BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Material komposit adalah material yang terbuat dari dua bahan atau lebih yang tetap terpisah dan berbeda dalam level makroskopik selagi membentuk komponen tunggal. Bahan komposit (atau komposit) adalah suatu jenis bahan baru hasil rekayasa yang terdiri dari dua atau lebih bahan dimana sifat masingmasing bahan berbeda satu sama lainnya baik itu sifat kimia maupun fisiknya dan tetap terpisah dari hasil akhir bahan tersebut (bahan komposit). Karena karakteristik pembentuknya berbeda-beda maka akan diperoleh suatu material baru yang lebih baik dari material pembentuknya. Material pembentuk komposit ada 2 yaitu penguat (reinforcement) dan pengikat (matriks). Sifat komposit bahan sangat dipengaruhi oleh sifat dan distribusi unsur penyusunnya, serta interaksi antara keduanya. Parameter yang lain yaitu bentuk, ukuran orientasi dan distribusi dari penguat dan sifat-sifat matriksnya. (Kartini, dkk. 2002). Batang pisang merupakan limbah dari tanaman pisang yang telah ditebang untuk diambil buahnya dan merupakan limbah pertanian potensil yang belum banyak pemanfaatannya. Beberapa penelitian telah mencoba untuk memanfaatkannya antara lain untuk papan partikel dan papan serat (Rahman, 2006). Serat batang pisang merupakan jenis serat yang berkualitas baik, dan merupakan salah satu bahan potensial alternatif yang dapat digunakan sebagai filler pada pembuatan komposit polivinil klorida atau biasa disingkat PVC. Batang pisang sebagai limbah dapat dimanfaatkan menjadi sumber serat agar mempunyai nilai ekonomis. (Rahman, 2006) menyatakan bahwa perbandingan bobot segar antara batang, daun, dan buah pisang berturut-turut 63, 14, dan 23%. Batang pisang memiliki bobot jenis 0,29 g/cm 3 dengan ukuran panjang serat 4,20 5,46 mm dan kandungan lignin 33,51% (Syafrudin, 2004). Rahman (2010) melakukan penelitian untuk fraksi volume serat nanas dan perlakuan larutan alkali 5% perbandingan selama 0, 2, 4, 6, dan 8 jam. Kekuatan impak meningkat secara linear seiring dengan penambahan fraksi volume serat 1

2 2 kekuatan impak komposit dengan kandungan serat 34,44 % dan 39,85% sama, adalah sebesar 0,0046 J/mm 2. Hasil menunjukan bahwa kekuatan impak komposit optimum pada fraksi volume sekitar 35%. Semakin lama waktu perlakuan alkali 5% NaOH akan meningkatkan energi patah dan kekuatan impak sampai waktu 6 jam, yaitu sebesar 0,0055 J/mm 2. Kekuatan impak terendah terjadi pada spesimen dengan serat yang mengalami 8 jam perlakuan alkali, adalah sebesar 0,0044 J/mm 2. Mengemukakan bahwa komposit serat pisang-poliester memiliki kekuatan lentur dan modulus elastisitas yang lebih tinggi, karena peningkatan serat interaksi matrik. Komposit serat pisang-epoxy menghasilkan kekuatan lentur sebesar 34,99 MPa dan kuat tekan sebesar 122,11 MPa dengan perlakuan alkali, sedangkan komposit serat pisang-poliester menghasilkan kekuatan lentur sebesar MPa dan kuat tekan sebesar 123,28 MPa dengan perlakuan yang sama. (Lina, dkk 2007). Rendi (2014) mendeskripsikan kekuatan tarik komposit serat batang pisang yang dicuci dengan 2% kalium permangat per 1 liter aquades selama 2 jam bermatrikyukalac 157 BQTN. Hasil yang diperoleh dalam pengujian tarik pada temperatur uji semakin tinggi kekuatan tarik akan turun, dari 40,379 menjadi 19,746 N/mm 2. Batang pisang merupakan bahan berpori yang dapat digunakan sebagai peredam suara, batang pisang merupakan limbah pertanian yang belum banyak dimanfaatkan. Sekarang ini serat batang pisang mulai diperhatikan oleh peneliti sebagai serat pakaian dan juga kertas, namun pemanfaatannya belum optimal. Selain itu juga banyak dimanfaatkan sebagai pintalan benang untuk kain rajut, interior mobil, furniture, dan kontruski ringan. Hal ini berarti, jika limbah batang pisang bisa termanfaatkan dengan baik, maka masalah limbah menjadi berkurang. Menurut (Nuranni, 2012) batang pisang memiliki berat jenis 0,29 gram/ cm3 dengan ukuran panjang serat 4,2-5,46 mm dan kandungan lignin 33,51%. Salah satu upaya untuk mengurangi polusi suara/tingkat kebisingan didalam gedung, sekolah-sekolah dapat dilakukan dengan menggunakan bahan peredam suara atau material akustik, yaitu material yang bersifat menyerap atau meredam bunyi sehingga kebisingan dapat berkurang (Nurdiana & Isranuri, 2011). Bahan peredam suara atau bahan akustik adalah bahan khusus yang dibuat

3 untuk fungsi menyerap bunyi pada frekuensi tertentu. Material yang bersifat lembut, berpori dan berserat diyakini mampu menyerap energi suara yang mengenainya. Dari ketiga bahan tersebut, dewasa ini sedang dikembangkan bahan berserat seperti serat batang pisang. 2.2 Landasan Teori Komposit Material struktur dapat dikelompokan menjadi empat dasar diantaranya : logam, polimer, keramik, dan komposit. Komposit yaitu kombinasi antara dua atau lebih dari tiga komponen yang berbeda yang tidak larut satu dengan yang lain dan memiliki sejumlah sifat yang tidak mungkin di miliki oleh masing-masing komponennya (Schwartz,1984)

4 Klasifikasi material berdasarkan pada kemiripan karakteristiknya, kondisi proses produksinya, struktur mikronya, sifat-sifatnya, dan pemakaiannya: Material untuk Rekayasa Struktur Logam dan paduannya: Besi, baja, dan paduannya Aluminium dan paduannya Tembaga dan paduannya Nikel dan paduannya Titanium dan paduannya Magnesium Emas dan paduannya Keramik dan kada: Silikon karbida Silikon nitrida Silika Magnesia Alumina Semen Portland Polimer dan elastomer: Epoksi Poliester Phenolik Poliamida Poliethilin Polisulfon Polietherether keton Polivinil-chlorida Karet alam Komposit: Komposit bermatrik polymer (PMCs) Komposit bermatrik keramic (CMCs) Komposit bermatrik logam (MMCs) Komposit karbon/karbon (CCCs) Perak dan paduannya Gambar 2.1. Ringkasan pengelompokan material untuk rekayasa struktur (Disarikan dari referensi (Ashby, 1999, h.21-22), (Mazumdar, 2002, h.1-4)) Klasifikasi Komposit Menurut (Jones, 1975) komposit diklasifikasikan menjadi tiga macam diantaranya : Komposit serat (fibrous Composite), komposit partikel (particulate Composites), komposit lapis (Laminates Composites) Komposit Serat (Fibrous Composite) Merupakan jenis komposit yang paling banyak dipakai untuk struktur. Jenis ini disebabkan karena serat-serat lebih kuat dari pada penguat partikel. Komposit serat terdiri dari serat sebagai bahan penguat dan matrik sebagai bahan pengikat, pengisi volume dan pelindung serat-serat untuk mengantarkan gaya atau beban antara serat serat. Kekuatan komposit serat di tentukan oleh aktifitas ikatan

5 kimia atau ikatan mekaniknya. Ikatan yang kurang baik antara serat dan matrik dapat mengakibatkan kegagalan (Schwartz, 1984) Lamina yaitu kumpulan beberapa serat satu arah uniderectional atau woven berbentuk pelat yang sudah dicampur dalam matriks. Sebuah lamina biasanya terlalu tipis untuk digunakan langsung dalam aplikasi engineering. Beberapa lamina dapat disatukan bersama-sama menjadi suatu struktur yang diberi nama laminat. Sifat serta orientasi lamina dalam suatu laminat yang dipilih untuk bisa memenuhi persyaratan desain. Sifat-sifat laminat ditentukan oleh sifat lamina penyusunnya Komposit Partikel (particulate Composites) Komposit partikel adalah komposit yang menggunakan partikel serbuk sebagai penguatnya dan terserap secara merata dalam matriknya. Komposit jenis ini biasanya memiliki bahan penguat yang dimensinya kurang lebih sama, seperti bulat serpih, balok, serta bentuk-bentuk lainnya yang memiliki sumbu hampir sama, yang sering disebut partikel, dan bisa terbuat dari satu atau lebih material yang dicampur dalam suatu matrik dengan material yang berbeda. Partikel biasanya logam atau non logam, seperti jenis matriks. Selain itu ada pula polimer yang memiliki partikel yang hanya bisa untuk memperbesar volume material dan bukan untuk kepentingan sebagai bahan penguat (Jones, 1975) Komposit Lapis (laminates Composites) Komposit lapis yaitu jenis komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabung menjadi satu dan setiap lapisnya mengandung karakteristik sifat sendiri. Laminat merupakan pelat yang terdiri dari dua atau lebih lapisan lamina yang dibentuk bersama membentuk struktur integral. Laminat dibuat agar elemen struktur mampu menahan beban multiaksial, sesuatu yang tidak dapat dicapai dengan lapisan tunggal hanya kuat pada arah seratnya, tetapi sangat lemah pada arah tegak lurus arah seratnya. Dalam hal ini lapisan tunggal hanya cocok untuk beban uniaksial, sedangkan untuk menahan beban multiaksial, lapisan tersebut harus digabung dengan lapisan lain yang berbeda arah dengan lapisan yang utama. Dalam hal ini lapisan dibentuk dari komposit serat dan disusun dalam berbagai

6 orientasi serat. Komposit jenis ini biasanya dipakai untuk panel sayap pesawat dan badan pesawat (Jones, 1975) Aspek Geometri Secara garis besar bahan komposit yang digunakan dapat diklasifikasikan berdasarkan geometri dan jenis seratnya. Karena sifat-sifat kimia suatu bahan komposit tergantung pada geometri dan jenis seratnya. Selain itu menempatkan serat juga harus mempertimbangkan aspek arah, distribusi serat atau fraksi volumenya sehingga nantinya dapat dihasilkan material komposit yang berkekuatan tinggi. Penggabungan antara matrik dan serat harus memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi performa Fiber Matrik Composite antara lain : a. Faktor Serat Serat yaitu bahan pengisi matrik yang digunakan untuk dapat memperbaiki sifat dan struktur matrik yang tidak dimilikinya, juga diharapkan mampu menghasilkan bahan penguat matrik pada komposit untuk menahan gaya yang terjadi. b. Letak Serat Dalam pembuatan komposit tata letak dan arah serat dalam matrik menentukan kekuatan komposit, dimana letak dan arah dapat mempengaruhi kinerja komposit tersebut. c. Panjang Serat Panjang serat dalam proses pembuatan komposit serat pada matrik sangat berpengaruh terhadap kekuatan. Penggunaan serat dalam campuran komposit ditentukan oleh serat pendek dan serat panjang. Serat panjang lebih kuat dibanding serat pendek. Serat alami jika dibandingkan dengan serat sintetis mempunyai panjang dan diameter yang tidak seragam pada setiap jenisnya. Panjang dan diameter sangat berpengaruh pada kekuatan maupun modulus komposit. Pada suatu struktur continus fiber yang ideal, serat akan bebas tegangan atau memiliki tegangan yang sama. Selama fabrikasi, beberapa serat akan menerima tegangan yang tinggi dan yang lain tidak terkena tegangan sehingga keadaan di atas tidak dapat tercapai (Schwartz, 1984)

7 d. Bentuk serat Bentuk serat yang digunakan dalam pembuatan komposit tidak begitu mempengaruhi kekuatanya, yang mempengaruhi adalah diameter serat. Pada umumnya, semakin kecil diameter serat maka akan menghasilkan kekuataan komposit yang lebih tinggi serta semakin kecil kemungkinan terjadinya ketidak sempurnaan pada material. Selain bentuknya kandungan seratnya juga mempengaruhi kekuataan material komposit (Schwartz, 1984). e. Fraksi Volume Serat (V f ) Fraksi volume bagian dari suatu material atau kandungan dalam suatu bahan. Pada umumnya, semakin besar fraksi V f material penguat yang digunakan, akan memperbaiki sifat-sifat suatu material komposit. Untuk suatu lamina unidirectional dengan serat kontinyu dan jarak antar serat yang sama, serta direkatkan secara baik oleh matrik (Gibson, 1994). 2.3 Material Pembentuk Komposit FRP (fiber reinforced plastik) Serat Komposit ini mengunakkan serat sebagai penguatnya. Serat yang dipakai bisa berupa glass fibers, carbon fibers, aramid fibers (poly aramide). Serat ini bisa disusun secara acak, lurus maupun dengan anyaman. Perbandingan antara panjang dengan diameter serat disebut sebagai rasio aspek. Semakin baik rasio aspeknya maka kekuatan dan kekakuan komposit akan semakin besar atau baik. Serat bagian material penguat pada komposit dan berfungsi sebagai bahan penahan beban paling utama. Jumlah serat, orientasi serat, panjang serat, model atau bentuk serat dan komposisi serat merupakan faktor yang paling penting untuk menentukan kekuatan komposit serat. Semakin banyak serat yang dikandung dalam komposit, kekuatan (strength) semakin besar (Schwarts, 1984) Macam-macam Serat Serat secara umum terdiri dari dua jenis, diantaranya : serat sintetis dan serat alami. Serat sintetis yaitu serat yang terbuat dari bahan-bahan organik dengan komposisi kimia tertentu. Serat sintetis memiliki beberapa kelebihan yaitu: sifat dan ukuran yang relatif sama, kekuatan serat dapat diupayakan sama

8 disepanjang serat. Serat sintetis yang sering banyak digunakan antara lain: serat gelas, serat karbon, serat optik, serat nylon dan lain-lainnya (Jones, 1975). Serat alami merupakan serat yang dapat langsung didapat dari alam, biasanya berupa serat organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan binatang. Serat ini telah banyak digunakan, diantaranya yaitu aren, rami, ijuk, serat pelepah pisang dan lain-lainya. Serat alami memiliki kelemahan yaitu ukuran serat tidak seragam, kekuatan serat sangat dipengaruhi oleh usia (Schwartz, 1984). Kualitas serat alami pada umumnya sangat tergantung pada usia pohon, tempat menanam dan waktu, prosedur pemisahan serat dengan batang atau unsur bukan serat dan perlakuan yang diberikan. Pada Tabel 2.1 disebutkan komposisi kimia beberapa serat alam. Tabel Komposisi unsur kimia serat alam Serat Selulosa (%) Hemiselulosa (%) Lignin (%) Kadar air (%) Pisang Sabut kelapa 43 < Flax Jute ,5 Rami ,5 5-6 Sisal Sun hemp Cotton Sumber : Building Material and Tecnology Promotion Council (1998) Serat-serat diatas pada umumya dilakukan dengan cara melarutkan lignin atau bahan pengikat serat dengan cara merendam dalam air selama beberapa hari atau menggunakan bahan alkali pada umumnya larutan sampai dengan 15% NaOH pada 160 o C- 180 o C selama sampai dengan kurang dari satu jam (Pickering dkk, 2007), sehingga tersisa seratnya. Serat tersebut kemudian disisir dan dicuci sehingga relatif bersih dari unsur bukan serat. Bentuk penampang lintang serat alam pada umumnya tidak benar-benar bulat, namun ada unsur kelonjongan.

9 2.3.3 Serat Pelepah Pisang Pelepah pisang itu sering sekali diremehkan oleh sebagian orang dan dianggap sebagai limbah dari pohon pisang dan keberadaan pelepah pisang yang melimpah dan cenderung menimbulkan polusi lingkungan seperti merusak pemandangan ataupun sebagai sarang larva serangga. Namun hal ini dapat ditangani dengan mengolahnya menjadi barang-barang yang bermanfaat. Iklim tropis yang sesuai serta kondisi tanah yang banyak mengandung humus memungkinkan tanaman pisang tersebar di Indonesia. Pelepah pisang dapat didaur ulang menjadi berbagai barang yang bermanfaat yaitu seperti pulp, media tanam, kerajinan tangan, hiasan bahan kerajinan lainnya, sebagai ganti cat untuk melukis, dan lain-lain. Serat batang pisang merupakan jenis serat yang berkualitas tinggi, dan memiliki bahan potensial alternatif yang dapat digunakan sebagai filler pada pembuatan komposit polivinil klorida atau biasa disingkat PVC. Batang pisang sebagai limbah dapat digunakan menjadi sumber serat supaya mempunyai nilai ekonomis. Rahman (2006) menyatakan bahwa perbandingan bobot segar antara batang, daun, dan buah pisang berturut-turut 63, 14, dan 23%. Batang pisang memiliki bobot jenis 0,293 g/cm dengan ukuran panjang serat 4,20 5,46 mm serta kandungan lignin 33,51% (Syafrudin, 2004). Pada pemanfaatan serat batang pisang perlu ada perlakuan sebelum serat batang pisang dicampur dengan bahan lain. Dengan menggunakan alkali (NaOH) diharapkan dapat berpengaruh terhadap komposit yang dihasilkan, karena fungsi alkali dapat menghilangkan lignin yang ada (Muiz, 2005). Ketersediaan bahan baku kayu di alam mulai berkurang, maka tidak menutup kemungkinan dikembangkan menjadi produk papan komposit dari limbah pertanian (agrobased- composite) dengan kualitas yang sama dengan bahan baku kayu. Limbah batang pisang salah satu alternatif bahan baku yang murah dan mudah diperoleh Jenis Anyaman Serat Pada Komposit Serat merupakan bahan pengisi matrik yang digunakan untuk dapat memperbaiki sifat dan struktur matrik yang tidak dimilikinya, juga diharapkan mampu menjadi bahan penguat matrik pada komposit untuk menahan beban yang terjadi. Serat sebagai elemen penguat sangat menentukan sifat mekanik komposit karena serat meneruskan gaya yang dihantarkan oleh matrik. Ukuran dan bentuk

10 serta material serat merupakan faktor yang mempengaruhi property mekanik dari lamina (Gibson, 1994). Serat alam yang dikolaborasikan dengan resin sebagai matrik akan dapat menghasilkan komposit alternatif yang salah satunya bermanfaat untuk aplikasi material industri. Dengan variasi lebar anyaman serat tersebut diharapkan mampu menghasilkan properti mekanik komposit yang maksimal untuk menyongsong pemanfaatan komposit alternatif. Anyaman yaitu salah satu komponen pembentuk komposit yang sangat berperan dalam kekuatannya karena dinilai lebih baik dalam struktur mikronya dan penggabungan dengan matriks. Anyaman dibuat dari serat dengan memasang serat pada dua arah tegak lurus, salah satu seratnya melengkung ke atas dan ke bawah mengikuti suatu garis yang telah ditentukan pada cetakan. Kebanyakan jenis serat bisa dianyam. Membuat anyaman bisa menggunakan alat anyam khusus yang telah dimodifikasi, alat yang biasa digunakan dalam industri tekstil. Anyaman dibuat dengan ukuran, lebar sekitar 120 cm, dan panjang tak terbatas. Sebagai suatu alternative anyaman mempunyai kelebihan lebih elasitas. 2.4 Matriks Jenis-jenis matrik Matrik berfungsi sebagai penyambung serat dari kerusakan atau abrasi yang terjadi antar serat. Matriks dalam komposit berfungsi sebagai berikut : a. Mentransfer tegangan ke serat secara merata. b. Melindungi serat dari gesekan mekanik. c. Memegang serta mempertahankan serat pada posisinya. d. Melindungi dari lingkungan yang merugikan. e. Tetap stabil setelah proses manufaktur Poliester Poliester merupakan polimer termosetting yang terbentuk jika disatukan dengan catalyzing agent atau yang biasa disebut dengan hardener. Polyester dikenal karena daya adhesi yang sangat baik, daya tahan panas yang cukup tinggi, serta mempunyai sifat mekanik (Mechanical Properties) dan sifat isolasi listrik yang baik. Polyester telah dipergunakan secara umum oleh masyarakat pada

11 bidang otomotif dan industri. Harga polyester yang relatif murah dengan daya adhesi yang baik menjadi alasan bagi masyarakat untuk menggunakannya sebagai penguat serat (fiber reinforcement) pada fiber glass atau sebagai bagian dari komposit. Sifat listrik lebih baik diantara resin thermoset. Pada umumnya kuat terhadap asam tetapi lemah terhadap alkali. Bila dimasukkan dalam air mendidih untuk waktu yang lama (300 jam), bahan akan pecah dan retak-retak. Bahan ini mudah mengembang dalam pelarut. Kemampuan terhadap cuaca sangat baik. Tahan terhadap kelembaban dan sinar ultra violet bila dibiarkan di luar, tetapi sifat rembus cahaya permukaan rusak dalam beberapa tahun. Secara luas manfaatkan untuk kontruksi sebagai bahan komposit. Sifat-sifat fisik dari bahan resin polyester, diantaranya: a. Retakan baik. b. Tahan terhadap bahan kimia. c. Pengerutan sedikit (saat post curing). Sifat-sifat resin polyester adalah sebagai berikut: a. Temperatur optimal 110 C 140 C. b. Ketahanan dingin adalah baik secara relatif. c. Bila dimasukkan air mendidih untuk waktu yang lama, bahan akan retak atau pecah. d. Kemampuan terhadap cuaca baik. e. Tahan terhadap kelembaban dan sinar Ultra Violet. f. Memiliki titik leleh (Tm) sebesar C Katalis Katalis merupakan bahan yang digunakan untuk memulai dan mempersingkat reaksi curing pada temperatur ruang. Katalis bisa menimbulkan panas saat curing dalam hal ini dapat merusak produk yang dibuat. Katalis yang digunakan sebagai proses curing dalam pembuatan papan yang berasal dari organic proxide seperti methyl ethyl, ketone proxide dan acetyl acetone proxide. Dalam pembuatan bahan komposit, campuran katalis sedikit maka papan serat yang dihasilkan akan lebih kuat bila dibandingkan pada campuran katalisnya banyak.

12 Pada saat proses pencampuran resin polyester tersebut harus ditambahkan dengan suatu katalis, pada penelitian ini katalis digunakan adalah katalis komersial atau pesaran berupa MEKPO (mehtyl ehtyl keton peroksida) yang gunanya sebagai zat curing yakni untuk mempersingkat waktu pengerasan dari resin polyester tersebut. Jumlah katalis MEKPO juga berpengaruh terhadap sifat mekanik komposit yang dihasilkan. 2.5 Perlakuan Alkali (NaOH) Alkali merupakan unsur-unsur golongan 1A dalam tabel unsur, yaitu Li (litium), Na (natrium), K (kalium), Rb (rubidium), Cs (sesium), dan fr (fransium). Fransium merupakan zat radioaktif. Semuanya merupakan unsur logam yang lunak ( mudah diiris dengan pisau ). Pada saat logam dibersihkan, terlihat warna logam putih mengkilap (seperti perak). Disebut logam alkali karena oksidanya mudah larut dalam air dan menghasilkan larutan yang bersifat basa (alkalis). Semua logam alkali sangat reaktif sehingga di alam tidak pernah diperoleh dalam keadaan bebas. NaOH adalah larutan basa yang tergolong cepat larut dalam air dan termasuk basa kuat yang dapat terionisasi dengan sempurna. Menurut teori Arrhenius basa merupakan zat yang dalam air menghasilkan ion OH negatif dan ion positif. Larutan basa memiliki rasa pahit, dan jika mengenai tangan terasa licin (seperti sabun). Sifat licin terhadap kulit itu disebut sifat kaustik basa. Salah satu indikator yang digunakan untuk menunjukan kebasaan adalah lakmus merah. Bila lakmus merah dimasukkan ke dalam larutan basa maka berubah menjadi biru. Penggunaan NaOH selain untuk komposit yaitu : a. Digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu. b. Sebagai larutan Fehling penguji makanan sebagai penguji larutan basa. c. Digunakan sebagai basa pada proses produksi tekstil, air minum, sabun, dan detergen. (Schwartz, 1984). 2.6 Karakteristik Patahan Karakteristik Patahan Pada Material Komposit Patahnya material komposit sering disebabkan oleh deformasi gand, antara lain disebabkan oleh kondisi pembebanan serta struktur mikro komponen

13 pembentuk komposit. Berbagai macam mode deformasi dapat menyebabkan terjadinya kegagalan komposit. Mode gagal operatifnya diantaranya tergantung pada kondisi pembebanan dan struktur mikro sistem komposit tertentu. Yang dimaksud dengan struktur mikro yaitu diameter serat, fraksi volume serat, distribusi serat, dan kerusakan akibat tegangan termal yang dapat terjadi selama fabrikasi atau dalam pemakaiannya. Kenyataan bahwa banyak faktor yang dapat menyebabkan proses retak pada komposit, maka tidaklah mengherankan jika mode gagal yang beragam dapat ditemui pada suatu sistem komposit tertentu (Chawala, 1987) Patah Banyak Pada umumnya, serat dan matrik memiliki besar regangan yang berbeda saat retak. Ketika komponen dengan regangan patah yang lebih kecil retak, misalnya serat atau matrik keramik yang rapuh, maka beban yang semula didistribusikan oleh komponen tersebut akan dialihkan ke komponen lainnya. Bila komponen dengan regangan retak yang lebih tinggi dapat memikul beban tambahan tersebut maka komposit akan menunjukkan retak banyak pada komponen yang rapuh. Wujud fenomena ini adalah bridging serat pada matrik keramik akhirnya; penampang lintang tertentu dari komposit menjadi sedemikian lemah sehingga komposit tidak mampu lagi memikul bebannya dan terjadilah kegagalan (Schwartz, 1984) Patah Tunggal Patah yang disebabkan ketika serat putus akibat beban tarik, matrik mampulagi menahan beban tambahan Patahan terjadi pada satu bidang. Semua serat putus hampir pada satu bidang, maka komposit juga akan patah pada bidang tersebut. Maka serat-seratnya akan putus menjadi potongan-potongan pendek sampai regangan retak matrik tercapai (Schwartz, 1984) Debonding Debonding merupakan lepasnya ikatan pada bidang kontak dengan serat, serat yang terlepas dari ikatan tidak lagi terbungkus oleh resin. Hal ini disebabkan

14 gaya geser pada interface atau gaya tarik antara dua elemen yang saling kontak yang tidak mampu ditahan oleh resin (Schwartz, 1984) Fiber Pull Out Fiber Pull Out yaitu tercabutnya dari matrik yang disebabkan ketika matrik retak akibat beban tarik, kemampuan untuk menahan beban akan segera berkurang namun komposit masih mampu menahan beban yang mampu ditahan menurun. Seiring dengan bertambahnya deformasi, serat akan tercabut dari matrik akibat debonding dan patahnya serat (Schwartz, 1984). 2.7 Ketangguhan Impak Kekuatan material terhadap beban kejut dapat diketahui dengan cara melakukan uji impak. Uji impak yaitu suatu kriteria penting untuk mengetahui kegetasan bahan. Semakin kuat ikatan maka semakin tinggi ketangguhan impaknya. Pada cara jatuhan massa, indentor dengan massa tertentu dijatuhkan secara bebas dari ketinggian tertentu. Pada cara jatuhan massa, indentor dengan massa tertentu dijatuhkan secara bebas dari ketinggian tertentu. Besar energi potensial awal dihitung dan tingkat kerusakan spesimen dan dievaluasi. Besar energi potensial yang dikenakan pada spesimen dapat divariasi dengan mengubah-ubah besar massa, tinggi jatuh, maupun keduanya. Dari beberapa data pengujian diperoleh hubungan antara tingkat penyerapan energi dengan kerusakan yang terjadi. Pengujian impak dapat diidentifikasi yaitu : a. Material yang getas, bentuk patahannya akan bermukaan merata, hal ini menunjukan bahwa material yang getas akan cenderung patah akibat tegangan normal. b. Material yang ulet akan terlihat meruncing, hal ini menunjukan bahwa material yang ulet akan patah akibat tegangan geser. c. Semakin besar posisi sudut β akan semakin getas, demikian sebaliknya. Artinya pada material getas, energy untuk mematahkan material cenderung semakin kecil. Skema Pengujian Impak :

15 a. Pasang unting-unting untuk mengukur ketegakan tiang beban alat uji impak. b. Meletakan spesimen pada pengait dan memastikan bahwa spesimen telah terpasang dengan kuat. c. Menarik pengait bola untuk melepaskan massa agar menghantam spesimen. d. Spesimen yang dipasang pada pengait dilepas, kemudian lihat angka ketinggian bola pada saat jatuh. Energi indentor pada posisi awal dapat dihitung menggunakan persamaan berikut: Ei = m.g (H -W) [2.1] Dimana : Ei = Energi terserap (J) m = Massa bola (kg) g = Percepatan gravitasi (m/s 2 ) H = Ketinggian penurunan dari pelat dasar (m) W = Tebal dari spesimen (m) Untuk total energi impak yang diserap dapat dihitung dengan persamaan berikut : Dimana: Ea = mg (H1-H2).....[2.2] Ea = energi diserap (J) m = Massa bola (kg) g = Percepatan gravitasi (m/s 2 ) H1 = Tinggi awal (m) H2 = tinggi massa (m). Namun, diasumsikan bahwa H2 sangat kecil dan diabaikan (H1 >> H2), dan dengan demikian, energi rebound dapat diabaikan. 2.8 Pengujian Kekuatan Tarik Pengujian tarik untuk mengetahui hasil tegangan, regangan, modulus elastisitas bahan dengan cara menarik spesimen sampai putus. Pengujian tarik dilakukan dengan mesin uji tarik atau dengan universal testing standar. (Standar ASTM D ). Hal-hal yang mempengaruhi kekuatan tarik komposit antara lain : (Surdia, 1995). a. Temperatur

16 Apabila temperatur naik, maka kekuatan tariknya akan turun. b. Kelembaban pengaruh kelembaban ini dapat mengakibatkan bertambahnya absorbsi air, akibatnya akan menaikkan regangan patah, sedangkan tegangan patah dan modulus elastisitasnya menurun. c. Laju Tegangan Apabila laju tegangan kecil, maka perpanjangan bertambah dan mengakibatkan kurva tegangan-regangan menjadi landai, modulus elastisitasnya rendah. Sedangkan kalau laju tegangan tinggi, maka beban patah dan modulus elastisitasnya meningkat tetap regangannya mengecil. Hubungan antara tegangan dan regangan pada beban tarik ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Surdia, 1995): σ = P [2.3] A Dimana : = tegangan tarik (MPa) A = luas penampang (mm 2 ) P = beban tarik maksimum (N) Besarnya regangan adalah jumlah pertambahan panjang karena pembebanan dibandingkan dengan panjang daerah ukur (gage length). Nilai regangan ini adalah regangan proporsional yang didapat dari garis proporsional pada grafik tegangan-tegangan hasil uji tarik komposit. (Surdia, 1995): Dimana : ε = l l 0... [2.4] = regangan (mm/mm) l = perpanjangan (mm) l = panjang awal (mm). Pada daerah proporsional yaitu daerah tegangan regangan yang terjadi masih sebanding, defleksi yang terjadi masih bersifat elastis dan masih berlaku hukum Hooke. Besarnya nilai modulus elastisitas komposit yang juga merupakan perbandingan antara tegangan dan regangan pada daerah proporsional dapat dihitung dengan persamaan (Surdia, 1995): E = σ ε... [2.5]

17 Dimana : E = modulus elastisitas (GPa) = penambahan tegangan tarik (MPa) ε = perubahan regangan (mm/mm) 7

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Material untuk rekayasa struktur terbagi menjadi empat jenis, diantaranya logam, keramik, polimer, dan komposit (Ashby, 1999). Material komposit merupakan alternatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data statistik Kehutanan (2009) bahwa hingga tahun 2009 sesuai dengan ijin usaha yang diberikan, produksi hutan tanaman mencapai 18,95 juta m 3 (HTI)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan material di dunia industri khususnya manufaktur semakin lama semakin meningkat. Material yang memiliki karakteristik tertentu seperti kekuatan, keuletan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. Menurut penelitian Hartanto (2009), serat rami direndam pada NaOH 5%

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. Menurut penelitian Hartanto (2009), serat rami direndam pada NaOH 5% BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Menurut penelitian Hartanto (2009), serat rami direndam pada NaOH 5% selama 2 jam, 4 jam, 6 jam dan 8 jam. Hasil pengujian didapat pengaruh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Impak dan Pembahasan Dari hasil pengujian impak yang telah didapat data yaitu energi yang terserap oleh spesimen uji untuk material komposit serat pelepah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Diameter Serat Diameter serat adalah diameter serat ijuk yang diukur setelah mengalami perlakuan alkali, karena pada dasarnya serat alam memiliki dimensi bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan material komposit dalam bidang teknik semakin meningkat seiring meningkatnya pengetahuan karakteristik material ini. Material komposit mempunyai banyak keunggulan

Lebih terperinci

Kekuatan tarik komposit lamina berbasis anyaman serat karung plastik bekas (woven bag)

Kekuatan tarik komposit lamina berbasis anyaman serat karung plastik bekas (woven bag) Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 8, No.2, Mei 2017 1 Kekuatan tarik komposit lamina berbasis anyaman serat karung plastik bekas (woven bag) Heri Yudiono 1, Rusiyanto 2, dan Kiswadi 3 1,2 Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi rekayasa material serta berkembangnya isu lingkungan hidup menuntut terobosan baru dalam menciptakan material yang berkualitas tinggi dan ramah lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perkembangan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dalam industri mulai menyulitkan bahan konvensional seperti logam untuk memenuhi keperluan aplikasi baru. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Riko (2011), melakukan penelitian tentang pengujian impak izod sesuai dengan ASTM D-5941 dengan bahasan utamanya yang di arahkan untuk mengetahui harga ketangguhan

Lebih terperinci

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN BAB IV DATA HASIL PENELITIAN 4.1 PEMBUATAN SAMPEL 4.1.1 Perhitungan berat komposit secara teori pada setiap cetakan Pada Bagian ini akan diberikan perhitungan berat secara teori dari sampel komposit pada

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK SERTA STRUKTUR MIKRO KOMPOSIT RESIN YANG DIPERKUAT SERAT DAUN PANDAN ALAS (Pandanus dubius)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK SERTA STRUKTUR MIKRO KOMPOSIT RESIN YANG DIPERKUAT SERAT DAUN PANDAN ALAS (Pandanus dubius) SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK SERTA STRUKTUR MIKRO KOMPOSIT RESIN YANG DIPERKUAT SERAT DAUN PANDAN ALAS (Pandanus dubius) Citra Mardatillah Taufik, Astuti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan rekayasa teknologi saat ini tidak hanya bertujuan untuk membantu umat manusia, namun juga harus mempertimbangkan aspek lingkungan. Segala hal yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 49 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian kuat Tarik Dari hasil pengujian kuat Tarik Pasca Impak kecepatan rendah sesuai dengan ASTM D3039 yang telah dilakukan didapat dua data yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan berkembangnya teknologi pembuatan komposit polimer yaitu dengan merekayasa material pada saat ini sudah berkembang pesat. Pembuatan komposit polimer tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan komposit semakin berkembang, baik dari segi

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan komposit semakin berkembang, baik dari segi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini penggunaan komposit semakin berkembang, baik dari segi penggunaan, maupun teknologinya. Penggunaannya tidak terbatas pada bidang otomotif saja, namun sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan rekayasa teknologi saat ini tidak hanya bertujuan untuk membantu umat manusia, namun juga harus mempertimbangkan aspek lingkungan. Segala hal yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Serat batang pisang kepok(musa paradisiaca) pada umumnya hanya

BAB I PENDAHULUAN. Serat batang pisang kepok(musa paradisiaca) pada umumnya hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serat batang pisang kepok(musa paradisiaca) pada umumnya hanya sebagai limbah yang tidak dimanfaatkan, padahal serat batang pisang biasanya dimanfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

PENGARUH KEKUATAN BENDING DAN TARIK BAHAN KOMPOSIT BERPENGUAT SEKAM PADI DENGAN MATRIK UREA FORMALDEHIDE

PENGARUH KEKUATAN BENDING DAN TARIK BAHAN KOMPOSIT BERPENGUAT SEKAM PADI DENGAN MATRIK UREA FORMALDEHIDE PENGARUH KEKUATAN BENDING DAN TARIK BAHAN KOMPOSIT BERPENGUAT SEKAM PADI DENGAN MATRIK UREA FORMALDEHIDE Harini Program Studi Teknik Mesin Universitas 17 agustus 1945 Jakarta yos.nofendri@uta45jakarta.ac.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alami dan harga serat alam pun lebih murah dibandingkan serat sintetis. Selain

I. PENDAHULUAN. alami dan harga serat alam pun lebih murah dibandingkan serat sintetis. Selain 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan komposit tidak hanya komposit sintetis saja tetapi juga mengarah ke komposit natural dikarenakan keistimewaan sifatnya yang dapat didaur ulang (renewable)

Lebih terperinci

akan sejalan dengan program lingkungan pemerintah yaitu go green.

akan sejalan dengan program lingkungan pemerintah yaitu go green. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya, masyarakat Indonesia masih memahami bahwa serat alam tidak terlalu banyak manfaatnya, bahkan tidak sedikit yang menganggapnya sebagai bahan yang tak berguna

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain :

BAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain : 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Penelitian Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain : a) Timbangan digital Digunakan untuk menimbang serat dan polyester.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai sifat lebih baik dari material penyusunnya. Komposit terdiri dari penguat (reinforcement) dan pengikat (matriks).

I. PENDAHULUAN. mempunyai sifat lebih baik dari material penyusunnya. Komposit terdiri dari penguat (reinforcement) dan pengikat (matriks). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komposit merupakan hasil penggabungan antara dua atau lebih material yang berbeda secara fisis dengan tujuan untuk menemukan material baru yang mempunyai sifat lebih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN Dikeringkan, Dipotong sesuai cetakan Mixing Persentase dengan Rami 15,20,25,30,35 %V f Sampel Uji Tekan Sampel Uji Flexural Sampel Uji Impak Uji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam industri manufaktur dibutuhkan material yang memiliki sifat-sifat baik

I. PENDAHULUAN. Dalam industri manufaktur dibutuhkan material yang memiliki sifat-sifat baik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam industri manufaktur dibutuhkan material yang memiliki sifat-sifat baik yang sulit didapat seperti logam. Komposit merupakan material alternative yang dapat digunakan

Lebih terperinci

JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013 PENGARUH PANJANG SERAT TERHADAP KEKUATAN TARIK KOMPOSIT BERPENGUAT SERAT IJUK DENGAN MATRIK EPOXY

JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013 PENGARUH PANJANG SERAT TERHADAP KEKUATAN TARIK KOMPOSIT BERPENGUAT SERAT IJUK DENGAN MATRIK EPOXY JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013 PENGARUH PANJANG SERAT TERHADAP KEKUATAN TARIK KOMPOSIT BERPENGUAT SERAT IJUK DENGAN MATRIK EPOXY Efri Mahmuda 1), Shirley Savetlana 2) dan Sugiyanto 2) 1) Mahasiswa

Lebih terperinci

LOGO KOMPOSIT SERAT INDUSTRI KREATIF HASIL PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN

LOGO KOMPOSIT SERAT INDUSTRI KREATIF HASIL PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN LOGO KOMPOSIT SERAT INDUSTRI KREATIF HASIL PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN PENDAHULUAN Komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih material, dimana akan terbentuk material yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. otomotif saja, namun sekarang sudah merambah ke bidang-bidang lain seperti

I. PENDAHULUAN. otomotif saja, namun sekarang sudah merambah ke bidang-bidang lain seperti I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini penggunaan komposit semakin berkembang, baik dari segi penggunaan, maupun teknologinya. Penggunaannya tidak terbatas pada bidang otomotif saja, namun sekarang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KOMPOSIT SERAT ALAM DAN SERAT SINTETIS MELALUI UJI TARIK DENGAN BAHAN SERAT JUTE DAN E-GLASS

PERBANDINGAN KOMPOSIT SERAT ALAM DAN SERAT SINTETIS MELALUI UJI TARIK DENGAN BAHAN SERAT JUTE DAN E-GLASS http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/gravity ISSN 2442-515x, e-issn 2528-1976 GRAVITY Vol. 2 No. 1 (2016) PERBANDINGAN KOMPOSIT SERAT ALAM DAN SERAT SINTETIS MELALUI UJI TARIK DENGAN BAHAN SERAT JUTE

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komposit alternatif yang lain harus ditingkatkan, guna menunjang permintaan

I. PENDAHULUAN. komposit alternatif yang lain harus ditingkatkan, guna menunjang permintaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industri komposit di Indonesia dengan mencari bahan komposit alternatif yang lain harus ditingkatkan, guna menunjang permintaan komposit di Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Material, Laboratorium

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Material, Laboratorium BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Material, Laboratorium Metrologi Industri Teknik Mesin serta Laboratoium Kimia Teknik Kimia Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini belum dimanfaatkan secara optimal dalam membuat berbagai

BAB I PENDAHULUAN. saat ini belum dimanfaatkan secara optimal dalam membuat berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Serat alam khususnya pisang yang berlimpah di Indonesia sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal dalam membuat berbagai produk manufaktur. Berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Material untuk rekayasa struktur terbagi menjadi empat jenis, yaitu logam, keramik, polimer, dan komposit (Ashby, 1999). Material komposit merupakan alternatif yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan untuk penelitian material komposit ini adalah:

BAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan untuk penelitian material komposit ini adalah: BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1. Alat Penelitian Alat yang digunakan untuk penelitian material komposit ini adalah: 1. Timbangan digital Digunakan untuk mengukur berat serat,

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. SIFAT FISIS DAN MEKANIS AKIBAT PERUBAHAN TEMPERATUR PADA KOMPOSIT POLYESTER SERAT BATANG PISANG YANG DI TREATMENT MENGGUNAKAN KMnO 4

NASKAH PUBLIKASI. SIFAT FISIS DAN MEKANIS AKIBAT PERUBAHAN TEMPERATUR PADA KOMPOSIT POLYESTER SERAT BATANG PISANG YANG DI TREATMENT MENGGUNAKAN KMnO 4 NASKAH PUBLIKASI SIFAT FISIS DAN MEKANIS AKIBAT PERUBAHAN TEMPERATUR PADA KOMPOSIT POLYESTER SERAT BATANG PISANG YANG DI TREATMENT MENGGUNAKAN KMnO 4 Disusun Oleh RENDY DWI WIBOWO D.200.09.0021 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposit Komposit adalah suatu material yang terdiri dari campuran atau kombinasi dua atau lebih material baik secara mikro atau makro, dimana sifat material yang tersebut

Lebih terperinci

Analisis Serat Pelepah Batang Pisang Kepok Material Fiber Komposit Matriks Recycled Polypropylene (RPP) Terhadap Sifat Mekanik dan SEM

Analisis Serat Pelepah Batang Pisang Kepok Material Fiber Komposit Matriks Recycled Polypropylene (RPP) Terhadap Sifat Mekanik dan SEM Jurnal Mechanical, Volume 6, Nomor 2, September 215 Analisis Serat Pelepah Batang Pisang Kepok Material Fiber Komposit Matriks Recycled Polypropylene (RPP) Terhadap Sifat Mekanik dan SEM Tumpal Ojahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sambungan material komposit yang telah. banyak menggunakan jenis sambungan mekanik dan

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sambungan material komposit yang telah. banyak menggunakan jenis sambungan mekanik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan sambungan material komposit yang telah dilakukan banyak menggunakan jenis sambungan mekanik dan sambungan ikat, tetapi pada zaman sekarang para rekayasawan

Lebih terperinci

Momentum, Vol. 10, No. 2, Oktober 2014, Hal ISSN

Momentum, Vol. 10, No. 2, Oktober 2014, Hal ISSN Momentum, Vol. 10, No. 2, Oktober 2014, Hal. 42-47 ISSN 0216-7395 ANALISIS KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR KOMPOSIT BERPENGUAT SERAT ALAM SEBAGAI BAHAN ALTERNATIVE PENGGANTI SERAT KACA UNTUK PEMBUATAN DASHBOARD

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kata komposit dapat diartikan sebagai dua atau lebih bahan atau material yang

TINJAUAN PUSTAKA. Kata komposit dapat diartikan sebagai dua atau lebih bahan atau material yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Komposit Kata komposit dapat diartikan sebagai dua atau lebih bahan atau material yang dikombinasikan menjadi satu, dalam skala makroskopik, sehingga menjadi satu kesatuan. Dengan

Lebih terperinci

Upaya Peningkatan Kualitas Sifat Mekanik Komposit Polyester Dengan Serat Bundung (Scirpus Grossus) Erwin a*, Leo Dedy Anjiu a

Upaya Peningkatan Kualitas Sifat Mekanik Komposit Polyester Dengan Serat Bundung (Scirpus Grossus) Erwin a*, Leo Dedy Anjiu a Upaya Peningkatan Kualitas Sifat Mekanik Komposit Polyester Dengan Serat Bundung (Scirpus Grossus) Erwin a*, Leo Dedy Anjiu a a Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Sambas Jalan Raya Sejangkung, Sambas,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH VARIASI FRAKSI VOLUME TERHADAP KEKUATAN TARIK BAHAN KOMPOSIT POLIESTER DENGAN FILLER ALAMI SERABUT KELAPA MERAH

ANALISIS PENGARUH VARIASI FRAKSI VOLUME TERHADAP KEKUATAN TARIK BAHAN KOMPOSIT POLIESTER DENGAN FILLER ALAMI SERABUT KELAPA MERAH ANALISIS PENGARUH VARIASI FRAKSI VOLUME TERHADAP KEKUATAN TARIK BAHAN KOMPOSIT POLIESTER DENGAN FILLER ALAMI SERABUT KELAPA MERAH Alwiyah Nurhayati Abstrak Serabut kelapa (cocofiber) adalah satu serat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini perkembangan material komposit di bidang rekayasa sangat pesat. Pemanfaatannya sebagai bahan pengganti logam sudah semakin luas, seperti untuk peralatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kekuatan Tarik Komposit Partikel Tempurung Kelapa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kekuatan Tarik Komposit Partikel Tempurung Kelapa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kekuatan Tarik Komposit Partikel Tempurung Kelapa Untuk mengetahui nilai kekuatan tarik dari komposit maka perlu di lakukan pengujian kekuatan tarik pada komposit tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan tanaman penghasil kayu yang banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, baik untuk keperluan industri besar, industri

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan pustaka Sejauh pengamatan peneliti tentang Pengaruh perlakuan alkali (NaOH)

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan pustaka Sejauh pengamatan peneliti tentang Pengaruh perlakuan alkali (NaOH) BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan pustaka Sejauh pengamatan peneliti tentang Pengaruh perlakuan alkali (NaOH) dan temperatur terhadap kekuatan tarik serat sisal untuk bahan komposit belum ada, akan tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dibidang teknologi dan sains mendorong material komposit banyak digunakan pada berbagai macam aplikasi produk. Secara global material komposit dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. material logam mendominasi dalam bidang industri (Basuki, 2008). Namun,

BAB I PENDAHULUAN. material logam mendominasi dalam bidang industri (Basuki, 2008). Namun, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini cukup maju, baik dalam bidang logam maupun non logam. Selama ini pemanfaatan material logam mendominasi

Lebih terperinci

Kata kunci : Serat batang pisang, Epoxy, Hand lay-up, perbahan temperatur.

Kata kunci : Serat batang pisang, Epoxy, Hand lay-up, perbahan temperatur. KARAKTERISTIK EFEK PERUBAHAN TEMPERATUR PADA KOMPOSIT SERAT BATANG PISANG DENGAN PERLAKUAN NaOH BERMETRIK EPOXY Ngafwan 1, Muh. Al-Fatih Hendrawan 2, Kusdiyanto 3, Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KEKUATAN TARIK ORIENTASI UNIDIRECTIONAL 0 DAN 90 PADA STRUKTUR KOMPOSIT SERAT MENDONG DENGAN MENGGUNAKAN EPOKSI BAKELITE EPR 174

ANALISIS PERBANDINGAN KEKUATAN TARIK ORIENTASI UNIDIRECTIONAL 0 DAN 90 PADA STRUKTUR KOMPOSIT SERAT MENDONG DENGAN MENGGUNAKAN EPOKSI BAKELITE EPR 174 INFOMATEK Volume 19 Nomor 2 Desember 2017 ANALISIS PERBANDINGAN KEKUATAN TARIK ORIENTASI UNIDIRECTIONAL 0 DAN 90 PADA STRUKTUR KOMPOSIT SERAT MENDONG DENGAN MENGGUNAKAN EPOKSI BAKELITE EPR 174 Lies Banowati

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Serat Tunggal Pengujian serat tunggal digunakan untuk mengetahui kekuatan tarik serat kenaf. Serat yang digunakan adalah serat yang sudah di

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH SIFAT FISIS DAN MEKANIS AKIBAT PERUBAHAN TEMPERATUR PADA KOMPOSIT SERAT BATANG PISANG YANG DICUCI MENGGUNAKAN NaOH BERMATRIK EPOXY Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Konstruksi dari beton banyak memiliki keuntungan yakni beton termasuk tahan aus dan tahan terhadap kebakaran, beton sangat kokoh dan kuat terhadap beban gempa bumi, getaran,

Lebih terperinci

STUDI PERLAKUAN SERAT TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT DAN PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER BUSA SERTA ANALISA UJI LENTUR

STUDI PERLAKUAN SERAT TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT DAN PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER BUSA SERTA ANALISA UJI LENTUR STUDI PERLAKUAN SERAT TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT DAN PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER BUSA SERTA ANALISA UJI LENTUR SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ampas tebu atau yang umum disebut bagas diperoleh dari sisa pengolahan tebu (Saccharum officinarum) pada industri gula pasir. Subroto (2006) menyatakan bahwa pada

Lebih terperinci

PENGARUH FRAKSI VOLUME SERAT KAYU GELAM(MELALEUCE LEUCANDENDRA) KEKUATAN TARIK DAN IMPAK KOMPOSIT BERMATRIK POLYESTER

PENGARUH FRAKSI VOLUME SERAT KAYU GELAM(MELALEUCE LEUCANDENDRA) KEKUATAN TARIK DAN IMPAK KOMPOSIT BERMATRIK POLYESTER PENGARUH FRAKSI VOLUME SERAT KAYU GELAM(MELALEUCE LEUCANDENDRA) KEKUATAN TARIK DAN IMPAK KOMPOSIT BERMATRIK POLYESTER Saifullah Arief 1, Pratikto 2, Yudy Surya Irawan 2 1 Jurusan Teknik Mesin UNISKA, Jl

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PARTIKEL TEMPURUNG KEMIRI SEBAGAI BAHAN PENGUAT PADA KOMPOSIT RESIN POLIESTER

PEMANFAATAN PARTIKEL TEMPURUNG KEMIRI SEBAGAI BAHAN PENGUAT PADA KOMPOSIT RESIN POLIESTER Jurnal Mechanical, Volume 3, Nomor 1,Maret 212 PEMANFAATAN PARTIKEL TEMPURUNG KEMIRI SEBAGAI BAHAN PENGUAT PADA KOMPOSIT RESIN POLIESTER Harnowo Supriadi Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Bahan yang digunakan pada pembuatan panel kayu sengon laut ini adalah:

Bahan yang digunakan pada pembuatan panel kayu sengon laut ini adalah: 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat-alat yang digunakan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Gerenda potong 2. Spidol/pensil 3. Kuas 4. Sarung

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEKUATAN TARIK DAN IMPAK PADA REKAYASA DAN MANUFAKTUR BAHAN KOMPOSIT HYBRID

PENINGKATAN KEKUATAN TARIK DAN IMPAK PADA REKAYASA DAN MANUFAKTUR BAHAN KOMPOSIT HYBRID C.1 PENINGKATAN KEKUATAN TARIK DAN IMPAK PADA REKAYASA DAN MANUFAKTUR BAHAN KOMPOSIT HYBRID BERPENGUAT SERAT E-GLASS DAN SERAT KENAF BERMATRIK POLYESTER UNTUK PANEL INTERIOR AUTOMOTIVE Agus Hariyanto Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada ribuan tahun yang lalu material komposit telah dipergunakan dengan dimanfaatkannya serat alam sebagai penguat. Dinding bangunan tua di Mesir yang telah berumur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan bangunan rumah di Indonesia setiap tahun rata-rata sebesar ± 1,1 juta unit dengan pasar potensial di daerah perkotaan sebesar 40 % atau ± 440.000 unit. Dari

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Mesin, Universitas Brawijaya Jl. MT Haryono 167, Malang

Jurusan Teknik Mesin, Universitas Brawijaya Jl. MT Haryono 167, Malang Karakteristik Kekuatan Bending dan Impact akibat Variasi Unidirectional Pre-Loading pada serat penguat komposit Polyester Tjuk Oerbandono*, Agustian Adi Gunawan, Erwin Sulistyo Jurusan Teknik Mesin, Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH KANDUNGAN SERAT DAN FIBER ARCHITECTURE TERHADAP KUAT TARIK PASCA IMPACK KECEPATAN RENDAH KOMPOSIT SERAT SABUT KELAPA BERMATRIK POLIESTER

PENGARUH KANDUNGAN SERAT DAN FIBER ARCHITECTURE TERHADAP KUAT TARIK PASCA IMPACK KECEPATAN RENDAH KOMPOSIT SERAT SABUT KELAPA BERMATRIK POLIESTER PENGARUH KANDUNGAN SERAT DAN FIBER ARCHITECTURE TERHADAP KUAT TARIK PASCA IMPACK KECEPATAN RENDAH KOMPOSIT SERAT SABUT KELAPA BERMATRIK POLIESTER Sudarisman 1,a, M. Budi Nurrahman 1,b, Rudi krusdianto,c

Lebih terperinci

KAJIAN PERLAKUAN SERAT SABUT KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS KOMPOSIT EPOKSI SERAT SABUT KELAPA

KAJIAN PERLAKUAN SERAT SABUT KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS KOMPOSIT EPOKSI SERAT SABUT KELAPA KAJIAN PERLAKUAN SERAT SABUT KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS KOMPOSIT EPOKSI SERAT SABUT KELAPA Indra Mawardi 1, Azwar 2, Amir Rizal 3 1,2,3 Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang saat ini mendorong para peneliti untuk menciptakan dan mengembangkan suatu hal yang telah ada maupun menciptakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Mulai

BAB III METODOLOGI. Mulai BAB III METODOLOGI 3.1 DIAGRAM ALIR Mulai Study literatur persiapan alat dan bahan Identifikasi masaalah Pengambilan serat batang pohon pisang Perlakuan alkali 2,5 % terhadap serat selama 2 jam Proses

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOSIT DARI SERAT SABUT KELAPA DAN POLIPROPILENA. Adriana *) ABSTRAK

PEMBUATAN KOMPOSIT DARI SERAT SABUT KELAPA DAN POLIPROPILENA. Adriana *)   ABSTRAK PEMBUATAN KOMPOSIT DARI SERAT SABUT KELAPA DAN POLIPROPILENA Adriana *) email: si_adramzi@yahoo.co.id ABSTRAK Serat sabut kelapa merupakan limbah dari buah kelapa yang pemanfaatannya sangat terbatas. Polipropilena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan material komposit dengan filler serat alam mulai banyak dikenal dalam industri manufaktur. Material yang ramah lingkungan, mampu didaur ulang, serta mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serat sebagai elemen penguat menentukan sifat mekanik dari komposit karena meneruskan beban yang diteruskan oleh matrik. Orientasi, ukuran, dan bentuk serta material

Lebih terperinci

Kata kunci : Serat purun tikus, NaOH, polyester,kekuatan tarik & Bending

Kata kunci : Serat purun tikus, NaOH, polyester,kekuatan tarik & Bending UPAYA PENINGKATAN KUALITAS SIFAT MAKANIK KOMPOSIT SERAT PURUN TIKUS (ELEOCHARIS DULCIS) BERMATRIK POLYESTER DENGAN PERLAKUAN NaOH Kosjoko, Fakultas Teknik Mesin UNMUH Jember Jawa Timur Indonesia Email

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat mendorong

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat mendorong banyaknya penemuan beberapa teknologi alternatif sebagai cara dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Khususnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi komposit saat ini sudah mengalami pergeseran dari bahan komposit berpenguat serat sintetis menjadi bahan komposit berpenguat serat alam. Teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERLAKUAN SERAT SABUT KELAPA TERHADAP KEKUATAN TARIK KOMPOSIT SERAT SABUT KELAPA

ANALISIS PENGARUH PERLAKUAN SERAT SABUT KELAPA TERHADAP KEKUATAN TARIK KOMPOSIT SERAT SABUT KELAPA 147 147 Muhammad Arsyad, A.M. Anzarih, Anwar M, Analisis Pengaruh Perlakuan Serat Sabut Kelapa terhadap Kekuatan Tarik Komposit Serat Sabut Kelapa ANALISIS PENGARUH PERLAKUAN SERAT SABUT KELAPA TERHADAP

Lebih terperinci

BAB V BAHAN KOMPOSIT

BAB V BAHAN KOMPOSIT BAB V BAHAN KOMPOSIT Komposit merupakan bahan yang terdiri dari gabungan 2 atau lebih bahan yang berbeda (logam, keramik, polimer) sehingga menghasilkan sifat mekanis yang berbeda dan biasanya lebih baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan konstruksi bangunan di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan konstruksi bangunan di Indonesia semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan konstruksi bangunan di Indonesia semakin meningkat. Hal ini terbukti dari semakin meningkatnya jumlah individu di Indonesia serta semakin berkembangnya

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Prosentase Fraksi Volume Hollow Glass Microsphere Komposit Hibrid Sandwich Terhadap Karakteristik Tarik dan Bending

Pengaruh Penambahan Prosentase Fraksi Volume Hollow Glass Microsphere Komposit Hibrid Sandwich Terhadap Karakteristik Tarik dan Bending JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Pengaruh Penambahan Prosentase Fraksi Volume Hollow Glass Microsphere Komposit Hibrid Sandwich Terhadap Karakteristik Tarik

Lebih terperinci

Volume 1, Nomor 1 Juni 2008 Jurnal Flywheel, ISSN :

Volume 1, Nomor 1 Juni 2008 Jurnal Flywheel, ISSN : STUDY EKSPERIMENTAL PEMANFAATAN SERAT RAMI (BOEMERIA NIVEA) SEBAGAI BAHAN PENGUAT KOMPOSIT POLIMER MATRIK POLISTIREN Teguh Rahardjo Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin, Laboratorium Mekanik Politeknik Negeri Sriwijaya. B. Bahan yang Digunakan

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH KETEBALAN INTI (CORE) TERHADAP KEKUATAN BENDING KOMPOSIT SANDWICH

ANALISA PENGARUH KETEBALAN INTI (CORE) TERHADAP KEKUATAN BENDING KOMPOSIT SANDWICH Tugas Akhir TM091486 ANALISA PENGARUH KETEBALAN INTI (CORE) TERHADAP KEKUATAN BENDING KOMPOSIT SANDWICH Rifki Nugraha 2108 100 704 Dosen Pembimbing : Putu Suwarta, ST. M.Sc Latar Belakang Komposit Material

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tempat pelaksanaan penelitian sebagai berikut: 2. Pengujian kekuatan tarik di Institute Teknologi Bandung (ITB), Jawa Barat.

III. METODE PENELITIAN. Tempat pelaksanaan penelitian sebagai berikut: 2. Pengujian kekuatan tarik di Institute Teknologi Bandung (ITB), Jawa Barat. 49 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat Penelitian Tempat pelaksanaan penelitian sebagai berikut: 1. Persiapan dan perlakuan serat ijuk di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung.

Lebih terperinci

PENGARUH KETEBALAN SERAT PELEPAH PISANG KEPOK (Musa paradisiaca) TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL KOMPOSIT POLIESTER-SERAT ALAM

PENGARUH KETEBALAN SERAT PELEPAH PISANG KEPOK (Musa paradisiaca) TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL KOMPOSIT POLIESTER-SERAT ALAM PENGARUH KETEBALAN SERAT PELEPAH PISANG KEPOK (Musa paradisiaca) TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL KOMPOSIT POLIESTER-SERAT ALAM Noni Nopriantina, Astuti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand,

Lebih terperinci

Jurnal FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013 KEKUATAN TARIK SERAT IJUK (ARENGA PINNATA MERR)

Jurnal FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013 KEKUATAN TARIK SERAT IJUK (ARENGA PINNATA MERR) KEKUATAN TARIK SERAT IJUK (ARENGA PINNATA MERR) Imam Munandar 1, Shirley Savetlana 2, Sugiyanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Lampung, 2 Dosen Jurusan Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS VARIASI PANJANG SERAT TERHADAP KUAT TARIK DAN LENTUR PADA KOMPOSIT YANG DIPERKUAT SERAT Agave angustifolia Haw

ANALISIS VARIASI PANJANG SERAT TERHADAP KUAT TARIK DAN LENTUR PADA KOMPOSIT YANG DIPERKUAT SERAT Agave angustifolia Haw Analisis Variasi Panjang Serat Terhadap Kuat Tarik dan Lentur pada Komposit yang Diperkuat Agave angustifolia Haw (Bakri, ANALISIS VARIASI PANJANG SERAT TERHADAP KUAT TARIK DAN LENTUR PADA KOMPOSIT YANG

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Kajian Pustaka Witono (2013) meneliti perlakuan alkali (NaOH) terhadap morfologi dan kuat tarik serat Mendong dengan variasi konsentrasi sebesar 2,5% v/v,

Lebih terperinci

Pengaruh Fraksi Volume Dan Panjang Serat Pelepah Lontar (Borassus Flabellifer) Terhadap Kekuatan Tarik Dan Kekuatan Impak Komposit Bermatrik Epoksi

Pengaruh Fraksi Volume Dan Panjang Serat Pelepah Lontar (Borassus Flabellifer) Terhadap Kekuatan Tarik Dan Kekuatan Impak Komposit Bermatrik Epoksi Jurnal Rekayasa Mesin Vol.6, No.1 Tahun 215:33-38 ISSN 2477-641 Pengaruh Dan Panjang Serat Pelepah Lontar (Borassus Flabellifer) Terhadap Kekuatan Tarik Dan Kekuatan Impak Komposit Bermatrik Epoksi Amros

Lebih terperinci

BAB IV. (3) Lenght 208 μm (3) Lenght μm. (4) Lenght 196 μm (4) Lenght μm. Gambar 4.1. Foto optik pengukuran serat sisal

BAB IV. (3) Lenght 208 μm (3) Lenght μm. (4) Lenght 196 μm (4) Lenght μm. Gambar 4.1. Foto optik pengukuran serat sisal 44 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Serat Tunggal 4.1.1 Pengukuran diameter Serat Sisal Pengukuran diameter serat dilakukan untuk input data pada alat uji tarik untuk mengetahui tegangan tarik,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi pada era globalisasi mengalami. perkembangan yang sangat pesat dengan berbagai inovasi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi pada era globalisasi mengalami. perkembangan yang sangat pesat dengan berbagai inovasi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi pada era globalisasi mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan berbagai inovasi yang digunakan untuk memudahkan dalam pembuatan produk.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai banyak dikembangkan dalam dunia industri manufaktur. Penggunaan material komposit yang ramah lingkungan dan bisa

BAB I PENDAHULUAN. mulai banyak dikembangkan dalam dunia industri manufaktur. Penggunaan material komposit yang ramah lingkungan dan bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia yang modern ini penggunaan material komposit mulai banyak dikembangkan dalam dunia industri manufaktur. Penggunaan material komposit yang ramah lingkungan

Lebih terperinci

PENGARUH ALKALISASI TERHADAP KOMPATIBILITAS SERAT SABUT KELAPA ( Cocos Nucifera ) DENGAN MATRIKS POLYESTER

PENGARUH ALKALISASI TERHADAP KOMPATIBILITAS SERAT SABUT KELAPA ( Cocos Nucifera ) DENGAN MATRIKS POLYESTER PENGARUH ALKALISASI TERHADAP KOMPATIBILITAS SERAT SABUT KELAPA ( Cocos Nucifera ) DENGAN MATRIKS POLYESTER Sugeng Prasojo, SM Bondan Respati, Helmy Purwanto Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam perkembangan industri dibutuhkan material yang memiliki sifat-sifat istimewa seperti logam. Material komposit polimer merupakan salah satu material alternative

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan perkembangan dunia industri sekarang ini. Kebutuhan. material untuk sebuah produk bertambah seiring penggunaan material

BAB I PENDAHULUAN. Dengan perkembangan dunia industri sekarang ini. Kebutuhan. material untuk sebuah produk bertambah seiring penggunaan material BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan perkembangan dunia industri sekarang ini. Kebutuhan material untuk sebuah produk bertambah seiring penggunaan material logam pada berbagai komponen produk semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan dan pemanfaatan karet sekarang ini semakin berkembang. Karet merupakan bahan atau material yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah logam. Seiring dengan jaman yang semakin maju, kebutuhan akan logam menjadi semakin tinggi.

Lebih terperinci

Perubahan Sifat Mekanis Komposit Hibrid Polyester yang Diperkuat Serat Sabut Kelapa dan Serat Ampas Empulur Sagu

Perubahan Sifat Mekanis Komposit Hibrid Polyester yang Diperkuat Serat Sabut Kelapa dan Serat Ampas Empulur Sagu Perubahan Sifat Mekanis Komposit Hibrid Polyester yang Diperkuat Serat Sabut Kelapa dan Serat Ampas Empulur Sagu Arthur Yanny Leiwakabessy, Anindito Purnowidodo, Sugiarto, Rudy Soenoko Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN 25 BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 AlaT Penelitian Peralatan yang digunakan selama proses pembuatan komposit : a. Alat yang digunakan untuk perlakuan serat Alat yang digunakan

Lebih terperinci

Jurnal Einstein 3 (2) (2015): Jurnal Einstein. Available online

Jurnal Einstein 3 (2) (2015): Jurnal Einstein. Available online Jurnal Einstein Available online http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/einstein PENGARUH PERENDAMAN FILLER SERAT AMPAS TEBU DENGAN VARIASI KONSENTRASI NaOH TERHADAPSIFAT MEKANIK KOMPOSIT RESIN POLYESTER

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu (Askeland, 1985). Hasil

Lebih terperinci

Fajar Nugroho Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto, Yogyakarta. Jl. Janti Blok R Lanud Adisutjipto

Fajar Nugroho Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto, Yogyakarta. Jl. Janti Blok R Lanud Adisutjipto Seminar SENATIK Nasional Vol. II, 26 Teknologi November Informasi 2016, ISSN: dan 2528-1666 Kedirgantaraan (SENATIK) Vol. II, 26 November 2016, ISSN: 2528-1666 MdM- 41 STUDI PENGARUH PROSES MANUFAKTUR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjaun Pustaka Penelitian tentang komposit serat alam telah banyak dilakukan, namun dalam kenyataannya penelitian ini belum terealisasikan kepada masyarakat

Lebih terperinci