UJI KETAHANAN BEBERAPA STRAIN LARVA UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii de Man) TERHADAP BAKTERI Vibrio harveyi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UJI KETAHANAN BEBERAPA STRAIN LARVA UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii de Man) TERHADAP BAKTERI Vibrio harveyi"

Transkripsi

1 UJI KETAHANAN BEBERAPA STRAIN LARVA UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii de Man) TERHADAP BAKTERI Vibrio harveyi YAN EVAN SKRIPSI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : UJI KETAHANAN BEBERAPA STRAIN LARVA UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii de Man) TERHADAP BAKTERI Vibrio harveyi adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum digunakan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2009 YAN EVAN C

3 RINGKASAN YAN EVAN. Uji Ketahanan Beberapa Strain Larva Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) Terhadap Bakteri Vibrio harveyi. Dibimbing oleh DINAMELLA WAHJUNINGRUM DAN IKHSAN KHASANI. Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang sangat potensial, karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Penyakit yang sering menyerang udang baik di pembenihan maupun pembesaran adalah vibriosis yang disebabkan oleh bakteri Vibrio harveyi. Salah satu cara menanggulangi penyakit vibriosis pada udang adalah dengan menggunakan antibiotik, akan tetapi penggunaan antibiotik memiliki dampak negatif karena dapat menyebabkan resistensi bakteri terhadap antibiotik. Untuk itu, perlu alternatif lain yang aman dan tidak memiliki dampak negatif dalam menanggulangi penyakit vibriosis pada udang, khususnya udang galah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketahanan beberapa strain larva udang galah, yaitu dari Sungai Ogan Sumatra Selatan, Sungai Asahan Sumatra Utara, Sungai Barito Kalimantan Selatan, Sungai Ciasem Jawa Barat, dan strain GIMacro terhadap bakteri Vibrio harveyi, sebagai dasar perakitan varietas unggul udang galah. Penelitian dilakukan pada bulan Februari-April 2009 bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan Departemen Budidaya Perairan, FPIK IPB dan Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi, Subang. Larva udang galah yang digunakan stadia 4 panjang rata-rata 2,7±0,4 mm. Padat penebaran larva adalah 100 ekor/liter. Pakan naupli Artemia sp. diberikan pada pagi dan sore hari. Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan dan perlakuan larva udang galah adalah stoples bervolume 3 liter. Setiap wadah diisi air payau 10 ppt sebanyak 1 liter. Selanjutnya, diinfeksikan bakteri V. harveyi patogen berumur 24 jam dengan kepadatan 10 5 cfu/ml selama 48 jam. Parameter yang diamati meliputi pengamatan visual abnormalitas larva uji dilihat dari tingkah laku larva dan kondisi organ hepatopankreas, tingkat kelangsungan hidup, kelimpahan total bakteri Vibrio sp. dan V. harveyi, identifikasi bakteri, dan parameter kualitas air. Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan strain larva dan tiga ulangan, analisis deskripsi kualitatif dan analisis deskripsi kuantitatif. Dari hasil pengamatan visual terhadap larva udang galah yang terinfeksi, terlihat gejala stress, seperti : nafsu makan rendah terlihat dari kurang responsif terhadap Artemia, berenang tanpa arah, hepatopankreas terlihat pucat dan hancur, serta sampai terjadi perubahan warna tubuh dari transparan menjadi putih pucat pada larva yang terinfeksi bakteri V. harveyi. Selama 48 jam perlakuan tingkat kelangsungan hidup larva yang berasal dari strain induk yang berbeda memberikan hasil sebagai berikut : strain Ogan 20%, strain Ciasem 53,66%, strain Asahan 61,33%, strain GIMacro 65%, dan strain Barito 75%. Larva strain Barito memiliki tingkat kelangsungan hidup yang paling tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar 75%. Tingkat kelangsungan hidup terendah terlihat pada perlakuan larva strain Ogan sebesar 20%. Hasil kelimpahan total bakteri Vibrio sp. dan V. harveyi pada awal infeksi untuk setiap perlakuan ratarata berkisar 10 5 cfu/ml, sedangkan pada akhir perlakuan kelimpahan total bakteri menurun, menjadi berkisar antara cfu/ml. Kelimpahan bakteri V. harveyi pada larva yang mati berkisar cfu/larva.

4 UJI KETAHANAN BEBERAPA STRAIN LARVA UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii de Man) TERHADAP BAKTERI Vibrio harveyi YAN EVAN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

5 Judul Skripsi Nama Mahasiswa Nomor Pokok : Uji Ketahanan Beberapa Strain Larva Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) Terhadap Bakteri Vibrio harveyi : Yan Evan : C Pembimbing I Menyetujui : Pembimbing II Dr. Dinamella Wahjuningrum Ikhsan Khasani, S.Si, M.Si NIP NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP Tanggal Lulus :

6 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat- Nya sehingga laporan penelitian akhir yang berjudul Uji Ketahanan Beberapa Strain Larva Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) Terhadap Bakteri Vibrio harveyi dapat terselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Orang tua dan keluarga (teh Vina, Nina, Teguh) yang telah mendoakan serta segala dukungan dan dorongan baik materil dan non materil. 2. Kepala Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi Subang, yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di tempat tersebut. 3. Ibu Dr. Dinamella Wahjuningrum sebagai pembimbing skripsi I serta Bapak Ikhsan Khasani sebagai pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak Dr. Nur Bambang Priyo Utomo sebagai dosen tamu yang telah banyak memberikan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Ketua Departemen Budidaya Perairan dan Ketua Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya atas segala bantuannya. 6. Pak Ranta selaku teknisi Laboratorium Kesehatan Ikan, Ibu Ince Ayu, Ibu Suri, Ibu Ibar, Mba Tita, Pa Hengky, Pa Aris, Kang Abe dan Pa Narto atas segala bimbingannya. 7. Rekan mahasiswa/i BDP 42 (Bunda Widi terimakasih atas semua catatan kuliahnya, HariWung thanks atas bantuan selama penelitian di Loka, Galih Hardita, Arga temen 1 kostan, Dodi, Bayu, Galih Field, Zeze, Fahirus, Angga, Majek, Lina, Dina, Ratna, Aris, Fuad, Vika, Yeni, Zizah, Wika pa komti, dll) dan semua pihak lainnya yang telah banyak memberikan dorongan dan doa. 8. Bunga Kusumah Pertiwi atas kebersamaannya selama ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan informasi dan manfaat. Bogor, Agustus 2009 YAN EVAN

7 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Subang pada tanggal 25 Mei 1987 dengan Ayahanda Muadin dan Ibunda Ida Hamidah. Penulis mengikuti pendidikan formal di SMUN 1 Subang dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis berhasil masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya. Selama studi, penulis aktif dibidang kewirausahaan khususnya dibidang perikanan dan pernah mengikuti bazaar yang diadakan di kampus IPB. Selain itu penulis juga menjadi asisten program sarjana pada mata kuliah Dasar-dasar Mikrobiologi Akuatik ( ). Penulis juga mengikuti Pekan Kreativitas Mahasiswa bidang kewirausahan tahun 2008 dan berhasil didanai oleh DIKTI dengan judul Prospek Produk Aquarium Bohlam (Aqualamp) Sebagai Ornamen Dinding Unik dan Estetik, serta pada tahun 2009 penulis juga berhasil lolos kembali pada Pekan Kreatifitas Mahasiswa dengan judul Nasi Goreng Buah. Untuk menambah pengetahuan dalam budidaya ikan, penulis mengikuti magang liburan di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar dengan komoditas udang galah (2007). Pada tahun 2008, penulis mengikuti Praktek Lapang dengan judul Pembenihan Kuda Laut di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung, Lampung Selatan. Untuk menyelesaikan studi penulis melakukan penelitian dengan judul Uji Ketahanan Beberapa Strain Larva Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) Terhadap Bakteri Vibrio harveyi.

8 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang sangat potensial, karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal ini terlihat dari kecenderungan meningkatnya harga udang galah di pasaran domestik maupun internasional. Pada tahun 2003 harga udang galah ukuran konsumsi (size ekor/kg) Rp Sedangkan per Januari 2009 naik menjadi Rp /kg size 30 ekor (Herdiana, 2009). Populasi udang galah di Indonesia bersifat unik. Berdasarkan distribusi geografisnya dapat diprediksi bahwa Indonesia menjadi centre of origin dari udang galah karena terdapat 19 spesies dari marga Macrobrachium (Hadie & Hadie, 2002). Perkembangan budidaya udang galah cukup pesat di Bali dan Yogyakarta. Selain kedua propinsi tersebut, terjadi pula kecenderungan perluasan usaha budidaya udang galah di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Riau, Kalimantan, dan Sulawesi (Khairuman dan Amri, 2004). Sebagian besar masyarakat ataupun petani di daerah tersebut telah banyak membudidayakan udang galah secara intensif sehingga resiko udang terjangkit penyakit lebih tinggi. Penyakit merupakan faktor pembatas dan merupakan masalah serius yang harus ditanggulangi sebaik mungkin. Munculnya penyakit merupakan akibat adanya interaksi antara agen penyebab penyakit, inang dan lingkungan. Dalam hal ini, lingkungan dapat menjadi stressor (penyebab munculnya penyakit), karena pada saat lingkungan memburuk, seperti adanya fluktuasi kualitas air secara ekstrim, udang mudah stress dan akibatnya rentan terhadap penyakit, serta dapat mengakibatkan kematian atau penurunan sintasan (Tidwell, 1998). Penyakit yang sering menyerang udang baik di pembenihan maupun pembesaran adalah vibriosis. Penyakit vibriosis dapat menyebabkan kerugian akibat kematian yang ditimbulkannya. Penyakit tersebut biasanya disebabkan oleh bakteri Vibrio harveyi. Penyakit yang diakibatkan V. harveyi bersifat sangat akut dan ganas karena dapat mematikan populasi larva udang yang terserang dalam waktu 1 sampai 3 hari sejak awal dampak (Rukyani et al., 1992). Salah satu cara menanggulangi penyakit vibriosis pada udang adalah dengan menggunakan pasokan induk yang sehat, terbebas dari patogen spesifik, 1

9 atau Specific Pathogen Free (SPF) dan Specific Pathogen Resistant (SPR) (Sukadi et al., 2006). Namun demikian, untuk menghasilkan induk udang SPF maupun SPR tidak mudah, karena untuk memproduksi udang SPF maupun SPR diperlukan penerapan teknologi intensif, biosecurity, serta penerapan cara budidaya yang baik dan bertanggung jawab. Hal-hal tersebut masih sulit diterapkan di Indonesia, sehingga induk udang SPF dan SPR masih tergantung dari pasokan impor, seperti pasokan dari Hawai dan Florida. Selain itu, penggunaan antibiotik untuk menanggulangi penyakit vibriosis juga telah dilarang karena dapat menyebabkan resistensi bakteri terhadap antibiotik. Untuk itu, perlu alternatif lain yang aman dan tidak memiliki dampak negatif dalam menanggulangi penyakit vibriosis pada udang, khususnya udang galah. Perkembangan teknologi budidaya perikanan dan riset pemuliaan diharapkan dapat menghasilkan varietas udang galah yang tidak saja unggul dari segi pertumbuhan, tetapi juga unggul dari segi ketahanan terhadap penyakit terutama penyakit vibriosis. Indonesia dikenal sebagai centre of origin dari udang galah yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia. Adanya perbedaan populasi dan asal geografis udang galah, memungkinkan terdapatnya sumber populasi udang galah yang lebih tahan terhadap penyakit vibriosis. Selanjutnya, jika terdapat salah satu sumber populasi yang lebih tahan terhadap penyakit vibriosis diharapkan dapat menjadi dasar perakitan varietas unggul udang galah, sehingga penyakit vibriosis tidak lagi menjadi ancaman dalam pembenihan udang galah. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketahanan beberapa strain larva udang galah, yaitu Sungai Ogan Sumatra Selatan, Sungai Asahan Sumatra Utara, Sungai Barito Kalimantan Selatan, Sungai Ciasem Jawa Barat, dan strain GIMacro terhadap bakteri Vibrio harveyi, sebagai dasar perakitan varietas unggul udang galah. 2

10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) Sebagian besar udang air tawar termasuk dalam famili Palaemonidae dan genus Macrobrachium yang merupakan genus paling banyak jenisnya. Udang galah merupakan salah satu jenis dari genus Macrobrachium yang paling banyak dikenal karena ukurannya yang besar. Kedudukan udang galah di dalam sistematika (Holthuis, 1950 dalam Hadie dan Hadie, 1991) sebagai berikut: Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili : Palaemonidae Subfamili : Palaemoninae Genus : Macrobrachium Spesies : Macrobrachium rosenbergii de Man Seperti udang lain pada umumnya, badan udang galah terdiri dari ruas-ruas yang ditutup dengan kulit keras. Bagian kulit tersebut cukup keras, tidak elastis dan terdiri dari zat chitin yang tidak dapat mengikuti pertumbuhan dagingnya. Badan udang galah terdiri dari tiga bagian yaitu bagian kepala dan dada yang bersatu membentuk satuan kepala-dada (cephalothorax), bagian badan (abdomen) dan bagian ekor (uropoda). Morfologi udang galah ditampilkan pada Gambar 1. cephalothorax (kepala) abdomen ( badan ) rostrum mata pleura elson ekor capit kaki renang antenna ruas-ruas bagian badan Pereiopods (kaki jalan) Duri hepatika Gambar 1. Morfologi udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man). (New MB, 2002) 3

11 Bagian cephalothorax dibungkus oleh kulit keras yang disebut karapas. Pada bagian depan kepala terdapat tonjolan karapas yang bergerigi (rostrum). Walaupun fungsi rostrum secara pasti belum diketahui, namun secara taksonomis rostrum tersebut mempunyai fungsi penting, yaitu sebagai penunjuk jenis (spesies). Dalam penentuan jenis, bentuk rostrum dan jumlah gigi yang terdapat pada rostrum merupakan petunjuk penting. Ciri khusus udang galah yang membedakan dari jenis udang lainnya adalah bentuk rostrum yang panjang dan melengkung seperti pedang dengan jumlah gigi pada bagian atas sebanyak buah, sedangkan gigi bagian bawah berjumlah 8-14 buah. Pada bagian dada terdapat lima pasang kaki jalan (periopoda). Pada udang jantan dewasa, pasangan kaki jalan kedua tumbuh sangat panjang dan besar, panjangnya dapat mencapai 1.5 kali panjang badannya (Hadie dan Supriyatna, 1988). Ciri ini juga merupakan ciri khas udang galah yang secara cepat dapat dikenali. Namun pada udang betina, pertumbuhan kaki jalan kedua tidak begitu mencolok. Bagian badan terdiri dari lima ruas, masing-masing dilengkapi dengan sepasang kaki renang (pleopoda). Pada udang betina bagian ini agak melebar membentuk semacam ruangan untuk mengerami telurnya (broodchamber). Bagian ekor merupakan ruas terakhir dari ruas badan yang kaki renangnya berfungsi sebagai pengayuh atau biasa disebut ekor kipas. Uropoda terdiri dari bagian luar (exopoda), bagian dalam (endopoda) dan bagian ujungnya yang meruncing disebut telson. Beberapa ciri morfologi dapat digunakan untuk membedakan antara udang jantan dan betina antara lain bentuk badan, letak alat kelamin dan bentuk serta ukuran dari pasangan kaki jalan kedua (Hadie dan Hadie, 2002). Bentuk badan udang galah jantan di bagian perut lebih ramping, sedangkan udang galah betina bagian perutnya tumbuh melebar. Letak alat kelamin udang galah jantan terdapat pada basis pasangan kaki jalan kelima (disebut petasma), sedangkan pada udang galah betina alat kelamin terletak pada basis pasangan kaki jalan ketiga (disebut thelicum) (Gambar 2). 4

12 (2) (1) Gambar 2. Petasma (1) dan thelicum (2). Bentuk dan ukuran kaki jalan kedua pada udang galah jantan terlihat sangat mencolok, menjadi sangat besar dan panjang, terdapat duri-duri (spina) yang tumbuh merata di sepanjang kaki jalan tersebut. Pada udang betina, pasangan kaki jalan kedua ini tidak tumbuh begitu mencolok, jauh lebih kecil dibandingkan dengan udang galah jantan (Gambar 3). (1) (2) 10 cm Gambar 3. Udang galah betina (1) dan jantan (2) (Mudjiman, 1988). Udang galah termasuk hewan omnivora yang merupakan hewan pemakan bahan hewani maupun bahan nabati. Di alam, bahan hewani yang dimakan udang antara lain cacing air, larva insekta, kerang-kerangan (mollusca) dan crustacea (kelompok udang) tingkat rendah, sedangkan golongan bahan nabati yang dimakan antara lain alga benang, jaringan-jaringan tanaman dan detritus (Hadie dan Hadie, 2002). Udang galah memiliki dua habitat di dalam kehidupannya. Pada stadia larva hidup di air payau, sedangkan setelah menjadi dewasa hidup dalam air tawar. Daur hidup udang galah dimulai dari telur-telur yang sudah dibuahi dan 5

13 dierami oleh induknya selama hari dan menetas menjadi larva (Hadie dan Hadie, 2002). Larva yang baru menetas ini memerlukan air payau sebagai tempat kehidupannya. Apabila larva tidak berada di lingkungan air payau selama 3-5 hari semenjak menetas (Hadie dan Hadie, 2002), maka larva tersebut akan mati. Apabila larva yang baru menetas itu menemukan lingkungan hidup yang cocok maka larva akan dapat tumbuh menjadi pasca larva. Untuk mencapai tingkatan pasca larva, larva tersebut harus melalui 11 tahap perkembangan larva. Pada setiap tahap terjadi pergantian kulit yang diikuti dengan perubahan struktur morfologisnya. Setelah tahap pasca larva dicapai, udang galah mulai memerlukan lingkungan air tawar sampai udang tersebut dewasa (Gambar 4). Gambar 4. Siklus hidup udang galah (Hamzah, 2004). 2.2 Strain Udang Galah Yang Digunakan (Strain Gimacro, Barito, Ogan, Asahan, dan Ciasem) Induk udang galah yang digunakan adalah : 1. Strain GIMacro (Genetic Improvement of Macrobrachium rosenbergii), udang galah ini merupakan hasil riset dari Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi, Subang. GIMacro merupakan varietas baru udang galah yang berasal dari tiga subpopulasi, yaitu udang galah dari Kalipucang (Ciamis), Cimanuk (Bekasi), dan sungai Musi (Palembang). 6

14 Ketiga populasi tersebut digunakan sebagai populasi dasar untuk membentuk varietas baru udang galah GIMacro. Beberapa keunggulan udang galah Gimacro dibandingkan dengan udang galah lainnya, yaitu pertumbuhannya lebih baik 30% dibandingkan udang galah lainnya, persentase karapasnya lebih kecil sehingga proporsi dagingnya 13,74% lebih baik, dan daya adaptasinya lebih tinggi sehingga mampu tumbuh dengan baik di waduk atau danau (Khairuman dan Amri, 2004). 2. Strain Barito, udang galah ini berasal dari Sungai Barito Kalimantan Selatan dan telah didomestikasi. 3. Strain Ogan, udang galah ini berasal dari Sungai Ogan Sumatra Selatan dan telah didomestikasi. 4. Strain Asahan, udang galah ini berasal dari Sungai Asahan Sumatra Utara dan telah didomestikasi. 5. Strain Ciasem, udang galah ini berasal dari Sungai Ciasem Jawa Barat dan telah didomestikasi. 2.3 Penyakit Bakterial pada Pembenihan Udang Galah Fase awal pada makhluk hidup termasuk udang galah merupakan fase yang kritis dan sangat penting. Dalam budidaya, keberhasilan suatu species untuk melewati fase awal (larva) merupakan suatu indikator keunggulan, karena populasi yang berhasil melewati fase larva berpeluang besar untuk hidup dan tumbuh hingga dewasa. Salah satu masalah pada pembenihan udang intensif secara umum adalah timbulnya penyakit yang disebabkan oleh bakteri, seperti Vibrio sp., Aeromonas sp., Pseudomonas sp. dan Edwardsiella sp. Udang galah merupakan komoditas yang memerlukan media air payau pada masa stadia larva dan air tawar pada stadia dewasa. Oleh karena itu, telah banyak diinformasikan bahwa pada saat stadia larva sering didapat kasus infeksi penyakit vibriosis yang disebabkan oleh bakteri Vibrio spp. (Supriyadi et al., 2001). Penyakit bakterial yang disebabkan oleh bakteri dari genus Vibrio sering kali menjadi faktor pembatas dalam proses budidaya (Huervana et al., 2006). Bakteri Vibrio sp. bersifat ubiquitous dan salah satu komponen yang banyak terdapat dalam lingkungan budidaya udang (Sharshar and Azab, 2008). 7

15 Menurut Tonguthai (1997), larva stadia awal pada udang galah sangat mudah terkena penyakit vibriosis yang disebabkan oleh bakteri Vibrio harveyi. Penyakit ini sangat umum ditemukan baik di hatchery udang air laut maupun air payau. Gejala klinis yang unik pada penyakit vibriosis adalah larva yang terinfeksi V. harveyi terlihat berpendar atau bercahaya (luminescence) ketika diamati pada malam hari. Selain itu, larva yang terinfeksi juga terlihat lemah dan tidak aktif berenang, larva yang secara normal transparan berubah menjadi putih buram, nafsu makan berkurang, berkumpul dan pada akhirnya larva akan mati. Kematian larva udang galah yang terinfeksi V. harveyi dapat mencapai 100 % (Tonguthai, 1997). Salah satu penanggulangan penyakit vibriosis adalah dengan menggunakan antibiotik. Namun, jika penggunaan antibiotik dilakukan secara terus-menerus dan tidak terkontrol dapat menimbulkan resistensi bakteri terhadap antibiotik. Dengan melihat dampak negatif penggunaan antibiotik, maka diperlukan metode lain yang lebih praktis, murah, aman dan efektif serta berwawasan lingkungan untuk menanggulangi penyakit vibriosis pada larva udang galah, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan produksi udang galah secara kontinu. 2.4 Bakteri Vibrio harveyi Dalam Bergey s Manual edisi ke-9 (Holt et al., 1994), klasifikasi bakteri Vibrio harveyi adalah sebagai berikut: Kingdom : Prokaryota Divisi : Bacteria Ordo : Eubacteriales Family : Vibrionaceae Genus : Vibrio Spesies : Vibrio harveyi Bakteri V. harveyi termasuk genus Vibrio, memiliki ciri-ciri morfologi dan fisiologi sebagai berikut: bentuk koloni bulat, elevasi cembung, berwarna krem dengan diameter 2-3 mm pada media SWC-agar. Bakteri V. harveyi bersifat gram negatif, sel tunggal berbentuk batang pendek yang bengkok (koma) atau lurus, motil, oksidase positif, sensitif terhadap uji vibriostatik 0/129, tidak membentuk H 2 S, tidak membentuk gas dari fermentasi terhadap D-glukosa, tumbuh pada 8

16 media dengan penambahan 1-6 % NaCl, dan mempunyai flagella pada salah satu kutub selnya (Suwanto et al, 1998 dalam Tepu, 2006). V. harveyi terlihat berpendar jika diamati di ruang gelap dan pendarannya dapat bertahan 2-3 hari pada media Thiosulphate Citrate Bile-Salt Sucrose (TCBS) (Lavilla-Pitogo et al, 1992). Kemampuan berpendar merupakan hasil aktivitas enzim luciferase yang dapat berfungsi sebagai katalisator dalam proses oksidasi reduksi. Proses oksidasi melibatkan flavin mononukleotida dan aldehid alifatik rantai panjang sebagai substratnya. Senyawa-senyawa tersebut masingmasing diubah menjadi flavin mononukleotida dan asam lemak disertai dengan pelepasan emisi cahaya dengan panjang gelombang sekitar 490 nm. Gen-gen yang mengkodekan fungsi perpendaran ini disandikan dalam suatu operon yang disebut dengan operon lux (Meighen, 1991). Menurut Lavilla-Pitogo et al. (1990), pada umumnya V. harveyi bersifat patogen oportunistik, yaitu organisme yang dalam keadaan normal ada di lingkungan pemeliharan yang bersifat saprofitik dan berkembang patogenik apabila kondisi lingkungan dan inangnya memburuk. Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu 30 C, salinitas antara ppt dengan ph 7,0 dan bersifat anaerobik fakultatif, yaitu dapat hidup baik dengan atau tanpa adanya oksigen (Holt dan Krieg, 1984). Bakteri V. harveyi dapat diisolasi dari air, kotoran dan eksoskleton induk udang, air penetasan pakan alami, artemia, serta usus udang sehat (Lavilla-Pitogo et al., 1992). Penyakit vibriosis pada udang, baik di pembenihan maupun pembesaran, merupakan salah satu jenis penyakit yang sering menyebabkan kerugian akibat kematian yang ditimbulkannya. Penyakit vibriosis disebabkan oleh bakteri V. harveyi, dan serangannya dapat menyebar dalam waktu yang cepat. 2.5 Kualitas Air Dalam budidaya udang, kualitas maupun kuantitas air memegang peranan yang sangat penting. Beberapa parameter kualitas air yang perlu diperhatikan antara lain oksigen terlarut, suhu, ph, salinitas, amonia dan nitrit. 9

17 2.5.1 Oksigen Terlarut (DO) Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer (Effendi, 2003). Kebutuhan oksigen mempengaruhi laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang. Boyd (1991) menyatakan konsentrasi oksigen terlarut kurang dari 1 ppm akan mengakibatkan kematian apabila berlangsung dalam beberapa jam. Pada budidaya udang galah terdapat batas minimum oksigen terlarut. Menurut New MB (2002) kandungan oksigen terlarut yang optimal untuk udang galah berkisar 3-7 mg/liter, dan menimbulkan stress jika di bawah 2 mg/liter Suhu Suhu menjadi faktor pembatas bagi kegiatan budidaya karena mampu mempengaruhi berbagai reaksi fisika dan kimia di lingkungan dan tubuh udang. Suhu terkait juga dengan parameter kualitas air lainya, diantaranya adalah oksigen terlarut. Pada level suhu yang meningkat, kandungan oksigen berkurang karena proses metabolisme lebih cepat. Setiap kenaikan suhu sebesar 10 C akan meningkatkan kecepatan reaksi kimia dalam proses metabolisme organisme perairan hampir dua kali lipat (Ropiah dan Mahyuddin, 2000). Udang galah memiliki kisaran suhu yang optimal untuk mendukung tumbuh dan berkembang. Menurut Spotts (2001) udang galah hidup optimal pada suhu air berkisar antara C ph Derajat keasaman atau ph merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan suasana asam atau basa suatu perairan. Dalam budidaya udang galah ph memiliki peranan yang penting dalam proses fisiologisnya. Nilai ph yang rendah dapat mengganggu pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang, karena dapat menyebabkan udang menjadi stress dan kerapas udang menjadi lembek. Laju pertumbuhan udang akan menurun sebesar 60% pada kondisi ph 6,4 dan menyebabkan kematian pada ph < 4 atau ph > 11 (Wickins, 1976 dalam Guntur, 2006). New MB (1985) menyatakan ph optimum bagi udang galah berkisar 7,0-8,5. 10

18 2.5.4 Salinitas Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan (Cl -, SO 2-4, CO 2-3, Na +, Mg 2+, K + ) (Boyd, 1982). Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida, serta semua bahan organik telah dioksidasi. Salinitas dinyatakan dalam satuan g/kg atau promil ( ) (Effendi, 2003). Menurut Praseno et al. (2001) pada fase larva udang galah mampu tumbuh dengan baik pada salinitas 8-15 ppt Amonia (NH 3 ) Sumber amonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air, yang berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur. Proses ini dikenal dengan istilah amonifikasi (Effendi, 2003). New MB (2002) menyatakan bahwa kandungan amonia yang optimal bagi budidaya udang galah adalah < 0.3 ppm. Amonia bebas (NH 3 ) yang tidak terionisasi (unionized) bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Toksisitas amonia terhadap organisme akuatik akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, ph dan suhu (Effendi, 2003) Nitrit (NO - 2 ) Di perairan alami, nitrit (NO - 2 ) biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit jika dibandingkan nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Nitrit merupakan bentuk peralihan (intermediate) antara amonia dan nitrat serta antara nitrat dan gas nitrogen (Effendi, 2003). Nitrit beracun karena mengoksidasi Fe 2+ di dalam hemoglobin, dimana dalam bentuk ini kemampuan darah untuk mengikat oksigen sangat menurun dan berpengaruh terhadap transpor oksigen dalam darah dan kerusakan jaringan (Kordi & Tancung, 2007). Menurut Mallasen & Valenti (2006), konsentrasi nitrit yang ideal bagi pemeliharaan larva udang galah adalah < 0.1 ppm. 11

19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-April 2009 bertempat di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi, Subang untuk pelaksanaan pemijahan beberapa strain induk udang galah dan Laboratorium Kesehatan Ikan Jurusan Budidaya Perairan, FPIK IPB untuk pelaksanaan perlakuan uji ketahanan larva udang galah. 3.2 Prosedur Kerja Pemijahan dan Penetasan Telur Udang Galah Setiap strain induk udang galah diseleksi untuk mencari induk yang unggul dan matang gonad, kemudian induk dipijahkan di masing-masing bak pemijahan. Setelah itu, jika terdapat induk betina dari masing-masing populasi yang sedang mengerami telur berwarna orange dipindahkan ke dalam bak fiber secara terpisah. Induk betina yang sedang mengerami diberi makan cacahan cumi sebanyak 3 % dari bobot masing-masing induk, pemberian pakan cacahan cumi yang memiliki kandungan protein tinggi dimaksudkan agar larva yang ditetaskan berkualitas tinggi. (1) (2) Gambar 5. Proses pemijahan induk, jantan (1) dan betina (2). Setiap hari dilakukan pengamatan untuk melihat jika induk-induk lima populasi tersebut menetaskan telur secara bersamaan. Telur akan menetas menjadi larva sekitar hari inkubasi. Selanjutnya, larva-larva tersebut dipanen dan 12

20 dipilih yang sehat. Larva yang diperoleh disterilkan dengan cara perendaman dalam larutan formaldehide 200 ml/liter air payau selama 30 detik. Kemudian larva dipelihara secara terpisah sesuai dengan populasinya. Setelah itu, larva siap dilakukan uji ketahanan terhadap bakteri Vibrio harveyi. Tabel 1. Data induk yang digunakan (berat, panjang standar dan panjang total). Asal Induk Jenis Kelamin Berat Panjang Standar Panjang Total (gram) (cm) (cm) Sungai Ogan Jantan 93, Betina 38, Sungai Asahan Jantan 58, Betina 15, Sungai Barito Jantan 53, Betina 15,84 7,5 11,5 Sungai Ciasem Jantan 66, Betina 20, Varietas Gimacro Jantan 39, Betina 27, Larva Udang Galah Larva udang galah yang digunakan untuk penelitian adalah larva udang galah stadia 4 dengan panjang rata-rata 2,7±0,4 mm. Larva-larva tersebut merupakan hasil pemijahan dari masing-masing lima populasi induk udang galah yang berbeda. Padat penebaran larva adalah 100 ekor/liter. Pakan naupli Artemia sp. diberikan pada pagi pukul WIB dan sore hari pada pukul WIB, kebutuhan larva perhari sebanyak kurang lebih 10 ekor naupli Artemia sp. Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan dan perlakuan larva udang galah adalah stoples bervolume 3 liter (Lampiran 8). Setiap wadah diisi air payau 10 ppt sebanyak 1 liter. Untuk ketersediaan oksigen wadah dilengkapi dengan aerasi Isolat Bakteri Vibrio harveyi Vibrio harveyi patogen yang digunakan merupakan koleksi Balai Penelitian Perikanan Pantai Maros, Sulawesi Selatan. Bakteri tersebut diisolasi dari udang yang terinfeksi penyakit vibriosis. Selanjutnya, kultur diinkubasi pada suhu ruang (28-31) C selama 24 jam dalam media SWC (Sea Water Complete) (Lampiran 1) dan TCBS (Thiosulphate Citrate Bile-salt Sucrose) (Lampiran 1) kemudian dilihat koloni yang berpendar (Lampiran 4). Koloni yang terpisah dan berpendar dipilih secara acak untuk dimurnikan lebih lanjut. 13

21 3.2.4 Pengukuran Konsentrasi Bakteri Pengukuran konsentrasi bakteri V. harveyi dilakukan untuk mengetahui kepadatan bakteri per ml, sehingga dapat diketahui berapa banyak bakteri yang harus diambil untuk dosis yang diberikan. Pengukuran konsentrasi bakteri dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer dan hasil yang didapat dibandingkan dengan hasil dari perhitungan metode cawan sebar. Sebelum dilakukan pengukuran OD (optical density), bakteri V. harveyi dikultur selama 24 jam pada media SWC cair dan disimpan di dalam shaker-inkubator pada suhu 28 C agar bakteri tumbuh secara optimal. Kemudian setelah 24 jam bakteri diambil untuk dilakukan pengukuran OD dengan menggunakan spektrofotometer panjang gelombang 600. Selain itu, dilakukan pengenceran serial terhadap bakteri tersebut untuk metode cawan sebar. Cara pengenceran serial dapat dilihat pada Lampiran 2. Cara pengukuran konsentrasi bakteri dengan menggunakan spektrofotometer dapat dilihat pada Lampiran Air Media Pemeliharaan larva Air laut yang digunakan untuk pemeliharaan larva udang galah selama penelitian adalah air laut steril, yang disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121 C tekanan 1 atm selama 15 menit. Selanjutnya, dilakukan pengenceran dengan air tawar steril yang disterilisasi dengan cara yang sama untuk memperoleh air payau bersalinitas 10 ppt, yang merupakan salinitas optimal untuk kehidupan dan pertumbuhan larva udang galah. 3.3 Metode Perlakuan Uji LD 50 Pada uji ini terdapat 6 perlakuan perendaman isolat bakteri Vibrio harveyi ke dalam media pemeliharaan, yaitu pada konsentrasi 10 4, 10 5, 10 6, 10 7, 10 8 cfu/ml, dan kontrol. Masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Larva yang digunakan untuk uji LD50 adalah larva GIMacro stadia 4. Pengamatan dilakukan setiap 12 jam selama 2 hari terhadap jumlah larva yang mati, morfologi dan tingkah laku larva dibandingkan dengan kontrol. Selanjutnya untuk perhitungan estimasi LD50 menggunakan metode Karber 1931 (Reed & Muench, 1938). 14

22 3.3.2 Uji Tantang Larva uji dari lima strain masing-masing dimasukan ke dalam stoples. Masing-masing perlakuan uji tantang diulang tiga kali. Ke dalam tiap stoples tersebut selanjutnya diinfeksikan bakteri V. harveyi patogen berumur 24 jam dengan kepadatan 10 5 cfu/ml hasil dari uji LD50 (Lampiran 5). Pengamatan dilakukan terhadap sintasan dan abnormalitas larva setiap 12 jam selama dua hari (48 jam). Pada malam hari juga dilakukan pengamatan untuk melihat apakah kematian larva benar disebabkan oleh V. harveyi bercahaya. Larva yang terinfeksi V. harveyi bercahaya mudah diamati pada malam hari (kondisi gelap) sebab larva tersebut akan terlihat bercahaya Perhitungan Populasi Vibrio harveyi Dalam Tubuh Larva Perhitungan bakteri V. harveyi dalam tubuh larva dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan. Larva yang diambil dari tiap wadah adalah sebanyak satu ekor. Larva kemudian dimasukan ke dalam eppendorf steril yang berisi air payau steril. Selanjutnya, larva digerus dan dilakukan pengenceran serial dan hasil pengenceran serial disebar pada media TCBS (Thiosulphate Citrate Bile-salt Sucrose). Cara pengenceran serial dan penyebaran pada media TCBS dapat dilihat pada Lampiran Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) untuk analisis data tingkat kelangsungan hidup dengan lima perlakuan dan masing-masing menggunakan tiga ulangan, yaitu : 1) Perlakuan A : Asal induk sungai Ogan Sumatra Selatan 2) Perlakuan B : Asal induk sungai Barito Kalimantan Selatan 3) Perlakuan C : Asal induk sungai Asahan Sumatra Utara 4) Perlakuan D : Asal induk sungai Ciasem Jawa Barat 5) Perlakuan E : Asal induk varietas GImacro Model percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Yij = μ + σi + εij (Steel dan Torrie, 1982) 15

23 Keterangan : Yij = Data hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = Nilai tengah dari pengamatan σi = Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i εij = Pengaruh galat hasil percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Ada atau tidaknya perbedaan antar perlakuan dilihat pada hasil analisis ragam (ANOVA) dengan uji F pada selang kepercayaan 95 %. Apabila berpengaruh nyata, untuk melihat perbedaan antar perlakuan akan diuji lanjut dengan menggunakan uji Duncan pada selang kepercayaan 95%. Data tingkat kelangsungan hidup larva yang diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis dengan menggunakan program Microsoft Office Excel 2007 dan SPSS ver.15. Parameter abnormalitas larva dan identifikasi bakteri menggunakan analisis deskripsi kualitatif dan untuk parameter kelimpahan total bakteri dan kualitas air menggunakan analisis deskripsi kuantitatif. 3.5 Parameter Yang Diamati Pengamatan Visual Abnormalitas Larva Uji Pengamatan secara visual dilakukan untuk mengamati tingkah laku dan perubahan morfologi yang terjadi pada larva udang uji. Pengamatan dilakukan setelah larva diinfeksi bakteri melalui perendaman (dipping) pada media pemeliharaan, yang diamati setiap 12 jam selama 48 jam. Pengamatan yang dilakukan meliputi perubahan warna tubuh, perpendaran (menyala) pada tubuh larva udang yang terinfeksi bakteri, nafsu makan, pergerakan larva, dan kondisi hepatopankreas. Hasil pengamatan dilakukan untuk mengetahui gejala klinis larva yang terinfeksi bakteri V. harveyi secara visual. Pada pengamatan pemberian pakan artemia dilihat dari sisa artemia yang tidak dimakan dan diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Sangat responsif (++++) = tidak ada sisa Artemia 2. Responsif (+++) = sisa artemia sebanyak 10% 3. Kurang responsif (++) = sisa artemia sebanyak 50% 4. Tidak responsif (+) = sisa artemia sebanyak % 16

24 Pada pengamatan pergerakan larva pasca infeksi diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Berenang normal (+++) = larva berenang di dinding kolom air 2. Berenang tanpa arah (++) = larva berenang tidak beraturan 3. Berenang lemah di dasar (+) = sebagian besar larva berenang di dasar Tingkat Kelangsungan Hidup Larva Udang Tingkat kelangsungan hidup larva udang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Goddard, 1996) : SR = Nt x 100% No Keterangan : SR = Tingkat kelangsungan hidup (%) Nt = Jumlah larva udang yang hidup pada akhir pengamatan (ekor) No = Jumlah larva udang pada awal pengamatan Kelimpahan Total Bakteri (Vibrio sp. dan Vibrio harveyi) Kelimpahan total bakteri pada media pemeliharaan dan larva dihitung menggunakan metode hitungan cawan sebar dengan perhitungan sebagai berikut (Hadioetomo, 1993) : Σ Bakteri= N x 1 x 1 f Σ penebaran Keterangan : Σ bakteri N f = banyaknya sel bakteri (cfu/ml) = jumlah koloni bakteri = faktor pengenceran Identifikasi Bakteri Langkah awal prosedur identifikasi bakteri pada penelitian ini adalah dengan menumbuhkan isolat bakteri pada media TCBS, hal ini untuk mengetahui bakteri sampai tingkat genus. Koloni bakteri V. harveyi pada media TCBS akan berwarna hijau dan berpendar, sedangkan untuk koloni berwarna kuning bakteri 17

25 Vibrio sp. Langkah selanjutnya, dilakukan uji pewarnaan gram untuk mengetahui sifat gram dan bentuk bakteri. Pewarnaan gram dilakukan dengan cara membuat sediaan olesan bakteri pada gelas objek, kemudian teteskan 2-3 larutan Gram A ( kristal violet ) pada olesan bakteri biarkan selama 1 menit, lalu dicuci dengan air mengalir dan keringkan, selanjutnya teteskan larutan Gram B (kristal iodium) diamkan selama 1 menit, cuci kembali dengan air dan keringkan, setelah itu teteskan dengan larutan Gram C (alkohol) selama 30 detik, cuci kembali dengan air dan keringkan, langkah terakhir teteskan larutan Gram D (safranin) selama 30 detik bilas kembali dengan air dan keringkan, setelah itu amati dengan mikroskop. Sedangkan untuk identifikasi bakteri sampai tingkat spesies menggunakan análisis fisiologis Microgen TM GnA+B-ID System Kualitas Air Parameter kualitas air yang diukur meliputi DO (oksigen terlarut), suhu, ph, salinitas, kadar amonia dan kadar nitrit. Pengukuran kualitas air dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan. Pengukuran DO, suhu, dan ph menggunakan alat digital yaitu DO meter, sampel air diambil sebanyak 25 ml kemudian sampel air tersebut diukur dengan cara membran DO meter dimasukan ke dalam sampel air lalu tunggu selama 5 menit. Setelah itu, pada layar DO meter akan muncul nilai parameter air DO, suhu, dan ph. Pengukuran salinitas dilakukan dengan cara air sampel diteteskan pada alat refraktometer kemudian alat tersebut diarahkan pada cahaya sampai terlihat nilai salinitas yang tertera pada refraktometer. Pengukuran parameter amonia dan nitrit menggunakan spektrofotometer. Nilai amonia diketahui dengan cara sampel air sebanyak 25 ml ditambahkan MnSO 4 1 tetes, chlorox 0,5 ml, dan phénate 0,6 ml kemudian diamkan selama 15 menit lalu air akan berwarna biru. Setelah itu, sampel air dimasukkan ke dalam spektrofotometer dengan panjang gelombang 360 dan akan terukur nilai total amonia. Pengukuran nilai nitrit dilakukan dengan cara sampel air sebanyak 25 ml ditambahkan sulfanilamide 5 tetes dan NED 5 tetes kemudian didiamkan selama 10 menit lalu air akan berwarna pink. Setelah itu, sampel air dimasukkan ke dalam spektrofotometer dengan panjang gelombang 543 dan akan terukur nilai nitrit. 18

26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Abnormalitas Larva Uji Dilihat Dari Tingkah Laku Larva dan Kondisi Organ Hepatopankreas. Dari hasil pengamatan visual terhadap larva udang galah yang terinfeksi, terlihat gejala stress, seperti nafsu makan rendah terlihat dari kurang responsif terhadap Artemia (Tabel 2); pergerakan larva tidak normal (Tabel 3); hepatopankreas terlihat pucat dan hancur; serta sampai terjadi perubahan warna tubuh pada larva yang terinfeksi bakteri V. harveyi. Pada Gambar 6 terlihat perbedaan kondisi hepatopankreas normal dan hepatopankreas yang abnormal akibat infeksi V. harveyi. Normal Abnormal a. b. Gambar 6. Gambaran kondisi hepatopankreas larva udang galah (a. hepatopankreas normal, terlihat utuh, b. hepatopankreas terinfeksi V. harveyi, terlihat hancur dan pucat). Tabel 2. Respon pemberian pakan artemia pasca infeksi Perlakuan Hasil Pengamatan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Strain Ogan Strain Barito Strain Asahan Strain Ciasem Strain GIMacro Kontrol Keterangan : ++++ = sangat responsif ++ = kurang responsif +++ = responsif + = tidak responsif 19

27 Tabel 3. Pergerakan larva pasca infeksi. Perlakuan Hasil Pengamatan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Strain Ogan Strain Barito Strain Asahan Strain Ciasem Strain GIMacro Kontrol Keterangan : +++ = berenang normal + = berenang lemah di dasar ++ = berenang tanpa arah Tingkat Kelangsungan Hidup. Pengaruh inokulasi bakteri Vibrio harveyi 10 5 cfu/ml pada media pemeliharaan terhadap tingkat kelangsungan hidup larva udang galah dari sumber populasi yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 7. Tingkat kelangsungan hidup larva yang berasal dari strain induk yang berbeda memberikan hasil sebagai berikut : strain Ogan 20%, strain Ciasem 53.66%, strain Asahan 61.33%, strain GImacro 65%, dan strain Barito 75%. Hasil uji statistik pada selang kepercayaan 95% menunjukan bahwa secara keseluruhan terdapat perbedaan yang nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup antara kontrol dengan perlakuan (Lampiran 7). Larva strain Barito memiliki tingkat kelangsungan hidup yang paling tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar 75%, sedangkan tingkat kelangsungan hidup terendah terlihat pada perlakuan larva strain Ogan sebesar 20%. a e b c d c Keterangan: Huruf yang berbeda di dalam grafik menunjukan hasil yang berbeda nyata, (p<0.05) Gambar 7. Tingkat kelangsungan hidup setiap strain larva udang galah. 20

28 4.1.3 Kelimpahan Total Bakteri Vibrio sp. dan Vibrio harveyi. Perhitungan kelimpahan bakteri V. harveyi pada media pemeliharaan dilakukan pada awal infeksi dan akhir perlakuan. Pada Tabel 4 terlihat terjadi penurunan kelimpahan total bakteri untuk semua perlakuan bila dibandingkan antara awal dan akhir perlakuan. Hasil kelimpahan total bakteri Vibrio sp. dan V. harveyi pada awal infeksi untuk setiap perlakuan rata-rata berkisar 10 5 cfu/ml, sedangkan pada saat akhir perlakuan kelimpahan total bakteri rata-rata berkisar cfu/ml. Berbeda dengan perlakuan, hasil kelimpahan total bakteri Vibrio sp. dan V. harveyi pada kontrol menunjukan tidak terdeteksinya bakteri Vibrio sp. dan V. harveyi pada saat awal pemeliharaan. Sedangkan pada akhir pemeliharaan kelimpahan bakteri Vibrio sp. adalah 5.2 x 10 3 cfu/ml dan kelimpahan bakteri V. harveyi tidak terdeteksi. Tabel 4. Kelimpahan total bakteri Vibrio sp dan Vibrio harveyi pada media pemeliharaan selama perlakuan. Perlakuan Waktu Uji Total Vibrio sp (cfu/ml) Vibrio harveyi (cfu/ml) Asal Ogan Awal Akhir 9,6 x ,4 x 10 4 Asal Barito Awal Akhir 3,3 x ,2 x 10 4 Asal Asahan Awal Akhir 8,1 x ,8 x 10 3 Asal Ciasem Awal Akhir 1,8 x ,7 x 10 4 Gimacro Awal Akhir 6,9 x ,6 x 10 3 Kontrol Awal TT TT Akhir 5,2 x 10 3 TT Keterangan : TT= Tidak Terdeteksi. Pada Tabel 5 disajikan rata-rata kelimpahan bakteri V. harveyi dalam tubuh larva untuk setiap perlakuan, dimana kelimpahan bakteri V. harveyi pada larva yang mati berkisar cfu/larva. Sedangkan pada larva kontrol bakteri V. harveyi tidak terdeteksi. 21

29 Tabel 5. Kelimpahan bakteri Vibrio harveyi dalam tubuh larva udang galah yang mengalami kematian. Perlakuan Vibrio harveyi (cfu/larva) Asal Ogan 3,5 x 10 2 Asal Barito 7,4 x 10 2 Asal Asahan 8,5 x 10 3 Asal Ciasem 5,5 x 10 3 Gimacro 8,9 x 10 2 Kontrol TT Keterangan: TT= Tidak Terdeteksi Identifikasi Bakteri. Untuk memastikan jenis bakteri yang terdapat pada larva udang yang mati maka dilakukan reisolasi larva yang terinfeksi dan ditumbuhkan dalam media TCBS serta dihitung kepadatan bakteri yang tumbuh. Selanjutnya bakteri hasil isolasi tersebut dilakukan pewarnaan gram untuk mengetahui sifat gram dan bentuk bakteri. Selain itu, dilakukan karakterisasi sifat fisiologi dan biokimia bakteri dengan menggunakan análisis fisiologis Microgen TM GnA+B-ID System untuk mengetahui jenis bakteri sampai tingkat spesies, kemudian hasil identifikasinya dicocokan berdasarkan Bergey s Manual Holt et al. (1994). Hasil identifikasi tersebut membuktikan bahwa larva udang galah yang mati positif terinfeksi bakteri V. harveyi (Lampiran 6) Kualitas Air Pengukuran kualitas air dilakukan pada awal dan akhir perlakuan. Pengukuran ini dilakukan untuk monitoring kualitas air selama penelitian berjalan dan juga untuk memastikan bahwa larva udang galah tidak mengalami kematian akibat lingkungan yang buruk. Pada Tabel 6 disajikan nilai kualitas air yang meliputi suhu, kandungan oksigen terlarut (dissolve oxygen/do), salinitas, ph, amonia (NH 3 ) dan nitrit (NO - 2 ) selama masa perlakuan. 22

30 Tabel 6. Nilai fisika kimia air pada media pemeliharaan larva udang galah selama perlakuan. Perlakuan Asal Ogan Waktu Suhu ( C) DO (mg/l) ph Salinitas (ppt) NH 3 (ppm) NO 2 - (ppm) awal 28,9-29 5,02-5,1 7,88-7, ,006-0,011 0,011 akhir 28,3-28,9 5,00-5,07 7,64-7, ,004-0,009 0,013-0,015 Asal Barito awal 28,8 5,05-5,13 7,86-7, ,003-0,008 0,012-0,013 akhir 28,5 5,04-5,08 7,76-7, ,006-0,010 0,013-0,015 Asal Ciasem awal 28,6 5,01-5,05 7,77-7, ,001-0,004 0,014-0,016 akhir 28,2-28,4 5,04-5,08 7,67-7, ,002-0,007 0,013-0,015 Asal Asahan awal 28,5-28,8 5,00-5,04 8,07-8, ,014-0,022 0,006-0,088 akhir 28,1-28,5 5,01-5,05 7,76-7, ,007-0,012 0,006-0,052 GImacro awal 28,6-28,8 4,96-5,03 8,06-8, ,014-0,021 0,006-0,013 akhir 28,3-28,4 5,01-5,09 7,75-7, ,008-0,013 0,006-0,010 23

31 4.2 Pembahasan Dalam budidaya, keberhasilan suatu spesies untuk melewati fase larva merupakan suatu indikator keunggulan, karena populasi yang berhasil melewati fase ini akan berpeluang lebih besar untuk hidup, tumbuh dan berkembang sampai dewasa. Kematian larva yang tinggi tidak hanya disebabkan oleh faktor lingkungan saja, tetapi juga oleh infeksi penyakit. Menurut Tonguthai (1997), larva udang galah stadia awal sangat mudah terinfeksi penyakit vibriosis yang disebabkan oleh bakteri Vibrio harveyi. Udang galah pada fase tersebut membutuhkan media air payau sehingga pada fase larva sangat rentan terinfeksi bakteri V. harveyi. Selama ini cara yang umum untuk menanggulangi penyakit yang disebabkan bakteri V. harveyi di hatchery udang adalah dengan menggunakan antibiotik. Akan tetapi, cara tersebut memiliki dampak negatif sehingga perlu alternatif lain yang ramah lingkungan dan tidak memiliki dampak negatif. Di Indonesia terdapat berbagai strain udang galah yang tersebar berdasarkan letak geografisnya. Dengan kondisi tersebut, diharapkan terdapat strain udang galah yang memiliki tingkat ketahanan lebih baik terhadap bakteri V. harveyi. Selama penelitian dilakukan pengamatan performa larva udang galah secara visual, walaupun dengan pengamatan yang sangat terbatas. Hal tersebut karena ukuran larva udang galah yang sangat kecil, yaitu stadia 4 dengan panjang rata-rata 2,7±0,4 mm. Larva udang galah setelah diinfeksi bakteri V. harveyi 10 5 cfu/ml ke dalam media pemeliharaan menunjukan gejala stress dengan berenang tanpa arah (Tabel 3), nafsu makan rendah terlihat dari kurang responsif terhadap artemia (Tabel 2), larva yang transparan berubah menjadi putih pucat dan pada malam hari larva terlihat berkunang-kunang. Kondisi hepatopankreas pada larva yang terinfeksi juga terlihat rusak dan menyebar, berbeda dengan kondisi hepatopankreas normal (Gambar 6). Menurut Huervana et al. (2006) organ target infeksi V. harveyi adalah hepatopankreas, terlihat peradangan yang menyebar di semua bagian hepatopankreas. Hepatopankreas merupakan kelenjar pencernaan yang berfungsi untuk memproduksi enzim pencernaan dan mengasimilasi nutrien, termasuk pula menyerap makanan, transportasi, sekresi dari enzim pencernaan serta menyimpan lemak, glikogen dan beberapa mineral (Harrison & Humes, 1992 dalam Taufik et al., 2001). Jika organ hepatopankreas terganggu maka akan 24

32 menggangu sistem fisiologis larva udang galah sehingga akhirnya dapat menyebabkan kematian. Larva udang yang terinfeksi bakteri V. harveyi akan mengalami gejala klinis serta abnormalitas pada organ target sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian, dan kematian tersebut akan mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup larva. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi antara perlakuan diperoleh pada larva udang galah strain Barito, yaitu sebesar 75%, sedangkan tingkat kelangsungan hidup terendah terjadi pada larva strain Ogan, yaitu sebesar 20% (Gambar 7). Hasil uji statistik pada selang kepercayaan 95% menunjukan bahwa secara keseluruhan terdapat perbedaan yang nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup antara kontrol dengan perlakuan (Lampiran 7). Dari hasil uji dapat dikatakan bahwa perbedaan asal induk udang galah menghasilkan larva dengan kualitas ketahanan terhadap bakteri V. harveyi yang berbeda. Pola distribusi geografis udang galah yang tersebar di Indonesia banyak berkaitan dengan aspek toleransi fisiologis (Praseno et al., 2001). Pada Gambar 7 terlihat bahwa penambahan bakteri V. harveyi 10 5 cfu/ml ke dalam media pemeliharaan sangat mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup larva. Hal ini diduga karena penambahan bakteri V. harveyi ke dalam media pemeliharaan telah mengganggu keseimbangan mikroba dalam tubuh larva dan pada konsentrasi bakteri V. harveyi 10 5 cfu/ml dengan proses perendaman merupakan jumlah (quorum) minimal yang dibutuhkan untuk mengekspresikan faktor-faktor virulensinya sehingga dapat menyebabkan kematian pada larva udang galah. Hoa et al. (2006) menyatakan bahwa beberapa isolat bakteri akan bersifat patogen terhadap larva udang pada konsentrasi sel/ml dan akan mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup setelah jam pasca infeksi dengan cara perendaman. Jika dilihat dari tingkat kelangsungan hidup, larva udang galah asal Barito memperlihatkan performa yang cukup baik dari segi ketahanan tubuh terhadap infeksi V. harveyi 10 5 cfu/ml selama 48, dengan tingkat kelangsungan hidup yang cukup tinggi sebesar 75%. Dapat disimpulkan bahwa udang galah asal Barito memiliki sifat unggul dari segi ketahanan terhadap bakteri V. harveyi. Dari hasil penelitian didapat informasi bahwa salah satu alternatif untuk mengantisipasi penyakit vibriosis pada larva udang galah yang disebabkan bakteri V. harveyi adalah dengan menggunakan induk udang galah asal Barito Kalimantan, karena induk tersebut memiliki sifat 25

33 unggul dari segi ketahanan terhadap penyakit bakterial vibriosis. Sifat unggul tersebut diduga dipengaruhi oleh faktor genetik yang diturunkan oleh induknya. Perbedaan letak geografis diduga telah mempengaruhi pola genetik pada tingkat strain, sehingga faktor gen tersebut dapat mempengaruhi daya tahan yang berbeda terhadap bakteri V. harveyi. Pada Tabel 4 terlihat terjadi penurunan kelimpahan total bakteri untuk semua perlakuan bila dibandingkan antara awal dan akhir perlakuan, hal tersebut diduga terjadi karena bakteri menginfeksi ke dalam tubuh larva atau bakteri mati karena lingkungan media hidupnya kurang optimal. Selain bakteri V. harveyi terdapat bakteri jenis lain pada media pemeliharaan ditandai dengan warna koloni kuning, sedangkan koloni V. harveyi pada media TCBS berwarna hijau. Bakteri tersebut diduga berasal dari dalam tubuh larva udang galah yang secara alami sudah ada atau kemungkinan lain berasal dari artemia yang diberikan untuk pakan larva udang galah. Jumlah bakteri V. harveyi yang ditemukan pada larva yang mati untuk setiap perlakuan relatif sama yaitu berkisar antara cfu/larva (Tabel 5.). Kisaran nilai tersebut menunjukan jumlah sel bakteri yang dapat menyebabkan kematian pada larva udang galah. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian Widanarni (2004), jumlah V. harveyi yang ditemukan pada larva yang mati berkisar antara cfu/larva. Vibrio harveyi adalah salah satu spesies dari genus Vibrio yang bersifat patogenik terhadap larva udang galah dan menyebabkan kematian sebesar % dalam 48 jam (Hoa et al., 2006). Hasil identifikasi bakteri pada larva yang mati dengan pewarnaan gram diperoleh bakteri bersifat gram negatif dan berbentuk batang. Selain itu, bakteri tumbuh pada media TCBS serta jika diamati pada kondisi gelap bakteri tersebut berpendar. Kemampuan berpendar merupakan hasil aktivitas enzim luciferase yang dapat berfungsi sebagai katalisator dalam proses oksidasi reduksi. Proses oksidasi melibatkan flavin mononukleotida dan aldehid alifatik rantai panjang sebagai substratnya. Senyawa-senyawa tersebut masing-masing diubah menjadi flavin mononukleotida dan asam lemak disertai dengan pelepasan emisi cahaya dengan panjang gelombang sekitar 490 nm. Gen-gen yang mengkodekan fungsi perpendaran ini disandikan dalam suatu operon yang disebut dengan operon lux (Meighen, 1991). Selanjutnya, untuk mengetahui bakteri sampai tingkat spesies dilakukan identifikasi dengan menggunakan analisis Microgen TM GnA+B-ID 26

34 System. Hasil identifikasi tersebut menunjukan bakteri yang menginfeksi larva adalah bakteri Vibrio harveyi (Lampiran 6). Air media pemeliharaan merupakan ruang lingkup tempat hidup, tumbuh dan berkembang larva udang galah sehingga kualitasnya harus baik. Beberapa parameter kualitas air yang perlu diperhatikan adalah suhu, oksigen terlarut (OD), ph, salinitas, amonia dan nitrit. Pada Tabel 6 disajikan nilai parameter kualitas air selama masa pemeliharaan. Nilai parameter suhu selama masa pemeliharaan pada semua perlakuan berkisar antara C dimana nilai ini merupakan nilai yang optimum bagi kelangsungan hidup larva udang galah. Menurut Spotts (2001) udang galah hidup optimal pada suhu air berkisar C. Pada suhu yang relatif rendah, udang galah tidak dapat tumbuh dengan baik. Hal ini disebabkan proses moulting yang diperlukan supaya udang dapat tumbuh, membutuhkan suhu yang cukup hangat (Hadie dan Hadie, 1991). Oksigen terlarut memegang peranan penting bagi kehidupan organisme perairan. Kisaran kandungan oksigen terlarut selama masa pemeliharaan pada semua perlakuan berkisar antara 4,96-5,13 mg/liter. Menurut New MB (2002) kandungan oksigen terlarut yang optimal untuk udang galah berkisar 3-7 mg/liter, dan menimbulkan stress jika dibawah 2 mg/liter. Spotts (2001) mengemukakan bahwa kandungan oksigen yang tinggi memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang galah. Udang galah mempunyai toleransi terhadap oksigen rendah untuk periode waktu singkat, meskipun pada kondisi tersebut udang galah menunjukan penurunan nafsu makan. Secara umum, pada kondisi oksigen terlarut rendah udang galah menjadi kurang aktif, tetapi sering lebih agresif menyerang udang yang lewat di depannya. Nilai ph (derajat keasaman) menentukan layak tidaknya suatu lingkungan perairan bagi udang, karena ph mempengaruhi laju reaksi kimia serta tekanan osmosis yang terjadi diperairan dan tubuh udang (Wardoyo, 1998 dalam Guntur, 2006). Nilai ph selama masa pemeliharaan di semua perlakuan berada pada kisaran 7,64-8,09. Nilai ini berada pada kisaran nilai ph air yang cukup baik untuk pemeliharaan udang galah. Sesuai dengan pendapat New MB (2002) menyatakan ph optimum bagi udang galah berkisar 7,0-8,5. Kisaran salinitas media pemeliharaan larva udang galah selama masa pemeliharaan di semua perlakuan berada pada kisaran ppt. Nilai salinitas ini 27

35 berada pada kisaran optimal untuk pemeliharaan larva udang galah. Sesuai dengan pendapat Praseno et al. (2001) pada fase larva udang galah mampu tumbuh dengan baik pada salinitas 8-15 ppt. Nilai salinitas dan ph berkaitan dengan proses osmoregulasi yang terjadi antara tubuh udang dan lingkungannya. Pada nilai salinitas dan ph optimum, tekanan osmotik antara lingkungan pemeliharaan dengan tubuh udang hampir sama sehingga udang tidak memerlukan energi yang lebih besar untuk melakukan proses osmoregulasi dan energi dapat dialokasikan lebih besar untuk proses pertumbuhan (Praditia, 2009). Nilai Amonia (NH 3 ) selama masa pemeliharaan pada semua perlakuan berkisar antara 0,001-0,022 ppm. Kondisi ini masih aman untuk kehidupan dan pertumbuhan larva udang galah. Menurut New MB (2002) kandungan amonia yang optimal bagi budidaya udang galah adalah < 0.3 ppm. Sedangkan kisaran nitrit (NO - 2 ) selama masa pemeliharaan di semua perlakuan berkisar antara 0,006-0,016 ppm. Kondisi ini masih aman untuk kehidupan dan pertumbuhan larva udang galah. Konsentrasi nitrit yang ideal bagi pemeliharaan larva udang galah adalah < 0.1 ppm (Mallasen dan Valenti, 2006). Amonia dan nitrit merupakan buangan nitrogen yang bersifat merugikan bagi budidaya. Keduanya berpengaruh negatif pada udang dalam hal kemampuan transpor oksigen (Boyd, 1991). Berdasarkan kisaran-kisaran nilai kualitas air yang diperoleh pada media pemeliharaan selama penelitian berlangsung, masih berada pada kisaran yang baik dan bisa dikatakan berada pada kondisi yang optimal, sehingga secara umum tidak berpengaruh terhadap kematian larva udang galah. Jadi, kematian larva udang galah selama penelitian berlangsung disebabkan oleh perlakuan yang diberikan. 28

36 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa larva udang galah strain Barito Kalimantan Selatan memiliki sifat unggul dari segi ketahanan terhadap bakteri Vibrio harveyi, karena dengan perendaman pada konsentrasi 10 5 cfu/ml V. harveyi selama 48 jam tingkat kelangsungan hidupnya cukup tinggi yaitu 75 %. Hasil ini memberikan informasi bahwa alternatif lain untuk mengendalikan penyakit vibriosis pada pembenihan udang galah adalah dengan menggunakan induk udang galah strain Barito Kalimantan Selatan. 5.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menyilangkan induk asal Barito dengan induk GImacro, sehingga diharapkan menghasilkan varietas unggul berdasarkan aspek ketahanan terhadap penyakit dan pertumbuhan. 29

37 DAFTAR PUSTAKA Boyd, C.E Water quality management for pond fish culture. Elsevier Scientific Publication Company Inc, Netherland. Boyd, C.E Water quality management and aeration in shrimp farming. Pedoman Teknis dari Proyek Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Pusat Penelitian Pengembangan Perikanan, Jakarta. Effendi, H Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta. Goddard, S Feed management in intensive aquaculture. Chapman and Hall, New York, hlm 194. Gullian, M, Thompson, F, dan Rodriguez, J Selection of probiotic bacteria and study of their immunostimulatory effect in Penaeus vannamei. Aquaculture, 233: Guntur Pengaruh pemberian bakteri probiotik Vibrio skt-b melalui Artemia terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva udang windu (Penaeus monodon Fab.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hadie, L.E dan W. Hadie Budidaya Udang Galah GIMacro. Penebar Swadaya, Jakarta. Hadie, W dan J. Supriyatna Pengembangan Udang Galah Dalam Hatchery dan Budidaya. Kanisius, Yogyakarta. Hadie, W dan L.E Hadie Pembenihan Udang Galah Usaha Industri Rumah Tangga. Kanisius, Yogyakarta. Hadioetomo, R.S Mikrobiologi Dasar dalam Praktek: Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. Gramedia Pusaka Utama, Jakarta. Hamzah, M Kelangsungan hidup dan pertumbuhan juvenil udang galah (Macrobrachium rosenbergii) pada berbagai tingkat salinitas media. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Herdiana, A Gurihnya laba udang galah. Trubus, Eds 470: Hoa, T.T, D.T Hoang, and N.T Phuong Study on disease in giant freshwater prawns (Macrobrachium rosenbergii): A Review. Departement of Fisheries Biology, College of Aquaculture an Fisheries, Can Tho University, 1-7. Holt, J.G and N.R Krieg Bergeys s Manual of Systemic Bacteriolgy, Vol.1. The Williams and Wilkins Co. Baltimore. 30

38 Holt, J.G, N.R Krieg, P.H.A Sneath, J.T Staley and S.T Williams Bergey s Manual of Determinative Bacteriology. Ninth Edition. Williams & Wilkins. Baltimore. Huervana, F.H, J.J.Y de la Cruz, and C.M.A Caipang Inhibition of luminous Vibrio harveyi by green water obtained from tank culture of tilapia, Oreochromis mossambicus. Acta Ichthyol. Piscat. 36 (1): Khairuman dan K. Amri Budidaya Udang Galah Secara Intensif. AgroMedia Pustaka, Jakarta. Kordi, M.G.H, dan A.B Tancung Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta, Jakarta. Lavilla-Pitogo, C.R, M.C.L Baticados, E.R Cruz-Lacierda and L.D De La Pena Occurrence of luminous bacterial diseases of Penaeus monodon larvae in the Philiphines. Aquaculture, 91: Lavilla-Pitogo, C.R, Albright, L.j Paner, M.G., and Sunaz N.A Studies on the source of luminescent Vibrio harveyi in Penaeus monodon hatcheries. In Shariff, I.N., Subasinghe, R.P., Arthur, RJ, (Eds.), Diseases in Asia Aquaculture. Fish Healt Section Asian Fisheries Society, Manila, Philippines, Mallasen, M & W.C Valenti Effect of nitrite on larval development of giant river prawn Macrobrachium rosenbergii. Aquaculture, 261: Meighen, E.A Molecular biology of bacterial bioluminescence. Microbiol Rev., 55: Mudjiman, A Budidaya Udang Galah. Penebar Swadaya, Jakarta. New, M.B Farming freshwater prawns a manual for the culture of the giant river prawn Macrobrachium rosenbergii. FAO Fisheries, United Kingdom. Praditia, F.P Pengaruh pemberian bakteri probiotik melalui pakan terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang windu penaeus monodon. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Praseno, O, W. Hadie, dan L.E Hadie Distribusi geografis dan karakteristik ekologi udang galah. Prosiding Workshop Hasil Penelitian Udang Galah, 26 Juli 2001, Jakarta. Reed, L.J and H. Muench A Simple method of estimating fifty percent endpoint. The American Journal of Hygiene, 27:

39 Ropiah, S, dan Mahyuddin K Pengelolaan Kualitas Air: Keterampilan Pertanian Budidaya Ikan. Grafika, Jakarta. Rukyani, A, Taufik, P, dan Taukhid Penyakit kunang-kunang (Luminescence vibriosis) di hatchery udang windu dan cara penanggulangan penyakit benur di hatchery udang. J. Litbang Pert. 2:1-17. Sharshar, K.M and E.A Azab Studies on diseased freshwater prawn Macrobrachium rosenbergii infected with Vibrio vulnificus. Pakistan Journal of Biological Sciences, 11 (17): Smith, V.J, Brown, J.H, Hauton, C Immunostimulation in crustaceans: does it really protect agains infection?. Fish & Shellfish Immunology, 15: Spotts, D Introducing Macrobrachium rosenbergii. Freshwater and Marine Aquarium: 4(7):32-34 & [20 Juni 2009]. Steel, R.G.D, and Torrie J.H Principles and Procedur of Statistics a Biometrical Approach 2 nd ed. McGraw-Hill International Book Company, Japan. Sukadi, M.F, Haryadi, Joni, Setiawan & Irawan, Harry Pembenihan udang skala rumah tangga di kawasan pesisir Kabupaten Lampung Selatan: Studi Kasus di Kecamatan Rajabasa dan Kalianda. Aquacultura Indonesiana, 7 (1) : 1-9. Supriyadi, H, L.E Hadie, dan W. Hadie Insidensi infeksi bakteria pada udang galah (Macrobrachium rosenbergii). Prosiding Workshop Hasil Penelitian Udang Galah, 26 Juli 2001, Jakarta. Taufik, I, Sutrisno, Santosa K Pengaruh insektisida klorpirifos etil terhadap pertumbuhan serta jaringan hepatopankreas udang galah (Macrobrachium rosenbergii) di laboratorium. Prosiding Workshop Hasil Penelitian Udang Galah, 26 Juli 2001, Jakarta. Tepu, I Seleksi bakteri probiotik untuk biokontrol vibriosis pada larva udang windu Penaeus monodon menggunakan cara kultur bersama.skripsi. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tidwell, J.H, Coyle S.D & Schulmeister G Effects of added substrate on the production and population characteristics of freshwater prawns Macrobrachium rosenbergii in ponds. Journal of the World Aquaculture Society, 29:

40 Tonguthai, K Diseases of the Freshwater Prawn, Macrobrachium rosenbergii. AAHRI Newsletter Article, Vol 4: No 2. Widanarni Penapisan bakteri probiotik untuk biokontrol vibriosis pada larva udang windu: konstruksi penanda molekuler dan esai pelekatan. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 33

41 34

42 Lampiran 1. Komposisi media yang digunakan untuk kultur bakteri. Media Sea Water Complete (SWC) - Komposisi media SWC 1. Bacto Peptone 0,5 g 2. Yeast Extract 0,1 g 3. Glicerol 0,3 ml 4. Air Laut 75 ml 5. Akuades 25 ml Media SWC padat/agar dibuat dengan menambahkan 1,6 gram bacto agar - Cara membuat media SWC: Semua bahan komposisi media SWC dicampurkan dalam tabung elenmeyer, kemudian dipanaskan menggunakan penangas air hingga larut, setelah larut kemudian disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit. Media Thiosulphate Citrate Bile-salt Sucrose (TCBS) - Komposisi media TCBS 1. TCBS agar 8,9 g 2. Akuades steril 100 ml - Formulasi TCBS : 1. Yeast Extract 0,5 g 2. Proteose peptone No. 3 1,0 g 3. Sodium citrate 1,0 g 4. Sodium thiosulphate 1,0 g 5. Oxgall 0,8 g 6. Saccharose 2.0 g 7. Sodium chloride 1,0 g 8. Ferric ammonium citrate 0,1 g 9. Bromthymol blue 0,004 g 10. Thymol blue 0,004 g 11. Agar 1,5 g 35

43 - Cara membuat media TCBS : Akuades disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit kemudian dibiarkan sampai suhu tidak terlalu panas berkisar ± 37 C. Setelah itu media TCBS dicampurkan secara aseptik dan dipanaskan menggunakan penangas air hingga media TCBS larut. 36

44 Lampiran 2. Teknik pengenceran serial bakteri Vibrio harveyi dan penghitungan koloni bakteri dengan metode hitung cawan sebar. Sampel bakteri Setelah diinkubasi selama 24 jam akan tumbuh koloni bakteri. Perhitungan bakteri dilakukan dengan rumus: Ni = No x 1 ƒp Keterangan: Ni = Jumlah sel bakteri per ml biakan bakteri (CFU/ml) No = Jumlah koloni bakteri yang tumbuh dalam cawan ƒp = Faktor pengenceran asal sampel tersebut 37

45 Lampiran 3. Prosedur pengukuran kepadatan bakteri dengan menggunakan spektrofotometer. 1. Sebelum digunakan, spektrofotometer dihidupkan terlebih dahulu selama 30 menit dengan memutar power switch searah jarum jam. 2. Panjang gelombang diatur dengan memutar tombol pengatur pada 600 nm. 3. Nilai transmisi harus diatur pada 0% (0%T) dengan memutar tombol pengatur; ke kanan atau ke kiri. 4. Tabung blanko dibersihkan sebelum diletakan pada ruang sampel. 5. Ruang sampel ditutup dan atur 100% T dengan memutar tombol pengatur. 6.Tabung blanko dikeluarkan dari ruang sampel kemudian dimasukan tabung yang berisi biakan bakteri yang ingin diukur kepadatannya. 7. Nilai yang didapat ialah dalam bentuk % T. 8. Nilai ini diolah menjadi nilai optical density dengan rumus OD=2-Log % T. 38

46 Lampiran 4. Bakteri Vibrio harveyi yang tumbuh di media kultur. a b c Pertumbuhan bakteri V. harveyi setelah inkubasi selama 24 jam pada suhu ruang : a. Media SWC kondisi terang dengan metode gores b. Media SWC kondisi gelap dengan metode gores c. Media TCBS (koloni tunggal) dengan metode sebar 39

47 Lampiran 5. Uji optical density (OD) dan LD50. Uji optical density (OD) bakteri Vibrio harveyi, panjang gelombang 600. Pengenceran %T OD Jumlah bakteri/ml 1:1 1:2 1:4 1:8 1:16 1 2,2 5,4 14,6 31,3 2 1,66 1,27 0,84 0,51 11,6 x ,8 x ,9 x ,45 x ,72 x 10 8 Persamaan garis : Y= 1,26x10-9 X + 0,69 Data LD50 larva udang galah yang diinfeksi bakteri Vibrio harveyi (dipping) Dosis perlakuan Ulangan SR rata-rata MR rata-rata Konsentrasi MR D S Nilai Akumulasi D S MR % / / / / / / / / / / Ket: MR= Mortality Ratio, D= Died, S= Survived. 40

48 Metode Karber (1931) untuk estimasi LD 50 Log LD50 = 0,5 + log konsentrasi terbesar yang digunakan Jumlah % kematian 100 = 0, = 4,7 LD50 = 10 4,7 Dibulatkan =

49 Lampiran 6. Identifikasi bakteri dari larva yang terinfeksi (mati). Uji Biokimia dan Morfologi Parameter Hasil uji Gram - Bentuk sel Batang Oxidase + Lysine Decarboxylase - Acid from Glucose + ONPG - Voges Proskauer - Gelatin Liquefaction - Acid from sorbitol - Acid from Lactose - Acid from Raffinose - Motility + Ornithine Decarboxyl - Acid from Mannitol - Indole - Citrate Utilization - Malonate Inhibition - Acid from Rahamnose - Acid from Arabinose - Acid from Salicin - Nitrate Reduction + H2S Production - Acid from Xylose - Urea Hydrolysis - Tryptophan Deaminase - Acid from Inositol - Acid from Sucrose - Acid from Adonitol - Arginine Dihydrolase + Hasil Identifikasi Vibrio harveyi 42

50 Lampiran 7. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap tingkat kelangsungan hidup beberapa strain larva udang galah. Analisis Ragam Sumber keragaman JK db KT F hit Nilai P F tab Between Groups E Within Groups Total Uji Lanjut Duncan perlakuan N Selang kepercayaan 95 % ogan ciasem asahan gimacro barito kontrol Sig

51 Lampiran 8. Wadah pemeliharaan dan perlakuan larva udang serta penataannya. Foto wadah penelitian Sketsa gambar a b c d f e Keterangan : a. Pelastik penutup b. Akuarium ukuran 2 m x 1 m x 0.5 m c. Stoples volume 3 liter d. Heater e. Air untuk menstabilkan suhu f. Set aerasi 44

UJI KETAHANAN BEBERAPA STRAIN LARVA UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii de Man) TERHADAP BAKTERI Vibrio harveyi

UJI KETAHANAN BEBERAPA STRAIN LARVA UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii de Man) TERHADAP BAKTERI Vibrio harveyi UJI KETAHANAN BEBERAPA STRAIN LARVA UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii de Man) TERHADAP BAKTERI Vibrio harveyi YAN EVAN SKRIPSI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komoditas udang Vannamei ( Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komoditas udang Vannamei ( Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Komoditas udang Vannamei ( Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli perairan Amerika Latin. Udang ini dibudidayakan mulai dari pantai barat

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK Vibrio SKT-b MELALUI Artemia DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP PASCA LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon ASRI SUTANTI SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang sangat potensial, karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni Lokasi penelitian di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni Lokasi penelitian di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni 2014. Lokasi penelitian di Laboratorium Budidaya Perikanan, Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2 Alat dan Bahan Alat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian 2.1.1 Pembuatan Media Pembuatan air bersalinitas 4 menggunakan air laut bersalinitas 32. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan rumus pengenceran sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 1 23 Agustus 2013, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN Epinephelus fuscoguttatus DI KARAMBA JARING APUNG BALAI SEA FARMING KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA AGNIS MURTI RAHAYU DEPARTEMEN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH GI MACRO II

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH GI MACRO II KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH GI MACRO II DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) Sebagian besar udang air tawar termasuk dalam famili Palaemonidae dan genus Macrobrachium yang merupakan genus paling

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama dilaksanakan di laboratorium bioteknologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad, tahap

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI FHEBY IRLIYANDI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada April 2013 sampai dengan Mei 2013 di laboratorium Nutrisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009 sampai dengan bulan September 2009 bertempat di Laboratorium Sistem Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. 3.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp.

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. YENI GUSTI HANDAYANI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan 2.2 Prosedur Kerja Persiapan Wadah Ukuran dan Padat Tebar

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan 2.2 Prosedur Kerja Persiapan Wadah Ukuran dan Padat Tebar II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua perlakuan dan masing-masing menggunakan delapan ulangan, yaitu : 1) Perlakuan A dengan warna

Lebih terperinci

Oleh : ONNY C

Oleh : ONNY C JENIS, KELIMPAHAN DAN PATOGENISITAS BAKTERI PADA THALLUS RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii YANG TERSERANG ICE-ICE DI PERAIRAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA Oleh : ONNY C14103066 SKRIPSI Sebagai

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan. 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika dan kolam percobaan pada Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Jl. Raya 2 Sukamandi,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) tiga perlakuan dengan masing-masing tiga ulangan yaitu : 1) Perlakuan A dengan pergantian air

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei Juni 2014, di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. 3.2 Alat dan Bahan Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 11 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada Januari sampai Mei 2011 bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i 13 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lab. KESDA provinsi DKI Jakarta (analisis kandungan senyawa aktif, Pimpinella alpina), Lab. Percobaan Babakan FPIK (pemeliharaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2010. Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Basah bagian Lingkungan. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Persiapan Wadah dan Ikan Uji 2.2 Persiapan Pakan Uji

II. METODOLOGI 2.1 Persiapan Wadah dan Ikan Uji 2.2 Persiapan Pakan Uji II. METODOLOGI 2.1 Persiapan Wadah dan Ikan Uji Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak terpal dengan ukuran 2 m x1m x 0,5 m sebanyak 12 buah (Lampiran 2). Sebelum digunakan, bak terpal dicuci

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah akuarium dengan dimensi 50 x 30 x 30 cm 3 untuk wadah pemeliharaan ikan, DO-meter, termometer, ph-meter, lakban, stoples bervolume 3 L,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Metodologi penelitian sesuai dengan Supriyono, et al. (2010) yaitu tahap pendahuluan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitan ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai bulan Januari 2015 bertempat di Desa Toto Katon, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian 2.1.1 Alat dan Bahan Bahan yang akan digunakan pada persiapan penelitian adalah kaporit, sodium thiosulfat, detergen, dan air tawar. Bahan yang digunakan pada

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Jl. Peta No. 83, Bandung, Jawa Barat 40232, selama 20 hari pada bulan Maret April 2013. 3.2 Alat dan

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN 2.1 Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan, dimulai dengan pemeliharaan udang vaname ke stadia uji, persiapan wadah dan media, pembuatan pakan meniran, persiapan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan terhadap ikan didapatkan suatu parameter pertumbuhan dan kelangsungan hidup berupa laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang mutlak dan derajat kelangsungan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Kegiatan penelitian berupa percobaan di laboratorium yang terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3 II. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakultur, pengambilan data penunjang dilaksanakan

Lebih terperinci

PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI

PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit,

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan Pendahuluan Pembenihan merupakan suatu tahap kegiatan dalam budidaya yang sangat menentukan kegiatan pemeliharaan selanjutnya dan bertujuan untuk menghasilkan benih. Benih yang dihasilkan dari proses pembenihan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan 17 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Lapang Pusat Studi Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (PSIK IPB) Ancol Jakarta Utara pada bulan Juli Oktober

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS CAMPURAN MENIRAN

EFEKTIVITAS CAMPURAN MENIRAN EFEKTIVITAS CAMPURAN MENIRAN Phyllanthus niruri DAN BAWANG PUTIH Allium sativum DALAM PAKAN UNTUK PENGENDALIAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. EKA HIDAYATHUS SHOLIKHAH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

POTENSI JERUK NIPIS Citrus aurantifolia UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

POTENSI JERUK NIPIS Citrus aurantifolia UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. POTENSI JERUK NIPIS Citrus aurantifolia UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. DEWI MAHARANI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE Penelitian tentang budidaya sinodontis dengan densitas yang berbeda ini dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2010 yang bertempat Laboratorium Teknologi dan Manajemen Produksi Akuakultur,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan (1)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

UJI KETAHANAN LARVA UDANG GALAH DARI BEBERAPA SUMBER POPULASI TERHADAP BAKTERI Vibrio harveyi

UJI KETAHANAN LARVA UDANG GALAH DARI BEBERAPA SUMBER POPULASI TERHADAP BAKTERI Vibrio harveyi Uji ketahanan larva udang galah dari beberapa... (Ikhsan Khasani) UJI KETAHANAN LARVA UDANG GALAH DARI BEBERAPA SUMBER POPULASI TERHADAP BAKTERI Vibrio harveyi Ikhsan Khasani, Dinamella Wahjuningrum, dan

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC.

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. UKURAN 2 CM Oleh : Giri Maruto Darmawangsa C14103056 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga PENDAHULUAN Latar Belakang Udang windu merupakan salah satu komoditas ekspor non migas dalam sektor perikanan. Kegiatan produksi calon induk udang windu merupakan rangkaian proses domestifikasi dan pemuliaan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Tujuan Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah mengetahui teknik kultur Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp. skala laboratorium dan skala massal serta mengetahui permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) 1 Deskripsi METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan produksi massal benih ikan hias mandarin (Synchiropus splendidus),

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 2 kali ulangan. Perlakuan yang akan diterapkan yaitu pemakaian

Lebih terperinci

TINGKAT KELULUSAN HIDUP LARVA UDANG GALAH BERDASARKAN SUMBER GENETIK YANG BERBEDA

TINGKAT KELULUSAN HIDUP LARVA UDANG GALAH BERDASARKAN SUMBER GENETIK YANG BERBEDA TINGKAT KELULUSAN HIDUP LARVA UDANG GALAH BERDASARKAN SUMBER GENETIK YANG BERBEDA Anny Rimalia, Yulius Kisworo, Mukhlisah Universitas Achmad Yani Banjarmasin annyrimalia.uvaya@gmail.com, yuliuskisworo@gmail.com,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian dilakukan selama 40 hari dari bulan Februari sampai dengan Maret. Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain:

III. METODOLOGI. Penelitian dilakukan selama 40 hari dari bulan Februari sampai dengan Maret. Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain: 21 III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama 40 hari dari bulan Februari sampai dengan Maret 2013 bertempat di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Lobster Air Tawar Menurut Holthuis (1949) dan Riek (1968), klasifikasi lobster air tawar adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6483.3-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin TINJAUAN PUSTAKA Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin dalam Rahman (2012), sistematika ikan black ghost adalah sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Aktivitas Penghambatan Isolat Bacillus sp. Terhadap Vibrio sp. Secara In Vitro

PEMBAHASAN Aktivitas Penghambatan Isolat Bacillus sp. Terhadap Vibrio sp. Secara In Vitro 8 PEMBAHASAN Aktivitas Penghambatan Isolat Bacillus sp. Terhadap Vibrio sp. Secara In Vitro V. harveyi merupakan bakteri patogen yang dapat menyebabkan kematian massal pada udang terutama lebih patogen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai bulan Januari 2013 bertempat di Hatcery Kolam Percobaan Ciparanje

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Perlakuan Penelitian II. BAHAN DAN METODE Rancangan penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan masing-masing 4 ulangan. Adapun perlakuan yang diberikan dapat dilihat pada

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015

Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015 Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015 Pengaruh Salinitas Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila Merah (Oreochromis Niloticus) di

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jumlah Konsumsi Pakan Perbedaan pemberian dosis vitamin C mempengaruhi jumlah konsumsi pakan (P

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN. Kondisi Kualitas Air

HASIL PENELITIAN. Kondisi Kualitas Air HASIL PENELITIAN Kondisi Kualitas Air Kualitas Air pada Tahap Eksplorasi Salinitas yang digunakan sebagai perlakuan didasarkan pada penelitian pendahuluan yang menghasilkan petunjuk batas kisaran optimal

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 hari di Balai Benih Ikan (BBI) Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Pembuatan pakan

Lebih terperinci

-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PELEPASAN IKAN LELE MUTIARA.

-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PELEPASAN IKAN LELE MUTIARA. KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN LELE MUTIARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan keseragaman.induk yang baik untuk pemijahan memiliki umur untuk

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were. II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksananakan pada bulan Juli September 2013 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksananakan pada bulan Juli September 2013 di 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksananakan pada bulan Juli September 2013 di laboratorium penelitian Biologi Akuatik Gedung MIPA Terpadu Fakultas Matematika

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung dan uji proksimat di Politeknik Lampung 2012. B. Materi

Lebih terperinci

Penanganan induk udang windu, Penaeus monodon (Fabricius, 1798) di penampungan

Penanganan induk udang windu, Penaeus monodon (Fabricius, 1798) di penampungan Standar Nasional Indonesia Penanganan induk udang windu, Penaeus monodon (Fabricius, 1798) di penampungan ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17 Maret 2014, bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2012. Penelitian dilaksanakan di Ruang Penelitian, Hanggar 2, Balai Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci