BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cacing Tanah Cacing tanah merupakan organisme heterotrof, bersifat hermaprodit-biparental, termasuk kelompok filum Annelida, kelas Clitellata dan ordo Oligochaeta. Tubuh cacing tanah tersusun atas segmen-segmen yang berbentuk cincin (annulus), setiap segmen memiliki beberapa pasang setae, yaitu struktur berbentuk rambut yang berguna untuk memegang substrat dan bergerak. Tubuh dibedakan atas bagian anterior dan posterior, pada bagian anteriornya terdapat mulut, prostomium dan beberapa segmen yang agak menebal membentuk klitelum (Edwards & Lofty 1977) (Gambar 1). Gambar 1. Morfologi cacing tanah (UNM 2002) Cacing tanah dewasa memiliki klitelum yang terletak di bagian anterior tubuh. Klitelum merupakan bagian kelenjar epidermis segmen tubuh yang mengalami perkembangan, terdiri atas kelenjar epidermis yang menebal, terutama di bagian dorsal dan lateral tubuh. Pada umumnya klitelum berwarna lebih cerah dari segmen lainnya (Edwards & Lofty 1977). Secara sistematik, tubuh cacing tanah tersusun atas segmen-segmen fraksi luar, badan fraksi dalam yang saling berhubungan secara integral, diselaputi oleh epidermis (kulit) berupa kutikula

2 (kulit kaku) berpigmen tipis dan setae (lapisan daging semu di bawah kulit) kecuali pada dua segmen pertama yaitu di bagian mulut (Hanafiah et al. 2005). Warna cacing tanah tergantung pada ada tidaknya dan jenis pigmen yang dimiliki. Sel atau butiran pigmen berada dalam lapisan otot di bawah kulit. Warna pada bagian dada dan perut umumnya lebih muda dari bagian lainnya, kecuali pada Megascolidae yang berpigmen gelap, berwarna sama. Cacing tanah yang berpigmen sedikit ataupun tanpa pigmen biasanya terlihat berwarna merah atau pink. Apabila kutikulanya sangat irridescent, seperti pada Lumbricus dan Dendrobaena maka akan terlihat biru (Hanafiah et al. 2005). Penciri dari jenis cacing tanah adalah letak segmen klitelum, jumlah segmen tubuh, tampilan bentuk, ukuran dan warna tubuh serta jumlah seta pada tiap segmen (Hieronymus 2010). Siklus hidup cacing tanah dimulai dari kokon, cacing muda (juvenil), cacing produktif dan cacing tua. Lama siklus hidup tergantung pada kesesuaian kondisi lingkungan, cadangan makanan dan jenis cacing tanah. Berdasarkan hasil dari berbagai jenis penelitian, diperoleh siklus hidup cacing tanah hingga mati mencapai 1-5 tahun. Kokon yang dihasilkan dari cacing tanah akan menetas setelah berumur hari. Setelah menetas, cacing tanah muda akan hidup dan dapat mencapai kelamin dewasa dalam waktu 2,5-3 bulan (Rukmana 1999). Saat dewasa kelamin cacing tanah akan menghasilkan kokon dari perkawinannya yang berlangsung selama 6-10 hari dan masa produktifnya berlangsung selama 4-10 bulan (Palungkun 1999) Ekologi Cacing Tanah Berdasarkan fungsi pada ekosistem, strategi mencari makan dan membuat liang, cacing tanah dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu epigeik, endogeik dan anesik (Hanafiah et al. 2005). Selain tiga kelompok tersebut, terdapat kelompok Arboricolous dan Coprophagic (Hieronymus 2010). Cacing epigeik hidup di lapisan serasah yang letaknya di atas permukaan tanah, memiliki ukuran yang lebih kecil dan berpigmen, disebut sebagai cacing penghancur serasah (Hairiah et al. 2004a). Cacing epigeik memakan sampah organik yang kasar, serta sejumlah sampah yang belum terurai. Memiliki laju metabolisme dan reproduksi

3 yang tinggi. Hal tersebut menggambarkan daya adaptasi yang tinggi terhadap perubahan kondisi lingkungan pada permukaan tanah. Lumbricus rubellus dan Lumbricus castaneus termasuk kelompok cacing epigeik (Lee 1985). Cacing endogeik disebut cacing penggali tanah (Hairiah et al. 2004a). Cacing endogeik hidup di dalam tanah yang lebih dalam dan memakan tanah serta kumpulan bahan-bahan organik. Cacing tanah jenis ini tidak memiliki pigmen tubuh dan membuat liang horizontal yang bercabang ke dalam tanah (Coleman et al. 2004). Kelompok cacing ini berperan penting dalam mencampur serasah di atas tanah dengan tanah lapisan bawah (Subowo 2008) dan meninggalkan liang dalam tanah. Hasil kotoran dari cacing ini lebih kaya karbon dan hara dari pada tanah di sekitarnya (Hairiah et al. 2004a). Cacing endogeik merupakan kelompok yang paling rentan terhadap perubahan lingkungan yang buruk, sehingga kelompok cacing ini merupakan jenis bioindikator kesuburan tanah. Pengaruh cacing ini terlihat lebih cepat terhadap produktivitas tanaman tahunan yang berakar dalam. Allolobophora chlorotica, A. caliginosa, dan A. rosea termasuk kelompok cacing endogeik (Hanafiah et al. 2005). Cacing anesik hidup di dalam sistem liang vertikal yang lebih permanen, dapat meluas beberapa meter ke dalam tanah. Cacing jenis ini dapat ditemukan pada liang yang dangkal atau dalam tergantung pada kondisi tanah yang baik sebagai habitatnya (Lee 1985). Cacing jenis ini mengeluarkan sisa pencernaannya (kasting) pada permukaan tanah, sehingga berperan penting dalam meningkatkan kadar biomass dan kesuburan tanah lapisan atas. Pengaruh cacing ini terlihat lebih cepat terhadap produktivitas tanaman semusim yang berakar dangkal (Hanafiah et al. 2005). Laju reproduksi cacing jenis ini tergolong lambat, hal ini dapat dilihat dari produksi kokonnya, cacing yang termasuk kelompok ini adalah Eophila tellinii, Lumbricus terrestris dan Allolobophora longa (Lee 1985). Selain tiga kelompok cacing tersebut, terdapat kelompok cacing arboricolous dan coprophagic. Cacing arboricolous hidup di pohon-pohon hutan atau hidup di dalam suspensi tanah pada hutan tropik basah, contohnya Androrrhinus sp dan cacing coprophagic hidup pada kotoran ternak atau pupuk kandang dengan contoh Eisenia foetida, Dendrobaena veneta, dan Metaphire schmardae (Hieronymus 2010).

4 Berdasarkan jenis makanannya cacing tanah dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) litter feeder (pemakan bahan organik sampah, kompos, pupuk hijau), (2) limifagus (pemakan tanah subur/mud atau tanah basah), dan (3) geofagus (pemakan tanah) (Lee 1985). Kelompok geofagus akan memakan masa tanah dan litter feeder/limifagus biasanya dengan mendesak masa tanah. Hal ini berhubungan dengan kegiatan membuat lubang yang berbeda pada tiap jenis cacing tanah. Ada yang dilakukan dengan mendesak tanah dan ada juga yang dilakukan dengan memakan tanah (Minnich 1977). Populasi cacing tanah memiliki hubungan yang erat dengan keadaan lingkungan dimana cacing tersebut berada, yaitu kondisi fisika, kimia, biotik dan makanannya. Keberadaan cacing tanah di alam sangat dibatasi oleh kadar air tanah, karakteristik tanah, curah hujan, tipe penggunaan lahan, penambahan bahan kimia pada tanah dan temperatur tanah (Pashanasi et al. 1996, Hairiah et al. 2004a). Keberadaan cacing tanah dapat digunakan sebagai indikator biologis kesuburan tanah karena cacing tanah merupakan salah satu biota tanah yang bersifat saprofagus maupun geofagus yang memegang peranan penting dalam siklus hara didalam tanah (Tim Sintesis Kebijakan 2008). 2.2 Hutan dan Agroforestri Hutan merupakan lahan yang di dalamnya terdiri dari berbagai tumbuhan yang membentuk kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan dinamis (Arief 1994). Berdasarkan pengertian hutan tersebut, maka hutan memiliki kaitan yang erat dengan proses alam yang saling berhubungan. Arief (1994) dan Indriyanto (2008) menyatakan bahwa proses alam yang dimaksudkan adalah: a. Proses siklus air dan pengendalian tanah, hutan merupakan gudang penyimpanan air dan tempat penyerapan air hujan yang akan mengalirkan air ke sungai-sungai di tengah hutan. Pada proses ini komunitas tumbuhan hutan berperan melindungi tanah dari kekuatan erosi, serta melestarikan siklus unsur hara di dalamnya. b. Proses pengendalian iklim maupun pengaruh iklim terhadap eksistensi hutan. Vegetasi pembentuk hutan merupakan komponen alam yang mampu

5 mengendalikan iklim, namun sebaliknya iklim adalah komponen alam yang mempengaruhi kehidupan. c. Proses kesuburan tanah. Tanah hutan merupakan tempat pembentukan humus yang utama dan tempat penyimpanan unsur-unsur mineral yang dibutuhkan oleh tumbuhan, sehingga akan mempengaruhi komposisi dan struktur vegetasi hutan yang terbentuk. d. Sumber keanekaragaman hayati karena hutan merupakan sumber plasma nutfah dari berbagai jenis tumbuhan dan binatang. Kerusakan hutan akan mengakibatkan erosi plasma nutfah, sehingga dapat mengakibatkan kepunahan berbagai kehidupan yang ada di hutan, yang pada akhirnya akan menurunkan keanekaragaman hayati. e. Kekayaan sumber daya alam hutan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia. Sebagai sumber pemenuhan kebutuhan hidup. f. Objek wisata alam karena hutan memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber inspirasi, sarana mengenal dan mengagumi ciptaan Tuhan dan sebagai tempat rekreasi. Hutan memberikan manfaat bagi organisme yang tinggal di dalamnya dan bagi manusia. Bentuk pemanfaatan yang dilakukan oleh manusia, berupa manfaat kehutanan (kayu-bakar, kayu pertukangan, hasil hutan nonkayu, turisme), manfaat pertanian (sistem perladangan, peternakan, budidaya tanaman pertanian) dan fungsi perlindungan (perlindungan air, tanah, dan iklim, termasuk penyerapan CO 2 dan konservasi biodiversitas) (Emrich et al. 2000). Praktek pemanfaatan lahan hutan yang menyebabkan terjadinya proses perubahan fungsi lahan, antara lain adalah perluasan lahan pertanian dan penggembalaan ternak, permintaan pasar dan nilai ekonomi kayu yang menyebabkan lahan menjadi terbuka, penebangan untuk membangun pemukiman, tempat penampungan air dan penggalian bahan tambang (Widianto et al. 2003). Istilah baru dari praktek pemanfaatan lahan yang disebut dengan sistem agroforestri, memiliki sistem penggunaan lahan oleh manusia, penerapan teknologi, komponen tanaman semusim, tanaman tahunan dan ternak atau hewan dengan waktu yang bersamaan atau bergiliran dalam suatu periode tertentu serta adanya interaksi ekologi, sosial dan ekonomi (Hairiah et al. 2003). Agroforestri

6 dikenal dengan istilah wanatani, yaitu menanam pepohonan di lahan pertanian (Widianto et al. 2003). Agroforestri dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks (De Foresta & Michon 1997). Sistem agroforestri sederhana adalah menanam pepohonan secara tumpang-sari dengan satu atau beberapa jenis tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan. Sistem agroforestri kompleks, merupakan suatu sistem pertanian menetap yang berisi banyak jenis tanaman (berbasis pohon) yang ditanam dan dirawat dengan pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan. Kenampakan fisik dan dinamika di dalamnya mirip dengan ekosistem hutan alam seperti hutan primer maupun hutan sekunder (Hairiah et al. 2003). Agroforestri berfungsi penting dalam mempertahankan pendapatan petani dan konservasi tanah dan air, juga berperan penting dalam mempertahankan kesuburan tanah (Hanafiah et al. 2005). Penanaman beragam spesies dalam sistem agroforestri memberikan berbagai keuntungan bagi petani berupa produktivitas yang selalu terjaga, stabilitas dan pemeliharaan lahan meningkat. Tujuan akhir program agroforestri adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat petani, terutama yang di sekitar hutan (Aini et al. 2010). Perubahan fungsi lahan hutan menjadi agroforestri dapat merubah kondisi kesuburan tanah, namun agroforestri dianggap mampu mempertahankan biodiversitas makrofauna tanah (Dewi 2007). Pada umumnya lahan agroforestri memiliki jumlah dan keragaman vegetasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan hutan sehingga menyebabkan perbedaan serasah gugur, baik ditinjau dari jumlah, kualitas dan masukan tiap tahun. Hal ini akan berpengaruh terhadap populasi cacing tanah karena ketebalan serasah di atas tanah mempengaruhi suhu, kelembaban, kadar air tanah dan bahan organik tanah (Prijono & Wahyudi 2009). Agroforestri yang sudah stabil memiliki penutupan tajuk yang rapat dan bertingkat dengan vegetasi bawah yang menutup permukaan tanah, sehingga iklim mikro dan masukan serasah diharapkan dapat mendekati kondisi di hutan (Aini et al. 2010). Penelitian mengenai cacing tanah lahan agroforestri di Sumberjaya (Lampung Barat) yang dilaporkan oleh Hairiah et al. (2004b) dan

7 Dewi (2007), diperoleh bahwa meningkatnya intensitas penggunaan lahan akan menurunkan ukuran tubuh cacing penggali tanah Ponthoscolex corenthrurus. Peningkatan intensitas pengelolaan lahan menyebabkan biodiversitas makrofauna tanah semakin menurun (Sugiyarto 2009), namun hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2007) di Sumber Jaya, diperoleh diversitas dan kerapatan populasi cacing tanah di agroforestri berbasis kopi lebih banyak dari pada yang dijumpai di hutan, tetapi ukuran biomasanya lebih kecil dari yang dijumpai di hutan. Biodiversitas cacing di lahan agroforestri kopi meningkat karena adanya beberapa spesies eksotis seperti P. corethrurus yang mungkin masuk terbawa selama kegiatan, misalnya melalui bibit, pemupukan organik dan sebagainya. Beberapa spesies native hutan seperti Metaphire javanica yang berukuran besar menghilang. 2.3 Parameter Fisik dan Kimia Tanah Kualitas tanah dapat dimonitor secara fisika (suhu dan kelembaban), kimia (ph dan bahan organik) dan biologi (USDA 1996). Kualitas tanah menunjukkan sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang berperan dalam menyediakan kondisi untuk pertumbuhan tanaman, aktivitas biologi dan mengatur aliran air (Maftu ah et al. 2005). a. Suhu Suhu tanah dipengaruhi oleh curah hujan, kondisi iklim dan tutupan vegetasi yang ada pada tanah tersebut. Tutupan vegetasi yang rapat akan menghalangi cahaya matahari secara langsung menembus tanah yang pada akhirnya akan mempengaruhi suhu tanah (Hairiah et al. 2004b). Suhu tanah mempengaruhi distribusi cacing di dalam profil tanah (Hanafiah et al. 2005). Suhu sangat mempengaruhi aktifitas pertumbuhan, metabolisme, respirasi dan reproduksi cacing tanah. Setiap jenis cacing tanah memiliki temperatur yang berbeda untuk kelangsungan hidupnya. Periode pertumbuhan mulai dari penetasan sampai pada dewasa juga tergantung pada temperatur tanah (Edward & Lofty 1977). Kisaran suhu optimum cacing L.rubellus C, L. terrestris ± 10 C, sedangkan kondisi yang sesuai untuk aktivitas cacing tanah

8 di permukaan tanah pada waktu malam hari ketika suhu tidak melebihi 10,5 C (Wallwork 1970). b. Kelembaban Kelembaban tanah sangat dipengaruhi oleh kondisi curah hujan (Lubis 1989). Cacing tanah mengandung air % dari berat tubuhnya (Minnich 1977, Lubis 1989), sehingga kelembaban adalah faktor pembatas utama bagi pertumbuhan cacing tanah (Handayanto & Hairiah 2007). Cacing tanah selalu hidup dekat dengan sumber makanannya pada kondisi yang lembab (Hairiah et al. 2004a). Laju pertumbuhan cacing tanah tertinggi terdapat pada kelembaban 75% (Gunadi et al. 2003). Kebutuhan cacing tanah terhadap kelembaban tanah berbeda pada tiap spesies. Kelembaban tanah yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah akan mengakibatkan kematian bagi cacing tanah. Pada kelembaban terlalu tinggi, cacing tanah berwarna pucat dan kemudian mati, sedangkan pada kelembaban terlalu rendah, cacing tanah akan masuk kedalam tanah dan berhenti makan yang kemudian mati (Lubis 1989). c. ph ph menyatakan banyaknya konsentrasi ion H + dan ion OH + di dalam tanah. Kebanyakan tanah di Indonesia bersifat asam dengan ph 4,0-5,5, sehingga tanah dengan ph 6,0-6,5 sering dikatakan bersifat netral (Handayanto & Hairiah 2007). Cacing tanah sangat sensitif terhadap keasaman tanah, sehingga keasaman tanah sangat mempengaruhi populasi dan aktivitas cacing tanah. ph merupakan faktor pembatas dalam penyebaran cacing tanah dan setiap jenis cacing tanah memiliki tingkat preferensi yang berbeda terhadap ph tanah (Edward & Lofty 1977). Menurut Hanafiah et al. (2005), cacing tanah tumbuh baik pada ph sekitar 6,0-7,2, sedangkan Fender & Fender (1990) menyatakan bahwa umumnya cacing tanah hidup pada ph 4,5 6,6, namun dengan bahan organik tanah yang tinggi, cacing tanah mampu berkembang pada ph 3. d. Bahan Organik Kandungan bahan organik pada tanah membedakan antara tanah organik dan tanah mineral (Hardjowigeno 1993). Bahan organik tanah sangat besar

9 pengaruhnya terhadap perkembangan populasi cacing tanah karena bahan organik yang terdapat di tanah sangat diperlukan untuk melanjutkan kehidupannya (Lee 1985). Kotoran hewan dan pelapukan daun-daunan merupakan sumber bahan organik yang biasanya baik untuk pembiakan cacing tanah (Edward & Lofty 1977). Kadar organik tanah akan mempengaruhi cacing tanah, terkait dengan sumber nutrisinya. Pada tanah yang miskin bahan organik hanya sedikit jumlah cacing tanah yang dijumpai, namun jika cacing tanah sedikit sedangkan bahan organik segar banyak, pelapukannya akan terhambat kemudian dilakukan introduksi cacing tanah agar akumulasi tidak terjadi lagi (Hanafiah et al. 2005). Sebagian besar bahan mineral yang dicerna cacing tanah dikembalikan ke dalam tanah dalam bentuk kotoran (kasting) yang lebih tersedia bagi tanaman. Kasting memiliki kandungan Ca, Mg, dan K (Edwards & Lofty 1977). Pada penelitian yang dilakukan oleh Ariyanto (2010) diperoleh bahwa bahan organik sisa tanaman dapat meningkatkan populasi cacing tanah (Ponthoscolex corenthrurus) sedangkan menurut Tim Sintesis Kebijakan (2008), bahwa pemberian inokulan cacing tanah dapat meningkatkan P tersedia tanah dan jumlah kation, menurunkan C/N, mengeliminir Al dalam tanah, meningkatkan ruang pori total, menurunkan bulk density, serta meningkatkan pori drainase dan permeabilitas tanah 2.4 Peranan Cacing Tanah Peran cacing tanah sebagai bioamelioran (jasad hayati penyubur dan penyehat) tanah terutama melalui kemampuannya dalam memperbaiki sifat-sifat tanah, seperti ketersediaan hara, dekomposisi bahan organik, pelapukan mineral, sehingga mampu meningkatkan produktivitas tanah (Hanafiah et al. 2005). Cacing tanah juga berperan dalam meningkatkan infiltrasi air dan drainase tanah (Hieronymus 2010). Menurut Hieronymus (2010), peranan cacing tanah akibat dari aktifitasnya dibedakan secara biologi, kimia dan fisika. Secara biologi cacing tanah mengubah bahan organik menjadi humus untuk memperbaiki kesuburan tanah, yaitu dengan

10 membawa bahan organik ke bagian bawah tanah untuk makanan dan memperkuat liangnya dan menghasilkan kotoran (kasting) yang mengandung 40% humus dibanding tanah tempat cacing tersebut hidup. Secara kimia, bahan organik mati dicerna cacing yang kemudian disekresikan dalam bentuk kasting di atas permukaan tanah. Secara fisik, cacing menjaga liang-liangnya sehingga memungkinkan berlangsungnya proses aerasi dan drainase. Pembentukan pori-pori tanah dilakukan oleh cacing tanah melalui kegiatan penggalian terowongan. Pori-pori pada tanah dapat meningkatkan daya serap tanah dalam menyerap air pada waktu hujan dan erosi tanah menjadi berkurang, oleh sebab itu persediaan air dalam tanah akan lebih teratur, sehingga menjamin pertumbuhan tanaman (Lubis 1989). Pori-pori dari galian cacing tanah akan memperbaiki aerasi tanah sehingga aktivitas respirasi akar tanaman maupun organisme aerob dapat berlangsung dengan baik (Subowo 2002). Pertumbuhan tanaman yang baik akan menyebabkan daun-daun tumbuhan lebih baik. Apabila daun-daun yang telah tua jatuh akan menjadi humus sehingga secara langsung cacing tanah mengurangi banjir pada saat hujan dan menjaga persedian air pada musim kering (Hairiah et al. 2004b). Tanah dengan kepadatan populasi cacing tanah yang tinggi akan menjadi subur karena cacing tanah mencampur dan menghancurkan partikel-partikel mineral menjadi unit-unit yang lebih kecil dan membantu percampuran antara tanah lapisan atas dan bawah. Hal tersebut mengakibatkan distribusi dan siklus C-organik lebih lama berada di tanah (Subowo 2002). Cacing tanah menghasilkan kotoran (kasting) yang memiliki kandungan hara dan C yang tinggi dibanding tanah karena mengandung suatu campuran mineral tanah dan bahan-bahan organik yang terdekomposisi (Hieronymus 2010). Menurut Lubis (1989), kasting cacing dan tanah yang banyak cacing tanah memiliki pertukaran basa lebih tinggi, Ca, Mg, K dan P tersedia lebih banyak dari pada tanah tanpa cacing tanah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Cacing Tanah Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata) yang digolongkan dalam filum Annelida dan klas Clitellata,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Suwardjo dan Dariah (1995) mulsa adalah berbagai macam bahan seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Suwardjo dan Dariah (1995) mulsa adalah berbagai macam bahan seperti II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mulsa Menurut Suwardjo dan Dariah (1995) mulsa adalah berbagai macam bahan seperti jerami, sebuk gergaji, lembaran plastik tipis, tanah lepas-lepas dan sebagainya yang dihamparkan

Lebih terperinci

Menurut Syariffauzi (2009), pengembangan perkebunan kelapa sawit membawa dampak positif dan negatif Dampak positif yang ditimbulkan antara lain

Menurut Syariffauzi (2009), pengembangan perkebunan kelapa sawit membawa dampak positif dan negatif Dampak positif yang ditimbulkan antara lain n. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dystrudepts Jenis tanah Kebun percobaan Fakukas Pertanian Universitas Riau adalah Dystmdepts. Klasifikasi tanah tersebut termasuk kedalam ordo Inceptisol, subordo Udepts, great

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Humbert, 1968 dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan sifat dan ciri yang bervariasi, dan di dalam tanah terjadi kompetisi antara

BAB I PENDAHULUAN. dengan sifat dan ciri yang bervariasi, dan di dalam tanah terjadi kompetisi antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan habitat yang komplek untuk organisme. Dibandingkan dengan media kultur murni di laboratorium, tanah sangat berbeda karena dua hal utama yaitu pada kondisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai fungsi penting dari ekosistem darat yang menggambarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai fungsi penting dari ekosistem darat yang menggambarkan 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Olah Tanah Tanah merupakan benda alam yang bersifat dinamis, sumber kehidupan, dan mempunyai fungsi penting dari ekosistem darat yang menggambarkan keseimbangan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tanaman tebu merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Kelas : Monocotyledonae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Karo merupakan suatu daerah di Propinsi Sumatera Utara yang terletak di dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan dan merupakan daerah hulu sungai. Kabupaten

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ditanam pada lahan tersebut. Perlakuan pengolahan tanah diperlukan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. ditanam pada lahan tersebut. Perlakuan pengolahan tanah diperlukan dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Olah tanah Olah tanah merupakan kegiatan atau perlakuan yang diberikan pada lahan dengan tujuan menciptakan suatu kondisi yang mendukung pertumbuhan tanaman yang ditanam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Pupuk merupakan bahan alami atau buatan yang ditambahkan ke tanah dan dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan menambah satu atau lebih hara esensial. Pupuk dibedakan menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman pangan. Pengolahan tanah adalah tindakan mekanis untuk menciptakan lingkungan yang baik

Lebih terperinci

III. PERANAN ORGANISME TANAH FUNGSIONAL UNTUK KESUBURAN TANAH

III. PERANAN ORGANISME TANAH FUNGSIONAL UNTUK KESUBURAN TANAH 12 III. PERANAN ORGANISME TANAH FUNGSIONAL UNTUK KESUBURAN TANAH dari stabilitas, struktur, hidrolik konduktivitas, dan aerasi, namun memiliki sifat kimia kurang baik yang dicerminkan oleh kekahatan hara,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan bahan pangan terpenting di Indonesia mengingat makanan pokok penduduk Indonesia sebagian besar adalah beras. Sementara itu, areal pertanian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Cacing Tanah Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah yang tidak memiliki tulang belakang (invertebrata) dan digolongkan ke dalam ordo Oligochaeta, kelas Chaetopoda,

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Cacing tanah yang ditemukan pada agroforestri berbasis kopi di Desa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Cacing tanah yang ditemukan pada agroforestri berbasis kopi di Desa BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Cacing Tanah Cacing tanah yang ditemukan pada agroforestri berbasis kopi di Desa Puncu Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri adalah sebagai berikut: 1. Spesimen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu merupakan salah satu tanaman primadona di Lampung. Salah satu perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation (GMP). Pengolahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati (biological

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Cacing Tanah. 2.2 Cacing Tanah berdasarkan Jenis Makanan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Cacing Tanah. 2.2 Cacing Tanah berdasarkan Jenis Makanan 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cacing Tanah Menurut Gaddie (1975), cacing tanah merupakan kelompok hewan invertebrata yang banyak dijumpai pada tempat-tempat yang lembab di seluruh dunia. Ukuran cacing bervariasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati merupakan jutaan tumbuhan, hewan dan mikroorganisme, termasuk yang mereka miliki, serta ekosistem rumit yang mereka bentuk menjadi lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Cacing Tanah Cacing tanah yang ditemukan di perkebunan teh PTPN XII Bantaran Blitar adalah sebagai berikut: 1. Cacing tanah 1 A Gambar 4.1 Spesimen 1 Genus

Lebih terperinci

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH 5 II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH 2.1. Karakteristik tanah tropika basah Indonesia merupakan salah satu negara megabiodiversitas di kawasan tropika basah, tetapi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Ultisol dan Permasalahan Kesuburannya Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami kesuburan tanah marginal tergolong rendah. Hal ini ditunjukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekstensifikasi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi

I. PENDAHULUAN. Ekstensifikasi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ekstensifikasi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi tanaman pangan. Usaha ekstensifikasi dilakukan dengan cara pembukaan lahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4.1. Karakteristik Fisik Tanah di Sekitar Lubang Resapan Biopori 4.1.1. Bobot Isi Tanah Hantaran hidrolik merupakan parameter sifat fisik tanah yang berperan dalam pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme :

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme : TANAH Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah Hubungan tanah dan organisme : Bagian atas lapisan kerak bumi yang mengalami penghawaan dan dipengaruhi oleh tumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian dengan cara bercocok tanam. Salah satu proses terpenting dalam bercocok tanam adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: 978-602-18962-5-9 PENGARUH JENIS DAN DOSIS BAHAN ORGANIK PADA ENTISOL TERHADAP ph TANAH DAN P-TERSEDIA TANAH Karnilawati 1), Yusnizar 2) dan Zuraida 3) 1) Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan medium atau substrat tempat hidup bagi komunitas

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan medium atau substrat tempat hidup bagi komunitas BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Tanah merupakan medium atau substrat tempat hidup bagi komunitas fauna tanah, bertempat pada habitat yang cocok untuk memperoleh makanan, kondisi fisik dan ruangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Pinus Hutan pinus (Pinus merkusii L.) merupakan hutan yang terdiri atas kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Kingdom Divisio Classis Ordo

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memudahkan hewan tanah khususnya cacing untuk hidup di. sebagai pakan ayam dan itik. Para peternak ikan juga memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memudahkan hewan tanah khususnya cacing untuk hidup di. sebagai pakan ayam dan itik. Para peternak ikan juga memanfaatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dengan iklim tropik basahnya memberikan keuntungan terhadap kesuburan tanah. Beraneka ragam jenis tumbuhan dapat ditanami. Adanya hujan menyebabkan tanah tidak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

Restorasi Organik Lahan. Aplikasi Organik Untuk Pemulihan Biofisik Lahan & Peningkatan Sosial Ekonomi Melalui Penerapan Agroforestri.

Restorasi Organik Lahan. Aplikasi Organik Untuk Pemulihan Biofisik Lahan & Peningkatan Sosial Ekonomi Melalui Penerapan Agroforestri. Restorasi Organik Lahan Aplikasi Organik Untuk Pemulihan Biofisik Lahan & Peningkatan Sosial Ekonomi Melalui Penerapan Agroforestri Ex-Tambang Restorasi Perubahan fungsi lahan pada suatu daerah untuk pertambangan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai bahan pangan utama (Purwono dan Hartono, 2011). Selain

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai bahan pangan utama (Purwono dan Hartono, 2011). Selain 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Sebagai salah satu sumber bahan pangan, jagung menjadi komoditas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. yang biasa dilakukan oleh petani. Tujuan kegiatan pengolahan tanah yaitu selain

1. PENDAHULUAN. yang biasa dilakukan oleh petani. Tujuan kegiatan pengolahan tanah yaitu selain 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pengolahan tanah merupakan salah satu bentuk kegiatan dalam persiapan lahan yang biasa dilakukan oleh petani. Tujuan kegiatan pengolahan tanah yaitu selain

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas Comosus) Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih kurang 1.200 meter diatas permukaan laut (dpl). Di daerah tropis Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan komoditas strategis kacang-kacangan yang banyak dibudidayakan setelah kedelai dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai komunitas tumbuhan juga memiliki fungsi hidrologis dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai peran yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai pendegradasi sampah organik, pakan ternak, bahan baku obat,

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai pendegradasi sampah organik, pakan ternak, bahan baku obat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cacing tanah merupakan hewan tingkat rendah yang tidak mempunyai tulang belakang. Cacing tanah mempunyai banyak manfaat, antara lain: dapat digunakan sebagai pendegradasi

Lebih terperinci

Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa)

Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa) Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa) 1. Cara memperbaiki tanah setelah mengalami erosi yaitu dengan cara?? Konservasi Tanah adalah penempatansetiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan bagian penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan kondisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah Ananas comosus (L) Merr. Tanaman ini berasal dari benua Amerika, tepatnya negara Brazil.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahan-bahan makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahan-bahan makhluk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahan-bahan makhluk hidup atau makhluk hidup yang telah mati, meliputi kotoran hewan, seresah, sampah, dan berbagai produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu komoditas pertanian unggulan yang dianggap memiliki prospek yang baik. Hal ini terkait dengan semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak ditemukan pada 0 sampai 10 cm (Kuhnelt et al, 1976). Kelompok hewan

I. PENDAHULUAN. banyak ditemukan pada 0 sampai 10 cm (Kuhnelt et al, 1976). Kelompok hewan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hewan tanah merupakan bagian dari tanah. Sebagian besar organisme tanah itu hidup pada lapisan tanah bagian atas, karena memang tanah bagian atas merupakan media yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia (Rahmawaty,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. 19 TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Bawang merah merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan tanaman perdu dan berakar tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. Tomat

Lebih terperinci

IV. ORGANISME TANAH UNTUK PENGENDALIAN BAHAN ORGANIK TANAH

IV. ORGANISME TANAH UNTUK PENGENDALIAN BAHAN ORGANIK TANAH 20 IV. ORGANISME TANAH UNTUK PENGENDALIAN BAHAN ORGANIK TANAH Bahan organik mempunyai peranan penting sebagai bahan pemicu kesuburan tanah, baik secara langsung sebagai pemasok hara bagi organisme autotrof

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan 18 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kailan adalah salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam kelas dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan cabang-cabang akar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting karena sebagai bahan baku produksi gula. Produksi gula harus selalu ditingkatkan seiring

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13 tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masingmasing hanya dibuat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman mentimun berasal dari kaki pegunungan Himalaya. Domestikasi dari tanaman liar ini berasal dari India utara dan mencapai Mediterania pada 600 SM. Tanaman ini dapat tumbuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan bagian komoditi ekspor yang strategis dan sangat

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan bagian komoditi ekspor yang strategis dan sangat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kopi merupakan bagian komoditi ekspor yang strategis dan sangat menguntungkan jika dibudayakan secara berkelanjutan. Khususnya kopi Lampung memiliki peranan

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah diameter pangkal, diameter setinggi dada (dbh), tinggi total, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk, panjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menyediakan unsur hara, pada takaran dan kesetimbangan tertentu secara berkesinambung, untuk menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT BIOLOGI TANAH. Oleh: Arif Nugroho ( )

PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT BIOLOGI TANAH. Oleh: Arif Nugroho ( ) PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT BIOLOGI TANAH Oleh: Arif Nugroho (10712004) PROGRAM STUDI HORTIKULTURA JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2012 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora AMDAL (AGR77) Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Hidroorologis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakter Sludge Limbah Organik Saus. Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan sistem biakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakter Sludge Limbah Organik Saus. Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan sistem biakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Karakter Sludge Limbah Organik Saus Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan sistem biakan tersuspensi telah digunakan secara luas diseluruh dunia untuk pengolahan air

Lebih terperinci

II. PEMBENTUKAN TANAH

II. PEMBENTUKAN TANAH Company LOGO II. PEMBENTUKAN TANAH Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS Arief Darmawan, S.Si., M.Sc Isi A. Konsep pembentukan tanah B. Faktor pembentuk tanah C. Proses pembentukan tanah D. Perkembangan lapisan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Jahe Iklim Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2500-4000 mm/ tahun. Sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005). I. PENDAHULUAN Hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan hewan yang hidup di lapisan permukaan tanah yang terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) sejak pertengahan abad ke 19 telah menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah lapisan gas yang berperan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan penting yang ditanam untuk bahan baku utama gula. Hingga saat ini, gula merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi serta memiliki prospek yang baik bagi petani maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi tanah pada lahan pertanian saat sekarang ini untuk mencukupi kebutuhan akan haranya sudah banyak tergantung dengan bahan-bahan kimia, mulai dari pupuk hingga

Lebih terperinci