BAB II TINJAUAN UMUM PENANAMAN MODAL MENURUT UNDANG-UNDANG NO 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM PENANAMAN MODAL MENURUT UNDANG-UNDANG NO 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM PENANAMAN MODAL MENURUT UNDANG-UNDANG NO 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL A. Sejarah Penanaman modal di Indonesia A.1 Masa Orde Lama Penanaman modal asing dan domestik di Indonesia telah mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Pemerintah telah memberikan perhatian secara khusus bahkan dimulai sebelum orde baru. Pada tahap awal, pengaturan mengenai penanaman modal ini mengalami hambatan, yaitu adanya anggapan masyrakat bahwa dengan masuknya modal asing ke dalam negeri justru akan memperhambat pertumbuhan ekonomi rakyat karena akan memeras bangsa dan sumber-sumber kekayaan alam Indonesia. Oleh karena itu, pada masa Kabinet Sukiman tahun 1951, kebijakan anti penanaman modal asing diterapkan. Kebijakan anti penanaman modal asing tersebut mengalami kegagalan, dimana kebijakan tersebut tidak dapat mengangkat kaum pribumi secara keseluruhan, tetapi hanya menguntungkan sebagian masyarakat karena praktik korupsi dan nepotisme. Disamping itu juga, banyak muncul perusahaanperusahaan Ali Baba, munculnya golongan menengah baru yang diharapkan

2 tidak tercapai, terjadinya inefisiensi secara administratif, tidak berkembangnya kemampuan bisnis pengusaha pribumi, serta gagalnya alih teknologi. 20 Pada tahun 1961, Presiden Sukarno memberlakukan Undang-undang Pembangunan Ekonomi Semesta yang dipersiapkan oleh Dewan Perencanaan Nasional pimpinan Mr. Moh. Yamin, yang isinya membedakan antara proyekproyek yang dapat dilakukan oleh investor asing dan proyek-proyek yang dapat dilakukan oleh Warga Negara Indonesia. Kebijakan ini bergantung pada modal asing karena substansinya menetapkan bahwa modal proyek yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia diperoleh dari penyisihan keuntungan proyek yang didanai oleh investor asing. Kebijakan ini berakibat terjadinya penyitaan dan pengambilalihan aset-aset asing di Indonesia yang terus berlangsung sampai tahun 1965 yang merugikan investor asing. Akibatnya perekonomian Indonesia semakin merosot dan kemiskinan semakin merajarela sehingga menciptakan situasi yang kondusif bagi kaum komunis yang mengambil alih pemerintah dengan G30S PKI yang akhirnya ditumpas dan melahirkan Orde Baru. 21 Dalam usaha pengaturan penanaman modal asing, pemerintah Orde Lama untuk pertama kalinya membuat rancangan undang-undang penanaman modal asing ( RUU PMA) pada tahun 1952 pada masa kabinet Ali Sastromidjojo I, untuk kedua kalinya pada masa Ali Sastromidjojo II pada tahun 1953, namun RUUPMA ditolak oleh parlemen. Kemudian barulah pada 20 Dhaniswara K. Harjono, Op.Cit., Hlm. 41

3 tahun 1958 pada masa kabinet Karya, pemerintah bersama-bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat mengeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing No. 78 Tahun 1958, kemudian dalam perjalanannya diperbaharui dengan Undang-undang No. 15 Tahun 1960 yang kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-undang No. 16 Tahun 1965 serta diperbaharui dengan Undang-undang No. 1 Tahun Perubahan yang tergolong cepat dari undang-undang sebelumnya, disebabkan oleh berkembangnya kembali pemikiran dalam masyarakat bahwa dengan masuknya modal asing ke dalam negeri merupakan penghisapan terhadap bangsa Indonesia serta dapat menghambat revolusi di Indonesia. Dan dengan jatuhnya pemerintah Orde Lama mendorong pemerintah Orde Baru untuk meningkatkan pembangunan dalam segala sektor, termasuk pembangunan sektor ekonomi. A.2 Masa Orde Baru Momentum awal mengalirnya arus penanaman modal di Indonesia dimulai pada masa Orde Baru. Masa ini ditandai dengan telah diundangkannya Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan diangkatnya Suharto menjadi Presiden pada tanggal 11 Maret 1967 menggantikan Sukarno serta diundangkannya Undang-undang No. 6 tahun 1968 tentang Pananaman Modal Dalam Negeri. Keberadaan kedua undang-undang ini memberikan kesempatan kepada pemodal asing dan 21 Ibid.

4 domestik untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Sejak saat itu angka penanaman modal asing di dalam negeri menunjukkan kenaikan. Namun, sampai lima tahun pertama diberlakukannya Undang-undang Penanaman Modal Asing Tahun 1967, kegiatan penanaman modal asing hanya bertumpu pada dua bidang industri, 22 yaitu: a. Industri sekunder yang terdiri dari barang konsumen serta produk pengganti import; dan b. Industri yang berbasis sumber daya alam seperti minyak, pertambangan, dan kehutanan; Dalam dua belas tahun pertama ( ), terdapat keterbatasan dalam kegiatan penanaman modal asing, yaitu : realisasi investasi cukup rendah (sekitar 42%); nilai investasi per kapita cukup rendah (US$ 1.80); dan terjadinya kecendrungan penurunan investasi dari tahun yang disebabkan faktor-faktor : buruknya implementasi ketentuan-ketentuan di bidang penanaman modal, lamanya birokrasi dalam rangka memperoleh izin penanaman modal asing yang ditawarkan oleh pemerintah 23. Dalam Undang-undang No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, strategi yang digunakan dalam menarik investasi asing adalah: dengan menawarkan berbagai bentuk intensif salah satunya intensif dibidang perpajakan yang dikenal dengan tax holiday dan fasilitas serta jaminanjaminan agar melakukan investasi di Indonesia dan memagari kegiatan para 22 Ibid. 23 Ibid.

5 investor asing agar tetap terkendali dan tidak bertentangan dangan kepentingan nasional. Seiring dengan perkembangannya ternyata intensif dalam bidang tax holiday ini tidak dapat berjalan sebagaimana diharapkan dan akhirnya dihapuskan berdasarkan pada ketentuan Ordonansi Pajak Perusahaan tahun 1925 karena intensif dibidang tax holiday ini memakan biaya awal yang harus dikeluarkan terlalu besar dan rantai birokrasi yang terlalu panjang sehingga dirasakan memberatkan investor asing Selain itu, keputusan sidang kabinet tahun 1974 menetapkan kebijakan-kebijakan dalam upaya menarik investor, yaitu: a. Memperkenankan pengelolaan perusahaan oleh personil asing; b. Menjamin transfer modal dan keuntungan sesuai dengan mata uang yang dikehendaki; c. Jaminan untuk tidak melakukan tindakan nasionalisasi, kecuali dalam keadaan-keadaan khusus dan konpensasi yang layak, efektif, dan segera; Keterbukaan dan liberalisasi ekonomi pada masa Orde Baru khususnya pada era 1980-an telah melonjakkan arus investasi swasta di Indonesia. Sayangnya hal tersebut tidak dibarengi dengan penetapan restriksi oleh pemerintah agar pertumbuhan ekonomi tetap dapat diimbangi dengan distribusi yang merata kepada ketentuan-ketentuan ekonomi di luar lingkaran kekuasaan dan kroni-kroninya.

6 Menurut J.A. Winters, 24 kesalahan kebijakan liberalisasi pemerintahan Orde Baru adalah: a) deregulasi perbankan 1998; b) paket deregulasi 1995; c) paket deregulasi dibidang tekstil, bubur kayu, kayu lapis, dan elektonok; d) tinggi tingkat bunga SBI yang mencapai rata-rata diatas 10%; dan e) biaya ekonomi tinggi. Kesalahan tersebut menimbulkan keadaan sebagai berikut: a. Bank Indonesia kehilanga kendali atas sistem moneter di Indonesia. b. Pihak swasta dan modalnya menggantikan peran negara sebagai pengatur ekonomi mikro. c. Beban utang negara besar sehingga kejutan-kejutan sekecil apa pun ataupun pelarian modal dapat berakibat fatal. d. Liberalisasi yang dilakukan setengah-setengah hanya menguntungkan segelintir orang yang mengontrol modal. A.3 Masa Setelah Krisis Ekonomi (1998-sekarang) Keadaan perekonomian Indonesia semakin terpuruk pada saat terjadinya krisis ekonomi global yang mengakibatkan terjadinya krisis moneter pada tahun Penyebab krisis tersebut adalah perilaku bisnis yang kurang bertanggung jawab, yaitu berperilaku buruk dalam menjaga perekonomian Indonesia. Krisis tersebut telah mengubah keadaan dari krisis ekonomi menjadi krisis kepercayaan. Kurangnya kepercayaan masyarakat dan dunia luar terhadap elite politik dan elite politik orde baru disebabkan oleh perilaku yang 24 Ibid.

7 kurang bertanggung jawab tadi yang mengakibatkan kerugian yang amat besar pada masyrakat dan dunia luar yang pada akhirnya menggerogoti dunia dan administrasi bisnis serta ditamabah lagi dengan kondisi keamanan di Indonesia yang pada saat itu jauh dari kata aman yang semakin memperparah iklim penanaman modal di Indonesia. Dalam kondisi yang demikianlah yang menyebabkan banyak investor yang lari dari Indonesia ke negara lain. Pada masa reformasi arus investasi ke Indonesia mengalami penurunan. Hal ini dapat diketahui dari sedikitnya jumlah investasi yang masuk. Tahun 1997 menjadi awal bagi pertumbuhan negatif investasi asing. Kemudian, tahun 1999 menorehkan catatan buruk bagi investasi dengan terjadinya defisit investasi yang terus berlanjut hingga tahun defisit FDI tahun 2002 tercatat sebesar US$ 1,5 miliar. Dibandingkan dengan negaranegara ASEAN lainnya, aliran investasi yang masuk ke Indonesia sangat minim, sedangkan negara lain masih menikmati aliran investasi asing yang positif kendati terimbas krisis. Thailand misalnya, setelah krisis yang melanda negara ini, sekarang dibanjiri oleh investasi asing dari perusahaan multinasional, seperti otomotif dan elektronika. Honda, Nissan, Isuzu, Ford, dan berbagai perusahaan lain yang menjadikan Thailand sebagai basis industrinya di ASEAN. 25 Dengan terjadinya krisis tersebut telah memberikan sebuah pelajaan yang sangat berharga bagi kemajuan bangsa Indonesia dan memaksa Indonesia untuk berubah di mana ekonomi, politik, sosial, dan hukum 25 Salim HS dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hlm

8 mengalami transformasi dan reformasi menuju kepada suatu sistem baru yang diharapkan dapat membawa Indonesia keluar dari keterpurukannya. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan mengeluarkan Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM). Dengan dikeluarkannya UUPM ini diharapkan dapat memperbaiki iklim penanaman modal di Indonesia, apabila dilihat dari isinya UUPM ini telah mencakup semua aspek penting dalam berinvestasi, seperti persoalan pelayanan, koordinasi,fasilitas, hak dan kewajiaban investor, ketenagakerjaan dan sektor-sektor yang bisa dimasuki investor dalam menjalankan bisnisnya 26. Penanamn modal asing mebutuhkan iklim yang kondusif sifatnya seperti rasa aman, tertib, serta adanya kepastian hukum dari negara tujuan. Sejak dimulainya masa reformasi (1998-sekarang) jumlah investasi domestik yang ditanamkan oleh investor domestik sebanyak Rp. 416,17 triliun, dan jumlah proyek yang dibiayainya sebanyak 2,025 proyek. Sementara itu, jumlah investasi asing yang telah diinvestasikan oleh investor asing sebesar US$ 117,87 miliar dan jumlah proyek yang dibiayainya sebanyak proyek. 27 Apabila dibandingkan dengan masa orde baru, maka investasi domestik maupun investasi asing mengalami penurunan yang sangat signifikan. 26 Erwin Aska, Reformasi Lebih Agresif, http;// Diakses tanggal 28 Juli Salim HS dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hlm. 2

9 B. Pengaturan Penanaman Modal di Indonesia Penanaman modal di Indonesia telah berkembang cukup lama dalam kurun waktu kurang lebih 40 tahun, dimana dalam kurun waktu tersebut kegiatan penanaman modal di Indonesia, baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri telah berkembang dan memberikan kontribusi dalam mendukung pencapaian sarana pembangunan nasional 28. Momentum dimulainya penanaman modal di Indonesia diawali dengan pemberlakuan Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang kemudian diubah dengan Undang-undang No. 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana kemudian diubah dengan Undang-undang No. 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-undang Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Sebagai peraturan pelaksana dari ketentuan Undang-undang Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri yang akan menjabarkan lebih lanjut tentang penanaman modal diatur dalam beberapa peraturan yang telah beberapa kali mengalami perubahan antara lain: 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tahun 1992 tentang Persyaratan Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing; 28 Dhaniswara K. Harjono, Op.Cit., hlm. 53

10 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal; 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 115 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1993 tentang Tata Cara Penanaman Modal; 4. Keputusan Presiden Nomor 118 Tahun 2000 tentang Perubahan keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal; 5. Keputusan Menteri Negara Investasi/Kepala BKPM Nomor. 38/SK/1999 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing. Keputusan Menteri Negara Investasi/Kepala BKPM Nomor. 38/SK/1999 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing ini telah dirubah dan diganti dengan Keputusan Menteri Negara Investasi/Kepala BKPM Nomor. 57/SK/2004 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing. Seiring dengan berjalannya waktu, pengaturan tentang penanaman modal di indonesia dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman, sehingga

11 dianggap perlu bagi pemerintah untuk segera melakukan pembaharuan terhadap ketentuan investasi dengan mencabut dan mengganti undang-undang penanaman modal yang lama. Setelah menanti cukup lama akhirnya pembaharuan ketentuan investasi investasi tersebut dapat terwujud dengan dikeluarkannya Undangundang Nomor. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM). Menurut Salim HS, ada lima pertimbangan diundangkannya UUPM, yaitu; 1. Untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dilaksanakan pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan; 2. Penanaman Modal merupakan bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional yang berdasar atas demokrasi ekonomi untuk mencapai tujuan negara; 3. Untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil, dengan menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun luar negeri; 4. Menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional perlu diciptakan suatu iklim penanaman modal yang lebih kondusif dan promotif; 5. Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang Nomor. 11 Tahun 1970 dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman

12 Modala Dalam Negeri sebagaimana telah dirubah denagan undang-undang Nomor 12 Tahun 1970, dipandang perlu diganti. 29 Terbitnya UUPM ini melahirkan secercah harapan dalam iklim investasi di Indonesia. Disebut demikian karena selama ini undang-undang investasi yang ada dianggap sudah tidak memadai lagi sebagai landasan hukum untuk menarik investor. Untuk itu tidaklah berlebihan jika berbagai pihak menyebutkan UUPM cukup kompetitif. Dengan kata lain, berbagai fasilitas yang diberikan kepada investor dalam rangka melakukan investasi cukup menarik. Artinya UUPM dapat dibandingkan (compareble) dengan ketentuan penanaman modal negara lain. 30 UUPM telah menjadi payung hukum dari penanaman modal di Indonesia saat ini. Undang-undang ini tidak hanya mengatur tentang penanaman modal dalam negeri, tetapi juga mengatur tentang penanaman modal asing. Undangundang ini terdiri atas 14 bab dan 40 pasal. Hal-hal yang diatur dalam UUPM, meliputi: 1. Ketentuan umum (Pasal 2 sampai dengan Pasal 2); 2. Asas dan tujuan (Pasal 3); 3. Kebijakan dasar penanaman modal (Pasal 4); 4. Bentuk usaha dan kedudukan (Pasal 5); 5. Perlakuan terhadap penanaman modal (Pasal 6 sampai dengan Pasal 9); 6. Ketenagakerjaan (Pasal 10 sampai dengan Pasal 11); 7. Bidang usaha (Pasal 12); 29 Salim HS dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hlm Sentosa Sembiring, Op.Cit., hlm 129

13 8. Pengembangan penanaman modal bagi usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi); 9. Hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal (Pasal 14 sampai dengan Pasal 7); 10. Fasilitas penanaman modal (Pasal 18 sampai dengan Pasal 24); 11. Pengesahan dan perizinan perusahaan (Pasal 25 sampai dengan Pasal 26) 12. Koordinasi dan pelaksanaan kebijakan penanaman modal (Pasal 27 sampai dengan Pasal 29); 13. Penyelenggaraan urusan penanaman modal (Pasal 30); 14. Kawasan ekonomi khusus (Pasal 31); 15. Penyelesaian sengketa (Pasal 32); 16. Sanksi (Pasal 33 sampai dengan Pasal 34); 17. Ketentuan peralihan (Pasal 35 sampai dengan Pasal 37); dan 18. Ketentuan penutup (Pasal 38 sampai dengan pasal 40); Walaupun Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing jo. Undang-undang No. 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undangundang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri jo. Undangundang No. 12 tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri telah dicabut, peraturan pelaksanaan dari kedua undang-undang itu dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru

14 berdasarkan undang-undang ini (Pasal 38 ayat (1) Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal). Selain Undang-undang Penanaman Modal yang menjadi sumber hukum tertulis dari penanaman modal di Indonesia, juga terdapat beberapa sumber hukum lainnya seperti traktat, yurisprudensi, dan doktrin. Traktat adalah suatu perjanjian yang dibuat antara dua negara atau lebih dalam kaitannya dengan investasi. Traktat-traktat yang telah disepakati oleh negara-negara investor dan negara penerima modal dalam bidang investasi adalah sebagai berikut: 1. International Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID) International Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID) Merupakan lembaga arbitraseyang berfungsi menyelesaikan sengketa penanaman modal asing antarnegara dan warga negara lain. Pembentukan lembaga ini diprakarsai oleh Bank Dunia dan ditetapkan pada tanggal 14 Oktober 1966 di Amerika Serikat. Kantor pusatnya di Washington, Amerika Serikat. Ada dua pola penyelesaian sengketa yang diatur dalam ICSID, yaitu: penyelesaian sengketa melalui konsiliasi dan penyelesaian dengan menggunakan arbitrase. 2. Agreement on Trade Related Investment Measures (TRIMs) TRIMs merupakan perjanjian tentang aturan-aturan investasi yang menyangkut perdagangan. TRIMs ini menentukan bahwa negara anggota tidak dapat menerapkan aturan-aturan investasi yang berkaitan dengan perdagangan (TRIMs) yang bertentangan dengan Pasal III GAAT tentang

15 national treatment (cara memperlakukan) dan Pasal XI GAAT tentang prohibition of quantitatif restriction (sejumlah larangan yang membatasi). Daftar uraian mengenai TRIMs yang dianggap bertentangan dengan kedua pasal itu adalah: a. Aturan-aturan tentang local content requirements yang mengharuskan pembelian input dari dalam negeri (lokal) pada tingkat tertentu oleh suatu perusahaan; atau b. Aturan-aturan tentang trade balancing requirement yang mensyaratkan bahwa volume atau nilai impor yang dapat dilakukan harus dikaitkan dengan produk yang diekspor. 3. The Convention Establishing the Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA). MIGA merupakan lembaga internasional yang dibentuk oleh IBRD atau lazim disebut dengan Bank Dunia. MIGA ini berlaku pada tanggal 12 April Tujuan lembaga MIGA adalah: a. Memberikan jaminan kepada investor terhadap risiko nonekonomis, khususnya di negara-negara berkembang; dan b. Berperan dalam menggalakkan aliran penanaman modal untuk tujuantujuan produktif ke negara-negara sedang berkembang. 4. The Treaty of Rome (Perjanjian Roma). Perjanjian Roma didirikan pada tahun Perjanjian ini dibuat oleh Masyarakat Ekonomi Eropa. Perjanjian ini memberi kebebasan bagi setiap orang untuk melakukan usaha di bidang jasa dan modal. Pasal 52

16 sampai dengan Pasal 58 Perjanjian mengenai hak untuk mendirikan perusahaan, menyatakan antara lain, bahwa kebebasan untuk mendirikan perusahaan (freedom of establishment), termasuk di dalamnya hak untuk melakukan kegiatan-kegiatan sebagai orang perorangan (self employed person). Tercakup di dalamnya adalah hak untuk mendirikan dan melaksanakan usahanya, khususnya perusahaan atau firma, berdasarkan prinsip perlakuan nasional (national treatment). 5. NAFTA (the Nort American Free Trade Agreement) Perjanjian ini dibuat di dalam wilayah Amerika Utara, yang mulai berlaku pada tahun Prinsip-prinsip NAFTA adalah: a. perlakuan nasional (national treatment) yang mensyaratkan perusahaan-perusahaan asing dan domestik dan penanaman modal untuk diperlakukan secara adil; b. MNF; c. Non-decriminatory treatment sesuai dengan hukum Internasional. 31 Yurisprudensi atau putusan pengadilan merupakan produk yudikatif, yang berisi kaidah atau peraturan hukum yang mengikat pihak-pihak yang berperkara, terutama dalam perkara investasi. Berbagai kasus yang pernah terjadi di Indonesia seperti kasus Hotel Kartika Plaza Jakarta (tahun 1981), kasus Mobil Nasional RI (1997). 31 Salim HS dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hlm 25

17 C. Jenis-jenis Penanaman Modal Pada dasarnya, penanaman modal dapat digolongkan berdasarkan aset, pengaruh, ekonomi, menurut sumbernya, dan cara penanamannya. Berikut ini adalah beberapa jenis penanaman modal, yaitu: C.1 Investasi berdasarkan asetnya Investasi berdasarkan asetnya merupakan penggolongan investasi dari aspek modal atau kekayaannya. Investasi berdasarkan asetnya dibagi menjadi dua jenis, yaitu: a. Real asset; dan b. Financial asset. Real asset merupakan investasi yang berwujud, seperti gedunggedung, kendaraan dan sebagainya, sedangkan financial assets merupakan dokumen (surat-surat) klaim tidak langsung pemegangnya terhadap aktivitas riil pihak yang rnenerbitkan sekuritas tersebut. Perbedaan lainnya terletak pada likuiditas. Pengertian likuiditas di sini adalah mudahnya mengonversi sebagai suatu aset menjadi yang dan biaya transaksi cukup rendah. Real asset secara umum kurang likuid daripada aset keuangan. Hal ini disebabkan oleh sifat heterogennya dan khusus kegunaannya. 32 C.2 Investasi berdasarkan pengaruhnya 32 Ahmad Khamarudin, Dasar-dasarManajemen Investasi,(Jakarta, Rineka Cipta), 1996, hlm. 2

18 Investasi menurut pengaruhnya merupakan investasi yang didasarkan pada faktor-faktor yang memengaruhi atau tidak berpengaruh dari kegiatan investasi. Investasi berdasarkan pengaruhnya dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut. a. Investasi autonomus (berdiri sendiri) merupakan investasi yang tidak dipengaruhi tingkat pendapatan, bersifat spekulatif. Misalnya, pembelian surat-surat berharga. b. Investasi induced (memengaruhi-menyebabkan) merupakan investasi yang dipengaruhi kenaikan permintaan akan barang dan jasa serta tingkat pendapatan. Misalnya, penghasilan trarisitori, yaitu penghasilan yang didapat selain dari bekerja, seperti bunga dan sebagainya. Teori ini dikembangkan oleh Milton Friedman. 33 C.3 Investasi berdasarkan sumber pembiayaannya Investasi berdasarkan sumber pembiayaannya merupakan investasi yang didasarkan pada asal-usul investasi itu diperoleh. Investasi ini dibagi menjadi dua macam, yaitu: a. Investasi yang bersumber dari modal asing (PMA); dan b. Investasi yang bersumber dari modal dalam negeri (PMDN). Investasi yang bersumber dari modal asing (PMA) merupakan investasi yang bersumber dari pembiayaan luar negeri. Sementara itu, 33 Salim HS dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hlm 37

19 investasi yang bersumber dari modal dalam negeri (PMDN) merupakan investasi yang bersumber dari pembiayaan dalam negeri. 34 C.4 Investasi berdasarkan bentuknya Investasi berdasarkan bentuknya merupakan investasi yang didasarkan pada cara menanamkan investasinya. Investasi cara ini dibagi menjadi dua macam, yaitu: a. Investasi portofolio; dan, b. Investasi langsung. Investasi portofolio ini dilakukan melalui pasar modal dengan instrumen surat berharga, seperti saham dan obligasi. Investasi langsung merupakan bentuk investasi dengan jalan mem-bangun, membeli total, atau mengakuisi perusahaan. 35 Kelebihan penanaman modal asing atau Foreign Direct Investment (FBI) adalah: a. Sifatnya permanen/jangka panjang; b. Memberi andil dalam alih teknologi; c. Memberi andil dalam alih keterampilan; dan d. Membuka lapangan kerja baru. Dampak positif Foreign Direct Investment (FDI) ini adalah membuka lapangan kerja. Dengan adanya investasi, tenaga kerja yang terserap sangat banyak, seperti misalnya penanaman investasi di bidang tambang. Maka, 34 Indonesia, Undang-undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Lembar Negara Nomor 67 Tahun Lihat juga Undang-undang Nomor 11 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.

20 jumlah tenaga kerja yang terserap dalam bidang ini sekitar orang. Sementara itu, untuk menanamkan investasi di bidang pasar modal, jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk itu sangat kecil. 36 D. Bentuk Kerja Sama Penanaman Modal Kehadiran bentuk kerja sama dalam menjalan suatu usaha sangatlah dibutuhkan demi kelangsungan usaha terutama dalam hal penanaman modal, dimana perkembangan kerja sama antara pihak asing dengan negara Indonesia baik dengan pihak pemerintah maupun dengan pihak swasta sangatlah penting. Namun dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tidak mengatur mengenai bentuk kerja sama penanaman modal asing. Bentuk kerja sama tersebut dalam kaitannya dengan penanaman modal dilakukan dalam bentuk joint venture, joint enterprise, kontrak produktion sharing, dan lain-lain, dimana bentuk-bentuk kerja sama tersebut memiliki perbedaan, keunggulan, dan kekurangan masing-masing. D.1 Joint venture Joint venture adalah sebuah kesatuan yang dibentuk antara 2 pihak atau lebih untuk menjalankan aktivitas ekonomi bersama. Pihak-pihak itu setuju untuk berkelompok dengan menyumbang keadilan kepemilikan, dan kemudian saham dalam penerimaan, biaya, dan kontrol perusahaan. 35 Panji Anoraga, Perusahaan Multinasional dan Penanaman Modal Asing. (Semarang:Pustaka Jaya), 1995, hlm Salim HS dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hlm 39

21 Perusahaan ini hanya dapat untuk proyek khusus saja, atau hubungan bisnis yang berkelanjutan seperti perusahaan patungan Sony Ericsson. Ini terbalik dengan persekutuan strategi, yang tak melibatkan taruhan keadilan oleh pesertanya, dan susunannya kurang begitu sulit 37. Suatu joint venture dapat diadakan untuk tujuan-tujuan suatu kegiatan terbatas atau suatu transaksi, tetapi dapay juga digunakan sebagai suatu bentuk hubungan yang lama diantara para pihak. Di dalam bisnis internasional, istilah joint venture digunakan untuk berbagai macam perjanjian antara lain perjanjian produksi bersama, perjanjian bagi hasil, dan kontrak manajemen. Menurut Dhaniswara K. Harjono, 38 bahwa jiont venture adalah kerja sama antara pemilik modal asing dengan pemilik modal nasional semata-mata berdasarkan suatu perjanjian belaka. Dalam arti ini pengertian joint venture tidak saja mencakup suatu kerja sama dimana masing-masing pihak melakukan penyetoran yang lebih longgar, yang kurang permanen sifatnya, serta tidak harus melibatkan partisipasi modal seperti technical assistance agreement, license agreement, dan lain-lain. D.2 Joint enterprise Joint enterprise adalah suatu perusahaan yang berbentuk badan hukum antara pemilik modal asing dan pemilik modal nasional. Joint enterprise merupakan modal yang dinyatakan dalam valuta asing. Kerja sama dalam bentuk joint enterprise merupakan suatu bentuk kerja sama antara pemilik 37 Diakses pada tanggal 27 Juli 2010

22 modal asing dengan pemilik modal nasional yang dituangkan dalam badan hukum Indonesia. Bentuk kerja sama joint enterprise bukan saja disukai oleh penanam modal asing, tetapi juga oleh pemerintah. Hal ini karena disebabkan beberapa faktor, yaitu sebagai berikut: a. Setiap usaha di Indonesia memerlukan rupiah untuk pembayaran barang-barang yang lebih murah dan mudah diperoleh di Indonesia. Juga untuk pembayaran gaji pegawainya dan lain-lain; b. Penanaman modal asing tidak perlu menanamkan modal dalam bentuk valuta asing, tetapi modal asing tersebut dapat berbentuk mesin-mesin atau hasil lain dari produksi penanaman modal asing tersebut; c. Dengan bekerja sama dengan pengusaha nasional, apalagi yang telah lama berpengalaman di Indonesia, penanaman modal asing dapat mengecilkan resiko sekecil-kecilnya sehingga sebenarnya penanaman modal di Indonesia lebih merupakan pemberian kredit daripada penanaman modal asing yang langsung. D.3 Kontrak karya Kontrak karya merupakan terjemahan dari kata work of contract. Ismail Sunny mengartikan kontrak karya adalah kerja sama modal asing dalam bentuk kontrak karya terjadi apabila penanaman modal asing membentuk satu 38 Dhaniswara K. Harjono, Op.Cit., hlm. 161

23 badan hukum Indonesia dan badan hukum ini mengadakan kerjasama dengan satu badan hukum yang menggunakan modal nasional 39. Kontrak karya diatur dalam UU No. 11 Tahun 1967 tentang pertambangan dimana sebelumnya dimulai oleh UU No. 1 Tahun 1967 tentang penanaman modal asing yang menjadi pintu masuk inverstor asing untuk menanamkan modalnya dalam bisnis pertambangan. Dalam pasal 8 Undang-undang No. 1 tahun 1967 disebutkan bahwa penanaman modal asing di bidang pertambangan didasarkan pada suatu kerjasama dengan pemerintah atas dasar kontrak karya atau bentuk lain sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. Kontrak karya merupakan perjanjian innomirat yaitu perjanjian yang pengaturannya tidak diatur dalam KUHPerdata. Karena kontrak karya adalah perjanjian khusus yang ketentuaanya merujuk pada pasal 1338 KUHPerdata, yang terkenal dengan asas kebebasan berkontrak. Dimana dalam pasal 1338 KUHPerdata para pihak yang sepakat untuk mengikatkan dirinya dalam perjanjian, maka perjanjian tersebut menjadi hukum dan mengikat bagi para pihak yang menandatanganiny, Tetapi dibatasi oleh pasal 1320 KUHPerdata. D.4 Kontrak production sharing Kontrak Production Sharing adalah suatu bentuk kerja sama berupa perolehan kredit dari pihak asing yang pembayarannya termasuk bunganya dilakukan dilakukan dari hasil produksi perusahaan yang bersangkutan, yang 39 diakses tanggal

24 biasanya dikaitkan dengan suatu ketentuan mengenai kewajiban perusahaan indonesia tersebut untuk mengeksport hasilnya ke negara pemberi kredit 40. Kontrak Production Sharing diberikan untuk mencari dan mengembangkan cadangan hidrokarbon di area tertentu sebelum berproduksi secara komersial. Kontaka ini berlaku untuk beberapa tahun tergantung pada syarat kontrak, tergantung penemuan minyak dan gas dalam jumlah komersial dalam suatu periode tertentu, meskipun pada umumnya periode ini dapat diperpanjang melalui perjanjian antara kontraktor dan Kementrian ESDM cc. Ditjen Migas. Kontraktor pada umumnya diwajibkan untuk menyerahkan kembali persentase tertentu dari area kontrak pada tanggal tertentu, kecuali jika area tersebut terkait dengan permukaan lapangan dimana telah ditemukan minyak dan gas 41. Bentuk kerja sama ini telah diterapkan oleh PT Pertamina berdasarkan PP No. 35 Tahun 1994 tentang Syarat-syarat dan Pedoman Kerja Sama Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi. Kontrak Production Sharing ini dilakukan dengan Prinsip-prinsip sebagai berikut a. Manajemen di tangan Pertamina. b. Kontraktor menyediakan semua dana, teknologi, dan keahlian. c. Kontraktor menanggung semua risiko finansial. d. Besarnya bagi hasil ditentukan atas dasar tingkat produksi. e. Berakunya hukum Indonesia. 42 : 27 Juli Dhaniswara K. Harjono, Op.Cit., hlm diakses pada 28 Juli Dhaniswara K. Harjono, Op.Cit., hlm. 171

25 f. Peralatan yang dibeli kontraktor menjadi milik Pertamina. g. Jangka waktu kontrak maksimal 30 tahun dengan perpanjangan selama 20 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. yang kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonominya. Untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonominya. Untuk dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia mempunyai keinginan yang kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonominya. Untuk dapat mewujudkannya terdapat berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penanaman modal juga harus sejalan dengan perubahan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penanaman modal juga harus sejalan dengan perubahan perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan penanaman modal merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Lebih terperinci

Universitas Indonesia. Pemberian hak..., Dyah Ayu Grashinta, FH UI, 2010.

Universitas Indonesia. Pemberian hak..., Dyah Ayu Grashinta, FH UI, 2010. 10 BAB II PEMBERIAN HAK PAKAI ATAS TANAH HAK MILIK SEBAGAI ALTERNATIF BAGI WARGA NEGARA ASING UNTUK MEMILIKI RUMAH TINGGAL DI INDONESIA DALAM MENUNJANG KEPENTINGAN INVESTASI A. Peranan Warga Negara Asing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan guna

Lebih terperinci

KONSEP PENANAMAN MODAL MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis. Dosen Pengampu: Ahmad Munir, SH., MH.

KONSEP PENANAMAN MODAL MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis. Dosen Pengampu: Ahmad Munir, SH., MH. KONSEP PENANAMAN MODAL MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis Dosen Pengampu: Ahmad Munir, SH., MH. Oleh: Eka Yatimatul Fitriyah (15053005) M. Bagus Bahtian (15053016)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi hal yang wajar apabila perkembangan peradaban manusia membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era perdagangan global yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia selalu mengalami perjalanan yang berfluktuasi, minyak dan gas alam yang selama ini menjadi mesin pertumbuhan, harganya dipasar internasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG INVESTASI ASING DI BIDANG PARIWISATA. sejak tahun Pada saat itu dikeluarkan Undang-Undang No.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG INVESTASI ASING DI BIDANG PARIWISATA. sejak tahun Pada saat itu dikeluarkan Undang-Undang No. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG INVESTASI ASING DI BIDANG PARIWISATA 2. 1 Pengertian dari Investasi, Investor dan Modal Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, dimana dalam perkembangannya memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tersebut agar terlaksananya tujuan dan cita-cita bangsa

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tersebut agar terlaksananya tujuan dan cita-cita bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu rangkaian yang terencana menuju keadaan ke arah yang lebih baik. Tahun 1969 pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia mulai melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL JAKARTA

Lebih terperinci

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA Definisi Krisis ekonomi : Suatu kondisi dimana perekonomian suatu negara mengalami penurunan akibat krisis keuangan Krisis keuangan/ moneter

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN

Lebih terperinci

HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL Oleh : Melya Sarah Yoseva I Ketut Westra A.A Sri Indrawati Hukum Bisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Investasi atau penanaman modal merupakan instrumen penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang ada di suatu negara atau wilayah. Karena pada dasarnya, investasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Sampul Depan. 1. Daftar Isi Bab I : Pendahuluan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Pengertian...

DAFTAR ISI. Sampul Depan. 1. Daftar Isi Bab I : Pendahuluan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Pengertian... DAFTAR ISI Sampul Depan. 1 Daftar Isi...... 2 Bab I : Pendahuluan..... 3 Bab II : pembahasan 1. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) 5 1. Pengertian....... 5 2. Latar Belakang PMDN... 5 3. Faktor Faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, 1 Menimbang : PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, a. bahwa dalam rangka memacu pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Pada posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMEBERIAN INSENTIF DAN PEMEBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KONAWE SELATAN i! DITERBITKAN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda indonesia pada tahun 1998 menunjukkan nilai yang positif, akan tetapi pertumbuhannya rata-rata per

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan demi menciptakan masyarakat yang makmur, yang dimana akan diwujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Hendrik Budi Untung (2010: 48), mengingat akan begitu besarnya peran

I. PENDAHULUAN. Menurut Hendrik Budi Untung (2010: 48), mengingat akan begitu besarnya peran 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan guna

Lebih terperinci

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mekanisme WTO (World Trade Organizations) dengan bentuk salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dan mekanisme WTO (World Trade Organizations) dengan bentuk salah satu 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perdagangan internasional dipengaruhi oleh sistem, ketentuan dan mekanisme WTO (World Trade Organizations) dengan bentuk salah satu aturan main adalah

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR Menimbang Mengingat SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DASAR PEMERINTAH TERHADAP INVESTOR ASING DAN DOMESTIK BERDASARKAN UNDANG - UNDANG NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

BAB II KEBIJAKAN DASAR PEMERINTAH TERHADAP INVESTOR ASING DAN DOMESTIK BERDASARKAN UNDANG - UNDANG NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL BAB II KEBIJAKAN DASAR PEMERINTAH TERHADAP INVESTOR ASING DAN DOMESTIK BERDASARKAN UNDANG - UNDANG NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL A. Kebutuhan Indonesia Terhadap Penanaman Modal Asing Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

QANUN ACEH NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, QANUN ACEH NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi Aceh guna mewujudkan

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi Aceh

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang paling umum adalah berupa perdagangan atau transaksi barang.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang paling umum adalah berupa perdagangan atau transaksi barang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hubungan ekonomi antarbangsa dan lintas wilayah negara sudah berlangsung selama berabad-abad. Di masa lampau, bentuk hubungan ekonomi yang paling umum adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak sumber daya alam dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak sumber daya alam dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak sumber daya alam dan termasuk sebagai salah satu negara berkembang di dunia membutuhkan dana untuk mendukung pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH

Lebih terperinci

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008 Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008 Muhammad Lutfi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH REPUBLIK ITALIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL (Keputusan Presiden Nomor 60 Tahun 1994 Tanggal

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG FASILITASI PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPPRES 60/1994, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH REPUBLIK ITALIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Adanya modal dalam sebuah perusahaan menjamin berlangsungnya proses

Lebih terperinci

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F 0102058 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam menyelenggarakan pemerintahan, suatu negara memerlukan

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. boleh dikatakan stabil selama lebih kurang tiga puluh tahun tiba-tiba harus. langsung berdampak pada perekonomian dalam negeri.

BAB I PENDAHULUAN. boleh dikatakan stabil selama lebih kurang tiga puluh tahun tiba-tiba harus. langsung berdampak pada perekonomian dalam negeri. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Nyaris tidak ada satu orang pun yang mengira kalau negara kita akan diterpa krisis ekonomi hingga separah ini. Perekonomian Indonesia yang boleh dikatakan stabil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENANAMAN MODAL ASING. 2.1 Pengertian Penanaman Modal dan Penanaman Modal Asing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENANAMAN MODAL ASING. 2.1 Pengertian Penanaman Modal dan Penanaman Modal Asing 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENANAMAN MODAL ASING 2.1 Pengertian Penanaman Modal dan Penanaman Modal Asing 2.1.1 Pengertian Penanaman Modal Istilah penanamam modal adalah sebuah istilah yang berasal

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BAB II PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA DAN PENGATURANNYA. A. Sejarah, Latar Belakang, dan Undang-undang tentang Penanaman Modal Asing

BAB II PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA DAN PENGATURANNYA. A. Sejarah, Latar Belakang, dan Undang-undang tentang Penanaman Modal Asing BAB II PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA DAN PENGATURANNYA A. Sejarah, Latar Belakang, dan Undang-undang tentang Penanaman Modal Asing Dengan melihat kembali sejarah perjalanan bangsa Indonesia, dapat

Lebih terperinci

*46879 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 6 TAHUN 1997 (6/1997)

*46879 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 6 TAHUN 1997 (6/1997) Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 6/1997, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS DEMOKRATIK SRI LANKA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA DI BIDANG PENANAMAN MODAL ANTARA PEMERINTAH DAN PENANAM MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan galian itu, meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi ( Migas ), batubara,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1993 TENTANG KETENTUAN POKOK PERJANJIAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA ANTARA PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID Oleh : Aldo Rico Geraldi Ni Luh Gede Astariyani Dosen Bagian Hukum Tata Negara ABSTRACT This writing aims to explain the procedure

Lebih terperinci

TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL JOINT VENTURE AGREEMENT

TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL JOINT VENTURE AGREEMENT BAHAN KULIAH TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL JOINT VENTURE AGREEMENT Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 KETENTUAN HUKUM TENTANG USAHA PATUNGAN

Lebih terperinci

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.9, 2016 EKONOMI. Penjaminan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5835) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

2015, No.73 2 e. bahwa sehubungan dengan huruf a sampai dengan huruf d diatas diperlukan penyesuaian terhadap ketentuan tentang Kewajiban Penyediaan M

2015, No.73 2 e. bahwa sehubungan dengan huruf a sampai dengan huruf d diatas diperlukan penyesuaian terhadap ketentuan tentang Kewajiban Penyediaan M No.73, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Modal Minimum. Modal Inti Minimum. Bank. Perkreditan Rakyat. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5686) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas sehingga terkait satu sama lain. Aliran dana bebas keluar masuk dari satu negara ke negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan rangkaian kegiatan yang terencana menuju keadaan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik daripada kondisi yang lalu (Tanuwidjaya,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN MODAL DASAR PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN MODAL DASAR PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN MODAL DASAR PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam meningkatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan salah satu tolak ukur untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan salah satu tolak ukur untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan salah satu tolak ukur untuk mengetahui apakah suatu negera tersebut memiliki perekonomian yang baik (perekonomiannya meningkat)

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

sektor investasi dalam negeri, namun peningkatan dari sisi penanaman modal asing mampu menutupi angka negatif tersebut dan menghasilkan akumulasi

sektor investasi dalam negeri, namun peningkatan dari sisi penanaman modal asing mampu menutupi angka negatif tersebut dan menghasilkan akumulasi BAB V KESIMPULAN Provinsi NTB merupakan daerah yang menjanjikan bagi investasi termasuk investasi asing karena kekayaan alam dan sumber daya daerahnya yang melimpah. Provinsi NTB dikenal umum sebagai provinsi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... i iii iv vi vii BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF... I-1 A. PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003... I-1 B. TANTANGAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perjalanan menuju negara maju, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar disebabkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perencanaan Wilayah Adanya otonomi daerah membuat pemerintah daerah berhak untuk membangun wilayahnya sendiri. Pembangunan yang baik tentunya adalah pembangunan yang terencana.

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Prosedur.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Prosedur. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.507, 2009 BKPM. Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Prosedur. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN, PEMBINAAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2009 Ekonomi. Lembaga. Pembiayaan. Ekspor. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 21 TAHUN 1993 TENTANG KETENTUAN POKOK PERJANJIAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA ANTARA PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM DAN PERUSAHAAN

Lebih terperinci

RESENSI BUKU. : Investor-State Arbitration. Rubins, Borzu Sabahi. Judul. Penulis buku : Christopher F. Dugan, Don Wallace, Jr., Noah D.

RESENSI BUKU. : Investor-State Arbitration. Rubins, Borzu Sabahi. Judul. Penulis buku : Christopher F. Dugan, Don Wallace, Jr., Noah D. RESENSI BUKU Judul : Investor-State Arbitration Penulis buku : Christopher F. Dugan, Don Wallace, Jr., Noah D. Rubins, Borzu Sabahi Penerbit : Oxford University Press Bahasa : Inggris Jumlah halaman :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara langsung maupun

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.36, 2017 KEUANGAN OJK. Investasi Kolektif. Multi Aset. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6024) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA

PEREKONOMIAN INDONESIA Modul ke: PEREKONOMIAN INDONESIA Sejarah Perekenomian Indonesia Periode Orde Baru Fakultas FEB Sitti Rakhman, SP., MM. Program Studi Manajemen Latar belakang lahirnya Orde Baru Terjadinya peristiwa Gerakan

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PRESS CONFERENCE TENTANG KEBIJAKAN TAX HOLIDAY PMK 159/PMK.010/2015 JAKARTA, 27 AGUSTUS 2015

BAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PRESS CONFERENCE TENTANG KEBIJAKAN TAX HOLIDAY PMK 159/PMK.010/2015 JAKARTA, 27 AGUSTUS 2015 BAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PRESS CONFERENCE TENTANG KEBIJAKAN TAX HOLIDAY PMK 159/PMK.010/2015 JAKARTA, 27 AGUSTUS 2015 1. Fasilitas Tax Holiday adalah fasilitas pembebasan dan pengurangan Pajak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 1/2015 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akumulasi modal yang diperlukan untuk pembangunan perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. akumulasi modal yang diperlukan untuk pembangunan perekonomian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Investasi merupakan salah satu kunci dalam setiap pembicaraan tentang pertumbuhan ekonomi. Menurut penggunaannya investasi diartikan sebagai pembentukan modal

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2009 No. Urut: 05 LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci