BAB I PENDAHULUAN. negara menyatakan kewajibannya untuk menghormati (to respect), melindungi (to
|
|
- Adi Hartono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia membawa konsekuensi negara-negara anggota PBB untuk menyatakan bahwa mereka mengakui hak-hak setiap orang sebagai hak asasi yang harus dihormati, guna mencegah atau setidaktidaknya mengurangi berbagai tindakan dan kebijakan negara yang sewenangwenang terhadap individu-individu warganya. Berdasarkan deklarasi ini semua negara menyatakan kewajibannya untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect),dan memenuhi (to fulfil) hak-hak asasi setiap warganya. 1 Hak asasi mempunyai kedudukan atau derajat utama dan pertama dalam hidup bermasyarakat karena keberadaan hak asasi hakikatnya telah dimiliki, disandang dan melekat dalam pribadi manusia sejak saat kelahirannya. Seketika itu pula muncul kewajiban dari manusia lain untuk menghormatinya. Konsep HAM yang pada hakikatnya juga konsep tertib dunia akan menjadi cepat dicapai apabila diawali dari tertib politik dalam setiap negara. Artinya kemauan politik pemerintah, antara lain berisi tekad dan kemauan Pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia berbunyi, Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul 1 Hendriati Trianita dalam Suryadi Radjab, Dasar-Dasar Hak Asasi Manusia, PBHI, Jakarta Hal. 7.
2 satu sama lain dalam persaudaraan. 2 untuk menegakkan hak asasi manusia dapat menjadi awal masalah. 3 Salah satunya adalah masalah pemenuhan hak-hak bagi penyandang cacat. Penyandang Cacat atau disabilitas terdapat di semua bagian dunia dan pada semua tingkatan dalam setiap masyarakat. Jumlah penyandang cacat di dunia ini besar dan senantiasa bertambah, baik penyebab maupun akibat kecacatan di dunia ini bervariasi. Dunia internasional pada dasarnya telah sepakat bahwa permasalahan penyandang cacat ataupun pemenuhan hak-hak penyandang cacat merupakan suatu permasalahan yang sangat penting untuk dikaji, karena orang-orang penyandang cacat juga merupakan aset bangsa yang harus dilindungi dan dipenuhi hak-haknya, oleh karena itu pada tahun 2006 anggota-anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadakan suatu pertemuan dan merundingkan yang kemudian menghasilkan suatu konvensi tentang hak-hak penyandang cacat yaitu Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD) 2006 atau sering disebut juga dengan Konvensi Hak Penyandang Cacat. 4 Terdapat hak-hak penyandang cacat yang tercantum dalam konvensi penyandang cacat tersebut, yaitu hak hidup, situasi beresiko dan darurat kemanusiaan, pengaturan yang setara di hadapan hukum, akses atas peradilan, 2 A. Masyhur Effendi, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) & Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manuisa (HAKHAM),Ghalia Utama, Bogor, 2005, Hal Ibid, Hal Navanethem Pillay, Monitoring the Conventionon the Rights of Personswith Disabilities, Guidance for human rights monitors, Hal 12, download tanggal 24 Oktober 2011.
3 kebebasan dan penyiksaan atau perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat, kebebasan dan keamanan seseorang, kebebasan dari eksploitasi, kekerasan dan penganiayaan, perlindungan terhadap integritas seseorang, habilitasi dan rehabilitasi, pekerjaan, standar kehidupan yang layak dan jaminan sosial, partisipasi dalamkehidupan politik dan publik, partisipasi dalam budaya, rekreasi, waktu luang dan olah raga. Namun demikian realisasi terhadap pemenuhan, pemajuan dan perlindungan terhadap hak-hak penyandang cacat sebagai hak asasi manusia masih banyak mendapat hambatan. Hambatanhambatan tersebut adalah kurangnya pengertian dan pemahaman hak-hak penyandang cacat sebagai bagian dari hak asasi manusia baik dalam pengertian subtansi maupun pengertian secara hukum. Selama ini, para penyandang cacat masih menghadapi berbagai hambatan dalam beraktivitas dan masih mengalami keterbatasan dalam berpartisipasi sebagai anggota yang setara dalam masyarakat, serta masih mendapatkan perlakuan diskriminasi terhadap pemenuhan hak asasi manusia (HAM) di segala aspek dalam lintas bidang kehidupan. Hambatan, keterbatasan dan diskriminasi yang umumnya dihadapi para penyandang cacat adalah dalam mengakses informasi, pendidikan, pekerjaan, transportasi serta sarana dan layanan publik lainnya. Kondisi inilah yang membuat penyandang cacat termasuk dalam kelompok miskin dan terpinggirkan. Hak-hak penyandang cacat sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) memperoleh pengaturan secara internasional dalam instrumen internasional. Umumnya suatu instrumen HAM internasional yang dituangkan dalam bentuk perjanjian internasional pada hakikatnya akan mengikat negara, apabila negara
4 tersebut telah menyatakan diri untuk terikat pada suatu perjanjian internasional. Konvensi Hak Penyandang Cacat menandai akhir dari sebuah perjuangan panjang oleh orang-orang penyandang cacat dan organisasi-organisasi perwakilan mereka untuk diakuinya secara penuh sebagai isu hak asasi manusia, yang dimulai kembali pada tahun 1981, dengan Tahun Internasional Penyandang Cacat dan Program Aksi Dunia Cacat, diadopsi sebagai hasil tahun itu. Pada tahun 1993, berkaitan dengan Persamaan Kesempatan bagi Para Penyandang Cacat, laporan Pelapor Khusus tentang Kecacatan dan Sub-Komisi tentang Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan terhadap Kaum Minoritas, dan serangkaian resolusi oleh Komisi Hak Asasi Manusia pada tahun 1998, 2000, dan 2002 memberikan kontribusi signifikan untuk membuka jalan bagi pendekatan hak asasi manusia. 5 Konvensi Hak-Hak Penyandang cacat atau Convention on the Rights of Persons with Disabilities merupakan sebuah pengakuan masyarakat internasional terhadap hak Penyandang cacat untuk hidup setara dengan warga masyarakat lainya. Konvensi ini disahkan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam sidang ke 61, 13 Desember 2006 lalu di Markas Besar PBB di New York. Selanjutnya ditandangani oleh sekitar 82 negara termasuk Indonesia yang diwakili oleh Menteri Sosial Bachtiar Chamzah pada 30 Maret 2007 yang lalu. Pada saat upacara penandatanganan pada 30 Maret 2007, Indonesia merupakan negara urutan ke -9 dari 82 negara pertama yang menandatangani Konvensi tersebut. Hingga saat 5 Agung Kuncahya B., Penyandang Cacat Harap Haknya Dipenuhi, didownload pada tanggal 24 Oktober 2011
5 ini sudah ada 152 negara yang sudah menandatangani dan 104 diantaranya telah meratifikasinyatermasuk Indonesia. Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas juga memperkenalkan suatu paradigma baru yang sangat penting dalam pemajuan hak penyandang disabilitas. Melalui Konvensi ini, penyandang disabilitas tidak lagi dilihat sebagai obyek tetapi subyek penuh. Upaya pengembangan penyandang disabilitas tidak lagi secara pemberian charity atau penyembuhan, sarana medis, sedekah dan lainnya. Namun, penyandang disabilitas dilihat dan dinilai sebagai pribadi penuh yang bisa mengklaim haknya dan mandiri (autonomous individual) yang bisa memutuskan sendiri, serta dapat berpartisipasi penuh dalam kehidupan. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Penyandang Cacat pada tanggal 18 Oktober Proses persiapan ratifikasi Konvensi Hak Penyandang Cacat ini telah berjalan selama 4 tahun di tingkat antar kementerian sejak 2007 hingga 2011, yang juga melibatkan perwakilan dari organisasi kemasyarakatan penyandang disabilitas. Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas) dengan UU Nomor 19 Tahun 2011, konvensi ini menggantiistilah penyandang cacat dengan penyandang disabilitas yang dinilai lebih tepat dan manusiawi. Setiap warga negara berhak terlibat aktif dalam kehidupan berpolitik. Hak ini terkandung dalam berbagai ketentuan hukum baik yang bersifat internasional maupun nasional. Begitu pula penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Mereka mempunyai kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama dengan masyarakat
6 lainnya dari segala aspek kehidupan dan penghidupan, baik dari segi pendidikan, ketenagakerjaan, komunikasi, dan lain-lainnya. Sebagai bagian dari warga negara Indonesia, para penyandang disabilitas juga berhak terlibat aktif dalam kehidupan berpolitik. Perlu dijelaskan dalam hal ini penyandang cacat atau disabilitas adalah seseorang yang mengalami kesulitan dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat baik di bidang ekonomi, sosial, maupun psikologis yang disebabkan oleh ketidaknormalan psikis, fisiologis, maupun tubuh dan ketidakmampuannya dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Menurut data Pusdatin Kemensos RI tahun 2010 menunjukkan, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia adalah jiwa, dan data ini digunakan dalam Renstra Kemensos RI dan PRJMN Klasifikasi penyandang disabilitas menurut Undang-undang No. 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat, salah satunya adalah penyandang tuna netra. Tuna netra yaitu seseorang yang terhambat mobilitas gerak yang disebabkan oleh hilang atau berkurangnya fungsi penglihatan sebagai akibat dari kelahiran, kecelakaan, maupun penyakit. 6 Dalam Pasal 1 Undang-undang No. 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat disebutkan bahwa : 1. Penyadang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari : a. penyandang cacat fisik; b. penyandang cacat mental; c. penyandang cacat fisik dan mental. 2. Derajat kecacatan adalah tingkat berat ringannya keadaan cacat yang disandang seseorang. 6 http : didownloand pada 24 novemberr 2014 : 5:53
7 3. Kesamaan kesempatan adalah keadaan yang memberikan peluang kepada penyandang cacat untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. 4. Aksesbilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. 5. Rehabilitasi adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan penyandang cacat mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. 6. Bantuan sosial adalah upaya pemberian bantuan kepada penyandang cacat yang tidak mampu yang bersifat tidak tetap, agar mereka dapat meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya. 7. Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial adalah upaya perlindungan dan pelayanan yang bersifat terus menerus, agar penyandang cacat dapat mewujudkan taraf hidup yang wajar. Pada Pasal 5 Undang-Undang No.4 Tahun 1997 mengenai hak penyandang difabel disebutkan bahwa : Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Pada pasal ini yang dimaksud dengan aspek kehidupan dan penghidupan yaitu meliputi antara lain aspek agama, kesehatan, pendidikan, sosial, ketenagakerjaan, ekonomi, pelayanan umum, hukum, budaya, politik, pertahanan, olahraga, rekreasi, dan informasi. Sehingga penyandang difabel baik fisik ataupun mental memiliki hak dan kesempatan sama dalam politik. Terkait dengan penelitian penulis, hak politik yang dimiliki para penyandang disabilitas dalam hal ini berhubungan dengan hak untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di DPR, DPRD Propinsi/Kabupaten/Kota dan anggota DPD serta memilih pemimpin yang mereka kehendaki baik ditingkat daerah melalui Pemilukada maupun ditingkat pusat melalui Pemilu.
8 Definisi pemilu menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No.8 Tahun 2012 menyatakan bahwa Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Penyelenggaraan pemilu merupakan sarana dalam menghasilkan pemimpin negara atau wakil rakyat yang mempunyai wewenang mengatur jalannya pemerintahan, termasuk juga penyandang difabel yang pada akhirnya akan menjadi bagian penerima manfaat dari program dan kebijakan pemerintah. Bila penyandang difabel ikut berpartisipasi dalam pemilu, berarti mereka juga ikut mengambil pengaruh dalam memilih pemimpin/wakil rakyat. Komisi Pemilihan Umum dalam Undang-undang No.8 Tahun 2012 disebut sebagai penyelenggara pemilu / pilkada. Komisi Pemilihan Umum ini di dalam tugasnya bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta dalam hal penyelenggaraan seluruh tahapan pemilihan umum dan tugas lainnya. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu menjamin hak setiap warga negara untuk dapat memilih wakil-wakil dan pemimpin yang mereka kehendaki secara langsung. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, maka seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu terbuka bagi semua pemilih termasuk bagi penyandang disabilitas, dalam hal ini penyandang tuna netra. KPU juga memprioritaskan hak politik penyandang disabilitas dalam pelaksanaan pemilu. Hal tersebut sesuai dengan Deklarasi Universal Hak Asasi
9 Manusia, Konvensi Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik, Konvensi PBB Tentang Hak Penyandang Disabilitas, dan UUD KPU juga telah mengatur prioritas bagi penyandang disabilitas mulai dari pendataan pemilih, sosialisasi pemilu, hingga kemudahan untuk memberikan hak suara di TPS, selain itu KPU juga membuat modul, materi sosialisasi dan pendidikan pemilih bagi pemilih disabilitas, serta kerjasama dengan PPUA Penca dalam menampung aspirasi dan rekomendasi terkait pemenuhan hak politik penyandang disabilitas dalam pemilu. KPU sebagai Penyelenggara Pemilu/Pemilukada menjamin hak setiap warga Negara untuk dapat memilih secara langsung wakil-wakil dan pemimpin yang mereka kehendaki. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu sebaiknya aksesibel bagi semua pemilih termasuk penyandang disabilitas. Tersedianya sarana dan prasarana aksesibel dalam pemilu bertujuan untuk memastikan agar tidak terdapat masalah mobilitas gerak bagi penyandang disabilitas dalam menggunakan hak politiknya. Terkait jaminan kehidupan berpolitik kaum disabilitas, dalam konvensi ini diatur mengenai hak-hak penyandang disabilitas, antara lain hak mendapatkan aksesibilitas (pasal 9) dan hak partisipasi dalam kehidupan politik dan publik (pasal 29) dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas). Pada pasal 29 mengenai hak Partisipasi dalam kehidupan politik dan publik disebutkan pada point (a) bahwa: Negara-Negara Pihak harus menjamin kepada penyandang disabilitas hak-hak politik dan kesempatan untuk menikmati
10 hak-hak tersebut atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya dan akan mengambil langkah-langkah untuk : a) Menjamin agar penyandang disabilitas dapat berpartisipasi secara efektif dan penuh dalam kehidupan politik dan publik atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya, secara langsung atau melalui perwakilan yang dipilih secara bebas, termasuk hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk memilih dan dipilih, antara lain dengan: i. Memastikan bahwa prosedur, fasilitas, dan bahan-bahan pemilihan bersifat layak, dapat diakses serta mudah dipahami dan digunakan; ii. Melindungi hak penyandang disabilitas untuk memilih secara rahasia dalam pemilihan umum dan referendum publik tanpa intimidasi dan untuk mencalonkan diri dalam pemilihan, untuk memegang jabatan serta melaksanakan seluruh fungsi publik dalam semua tingkat pemerintahan, dengan memanfaatkan penggunaan teknologi baru yang dapat membantu pelaksanaan tugas; iii. Menjamin kebebasan berekspresi dan keinginan penyandang disabilitas sebagai pemilih dan untuk tujuan ini, bilamana diperlukan atas permintaan mereka, mengizinkan bantuan dalam pemilihan oleh seseorang yang ditentukan mereka sendiri. Hak untuk mendapatkan kemudahan dalam pemilihan umum di Indonesia sebagai pemilih bagi kaum disabilitas, selain telah tercantum pada Convention on the Right Persons with Disabilities (CRPD), juga telah diwujudkan dalam payung hukum nasional, salah satunya yaitu dalam Pasal 157 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang berbunyi: Pemilih tunanetra, tunadaksa, dan yang mempunyai halangan fisik lain pada saat memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh orang lain atas permintaan Pemilih.
11 Selain itu pada Pasal 142 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 berbunyi : Selain perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk menjaga keamanan, kerahasiaan, dan kelancaran pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara, diperlukan dukungan perlengkapan lainnya Pasal 142 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 berbunyi : Bentuk, ukuran, spesifikasi teknis, dan perlengkapan pemungutan suara lainnya diatur dengan peraturan KPU Pasal 5 huruf d Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 16 Tahun 2013 berbunyi : Dukungan Perlengkapan Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b terdiri atas: alat bantu tuna netra Berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berkaitan dengan masalah hak politik warga negara dalam hal ini penyandang cacat, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Salatiga sebagai pelaksana penyelenggaraan Pemilihan Umum harus memfasilitasi hak politik penyandang cacat yakni penyandang cacat tuna netra dalam keikutsertaaanya pada Pemilihan Umum di Kota Salatiga. Fasilitas yang harus disiapkan KPUD Salatiga adalah berwujud template braile. Dengan demikian para penyandang disabilitas tuna netra dapat melakukan Pemilihan Umum. Namun berdasarkan wawancara dari penyadang caat tuna netra menjelaskna bahwa mereka tidak mendapatkan fasilitas yang seharunya disediakan oleh KPUD Salatiga. 7 7 Hasil Wawancara Dengan Reponden : 15 November 2015
12 Data dari Dinas Sosial Kota Salatiga terdapat penyandang cacat tuna netra ada sekitar 9 orang yang dapat dirinci antara lain 1 orang di Kecamatan Sidomukti, 7 orang Kecamatan Sidorejo, 1 orang Kecamatan Tingkir 8 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada 9 orang kaum disabilitas tuna netra yang memiliki hak politik dalam keikutsertaanya didalam Pemilu Dengan demikian berangkat dari masalah ini maka Penulis mencoba mengangkat tulisan dalam bentuk skripsi berkaitan dengan tugas dan tanggungjawab KPUD Kota Salatiga sebagai pelaksana Pemilu 2014 berkaitan dengan peran sertanya dalam memfasilitasi hak pilih penyandang cacat dalam Pemilu dengan judul : Implementasi Hak Pilih Bagi Penyandang Disabilitas Tuna Netra Pada Pemilu Legislatif 2014 di Kota Salatiga. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Implimentasi hak pilih penyandang disabilitas tuna netra di Kota Salatiga pada Pemilu 2014? 2. Apakah kendala-kendala dalam implimetasi hak pilih penyandang disabilitas tuna netra di Kota Salatiga? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : 8 Laporan Pendataan Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah Kota Salatiga 2014
13 1. Untuk mengetahui implimentasi hak pilih penyandang cacat tuna netra dalam Pemilu Untuk mengetahui kendala-kendala dalam implementasi hak pilih penyandang disabilitas tuna netra. 3. Untuk memberikan solusi guna memperbaiki kinerja penyelenggara Pemilu dimasa mendatang. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum khususnya hukum ketatanegraan, lebih khusus terkait penerapan teori-teori hukum dalam pelaksanaan penyelenggaraan Pemilihan Umum yang berhubungan dengan hak pilih dari kaum disabilitas tuna netra di Kota Salatiga. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengambil kebijakan yakni KPUD Kota Salatiga berdasarkan amanat Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 akan lebih baik dimasa yang akan dating dalam hal memfasilitasi hak pilih setiap warga negara dalam hal ini penyandang cacat yakni penyandang cacat tuna netra dalam Pemilu Dengan demikian pembaca atau calon peneliti lain akan semakin mengetahui tentang apa yang menjadi peran dan tanggung jawab KPUD Kota Salatiga dalam memfasilitasi penyandang cacat dalam hal ini penyandang cacat tuna netra dalam
14 keikutsertaannya pada Pemilu 2014 berdasar peraturan perudang-undangan yang berlaku, ini dapat dijadikan pedoman bagi para pihak atau peneliti lain yang ingin mengkaji secara mendalam berkaitan dengan masalah yang penulis utarakan diatas. E. Metode Penelitian 1. Jenis Peneltian Jenis penenilitan yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk meneliti dan menemukan informasi sebanyakbanyaknya dari suatu fenomena. Dalam kaitanya dengan peneltian ini fenomena yanghendak digambarkan secara lengkap adalah implimenetasi hak pilih bagi penyadang disabilitas tuna netra pada Pemilihan Umum Legislatif 2014 Kota Salatiga oleh Penyelenggara Pemilu yakni Komisi Pemilihan Umum Kota Salatiga. 2. Pendekatan Yang Digunakan Penelitian ini menggunakan pendekatan metode yuridis sosiologis. Penelitian Yuridis Sosiologis (Socio Legal), yaitu studi hukum yang dipelajari sebagai variable akibat yang timbul sebagai hasil akhir dari berbagai kekuatan dalam proses social. Langka-langkah dan desain teknis penelitian hukum mengikuti pola ilmu social dan berakhir dengan penarikan kesimpulan. 9 Dengan menggunakan penelitian hukum penulis mencoba untuk mendapatkan dasar hukum tentang adanya persoalan hukum dalam dalam peran dan tanggungawab 9 Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta Hal 13
15 KPUD Kota Salatiga dalam memfasilitasi hak pilih bagi penyandang disabilitas dalam Pemilu 2014 Pendekatan penelitian yang digunakan dalam peneltian skripsi ini Penulis menggunakan metode peneltian Yuridis Sosiologis, dimana Penulis mencoba mendapatkan berbagai data berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu 2014 apakah memfasilitasi para kaum disabilitas tun netra di Salatiga atau tidak 3. Tehnik Pengumpulan Data Sumber dan teknik pengumpulan data penelitian ini terfokus di Kota Salatiga tepatnya pada KPUD Kota Salatiga Sedangkan sumber informasi yang digunakan sebagai berikut : a. Data Primer Data Primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dengan cara melakukan wawancara dari para pihak yaitu : 1) Wawancara dengan pejabat dilingkungan KPUD Kota Salatiga 2) Wawancara dengan mantan KPPS 3) Wawancara dengan para penyandang disabilitas tuna netra yang memiliki hak dalam Pemilu 2014 di Kota Salatiga b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang siap digunakan dalam penelitian. Data sekunder meliputi :
16 1) Bahan Hukum Primer Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang mengikat bagi pihakpihak yang terlibat dan mendukung pengendalian pencemaran lingkungan yang meliputi : Convention on the Rights of Persons with Disabilities 2011 Undang-undang No. 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas) Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Undang-Undang No.8 Tahun 2012 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD 2) Bahan Hukum Sekunder Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku literatur tentang penegakan hukum, hak asasi manusia, artikel-artikel baik dari media cetak, dan media internet. 3) Bahan Hukum Tertier
17 Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan pengertian atas bahan hukum lainnya. Bahan hukum yang dipergunakan oleh penulis adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum. Dalam penulisan skripsi untuk membantu penulis mengerti istilah-istilah hukum ataupun istilah asing yang mendukung teori ataupun penulisan skripsi ini. 4. Populasi dan Sampel Populasi responden dalam hal ini adalah para penyandang disabilitas tuna netra yang berhak dalam Pemilu 2014 di Kota Salatiga. Populasi responden berjumlah 9 orang yang tersebar di 4 kecamatan di Kota Salatiga. Dari 9 orang yang bersedia diwawancara adalah 5 orang. Jadi sampel yang di ambil untuk penelitian skripsi ini adalah 5 responden 5. Unit Amatan dan Analisis a. Unit Amatan Unit amatan adalah pada peraturan-peraturan baik internasional maupun nasional yang berkaitan dengan hak-hak kaum disabilitas tuna netra dalam keikut sertaanyadalam Pemilihan Umum yakni : Convention on the Rights of Persons with Disabilities 2011
18 Undang-undang No. 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas) Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Undang-Undang No.8 Tahun 2012 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD b. Unit Analisis Unit analisis adalah pada Penyelenggara Pemilu yakni Komisi Pemilihan Umum Kota Salatiga yang terkait dalam pelaksanaan Pemilu 2014 berkaitan bagaimana KPUD Salatiga memberikan fasilitas hak pilih penyandang cacat dalam Pemilu 2014 berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku. F. Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini disusun secara sistematis dan secara berurutan sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas dan terarah. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. BAB I PENDAHULUAN
19 Bab ini meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan yang berkaitan dengan peran KPUD Kota Salatiga dalam memfasilitasi hak pilih penyandang cacat dalam Pemilu BAB II HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi tinajuan pustaka, dan data penelitian, sekaligus analisa peneliti terhadap data-data atau bahan-bahan hukum sesuai dengan permasalahan yang dikaji pada penelitian ini. 3. BAB III PENUTUP Bab ini berisi pernyataan tentang kesimpulan (jawaban atas permasalahan) dan saran.
BAB I PENDAHULUAN. kedaulatan rakyat ini juga dicantumkan di dalam Pasal 1 butir (1) Undang-Undang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum untuk selanjutnya disebut Pemilu yang diselenggarakan secara langsung merupakan perwujudan kedaulatan rakyat. Pengakuan tentang kedaulatan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE RIGHTS OF PERSONS WITH DISABILITIES (KONVENSI MENGENAI HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciHal ini sebagaimana disebutkan dalam sila keempat Pancasila, yaitu. Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undangundang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara penganut paham demokrasi selalu mengupayakan pelaksanaan kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Hal ini sebagaimana disebutkan
Lebih terperinciRABU, 20 JANUARI 2016
PENJELASAN KOMISI VIII DPR RI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENYANDANG DISABILITAS RABU, 20 JANUARI 2016 JAKARTA KOMISI VIII DPR RI DEW AN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Assalamu'alaikum Wr.
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 62/PUU-XII/2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 62/PUU-XII/2014 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN
Lebih terperinci- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS
- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS I. UMUM Para penyandang disabilitas seringkali tidak menikmati
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu
BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas
Lebih terperinciKONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)
KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) Konvensi Hak Anak (KHA) Perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hak Anak Istilah yang perlu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember 1984 mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang mennunjukan komitmennya untuk
Lebih terperinciAssalamu alaikum Wr. Wb Selamat Malam dan Salam sejahtera bagi kita semua
LAPORAN KOMISI VIII DPR RI ATAS HASIL PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENYANDANG DISABILITAS DISAMPAIKAN PADA RAPAT PARIPURNA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KAMIS, 17 MARET 2016
Lebih terperinci2015, No Mengingat : perlu dilanjutkan dengan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun ; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.144, 2015 HAM. Rencana Aksi. Nasional. Tahun 2015-2019. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia jumlah penyandang disabilitas atau sering kali disebut difabel tergolong sangat banyak. Berdasarkan hasil pendataan atau survey Pusdatin Depsos
Lebih terperinciSEMINAR MEWUJUDKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS
SEMINAR MEWUJUDKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS 23 AGUSTUS 2016 Forum Penguatan Hak-hak Penyandang Disabilitas Peraturan Daerah Tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam diri manusia. Sebagai hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia, hak
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat dalam diri manusia. Sebagai hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia, hak asasi manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan UUD 1945, dalam Pasal 28 D (1) Setiap orang berhak atas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai warga negara Indonesia, kedudukan, hak, kewajiban, dan peran penyandang cacat adalah sama dengan warga negara lainnya. Hal ini sesuai dengan UUD 1945, dalam
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I
LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN 2015-2019 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Komitmen Negara Republik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai rupa yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai rupa yang berbeda antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Setiap manusia memiliki kelebihan
Lebih terperinciBUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERNYATAAN POLITIK RAPAT KERJA NASIONAL 2007 PERSATUAN TUNANETRA INDONESIA
PERNYATAAN POLITIK RAPAT KERJA NASIONAL 2007 PERSATUAN TUNANETRA INDONESIA Dengan Nama dan Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, Kami segenap keluarga besar tunanetra Indonesia yang hadir dalam Rakernas Pertuni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara yang diinginkan serta tujuan pembentukan pemerintahan. Negara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai rumusan mengenai sifat negara yang diinginkan serta tujuan pembentukan pemerintahan. Negara Indonesia yang diinginkan
Lebih terperinciBUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT
BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi fisik bahkan kondisi sosial penyandang disabilitas pada
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi fisik bahkan kondisi sosial penyandang disabilitas pada umumnya dinilai rentan, baik dari aspek ekonomi, pendidikan, keterampilan, maupun kemasyarakatannya.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,
PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa anak yang merupakan tunas dan generasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki kesempatan yang sama. Kesempatan yang sama tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia memiliki kesempatan yang sama. Kesempatan yang sama tersebut berwujud kebebasan untuk memutuskan sendiri perilaku atau perbuatannya. Kedudukan dan kesempatan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi di Indonesia merupakan salah satu dari nilai yang terdapat dalam Pancasila sebagai dasar negara yakni dalam sila ke empat bahwa kerakyatan dipimpin oleh hikmat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyandang disabilitas. Namun data dari The World Health Organization (WHO)
BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Tidak ada seorangpun yang ingin menjalani kehidupan sebagai seorang penyandang disabilitas. Namun data dari The World Health Organization (WHO) / Organisasi Kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-nya yang wajib dihormati,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia, sudah sepantasnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara demokrasi. 1 Demokrasi sebagai dasar hidup
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara demokrasi. 1 Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa rakyat turut membantu memberikan kontribusi dalam menilai kebijakan
Lebih terperinci2 sumber daya manusia, peran masyarakat, dan dukungan pendanaan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan adanya upaya terarah, terpadu, dan
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN
Lebih terperinciHak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015
Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia jumlah pertambahan penduduk dari tahun ke tahun semakin
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia jumlah pertambahan penduduk dari tahun ke tahun semakin meningkat. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk juga mempengaruhi pembangunan infrastruktur
Lebih terperinciPenyandang Disabilitas di Indonesia: Fakta Empiris dan Implikasi untuk Kebijakan Perlindungan Sosial
Ringkasan terjemahan laporan Persons with Disabilities in Indonesia: Empirical Facts and Implications for Social Protection Policies (Penyandang Disabilitas di Indonesia: Fakta Empiris dan Implikasi untuk
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MALANG
SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN KELOMPOK RENTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang menginginkan menjalani
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak ada seorangpun di dunia ini yang menginginkan menjalani kehidupan sebagai seorang penyandang disabilitas, apakah itu karena kecelakaan, penyakit, atau
Lebih terperinciDRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin pelindungan,
Lebih terperinciJl. Rangga Gading No.8 Bandung
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Perlindungan Hukum Penyandang Disabilitas Di Indonesia Pasca Ratifikasi Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (CRPD) Oleh Indonesia Dalam Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara berkembang yang saat ini sedang menggalakkan pembangunan di segala bidang. Pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan bangsa Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Disabilitas (Convention On the Rights of Persons with Disabilities) dengan UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sepuluh tahun yang lalu tepatnya tanggal 13 Desember 2006 Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa menyepakati Konvesi Hak-hak Penyandang Disabilitas (Convention On
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan yang layak belum tentu dapat dirasakan oleh semua orang. Berbagai macam perlakuan yang tidak layak sering dirasakan hampir pada semua orang, baik dalam pendidikan,
Lebih terperinciMEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA
MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Oleh : Butje Tampi, SH., MH. ABSTRAK Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan
Lebih terperinciBUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH
BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KESETARAAN DIFABEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE PROTECTION OF THE RIGHTS OF ALL MIGRANT WORKERS AND MEMBERS OF THEIR FAMILIES (KONVENSI INTERNASIONAL
Lebih terperinciWALIKOTA YOGYAKARTA PR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTAAR TA
WALIKOTA YOGYAKARTA PR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTAAR TA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peran-peran strategis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak hak sebagai manusia
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dilaksanakan sebanyak empat tahapan dalam kurun waktu empat tahun (1999, 2000, 2001, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105 CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga Negara dengan negaranya begitu juga sebaliknya. Hak dan kewajiban ini diatur dalam undang-undang
Lebih terperinciBAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki jumlah penduduk
Lebih terperinciMEMPERKUAT HAK-HAK MELALUI TERWUJUDNYA PERATURAN DAERAH UNTUK PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA YOGYAKARTA
MEMPERKUAT HAK-HAK MELALUI TERWUJUDNYA PERATURAN DAERAH UNTUK PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA YOGYAKARTA Arni Surwanti 11 APRIL 2016 Forum Penguatan Hak-hak Penyandang Disabilitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis
Lebih terperinci2017, No Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-H
No.790, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENSOS. Standar Habilitasi dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas. Pencabutan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI DALAM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
111 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia diciptakan dengan hak dan kewajiban yang sama dimata Tuhan Yang Maha Esa. Manusia hidup berkembang sebagai makhluk sosial dengan menjalankan peran dan tugas
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN I. UMUM 1. Dasar Pemikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN ATAS PENDAFTARAN,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,
Copyright (C) 2000 BPHN UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia (HAM) merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya. Orang lain tidak
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG
PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPTEN LUMAJANG NOMOR 48 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciWALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
32 BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Hak dan Kewajiban antara Orang Tua dan Anak menurut UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciNo ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4919 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170) PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 67 TAHUN 2017 TENTANG KOMITE DAERAH PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 67 TAHUN 2017 TENTANG KOMITE DAERAH PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 116/PUU-XIII/2015 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan Atas Pemutusan Hubungan Kerja
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 116/PUU-XIII/2015 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan Atas Pemutusan Hubungan Kerja I. PEMOHON - Edwin Hartana Hutabarat ---------------------------- selanjutnya disebut Pemohon.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sudah memberikan perlindungan yang dimasukkan dalam peraturan-peraturan yang telah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan di jaman sekarang ini bukan lagi menjadi hal yang tabu untuk kita temukan, namun sudah menjadi hal yang sering kita dapati belakangan ini. Entah itu kekerasan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN
Lebih terperinciGUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS
1 SALINAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciBAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN
BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN A. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women 1. Sejarah Convention on the Elimination of All Discrimination Against
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai dasar Negara dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menghormati,
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah Negara yang memakai Pancasila sebagai dasar Negara dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menghormati, menjunjung tinggi harkat dan martabat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di hadapan Tuhan. Manusia dianugerahi akal budi dan hati nurani sehingga mampu membedakan yang
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 135/PUU-XIII/2015
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 135/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR
Lebih terperinciHAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti
HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun 1945 Dr.Hj. Hesti HAK ASASI MANUSIA NASIONAL INTERNASIONAL LOKAL / DAERAH INTERNASIONAL dalam konteks pergaulan antar bangsa (Internasional) Penghargaan dan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu dampak akan pesatnya teknologi yang berakibat pada luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek perkawian campuran. Di Indonesia
Lebih terperinciDEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH
DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH Bahwa pengakuan atas martabat yang melekat pada dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah landasan bagi
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
Lebih terperinciPENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK
MAKALAH PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK Disusun oleh RIZKY ARGAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, NOVEMBER 2006 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penghargaan, penghormatan,
Lebih terperinciCONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP
CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP 2013 Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP Perhatian : Jawaban tertera pada kalimat yang ditulis tebal. 1. Di bawah ini merupakan harapan-harapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. asasi manusia. Perlakuan khusus tersebut dipandang sebagai upaya maksimalisasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indonesia, sudah sepantasnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya masyarakat memegang peran utama dalam praktik pemilihan umum sebagai perwujudan sistem demokrasi. Demokrasi memberikan kebebasan kepada masyarakat
Lebih terperinciPELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si
PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS 2017 Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si KOALISI PEREMPUAN INDONESIA Hotel Ambara, 19 Januari 2017 Pengertian Keadilan dan Kesetaraan Gender
Lebih terperinciPARTISIPASI PEMUDA DALAM MENGAWAL DEMOKRASI DI KALBAR
PARTISIPASI PEMUDA DALAM MENGAWAL DEMOKRASI DI KALBAR ANDI MURSIDI Ketua STKIP Singkawang Di Sampaikan Dalam Seminar Pemudan & MUSPIMDA PMII Kalimantan Barat dan Di Aula Kampus STKIP Singkawang Jumat 28
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum dan negara
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MADIUN
PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014
ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat
Lebih terperinciBUKU PANDUAN AKSES PEMILU
BUKU PANDUAN JAMINAN PARTISIPASI HAK POLITIK BAGI PENYANDANG DISABILITAS Buku Panduan Pemilu ini dimaksudkan untuk digunakan oleh para pemangku kepentingan kunci pemilihan umum Indonesia dan mendukung
Lebih terperinciPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG BERPIHAK KEPADA PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA BANDUNG. Disusun oleh: Tim STKS Bandung
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG BERPIHAK KEPADA PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA BANDUNG Disusun oleh: Tim STKS Bandung BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 Paradigma penanganan Penyandang Disabilitas
Lebih terperinciAKSESBILITAS PARTISIPASI POLITIK PENYANDANG DISABILITAS DALAM PEMILU DI KOTA DENPASAR. Putu Ratih Kumala Dewi
AKSESBILITAS PARTISIPASI POLITIK PENYANDANG DISABILITAS DALAM PEMILU DI KOTA DENPASAR Putu Ratih Kumala Dewi FISIP Universitas Udayana Jl. PB Sudirman Denpasar E-mail : tih_ratihkumaladw@yahoo.com Secara
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE RIGHTS OF PERSONS WITH DISABILITIES (KONVENSI MENGENAI HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)
PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perlindungan terhadap tenaga kerja yang di maksudkan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Perlindungan terhadap tenaga kerja yang di maksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja. Selain itu juga menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai anggota keluarga warga negara yang sangat rentan terhadap pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah SWT yang
Lebih terperinci