TINJAUAN YURIDIS KONSEP COMPACT CITY DALAM MENDUKUNG TATA RUANG KOTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN YURIDIS KONSEP COMPACT CITY DALAM MENDUKUNG TATA RUANG KOTA"

Transkripsi

1 TINJAUAN YURIDIS KONSEP COMPACT CITY DALAM MENDUKUNG TATA RUANG KOTA Juridical Review On Compact City Conception To Support City Spatial Planning Jamilus Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jl. HR. Rasuna Said, Kav 4-5 Kuningan Jakarta Selatan Naskah diterima: 5 Juni 2017; revisi: 7 Agustus 2017; disetujui: 8 Agustus 2017 Abstrak Penataan ruang merupakan suatu tahapan dari proses pengembangan wilayah yang terdiri dari perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang. Penataan ruang ditujukan untuk mewujudkan masyarakat makmur yang bertempat tinggal di ruang yang nyaman dan lestari. Saat ini pendekatan compact city menjadi alternatif utama untuk penataan ruang di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, untuk membahas bagaimana konsep compact city dalam penataan ruang kota yang efektif dan efisien serta kedudukannya dalam hukum yang berlaku saat ini. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep penataan ruang yang efektif dan efisien dapat dilakukan melalui compact city yang menekankan pada dimensi kepadatan yang tinggi. Namun demikian hukum penataan ruang di Indonesia belum mendorong pada konsep compact city. Dengan demikian penting untuk diadakan revisi mengenai Undang-Undang Nomor 26 Tahun Kata Kunci: penataan ruang, compact city, hukum Abstract Spatial arrangement is a stage of regional development process consisting of planning, utilization and control of space. Spatial planning is aimed at realizing a prosperous society that resides in a comfortable and sustainable space. Compact city approach now becomes main alternative for spatial arrangement in Indonesia. This research uses normative juridical method, to discuss how effective and efficient spatial arrangement and how law arranges effective and efficient spatial arrangement. The type of data used in this research is secondary data and primary data. The results showed that the concept of effective and efficient spatial planning can be done through compact city that emphasizes the dimension of high density. However, the law of spatial planning in Indonesia has not enouraged the concept of compact city. It is therefore important to have a revision of Law Number 26 Year Keywords: spatial arrangement, compact city, law Tinjauan Yuridis Konsep Compact City dalam Mendukung Tata Ruang Kota (Jamilus) 213

2 A. Pendahuluan Penataan ruang merupakan suatu tahapan dari proses pengembangan wilayah yang terdiri dari perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang. Penataan ruang ditujukan untuk mewujudkan masyarakat makmur yang bertempat tinggal di ruang yang nyaman dan lestari. Oleh sebab itu, penerapan prinsipprinsip penataan ruang dalam pembangunan perkotaan sangat relevan dalam rangka mewujudkan pembangunan kota yang sistematis dan terintegrasi. Upaya penataan ruang dalam mendukung pembangunan kota akan efektif dan efisien apabila prosesnya dilakukan secara terpadu dengan seluruh pelaku pembangunan (stakeholder) di wilayah setempat. Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, sebagai tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya, pada dasarnya ketersediaannya tidak tak terbatas. Berkaitan dengan hal tersebut, dan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, Undang-Undang ini mengamanatkan perlunya dilakukan penataan ruang yang dapat mengharmoniskan lingkungan alam dan lingkungan buatan, yang mampu mewujudkan keterpaduan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan, serta yang dapat memberikan perlindungan terhadap fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan hidup akibat pemanfaatan ruang. Kaidah penataan ruang ini harus dapat diterapkan dan diwujudkan dalam setiap proses perencanaan tata ruang wilayah. 1 Ruang sebagai sumber daya pada dasarnya tidak mengenal batas wilayah. Namun, untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, serta sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang nyata, luas, dan bertanggung jawab, penataan ruang menuntut kejelasan pendekatan dalam proses perencanaannya demi menjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan antardaerah, antara pusat dan daerah, antarsektor, dan antarpemangku kepentingan. Dalam Undang-Undang ini, penataan ruang didasarkan pada pendekatan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Penataan ruang dengan pendekatan kegiatan utama kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan dan penataan ruang kawasan perdesaan. Kawasan perkotaan, menurut besarannya, dapat berbentuk kawasan perkotaan kecil, kawasan perkotaan sedang, kawasan perkotaan besar, kawasan metropolitan, dan kawasan megapolitan. Penataan ruang kawasan metropolitan dan kawasan megapolitan, khususnya kawasan metropolitan yang berupa kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional dan dihubungkan dengan jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi, merupakan pedoman untuk keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah administrasi di dalam kawasan, dan merupakan alat untuk mengoordinasikan pelaksanaan pembangunan lintas wilayah administratif yang bersangkutan. Penataan ruang kawasan perdesaan diselenggarakan pada kawasan 1 Penjelasan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. 214 Jurnal RechtsVinding, Vol. 6 No. 2, Agustus 2017, hlm

3 perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten atau pada kawasan yang secara fungsional berciri perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten pada 1 (satu) atau lebih wilayah provinsi. Kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten dapat berupa kawasan agropolitan. 2 Kota besar di dunia banyak mengalami permasalahan tata ruang, tidak saja karena kota sejak awal telah dibangun dan bertumbuh secara alami, akan tetapi kota mengalami pertumbuhan lebih pesat, yang biasanya selalu lebih cepat dari konsep tata ruang yang diundangkan karena cepatnya laju pembangunan di perkotaan. Jumlah penduduk yang bertambah setiap tahunnya akan berakibat pada padatnya penduduk di suatu wilayah yang akan berimbas pada meningkatnya kebutuhan tempat tinggal. 3 Dengan bertambahnya jumlah penduduk perkotaan, negara-negara di dunia akan menghadapi sejumlah tantangan di dalam penyediaan kebutuhan penduduknya, termasuk kebutuhan terhadap perumahan, infrastruktur, transportasi, energi, pelayanan kesehatan dan pendidikan, dan lapangan pekerjaan. Kebutuhan akan ruang di perkotaan tentunya juga akan mengalami peningkatan. Di negara maju, fakta ini telah mendorong munculnya sejumlah konsep pembangunan perkotaan yang menekankan pada efisiensi penggunaan ruang dan energi di perkotaan. Di antara konsep-konsep yang berkembang dan telah banyak didiskusikan, bahkan diimplementasikan adalah konsep compact city. Konsep ini menekankan pada morfologi kota yang kompak, dengan mendorong guna lahan campuran (mixeduse) di area perkotaan yang didukung oleh sistem transportasi yang handal. Berdasarkan uraian di atas, maka fokus penelitian adalah bagaimana konsep compact city dalam penataan ruang kota yang efektif dan efisien serta kedudukannya dalam hukum yang berlaku saat ini. B. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan demikian jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder berupa buku dan bahan pustaka lainnya seperti, karya ilmiah berupa jurnal, skripsi, tesis, dan disertasi, sementara data primer berupa UUD 1945, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 dan peraturan perundang-undangan lainnya. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitik yang ditujukan untuk mengungkap suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga dapat mengungkapkan fakta yang sebenarnya. 4 Semua data tersebut dipelajari dengan seksama lalu disajikan dalam bentuk uraian, kemudian data tersebut dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan dalam penelitian yang pada akhirnya menghasilkan kesimpulan dan saran. 2 Ibid. 3 John R. Logan and Todd Swanstrom, Beyond the City Limits (Philadelphia: Temple University Press, 1990), hlm Hadari Nawawi, Metode Penelitian Sosial (Yogyakarta: Gajahmada Press, 1993), hlm, 31. Tinjauan Yuridis Konsep Compact City dalam Mendukung Tata Ruang Kota (Jamilus) 215

4 C. Pembahasan 1. Compact City dalam Penataan Ruang Kota yang Efektif dan Efisien Definisi compact city menurut Jenk,s Burton dan William 5 dalam tulisannya menekankan pada dimensi kepadatan yang tinggi. Pendekatan compact city adalah meningkatkan kawasan terbangun dan kepadatan penduduk permukiman, mengintensifkan aktifitas ekonomi, sosial dan budaya perkotaan, dan memanipulasi ukuran kota, bentuk dan struktur perkotaan serta sistem permukiman dalam rangka mencapai manfaat keberlanjutan lingkungan, sosial, dan global, yang diperoleh dari pemusatan fungsi-fungsi perkotaan. 6 Meskipun dalam konsep operasionalnya sangat beragam, dewasa ini di dunia strategi kota kompak (compact city strategy) telah dipandang sebagai alternatif utama ide pengimplementasian pembangunan berkelanjutan dalam sebuah kota. Sebagai akibatnya, ide ini diadopsi oleh banyak kota di dunia, utamanya di negara negara maju. Kecenderungan pengadopsian ide ini, di samping membawa efek positif pada wacana pembangunan berkelanjutan, tetapi banyak pula yang diterapkan apa adanya tanpa mempertimbangkan permasalahan kota yang ada dan kekhasan sebuah kota. 7 Pengertian Tata Ruang menurut Undang-Undang Republik Indonesia 8 adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Sedangkan pengertian kota, ditinjau dari segi geografis menurut Bintarto, 9 kota dapat diartikan suatu sistem jaringan kehidupan manusia, ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis. Atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsurunsur alam dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah di bawahnya. Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. 10 Beberapa negara telah menerapkan kebijakan Kota Kompak dalam pembangunan kotanya, di antaranya: 11 Pertama, Australia. Pemerintah Australia telah merilis kebijakan nasional perkotaan Our Cities, Our Future A National Urban Policy for a Productive, Sustainable, and Liveable Future. Kebijakan ini 5 Mike Jenks, Elizabeth Burton and Katie Williams, The Compact City: A Sustainable Urban Form? (UK: E & FN Spon, 2005), hlm Mike Jenks and Rod Burgess, Compact Cities: Sustainable Urban Forms for Developing Countries (London: Spon Press, 2004), hlm Roychansyah, M. Sani, Paradigma Kota Kompak: Solusi Masa Depan Tata Ruang Kota?, Inovasi Online, Edisi Vol.7/ XVIII/Juni Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68). 9 R. Bintarto, Interaksi Desa Kota dan Permasalahannya (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1989), hlm Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68). 11 Tim Peneliti Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Penerapan Konsep Kota Kompak Compact City) dan Transit-Oriented Development (Yogyakarta: UGM, tt), hlm Jurnal RechtsVinding, Vol. 6 No. 2, Agustus 2017, hlm

5 menetapkan 14 target bagi kota-kota besar di Australia, di antaranya adalah mengintegrasikan guna lahan dan infrastruktur, menjaga keseimbangan alam dan lingkungan terbangun, dan meningkatkan aksesibilitas dan mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi. Kedua, Republik Ceko. Pada tahun 2010, Pemerintah Republik Ceko mengeluarkan kebijakan nasional perkotaan, the National Principles of Urban Policy, untuk mendorong permukiman yang kompak dengan guna lahan campuran. Ketiga, Perancis. Perancis telah memperbaharui pendekatan perencanaan kotanya untuk mengikutsertakan konsep Kota Kompak dengan mengeluarkan the Grenelle de l Environnement pada tahun Kebijakan ini memungkinkan pemerintah kota untuk menetapkan kepadatan minimum di area perkotaan, dan memberikan insentif dan disinsentif untuk menerapkan kepadatan yang diinginkan. Keempat, Jepang. Pemerintah Jepang telah memasukkan konsep Kota Kompak sebagai prioritas utama dalam kebijakan perkotaannya. Konsep Kota Kompak juga didorong sebagai alat untuk menciptakan kota dan wilayah dengan kadar gas karbon yang rendah dalam rangka mencapai target Kyoto Protocol. Kelima, Korea. Pada tahun 2011, konsep Kota Kompak secara eksplisit telah dimasukkan ke dalam strategi perkotaan the National Comprehensive Development Plan. Di Indonesia, konsep penataan ruang melalui compact city merupakan political will 12 Pemerintah yang telah mencanangkan pembangunan nasional dilaksanakan secara terencana, komprehenshif, terpadu, terarah, bertahap, dan berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang dalam suatu tata lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara kelestarian lingkungan hidup. Pembangunan perkotaan, merupakan bagian dari pembangunan nasional, harus berlandaskan keseimbangan antara berbagai kepentingan, yaitu keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara kepentingan dunia dan akhirat, materil dan spiritual, jiwa dan raga serta individu dan masyarakat. Dalam perspektif ekonomi, kota sebagai pusat perekonomian 13 memiliki peran yang sangat besar bagi pembangunan, dimana konstribusinya terhadap pemenuhan kebutuhan hidup warganya melahirkan berbagai permasalahan. Jumlah penduduk yang terus bertambah dan dikaitkan dengan implikasinya pada ruang kota, bagi para pakar dan pemerhati lingkungan sangatlah menakutkan. Apalagi ada banyak kejadian terutama di negara berkembang, kota-kota tersebut berkembang tanpa pengendalian. Jumlah penduduk terus bertambah, ruang kota semakin padat dan berkualitas rendah, lalu lintas semrawut, penghijauan sangat kurang, terjadi banjir dan sebagainya. Pada negara berkembang, 14 kondisi kotakotanya semakin hari semakin terpuruk. Meskipun, ada gejala ekonomi kota meningkat, padahal di balik itu tingkat stres warga sangatlah tinggi, jumlah orang yang sakit terus saja bertambah, jumlah penduduk dengan kualitas tinggi terus menurun, dan pada akhirnya, kota yang katanya mengalami kemajuan ekonomi 12 Periksa John R. Logan and Todd Swanstrom, Beyond the City Limits (Philadelphia: Temple University Press, 1990), hlm Ibid., hlm Periksa Robert B. Potter. Urbanisation and Planning in the 3rd World (London: Routledge, 1985), hlm. 4. Tinjauan Yuridis Konsep Compact City dalam Mendukung Tata Ruang Kota (Jamilus) 217

6 itu mengalami kemunduran dalam berbagai hal, 15 dengan compact city dapat meningkatkan kawasan terbangun dan kepadatan penduduk permukiman, mengintensifkan aktifitas ekonomi, sosial dan budaya perkotaan, dan memanipulasi ukuran kota, bentuk dan struktur perkotaan serta sistem permukiman dalam rangka mencapai manfaat keberlanjutan lingkungan, sosial, dan global, yang diperoleh dari pemusatan fungsi-fungsi perkotaan Selain akan terjadi kepadatan dan ketidakteraturan bangunan, akan berdampak buruk juga pada sisi lainnya, antara lain, 16 (1) kepadatan bangunan dengan tata letak yang tidak teratur, (2) tidak adanya ruang terbuka hijau sebagai daerah resapan hujan dan pengurang polusi udara, (3) akses jalan yang sulit dilewati oleh kendaraan besar (mobil) pada pemukiman padat penduduk, (4) kecilnya jalan akses menuju daerah tertentu karena banyak dijadikan pemukiman, (5) akses untuk mendapatkan air bersih dan air minum sulit didapat, (6) tidak adanya drainase yang baik dapat menyebabkan banjir pada saat musim penghujan, (7) kepadatan penduduk membuat banyak sampah rumah tangga menumpuk, (8) banyak penyakit yang timbul karena lingkungan yang tidak bersih, (9) buruknya instalasi kelistrikan di daerah tersebut, (10) banyaknya kejadian kebakaran yang terjadi di permukiman padat karena hubungan arus pendek listrik, (11) banyaknya sungai atau drainase yang tercemar oleh limbah rumah tangga. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa akan banyak dampak buruk yang ditimbulkan akibat tidak adanya perencanaan penataan dalam sebuah wilayah permukiman, terlebih lagi pada permukiman padat dengan jumlah penduduk yang padat pula. Dalam hal ini perlu adanya intervensi dari pemerintah untuk melakukan penerapan compact city dalam setiap pembangunan di wilayahnya. Meskipun pada umumnya kota telah dilengkapi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), bahkan dengan perencanaan yang lebih detail dalam bentuk Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTR) serta perencanaannya yang kedalamannya sudah sampai pada Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dan Zoning Regulation. Namun, pengalaman membuktikan bahwa rencana yang telah diundangkan tidak dijadikan sebagai rujukan dalam pemanfaatan ruang berupa pembangunan sarana gedung, perumahan maupun pembangunan sarana dan prasana kota lainnya. Konsep compact city sebenarnya sudah digagas oleh Budiarjo, 17 bahwa penyusunan rencana tata ruang harus dilandasi pemikiran perspektif menuju keadaan pada masa depan yang didambakan, bertitik tolak dari data, informasi, ilmu pengetahuan dan teknlogi yang dapat dipakai, serta memperhatikan keragaman wawasan kegiatan tiap sektor. Konsep compact city juga harus dapat menjaga kelestarian lingkungan hidup, maka kebijaksanaan pokok yang nanti dapat ditempuh yakni dengan jalan sebagai berikut: 18 Pertama, mengembangkan kelembagaan melalui penetapan organisasi pengelolaan yang mantap, dengan rincian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang 15 Jaroslav Burian, Advances in Spatial Planning (Croatia: InTech, 2012), hlm Ibid. 17 Eko Budiarjo, Tata Ruang Perkotaan di Indonesia (Bandung: PT.Alumni, 2004), hlm Ibid. 218 Jurnal RechtsVinding, Vol. 6 No. 2, Agustus 2017, hlm

7 jelas. Kedua, meningkatkan kemampuan aparatur yang dapat mendukung kegiatan penataan ruang dan penataan pertanahan demi menjaga kelestarian lingkungan hidup. Ketiga, memasyarakatkan penataan ruang dan penataan pertanahan demi menjaga kelesatarian lingkungan hidup kepada masyarakat dan dunia usaha serta unsur lain. Keempat, memantapkan pemanfaatan rencana tata ruang sebagai acuan bagi pembangunan daerah dengan perhatian khusus pada kawasan cepat berkembang dan kawasan andalan, serta kawasan strategis. Kelima, memantapkan pengendalian pemanfaatan ruang termasuk pengamanan terhadap kawasan yang memiliki aset penting bagi pemerintah daerah. Keenam, meningkatkan sistem informasi, pemantauan dan evaluasi dalam penataan ruang dan penataan pertanahan demi menjaga kelestarian lingkungan hidup. Pengaturan compact city dilaksanakan secara bersama-sama, terpadu dan menyeluruh dalam upaya mencapai tujuan pembangunan, penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas (1) keterpaduan, (2) keserasian, keselarasan, dan kesinambungan, (3) keberlanjutan, (4) keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, (5) keterbukaan, (6) kebersamaan dan kemitraan, (7) perlindungan kepentingan umum, (8) kepastian hukum dan keadilan, (9) akuntabilitas. 19 Melihat kondisi tersebut di atas, pembangunan di Indonesia khususnya di beberapa wilayah perkotaan wajib memiliki suatu konsep perencanaan tata ruang, yang disebut dengan Master Plan yang berdasarkan konsep compact city, di mana konsep tersebut sebagai arahan dan pedoman dalam melaksanakan pembangunan, sehingga masalah-masalah yang akan timbul yang diakibatkan dari hasil pembangunan akan diminimalisir. Pentingnya Penataan Ruang dengan konsep compact city, antara lain, 20 pertama, untuk meningkatkan sistem penyusunan rencana tata ruang, memantapkan pengelolaan pemanfaatan ruang dan memantapkan pengendalian pemanfaatan ruang terutama untuk mempertahankan pemanfaatan fungsi lahan irigasi teknis dan kawasan-kawasan lindung; meningkatkan kapasitas kelembagaan dan organisasi penataan ruang di daerah, baik aparat pemerintah daerah, lembaga legislatif, dan yudikatif maupun lembaga-lembaga dalam masyarakat agar rencana tata ruang ditaati oleh semua pihak secara konsisten. Kedua, meningkatkan asas manfaat berbagai sumber daya yang ada dalam lingkungan seperti meningkatkan fungsi perlindungan terhadap tanah, hutan, air, flora, fungsi industri, fungsi pertanian, fungsi pemukiman dan fungsi lain. Kesalahan tata ruang lingkungan dapat menimbulkan dampak pada udara dan iklim, perairan, lahan dan lain-lain yang akan berakibat fatal bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Ketiga, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di antaranya adalah untuk memperkokoh Ketahanan Nasional berdasarkan Wawasan Nusantara dan sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan semakin besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang, 19 Sesuai amanah Bab II Pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. 20 Bandingkan dengan Vanessa Watson, Change and Continuity in Spatial Planning Metropolitan Planning in Cape Town Under Political Transition (London: Routledge, 2002), hlm Tinjauan Yuridis Konsep Compact City dalam Mendukung Tata Ruang Kota (Jamilus) 219

8 maka kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan antar daerah dan antara pusat dan daerah agar tidak menimbulkan kesenjangan antardaerah; Bila dilaksanakan secara komprehenshif dan konsekuen, maka penataan ruang dengan konsep compact city dapat menjadi alat yang efektif untuk mencegah kerusakan lingkungan dan berbagai bencana lingkungan seperti banjir dan longsor. Pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang dan mengindahkan kondisi lingkungan dapat menghindari permasalahan lingkungan di masa mendatang. 2. Kedudukan Compact City dalam Hukum Penataan Ruang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari pulau, 21 nama alternatif yang biasa dipakai adalah Nusantara. 22 Dengan populasi lebih dari juta jiwa pada tahun 2016, 23 Indonesia menduduki urutan keempat terpadat penduduknya setelah Tiongkok, India dan Amerika Serikat. 24 Konsep Penataan Ruang secara yuridis bahwa penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. 25 Wilayah negara Indonesia terdiri dari wilayah nasional sebagai suatu kesatuan wilayah provinsi dan wilayah kabupaten/kota yang masing-masing merupakan sub-sistem ruang menurut batasan administrasi. Dapat digambarkan bahwa di dalam sub-sistem tersebut terdapat sumber daya manusia dengan berbagai macam kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dengan sumber daya buatan, dengan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda. Aktivitas pembangunan tersebut tentu saja memerlukan lahan dan ruang sebagai tempat untuk menampung kegiatan pembangunan dimaksud. Penggunaan lahan oleh setiap aktivitas pembangunan sedikitnya akan mengubah rona awal lingkungan menjadi rona lingkungan baru, sehingga terjadi perubahan kesinambungan lingkungan, yang kalau tidak dilakukan penggarapan secara cermat dan bijaksana, akan terjadi kemerosotan kualitas lingkungan, merusak dan bahkan memusnahkan kehidupan habitat tertentu dalam ekosistem bersangkutan. Selanjutnya ditegaskan sebagai berikut: 26 a. Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem internal perkotaan. b. Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budi daya. c. Penataan ruang berdasarkan wilayah administrasi terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataaan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota. d. Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas penataan ruang 21 Metrotvnews. Jum at, 18 Oktober Justus M. van der Kroef The Term Indonesia: Its Origin and Usage. Journal of the American Oriental Society 71(3), 1951, hlm Badan Pusat Statistik, Proyeksi Penduduki Indonesia , (Jakarta: BPPN, BPS, 2013), hlm Ibid. 25 Pasal 4 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68). 26 Ibid., Pasal Jurnal RechtsVinding, Vol. 6 No. 2, Agustus 2017, hlm

9 kawasan perkotaan, dan penataan ruang kawasan perdesaan. e. Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan strategis nasional, penatan ruang kawasan strategis provinsi, dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota. Hukum penataan ruang dengan konsep compact city yang efektif dan efisien di Indonesia harus memperhatikan fenomena urban sprawl dan liberalisasi pasar tanah telah menimbulkan sejumlah permasalahan perkotaan, di antaranya: pertama kemacetan. Dengan bertambahnya jumlah penduduk di perkotaan dan semakin meluasnya jangkauan perkotaan, kebutuhan akan sarana transportasi untuk melayani pergerakan barang dan jasa dari daerah pinggiran menuju pusat kota menjadi meningkat. Kedua, berkurangnya kenyamanan kawasan perkotaan. Tingkat kenyamanan kawasan perkotaan dirasakan semakin berkurang. Bertambahnya jumlah penggunaan kendaraan bermotor, tumbuhnya perumahanperumahan baru akibat pertumbuhan jumlah penduduk, dan berkurangnya penyediaan ruang terbuka hijau di perkotaan telah berkontribusi pada menurunnya kualitas hidup di perkotaan. Munculnya kebisingan dan polusi, berkurangnya ruang publik, dan marjinalisasi pejalan kaki juga menjadi indikator menurunnya kualitas lingkungan perkotaan. Ketiga, inefisiensi penggunaan energi. Dengan meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor untuk memfasilitasi pergerakan dari kawasan pinggiran ke pusat kota, tingkat penggunaan bahan bakar tentunya juga akan meningkat. Selain itu, zonazona kegiatan perkotaan yang terpisah-pisah juga menyebabkan bertambahnya jarak tempuh untuk melakukan pergerakan dari satu zona ke zona lainnya. Berkurangnya lahan hijau di perkotaan juga berakibat pada meningkatnya suhu udara di kawasan perkotaan yang dapat memicu peningkatan penggunaan pendingin. Keempat, ketidakadilan akses perumahan. Tidak terkendalinya pasar tanah di perkotaan juga telah menyebabkan ketidakadilan dalam mengakses perumahan. Melihat fenomena perkembangan perkotaan di Indonesia dan permasalahan yang muncul, konsep compact city dapat dilihat sebagai sebuah solusi. Melalui penerapan konsep compact city, lahan-lahan di perkotaan akan dimanfaatkan seefisien mungkin menjadi permukiman berkepadatan tinggi dengan berbagai macam fungsi perkotaan yang diwadahi pada beberapa pusat kegiatan. Pusat kota akan dibagi menjadi pusat-pusat kecil yang mandiri yang dapat mengakomodasi fungsi wisma, karya, suka, dan marga yang berdekatan, sehingga akan dengan memperpendek jarak tempuh perjalanan dari satu fungsi ke fungsi lainnya. Sementara itu, kotakota satelit di sekitar kota inti akan diintegrasikan dengan simpul-simpul transit pergerakan, seperti kemungkinan pengembangan railbased development. Hal yang sama juga diterapkan pada penentuan pusat-pusat kegiatan baru dengan guna lahan campuran di sekitar simpul transportasi perkotaan. Peraturan yang berkaitan dengan penataan ruang (kota) modern di Indonesia telah diperhatikan ketika kota Jayakarta (kemudian menjadi Batavia) dikuasai oleh Belanda pada awal abad ke-7, tetapi peraturan tersebut baru dikembangkan secara insentif pada awal abad ke-20. Peraturan pertama yang dapat dicatat disini adalah De Statuen Van 1642 yang dikeluarkan oleh VOC khusus untuk kota Batavia. Peraturan ini tidak hanya membangun pengaturan jalan, jembatan dan bangunan Tinjauan Yuridis Konsep Compact City dalam Mendukung Tata Ruang Kota (Jamilus) 221

10 lainnya, tetapi juga merumuskan wewenang dan tanggung jawab pemerintah kota. Pembangunan peraturan kota mulai diperhatikan lagi setelah Pemerintah Hindia Belanda menerbitkan Undang-Undang Desentralisasi pada tahun 1903 yang mengatur pembentukan pemerintah kota dan daerah. Di mana undang-undang ini memberikan hak kepada kota-kota untuk mempunyai pemerintahan, administrasi dan keuangan kota sendiri. Tugas pemerintahan kota diantaranya adalah pembangunan dan pemeliharaan jalan dan saluran air, pemeriksaan bangunan dan perumahan, perbaikan perumahan dan perluasan kota. Berdasarkan undang-undang ini dibentuklah pemerintahan otonom yang disebut Gemeente, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Tak lama kemudian, pada tahun 1905 diterbitkan Localen-Raden Ordonantie, Stb. 1905/191 Tahun 1905 yang antara lain berisi pemberian wewenang pada pemerintahan kota untuk menentukan prasyarat persoalan pembangunan kota. Karena mengalami beberapa persoalan mengenai pembentukan kota, pada akhirnya pemerintah Hindia Belanda menyadari perlunya perencanaan kota yang menyeluruh. Hal inilah yang memicu dimulainya pengembangan perencanaan kota di Indonesia, meskipun pada saat itu belum ada peraturan pemerintah yang seragam. Peraturan pembangunan kota tidak dapat dipisahkan dengan usaha-usaha Thomas Karsten, yang dalam kegiatannya dari tahun 1902 sampai dengan 1940 telah menghasilkan dasardasar yang kokoh bagi perkembangan peraturan pembangunan kota yang menyeluruh, antara lain untuk penyusunan rencana umum, rencana detail, dan peraturan bangunan. Laporan Thomas Karsten mengenai pembangunan kota Hindia Belanda yang diajukan pada kongres desentralisasi pada tahun 1920 tidak hanya berisikan konsep dasar pembangunan kota dan peran pemerintah kota, tetapi juga merupakan petunjuk praktis yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk penyusunan berbagai jenis rencana. Peraturan yang penting bagi perencanaan kota yang disahkan pada tahun 1926 adalah Bijblad, di mana peraturan ini yang menjadi dasar kegiatan perencanaan kota sebelum perang kemerdekaan. Kemudian dilanjutkan pada tahun 1933, kongres desentralisasi di Indonesia meminta pemerintahan Hindia Belanda untuk memusatkan persiapan peraturan perencanaan kota tingkat pusat. Menyusul permintaan ini, dibentuklah suatu Panitia Perencanaan Kota pada tahun 1934 untuk menyiapkan peraturan perencanaan kota sebagai pengganti Bijblad. Pada tahun 1939 pemerintah Hindia Belanda menyusun RUU Perencanaan Wilayah perkotaan di Jawa yang berisikan persyaratan pembangunan kota untuk mengatur kawasankawasan perumahan, transportasi, tempat kerja dan rekreasi. Masuknya Jepang ke Indonesia dan adanya perang kemerdekaan Indonesia menyebabkan RUU Perencanaan Wilayah Perkotaan di Jawa baru disahkan pada tahun 1948 dengan nama Stadsvorming Ordonantie, Stb 1948/168 (SVO, atau Ordonansi Pembentukan Kota), yang kemudian diikuti dengan peraturan pelaksanaanya yaitu Stadsvormingverordening, Stb 1949/40 (SVV atau Peraturan Pembentukan Kota). SVO dan SVV diterbitkan untuk mempercepat pembangunan kembali wilayahwilayah yang hancur akibat peperangan dan pada mulanya hanya diperuntukan bagi 15 kota, yakni Batavia, Tegal, Pekalongan, 222 Jurnal RechtsVinding, Vol. 6 No. 2, Agustus 2017, hlm

11 Semarang, Salatiga, Surabaya, Malang, Padang, Palembang, Banjarmasin, Cilacap, Tanggerang, Bekasi, Kebayoran dan Pasar Minggu. Pesatnya perkembangan kota dan berubahnya karakteristik kota menyebabkan SVO tidak sesuai lagi untuk mengatur penataan ruang di Indonesia, selain hanya diperuntukan bagi 15 kota, ordonansi ini hanya menciptakan dan mengatur kawasan-kawasan elite serta tidak mampu mengikuti perkembangan yang ada. Karena itulah pemerintah Indonesia mengajukan RUU Bina Kota pada tahun 1970 yang dipersiapkan oleh Departemen PUTL. RUU ini mencakup ketentuan-ketentuan antara lain tahapan pembangunan, pembiayaan pembangunan, peraturan bangunan, dan peremajaan kota. Namun, usulan tersebut tidak pernah disetujui. Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya Indonesia menyusun Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, yang akhirnya undang-undang tersebut disahkan dan berlaku. Namun seiring dengan adanya perubahan terhadap paradigma otonomi daerah melalui ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka ketentuan mengenai penataan ruang mengalami perubahan yang ditandai dengan digantinya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang menjadi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Beberapa kelemahan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang antara lain: Pertama, rencana tata ruang wilayah nasional telah disinggung di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, akan tetapi pemerintah juga telah mengeluarkan ketentuan tentang rencana tata ruang wilayah nasional di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Kedua, peninjauan, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Namun peninjauan tersebut bisa terjadi lebih dari satu kali jika ada keadaan darurat seperti bencana alam yang terjadi di wilayah tersebut. Ketiga, produk hukum dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah peraturan pemerintah, salah satunya adalah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 20 ayat (6) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menjadi pedoman bagi penataan ruang di Indonesia. Penataannya diimplementasikan melalui rencana umum dan rencana rinci. Pertama, rencana umum tata ruang secara berhierarki terdiri atas: a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; b. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; dan c. Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota. Kedua, rencana rinci tata ruang terdiri atas: a. rencana tata ruang pulau/ kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional; b. rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan c. rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota. Namun demikian belum menerapkan konsep compat city terutama pada rencana tata ruang kota, yang belum merinci tentang meningkatkan kawasan terbangun dan kepadatan penduduk permukiman, mengintensifkan aktifitas ekonomi, sosial dan budaya perkotaan, dan memanipulasi ukuran Tinjauan Yuridis Konsep Compact City dalam Mendukung Tata Ruang Kota (Jamilus) 223

12 kota, bentuk dan struktur perkotaan serta sistem permukiman dalam rangka mencapai manfaat keberlanjutan lingkungan, sosial, dan global, yang diperoleh dari pemusatan fungsifungsi perkotaan. Muatan isi dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWKot) menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 secara mutatis mutandis sama dengan RTRW Kabupaten, dengan ketentuan selain rincian dalam Pasal 26 ayat (1) ditambahkan konsep compact city dengan: a. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau; b. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau; dan c. rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah. D. Penutup Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa konsep penataan ruang yang efektif dan efisien dapat dilakukan melalui compact city. Definisi compact city menekankan pada dimensi kepadatan yang tinggi. Pendekatan compact city adalah meningkatkan kawasan terbangun dan kepadatan penduduk permukiman, mengintensifkan aktifitas ekonomi, sosial dan budaya perkotaan, dan memanipulasi ukuran kota, bentuk dan struktur perkotaan serta sistem permukiman dalam rangka mencapai manfaat keberlanjutan lingkungan, sosial, dan global, yang diperoleh dari pemusatan fungsi-fungsi perkotaan. Namun demikian hukum penataan ruang di Indonesia belum mendorong pada konsep compact city. Dengan demikian penting untuk diadakan revisi mengenai Undang-Undang Nomor 26 Tahun Daftar Pustaka Buku Akib, Muhammad, Charles Jackson, dkk, Hukum Penataan Ruang (Bandar Lampung: Pusat Kajian Konstitusi dan Peraturan Perundang-Undangan Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2013). Bintarto, R. Interaksi Desa Kota dan Permasalahannya (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1989). Budiarjo, Eko. Tata Ruang Perkotaan di Indonesia (Bandung: PT. Alumni, 2004). Burian, Jaroslav, Advances in Spatial Planning (Croatia: InTech, 2012). Hasni, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010). Jenks, Mike, Elizabeth Burton and Katie Williams, The Compact City: A Sustainable Urban Form? (UK: E & FN Spon, 2005). Jenks, Mike and Rod Burgess, Compact Cities: Sustainable Urban Forms for Developing Countries (London: Spon Press, 2004). Logan, John R. and Todd Swanstrom, Beyond the City Limits (Philadelphia: Temple University Press, 1990). Morphet, Janice, Effective Practice in Spatial Planning (London: Routledge, 2011). Muljana, BS, Perencanaan Pembangunan Nasional, Proses Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional dengan Fokus Repelita V (Jakarta: UI- Press, 2001). Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Sosial (Yogyakarta : Gajahmada Press, 1993). Potter, Robert B, Urbanisation and Planning in the 3rd World (London: Routledge, 1985). Tim Peneliti Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Penanganan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Penerapan Konsep Kota Kompak Compact City) dan Transit-Oriented Development (Yogyakarta: UGM, tt). Watson, Vanessa, Change and Continuity in Spatial Planning Metropolitan planning in Cape Town under political transition (London: Routledge, 2002). Makalah/Artikel/Laporan/Hasil Penelitian 224 Jurnal RechtsVinding, Vol. 6 No. 2, Agustus 2017, hlm

13 Roychansyah, M. Sani, Paradigma Kota Kompak : Solusi Masa Depan Tata Ruang Kota?, Inovasi Online, Edisi Vol.7/XVIII/Juni, Peraturan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Tinjauan Yuridis Konsep Compact City dalam Mendukung Tata Ruang Kota (Jamilus) 225

14 Halaman ini dikosongkan 226 Jurnal RechtsVinding, Vol. 4 No. 2, Agustus 2015, hlm

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II PENATAAN RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN A. Definisi Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007

BAB II PENATAAN RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN A. Definisi Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 18 BAB II PENATAAN RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 A. Definisi Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Dengan diundangkannya UUPA itu, berarti sejak saat itu telah memiliki

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5883 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 101). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG

II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG A. Penataan Taman Kota Dalam Konteks Ruang Terbuka Hijau Pembangunan perkotaan, merupakan bagian dari pembangunan nasional, harus

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG:

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG: MATERI 1. Pengertian tata ruang 2. Latar belakang penataan ruang 3. Definisi dan Tujuan penataan ruang 4. Substansi UU PenataanRuang 5. Dasar Kebijakan penataan ruang 6. Hal hal pokok yang diatur dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Ruang, Tata Ruang, dan Penataan Ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Ruang, Tata Ruang, dan Penataan Ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ruang, Tata Ruang, dan Penataan Ruang Menurut D.A. Tisnaadmidjaja, yang dimaksud dengan ruang adalah wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis dan geometris

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN 2009-2028 I. UMUM 1. Ruang wilayah Kabupaten Pacitan, baik sebagai kesatuan

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks dibanding daerah sekitarnya (Bintarto, 1977). perekonomian, atau sebagai pusat pemerintahan (Darmendra, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kompleks dibanding daerah sekitarnya (Bintarto, 1977). perekonomian, atau sebagai pusat pemerintahan (Darmendra, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkotaan merupakan bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dan corak kehidupan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN IZIN TATA RUANG DAN MENDIRIKAN BANGUNAN KOTA MEDAN. wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan

BAB II PENGATURAN IZIN TATA RUANG DAN MENDIRIKAN BANGUNAN KOTA MEDAN. wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan BAB II PENGATURAN IZIN TATA RUANG DAN MENDIRIKAN BANGUNAN KOTA MEDAN A. Pengertian Tata Ruang dan Bangunan Menurut D.A. Tisnaadmidjaja, yang dimaksud dengan ruang adalah wujud fisik wilayah dalam dimensi

Lebih terperinci

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1 APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH Budiman Arif 1 PENDAHULUAN Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh : Purba Robert Sianipar Assisten Deputi Urusan Sumber daya Air Alih fungsi lahan adalah salah satu permasalahan umum di sumber daya air yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN 2013-2032 I. UMUM Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan bahwa, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

Apa saja Struktur Ruang dan Pola Ruang itu??? Menu pembangunan atau produk dokumen yang kita buat selama ini ada dibagian mana??

Apa saja Struktur Ruang dan Pola Ruang itu??? Menu pembangunan atau produk dokumen yang kita buat selama ini ada dibagian mana?? DASAR PENATAAN RUANG DAN PENGGUNAAN LAHAN Semakin menurunnya kualitas permukiman Alih fungsi lahan Kesenjangan antar dan di dalam wilayah Kolaborasi bangunan yang tidak seirama Timbulnya bencana Mamanasnya

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

Peran Dinas Tata Kota Bandar Lampung Dalam Pengendalian Pemanfaatan Tata Ruang. Ati Yuniati. Abstrak

Peran Dinas Tata Kota Bandar Lampung Dalam Pengendalian Pemanfaatan Tata Ruang. Ati Yuniati. Abstrak Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 6 No. 1 Januari-April 2012, ISSN 1978-5186 Peran Dinas Tata Kota Bandar Lampung Dalam Pengendalian Pemanfaatan Tata Ruang Ati Yuniati Bagian Hukum Administrasi Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan 18 Desember 2013 STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan Deputi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup 18 Desember 2013 Peran Jakarta

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prasarana penunjang kehidupan manusia yang semakin meningkat. Tolak ukur kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. prasarana penunjang kehidupan manusia yang semakin meningkat. Tolak ukur kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan zaman serta pertumbuhan laju penduduk mendorong terjadinya pembangunan yang sangat pesat, baik pemabangunan yang ada di daerah maupun pembangunan

Lebih terperinci

BAB 2 KETENTUAN UMUM

BAB 2 KETENTUAN UMUM BAB 2 KETENTUAN UMUM 2.1 PENGERTIAN-PENGERTIAN Pengertian-pengertian dasar yang digunakan dalam penataan ruang dan dijelaskan di bawah ini meliputi ruang, tata ruang, penataan ruang, rencana tata ruang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mahluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan

I. PENDAHULUAN. mahluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ruang mengandung pengertian sebagai wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota sebagai pusat pertumbuhan menyebabkan timbulnya daya tarik yang tinggi terhadap perekonomian sehingga menjadi daerah tujuan untuk migrasi. Dengan daya tarik suatu

Lebih terperinci

Implikasi dan Implementasi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi Jawa Timur

Implikasi dan Implementasi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi Jawa Timur Implikasi dan Implementasi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi Jawa Timur Oleh : Hadi Prasetyo (Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur) I. Pendahuluan Penataan Ruang sebagai suatu sistem

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

Menuju Pembangunan Permukiman yang Berkelanjutan

Menuju Pembangunan Permukiman yang Berkelanjutan Menuju Pembangunan Permukiman yang Berkelanjutan Urbanisasi dan Pentingnya Kota Tingginya laju urbanisasi menyebabkan semakin padatnya perkotaan di Indonesia dan dunia. 2010 2050 >50% penduduk dunia tinggal

Lebih terperinci

KOORDINASI PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM USDRP

KOORDINASI PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM USDRP Republik Indonesia Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS KOORDINASI PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM USDRP DISAMPAIKAN OLEH: DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH BAPPENAS PADA:

Lebih terperinci

Makalah Kunci. Peningkatan Kesetaraan Pembangunan Antara Kawasan Perdesaan dan Perkotaan Melalui Pembangunan Kota-Kota Sekunder.

Makalah Kunci. Peningkatan Kesetaraan Pembangunan Antara Kawasan Perdesaan dan Perkotaan Melalui Pembangunan Kota-Kota Sekunder. Makalah Kunci Peningkatan Kesetaraan Pembangunan Antara Kawasan Perdesaan dan Perkotaan Melalui Pembangunan Kota-Kota Sekunder Disampaikan oleh: Soenarno Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Acara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 72 PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2011-2031 I. UMUM. Latar belakang disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT Versi 23 Mei 2017 PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan

Lebih terperinci

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang adalah pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Pertumbuhan penduduk mengakibatkan terjadinya peningkatan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

ASPEK STRATEGIS PENATAAN RUANG KAWASAN PERKOTAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

ASPEK STRATEGIS PENATAAN RUANG KAWASAN PERKOTAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL ASPEK STRATEGIS PENATAAN RUANG KAWASAN PERKOTAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL Oleh: Ginandjar Kartasasmita Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Disampaikan pada Pembahasan RPP Penataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Berkaitan dengan ketentuan tersebut, dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) dinyatakan bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D I R E K T O R A T J E N D E R A L P E N A T A A N R U A N G

K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D I R E K T O R A T J E N D E R A L P E N A T A A N R U A N G DENGAN UNDANG-UNDANG PENATAAN RUANG MENUJU RUANG NUSANTARA YANG AMAN, NYAMAN, PRODUKTIF, DAN BERKELANJUTAN Sosialisasi Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Medan, 10 Mei 2010 K E M E

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 18 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA BANDUNG TAHUN 2011-2031

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 18 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA BANDUNG TAHUN 2011-2031 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 18 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA BANDUNG TAHUN 2011-2031 I. Penjelasan Umum... II. Pasal Demi Pasal Pasal 1 Angka 1 Angka 2 Angka

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Pembangunan Ekonomi Perkotaan

Pembangunan Ekonomi Perkotaan Pendahuluan Pembangunan Ekonomi Perkotaan Pendahuluan PEMBANGUNAN EKONOMI PERKOTAAN Oleh: H. Rahardjo Adisasmita Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2005 Hak Cipta 2005 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tataralok Sebagai Acuan Pengembangan Sistem Transportasi Terpadu Transportasi merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, yang mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota-kota di Indonesia kini tengah mengalami degradasi lingkungan menuju berkurangnya ekologis, akibat pembangunan kota yang lebih menekankan dimensi ekonomi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prasarana kota berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kawasan Pantai Utara Jakarta ditetapkan sebagai kawasan strategis Provinsi DKI Jakarta. Areal sepanjang pantai sekitar 32 km tersebut merupakan pintu gerbang dari

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

URGENSI KEBERADAAN PERATURAN DAERAH RENCANA TATA RUANG WILAYAH TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH PERKOTAAN

URGENSI KEBERADAAN PERATURAN DAERAH RENCANA TATA RUANG WILAYAH TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH PERKOTAAN URGENSI KEBERADAAN PERATURAN DAERAH RENCANA TATA RUANG WILAYAH TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH PERKOTAAN Oleh: Putu Tasya Ratna Elisabeth Kusumaedi I Nyoman Bagiastra Bagian Hukum Administrasi Negara

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BENER MERIAH

PEMERINTAH KABUPATEN BENER MERIAH PEMERINTAH KABUPATEN BENER MERIAH QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR : 13 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH ( RTRW ) KABUPATEN BENER MERIAH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BENER

Lebih terperinci

Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya

Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya Yogyakarta, 13 Agustus 2015 Oleh : Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Bina Marga Kabupaten Grobogan. Permasalahan berdasarkan tugas dan fungsi

Lebih terperinci

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

DEWAN RISET DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA KOMISI B

DEWAN RISET DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA KOMISI B DEWAN RISET DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA KOMISI B BIDANG : TATA RUANG, TRANSPORTASI, INFRASTRUKTUR, EKONOMI PERKOTAAN Kegiatan : Telaahan Permasalahan Strategis Judul Kegiatan : PEDOMAN PENATAAN RUANG DI

Lebih terperinci

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG Misi untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang cerdas, sehat, beriman dan berkualitas tinggi merupakan prasyarat mutlak untuk dapat mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera. Sumberdaya manusia yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

JURNAL. Diajukan oleh : DIYANA NPM : Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup FAKULTAS HUKUM

JURNAL. Diajukan oleh : DIYANA NPM : Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup FAKULTAS HUKUM JURNAL PELAKSANAAN KEBIJAKAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU SETELAH BERLAKUKANYA UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG JUNCTO PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PEKANBARU

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, pencemaran, dan pemulihan kualitas lingkungan. Hal tersebut telah menuntut dikembangkannya berbagai

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Perkembangan Transportasi Kota Pertumbuhan penduduk khususnya di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya pertumbuhan penduduk ini disertai

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG PERKOTAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR : 26 TAHUN Nurahim Rasudin*)

RENCANA TATA RUANG PERKOTAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR : 26 TAHUN Nurahim Rasudin*) RENCANA TATA RUANG PERKOTAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR : 26 TAHUN 2007 Nurahim Rasudin*) Abstract : Settlement and construction of space has have jurisdiction since regulation of settlement of space

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5794. KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 326). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci