BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian terhadap Penetapan Pemisahan Harta Perkawinan yang dilakukan setelah Perkawinan berlangsung Nomor. 0012/Pdt.P/2015/PA.Ska. 1. Posisi Kasus Permasalahan yang akan diteliti oleh Penulis adalah sebuah kasus perkara perdata pasangan suami isteri antara MD. Jahidul Islam bin MD Tokaddes Hossain Munshi (Warga Negara Asing) dan Desi Prawita Sari, S.S binti Djoko Triyono (Warga Negara Indonesia) yang permohonan penetapannya telah ditetapkan perkara perdatanya dengan Penetapan Pengadilan Agama Surakarta Nomor. 0012/Pdt.P/2015/PA.Ska. Kasus tersebut bermula dari perkawinan diantara keduanya, yang di dalam perkawinannya mereka tidak membuat perjanjian perkawinan mengenai pemisahan harta perkawinannya. Berdasarkan dalil dalil di muka persidangan pada Pengadilan Agama Surakarta bahwa para pihak yang membuat permohonan penetapan mengakui bahwa : 1) Bahwa Pemohon I telah menikah dengan Pemohon II, pada tanggal 6 Oktober 2014, tercatat dalam Kutipan Akta Nikah No. 0802/014.X/2014, tertanggal 6 Oktober 2014 yang dibuat / dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta; 2) Bahwa dari perkawinan / pernikahan tersebut belum dikaruniai keturunan / anak; 3) Bahwa Para pemohon sama sama bekerja dan memiliki penghasilan, Pemohon I sebagai Karyawan Swasta / Civil Engineer sedangkan Pemohon II sebagai Wiraswasta / Memberi layanan Privat Les Bahasa Inggris; 1

2 4) Bahwa Para Pemohon mempunyai penghasilan masing masing yang cukup untuk menopang biaya kehidupan, baik untuk kehidupan pribadi maupun keluarga, sehingga Para Pemohon tidak memerlukan bantuan dibidang ekonomi atau keuangan antara satu dengan lainnya. Namun dalam urusan keluarga Pemohon I tetap bertanggungjawab sepenuhnya atas kesejahteraan keluarganya sesuai dengan kedudukannya sebagai Kepala Keluarga; 5) Bahwa karena status kewarganegaraan Para Pemohon berbeda, yang mana Pemohon I sebagai Warga Negara Asing (WNA), Pemohon II sebagai Warga Negara Indonesia (WNI), yang mana karena Pemohon I berstatus bukan Warga Negara Indonesia, sesuai dengan ketentuan Pasal 21 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria, yang menyebutkan : bahwa hanya Warga Negara Indonesia (WNI) yang bisa memegang sertifikat Hak Milik atas tanah dan apabila yang bersangkutan, setelah memperoleh sertifikat Hak Milik kemudian menikah dengan Warga Negara Asing (WNA) maka dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah pernikahannya itu tanpa Perjanjian Perkawinan / Perjanjian Pra-Nikah, maka ia harus melepaskan Hak Milik atas tanah dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah perkawinan / pernikahannya itu. Oleh karena itu, untuk memenuhi ketentuan Pasal 21 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria tersebut, Para Pemohon mengajukan permohonan Penetapan Pemisahan Harta Bersama setelah Nikah ini; 6) Bahwa seharusnya Para Pemohon membuat perjanjian tentang status Harta Bersama sebelum dilangsungkan perkawinan / pernikahan (Perjanjian Pra-Nikah), akan tetapi karena kealpaan dan ketidaktahuan dari Para Pemohon, sehingga baru sekarang 2

3 Para Pemohon berkehendak membuat Perjanjian Pemisahan Harta Bersama; 7) Bahwa oleh karena perkawinan / pernikahan antara Pemohon I dengan Pemohon II telah dilangsungkan pada tanggal 6 Oktober 2014, sebagaimana tercatat dalam Kutipan Akta Nikah No. 0802/014/X/2014, tertanggal 6 Oktober 2014 yang dibuat / dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta tersebut, oleh karena itu untuk melakukan Pemisahan Harta Bersama diperlukan adanya suatu Penetapan dari Pengadilan Agama; Para Pemohon berusaha untuk melakukan pemisahan harta kekayaan mereka dengan membuat Permohonan Penetapan Pemisahan Harta Perkawinan yang dibuat setelah perkawinan dengan mengajukan permohonannya ke Pengadilan Agama Surakarta untuk ditetapkan guna mendapatkan keadilan dan keamanan mengenai kepemilikan hak atas tanah bagi salah 1 (satu) pihak yang berstatus kewarganegaraan Indonesia. Dalam Putusan Pengadilan Agama Surakarta Nomor. 0012/Pdt.P/2015/PA.Ska., tanggal (duapuluh satu April duaribu limabelas) yaitu : 1. Mengabulkan permohonan Pemohon; 2. Menetapkan sejak tanggal penetapan ini, terjadi pemisahan harta Pemohon I dan Pemohon II yang akan timbul di kemudian hari terpisah satu dengan yang lainnya, sehingga tidak berstatus harta bersama lagi; 3. Membebankan kepada Para Pemohon untuk membayar biaya perkara ini sejumlah Rp ,- (seratus lima puluh satu ribu rupiah). 3

4 B. Pembahasan Perjanjian Perkawinan adalah Perjanjian yang dibuat oleh 2 (dua) orang calon pasangan suami isteri pada saat atau sebelum perkawinan dilakukan, untuk mengatur akibat akibat perkawinan yang menyangkut harta kekayaan. This is especially true for couples in which one of the spouses is a citizen of another country 1. Akibat hukum dari Perjanjian Perkawinan adalah terikatnya para pihak selama mereka berada dalam suatu ikatan perkawinan. Pasal 29 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa: 1. Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut; 2. Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan, bilamana melanggar batas batas hukum, agama dan kesusilaan; 3. Perjanjian tersebut berlaku sejak perkawinan dilangsungkan; 4. Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat diubah, kecuali jika dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga. Isi Perjanjian Perkawinan dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu : a. Perjanjian Perkawinan dengan Persatuan Untung Rugi (Pasal 155 Kitab Undang Undang Hukum Perdata); b. Perjanjian Perkawinan dengan Persatuan Hasil dan Pendapatan (Pasal 164 Kitab Undang Undang Hukum Perdata); dan c. Perjanjian Perkawinan Peniadaan terhadap setiap kebersamaan harta kekayaan (pisah harta sama sekali). Perjanjian Perkawinan wajib didaftarkan pada instansi yang telah ditentukan untuk memenuhi unsur publisitas. Pentingnya pendaftaran 1 Jonathan W. Leeds, Prenuptial Agreements: US Law, Thailand Law and EU Law Compared, Thailand Law Journal Fall Issue 1, Vol 15, 2012, hlm. 1 4

5 ini adalah agar memberikan perlindungan secara hukum yang kuat terhadap pihak yang membuatnya, dan juga agar pihak ketiga yang bersangkutan mengetahui dan tunduk pada perjanjian perkawinan tersebut. Misalnya, jika terjadi jual beli oleh suami atau isteri dan dengan adanya perjanjian perkawinan ini maka perjanjian tersebut akan mengikatnya dalam tindakan hukum yang akan dilakukannya. Apabila Perjanjian Perkawinan tidak di daftarkan, maka perjanjian ini hanya akan mengikat dan berlaku terhadap para pihak yang membuatnya (suami isteri). Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata, bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih dan dalam Pasal 1340 KUHPerdata yaitu suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak pihak yang membuatnya. Pencatatan / Pendaftaran Perjanjian Perkawinan untuk suami isteri yang beragama Islam dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA) setempat atau di KUA perkawinan dicatatkan. Pencatatan dan Pendaftaran untuk suami isteri yang beragama Non-Islam dilakukan di Kantor Catatan Sipil. Perjanjian Perkawinan pada dasarnya yang sudah dibuat tidak dapat dirubah selama perkawinan berlangsung, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tersebut tidak merugikan pihak ketiga, sebagaimana bunyi Pasal 29 ayat (4) Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu Selama perkawinan dilangsungkan perjanjian tersebut tidak dapat diubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga. Dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata maupun Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tidak diatur mengenai peraturan tentang pembuatan Perjanjian Kawin setelah perkawinan dilangsungkan. Ketentuan dalam Undang Undang tersebut hanya mengatur Perjanjian Kawin yang dibuat sebelum atau 5

6 pada saat perkawinan itu dilangsungkan. Pasal 29 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyatakan bahwa Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut. Menurut Pasal 147 Kitab Undang Undang Hukum Perdata juga dinyatakan bahwa Setiap perjanjian perkawinan harus dibuat dengan akta Notaris sebelum perkawinan berlangsung. Dalam beberapa peraturan yang mengatur tentang perjanjian perkawinan, terdapat perbedaan dan persamaan peraturan mengenai pembuatan perjanjian perkawinan yang diatur baik dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Perbedaan tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini : Perbedaan Kitab Undang Undang HukumPerdata (KUHPerdata) Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Kompilasi Hukum Islam ( K H I ) Waktu Pembuatan Perjanjian Perkawinan Perjanjian Perkawinan dibuat sebelum perkawinan Dilangsungkan Perjanjian Perkawinan dibuat sebelum atau pada saat perkawinan dilangsungkan Perjanjian Perkawinan dibuat sebelum atau pada saat perkawinan dilangsungkan Bentuk Perjanjian Perkawinan Perjanjian Perkawinan harus dibuat dalam bentuk Akta Notaris Perjanjian Perkawinan dibuat dalam bentuk tertulis Perjanjian Perkawinan dibuat dalam bentuk tertulis 6

7 Keabsahan Perjanjian Perkawinan Perjanjian Perkawinan tidak memerlukan pengesahan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan Perjanjian Perkawinan perlu disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan (Kantor Catatan Sipil) Perjanjian Perkawinan perlu disahkan oleh Pegawai Pencatat Nikah (Kantor Urusan Agama) Persamaan Isi Perjanjian Perkawinan Isi Perjanjian Perkawinan tidak melanggar tat susila yang baik atau tata tertib umum Isi Perjanjian Perkawinan tidak boleh bertentangan dengan hukum, agama dan kesusilaan Isi Perjanjian Perkawinan tidak boleh bertentangan dengan Hukum Islam Dasar Pembuatan Perjanjian Perkawinan Perjanjian Perkawinan dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak Perjanjian Perkawinan dibuat atas persetujuan bersama Perjanjian Perkawinan dibuat berdasarkan kehendak para pihak Tabel 1.1 Perbedaan dan Persamaan Pengaturan Perjanjian Perkawinan Berdasarkan tabel diatas, dapat kita lihat bahwa ada perbedaan, yang mana peraturan yang terdapat dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata memiliki perbedaan yang mendasar dengan peraturan yang terdapat dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam ( K H I ). Dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata menyatakan dengan jelas bahwa perjanjian perkawinan itu dibuat sebelum perkawinan berlangsung, dan dibuat dengan Akta Notaris juga tidak perlu disahkan oleh Pegawai 7

8 Pencatat Perkawinan. Sedangkan, menurut Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam ( K H I ) perjanjian perkawinan dapat dibuat sebelum atau pada saat perkawinan berlangsung, dimana perjanjian ini dibuat dalam bentuk tertulis, terlepas dengan Akta Notaris pun tetap dibuat secara tertulis. Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam ( K H I ) tidak menjelaskan lebih jelas apakah yang dimaksud dengan tertulis itu dengan Akta Notaris atau perjanjian dibawah tangan. Perjanjian ini memerlukan pengesahan dari Kantor Catatan Sipil bagi para pihak yang beragama Non-Islam dan juga Kantor Urusan Agama (KUA) bagi para pihak yang beragama Islam. Disamping perbedaan yang ada, dari ketiga peraturan ini memiliki persamaan juga, baik peraturan yang terdapat dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata, Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam ( K H I ). Persamaannya yang pertama, adalah dari ketiga peraturan tersebut mengatur untuk para pihak yang membuat perjanjian perkawinan, isinya tidak bertentangan dengan hukum, tata tertib umum, agama, dan kesusilaan yang dianut oleh masing masing pihak. Persamaan yang kedua, pembuatan perjanjian perkawinan itu harus dibuat berdasarkan atas kesepakatan dari kedua belah pihak, tidak boleh hanya salah 1 (satu) pihak saja yang menghendaki. Kesepakatan dari kedua belah pihak ini menjadi hal utama yang diperhatikan, karena dari kehendak para pihak tersebut dapat memberikan akibat adanya persetujuan dan kesepakatan dari antara mereka, dimana mereka pun juga wajib untuk mentaati peraturan yang dibuat di dalamnya. Apabila perjanjian dibuat tidak berdasarkan atas kesepakatan dari kedua belah pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Sejak berlakunya Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP), maka di negara kita telah terjadi unifikasi dalam bidang Hukum Perkawinan, kecuali sepanjang yang belum / tidak diatur 8

9 dalam undang undang tersebut, maka peraturan lama dapat dipergunakan (Pasal 66 UU Nomor 1/1974) 2. Menurut Herlien Budiono, jika berhadapan dengan sebuah perjanjian, maka harus dipastikan bahwa perbuatan hukum tersebut memenuhi sekurangnya keempat unsur dalam perjanjian. Setelah memastikan bahwa suatu perbuatan hukum adalah Perjanjian, langkah selanjutnya adalah memeriksa keabsahan dari perjanjian tersebut sah atau tidaknya perjanjian dapat dipastikan dengan mengujikannya terhadap 4 (empat) syarat untuk sahnya suatu perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, yaitu 3 : a. Sepakat mereka yang mengingatkan dirinya Kesepakatan yang dimaksud adalah adanya persesuaian kehendak antara para pihak yang membuat suatu perjanjian. Dalam membuat perjanjian, para pihak memiliki kehendak bebas untuk menuangkan apa saja yang akan dibuat dalam perjanjian tersebut. Para pihak memiliki kehendak yang bebas tetapi bukan berarti bebas untuk tidak bertanggungjawab, melainkan kebebasan yang dimaksud adalah kehendak para pihak tersebut di dalamnya tidak ada unsur paksaan, penipuan, atau kekhilafan dalam mengadakan suatu perjanjian. b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Kecakapan artinya, kemampuan yang bagi seseorang yang menurut hukum telah dianggap dewasa dan layak untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Para pihak dapat melakukan suatu perbuatan hukum karena sesuai dengan peraturan Perundang Undangan dirinya dinyatakan telah dewasa dan cakap hukum. Perbuatan hukum yang dimaksud dalam hal ini adalah membuat perjanjian perkawinan. 2 Habib Adjie, loc.cit, hlm Herlien Budiono, Op.Cit, hlm. 73 9

10 c. Suatu hal tertentu Dalam membuat suatu perjanjian harus memuat suatu hal tertentu. Para pihak yang hendak dan telah membuat suatu perjanjian, dalam hal ini membuat perjanjian perkawinan, harus memperhatikan hal hal apa saja yang dapat dituangkan dalam perjanjian tersebut, sehingga dengan adanya perjanjian tersebut dapat memberikan perlindungan bagi para pihak yang membuatnya. d. Suatu sebab yang halal Pembuatan perjanjian harus didasarkan pada hal hal yang tidak bertentangan dengan Undang Undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Dalam hal ini, Perjanjian Perkawinan yang dibuat oleh kedua belah pihak harus didasarkan alasan alasan yang tepat, dan tidak bertentangan dengan tata tertib umum, hukum, agama dan kesusilaan yang berlaku di masyarakat. Syarat sahnya Perjanjian Perkawinan didasarkan pada ketentuan ketentuan Perundang Undangan baik yang secara khusus mengatur mengenai Perjanjian Perkawinan maupun syarat sahnya perjanjian secara umum. Syarat sahnya Perjanjian Perkawinan secara keseluruhan dapat digolongkan menjadi 3 (tiga), yaitu 4 : a) Syarat subyektif Syarat subyektif menyangkut para pihak yang membuat Perjanjian Perkawinan yang berkaitan erat dengan kecakapan bertindak para pihak. Pasal 1330 Kitab Undang Undang Hukum Perdata menentukan bahwa : Tak cakap untuk membuat perjanjian adalah : 1. Orang orang yang belum dewasa; 2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; 3. Orang orang perempuan, dalam hal hal yang ditetapkan oleh Undang Undang, dan pada umumnya 4 J. Andy Hartanto, 2012, Hukum Harta Kekayaan Perkawinan (Menurut Burgerlijk Wetboek dan Undang Undang Perkawinan), ctk. Kedua, Laksbang Grafika, Yogyakarta, hlm

11 semua orang kepada siapa Undang Undang telah melarang membuat perjanjian perjanjian tertentu. b) Syarat Formil dan Cara Pembuatan Perjanjian Perkawinan Syarat ini mengatur mengenai bentuk dan tata cara pembuatan perjanjian perkawinan. Sesuai yang diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata, pembuatan perjanjian perkawinan ini harus dibuat dengan Akta Notaris. Sedangkan dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam ( K H I ) dijelaskan bahwa pembuatan perjanjian dibuat dalam bentuk tertulis. Pada ketentuan tersebut tidak dijelaskan dengan jelas, apakah pembuatan perjanjian dengan tertulis ini dengan akta Notaris atau perjanjian dibawah tangan. Banyak masyarakat dan praktisi praktisi hukum dalam membuat Perjanjian Perkawinan masih mengadopsi ketentuan ketentuan dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata yang disebabkan pengaturan Perjanjian Perkawinan dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan masih sangat terbatas 5. Tujuan dibuatnya Perjanjian Perkawinan dalam bentuk Akta Notaris, yaitu : Pertama, Perjanjian Perkawinan dapat menjadi alat pembuktian dengan kekuatan yang sempurna apabila terjadi sengketa. Alat bukti adalah alat untuk membuktikan kebenaran hubungan hukum, yang dinyatakan baik oleh Penggugat maupun oleh Tergugat dalam perkara 5 Faizal Kurniawan dan Erni Agustin, Keabsahan Perjanjian Perkawinan Menurut Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum UniversitasAirlangga, Surabaya, , hlm. 3 11

12 perdata 6. Dalam Pasal 1866 Kitab Undang Undang Hukum Perdata menyebutkan beberapa jenis alat bukti, yaitu: 1. Bukti tulisan; 2. Bukti dengan saksi saksi; 3. Persangkaan persangkaan; 4. Pengakuan; 5. Sumpah. Kekuatan Pembuktian Sempurna adalah kekuatan yang memberi kepastian yang cukup kepada Hakim, kecuali kalau ada pembuktian perlawanan (tegenbewijs) sehingga Hakim akan memberi akibat hukumnya. Pada kekuatan pembuktian sempurna alat bukti sudah tidak perlu dilengkapi dengan alat bukti lain, tetapi masih memungkinkan pembuktian lawan 7. Kedua, Perjanjian Perkawinan yang dibuat dalam bentuk Akta Notaris akan memberikan kepastian hukum tentang hak dan kewajiban para pihak sebagai pasangan suami isteri terhadap harta benda mereka. c) Syarat Materiil Perjanjian Perkawinan Syarat ini berkaitan dengan isi yang terdapat dalam Perjanjian Perkawinan. Dalam suatu perkawinan jika para pihak tidak membuat perjanjian perkawinan / perjanjian pemisahan harta maka terjadi persatuan bulat harta kekayaan antara kedua belah pihak. Para pihak dapat membuat perjanjian perkawinan dimana didalamnya tidak boleh bertentangan dengan tata tertib umum, hukum, agama, dan kesusilaan. Pengesahan Perjanjian Perkawinan yang dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan pengaturannya diatur dalam 6 Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012, hlm Ibid; hlm

13 Pasal 29 ayat (1) Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mana pengesahan ini hanya dilakukan oleh 2 (dua) instansi, yaitu : i. Pegawai Pencatat Nikah, Talak dan Rujuk pada Kantor Urusan Agama (KUA); ii. Pegawai Pencatat Perkawinan pada Kantor Catatan Sipil. Pengesahan Perjanjian Perkawinan yang dibuat oleh para pihak (suami isteri) bagi mereka yang beragama Islam, dilakukan di Kantor Urusan Agama, sedangkan pengesahan Perjanjian Perkawinan yang dibuat oleh para pihak (suami isteri) bagi mereka yang beragama selain Islam, dilakukan di Kantor Catatan Sipil. Selain pengesahan Perjanjian Perkawinan, hal lain yang menjadi tanggungjawab Kantor Catatan Sipil adalah mencatat secara detail dan membukukan setiap peristiwa penting lain yang berkaitan dengan keluarga, yaitu mengenai kelahiran, kematian, perkawinan, perceraian, pengakuan / pengesahan seorang anak. Catatan Sipil adalah suatu lembaga yang sengaja diadakan oleh pemerintah yang bertugas untuk mencatat, mendaftarkan serta membukukan selengkap mungkin tiap peristiwa penting bagi status keperdataan seseorang, misalnya perkawinan, kelahiran, pengakuan / pengesahan seorang anak, perceraian, dan kematian, serta ganti nama 8. 8 Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Aspek Hukum Akta Catatan Sipil Di Indonesia, ctk.kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hlm. 11 dan 13 13

14 1. Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Surakarta dalam Penetapan Pengadilan Agama Surakarta Nomor. 0012/Pdt.P/2015/PA.Ska Dalam prakteknya ada Perjanjian Perkawinan yang dibuat setelah perkawinan berlangsung. Hal ini bisa saja terjadi dan dilakukan dengan ketentuan suami isteri tersebut terlebih dahulu sepakat untuk mengajukan Permohonan Penetapan ke Pengadilan Agama dengan tujuan untuk diizinkan melakukan Pemisahan Harta Perkawinan yang dilakukan setelah perkawinan. Berdasarkan Penetapan tersebut maka pemisahan harta perkawinan mulai berlaku sejak tanggal penetapan tersebut. Suami isteri dapat juga datang kepada Notaris untuk membuat Perjanjian Perkawinan yang akan berlaku sejak tanggal akta dibuat. Setelah itu wajib juga diumumkan pada surat kabar / koran untuk menghindari sanggahan atau keberatan dari pihak ketiga. Perjanjian Perkawinan setelah perkawinan dilakukan memiliki tujuan yaitu untuk mengatur sebab akibat harta perkawinan setelah perkawinan terjadi, jika terdapat sejumlah harta yang tidak sama atau lebih besar pada satu pihak suami atau isteri. Perjanjian kawin setelah perkawinan pada dasarnya selalu terkait dengan persoalan harta dalam perkawinan. Untuk itu perjanjian kawin dibuat yang fungsinya adalah : a) Memisahkan harta kekayaan mereka antara pihak suami dengan pihak isteri sehingga harta mereka tidak bercampur. Oleh karena itu jika suatu saat mereka bercerai, harta dari masing masing pihak terlindungi, tidak ada perebutan harta kekayaan bersama. b) Atas hutang masing masing pihak yang mereka buat setelah penetapan akan bertanggungjawab sendiri sendiri. 14

15 c) Jika salah satu pihak ingin menjual harta kekayaan mereka maka tidak perlu meminta ijin dari kawan kawinnya Perkembangan ini dapat dilihat dari adanya pembuatan perjanjian perkawinan / pemisahan harta perkawinan yang dilakukan setelah perkawinan dan dilangsungkan dengan dasar Penetapan Pegadilan Agama Surakarta Nomor. 0012/Pdt.P/2015/PA.Ska antara MD. Jahidul Islam bin MD Tokaddes Hossain Munshi (Warga Negara Asing) sebagai Pemohon I dan Desi Prawita Sari, S.S binti Djoko Triyono (Warga Negara Indonesia) sebagai Pemohon II yang dijadikan alasan sebagai landasan dibuatnya Permisahan Harta setelah Perkawinan adalah sebagai berikut : (1) Para Pemohon telah menikah pada tanggal 6 Oktober 2014; (2) Bahwa dari perkawinan / pernikahan tersebut belum dikaruniai keturunan / anak; (3) Para Pemohon sama sama bekerja dan memiliki penghasilan masing masing yang cukup untuk menopang biaya kehidupan, baik untuk kepentingan pribadi maupun keluarga. Dalam urusan keluarga, Pemohon I tetap bertanggungjawab sepenuhnya atas kesejahteraan keluarganya sesuai dengan kedudukannya sebagai Kepala Keluarga; (4) Bahwa untuk memenuhi ketentuan Pasal 21 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria (UUPA) dimana status kewarganegaraan Para Pemohon yang berbeda, yang mana Pemohon I berstatus bukan Warga Negara Indonesia (WNI). Dasar yang menjadi pertimbangan pertimbangan Hakim Pengadilan Agama dalam menetapkan Permohonan Penetapan 15

16 Pemisahan Harta setelah Perkawinan sesuai dengan yang tercantum dalam Penetapan ini adalah sebagai berikut : (1) Para Pemohon sebelum melangsungkan perkawinan tidak mengadakan perjanjian karena kealpaan dan ketidaktahuan; (2) Perkawinan yang terjadi antara Para Pemohon adalah telah sah karena dilakukan menurut hukum masing masing agama dan kepercayaannya dan perkawinan tersebut adalah perkawinan campuran berdasarkan Pasal 57 dan Pasal 60 ayat (1) Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; (3) Minimnya pengetahuan Para Pemohon sehingga tidak mengadakan perjanjian pra-nikah (prenuptial agreement) sebagaimana ketentuan dalam Pasal 29 ayat (1) Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; (4) Karena tidak adanya perjanjian perkawinan yang dibuat oleh Para Pemohon, Pemohon II yang merupakan Warga Negara Indonesia kehilangan sebagian haknya diantaranya dalam hal pemegang sertifikat hak milik atas tanah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 21 ayat (1) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria (UUPA); (5) Para Pemohon telah membuat pernyataan yang pada pokoknya telah bersepakat dan menyetujui untuk mengadakan perjanjian pemisahan harta selama perkawinan; (6) Para Pemohon dalam membuat perjanjian perkawinan juga harus berdasarkan ketentuan Pasal 45 ayat (2) dan Pasal 48 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI); (7) Karena minimnya pengetahuan dan untuk melindungi hak hak kewarganegaraan Pemohon II sebagai isteri dari Pemohon I yang berkewarganegaraan Asing; Melindungi Pemohon II terhadap kekuasaan suami yang sangat luas atas 16

17 kekayaan bersama serta kekayaan pribadi Pemohon II; dan demi kemaslahatan yang lebih besar; (8) Dalam Fakta Yuridis, Majelis tidak menemukan hal hal yang bertentangan dengan hukum agama dan kesusilaan. Pertimbangan Hukum adalah Jantung pada setiap putusan Hakim. Pertimbangan hukum merupakan landasan atau dasar bagi Hakim dalam memutus setiap perkara yang diadilinya. Pertimbangan hukum, selain memuat dasar alasan atau pertimbangan yang logis-rasional, juga memuat pertimbangan lain berupa penafsiran maupun kontruksi hukum Majelis Hakim terhadap kasus yang sedang diadilinya. Uraian pertimbangan harus disusun secara sistematis dan komprehensif. Uraian pertimbangan hukum mencakup hal hal sebagai berikut : (a) Pertimbangan tentang kewenangan mengadili : i. Kewenangan Absolut, adalah kewenangan pengadilan berkaitan dengan substansi perkara; ii. Kewenangan Relatif, adalah berkaitan dengan wilayah yurisdiksi pengadilan Negeri / Agama. (b) Pertimbangan tentang legal standing atau kewenangan para pihak mengajukan gugatan (persona standi in judicio) : i. Kedudukan dan kewenangan hukum Penggugat in person; ii. Sah tidaknya surat kuasa yang diajukan; iii. Syarat formil penerima kuasa. (c) Pertimbangan mengenai pokok pokok gugatan Penggugat serta proses jawab menjawab yang terjadi; (d) Pertimbangan mengenai pokok pokok sengketa yang wajib dibuktikan oleh masing masing pihak; 17

18 (e) Pertimbangan mengenai alat alat bukti yang diajukan para pihak; (f) Pertimbangan mengenai fakta fakta yang ditemukan di dalam persidangan; (g) Analisis hukum; (h) Konklusi; (i) Paragraf Penutup Putusan Hakim harus dilandasi atas pertimbangan hukum (legal reasoning, ratio decidendi) yang komprehensif. Putusan Hakim yang tidak cukup pertimbangannya menyebabkan pertimbangan tersebut dapat dikategorikan onvoldoende gemotiveerd (kurang pertimbangan hukum) yang menyebabkan putusan tersebut dapat dibatalkan oleh Pengadilan yang lebih tinggi. Pasal 50 Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 menyatakan : Putusan Pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. Kemudian dengan maksud yang sama, dalam Pasal 178 ayat (1) HIR/189 ayat (1) R.Bg menyatakan : Hakim karena jabatannya waktu bermusyawarah wajib mencukupkan segala alasan hukum yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak. Penetapan Nomor. 012/Pdt.P/2015/PA.Ska ini telah menguraikan hal hal apa yang menjadi dasar / alasan alasan Para Pemohon mengajukan Permohonan Penetapan Pemisahan Harta Perkawinan setelah Perkawinan serta menguraikan apa yang menjadi Dasar Pertimbangan Hakim dalam mengabulkan Permohonan Penetapan Pemisahan Harta Perkawinan setelah Perkawinan. Berdasarkan dari uraian uraian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan terdapat 2 (dua) alasan pokok Para Pemohon mengajukan Permohonan Penetapan ini yang kemudian juga 18

19 menjadi pertimbangan Hakim dalam menetapkan permohonan ini yaitu : a. Adanya Kealpaan dan Ketidaktahuan Para Pemohon tentang Peraturan mengenai Perjanjian Perkawinan Terdapat Peraturan Perundang Undangan yang mengatur mengenai pembuatan Perjanjian Perkawinan, yaitu Pasal 29 ayat (1) Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam Pasal 29 ayat (1) dikatakan bahwa : Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut. Peraturan tersebut menjelaskan mengenai waktu pembuatannya yaitu pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan. Artinya para pihak bisa lebih luas memilih kapan waktu untuk membuat perjanjian kawin, antara sebelum perkawinan atau pada saat perkawinan itu dilangsungkan. Perkembangan ini banyak peristiwa hukum yang timbul dalam kehidupan di masyarakat dan belum ada pengaturan yang jelas mengenai peristiwa hukum tersebut. Peristiwa hukum ini dapat dilihat dalam prakteknya yaitu adanya perjanjian perkawinan atau pemisahan harta perkawinan yang dilakukan setelah perkawinan. Perjanjian perkawinan setelah perkawinan ini dilakukan karena adanya kealpaan dan ketidaktahuan para pemohon. Para pemohon dalam hal ini seharusnya mengetahui akan adanya peraturan atau ketentuan yang mengatur mengenai perjanjian perkawinan. Peraturan Perundang Undangan yang ada itu dibuat dengan tujuan untuk 19

20 melindungi kepentingan manusia. Oleh karena itu setiap orang harus mengetahui bahwa Undang Undang merupakan asas yang berlaku dewasa ini. Bahkan setiap orang yang sudah dewasa dianggap mengerti akan hukum dan Undang Undang (iedereen wordt geacht de wet te kennen, nemo ius ignorare consetur) 9. Semua Peraturan Perundang Undangan yang dibuat diumumkan dalam Lembaran Negara. Dengan tujuan supaya diketahui oleh masyarakat umum sehingga peraturan perundang undangan ini dapat dilaksanakan dengan baik. Maksudnya peraturan perundangan undangan ini dapat dilaksanakan sesuai dengan fungsinya untuk melindungi kepentingan hukum dari masyarakat itu sendiri. Sehingga seharusnya tidaklah menjadi suatu alasan para pemohon bahwa mereka tidak mengetahui akan adanya ketentuan yang mengatur mengenai perjanjian perkawinan. Dasar yang menjadi pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Surakarta yang utama dalam mengabulkan Permohonan Penetapan Pemisahan Harta Perkawinan setelah Perkawinan berdasarkan dengan Penetapan Nomor 0012/Pdt.P/2015/PA.Ska adalah dengan alasan kealpaan atau ketidaktahuan para pihak mengenai adanya ketentuan pembuatan perjanjian kawin. Kealpaan dan ketidaktahuan Para Pemohon ini dianggap Hakim sebagai sesuatu hal yang wajar. Para Pemohon adalah masyarakat umum yang tidak mengetahui secara jelas dan pasti tentang hukum, terutama tentang ketentuan yang mengatur tentang perjanjian perkawinan sebagaimana yang telah diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata dan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 9 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2003, hlm

21 Mengingat suatu perjanjian itu didasarkan atas kesepakatan antara kedua belah pihak yang telah sepakat untuk mengatur harta perkawinannya dengan melakukan pemisahan harta, sehingga hal ini dibenarkan dan disetujui oleh Hakim yang menetapkan permohonan penetapan tersebut. Perjanjian yang telah dibuat ini bersifat mengikat bagi para pihak yang membuatnya (Pasal 1340 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Perdata). Para pihak yang membuatnya oleh karena itu para pihak harus mentaati hal hal yang diatur di dalamnya, karena perjanjian itu berlaku sebagai undang undang bagi mereka yang membuatnya sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1338 Kitab Undang Undang Hukum Perdata). Hakim sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman diberikan wewenang untuk melakukan penemuan hukum untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang muncul dalam kehidupan masyarakat. Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 10 ayat (1) yang menyatakan bahwa : Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalil hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Ketentuan ini memberikan makna bahwa Hakim sebagai organ utama Pengadilan dan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman wajib hukumnya bagi Hakim untuk menemukan hukumnya dalam suatu perkara meskipun ketentuan hukumnya tidak ada atau kurang jelas. 10 Masyarakat yang sudah berumur 18 tahun dianggap cakap hukum, mengerti akan adanya berbagai macam 10 Abdul Manan, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Praktek Hukum Acara Di Peradilan Agama, (Makalah pada Rakernas Mahkamah Agung Republik Indonesia, Balikpapan, Oktober, 2010) 21

22 peraturan perundang perundangan yang berlaku. Lembaran Negara dibuat dengan tujuan untuk setiap orang dapat mengerti akan adanya peraturan peraturan yang berlaku di masyarakat, akan tetapi berbeda dengan kenyataannya banyak orang yang tetap tidak mengetahui adanya peraturan tersebut. Bahkan ahli hukum pun belum tentu semuanya mengerti akan adanya peraturan peraturan yang baru. b. Adanya Keinginan untuk tetap memiliki Hak Atas Tanah Rakyat dalam suatu Negara dapat digolongkan menjadi penduduk dan warga Negara. Menurut Pasal 26 ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disebut dengan Penduduk adalah Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Orang Asing apabila hendak memasuki wilayah suatu Negara maka harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Negara yang bersangkutan, entah orang asing tersebut akan tinggal untuk sementara waktu atau bertujuan menetap di wilayah Negara tersebut. Setiap orang asing harus menaati semua peraturan Perundang Undangan yang berlaku di wilayah Negara yang bersangkutan. Penentuan seseorang sebagai Warga Negara Indonesia dapat ditentukan melalui beberapa asas seperti yang tercantum dalam bagian Penjelasan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagai berikut: a) Asas Ius Sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan Negara tempat kelahiran; 22

23 b) Asas Ius Soli (law of the oil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan Negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang Undang ini; c) Asas Kewarganegaraan Tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang; d) Asas Kewarganegaraan Ganda Terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang Undang ini. Dijelaskan pula dalam Pasal 2 Undang Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia bahwa Yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang orang bangsa Indonesia asli dan orang orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang Undang sebagai Warga Negara. Pasal 28B ayat 1 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 10 ayat (1) Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia disebutkan bahwa Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa setiap orang dapat melangsungkan perkawinan yang mana hal tersebut merupakan hak asasi bagi setiap manusia dan setiap Warga Negara Indonesia. Setiap Warga Negara Indonesia berhak untuk melangsungkan perkawinan sepanjang perkawinannya dilakukan sesuai dengan peraturan Perundang Undangan yang ada, tidak melanggar tata tertib umum, hukum, agama dan kesusilaan. Perkawinan yang dilakukan antara sesama Warga Negara Indonesia tidak akan berdampak pada status 23

24 kewarganegaraan masing masing pihaknya, sehingga tidak akan mempengaruhi hak haknya sebagai Warga Negara Indonesia. Namun, berbeda halnya apabila perkawinan yang dilakukan antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing, yang disebut juga dengan Perkawinan Campuran. Perkawinan yang dilakukan antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing (Perkawinan Campuran) akan memberikan dampak terhadap status kewarganegaraan dari masing masing pihak. Perkawinan campuran ini akan memberikan dampak juga terhadap hak hak yang dimiliki oleh Warga Negara Indonesia. Menurut ketentuan dalam Pasal 58 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa : Bagi orang orang yang berlainan kewarganegaraan yang melakukan perkawinan campuran, dapat memperoleh kewarganegaraan dari suami / isterinya dan dapat pula kehilangan kewarganegaraannya, menurut cara cara yang telah ditentukan dalam Undang Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang berlaku. Pasal 26 ayat (1) sampai ayat (4) Undang Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia mengatur mengenai kehilangan atau memperoleh kewarganegaraan sebagai akibat dari melakukan Perkawinan Campuran, yaitu sebagai berikut : (1) Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki laki Warga Negara Asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum Negara asal suaminya, kewarganegaraan isteri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan tersebut. 24

25 (2) Laki laki Warga Negara Indonesia yang kawin dengan perempuan Warga Negara Asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum Negara asal isterinya kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan isteri sebagai akibat perkawinan tersebut. (3) Perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau laki laki sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jika ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia dapat mengajukan surat pernyataan mengenai keinginannya kepada Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia yang wilayahnya meliputi tempat tinggal perempuan atau laki laki tersebut, kecuali pengajuan tersebut mengakibatkan kewarganegaraan ganda. (4) Surat pernyataan sebagaimana diamksud pada ayat (3) dapat diajukan oleh perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau laki laki sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah 3 (tiga) tahun sejak tanggal perkawinannya berlangsung. Berdasarkan ketentuan dalam pasal di atas, para pihak yang terlibat dalam Perkawinan Campuran dapat kehilangan kewarganegaraannya apabila hukum asal suami atau isteri menghendaki demikian. Namun Pemerintah melalui peraturan Perundang Undangan yang berlaku mencoba untuk melindungi dan meminimalisasi hilangnya kewarganegaraan para Warga Negara Indonesia yang melangsungkan Perkawinan Campuran, karena sebagai seorang Warga Negara Indonesia mereka memiliki hak hak istimewa yang diberikan oleh Undang Undang yang tidak akan dapat dinikmati apabila mereka kehilangan kewarganegaraannya. 25

26 Salah satu hak yang dapat dinikmati oleh seorang Warga Negara Indonesia adalah hak atas kesejahteraan. Hak atas kesejahteraan disini adalah hak untuk memiliki suatu benda dan terkait dengan hak milik tersebut telah disebutkan dalam Pasal 28 H ayat (4) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa : Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang wenang oleh siapa pun. Pasal 36 ayat (1) Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia disebutkan bahwa Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum. Prosedur pelesapan hak milik demi kepentingan umum tersebut harus sesuai dengan ketentuan ketentuan hukum yang berlaku. Pemilik dari hak milik tersebut harus mendapat ganti rugi yang sewajarnya sehingga pemilik hak milik tersebut tidak merasakan ketidakadilan karena telah melepas haknya demi kepentingan umum. Dilakukannya perkawinan antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing maka otomatis di dalamnya berkaitan erat dengan hak milik dari seorang Warga Negara Indonesia. Perkawinan akan berakibat pada persatuan harta antara pasangan suami isteri. Dalam hal hak milik sepanjang salah satu pihak dalam perkawinan tersebut tidak kehilangan kewarganegaraannya sebagai Warga Negara Indonesia, maka pihak tersebut masih tetap menjadi pemegang hak milik atas suatu benda. Namun apabila salah satu pihak yang berkewarganegaraan Indonesia dalam Perkawinan Campuran kehilangan kewarganegaraannya, 26

27 maka secara otomatis pihak tersebut tidak dapat menikmati hak milik tersebut. Peraturan mengenai jenis jenis hak yang diatur dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia ditujukan bagi setiap Warga Negara Indonesia. Warga Negara Indonesia yang melangsungkan Perkawinan Campuran sepanjang mereka masih tetap berstatus sebagai Warga Negara Indonesia dan tidak kehilangan kewarganegaraannya. Ketentuan ketentuan yang diatur dalam Undang Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, dijelaskan bahwa Warga Negara Indonesia tetap dapat menikmati atau memiliki hak hak tersebut. Maka dari itu, status kewarganegaraan seseorang sangat menentukan berhak atau tidaknya seseorang tersebut menikmati atau memiliki hak hak yang diberikan kepadanya oleh konstitusi Negara sebagai seorang warga Negara. Jenis jenis Hak Atas Tanah diatur dalam Pasal 16 ayat (1) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria, antara lain : a) Hak Milik, adalah Hak turun menurun, terkuat dan terpengaruh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6, dan Hak Milik ini dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. (Pasal 20); b) Hak Guna Usaha, adalah Hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan (Pasal 28); 27

28 c) Hak Guna Bangunan, adalah Hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun (Pasal 35); d) Hak Pakai, adalah Hak untuk menggunakan dan / atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan ketentuan Undang Undang ini. (Pasal 41); e) Hak Sewa, adalah Hak untuk menggunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa. Salah satu hak yang dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia adalah Hak Milik. Seseorang akan tidak menjadi Warga Negara Indonesia karena dirinya telah kehilangan atau melepaskan kewarganegaraannya. Sebagaimana ditentukan dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria bahwa Hak Milik memiliki jangka waktu berlaku yang tidak terbatas. Hak Milik dapat beralih karena pewarisan dan dapat juga beralih karena dipindahkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan ketentuan yang ada pada peraturan perundang undangan. Apabila pemegang Hak Milik memerlukan pinjaman dana, Hak Milik 28

29 dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan. Pasal 27 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria menyebutkan bahwa Hak Milik hapus apabila : a. Tanahnya jatuh kepada Negara: 1. Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18; 2. Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya; 3. Karena ditelantarkan; 4. Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2). b. Tanahnya musnah. Apabila seseorang yang berstatus kewarganegaraan Indonesia tetapi mempunyai pula kewarganegaraan lain, maka ia tidak diperkenankan untuk mempunyai Hak Milik. Secara umum penguasaan tanah oleh orang asing atau Warga Negara Asing dan badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia diatur dalam Pasal 41 dan Pasal 42 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah. Sebagaimana diuraikan di atas, hanya Warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai Hak Milik, maka apabila Warga Negara Asing yang berkedudukan di Indonesia dan badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia ingin mempunyai hak atas tanah di Indonesia dapat mempunyai Hak Pakai. Warga Negara Asing yang memperoleh Hak Milik atas tanah karena warisan wajib melepaskan hak atas tanah tersebut dalam jangka waktu 1 (satu) tahun. Ketentuan 29

30 tersebut juga berlaku bagi Warga Negara Indonesia yang mempunyai Hak Milik atas tanah kemudian kehilangan kewarganegaraannya dan beralih status menjadi Warga Negara Asing. Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) tahun namun Hak Milik atas tanah tersebut tidak dilepaskan oleh pemegang haknya, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya menjadi milik Negara 11. Ketentuan tersebut di atas dapat ditemukan pada Pasal 21 ayat (3) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria sebagai berikut : Orang asing yang sesudah berlakunya Undang Undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya Undang Undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung. Keadaan tersebut di atas juga berlaku bagi pasangan suami isteri yang terlibat dalam Perkawinan Campuran. Menurut Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dalam perkawinan akan terjadi percampuran harta kekayaan antara suami dan isteri ke dalam harta perkawinan bersama. Semua harta benda yang diperoleh baik oleh suami maupun isteri akan masuk ke dalam harta 11 K. Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, Cetakan Kelima, Ghalia Indonesia, Jakarta,1985, hlm

31 bersama. Dalam Perkawinan Campuran, Hak Milik atas tanah dari seorang Warga Negara Indonesia akan turut menjadi milik dari suami atau isterinya yang berstatus Warga Negara Asing karena masuk ke dalam harta bersama. Turut dimilikinya Hak Milik atas tanah tersebut wajib dilepaskan dalam jangka waktu satu tahun 12. Pembuatan Perjanjian Perkawinan sesuai dengan Peraturan Perundang Undangan dibuat sebelum atau pada saat perkawinan berlangsung dan dibuat dalam bentuk tertulis baik dengan Akta Notaris maupun tidak. Selama pembuatan perjanjian tersebut berdasarkan atas kesepakatan bersama dari kedua belah pihak. Perjanjian Perkawinan yang telah dibuat dicatat dan disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan. Seorang Warga Negara Indonesia bila hendak melakukan perkawinan campuran dengan Warga Negara Asing dan tidak ingin kehilangan Hak Milik atas tanahnya, maka mereka harus melakukan pemisahan harta yaitu Hak Milik atas tanahnya dari harta bersama perkawinan. Hal yang dapat dilakukan untuk melakukan pemisahan tersebut adalah dengan membuat Perjanjian Perkawinan. Dengan adanya Perjanjian Perkawinan, maka tidak ada percampuran harta bersama dalam perkawinan, sehingga baik suami maupun isteri akan menjadi pemilik dari masing masing hartanya sendiri, tidak ada persatuan bulat diantara mereka. Permohonan Pemisahan Harta Perkawinan dalam Penetapan ini dilakukan setelah perkawinan dilakukan. Permohonan Penetapan ini kemudian dikabulkan / ditetapkan oleh Hakim Pengadilan Agama. Tujuan Hakim Pengadilan 12 Anonim, 6 Januari 2014, Menghindari Lepasnya Tanah WNA Ke Tangan Negara, hlm. 1 31

32 Agama menetapkan Permohonan Pemisahan Harta Perkawinan yang dilakukan setelah Perkawinan ini adalah untuk melindungi Hak Asasi Manusia dari masing masing pihak. Dasar yang menjadi pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Surakarta dalam menetapkan / mengabulkan Permohonan Penetapan Pemisahan Harta Perkawinan yang dilakukan setelah Perkawinan berdasarkan Penetapan Nomor 0012/Pdt.P/2015/PA.Ska adalah : a) Mengingat salah satu dari para pemohon adalah Warga Negara Asing (WNA) yaitu MD. Jahidul Islam (Pemohon I). Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 21 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria yang menyebutkan bahwa : Hanya Warga Negara Indonesia (WNI) yang bisa memegang sertifikat Hak Milik atas tanah dan apabila yang bersangkutan, setelah memperoleh sertifikat Hak Milik kemudian menikah dengan Warga Negara Asing (WNA) maka dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah pernikahannya itu tanpa Perjanjian Perkawinan / Perjanjian Pra-Nikah, maka ia harus melepaskan Hak Milik Atas Tanahnya. Artinya hanya Warga Negara Indonesia yang bisa memegang sertipikat hak milik atas tanah. Apabila yang bersangkutan setelah memperoleh sertpikat hak milik kemudian menikah dengan ekspatriat (bukan WNI), maka dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah pernikahannya itu tanpa perjanjian kawin (percampuran harta), dirinya harus melepaskan hak milik atas tanah kepada subyek hukum lain yang berhak. Setelah jangka waktu tersebut lampau maka 32

33 hak milik atas tanah hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara. b) Untuk melindungi hak hak kewarganegaraan Pemohon II sebagai isteri dari Pemohon I yang berkewarganegaraan asing terhadap kekuasaan suami yang sangat luas atas kekayaan bersama serta kekayaan pribadi si isteri; dan demi kemaslahatan yang lebih besar. Dalam hal ini juga dapat dilihat dalam permohonannya para Pemohon, bahwa Desi Prawita Sari (Pemohon II) merupakan Warga Negara Indonesia kehilangan sebagian haknya diantaranya dalam hal pemegang sertifikat hak milik atas tanah sebagaimana ketentuan dalam Pasal 21 ayat (1) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria, yaitu hanya Warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai Hak Milik. Hal ini yang menimbulkan kekhawatiran bagi para pemohon akan hilangnya kepemilikan hak atas tanah dari harta benda perkawinan mereka dikarenakan adanya ketentuan dalam Pasal 21 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria. Untuk menghindari hilangnya kepemilikan hak atas tanah dari harta benda perkawinan, maka sangat diperlukan adanya pemisahan harta dalam perkawinan dari masing masing pihak. Pemisahan harta perkawinan dilakukan dengan membuat kesepakatan pemisahan harta perkawinan dengan berdasarkan atas penetapan dari Pengadilan Agama. Akan berbeda jika pihak yang hendak mengajukan permohonan penetapan 33

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial. Artinya setiap manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan bantuan orang lain, bahkan sejak manusia lahir, hidup dan

Lebih terperinci

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG Oleh : Sriono, SH, M.Kn Dosen tetap STIH Labuhanbatu e_mail: sriono_mkn@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENOLAKAN MAJELIS HAKIM ATAS PENCABUTAN AKTA KESEPAKATAN DI BAWAH TANGAN YANG DIBUAT

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENOLAKAN MAJELIS HAKIM ATAS PENCABUTAN AKTA KESEPAKATAN DI BAWAH TANGAN YANG DIBUAT 79 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENOLAKAN MAJELIS HAKIM ATAS PENCABUTAN AKTA KESEPAKATAN DI BAWAH TANGAN YANG DIBUAT SUAMI ISTRI DALAM PERKARA CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA MALANG Perkara Nomor:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam perjalanan hidupnya pasti akan mengalami peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah kejadian, keadaan atau

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dengan membuat Permohonan penetapan kepada Pengadilan Negeri. Surabaya yang isinya menyatakan bahwa benar telah didaftarkannya

BAB V PENUTUP. dengan membuat Permohonan penetapan kepada Pengadilan Negeri. Surabaya yang isinya menyatakan bahwa benar telah didaftarkannya 77 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pokok permasalahan dalam kasus ini adalah perjanjian perkawinan yang tidak berlaku terhadap pihak ketiga karena tidak tercantum dalam akta perkawinan. Tindakan hukum yang

Lebih terperinci

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGAKUAN SEBAGAI UPAYA PEMBUKTIAN DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NO. 0758/PDT.G/2013 TENTANG PERKARA CERAI TALAK A. Analisis Yuridis Terhadap Pengakuan Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial. Manusia tidak dapat terlepas dari interaksi dengan lingkungan dan manusia disekitarnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict Heniyatun 1 *, Puji Sulistyaningsih 2, Bambang Tjatur Iswanto 3 1,2,3 Hukum/Fakultas Hukum, *Email: heniyatun@ummgl.ac.id Keywords:

Lebih terperinci

PENETAPAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENETAPAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA 1 PENETAPAN Nomor 09/Pdt. P/2012/PA. Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

BAB IV. pasal 35 dan 36 Undang-undang Nomor 1 tahun Pemisahan harta bersama. harta benda kepada Hakim dalam hal suami dengan berlaku buruk

BAB IV. pasal 35 dan 36 Undang-undang Nomor 1 tahun Pemisahan harta bersama. harta benda kepada Hakim dalam hal suami dengan berlaku buruk 56 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN DAN DASAR HUKUM PUTUSAN NOMOR: 269/Pdt.P/2014/PA.Mlg. TENTANG PENCATATAN PERJANJIAN PERKAWINAN SETELAH DILANGSUNGKAN AKAD NIKAH Salah satu akibat perkawinan

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/1; TLN NO. 3019 Tentang: PERKAWINAN Indeks: PERDATA. Perkawinan.

Lebih terperinci

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh Ahmad Royani Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan Abstrak

Lebih terperinci

Putusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di

Putusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di 79 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TIDAK DITERAPKANNYA KEWENANGAN EX OFFICIO HAKIM TENTANG NAFKAH SELAMA IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK (STUDI PUTUSAN NOMOR:1110/Pdt.G/2013/PA.Mlg) Putusan di atas merupakan

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017 ANALISIS TENTANG PERJANJIAN PERKAWINAN DITINJAU DARI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015 1 Oleh: Ejinia Elisa Kambey 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 69/PUU-XIII/2015 Hak Milik dan Hak Guna Bangunan Terhadap Warga Negara Indonesia yang Menikah dengan Warga Negara Asing I. PEMOHON Ike Farida II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT A. Dasar Hukum Hakim dalam Penerapan Pencabutan Cerai Gugat Pengadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Pengertian Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 1 ditegaskan mengenai pengertian perkawinan yaitu Perkawinan ialah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 69/PUU-XIII/2015 Hak Milik dan Hak Guna Bangunan Terhadap Warga Negara Indonesia yang Menikah dengan Warga Negara Asing I. PEMOHON Ike Farida II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian

Lebih terperinci

PERJANJIAN PRANIKAH DAN AKIBAT HUKUMNYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM NASIONAL

PERJANJIAN PRANIKAH DAN AKIBAT HUKUMNYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM NASIONAL PERJANJIAN PRANIKAH DAN AKIBAT HUKUMNYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM NASIONAL Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Hukum Fakultas Hukum Disusun Oleh: AHMAD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 153/Pdt.G/2014/PA.Mtk

P U T U S A N Nomor 153/Pdt.G/2014/PA.Mtk P U T U S A N Nomor 153/Pdt.G/2014/PA.Mtk DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Mentok yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara tertentu dalam persidangan Majelis Hakim

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor : 67/Pdt.P/2014/PA Spg.

P E N E T A P A N Nomor : 67/Pdt.P/2014/PA Spg. SALINAN P E N E T A P A N Nomor : 67/Pdt.P/2014/PA Spg. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Sampang yang memeriksa dan mengadili perkara perdata

Lebih terperinci

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Pendahuluan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Di dalam agama islam sendiri perkawinan merupakan sunnah Nabi Muhammad Saw, dimana bagi setiap umatnya dituntut untuk mengikutinya.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur di Pengadilan Agama Bantul

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur di Pengadilan Agama Bantul BAB IV PEMBAHASAN Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur di Pengadilan Agama Bantul Dalam Pasal 7 ayat (1) UUP disebutkan bahwa perkawinan hanya dapat diberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi 13 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN A. Pengertian Kumulasi Gugatan Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi adalah pengumpulan; penimbunan; penghimpunan. 1 Kumulasi

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI DASAR HUKUM PUTUSAN Pengadilan Agama Kendal telah memeriksa dan memberi

Lebih terperinci

P E N E T A P A N. Nomor 0195/Pdt.P/2014/PA.Spg. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N. Nomor 0195/Pdt.P/2014/PA.Spg. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA SALINAN P E N E T A P A N Nomor 0195/Pdt.P/2014/PA.Spg. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Sampang yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL 2.1 Pengertian Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa Inggris disebut act atau deed. Secara etimologi menurut

Lebih terperinci

PENETAPAN Nomor : 04/Pdt.P/2011/PA.Gst

PENETAPAN Nomor : 04/Pdt.P/2011/PA.Gst PENETAPAN Nomor : 04/Pdt.P/2011/PA.Gst BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Gunungsitoli yang memeriksa dan mengadili perkara Perdata Permohonan Penunjukan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang manusia sebagai anggota dari masyarakat merupakan penyandang hak dan kewajiban. Menurut Aristoteles, seorang ahli fikir yunani kuno menyatakan dalam

Lebih terperinci

P E N E T A P A N. Nomor XX/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N. Nomor XX/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P E N E T A P A N Nomor XX/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kotabumi yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Sriono, SH, M.Kn Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Perkawinan adalah suatu ikatan lahir

Lebih terperinci

PENETAPAN Nomor : 002/Pdt.P/2014/PA.Pkc.

PENETAPAN Nomor : 002/Pdt.P/2014/PA.Pkc. PENETAPAN Nomor : 002/Pdt.P/2014/PA.Pkc. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pangkalan Kerinci yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat pertama, dalam persidangan

Lebih terperinci

BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor: 0213/Pdt.G/2010/PA.Slk BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Solok yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor 047/Pdt.P/2014/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N Nomor 047/Pdt.P/2014/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P E N E T A P A N Nomor 047/Pdt.P/2014/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN

KARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN 1 KARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN BANGUNAN YANG DIMILIKI OLEH PIHAK LAIN Tanah merupakan suatu faktor yang sangat penting

Lebih terperinci

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta Nomor: 91/Pdt.G/2009/PN.Ska) Oleh : Dyah Kristiani (12100038)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA GRESIK NOMOR: 0085/ PDT.P/ 2012/ PA. G.S TENTANG PENETAPAN AHLI WARIS

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA GRESIK NOMOR: 0085/ PDT.P/ 2012/ PA. G.S TENTANG PENETAPAN AHLI WARIS BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA GRESIK NOMOR: 0085/ PDT.P/ 2012/ PA. G.S TENTANG PENETAPAN AHLI WARIS A. Dasar Pembuktian Penetapan Hakim Dalam Putusan Pengadilan Agama Gresik Nomor: 0085/ Pdt.P/

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain sebagai tempat tinggal, tempat untuk melakukan berbagai aktifitas

BAB I PENDAHULUAN. lain sebagai tempat tinggal, tempat untuk melakukan berbagai aktifitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah memiliki peranan yang sangat penting bagi manusia, antara lain sebagai tempat tinggal, tempat untuk melakukan berbagai aktifitas kehidupan manusia dan tempat

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor 0087/Pdt.P/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N Nomor 0087/Pdt.P/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA SALINAN P E N E T A P A N Nomor 0087/Pdt.P/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu

Lebih terperinci

Putusan Nomor : 276/Pdt.G/2011/PA.Pkc. hal. 1 dari 10 hal.

Putusan Nomor : 276/Pdt.G/2011/PA.Pkc. hal. 1 dari 10 hal. PUTUSAN Nomor : 276/Pdt.G/2011/PA.Pkc. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pangkalan Kerinci yang memeriksa dan mengadili perkara cerai gugat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. Peristiwa hukum yang pasti dialami oleh manusia adalah kelahiran dan kematian. Sedangkan peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Group, Jakarta, 2012, hlm Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, ctk. Pertama, Kencana Prenada Media

BAB I PENDAHULUAN. Group, Jakarta, 2012, hlm Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, ctk. Pertama, Kencana Prenada Media BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ruang lingkup bumi menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (disebut juga UUPA) adalah permukaan bumi, dan tubuh

Lebih terperinci

HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING

HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING MAKALAH Oleh : Hukum Agraria Dosen : FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2012 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 015/Pdt.G/2014/PA.Mtk

PUTUSAN Nomor 015/Pdt.G/2014/PA.Mtk PUTUSAN Nomor 015/Pdt.G/2014/PA.Mtk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Mentok yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara tertentu dalam persidangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

PENETAPAN Nomor: X/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENETAPAN Nomor: X/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENETAPAN Nomor: X/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kotabumi yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama,

Lebih terperinci

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama? PANDUAN WAWANCARA Mediator: 1. Apa saja model-model Pendekatan Agama dalam proses mediasi terhadap perkara perceraian? a. Bagaimana cara menerapkan model-model pendekatan agama dalam proses mediasi terhadap

Lebih terperinci

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM NEGERI NO. 14 TAHUN 1982 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN SURAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Tanah mempunyai peranan yang penting karena tanah merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan.

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017 EKSISTENSI SURAT KUASA TERHADAP PERALIHAN HAK ATAS TANAH DITINJAU DARI KUHPERDATA 1 Oleh : Steviyanti Veronica Mongdong 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan I. PEMOHON Nina Handayani selanjutnya disebut sebagai Pemohon; Kuasa Hukum: Dr. Youngky Fernando, S.H.,M.H,

Lebih terperinci

P E N E T A P A N. Nomor XXXX/Pdt.P/2014/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N. Nomor XXXX/Pdt.P/2014/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P E N E T A P A N Nomor XXXX/Pdt.P/2014/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kotabumi yang memeriksa dan mengadili perkara perkara pada tingkat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA NO PERBEDAAN BW/KUHPerdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1 Arti Hukum Perkawinan suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/ peraturan negara yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA. 1. Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa asli dan orang-orang bangsa lain

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA. 1. Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa asli dan orang-orang bangsa lain BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA A. PENGERTIAN DAN ASAS-ASAS KEWARGANEGARAAN. Defenisi kewarganegaraan secara umum yaitu hak dimana manusia tinggal dan menetap di suatu kawasan

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENETAPAN PA SIDOARJO NOMOR. 94/PDT.P/2008/PA.SDA TENTANG PERUBAHAN NAMA SUAMI DALAM PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS PENETAPAN PA SIDOARJO NOMOR. 94/PDT.P/2008/PA.SDA TENTANG PERUBAHAN NAMA SUAMI DALAM PERKAWINAN BAB IV ANALISIS PENETAPAN PA SIDOARJO NOMOR. 94/PDT.P/2008/PA.SDA TENTANG PERUBAHAN NAMA SUAMI DALAM PERKAWINAN A. Analisis Terhadap Dasar pertimbangan Hukum yang Dijadikan Pedoman Oleh Hakim Dalam Penetapan

Lebih terperinci

PEMISAHAN HARTA PERKAWINAN MELALUI PERMOHONAN PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA SURAKARTA YANG DILAKUKAN SETELAH PERKAWINAN (Studi Kasus)

PEMISAHAN HARTA PERKAWINAN MELALUI PERMOHONAN PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA SURAKARTA YANG DILAKUKAN SETELAH PERKAWINAN (Studi Kasus) PEMISAHAN HARTA PERKAWINAN MELALUI PERMOHONAN PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA SURAKARTA YANG DILAKUKAN SETELAH PERKAWINAN (Studi Kasus) Yohana Dea Sacharissa deasacharissa@yahoo.com Mahasiswa Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 1278/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PUTUSAN Nomor 1278/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM PUTUSAN Nomor 1278/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor 0081/Pdt.P/2014/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N Nomor 0081/Pdt.P/2014/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA SALINAN P E N E T A P A N Nomor 0081/Pdt.P/2014/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor : 0015/Pdt.P/2010/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N Nomor : 0015/Pdt.P/2010/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P E N E T A P A N Nomor : 0015/Pdt.P/2010/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kelas I A Bengkulu yang memeriksa dan mengadili perkara perdata

Lebih terperinci

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti TINJAUAN TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN SETEMPAT DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA ( SENGKETA TANAH ) DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Febrina Indrasari,SH.,MH Politeknik Negeri Madiun Email: febrinaindrasari@yahoo.com

Lebih terperinci

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun,

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun, LAMPIRAN: 1 Persandingan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Menurut Undang-Undang Pertanahan Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor:343/Pdt.G/2011/PA.Dum BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor:343/Pdt.G/2011/PA.Dum BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PUTUSAN Nomor:343/Pdt.G/2011/PA.Dum BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Dumai yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan suatu hal yang erat hubungannya dan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, karena manusia bertempat tinggal, berkembang biak, serta melakukan

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor : 277/Pdt.P/2013/PA.SUB DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N Nomor : 277/Pdt.P/2013/PA.SUB DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA S A L I N A N P E N E T A P A N Nomor : 277/Pdt.P/2013/PA.SUB DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Sumbawa Besar yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu dalam

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor :81/Pdt.G/2012/PA. Sgr. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor :81/Pdt.G/2012/PA. Sgr. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA SALINAN P U T U S A N Nomor :81/Pdt.G/2012/PA. Sgr. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Singaraja yang mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama,

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN NOMINEE (PINJAM NAMA) ANTARA WARGA NEGARA INDONESIA DENGAN WARGA NEGARA ASING DALAM PRAKTIK JUAL BELI TANAH HAK MILIK

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN NOMINEE (PINJAM NAMA) ANTARA WARGA NEGARA INDONESIA DENGAN WARGA NEGARA ASING DALAM PRAKTIK JUAL BELI TANAH HAK MILIK BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN NOMINEE (PINJAM NAMA) ANTARA WARGA NEGARA INDONESIA DENGAN WARGA NEGARA ASING DALAM PRAKTIK JUAL BELI TANAH HAK MILIK A. Proses Perjanjian Nominee (Pinjam Nama) Antara Warga

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANGKAT ATAS HARTA YANG DIPEROLEH DARI HIBAH SETELAH ORANG TUA ANGKATNYA MENINGGAL DUNIA RESUME TESIS

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANGKAT ATAS HARTA YANG DIPEROLEH DARI HIBAH SETELAH ORANG TUA ANGKATNYA MENINGGAL DUNIA RESUME TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANGKAT ATAS HARTA YANG DIPEROLEH DARI HIBAH SETELAH ORANG TUA ANGKATNYA MENINGGAL DUNIA RESUME TESIS OLEH : RYAN ADITYA, S.H NIM 12211044 PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN

Lebih terperinci

SALINAN PUTUSAN Nomor 041/Pdt.G/2014/PA.Mtk

SALINAN PUTUSAN Nomor 041/Pdt.G/2014/PA.Mtk SALINAN PUTUSAN Nomor 041/Pdt.G/2014/PA.Mtk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Mentok yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara tertentu dalam

Lebih terperinci

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA 1 PUTUSAN Nomor : 700/ Pdt.G /2013/ PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 2 TAHUN 2008 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENETAPAN. Nomor XXXX/Pdt.P/2015/PA.Ktbm

PENETAPAN. Nomor XXXX/Pdt.P/2015/PA.Ktbm PENETAPAN Nomor XXXX/Pdt.P/2015/PA.Ktbm DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kotabumi yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama dalam persidangan

Lebih terperinci

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan 58 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN HUKUM PENGADILAN AGAMA SIDOARJO DALAM MEMUTUSKAN PERCERAIAN PASANGAN YANG MENIKAH DUA KALI DI KUA DAN KANTOR CATATAN SIPIL NOMOR: 2655/PDT.G/2012/PA.SDA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

Kecamatan yang bersangkutan.

Kecamatan yang bersangkutan. 1 PENCABUTAN PERKARA CERAI GUGAT PADA TINGKAT BANDING (Makalah Diskusi IKAHI Cabang PTA Pontianak) =========================================================== 1. Pengantar. Pencabutan perkara banding dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 786/PDT.G/2010/PA.MLG PERIHAL KUMULASI PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DAN IS BAT NIKAH

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 786/PDT.G/2010/PA.MLG PERIHAL KUMULASI PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DAN IS BAT NIKAH 66 BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 786/PDT.G/2010/PA.MLG PERIHAL KUMULASI PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DAN IS BAT NIKAH A. Analisis terhadap Pertimbangan Hakim Dalam putusan

Lebih terperinci