BAB II STUDI PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II STUDI PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Pustaka"

Transkripsi

1 4 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang dilakukan melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib. Program Jaminan Kesehatan Nasional adalah bentuk reformasi dibidang kesehatan yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan dan pembagian jaminan kesehatan (13). Permasalahan terjadi dalam skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang mengakibatkan biaya kesehatan dan mutu pelayanan yang tidak terkendali. Program Jaminan Kesehatan Masyarakat merupakan jaminan perlindungan untuk pelayanan kesehatan secara menyeluruh (komprehensif) yang mencakup pelayanan promotif, preventif serta kuratif dan rehabilitatif yang diberikan secara berjenjang bagi masyarakat/peserta yang iuran dibayar secara individu atau iuran dibayar oleh Pemerintah (14). Program JKN bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyrakat miskin dan tidak mampu agar dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal secara efektif dan efisien (13). Pedoman acuan ketersediaan obat pada era JKN mengacu pada Fornas (Formularium Nasional) yang sebelumnya mengacu pada (Daftar Obat Esesnsial Nasional) dan apabila dilihat dari jumlah jenis obat, jenis obat yang terdaftar pada Fornas lebih banyak apabila dibandingkan dengan jumlah jenis obat yang terdapat pada DOEN (4,5). Perbedaan acuan pedoman ketersediaan obat mengakibatkan jumlah obat dan jenis obat yang digunakan di fasilitas kesehatan menjadi berbeda. Peran apoteker sangat penting di fasilitas kesehatan dengan adanya sistem JKN untuk mengevaluasi penggunaan obat agar terjaga ketepatan dan kerasionalan penggunaan obat (6). Salah satu fasilitas kesehatan tingkat pertama yang menerapkan sistem JKN adalah Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat).

2 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Puskesmas adalah unit organisasi yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan yang berada di lini pertama dan mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan. Puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan yang letaknya berada paling dekat di tengah-tengah masyarakat dan mudah dijangkau dibandingkan dengan unit pelayanan kesehatan lainya (Rumah Sakit Swasta maupun Negeri). Pembagian wilayah kerja puskesmas ditetapkan oleh Bupati atau Walikota, dengan saran teknis dari kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota karena puskesmas merupakan perangkat Pemerintah Daerah II. Wilayah kerja Puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografik dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja Puskesmas. Dengan kata lain Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya. Puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana yang disebut Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling untuk memperluas jangkauan pelayanan kesehatan (15). Pelayanan kesehatan di Puskesmas harus bersifat menyeluruh yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Ketersediaan obat di Puskesmas didukung oleh banyak faktor, diantaranya kemampuan sumber daya di Puskesmas diharapkan mempunyai keterampilan dan pengetahuan dalam mengelola obat untuk penyakit-penyakit yang sering terjadi sehingga mampu meningkatkan mutu pelayanan puskesmas kepada masyarakat (3). Puskesmas bekerjasama dengan BPJS dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak melalui sistem JKN yang resmi beroperasi sejak 1 Januari 2014 (2). Sistem asuransi yang diterapkan sebelum JKN di puskesmas yaitu ASKES dimana terdapat perbedaan ketersedian jenis obat yang tersedia pada LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Penggunaan Obat) puskesmas.

3 Laporan Pemakaian dan Lembar Penggunaan Obat (LPLPO) Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) adalah suatu format yang digunakan oleh Puskesmas untuk melaporkan keadaan obat dan pengajuan permintaan obat, selain itu LPLPO diharapkan dapat menyediakan data yang cukup dan benar yang diperlukan kapan saja oleh unit atas untuk melaksanakan fungsi-fungsi pengelolaan obat dengan baik serta pengaturan dan pengendalian terhadap unit bawah (16). LPLPO juga merupakan data laporan pemakaian dan lembar permintaan obat yang disampaikan oleh Puskesmas atau unit pelayanan kesehatan kepada unit pengelola obat di Kabupaten/Kota. Formulir ini digunakan sebagai bukti pengeluaran obat, bukti penerimaan obat di Puskesmas, surat pesanan obat dari Puskesmas kepada Dinas Kesehatan Kabupaten dan sebagai bukti penggunaan obat di Puskesmas (17). Ketepatan waktu pelaporan LPLPO Puskesmas adalah jumlah LPLPO yang diterima tepat waktu dibanding dengan jumlah seluruh LPLPO yang seharusnya diterima setiap bulan. Angka ideal pengiriman LPLPO sebaiknya paling lambat tanggal 10 tiap bulannya (18) Metode ATC/DDD Sejarah Penelitian tentang penggunaan obat semakin meningkat sejak adanya metode ATC/DDD pada tahun 1960-an. Karya ini dirintis oleh dua konsultan di Kantor WHO Regional Eropa, yaitu Engel dan Siderius (The consumption of drugs: report of a study , WHO regional Office for Europe, 1968). Pada studi yang mereka lakukan di enam Negara Eropa pada terkait penggunaan obat menunjukkan terdapat perbedaan besar dalam penggunaan obat antar kelompok populasi. Sistem klasifikasi kemudian dikembangkan oleh para peneliti di Norwegia yang dikenal sebagai Anatomical Therapeutic Chemical (ATC), yang merupakan modifikasi dan pengembangan dari sistem klasifikasi yang sebelumnya pernah dibentuk oleh The European Pharmaceutical Market Research Association (EmpMRA), yaitu disebut Anatomical Classification (AC). (12,7)

4 Sistem ATC/DDD ATC/DDD adalah metode yang digunakan untuk evaluasi obat yang direkomendasikan oleh WHO sejak 1996 untuk membandingkan penggunaan obat. Kelebihan dari metode ATC/DDD adalah dapat digunakan di seluruh dunia karena konsumsi dosis perhari untuk seluruh dunia yang ditetapkan WHO dalam DDD dan ATC sebagai coding obat. Sistem ATC/DDD berfungsi sebagai suatu sarana dalam penelitian obat untuk meningkatkan kualitas penggunaan obat (7). Hal yang perlu digaris bawahi dari sistem ATC/DDD adalah klasifikasi dari senyawa pada sistem ATC/DDD tidak direkomendasikan untuk dijadikan acuan untuk pengambilan keputusan pembelanjaan, harga, dan substitusi terapeutik (7). Sistem ATC/DDD juga tidak direkomendasikan untuk menilai efikasi atau efikasi relatif dari suatu obat maupun kelompok obat (7) Klasifikasi Sistem ATC/DDD Sistem klasifikasi ATC memberikan kode unik untuk setiap produk obat berdasarkan organ atau sistem aksi kimia, farmakologi, dan sifat terapi bekerja. Obat diklasifikasikan dalam lima kelompok dengan level yang berbeda. Level pertama dibagi menjadi 14 kelompok anatomi utama. Kode level pertama berdasarkan huruf, contoh: A untuk Alimentary tract and metabolism. (7) A Alimentary tract and metabolism B Blood and blood forming organs C Cardiovascular system D Dermatologicals G Genito urinary system and sex hormone H Systemic hormonal preparations, excl. Sex hormones and insulins. J Antiinfectives for systemic use L Antineoplastic and immunomodulating agents M Musculo-skeletal system N Nervous system P Antiparasitic products, insecticides and repellents R Respiratory system

5 8 S V Sensory organs Various Level kedua, subkelompok terapetik dan terdiri dari dua digit. Level ketiga, subkelompok farmakologi terdiri dari satu huruf. Level keempat, subkelomok kimia dan terdiri dari satu huruf. Level kelima, zat kimia dan terdiri dari dua digit. Contoh: ATC A10BA02 adalah kode untuk metformin. Makna untuk kode metformin yaitu Struktur ATC A Alimentary tract and metabolism (Level 1, kelompok utama anatomi) A10 Drugs used in diabetes (Level 2, kelompok utama terapetik) A10B Blood glucose lowering drugs, contoh: insulin (Level 3, kelompok farmakologi) A10BA Biguanides (Level 4, kelompok kimia) A10BA02 Metformin (Level 5, kelompok zat kimia). (14) Prinsip umum klasifikasi adalah: 1. Penggunaan terapi utama. 2. Satu kode untuk setiap sediaan. 3. Satu zat dapat mempunyai kode ATC lebih dari satu bila mempunyai kekuatan dan bentuk sediaan lebih dari satu untuk terapi yang berbeda. (14) Unit Pengukuran DDD DDD diasumsikan sebagai dosis pemeliharaan rata-rata per hari suatu obat berdasarkan indikasi utama pada orang dewasa. DDD hanya ditetapkan untuk obat yang mempunyai ATC (14). Setiap DDD merujuk pada kode ATC spesifik dan menyediakan dosis umum untuk masing-masing obat di bawah satu jalur

6 9 pemberian. Nilai DDD ditentukan oleh WHO International Working Group for Drug Statistics Methodology (19). Hal yang perlu ditegaskan adalah DDD sebagai suatu unit pengukuran tidak selalu sesuai dengan dosis harian yang direkomendasikan atau diresepkan. Pada kenyataannya dosis yang diberikan kepada pasien individu akan berbeda dengan nilai DDD pada pasien yang lain, karena peresepan pada pasien tertentu harus didasarkan pada karakteristik masingmasing individu (misalnya usia dan berat badan) dan pertimbangan farmakokinetik (7). Jumlah unit DDD direkomendasikan pada pengobatan dibuat dalam satuan miligram untuk sediaan oral pada seperti tablet dan kapsul, atau satuan mililiter untuk sediaan cair oral dan sediaan injeksi. Perubahan data penggunaan obat dapat diperoleh dari data catatan inventaris farmasi atau data statistik penjualan yang akan memperlihatkan nilai DDD untuk mengidentifikasi seberapa potensial terapi harian dari pengobatan yang diperoleh, terdistribusi, atau yang dikonsumsi (12). Penggunaan obat dapat dibandingkan dengan menggunakan unit sebagai: 1. Jumlah DDD per 1000 populasi per hari, untuk total penggunaan pada pasien rawat jalan. Penjualan atau data resep yang disajikan dalam unit DDD per populasi per hari dapat memberikan perkiraan kasar dari proporsi studi populasi yang diberi perlakuan dengan obat tertentu atau kelompok obat per hari. Sebagai contoh, angka 10 DDD per populasi per hari menunjukkan bahwa 1% dari populasi rata-rata mungkin menerima obat tertentu atau kelompok obat setiap harinya. Perkiraan ini sangat berguna pada penggunaan obat-obatan kronis ketika terdapat kesepakatan yang baik antara rata-rata dosis harian yang sudah ditentukan dan nilai DDD. Contoh lain, DDD dari diazepam adalah 10 mg, maka ditemukan bahwa di satu area diazepam digunakan dengan DDD 2000/1000/tahun. Ini artinya untuk 1000 orang, 2000 dosis diazepam diresepkan dalam setahun. Ini ekuivalen dengan dua dosis per orang per tahun. 2. Jumlah DDD per 100 hari rawat, untuk total penggunaan pasien rawat inap di rumah sakit. Unit perhitungan DDD dapat digunakan untuk membandingkan perbedaan pada penggunaan obat dalam kelompok terapi yang sama dan

7 10 mempunyai kesamaan efikasi namun berbeda dalam dosis kebutuhan, atau pengobatan dalam terapi yang berbeda. Penggunaan obat dapat dibandingkan setiap waktu untuk mengamati tujuan dan menjamin dari adanya intervensi dari terapi medik dalam meningkatkan penggunaan obat. Penggunaan obat dalam area geografi yang berbeda dapat juga dibandingkan dengan metode ini. (20) Keuntungan: 1. Unit tetap yang tidak berubah dipengaruhi perubahan harga dan mata uang serta bentuk sediaan. 2. Mudah dibandingkan dalam level institusi, nasional, regional maupun internasional (20). Keterbatasan: 1. Tidak menggambarkan penggunaan yang sebenarnya. 2. Belum lengkap untuk semua obat: topikal, vaksin, dan anastesi. Faktor kritis untuk keberhasilan penerapan ATC/DDD: 1. Mengetahui jelas prinsip ATC/DDD. 2. Perhatikan perubahan-perubahan. 3. Koleksi data yang akurat. 4. Pertimbangkan keterbatasan-keterbatasan pada saat mengevaluasi hasil. Penetapan DDD ditetapkan dengan prinsip umum sebagai berikut: 1. Dosis rata-rata orang dewasa yang digunakan untuk indikasi utama yang direfleksikan dengan kode ATC, ketika dikonversikan dosis ke berat badan maka seorang dewasa dianggap 70 kg pada keadaan yang khusus, terutama untuk anak-anak (seperti mixture, suppositoria) digunakan DDD untuk orang dewasa, kecuali obat yang dibuat khusus untuk anak-anak, seperti hormon pertumbuhan dan tablet fluoride. 2. Dosis pemeliharaan. Beberapa orang digunakan dalam dosis yang berbeda teteapi tidak direfleksikan dalam DDD. 3. Dosis terapi yang biasa digunakan. 4. DDD biasanya didasarkan pernyataan isi (kekuatan) produk. Variasi dalam

8 11 bentuk gram biasanya tidak memberikan perbedaan DDD. Kecuali digambarkan pada guideline untuk kelompok ATC yang berbeda (20). Perhitungan kuantitas penggunaan obat dalam unit pengukuran dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Dihitung data total penggunaan obat dalam unit, tablet, vial dan disesuaikan dengan ATC. 2. Dihitung total kuantitas yang dikonsumsi (unit dikalikan dengan kekuatan). 3. Dibagi total kuantitas dengan DDD definitif yang ditetapkan. 4. Dibagi kuantitas total (DDD) dengan jumlah pasien (20) DU 90% Penelitian Drug Utilization (DU) atau penggunaan obat didefinisikan oleh WHO pada tahun 1977 (12). Drug Utilization 90% (DU 90%) adalah suatu indikator yang digunakan untuk menilai kualitas pola penggunaan obat (12). Penelitian penggunaan obat dapat meningkatkan pemahaman tentang bagaimana obat digunakan. DU dapat memperkirakan jumlah pasien yang terpapar oleh suatu obat dalam periode tertentu dan menjelaskan jumlah penggunaan pada situasi tertentu dan/atau di suatu area tertentu. Peneliti dapat memperkirakan sampai sejauh mana obat digunakan secara tepat, overused, atau underused. DU juga dapat menentukan profil penggunaan obat hingga obat-obatan alternatif yang digunakan untuk menangani kondisi tertentu dan dapat membandingkan pola penggunaan obat untuk penyakit tertentu dengan guideline yang ada (12). Metode DU 90% merupakan metode yang sederhana, mudah di mengerti, murah, dan mudah digunakan untuk menggambarkan kualitas peresepan. Keuntungan menggunakan metode DU 90% dibanding indikator penggunaan obat lain yaitu perhitungan jumlah penggunaan obat dengan data penggunaan obat telah tersedia berdasarkan metode ATC (20). Segmen DU 90% mencerminkan jumlah obat yang terhitung dalam 90% dari peresepan obat dan kepatuhan terhadap guideline peresepan lokal atau nasional. Indikator yang umum diterapkan di tempat berbeda seperti resep individu, kelompok resep, di rumah sakit, daerah

9 12 atau kabupaten untuk memastikan perkiraan kasar dari kualitas resep (12). Profil dari DU90% menyediakan gambaran perubahan potensial dari studi penggunaan obat dan hubungan serta kelayakan dari WHO Essential Medicines List (20). 2.2 Landasan Teori Mulai 1 Januari 2014 JKN resmi beroperasi dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak (2). Puskesmas merupakan unit pelayanan masyarakat tingkat pertama yang bekerjasama dengan JKN dan terletak di tengah-tengah masyarakat dan mudah dijangkau dibandingkan dengan unit pelayanan kesehatan masyarakat lainnya (Rumah Sakit Swasta maupun Negeri) sehingga mengakibatkan jumlah kunjungan pasien puskesmas tinggi yang berpengaruh pada peningkatan jumlah penggunaan obat di puskesmas. Sistem JKN yang diberlakukan di puskesmas merupakan pergantian dari ASKES yang mengharuskan peserta asuransi ke fasilitas kesehatan tingkat pertama terlebih dahulu sehingga kunjungan pasien puskesmas meningkat dan berpengaruh pada peningkatan jumlah penggunaan obat di Puskesmas. Perubahan pola ini membutuhkan adanya perbandingan penggunaan obat sebelum dan setelah diberlakukan JKN yaitu pada tahun 2013 dan 2014 untuk melihat pengaruh JKN terhadap penggunaan obat di puskesmas sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk evaluasi penggunaan obat. Pada penelitian perbandingan penggunaan obat dengan metode ATC/DDD di Yogyakarta yang dilakukan oleh Destari (2015) menunjukkan perubahan penggunaan obat pada periode Penelitian serupa juga dilakukan oleh Maulana, Rachmadiani, dan Azlinda yang menunjukkan terdapat perbedaan penggunaan obat sebelum dan sesudah JKN. (8,9,10,11). Dari uraian di atas dapat diduga terdapat perbedaan jumlah penggunaan obat saat sebelum dan setelah adanya JKN. Terdapat perbedaan dari penggunaan obat ini bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan obat di puskesmas sebelum dan sesudah pelaksanaan JKN.

10 Hipotesis Berdasarkan landasan teori di atas, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut : Terdapat perbedaan secara bermakna dari segi kuantitas dari masingmasing obat setelah pelaksanaan JKN di Puskesmas Wirobrajan dan Puskesmas Mantrijeron di Kota Yogyakarta. 2.4 Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen : Data Konsumsi obat sesuai kode ATC tahun 2013 dan 2014 Variabel Dependen : - Metode ATC/DDD - DU 90% Variabel Intervening: 1. Peresepan yang diberikan oleh tenaga medis yang berbeda. 2. Stok obat yang tersedia. 3. Pola penyakit. Tidak diteliti

11 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode cross-sectional mengumpulkan data berupa data LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat) di Puskesmas Wirobrajan dan Puskesmas Mantrijeron Kota Yogyakarta sebelum dan sesudah diberlakukan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) secara retrospektif pada periode Data yang diperoleh dianalisis dengan metode ATC/DDD dan dilihat gambaran penggunaan obat DU 90% selama periode tersebut. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan pada Agustus 2016 di Puskesmas Wirobrajan dan Mantrijeron di Kota Yogyakarta. 3.3 Populasi Berdasarkan metode ATC/DDD data yang akan digunakan dalam penelitian adalah data LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat) sebelum dan sesudah diberlakukannya Jaminan Kesehatan Nasional periode tahun (1 Januari Desember 2014) di Puskesmas Wirobrajan dan Mantrijeron di Kota Yogyakarta. Kriteria populasi yang digunakan pada penelitian ini yaitu: 1. Kriteria Inklusi a. Data obat yang terdapat pada LPLPO. b. Semua obat yang terklasifikasi berdasarkan pada kode ATC/DDD. 2. Kriteria Eksklusi Sediaan obat intravena dan obat yang bekerja secara non-sistemik seperti salep, parenteral, cream, dan patch.

12 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Laporan Pemakaian dan Lembar Pemintaan Obat (LPLPO) adalah sumber data yang digunakan untuk diolah dengan metode ATC/DDD. 2. Indeks ATC/DDD. 3.5 Batasan Operasional Variabel Dalam penelitian ini akan dibatasi oleh variabel operasional yang akan membatasi proses pengambilan data dengan didasari oleh teori yang telah dipaparkan sebelumnya. Adapun batasan operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penggunaan obat yang dibandingkan adalah obat-obatan yang digunakan di Puskesmas Wirobrajan dan Mantrijeron berdasarkan data LPLPO selama priode Klasifikasi obat pada penelitian ini merupakan pengelompokan obat-obatan yang terdapat pada kode ATC dalam semua bentuk sediaan selain sediaan intravena dan sediaan yang bersifat non-sistemik seperti sediaan salep, parenteral, intravena, cream, dan patch. 3. Klasifikasi sistem ATC/DDD adalah sistem ATC/DDD yang terdapat dalam Guideline WHO Collaborating Centre tahun Kuantitas penggunaan adalah kuantitas yang dinyatakan dalam satuan DDD/1000 KPRJ. 5. KPRJ adalah jumlah kunjungan pasien rawat jalan dalam pertahun yang mendapatkan obat. 6. DDD/1000 KPRJ merupakan kuantitas dalam satuan DDD dengan membagi total DDD satu tahun dengan total kunjungan pasien rawat jalan yang dibagi Gambaran perubahan penggunaan obat dilihat dari penggunaan obat di Puskesmas pada tahun Dikatakan penggunaan obat mengalami perubahan penggunaan apabila obat hanya digunakan pada salah satu dari dua tahun tersebut.

13 16 8. DU 90% adalah penggunaan obat-obat yang masuk dalam akumulasi 90% yang telah diurutkan dari persentase penggunaan paling besar ke paling kecil. 9. Gambaran perubahan penggunaan obat dilihat dari segmen DU 90% di Puskesmas pada tahun Dikatakan penggunaan obat mengalami perubahan penggunaan apabila obat hanya digunakan pada salah satu dari dua tahun tersebut. 3.6 Pengumpulan Data Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder internal, yaitu data yang berasal dari data yang ada di puskesmas melalui LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Penggunaan Obat). Tahapan pengumpulan data sebagai berikut : 1. Tahap penelitian dimulai pada bulan Agustus - Oktober Dilakukan pengumpulan data melalui LPLPO yang ada di puskesmas tempat penelitian dengan melihat data penggunaan obat yang digunakan dari 1 Januari 2013 sampai 31 Desember Pencatatan penggunaan obat yang terdapat di LPLPO meliputi nama obat, bentuk sedian, jumlah penggunaan dan KPRJ/tahun. Jumlah total KPRJ/tahun didapatkan dari hasil akumulasi KPRJ/bulan yang tercantum pada LPLPO di Puskesmas Wirobrajan dan Mantrijeron. 3. Pengambilan data jumlah total KPRJ/tahun dari tahun yang didapatkan dari hasil akumulasi KPRJ/bulan yang tercantum pada LPLPO di Puskesmas Wirobrajan dan Mantrijeron. 3.7 Pengolahan Data Data Deskriptif Dalam tiap unit bentuk sediaan disesuaikan dengan satuan dari sistem ATC/DDD untuk data total penggunaan obat. Jika dalam sistem ATC/DDD digunakan satuan mg, maka dosis sediaan obat tersebut dijadikan dalam satuan mg. Data dari LPLPO kemudian diolah dengan menggunakan menggunakan Microsoft Excel. Data disusun dalam format tabel berupa klasifikasi anatomi,

14 17 golongan obat, kode ATC obat, nama obat, bentuk sediaaan, kekuatan sediaan, jumlah pemakaian, total kekuatan sediaan Data Analitik Data yang dicantumkan pada Microsoft Excel merupakan data dari LPLPO berupa sediaan dengan jalur oral dan telah diklasifikasi berdasarkan kode ATC dan mempunyai nilai DDD definitif. Cara dan tahapan perhitungan dilakukan sebagai berikut : a. Total kekuatan didapatkan dari perkalian kekuatan sediaan (dalam mg) dengan jumlah pemakaian obat per tahun. b. DDD real diperoleh dari pembagian total kekuatan (dalam mg) dengan DDD definitif yang telah ditetapkan oleh WHO Collaborating Centre c. Total KPRJ satu tahun didapat dari penjumlahan KPRJ tiap bulan dalam satu tahun. d. Jumlah penggunaan obat per tahun dengan menggunakan satuan DDD/1000 KPRJ dihitung dengan rumus : DDD/1000 KPRJ = Total DDD satu tahun Total KPRJ satu tahun/1000 e. Presentase perubahan jenis obat dihitung dengan rumus: % Perubahan jenis obat = Total jenis obat yang berubah x 100% Total semua jenis obat f. Presentase perubahan kuantitas penggunaan obat dihitung dengan rumus: % Penggunaan obat = Perbedaan DDD/1000 KPRJ tiap tahun x 100% DDD/1000 KPRJ tertinggi g. Presentase peningkatan jenis obat dihitung dengan rumus: % Peningkatan jenis obat = Total jenis obat yang meningkat x 100% Total semua jenis obat h. Presentase penurunan jenis obat dihitung dengan rumus: % Penurunan jenis obat = Total jenis obat yang menurun x 100% Total semua jenis obat i. Persentase penggunaan obat dihitung dengan rumus :

15 18 % Penggunaan obat = DDD/1000 KPRJ x 100% Total DDD/1000 KPRJ semua obat Persentase penggunaan obat dilihat dari persentase penggunaan yang masuk dalam segmen DU 90% dan diurutkan dari yang terbesar sampai yang terkecil. j. Rata-rata penggunaan 10 obat terbanyak yang masuk dalam segmen DU 90% dihitung dengan cara menjumlahkan total kuantitas penggunaan obat setiap bulan dalam satuan DDD/1000KPRJ dibagi jumlah bulan dalam satu tahun. 3.8 Analisis Hasil Analisis Deskriptif Hasil pengolahan data akan disajikan dalam tabel dan grafik. Analisis akan dilakukan untuk menilai kesesuaian secara umum antara obat-obat yang digunakan dengan kunjungan pasien rawat jalan di Puskesmas Wirobrajan dan Mantrijeron. Hasil pengolahan data akan dibandingkan antara obat yang digunakan sebelum dan setelah adanya JKN. Perbandingan yang akan dilakukan mencakup jenis dan kuantitas penggunaan obat yang ada. Proses analisis data untuk melihat adanya perbedaan signifikan dalam penelitian ini digunakan uji statistik. Apabila terdapat perubahan pada penggunaan obat sebelum dan setelah JKN, selanjutnya akan didiskusikan dengan apoteker di puskesmas tempat penelitian untuk menganalisis penyebab dari perubahan tersebut serta beberapa rekomendasi yang dapat diberikan agar penggunaan obat di puskesmas tersebut tetap rasional Analisis Hipotesis Jenis data yang digunakan berupa jenis data ordinal dari dua kelompok yang tidak saling berhubungan dan akan dibanduingkan antara kedua kelompok tersebut. Data yang diperoleh adalah data penggunaan obat yang masuk dalam kriteria 10 besar pada segmen DU 90%. Penggunaan obat dihitung dalam satuan DDD/1000KPRJ setiap bulan yang kemudian dirata-rata penggunaannya dalam satu tahun 2013 dan Data dua kelompok ini kemudian dilakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak menggunakan uji statistik kolmorgorov smirnov. Apabila data terdistribusi normal

16 19 dilanjutkan dengan uji Paired Sampel T-test dengan tingkat kepercayaan 95%. Data yang tidak memenuhi persyaratan tersebut diuji menggunakan Non Parametric Wilcoxon. Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: Terdapat perbedaan dari segi kuantitas penggunaan dari masing-masing obat setelah implementasi JKN. terdapat perbedaan penggunaan obat secara statistik pada segmen DU 90% sebelum dan sesudah penerapan JKN. 3.9 Skema Penelitian Meminta surat pengantar dari Fakultas Mengajukan surat pengantar ijin penelitian dari Fakultas beserta proposal ke Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Surat ijin dari Dinas Kesehatan diserahkan ke Dinas Perizinan Kota Yogyakarta Membawa surat ijin penelitian ke Puskesmas yang akan dilaksanakan penelitian Pengambilan dan pengumpulan data dari Puskesamas yang terdapat pada LPLPO dan dilaksanakan penelitian Pengolahan data dan analisis data Diskusi dengan Apoteker

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) adalah salah satu infeksi bakteri yang paling umum. Wanita lebih sering mengalami ISK dibanding pria. Hampir 1 dari 3 wanita memiliki

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERBANDINGAN PENGGUNAAN OBAT... i SKRIPSI... iii

DAFTAR ISI PERBANDINGAN PENGGUNAAN OBAT... i SKRIPSI... iii DAFTAR ISI PERBANDINGAN PENGGUNAAN OBAT... i SKRIPSI... ii SKRIPSI... iii PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii INTISARI...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pelayanan kesehatan di puskesmas. Keterbatasan jumlah dokter yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pelayanan kesehatan di puskesmas. Keterbatasan jumlah dokter yang ada di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peresepan dan penggunaan obat merupakan salah satu andalan utama pelayanan kesehatan di puskesmas. Keterbatasan jumlah dokter yang ada di sebagian besar puskesmas di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri (Nelwan, 2009). Penggunaan antibiotik yang berlebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu serta pemerataan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS BEJEN NOMOR : TENTANG PERESEPAN, PEMESANAN, DAN PENGELOLAAN OBAT KEPALA PUSKESMAS BEJEN,

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS BEJEN NOMOR : TENTANG PERESEPAN, PEMESANAN, DAN PENGELOLAAN OBAT KEPALA PUSKESMAS BEJEN, PEMERINTAH KABUPATEN TEMANGGUNG DINAS KESEHATAN PUSKESMAS BEJEN Jln. Raya Sukorejo Bejen, Kecamatan Bejen Kode pos 56258 Telp. (0294) 3653020 Email : bejen_puskesmas@yahoo.com KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Universal Health Coverage (UHC) sebagai bagian dari reformasi sistem kesehatan pada saat ini telah dilaksanakan oleh hampir setengah negara di dunia dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pertama kali dicetuskan di Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi kesehatan sosial dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-undang Rumah Sakit Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini disiplin ilmu yang dipakai meliputi Bidang Farmakologi, Ilmu Mikrobiologi Klinik dan Ilmu Kesehatan Anak 4.2 Tempat dan waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu kebutuhan pokok hidup manusia yang bersifat mutlak adalah kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah keadaan sehat,

Lebih terperinci

DINAS KESEHATAN PUSKESMAS WONOMERTO Jalan Bantaran 853 Patalan Kecamatan Wonomerto, Telp. (0335) PROBOLINGGO 67253

DINAS KESEHATAN PUSKESMAS WONOMERTO Jalan Bantaran 853 Patalan Kecamatan Wonomerto, Telp. (0335) PROBOLINGGO 67253 - PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO DINAS KESEHATAN PUSKESMAS WONOMERTO Jalan Bantaran 853 Patalan Kecamatan Wonomerto, Telp. (0335) 5892118 PROBOLINGGO 67253 email : puskesmas_wonomerto@probolinggokab.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabat sehingga pemerintah mengembangkan Sistem Jaminan

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI...... vii DAFTAR GAMBAR....... x DAFTAR TABEL.......

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. desain cross-sectional deskriptif. Pengumpulan data resep obat off-label

BAB III METODE PENELITIAN. desain cross-sectional deskriptif. Pengumpulan data resep obat off-label BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan desain cross-sectional deskriptif. Pengumpulan data resep obat off-label dilakukan secara

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS RAWAT INAP WATUMALANG NOMOR :.../.../.../2013 TENTANG PERESEPAN, PEMESANAN DAN PENGELOLAAN OBAT

KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS RAWAT INAP WATUMALANG NOMOR :.../.../.../2013 TENTANG PERESEPAN, PEMESANAN DAN PENGELOLAAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO D I N A S K E S E H A T A N UPTD PUSKESMAS RAWAT INAP WATUMALANG Jalan Kyai Jebeng Lintang No Kelurahan Wonoroto, Kecamatan Watumalang KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS RAWAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aksesibilitas obat yang aman, berkhasiat, bermutu, dan terjangkau dalam jenis dan

I. PENDAHULUAN. aksesibilitas obat yang aman, berkhasiat, bermutu, dan terjangkau dalam jenis dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan perlu menjamin aksesibilitas obat yang aman, berkhasiat, bermutu, dan terjangkau dalam jenis dan jumlah yang cukup (Kepmenkes,

Lebih terperinci

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan.

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan. DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH mutupelayanankesehatan.net I. PENDAHULUAN Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu kebijakan pemerintah bidang kesehatan yang terintegrasi dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI PUSKESMAS TEGALSARI UPTD PUSKESMAS TEGALSARI Jl. KH syafa at No. 09 Telp (0333) Tegalsari

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI PUSKESMAS TEGALSARI UPTD PUSKESMAS TEGALSARI Jl. KH syafa at No. 09 Telp (0333) Tegalsari PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI PUSKESMAS TEGALSARI UPTD PUSKESMAS TEGALSARI Jl KH syafa at No 09 Telp (0333) 844305 Tegalsari KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS TEGALSARI NOMOR : TENTANG PERESEPAN, PEMESANAN

Lebih terperinci

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN Sekretaris Ditjen Binfar Alkes Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan Di Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan 9-12 November 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gaya hidup, mental, emosional dan lingkungan. Dimana perubahan tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gaya hidup, mental, emosional dan lingkungan. Dimana perubahan tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia yang semakin modern mengakibatkan perubahan gaya hidup, mental, emosional dan lingkungan. Dimana perubahan tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN DANA JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT PADA PUSKESMAS DI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2012 BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 TENTANG KEWAJIBAN MENGGUNAKAN OBAT GENERIK DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. desain penelitian deskriptif analitik. Pengambilan data dilakukan secara

BAB III METODE PENELITIAN. desain penelitian deskriptif analitik. Pengambilan data dilakukan secara BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional dengan desain penelitian deskriptif analitik. Pengambilan data dilakukan secara cross sectional retrospektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaminan Kesehatan Nasional adalah perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan suatu obat dapat berpengaruh terhadap kualitas pengobatan, pelayanan dan biaya pengobatan. Penggunaan obat merupakan tahap akhir manajemen obat. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 14 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian mengenai Identifikasi Permasalahan Dosis dan Terapi Obat pada Pasien Anak Demam Berdarah Dengue (DBD) Rawat Inap Pengguna Askes

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain penelitian cross sectional. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dan diambil melalui

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indikator WHO 1993 Indikator WHO 1993 adalah suatu metode untuk melihat pola penggunaan obat dan dapat secara langsung menggambarkan tentang penggunaan obat yang tidak sesuai.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya, termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya, termasuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak azasi manusia, dimana setiap orang berhak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya, termasuk didalamnya hak untuk

Lebih terperinci

2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Dae

2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Dae No.589, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Dana Kapitasi. Jaminan Kesehatan Nasional. FKTP. Pemerintah Daerah. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG PENGGUNAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang nomor 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFATAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. bermutu serta pemerataan pelayanan kesehatan yang mencakup tenaga, sarana dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. bermutu serta pemerataan pelayanan kesehatan yang mencakup tenaga, sarana dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sejalan dengan meningkatnya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu serta

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG PENGGUNAAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL UNTUK JASA PELAYANAN KESEHATAN DAN DUKUNGAN BIAYA OPERASIONAL PADA FASILITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak asasi yang salah satunya adalah kesehatan. Pengertian dari kesehatan tidak hanya sebatas sehat secara jasmani dan rohani, namun sehat

Lebih terperinci

pasien hipertensi di Puskesmas Mergansan dan Puskesmas Kraton Yogyakarta pada tahun 2015.

pasien hipertensi di Puskesmas Mergansan dan Puskesmas Kraton Yogyakarta pada tahun 2015. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan crosssectional. Data yang digunakan dalam penelitian iniberupa data rekam medis pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CIBALIUNG JL. Raya Cimanggu- Cibaliung Km. 10 Desa Sukajadi Kab. Pandeglang Pos, 42285

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CIBALIUNG JL. Raya Cimanggu- Cibaliung Km. 10 Desa Sukajadi Kab. Pandeglang Pos, 42285 PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CIBALIUNG JL. Raya Cimanggu- Cibaliung Km. 10 Desa Sukajadi Kab. Pandeglang Pos, 42285 KEPUTUSAN KEPALA UPT PUSKESMAS CIBALIUNG Nomor : /PKM-CBL/SK/

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian non eksperimental dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian non eksperimental dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian non eksperimental dengan analisis data secara deskriptif analitik dengan penyajian data dalam bentuk kualitatif

Lebih terperinci

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan. Pengelolaan obat yang efisien diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi rumah sakit dan pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhii. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan,

Lebih terperinci

Farmaka Vol. 14 No Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Rawat Jalan di Fasilitas

Farmaka Vol. 14 No Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Rawat Jalan di Fasilitas Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Rawat Jalan di Fasilitas 1 Kesehatan Rawat Jalan pada Tahun 2015 dengan Metode ATC/DDD Dika P. Destiani 1, Rina S 1., Eli H 1, Ellin F 1, Syahrul N 2,3

Lebih terperinci

Farmaka Volume 14 Nomor 2 19

Farmaka Volume 14 Nomor 2 19 Volume 14 Nomor 2 19 EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT JALAN DI FASILITAS KESEHATAN RAWAT JALAN PADA TAHUN 2015 DENGAN METODE ATC/DDD Dika P. Destiani 1, Rina S 1., Eli H 1, Ellin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persaingan antar rumah sakit baik lokal, nasional, maupun regional. kebutuhan, tuntutan dan kepuasan pelanggan.

BAB I PENDAHULUAN. persaingan antar rumah sakit baik lokal, nasional, maupun regional. kebutuhan, tuntutan dan kepuasan pelanggan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menghadapi era globalisasi seperti sekarang ini, banyak tantangan yang harus dihadapi oleh rumah sakit. Diantara tantangan yang ada adalah bagaimana mengubah paradigma

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENERAPAN FORMULARIUM NASIONAL DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

KEBIJAKAN PENERAPAN FORMULARIUM NASIONAL DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) KEBIJAKAN PENERAPAN FORMULARIUM NASIONAL DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI LAY OUT LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. efisiensi biaya obat pasien JKN rawat jalan RS Swasta

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. efisiensi biaya obat pasien JKN rawat jalan RS Swasta BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran umum Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar efisiensi biaya obat pasien JKN rawat jalan RS Swasta Yogyakarta melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebijakan pemerintah memberikan dana pelayanan kesehatan, yang secara implisit merupakan pemahaman pemerintah atas tanggung jawab kepentingan umum. Sebagai negara berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya perkembangan dan perubahan pola hidup pada manusia (lifestyle) dapat berdampak langsung salah satunya pada kesehatan, sehingga kesehatan menjadi salah satu hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Kesehatan merupakan hak bagi setiap

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT DENGAN INDIKATOR PRESCRIBING PADA PUSKESMAS JAKARTA UTARA PERIODE TAHUN 2016

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT DENGAN INDIKATOR PRESCRIBING PADA PUSKESMAS JAKARTA UTARA PERIODE TAHUN 2016 23 EVALUASI PENGGUNAAN OBAT DENGAN INDIKATOR PRESCRIBING PADA PUSKESMAS JAKARTA UTARA PERIODE TAHUN 2016 Rahayu Wijayanti, Okpri Meila, Annisa Septiyani Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia, pada pasal 25 Ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai

Lebih terperinci

Program Rujuk Balik Bagi Peserta JKN

Program Rujuk Balik Bagi Peserta JKN panduan praktis Program Rujuk Balik Bagi Peserta JKN 07 02 panduan praktis Program Rujuk Balik Kata Pengantar Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Pengelolaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB 1 : PENDAHULUAN. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia, padapasal 25 Ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penggunaan obat yang tidak rasional sering dijumpai dalam praktek sehari-hari.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penggunaan obat yang tidak rasional sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat yang tidak rasional sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. WHO memperkirakan lebih dari separuh dari seluruh obat di dunia yang diresepkan, dibuat

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Instalasi farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit, merupakan suatu unit atau bagian yang menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah memberikan kepastian perlindungan dasar kepada warga negara Indonesia. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Implementasi dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sudah dimulai sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Lebih terperinci

SKRIPSI SINTYA DEWI PRIANI K Oleh :

SKRIPSI SINTYA DEWI PRIANI K Oleh : ANALISIS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK UNTUK PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS KEBONDALEM KECAMATAN PEMALANG KABUPATEN PEMALANG SELAMA TAHUN 2006-2010 MENGGUNAKAN METODE ATC/DDD SKRIPSI Oleh : SINTYA DEWI PRIANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World

BAB I PENDAHULUAN. Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World Health Organizatiaon (WHO) pada tahun 2014 merupakan sistem kesehatan yang memastikan setiap warga

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH KABUPATEN BERAU

- 1 - PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH KABUPATEN BERAU - 1 - SALINAN PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya rumah sakit atau pihak asuransi kesehatan memiliki suatu formularium atau daftar obat, tetapi pemanfaatan formularium tersebut sebagai salah satu alat untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem jaminan social nasional bagi upaya kesehatan perorangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem jaminan social nasional bagi upaya kesehatan perorangan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Bab IV pasal 19 dan 20 menjelaskan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam tifoid merupakan suatu infeksi tropis yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam tifoid merupakan suatu infeksi tropis yang masih menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu infeksi tropis yang masih menjadi masalah kesehatan terutama di negara negara berkembang. Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronis merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia. WHO (2005) melaporkan penyakit kronis telah mengambil nyawa lebih dari 35 juta orang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sekarang ini, puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dituntut untuk menjadi gate keeper pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG SELATAN. Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang kesehatan pada. dasarnya ditujukan untuk peningkatan

WALIKOTA TANGERANG SELATAN. Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang kesehatan pada. dasarnya ditujukan untuk peningkatan PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBEBASAN RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN DASAR DI UNIT PELAKSANA TEKNIS PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT BAGI PENDUDUK KOTA TANGERANG

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT DENGAN INDIKATOR PRESCRIBING PADA PUSKESMAS WILAYAH KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE TAHUN 2016

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT DENGAN INDIKATOR PRESCRIBING PADA PUSKESMAS WILAYAH KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE TAHUN 2016 17 EVALUASI PENGGUNAAN OBAT DENGAN INDIKATOR PRESCRIBING PADA PUSKESMAS WILAYAH KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE TAHUN 2016 EVALUATION OF DRUGS USE WITH PRESCRIBING INDICATORS AT PUSKESMAS AREA

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004

BAB 1 : PENDAHULUAN. berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah dilaksanakan sejak 1 Januari 2014 berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 61 TAHUN 2018 TENTANG

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 61 TAHUN 2018 TENTANG BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 61 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK KE DALAM PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI KABUPATEN CILACAP DENGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan menggunakan data

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan menggunakan data 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medik yang diambil dari Rawat Inap Simpur Kota Bandar Lampung.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan

Lebih terperinci

NOMOR : 10 TAHUN 2009

NOMOR : 10 TAHUN 2009 BERITA DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2009 NOMOR 17 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR : 10 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Strategi pemerintah dalam pembangunan kesehatan nasional 2015-2019 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketidaksetaraan status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan dan pendapatan) merupakan salah satu tantangan utama bagi kesehatan masyarakat, sehingga dibutuhkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biaya yang diserap untuk penyediaan obat merupakan komponen terbesar dari pengeluaran rumah sakit. Di banyak negara berkembang belanja obat di rumah sakit dapat menyerap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Evaluasi pelaksanaan..., Arivanda Jaya, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Evaluasi pelaksanaan..., Arivanda Jaya, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak mendasar masyarakat yang penyediaannya wajib diselenggarakan oleh pemerintah sebagaimana telah diamanatkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi akan pelayanan kesehatan yang bermutu, maka sebuah pelayanan kesehatan harus mampu memberikan pelayanan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG NOMOR : / / / SK / I / TENTANG PELAYANAN OBAT KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG,

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG NOMOR : / / / SK / I / TENTANG PELAYANAN OBAT KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG, KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG NOMOR : / / / SK / I / TENTANG PELAYANAN OBAT KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG, Menimbang : a. bahwa penyediaan obat merupakan langkah awal pengelolaan di Puskesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak pulau sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak pulau sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan sistem kesehatan nasional (SKN), bahwa pembangunan kesehatan harus merata di seluruh wilayah di Indonesia, namun kenyataannya pembangunan pada aspek kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu contoh sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan optimal bagi masyarakat.

Lebih terperinci

Pengalaman dan Tantangan dalam Manajemen Obat di RSUDZA dalam Era JKN dr. Fachrul Jamal, SpAn.KIC

Pengalaman dan Tantangan dalam Manajemen Obat di RSUDZA dalam Era JKN dr. Fachrul Jamal, SpAn.KIC Pengalaman dan Tantangan dalam Manajemen Obat di RSUDZA dalam Era JKN dr. Fachrul Jamal, SpAn.KIC Profil RSUDZA Rumah Sakit Pusat rujukan di Aceh Rumah sakit pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia dan kebutuhan hidup yang diwujudkan dan dilaksanakan dalam mencapai kesejahteraan kehidupan dalam masyarakat. Menurut

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN SUMATERA SELATAN SEMESTA DI RUMAH SAKIT Dr. SOBIRIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analgetik-Antipiretik Analgetik merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri sebenarnya berfungsi sebagai tanda adanya penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa salah satunya dipengaruhi oleh status kesehatan masyarakat. Kesehatan bagi seseorang merupakan sebuah investasi dan hak asasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa (PBB) tahun 1948 tentang hak asasi manusia. Berdasarkan. kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage).

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa (PBB) tahun 1948 tentang hak asasi manusia. Berdasarkan. kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak untuk hidup sehat dan sejahtera merupakan bagian dari hak asasi manusia yang diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan itu tercantum

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL YANG DITERIMA PADA BULAN JANUARI SAMPAI DENGAN APRIL 2014 PADA PUSKESMAS DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi terutama dalam proses penyembuhan penyakit atau kuratif (Isnaini,

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi terutama dalam proses penyembuhan penyakit atau kuratif (Isnaini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi dituntut adanya perubahan berbagai aspek, termasuk perubahan dalam dunia kesehatan. Adanya ketimpangan kualitas di negara maju dan negara berkembang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat deskriptif dengan metode cross sectional. Pengambilan data dari

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat deskriptif dengan metode cross sectional. Pengambilan data dari BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian non-eksperimental yang bersifat deskriptif dengan metode cross sectional. Pengambilan data dari penelitian ini

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2014

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2014 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2014 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, sistem jaminan kesehatan di Indonesia saat ini mulai memasuki fase baru. Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Lebih terperinci