6. PERUBAHAN KARAKTERISTIK KUALITAS AIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "6. PERUBAHAN KARAKTERISTIK KUALITAS AIR"

Transkripsi

1 6. PERUBAHAN KARAKTERISTIK KUALITAS AIR 6.1. Latar Belakang Pada dasarnya kualitas lingkungan perairan (kualitas air) yang terdapat disuatu perairan akan mempengaruhi kehidupan komunitas biota yang hidup dalam ekosistem tersebut. Kecuali itu, penurunan kualitas air juga mempengaruhi dayaguna sumberdaya air bagi pengguna jasa di wilayah hilir baik untuk penggunaan domestik, industri maupun sebagai sumber energi pembangkitan. Penurunan kualitas air tersebut disebabkan oleh perubahan penutup lahan dan pencemaran lingkungan dari berbagai sumber pencemar di wilayah hulu. Perubahan penutup lahan menimbulkan erosi dan sedimentasi, sedangkan sumber pencemar antara lain industri, pertanian, perikanan, rumah tangga, transportasi dan lain-lain. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui dampak perubahan penutup lahan DAS Citarum Wilayah Hulu terhadap karakteristik kualitas air sungai dan Waduk Citarum baik aspek fisik, kimia maupun biologi Lokasi dan Waktu Penelitian Pengumpulan data sekunder kualitas air dilakukan di kantor UBP Saguling, PJB UP Cirata, Perum Jasa Tirta II, Kantor PDAM Purwakarta dan Bagian Produksi PT. Thames PAM Jaya. Pengambilan data primer dilakukan di 7 titik yaitu inlet Waduk Saguling bagian hulu, outlet PLTA Saguling, inlet Waduk Cirata bagian hulu, outlet PLTA Cirata, inlet Waduk Jatiluhur bagian hulu (inlet PDAM Purwakarta) dan inlet PT. Thames PAM Jaya. Analisis sampel air dilakukan di Laboratorium Kimia, Fisik dan Lingkungan, Jurusan Kimia, FMIPA, IPB Bogor. Penelitian karakteristik kualitas air dilakukan mulai bulan Juni 2006 sampai September 2006.

2 Bahan dan Metode Bahan yang diperlukan untuk menganalisis kimia air adalah data sekunder dan data primer. Jenis dan sumber data sekunder adalah : 1. Laporan hasil pemantauan kualitas air triwulanan Waduk Saguling ( ), Waduk Cirata ( ), Waduk Jatiluhur ( ), kualitas air baku (intake) PDAM Purwakarta ( ) dan PT. Thames PAM Jaya ( ). 2. Laporan hasil penelitian pihak ketiga dan Bagian Lingkungan masing-masing PLTA. Data primer diperoleh dari hasil pengambilan dan pengukuran contoh air pada lokasi : 1. Inlet dan outlet Waduk Saguling, Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur. 2. Intake PDAM Purwakarta dan PT. Thames PAM Jaya. Parameter kimia air dan metode analisis serta alat yang digunakan ditampilkan pada Tabel 32. Hasil pengolahan data sekunder dan primer tersebut dibandingkan dengan standar baku mutu lingkungan (BML) sebagai pembanding Saeni (1989) dan sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pencemaran Air Hasil dan Pembahasan Analisis Kualitas Air Kualitas air waduk sangat dipengaruhi oleh kualitas lingkungan DTA wilayah hulu, sedangkan kualitas lingkungan wilayah hulu dipengaruhi oleh perubahan pada penutup lahan dan penggunaan dari lahan itu sendiri. Keragaman limbah (polusi) dan intensitasnya akan mempengaruhi kehidupan biologi perairan (Odum, 1996), proses teknis pembangkitan energi listrik (Litbang PJT-II, 2003) dan proses penjernihan air baku PDAM. Pengolahan data sekunder dan primer terhadap parameter kualitas air ditampilkan pada Tabel 33 sampai Tabel 37.

3 137 Tabel 32. Parameter kualitas air yang diukur pada PLTA dan PDAM. No Parameter Satuan PLTA PDAM Metode Analisis dan Alat Fisik 1. Suhu o C V V Termometer 2. Padatan terlarut mg/l X V Gravimetri 3. Padatan tersuspensi mg/l X V Gravimetri 4. Daya hantar listrik µ mhos/cm V V Konduktometri 5. Warna Unit Pt.Co X V Colorimetri 6. Bau X V - 7. Kekeruhan NTU X V Turbidimetri 8. Rasa - X V - Kimia 9. ph - V V ph Meter 10. N sebagai NH 3, NO 2,dan NO 3 mg/l X V Brusin Sulfat 11. Boron mg/l V X AAS 12. Kadmium mg/l V V AAS 13. Khrom (6) mg/l V V AAS 14. Tembaga mg/l V V AAS 15. H 2 S (Sulfida) mg/l X V Iodometri 16. H 2 SO 4 mg/l X V Titrimetri 17. Kesadahan Ca CO 3 mg/l X V Titrimetri EDTA 18 Mg++ mg/l V V Fe++ mg/l X V AAS 20. Timbal mg/l V V AAS 21. Air raksa mg/l V V AAS 22. Seng mg/l X V AAS 23. Selenium mg/l X V AAS 24. Nikel mg/l V X AAS 25. Arsen mg/l V V AAS 26. Sianida mg/l X V AAS Mikrobiologi 27. Fecal coliform (Eschericia coli) MPN / 100 ml X V MPN 28. Total coliform MPN /100 ml X V MPN Keterangan : V = dianalisa, dan X = tidak dianalisa Parameter kualitas air yang berpengaruh terhadap kehidupan biota dan proses teknis PLTA dan PDAM dapat digolongkan menjadi parameter kualitas fisik, kimia dan biologi. Hasil pengolahan dan interpretasi data (primer dan sekunder) diperoleh informasi bahwa secara umum telah terjadi penurunan kualitas air di ketiga waduk (Saguling, Cirata dan Jatiluhur) dan PDAM (PT. Tirta Dharma Purwakarta dan PT. Thames PAM Jaya Jakarta).

4 138 Penurunan kualitas air waduk Saguling jauh lebih berat dibandingkan dengan waduk Cirata dan Jatiluhur. Tabel 33. Perubahan kualitas air Waduk Saguling. Kualitas Air No. Parameter Satuan 2006 * Perubahan Inlet Outlet 1. Suhu ºC 27,10 27,22 0,12 28,9 29,0 2. Zat tersuspensi mg/l 132,00 56,26-75, DHL µmhos/cm 198,45 357,65 159, Kekeruhan Skala NTU 42,03 241,12 199, ph 8,07 7,83-0,24 6,55 6,6 6. DO mg/l 4,06 2,83-1, COD mg/l 21,57 13,31-8, BOD 5 mg/l 6,23 4,16-2, Air Raksa (Hg) mg/l 0,00 0,01 0,01 ttd ttd 10. Nikel (Ni) mg/l 0,01 0,18 0,17 0,004 0, Tembaga (Cu) mg/l 0,00 0,00 0,00 0,015 0, Khrom mg/l 0,00 0,01 0,01 0,001 ttd 13. Kadmium (Cd) mg/l 0,03 0,00-0,03 0,001 ttd 14. Timbal (Pb) mg/l 0,01 0,00-0,01 0,02 0, Arsen (As) mg/l 0,02 0,01-0,01 ttd ttd 16. Boron (B) mg/l 0,01 0,00-0,01 0,002 0, Mangan (Mn) mg/l ,012 0,010 Sumber : Pengolahan data hasil pemantauan kualitas air waduk triwulanan 1994 dan Keterangan : (*) = data primer November 2006, (-) = data tidak tersedia,data tidak diukur, (ttd) = tidak terdeteksi. Rata-rata dari 10 stasiun pengukuran. (1) Suhu Hasil pengolahan data suhu perairan di ketiga waduk diperoleh informasi bahwa suhu perairan waduk Saguling rata-rata naik sebesar 0,12ºC, waduk Cirata sebesar 0,80ºC dan waduk Jatiluhur turun sebesar 0,90ºC. Kenaikan suhu (Saguling dan Cirata) dan penurunan suhu (Jatiluhur) tidak signifikan. Dari Tabel 42 dan 43 dapat diketahui bahwa suhu air baku pada intake PDAM Tirta Dharma ( ) mengalami penurunan 0,5ºC sedangkan pada intake PT. Thames PAM Jaya ( ) mengalami kenaikan 0,33ºC. Suhu perairan merupakan salah satu parameter yang mengatur baik proses fisika maupun proses kimia yang terjadi di dalam suatu perairan. Suhu perairan akan mempengaruhi kelarutan oksigen, komposisi subtrat, kekeruhan maupun kecepatan reaksi kimia di dalam air. Suhu perairan juga mempengaruhi berbagai proses fisiologis dalam tubuh biota air seperti proses osmoregulasi dan penafasan

5 139 organisme perairan, sehingga meningkatnya suhu pada kondisi ekstrim dapat menyebabkan kematian. Secara umum pengaruh suhu terhadap biota perairan mempengaruhi proses fisiologis secara langsung dalam hal reaksi enzimatik pada organisme, sehingga akan menentukan besar kecilnya metabolisme dan pertumbuhan organisme. Selain pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung dari suhu bisa dalam bentuk terjadinya perubahan struktur dan dispersi hewan air (Nontji, 1984). Tabel 34. Perubahan kualitas air Waduk Cirata. No. Parameter Satuan Kualitas Air 2006* Perubahan Inlet Outlet 1. Suhu 0 C 26,67 27,51 0,84 28,0 28,5 2. Zat Tersuspensi mg/l 39,44 121,73 82, DHL µmhos/cm 174,43 272,04 97, Kekeruhan Skala NTU 7,29 35,41 28, TDS mg/l 123,00 144,36 21, ph 8,27 7,17-1,10 6,88 6,90 7. COD mg/l 11,05 28,18 17, BOD 5 mg/l 6,59 13,11 6, DO mg/l 5,15 4,78-0, Air Raksa (Hg) mg/l 0,00 0,00 0,00 ttd ttd 11. Nikel (Ni) mg/l 0,00 0,02 0,02 0,008 0, Tembaga (Cu) mg/l 0,29 0,01-0,28 0,022 0, Khromium (Cr) mg/l 0,04 0,01-0,03 ttd ttd 14. Kadmium (Cd) mg/l 0,00 0,00 0,00 ttd ttd 15. Timbal (Pb) mg/l 0,00 0,02 0,02 0,01 0, Arsen (As) mg/l 0,00 0,42 0,42 ttd ttd 17. Boron (B) mg/l 0,58 0,00-0,58 0,006 0, Mangan mg/l ,022 0,015 Sumber : Pengolahan data hasil pemantauan kualitas air waduk triwulanan 1994 dan Keterangan : (*) = data primer November 2006, (-) = data tidak tersedia,data tidak diukur, (ttd) = tidak terdeteksi. Rata-rata dari 11 stasiun pengukuran. Hal ini sesuai dengan pendapat Pescod (1975) dalam Prihadi (2005) yang mengatakan bahwa suhu akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan biota air, yakni akan menetukan kehadiran spesies spesies akuatik, mempengaruhi pemijahan dan penetasan, aktivitas dan pertumbuhan. Suhu perairan mempunyai kaitan yang cukup erat dengan besarnya intensitas cahaya yang masuk kedalam perairan. Dalam hal ini intensitas cahaya yang masuk ke dalam suatu perairan akan menentukan derajat panas, yakni semakin banyak sinar matahari yang masuk ke dalam suatu perairan, semakin

6 140 tinggi suhu airnya. Namun semakin bertambah kedalaman, akan menurunkan suhu perairan (Welch, 1980). Menurut Nontji (1987) suhu yang terdeteksi di permukaan air dipengaruhi oleh keadaan meteorologi seperti curah hujan, penguapan, kelembaban udara, kecepatan angin dan intensitas radiasi sinar matahari. Tabel 35. Perubahan kualitas air Waduk Jatiluhur. No. Parameter Satuan Kualitas air Perubahan 2006* Inlet Outlet 1. Suhu º C 27,42 26,52-0,90 28,5 29,0 2. Zat tersuspensi mg/l 81,81 18,91-62, DHL µmhos/cm 165, ttd Kekeruhan Skala NTU 69,83 38,25-31, ph 7,32 7,84 0,52 ttd 6,78 6. DO mg/l 7,42 5,69-1, COD mg/l 8,82 12,29 3, BOD 5 mg/l 4,40 6,83 2, Air Raksa mg/l ttd ttd - ttd ttd 10. Nikel mg/l 0, ttd 0, Tembaga (Cu) mg/l ttd ttd 0,00 0,001 0, Kromium (Cr) mg/l ttd ttd 0,00 0,002 ttd 13. Kadmium (Cd) mg/l ttd ttd 0,00 ttd 0, Timbal (Pb) mg/l - - 0,00 0,002 0, Arsen mg/l ttd ttd - ttd 0, Boron (B) mg/l 0,01 ttd 0,00 ttd 0, Mangan mg/l ttd ttd - ttd 0,026 Sumber : Pengolahan data hasil pemantauan kualitas air waduk triwulanan 1994 dan Keterangan : (*) = data primer November 2006, (-) = data tidak tersedia,data tidak diukur, (ttd) = tidak terdeteksi. Rata-rata dari 25 stasiun pengukuran. (2) Warna Perairan Warna air waduk Saguling mengalami kenaikan 141,60 satuan NTU pada periode , air waduk Cirata naik 0,10 satuan PtCo pada periode , dan air waduk Jatiluhur naik 0,37 satuan PtCo pada periode , sedangkan pada air baku PDAM Tirta Dharma terjadi kenaikan warna (kekeruhan) sebesar 0,50 NTU ( ) dan pada air baku PT. Thames PAM Jaya turun sebesar 5,03 NTU ( ). Pada umumnya warna perairan dibagi menjadi dua yakni warna sesungguhnya yang disebabkan oleh adanya bahan-bahan kimia terlarut serta warna yang tampak yang merupakan hasil perpaduan antara bahan terlarut dan bahan tersuspensi. Secara umum warna perairan merupakan hasil perpaduan

7 141 warna yang berasal dari bahan organik dan bahan anorganik yang ada dalam perairan, warna plankton, humus dan ion-ion logam serta bahan-bahan lain yang terdapat dalam perairan tersebut. Warna perairan dapat diamati secara visual, namun akan lebih akurat jika diamati dengan membandingkan air sampel dengan warna standar. Warna pada umunya dapat menghambat penetrasi sinar matahari serta dapat mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis oleh jasad autotrof di dalam air. Tabel 36. Perubahan kualitas air baku (intake) PT. Tirta Dharma Purwakarta. No. Parameter Satuan Kualitas Air Perubahan 2006 BML 1. Suhu º C 28,00 27,5-0, Kekeruhan skala NTU 2,35 1,7-0,65 0, Warna skala NTU 3,50 4 0,5 5, TDS mg/l ph 7,10 7-0, Air raksa mg/l Ttd 0, Tembaga mg/l ,001 1,0 8. Khromium mg/l ,002 0,05 9. Kadmium mg/l Ttd 0, Timbal mg/l ,002 0, Arsen mg/l Ttd 0, Kesadahan total mg/l 68,85 65,555-3,295 31, Nitrit mg/l 0, ,0203 1,0 14. Sianida mg/l ,001 0,1 15. Selenium mg/l ,001 0, Seng mg/l , Nitrat mg/l , Sulfat mg/l Ttd Sulfida mg/l ,6 0, Total Koliform MPN/100 ml Keterangan : (*) = data primer November 2006, (-) = data tidak tersedia,data tidak diukur, (ttd) = tidak terdeteksi. (3) ph Pada periode , tingkat ph air waduk Saguling mengalami penurunan sebesar 0,24, air waduk Cirata turun 1,10 dan waduk Jatiluhur turun 0,52 ph di ketiga waduk masih berada pada status netral (berkisar ph=7,0) sehingga cukup baik bagi berlangsungnya proses biologi dan kimia dalam perairan. ph air baku PDAM Tirta Dharma ( ) mengalami penurunan sebesar 0,1, sedangkan air baku PDAM PT. Thames PAM Jaya ( ) mengalami kenaikan sebesar 0,16. ph merupakan hasil pengukuran aktivitas ion

8 142 hidrogen dalam perairan yang menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa air. Menurut Mackereth et. al. (1989) ph terkait sangat erat dengan kandungan karbon dioksida dan alkalinitas. Pada ph yang kurang dari 5 alkalinitasnya bisa tidak terdeteksi. Makin tinggi nilai ph semakin tinggi nilai alkalinitas dan makin rendah kandungan karbon dioksida. Tabel 37. Perubahan kualitas air baku (intake) PT. Thames PAM Jaya Jakarta. No. Parameter Satuan Kualitas Air Perubahan 2006 BML 1. Suhu o C 28,94 29,27 0, Kekeruhan Skala NTU 275,53 372,83 97,30 1, Warna Skala TCU 20,09 15,06-5,03 5, TDS mg/l 116,42 103,61-12, DHL µmhos/cm 260,25 200,80-59, ph 6,95 7,11 0, COD mg/l 17,38 21,93 4, BOD 5 mg/l 15,22 9,82-5, Air raksa mg/l 0,00 <0, Ttd 0, Khrom mg/l 0,02 0,02 0,00 ttd 0, Tembaga mg/l 0,05 0,03-0,02 0,002 1,0 12. Kadmium mg/l 0,01 0,02 0,01 Ttd 0, Timbal mg/l 0,07 0,03-0,04 0,005 0, Arsen mg/l 0,01 <0, Ttd 0, Nitrat mg/l 1,70 1,55-0,15 0, Nitrit mg/l 0,05 0,06 0,02 0,0707 1,0 17. Seng mg/l 0,08 0,15 0,07 0, Bahan Organik mg/l 16,27 17,62 1, Kesadahan mg/l , Sulfat mg/l , Sulfida mg/l ,4 0, Total Koliform MPN/100 ml 89 x 10³ 57,82-1,0 3 Keterangan : (*) = data primer November 2006, (-) = data tidak tersedia,data tidak diukur, (ttd) = tidak terdeteksi. Pada umumnya sebagian biota air sensitif terhadap perubahan ph, dan hampir semua biota menyukai ph 7 8,5. Besaran ph sangat mempengaruhi proses biokimia yang terjadi di suatu perairan, sebagai contoh proses nitrifikasi akan terhenti manakala ph perairan rendah. Selain itu toksisitas dari logam berat pun sangat dipengaruhi oleh besaran ph perairan. Jika dalam suatu perairan terdapat kandungan bahan organik yang tinggi, maka bahan organik tersebut harus diuraikan, untuk ini diperlukan oksigen. Dalam keadaan ada oksigen akan dihasilkan karbon dioksida, uap air, dan nitrat. Dalam keadaan tidak ada oksigen akan dihasilkan hidrogen sulfida (H 2 S),

9 143 amonia(nh 3 ) dan metana (CH 4 ). Hampir semua senyawa yang dihasilkan tersebut bersifat asam yang pada akhirnya dapat menurunkan ph. Zat tersebut akan digunakan untuk proses fotosintesis, sehingga kandungan karbon dioksida akan menurun, dan ion bikarbonat (HCO 3 ) akan berubah menjadi CO 2 dan ion OH -. Adanya dominasi ion hidroksil ini mengakibatkan ph air meningkat. Jika dalam suatu perairan terdapat bahan organik yang tinggi, maka hasil dekomposisi bahan organik tersebut diantaranya adalah karbon dioksida. Di dalam air karbondioksida ini akan membentuk asam karbonat (Moss,1993), keadaan ini juga bisa terjadi jika 1% dari karbondioksida bereaksi dengan air, sehingga membentuk asam karbonat (Cole, 1988). Pada pembentukan asam karbonat tersebut akan dihasilkan ion hidrogen yang mengakibatkan ph perairan menurun. (4) Oksigen terlarut (DO) Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen yang terlarut dalam air pada umumya berasal dari hasil fotosintesis jasad autotrof yang ada dalam air seperti fitoplankton dan tumbuhan air yang hidup di dalam perairan tersebut. Oksigen terlarut merupakan zat yang paling penting dalam sistem kehidupan di perairan, dalam hal ini berperan dalam proses metabolisme oleh makro dan mikroorganisme yang memanfaatkan bahan organik yang berasal dari hasil fotosintesis. Selain itu juga mempunyai peranan yang penting dalam penguraian bahan-bahan organik oleh berbagai jenis mikroorganisme yang bersifat aerobik (APHA, 1989), sehingga jika ketersediaan oksigen tidak mencukupi akan mengakibatkan lingkungan perairan dan kehidupan dalam perairan menjadi terganggu, sekaligus menurunkan kualitas air. Menurut Wardoyo (1975) kelarutan oksigen di perairan sangat dipengaruhi oleh suhu, tekanan parsial gas yang ada di udara serta tekanan parsial gas terlarut dalam air tersebut. Sealin itu juga dipengaruhi oleh aliran masuk (run off) dari hujan dan pergerakan air dari hulu. Kadar oksigen terlarut dalam air, selain penting untuk kehidupan, juga bisa dijadikan sebagai indikator untuk melihat pencemaran yang terjadi pada suatu perairan yakni jika kandungan oksigen dalam perairan lebih dari 5 mg/l mengandung arti bahwa perairan tersebut tercemar

10 144 ringan, jika kandungannya 2-5 mg/l berarti tercemar sedang dan 0 2 ppm berarti perairan tersebut tercemar berat (Sutamihardja, 1978). Tingkat oksigen terlarut yang terdapat dalam perairan di ketiga waduk mengalami penurunan masing-masing: waduk Saguling sebesar 3,23 mg/l, waduk Cirata turun sebesar 0,37 mg/l dan waduk Jatiluhur menurun sebesar 1,73 mg/l. (5) BOD 5 BOD 5 (Biological Oxygen Demand) 5 adalah banyaknya oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan organik selama 5 hari. Nilai BOD 5 merupakan parameter yang menunjukan besarnya oksigen yang di butuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik dalam proses dekomposisi secara biokimia (Boyd, 1982). Lama waktu mikroba untuk melakukan dekomposisi sampai mencapai stabilitas sempurna tergantung dari keadaan alami subtrat dan kemampuan hidup organisme (Azad, 1976). Dengan demikian, maka BOD 5 hanya menggambarkan bahan organik yang dapat didekomposisi secara biologis (biodegradable). Nilai BOD 5 suatu perairan dipengaruhi faktor-faktor lain yang ada di lingkungannya, yakni suhu, densitas plankton, keberadaan mikroba serta jenis dan kandungan bahan organik. Pada perairan alami yang belum terlalu banyak campur tangan manusia, sumber bahan organik yang masuk ke dalam perairan berasal dari pembusukan tanaman, sehingga nilai BOD 5 -nya rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Jeffries dan Mills (1996) dalam Prihadi (2005) yang mengatakan bahwa perairan alami memiliki nilai BOD 5 antara 0,5 7,0 mg/l. Perairan yang memiliki nilai BOD 5 lebih dari 10 mg/1 dianggap telah mengalami pencemaran. Berdasarkan nilai BOD 5, maka suatu perairan bisa di kategorikan kualitas airnya menjadi perairan tidak tercemar atau tercemar ringan jika mempunyai BOD 5 kurang dari 3 mg/1, perairan diklasifikasikan sebagai perairan tercemar ringan jika mempunyai nilai BOD 5 3 4,9 mg/1. Perairan tercemar sedang mempunyai BOD 5 5,0 15,0 mg/1 serta perairan yang mempunyai BPD lebih dari 15 mg/1 dikategorikan pada perairan tercemar berat (Lee, Wang dan Quo, 1978). Dari analisis terhadap data tahun 1993, 1998 dan 2003, diperoleh nilai BOD 5 dalam air waduk Saguling mengalami kenaikan 30,8 mg/l, Cirata menurun 5,67 mg/l, Jatiluhur naik 6,52

11 145 mg/l dan air baku Thames Jaya nilai BOD 5 pada tahun 2005 menurun 5,40 mg/l dari 15,22 mg/l pada tahun (6) COD COD (chemical oxygen demand) menggambarkan kebutuhan oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik secara kimiawi dengan oksidator kalium dikromat. Dengan adanya oksidator kalium dikromat ini seringkali mengakibatkan kemampuan oksidasi yang lebih tinggi, karena dalam uji coba COD bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat teroksidasi, sehingga nilai COD lebih tinggi dari BOD. Sebagai contoh serat selulosa yang sukar terurai melalui reaksi biokimia pada uji BOD, baru bisa terurai melalui reaksi kimia. Dari analisis data sekunder, diperoleh hasil bahwa kadar COD dalam air waduk Saguling mengalami penurunan 17,41 mg/l, Cirata naik 28,18 mg/l, Jatiluhur naik 11,10 mg/l, pada air baku Thames Jaya kadar COD naik sebesar 4,55 mg/l. (7) Bahan Organik dan Muatan Padatan Tersuspensi Dalam keadaan anaerobic, yakni konsentrasi oksigen rendah atau bahkan tidak terdeteksi, maka mikroorganisme aerobic tidak dapat berkembangbiak, tetapi sebaliknya karena tidak adanya oksigen, karena tidak adanya oksigen, maka organisme yang bersifat anaerobik akan aktif memecah bahan tersebut secara anaerob. Muatan padatan tersuspensi adalah bahan-bahan tersuspensi yang tidak larut dalam air. Bahan-bahan ini baik organik maupun anorganik yang keberadaannya anatara lain berbentuk partikel dan tidak larut dalam air. Padatan tersuspensi juga mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Menurut Wardoyo (1981) padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan perairan. Zat padat yang berada dalam suspensi dapat dibedakan menurut ukuran partikelnya sebagai partikel tersuspensi koloid dan partikel tersuspensi biasa. Zat padat tersuspensi dapat diklasifikasikan menjadi zat terapung dan melayang yang bersifat organik dan zat padat organik dan anorganik. Canter (1977) memperlihatkan hubungan antara indeks kualitas air dengan kandungan muatan padatan tersuspensi. Kandungan muatan padatan tersuspensi tersebut kemudian dapat menjelaskan kondisi perairannya seperti pada

12 146 Tabel 46. Kadar residu terlarut ( ) dalam air waduk Saguling naik sebesar 71,75 mg/l, waduk Cirata turun sebesar 93,38 mg/l ( ), Jatiluhur turun sebesar 62,90 mg/l ( ) dan air baku Thames Jaya menurun 12,80 mg/l. Tabel 38. Baku mutu kualitas air berdasarkan PP Nomor. 82 tahun No Parameter Satuan Baku Mutu Kelas II Kelas III 1 Kekeruhan NTU 25-2 ph 6,0-9,0 6,0-9,0 3 DO mg/ BOD mg/ COD mg/ Amonium mg/1 0,5-7 Nitrat mg/ Nitrit mg/1 1 0,06 9 Fenol mg/1-0,22 10 Sulfida mg/ Keterangan : Kelas II sesuai untuk air baku air minum dan Kelas III sesuai untuk pertanian dalam arti luas. (8) Kekeruhan Kekeruhan adalah gambaran sifat optik air dari suatu perairan yang ditentukan berdasarkan banyaknya sinar yang dipancarkan dan diserap oleh partikel-partikel yang ada dalam air tersebut. Kekeruhan juga disebabkan oleh partikel tersuspensi, bahan organik dan mikroorganisme perairan. Kekeruhan perairan dapat bersifat permanen dan sementara. Kekeruhan yang bersifat permanen disebabkan oleh bahan-bahan yang sulit terurai seperti pencemaran oleh hidrokarbon yaitu minyak dan lemak. Sedangkan kekeruhan yang mudah terurai dapat disebabkan partikel organik yang terbawa oleh hujan, banjir, aliran drainase dan gerakan angin. Dari hasil analisis data sekunder pada tahun 1993, 1998 dan 2003, kekeruhan yang terjadi pada air waduk Saguling naik 35,90 NTU, air waduk Cirata naik 50,12 NTU ( ), Jatiluhur turun 31,97 NTU ( ). Pada air baku Tirta Dharma kekeruhan menurun 0,65 NTU dan PT. Thames PAM Jaya naik 97,30 NTU.

13 147 (9) Logam Berat Logam dapat digolongkan kedalam dua kategori yaitu logam berat dan logam ringan. Logam berat adalah logam yang untuk setiap cm³ mempunyai bobot 5 gram atau lebih, bobot ini lima kali dari berat air, sehingga logam yang beratnya kurang dari 5 gram termasuk logam ringan. Jika sejumlah logam mencemari lingkungan, maka logam tersebut dapat menyebabkan timbulnya suatu bahaya pada mahluk hidup, karena beberapa jenis logam sangat berbahaya bila ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam lingkungan (dalam air, tanah dan udara), karena logam tersebut mempunyai sifat yang merusak jaringan tubuh mahluk hidup. Logam berat merupakan suatu unsur yang mempunyai daya hantar panas dan daya hantar listrik yang tinggi serta mempunyai densitas lebih dari 5 (Hutagalung, 1991) Logam berat biasanya bernomor atom dan periode 3 sampai 7 dalam susunan berkala unsur unsur kimia. Beberapa unsur logam berat tersebut antara lain merkuri (Hg), timbal (Pb), kadmium (Cd), seng (Zn) dan tembaga (Cu). Pada umumnya semua logam berat tersebar diseluruh permukaan bumi, baik di udara, tanah maupun air. Logam berat ini dapat berbentuk bahan organik, bahan anorganik terlarut yang terikat dalam suatu partikel (Harahap, 1991). Logam berat yang masuk kedalam lingkungan perairan berasal dari debu debu akibat kegiatan gunung berapi, erosi dan pelapukan tebing dan tanah, dan berbagai aktivitas manusia meliputi pertambangan batu bara, peleburan dan penyulingan minyak, penggunaan pestisida, penggunaan bahan bakar, dan sebagainya. Pencemaran logam berat terhadap alam lingkungan merupakan suatu proses yang erat hubunganya dengan penggunaan logam tersebut oleh manusia. Berdasarkan kegunaanya, logam berat dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu unsur unsur tertentu dengan konsentrasi tertentu yang berfungsi sebagai haramikro yang bermanfaat bagi kehidupan organismi perairan seperti Zn, Fe, Cu dan unsur unsur yang tidak diketahui sama sekali manfaatnya seperti Hg, Pb dan Cd (Lu, 1995). Kenyataanya semua logam, termasuk logam logam haramikro yang esensial, jika berada dalam tubuh mahluk hidup dalam jumlah yang berlebih akan bersifat racun bagi organisme (Laws, 1993).

14 148 Logam yang dapat menyebabkan keracunan adalah jenis logam berat. Logam ini termasuk logam yang esensial seperti Cu, Zn, Se dan yang non-esensial seperti Hg, Pb, Cd, Cr dan As. Keracunan logam berat yang paling sering terjadi, biasanya dimulai dengan pencemaran lingkungan oleh logam berat, seperti penggunaan logam sebagai pembasmi hama (pestisida), pemupukan maupun karena pembuangan limbah pabrik yang menggunakan logam. Logam esensial seperti Cu dan Zn dalam dosis tertentu dibutuhkan sebagai unsur nutrisi pada hewan, tetapi logam non-esensial seperti Hg, Pb, Cu dan As sama sekali belum diketahui kegunaanya walaupun dalam jumlah relatif sedikit dapat menyebabkan keracunan pada hewan (Darmono, 2001). Menurut Connel (1995) ion ion logam pada kelas B yang paling toksik menunjukkan mekanisme toksisitas yang berspektrum luas. Logam logam ini berikatan dengan gugus SH (misalnya, sistein) dan kelompok yang mengandung nitrogen misalnya, lisin dan histidin imidazol lebih efektif. Selain itu logam logam ini dapat mengganti ion ion endogen pada garis batas (misal, Zn ²+ ) dari metallo-enzim, yang menyebabkan enzim tidak aktif melalui perubahan secara konformasi. Logam kelas B bersama sama dengan beberapa ion pada garis batas, membentuk ion-ion organometalik yang larut dalam lemak, sebagai contoh Hg dan Pb yang mampu menembus membran biologis dan berakumulasi di dalam sel dan organel. Logam golongan B di dalam metalo-protein bisa mengalami reaksi baik oksidasi maupun reduksi, sebagai contoh, Cu menjadi Cu 2+ dan Cu + dapat mengubah integritas secara fungsional dan struktural. Pengaruh keberadan logam berat terhadap biota umumnya digolongkan kedalam kategori, yaitu dapat menyebabkan toksisitas letal secara langsung sehingga menimbulkan kematian dan dapat mengakibatkan terjadinya toksisitas sub letal yaitu terjadinya kerusakan pada proses fisiologis atau bahkan pada perilaku suatu mahluk hidup. Ochiai (1997) dalam Connel (1995) membagi mekanisme toksisitas ion-ion logam kedalam tiga kategori yaitu dapat menahan gugus fungsi biologis yang esensial dalam biomolekul (misalnya protein dan enzim), dapat menggantikan ion logam esensial dalam biomolekul, dan dapat mengubah aktivitas biomolekul.

15 149 Dari data sekunder kualitas air waduk tahun 1993, 1998 dan 2003, logam berat yang mengalami kenaikan kadarnya dalam air waduk Saguling antara lain Hg sebesar 0,43 mg/l, nikel : 0,17 mg/l dan selenium : 0,01 mg/l; dalam air waduk Cirata As : 0,42 mg/l, Mg : 3,11 mg/l, Fe : 0,52 mg/l, Mn : 0,6 mg/l, Ni : 0,02 mg/l, Pb : 0,02 mg/l, Zn : 0,12 mg/l, dalam air waduk Jatiluhur besi 0,09 mg/l dan Mn 0,03 mg/l. (10) Limbah Domestik Dari Tabel 33 sampai dengan Tabel 37 dapat diketahui bahwa pada periode telah terjadi peningkatan pencemaran air waduk dan air baku PDAM yang bersumber dari limbah domestik. Hal ini dibuktikan dengan kenaikan kadar senyawa-senyawa kimia seperti fenol, minyak dan lemak dan fecal coliform. (11) Budidaya Ikan dalam Karamba Jaring Apung Dilihat dari tingkat kesuburannya, waduk atau danau di Indonesia umumnya bersifat oligotrofik (kesuburan rendah) hingga mesotrofik (kesuburan sedang), sehingga dilihat dari tingkat kesuburanya, maka waduk atau danau sangat potensial untuk pengembangan budidaya ikan secara intensif dalam kolam jaring apung (KJA). Budidaya ikan dalam karamba adalah budidaya di perairan umum dengan menggunakan wadah yang umumnya terbuat dari jaring, pada karamba tersebut ditebar ikan kecil atau ikan muda yang berukuran sedikit lebih besar dari ukuran mata jaring. Ikan yang dipelihara di KJA biasanya diberi pakan berupa pelet yang umumnya kaya hara. Pemberian pakan pelet ini biasanya diberikan pada pagi, siang dan sore hari. KJA berada pada perairan umum yang airnya relatif sedikit mengalir dan diberikan pakan cukup banyak, sehingga ikan yang dipelihara di dalamnya tumbuh dengan cepat dan dalam waktu kurang dari tiga bulan biasanya sudah dipanen (Ryding, 1989 dalam Prihadi, 2005). KJA biasanya dipergunakan untuk memelihara ikan di danau/situ/waduk. Di Indonesia, karamba jaring apung pertama kali digunakan di waduk Jatiluhur pada tahun 1974 untuk keperluan penelitian, dan baru pada tahun 1986 dilakukan budidaya ikan secara intensif dalam karamba jaring apung di waduk Saguling,

16 150 diikuti oleh petani ikan di Danau Toba, Waduk Cirata, Waduk Wonogiri, Waduk Kedung Ombo, bahkan juga budidaya di laut seperti Teluk Pare-Pare, Teluk Banten dan di Kepulauan Riau. Budidaya KJA berkembang pesat di beberapa perairan dan danau sejak tahun 1986 yakni di Jawa Barat dilakukan di Waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur yang pada tahun 1995 jumlahnya mencapai unit, sehingga produksi ikan meningkat dari ton pada tahun 1988 menjadi ton pada tahun 1995 dengan peningkatan rata-rata 75% per tahun (Kartamihardja, 1998). Sistem budidaya ikan pada KJA di waduk umumnya dilakukan dengan sistem insentif, dalam hal ini seluruh kebutuhan pakan ikan seluruhnya berasal dari pelet (pakan komersial dengan protein tinggi yaitu lebih dari 20%), dengan nilai gizi yang hampir lengkap. Budidaya ikan dalam KJA umumnya dilakukan pada jaring yang berukuran minimal 7 x 7 x 1,5 m³, padat penebarannya (ikan mas) ekor/m² atau 4-5 kg/m². Adapun bobot awal ikan yang ditebar umumnya g/ekor. Lama pemeliharaan ikan biasanya 2-6 bulan, tergantung pada keadaan dan pertumbuhan ikan, namun umumnya ikan yang dijual berukuran g/ekor, sehingga konversi pakannya 1,6-3,4 (Hardjamulia et al., 1991). Dalam beberapa tahun terakhir ini, dikembangkan terus teknologi KJA yang lebih efisien. Dalam hal ini dikenal ada dua jenis teknologi KJA, yakni teknologi KJA yang volumenya kecil (ukuran mini), namun ditebar ikan dengan kepadatan yang tinggi yang menggunakan keramba jaring ukuran mini (1-10 m³) degan padat penebaran tinggi ( m³). Teknologi berikutnya, adalah teknologi budidaya KJA dua lapis yang dikenal dengan KJA ganda kar (ukuran mini) karena pada teknologi ini digunakan dua kantung jaring yakni di sebelah atas dan lapisan bawah. Kedua jaring ini ditebar ikan namun dengan jenis yang berbeda. Dalam hal ini hanya ikan utama (ikan mas) yang dipelihara pada jaring lapisan atas yang diberi makan, sedang lapisan bawahnya yang biasanya ditebar ikan nila tidak diberi makan lagi, karena ikan ini akan memanfaatkan pakan yang terbuang dari jaring yang ada di bagian atasnya. Teknologi jaring ganda ini dikembangkan karena pada budidaya KJA yang dilakukan di waduk

17 151 yang berada di Jawa Barat teridentifikasi bahwa pakan yang terbuang ke perairan mencapai 30-40% (Kartamihardja et.al, 1988). Teknologi KJA ganda ini selain digunakan untuk memanfaatkan pakan yang terbuang ke perairan, juga bertujuan untuk menekan pencemaran limbah organik yang berasal dari pakan. 6.5 Simpulan Dari uraian terdahulu dapat disimpulkan bahwa telah terjadi penurunan kualitas kimiawi air di tiga waduk (Saguling, Cirata dan Jatiluhur) dan dua sumber air baku PDAM (Tirta Dharma Purwakarta dan PT. Thames PAM Jaya). Hal ini ditunjukkan dengan naiknya kadar indikator utama kimia air waduk dan intake PDAM seperti kekeruhan, BOD 5, logam berat, senyawa organik dan limbah domestik, serta turunnya DO, COD dan ph. Penurunan kualitas kimiawi air tersebut kemungkinan disebabkan oleh perubahan penutup lahan dan peningkatan pencemaran industri dan limbah domestik yang memasuki sungai atau waduk di DAS Citarum Wilayah Hulu.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta lokasi pengamatan dan pengambilan sampel di Waduk Cirata

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta lokasi pengamatan dan pengambilan sampel di Waduk Cirata 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Waduk Cirata, Jawa Barat pada koordinat 107 o 14 15-107 o 22 03 LS dan 06 o 41 30-06 o 48 07 BT. Lokasi pengambilan sampel

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA

TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA Jl. M.T. Haryono / Banggeris

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH BERUPA LABORATORIUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH BERUPA LABORATORIUM PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH BERUPA LABORATORIUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI, Menimbang : a. bahwa untuk menjaga

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kebutuhan air di kampus IPB Dramaga saat libur

Lampiran 1. Kebutuhan air di kampus IPB Dramaga saat libur LAMPIRAN 55 Lampiran 1. Kebutuhan air di kampus IPB Dramaga saat libur Hari/ Tgl Menara Fahutan No Jam Meteran terbaca Volume Ketinggian Air Di Air Menara Terpakai Keterangan (m 3 ) (m 3 ) (m 3 ) 1 6:00

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang BAB II TINJAUAN PUSATAKA 2.1 Air 2.1.1 Air Bersih Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang dinamakan siklus hidrologi. Air yang berada di permukaan menguap ke langit, kemudian

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN Maksud dari penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh berkembangnya aktivitas kolam jaring apung di Waduk Cirata terhadap kualitas air Waduk Cirata. IV.1 KERANGKA PENELITIAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 200 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 429/ MENKES/ PER/ IV/ 2010 TANGGAL: 19 APRIL 2010 PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 429/ MENKES/ PER/ IV/ 2010 TANGGAL: 19 APRIL 2010 PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 429/ MENKES/ PER/ IV/ 2010 TANGGAL: 19 APRIL 2010 PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM I. PARAMETER WAJIB No. Jenis Parameter Satuan Kadar Maksimum Yang Diperbolehkan 1. Parameter

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara dan merupakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata Dekstruksi Basah Lampiran 1. Lanjutan Penyaringan Sampel Air Sampel Setelah Diarangkan (Dekstruksi Kering) Lampiran 1. Lanjutan

Lebih terperinci

ph TSS mg/l 100 Sulfida mg/l 1 Amonia mg/l 5 Klor bebas mg/l 1 BOD mg/l 100 COD mg/l 200 Minyak lemak mg/l 15

ph TSS mg/l 100 Sulfida mg/l 1 Amonia mg/l 5 Klor bebas mg/l 1 BOD mg/l 100 COD mg/l 200 Minyak lemak mg/l 15 69 Lampiran 1 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor :06 tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007 BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN YANG MELAKUKAN LEBIH DARI

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG PENUNJUKAN PT. ENVILAB INDONESIA SEBAGAI LABORATORIUM LINGKUNGAN DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan sampel di lapangan Pengeringan Udara Sampel Lampiran 1. Lanjutan Sampel sebelum di oven Sampel setelah menjadi arang Lampiran 1. Lanjutan. Tanur (Alat yang

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Alat dan Bahan Penelitian DO Meter ph Meter Termometer Refraktometer Kertas Label Botol Sampel Lampiran 1. Lanjutan Pisau Cutter Plastik Sampel Pipa Paralon Lampiran 2. Pengukuran

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM IV.1. Umum Air baku adalah air yang memenuhi baku mutu air baku untuk dapat diolah menjadi air minum. Air baku yang diolah menjadi air minum dapat berasal dari

Lebih terperinci

LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER

LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER Akhir-akhir ini hujan deras semakin sering terjadi, sehingga air sungai menjadi keruh karena banyaknya tanah (lumpur) yang ikut mengalir masuk sungai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Limbah Limbah deidefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Limbah adalah bahan buangan yang tidak terpakai yang berdampak negatif jika

Lebih terperinci

TARIF LINGKUP AKREDITASI

TARIF LINGKUP AKREDITASI TARIF LINGKUP AKREDITASI LABORATORIUM BARISTAND INDUSTRI PALEMBANG BIDANG PENGUJIAN KIMIA/FISIKA TERAKREDITASI TANGGAL 26 MEI 2011 MASA BERLAKU 22 AGUSTUS 2013 S/D 25 MEI 2015 Bahan Atau Produk Pangan

Lebih terperinci

EVALUASI KUALITAS AIR MINUM PADA HIPPAM DAN PDAM DI KOTA BATU

EVALUASI KUALITAS AIR MINUM PADA HIPPAM DAN PDAM DI KOTA BATU EVALUASI KUALITAS AIR MINUM PADA HIPPAM DAN PDAM DI KOTA BATU Afandi Andi Basri,1), Nieke Karnaningroem 2) 1) Teknik Sanitasi Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jurusan Teknik Lingkungan FTSP

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus menerus pada arah tertentu, berasal dari air tanah, air hujan dan air permukaan yang akhirnya bermuara

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG PENUNJUKAN PT. ENVILAB INDONESIA SEBAGAI LABORATORIUM LINGKUNGAN DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil analisa laboratorium terhadap konsentrasi zat pada WTH 1-4 jam dengan suplai udara 30 liter/menit

Lampiran 1 Hasil analisa laboratorium terhadap konsentrasi zat pada WTH 1-4 jam dengan suplai udara 30 liter/menit Lampiran 1 Hasil analisa laboratorium terhadap konsentrasi zat pada WTH 1-4 jam dengan suplai udara 30 liter/menit Konsentrasi zat di titik sampling masuk dan keluar Hari/ mingg u WT H (jam) Masu k Seeding

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan laut

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015 PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015 A. PEMANTAUAN KUALITAS AIR DANAU LIMBOTO Pemantauan kualitas air ditujukan untuk mengetahui pengaruh kegiatan yang dilaksanakan

Lebih terperinci

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan terukur yang melebihi 0,1 mg/l tersebut dikarenakan sifat ortofosfat yang cenderung mengendap dan membentuk sedimen, sehingga pada saat pengambilan sampel air di bagian dasar ada kemungkinan sebagian material

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Waduk Cirata dengan tahap. Penelitian Tahap I merupakan penelitian pendahuluan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017 PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017 1. Latar belakang Air merupakan suatu kebutuhan pokok bagi manusia. Air diperlukan untuk minum, mandi, mencuci pakaian, pengairan dalam bidang pertanian

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara maritim karena sebagian besar wilayahnya didominasi oleh perairan. Perairan ini meliputi perairan laut, payau, maupun perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan suatu unsur penting dalam kehidupan manusia untuk berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat konsumsi air minum dalam kemasan semakin

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

L A M P I R A N DAFTAR BAKU MUTU AIR LIMBAH

L A M P I R A N DAFTAR BAKU MUTU AIR LIMBAH L A M P I R A N DAFTAR BAKU MUTU AIR LIMBAH 323 BAKU MUTU AIR LIMBAH INDUSTRI KECAP PARAMETER BEBAN PENCEMARAN Dengan Cuci Botol (kg/ton) Tanpa Cuci Botol 1. BOD 5 100 1,0 0,8 2. COD 175 1,75 1,4 3. TSS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pesisir laut. Batas-batas wilayah tersebut yakni Laut Jawa di sebelah timur, selat

TINJAUAN PUSTAKA. pesisir laut. Batas-batas wilayah tersebut yakni Laut Jawa di sebelah timur, selat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teluk Lampung Propinsi Lampung memiliki wilayah yang hampir seluruhnya berbatasan dengan pesisir laut. Batas-batas wilayah tersebut yakni Laut Jawa di sebelah timur, selat sunda

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kep.Men. LH Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut

Lampiran 1. Kep.Men. LH Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut LAMPIRAN 48 Lampiran 1. Kep.Men. LH Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut No. Parameter Satuan Baku Mutu FISIKA 1 Kecerahan a m Coral: >5 Mangrove : - Lamun : >3 2 Kebauan - Alami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberadaan industri dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun juga tidak jarang merugikan masyarakat, yaitu berupa timbulnya pencemaran lingkungan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen Kualitas air merupakan salah satu sub sistem yang berperan dalam budidaya, karena akan mempengaruhi kehidupan komunitas biota

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

KAJIAN KUALITAS AIR UNTUK AKTIFITAS DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KRUENG ACEH Susi Chairani 1), Siti Mechram 2), Muhammad Shilahuddin 3) Program Studi Teknik Pertanian 1,2,3) Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

SNI butir A Air Minum Dalam Kemasan Bau, rasa SNI butir dari 12

SNI butir A Air Minum Dalam Kemasan Bau, rasa SNI butir dari 12 LAMPIRAN SERTIFIKAT AKREDITASI LABORATORIUM NO. LP-080-IDN Bahan atau produk yang Jenis Pengujian atau sifat-sifat yang Spesifikasi, metode pengujian, teknik yang Kimia/Fisika Pangan Olahan dan Pakan Kadar

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai secara umum memiliki tingkat turbiditas yang lebih tinggi dibandingkan dengan air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah memicu berbagai pertumbuhan di berbagai sektor seperti bidang ekonomi, sosial dan budaya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi menimbulkan permasalahan bagi kelestarian lingkungan hidup. Aktivitas manusia dengan berbagai fasilitas

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/330/KPTS/013/2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/330/KPTS/013/2012 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/330/KPTS/013/2012 TENTANG PENUNJUKAN LABORATORIUM PERUSAHAAN UMUM JASA TIRTA I SEBAGAI LABORATORIUM LINGKUNGAN DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DAFTAR PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM. - Mg/l Skala NTU - - Skala TCU

LAMPIRAN 1 DAFTAR PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM. - Mg/l Skala NTU - - Skala TCU 85 LAMPIRAN 1 PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR : 416/MENKES/PER/IX/1990 TANGGAL : 3 SEPTEMBER 1990 DAFTAR PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. No Parameter Satuan A. FISIKA Bau Jumlah

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4. LIMBAH Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.B3 PENGERTIAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo.PP 85/1999

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir-hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daya Dukung Penentuan carrying capacity dalam lingkungan dapat didekati secara biologi dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan konsep ekologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diagram alir instalasi pengolahan air Dekeng

Lampiran 1. Diagram alir instalasi pengolahan air Dekeng 59 Lampiran 1. Diagram alir instalasi pengolahan air Dekeng 60 Lampiran 2. Diagram alir pengolahan air oleh PDAM TP Bogor 61 Lampiran 3. Perbandingan antara kualitas air baku dengan baku mutu pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi kehidupan. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk merupakan badan air tergenang yang dibuat dengan cara membendung sungai, umumnya berbentuk memanjang mengikuti bentuk dasar sungai sebelum dijadikan waduk. Terdapat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran Konsentrasi Logam Sebenarnya

Lampiran 1. Pengukuran Konsentrasi Logam Sebenarnya LAMPIRAN 55 Lampiran 1. Pengukuran Konsentrasi Logam Sebenarnya Pengukuran konsentrasi logam berat dengan menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrofotometry) menurut Siaka (2008) dapat dihitung menggunakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia, termasuk untuk menunjang pembangunan ekonomi yang hingga saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi. Air digunakan hampir di setiap aktivitas makhluk hidup. Bagi manusia, air

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi penelitian terletak di belakang Perumahan Nirwana Estate, Cibinong yang merupakan perairan sungai kecil bermuara ke Situ Cikaret sedangkan yang terletak di belakang Perumahan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar Lembar Pengamatan yang digunakan (Mckenzie & Yoshida 2009)

Lampiran 1. Gambar Lembar Pengamatan yang digunakan (Mckenzie & Yoshida 2009) LAMPIRAN Lampiran 1. Gambar Lembar Pengamatan yang digunakan (Mckenzie & Yoshida 2009) 59 Lampiran 2. Gambar pedoman penentuan penutupan lamun dan algae (McKenzie & Yoshida 2009) 60 61 Lampiran 3. Data

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 18 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi Umum Waduk Cirata Waduk Cirata merupakan salah satu waduk dari kaskade tiga waduk Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Waduk Cirata terletak diantara

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Umar Ode Hasani Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan UHO Email : umarodehasani@gmail.com Ecogreen Vol. 2 No. 2, Oktober

Lebih terperinci

MATERI 7 ANALISIS ASPEK LINGKUNGAN

MATERI 7 ANALISIS ASPEK LINGKUNGAN MATERI 7 ANALISIS ASPEK LINGKUNGAN Analisis aspek lingkungan dalam studi kelayakan bisnis mengacu pada Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ( AMDAL ) yang disusun oleh konsultan AMDAL. Di Indonesia AMDAL

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP Lutfi Noorghany Permadi luthfinoorghany@gmail.com M. Widyastuti m.widyastuti@geo.ugm.ac.id Abstract The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tambah kecuali sekedar mempermudah sistem pembuangan. adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (ouput).

BAB I PENDAHULUAN. tambah kecuali sekedar mempermudah sistem pembuangan. adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (ouput). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB 1 KIMIA PERAIRAN

BAB 1 KIMIA PERAIRAN Kimia Perairan 1 BAB 1 KIMIA PERAIRAN Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di perairan A. Definisi dan Komponen Penyusun Air Air merupakan senyawa kimia yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

EVALUASI KUALITAS DAN KUANTITAS AIR YANG DITERIMA PELANGGAN PDAM KECAMATAN WATULIMO KABUPATEN TRENGGALEK

EVALUASI KUALITAS DAN KUANTITAS AIR YANG DITERIMA PELANGGAN PDAM KECAMATAN WATULIMO KABUPATEN TRENGGALEK EVALUASI KUALITAS DAN KUANTITAS AIR YANG DITERIMA PELANGGAN PDAM KECAMATAN WATULIMO KABUPATEN TRENGGALEK Hadi Iswanto 1) dan Nieke Karnaningroem 2) 1) Teknik Sanitasi Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. Air merupakan komponen lingkungan hidup yang kondisinya

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. Air merupakan komponen lingkungan hidup yang kondisinya BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Air dan Sungai 1.1 Air Air merupakan komponen lingkungan hidup yang kondisinya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komponen lainnya. Penurunan kualitas air akan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki ceruk, saluran masuk (inlet), saluran pengeluaran (outlet) dan berhubungan langsung dengan sungai

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah RI No. 20 tahun 1990, tanggal 5 Juni 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air

Peraturan Pemerintah RI No. 20 tahun 1990, tanggal 5 Juni 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air Lampiran Peraturan Pemerintah RI No. 20 tahun 1990, tanggal 5 Juni 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air A. Daftar Kriteria Kualitas Air Golonagan A (Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara

Lebih terperinci

Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) BOD (Biochemical Oxygen Demand) Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) COD atau kebutuhan oksigen kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Bahan Pencemar Limbah Cair Yang Dibuang ke Perairan Hasil analisis karakteristik sifat fisika, kimia, dan mikrobiologi pada masingmasing lokasi pengambilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan

I. PENDAHULUAN. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan dan berbentuk pelebaran alur atau badan atau palung sungai (PerMen LH No 28 Tahun 2009). Waduk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Kampus IPB Dramaga dan dilakukan dari bulan Juni hingga bulan Oktober 2010. 3. 2 Alat dan Bahan 3.2.

Lebih terperinci