULI 2007 LEMBAGA SURVEI INDONESIA (LSI) www.lsi.or.id IHTISAR TEMUAN Pada umumnya publik menilai bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi dan juga sebagai cerminan. menyampaikan hak nya sebagai warganegara. Pemilihan umum merupakan

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi dan juga sebagai cerminan. menyampaikan hak nya sebagai warganegara. Pemilihan umum merupakan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi dan juga sebagai cerminan masyarakat yang memiliki kebebasan berekspresi dan berkehendak, serta menyampaikan hak nya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu instrumen terpenting dalam sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu parameter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya masyarakat memegang peran utama dalam praktik pemilihan umum sebagai perwujudan sistem demokrasi. Demokrasi memberikan kebebasan kepada masyarakat

Lebih terperinci

MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014.

MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014. MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014. HASIL RISET PARTISIPASI MASYARAKAT OLEH KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN MUSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangan rakyat, maka kekuasaan harus dibangun dari bawah. diantaranya adalah maraknya praktik-praktik money politics.

BAB I PENDAHULUAN. tangan rakyat, maka kekuasaan harus dibangun dari bawah. diantaranya adalah maraknya praktik-praktik money politics. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum hampir tidak mungkin dilaksanakan tanpa kehadiran partai-partai politik di tengah masyarakat. Keberadaan partai-partai politik juga merupakan salah satu

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI. Murbanto Sinaga

PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI. Murbanto Sinaga Karya Tulis PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kepedulian sebuah Negara terhadap rakyatnya. Di Indonesia sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kepedulian sebuah Negara terhadap rakyatnya. Di Indonesia sendiri, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan sosial adalah impian bagi setiap Negara dibelahan dunia termasuk di Indonesia. Upaya untuk mencapai mimpi tersebut adalah bentuk kepedulian sebuah Negara

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Faktor yang mempengaruhi keberhasilan inisiasi pelembagaan partisipasi perempuan dalam perencanaan dan penganggaran daerah adalah pertama munculnya kesadaran

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH. A. Terjadinya Konflik Jalan Lingkungan Di Kelurahan Sukapada

BAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH. A. Terjadinya Konflik Jalan Lingkungan Di Kelurahan Sukapada BAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH A. Terjadinya Konflik Jalan Lingkungan Di Kelurahan Sukapada Proses peralihan kepemilikan lahan kosong terjadi sejak akhir 2004 dan selesai pada tahun 2005, dan sejak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN A. CALEG PEREMPUAN DI KELURAHAN TEWAH MENGALAMI REKRUTMEN POLITIK MENDADAK Perempuan dan Politik di Tewah Pada Pemilu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. Analisis data merupakan proses mengatur aturan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satu uraian dasar.

BAB IV ANALISIS DATA. Analisis data merupakan proses mengatur aturan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satu uraian dasar. 106 BAB IV ANALISIS DATA Analisis data merupakan proses mengatur aturan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satu uraian dasar. Pada tahap ini data yang diperoleh dari berbagai

Lebih terperinci

Pola Surat Suara Tidak Sah dalam Pemilu Presiden 2014 di Daerah Istimewa Yogyakarta

Pola Surat Suara Tidak Sah dalam Pemilu Presiden 2014 di Daerah Istimewa Yogyakarta Pola Surat Suara Tidak Sah dalam Pemilu Presiden 2014 di Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Akhir Penelitian Pola Surat Suara Tidak Sah dalam Pemilu Presiden 2014 di Daerah Istimewa Yogyakarta kerjasama

Lebih terperinci

A. Kesimpulan BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini yang fokus terhadap Partai Golkar sebagai objek penelitian, menunjukkan bahwa pola rekrutmen perempuan di internal partai Golkar tidak jauh berbeda dengan partai

Lebih terperinci

Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015

Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015 Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015 1 Konteks Regulasi terkait politik elektoral 2014 UU Pilkada

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN. pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa : Non Pemerintah Dalam Penetapan dan Penyusunan RKPD

VI. SIMPULAN DAN SARAN. pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa : Non Pemerintah Dalam Penetapan dan Penyusunan RKPD VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan uraian dan keterangan yang telah dijabarkan dalam pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Kesetaraan Para Pemangku Kepentingan Dari Unsur Pemerintah

Lebih terperinci

LAPORAN RISET PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILU

LAPORAN RISET PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILU LAPORAN RISET PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILU LITERASI POLITIK KAUM DIFABEL (Studi Kasus Pada Pemilih Tunanetra Di Kabupaten Banjarnegara Dalam Pemilu Legislatif Dan Pemilu Presiden 2014)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan rakyat harus didasarkan pada kedaulatan rakyat. Pemilu

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan rakyat harus didasarkan pada kedaulatan rakyat. Pemilu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara demokrasi dimana pemerintahan berdasarkan atas kedaulatan rakyat (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1

Lebih terperinci

KPU KOTA ADM. JAKARTA BARAT HASIL RISET TENTANG

KPU KOTA ADM. JAKARTA BARAT HASIL RISET TENTANG KPU KOTA ADM. JAKARTA BARAT HASIL RISET TENTANG 1. DASAR HUKUM Surat Ketua KPU RI No. 155/KPU/IV/2015 Tentang Pedoman Riset tentang Partisipasi dalam Pemilu 2.LATAR BELAKANG A. Kesukarelaan Warga dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istilah unjuk rasa dan demonstrasi mahasiswa (Matulessy, 2005). Mahasiswa telah

BAB I PENDAHULUAN. istilah unjuk rasa dan demonstrasi mahasiswa (Matulessy, 2005). Mahasiswa telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejumlah perubahan di Indonesia, tercatat peran signifikan gerakan mahasiswa di dalamnya. Gerakan mahasiswa (student movement) merupakan salah satu bentuk dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Call for Proposals : Voice Indonesia

Kerangka Acuan Call for Proposals : Voice Indonesia Kerangka Acuan Call for Proposals 2016-2017: Voice Indonesia Kita berjanji bahwa tidak akan ada yang ditinggalkan [dalam perjalanan kolektif untuk mengakhiri kemiskinan dan ketidaksetaraan]. Kita akan

Lebih terperinci

Pemilu yang ada bahkan tidak membawa perubahan orang. Sebagian besar akan tetap orang dan muka lama.

Pemilu yang ada bahkan tidak membawa perubahan orang. Sebagian besar akan tetap orang dan muka lama. Pengantar: Pemilihan umum legislatif berlangsung 9 April. Banyak pihak berharap hasil pemilu bisa membawa perubahan bagi Indonesia. Bisakah itu terwujud? Dan bagaimana hukum syara tentang pemilu legislatif

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KPU TENTANG SOSIALISASI, PENDIDIKAN PEMILIH, DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM

RANCANGAN PERATURAN KPU TENTANG SOSIALISASI, PENDIDIKAN PEMILIH, DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM RANCANGAN PERATURAN KPU TENTANG SOSIALISASI, PENDIDIKAN PEMILIH, DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM 1. Untuk mengakomodir asas kepentingan umum dan untuk menjamin kemudahan

Lebih terperinci

AGENDA BESAR PEMBAHASAN PEREMPUAN DAN ISLAM DI INDONESIA

AGENDA BESAR PEMBAHASAN PEREMPUAN DAN ISLAM DI INDONESIA Tinjauan Buku AGENDA BESAR PEMBAHASAN PEREMPUAN DAN ISLAM DI INDONESIA Widjajanti M Santoso 1 Judul Buku : Citra Perempuan Dalam Islam, Pandangan Ormas Keagamaan Penulis : Jamhari, Ismatu Ropi (eds) Tahun

Lebih terperinci

PARTISIPASI WARGA UNTUK REFORMASI BIROKRASI SEKTOR PENDIDIKAN

PARTISIPASI WARGA UNTUK REFORMASI BIROKRASI SEKTOR PENDIDIKAN PARTISIPASI WARGA UNTUK REFORMASI BIROKRASI SEKTOR PENDIDIKAN Sebuah catatan kegiatan jaringan kelompok masyarakat sipil dalam melakukan pengawasan terhadap Pelayanan Sekolah di Kota Bandung Diterbitkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan UUD 1945, dalam Pasal 28 D (1) Setiap orang berhak atas

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan UUD 1945, dalam Pasal 28 D (1) Setiap orang berhak atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai warga negara Indonesia, kedudukan, hak, kewajiban, dan peran penyandang cacat adalah sama dengan warga negara lainnya. Hal ini sesuai dengan UUD 1945, dalam

Lebih terperinci

ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU

ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU 1. Sistem Pemilu Rumusan naskah RUU: Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional dengan daftar calon

Lebih terperinci

IDENTITAS RESPONDEN (KERAHASIAAN TERJAMIN) Nomor Angket :... (Diisi peneliti)

IDENTITAS RESPONDEN (KERAHASIAAN TERJAMIN) Nomor Angket :... (Diisi peneliti) IDENTITAS RESPONDEN (KERAHASIAAN TERJAMIN) Nomor Angket :... (Diisi peneliti) Usia :... Tahun Jenis Kelamin : 1. Laki-Laki 2. Perempuan Tingkat Pendidikan : 1. SD/MI/Kebawah 4. D1/D2/D3/D4 2. SMP/MTs 5.

Lebih terperinci

PEDOMAN RISET TENTANG PARTISIPASI DALAM PEMILU KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA 2015

PEDOMAN RISET TENTANG PARTISIPASI DALAM PEMILU KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA 2015 PEDOMAN RISET TENTANG PARTISIPASI DALAM PEMILU KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA 2015 PENDAHULUAN Riset pemilu merupakan salah satu elemen strategis dalam manajemen pemilu. Riset tidak hanya memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merumuskan dan menyalurkan kepentingan masyarakat.partai politik juga

BAB I PENDAHULUAN. merumuskan dan menyalurkan kepentingan masyarakat.partai politik juga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran partai politik dalam sistem pemerintahan yang demokratis adalah suatu hal yang penting. Sebagai organisasi yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP Kesimpulan. kualitas dan kuantitas pemilih dalam menggunakan hak pilihnya. Relawan

BAB VII PENUTUP Kesimpulan. kualitas dan kuantitas pemilih dalam menggunakan hak pilihnya. Relawan BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Relawan Demokrasi merupakan program nasional dari KPU RI yang dirancang untuk seluruh kabupaten/kota di Indonesia dan ditempatkan di bawah supervisi KPU kabupaten/kota setempat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperlakukan rakyat sebagai subjek bukan objek pembangunan, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. memperlakukan rakyat sebagai subjek bukan objek pembangunan, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Parameter paling utama untuk melihat ada atau tidaknya pembangunan politik di sebuah negara adalah demokrasi. Meskipun sebenarnya demokrasi tidak sepenuhnya menjadi

Lebih terperinci

Evaluasi Pemilih atas Kinerja Dua Tahun Partai Politik. Survei Nasional Maret 2006 Lembaga Survei Indonesia (LSI)

Evaluasi Pemilih atas Kinerja Dua Tahun Partai Politik. Survei Nasional Maret 2006 Lembaga Survei Indonesia (LSI) Evaluasi Pemilih atas Kinerja Dua Tahun Partai Politik Survei Nasional Maret 2006 Lembaga Survei Indonesia (LSI) www.lsi.or.id Ihtisar Sudah hampir dua tahun masyarakat Indonesia memilih partai politik

Lebih terperinci

Laporan Hasil Penelitian. PENGGUNAAN MEDIA DIGITAL DI KALANGAN ANAK-ANAK DAN REMAJA DI INDONESIA Ringkasan Eksekutif

Laporan Hasil Penelitian. PENGGUNAAN MEDIA DIGITAL DI KALANGAN ANAK-ANAK DAN REMAJA DI INDONESIA Ringkasan Eksekutif Laporan Hasil Penelitian PENGGUNAAN MEDIA DIGITAL DI KALANGAN ANAK-ANAK DAN REMAJA DI INDONESIA Ringkasan Eksekutif Anak-anak dan remaja yang jumlahnya mencapai hampir sepertiga penduduk yang berjumlah

Lebih terperinci

DUKUNGAN TERHADAP CALON INDEPENDEN

DUKUNGAN TERHADAP CALON INDEPENDEN DUKUNGAN TERHADAP CALON INDEPENDEN Temuan Survei Nasional Juli 2007 LEMBAGA SURVEI INDONESIA (LSI) www.lsi.or.id Tujuan Survei Mendekatkan desain institusional, UU dan UUD, dengan aspirasi publik agar

Lebih terperinci