JARINGAN TERORIS SOLO DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEAMANAN WILAYAH SERTA STRATEGI PENANGGULANGANNYA

Transkripsi

1 JARINGAN TERORIS SOLO DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEAMANAN WILAYAH SERTA STRATEGI PENANGGULANGANNYA (STUDI DI WILAYAH SOLO, JAWA TENGAH) I. PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Ada kesulitan tersendiri untuk memahami apa sebenarnya yang terjadi dengan aksi-aksi terorisme. Terorisme terdengar begitu menggetarkan dan menakutkan karena pasca aksinya selalu dibahas dengan hebohnya di semua media massa. Akibat yang ditimbulkan selain rasa ketakutan itu sendiri adalah korban jiwa dan harta benda yang tidak ternilai harganya. Banyak pertanyaan yang kemudian muncul di masyarakat; bagaimana seseorang berani dan rela mengorbankan dirinya sebagai pelaku bom bunuh diri, bagaimana seseorang bisa tega dengan kejinya membunuh orang lain dengan tanpa dosa dan bagaimana seseorang pelaku terorisme bisa menganggap dirinya sebagai pasukan Allah. Pelaku terorisme bahkan meyakini bahwa apa yang telah dilakukannya merupakan bentuk amalan dan memperjuangkan ajaran agamanya. Amalan akan membuahkan pahala dan surga. Tetapi nampaknya akan lebih rumit lagi, ternyata terorisme terjadi tidak hanya pada satu agama saja. Sepanjang sejarah terorisme pernah terjadi di hampir semua agama di dunia. Keresahan berikutnya kemudian muncul dengan pertanyaan-pertanyaan; apakah benar agama mengajarkan terorisme, apakah benar aksi terorisme merupakan amalan untuk tujuan agama, ataukah ada pencapaian lain selain alasan agama dan mengapa

2 2 terorisme sulit diberantas, bahkan terus bermunculan kelompok-kelompok baru. Semua pertanyaan mendasar tersebut nampaknya belum sepenuhnya dapat terjawab. Seperti yang diungkapkan Tya Ariestya : Aku sih belum tahu motifnya. Peledakan bom terakhir (di Mapolres Cirebon) aku rasa aneh. Kalau menurutku, teroris sekarang makin sakit saja. Aku sudah benar-benar enggak tahu (tidak memahami) lagi terorisme di Indonesia, enggak tahu lagi pemikiran mereka (Kompas.com, 17 April 2011). Akar masalah penting untuk diungkap untuk dapat melakukan pencegahan dan penanggulangan terhadap terorisme. Pemahaman terhadap terorisme memerlukan proses yang panjang, seperti juga proses bagaimana terjadinya terorisme itu sendiri. Untuk memahaminya diperlukan penelusuran dari mana asal mulanya dan penyebab terbentuknya terorisme. Ada banyak bentuk terorisme, tetapi untuk memahami, penelitian ini fokus pada bagaimana terorisme di Indonesia. Dengan obyek penelitian memilih jaringan terorisme Solo. Dipilih karena jaringan teroris Solo merupakan jaringan terbesar di Indonesia yang memiliki koneksitas di berbagai negara dan hampir semua aksi terorisme di Indonesia terhubung dengan jaringan ini. Selain memahami bagaimana proses terbentuknya dan apa akar masalah pada jaringan teroris Solo, perlu juga untuk mengetahui karakteristik jaringan tersebut. Karakteristik kelompok terorisme akan berpengaruh terhadap aksi-aksi yang akan dilakukan dan penentuan sasarannya. Meskipun berpusat di Solo, tetapi aksi terorisme tidak dapat dibatasi secara geografis. Aksi-aksi yang dilakukan dapat saja direncanakan dan dilakukan di luar wilayah Solo. Solo dijadikan wilayah penelitian karena kota ini banyak dihubung-hubungkan dengan aksi terorisme dan bahkan sering disebut sebagai sarang teroris. Solo sejak 2001 menjadi perhatian Polisi Diraja

3 3 Malaysia dan Biro Investigasi Federal (FBI). Mereka memantau beberapa orang yang dicurigai mempunyai hubungan dengan Al Qaeda pimpinan Osama bin Laden (Kemhan RI). Demikian juga diperkuat oleh Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris yang mengungkapkan bahwa mahasiswa di Solo sudah banyak yang dibina teroris melalui gerakan radikal dengan pintu masuk organisasi dakwah (Arrahmah, 18 November 2011). Oleh karena itu tidak heran apabila di wilayah Solo sediri banyak kasus yang berkaitan dengan aksi terorisme. Banyak pelaku anggota jaringan teroris yang tertangkap dan bahkan terbunuh dalam penyerangan di Solo. Di antaranya adalah gembong teroris Noordin M. Top beserta tiga teroris lainnya (Ario Sudarso alias Suparjo Dwi Anggoro alias Aji alias Dayat alias Mistam Husamudin, Adib alias Susilo dan Urwah alias Bagus Budi Pranoto) pada 17 September Noordin M. Top tewas setelah pengepungan dan aksi baku tembak yang terjadi di Kampung Kepuhsari, Mojosongo, Jebres, Solo. Pada 13 Mei 2010 Densus 88 menggerebek sebuah bengkel yang digunakan sebagai sarang teroris di Dusun Gondang, RT 03/ RW 06, Desa Bakipandean, Kecamatan Baki, Sukoharjo. Pada 14 Mei 2011 polisi juga telah menembak mati Sigit Qardhawi (Amir Tim Hisbah) dan Hendro di Jalan Pelajar Pejuang, Kecamatan Cemani, Sukoharjo dan menangkap Edi T. alias Edi Jablay, Ari Budi alias Abas alias Irwan, Hari Budiarto alias Nobita dan Aripin Haryono yang diduga mengetahui dan terlibat dalam kasus Bom Cirebon. Pada 25 September 2011 terjadi aksi terorisme di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Jalan Arif Rachman Hakim, Solo yang merupakan bom bunuh diri. Sedangkan aksi terbaru adalah yang dilakukan oleh kelompok Farhan yang melakukan penembakan pos polisi pada 17, 19 dan 30 Agustus Beberapa contoh kasus terorisme di Solo tersebut dapat menunjukkan bahwa Solo merupakan

4 4 wilayah yang memiliki potensi besar terhadap ancaman aksi terorisme. Dari berbagai kasus terorisme jaringan Solo maka akan dapat dipahami bagaimana karakteristik dari jaringan terorisme Solo. Aksi-aksi terorisme yang terjadi di wilayah Solo tentu akan berpengaruh terhadap kondisi keamanan wilayah Solo. Melihat fakta yang ada, maka peneliti memilih Solo sebagai wilayah penelitian untuk mengetahui bagaimana implikasi dari aksi terorisme jaringan Solo terhadap keamanan wilayah Solo. Mencakup apa dampak dari aksi teror tersebut bagi kehidupan masyarakat Solo. Bagaimana pemerintah daerah dan aparat setempat berupaya membendung ancaman aksi terorisme dan sejauh mana penanggulangan terorisme dilaksanakan di daerahnya. Pemerintah dan aparat di daerah memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk dapat menjamin rasa aman bagi warganya. Seperti yang ditegaskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono : Gubernur, Bupati, Walikota, Polri, Intelijen, diharapkan tidak menganggap semua baik-baik saja, tidak abaikan informasi apapun, harus responsif dan mengambil tindakan agar tidak terjadi sesuatu di daerah (Kaltengpos, 25 September 2011). Terorisme termasuk dalam kejahatan luar biasa, yang memiliki dampak luar biasa dari akibat perbuatannya. Mantan Ketua Komisi I DPR, Kemal Aziz Stamboel mengatakan bahwa ancaman terorisme tidak semata-mata mengancam masalah keamanan melainkan juga masalah sosial, politik, budaya dan agama, sehingga harus diselesaikan secara terintegrasi. Terorisme bukan masalahnya Densus 88 Polri saja (Kompas, 27 Juli 2010). Dengan memasukkan terorisme ke dalam bentuk kejahatan yang luar biasa (extraordinary crime), maka sudah seharusnya apabila tindakan yang

5 5 dilakukan untuk menanggulangi aksi terorisme tersebut adalah dengan cara-cara yang luar biasa pula. Untuk itu perlu diketahui bagaimana kondisi keamanan wilayah Solo setelah terjadi aksi-aksi terorisme. Dari uraian di atas maka secara komprehensif peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap jaringan teroris Solo guna memahami bagaimana kekerasan atas nama Tuhan dan bagaimana budaya kekerasan atas nama agama. Penelitian menelusuri mulai dari pembentukan jaringan, penyebab, karakteristik yang melahirkan aksi-aksi terorismenya dan bagaimana implikasinya terhadap keamanan wilayah serta strategi penanggulangannya. Penelitian dilakukan di wilayah Solo, tetapi selain itu juga melibatkan wilayah lain tempat kejadian terorisme yang masih terkait dengan jaringan Solo. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian tersusun dalam tesis dengan judul : JARINGAN TERORIS SOLO DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEAMANAN WILAYAH SERTA STRATEGI PENANGGULANGANNYA (STUDI DI WILAYAH SOLO, JAWA TENGAH)". 1.2 Pembatasan Masalah Mengingat luasnya permasalahan mengenai terorisme, maka dalam penelitian ini dibatasi pada ruang lingkup jaringan teroris Solo. Dengan memilih wilayah Solo sebagai wilayah penelitian. Penelitian mencakup bagaimana pembentukan jaringan teroris Solo, penyebab terorisme, karakteristik dan implikasinya terhadap keamanan wilayah Solo serta strategi penanggulangannya. Masalah keamanan wilayah Solo terdiri dari aksi-aksi terorisme yang terjadi di wilayah Solo, terutama kasus terorisme

6 6 antara 2008-Februari Selain itu juga dampak aksi terorisme terhadap masyarakat Solo baik dalam bidang ideologi, politik, ekonomi maupun sosial. Muara dari penelitian ini adalah membahas bagaimana strategi penanggulangan jaringan teroris Solo dilaksanakan oleh aparat keamanan, pemerintah daerah dan masyarakat Solo serta kendala yang dihadapinya. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana pembentukan, penyebab dan karakteristik jaringan teroris Solo? b. Bagaimana implikasi jaringan teroris Solo terhadap keamanan wilayah di Solo? c. Bagaimana strategi penanggulangan jaringan terorisme Solo di wilayah Solo? 1.4 Tujuan Penelitian Bertitik tolak dari permasalahan maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tesis ini antara lain: a. Untuk mengetahui dan menganalisis pembentukan, penyebab dan karakteristik jaringan teroris Solo. b. Untuk mengetahui dan menganalisis implikasi jaringan teroris Solo terhadap keamanan wilayah di Solo.

7 7 c. Untuk mengetahui dan menganalisis strategi penanggulangan jaringan teroris Solo di wilayah Solo. 1.5 Manfaat Penelitian praktis, yaitu: Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan Manfaat Teoritis a. Memberikan sumbangan pemikiran untuk pengembangan ilmu Ketahanan Nasional yang berkaitan dengan penanggulangan terorisme dan keamanan wilayah. b. Melengkapi hasil-hasil penelitian lain yang berkaitan dengan usaha untuk penanggulangan terorisme Manfaat Praktis a. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan dalam menanggulangi terorisme. b. Memberikan bahan masukan bagi penyempurnaan strategi penanggulangan terorisme dan keamanan wilayah.

8 8 1.6 Keaslian Penelitian Penelitian yang terdahulu tentang terorisme di Solo memang sudah ada. Tetapi penelitian tersebut ada perbedaan dengan penelitian ini. Penelitian dilakukan oleh Setara Institute pada Penelitiannya mengenai Persepsi Publik Tentang Organisasi Radikal di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Penelitian dilakukan terhadap organisasi Islam di Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta. Relasi dan Transformasi adalah pengukuran kualitatif persepsi masyarakat di wilayah-wilayah yang diidentifikasi terdapat kelompok radikal dengan menggunakan pendekatan survei. Responden yang digunakan sebanyak 1200 orang dengan menggunakan metoda stratified random sampling. Sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan wawancara tatap muka. Untuk memperoleh hasil yang akurat, survei juga menetapkan 10% kuesioner dilakukan spot check sebagai bentuk quality control dalam survei. Wilayah survei meliputi Sleman, Bantul, Solo, Sukoharjo, Karanganyar, Klaten, Temanggung, Wonosobo, Pekalongan, Kendal dan Pemalang. Ada tiga topik utama yang ditanyakan kepada responden, yaitu: potret mutakhir gerakan Islam radikal di Jateng dan DIY, akseptasi dan respon terhadap organisasi Islam radikal dan menangkal organisasi Islam radikal. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan diarahkan pada Jaringan Teroris Solo dan Implikasinya Terhadap Keamanan Wilayah serta Strategi Penanggulangannya. Lokasi dan metodologi penelitian yang digunakan juga berbeda yaitu lokasi penelitian dilakukan di wilayah Solo dan sekitarnya (Solo Raya) yaitu Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, Klaten dan Boyolali. Penelitian difokuskan pada kasus-kasus terorisme antara tahun 2008-Februari 2013 dan kelompok baru jaringan teroris Solo. Sedangkan metode pengumpulan data dengan melalui

9 9 wawancara, observasi dan dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan beberapa informan yang memiliki kompetensi terhadap permasalahan penelitian, yaitu: tokoh, pejabat, terpidana terorisme, korban terorisme dan masyarakat umum. Wawancara dapat secara langsung bertatap muka atau dengan mengutip wawancara yang sudah ada dari dokumen atau media yang terpublikasikan.