PEDOMAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL (ENVIRONMENTAL AND SOCIAL SAFEGUARDS / ESS) PROYEK MULTILATERAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDOMAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL (ENVIRONMENTAL AND SOCIAL SAFEGUARDS / ESS) PROYEK MULTILATERAL"

Transkripsi

1 PEDOMAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL (ENVIRONMENTAL AND SOCIAL SAFEGUARDS / ESS) PROYEK PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) 2016

2 DAFTAR ISI BAB I - PENDAHULUAN Latar Belakang Maksud dan Tujuan Ruang Lingkup Landasan Hukum Pernyataan Kebijakan Perlindungan Lingkungan dan Sosial Perseroan Pengecualian Definisi... 6 BAB II TUJUAN DAN ETIKA PENGELOLAAN ESS PROYEK 9 1. Tujuan Pengelolaan Etika Pengelolaan Risiko Pengelolaan ESS Proyek Multilateral... 9 BAB III ORGANISASI DAN TANGGUNG JAWAB Direksi Divisi Environmental Social Safeguards and Business Continuity Management (ESSBCM) Divisi Bisnis Divisi Pengendalian Fasilitas Pembiayaan (DPFP) Divisi Dukungan Pengembangan Proyek dan Advisory (DDPPA) BAB IV KEBIJAKAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL Penilaian dan Pengelolaan Dampak Lingkungan dan Sosial Ketenagakerjaan dan Lingkungan Kerja Pencegahan dan Pengurangan Polusi Keselamatan, Kesehatan, dan Keamanan Pembebasan Lahan dan Pemindahan Penduduk Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Masyarakat Adat dan Masyarakat Tempatan Warisan Budaya Konservasi Energi dan Energi Ramah Lingkungan Konsultasi dan Penanganan Keluhan BAB V PENUTUP BAB VI - LAMPIRAN Lampiran I - Daftar Peraturan Republik Indonesia terkait Lingkungan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja serta Sosial Lampiran II - Outline Laporan Environmental and Social Due Diligence Pedoman ESS Proyek Multilateral i

3 DAFTAR ISI Lampiran III Exclusion List Lampiran IV Environmental and Social Assessment Checklist Pedoman ESS Proyek Multilateral ii

4 PENDAHULUAN BAB - I BAB I - PENDAHULUAN 1. Latar Belakang PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) yang untuk selanjutnya disebut Perseroan adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang didirikan untuk mendorong percepatan pembiayaan infrastruktur nasional melalui kemitraan dengan pihak swasta dan/atau lembaga keuangan multilateral. Untuk mewujudkan maksud di atas, Perseroan berkomitmen untuk mengelola aktivitas bisnisnya yang berwawasan lingkungan dan memiliki pertanggungjawaban sosial. Untuk memberikan acuan agar aktivitas pembiayaan dan investasi, pengembangan proyek, serta pemberian jasa konsultasi untuk proyek infrastruktur memenuhi ketentuan dan persyaratan lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja, serta sosial yang berlaku di Indonesia, Perseroan perlu menyusun serta menerbitkan Pedoman Perlindungan Lingkungan dan Sosial (Environmental and Social Safeguards / ESS) Proyek Multilateral ( Pedoman ESS Proyek Multilateral ). 2. Maksud dan Tujuan Pedoman ESS Proyek Multilateral dimaksudkan sebagai acuan Perseroan dalam melaksanakan aktivitas pembiayaan dan investasi, pengembangan proyek, serta pemberian jasa konsultasi yang menggunakan Dana Multilateral dan/atau berdasarkan Kerjasama Multilateral dengan tujuan sebagai berikut: a. Menerapkan prinsip kehati-hatian (prudent) sehingga risiko lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja serta sosial dapat dinilai, diukur, dipantau, dikendalikan, dan dimitigasi secara memadai. b. Memberikan kejelasan wewenang dan tanggung jawab, serta peran dan fungsi tiap-tiap unit kerja terkait. c. Menjaga konsistensi dan tingkat kinerja Perseroan dalam melaksanakan dan mengelola risiko lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja, serta sosial sebagai bagian dari aktivitas pembiayaan dan investasi, pengembangan proyek, serta pemberian jasa konsultasi, sehingga tercipta proses kerja yang efektif dan efisien. d. Sebagai pedoman penerapan International Best Practice dalam menjalankan green and sustainability infrastructure projects di Indonesia. e. Mengidentifikasi bahaya dan risiko sedini mungkin dalam pengembangan fasilitas pembiayaan dan/atau siklus proyek, termasuk penggabungan dan pertimbangan ke dalam proses seleksi lokasi, proses desain produk, proses perencanaan rekayasa (engineering) untuk permintaan modal, permintaan pekerjaan rekayasa (engineering), otorisasi modifikasi fasilitas, atau perencanaan tata letak dan perubahan proses. f. Melibatkan profesional yang memiliki pengalaman, kompetensi, dan kebutuhan pelatihan untuk menilai dan mengelola dampak dan risiko dan melakukan fungsi pengelolaan Pedoman ESS Proyek Multilateral 1

5 PENDAHULUAN BAB - I lingkungan khusus, termasuk persiapan proyek atau perencanaan aktivitas yang spesifik dan prosedur yang di dalamnya terdapat rekomendasi teknis yang disajikan dalam dokumen yang relevan dengan proyeknya. g. Memahami kemungkinan dan besaran risiko berdasarkan: i. Sifat kegiatan proyek, seperti: apakah proyek akan menimbulkan sejumlah emisi atau effluent yang signifikan, atau melibatkan bahan atau proses Bahan Berbahaya Beracun (B3). ii. Konsekuensi potensial terhadap pekerja, komunitas, atau lingkungan jika bahaya tidak dikelola secara memadai. h. Memprioritaskan strategi manajemen risiko dengan tujuan untuk mencapai pengurangan risiko keseluruhan terhadap kesehatan dan lingkungan, berfokus pada pencegahan dampak yang signifikan dan/atau tidak dapat diubah. i. Strategi yang mengeliminasi penyebab bahaya di sumbernya. j. Melakukan penggabungan rekayasa (engineering) dan kontrol manajemen untuk mengurangi atau minimalisasi kemungkinan dan besarnya konsekuensi yang tidak diharapkan, ketika dampak tidak dapat dihindari. Sebagai contoh dengan penerapan kontrol polusi untuk mengurangi tingkat kontaminan yang diemisikan ke pekerja atau lingkungan. k. Melakukan sosialisasi dan menyiapkan pekerja dan masyarakat terdekat dalam menanggapi kecelakaan, termasuk menyediakan sumber daya teknis dan finansial sehingga secara efektif dan aman dapat mengendalikan setiap kejadian, dan mengembalikan lingkungan tempat kerja dan komunitas ke kondisi yang aman dan sehat. l. Meningkatkan kinerja melalui kombinasi pemantauan kinerja fasilitas pendanaan untuk proyek yang sedang berlangsung dan akuntabilitas yang efektif. 3. Ruang Lingkup a. Pedoman ESS Proyek Multilateral ini berisi panduan dalam melaksanakan pengelolaan risiko lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja, serta sosial yang terkait dengan aktivitas pembiayaan dan investasi, pengembangan proyek, serta pemberian jasa konsultasi dengan menggunakan Dana Multilateral dan/atau berdasarkan Kerjasama Multilateral. b. Terkait dengan kategori risiko pengelolaan lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja, serta sosial, pelaksanaan Environmental and Social Due Diligence (ESDD), administrasi dan pemantauan, tetap mengacu kepada Pedoman Environmental and Social Management System (ESMS) Proyek. 4. Landasan Hukum Pedoman ESS Proyek Multilateral disusun dengan mengacu kepada ketentuan-ketentuan sebagai berikut: Pedoman ESS Proyek Multilateral 2

6 PENDAHULUAN BAB - I - Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. - Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. - Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. - Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. - Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. - Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convension on The Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women). - Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change. - Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2004 tentang Ratifikasi Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change. - Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. - Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejaheraan Sosial. - Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 tahun 2000 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 182 Tahun 1999 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak. - Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan menyampaikan Pendapat di Muka Umum. - Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1992 tentang Kependudukan dan Keluarga Sejahtera. - Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang. - Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Internasional mengenai Keanekaragaman Hayati (United Nation Convention on Biological Diversity). - Undang-Undang Republik Indonesia No. 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air. - Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. - Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. - Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. - Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. - Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi. - Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Pedoman ESS Proyek Multilateral 3

7 PENDAHULUAN BAB - I Berbahaya Beracun (B3). - Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2001 tentang Bahan Berbahaya Beracun (B3). - Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. - Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). - Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. - Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup. - Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan. - Peraturan Menteri Keuangan No. 100/PMK.010/2009 tentang Perseroan Pembiayaan Infrastruktur. - Peraturan Menteri Kehutanan No. P.16/Menhut-II/2014 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. - Peta Jalan Program Keuangan Berkelanjutan (Sustainable Finance Roadmap), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tanggal 5 Desember Peraturan Republik Indonesia terkait Lingkungan, Kesehatan dan Keselamatan serta Sosial untuk spesifik sektor, sebagaimana disebutkan dalam Lampiran I. - Anggaran Dasar PT Sarana Multi Infrastruktur. - Pedoman Environmental and Social Management System (ESMS) Proyek. - Pedoman Tata Kelola Perusahaan (Good Corporate Governance). - Pedoman Etika Usaha dan Tata Perilaku (Code of Conduct). - Pedoman Manajemen Risiko. - Pedoman Penyusunan Kebijakan Perseroan. - Peraturan Direksi mengenai Tugas Pokok dan Fungsi Divisi Perseroan. - Peraturan dan/atau standar Internasional, seperti; IFC Performance Standards, The World Bank Safeguard Policies, ADB Safeguard Policy Statements (SPS), serta lembaga internasional lainnya. Pedoman ESS Proyek Multilateral 4

8 PENDAHULUAN BAB - I 5. Pernyataan Kebijakan Perlindungan Lingkungan dan Sosial Perseroan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara yang melaksanakan aktivitas pembiayaan dan investasi, pengembangan proyek, serta pemberian jasa konsultasi pada sektor infrastruktur berkomitmen untuk: a. Mengembangkan dan menerapkan sistem perlindungan lingkungan dan sosial yang mengacu pada peraturan perundangan dan standar yang berlaku. b. Mengutamakan pembiayaan pembangunan yang memiliki dampak negatif yang minimal bagi lingkungan dan sosial. c. Mendukung konservasi sumber daya alam dan energi secara optimal. d. Memiliki, melaksanakan dan memenuhi ketentuan dokumen lingkungan dan sosial dalam setiap kegiatan operasional. e. Mengidentifikasi dan mengelola dampak risiko lingkungan dan sosial f. Melakukan evaluasi untuk meningkatkan kinerja lingkungan dan sosial. Untuk mewujudkannya, maka Perseroan akan melakukan: Penilaian aspek lingkungan dan sosial serta mendorong pembangunan yang ramah lingkungan dan meminimalisasi risiko sosial. Pengawasan secara berkala untuk memastikan efektivitas kebijakan Perseroan. Advokasi perlindungan lingkungan dan konservasi sumber daya alam serta perlindungan sosial dan budaya pada proyek Perseroan. 6. Pengecualian Dalam hal terdapat keadaan-keadaan tertentu yang mengharuskan terjadinya pengecualian terhadap Pedoman ini, maka wajib mendapatkan persetujuan dari Direksi. Apabila diperlukan, Direksi dapat meminta review terlebih dahulu dari Divisi ESSBCM. Pengecualian dimaksud harus didasarkan pada hasil analisis atas transaksi atau kegiatan usaha, memperhatikan faktor risiko yang dapat terjadi, dan pertimbangan manajerial yang seksama terkait kepentingan Perseroan. Pedoman ESS Proyek Multilateral 5

9 PENDAHULUAN BAB - I 7. Definisi a. AMDAL : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, merupakan dokumen yang diharuskan berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 dan pelaksanaannya sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan dan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. AMDAL terdiri dari 4 (empat) dokumen yang tidak terpisahkan, yaitu: b. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Kerangka Acuan (KA ANDAL), berisi rencana ruang lingkup analisis dampak lingkungan. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), identifikasi dampak penting positif dan negatif dari suatu proyek/aktivitas. Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), mendokumentasikan upaya rencana pengelolaan dampak penting. Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), mendokumentasikan upaya rencana pemantauan untuk melengkapi upaya pemantauan dampak penting. : Zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. c. Dana Multilateral : Dana yang berasal dari Lembaga Keuangan Multilateral. d. Divisi Bisnis : Divisi pelaksana aktivitas yang melakukan kegiatan usaha Perseroan yaitu kegiatan pembiayaan dan investasi atau pengembangan proyek atau jasa konsultasi. e. Environmental and Social Due Diligence (ESDD) f. Environmental and Social Management System ( ESMS ) : Proses untuk menginvestigasi/audit, yang dilakukan oleh Perseroan, terhadap potensi investasi secara rinci, seperti identifikasi proses operasional dan manajemen, verifikasi data di lapangan, terutama terkait sudut pandang lingkungan dan sosial. : Sebuah sistem pengelolaan proses dan prosedur perlindungan dimana sebuah organisasi menganalisa, mengontrol dan mengurangi dampak lingkungan dan sosial yang dihasilkan dari aktivitas, produk, dan jasanya. Pedoman ESS Proyek Multilateral 6

10 PENDAHULUAN BAB - I g. Perlindungan Lingkungan dan Sosial (Environmental and Social Safeguards) / ( ESS ) : Sebuah dokumen pengelolaan dan perlindungan lingkungan dan sosial untuk menganalisis, mengontrol dan mengurangi dampak lingkungan dan sosial yang dihasilkan dari aktivitas proyek, produk dan jasanya. h. Exclusion List : Daftar proyek yang tidak diperkenankan mendapat jasa layanan Perseroan, terkait aktivitas pembiayaan dan investasi, pengembangan proyek, serta pemberian jasa konsultasi. i. Jasa Konsultasi : Pemberian jasa keahlian profesional yang diberikan Perseroan dalam bidang infrastruktur kepada pengguna jasa berdasarkan perjanjian pemberian jasa konsultasi antara Perseroan dengan pengguna jasa. j. Kerjasama Multilateral k. Lembaga Keuangan Multilateral : Skema kerjasama Perseroan dengan lembaga keuangan dan/atau lembaga pembangunan internasional, terkait aktivitas pembiayaan dan investasi, pengembangan proyek, serta pemberian jasa konsultasi. : Lembaga keuangan dan/atau lembaga pembangunan internasional yang hubungan kerjasama anggotanya tidak dibatasi oleh kawasan tertentu, misalnya Bank Dunia (World Bank), IFC (International Finance Corporation), ADB (Asian Development Bank), GCF (Green Climate Fund), AFD (Agence Frainçaise de Développement). l. Pembiayaan : Penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Perseroan dan debitur yang mewajibkan debitur untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. m. Pengembangan Proyek n. Pejabat Berwenang Memutus : Pemberian jasa penyiapan dan pengembangan proyek infrastruktur yang diberikan Perseroan. : Pejabat Perseroan yang berdasarkan Peraturan Direksi memiliki kewenangan untuk membuat keputusan atas aktivitas tertentu. o. Proyek Multilateral : Aktivitas Perseroan terkait pembiayaan proyek, pengembangan proyek, dan jasa konsultasi yang bekerjasama dengan lembaga keuangan multilateral. p. Regulasi : Kondisi atau kemampuan yang harus dipenuhi atau dimiliki oleh seluruh aktivitas, produk, dan layanan terkait ketentuan lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja, serta sosial. Pedoman ESS Proyek Multilateral 7

11 PENDAHULUAN BAB - I q. Risiko : Potensi terjadinya suatu peristiwa, baik yang dapat diperkirakan maupun tidak dapat diperkirakan yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi pencapaian visi, misi, tujuan/sasaran Perseroan. r. Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) s. Upaya Pengelolaan Lingkungan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL UPL) : Pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab usaha dan/atau pemilik kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas dampak lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatan diluar usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL. : Merupakan dokumen yang diharuskan untuk disiapkan berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 dan pelaksanaan penyiapannya sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Dokumen UKL- UPL disiapkan untuk proyek-proyek dimana dampak lingkungan dan sosialnya tidak signifikan, serta tidak termasuk ke dalam proyek/aktivitas seperti yang terdapat dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Pedoman ESS Proyek Multilateral 8

12 TUJUAN DAN ETIKA PENGELOLAAN ESS PROYEK BAB - II BAB II TUJUAN DAN ETIKA PENGELOLAAN ESS PROYEK 1. Tujuan Pengelolaan Perseroan berkomitmen untuk mengelola aktivitas bisnisnya untuk senantiasa berwawasan lingkungan dan memiliki tanggung jawab sosial dengan tujuan sebagai berikut: a. Memastikan bahwa manajemen dan para pemangku kepentingan (stakeholders) dari perusahaan yang dibiayai memahami komitmen Pedoman ESS Proyek Multilateral yang dibuat oleh Perseroan. b. Memastikan bahwa seluruh pembiayaan dan investasi proyek multilateral, pengembangan proyek, serta pemberian jasa konsultasi terkait dengan proyek multilateral yang dilakukan oleh Perseroan telah mematuhi seluruh regulasi nasional dan internasional yang telah diratifikasi terkait dengan lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja, dan sosial. c. Memastikan bahwa proses review, monitoring, dan surveillance terkait butir b. di atas dilakukan secara berkala dan memenuhi ketentuan peraturan yang berlaku. 2. Etika Pengelolaan Pelaksana dan para pihak yang terkait dalam pengelolaan ESS Proyek Multilateral harus mematuhi kode etik Perseroan yang berlaku sebagaimana diatur pada Pedoman Etika Usaha dan Tata Perilaku (code of conduct). 3. Risiko Pengelolaan ESS Proyek Multilateral Dalam melakukan pengelolaan ESS Proyek Multilateral harus memperhatikan dan mempertimbangkan potensi risiko-risiko yang dapat terjadi dan berupaya melakukan tindakan mitigasi atas risiko tersebut: a. Risiko Kredit Risiko kredit adalah risiko yang terjadi akibat kegagalan counterparty/debitur memenuhi kewajibannya sesuai dengan persyaratan yang disepakati, termasuk dalam perjanjian pembiayaan. Mitigasi risiko kredit antara lain dengan melakukan pengidentifikasian, penilaian, pemantauan, dan pengendalian atas pengelolaan ESS terhadap proyek yang dibiayai. b. Risiko Operasional Risiko yang disebabkan ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya permasalahan eksternal yang mempengaruhi aktivitas usaha Perseroan, seperti kesalahan prosedural dalam melakukan pengelolaan ESS Proyek Multilateral atas aktivitas pembiayaan dan investasi, pengembangan proyek, serta pemberian jasa konsultasi. Pedoman ESS Proyek Multilateral 9

13 TUJUAN DAN ETIKA PENGELOLAAN ESS PROYEK BAB - II Mitigasi risiko operasional dititikberatkan pada kecukupan pedoman, prosedur dan manual/petunjuk teknis yang mengatur mengenai pengelolaan ESS Proyek, ketersediaan budaya kontrol (dual control) dan pemisahan tugas yang jelas (segregation of duties). c. Risiko Reputasi Risiko reputasi adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan aktivitas usaha Perseroan atau persepsi negatif terhadap Perseroan terkait dengan tidak memadainya pengelolaan ESS Proyek Multilateral yang dilakukan oleh Perseroan. Mitigasi risiko reputasi antara lain melalui pengelolaan komunikasi baik secara internal maupun eksternal dengan para pemangku kepentingan termasuk dengan media, melalui aktivitas-aktivitas yang dapat menciptakan citra perusahaan yang baik (positive corporate image). Pedoman ESS Proyek Multilateral 10

14 ORGANISASI DAN TANGGUNG JAWAB BAB - III BAB III ORGANISASI DAN TANGGUNG JAWAB 1. Direksi a. Menetapkan kebijakan dan risk appetite pelaksanaan ESS Proyek Multilateral pada aktivitas Perseroan. b. Menetapkan struktur organisasi termasuk kewenangan dan tanggung jawab yang jelas terkait pelaksanaan ESS Proyek Multilateral pada aktivitas Perseroan. c. Memantau kepatuhan pelaksanaan pengelolaan ESS Proyek Multilateral dan memberikan arahan perbaikan pelaksanaan pengelolaan ESS Proyek Multilateral pada aktivitas Perseroan. 2. Divisi Environmental Social Safeguards and Business Continuity Management (ESSBCM) a. Kepala Divisi ESSBCM dengan tanggung jawab sebagai berikut: i. Memastikan aktivitas pembiayaan dan investasi, pengembangan proyek, dan pemberian jasa konsultasi telah memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam regulasi, sesuai dengan lingkup ESS Proyek Multilateral. ii. Menetapkan kategori risiko pengelolaan ESS Proyek Multilateral. iii. Menyetujui hasil laporan Environmental and Social Due Diligence (ESDD) dan hasil review atas laporan ESDD yang dipersiapkan oleh ESS Specialist. iv. Menyampaikan laporan ESDD kepada DPI, DPPIPL, DPPA, serta Komite Pembiayaan dan Komite Penyertaan Modal sebagai bahan pertimbangan keputusan pembiayaan dan penyertaan modal. v. Memastikan kecukupan atas sumber daya terkait pelaksanaan ESS Proyek Multilateral pada Divisi ESSBCM. b. ESS Specialist dengan tanggung jawab sebagai berikut: i. Mengevaluasi aktivitas pembiayaan dan investasi, pengembangan proyek, dan pemberian jasa konsultasi telah memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam regulasi, sesuai dengan lingkup ESS Proyek Multilateral. ii. Mengusulkan kategori risiko dan laporan pengelolaan ESS Proyek. iii. Melakukan dan menyiapkan laporan site visit proyek. iv. Melakukan ESDD dan menyusun Laporan ESDD termasuk merekomendasikan Corrective Action Plan (CAP). v. Melakukan review atas laporan ESDD bila disusun oleh Tenaga Ahli (Pool of Expert) - DDPPA atau Konsultan. vi. Melakukan koordinasi dengan Divisi Bisnis atas pemenuhan dan pengelolaan ESS selama Proyek berlangsung. Pedoman ESS Proyek Multilateral 11

15 ORGANISASI DAN TANGGUNG JAWAB BAB - III vii. Melakukan monitoring proyek secara berkala sesuai dengan yang disepakati bersama antara pihak Proyek dan Perseroan. viii. Menyimpan dan memelihara salinan dokumen ESS Proyek Multilateral dalam bentuk hardcopy atau softcopy. 3. Divisi Bisnis a. Memastikan proyek tidak termasuk ke dalam Daftar Pengecualian (Exclusion List). b. Melakukan koordinasi dengan counterparty/debitur atas pemenuhan dokumen yang diperlukan dalam pengelolaan ESS Proyek. c. Melakukan koordinasi dengan Divisi ESSBCM atas pemenuhan dan pengelolaan ESS selama Proyek berlangsung. d. Melakukan koordinasi dengan Divisi ESSBCM untuk melakukan pemantauan lingkungan dan sosial atas fasilitas pembiayaan dan investasi atau pengembangan proyek atau jasa konsultasi. e. Menyimpan dan memelihara salinan dokumen ESS Proyek Multilateral dalam bentuk hardcopy atau softcopy. 4. Divisi Pengendalian Fasilitas Pembiayaan (DPFP) a. Memantau pemenuhan kepatuhan atas kewajiban-kewajiban para pihak termasuk pemenuhan Corrective Action Plan, sesuai dengan perjanjian pembiayaan dan investasi. b. Penyimpanan dan pengelolaan fisik dokumen asli ESS Proyek Multilateral sebagai bagian dari dokumen pembiayaan dan investasi. 5. Divisi Dukungan Pengembangan Proyek dan Advisory (DDPPA) a. Memantau atas pelaksanaan pengelolaan ESS Proyek Multilateral oleh Tenaga Ahli (Pool of Expert) - DDPPA / Konsultan. b. Penyimpanan dan pengelolaan fisik dokumen asli ESS Proyek Multilateral sebagai bagian dari dokumen aktivitas pengembangan proyek atau pemberian jasa konsultasi. c. Melakukan koordinasi dengan Divisi ESSBCM atas pemenuhan dan pengelolaan ESS selama Proyek berlangsung. Pedoman ESS Proyek Multilateral 12

16 KEBIJAKAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL BAB - IV BAB IV KEBIJAKAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL Perseroan menerapkan Elemen-Elemen Perlindungan Lingkungan dan Sosial Proyek Multilateral sebagai upaya mengelola risiko dampak lingkungan dan sosial dalam memberikan pembiayaan, pengembangan proyek, dan konsultasi (advisory) kepada sektor swasta, pemerintah, dan calon debitur yang layak untuk dibiayai. Sepuluh Elemen Perlindungan Lingkungan dan Sosial Proyek Multilateral yang digunakan sebagai standar umum pemenuhan pembiayaan, pengembangan proyek, dan konsultasi (advisory) Perseroan adalah: 1. Penilaian dan Pengelolaan Dampak Lingkungan dan Sosial Elemen pertama menekankan pentingnya pengelolaan aspek lingkungan dan sosial dalam pelaksanaan proyek. Pemenuhan aturan lingkungan dan sosial merupakan proses yang dinamis dan berkelanjutan yang dimulai oleh manajemen yang melibatkan perusahaan, pemerintah, dan masyarakat. Pemenuhan aturan lingkungan dan sosial adalah hal utama sebelum proyek dimulai. Hal ini menyangkut perizinan lingkungan, izin lokasi, izin pemanfaatan lahan, maupun izin- izin lain yang diwajibkan sesuai dengan aturan perundangan Negara Republik Indonesia. Pemenuhan ini bersifat compliance yang meliputi unsur-unsur proses bisnis dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan perbaikan, yang pelaksanaannya telah melalui kajian dan penilaian terhadap dampak dan risiko lingkungan dan sosial, serta menyiapkan mitigasi dan mengelola risiko yang ditemukan. a. Tujuan i. Pemenuhan izin dilakukan sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk mengidentifikasi dan menilai dampak lingkungan dan sosial baik dampak positif maupun negatif sebelum proyek dilaksanakan. ii. Untuk mencegah, atau bila pencegahan tidak memungkinkan, meminimalisasi, mitigasi, atau kompensasi dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat setempat. b. Lingkup Penerapan Elemen ini diterapkan untuk proyek dengan risiko rendah, menengah, dan tinggi, di mana seharusnya izin izin yang ditetapkan telah didapatkan sebelum proyek dilaksanakan. Hal ini dimaksudkan agar dampak lingkungan dan sosial dapat dikelola secara berkelanjutan. c. Ketentuan i. Proyek harus memiliki izin izin yang telah diatur oleh aturan perundangan Negara Republik Indonesia sebelum proyek dilaksanakan dan melaporkan secara berkala kepada instansi yang berwenang. Proyek juga wajib untuk memperpanjang masa berlakunya bila izin izin yang dimaksud telah habis masa berlakunya. ii. Jika proyek telah beroperasi dan diperlukan izin-izin tertentu sesuai dengan aturan perundangan, maka proyek wajib mendapatkan izin tersebut. Pedoman ESS Proyek Multilateral 13

17 KEBIJAKAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL BAB - IV iii. Dalam proses due diligence ataupun monitoring yang dilakukan oleh Environmental and Sosial Safeguards Specialists maupun Pool of Expert direkomendasikan untuk mendapatkan izin tertentu, maka proyek diwajibkan untuk mendapatkan izin tersebut. iv. Jika proyek belum mempunyai izin-izin yang berkaitan dengan Izin Lingkungan maupun Izin Lokasi, maka proyek tidak bisa dibiayai oleh Perseroan dengan menggunakan Dana Multilateral dan/atau berdasarkan Kerjasama Multilateral. v. Selain daripada itu, proyek diminta untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut, sebagai bagian dari Pemenuhan Aturan Lingkungan dan Sosial: Melakukan asesmen lingkungan dan sosial Program manajemen Kapasitas dan kompetensi organisasi Pelatihan Respon dan kesiapan dalam menghadapi situasi darurat Keterlibatan masyarakat Pemantauan, peninjauan, dan pelaporan 2. Ketenagakerjaan dan Lingkungan Kerja Elemen kedua menekankan upaya pertumbuhan ekonomi melalui ketenagakerjaan dan pendapatan yang seimbang sebagai hak dasar pekerja. Untuk semua proyek, tenaga kerja merupakan aset yang berharga dan hubungan yang baik antara pekerja dan manajemen adalah salah satu kunci kemajuan dan produktifitas perusahaan. Kegagalan dalam menjaga hubungan baik antara pekerja dan manajemen dapat menurunkan komitmen dan retensi pekerja dan dapat membahayakan proyek. Jika hubungan pekerja dan manajemen konstruktif dimana manajemen memperlakukan pekerja secara adil dan menyediakan kondisi kerja yang aman dan sehat, maka proyek akan mendapatkan keuntungan seperti pencapaian efisiensi dan produktivitas operasional. a. Tujuan i. Meningkatkan dan memelihara hubungan antara pekerja dan manajemen; ii. Mendorong perlakuan yang adil tanpa diskriminasi dan kesempatan yang sama terhadap pekerja serta upaya kepatuhan terhadap Undang Undang Ketenagakerjaan; iii. Melindungi tenaga kerja dengan mencegah tenaga kerja anak-anak dan tenaga kerja paksa; dan iv. Mendorong kondisi kerja yang aman dan sehat, serta untuk melindungi dan mendorong kesehatan pekerja. Pedoman ESS Proyek Multilateral 14

18 KEBIJAKAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL BAB - IV b. Lingkup Penerapan Elemen kedua adalah salah satu persyaratan yang ditetapkan oleh Perseroan dalam melakukan penilaian Lingkungan dan Sosial sebagai bagian dalam memitigasi risiko lingkungan dan sosial, baik yang dilakukan selama proyek dalam tahap konstruksi dan saat proyek beroperasi. Implementasi ini sebagai pemenuhan Undang-undang Ketenagakerjaan. Kewajiban manajemen proyek adalah memperlakukan pekerja dengan adil, baik kepada Pekerja Kontrak Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), Pekerja Kontrak Waktu Tertentu (PKWT), dan Pekerja Alih Daya (outsource) dengan memperhatikan aturan pengupahan dan Upah Minimum yang ditetapkan oleh pemerintah. c. Ketentuan i. Kebijakan Sumber Daya Manusia ii. Proyek akan mengadopsi kebijakan sumber daya manusia yang sesuai dengan aturan dengan menggunakan pendekatan yang humanis untuk mengelola pekerja secara baik sesuai hak dan kewajiban termasuk hak mendapatkan remunerasi dan kompensasi sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku. Kondisi Kerja dan Syarat Kepegawaian Proyek akan menyediakan kondisi kerja yang baik sesuai dengan aturan perundangan dalam hal administrasi dan tata aturan kepegawaian seperti jam kerja, lembur, izin meninggalkan kantor karena sakit, melahirkan, perlindungan asuransi sosial dan asuransi kesehatan. Proyek akan menyediakan lingkungan kerja yang sehat, dan aman untuk pekerja dengan mempertimbangkan risiko pada sektor tekait, termasuk bahaya fisika, kimia, biologi, dan radiologi. Manajemen Proyek harus mengambil langkah-langkah untuk pencegahan kecelakaan kerja dan panyakit akibat kerja. iii. Organisasi Pekerja Manajemen Proyek tidak diperkenankan untuk melarang pekerja mengorganisasikan dirinya dalam organisasi pekerja dan pekerja berhak menyuarakan pendapat sesuai dengan undang-undang kebebasan berserikat dan mengungkapkan pendapatnya di muka umum. Namun demikian pekerja juga harus mematuhi batasan-batasan yang diatur dalam perundangan yang berlaku, dalam berserikat dan menyuarakan pendapat di muka umum. iv. Non-Diskriminasi dan Kesempatan yang Adil Proyek tidak boleh membuat keputusan kepegawaian berdasarkan karakteristik di luar persyaratan pekerjaan yang melekat. Manajemen proyek harus menetapkan kesetaraan kesempatan dan keadilan sesuai aturan perundangan negara dalam memperlakukan pekerjanya tanpa mendiskriminasikan gender, suku, agama, pilihan politik, termasuk dalam proses perekrutan, pemberian kompensasi (termasuk gaji dan tunjangan), kondisi Pedoman ESS Proyek Multilateral 15

19 KEBIJAKAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL BAB - IV kerja dan syarat kepegawaian, akses pelatihan, promosi, pemberhentian atau pensiun dan tindakan disiplin. v. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Manajemen proyek harus menyusun rencana untuk memitigasi dampak merugikan dari PHK terhadap pekerja.bila karena sesuatu hal PHK terpaksa dilakukan, maka sedapat mungkin dilakukan sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku dan harus dikonsultasikan dengan dinas ketenagakerjaan setempat. vi. Tenaga Kerja Anak-anak dan Tenaga Kerja Paksa Proyek tidak boleh mempekerjakan anak-anak dalam konteks kepentingan ekonomi atau yang dapat membahayakan atau mengganggu pendidikan anak-anak tersebut atau melakukan kekerasan terhadap kesehatan atau fisik, mental, spiritual, moral, atau perkembangan sosial anak. Semua Pekerja harus berumur minimal 18 tahun. Proyek tidak boleh mempekerjakan tenaga kerja secara paksa atau mempekerjaan seseorang tidak dilakukan secara sukarela atau di bawah ancaman dengan pemaksaan atau hukuman. 3. Pencegahan dan Pengurangan Polusi Elemen ketiga menekan upaya pencegahan dan pengurangan polusi pada kegiatan proyek dan industri terhadap polusi, air, tanah, dan udara termasuk emisi gas rumah kaca yang mengancam orang dan lingkungan. Elemen ini menggarisbawahi pendekatan ramah lingkungan dengan cara mengintegrasikan metode atau teknologi sejauh penggunaannya layak secara teknik dan finansial serta efektif secara biaya dalam konteks proyek bergantung pada keahlian dan sumber daya yang tersedia secara komersial. a. Tujuan i. Untuk mencegah atau meminimalisasi dampak merugikan terhadap kesehatan manusia dan kualitas lingkungan dengan menghindari atau meminimalisasi polusi dari kegiatan proyek. ii. Untuk mendorong penurunan emisi gas rumah kaca yang berkontribusi pada fenomena perubahan iklim global. b. Lingkup Penerapan Penerapan Elemen ini dilakukan dalam Penilaian Lingkungan dan Sosial, baik sebelum proyek berlangsung maupun dalam penilaian berkala dan bila ditemukan suatu temuan, maka rekomendasi perbaikan segera dilakukan sebagai upaya perbaikan, dan dikelola melalui Sistem Manajemen lingkungan dan sosial pada proyek tersebut. Pedoman ESS Proyek Multilateral 16

20 KEBIJAKAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL BAB - IV c. Ketentuan i. Ketentuan Umum ii. Selama desain, konstruksi, operasi, dan commissioning, proyek harus memperhatikan kondisi ambien dan sumber daya yang layak, baik secara teknik maupun operasi. Proyek akan melakukan pencegahan dan pengendalian polusi yang paling sesuai untuk dihindari, atau bila tidak mungkin untuk dihindari maka perlu dilakukan upaya meminimalisasi atau mengurangi dampak merugikan pada kesehatan manusia dan lingkungan selama layak secara teknik dan finansial dan efektif secara biaya. Pencegahan dan Pengurangan Polusi Proyek akan menghindari terlepasnya kontaminan atau polutan ke tanah, air, dan udara. Bila tidak mungkin dihindari, minimalisasi dan pengendalian intensitas atau besaran polutan yang terlepas perlu dijalankan. Penilaian risiko perlu dilakukan dalam kegiatan rutin, non-rutin, atau dalam kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak negatif pada orang dan lingkungan, dengan melakukan langkah-langkah yang terukur dalam kegiatan operasional yang konsisten dengan prinsip-prinsip operasi ramah lingkungan. iii. Limbah Proyek sedapat mungkin meminimalisasi limbah Berbahaya dan Beracun (B3) dan non- B3 dengan menggunakan metode Reduce atau mengurangi produksi limbah, Recycle atau mendaur ulang limbah dan Reuse atau menggunakan kembali limbah untuk suatu proses yang bermanfaat. Bila tidak bisa, proyek harus mengolah, memusnahkan, dan menimbun dengan cara-cara yang ramah lingkungan sesuai dengan aturan perundangan. Bila limbah yang ditimbulkan termasuk B3, maka proyek harus mengolah, memanfaatkan atau membuang sesuai dengan aturan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Bila pembuangan limbah dilakukan oleh pihak ketiga, Proyek harus menggunakan kontraktor yang bereputasi baik dan disahkan oleh instansi berwenang. iv. Bahan B3 Proyek harus menghindari atau, bila pencegahan tidak dapat dilakukan, meminimalisasi penggunaan atau mengendalikan terlepasnya bahan B3 yang digunakan dan dihasilkan dari kegiatan produksi, transportasi, penanganan, penyimpanan, dan penggunaan untuk kegiatan proyek. Proyek harus menghindari pembuatan, perdagangan, dan penggunaan bahan kimia dan B3 yang dilarang oleh pemerintah, atau disepakati untuk dikurangi oleh pemerintah, karena toksisitasnya yang tinggi terhadap organisme hidup, ketahanan lingkungan, atau potensi penipisan lapisan ozon. v. Pestisida Proyek harus menghindari penggunaan pestisida yang berlebihan. Bila penggunaan tidak dapat dihindarkan maka proyek harus meminimalkan penggunaan pestisida atau menggunakan alternatif lain yang lebih ramah lingkunganan. Proyek juga harus menghindari penggunaan pestisida yang dilarang oleh pemerintah. Pedoman ESS Proyek Multilateral 17

21 KEBIJAKAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL BAB - IV vi. Kondisi Ambien Untuk mengatasi dampak negatif proyek pada kondisi ambien, maka proyek harus mencatat rona awal dan membandingkan dengan pengukuran kondisi ambien secara berkala. Bila diketemukan ada peningkatan secara signifikan, maka proyek harus mencari penyebabnya dan membuat action plan yang diperlukan. Meminimalisasi atau mengurangi terlepasnya polutan adalah salah satu cara yang dianjurkan dalam menjaga kondisi ambien sebagai cara mengurangi risiko yang berpotensi terhadap perubahan kondisi ambien. vii. Emisi Gas Rumah Kaca Proyek akan mendorong pengurangan emisi GRK (Gas Rumah Kaca) yang terkait dengan aktivitas proyek. Proyek akan menerapkan tindakan mitigasi gas rumah kaca dan langkah-langkah perkiraan potensi emisi gas rumah kaca dalam siklus proyek yang berbeda dari pra - konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi serta tahap operasional. Kuantifikasi dan pemantauan emisi GRK dilakukan setiap tahun mengacu pada metodologi yang diatur oleh pemerintah. Pengurangan emisi menggunakan cara ini termasuk pada peningkatan efisiensi energi, penggunaan sumber energi terbarukan, proses perubahan desain proyek, dan adopsi langkah-langkah mitigasi lainnya yang secara finansial dan enjiniring memungkinkan. 4. Keselamatan, Kesehatan, dan Keamanan Elemen keempat menekankan upaya kegiatan dalam pembangunan infrastruktur proyek yang membawa keuntungan terhadap masyarakat dalam perkembangan ekonomi. Namun demikian proyek juga dapat meningkatkan potensi paparan risiko dan dampak terhadap masyarakat yang timbul dari kecelakaan kerja karena kegagalan peralatan, kegagalan struktur, dan penyebaran bahan berbahaya dan beracun (B3), limbah B3, serta gangguan keamanan. Elemen ini digunakan sebagai tanggung jawab proyek dalam mencegah atau meminimalisasi risiko dan dampak terhadap keselamatan, kesehatan, dan keamanan yang timbul dari kegiatan proyek. a. Tujuan i. Untuk mencegah atau meminimalisasi risiko dan dampak terhadap keselamatan, kesehatan, dan keamanan pekerja dan penduduk sekitar selama proyek berlangsung, baik dalam kegiatan rutin maupun non-rutin. ii. Untuk memastikan perlindungan terhadap personil dan properti dilakukan dengan baik sehingga dapat mencegah atau meminimalisasi risiko keselamatan dan keamanan masyarakat. b. Lingkup Penerapan Penerapan elemen ini dilakukan sebagai bagian dalam proses Penilaian Lingkungan dan Sosial. Elemen ini menggunakan Sistem Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan pada proyek yang meliputi tata cara perlindungan keselamatan kerja, kesehatan Pedoman ESS Proyek Multilateral 18

22 KEBIJAKAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL BAB - IV dan lingkungan untuk menghindari dampak pada kesehatan manusia serta keamanan proyek untruk mengantisipasi gangguan keamanan. c. Ketentuan i. Keselamatan dan Kesehatan kerja ii. Proyek akan mengevaluasi risiko dan dampak terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja dan masyarakat yang terkena dampak mulai tahap desain, konstruksi, operasi, dan commissioning proyek, dan menyusun langkah-langkah pencegahan untuk mengatasi hal tersebut sesuai dengan risiko dan dampak yang teridentifikasi. Langkahlangkah tersebut dapat mendukung pencegahan risiko dan dampak melalui minimalisasi dan pengurangan bahaya. Keselamatan Infrastruktur dan Peralatan Proyek akan mengikuti unsur-unsur atau komponen proyek secara struktural dan harus sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku, dimulai pada tahap menyiapkan desain, konstruksi, operasional, dan commissioning. Proyek harus mempertimbangan potensi risiko terhadap bahaya, khususnya bila dapat diakses oleh masyarakat atau bila kegagalan dalam masa konstruksi dan operasi dapat menyebabkan masyarakat mengalami cedera. Unsur-unsur yang penting dalam proyek harus didesain dan dibangun oleh tenaga profesional yang berkualitas dan berpengalaman, serta tersertifikasi atau disetujui oleh instansi pemerintah atau tenaga profesional yang kompeten. Pada proyek yang mengoperasikan peralatan bergerak di jalan umum dan proyek infrastruktur lainnya, manajemen proyek harus mengusahakan untuk mencegah terjadinya insiden dan kecelakaan. iii. Masalah Lingkungan dan Sumber Daya Alam Proyek akan menghindari atau meminimalisasi potensi bencana alam seperti longsor atau banjir yang mungkin terjadi akibat perubahan fungsi lahan terkait kegiatan proyek. Proyek akan menghindari atau meminimalisasi dampak merugikan akibat kegiatan proyek yang terkait dengan tanah, air dan sumber daya alam lainnya yang digunakan oleh masyarakat sekitar. iv. Adaptasi pada Dampak Perubahan Iklim Proyek akan mempromosikan langkah-langkah yang berbeda terkait adaptasi dari dampak perubahan iklim. Langkah-langkah ini bertujuan untuk meminimalkan dampak perubahan iklim kepada masyarakat dan mengurangi kerentanan serta meningkatkan ketahanan masyarakat menghadapi risiko terkait perubahan iklim di berbagai sektor yang berbeda v. Masyarakat Terpapar Penyakit Proyek akan menghindari atau meminimalisasi potensi paparan terhadap penyakit yang diakibatkan oleh aktivitas proyek. Bila penyakit di masyarakat yang terpengaruh proyek bersifat endemis, proyek sedapat mungkin melakukan pemantauan dan mendorong Pedoman ESS Proyek Multilateral 19

23 KEBIJAKAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL BAB - IV terciptanya peluang-peluang untuk meningkatkan kondisi lingkungan yang sehat selama proyek, sehingga dapat mengurangi jumlah paparan. vi. Kesiapsiagaan dan Tanggap Darurat Proyek akan menilai risiko dan dampak potensial dari kegiatan proyek dan menginformasikan masyarakat sekitar mengenai bahaya yang signifikan dengan caracara yang sesuai dengan budaya setempat. Proyek dapat bekerjasama dengan tokoh masyarakat dan pemerintah daerah dalam persiapan tanggap darurat agar dalam keadaan darurat penanganan berjalan dengan efektif. Proyek sebaiknya mendokumentasikan kegiatan kesiapsiagaan tanggap darurat, alat dan peralatan, tim tanggap darurat, dan penanggung jawab dalam kondisi darurat, serta menyampaikan informasi yang sesuai pada rencana tindakan atau dokumen lain yang relevan kepada pekerja dan masyarakat sekitar serta instansi pemerintah setempat. vii. Personil Keamanan Proyek akan mempekerjakan karyawan atau kontraktor sebagai tenaga keamanan yang akan bertanggung jawab terhadap personil dan propertinya. Proyek akan menilai risiko di dalam dan luar lokasi proyek yang diajukan oleh perusahaan pengamanan. Dalam menyusun pengaturan tersebut, proyek akan mengikuti prinsip-prinsip yang diatur oleh Kepolisian Republik Indonesia dalam hal perekrutan, pelatihan, dan pelaksanaan pola pengamanan. Manajemen tidak boleh memerintahkan petugas keamanan untuk melakukan tindakan represif. Satuan Pengamanan digunakan untuk tindakan pencegahan dan pengamanan sesuai dengan aturan Kepolisian sesuai dengan sifat dan jangkauan ancaman keamanan proyek. 5. Pembebasan Lahan dan Pemindahan Penduduk Elemen kelima menjelaskan tentang pembebasan lahan dan pemindahan penduduk yang mencakup pemindahan secara fisik (relokasi) dan pemindahan secara ekonomi (kehilangan aset atau akses yang mengakibatkan kehilangan sumber pendapatan dan/hal-hal lain terkait taraf hidup penduduk ), sebagai akibat dari pembebasan lahan terkait proyek. Pemindahan penduduk menjadi tidak sukarela bila individu atau masyarakat terkena dampak tidak memiliki hak untuk menolak pembebasan lahan yang berakibat pada pemindahan paksa. Pemindahan permukiman secara tidak sukarela dapat mengakibatkan kondisi yang sulit dan kemiskinan jangka panjang pada orang dan masyarakat yang terkena dampak, serta kerusakan lingkungan dan tekanan sosial pada area dimana mereka dipindahkan, bila tidak ditangani dengan benar. Pemindahan permukiman secara tidak sukarela harus dihindari atau setidaknya diminimalisasi. Bila tidak dapat dihindari, proses dan tahapan pemindahan penduduk harus dimitigasi untuk mengurangi dampak merugikan terhadap orang-orang yang dipindahkan. Proses dan tahapan pemindahan penduduk harus direncanakan dan diimplementasikan dengan hati-hati. Pedoman ESS Proyek Multilateral 20

24 KEBIJAKAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL BAB - IV a. Tujuan i. Untuk menghindari dampak negatif atau setidaknya meminimalisasi risiko perpindahan permukiman secara tidak sukarela sebaik mungkin. ii. Untuk memitigasi dampak sosial dan ekonomi yang merugikan dari pembebasan lahan pada orang-orang yang terkena dampak dari penggunaan lahan dengan: (a) menyediakan kompensasi untuk penduduk yang kehilangan aset dengan biaya penggantian; dan (b) memastikan kegiatan pemindahan permukiman dilakukan dengan membuka informasi, konsultasi, dan partisipasi yang disampaikan secara benar kepada mereka yang terkena dampak. iii. Untuk meningkatkan atau setidaknya mengembalikan sesuai dengan kondisi awal penghidupan, dan standar kehidupan orang-orang yang dipindahkan. b. Lingkup Penerapan Penerapan Elemen ini dilakukan dalam proses Penilaian Lingkungan dan Sosial sebagai pemenuhan ketentuan-ketentuan yang dikelola melalui Sistem Manajemen Lingkungan dan Sosial yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan Negara yang berkaitan dengan pembebasan lahan dari kegiatan proyek yang berdampak merugikan terhadap aspek ekonomi, sosial, atau lingkungan. Pembebasan lahan yang menimbulkan kehilangan akses kepada aset atau sumber daya atau pembatasan penggunaan lahan, maka dampak tersebut harus dihindari, diminimalisasi, dimitigasi, atau dikompensasi melalui proses yang adil sesuai dengan asas saling menguntungkan. Elemen ini tidak diterapkan untuk pemindahan permukiman secara sukarela berdasarkan transaksi jual beli lahan secara menguntungkan. c. Ketentuan i. Desain Proyek ii. Proyek akan mempertimbangkan desain proyek alternatif yang layak secara teknis dan finansial untuk menghindari atau setidaknya meminimalisasi pemindahan fisik atau ekonomi dengan paksa. Kompensasi dan Tunjangan untuk Orang-Orang yang Dipindahkan dengan Paksa Jika pemindahan paksa tidak dapat dihindari, proyek harus menawarkan kepada penduduk atau masyarakat yang dipindahkan secara paksa berupa ganti rugi lahan dan kompensasi karena kehilangan aset dengan biaya penggantian tanah dan bangunan, bantuan biaya pemindahan, dan pendampingan lain untuk membantu mereka meningkatkan atau setidaknya mengembalikan harkat kehidupan dan penghidupan mereka. iii. Konsultasi Manajemen proyek akan memfasilitasi mekanisme keluhan, membuka kesempatan berpartisipasi dalam proyek bagi masyarakat yang terkena pembebasan lahan dan masyarakat yang terkena dampak, dengan melibatkan pemerintah setempat dalam Pedoman ESS Proyek Multilateral 21

25 KEBIJAKAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL BAB - IV proses pengambilan keputusan terkait pemindahan pemukiman, termasuk pengawasan dan evaluasi pembayaran ganti rugi serta kompensasi lainnya. iv. Mekanisme Keluhan Proyek akan menyusun mekanisme pertemuan dan menampung keluhan untuk menerima dan membahas masalah spesifik tentang kompensasi dan relokasi yang muncul dari penduduk yang dipindahkan secara paksa atau anggota masyarakat setempat, termasuk mekanisme penyelesaiannya sebagai bantuan untuk menyelesaikan permasalahan. v. Perencanaan dan Implementasi Pemindahan Permukiman Bila pemindahan permukian secara tidak sukarela tidak dapat dihindari maka proyek akan melakukan sensus dengan data awal/baseline untuk mengidentifikasi orang-orang yang harus dipindahkan, untuk menentukan siapa yang berhak menerima kompensasi dan orang-orang yang tidak berhak. Pemerintah setempat harus dilibatkan sebagai bagian dalam panitia pembebasan lahan. Orang-orang yang dipindahkan dengan paksa dapat diklasifikasikan sebagai orang-orang yang: (i) memiliki hak-hak legal formal terhadap lahan yang ditempati; (ii) tidak memiliki hak-hak legal formal, namun mengklaim lahan tersebut dan diakui atau dapat diakui oleh hukum negaraa atau (iii) tidak memiliki hak legal atau klaim terhadap lahan yang ditempati. vi. Perpindahan Fisik Jika penduduk yang tinggal di area proyek harus pindah ke lokasi lain, Proyek akan : 1) Menawarkan pilihan diantara pilihan-pilihan yang memungkinkan kepada orang yang dipindah, termasuk tempat tinggal pengganti yang layak atau kompensasi ganti rugi yang sesuai. 2) Menyediakan pendampingan relokasi yang tepat sesuai dengan kebutuhan setiap kelompok orang-orang yang dipindah, dengan perhatian khusus diberikan pada orang yang tidak mampu. Bila penduduk adat harus dipindahkan secara fisik dari tanah adat mereka, proyek harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang dijelaskan pada elemen masyarakat adat dan masyarakat tempatan. vii. Pemindahan Ekonomi Bila pembebasan lahan untuk proyek menyebabkan kehilangan pendapatan atau penghidupan, proyek akan memenuhi ketentuan-ketentuan berikut: - Memberikan kompensasi kepada orang yang dipindah secara ekonomi atas kehilangan aset atau akses terhadap aset dengan biaya penggantian penuh. - Dalam kasus pembebasan lahan yang berdampak pada struktur komersial, kompensasi diberikan kepada pemilik usaha atas biaya pembangunan ulang kegiatan komersial di tempat lain, dan biaya pemindahan peralatan dan re-instalasi pabrik, mesin, atau perlengkapan lainnya Pedoman ESS Proyek Multilateral 22

PEDOMAN ENVIRONMENTAL AND SOCIAL MANAGEMENT SYSTEM (ESMS) PROYEK

PEDOMAN ENVIRONMENTAL AND SOCIAL MANAGEMENT SYSTEM (ESMS) PROYEK PEDOMAN ENVIRONMENTAL AND SOCIAL MANAGEMENT SYSTEM (ESMS) PROYEK PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) 2014 DAFTAR ISI BAB I - PENDAHULUAN... 1 1. Latar Belakang... 1 2. Maksud dan Tujuan... 1 3. Ruang

Lebih terperinci

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 2. Analisis Mengenai Dampak (AMDAL) 3. Pengelolaan Kualitas

Lebih terperinci

LAMPIRAN 2 : ITEM ITEM PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN

LAMPIRAN 2 : ITEM ITEM PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN LAMPIRAN 2 : ITEM ITEM PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN No Aspek Indikator Indikator Ekonomi 1 Kinerja Ekonomi Perolehan dan distribusi nilai ekonomi langsung, meliputi pendapatan,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 63 TAHUN 2001 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 63 TAHUN 2001 TENTANG KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 63 TAHUN 2001 TENTANG TUGAS POKOK FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT BADAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROPINSI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 066 TAHUN 2017

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 066 TAHUN 2017 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 066 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep No.149, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN. Badan Pengelola. Penurunan. Emisi Gas Rumah Kaca. Kelembagaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA

Lebih terperinci

H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP LAMPIRAN VIII PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN EFEK BERSIFAT UTANG BERWAWASAN LINGKUNGAN (GREEN BOND)

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN EFEK BERSIFAT UTANG BERWAWASAN LINGKUNGAN (GREEN BOND) OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN EFEK BERSIFAT UTANG BERWAWASAN LINGKUNGAN (GREEN BOND) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Kebijakan tentang rantai pasokan yang berkelanjutan

Kebijakan tentang rantai pasokan yang berkelanjutan 1/5 Keberlanjutan merupakan inti dari strategi dan kegiatan operasional usaha Valmet. Valmet mendorong pelaksanaan pembangunan yang dan berupaya menangani masalah keberlanjutan di seluruh rantai nilainya

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANYUMAS

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANYUMAS BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANYUMAS, Menimbang

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan

Lebih terperinci

PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN

PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN P T Darma Henwa Tbk PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN PT Darma Henwa Tbk DAFTAR ISI Kata Pengantar 3 BAB I PENGANTAR. 4 1. Mengenal Good Corporate Governance (GCG) 4 2.

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 216 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

KODE ETIK GLOBAL PERFORMANCE OPTICS

KODE ETIK GLOBAL PERFORMANCE OPTICS KODE ETIK GLOBAL PERFORMANCE OPTICS Kode Etik Global Performance Optics adalah rangkuman harapan kami terkait dengan perilaku di tempat kerja. Kode Etik Global ini mencakup beragam jenis praktik bisnis;

Lebih terperinci

Pedoman Pemasok Olam. Dokumen terakhir diperbarui. April Pedoman Pemasok Olam April

Pedoman Pemasok Olam. Dokumen terakhir diperbarui. April Pedoman Pemasok Olam April Pedoman Pemasok Olam Dokumen terakhir diperbarui April 2018 Pedoman Pemasok Olam April 2018 1 Daftar Isi Pendahuluan 3 Prinsip Pedoman Pemasok 4 Pernyataan Pemasok 6 Lampiran 1 7 Pendahuluan Olam berusaha

Lebih terperinci

PEDOMAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PELAKSANA SEKRETARIAT TETAP BAPERTARUM-PNS

PEDOMAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PELAKSANA SEKRETARIAT TETAP BAPERTARUM-PNS PEDOMAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PELAKSANA SEKRETARIAT TETAP BAPERTARUM-PNS PELAKSANA SEKRETARIAT TETAP BAPERTARUM-PNS JAKARTA 2017 PEDOMAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PELAKSANA SEKRETARIAT TETAP BAPERTARUM-PNS

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.228, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5941) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

II. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI

II. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI Yth. 1. Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi; dan 2. Pengguna Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERNAL

PIAGAM AUDIT INTERNAL PIAGAM AUDIT INTERNAL (INTERNAL AUDIT CHARTER) PT PERTAMINA INTERNASIONAL EKSPLORASI & PRODUKSI DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 3 1.1 Umum... 3 1.2 Visi, Misi, Dan Tujuan... 3 1.2.1 Visi Fungsi Audit Internal...

Lebih terperinci

Masalah untuk Konsultasi Tahap 3 Pendahuluan CODE

Masalah untuk Konsultasi Tahap 3 Pendahuluan CODE Masalah untuk Konsultasi Tahap 3 Pendahuluan CODE Pada tanggal 1 Juli 2015, the Komite Keefektifan Pembangunan (Committee on Development Effectiveness/CODE) membahas draf kedua dari Tinjauan dan Pembaruan

Lebih terperinci

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan Judul Kegiatan: Provinsi/Kota/Kabupaten: Lembaga Pengusul: Jenis Kegiatan: Mitigasi Berbasis Lahan A. Informasi Kegiatan A.1.

Lebih terperinci

GLossary. Badan Pembangunan Perancis (French Development Agency) Penilaian Dampak Lingkungan (Environmental Impact Assessment)

GLossary. Badan Pembangunan Perancis (French Development Agency) Penilaian Dampak Lingkungan (Environmental Impact Assessment) GLossary ADB AFD AMDAL EIA EMP ESIA ESMF ESS ESSBCM FS IFC IPP LARAP MFI PT SMI RKL-RPL SIA ToR UKL-UPL Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank) Badan Pembangunan Perancis (French Development Agency)

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 28 SERI D PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 54 TAHUN 2008 WALIKOTA BOGOR,

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 28 SERI D PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 54 TAHUN 2008 WALIKOTA BOGOR, BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 28 SERI D PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, URAIAN TUGAS DAN TATA KERJA STAF AHLI WALIKOTA WALIKOTA BOGOR, Menimbang :

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 63TAHUN 2008 TENTANG FUNGSI, RINCIAN TUGAS DAN TATA KERJA BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Kode Etik C&A untuk Pasokan Barang Dagangan

Kode Etik C&A untuk Pasokan Barang Dagangan Kode Etik C&A untuk Pasokan Barang Dagangan Perhatian: ini adalah terjemahan dari teks bahasa Inggris. Versi asli bahasa Inggrislah yang dianggap sebagai dokumen yang mengikat secara hukum. - April 2015

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN Menimbang : PRESIDEN

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT DI LINGKUNGAN KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

Kebijakan Manajemen Risiko PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.

Kebijakan Manajemen Risiko PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. I. PENDAHULUAN Berdasarkan Peraturan Menteri BUMN No.1/M-MBU/2011 tanggal 1 November 2011, manajemen risiko merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penerapan Good Corporate Governance. Pengelolaan

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERNAL

PIAGAM AUDIT INTERNAL PIAGAM AUDIT INTERNAL MUKADIMAH Dalam melaksanakan fungsi audit internal yang efektif, Audit Internal berpedoman pada persyaratan dan tata cara sebagaimana diatur dalam Standar Pelaksanaan Fungsi Audit

Lebih terperinci

No pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan. Penerapan prinsip Keuangan Berkelanjutan sebagai per

No pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan. Penerapan prinsip Keuangan Berkelanjutan sebagai per TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6149 KEUANGAN OJK. Efek. Utang. Berwawasan Lingkungan. Penerbitan dan Persyaratan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 281) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup yang

Lebih terperinci

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 2 R-201: Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak

Lebih terperinci

INTERNAL AUDIT CHARTER 2016 PT ELNUSA TBK

INTERNAL AUDIT CHARTER 2016 PT ELNUSA TBK 2016 PT ELNUSA TBK PIAGAM AUDIT INTERNAL (Internal Audit Charter) Internal Audit 2016 Daftar Isi Bab I PENDAHULUAN Halaman A. Pengertian 1 B. Visi,Misi, dan Strategi 1 C. Maksud dan Tujuan 3 Bab II ORGANISASI

Lebih terperinci

-2- Instrumen ekonomi penting dikembangkan karena memperkuat sistem yang bersifat mengatur (regulatory). Pendekatan ini menekankan adanya keuntungan e

-2- Instrumen ekonomi penting dikembangkan karena memperkuat sistem yang bersifat mengatur (regulatory). Pendekatan ini menekankan adanya keuntungan e TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Instrumen Ekonomi. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.996, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Manajemen Risiko. Penyelenggaraan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 8/2015 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa kelestarian fungsi Lingkungan Hidup

Lebih terperinci

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15B Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15B/ 1 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN

Lebih terperinci

dengan pilihan mereka sendiri dan hak perundingan bersama. 2.2 Pihak perusahaan menerapkan sikap terbuka terhadap aktivitas-aktivitas serikat

dengan pilihan mereka sendiri dan hak perundingan bersama. 2.2 Pihak perusahaan menerapkan sikap terbuka terhadap aktivitas-aktivitas serikat Kode Etik Pemasok Kode Etik Pemasok 1. KEBEBASAN MEMILIH PEKERJAAN 1.1 Tidak ada tenaga kerja paksa atau wajib dalam bentuk apa pun, termasuk pekerjaan terikat, perdagangan manusia, atau tahanan dari penjara.

Lebih terperinci

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN. BAB I KETEN

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN. BAB I KETEN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.980, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Tata Kelola. Perusahaan Perasuransian. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 152/PMK.010/2012 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN

Lebih terperinci

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan Judul Kegiatan: Provinsi/Kota/Kabupaten: Lembaga Pengusul: Jenis Kegiatan: Mitigasi Berbasis Lahan A. Informasi Kegiatan A.1.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 05 /PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 05 /PRT/M/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 05 /PRT/M/2015 TENTANG PEDOMAN UMUM IMPLEMENTASI KONSTRUKSI BERKELANJUTAN PADA PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.53, 2016 KEUANGAN OJK. Bank. Manajemen Risiko. Penerapan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5861). PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

PRINSIP DAN KRITERIA ISPO

PRINSIP DAN KRITERIA ISPO Hal. 1 NO. PRINSIP DAN KRITERIA INDIKATOR 1. SISTEM PERIZINAN DAN MANAJEMEN PERKEBUNAN 1.1 Perizinan dan sertifikat. 1. Telah memiliki izin lokasi dari pejabat yang Pengelola perkebunan harus memperoleh

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN KEUANGAN BERKELANJUTAN BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN, EMITEN, DAN PERUSAHAAN PUBLIK BATANG TUBUH RANCANGAN PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Adaptasi & Ketangguhan

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Adaptasi & Ketangguhan Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Adaptasi & Ketangguhan Judul Kegiatan: Provinsi/Kota/Kabupaten: Lembaga Pengusul : Jenis Kegiatan : Adaptasi dan Ketangguhan A. Informasi Kegiatan A.1.

Lebih terperinci

PIAGAM PEMBELIAN BERKELANJUTAN

PIAGAM PEMBELIAN BERKELANJUTAN PIAGAM PEMBELIAN BERKELANJUTAN PENGANTAR AptarGroup mengembangkan solusi sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan usaha yang wajar dan hukum ketenagakerjaan, dengan menghargai lingkungan dan sumber daya alamnya.

Lebih terperinci

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 Apa saja prasyaarat agar REDD bisa berjalan Salah satu syarat utama adalah safeguards atau kerangka pengaman Apa itu Safeguards Safeguards

Lebih terperinci

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 11 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG DOKUMEN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

Lebih terperinci

J udul Dokumen : R IWAYAT REVISI MANUAL SISTEM MANAJEMEN K3 MANUAL K3 M - SPS - P2K3. Perubahan Dokumen : Revisi ke Tanggal Halaman Perubahan

J udul Dokumen : R IWAYAT REVISI MANUAL SISTEM MANAJEMEN K3 MANUAL K3 M - SPS - P2K3. Perubahan Dokumen : Revisi ke Tanggal Halaman Perubahan Kode Dokumentasi : M SPS SMK3 Halaman : 1 dari 2 J udul Dokumen : M - SPS - P2K3 Dokumen ini adalah properti dari PT SENTRA PRIMA SERVICES Tgl Efektif : 09 Februari 2015 Dibuat Oleh, Disetujui Oleh, Andhi

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG IZIN LINGKUNGAN SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang :

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa beberapa

Lebih terperinci

Prosedur dan mekanisme AMDAL

Prosedur dan mekanisme AMDAL Prosedur dan mekanisme AMDAL Bagaimana prosedur AMDAL di Indonesia? Apakah kegiatan anda wajib menyusun AMDAL? Apa yang harus dilakukan bila wajib menyusun AMDAL? Apa itu revisi RKL dan RPL? Apa itu AMDAL?

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 11 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG DOKUMEN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

Lebih terperinci

HELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional

HELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional 1 2 5 6 Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional mengikuti peraturan pemerintah dan konvensi/persetujuan internasional yang diratifikasi secara nasional mengikuti, dan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN, UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PT BRANTAS ABIPRAYA (PERSERO)

PT BRANTAS ABIPRAYA (PERSERO) PT BRANTAS ABIPRAYA (PERSERO) Sistem suatu kondisi harmonis dan interaksi yang teratur Manajemen suatu proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan, seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan

Lebih terperinci

Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek SALINAN

Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek SALINAN - Yth. Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /SEOJK.04/2017

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR

BERITA DAERAH KOTA BOGOR BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 12 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU PADA TAMAN KANAK-KANAK/RAUDHATUL ATHFAL DAN SEKOLAH/MADRASAH

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN /SEOJK.04/20... TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA MANAJER INVESTASI

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN /SEOJK.04/20... TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA MANAJER INVESTASI Yth. Direksi Manajer Investasi di tempat SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.04/20... TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA MANAJER INVESTASI Dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal... Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN 2 Desember 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Nomor 1 Seri E

Lebih terperinci

1.1. Dasar/ Latar Belakang Penyusunan Piagam Audit Internal

1.1. Dasar/ Latar Belakang Penyusunan Piagam Audit Internal Piagam Audit Intern 1.0 PENDAHULUAN 2.0 VISI 3.0 MISI 1.1. Dasar/ Latar Belakang Penyusunan Piagam Audit Internal a. Peraturan Bank Indonesia No.1/6/PBI/1999 tanggal 20 September 1999 tentang Penugasan

Lebih terperinci

-2- BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan oleh

-2- BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan oleh No.8, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Lembaga Penjamin. Tata Kelola Perusahaan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6015) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

NOMOR 152/PMK.010/2012 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 152/PMK.010/2012 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 152/PMK.010/2012 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

Corporate Social Responsibility (CSR) Assessment Tool - Responsible Med

Corporate Social Responsibility (CSR) Assessment Tool - Responsible Med LAMPIRAN Lampiran 1. CSR Assessment Tool tahap 1 Survei Corporate Social Responsibility (CSR) Assessment Tool - Responsible Med anda adalah karyawan loyal dan memiliki tanggungjawab dalam mengembangkan

Lebih terperinci

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANGANDARAN,

Lebih terperinci

URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA MADIUN

URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA MADIUN No. URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA MADIUN 1 Kepala Dinas 2 Sekretaris Mengkoordinasikan, mengendalikan dan mengevaluasi penyelenggaraan program/kegiatan di bidang sesuai dengan ketentuan

Lebih terperinci

Pedoman Perilaku dan Etika Bisnis

Pedoman Perilaku dan Etika Bisnis Pedoman Perilaku dan Etika Bisnis Tanggal Mulai Berlaku: 2/28/08 Menggantikan: 10/26/04 Disetujui Oleh: Dewan Direksi TUJUAN PEDOMAN Memastikan bahwa praktik bisnis Perusahaan Mine Safety Appliances ("MSA")

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang :

Lebih terperinci

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas I. Ruang Lingkup: Seluruh ketentuan Sustainability Framework ini berlaku tanpa pengecualian bagi: Seluruh

Lebih terperinci

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR XX/POJK.03/2018 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM

LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM BAGI PENYEDIA JASA Elemen-elemen yang harus dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI

TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI Bank Dunia memulai proses selama dua tahun untuk meninjau dan memperbaharui (update) kebijakan-kebijakan pengamanan (safeguard)

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Kode Etik PT Prasmanindo Boga Utama

Kode Etik PT Prasmanindo Boga Utama Kode Etik PT Prasmanindo Boga Utama POL-GEN-STA-010-00 Printed copies of this document are uncontrolled Page 1 of 9 Kode Etik PT PBU & UN Global Compact Sebagai pelopor katering di Indonesia, perusahaan

Lebih terperinci

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 4.1 SASARAN DAN ARAHAN PENAHAPAN PENCAPAIAN Sasaran Sektor Sanitasi yang hendak dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut : - Meningkatkan

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

GubernurJawaBarat. Jalan Diponegoro Nomor 22 Telepon : (022) Faks. (022) BANDUNG

GubernurJawaBarat. Jalan Diponegoro Nomor 22 Telepon : (022) Faks. (022) BANDUNG GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, RINCIAN TUGAS UNIT DAN TATA KERJA BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI JAWA BARAT Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

LAMPIRAN DAFTAR ISI. JDIH Kementerian PUPR

LAMPIRAN DAFTAR ISI. JDIH Kementerian PUPR LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 05/PRT/M/2015 TENTANG PEDOMAN UMUM IMPLEMENTASI KONSTRUKSI BERKELANJUTAN PADA PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR BIDANG

Lebih terperinci