LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

Transkripsi

1 KOTA DUMAI Hasil Persetujuan DPRD Tanggal 2 Juli 2008 LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI Nomor : 03 Tahun 2008 Seri : D Nomor 03 PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING IN PERSONS), PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI, Menimbang : a. bahwa Perdagangan orang (Trafficking In Persons) terutama perempuan dan anak yang dijadikan objek perdagangan dan eksploitasi adalah merupakan pengingkaran terhadap kedudukan hakiki manusia sebagai subjek hukum, menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan sekaligus merendahkan martabat manusia; b. bahwa praktek Trafficking telah sedemikian memprihatinkan, sehingga menimbulkan kerisauan dan kecemasan dikalangan masyarakat dan Pemerintah Kota Dumai, terhadap keamanan dan perlindungan warganya, terutama perempuan dan anak atas tindakan trafficking yang dilakukan didalam negeri maupun luar negeri; 265

2 c. bahwa penanganan secara sistematis, komprehensif, berkesinambungan dan terpadu sangat dibutuhkan sebagai upaya untuk pencegahan dan pemberantasan perdagangan manusia, termasuk penanganan dan rehabilitasi bagi korban trafficking; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a, b dan c diatas, dipandang perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perdagangan Orang (Trafficking In Persons), Perempuan dan Anak. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Againt Women), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277); 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3475); 5. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Dumai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3829); 6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convetion Nomor 138 Cocerning Minimum Age for Admission To Employment (Konversi ILO Mengenai usia minimum untuk diperbolehkan berkerja), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3835); 266

3 7. Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886); 8. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 182 Concerning The Prohibition and Immdiate Action for The Elimination of The worts Fomrsof Child Labour (Konvensi ILO 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3941) dan U.N Convention Against Transnational Organized Crime, 2000; 9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235); 10. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesian Nomor 4279); 11. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 12. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419); 267

4 13. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Idonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 14. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ); 15. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635); 16. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4720); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Sanksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4171); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran Hak Azasi Manusia Yang Berat (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4172); 268

5 19. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737); 20. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of The Child (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 57); 21. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2002 tentang Pengesahan Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Anak; 22. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak; 23. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (Trafficking) Perempuan dan Anak. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA DUMAI dan WALIKOTA DUMAI MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING IN PERSONS), PEREMPUAN DAN ANAK. 269

6 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kota Dumai. 2. Walikota adalah Walikota Dumai. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Dumai. 4. Dinas adalah Dinas yang membidangi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Sosial Kota Dumai; 5. Bagian adalah Bagian yang membidangi Kesejahteraan Rakyat pada Sekretariat Daerah Kota Dumai; 6. Lembaga Swadaya Masyarakat adalah sekelompok orang di tengah masyarakat yang terbentuk atas kehendak dan keinginan sendiri dengan tujuan dan kegiatan dibidang perlindungan korban dan penghapusan perdagangan (trafficking) perempuan dan anak; 7. Perempuan adalah orang yang punya alat kelamin perempuan, dapat mengalami menstruasi, hamil, melahirkan anak dan menyusui. 8. Anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 18 (delapan belas) tahun, sebagaimana yang dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 9. Orang Tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, ayah dan/atau ibu tiri, ayah dan/atau ibu angkat. 10. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataanya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak; 270

7 11. Keluarga adalah kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari suami istri atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya/ibu dan anaknya/keluarga sedarah dalam garis lurus keatas atau kebawah sampai dengan derajat ketiga. 12. Masyarakat adalah sekelompok orang yang hidup bersama yang tinggal di suatu daerah tertentu dan tunduk pada suatu aturan tertentu; 13. Korban adalah seseorang perempuan dan atau anak yang mengalami penderitaan psikis, fisik, seksual, ekonomi dan sosial yang diakibatkan tindak pidana perdagangan perempuan dan anak; 14. Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia, selanjutnya disebut PJTKI adalah Badan Usaha yang mendapat izin dari Menteri untuk berusaha dibidang jasa penempatan tenaga kerja di luar negeri. 15. Perantara adalah suatu Perusahaan atau Badan Usaha yang melaksanakan kegiatan mencari tenaga kerja untuk kepentingan seseorang atau dipekerjakan pada suatu Badan Hukum. 16. Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materil maupun immateril. 17. Satgas adalah Satuan Tugas yang dibentuk untuk mengantisipasi terjadinya tindakan trafficking di lingkungan masyarakat. 271

8 18. Penghapusan adalah tindakan preventif dan tindakan represif yang meliputi pemantauan, pencegahan, perlindungan, rehabilitasi, reintegrasi, pengawasan dan pengenaan sanksi. 19. Perdagangan Orang (Trafficking In Persons) adalah segala tindakan pelaku (Trafficker) yang megandung salah satu atau lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah dan antar negara, pemindahtanganan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara atau ditempat tujuanorang, dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan verbal dan fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan posisi kerentanan (misalnya ketika seseorang tidak memiliki pilihan lain, terisolasi, ketergantungan obat, jebakan hutang dan lain-lain), memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan, dimana orang dipergunakan untuk tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual (termasuk Phaedopoli), buruh migran legal maupun ilegal, adopsi anak, pekerjaan jermal, pengantin pesanan, pembantu rumah tangga, mengemis, industri pornografi, pengedaran obat terlarang dan penjualan organ tubuh serta bentuk-bentuk eksploitasi lainnya. 20. Kekerasan adalah setiap perbuatan yang menggunakan kekuasan dengan atau tanpa menggunakan sarana secara melawan hukum terhadap fisik dan atau mental dan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan bahaya bagi badan dan atau menimbulkan terampasnya kemerdekaan seseorang. 21. Ancaman kekerasan adalah setiap perbuatan penyalahgunaan non fisik dengan menggunakan atau tidak menggunakan sarana secara melawan hukum yang menimbulkan rasa takut, bahaya bagi badan, mental, nyawa dan kemerdekaan seseorang. 272

9 22. Rehabilitasi adalah pemulihan dan gangguan terhadap kondisi psikis, fisik dan sosial agar dapat melaksanakan perannya kembali secara wajar baik dalam keluaraga maupun dalam masyarakat. 23. Perlindungan perempuan dan anak adalah segala kegiatan untuk melindungi harkat dan martabat perempuan dan anak agar terjamin hak hidupnya sesuai dengan kodratnya dari segala bentuk perlakuan yang mengganggu dan merusak hak-hak dasarnya dalam berbagai bentuk pemanfaatan dan eksploitasi yang bertentangan dengan hak asasi manusia. 24. Reintegrasi adalah pembauran kembali ke dalam lingkungan keluarga, sosial dan lembaga pendidikan. 25. Surat Izin Bekerja Perempuan di Luar Daerah untuk selanjutnya disebut SIBPD adalah surat izin yang dikeluarkan oleh Lurah atas permohonan seorang penduduk kelurahan dan atau luar wilayah Kota Dumai yang ditentukan dalam Peraturan Daerah ini dan telah diketahui oleh Camat setempat. 26. Surat Izin Pindah adalah surat izin yang dikeluarkan oleh Lurah Kepada seorang perempuan atau seorang anak penduduk kelurahan untuk pindah tempat tinggal di luar wilayah kelurahan dan dikeluarkan apabila memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Peraturan Daerah ini. 27. Kerja sama adalah adalah bentuk perjanjian bantuan timbal balik dan atau perjanjian teknis lainnya, baik dalam bentuk sosialisasi pencegahan, maupun tindakan yang bersifat preventif maupun represif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 273

10 BAB II ASAS, MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 (1) Tiada seorangpun terutama bagi perempuan dan anak yang dapat diperdagangkan melalui cara (direkrut, dikumpulkan, ditransportkan, dipekerjakan) dengan tujuan eksploitasi. (2) Maksud dari Peraturan Daerah ini adalah untuk mencegah perdagangan orang (Trafficking In Persons) yang merupakan bentuk eksploitasi dan perbudakan manusia dizaman modern yang menimbulkan penderitaan, kesengsaraan bagi korbannya, terutama pada korban Trafficking perempuan dan anak; (3) Menetapkan Politik Hukum Pemerintah Kota Dumai dalam bentuk Rencana Strategi Daerah Anti Trafficking sebagai pedoman bagi pemerintah dan masyarakat. (4) Tujuan Peraturan Daerah ini adalah untuk mencegah bentuk-bentuk trafficking baik untuk pekerjaan maupun untuk kegiatan seks komersial, menyelamatkan dan merehabilitasi korban trafficking, serta memberikan keadilan dan sanksi hukuman terhadap pelaku maupun pihak-pihak yang mendukung trafficking. BAB III OBYEK DAN SUBYEK TRAFFICKING Pasal 3 Objek Trafficking yang diperdagangkan dalam hal ini adalah orang-orang dewasa dan anak-anak, laki-laki dan perempuan yang umumnya dalam kondisi rentan, seperti : a. perempuan dan anak-anak dari keluarga miskin yang berasal dari pedesaan atau daerah kumuh perkotaan; 274

11 b. perempuan dan anak-anak dengan pendidikan dan pengetahuan terbatas; c. perempuan dan anak-anak yang tinggal dengan masalah ekonomi, politik dan sosial yang serius; d. perempuan dan anak-anak yang menghadapi krisis ekonomi seperti hilangnya pendapatan suami/orang tua, suami/orang tua sakit keras atau mereka meninggal dunia; e. anak-anak putus sekolah; f. korban kekerasan (fisik, psikis, seksual); g. para pencari kerja (termasuk buruh migran); h. perempuan dan anak jalanan; i. korban penculikan; j. janda cerai akibat pernikahan dini; k. mereka yang mendapat tekanan dari orang tua atau lingkungannya untuk bekerja; l. orang yang dieksplotasi dengan tujuan seks komersial. Pasal 4 Subjek trafficking adalah orang pribadi atau Badan Usaha yang melakukan pengiriman TKI ke Luar Negeri. BAB IV PENEMPATAN TENAGA KERJA KE LUAR NEGERI Pasal 5 (1) Penempatan TKI ke luar negeri adalah perusahaan yang telah memperoleh izin dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. (2) Penampungan TKI harus memenuhi standar kelayakan dan memperoleh izin dari Pemerintah Kota Dumai yang membidangi ketenagakerjaan. 275

12 Pasal 6 (1) Dilarang memberangkatkan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri melalui Kota Dumai tanpa memenuhi prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. (2) Dilarang melakukan penampungan terhadap TKI maupun calon TKI tanpa memperoleh izin dari Pemerintah Kota Dumai. BAB V PENCEGAHAN TRAFFICKING Bagian Pertama Ijin Bekerja Diluar Daerah Pasal 7 (1) Seorang perempuan yang akan bekerja di luar wilayah kelurahan wajib memiliki Surat Izin Bekerja Perempuan di luar Daerah (SIBPD) yang dikeluarkan oleh Lurah dan telah diketahui dan disyahkan oleh Camat setempat dan tidak dipungut biaya. (2) Untuk mendapatkan SIBPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon harus mengajukan permohonan kepada Lurah setempat dengan melengkapi syarat-syarat : a. permohonan tertulis yang ditulis sendiri; b. bagi yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun disertakan surat izin dari orang tua atau wali; c. bagi perempuan yang masih terikat perkawinan yang syah, suami perlu membubuhkan tanda tangan mengetahui dan menyetujui surat permohonan tersebut; 276

13 d. PJTKI atau perantara yang datang langsung ke kelurahan, PJTKI atau perantara tersebut telah melaporkan secara resmi kepada Lurah, lengkap dengan jati diri serta jenis pekerjaan yang ditawarkan, alamat dan nama pengurus perusahaan serta order tertulis dari perusahaan yang memerlukan tenaga kerja perempuan dari tempat kerja yang akan dituju; e. bagi seorang perempuan yang melamar sendiri dan telah diterima bekerja, melampirkan surat penerimaan lamaran kerja dari perusahaan lengkap dengan jenis pekerjaanya, tempat bekerja, nama dan alamat pengurus perusahaan tempat bekerja serta alamat dan nama PJTKI perantara pencari kerja bila melalui PJTKI dan atau perantara. (3) Lurah tanpa memungut biaya dan baru sah berlaku apabila telah diketahui dan disahkan oleh Camat setempat. Pasal 8 Seorang perempuan yang telah diterima sebagai seorang Pegawai Negeri, karyawan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) dan ditempatkan diluar wilayah kelurahan, tidak perlu memiliki SIBPD dan tidak berlaku persyaratan sebagaimana dimaksud pada pasal 7 dalam ayat (1) dan (2) tetapi diwajibkan untuk melapor kepada Lurah. Bagian Kedua Pemberian Surat Jalan dan Surat Pindah Pasal 9 (1) Seorang perempuan yang akan keluar daerah dengan maksud mencari pekerjaan di luar wilayah Kota Dumai wajib meminta surat jalan kepada Lurah setempat dengan melampirkan keterangan tertulis tentang nama dan alamat serta jenis pekerjaan yang dicari. 277

14 (2) Seorang perempuan yang akan pindah tempat tinggal diluar kelurahan wajib meminta surat pindah kepada Lurah setempat. (3) Seorang perempuan atau anak yang belum dewasa yang akan pindah tempat tinggal diluar kelurahan wajib meminta surat pindah kepada Lurah setempat dan didampingi oleh orang dewasa yang bertanggung jawab yang membawanya dan jelas identitas diri serta wajib memberi keterangan tertulis tentang maksud dan tujuan perjalanan ke luar daerah atau pindah tempat tinggal di luar daerah, alamat dan nama keluarga yang dituju. Pasal 10 (1) Setiap SIBPD yang dikeluarkan oleh Lurah, wajib disampaikan kepada Camat untuk mandapat pengesahannya dengan di lampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2). (2) Setiap SIBPD yang di keluarkan oleh Lurah yang tidak memenuhi peryaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2) wajib ditolak untuk disahkan oleh Camat. (3) Camat wajib membuat buku registrasi tersendiri segenap SIBPD yang di sampaikan oleh Lurah yang telah disetujui atau yang di tolak pengesahannya. (4) Camat wajib melaporkan setiap bulan tentang data jumlah SIBPD sebagai mana yang dimaksud pada ayat (3) kepada Walikota. Pasal 11 (1) Walikota melalui Dinas memonitor setiap SIBPD yang di laporkan oleh masing-masing Camat untuk ditindaklanjuti guna pengawasan dan pembinaan. 278

15 (2) Dinas berkewajiban memonitor, mengawasi dan mengambil langkah penegakan hukum terhadap adanya dugaan suatu kegiatan (rekruitmen, pengumpulan dan eksploitasi) untuk maksud trafficking. (3) PJTKI berkewajiban melaporkan kepada Walikota melalui Dinas setiap pengiriman tenaga kerja perempuan yang bekerja ke luar negeri. (4) Camat dan Lurah melaporkan kepada Walikota setiap tenaga kerja perempuan yang telah mendapat SIBPD untuk bekerja di luar wilayah Kota Dumai yang akan bekerja di luar Negeri. Pasal 12 (1) Walikota berkewajiban memonitor setiap pengiriman tenaga kerja perempuan keluar Daerah Kota Dumai. (2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Dinas. (3) Walikota membentuk satuan tugas anti trafficking untuk melaksanakan tugas lapangan guna pencegahan dan pemberantasan trafficking, termasuk penanganan dan rehabilitasi korban trafficking. BAB VI PEMBERANTASAN TRAFFICKING Bagian Pertama Satuan Tugas Anti Trafficking Pasal 13 (1) Untuk melaksanakan teknis pencegahan dan pemberantasan trafficking dibentuk satuan tugas anti trafiking Kota Dumai dan berada dibawah Bagian. 279

16 (2) Pembentukan satuan tugas yang dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Walikota dan wilayah kerjanya meliputi kerja sama antar kecamatan/ kelurahan dalam Kota Dumai, hubungan antar kota, Kabupaten dan Provinsi dalam negara dan hubungan kota dengan negara lain. (3) Pembiayaan untuk satuan tugas anti trafficking Kota Dumai dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Dumai. (4) Anggota satuan tugas terdiri atas : Bagian/Dinas/ Badan/Kantor/Instansi terkait, Kepolisian Resort Kota Dumai, Kejaksaan Negeri Dumai, Ketua Pengadilan Negeri Dumai, Wadah Pengacara yang berada di Kota Dumai, TP-PKK, GOW dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak dibidang perjuangan hak perempuan dan anak. (5) Satuan tugas anti trafficking Kota Dumai bersamasama dengan satuan tugas kecamatan dan kelurahan menyusun rencana aksi daerah pencegahan dan pemberantasan trafficking di Kota Dumai setiap 1 (satu) tahun. Pasal 14 Di tingkat kota dibentuk Satuan Tugas anti trafficking. Bagian Kedua Kewajiban Pelaksana Satuan Tugas Anti Trafficking Pasal 15 (1) Satuan tugas anti trafficking di kota ini berkewajiban : a. mengawasi perusahan-perusahaan atau tempat kerja dari kemungkinan terjadinya praktek trafficking perempuan dan anak atau memperkerjakan anak-anak dibawah umur; 280

17 b. menerima dan menindaklanjuti setiap laporan adanya praktek trafficking dan atau memperkerjakan anak-anak dibawah umur di perusahaan atau tempat kerja di wilayah kecamatan dan kelurahan; c. mengadvokasi setiap tenaga kerja perempuan dan anak yang mengalami trafficking di perusahaan atau tempat kerja yang berada dalam wilayah kecamatan dan kelurahan sesuai hukum serta menempatkan korban dalam pusat rehabilitasi perempuan dan anak korban trafficking; d. mengadakan tuntutan hukum untuk dan atas nama perempuan dan anak korban Trafficking terhadap perusahaan dan/atau tempat kerja, PJTKI, dan/atau perantara pencari kerja yang turut bertanggung jawab dalam penyaluran di perusahaan dan tempat kerja yang melakukan kegiatan trafficking. (2) Anggota satuan tugas anti trafficking kecamatan dan kelurahan dapat dibentuk jika diperlukan. Pasal 16 (1) Lurah dan Camat berkewajiban memonitor setiap perusahaan atau tempat kerja yang berada di wilayah kecamatan/kelurahan dari kemungkinan adanya praktek trafficking dan berkoordinasi dengan Kepolisian setempat; (2) Lurah dan Camat segera menindaklanjuti setiap laporan dari masyarakat bahwa terdapat dugaan praktek trafficking yang dilakukan oleh perusahaan atau tempat kerja yang berada di wilayah kecamatannya dan berkoordinasi dengan kepolisian setempat untuk segera ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 281

18 BAB VII PARTISIPASI MASYARAKAT Pasal 17 (1) Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat atau lembaga kemasyarakatan lainya, wajib berpartisipasi dalam pencegahan dan pemberantasan perdagangan orang (Trafficking In Persons) terutama perempuan dan anak serta dalam upaya pemerintah untuk menangani dan merehabilitasi korban traffciking. (2) Setiap orang, kelompok, organisasai politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, lembaga kemasyarakatan lainya, berhak menyampaikan laporan atas terjadinya traffciking kepada satuan tugas anti trafficking dan Kepolisian terdekat dalam rangka pencegahan dan pemberantasan trafficking. Pasal 18 Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, perguruan tinggi, lembaga studi, baik sendiri-sendiri maupun bekerjasama dengan satuan tugas anti trafficking dapat melakukan penelitian, pendidikan dan penyebaran informasi mengenai trafficking. BAB VIII REHABILITASI DAN REINTEGRASI Pasal 19 (1) Untuk membantu memulihkan kesehatan fisik dan mental para korban trafficking, Pemerintah Kota Dumai mendirikan Pusat Rehabilitasi Korban trafficking berupa Tempat Penampungan Sementara dan Pusat Pemulihan (Shelter) yang berada di bawah koordinasi Bagian. 282

19 (2) Ketentuan mengenai pembentukan, struktur organisasi, personalia, tugas dan wewenang pusat rehabilitasi korban trafficking di tetapkan dengan Peraturan Walikota. (3) Pelaksana tugas sebagai mana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilaksanakan secara terpadu oleh Dinas/Instansi terkait dan Bagian. (4) Biaya pusat Rehabilisasi korban trafficking seperti di maksud pada ayat (1) dan (2), dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Dumai, bantuan pemerintah pusat, bantuan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/ Kota, Pengusaha/Swasta bantuan LSM dalam dan luar negeri, bantuan masyarakat umum dan biaya lain yang tidak mengikat. Pasal 20 Setiap Korban trafficking dapat dijemput oleh Satuan Tugas Anti trafficking dan di tempatkan pada pusat Rehabilitasi. Pasal 21 (1) Korban perdagangan perempuan dan anak yang telah pulih fisik maupun psikis berhak untuk Reintegrasi. (2) Pemenuhan Reintegrasi dilakukan melalui kerja sama dan koordinasi antar instansi yang berwenang di wilayah Pemerintah Kota Dumai, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat dan pihak lain yang terkait. (3) Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi pemulangan korban trafficking ke daerah asal. BAB IX PERLINDUNGAN KORBAN/SAKSI Pasal 22 Korban/saksi kasus trafficking berhak mendapatkan perlindungan kerahasiaan diri, identitas dan keluarganya, tempat tinggal dan tempat kerja dari suatu publikasi untuk tidak disebarkan pada khalayak umum termasuk dari petugas berwenang, pers maupun terdakwa. 283

20 BAB X ANGGARAN Pasal 23 (1) Pemerintah Daerah berkewajiban untuk setiap tahun menganggarkan dalam APBD kota Dumai, anggaran untuk pencegahan, penaggulangan dan rehabilitasi korban trafficking terutama perempuan dan anak. (2) Pengelolahan Anggaran dimaksud pada ayat (1), dikelola dan di distribusikan sesuai program yang ada, melalui instansi yang berwenang, TP-PKK, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dibidang perjuangan hak perempuan dan anak dan organisasi kemasyarakatan secara profesional dan proporsional dibawah koordinasi Satuan Tugas anti trafficking. BAB XI PENGAWASAN DAN PEMANTAUAN Pasal 24 Sekretaris Daerah Kota Dumai berkewajiban melakukan pengawasan dan pemantauan pelaksanaan Rencana Aksi Daerah Pencegahan dan Penanggulangan Perdagangan Orang terutama perempuan dan anak serta memanfaatkan dana APBD yang dialokasikan dan melaporkan kepada Walikota. Pasal 25 (1) Pengawasan atas pelaksanaan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini secara teknis dan operasional di tugaskan kepada Dinas, dan apabila dipandang perlu Walikota dapat membentuk suatu tim. 284

21 (2) Lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dibidang perjuangan hak perempuan dan anak, melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini, mewakili kepentingan masyarakat. Pasal 26 Satuan Tugas anti trafficking Kota mengawasi lembagalembaga yang melaksanakan rencana aksi daerah agar berjalan lancar. Pasal 27 (1) Walikota melalui Dinas, mengawasi dan membina setiap PJTKI yang berada di wilayahnya. (2) Tata cara pelaksanaan pengawasan dan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dan ditetapkan lebih lanjut oleh Walikota. BAB XII PENYIDIKAN Pasal 28 (1) Selain pejabat penyidik umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat dilakukan juga oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintahan Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Dalam melaksanakan tugasnya, para penjabat penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang; a. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana; 285

22 b. melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal tersangka; d. melakukan penyitaan benda atau surat; e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang; f. mengambil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan seorang/tenaga ahli yang diperlukan dalam hibungan pemeriksaan perkara; h. menghentikan penyidikan setelah mendapatkan petunjuk bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluargannya; i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Dalam melakukan tugasnya, penyidik berwenang melakukan penangkapan dan atau penahanan. (4) Penyidik membuat berita acara setiap tindakan tentang : a. pemeriksaan tersangka; b. pemasukan rumah; c. penyitaan benda; d. penyitaan surat; e. pemeriksaan saksi pemeriksaan ditempat kejadian dan mengirimkan kepada Pengadilan Negeri melalui Penyidik POLRI. 286

23 BAB XIII KETENTUAN SANKSI ADMINISTRASI DAN SANKSI PIDANA Pasal 29 Setiap orang dan/atau lembaga pemerintah dan/atau badan hukum atau instansi yang tidak memenuhi, melanggar ketentuan, dan atau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini, atau membantu memudahkan terjadinya praktek trafficking, dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana yang berlaku. Pasal 30 (1) Lurah yang mengeluarkan SIBPD dengan tidak memperhatikan syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 pada ayat (2), dapat dikenakan sanksi administrasi. (2) Lurah yang mengeluarkan surat jalan dan atau surat pindah kepada seorang perempuan atau anak dengan tidak memperhatikan syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 pada ayat (2), dapat dikenakan sanksi administrasi. (3) Camat yang mengesahkan SIBPD dari seorang perempuan yang dikeluarkan oleh Lurah yang tidak memperhatikan syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 pada ayat (2), dikenakan sanksi administrasi. (4) Penjabat pemerintah/swasta yang tidak memperhatikan ketentuan ini dikenakan sanksi administrasi. (5) Bentuk dan jenis sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2), ayat (3) dan ayat (4), ditetapkan oleh Walikota. 287

24 Pasal 31 (1) Setiap PJTKI, perusahaan perantara atau perantara yang merekrut dan/atau mengirimkan tenaga kerja perempuan yang tidak memiliki SIBPD pada perusahaan dan atau tempat kerja, dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan ijin usaha dan atau larangan beroperasi. (2) Setiap PJTKI, perusahaan perantara atau perantara yang menyalurkan tenaga kerja perempuan pada perusahaan dan atau tempat kerja yang mempraktekkan trafficking, dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan izin usaha dan larangan beroperasi di wilayah Kota Dumai.(3) Penetapan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), ditetapkan oleh walikota. Pasal 32 (1) Perusahaan Perantara, PJTKI, perantara, orang tua atau keluarga yang terlibat/turut serta terlibat dalam tindak pidana trafficking diberikan sanksi pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp ,- (lima puluh juta rupiah). (2) Terhadap perbuatan yang dapat diklarifikasikan sebagai tindak pidana trafficking sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sanksi pidana diatur sesuai ketentuan-ketentuan perundang-undangan dan diancam pidana sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. 288

25 BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 33 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang menyangkut teknis pelaksanaanya akan diatur lebih lanjut oleh Walikota. Pasal 34 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah. Ditetapkan di Dumai pada tanggal 2 Juli 2008 WALIKOTADUMAI, Cap/dto Diundangkan di Dumai pada tanggal 3 Juli 2008 SEKRETARIS DAERAH KOTA DUMAI, H. ZULKIFLI A.S. Cap/dto H. WAN FAUZI EFFENDI Pembina Utama Muda, NIP LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI TAHUN 2008 NOMOR 03 SERI D 289