Bab 8 PENGHAYATAN SPIRITUAL DAN PEMBANGUNAN DI BALIK ADAT ISTIADAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 8 PENGHAYATAN SPIRITUAL DAN PEMBANGUNAN DI BALIK ADAT ISTIADAT"

Transkripsi

1 Bab 8 PENGHAYATAN SPIRITUAL DAN PEMBANGUNAN DI BALIK ADAT ISTIADAT U ntuk dapat mengerti modal spiritual di Mondo perlu mempelajari pula berbagai upacara adat yang mereka lakukan karena dalam setiap upacara adat terkandung nilai-nilai yang menjadi penghayatan spiritual mereka. Jika dilihat melalui perspektif Mircea Eliade, masyarakat Mondo cenderung tradisional karena sifat utama masyarakat tradisional masih melekat dalam diri komunitas tersebut, yaitu berbagai praktik religius mereka selalu berpusat pada masalah-masalah fundamental kehidupan manusia (Susanto 1987). Semua upacara adat itu selalu dikaitkan dengan permasalahan yang mereka gumuli sehari-hari, misalnya hal-hal yang berkaitan dengan kebun, kelahiran, pernikahan, kematian, dan sebagainya. Setiap ritual adat kaya dengan simbol, makna, dan nilai. Ritual adat sendiri terjadi karena adanya penghayatan spiritual. Oleh karena itu, penelitian modal spiritual perlu dilakukan dengan mempelajari nilai-nilai yang terkandung dalam ritual adat masyarakat. Penghayatan spiritual masyarakat Mondo melahirkan sebuah kekerabatan yang kuat di antara anggota masyarakatnya. Hal ini bisa terlihat dari bagaimana cara mereka menyelenggarakan berbagai upacara adat yang selalu melibatkan 197

2 kaum kerabat. Setiap orang memiliki tugasnya masing-masing dalam upacara adat tersebut sesuai dengan statusnya dalam kekerabatan. Dan sebetulnya, dalam hidup sehari-hari pun setiap kali memandang orang lain, mereka akan segera menyangkutkan bagaimana hubungan kekerabatan orang tersebut dengan dirinya. Sering sekali di Mondo dan di tanah Manggarai pada umumnya terdengar ucapan, Dia itu saya punya kesa. 123 Ibu itu saya punya tanta, 124 Anak muda itu masih saya punya anak, 125 dan sebagainya. Dibandingkan dengan situasi di Jawa, adat istiadat masih terlihat kental mewarnai kehidupan masyarakat Mondo, bahkan di seluruh Manggarai. Adat istiadat ini tidak hanya terlihat dalam upacara-upacara adat di kampung, tetapi juga dalam berbagai acara Gerejawi dan bahkan pemerintahan. Gambar 23 Misa Pelantikan Bupati Manggarai Timur yang diawali dengan perarakan para penari adat (Sumber: H.A. Tjondro Sugianto 2009) 123 Kesa dalam bahasa Manggarai berarti ipar. Padahal, yang dimaksud iparnya itu belum tentu pasangan hidup dari saudara kandungnya, bisa juga pasangan hidup dari sepupunya. 124 Tanta dalam bahasa Manggarai berarti bibi, atau sering di Jawa disebut Tante. Akan tetapi, belum tentu bibi itu saudari kandung orang tuanya, bisa saja sepupu dari orang tuanya. 125 Tak jarang keponakan pun mereka sebut anak pula. 198

3 Gambar 24 Misa Pelantikan Bupati Manggarai Timur yang dihadiri oleh ratusan imam (Sumber: H.A. Tjondro Sugianto 2009) Dalam setiap upacara adat, seluruh anggota keluarga besar berkumpul dalam suasana persaudaraan yang akrab. Di sinilah tampak kuat unsur kekerabatan yang tetap terjaga dan mengikat mereka semakin kuat satu dengan lainnya. Tiada seorang pun yang terabaikan dalam upacara adat, karena setiap individu memiliki perannya masing-masing sesuai dengan statusnya dalam kekerabatan. Walaupun tidak pernah sekolah resmi mengenai adat istiadat, setiap orang tahu apa yang harus dilakukan dan kapan ia harus berperan sesuai dengan statusnya. Ini karena kehidupan adat sudah membudaya dan menjadi bagian dalam kehidupan mereka. Kekhasan dalam hal ini adalah kekerabatan yang terjadi karena hubungan darah bisa sama kuatnya dengan kekerabatan karena perkawinan. Baik dalam upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran, pernikahan, maupun kematian, anak rona memegang peranan yang sangat penting. Kata-katanya selalu didengar dan dihargai oleh jajaran anak winanya. Berikut ini akan digambarkan beberapa upacara adat sehingga terlihat bagaimana kekerabatan memainkan perannya dalam setiap upacara adat. Juga akan ditunjukkan simbol-simbol yang sarat dalam setiap upacara adat sehingga nilai-nilai penghayatan spiritual mereka dapat dipelajari. Sebagaimana biasa, di bagian-bagian tertentu akan dijelaskan adat menurut tradisi Manggarai pada umumnya, karena dua alasan. Alasan pertama, semua orang Mondo adalah orang Manggarai, sehingga mereka menghidupi juga tradisi orang Manggarai pada umumnya. Oleh karena itu, sulit jika dikatakan sebagai adat Mondo karena sebetulnya adat tersebut bukan khas Mondo. Alasan kedua, ada kalanya juga orang Mondo membuat upacara adat yang berbeda dengan tradisi Manggarai 199

4 pada umumnya. Dengan demikian, diperlukan penjelasan mengenai tradisi Manggarai pada umumnya agar dapat dilihat bagaimana perbedaannya di Mondo. Secara umum, keseluruhan bab ini menunjukkan masyarakat Mondo sebagai sebuah kerabat yang komunal, tradisional, dan spiritualistis. KELAHIRAN Ketika bayi-bayi Manggarai belum mengenal rumah sakit atau Puskesmas sebagai tempat kelahirannya, dikenallah sebuah upacara adat yang disebut Céar cumpé. Menjelang kelahirannya, biasanya ayah sang bayi pergi mencari kayu untuk membuat tempat pembaringan yang disebut cumpé. Cumpé ini diletakkan dekat tungku api. Di sanalah si bayi mungil dan ibunya akan berbaring untuk mendapatkan kehangatan. Setelah membuat cumpé, biasanya sang ayah pun keluar dan menunggu kelahiran sang bayi di depan rumah. Setelah si bayi lahir, akan ada seorang pria yang mengetuk dinding sebanyak tiga kali dengan masing-masing ketukan diikuti seruan, Ata pé ang ko ata oné? yang berarti Orang luar atau orang dalam? Atau sebaliknya, Ata oné ko ata pé ang? Kalau yang lahir anak laki-laki dijawab ata oné, yang berarti orang dalam; sedangkan kalau anak perempuan dijawab ata pé ang, yang berarti orang luar. Tak jarang yang mengetuk itu adalah sang ayah sendiri. Anak laki-laki disebut orang dalam karena ia yang akan meneruskan garis keturunan keluarga dan tetap di dalam klan, sedangkan anak perempuan disebut orang luar karena kelak ia akan masuk ke dalam keluarga suaminya dan menjadi anggota klan suami. Setelah kelahiran, sang ibu dan bayinya berbaring di cumpé dekat tungku api yang disebut sapo, supaya tetap hangat. Sesudah lima hari, yaitu setelah tali pusat bayi mengering, barulah sang ibu boleh keluar untuk pergi menimba air dan mandi di sana atau pergi ke kebun. Orang Mondo mengatakan bahwa saat itu dilakukan Wali Cumpé, yaitu papan cumpé tempat mereka tidur dibalik. Sedangkan kalau dilakukan Céar Cumpé, itu berarti cumpé dibongkar dan sang ibu tidak boleh melahirkan lagi. Untuk Céar Cumpé ini perlu persetujuan anak rona dengan menyembelih babi, sedangkan kalau Wali Cumpé cukup ayam saja. Sedangkan bagi orang Jawang, kampung tetangga Mondo, hanya ada satu istilah, yaitu Céar Cumpé, walaupun setelah itu sang ibu boleh melahirkan kembali. Orang Manggarai kebanyakan hanya mengenal Céar Cumpé saja sebagaimana yang dimengerti oleh orang Jawang. 200

5 Pada zaman dahulu, bayi yang baru lahir dipotong tali pusatnya dengan menggunakan lampek. Lampek ini dibuat dari buluh bambu yang disebut cawar, dipotong kecil-kecil menjadi lima potongan. Potongan kelima dibuat tajam, sedangkan 4 potongan lainnya tidak tajam. Kelima potongan ini disentuhkan ke tali pusat bayi, namun yang akhirnya memutuskan tali pusat tersebut adalah potongan kelima yang dibuat tajam. Lima lampek ini memiliki makna khusus yang menyangkut kehidupan manusia. Jika seseorang mengalami musibah atau kecelakaan untuk pertama kalinya hingga hampir tewas, disebut Ca Lampek, atau lampek pertama. Jika ia mengalami musibah atau kecelakaan yang hampir menewaskan hidupnya sampai 4 kali, maka ia harus berhati-hati karena orang Manggarai percaya yang kelima pasti akan membuatnya mati. Hal ini sesuai dengan pemotongan tali pusat, potongan lampek kelimalah yang memisahkan tali kehidupan antara bayi dengan ibu. Sejak saat itu si bayi mempunyai kehidupan barunya sendiri. Pada suatu hari, ada seorang pendatang 126 di Mondo mengeluarkan komentar, Wah, orang Manggarai ini berarti nyawanya rangkap lima, sudah! Mendengar itu, semua orang laki-laki dan perempuan yang berkumpul tertawa keras, geli sekali. Rupanya masyarakat Mondo sudah melihat segala bentuk kepercayaan itu sebagai takhyul belaka. Mereka juga mengatakan bahwa zaman sekarang lampek tidak diperlukan lagi karena sudah ada gunting. Pada intinya Céar Cumpé merupakan upacara adat untuk memberikan nama bagi bayi yang baru lahir. Pemberian nama kepada bayi ini ditandai dengan darah ayam, atau hewan lain sesuai dengan kebiasaan klannya masingmasing. Setelah didoakan, binatang yang dibunuh itu diambil darahnya dan dioleskan sedikit di dahi si bayi dan di ujung ibu jari kakinya. Jadi, semacam dimeterai dengan darah kurban. Oleh karena itu, sangat tercela memanggil orang Manggarai dengan nama ayamnya atau nama kampungnya. Itu sebabnya kalau memanggil orang Manggarai, sebaiknya panggil nama baptisnya saja. Kalau panggil nama keduanya, itu tidak baik karena berarti kita memanggil nama ayamnya, urai Petrus Janggur, seorang tokoh adat di Ruteng Pendatang tersebut berasal dari Jawa dan datang untuk memberikan pembinaan kepada KTM yang ada di Mondo. 127 Petrus Janggur memang bukan orang Mondo, namun keluarga besarnya banyak yang tinggal di Kampung Mondo. Beliau adalah anak rona ulu dari beberapa keluarga klan Pau di Mondo. Selain itu, beliau merupakan tokoh adat sekaligus katekis yang banyak terlibat dalam penerjemahan Kitab Suci ke dalam bahasa Manggarai dan membantu 201

6 Misalnya, nama saya Petrus Janggur, Suster boleh panggil saya Pak Petrus, jangan Pak Janggur. Dalam upacara Céar Cumpé hadir seluruh kerabat. Menurut tradisi, orang tua sudah menyiapkan nama untuk bayinya. Namun, kemudian ditanyakan kepada semua yang hadir nama apa yang cocok untuk bayi mereka, hingga diperoleh lima calon nama. Nama-nama yang dipilih umumnya berdasarkan nama leluhur mereka. Kemudian, diadakanlah semacam pemungutan suara di antara para kerabat itu. Nama yang memperoleh suara terbanyak atau kebetulan sama dengan pilihan orang tua, biasanya nama itulah yang dipilih untuk diberikan kepada si bayi. Kalau tidak ada nama yang memperoleh suara terbanyak, maka yang dipakai adalah nama yang sudah disiapkan oleh orang tua. Oleh karena itu, dapatlah dimengerti mengapa kakak beradik satu ayah di Manggarai belum tentu mempunyai nama belakang yang sama, karena nama belakang mereka diambil dari nama jajaran leluhur yang ada dalam kekerabatan. Kebiasaan ini mengingatkan kisah Injil yang menceritakan pemberian nama Yohanes pembaptis. Pemberian nama tersebut mendulang protes karena tidak sesuai dengan nama leluhurnya. Maka datanglah mereka pada hari yang kedelapan untuk menyunatkan anak itu dan mereka hendak menamai dia Zakharia menurut nama bapanya, tetapi ibunya berkata: "Jangan, ia harus dinamai Yohanes." Kata mereka kepadanya: "Tidak ada di antara sanak saudaramu yang bernama demikian." (Yoh.1:59-61) Bagaimana dengan sekarang setelah adanya Puskesmas dan rumah sakit? Memang tidak mungkin lagi ada Céar Cumpé karena bayi tidak lagi dibaringkan di atas cumpé buatan sang ayah, tetapi di atas tempat pembaringan. Walaupun demikian, masih banyak pula kampung-kampung yang jauh dari Puskesmas dan rumah sakit sehingga kebiasaan Céar Cumpé ini masih berlangsung. Termasuk di Kampung Mondo, masih cukup banyak ibu yang melahirkan di rumah, tidak di Puskesmas. Ferdinandus Sehadung, putera sulung Stefanus Syukur juga mengadakan Céar Cumpé untuk kedua anaknya yang lahir pada tahun 2003 dan Akan tetapi, acaranya berbeda, tidak seperti orang dahulu melakukannya. Acara waktu itu intinya adalah pemberian nama anak sekaligus bersyukur atas pembaptisan mereka. Memang kami potong hewan, tetapi bukan sebagai kurban pemerintah dalam berbagai kasus yang membutuhkan solusi adat. Salah satu perannya antara lain pernah memimpin Lonto Léok dalam tingkat kabupaten dan membantu penyelesaian perang tanding. 202

7 persembahan. Hewan itu hanya untuk makan bersama saja, jelas Feri, panggilan sehari-hari Ferdinandus. Adapun nama itu bukan berasal dari nama nenek moyang, tapi nama baptis dan diikuti dengan nama ayahnya, sambung Feri sambil tersenyum. Kedua anak Feri bernama Michaelis Junior Ferdinand dan Febronia Christina Ferdinand. Walaupun acara ini sama sekali berbeda dengan acara Céar Cumpé yang biasa diadakan orang Manggarai, Feri tetap menyebutnya itu sebagai Céar Cumpé. Bagi kami orang Mondo, bukan tata upacaranya yang dipertahankan, tetapi muatannya. Apa yang menjadi tujuan dari acara Céar Cumpé adalah pemberian nama anak, ucap Feri menyampaikan argumennya. Walaupun demikian, masih banyak pula warga Mondo yang melakukan Céar Cumpé sebagaimana leluhurnya melakukannya dulu, namun dengan sedikit modifikasi. Misalnya, hal ini terjadi dalam sebuah keluarga dari Teber yang tinggal di Mondo 2. Kala itu penulis terlambat datang, sehingga tidak mengikuti acara dari awal. Keterlambatan ini membuat penulis di-kepok oleh tuan rumah, yaitu suatu upacara adat penyambutan dan sebagai tanda walau datang terlambat namun doa-doanya dipersatukan dengan mereka yang sudah datang lebih dahulu. Modifikasi yang dilakukan adalah sang ibu dan bayi tidak lagi berbaring di cumpé melainkan di pembaringan. Sementara susunan acara lainnya tetap, dengan melibatkan para kerabat woénelu dan aseka é, juga warga kampung yang terhitung sebagai kerabat pa ang ngaung olo musi. Demikianlah yang terjadi di Mondo, dengan setia mereka mempertahankan adat istiadat. Namun, yang dengan teguh tetap mereka lestarikan adalah intensi dari setiap upacara tersebut, bukan tata cara atau ritualnya yang sebetulnya hanya merupakan kulitnya saja. PERNIKAHAN Untuk memasuki tahap pernikahan, orang Manggarai harus melalui tahapan-tahapan adat yang cukup rumit jika dibandingkan dengan pernikahan modern. Selain itu, perbedaan yang mencolok lainnya dengan pernikahan modern adalah tampak sekali bahwa pernikahan Manggarai merupakan persatuan dari dua keluarga besar, antara keluarga mempelai perempuan dan mempelai laki-laki. Tidak heran bahwa jarang sekali terjadi perceraian di 203

8 Manggarai. 128 Selain karena dilarang oleh agama, juga karena adat istiadat yang membuat pernikahan itu mempunyai tanggung jawab sosial yang tinggi. Jika terjadi perceraian antara suami dan istri, maka terjadi juga pemutusan hubungan antara kekerabatan anak rona dan anak wina dari dua keluarga besar, suatu hal yang nyaris tak terbayangkan bagi masyarakat Manggarai. Di samping itu, bélis 129 yang tinggi membuat perempuan merasa dihargai dan suami tidak mudah melepaskan istrinya begitu saja karena bélis tinggi yang sudah dibayar oleh keluarganya. Bélis tersebut menjadi mas kawin sekaligus pengikat perkawinan antara dua keluarga besar. Bélis, seolah-olah menjadi anyaman sarang laba-laba tempat sebuah keluarga kecil hidup dengan sejahtera. Menghilangkan bélis, berarti pula memutuskan jaringan sarang laba-laba ini sehingga dapat terjadi kerusakan atau keruntuhan yang sulit diperbaiki (de Graaf 1985). Walaupun demikian, selama penelitian di tahun 2009 dan 2010 ditemukan juga perceraian dan perselingkuhan di Manggarai. Memang diakui oleh mereka yang mengalami perceraian ataupun perselingkuhan, masalah menjadi sangat rumit karena bukan hanya harus menghadapi hukum Gereja tetapi juga hukum adat. Untuk sampai ke jenjang pernikahan, sepasang muda-mudi harus melalui tahapan-tahapan yang sangat ketat. Oleh karena itu, adat istiadat ini juga menjadi semacam tameng terhadap pergaulan bebas yang kini melanda banyak kaum muda di berbagai tempat. Walaupun demikian, kemajuan zaman perlahan-lahan sudah mulai merobek situasi ini. Selama pengalaman penulis berada di lapangan, sempat ditemukan beberapa contoh kasus gadis-gadis Manggarai yang hamil di luar nikah, ataupun perselingkuhan-perselingkuhan. Banyak yang berusaha menyelesaikan secara adat, namun solusi adat sekarang mulai sulit diterima pula. Salah satu contoh kasus, di akhir tahun 2009 ada seorang gadis Borong yang dalam keadaan bingung. Ia mengandung di luar nikah dan kedua keluarga besar setuju untuk menyelesaikan secara adat. Ternyata, solusi adat tersebut dirasakan tidak adil bagi si gadis sehingga keluarga sang gadis pun menolaknya. Berikut ini akan dijelaskan tahapantahapan yang harus dilalui sepasang muda-mudi Manggarai yang hendak menikah berdasarkan masukan-masukan dari warga Mondo, Gregorius Nahar 128 Menurut pengakuan banyak orang Manggarai. 129 Belis merupakan istilah untuk mas kawin dalam perkawinan adat Manggarai. 204

9 warga Golonderu yang berstatus sebagai anak wina orang Mondo, 130 ditunjang pula dengan beberapa literatur. 131 dan Pésé Satu Sélé Kopé atau Tegi Paca Tahapan pertama di jenjang pernikahan bagi orang Kantar adalah Pésé Satu Sélé Kopé, atau Tegi Paca bagi Suku Watang di Jawang. Dahulu pernikahan terjadi karena dijodohkan orang tuanya. Biasanya, setelah orang tua melihat anak remajanya sudah akil balig, mereka mulai menentukan siapa jodoh yang cocok untuknya. Namun, seiring dengan perubahan zaman, sekarang muda-mudi sudah saling memandang dan berkenalan. Apabila ada yang terasa cocok di hati, biasanya sang pemuda acapkali datang mengunjungi rumah sang pemudi. Hasrat untuk menjalin hubungan lebih serius akan ditunjukkan si pemuda dengan menghadap orang tua gadis idamannya sambil membawa sirih dan pinang, kadang ditambah tembakau. Umumnya, sang pemuda tidak akan menyebut nama gadis idamannya itu di hadapan keluarga kekasihnya. Akan tetapi, gadis yang ingin dilamarnya itu disebutnya sebagai kalaraci. Kala berarti daun sirih, raci berarti daun pinang; itu semua sebagai simbolisasi. Pada saat itu, maka orang tua gadis akan bertanya kurang lebih sebagai berikut, Maaf Anak, maksud kedatangan Anak yang sering begini, saya ada rasa lain. Mungkin ada maksud? 132 Pemuda yang sungguh-sungguh akan berkata, Bapak, saya sering datang ke sini, rencana saya supaya Bapak menjadi bapak saya, dan Mama menjadi mama saya. Atau, lazim juga dikatakan, Saya datang mau memetik kalaraci. Kedua kalimat ini menunjukkan niat si pemuda untuk hidup bersama gadis idamannya. Sesudah itu, pemuda tersebut juga harus mengungkapkan isi hatinya kepada orang tuanya sendiri, bahwa ia henamata terhadap gadis 130 Wawancara dengan Gregorius ini dilakukan di rumahnya di Kampung Golonderu, pada tanggal 13 Februari Beliau juga seorang tokoh adat yang cukup mengerti seluk-beluk adat istiadat dan seorang Kepala Sekolah pula. Pada tahun 2011, ia terpilih sebagai Kepala Desa. 131 Literatur yang diambil terutama untuk tahapan pernikahan ini adalah karya Nggoro (2006). 132 Kalimat ini dikutip langsung apa adanya berdasarkan ucapan Gregorius sehingga walaupun dengan bahasa Indonesia tetapi sedikit dipengaruhi gaya bahasa Manggarai. 205

10 idamannya. Maksud henamata di sini adalah jodoh, artinya, ia merasa ada jodoh dengan gadis tersebut. Maka, mulailah dipikirkan pertemuan antara kedua orang tua yang disebut Wéda Réwo Tuke Mbaru. Wéda Réwo Tuke Mbaru dan Paluk Kila Tuke Mbaru dalam pengertian harfiah berarti naik ke rumah, karena rumah orang Manggarai banyak yang berupa rumah panggung. Pada tahapan ini, orang tua sang pemuda menemani anaknya menaiki rumah calon besan untuk melamar. Saat itulah kedua orang tua dari si pemuda dan pemudi saling bertemu. Pada kesempatan tersebut, sang gadis dilamar secara resmi dan diadakanlah Paluk Kila atau tukar cincin. Namun, tak jarang pula acara tukar cincin itu dilakukan pada tahap selanjutnya. Sesudah itu, baru dirundingkan kapan kedua keluarga besar dapat bertemu untuk merundingkan hal-hal yang diperlukan pada jenjang berikutnya. Jenjang berikutnya inilah yang biasanya lebih banyak memakan waktu dan cukup rumit karena dibutuhkan kesabaran dan kerelaan dari kedua pihak keluarga agar diperoleh kesepakatan bersama. Pongo Tahap selanjutnya disebut Pongo. Pada tahap ini, keluarga sang pemuda datang kepada keluarga sang pemudi untuk melamar, istilahnya masuk minta. Biasanya, selambat-lambatnya sehari sebelumnya sudah ada pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak keluarga perempuan mengenai kedatangan keluarga calon mempelai pria. Pada harinya, keluarga laki-laki datang ke tempat keluarga perempuan. Masing-masing keluarga memiliki juru bicaranya masingmasing, yang disebut tongka. Juru bicara untuk anak rona atau keluarga calon mempelai perempuan disebut Tongka Tiba, sedangkan juru bicara dari anak wina yang melamar disebut Tongka Téi. Setelah keluarga anak wina masuk ke rumah keluarga anak rona, biasanya segera disajikan air minum panas dan sirih pinang. Hal ini penting untuk menjaga suasana pertemuan berjalan dengan hangat dan nyaman bagi kedua belah pihak. Setelah itu segera dimulailah pembicaraan antara kedua keluarga besar, yang disebut sebagai ris. Pembicaraan pertama dimulai dengan anak rona yang menanyakan apa maksud kedatangan keluarga anak wina, walau sebetulnya mereka sudah tahu. Setelah 206

11 seluruh pembicaraan selesai, diadakanlah makan bersama yang mereka sebut dengan istilah danong. Gambar 25 Seorang ibu menyajikan sirih pinang kepada keluarga pemuda yang melamar. (Foto diambil ketika puteri pertama Don Jematu, keluarga Tu a Dalu Riwu terakhir, dilamar seorang pemuda dari Sita, Sumber: H.A. Tjondro Sugianto 2010) Apabila gadis yang hendak dilamar mempunyai kakak perempuan yang belum menikah, keluarga anak wina harus permisi dulu dengan memberikan seekor kuda, dan biasanya juga dengan sejumlah uang, istilahnya tabeka é. Hal ini dilakukan untuk menjaga hati sang kakak supaya tidak tersinggung, istilah Manggarainya, jaga wiwir ka é. Sebab, seorang kakak perempuan yang dilangkahi adiknya biasanya akan merasa ledék, yang artinya hina. Apabila tidak ada kakak perempuan yang dilangkahi, maka kedua tongka akan berbicara mengenai pongo. Hal-hal yang dibicarakan sehubungan dengan pongo adalah masalah bélis, umber 133, dan sebagainya. Jumlah bélis yang harus dibayar oleh anak wina kepada anak rona sangat ditentukan oleh pembicaraan para tongka. Biasanya kecantikan seorang gadis dapat dijadikan kriteria besarnya bélis. Apabila gadis tersebut berpendidikan tinggi, bélisnya semakin mahal lagi. Ini semua tergantung kepiawaian tongka dalam berbicara. Selain itu, nilai bélis juga ditentukan oleh kemampuan keluarga anak wina, dan kerelaan anak rona seberapa besar ia mau menerima bélis tersebut. Umumnya, anak rona akan memasang harga bélis setinggi mungkin, sedangkan anak wina akan 133 Pengertian umber akan diuraikan dalam penjelasan selanjutnya masih di bab yang sama. 207

12 berusaha untuk menawar serendah mungkin. Namun, untuk keluarga anak wina yang mampu, nilai belis yang tinggi dapat sekaligus mengangkat gengsi mereka. Di daerah Kantar, umumnya bélis berkisar 1:5, artinya 1 ekor kerbau dan 5 ekor kuda. Banyak orang yang mengatakan bahwa bélis seringkali menjadi sarana pemerasan. Namun, sebagaimana biasanya adat selalu mempunyai solusi untuk setiap masalah, demikian juga untuk kasus yang satu ini. Ada orang-orang tertentu yang merasa gengsinya merosot jika membayar bélis rendah, namun sebetulnya ia memang sungguh-sungguh tidak sanggup membayar bélis dalam jumlah besar. Untuk itu, ada sebuah solusi yang disebut umber. Umber adalah bagian terkecil dari lempung. Maksud dari kalimat ini adalah jika kedua tongka sepakat untuk umber, upacara dibuat sesederhana mungkin, sesuai dengan kesepakatan antara anak wina dan anak rona. Adapun bélis, boleh dibayar seperempatnya saja. Istilah Manggarai untuk hal ini adalah toé oné pa ang dialema. Maksudnya adalah ia datang bukan melalui pintu depan melainkan pintu belakang. Sebaliknya, kalau kesepakatannya lempung, sebagian besar dari sepakat bélis, paling tidak tigaperempatnya harus dibayar oleh anak wina pada saat itu juga. Apabila anak wina hendak datang melalui pintu depan, maka semua tuntutan raja lempung harus dipenuhi. Sejak ia mulai menginjakkan kaki di luar, pa ang le, sampai duduk di tikar dalam rumah, semuanya dalam tingkatan raja, artinya harus bayar saat itu juga, tidak bisa ditunda lagi. Setelah semua pembayaran diselesaikan, esok paginya dipanjatkan doa dengan kurban binatang; Tudak, demikian istilah Manggarainya. Sesudah itu barulah selesai semuanya, Réné, nai lempung. Sebaliknya, umber tidak seperti itu. Umber merupakan alternatif dari lempung, yaitu segala sesuatunya dibuat sederhana. Pada waktu acara umber, yang disembelih cukup ayam, bukan babi. Ayam ini gunanya untuk mengukuhkan apa yang sudah dibicarakan, dan meminta perlindungan bagi keluarga baru tersebut. Biasanya, sebelum hari pongo tersebut sudah ada kesepakatan antara anak rona dan anak wina mengenai berapa banyak bélis yang harus dibayarkan, misalnya Rp. 40 juta ditambah seekor kerbau dan 5 ekor kuda. Namun, pada harinya mereka berbicara berputar-putar dulu, memasang angka tinggi lebih dulu, misalnya Rp. 70 juta dengan 10 kerbau dan 10 kuda. Di sinilah para tongka bersilat lidah memperlihatkan kepiawaiannya sebagai juru bicara. Mereka bisa memasang angka sesuka hati mereka. Sesudah berbicara sekitar 2 hingga 3 jam, barulah tercapai kesepakatan Rp.40 juta, suatu angka yang 208

13 sebetulnya sudah disepakati bersama dalam pertemuan informal sehari sebelumnya. Saling menjaga perasaan sangat dibutuhkan dalam pembicaraan seperti ini sehingga para tongka pun berbicara dengan sangat diplomatis. Déng, merupakan istilah seorang ibu yang mengenakan kain sarung. Kalau seorang perempuan mengikat kain sarungnya di atas, disebut déng éta. Apabila diikat di perut, disebut déng wa. Oleh karena itu, di Manggarai ada istilah déng éta wau, yang berarti ikat kain di atas tampak gagah, ikat kain di bawah juga gagah. Biasanya, juru bicara akan berkata, Déng éta wau, tetapi saya tidak bisa mengikuti yang Bapak ucapkan, saya akan masuk di tengah. Silahkan Bapak pasang sekian, tetapi kemampuan kami hanya sekian. Ini merupakan suatu ungkapan penghargaan juru bicara anak wina untuk menjaga perasaan anak rona yang memasang harga terlalu tinggi. Pembicaraan seperti ini biasanya sengaja dilakukan secara panjang lebar agar tercipta suasana keakraban. Kalau terjadi ketegangan, baik dari pihak keluarga anak rona maupun anak wina akan ada yang bernyanyi atau berbalas pantun sehingga suasana mencair kembali. Setelah suasana mencair, pembicaraan pun dilanjutkan kembali. Sepanjang pertemuan ini biasanya moké 134 terus diedarkan. Demikian juga daging babi berlemak diletakkan di beberapa piring dan diedarkan sehingga semua yang hadir mendapatkan suasana yang hangat dan santai, berbincang sambil makan daging babi dan minum moké. Pertemuan yang cukup panjang lebar dan melibatkan seluruh keluarga besar dalam suasana keakraban ini sebetulnya untuk bisa saling mengenal antara kedua keluarga. Dalam kesempatan itulah sang pemuda bisa mengenal lebih baik calon mertua dan keluarga besar calon istrinya. Zaman dahulu kadang ada orang yang iri hati jika anak gadis tetangga disunting orang, sementara anak gadisnya sendiri tidak. Oleh karena itu, seringkali ia melemparkan fitnah bahwa ayah gadis itu sangat kejam sehingga si pemuda urung mewujudkan niatnya meminang gadis idaman. Namun, jika pemuda itu nekad, ia akan sampai pada tahapan ini, untuk melihat sendiri dan mengenal lebih dalam calon mertuanya yang ternyata tidak sesuai dengan bunyi fitnahan yang ia dengar. Jadi, tujuan utama pertemuan ini adalah untuk menggali dan 134 Moké merupakan tuak Manggarai yang diperoleh dari hasil menyadap pohon enau. Menurut mereka, moké ini lebih keras daripada bir. 209

14 mengenal lebih dalam antara dua keluarga besar yang akan membentuk suatu kekerabatan baru. Dapat juga terjadi pongo gagal. Misalnya, sudah ada kesepakatan antara keluarga perempuan dan laki-laki. Tiba-tiba, keesokan harinya si gadis tidak mau lagi meneruskan hubungan itu. Maka, keluarga besar si pemuda, dan biasanya dengan membawa orang se-kampung 135, akan datang ke rumah gadis tersebut. Semua yang datang itu harus dijamu makan dan minum oleh keluarga gadis yang membatalkan pongo dengan membunuh beberapa ekor babi. Kemudian mereka akan menuntut kembali semua yang sudah mereka berikan kepada keluarga si gadis, bahkan tak jarang menuntut lipat ganda. Ini merupakan hukuman adat bagi keluarga si gadis yang membatalkan pongo. Bisa juga pongo dibatalkan dari pihak laki-laki. Jika terjadi demikian, keluarga si pemuda harus membayar kepada keluarga si gadis atas malu yang sudah mereka peroleh, istilahnya kosoritak. Pembayaran ini dilakukan dengan sejumlah uang, seekor kuda, dan binatang lainnya sesuai kesepakatan. Sesudah itu barulah kudu molas koé, yang artinya kini gadis itu sudah bebas dari ikatan dengan sang pemuda, tak ada lagi yang dapat menghalangi jika ia ingin menjalin ikatan dengan pemuda lain. Oleh sebab itu, sesudah pongo biasanya sang pemuda dan pemudi dijaga ketat oleh orang tuanya. Sedapat mungkin mereka mengurus perkawinan agar dapat terselenggara secepatnya. Lebih-lebih, pada zaman dulu orang Manggarai masih akrab dengan ilmu santet yang dapat mementahkan perasaan cinta seorang pemuda atau pemudi sehingga pongo dibatalkan. Banyak terjadi, orangorang yang iri hati ketika melihat fitnahannya tidak berjalan dengan baik akan segera mengirimkan santetnya 136. Itu sebabnya orang tua menjaga sungguhsungguh anaknya yang akan menikah dan diperhatikan dari waktu ke waktu kalau-kalau terjadi suatu perubahan dalam diri anaknya. Akan tetapi, zaman sekarang santet ini sudah tidak terlalu banyak lagi seperti dulu. Upacara yang sempat diikuti oleh penulis saat itu terjadi ketika seorang gadis, cucu dari Tu a Dalu Riwu terakhir, dilamar. Pemuda yang melamarnya berasal dari Sita. Upacara diadakan di rumah Kanis Karjon, paman sang gadis yang akan dilamar. Hari itu jatuh pada hari Sabtu, 17 April Ruang depan 135 Menurut kesaksian bisa sampai lima truk penuh berisi orang se-kampung untuk menuntut keluarga si gadis. 136 Ini menurut kesaksian Benediktus Tas dari Torokgolo berdasarkan wawancara Februari Namun, ditambahkannya bahwa zaman sekarang santet menyantet sudah jarang terjadi. 210

15 dikosongkan dari meja dan kursi, dan digelarlah tikar-tikar, kasur tipis di sepanjang dinding, dan bantal-bantal. Donatus Jematu dan Lusia, orang tua dari sang gadis duduk di tempat paling terhormat seabagai anak rona mengenakan sarung songke. Semua orang yang hadir saat itu mengenakan sarung songke, kain khas Manggarai yang selalu dikenakan dalam setiap acara adat. Tak lama kemudian, sekitar pk , datanglah keluarga besar pemuda yang akan melamar. Sang pemuda datang bersama kedua orang tuanya, adiknya, pamanpaman dan isteri mereka, juga jajaran anak wina keluarga tersebut yang siap menyokong perkawinan sang pemuda. Jumlah yang hadir dari pihak sang pemuda waktu itu sekitar duapuluh orang. Semua orang duduk merapat ke dinding, suatu cara duduk yang lazim di Manggarai yang hampir selalu membentuk lingkaran dalam acara adat. Awalnya, pihak tuan rumah menyajikan kapur sirih dan pinang kepada para tamu, yang segera disambut dengan baik. Beberapa orang mulai menyirih dan suasana segera hangat dan penuh kekeluargaan. Setelah itu, tuan rumah menyajikan air minum dan kue-kue. Tak lama kemudian, disajikan makan malam dengan dua macam menu. Untuk para tamu disajikan makanan dengan menu utama terbuat dari daging babi, sedangkan tuan rumah bermenukan daging ayam. Satu hal yang khas di Manggarai, hampir dalam setiap acara makanmakan selalu ada beberapa orang yang duduk di tengah melayani para tamu yang makan. Merekalah yang membawa keluar makanan dan minuman dari dalam, kemudian menyodorkan kepada para tamu, dan berada di tengah terus untuk melayani para tamu makan dan minum. Mereka sendiri tidak pernah ikut makan; setelah para tamu selesai, barulah mereka kemudian makan di belakang. Ini sering sekali dialami oleh penulis di berbagai kesempatan selama ikut acara makan-makan di Manggarai, bahkan di kampung sederhana dengan menu sederhana sekalipun. Usai makan dan minum, ruangan segera dibersihkan dengan gesit oleh pihak tuan rumah, dan pembicaraan adat pun dimulai. Juru bicara atau yang biasa disebut tongka dari pihak perempuan adalah Kanis Karjon. Kebetulan, Kanis Karjon adalah adik Don Jematu yang sangat menguasai adat istiadat. Walaupun begitu, mereka yang terpilih sebagai tongka tidak selalu harus kerabat dekat. Yang penting, tongka menguasai adat istiadat dengan baik. Adapun yang menjadi tongka dari pihak pria adalah seorang tokoh adat dari Sita. Pembicaraan berjalan dengan baik dan lancar, pinangan diterima dan akhirnya keluarlah Vonny, sang gadis yang dilamar memasuki tengah lingkaran 211

16 untuk bertukar cincin dengan pemuda yang melamarnya. Setelah itu, Vonny memberikan salam hormat kepada kedua calon mertuanya, dan seluruh keluarga calon suami yang hadir saat itu. Di penghujung acara, tongka dari pihak anak rona mengundang agar keluarga anak wina menginap saja karena hari sudah malam. Namun, undangan ini ditolak dengan halus oleh tongka anak wina, Kami sangat berterimakasih atas undangan kemurahan hati keluarga mempelai perempuan. Sayang sekali kami tidak bisa menginap malam ini karena besok kami harus tugas koor di Gereja, kebetulan ini koor lima suara. Semua yang hadir pun tergelak mendengarnya, karena memang di Borong jarang sekali ada koor yang sampai lima suara. Walaupun begitu, pihak keluarga anak rona bisa mengerti. Dan sesuai dengan adat Manggarai yang sangat menghormati anak rona, kemurahan hati anak rona yang menawarkan untuk menginap ini dihargai oleh anak wina dengan menyerahkan sejumlah uang. Demikianlah sejak saat itu, kedua insan yang saling mengasihi tersebut resmi bertunangan. Pasa Peno Akhirnya, sepasang sejoli pun mencapai tahapan terakhir dalam upacara adat pernikahan, yaitu Pasa Peno. Pasa artinya bélis, sedangkan Peno berarti penuh. Dengan demikian, Pasa Peno berarti bélis sudah terbayar penuh. Orang Manggarai menyebut saat itu sebagai rana rémbong. Rana berarti danau dalam bahasa Manggarai, sedangkan rémbong berarti penuh. Mereka percaya di dalam danau yang airnya penuh pasti ada kehidupan. Secara sederhana, alam pikiran orang Manggarai menyimpulkan tidaklah mungkin ada binatang dan tanaman air jika danaunya kering. Pasa peno rana rémbong menunjukkan kedua sejoli sudah boleh bersatu membentuk kehidupan baru karena bélis sudah terbayar penuh. 137 Maka, kehidupan baru pun akan muncul. Pada saat itulah dilakukan Téng Loce, yaitu upacara penggelaran tikar untuk kedua mempelai dan mohon berkat dari Gereja. Maka, resmilah mereka akhirnya menjadi suami istri. Akhir bulan Oktober 2009, ada sebuah pernikahan yang diselenggarakan di Mondo. Acara adat dimulai pada tanggal 29 Oktober pk dan baru berakhir keesokan dini hari tanggal 30 Oktober pk Adapun Sakramen Pernikahan diselenggarakan tanggal 30 Oktober 2009 pk Setelah Sakramen Pernikahan diberikan, sepasang sejoli itu pun resmi menjadi suami 137 Berdasarkan penjelasan dari Rm. Laurensius Sopang, Pr. 212

17 istri. Berikut ini akan digambarkan segala sesuatu yang berkaitan dengan peristiwa tersebut dari berbagai sudut pandang, agar diperoleh gambaran yang komprehensif mengenai acara pernikahan tersebut. Pembagian peran Semua warga Mondo mengambil bagiannya masing-masing dalam upacara pernikahan ini, hampir tidak ada yang diam saja berpangku tangan. Saya merasa tidak mungkin kalau tidak ikut membantu, Suster, ketika bulan lalu anak saya menikah, semua orang juga turut membantu. Agaknya mengambil bagian dalam setiap acara bersama merupakan hal yang nyaris wajib bagi orang Mondo. Selain menampakkan kekuatan persaudaraan dan kebersamaan di antara mereka, juga terjadi sebuah hukum resiprokal. Ada unsur ketakutan di dalam hati mereka jika tidak turut membantu, kuatir jika mereka sendiri memiliki acara di kemudian hari tidak ada yang mau menolong. Pembagian peran ini rupanya dilakukan dalam sebuah rapat bersama yang dipimpin oleh Tu a Golo. Di sanalah mereka berunding memikirkan segala sesuatunya dan berbagi tugas. Ada yang membangun tenda, memasak, mendekor, mengurus perlengkapan, dan masih banyak lagi. Memang cukup mengejutkan juga, dalam kemiskinan mereka, sebuah pesta pernikahan yang cukup besar-besaran bisa diselenggarakan berkat kebersamaan tersebut. Mondo yang menjelang malam biasanya sudah gelap karena tidak ada listrik, sejak malam sebelum pernikahan sudah terang benderang karena bantuan generator. Musik berbunyi riang memenuhi Kampung Mondo yang biasa senyap. Ruang pesta yang dibangun pun cukup besar dengan dekorasi yang tak kalah dengan di kota, lengkap dengan panggungnya dan ratusan kursi yang berjejer rapi memenuhi tenda. Dinding-dinding tenda dibuat dari lembaran papan yang disusun berjajar di antara kerangka-kerangka kayu yang ditancapkan kuat ke dalam tanah. Dalam pelaksanaannya, spontanitas warga memegang peranan yang cukup penting pula. Memang jika dipikir, hanya menjalankan peran sesuai dengan tugas yang diberikan dalam rapat tidak mungkin dapat membuahkan kesuksesan. Tanpa pelit dengan tenaganya, secara spontan warga saling membantu mengerjakan apa saja yang perlu dikerjakan saat itu. Namun, rupanya masih ada lagi yang menyebabkan terjadinya pembagian peran itu, yaitu adat istiadat. Tradisi telah mengatur dengan seksama peran- 213

18 peran apa yang harus dilakukan setiap orang sesuai dengan statusnya masingmasing dalam kekerabatan. Misalnya saja, anak rona wajib membawa babi dan kain kebaya untuk calon mempelai perempuan, anak wina memberikan ayam, dan sebagainya. Dengan demikian, pembagian peran yang terjadi muncul karena tiga hal, yaitu hasil perundingan bersama Tu a Golo, spontanitas warga, dan adat istiadat yang telah menjadi tradisi selama turun temurun. Gambar 26 Tenda tempat pesta pernikahan yang disiapkan secara gotong royong (Sumber: H.A. Tjondro Sugianto 2009) Kekerabatan Woénelu Masyarakat Manggarai sangat menghormati keluarga anak rona; penghargaan yang sangat tinggi lebih-lebih diberikan kepada keluarga besar anak rona ulu. Anak rona ulu adalah kakak lelaki sulung dari ibu pengantin perempuan. Namun, yang dimaksud dengan anak rona ulu ini bukan satu orang melainkan satu keluarga besar, walau biasanya ada yang dituakan. Demikianlah kekhasan masyarakat Manggarai yang komunal, jarang sekali bicara tentang pribadi, segala sesuatu biasanya berkaitan dengan keluarga besar. Pada malam menjelang hari pernikahan, keluarga besar anak rona ulu memegang peranan penting. Pada malam hari itu tampak sekali penghormatan yang besar bagi anak rona ulu. Tradisi menuntut anak rona ulu untuk mengetahui dan mengikuti segala proses acara adat yang terjadi sepanjang malam itu. Terutama, peran pokok anak rona ulu pada malam itu adalah memberikan berkatnya kepada calon mempelai perempuan yang akan memasuki bahtera rumah tangga. Menurut adat kebiasaan Manggarai, anak 214

19 rona ulu datang dengan membawa babi yang akan dipotong dan menjadi bahan santapan dalam acara penting ini. Sebelumnya, keluarga calon mempelai perempuan sudah mempersiapkan tempat bagi anak rona ulu berkumpul, berdiskusi, menginap, dan makan. Dalam hal ini, mereka meminta kesediaan Stefanus untuk memberikan rumahnya dipakai menginap keluarga besar anak rona ulu. Begitu datang, keluarga anak rona ulu disambut oleh keluarga mempelai perempuan, sebagai tanda hormat kepada keluarga yang menjadi sumber kehidupan keluarga mereka. Dalam penyambutan itu, keluarga mempelai perempuan menyampaikan tuak tandandei. Dengan menerima tuak tersebut, keluarga anak rona ulu menyatakan kesediaannya untuk dihantarkan ke tempat yang telah disediakan bagi mereka. Maka, setelah itu keluarga anak rona ulu itupun diantar ke rumah Stefanus. Restu anak rona ulu Ketika itu, waktu menunjukkan hampir pk , tanggal 29 Oktober Datanglah utusan dari keluarga mempelai perempuan menjemput anak rona ulu dan Stefanus selaku Tu a Adat Mondo yang malam itu berperan sebagai tongka, yaitu juru bicara anak rona. Sepanjang malam itu, biasanya yang menjadi utusan keluarga mempelai perempuan adalah saudara lelaki dari ayah mempelai perempuan. Maka, kami pun beramai-ramai berjalan menuju rumah mempelai perempuan. Mereka meminta saya mengenakan kain songke, yang segera saya kenakan dengan senang hati. Ternyata, semua orang memakai kain songké, bahkan para pria dari keluarga anak rona mengenakan jas dari kain songké pula. Di dalam rumah mempelai perempuan, kami duduk melingkar di atas tikar yang sudah terbentang memenuhi seluruh rumah. Anak rona ulu meminta saya duduk bersama mereka, walau seharusnya saya mengambil tempat di luar lingkaran. Keluarga mempelai perempuan duduk berhadapan dengan anak rona ulu, dengan Stefanus sebagai juru bicara. Dari pihak anak rona ulu, Henrikus Sawsa sebagai yang paling dituakan menjadi juru bicaranya. Dalam kesempatan itu, keluarga anak rona ulu menyerahkan lecak, yaitu sepotong kebaya berwarna hijau 138 dan kain songké untuk mempelai perempuan sebagai tanda mereka merestui pernikahan tersebut. Restu dari anak rona ulu sangat penting dan berarti bagi masyarakat Manggarai. Restu ini dalam istilah Manggarai biasa 138 Kebaya ini tidak harus berwarna hijau tetapi bisa berwarna apa saja. Kebetulan, malam itu kebaya yang diberikan berwarna hijau. 215

20 disebut bong. Bagi mereka, tak mungkin pernikahan diselenggarakan kalau belum mendapatkan restu dari anak rona ulu. Oleh karena itu, jauh-jauh hari biasanya ibu dari mempelai perempuan sudah memberitahukan kakak lelakinya perihal pernikahan anaknya. Apabila ada keluarga yang menyelenggarakan pernikahan tanpa memberitahu anak rona ulu, maka anak rona ulu berhak menuntut dan memberikan denda dalam jumlah yang cukup besar, sebab dianggap sebagai sebuah pelecehan. Sebaliknya, jika diundang, anak rona ulu akan merasa bangga dan dihargai. Begitu menerima undangan, maka anak rona ulu pun sudah langsung mengerti peran apa yang harus dijalankannya. Dengan demikian, tampak adanya kaitan yang kuat antara budaya dan perasaan. Lecak dan kain songké yang diberikan oleh anak rona ulu menjadi lambang restu anak rona ulu yang menjadi perlindungan bagi sepasang mempelai di sepanjang kehidupan berumah tangga. Perlindungan yang dimaksud adalah perlindungan dari segala rintangan, mara bahaya, penyakit, dan sebagainya. Bahkan pada zaman dahulu, kain itu didoakan pula sehingga dipercaya dapat melindungi penerimanya dari segala macam gangguan roh jahat yang dikirimkan oleh orang-orang yang bermaksud tidak baik. Kebaya dan kain songké tersebut akan disimpan baik-baik oleh mempelai perempuan sebagai salah satu hartanya yang sangat berharga. Dan sebagai rasa terima kasih, biasanya keluarga mempelai perempuan akan memberikan satu ekor kuda kepada anak rona ulu. Kuda ini dapat dalam wujud sebenarnya, dapat juga diuangkan. Namun, jika diuangkan perlu diingat juga perlu ada uang lainnya yang melengkapi, misalnya uang penutup (dompet) dan uang tali kuda. Mempelai perempuan, atau yang tidak lain merupakan keponakan dari anak rona ulu disebut bangkong. Maka, perkawinan mereka ini disebut waébangkong, artinya menikahnya anak perempuan dari saudara perempuan anak rona ulu. Dengan demikian, kepergian anak rona ulu untuk menghadiri upacara pernikahan ini disebut juga pergi waébangkong. Namun, istilah ini hanya untuk anak rona ulu, tidak untuk anak wina. Acara tersebut tidak berlangsung lama. Setelah acara selesai, kami pun beramai-ramai kembali ke rumah Stefanus. Makan Malam Di rumah Stefanus, kami dijamu makan malam bersama yang disediakan dan disajikan oleh para ibu dari Kampung Mondo. Bersama keluarga anak rona ulu, kami dilayani makan minum dengan sangat baiknya. Bahkan para ibu yang 216

21 memasak itu tidak ikut makan namun hanya melayani saja. Usai kami makan semua, barulah mereka makan sebagai tanda hormat mereka kepada para tamu. Di sini tampak kuat kekerabatan pa ang ngaung olo musi, karena para ibu yang memasak tidak memiliki hubungan darah dengan calon pengantin, namun merasa sebagai saudara sekampung. Setelah itu kami masih duduk-duduk di sana, menunggu wakil keluarga mempelai perempuan datang menjemput. Tak lama kemudian, datanglah adik laki-laki dari ayah mempelai perempuan, mengundang kami makan malam di rumah mempelai perempuan. Tak tahan secara spontan saya tertawa, bagaimana tidak, baru saja kami kenyang makan, sudah diundang makan lagi. Yang tadi itu kan dijamu oleh orang Mondo, yang sekarang oleh keluarga mempelai perempuan, Suster, kata seorang bapak menjelaskan. Saya hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala, Inilah keramahan orang Manggarai, walau kadang buat repot juga, batin saya dalam hati. Sebetulnya memang perlu dibedakan, makan malam yang pertama kami dilayani oleh para kerabat pa ang ngaung olo musi. Sedangkan makan malam yang kedua dari kerabat woénelu para anak rona ulu. Syukurlah Stefanus sebagai Tu a Golo sangat bijaksana. Melihat kami semua sudah kekenyangan, lebih-lebih karena waktu telah menunjukkan hampir pk , dengan halus undangan tersebut ditolak. Dalam peristiwa sederhana ini, karisma kepemimpinan Stefanus tampak menonjol. Walaupun keputusannya kurang sesuai dengan adat istiadat dan cukup sensitif karena menolak pihak pengundang yang sudah mempersiapkan perjamuan makan malam, namun semua bisa menerima dengan ikhlas. Anak Wina Di seberang rumah keluarga mempelai perempuan, dibangunlah semacam base camp untuk keluarga anak wina, yaitu keluarga besar dari mempelai lakilaki. Kebetulan, keluarga mempelai laki-laki berasal dari Longko, tidak jauh dari Kampung Mondo. Keluarga besar anak wina baru datang dan menempati base camp yang disediakan sekitar pk , sedangkan anak rona ulu sudah datang sejak pk Di basecamp itulah keluarga besar anak wina akan menginap malam itu. Selain itu, basecamp juga merupakan tempat keluarga anak wina berunding mengenai segala sesuatunya yang perlu disampaikan 217

22 dalam pembicaraan adat. Misalnya, seberapa kemampuan keluarga anak wina untuk membayar bélis, jika tidak dapat membayar penuh, alasan apa yang akan disampaikan kepada pihak anak rona, dan sebagainya. Di malam menjelang hari pernikahan ini, tugas anak wina adalah melunasi bélis sesuai dengan kesepakatan. Kenyataannya, kebanyakan orang Manggarai tidak langsung membayar bélis sejumlah nilai yang sudah disetujui bersama, tetapi berunding lagi untuk membayar sesuai dengan kemampuan. Jajaran anak wina yang hadir saat itu cukup banyak, sekitar duapuluh lima orang. Mereka adalah anak wina-anak wina dari keluarga mempelai laki-laki yang turut menyumbang untuk membayar bélis. Dalam hal ini, keluarga mempelai laki-laki menjadi anak rona yang meminta sida kepada jajaran anak winanya. Selain itu, sumbangan juga mereka minta kepada kaum keluarga yang masih ada hubungan kerabat dengan mereka. Bernardus Alung, Sang Tu a Adat Kantar pada malam itu duduk di jajaran anak wina untuk mendukung anak ronanya yang sedang melamar. Pembicaraan Adat Setelah jajaran anak wina lengkap berkumpul semua di rumah mempelai perempuan, anak rona ulu pun diundang untuk datang ke tempat yang sama oleh wakil dari keluarga mempelai perempuan. Namun, mereka bukan masuk dari pintu depan seperti anak wina, melainkan lewat pintu belakang. Jajaran anak rona ulu menempati tempat yang paling terhormat, yaitu di bagian yang lebih dekat dengan bagian dalam rumah. Mereka duduk bersama dengan juru bicara mereka yang disebut tongka. Stefanus malam itu menjadi tongka dari pihak anak rona. Anak wina sendiri juga mempunyai tongka, sehingga pembicaraan adat malam itu sangat dikendalikan oleh kedua tongka tersebut. Berbeda dengan jajaran anak wina, jajaran anak rona mengenakan kemeja songké lengkap dengan peci dan kainnya, sehingga memang tampak berwibawa dan gagah dibandingkan yang lainnya. Pembicaraan adat ini dimulai ketika waktu hampir memasuki tengah malam, tepatnya pk Sebelum pembicaraan dimulai, seorang perempuan dari pihak keluarga mempelai perempuan mengedarkan sirih pinang kepada para tamu. Ada yang mengatakan, menikahkan anak perempuan di Manggarai sama seperti sedang menjual anak. Namun, agaknya hal itu tak terlihat sama sekali malam itu. Bélis yang telah disepakati adalah 30 juta rupiah, 1 ekor kerbau, dan 1 ekor kuda. Namun, keluarga anak wina hanya sanggup memberikan 12 juta 218

23 rupiah, 1 ekor kerbau, dan 1 ekor kuda yang diwujudkan dalam bentuk uang sebesar 1,5 juta rupiah. Mereka menyatakan sudah tidak punya uang lagi yang bisa dibayarkan pada malam itu untuk memenuhi bélis. Akhirnya, keluarga anak rona meminta supaya anak wina membayar 13 juta rupiah ditambah 1 ekor kerbau dan 1 ekor kuda. Kekurangan 1 juta rupiah bisa dibayarkan keesokan harinya, sehingga keluarga anak wina bisa mendapatkan kesempatan untuk mengumpulkan uang lagi dari para kerabatnya. Inti acara pada malam itu sebetulnya adalah serah terima dan perkenalan antara dua keluarga besar yang akan menjadi satu dalam kekerabatan woénelu, sebagai anak rona dan anak wina. Setelah anak wina menyerahkan seluruh tuntutan bélis yang bisa dibayarnya pada malam itu, maka dimulailah acara Pandeng Cepa. Pandeng Cepa ini dimulai dengan keluarnya mempelai perempuan ditemani istri dari kakak lelaki ibu mempelai perempuan, beserta para perempuan lain dari keluarga anak rona ulu. Istilah untuk peristiwa penghantaran ini adalah Karong Molas. Di sinilah para perempuan anak rona ulu menghantar mempelai perempuan untuk berkenalan dengan keluarga mempelai pria. Dalam kesempatan itu mereka membawa raci (pinang), gala (sirih), dan tahang (kapur). Tempat sirihnya biasa disebut luni. Selain itu ada juga tuak yang diedarkan. Para perempuan ini menyajikan kepada jajaran anak wina, dan sang mempelai perempuan kadang menerima uang juga dari mereka. Uang yang diterimanya saat itu adalah untuk ia pribadi. Sebetulnya, ketika pertama kali acara dimulai juga ada penyuguhan sirih, yang juga disebut Cepa. Namun, Cepa tersebut tidak ada nilainya dibandingkan Cepa yang dibawa oleh mempelai perempuan pada saat itu. Artinya, Cepa di awal pertemuan hanya merupakan ungkapan keramahan tuan rumah untuk melayani para tamu dan agar suasana pembicaraan tetap nyaman. Sedangkan Cepa di akhir pertemuan mengandung nilai terhantarnya mempelai perempuan ke barisan wa u atau klan calon suaminya. Dalam kesempatan ini, mempelai perempuan mengenakan kebaya hijau dan kain songké yang baru saja diberikan oleh anak rona ulu, walaupun, sebetulnya tidak ada kewajiban untuk mengenakannya. Dalam acara Pandeng Cepa ini terjadilah proses sosialisasi mempelai perempuan kepada keluarga besar mempelai laki-laki karena mulai saat itu ia menjadi anggota keluarga besar mempelai laki-laki. 219

24 Gambar 27 Pandeng Cepa (Sumber: H.A. Tjondro Sugianto 2009) Usai acara Pandeng Cepa, para perempuan dari keluarga besar anak rona ulu kembali ke tempat, sedangkan mempelai perempuan duduk di antara kedua orang tua mempelai laki-laki. Dengan demikian, resmilah sang mempelai perempuan diterima dalam keluarga mempelai laki-laki. Terjalinlah sudah kekerabatan woénelu antara keluarga mempelai laki-laki sebagai anak wina dan keluarga mempelai perempuan sebagai anak rona. Gambar 28 Calon mempelai perempuan duduk di antara kedua calon mertuanya (Sumber: H.A. Tjondro Sugianto 2009) Setelah itu, acara penutup dilakukan dengan kepok kembali yang diiringi dengan moké, tuak Manggarai. Itulah saatnya saling bermaafan apabila ada kata atau sesuatu yang salah selama pembicaraan adat tersebut. Selain itu, 220

25 disampaikan juga permintaan maaf bahwa acaranya memakan waktu sangat lama, namun ini bukanlah suatu siksaan; memang demikianlah yang harus dijalani dan dilewati bersama, demikian kurang lebih bunyi nyanyian penutup yang dilantunkan bersahut-sahutan. Saling bermaafan ini dilakukan dengan nyanyian tradisional dan berbalasan pantun. Acara berakhir secara resmi sekitar pk dini hari, namun sungguh-sungguh bubar sekitar pk Tongka dan Suasana Pembicaraan Adat Seharusnya, suasana pembicaraan adat seperti yang diuraikan sebelumnya merupakan suasana yang menegangkan. Bagaimana tidak, itulah saatnya terjadi tawar menawar antara anak rona dan anak wina. Anak rona memasang nilai bélis setinggi mungkin sementara anak wina berusaha menawar serendah mungkin. Oleh karena itu, setiap hati orang yang duduk melingkar saat itu akan menjadi sangat sensitif. Salah ucapan maupun perbuatan bisa dianggap pelecehan oleh lawannya. Namun, sebagaimana umumnya yang terjadi di Manggarai, malam itu pun dilewatkan dengan penuh kekeluargaan. Feri Sehadung mengatakan hampir tidak pernah terjadi pembicaraan adat berujung konflik, walau sebetulnya pertemuan ini sangat berpotensi konflik. Ini terjadi karena kelihaian para tongka, baik dari pihak anak rona maupun anak wina. Pertama, para tongka merupakan orang-orang yang sangat menguasai adat istiadat dan cukup dihormati. Mereka menguasai struktur budaya dan acara yang dikendalikannya. Kedua, para tongka memiliki keluwesan dalam berdiplomasi sehingga bisa berusaha keras mencapai tujuannya tanpa menyakiti hati lawan. Bahkan, tongka yang cukup berpengalaman dengan cerdas dapat menangkap apa yang berada di balik pernyataan yang diungkapkan tongka lawannya. Dengan demikian, ia pun dengan segera dapat memberikan jawaban dengan tepat. Apabila suasana mulai tegang, maka akan ada yang menyanyi, menyajikan cerita-cerita lucu, dan dengan gesit pihak tuan rumah mengedarkan tuak serta daging babi. Itulah sebabnya di tengah-tengah selalu duduk seseorang dari pihak keluarga mempelai perempuan, yang dengan setia meladeni tamu dalam hal makan minum. Setiap melihat ada gelas yang kosong, segera ia menawarkan untuk menuangkan minuman. Petugas generator juga memperhatikan baik-baik agar listrik tidak padam dan terus menyala terang-benderang selama pembicaraan adat ini. Semua orang sadar bahwa ini merupakan saat-saat yang sensitif 221

26 sehingga melalui perannya masing-masing semua orang mengambil bagian untuk menciptakan suasana kekeluargaan. Salah satu gaya diplomasi yang muncul malam itu dilontarkan oleh seorang wakil keluarga mempelai perempuan. Ia mengatakan agar pihak anak wina janganlah seperti menari caci 139, namun langsung cambuk saja. Ungkapan ini menimbulkan gelak tawa sekalian yang hadir. Dalam tarian caci, biasanya sebelum mencambuk, penari caci akan melakukan semacam gaya gertakan seolah hendak mencambuk. Setelah itu, barulah ia mencambuk sungguhsungguh. Pernyataan yang dilontarkan ini maksudnya adalah agar anak wina jangan sedikit-sedikit menurunkan uangnya, tetapi langsung saja sekalian semuanya. Sesungguhnya, semua yang hadir dan duduk dalam lingkaran pembicaraan adat bisa saja berbicara, namun seizin tongka. Selama pembicaraan, setiap ucapan tongka yang mewakili anak rona mendapatkan penghargaan yang besar. Pernyataan-pernyataannya biasa dibalas dengan pemberian uang yang dilakukan oleh tongka anak wina. Misalnya, di akhir pembicaraan adat, tongka anak rona berkata, Pembicaraan adat ini memang sudah berakhir. Namun, acara kita belumlah selesai. Sebagaimana malam ini kita duduk bersama, kebersamaan ini harus kita lanjutkan sampai besok pada saat berkat pernikahan di Gereja. Oleh karena itu, saya mengundang kita semua besok hadir di Gereja. Ajakan tongka anak rona ini pun segera dijawab oleh tongka anak wina bahwa seluruh jajaran anak wina berjanji akan datang ke Gereja pada keesokan harinya. Sebagai tanda pengikat janji mereka, sang tongka anak wina pun menyerahkan uang kepada tongka anak rona. Contoh pernyataan lain yang disampaikan oleh tongka anak rona, Pesta besok adalah pesta kita semua. Oleh karena itu, kita semua harus berusaha ikut menertibkan jangan sampai kita yang membuat pesta malah menjadi pembuat keributan. Demikianlah hampir setiap pernyataan anak rona dibalas dengan uang, yang menyatakan penghargaan yang besar dari anak wina kepada anak rona sehingga setiap katanya menjadi sesuatu yang sangat bernilai. Setiap lembar uang yang diterima tongka anak rona, diserahkan langsung kepada penghitung dan pencatat uang. Oleh karena itu, sebelumnya telah disediakan sebuah nampan besar tempat ditumpuknya uang yang masuk selama transaksi malam itu. Semua uang itu dihitung dan dicatat oleh petugas yang berasal dari keluarga mempelai perempuan. 139 Tari Caci adalah tarian khas Manggarai. Penjelasan lebih lengkap mengenai Tari Caci ini dapat dilihat pada Bab VIII. 222

27 Gambar 29 Nampan untuk meletakkan uang yang diberikan oleh anak wina (Sumber: H.A. Tjondro Sugianto 2009) Namun, bagaimana pun tongka bukanlah yang paling berkuasa dan dapat berbuat semena-mena. Jika pembicaraan adat mengalami kebuntuan, ia harus berunding dulu dengan keluarga besar yang diwakilinya. Contoh, malam itu keluarga anak wina mengatakan hanya mampu membayar 12 juta rupiah, padahal bélis yang sudah disepakati sebesar 30 juta rupiah. Maka, tongka anak rona harus menanyakan dulu kepada keluarga mempelai perempuan apakah bersedia menerima nominal tersebut. Setelah berunding cukup lama, keluarga mempelai perempuan meminta 13 juta rupiah yang kemudian segera disampaikan oleh tongka. Kala itu pembicaraan adat diskors untuk memberikan kesempatan keluarga mempelai perempuan berunding. Pernikahan dalam Gereja Hari itu, Jumat, 30 Oktober 2009, Willy dan Indra menerima Sakramen Pernikahan di Gereja. Mereka yang telah dipersatukan oleh adat pada malam sebelumnya, kini siap dipersatukan oleh Tuhan di dalam Gereja. Ketika Gereja masih sepi karena belum ada yang datang, kedua mempelai dan imam sudah datang. Imam yang mempersembahkan Misa saat itu adalah Rm. Leksi, Pr. Dalam keadaan yang serba sederhana, masing-masing mempelai itu secara bergantian berkonsultasi dulu dengan Romo dan menerimakan Sakramen Pengakuan Dosa. Rupanya, sudah ada kesepakatan di antara mereka untuk datang lebih awal. Ada sedikit kekhasan pernikahan Katolik di Manggarai dalam hal busana yang dikenakan sepasang mempelai. Apabila kedua calon mempelai tidak pernah melakukan hubungan suami istri sebelumnya, biasanya 223

28 mereka mengenakan busana internasional dan wajah mempelai perempuan masih tertutup tabir. Setelah pengucapan komitmen sebagai suami istri di dalam Misa, barulah tabir tersebut dibuka. Sebaliknya, jika mereka sudah melakukan hubungan suami istri sebelumnya, tabir di wajah mempelai perempuan sudah tersingkap sejak awal masuk Gereja. Alternatif lain, mereka mengenakan busana adat yang memang tidak ada penutup wajahnya. Pada waktunya, umat datang memadati bangunan gereja. Yang mengherankan, bahkan anak-anak pun banyak sekali, mulai dari yang duduk dengan tertib sampai yang berlarian kian kemari. Padahal, dari Kampung Mondo ke gereja Stasi Longko perlu berjalan kaki cukup jauh sekitar 4 km. Setelah Sakramen Pernikahan selesai diselenggarakan, selesai pulalah segala tahapan perkawinan yang harus dilewati oleh Willy dan Indra. Sejak saat itu mereka resmi menjadi suami istri. Dan resmi pula Indra memasuki wa u atau klan suaminya. Namun, benarkah semua acara sudah selesai? Ternyata tidak juga, masih ada satu tahapan lagi yang menjadi tahapan pamungkas penyempurna proses perkawinan ini. Podo Tahapan terakhir sekali yang diturunkan oleh tradisi Manggarai dalam proses perkawinan adalah upacara Podo. Pada intinya, upacara ini merupakan acara penghantaran mempelai perempuan ke rumah keluarga suaminya. Pada hari Kamis, 29 Oktober 2009, Henrikus Sawsa dengan tenang menjelaskan apa yang dimaksud dengan Podo. Sebagai keluarga anak rona ulu, Henrikus cukup berkepentingan dengan acara ini, karena mempelai perempuan yang akan dihantar pada Podo setelah perkawinan tersebut adalah keponakannya sendiri. Henrikus Sawsa, termasuk keluarga besar Gelarang 140 Pau Ruteng. Itulah sebabnya, ia cukup menguasai adat istiadat. Podo merupakan sebuah upacara adat untuk menghantarkan secara resmi mempelai perempuan ke dalam wa u suaminya, demikian Henrikus memulai penjelasannya. Doa-doa dalam upacara Podo itu melepaskan perempuan tersebut dari segala kebiasaan keluarga lamanya, ceki atau pantangan keluarganya, penyakit, dan apa saja yang diterimanya dalam keluarga lamanya. 140 Gelarang merupakan sebutan untuk satuan wilayah administrasi di bawah kedaluan, di atas golo. Satuan wilayah administrasi ini merupakan peninggalan pemerintahan kolonial dan tidak berlaku lagi sekarang ini. 224

29 Dengan memasuki klan suami, seorang istri bebas dari semua pantangan, kebiasaan, dan penyakit keluarga lamanya. Upacara yang membebaskannya inilah yang disebut dengan Podo. Sejak saat itu, sebagai anggota klan suami, ia harus mengikuti kebiasaan dan pantangan keluarga besar suami. Apabila suatu hari perempuan tersebut mengalami suatu penyakit, keluarga besar suami tidak dapat lagi menyalahkan keluarga asal perempuan. Misalnya, suatu hari ternyata perempuan tersebut jatuh sakit parah, tidak dapat dikatakan itu karena penyakit keturunan dari orang tuanya walau ternyata orang tuanya juga mengidap penyakit yang sama. Penyakit sang istri tersebut sudah menjadi tanggung jawab keluarga besar suaminya. Sebuah kasus di kampung Mondo menunjukkan hal ini. Pada suatu hari, di minggu ketiga Oktober 2009, seorang bapak tua meminta penulis untuk mendoakan istrinya. Istrinya tuli dan gagu, saat itu tergolek lunglai di pembaringan. Tatapan matanya kosong, nyaris tidak ada cahaya kehidupan di dalamnya. Diceritakan bahwa sebelumnya perempuan tersebut sempat bersikap meronta-ronta di luar kontrol seperti kerasukan sesuatu. Oleh karena tergelitik keingintahuan mengenai masa lalu perempuan tersebut, penulis pun mencoba bertanya kepada sang suami, Kalau boleh saya tahu, Pak, bagaimana kehidupannya bersama keluarganya dulu ketika masih muda? Apa Bapak tahu kebiasaan-kebiasaan utama mereka? Aeh, tidak tahu lagi, Suster, apa kebiasaan mereka dulu. Yang jelas dia sudah masuk keluarga sini, ya kita semua percaya Yesus dari dulu. Setelah mendengarkan penjelasan Podo, saya baru mengerti bahwa pertanyaan saya kala itu kurang tepat dalam konteks budaya Manggarai. Seorang istri setelah masuk wa u suaminya tidak terikat lagi dengan kebiasaan lama keluarganya. Termasuk, tidak terkena lagi akibat dari kebiasaan-kebiasaan lama tersebut. Itulah sebabnya jalan pikiran saya yang menduga penyakitnya itu disebabkan oleh kebiasaan-kebiasaan lamanya dulu dengan keluarganya kurang masuk akal bagi mereka. 225

30 KEMATIAN Di akhir November 2009, Mondo berdukacita karena kehilangan seorang ibu yang sangat dicintai. Monika Setia, demikianlah nama lengkap ibunda dari Stefanus Syukur. Orang biasa memanggilnya Endé Tia, seorang Putri Dalu Sita yang terkenal akan kecantikannya di masa muda, akhirnya dengan tenang memasuki alam keabadian. Selama ini ia tinggal serumah dengan Stefanus sekeluarga. Seluruh anaknya ada sepuluh orang, namun dua puteranya telah meninggal dunia ketika masih kecil, sehingga Stefanus pun menjadi yang tertua di antara semuanya. Di usianya yang sudah sangat lanjut, yaitu lebih dari 80 tahun, Endé Tia pun memenuhi panggilan Tuhan menyusul anak-anak dan suaminya yang telah lebih dahulu meninggal. Sebagaimana proses pernikahan yang melibatkan banyak tahapan dan upacara, demikian pula upacara kematian. Berikut ini akan digambarkan tradisi upacara kematian ala Manggarai yang terjadi di Kampung Mondo. Upacara di Hadapan Jenazah Endé Tia sudah dibaptis Katolik, demikian juga anak-anaknya, dan demikian pula seluruh warga Kampung Mondo. Oleh karena itu, upacara kematian secara Katolik diselenggarakan untuk menghantar kepergiannya yang untuk selama-lamanya itu. Namun, Endé Tia juga adalah orang Manggarai, demikian juga anak-anaknya, dan semua orang Mondo. Itulah sebabnya, berbagai upacara adat Manggarai pun diadakan pula sebagai tanda penghormatan baginya. Hari itu adalah hari Minggu, 29 November Jenazah Endé Tia sudah terbaring rapi di atas dipan dekat pintu masuk. Di bawah dipan ada banyak kain songké yang dibawa oleh para anak rona. Dekat jenazah, keluarga mempersiapkan meja untuk dijadikan altar. Siang hari, imam pun datang mempersembahkan Misa untuk menghantar kepergian Endé Tia menghadap Allah Bapa. Seluruh anggota keluarga besar dan warga kampung berpartisipasi dalam Misa ini. Unsur-unsur adat Manggarai masih terlihat kental dalam Misa. Semua lagu dinyanyikan dalam bahasa Manggarai. Selain itu, Doa Umat dilakukan oleh perwakilan anak rona, anak wina, dan keluarga yang berduka. Usai Misa, para anak perempuan, menantu perempuan, dan cucu perempuan mulai meratap dan menangis di sekeliling Endé Tia. Ratapan mereka begitu menyayat hati dan dilakukan dengan sekuat tenaga sehingga sempat 226

31 menimbulkan pertanyaan, Ratapan seperti ini spontanitas atau memang harus begitu menurut adat? Ternyata, perpaduan antara keduanya. Memang demikianlah seharusnya menurut adat, tetapi juga didorong oleh spontanitas kesedihan mereka yang merasa begitu kehilangan. Setidaknya, begitulah penjelasan Rm. Beny Jaya, Pr, kepala Paroki Borong. Selanjutnya, diadakanlah upacara secara adat yang terdiri dari tiga tahapan. Dalam acara tersebut, semua orang duduk melingkar di atas tikar sebagaimana kebiasaan orang Manggarai pada umumnya. Tahap pertama adalah Haeng Nai. Untuk upacara ini dibutuhkan seekor hewan yang disembelih; yang biasanya dibawa oleh anak rona. Jika hewan yang dibawa adalah babi, disebut Ela 141 Haeng Nai, jika yang dibawa adalah ayam, disebut Manuk 142 Haeng Nai. Jenis binatang yang dibawa umumnya tergantung usia dan status sosial orang yang meninggal. Selain itu, disesuaikan juga dengan kemampuan keluarga yang berduka. Pada hari itu, keluarga anak rona ulu dari Niang 143 Sita membawa seekor babi putih yang cukup besar, diikat dan dibaringkan di depan pintu. Adapun jenazah Endé Tia dibaringkan di atas sebuah pembaringan sejajar dengan pintu, yang menyatakan ia sudah dipersiapkan untuk keluar dari rumah itu menuju ke alam yang lain. Di balik dinding rumah itulah kira-kira selurusan dengan Endé Tia, babi tersebut dibaringkan. Haeng Nai berarti hewan kurban yang menghembuskan nafas terakhirnya. Kanis Karjon, putera dari Tu a Dalu Riwu yang terakhir menjelaskan 144 bahwa seringkali kita tidak ada di tempat ketika orang yang kita kasihi itu meninggal, sehingga kita tidak dapat melepas keberangkatannya. Oleh karena itu, babi tersebut disembelih untuk menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan dilepas oleh keluarga yang berduka. Demikianlah kurang lebih maksud dari acara tersebut. Babi itu kemudian menjadi babi pertama yang dipotong selama hari-hari perkabungan. Sesudah itu, masih ada lima ekor babi lagi yang dipotong untuk disajikan sebagai hidangan bagi tamu-tamu yang berdatangan selama hari-hari berkabung. Tahapan kedua dari upacara ini disebut Poé Woja Latung. Dalam kesempatan ini Stefanus atas nama seluruh keluarga memohon maaf kepada ibunya atas segala kesalahan dan kekurangan. Selain itu, yang terutama disampaikan dalam acara ini adalah permohonan agar Endé Tia pergi dengan 141 Ela dalam bahasa Manggarai berarti babi. 142 Manuk dalam bahasa Manggarai berarti ayam. 143 Niang Sita merupakan tempat tinggal dari keluarga besar Dalu Sita. Dari sanalah Endé Tia berasal karena beliau merupakan puteri dari Dalu Sita di zamannya. 144 Berdasarkan wawancara akhir Desember

32 tenang, dan tidak perlu membawa semua hasil kebun jagung maupun padi yang telah diwariskannya kepada anak cucu. Lebih-lebih Endé Tia termasuk anggota keluarga besar yang merintis berdirinya kampung Mondo. Garis keluarga inilah yang dianggap berjasa membawa kesejahteraan bagi tanah Mondo dengan membuahkan berbagai hasil kebun dan ternak. Oleh karena itu, wajarlah disampaikan permohonan tersebut. Tahapan ketiga dari upacara ini disebut Ancem Peti. Tahapan ini merupakan acara perpisahan, karena setelah acara ini tidak boleh lagi ada yang membuka peti. Seluruh keluarga besar secara bergantian maju ke depan peti setelah namanya dipanggil oleh Stefanus. Mereka maju berdua dengan pasangan hidupnya masing-masing. Setelah sampai di depan peti, mereka memukulkan palu ke atas paku di tepian peti. Ini mengungkapkan tekad mereka untuk menutup semua yang sudah berlalu dan tidak mengungkit-ungkit lagi. Jika ada permasalahan, sakit hati, dendam, dan sebagainya, biarlah berakhir sampai di situ saja dengan dipukulnya paku peti tersebut. Setelah itu, peti pun diangkat ke kubur yang telah disiapkan, yaitu di samping rumah Stefanus Syukur. Endé Tia dimakamkan bersebelahan dengan suaminya Yoseph Majung, yang telah lebih dahulu menuju alam baka. Kembali, selama peti diangkat menuju kubur dan ketika mulai penguburan, para perempuan menangis sambil menjerit-jerit dan meratap, ramai sekali. Suasana perkabungan yang riuh ini mengingatkan peristiwa penguburan Yakub yang diratapi dengan riuhnya oleh anak-anak dan kaum keluarganya. Setelah mereka sampai ke Goren-Haatad, yang di seberang sungai Yordan, maka mereka mengadakan di situ ratapan yang sangat sedih dan riuh; dan Yusuf mengadakan perkabungan tujuh hari lamanya karena ayahnya itu. Ketika penduduk negeri itu, orang-orang Kanaan, melihat perkabungan di Goren- Haatad itu, berkatalah mereka: "Inilah perkabungan orang Mesir yang amat riuh." Itulah sebabnya tempat itu dinamai Abel-Mizraim, yang letaknya di seberang Yordan. (Kej. 50:10-11) Setelah peti diletakkan di dalam lubang kubur, ketua Dewan Stasi memimpin ibadat pemakaman secara Katolik. Kemudian, barulah warga mulai menutup lubang kubur seraya seluruh keluarga dan warga menaburkan bunga sebagai tanda penghormatan terakhir. Demikianlah upacara adat kematian tradisional di Mondo hari itu diawali dan diakhiri dengan upacara secara gerejawi. 228

33 Saung Ta a Saung Ta a, demikianlah nama upacara adat yang dilakukan tiga atau lima hari setelah kematian. Tiga atau lima harinya itu tergantung kesepakatan keluarga yang berduka. Pengertian harfiah dari Saung Ta a adalah Daun Hijau. Maksudnya adalah bahwa setelah tiga atau lima hari tak melakukan apa-apa dalam suasana perkabungan, kini mereka sudah boleh kembali memetik daun hijau, artinya bisa kembali ke rutinitas sehari-hari, yaitu pulang ke rumah masing-masing dan bekerja kembali untuk mencari nafkah. Di hari-hari perkabungan, biasanya orang Manggarai memang meninggalkan seluruh rutinitasnya, meninggalkan rumahnya, semua berkumpul di rumah duka dan melewatkan hari-hari berkabung itu bersama-sama. Upacara Saung Ta a Ende Tia dilakukan pada tanggal 4 Desember 2009, yaitu setelah lima hari kematiannya. Acara dimulai sekitar pk dan berakhir sekitar pk Semua yang hadir duduk melingkar di rumah Stefanus, sesuai dengan statusnya sebagai anak rona, anak wina, aseka é, atau pa ang ngaung olo musi. Sebelum dimulai acara pertama, dilakukan semacam cek kehadiran secara adat untuk melihat kehadiran dari seluruh jajaran. Seluruh rangkaian acara dipimpin oleh Stefanus sendiri. Setelah itu, dimulailah acara pertama, yaitu Kepok Turat Cai, yang dimulai oleh jajaran asekaé. Sesuai dengan statusnya sebagai asekaé, wakil dari jajaran tersebut menyapa dengan, Wahai leluhur kami Setelah itu dilanjutkan dengan jajaran anak rona yang diwakili oleh seorang bapak dari Sita. Mereka adalah para saudara dari Endé Tia, sehingga pada upacara ini berstatus sebagai anak rona ulu 145. Mereka juga diistilahkan sebagai Sapo Agu Likan yang secara harfiah berarti tungku api. Di dalam rumah-rumah tradisional Manggarai yang sederhana tanpa listrik, tungku api yang biasanya berada di tengah rumah dianggap sebagai sumber kehidupan mereka. Demikianlah keluarga anak rona ulu dianggap sebagai tungku api karena memberikan saudarinya untuk menjadi sumber kehidupan bagi keluarga lain. Selain itu, dalam budaya tradisional Manggarai, jika ada pembangunan rumah biasa maupun mbaru gendang, anak ronalah yang menanamkan tungku api ini. Inti dari apa yang disampaikan oleh perwakilan anak rona ulu adalah bahwa mereka merestui berjalannya acara ini. Hal ini sesuai dengan kedudukan mereka sebagai yang dihormati. Acara adat akan dianggap tidak sah jika tidak mendapatkan restu dari anak rona ulu. Setelah itu, giliran perwakilan anak wina. Doa-doa jajaran anak wina disampaikan oleh Gregorius Nahar, salah satu 145 Ulu berarti kepala dalam bahasa Manggarai 229

34 anak wina Mondo yang sekaligus juga menjadi tokoh adat di Golonderu. 146 Tak ketinggalan pula ketika itu perwakilan dari warga kampung Mondo menyampaikan doa-doa mereka sebagai pa ang ngaung olo musi. Setelah semua perwakilan menyampaikan doa dan ucapan-ucapannya, pemimpin upacara, yaitu Stefanus, mengucapkan terima kasih. Setelah itu, ia meminta kepada jajaran anak wina untuk menyokongnya dalam memenuhi tuntutan anak rona agar siri bongkok tidak goyah. Dalam hal ini, Stefanus sebagai anak rona menuntut sida kepada jajaran anak winanya. Uang itu selain untuk menutup biaya penguburan yang besar juga untuk memenuhi tuntutan anak rona yang datang dari Sita. Dengan segera anak wina pun memberikan sejumlah uang yang jumlahnya segera dicatat oleh petugas. Uang anak wina inilah yang menjadi tanda dukungan mereka. Kemudian, Stefanus pun berdoa dengan cukup panjang dalam bahasa Manggarai. Doa-doa adat dalam bahasa Manggarai itu biasa disebut dengan Torok. Torok yang dipimpin Stefanus saat itu diarahkan kepada Yesus Kristus yang diawali dan diakhiri dengan tanda salib. Dalam doa itu Stefanus mendoakan setiap elemen yang hadir, yaitu anak rona, anak wina, aseka é, dan pa ang ngaung olo musi. Biasanya, sesuai dengan tradisi Manggarai orang akan melihat urat babi yang dipotong, apakah lurus atau tidak. Jika lurus, diyakini doa mereka dikabulkan. Mereka menyebutnya, di a. Di a sendiri dalam bahasa Manggarai berarti baik. Artinya, jika urat babi itu lurus, mereka percaya bahwa yang meninggal dan mereka semua yang mendoakan akan memperoleh keselamatan. Sebaliknya, jika ternyata tidak lurus, mereka harus menyembelih babi dan berdoa kembali sampai tercapai di a. Akan tetapi, hal tersebut tidak dilakukan oleh Stefanus. Dengan imannya ia mengatakan bahwa doa mereka sudah dikabulkan, dan semua orang yang hadir di sana mendapatkan keselamatan dari Yesus Kristus. Kita sudah berdoa kepada Yesus Kristus, maka pasti kita semua selamat. Pasti di a, ucap Stefanus. Pernyataan ini disambut dengan penuh syukur oleh semua yang hadir. Anak wina pun segera menyerahkan sejumlah uang sebagai ungkapan syukurnya menanggapi pernyataan Stefanus, anak rona mereka. Setelah itu acara ditutup dengan nyanyian tradisional bersahut-sahutan di antara mereka. Isi nyanyian itu kurang lebih mengajak untuk semakin mempererat persatuan antar saudara. Sehari-hari para kerabat itu tinggal di 146 Di kampung Golonderu itulah mbaru gendang orang Kantar berada. 230

35 tempat yang terpencar-pencar, ada yang dari Péot, Sita, Ruteng, dan sebagainya. Oleh karena itu, muncullah ajakan untuk mengintensifkan persatuan karena mereka diikat oleh sebuah ikatan emosional yang sama. Suasana sangat hangat dan gembira, baik laki-laki maupun perempuan mengambil bagian dalam nyanyian bersahut-sahutan tersebut. Usai segala nyanyian tersebut, tibalah saatnya makan siang. Rupanya untuk makan siang ini ada pengaturannya sendiri pula. Keluarga anak rona makan siang di rumah duka, keluarga anak wina di sebuah rumah lain tak jauh dari rumah duka. Kebetulan, rumah itu merupakan rumah dari salah satu anak wina orang Mondo. Awalnya saya berpikir supaya lebih praktis dan memudahkan pengaturan saja. Ternyata, ada alasan lain selain kemudahan praktis tersebut. Karena saya dianggap sebagai puteri pertama Stefanus 147, saya pun diminta ikut makan bersama dengan keluarga anak wina. Di sanalah saya baru mengerti bahwa ternyata ada masalah penting yang perlu dibahas antara sesama anak rona sehingga diadakan pemisahan tempat makan antara anak rona dan anak wina. Sesuai dengan Tradisi Manggarai, beberapa waktu setelah kematian perlu diadakan upacara kenduri atau yang biasa disebut dengan Kélas. Dalam Kélas inilah anak wina akan dikenakan bantang 148 oleh anak rona, sehingga menjelang kenduri ini para anak wina harus menabung agar dapat membayar bantang tersebut kepada anak rona. Dalam pembicaraan di tempat makan, para anak rona mencari kesepakatan kapan waktu yang tepat untuk Kélas dan seberapa besar mereka harus menarik sida dari kaum anak wina. Dalam mencari kesepakatan ini, anak wina sama sekali tidak dilibatkan walau segala keputusan dari kesepakatan tersebut kelak harus ditanggung oleh anak wina. Di rumah yang lain, para anak wina juga berbicara ramai. Masing-masing mengeluarkan pendapatnya kira-kira kapan waktu kélas yang cocok, walau mereka tahu keputusan akhir tetap di tangan para anak rona. Sedangkan mengenai jumlah uang yang mereka sanggup bayar tidak dibahas sama sekali waktu itu. Seorang adik perempuan Stefanus yang menikah dengan almarhum Kepala Desa Teber mengatakan bahwa masyarakat di Teber sebagai anak wina akan memenuhi apa saja tuntutan anak rona. Adapun waktu yang diusulkan untuk Kélas adalah bulan Maret Namun, usul ini segera ditolak oleh anak wina dari Pau Ruteng, karena menurutnya bulan Maret adalah musim hujan sehingga kendaraan tidak bisa sampai ke Mondo. Seorang anak wina 147 Dalam keluarga Stefanus saya diterima sebagai anaknya. Berhubung keempat anaknya lebih muda dari saya, maka saya dianggap sebagai anak sulung. 148 Semacam sida, yaitu tuntutan dari anak rona yang harus dipenuhi oleh anak wina. 231

36 mengusulkan lagi bulan Agustus supaya anak-anak bisa ikut terlibat karena sedang libur sekolah. Namun, anak wina dari Golonderu menolak dengan alasan justru pada bulan tersebut pengeluaran keluarga sangat besar untuk membiayai sekolah anak-anak. Padahal, Endé Tia pernah berpesan bahwa semua keturunannya harus mempunyai pekerjaan. Akhirnya, disepakati bahwa yang penting setelah bulan Agustus, namun sebelum Hari Kopi, yaitu tanggal 15 September. Hari Kopi begitu terkenal di Manggarai, yaitu hari untuk memanen kopi. Begitu terkenalnya hari besar ini, sehingga walaupun tidak ada kopi yang dipanen mereka tetap enggan bepergian di Hari Kopi. Namun, walaupun mereka semua sudah memiliki kesepakatan bersama, tampak sekali bahwa bagaimanapun mereka akan menerima apapun yang diputuskan oleh anak rona, baik masalah waktu penyelenggaraan Kélas maupun jumlah sida yang harus mereka bayar. Kélas Kélas atau kenduri merupakan upacara kematian yang biasa diselenggarakan oleh kebanyakan orang Manggarai. Ada juga yang menyebut upacara ini Pakadi a. Cukup banyak yang menyelenggarakannya 40 hari setelah kematian. Namun, mereka yang sudah tua mengatakan sebetulnya tidak harus 40 hari, tetapi kapan saja sampai keluarga merasa sanggup untuk menyelenggarakan Pakadi a, karena upacara ini membutuhkan pengeluaran yang besar. Tak jarang orang zaman dulu menyatukan saja beberapa orang yang meninggal sekaligus dalam satu Pakadi a. Lalu, kapankah akhirnya Kélas untuk Endé Tia diselenggarakan? Setelah melalui pembicaraan yang panjang lebar, diputuskanlah oleh kaum anak rona bahwa Kélas akan diadakan pada bulan Mei, 2010, sekitar 6 bulan setelah wafatnya Endé Tia. RUMAH ADAT DAN KEBUN Sebagaimana sempat dijelaskan sebelumnya, falsafah kehidupan yang ditanamkan leluhur orang Manggarai bagi keturunannya adalah gendang oné lingko pé ang, yang secara harfiah berarti gendang di dalam, kebun di luar. Falsafah ini tertanam begitu dalamnya sehingga kehidupan masyarakat tradisional Manggarai pada umumnya sulit dipisahkan dari rumah adat dan kebun, atau mbaru gendang dan lingko. Memang, sekarang sudah cukup banyak orang Manggarai yang bekerja sebagai pegawai negeri, hotel, karyawan swasta, 232

37 maupun wirausaha tertentu. Namun, begitu mereka pulang ke kampungnya masing-masing, terasalah suasana kehidupan masyarakat yang dihidupkan oleh falsafah gendang oné lingko pé ang. Dengan demikian, pada hakekatnya masyarakat Manggarai adalah masyarakat yang agraris. Mbaru Gendang Mbaru gendang di Manggarai sebetulnya ada 3 macam, setidaknya bagi Suku Riwu. Suatu sore Don Jematu dan Kanis Karjon menjelaskan ketiga jenis mbaru gendang tersebut sebagai berikut: Gendang pokok, yaitu gendang yang diperoleh karena turun temurun. Mbaru gendang pokok ini selalu mempunyai lingko, atau kebun. Mbaru gendang orang Kantar di Golonderu merupakan jenis ini. Gendang wina, yaitu gendang yang diberikan anak rona kepada anak wina. Selain itu, lingkonya juga diberikan oleh anak rona. Oleh karena itu, dalam setiap upacara adat yang diselenggarakan oleh mbaru gendang tersebut, anak rona harus selalu diundang. Gendang di Jawang yang menjadi kampung tetangga Mondo juga diperoleh dari orang Kantar sebagai anak rona. Gendang ini selalu mempunyai lingko. Gendang lerong, yaitu ke mana saja pengurus gendang melakukan migrasi, gendang ini selalu dibawa. Mbaru gendang lerong tidak mempunyai lingko. Dengan demikian, ada dua macam mbaru gendang jika dilihat dari kepemilikan lingko. Mbaru gendang yang memiliki lingko disebut Gendang Adat. Sementara mbaru gendang yang tidak memiliki lingko disebut Gendang Adak. Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, pendirian Mbaru gendang selalu diikuti dengan upacara adat. Hal ini menunjukkan masyarakat Manggarai sebagai masyarakat yang tradisional dan spiritual. Mircea Eliade mengatakan bahwa salah satu ciri masyarakat yang tradisional sekaligus spiritual adalah rumah bukan sekedar tempat tinggal melainkan merupakan gambaran tentang dunia atau imago mundi (Susanto 1987:48-49). Upacara adat pendirian rumah adat tidak lain merupakan acara pengudusan tiang pokok rumah yang melambangkan axis mundi, yaitu poros dunia. Poros dunia ini berfungsi sebagai sarana yang menghubungkan ketiga lapisan dunia, yaitu dunia atas, dunia, dan dunia bawah. Prinsip ini bisa ditemukan di berbagai rumah adat tradisional berbagai suku di dunia, termasuk suku yang sangat kuno, yaitu Suku Achilpa di 233

38 Australia (Susanto 1987:49). Demikian juga yang terjadi dengan masyarakat Manggarai. Henrikus Sawsa yang berasal dari keluarga Gelarang Pau dalam sebuah kesempatan menjelaskan bahwa mbaru gendang memiliki tata ruang sendiri secara vertikal yang dibagi dengan bagian atas, tengah, dan bawah. Bagian atas disebut lemparai, merupakan bagian yang paling suci bagi orang Manggarai. Sesuai dengan konstruksi berpikir masyarakat Manggarai, bagian ujung atas tersebut tidak kelihatan dan merupakan tempat bagi Yang Kudus; Wujud Tertinggi yang tak terlihat. Adapun bagian tengah adalah tempat tinggal manusia di dalam rumah tersebut. Bagian tengah ini disebut lutur. Sedangkan bagian bawah atau kolong merupakan bagian yang tidak suci. Di Mondo, bagian bawah ini seringkali digunakan sebagai dapur dan tak jarang pula ayamayam dan anjing berkeliaran di sana. Sebuah kekhasan yang terjadi di Mondo adalah mereka tidak mempunyai mbaru gendang, tetapi mempunyai lingko. Pembagian lingko pun berjalan sebagaimana biasanya pembagian lingko di mbaru gendang. Hanya saja, kini lingko yang telah dibagi-bagi itu sudah memiliki status kepemilikan tetap. Masyarakat Manggarai sangat gendang sentris, dalam arti mbaru gendang menjadi pusat segala aktivitas kehidupan adat di kampung tersebut. Walaupun masyarakat Mondo tidak mempunyai mbaru gendang, namun gaya hidup rumah Tu a Golo sentris masih sangat terasa. Pusat komando yang menggerakkan seluruh Kampung Mondo berasal dari rumah tersebut, baik untuk urusan adat, kebun dan tanah, pembangunan di kampung, serta kehidupan sosial bermasyarakat sehari-hari. Gambar 30 Anak-anak bernyanyi di depan rumah Tu a Golo (Sumber: H.A. Tjondro Sugianto 2010) 234

39 Lingko Salah satu kekhasan mbaru gendang adalah mempunyai lingko atau kebun. Justru, kekuatan kekuasaan sebuah mbaru gendang adalah hak miliknya atas lingko. Oleh karena itu, kebun selalu berkaitan dengan gendang; bisa ditebak bahwa sebetulnya kebun itu berkaitan pula dengan kekerabatan. Dengan perkataan lain, lingko merupakan kebun kepemilikan kolektif yang dikerjakan dan dimiliki secara komunal. Setiap laki-laki dalam satu wa u berhak mendapatkan tanah dari lingko yang dimiliki oleh mbaru gendang mereka. Di mbaru gendang inilah terjadi pembagian tanah bagi warga setiap menjelang musim tanam. Pembagian lahan biasa dilakukan dengan menggunakan ukuran jari. Tu a Teno bertugas untuk melakukan pembagian secara adil. Pengertian adil di sini adalah sesuai dengan status sosialnya. Misalnya, ponggo atau ibu jari untuk mereka yang berstatus keraéng 149, moso atau telunjuk untuk Tu a Teno, kinde atau jari manis untuk mereka yang status sosialnya di bawah Tu a Teno, dan koret atau kelingking untuk mereka yang berstatus sosial paling rendah. Selain pembagian lahan kebun, mbaru gendang juga bertanggung jawab mengatur setiap upacara adat yang perlu dilakukan dalam setiap tahapan penanaman. Zaman dahulu orang membagi kebun mereka dalam bentuk lodok, yaitu berbentuk sarang laba-laba atau jari-jari sepeda. Adapun sekarang masih ada yang mempertahankan bentuk lingkaran tersebut, tetapi ada juga yang membagi dalam bentuk jalur-jalur panjang, disebut lembawawi. Orang Kantar membagi tanah mereka dengan sistem lembawawi. Perubahan ini terjadi sejak terbentangnya jalur-jalur transportasi yang lurus. Dengan adanya jalan yang membentang di tengah-tengah kampung, kebun-kebun yang berada di tepian jalan mau tak mau mengadaptasi bentuknya mengikuti jalur jalan yang lurus memanjang Sebutan untuk orang yang dimuliakan, umumnya karena termasuk dalam jajaran Tu a Adat. Dahulu sebutan ini hanya dikenakan bagi orang Todo dan Pongkor sebagai yang dimuliakan di tanah Manggarai. Namun, sekarang sebutan tersebut bisa dikenakan kepada siapa saja. 150 Hal ini khususnya terjadi di Jawang, Longko, dan kampung-kampung tetangga Mondo. 235

40 Gambar 31 Lodok lingko di Cancar (Sumber: Remaja Foto, Ruteng) Bernardus Alung 151, Tu a Golo Kantar menceritakan bahwa Suku Kantar memiliki kebiasaan membuat acara adat terlebih dahulu sebelum menebang pohon untuk membuka kebun. Malam hari sebelum pembukaan kebun, mereka duduk bersama di mbaru gendang dan memberi tahu para leluhur bahwa esok harinya mereka hendak menebang pohon untuk membuka kebun. Oleh karena itu, mereka mohon restu para leluhur tersebut. Esok paginya, berangkatlah mereka bersama-sama dari mbaru gendang beserta seluruh anggota keluarga. Pada peristiwa penting ini, Tu a Teno memegang peranan utama untuk melakukan pembagian tanah. Bagi Suku Kantar, Tu a Tenonya tidak lain adalah Tu a Golonya sendiri. Sebetulnya teno merupakan nama dari sejenis kayu parung. Kulitnya berlendir dan biasanya sering diambil untuk membuat tali, atau untuk memintal alang-alang guna membuat atap. Ketika melakukan pembagian kebun, kayu teno itu ditancapkan sebagai patokan, dan tidak bisa menggunakan kayu yang lain. Kebun dengan patokan teno di pusat yang akhirnya kemudian membentuk jari-jari sepeda atau jaring laba-laba itu disebut sebagai Lodok Lingko. Di pusat sudah ditentukan besarnya tanah untuk setiap orang, misalnya telunjuk. Maka setelah ditarik keluar akan semakin lama semakin besar dan membentuk 151 Berdasarkan wawancara 13 Februari 2009 di rumah kediamannya di Kampung Longko. 236

41 segitiga. Di banyak tempat, sebelum dilakukan pembagian tanah sering dilakukan Caci, yaitu tarian adat Manggarai. Biasanya Caci Lodok Lingko ini disertai pemotongan kurban binatang besar. Namun, Suku Kantar jarang melakukan Caci sebelum pembagian kebun. Biasanya mereka melakukan Caci sebelum panen, yang disebut Caci Woja Wolé. Setelah panen, terkadang digelar juga Caci, yang disebut sebagai Caci Penti. Acara selanjutnya sesudah menebang dan menebas adalah acara pembakaran kebun baru. Sebelum dilakukan pembakaran dilakukan upacara adat lebih dahulu yang namanya Batir. Dalam setiap tahapan pengerjaan kebun, kaum perempuan banyak terlibat di dalamnya. Setelah lahan terbuka dan siap ditanam maka mereka pun mulai mengerjakan kebun. Gambar 32 Para penari caci dari berbagai kecamatan di Kabupaten Manggarai Timur (Sumber: H.A. Tjondro Sugianto 2009) Sedangkan di kampung Mondo, Penti, yang merupakan acara adat besar akhir tahun, sudah tidak pernah lagi diadakan, setidaknya selama kurang lebih 15 tahun terakhir ini. Padahal, banyak kampung di Manggarai masih setia menyelenggarakannya. Bahkan, kerabat orang Mondo sendiri yang di Waling 152 dan Péot 153 pun masih menyelenggarakan Penti. Itulah sebabnya Mondo dianggap aneh dan lain daripada yang lain oleh banyak orang yang mengenalnya. Dengan mudah Stefanus bisa mengikuti suara hatinya untuk tidak menyelenggarakan Penti karena memang di Mondo tidak ada mbaru gendang, 152 Waling adalah kampung tempat keturunan Juntung tinggal. Adapun Juntung adalah adik kedua Nggulung yang menjadi leluhur orang Mondo. 153 Peot merupakan kampung tempat keturunan Nduruk tinggal. Nduruk tidak lain merupakan adik bungsu Nggulung. 237

42 sehingga ia bebas dari kewajiban menyelenggarakan Penti. Bagaimana persisnya Penti itu akan diterangkan berikut ini. Penti Upacara adat yang berkaitan dengan kebun disebut dengan Penti. Penti merupakan upacara syukur atas hasil tanam selama setahun, dan akhirnya sering diartikan sebagai upacara syukur tutup tahun untuk menyambut tahun berikutnya. Biasanya, orang kampung mengajak roh-roh penunggu dan para leluhur untuk bersama mereka menyelenggarakan Penti. Ini merupakan ungkapan hormat mereka kepada para leluhur yang telah merintis kehidupan bagi mereka. Sebelum tahun 1994, warga Mondo merayakan Penti dengan rutin setiap tahun. Namun, sejak tahun 1994 upacara Penti tidak diselenggarakan lagi dalam level kampung. Beberapa keluarga yang masih tetap ingin melaksanakan Penti melakukannya secara pribadi di dalam keluarganya masing-masing. Pendirian Stefanus dalam hal ini adalah ia tidak mau menyelenggarakan Penti bagi Kampung Mondo tetapi tidak melarang jika ada warganya yang ingin menyelenggarakan Penti keluarga secara intern. Penti sendiri terdiri dari beberapa tahapan sebagaimana yang akan dijelaskan berikut ini. Barong Lodok Upacara ini dipusatkan di tengah kebun yang dikerjakan tahun itu, atau kadang di lodok yang terdekat dengan kampung. Dalam upacara tersebut, seorang gadis menghantar padi yang belum di-irik. Gadis yang membawanya memakai hiasan kepala dengan bentuk mirip padi mengayun, yang disebut Bali Belo. Orang Manggarai percaya perempuan dan padi merupakan lambang kesuburan. Padi-padi tersebut diletakkan di pusat kebun sebelum upacara, untuk dihantar ke mbaru gendang. Dalam upacara pemberkatan kebun ini, mereka mengundang roh-roh kebun untuk ikut berpesta dan bersama-sama dengan mereka menghantar padi. Ini dilakukan pagi hari sebelum malam syukuran. Sambil menghantar padi mereka menyanyikan lagu Ronda, yaitu lagu penghantar perarakan padi yang dibawa di kepala si gadis dari kebun menuju kampung. Lagu Ronda tersebut diiringi gong dan gendang 154. Peristiwa ini sering juga disebut sebagai Karong Woja Wole, yang artinya menghantar padi 154 Peralatan musik seperti gong dan gendang ini tidak lain adalah gendang yang sehariharinya digantung di dalam mbaru gendang. 238

43 baru. Setelah sampai di mbaru gendang, padi tersebut disimpan di dalam rumah. Gambar 33 Para gadis Manggarai dengan bali-belo di kepala (Sumber: H.A. Tjondro Sugianto 2009) Barong Waé Upacara ini dilaksanakan di Waé Téku, tempat penduduk menimba air untuk keperluan sehari-hari. Pada saat Penti, orang sekampung berjalan berarakan ke Waé Téku dipimpin oleh Tu a Gendang diiringi bunyi gendang. Pancuran air ini diupacarakan secara adat atau dengan perkataan lain diberkati. Mereka memandang segala sumber kehidupan berasal dari waé wo ang tersebut, yang artinya mata air yang tidak akan mati. Waé wo ang Suku Kantar terletak di Desa Golonderu, sementara untuk masyarakat Mondo di Sungai Waéreca. Kemudian air itu ditampung dalam perian dan dimasukkan ke dalam bambu yang ujung satunya disimpul ijuk. Setelah itu air tersebut dipikul sehingga air menetes sepanjang jalan dan menjadi berkat. Kebanyakan masyarakat tradisional Manggarai percaya bahwa di setiap Waé Téku ada penunggunya, dalam arti ada roh-roh halus yang bersemayam di sana. Oleh karena itu, ketika mereka pergi bersama ke Waé Téku dalam upacara Barong Waé ini, mereka mengajak roh-roh penunggu pancuran tersebut untuk pergi bersama ke mbaru gendang. Mereka menyampaikan salam dan mengatakan bahwa akan diselenggarakan Pesta Penti. Oleh karena itu, penduduk mengajak roh-roh yang ada di Waé Téku untuk ikut bersama mereka dalam pesta Penti. 239

44 Barong Boa Boa artinya kubur. Biasanya penduduk kampung beramai-ramai pergi ke kubur untuk mengadakan rediski, yaitu mengundang roh orang-orang yang sudah meninggal. Mereka menyadari bahwa bagaimana pun juga, tanah, kampung, mata air, semua adalah warisan leluhur. Oleh karena itu, para leluhur itu harus diundang dalam pesta Penti. Barong Compang atau Soa Compang atau Soa merupakan mezbah persembahan orang Manggarai. Orang menyebutnya juga sebagai altar kampung atau pusat kampung. Di sinilah diselenggarakan berbagai ritus adat. Tradisi Manggarai juga mengajarkan bahwa setiap kampung ada pelindungnya, yang mereka sebut sebagai Naga Béo. Itulah sebabnya di Mondo, batu yang sedianya hendak dijadikan compang oleh Lupur disebut sebagai Batu Naga. Dalam upacara Penti, kurban dipersembahkan di compang ini. Penti Puncak pesta Penti dilakukan di mbaru gendang. Dalam pesta ini diadakan pemotongan hewan kurban, biasanya kerbau. Kemudian hewan itu dipersembahkan dengan diiringi torok atau doa adat Manggarai. Usai upacara, masyarakat kampung menari bersama-sama, biasanya hingga sepanjang malam. Dalam pesta itu, mereka menghayatinya dalam kebersamaan dengan para leluhur dan roh-roh yang mereka undang. Terkadang, diadakan juga Caci 155 dalam pesta ini, tergantung dari musyawarah yang dilakukan di mbaru gendang dalam forum Lonto Léok 156 sebelumnya. 155 Tarian adat khas Manggarai yang biasanya diadakan pada pesta-pesta penting. 156 Forum musyawarah adat Manggarai yang biasanya dilakukan di mbaru gendang sambil duduk melingkar. Pemimpin Lonto Léok ini biasanya Tu a Gendang atau Tu a Golo. Sekarang, forum Lonto Léok ini sudah berlaku umum, sering juga dipakai dalam acara-acara pemerintahan daerah. Pada intinya, Lonto Léok berarti duduk melingkar untuk bermusyawarah. 240

45 Caci Caci merupakan tarian khas Manggarai yang biasanya diadakan dalam upacara Penti atau acara-acara khusus lainnya. Caci yang diselenggarakan oleh mbaru gendang selalu diiringi dengan pemotongan hewan kurban. Caci merupakan induk dari segala tarian apa saja di Manggarai. Menurut penuturan Benediktus Tas 157, seorang tokoh adat dari Torokgolo, Caci berasal dari kata ci di ca, artinya diuji satu-satu; uji ketangkasan dan kehebatan seseorang dalam menangkis pukulan lawan. Caci ini dimainkan oleh dua orang yang bertarung dengan masing-masing memegang cambuk yang dibuat dari kulit kerbau. Untuk membuat cambuk ini, tidak boleh digunakan kulit kerbau yang sudah mati, tetapi kerbau harus sengaja dipotong dan diambil kulitnya saat itu juga. Dengan demikian, akan diperoleh kulit yang masih lembut sehingga luka cambukan bisa cepat pulih. Dalam pertarungan satu lawan satu itu mereka tidak bisa dibantu siapa pun. Ungkapan Manggarai mengatakan, Kau lincah kau aman, tidak lincah maka kau kena. Kemenangan diperoleh seseorang jika ia dapat mencambuk lawannya di bagian muka, karena itu bagian tersulit berhubung daerah muka dilindungi. Kalau ada yang bisa memukul sampai di mata, namanya adalah beki. Beki akan memberikan nilai yang tinggi kepada yang mencambuknya. Jika menciptakan baret-baret luka cambukan walau sebanyak apa pun tetapi di punggung, baretan tersebut tidak ada nilainya. Pemenang dari Caci ini adalah dia yang mengumpulkan nilai tertingi. Jika dilihat sepintas, tarian Caci ini mengerikan karena tampak dua orang yang berusaha saling melukai dengan cambuk. Akan tetapi, jika dilihat lebih seksama, Caci tidak dilakukan dengan kasar tetapi dengan gerakan tarian yang dinilai keluwesannya, diselingi dialog yang akrab dari kedua pemain Caci, serta adanya sportivitas yang tinggi. Istilah-istilah dalam Caci antara lain: Capukalus: cambukan pembukaan Caci oleh Tu a Adat Lomes: gerakan tari Kelong: penari di dalam Ndere: menyanyi Giling: perisai bulat yang dipakai Panggal: penutup kepala berupa tanduk kerbau, lambang kejantanan, dibuat dari kulit kerbau Beki: nilai tinggi karena berhasil mencambuk mata lawan 157 Berdasarkan wawancara pada bulan Februari

46 Gambar 34 Giling dan cambuk, peralatan yang dipakai dalam menari caci (Sumber: H.A. Tjondro Sugianto 2009) Kehidupan Mbaru Gendang dan Lingko di Mondo Sejak semula di Mondo tidak ada mbaru gendang tetapi ada lingko. Namun, walaupun tidak ada mbaru gendang, rumah Tu a Golo menjadi pusat kehidupan masyarakat di Mondo. Di sanalah segala musyawarah yang berkaitan dengan seluruh warga kampung diadakan. Di tempat itu pula mengalir komando-komando yang menyangkut kepentingan warga kampung. Segala konflik yang tak terselesaikan di tingkat rendah juga diselesaikan di rumah Tu a Golo. Dengan demikian, kekomunalan warga Mondo berpusat di rumah Tu a Golo. Ini berarti, walau di Mondo tidak ada mbaru gendang, kehidupan bermasyarakat ala Manggarai yang berorientasi pada mbaru gendang tetap berlaku di Mondo. Sejauh apapun perbedaan cara dan gaya hidup mereka dengan masyarakat Manggarai pada umumnya, mereka masih tetap orang Manggarai dan mempertahankan kehidupan tradisional Manggarainya. Biasanya, orang Manggarai identik dengan mbaru gendang. Namun, di Mondo terjadilah kelompok masyarakat yang tetap Manggarai walau tanpa mbaru gendang. Pembagian kebun atau hak pengolahan tanah juga berpusat di rumah Tu a Golo. Seluruh wilayah Mondo yang luas hingga sampai ke batas tepi Sungai Waéreca pada awalnya merupakan milik keluarga keturunan Nggulung. Oleh karena itu, setiap pendatang yang ingin membuka kebun di sana perlu minta izin dulu kepada keluarga penguasa Mondo ini. Segala upacara adat yang 242

47 diperlukan berkaitan dengan pengolahan kebun juga bersumber dari rumah Tu a Golo ini. Bahkan, tidak hanya yang berkaitan dengan kebun tetapi juga upacara adat lainnya. Hal ini masih berlaku sampai sekarang. Setiap upacara-upacara adat yang digelar di Mondo, biasanya dipimpin oleh Stefanus atau keluarganya. Seorang keponakan Stefanus yang bernama Agus Kantur 158 seringkali dipercaya untuk mengatur berbagai upacara adat. Tampaklah di sini bahwa mbaru gendang dan kebun bagi orang Manggarai bukan sekedar sumber kehidupan fisik mereka namun sekaligus juga kehidupan spiritual mereka. Sekalipun di Mondo tidak ada gendang, namun masyarakat Mondo tidak merasa berkekurangan karena mereka tetap dapat menjalankan kehidupan sebagai orang Manggarai dengan adanya keluarga Tu a Golo di tengah mereka. Diceritakan oleh warga bagaimana Penti menjadi saat-saat kebersamaan bagi mereka. Bahkan, masih cerita mereka pula, jika jagung sudah mulai berisi ataupun padi mulai bergulir, tak seorang pun yang berani mengkonsumsinya sebelum dilakukan upacara adat bersama. Jangankan makan duluan, jemur duluan saja kami tidak berani, seru seorang bapak. Akan tetapi, kira-kira 15 tahun terakhir, berbagai upacara adat yang berkaitan dengan kebun termasuk Penti mulai menghilang dari Mondo, begitu juga kebiasaan lumbung bersama. Habis, Tu a Golonya jadi anggota KTM 159, jadi kami juga ikut berhenti membuat upacara adat, ujar seorang bapak seraya tertawa sambil menunjuk Stefanus yang duduk di depannya. Sebentar, saya harus memotong pembicaraan ini, seru Stefanus dengan suara keras. Dahulu kita melakukan upacara adat, itu memang benar sekali, karena kita belum mengenal Tuhan. Tapi, sekarang kita semua sudah Katolik, sudah punya Tuhan Allah. Jadi, sembahyang-sembahyang di compang itu sudah tidak perlu lagi. Buktinya, sudah bertahun-tahun kita tidak buat persembahan di compang, hasil panen kita tidak berkurang. Kalau biasanya 20 karung, setelah tidak sembahyang di compang lagi juga tetap 20 karung, ujar Stefanus tegas. 158 Agus Kantur merupakan cucu laki-laki pertama dari Lulus, kakak Yoseph Majung. 159 Penjelasan mengenai KTM dapat dilihat pada Bab VI. 243

48 Banyak warga yang bercerita bagaimana di masa lalu setelah kaum pria pergi berburu, seluruh warga termasuk para janda akan mendapatkan bagian hasil buruan. Bahkan juga kalau kami pergi ke Kuang 160, biasanya kami dapat menangkap ikan kecil-kecil sampai berkarung-karung. Sepulangnya di kampung, kami bagi rata semuanya, cerita seorang bapak. Kalau ada kematian, kami ramai-ramai menyumbang, mulai dari beras sampai minyak tanah. Padahal, dulu minyak tanah susah sekali, di Borong saja belum tentu ada, kata seorang bapak lain menambahkan. Sekarang, kebersamaan itu masih terus berlangsung, suka dan duka ditanggung bersama. Walaupun Penti tidak ada lagi, kebersamaan di antara mereka tidak berkurang sama sekali. Dalam pertemuan-pertemuan warga kampung, banyak di antara mereka yang datang membawa jerigen untuk menyumbang air. Maklumlah, di Mondo tidak ada air sehingga kalau pertemuan bersama mereka harus mengumpulkan air untuk makan dan minum bersama, termasuk untuk mencuci piring dan gelas. Demikian juga kalau ada yang sakit, warga beramai-ramai menyumbangkan uangnya yang hanya sedikit agar yang sakit mendapatkan pengobatan yang baik di Borong. Yang parah bahkan tak jarang harus dibawa ke Ruteng. Bisa disimpulkan bahwa kekerabatan itu tidak lekang walau upacara adat sudah berubah wajah, bahkan menghilang di beberapa bagian. Perjalanan Pembagian Tanah Seluruh tanah Mondo awalnya merupakan milik dari orang Kantar yang dulunya tinggal di daerah Golonderu, kira-kira 7 km dari Mondo. Setelah Nggulung dari Waling menikahi gadis Kantar, ia pun memperoleh otoritas menguasai dan mengolah tanah di daerah Ragok, Mondo, dan sekitarnya. Seluruh padang rumput luas di dataran Mondo menjadi hak penuh dari keluarga besar keturunan Nggulung. Otoritas ini berlaku turun temurun serta tanpa surat perjanjian dan sertifikat tanah. Pada tahun 1951 datanglah keluarga dari Teber dan Wodo. Menyusul tahun 1956 datang keluarga dari Pau. Maka, Yoseph Majung pun memutuskan untuk membuat lingko bagi mereka semua. Pembagian lingko dilakukan 160 Kuang adalah nama air terjun yang berada sekitar 1,5 km dari permukiman warga Mongo. Tempat ini sering dipakai warga untuk mandi dan mencari ikan. 244

49 menurut cara adat Manggarai. Biasanya pembagian lingko dilakukan di mbaru gendang, kali ini di rumah Yoseph Majung sebagai Tu a Golo. Kami biasanya mendapatkan bagian yang sangat besar, paling sedikit 3 moso 161, ujar Petrus Banis dari Teber. Karena selain keluarga kami adalah pendatang pertama, kami juga masih ada hubungan kekerabatan dengan keluarga Waling ini. Jadi, di lingko manapun orang Waling bekerja, kami juga ada di situ, sambungnya lagi. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, Yoseph Majung memutuskan untuk membuka lingko demi lingko, hingga seluruhnya ada 6 lingko. Nama lingko berikut panga-panga yang mengerjakannya tertera dalam tabel berikut: Tabel 2 Daftar lingko di Mondo dan panga yang mengerjakannya NO NAMA LINGKO PANGA YANG MENGERJAKAN 1 Cungarok Waling, Kantar, Wodo, Poka, Pau Pérang 2 Golo Mondo 1 Waling, Kantar, Teber, Pau, La o 3 Golo Mondo 2 Waling, Teber, La o 4 Kuang 1 Waling, Kantar, Teber, Pau Ndajang, Pau La o 5 Kuang 2 Teber, Pau La o 6 Golo Weleng Teber, Pau Sumber: hasil wawancara dengan tetua Mondo Menurut tradisi Manggarai, lingko adalah milik mbaru gendang. Artinya, sampai kapan pun orang-orang yang mengerjakan hanya memiliki hak mengolah, bukan hak memiliki. Pada saat memulai masa tanam, dilakukan kembali pembagian lingko menurut status sosialnya masing-masing. Namun, Yoseph Majung memiliki kebijakan lain. Seluruh lingko itu dibagi-bagikan kepada para warganya dan langsung berstatus hak kepemilikan tetap. Yoseph Majung dan keturunannya tidak pernah lagi meminta kembali tanah yang sudah diberikan. Tanah itu sepenuhnya menjadi hak panga bersangkutan selama turun temurun. Hal ini bisa dimengerti karena sebetulnya di Mondo tidak ada mbaru gendang, sehingga dalam pembagian tanah, Yoseph Majung tidak perlu mempertahankan hak kepemilikan tanah tersebut. Untuk masalah pembagian tanah ini juga tidak pernah ada perjanjian tertulis. Seluruh proses pembagian tanah itu dilakukan secara adat. Walaupun demikian, semua pihak sangat menghargai perjanjian tersebut; menunjukkan bahwa kepercayaan mereka terhadap adat istiadat warisan leluhur masih dijunjung tinggi. 161 Besarnya lahan yang akan diberikan biasanya ditunjukkan dengan jari. Tiga moso maksudnya adalah 3 jari, yang ditarik dari pusat lingkaran dan semakin lama semakin melebar keluar. 245

50 Selain berkebun di lingko, ada juga yang berkebun biasa di sebidang tanah. Kebun seperti ini disebut cicing. Luasnya tergantung seberapa besar kemampuan petani yang bersangkutan mengolah kebunnya, karena kala itu semua dikerjakan serba manual. Mereka harus membabat lebih dahulu alangalang yang tinggi, dan kemudian memagari areal kebun yang hendak diolahnya. Tentu saja, dengan seizin pemilik tanah, keturunan Nggulung. Walaupun berkebun di kebun biasa, kami tetap minta izin dulu dengan Tu a Golo, ujar seorang bapak asal Teber. Gambar 35 Cicing di depan rumah (Sumber: H.A. Tjondro Sugianto 2010) Warga Mondo yang berasal dari Panga Carep, datang setelah lingkolingko terbentuk, sehingga mereka tidak lagi mendapatkan bagian lingko. Namun, Tu a Golo masih memberikan lahan yang luas untuk berkebun sehingga mereka bisa hidup dan berkembang di Mondo. Kami tidak punya bagian di lingko, tapi Tu a Golo dulu menunjuk lahan yang cukup luas untuk kami berkebun, kata Benediktus Enggok, Tu a Panga Carep. Demikianlah lahan-lahan di Mondo sudah terbagi-bagi sejak zaman Yoseph Majung, dan masing-masing mempunyai status kepemilikan tetap. Di antara mereka baru sekitar lima orang saja yang mempunyai sertifikat tanah. Walaupun demikian, tak seorang pun yang mengganggu gugat apa yang sudah dibagi dan diputuskan oleh Tu a Golo pada zaman Yoseph Majung. Keputusan bersama yang telah dibuat secara adat memiliki dasar hukum tak tertulis yang sangat kuat dalam nubari orang Manggarai. Biasanya, dalam musyawarah 246

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

Gambar 36 Anak-anak Mondo

Gambar 36 Anak-anak Mondo EPILOG Seorang anak laki-laki Kampung Mondo berlari kencang mengikuti kendaraan yang ditumpangi penulis untuk memasuki Kampung Mondo. Matahari bersinar sangat terik membuat wajah dan sekujur tubuh anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu praktek kebudayaan yang paling mengundang upaya perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 234 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Perkawinan merupakan rentetan daur kehidupan manusia sejak zaman leluhur. Setiap insan pada waktunya merasa terpanggil untuk membentuk satu kehidupan baru, hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang terdiri dari banyak suku, bangsa, adat istiadat, agama, bahasa, budaya, dan golongan atas dasar

Lebih terperinci

dan Pertunangan Pernikahan

dan Pertunangan Pernikahan Pertunangan dan Pernikahan Biasanya sebelum orang memulaikan suatu perkongsian di dunia bisnis banyak perencanaan dan persiapan terjadi Sebelum kontrak atau persetujuan terakhir ditandatangani, mereka

Lebih terperinci

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika 1 Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika Kepada yang kekasih saudara-saudari saya seiman di Tesalonika yaitu kalian yang sudah bersatu dengan Allah Bapa dan Tuhan kita Kristus Yesus: Salam

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA Adat bagi masyarakat Batak Toba merupakan hukum yang harus dipelihara sepanjang hidupnya. Adat yang diterima

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN. 4. Bagaimana prosesi upacara sebelum kesenian Jonggan dilaksanakan?

DAFTAR PERTANYAAN. 4. Bagaimana prosesi upacara sebelum kesenian Jonggan dilaksanakan? Lampiran 1 63 Lampiran 2 DAFTAR PERTANYAAN 1. Bagaimana sejarah kesenian Jonggan! 2. Mengapa disebut dengan Jonggan? 3. Apa fungsi kesenian Jonggan? 4. Bagaimana prosesi upacara sebelum kesenian Jonggan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisa Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya. untuk menghasilkan keturunan. kedua, sebagai wujud untuk saling

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisa Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya. untuk menghasilkan keturunan. kedua, sebagai wujud untuk saling BAB IV ANALISA DATA A. Analisa Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya bisa tergolong memiliki makna, Diantara makna tersebut bisa di bilang

Lebih terperinci

Mempunyai Pendirian Dalam Masyarakat

Mempunyai Pendirian Dalam Masyarakat Mempunyai Pendirian Dalam Masyarakat "Terima kasih, ini uang kembalinya." "Tetapi Pak, uang kembalinya terlalu banyak. Ini kelebihannya." "Betul. Anda seorang yang jujur. Tidak banyak yang akan berbuat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan gerbang terbentuknya keluarga dalam kehidupan masyarakat, bahkan kelangsungan hidup suatu masyarakat dijamin dalam dan oleh perkawinan. 1 Setiap

Lebih terperinci

XII. Diunduh dari. Bab. Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi Lingkungan

XII.  Diunduh dari. Bab. Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi Lingkungan Bab XII A. Pengantar Bernyani Kucinta Keluarga Tuhan Kucinta k luarga Tuhan, terjalin mesra sekali semua saling mengasihi betapa s nang kumenjadi k luarganya Tuhan Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi

Lebih terperinci

UPACARA PENDAHULUAN

UPACARA PENDAHULUAN www.ariefprawiro.co.nr UPACARA PENDAHULUAN I Pasang Tarub & Bleketepe Bleketepe adalah daun kelapa yang masih hijau dan dianyam digunakan sebagai atap atau tambahan atap rumah. Tarub yang biasanya disebut

Lebih terperinci

Orang Kristen Dan Dirinya Sendiri

Orang Kristen Dan Dirinya Sendiri Orang Kristen Dan Dirinya Sendiri Negara kecil itu sedang dilanda perang saudara dan kaum gerilya bertempur di mana-mana. Seorang pemuda ditangkap dan nyawanya terancam jika ia tidak mau melepaskan agama

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong

Lebih terperinci

Kalender Doa Februari 2017

Kalender Doa Februari 2017 Kalender Doa Februari 2017 Berdoa Bagi Pernikahan Dan Pertalian Keluarga Alkitab memberi gambaran mengenai pengabdian keluarga dalam Kitab Rut. Bisa kita baca di sana bagaimana Naomi dengan setia bepergian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan Adat Lampung Studi di Desa

BAB V PENUTUP. penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan Adat Lampung Studi di Desa BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah penulis mengadakan pengolahan dan menganalisis data dari hasil penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,

Lebih terperinci

Gereja Menyediakan Persekutuan

Gereja Menyediakan Persekutuan Gereja Menyediakan Persekutuan Pada suatu Minggu pagi sebelum kebaktian Perjamuan Tuhan, lima orang yang akan diterima sebagaianggota gereja berdiri di depan pendeta dan sekelompok diaken. Salah seorang

Lebih terperinci

Bab 7 PENGHAYATAN SPIRITUAL DAN PEMBANGUNAN DI BALIK KEKERABATAN TRADISIONAL

Bab 7 PENGHAYATAN SPIRITUAL DAN PEMBANGUNAN DI BALIK KEKERABATAN TRADISIONAL Bab 7 PENGHAYATAN SPIRITUAL DAN PEMBANGUNAN DI BALIK KEKERABATAN TRADISIONAL P ada suatu hari 102, seorang ibu miskin membawa puteranya ke rumah sakit untuk diperiksa dokter. Kebetulan dokter yang bertugas

Lebih terperinci

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika 1 Tesalonika 1:1 1 1 Tesalonika 1:6 Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika 1 Kepada yang kekasih saudara-saudari saya seiman di Tesalonika yaitu kalian yang sudah bersatu dengan Allah Bapa

Lebih terperinci

Alkitab untuk Anak-anak. memperkenalkan. Yakub si Penipu

Alkitab untuk Anak-anak. memperkenalkan. Yakub si Penipu Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan Yakub si Penipu Allah menunjuk kepada Tuhan dalam Alkitab. Penulis: Edward Hughes Digambar oleh : M. Maillot dan Lazarus Disadur oleh: M. Kerr dan Sarah S. Diterjemahkan

Lebih terperinci

Tata Upacara Pernikahan Sipil

Tata Upacara Pernikahan Sipil Tata Upacara Pernikahan Sipil 1 Penyerahan calon mempelai oleh wakil keluarga K Romo yang kami hormati. Atas nama orang tua dan keluarga dari kedua calon mempelai, perkenankanlah kami menyerahkan putra-putri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang terdiri dari berbagai suku-sukubangsa yang tinggal di berbagai daerah tertentu di Indonesia. Masing- masing

Lebih terperinci

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai Lampiran Ringkasan Novel KoKoro Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai Kamakura menjadi sejarah dalam kehidupan keduanya. Pertemuannya dengan sensei merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI Dalam bab ini berisi tentang analisa penulis terhadap hasil penelitian pada bab III dengan dibantu oleh teori-teori yang ada pada bab II. Analisa yang dilakukan akan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Dalam masyarakat Sasak, mengenal beberapa cara pelaksanaan perkawinan yaitu:

PEMBAHASAN Dalam masyarakat Sasak, mengenal beberapa cara pelaksanaan perkawinan yaitu: PROSESI PERKAWINAN ADAT SASAK 1 Oleh : I Gusti Ngurah Jayanti 2. PENDAHULUAN Perkawinan merupakan sebuah fenomena budaya yang hampir terdapat di semua komunitas budaya, khususnya di Indonesia. Perkawinan

Lebih terperinci

Siapakah Yesus Kristus? (2/6)

Siapakah Yesus Kristus? (2/6) Siapakah Yesus Kristus? (2/6) Nama Kursus : SIAPAKAH YESUS KRISTUS? Nama Pelajaran : Yesus adalah Firman Allah dan Anak Allah Kode Pelajaran : SYK-P02 Pelajaran 02 - YESUS ADALAH FIRMAN ALLAH DAN ANAK

Lebih terperinci

Kaum Adam, Jadilah Pria Sejati

Kaum Adam, Jadilah Pria Sejati Tulisan Joshua Harris ini sangat menarik karena menyingkirkan semua pemikiran yang keliru dalam benak para jomblo pada umumnya. Prinsip-prinsip yang dituliskan ini akan membuat para jomblo pria maupun

Lebih terperinci

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA LAMPIRAN HASIL WAWANCARA 83 LAMPIRAN Wawancara Dengan Bapak Eriyanto, Ketua Adat di Karapatan Adat Nagari Pariaman. 1. Bagaimana Proses Pelaksanaan Tradisi Bajapuik? - Pada umumnya proses pelaksanaan perkawinan

Lebih terperinci

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Yakub si Penipu

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Yakub si Penipu Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan Yakub si Penipu Allah menunjuk kepada Tuhan dalam Alkitab. Penulis: Edward Hughes Digambar oleh : M. Maillot dan Lazarus Disadur oleh: M. Kerr dan Sarah S. Diterjemahkan

Lebih terperinci

UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya

UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya 1 UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya Kelahiran Bodhisattva berikut menunjukkan bagaimana sebagai seorang pertapa, beliau mempraktikkan kemurahan hati dan pemberian secara terusmenerus,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. selamatan dan hajatan. Dalam pelaksanaan hajatan dan selamatan tersebut

BAB V PENUTUP. selamatan dan hajatan. Dalam pelaksanaan hajatan dan selamatan tersebut BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kehidupan masyarakat Jawa di Dusun Jatirejo tidak dapat dilepaskan dari serangkaian kegiatan upacara yang berkaitan dengan siklus daur hidup, dimana dalam siklus daur hidup

Lebih terperinci

Diceritakan kembali oleh: Rachma www.dongengperi.co.nr 2008 Cerita Rakyat Sumatera Utara Di tepi sebuah hutan kecil yang hijau, sebuah danau yang berair jernih berkilau disapa mentari pagi. Permukaannya

Lebih terperinci

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Cerita 6 dari 60.

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Cerita 6 dari 60. Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan Yakub si Penipu Penulis: Edward Hughes Digambar oleh: M. Maillot dan Lazarus Diterjemahkan oleh: Widi Astuti Disadur oleh: M. Kerr dan Sarah S. Cerita 6 dari 60 www.m1914.org

Lebih terperinci

Level 2 Pelajaran 12

Level 2 Pelajaran 12 Level 2 Pelajaran 12 KASIHNYA ALLAH (Bagian 1) Oleh Don Krow Hari ini kita akan bahas mengenai kasihnya Allah. Di 1 Korintus 13:13 tertulis berikut ini: Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya dilindungi oleh Undang-undang Dasar Dalam penjelasan Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya dilindungi oleh Undang-undang Dasar Dalam penjelasan Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia terdapat berbagai ragam bahasa daerah. Bahasa daerah hidup berdampingan dengan bahasa Indonesia. Semua bahasa daerah yang dipakai penuturnya dilindungi

Lebih terperinci

46 47 48 49 50 Daftar Pertanyaan Wawancara dengan Bapak Albert Taguh (Domang Kabupaten Lamandau) 1. Apakah yang dimaksud dengan upacara Tewah? 2. Apa tujuan utama upacara Tewah dilaksanakan? 3. Siapa yang

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : meliputi, Himpun (meliputi : Himpun Kemuakhian dan Himpun Pemekonan),

V. KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : meliputi, Himpun (meliputi : Himpun Kemuakhian dan Himpun Pemekonan), V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Proses upacara perkawinan adat

Lebih terperinci

Pernikahan Kristen Sejati (2/6)

Pernikahan Kristen Sejati (2/6) Pernikahan Kristen Sejati (2/6) Nama Kursus   : Pernikahan Kristen yang Sejati Nama Pelajaran : Memilih Pasangan Kode Pelajaran : PKS-P02                    Pelajaran 02 - MEMILIH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan jenjang awal pembentukan masyarakat, dari suatu parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di dalamnya akan lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istiadat. Wujud kedua, adalah sistem sosial atau social sistem yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. istiadat. Wujud kedua, adalah sistem sosial atau social sistem yang berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia pada dasarnya merupakan mahkluk yang berbudaya karena padanya budaya tercipta dan dikembangkan. Dalam hal ini, budaya atau kebudayaan merupakan suatu yang dilahirkan

Lebih terperinci

Entahlah, suamiku. Aku juga tidak pernah berbuat jahat dan bahkan selalu rajin beribadah, jawab sang isteri sambil menahan air mata.

Entahlah, suamiku. Aku juga tidak pernah berbuat jahat dan bahkan selalu rajin beribadah, jawab sang isteri sambil menahan air mata. Hikayat Cabe Rawit Alkisah, pada zaman dahulu hiduplah sepasang suami-isteri di sebuah kampung yang jauh dari kota. Keadaan suami-isteri tersebut sangatlah miskin. Rumah mereka beratap anyaman daun rumbia,

Lebih terperinci

Alkitab untuk Anak-anak. memperkenalkan. Yakub si Penipu

Alkitab untuk Anak-anak. memperkenalkan. Yakub si Penipu Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan Yakub si Penipu Allah menunjuk kepada Tuhan dalam Alkitab. Penulis: Edward Hughes Digambar oleh: M. Maillot dan Lazarus Disadur oleh: M. Kerr dan Sarah S. Diterjemahkan

Lebih terperinci

Adakah ada yang Akan Mendoakan Kita?

Adakah ada yang Akan Mendoakan Kita? Adakah ada yang Akan Mendoakan Kita? Oleh, FizRahman.com Seorang pengarah yang berjaya, jatuh di kamar mandi dan akhirnya stroke. Sudah 7 malam dirawat di RS di ruang ICU.. Di saat orang-orang terlelap

Lebih terperinci

Siapakah Yesus Kristus? (4/6)

Siapakah Yesus Kristus? (4/6) Siapakah Yesus Kristus? (4/6) Nama Kursus : SIAPAKAH YESUS KRISTUS? Nama Pelajaran : Yesus adalah Juru Selamat dan Tuhan Kode Pelajaran : SYK-P04 Pelajaran 04 - YESUS ADALAH JURU SELAMAT DAN TUHAN DAFTAR

Lebih terperinci

MATERI I MATERI I. subyek yang ikut berperan

MATERI I MATERI I. subyek yang ikut berperan subyek yang ikut berperan 14 1 7. PERTANYAAN UNTUK DISKUSI Menurut Anda pribadi, manakah rencana Allah bagi keluarga Anda? Dengan kata lain, apa yang menjadi harapan Allah dari keluarga Anda? Menurut Anda

Lebih terperinci

AMANAT AGUNG. Penulis yakin sebagai anak Tuhan, kita. pernah mendengar tentang Amanat Agung. Sebelum Tuhan Yesus naik ke sorga, Ia menyampaikan

AMANAT AGUNG. Penulis yakin sebagai anak Tuhan, kita. pernah mendengar tentang Amanat Agung. Sebelum Tuhan Yesus naik ke sorga, Ia menyampaikan AMANAT AGUNG Penulis yakin sebagai anak Tuhan, kita pernah mendengar tentang Amanat Agung. Sebelum Tuhan Yesus naik ke sorga, Ia menyampaikan sebuah pesan terakhir yang sangat penting bagi semua umat manusia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari pembahasan pada Bab IV dan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Setiap acara adat yang ada di desa Lokop berbeda dengan acara adat

Lebih terperinci

Kang, sebenarnya khitbah sama tunangan itu sama gak sih?

Kang, sebenarnya khitbah sama tunangan itu sama gak sih? Kang, sebenarnya khitbah sama tunangan itu sama gak sih? BEDA DONG! Hehehe Banyak orang yang salah mengartikan antara tunangan dan khitbah. Istilah tunangan itu sebenarnya tidak dikenal dalam istilah islam.

Lebih terperinci

Tugas Seorang. Istri

Tugas Seorang. Istri Tugas Seorang Istri Seorang wanita yang mengetahui bahwa peranannya sebagai istri merupakan suatu tanggung jawab besar, adalah orang yang bijaksana. Ia sudah siap untuk menerima petunjuk dari Allah bagaimana

Lebih terperinci

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Ratu Ester yang Cantik

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Ratu Ester yang Cantik Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan Ratu Ester yang Cantik Allah menunjuk kepada Tuhan dalam Alkitab. Penulis: Edward Hughes Digambar oleh: Janie Forest Disadur oleh: Ruth Klassen Diterjemahkan oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pulau dan bersifat majemuk. Kemajemukan itu berupa keanekaragaman ras,

BAB I PENDAHULUAN. pulau dan bersifat majemuk. Kemajemukan itu berupa keanekaragaman ras, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau dan bersifat majemuk. Kemajemukan itu berupa keanekaragaman ras, suku, dan kebudayaan di setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau yang tentunya pulau-pulau tersebut memiliki penduduk asli daerah yang mempunyai tata cara dan aspek-aspek

Lebih terperinci

HASIL WAWANCARA DENGAN KETUA ADAT PANJAITAN JABODETABEK( NELSON PANJAITAN)

HASIL WAWANCARA DENGAN KETUA ADAT PANJAITAN JABODETABEK( NELSON PANJAITAN) HASIL WAWANCARA DENGAN KETUA ADAT PANJAITAN JABODETABEK( NELSON PANJAITAN) X : Selamat siang pak N : Iya, siang X : Saya ingin bertanya-tanya tentang perkawinan semarga pak, kenapa perkawinan semarga itu

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA. A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA. A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita 1. Keadaan geografis Pasar Pelita merupakan salah satu pasar yang ada di kecamatan Kubu Babussalam tepatnya di desa

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkawinan akan mengungkapkan bahwa banyak keputusan menyeluruh, pilihan-pilihan, atau alternatif sedang dipertimbangkan, dan bahwa semua itu membentuk atau menentukan

Lebih terperinci

Soedjono-Tresno Private High School (STPHS) (I)

Soedjono-Tresno Private High School (STPHS) (I) CHAPTER 1 Soedjono-Tresno Private High School (STPHS) (I) Kepala Sekolah Soedjono-Tresno Private High School atau STPHS, Christoper Rumbewas, menerima sejumlah buku, berkas siswa, dan juga seragam sekolah

Lebih terperinci

RAJA ISRAEL YANG PERTAMA

RAJA ISRAEL YANG PERTAMA CERITA 58 RAJA ISRAEL YANG PERTAMA I SAMUEL 8-10 ANALISA PERBUATAN PERBUATAN ALLAH AYAT PERBUATAN MANUSIA AYAT /- Tuhan mendengarkan permintaan orang Israel dan menyuruh Samuel mengangkat seorang Raja

Lebih terperinci

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Ratu Ester yang Cantik

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Ratu Ester yang Cantik Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan Ratu Ester yang Cantik Allah menunjuk kepada Tuhan dalam Alkitab. Penulis: Edward Hughes Digambar oleh: Janie Forest Disadur oleh: Ruth Klassen Diterjemahkan oleh:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Suku Lampung terbagi atas dua golongan besar yaitu Lampung Jurai Saibatin dan

I. PENDAHULUAN. Suku Lampung terbagi atas dua golongan besar yaitu Lampung Jurai Saibatin dan I. PENDAHULUAN 1.1, Latar Belakang. Suku Lampung terbagi atas dua golongan besar yaitu Lampung Jurai Saibatin dan Lampung Jurai Pepadun. Dapat dikatakan Jurai Saibatin dikarenakan orang yang tetap menjaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan manusia, setiap pasangan tentu ingin melanjutkan hubungannya ke jenjang pernikahan.

Lebih terperinci

Dalam pelajaran ini saudara akan mempelajari...

Dalam pelajaran ini saudara akan mempelajari... Tugas Seorang Suami Seorang pemuda yang bahagia dengan cepat pulang ke rumah untuk memberitahukan orang tuanya kabar baik bahwa pacarnya telah berjanji untuk menikahinya. Tetapi sang ayah, daripada menanggapi

Lebih terperinci

Alkitab untuk Anak-anak. memperkenalkan. Yakub si penipu

Alkitab untuk Anak-anak. memperkenalkan. Yakub si penipu Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan Yakub si penipu Allah menunjuk kepada Tuhan dalam Alkitab. Penulis: Edward Hughes Digambar oleh: M. Maillot dan Lazarus Disadur oleh: M. Kerr dan Sarah S. Diterjemahkan

Lebih terperinci

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Yakub si penipu

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Yakub si penipu Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan Yakub si penipu Allah menunjuk kepada Tuhan dalam Alkitab. Penulis: Edward Hughes Digambar oleh: M. Maillot dan Lazarus Disadur oleh: M. Kerr dan Sarah S. Diterjemahkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Pelaksanaan Adat Perkawinan Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki dan senantiasa menggunakan adat-istiadat

Lebih terperinci

CINTA TELAH PERGI. 1 Penyempurna

CINTA TELAH PERGI. 1 Penyempurna CINTA TELAH PERGI 1 Penyempurna Enam belas tahun yang lalu seorang ibu bernama Rosa melahirkan seorang bayi perempuan, bayi yang selama ini bu Rosa dan pak Adam (suami bu Rosa) idam-idamkan selama dua

Lebih terperinci

Ratu Ester yang Cantik

Ratu Ester yang Cantik Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan Ratu Ester yang Cantik Allah menunjuk kepada Tuhan dalam Alkitab. Penulis: Edward Hughes Digambar oleh: Janie Forest Disadur oleh: Ruth Klassen Diterjemahkan oleh:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat Batak Simalungun. Soerbakti (2000:65) mengatakan,

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat Batak Simalungun. Soerbakti (2000:65) mengatakan, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kawin adalah perilaku mahluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar manusia berkembang biak. Oleh karena itu perkawinan merupakan salah satu budaya yang beraturan

Lebih terperinci

NOVENA ROSARIO ELIZABETH ZAKHARIA NOVENA ROSARIO BERSAMA ST. MARIA, ST. ELIZABETH DAN ST. ZAKHARIA UNTUK PERMOHONAN MENDAPATKAN ANAK

NOVENA ROSARIO ELIZABETH ZAKHARIA NOVENA ROSARIO BERSAMA ST. MARIA, ST. ELIZABETH DAN ST. ZAKHARIA UNTUK PERMOHONAN MENDAPATKAN ANAK NOVENA ROSARIO ELIZABETH ZAKHARIA NOVENA ROSARIO BERSAMA ST. MARIA, ST. ELIZABETH DAN ST. ZAKHARIA UNTUK PERMOHONAN MENDAPATKAN ANAK 1 Pengantar Dalam suatu kesempatan Yesus pernah mengatakan "Mintalah,

Lebih terperinci

dia tak pernah melepas cadar yang menutupi wajah cantiknya.

dia tak pernah melepas cadar yang menutupi wajah cantiknya. PRINCESS Cerita ini diinspirasi oleh sebuah mimpi yang ku alami tahun 2007, tentang sebuah kerajaan islam di Indonesia. Namun masih ragu, benarkah ada cerita seperti dalam mimpi saya? Daripada salah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan budaya Indonesia mengalami pasang surut, pada awalnya, Indonesia sangat banyak mempunyai peninggalan budaya dari nenek moyang kita terdahulu, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Setiap suku biasanya memiliki tradisi yang menjadi keunikan tersendiri yang menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku bangsa

Lebih terperinci

Aktivitas untuk Belajar tentang Doa

Aktivitas untuk Belajar tentang Doa Aktivitas untuk Belajar tentang Doa MENIRU TELADAN ORANG DEWASA Anak membutuhkan banyak kesempatan untuk mendengar orang dewasa berdoa. Sikap orang dewasa yang tulus dan penuh hormat dalam berdoa amat

Lebih terperinci

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #45 oleh Chris McCann

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #45 oleh Chris McCann Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #45 oleh Chris McCann Selamat malam dan selamat datang di pembahasan Alkitab EBible Fellowship dalam Kitab Wahyu. Malam ini adalah pembahasan #45 tentang Wahyu, pasal

Lebih terperinci

KARUNIA TUHAN UNTUK KESELAMATAN

KARUNIA TUHAN UNTUK KESELAMATAN KARUNIA TUHAN UNTUK KESELAMATAN Pengantar Apakah Anda berpikir bahwa Tuhan tidak memedulikan Anda sebagai seorang perempuan? Bahwa Ia tidak tertarik pada masalah Anda, harapan Anda, dan mimpi Anda? Bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Peristiwa penting tersebut dikaitkan dengan upacaraupacara yang bersifat

Lebih terperinci

BAB IV. Dari hasil data yang diperoleh dilapangan, melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi yang telah dipaparkan dibab sebelumnya, maka peneliti

BAB IV. Dari hasil data yang diperoleh dilapangan, melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi yang telah dipaparkan dibab sebelumnya, maka peneliti BAB IV ANALISA TENTANG PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA DAN HASIL AKHIR DARI PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA UNTUK MEMPERTAHANKAN PERTUNANGAN DI DESA KADUARA BARAT KECAMATAN LARANGAN

Lebih terperinci

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #42 oleh Chris McCann

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #42 oleh Chris McCann Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #42 oleh Chris McCann Selamat malam dan selamat datang di pembahasan Alkitab EBible Fellowship dalam Kitab Wahyu. Malam ini adalah pembahasan #42 tentang Wahyu, pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, beberapa budaya Indonesia yang terkikis oleh budaya barat sehingga generasi muda hampir melupakan budaya bangsa sendiri. Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang menggambarkan ciri khas daerah tersebut. Seperti halnya Indonesia yang banyak memiliki pulau,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk berbudaya mengenal adat istiadat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk berbudaya mengenal adat istiadat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk berbudaya mengenal adat istiadat yang dipatuhi dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan suatu acara adat perkawinan atau hajatan. Dalam

Lebih terperinci

menghindari pikiran kotor dan perbuatan maksiat?. Saya mohon bantuan anda untuk menemukan solusinya

menghindari pikiran kotor dan perbuatan maksiat?. Saya mohon bantuan anda untuk menemukan solusinya Cinta Segitiga Saya sedang bingung dengan problem yang tengah kuhadapi ini. Hanya Allah yang mengetahui kebingunganku ini karena saya tidak sanggup memecahkan problem yang satu ini. Akan tetapi saya tetap

Lebih terperinci

Setelah para penyamun pergi, Alibaba memberanikan diri keluar dari tempat

Setelah para penyamun pergi, Alibaba memberanikan diri keluar dari tempat Dahulu kala, dikota Persia, hidup 2 orang bersaudara yang bernama Kasim dan Alibaba. Alibaba adalah adik Kasim yang hidupnya miskin dan tinggal didaerah pegunungan. Ia mengandalkan hidupnya dari penjualan

Lebih terperinci

Dalam pelajaran ini saudara akan mempelajari... Nama-namanya Peraturannya Tugasnya Masa depannya

Dalam pelajaran ini saudara akan mempelajari... Nama-namanya Peraturannya Tugasnya Masa depannya Gereja Ada gedung-gedung dan katedral indah, pos penginjilan dan bangunan sederhana yang memakai nama "Gereja". Bangunan-bangunan itu mempunyai menara, salib, dan lonceng yang mempunyai caranya sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting yang dimiliki oleh manusia. Pada dasarnya bahasa digunakan sebagai sarana komunikasi dalam kehidupan manusia untuk

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam 40 BAB III PENYAJIAN DATA A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam masyarakat Pujud Data yang disajikan adalah data yang diperoleh dari lapangan yang dihimpun melalui observasi,

Lebih terperinci

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALatihan Soal 7.9

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALatihan Soal 7.9 SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALatihan Soal 7.9 1. Di suatu siang yang terik, seekor burung pipit tengah asik menikmati buah Delima kesukaannya. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh teriakan

Lebih terperinci

Level 2 Pelajaran 10

Level 2 Pelajaran 10 Level 2 Pelajaran 10 PERNIKAHAN (Bagian 1) Oleh Don Krow Hari ini kita akan bahas mengenai pernikahan. Pertama-tama, saya ingin sampaikan beberapa data statistik: 75% dari seluruh rumah tangga memerlukan

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. sesamanya. Hubungan sosial di antara manusia membentuk suatu pola kehidupan tertentu yang

Bab I PENDAHULUAN. sesamanya. Hubungan sosial di antara manusia membentuk suatu pola kehidupan tertentu yang Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain atau sesamanya. Hubungan sosial di antara manusia membentuk suatu pola kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh masyarakat adat batak toba. Sistem ini dalam arti positif merupakan suatu sistem dimana seseorang

Lebih terperinci

Cinta Kedua. Majalah Parents Desember Sepenggal kisah tentang kekuatiran untuk jatuh cinta lagi.

Cinta Kedua. Majalah Parents Desember Sepenggal kisah tentang kekuatiran untuk jatuh cinta lagi. Cinta Kedua. Majalah Parents Desember 2011 Sepenggal kisah tentang kekuatiran untuk jatuh cinta lagi. Artikel ini dimuat di majalah Parents edisi Desember 2011. Bisa dikatakan saya beruntung. Majalah ini

Lebih terperinci

BAB LIMA PENUTUP. sebelumnya. Dalam bab ini juga, pengkaji akan mengutarakan beberapa langkah

BAB LIMA PENUTUP. sebelumnya. Dalam bab ini juga, pengkaji akan mengutarakan beberapa langkah BAB LIMA PENUTUP 5.0 Pendahuluan Di dalam bab ini, pengkaji akan mengemukakan kesimpulan yang diperoleh daripada perbahasan dan laporan analisis kajian yang telah dijalankan daripada babbab sebelumnya.

Lebih terperinci