BAB I PENDAHULUAN. pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara hukum, sebagai negara hukum berdasarkan pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya sesuai dengan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan hukum berdasarkan pancasila berarti pengakuan & perlindungan hukum berdasarkan Pancasila berarti pengakuan dan perlindungan akan harkat dan martabat manusia atas dasar nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, serta keadilan sosial. 1 Salah satu kebutuhan hidup manusia adalah terpenuhinya rasa aman terhadap diri sendiri secara pribadi maupun terhadap barang-barang miliknya. Seiring dengan perkembangan zaman, Yogyakarta sebagai sebuah kota yang kaya predikat, baik yang berasal dari sejarah maupun potensi yang ada seperti kota perjuangan, kota kebudayaan, kota pelajar, dan kota pariwisata, telah mengalami banyak perubahan. Perubahan yang ada tentunya menimbulkan persoalanpersoalan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Yogyakarta beserta masyarakat yang ada di Yogyakarta. 1 diakses tanggal 27 Mei 2010, Jam WIB

2 2 Meningkatnya berbagai segi kebutuhan kepentingan fasilitas sosial ekonomi seperti : 1. Fasilitas perdagangan, yaitu jumlah pasar, pertokoan, swalayan, mall, dll. 2. Fasilitas pendidikan, yaitu gedung persekolahan. 3. Fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit, klinik, dan tempat-tempat pengobatan. 4. Fasilitas peribadatan, yaitu masjid, mushala, dan gereja atau yang sejenis. 5. Fasilitas kelembagaan yaitu perkantoran baik swasta maupun pemerintah. 6. Fasilitas olahraga. 7. Fasilitas hiburan, seperti gedung bioskop,gedung kesenian, dan gedunggedung pertemuan ataupun perhelatan dan yang sejenis. 2 Transportasi seperti mobil dan motor di Kota Yogyakarta semakin meningkat pesat, dengan semakin pesatnya kendaraan di Kota Yogyakarta maka semakin banyak pula resiko yang terjadi seperti yang saya alami sendiri pada waktu saya memarkir kendaraan ditempat parkir pasar bringharjo, pada saat memarkir kendaraan petugas parkir memberikan karcis sebagai tanda bukti parkir kendaraan. Namun setelah saya tinggal kira-kira selama dua jam saya mendapati bahwa helm saya hilang, kemudian saya mengkonfirmasi kepada petugas parkir bahwa helm saya telah hilang, reaksi dari perugas parkir sangat tidak memuaskan dimana petugas parkir menyatakan bahwa itu bukan tanggung jawabnya karena pada karcis parkir telah tertulis kehilangan atau kerusakan diareal ini bukan tanggung jawab kami. Dengan kata lain seolah-olah petugas parkir lepas 2 Djoko Suryo, Penduduk dan Perkembangan Kota Yogyakarta, Yogyakarta, diakses pada tanggal 28 Mei 2010, Jam WIB.

3 3 tanggung jawab dari kewajibannya karena terdapat klausula baku tersebut. Untuk itu timbulah lembaga penitian barang, sekiranya barang tersebut tidak dapat dibawa karena adanya suatu keperluan tertentu, hal tersebut didasarkan pada suatu perjanjian penitipan barang. Hal ini tentu berkaitan erat dengan adanya parkir. Parkir merupakan peristiwa yang dapat menimbulkan hubungan hukum antara penyelenggara parkir dengan pengguna jasa parkir. Sehingga parkir kendaraan bermotor yang diselenggarakan mempunyai konsekuensi yuridis yang berkaitan dengan hukum perjanjian. Masalah parkir dapat menjadi problema sosial bagi masyarakat di perkotaan. Tempat parkir kendaraan bermotor menjadi sangat penting dan mendesak, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Oleh karena itu, parkir harus mendapat perhatian yang serius, terutama mengenai pengaturannya demi untuk melindungi, khususnya pengguna jasa parkir karena mereka berada pada posisi yang lemah. Menurut Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 17 tahun 2002 tentang Penyelenggara Perparkiran bahwa parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara. Tempat parkir adalah tempat pemberhentian kendaraan di lokasi yang di tentukan, yaitu di tepi jalan umum atau di badan jalan dan fasilitas parkir untuk umum atau tempat parkir di luar badan jalan yang meliputi Tempat Khusus Parkir, tempat parkir tidak tetap, tempat penitipan kendaraan dan garasi kendaraan yang memungut biaya tertentu. Salah satu hal yang paling penting dalam pengelolaan parkir adalah mengenai masalah keamanan kendaraan yang diparkir di tempat parkir. Karena

4 4 tempat parkir yang aman akan menjamin keamanan dan kepuasan bagi pengguna jasa parkir. Pengguna jasa parkir tentunya tidak menginginkan kendaraan yang diparkir mengalami kerusakan akibat dari ulah orang-orang yang tidak bertanggung jawab atau kendaraan yang diparkir tersebut dicuri. Pada saat menerima kertas parkir sebagai tanda bukti para pengguna jasa pasti merasa tenang karena mereka telah beranggapan bahwa dengan menerima karcis parkir tersebut maka kendaraan mereka berada di bawah pengawasan dan tingkat keamanan yang memadahi. Akan tetapi ketenangan itu akan sirna manakala dia mengetahui bahwa kendaraan yang telah diparkir ternyata rusak atau hilang pada saat diparkir. Sehubungan dengan hal tersebut maka timbullah pertanyaan, siapa yang bertanggung jawab terhadap kehilang atau kerusakan kendaraan bermotor yang diparkir di tempat parkir secara syah. Hal ini patut dipertanyakan mengingat dalan karcis tanda parkir kendaraan bermotor yang diberikan pengelola jasa parkir terdapat klausula yang berbunyi, "pengelola tidak bertanggung jawab atas segala kerusakan atau kehilangan barang atau bagian dari kendaraan". Rumusan klausula dalam karcis menunjukan adanya kecenderungan penyelenggara parkir ingin memperkecil bahkan mengalihkan tanggung jawab penggantian kerugian apabila terjadi kehilangan atau kerusakan terhadap kendaraan bermotor yang diparkir. Mereka berlindung dibalik klausula tersebut. Klausula yang tertera pada tanda parkir kendaraan bermotor merupakan klausula baku (eksonerasi). Seringkali konsumen tidak berdaya dengan adanya klausula baku yang dibuat oleh pelaku usaha. Pengguna jasa parkir mempunyai kedudukan yang

5 5 lemah dalam perjanjian parkir karena isi perjanjian ditentukan secara sepihak oleh penyelenggara jasa parkir. Padahal berdasarkan asas kebebasan berkontrak yang tersimpul dalam Pasal 1338 ayat (1), semua perjanjian yang dibuat secara syah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Maka para pihak dimungkinkan untuk membuat perjanjian dengan menentukan sendiri isi perjanjian tersebut, demikian juga dengan bentuknya, bisa dalam bentuk tertulis maupun dalam bentuk tidak tertulis. Setiap orang bebas mengikatkan diri dengan orang lain untuk mengadakan perjanjian. Masalah perlindungan konsumen di Indonesia masih dianggap sesuatu hal yang baru sehingga terdapat kemungkinan bahwa peraturan perundang-undangan ataupun segala sesuatu yang berkaitan dengan pelindungan konsumen belum begitu dipahami oleh segenap lapisan masyarakat. Kalahiran Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat dipandang sebagai upaya perlindungan konsumen dalam rangka penyelesaian masalah-masalah konsumen Indonesia. Secara garis besar Undang-Undang Perlindungan Konsumen melarang adanya usaha yang dapat dapat menimbulkan resiko dan yang merugikan konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa. Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 pentang Perlindungan Konsumen diharapkan dapat melindungi kepentingan konsumen secara integratif dan komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif dimasyarakat. Dalam pengelolaan perparkiran berkaitan dengan hilangnya kendaraan bermotor yang diparkir, konsumen pemanfaat jasa parkir seharusnya mendapat perlindungan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya yang menyangkut hak dan kewajiban

6 6 konsumen. Pemilik kendaraan bermotor telah melaksanakan kewajibannya dengan membayar jasa parkir dan mengunci kendaraannya, maka sudah seharusnya dia menerima haknya sebagai pengguna jasa parkir yang merupakan kewajiban dari penyelenggara jasa parkir untuk bertanggung jawab atas keamanan kendaraan beserta kelengkapannya. Namun tidak dapat disangkal, sebagai hasil kerja buatan manusia terdapat beberapa hal yang kurang sempurna dari undang-undang ini. Sekalipun demikian, undang-undang ini merupakan seluruh kebutuhan rakyat indonesia yang kesemuanya adalah konsumen pemakai, pengguna, dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa. Berdasarkan uraian di atas maka penulis membuat penulisan hukum dengan judul TANGGUNG JAWAB ISS PARKING TERHADAP HILANGNYA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN ADANYA KLAUSULA EKSONORASI DI SAPHIRE SQUARE YOGYAKARTA. B. RUMUSAN MASALAH Dari uraian latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Termasuk dalam perjanjian apakah perjanjian parkir dalam sistem hukum perjanjian di Indonesia? 2. Bagaimanakah pertanggungjawaban penyelenggara parkir swasta terhadap pengguna jasa parkir apabila terjadi kehilangan atau kerusakan terhadap kendaraan yang diparkir?

7 7 C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah : 1. Tujuan obyektif a. Untuk mengetahui termasuk dalam perjanjian apakah perjanjian parkir dalam sistem hukum perjanjian di Indonesia. b. Untuk mengetahui pertanggungjawaban penyelenggara parkir swasta terhadap pengguna jasa parkir apabila terjadi kehilangan atau kerusakan terhadap kendaraan yang diparkir. 2. Tujuan subyektif Tujuan subyektif dilakukannya penelitian ini adalah untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. D. TINJAUAN PUSTAKA Suatu perjanjian akan menimbulkan perikatan dan mengikat para pihak apabila dibuat secara sah. Pasal 1338 (1) KUH perdata menyebutkan : semua perjanjian yang dibuat secara sah mengikat sebagai undang2 bagi mereka yang membuatnya. Pasal ini berisikan asas hukum yang disebutkan asas kebebasan berkontrak, yang berarti setiap orang diberi kebebasan untuk membuat perjanjian dengan siapa saja, isinya apa saja, namanya apa saja. Kata semua menunjukkan perjanjian yang dimaksud tidak hanya perjanjian bernama tetapi juga meliputi

8 8 perjanjian tak bernama. Dalam kata semua tersebut terkandung asas pasrtij autonomie. 3 Selain kebebasan berkontrak, pasal 1338 ini juga memuat asas pacta seunt servanda, yaitu asas yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah mengikat bagi para pembuatnya. Berdasarkan pasal 1320 KUH perdata, syarat sah perjanjian adalah sebagai berikut: 1. Kesepatakan 2. Kecakapan para pihak 3. Objek tertentu 4. Kausa yang halal. Disamping kedua asas tersebut diatas, pasal 1338 KUHPerdata tersebut mengandung asas konsensualisme yaitu asas yang menyatakan bahwa perjanjian itu mengikat setelah adanya kata sepakat atau kesepakatan. Keterikatan para pihak pada perjanjian adalah keterikatan pada isi perjanjian yang ditentukan oleh mereka sendiri. Karena isinya mereka tentukan sendiri maka orang yang sebenarnya terikat pada janjjinya sendiri, janji yang diberikan kepada pihak lain dalam perjanjian. 4 Membuat perjanjian sesuai dengan kehendak para pihak tersebut dibenarkan, meskipun ketentuannya tidak diatur oleh Undang-Undang karena sifat terbukanya buku III KUH perdata. Walaupun Buku III KUH perdata bersifat terbuka dan boleh disimpangi, keharusan untuk tunduk pada pasal 1338 adalah 3 Mariam Darus Badrulzaman, K.U.H. Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, edisi kedua, Ctk. Pertama, Alumni, Bandung, 1996, hlm J.Satrio, Hukum perikatan, Perikatan yang Lahir Dari Perjanjian Buku II, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm.145

9 9 mutlak sifatnya. Karena berdasarkan pasal 1319 KUH perdata,semua perjanjian, baik yang bernama atau tidak, yang tertulis atau tidak, tuntuk pada peraturanperaturan umum yang termuat dalam Bab I dan Bab II buku III KUHPerdata. Bab I buku III KUHPerdata, berisi ketentuan umum tentang perikatan dan karenanya semua yang telah diatur disana berlaku untuk semua perikatan, disamping ketentuan umum dalam Bab II bku III KUH perdata. Karena pasal 1338 termasuk pada ketentuan umum, maka ketentuan di dalamnya harus termaktub dalam jiwa setiap perjanjian. 5 Dalam setiap perjanjian terdapat unsur-unsur yang membentuk perjanjian tersebut. Unsur-unsur itu meliputi tiga hal : 1. Essentialia, yaitu bagian-bagian dari perjanjian yang tanpa itu perjanjian tidak mungkin ada 2. Naturalia, yaitu bagian-bagian yang oleh Undang-Undang ditentukan sebagai peraturan-peraturan yang bersifat mengatur. 3. Accindentalia, yaitu bagian-bagian yang oleh para pihak ditambahkan dalam perjanjian, dimana Undang-Undang tidak mengaturnya. 6 Berkaitan dengan perjanjian standart yang pada masa sekarang ini sering sekali digunakan dan terkadang merugikan, maka beberapa ahli hukum memberikan pendapat mereka : 1. Sutan Remi Sjahdeini Menurut sutan remi sjahdeinim, mengartikan perjanjian standart sebagai perjanjian yang hamper seluruhnya klausula-klausulanya sudah 5 J.Satrio, Hukum Perikatan Perikatan Yang Lahir Dari Undang-Undang, bagian pertama, ctk. Kedua, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm.25 6 R.Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, ctk. Kelima, Bina Cipta, Bandung, 1994, hlm.50

10 10 dibakukan oleh pemakainya dan pihak lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan Mariam Darus Badzulzaman Mariam darus mengartikan perjanjian baku adalah perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. 8 Menurut Mariam Darus perjanjian standart itu dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu : a. Perjanjian baku sepihak adalah perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya didalam perjanjian tersebut. b. Perjanjian baku timbal balik adalah perjanjian baku yang pihakpihaknya terdiri dari pihak majikan(kreditur) dan pihak lainnya buruh(debitur). Kedua belah pihak lazim terikat dalam organisasi misalnya perjanjian buruh kolektif. c. Perjanjian buku yang ditetapkan pemerintah ialah perjanjian baku yang isinya ditentukan pemerintah terhadap perbuatan-perbuatan hukum tertentu. d. Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokat adalah perjanjian-perjanjian yang konsepnya semula sudah disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat yang meminta bantuan. 9 7 Sutan Remi Sjahdeini, Kebebasan dan Perlindungan Yang Seimbang bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit BI, Institut Banking Indonesia, Jakarta, 1993, hlm.76 8 Mariam Darus Badzulzaman, Perjanjian Baku Standart Perkembangannya di Indonesia, Alumni Bandung, 1981, hlm.96 9 Ibid, hlm.99

11 11 Dari pakar ilmu hukum Indonesia terdapat Marian Darus Badzulzaman, ia berpendapat didalam perjanjian baku terdapat pelanggaran terhadap asas kebebasan berkontrak yang didasarkan pada pengertian bahwa pihak konsumen tidak mempunyai kekuatan untuk mengantarkan kehendak dan kebebasannya dalam menentukan isi perjanjian karena itu perjanjian baku ini tidak memenuhi elemen-elemen yang dikehendaki pasal 1320 jo 1338 KUHPerdata dan akibat hukumnya tidak ada. 10 Sedangkan menurut Sutan Remi Sahdeini, masalah keabsahan berlakunya perjanjian baku ini tidak perlu dipersoalkan, apakah perjanjian itu tidak bersifat sebelah dan tidak mengandung klausula yang secara tidak wajar sangat memberatkan bagi pihak lainnya. Sehingga perjanjian itu merupakan perjanjian yang menindas dan tidak adil. Didalam perjanjian baku sering ditemui adanya pencantuman klausula yang membatasi tanggungjawab pelaku usaha atau dikenal dengan kalusula eksonerasi. Berkaitan dengan klausula eksonerasi ini Sutan Remi Sjahdeini mengartikan sebgai klausula yang bertjuan untuk membebaskan atau membatasi tanggungjawab salah satu pihak terhadap gugatan pihak yang lainnya dalam hal yang bersangkutan tidak atau tidak dengan semestinya melakukan kewajibannya yang ditentukan diadalam perjanjian tersebut. 11 Klausula-klausula eksionerasi itu dapat muncul dalam berbagai bentuk, antara lain : 10 Ibid, hlm Sutan Remi Sjahdeini, Op, Cit., hlm.75

12 12 1. Pembebasan sama sekali dari tanggung jawab yang harus dipikul oleh pihaknya apabila terjadi ingkar janji. 2. Pembebasan jumlah ganti rugi yang dapat dituntut. 3. Pembatasan waktu bagi orang yang dirugikan untuk dapat menggugat ganti rugi. 12 Adanya klausula yang dimaksud mengecualikan atau mengesampingkan kewajiban atau tanggung jawab inilah, yang dalam hukum perdata dikenal dengan istilah klausul eksonerasi. Menurut Sudikno Mertokusumo, yang dimaksud dengan klausul eksonerasi adalah pengecualian tanggung jawab atau kewajiban terhadap akibat dari suatu peristiwa, yang menurut hukum yang berlaku seharusnya ditanggung resikonya oleh pihak yang telah mencantumkan klausula tersebut. 13 Disertakannya klausula eksonerasi dalam suatu perjanjian, dikarenakan antara kewajiban dan tanggung jawab yang ada diantara para pihak tidak seimbang. Untuk itu guna mengurangi resiko kemungkinan timbulnya banyak kesalahan, dan untuk mengurangi tanggung jawab dari salah satu pihak, maka dicantumkan klausul eksonarasi tersebut, dengan tujuan untuk pembagian beban resiko secara layak. Dengan demikian terlihatlah bahwa pencantuman klausul eksonerasi tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap hak, kewajiban serta tanggung jawab yang ada diantara pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian penitipan tersebut. 12 Ibid, hlm Sudikno Mertokusumo, Diklat Kapita Selecta Hukum Perdata, Dalam Kelik Wirdiyano, Klausul Eksonerasi Dalam Perjanjian Baku, Gelora Hukum, Nomor V/1994 hlm.10.

13 13 Berkaitan dengan klausula eksonerasi ini, menurut pasal 1337 KUHPerdata ada tiga tolak ukur untuk menentukan apakah klausula atau syaratsyarat dan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian baku dapat berlaku dan mengikat para pihak yaitu Undang-Undang, moral dan ketentuan umum. Sedangkan menurut pasal 1339 KUHPerdata tolak ukurnya adalah kepatutan, kebiasaan dan Undang-Undang. Untuk mengatur perjanjian baku dan klausula eksonerasi, maka dibuatlah Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Adapun mengenai klausula baku, tepatnya pasal 18 ayat 1 yang mengatur larangan pencantuman klausula baku yang syarat-syarat seperti disebutkan pasal 18 ayat 1 tersebut dan pasal 18 ayat 2 mengatur tentang bentuk dan format. Serta penulisan perjanjian baku yang dilarang antara lain klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau dibaca secara jelas. Hal ini menunjukan bahwa pada dasarnya Undang-Undang perlindungan konsumen tidak melarang perjanjian baku yang memuat klausula baku. Sepanjang perjanjian baku dan klausula baku tersebut tidak mencantumkan ketentuan sebagaimana yang dilarang dalam pasal 18 ayat 1 dan tidak berbentuk sebagaimana larangan pasal 18 ayat 1. E. METODE PENELITIAN 1. Objek Penelitian Objek penelitian adalah Pelaksanaan Perjanjian Parkir Dengan Klausula Eksonerasi Antara ISS Parking Sebagai Penyelenggara Parkir Swasta Dengan Pengguna Jasa Parkir Di Saphir Square Yogyakarta

14 14 2. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah manager ISS Parking sebagai pihak penyelenggara parkir swasta 3. Sumber Data a. Data Primer, berupa KUHPerdata, UU No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen b. Data sekunder, data yang diperoleh dari buku-buku atau literature dan perundang-undangan. Data ini digunakan untuk mendukung data primer. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara Adalah tanya jawab langsung terhadap responden yang bersangkutan untuk memperoleh keterangan atau data. b. Studi kepustakaan Penelitian yang dilakukan dengan mempelajari buku-buku, literature, perundang-undangan. c. Pendekatan Penelituan Sudut pandang yang digunakan penulis memahami dan mendekati objek penelitian adalah pendekatan yuridis-normatif, yaitu pendekatan dari sudut pandang ketentuan hukum atau perundang-undangan yang berlaku. d. Analisis Data Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk deskriptif dan analisa secara deskriptif kualitatif, yaitu penganalisaan data untuk

15 15 menggambarkan suatu masalah berikut jawaban atau pemecahannya dengan menggunakan uraian-uraian kalimat yang diperoleh dari data-data kualitatif yang telah disimpulkan. 14 Dan apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, serta perilakunya yang nyata untuk memahami kenenaran, 15 kemudian disusun secara sistematis sehingga akan diperoleh kesimpulan dan pemecahan dari permasalahan tersebut. F. KERANGKA SKRIPSI Dalam skripsi ini, akan dibahas secara sistematis mengenai pelaksanaan perjanjian parkir dengan klausula eksonerasi antara ISS Parking sebagai penyelenggara parkir swasta dengan pengguna jasa parkir di Saphir Square Yogyakarta. Skripsi ini terdiri dari empat bab yaitu : 1. Bab I Pendahuluan, bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian (meliputi: objek penelitian, subjek penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, metode pendekatan dan analisis data) dan kerangka skripsi. 2. Bab II Tinjauan Umum tentang Perjanjian, dan klausula eksonerasi. Bab ini berisi teori-teori pendukung yang diperjelas, dimana bab ini terdiri dari tiga sub bab. Pada sub bab pertama dijelaskan mengenai pengertian perjanjian pada umumnya, unsur-unsur perjanjian, syarat sahnya perjanjian, asas-asas perjanjian. Sub bab kedua berisi 14 Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hlm Soerjono Soekamto, Pengantar penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, UI Pres, Jakarta, 1986, hlm. 250

16 16 penjelasan mengenai pengertian klausula eksonerasi. Sub bab ketiga berisi penjelasan tentang penerapan perjanjian parkir, perjanjian sewa menyewa, wanprestasi, dan akibat hukum dari penerapan perjanjian dengan klausula eksonerasi. 3. Bab III Pelaksanaan perjanjian parkir dengan klausula eksonerasi antara ISS Parking sebagai penyelenggara parkir swasta dengan konsumen sebagai pengguna jasa parkir di Saphir Square Yogyakarta. Pada bab ini penulis akan menyajikan hasil-hasil penelitian dari analisa yang dilakukan penulis, dimana di dalamnya akan dideskripsikan mengenai kedudukan perjanjian parkir jika dikaitkan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, adanya klausula baku dalam karcis parkir dan pertanggung jawaban ISS Parking terhadap konsumen sebagai pihak pengguna jasa parkir swasta di Saphir Square apabila terjadi kehilangan atau kerusakan kendaraan yg diparkir. 4. Bab IV merupakan bab terakhir dalam penulisan ini. Bab keempat merupakan penutup penulisan yang berisi kesimpulan dari keseluruhan penelitian ini. Selain berisi kesimpulan, bab keempat juga berisi saran yang diberikan penulis.

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka pelaksanaan pembangunan nasional harus lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku, meskipun di dalam praktek kehidupan sehari-hari masyarakat tersebut telah membubuhkan tanda tangannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembanganya kerja sama bisnis antar pelaku bisnis. Banyak kerja sama

BAB I PENDAHULUAN. berkembanganya kerja sama bisnis antar pelaku bisnis. Banyak kerja sama BAB I PENDAHULUAN Perjanjian berkembang pesat saat ini sebagai konsekuensi logis dari berkembanganya kerja sama bisnis antar pelaku bisnis. Banyak kerja sama bisnis dilakukan oleh pelaku bisnis dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa BAB I PENDAHULUAN Salah satu perwujudan dari adanya hubungan antar manusia adalah dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa saling percaya satu dengan lainnya. Perjanjian

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian Menurut pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan permasalahan penting yang perlu mendapat perhatian, mengingat perjanjian sering digunakan oleh individu dalam aspek kehidupan. Salah satu

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 35 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Jasa Parkir antara Konsumen pada Chandra Supermarket dan Departement Store Chandra Supermarket dan Departement Store merupakan salah satu pasar swalayan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi menunjukkan capaian yang cukup menggembirakan akhirakhir. persen, sebagaimana tersaji dalam tebel berikut ini.

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi menunjukkan capaian yang cukup menggembirakan akhirakhir. persen, sebagaimana tersaji dalam tebel berikut ini. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dari waktu ke waktu terus melakukan pembangunan untuk mewujudkan negara yang semakin maju, adil, dan sejahtera. Dari berbagai kemajuan yang dicapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya adalah usaha jasa pencucian pakaian atau yang lebih dikenal dengan jasa laundry. Usaha ini banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia semakin berubah, dalam beberapa tahun terakhir perkembangan sistem telekomunikasi di Indonesia sudah demikian pesatnya memberikan dampak yang menyentuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu BAB I PENDAHULUAN Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan, demikianlah

Lebih terperinci

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia pembangunan meningkat setiap harinya, masyarakat pun menganggap kebutuhan yang ada baik diri maupun hubungan dengan orang lain tidak dapat dihindarkan.

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU DAN KONSUMEN: Studi Tentang Perlindungan Hukum dalam Perjanjian Penitipan Barang

NASKAH PUBLIKASI KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU DAN KONSUMEN: Studi Tentang Perlindungan Hukum dalam Perjanjian Penitipan Barang NASKAH PUBLIKASI KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU DAN KONSUMEN: Studi Tentang Perlindungan Hukum dalam Perjanjian Penitipan Barang di Terminal Tirtonadi Surakarta Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi. Barang dan atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dari perekonomian yang modern dapat dilihat dari kebutuhan hidup manusia yang semakin meningkat. Salah satu kebutuhan itu adalah tentang kebutuhan akan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Uraian Teori Beberapa teori akan dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini, yaitu pengertian perjanjian, pembiayaan leasing dan teori fidusia. 2.1.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya tingkat kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya tingkat kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat, saat ini hampir setiap orang dalam satu ruang lingkup keluarga memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyendiri tetapi manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup menyendiri.

BAB I PENDAHULUAN. menyendiri tetapi manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup menyendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring perkembangan dunia usaha saat ini semakin mengalami kemajuan yang sangat pesat. Sehingga Sumber Daya Manusia sebagai pelakunya dituntut untuk menjadi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia merupakan daratan yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta berupa perairan yang terdiri dari sebagian besar laut dan sungai,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA A. Pengertian Perjanjian Kerja Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang majikan. Hubungan kerja menunjukkan kedudukan kedua belah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berjanji atau membuat suatu perjanjian merupakan perbuatan yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI BAB II PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian Perjanjian Jual Beli Perjanjian menurut pasal 1313 KUHPerdata suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : Putu Prasintia Dewi Anak Agung Sagung Wiratni Darmadi Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACK Standard contract is typically made

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI KONTRAK KERJA KONSTRUKSI Suatu Tinjauan Sistematik Hukum dalam Perjanjian Pekerjaan Rehabilitasi Jembatan TUGU antara Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Sragen dengan CV. Cakra Kembang S K R I P

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat dengan tantangan yang semakin kompleks. 1 Peranan perbankan nasional perlu ditingkatkan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan dan kesatuan serta mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam bahaya yang dapat mengancam kepentingannya tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam bahaya yang dapat mengancam kepentingannya tersebut. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong setiap manusia untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingannya masing-masing. Manusia memerlukan bantuan orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memudahkan transportasi. Setelah sampai pada tujuan, kendaraan harus diparkir.

BAB I PENDAHULUAN. memudahkan transportasi. Setelah sampai pada tujuan, kendaraan harus diparkir. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kendaraan tidak terlepas dari parkir. Bagi mereka yang memiliki kendaraan pasti pernah menggunakan sarana parkir. Kendaraan digunakan untuk memudahkan transportasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dalam kehidupan manusia. Rumah sebagai tempat berlindung dari segala cuaca sekaligus sebagai tempat tumbuh kembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dasar berlakunya perjanjian sewa beli adalah Pasal 1338 ayat (1) KUH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dasar berlakunya perjanjian sewa beli adalah Pasal 1338 ayat (1) KUH 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asas Kebebasan Berkontrak Sebagai Dasar Lahirnya Perjanjian Sewa Beli Dasar berlakunya perjanjian sewa beli adalah Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menentukan bahwa

Lebih terperinci

KONSUMEN DAN KLAUSUL EKSONERASI : (STUDI TENTANG PERJANJIAN DALAM APLIKASI PENYEDIA LAYANAN BERBASIS ONLINE)

KONSUMEN DAN KLAUSUL EKSONERASI : (STUDI TENTANG PERJANJIAN DALAM APLIKASI PENYEDIA LAYANAN BERBASIS ONLINE) KONSUMEN DAN KLAUSUL EKSONERASI : (STUDI TENTANG PERJANJIAN DALAM APLIKASI PENYEDIA LAYANAN BERBASIS ONLINE) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I Pada Jurusan Hukum Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis media di Indonesia semakin berkembang pesat. Hal ini karena

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis media di Indonesia semakin berkembang pesat. Hal ini karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bisnis media di Indonesia semakin berkembang pesat. Hal ini karena semakin banyak peluang usaha yang diciptakan. Selain itu orang Indonesia semakin sadar bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman negara Indonesia telah banyak perkembangan yang begitu pesat, salah satunya adalah dalam bidang pembangunan ekonomi yang dimana sebagai

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( ) PENGERTIAN PERJANJIAN KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) (166010200111038) FANNY LANDRIANI ROSSA (02) (166010200111039) ARLITA SHINTA LARASATI (12) (166010200111050) ARUM DEWI AZIZAH

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : I Made Aditia Warmadewa I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Tulisan ini berjudul akibat hukum wanprestasi dalam perjanjian

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN 2.1 Pengertian Perjanjian Buku III KUHPerdata Indonesia mengatur tentang Perikatan, terdiri dari dua bagian yaitu peraturan-peraturan umum

Lebih terperinci

ANALISA YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN SEWA-MENYEWA SAFE DEPOSIT BOX BANK INTERNASIONAL INDONESIA

ANALISA YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN SEWA-MENYEWA SAFE DEPOSIT BOX BANK INTERNASIONAL INDONESIA 1 ANALISA YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN SEWA-MENYEWA SAFE DEPOSIT BOX BANK INTERNASIONAL INDONESIA ASEP ARI FIRMANSYAH, AKHMAD BUDI CAHYONO FAKULTAS HUKUM, PROGRAM KEKHUSUSAN HUBUNGAN SESAMA ANGGOTA MASYARAKAT,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa kata bank berasal dari bahasa Italy banca yang berarti bence yaitu suatu

BAB I PENDAHULUAN. bahwa kata bank berasal dari bahasa Italy banca yang berarti bence yaitu suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank sebagai suatu lembaga keuangan yang berperan dalam perekonomian. Sebagai suatu lembaga yang berperan dalam perekonomian, prinsip kepercayaan merupakan modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meluas dipergunakannya perjanjian baku/perjanjian standar (standard

BAB I PENDAHULUAN. meluas dipergunakannya perjanjian baku/perjanjian standar (standard BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia pada dewasa ini, terlihat gejala semakin banyak dan meluas dipergunakannya perjanjian baku/perjanjian standar (standard contract, standardvoorwaarden)

Lebih terperinci

Asas asas perjanjian

Asas asas perjanjian Hukum Perikatan RH Asas asas perjanjian Asas hukum menurut sudikno mertokusumo Pikiran dasar yang melatar belakangi pembentukan hukum positif. Asas hukum tersebut pada umumnya tertuang di dalam peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, kata rumah menjadi suatu kebutuhan yang sangat mahal, padahal

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN KREDIT BANK DIANA SIMANJUNTAK / D

TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN KREDIT BANK DIANA SIMANJUNTAK / D TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN KREDIT BANK DIANA SIMANJUNTAK / D 101 09 185 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Tinjauan Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Perjanjian Kredit Bank.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM PENGANGKUTAN DI DARAT

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM PENGANGKUTAN DI DARAT BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM PENGANGKUTAN DI DARAT A. Pengirim Barang dan Hubungannya dengan Pengguna Jasa. Pengangkutan merupakan salah satu hal

Lebih terperinci

Azas Kebebasan Berkontrak & Perjanjian Baku

Azas Kebebasan Berkontrak & Perjanjian Baku Azas Kebebasan Berkontrak & Perjanjian Baku Azas Hukum Kontrak sebagaimana ditetapkan oleh BPHN tahun 1989 menyatakan beberapa azas yaitu: - konsensualisme - Keseimbangan - Moral - Kepatutan - Kebiasaan

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

ABSTRAK. Keywords: Tanggung Jawab, Pengangkutan Barang LATAR BELAKANG

ABSTRAK. Keywords: Tanggung Jawab, Pengangkutan Barang LATAR BELAKANG 35 TANGGUNGJAWAB PERUSAHAAN PENGANGKUTAN BARANG ATAS BARANG YANG DIKIRIM MELALUI PERUSAHAAN JASA PENITIPAN BARANG TITIPAN KILAT (TIKI) DI BANDAR LAMPUNG Oleh: Sri Zanariyah Dosen Tetap pada Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka menunjang pembangunan nasional, pembangunan dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan. Atas

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia 69 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan 1. Konsumen pengguna jasa layanan parkir kendaraan bermotor seringkali merasa dirugikan dengan penggunaan klausula baku dalam karcir parkir. Klausula baku yang tercantum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DARI KLAUSULA EKSEMSI DALAM KONTRAK STANDAR PERJANJIAN SEWA BELI

TINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DARI KLAUSULA EKSEMSI DALAM KONTRAK STANDAR PERJANJIAN SEWA BELI TINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DARI KLAUSULA EKSEMSI DALAM KONTRAK STANDAR PERJANJIAN SEWA BELI oleh : Putu Ayu Dias Pramiari Putu Tuni Cakabawa L Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan bisnis tentunya didasarkan pada suatu perjanjian atau kontrak. Perjanjian atau kontrak merupakan serangkaian kesepakatan yang dibuat oleh para pihak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan interaksi satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan antara individuindividu yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 2.1 Perjanjian secara Umum Pada umumnya, suatu hubungan hukum terjadi karena suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian pada hakikatnya sering terjadi di dalam masyarakat bahkan sudah menjadi suatu kebiasaan. Perjanjiaan itu menimbulkan suatu hubungan hukum yang biasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menuntut para pelaku bisnis melakukan banyak penyesuaian yang salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. menuntut para pelaku bisnis melakukan banyak penyesuaian yang salah satu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dunia jelas dapat dibaca dari maraknya transaksi bisnis yang mewarnainya. Pertumbuhan ini menimbulkan banyak variasi bisnis yang menuntut para pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena jumlah jemaah haji dan umroh Indonesia yang sangat besar, melibatkan berbagai instansi

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta. TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta. Perdagangan bebas berakibat meluasnya peredaran barang dan/ jasa yang dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN ANTARA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM DENGAN PELANGGAN AIR MINUM DI KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN ANTARA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM DENGAN PELANGGAN AIR MINUM DI KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN ANTARA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM DENGAN PELANGGAN AIR MINUM DI KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM KONTRAK BAKU JUAL-BELI PERUMAHAN YANG MEMUAT KLAUSULA EKSONERASI WIDHARTO ISHAK / D

TINJAUAN HUKUM KONTRAK BAKU JUAL-BELI PERUMAHAN YANG MEMUAT KLAUSULA EKSONERASI WIDHARTO ISHAK / D TINJAUAN HUKUM KONTRAK BAKU JUAL-BELI PERUMAHAN YANG MEMUAT KLAUSULA EKSONERASI WIDHARTO ISHAK / D 101 10 214 ABSTRAK Pengembang wajib melaksanakan pendirian bangunan sesuai waktu yang telah diperjanjikan

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PENERAPAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PENERAPAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PENERAPAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : Anak Agung Ketut Junitri Paramitha I Nengah Suharta Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN A. Dasar Hukum Memorandum Of Understanding Berdasarkan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea keempat yang berbunyi : Kemudian daripada

Lebih terperinci

BAB IV KLAUSULA BAKU DALAM KARCIS PARKIR

BAB IV KLAUSULA BAKU DALAM KARCIS PARKIR 41 BAB IV KLAUSULA BAKU DALAM KARCIS PARKIR 1. Perjanjian Baku 1.1. Pengertian Perjanjian Janji adalah suatu hal yang amat penting dalam hukum perdata, oleh karena itu hukum perdata banyak mengatur peraturan

Lebih terperinci

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: Ida Bagus Oka Mahendra Putra Ni Made Ari Yuliartini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang bisa memiliki mobil sebagai barang milik pribadi. Rental mobil (persewaan mobil) yang dapat membantu seseorang yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. orang bisa memiliki mobil sebagai barang milik pribadi. Rental mobil (persewaan mobil) yang dapat membantu seseorang yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mobil adalah suatu kendaraan roda empat yang digerakkan dengan tenaga mesin dengan bahan bakar bensin atau solar yang mempunyai bentuk tertentu. Mobil termasuk barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan kemudian dana yang

BAB I PENDAHULUAN. dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan kemudian dana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank sebagai lembaga keuangan adalah badan usaha yang menghlmpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan kemudian dana yang dihimpun tersebut disalurkan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PENGELOLAAN SEWA BANGUNAN HOTEL CAMBRIDGE CONDOMINIUM & SHOPPING MALL

BAB II PERJANJIAN PENGELOLAAN SEWA BANGUNAN HOTEL CAMBRIDGE CONDOMINIUM & SHOPPING MALL BAB II PERJANJIAN PENGELOLAAN SEWA BANGUNAN HOTEL CAMBRIDGE CONDOMINIUM & SHOPPING MALL A. Ketentuan Umun Perjanjian Sewa Menyewa 1. Pengertian perjanjian sewa menyewa M. Yahya Harahap mengemukakan bahwa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan istilah perjanjian bernama (benoemd/nominaat) dan perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan istilah perjanjian bernama (benoemd/nominaat) dan perjanjian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian di Indonesia secara umum ada yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, atau sering disebut dengan istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard contract. Perjanjian baku merupakan perjanjian yang ditentukan dan telah dituangkan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.III/No. 2/Apr-Jun/2015

Lex Privatum, Vol.III/No. 2/Apr-Jun/2015 KEABSAHAN PERJANJIAN BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK DIHUBUNGKAN DENGAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK 1 Oleh: Edi Andika 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana keabsahan

Lebih terperinci

BAB II RUANG LINGKUP LARANGAN PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN YANG DIATUR DALAM PERUNDANG-UNDANGAN

BAB II RUANG LINGKUP LARANGAN PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN YANG DIATUR DALAM PERUNDANG-UNDANGAN BAB II RUANG LINGKUP LARANGAN PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN YANG DIATUR DALAM PERUNDANG-UNDANGAN A. Klausula Eksonerasi Sebagaimana telah disinggung pada latar belakang tentang pencantuman

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KLAUSULA BAKU DALAM KARCIS PARKIR KENDARAAN BERMOTOR (Studi Kasus Dinas Perhubungan Kota Surakarta)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KLAUSULA BAKU DALAM KARCIS PARKIR KENDARAAN BERMOTOR (Studi Kasus Dinas Perhubungan Kota Surakarta) TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KLAUSULA BAKU DALAM KARCIS PARKIR KENDARAAN BERMOTOR (Studi Kasus Dinas Perhubungan Kota Surakarta) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya Dalam bahasa Belanda, perjanjian disebut juga overeenkomst dan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang-undang Hukum

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang-undang Hukum BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata tentang Perikatan, mempunyai sifat sistem terbuka. Maksudnya dalam hukum perikatan/perjanjian

Lebih terperinci