BAB III Kebudayaan Desa Sukahayu Kecamatan Rancakalong Kota Sumedang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III Kebudayaan Desa Sukahayu Kecamatan Rancakalong Kota Sumedang"

Transkripsi

1 BAB III Kebudayaan Desa Sukahayu Kecamatan Rancakalong Kota Sumedang 3.1 Kesejarahan Kota Sumedang Kabupaten Sumedang dahulu mempunyai nama kerajaan Sumedang Larang merupakan salah satu kerajaan Sunda kuno yang cukup besar di propinsi Jawa Barat, Indonesia, bahkan mempunyai wilayah kekuasan yang melebihi wilayah kota Sumedang sekarang. Gambar di bawah merupakan luasan peta kota Sumedang zaman sekarang. GA Gambar 3.1 Peta Kabupaten Sumedang 2002 Sumber : BPLHD Provinsi Jawa Barat, 2002 Menurut Mashuri (2002) sumedang larang mempuyai arti sebagai berikut: Su adalah Bagus Medang adalah Luas Larang adalah Jarang Bandingannya 62

2 Jadi Sumedang Larang mempunyai arti Tanah luas dan bagus yang jarang bandinganana, sehingga pada waktu itu kerajaan Sumedanglarang memiliki otonomi luas untuk menetukan nasibnya sendiri. Kerajaan Sumedang larang sendiri berasal dari kerajaan sunda-padjadjaran yang didirikan oleh Prabu Geusan Ulun Adji Putih atas perintah Prabu Suryadewata sebelum Keraton Galuh dipindahkan ke Padjadjaran, Bogor. Prabu Geusan Ulun Adji Putih sendiri memproklamirkan kekuasaannya pada tahun 1528 dengan batasan wilayah Jawa Barat, namun Banten, Jayakarta dan Cirebon bukan merupakan willayahnya. Nama Sumedang pun mengalami beberapa kali perubahan ini terjadi karena seiring bergantinya kepemimpinan di Sumedang, urutan kepemimpinan di Sumedang, sebagai berikut : 1. Kerajaan Tembong Agung Tembong artinya nampak dan Agung artinya luhur, dipimpin oleh Prabu Guru Adji Putih yang merupakan saudara dari Prabu Sri Baduga Maharaja, yaitu Raja Siliwangi I yang berasal dari keturunan raja-raja Galuh dengan pusat pemerintahaannya di Leuwi Hideung, Darmaja pada tahun 1479 Masehi 2. Himbar Buana Kerajaan ini berada pada tahun yang mempunyai arti menerangi alam, dipimpin oleh Prabu Tadjimalela dengan gelar Tuntang Buana atau Resu Cakrabuana yang merupakan putra dari Prabu Guru Adji Putih. Kerajaan ini kemudian berganti nama pada masa kerajaan Himbar Buana dengan nama menjadi Sumedang Larang. 3. Sumedang Larang Mempunya arti sebagai berikut, Sumedang berasal dari Insun Medal/ Insun Medangan yang berarti aku dilahirkan, dan larang berarti sesuatu yang tidak ada tandingnya. Kerajaan ini dipimpin oleh seorang wanita yang bernama Nyi Mas Ratu Inten Dewata cicit dari Sunan Guling merupakan keturunan raja-raja Sumedang kuno, dengan bergelar Ratu Pucuk Ulum. Ratu Pucuk ulum menikahi 63

3 Pangeran Santri ( ) yang bergelar Ki Gedeng Sumedang, mereka memerintah Sumedang Larang bersama-sama sambil menyebarkan ajaran-ajaran Islamdiwilayah kekuasaannya pada pertengahan abad 16. Pangeran Santri adalah cucu dari Syekh Maulana Abdurahman (Sunan Panjunan) dan cicit dari Syekh Datuk Kahfi, seorang Ulama keturunan Arab Hadramaut yang berasal dari Mekkah dan menyebarkan agama Islam di berbagai penjuru daerah di kerajaan Sunda. Pernikahan Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umun ini melahirkan Prabu Geusan Ulun atau dikenal dengan Prabu Angkawijaya. 4. Sumedang Larang dengan Prabu Geusan Ulun Prabu Geusan Ulun atau Prabu Angkawijaya dinobatkan sebagai Bupati Sumedang I ( M) menggantikan kekuasaan Ayahnya, Pangeran Santri. Yang letaknya di bagian Barat kota, dengan wilayah kekuasaannya meliputi Kuningan, Bandung, Garut, Tasik, Sukabumi (Priangan) kecuali Galuh (Ciamis). Kerajaan Sumedang pada masa Prabu Geusan Ulun mengalami kemajuan yang pesat di bidang sosial, budaya, agama, militer dan politik pemerintahan, wafat pada tahun Sumedang Larang dengan Pangeran Rangga Gempol Kusumadinata Pangeran Rangga Gempol Kusumadinata atau Rangga Gempol I yang dikenal dengan Raden Aria Suradiwangsa menggantikan kepemimpinan ayahnya. Namun, pada saat Rangga Gempol memegang kepemimpinan, pada tahun 1620 M Sumedang Larang dijadikan wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram di bawah Sultan Agung, dan statusnya sebagai 'kerajaan' dirubah menjadi 'kabupaten' olehnya. Hal ini dilakukan sebagai upaya menjadikan wilayah Sumedang sebagai wilayah pertahanan Mataram dari serangan Kerajaan Banten dan Belanda yang sedang mengalami konflik dengan Mataram. Kemudian Sultan Agung memberi perintah kepada Rangga Gempol I beserta pasukannya untuk memimpin penyerangan ke Sampang, Madura. Sedangkan pemerintahan sementara Sumedang Larang diserahkan kepada adiknya, Dipati 64

4 Rangga Gede. Hingga suatu ketika, pasukan Kerajan Banten datang menyerbu dan karena setengah kekuatan militer kabupaten Sumedang Larang dipergikan ke Madura atas titah Sultan Agung, tetapi kekuatan pasukan Banten dapat mengalahkan pasukan Rangga Gede dan tidak mampu menahan serangan pasukan Banten. Rangga Gede mendapatkan kekalahan dan melarikan diri. Kekalahan ini membuat marah Sultan Agung sehingga ia menahan Dipati Rangga Gede, dan pemerintahan selanjutnya diserahkan kepada Dipati Ukur. Sekali lagi, Dipati Ukur diperintahkan oleh Sultan Agung untuk bersama-sama pasukan Mataram untuk menyerang dan merebut pertahanan Belanda di Batavia (Jakarta) yang pada akhirnya menemui kegagalan. Kekalahan pasukan Dipati Ukur ini tidak dilaporkan segera kepada Sultan Agung, diberitakan bahwa ia kabur dari pertanggung jawabannya dan akhirnya tertangkap dari persembunyiannya atas informasi mata-mata Sultan Agung yang berkuasa di wilayah Priangan. Pemberian ampunan dari Sultan Agung membuat Dipati Rangga Gede mendapatkan kekuasaannya kembali untuk memerintah di Sumedang. Sedangkan wilayah Priangan di luar Sumedang dan Galuh (Ciamis) dibagi kepada tiga bagian, yaitu Pertama, Kabupaten Bandung, yang dipimpin oleh Tumenggung Wirangunangun Kedua, Kabupaten Parakanmuncang yang dimpimpin oleh Tanubaya Ketiga, Kabupaten Sukapura yang dipimpin oleh Tumenggung Wiradegdaha/ R. Wirawangsa atau dikenal dengan "Dalem Sawidak" karena mempunyai anak yang sangat banyak. Hingga kini, Sumedang masih berstatus kabupaten sebagai sisa peninggalan konflik politik yang banyak diintervensi oleh Kerajaan Mataram pada masa itu. Adapun artefak sejarah berupa pusaka perang, atribut kerajaan, perlengkapan rajaraja dan naskah kuno peninggalan Kerajaan Sumedang Larang masih dapat dilihat secara umum di Museum Prabu Geusan Ulun, Sumedang letaknya tepat di selatan 65

5 alun-alun kota Sumedang, bersatu dengan Gedung Srimanganti dan bangunan pemerintah daerah setempat. 3.2 Letak Geografis Sumedang Kabupaten Sumedang adalah kabupaten yang berada di sebelah Timur Propinsi Jawa Barat, berada pada 60 40' ' Lintang Selatan dan ' Bujur Timur, berbatasan dengan Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Subang di sebelah Utara, disebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Majalengka, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut dan Kota Bandung. Jarak dari Ibukota Propinsi ± 45 km dan berada di antara jalur dua jalan tujuan wisata yakni Bandung dan Cirebon. Luas wilayah Kabupaten Sumedang mencapai Ha, dengan jumlah penduduk sekitar jiwa yang tersebar di 26 wilayah kecamatan. Kabupaten Sumedang dikenal sebagai daerah agraris dimana sebagian penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Di bidang agama, masyarakat Kabupaten Sumedang merupakan masyarakat religius yang mempunyai sikap toleransi beragama yang cukup tinggi. 3.3 Kebudayaan Kota Sumedang Kehidupan dan Perkembangan Masyarakat Kota Sumedang merupakan kota yang memiliki kebudayaan cukup tinggi dengan budaya atau kepercayaan spritual yang masih melekat dikehidupan masyarakatnya. Melihat perkembangannya kota Sumedang masih mempertahankan budaya yang diwariskan oleh leluhurnya, walaupun sudah masuk budaya modern di kota Sumedang. Dalam beberapa hal, sosial budaya masyarakat kota Sumedang mengalami perubahan dikarenakan masuknya budaya modern dan peraturan dari pemerintah pusat, seperti sistem pemerintahan. Untuk di daerah pedesaan masyarakatnya masih bertani untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, namun untuk masyarakat yang tinggal di perkotaan 66

6 mereka lebih memilih kerja di pabrik-pabrik dan ada beberapa masyarakat yang memilih sebagai profesi pengrajin dan berkesenian untuk mempertahankan ketradisiannya Kepercayaan dan Adat Istiadat Kabupaten Sumedang Kota Sumedang merupakan mayoritas beragama Islam yang sangat taat, ini terbukti dengan para pemimpinnya yang memimpin dan menjalankan pemerintahannya namun tidak meninggalkan ke-islamannya. Masyarakat Sumedang juga masih mempertahankan bahkan masih mempercayainya mengenai beberapa kepercayaan yang mereka percayai dan kepercayaan ini tidak sampai dilanggar dari aturan-aturannya. Kepercayaan mereka beraneka ragam, bahkan ada kepercayaan yang berkaitan dengan agama Hindu, seperti jika ada selamatan yang melahirkan dan meninggal yang tidak biasa dilakukan oleh agama Islam. Beberapa adat istiadat yang masih dianut masyarakat Sumedang seperti yang berkaitan dengan leluhur masih cukup dipertahannkan, biasanya yang berhubungan dengan mitos dan mistis, contohnya barang-barang pusaka yang harus di disimpan dan dikeramati, seperti keris, pakaian bahkan rumah tradisionalnya. Begitupun dengan hari-hari keagamaan di Sumedang sangat terasa religiusnya. Sebagai kota yang mayoritas beragama Muslim, masyarakat Sumedang selalu menjalankan perintah agamanya dengan taat, seperti hari Rayagung. 67

7 Foto 3.1 Perayaan Rayagung di kota Sumedang Sumber: SCTV, 2002 Foto diatas memperlihatkan persiapan para sesepuh adat dan masyarakat Sumedang yang akan melakukan perayaan Rayagung, persiapan ini mempergunakan busur dan anak panah, yang akan digunakan dalam prosesi panahan kasumedangan sebagai bagian dari perayaan Rayagung Akbar. Kegiatan dilakukan dalam penanggalan Islam untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan sang penguasa hidup dan ini juga untuk menghormati para leluhur mereka yang selalu diawali dengan doa Perayaan ini dipimpin oleh sesepuh adat untuk mengucapkan rasa syukur dan terimakasih pada Tuhan yang telah memberikan kehidupan atas limpahan rezeki yang telah diberikan selama setahun ini. Perayaan ini diikuti oleh seluruh umat muslimin di kota Sumedang yang berdatangan dari segala penjuru kota Sumedang. Para sesepuh adat mempersiapkan pula empat keris pusaka perlambangan 4 unsur yang ada di dalam tubuh manusia, yaitu yaitu air, udara, tanah, dan api, yang dilambangkan dengan bendera putih, kuning, hitam dan merah, digelar bersama seluruh pusaka, yang dipercaya berasal dari masa kerajaan Sumedang Larang. 68

8 Foto 3.2 Keris Pusaka Pada acara prosesi panahan tradisional Sumedang Larang, kepada tiga anak sesepuh kampung, sebagai lambang mewariskan tradisi kepada generasi penerus. Memanah dalam pemahaman masyarakat Sumedang Larang, adalah membidik dengan hati. Dimana yang akan mereka bidik dalam panahan tradisional ini, adalah angkara murka, yang dilambangkan oleh patung tokoh hitam dalam mitos pewayangan, Dasamuka. Memanah Dasamuka, bermakna menghancurkan segala angkara murka yang ada di dalam setiap diri manusia. Prosesi Rayagungan akbar masih berlanjut. Jentreng Tarawangsa, sebuah seni tari kuno sarat simbol, yang diiringi alat musik kecapi berdawai 7, serta rebab 2 senar, digelar malam harinya. Tarian ini merupakan sebuah ungkapan terima kasih atas kemakmuran yang telah mereka rasakan selama ini. Setelah pementasan berjalan lebih dari satu jam, barulah muncul inti dari jentreng tarawangsa. Beberapa penari, mulai kesurupan. Inilah saat yang mereka yakini, di mana roh leluhur memasuki raga mereka, dan membimbing menari. Mereka 69

9 percaya, pada saat itu, bukan lagi mereka yang menari, melainkan para leluhur. Hal serupa bisa terjadi pada penonton, yang diajak menari. Puncak acara rayagungan akbar adalah ngagogo. Dalam acara ini, masyarakat adat Sumedang Larang berkumpul di sebuah kolam, sama-sama menangkap ikan dengan tangan kosong, setelah sebelumnya dilakukan ritual yang diiringi senandung pujian. Selain menangkap ikan, aksi saling siram air kolam, serta melumuri badan dengan lumpur pun menjadi bagian dari ngagogo. Tidak seorang pun boleh marah, termasuk pupuhu, bila tubuh mereka disiram air, atau dilumuri lumpur. Ikan yang didapat, nantinya akan dinikmati bersama-sama. Foto 3.3 Acara Puncak Rayagung Ngagogo Sumber: SCTV, 2002 Walaupun Rayagungan akbar sarat dengan kegembiraan, masyarakat adat Sumedang Larang tidak lupa merenung, mendengarkan wejangan sang pupuhu. Wejangan mengenai berbagai peristiwa yang menghadang di masa depan ini, dipercaya merupakan bisikan leluhur mereka. Begitulah masyarakat adat Sumedang Larang. Memegang teguh ajaran Islam. Menjunjung tinggi adat istiadat peninggalan leluhur. Mereka percaya, leluhur adalah mediator bagi doa mereka kepada Tuhan. Kuatnya keinginan mereka untuk 70

10 mengembalikan lagi tali paranti, atau adat istiadat setempat di tengah serbuan budaya asing, menjadikan mereka sebuah komunitas yang berkarakter kuat Kesenian sebagai Budaya Masyarakat Sumedang Upacara kesenian yang dilakukan masyarakat Sumedang merupakan upacara kesenian yang dilandasi kepercayaan warisan dari leluhur. Upacara tersebut antara lain pada waktu menanam padi hingga padi dibawa kelumbung, upacara ini disebut upacara Dewi Sri. Kemudian padi disimpan di Goah untuk didoakan oleh sesepuh adat kampung. Upacara kesenian lain adalah pencak silat yang merupakan upacara bela diri taritarian dengan menggunakan alat-alat musik tradisional, yang biasanya para penari kerasukan para roh leluhur mereka Rumah Tradisional merupakan bagian dari Kebudayaan Masyarakat Sumedang Rumah tradisional di kota Sumedang di bagi berdasarkan dua golongan status yaitu bangsawan dan rakyat biasa. Namun untuk kepercayaan akan ruang kedua rumah ini mempunyai kesamaan kepercayaan dalam menempatkan ruang sebagai kepercayaan. Hanya perbedaan secara bentuk dan struktur untuk membedakan mana rumah bangsawan dan mana rumah rakyat biasa. Pada dasarnya rumah merupakan kebutuhan wujud jasmani dan rohani untuk manusia yang akan menempatkannya nanti. Penulisan Tesis ini lebih menganalisa kepada kajian bentuk rumah tradisional Sunda-Sumedang dan kepercayaan akan lingkup luar dari rumah tradisional tersebut 71

11 Bentuk dari rumah tradisional Sunda lebih mencerminkan akan kesederhanaan masyarakatnya, namun mereka mempunyai kepercayaan adat istiadat dan keagamaan yang sangat kuat dan taat. Didalam rumah tradisional mereka mengelompokan ruang-ruang untuk lelaki, wanita dan penghubung (netral). Begitupun untuk tempat-tempat suci, seperti tempat penyimpanan beras atau padi yaitu Goah 3.4 Kebudayaan Kecamatan Rancakalong Desa yang paling menarik dikunjungi di Sumedang adalah Desa yang menjadi ikon akan kebudayan di Sumedang ini mempunyai banyak seni pertunjukan tradisional dan masyarakat Rancakalong masih mempertahannkannya, desa Sukahayu Kecamatan Rancakalong terletak di 18 km ke sebelah barat Sumedang. Gambar 3.2 Peta Desa Rancakalong Sumber : BPLHD Provinsi Jawa Barat,

12 Foto 3.4 Rumah Kecamatan Rancakalong Foto di atas memperlihatkan rumah tradisional Di Rancakalong sudah tidak lagi asli hampir semuanya telah dirubah baik dari struktur atap maupun dinding, tetapi mereka tidak merubah kesakralan di dalamnya, begitupun dengan arah menghadap rumah yang masih menghadap ke arah sakral (profan). Di Rancakalong setiap musim panen, kita bisa melihat tarian Rengkong (Upacara Adat Ngalaksa yang diiringi dengan Seni tradisional Ngalaksa yang diadakan setiap bulan juni. Upacara Adat Ngalaksa adalah sejenis upacara membawa. padi ke lumbung, rengkong adalah sebuah yoke untuk membawa beras yang berlubang. Di dalam tanan rengkong, yoke dibawa oleh orang-orang sambil berjalan menari ke lumbung padi. Saat mereka berjalan lubang didalam yoke menghasilkan bunyi musik yang memiliki ritme yang sama dengan orang yang berjalan mengikuti bagian upacara tersebut. Masyarakat rancakalong menggelar Upacara Adat Ngalaksa ini selama satu minggu tanpa henti dengan diiringi seni tradisional. 73

13 Upacara Seni Tradisional Ngalaksa di Rancakalong Upacara dan kepercayaan ini dipercayai sejak abad 17 yang bertahan sampai saat ini. Pelaksanaan Upacara Adat Ngalaksa tahun ini sudah disepakati tetua, pemangku, pembina maupun warga adat untuk memulai rangkaian ritual adat yang diawali ritual menumbuk padi yang akan dijadikan adonan makanan yang dilaksanakan pada hari Minggu, mereka juga mempunyai kepercayaan bahwa hari Senin tidak boleh melakukan melakukan kegiatan yang ada hubungannya dengan alam. Ngalaksa merupakan upacara adat yang dilakukan warga adat Rancakalong yang kini sudah menjadi kecamatan dengan lima rurukan yang kini menjadi desa, benar-benar menjaga warisan leluhur yang diperkirakan sudah dilakoni sejak Abad ke-17. Upacara yang tak hanya diwarnai pementasan kesenian jentreng tarawangsa, tapi juga dengan ritual yang penuh makna sebagai penghormatan pada Tuhan YME, alam dan sesama manusia, yang semuanya berpusat kepada dewi segala dewi, yaitu Dewi Sri yang di kalangan masyarakat Sunda dikenal dengan sebutan Sang Hiang Sri atau Nyi Poha Aci.Upacara Ngalaksa biasanya dikaitkan dengan jadwal bersawah yang dimaksudkan untuk menghormati para leluhur yang telah berhasil mempertahankan bibit padi dan rasa syukur atas keselamatan dan rezeki yang dilimpahkan kepada para petani. Upacara Ngalaksa diawali dua minggu sebelumnya dengan dilakukan bewara. Tetua adat memberitahu seluruh tokoh adat mengenai waktu pelaksanaan upacara adat Ngalaksa, setelah bewara disebar langkah selanjutnya dilakukan Ngayu. Dalam bahasa Sunda ngahayu-hayu atau mengajak warga untuk bersama menyiapkan keperluan upacara. Kesanggupan warga untuk melaksanakan upacara ditindaklanjuti melakukan Mera. Suatu bagian dari rangkaian kegiatan berupa membagi-bagi tugas dan bahan yang harus dibawa masing-masing warga rurukan. 74

14 Setelah semua selesai baru ritual Ngalaksa diadakan. Dimulai dari Meuseul Bakal, yaitu prosesi menumbuk padi diiringi rajah atau doa-doa yang dilakukan dari pagi hari hingga baru akan berakhir menjelang tengah hari. Setelah Meuseul Bakal, dilakukan ritual Ngibakan atau Digeulisan. Ritual ini adalah mencuci beras dengan menggunakan air combrang atau kembang laja. Usai ritual Ngibakan atau Ngageulis, beras yang sudah dicuci dimasukan keruangan Pangineuban. Yaitu ruangan yang berada di bangunan panjang disebut bale-bale. Selama tiga hari tiga malam, warga adat melakukan tarian yang diiringi Jentreng Tarawangsa. Didahului oleh penari pria yang biasanya seorang ketua adat sebagai penari pembuka. Jentreng Tarawangsa berlangsung semalam suntuk. Sebuah pagelaran yang hanya diiringi alat musik sederhana, biola purba dua dawai dan jentreng atau kecapi dengan tujuh dawai. Alunan musiknya terasa lamban dan monoton, namun itulah yang membuat pendengar hanyut terbawa alunan musik. Konon, bila salah seorang penari mengalami trance, pertanda Dewi Sri menerima penghormatan mereka. Beras yang disimpan selama tiga hari tiga malam, memasuki hari keempat diambil dan kembali ditumbuk dalam prosesi nipung. Ritual selanjutnya tepung beras diberi bumbu berupa air combrang, kelapa, gula merah dan apu (kapur) sebagai bahan pengawet. Untuk seterusnya dibungkus daun congkok dan kemudian dibagikan kepada seluruh warga adat. (Sumber : Sesepuh Desa Rancakalong, Ki Ikarmita sesepuh adat) Upacara Seni Tarawangsa Ada beberapa kepercayaan bahwa Seni Tarawangsa berasal dari Mataram kirakira abad XV. Karena pada waktu itu Sumedang di bawah pemerintahan kerajaan Mataram, kemudian para sesepuh Desa Rancakalong mengajukan permohonan kepada Raja Mataram untuk diberikan alat-alat kesenian yang dapat digunakan sehabis panen. 75

15 Foto 3.5 Upacara Seni Tarawangsa Sumber Yayasan Trimulya,2001 Kemudian Raja memberikan dua buah alat kesenian, yaitu Tarawangsa berkawat dua dan sebuah kecapi yang berkawat tujuh. Seni Tarawangsa disebut juga Seni Jentreng yang menginduk pada suara kecapi. (Sumber Yayasan Trimulya, 2001) Upacara Bubur Suro Sebelum melakukan upacara Manci semua masyarakat berkumpul termasuk para sesepuh adat, kemudian sesepuh adat melakukan ritual guna meminta izin dimulainya pelaksanaan upacara adat Bubur Suro, para masyarakat mengumpulkan seluruh umbi-umbian dan buah-buahan Setelah prosesi "Manci" oleh panitia semua barang dipilah-pilah. Bahan yang akan dijadikan bubur di kupas yang melibatkan hampir seluruh warga Desa. Sisa bahan lainnya di rebus untuk dijadikan bintana atau buah ayunan, buah dan umbi yang nantinya digantung dengan tali terbuat dari janur kuning dirangkai mengelilingi Balanongan tempat tungku untuk membuat bubur dibuat. Foto 3.6 Upacara Bubur Suro (Sumber Yayasan Trimulya, 2001) 76

16 Sementara sebagian buah dan umbi lainnya dimasak dan dibuat sayur untuk dimakan siang dan malam menjelang acara Bubur Suro. "Makanan yang dimasak nantinya dibagikan ke warga yang membantu dan mengikuti prosesi pagelaran seni buhun Tarawangsa malam hingga dini hari nanti. 3.5 Kebudayaan Masyarakat Sunda Desa Sukahayu Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang. Desa sukahayu Gambar 3.3 Peta Desa Sukahayu Desa Sukahayu terletak sekitar 10 KM dari kecamatan Rancakalong dan sekitar 28 KM dari kota Sumedang. Mata pencaharian masyarakatnya petani dan ladang, masyarakat desa Sukahayu merupakan masyarakat peladang yang bercocok tanaman pada kontur yang tinggi, namun dengan masuknya budaya moderen pekerjaan bercocok tanaman mulai tidak dilakukan oleh penerus (generasi muda), para generasi muda lebih memilih ke kota besar untuk mencari pekerjaannya. Desa Sukahayu mempunyai tanah yang subur dan dialiri oleh kali cisaramo, beberapa masyarakat desa Sukahayu masih memegang upacara-upacara tradisi walaupun masyarakat desa Sukahyu beragama Islam yang taat. Beberapa kepercayaan yang masih dilaksanakan setiap tahunnya, yaitu : 77

17 Upacara panen padi (pare), upacara ini dilaksanakan untuk mengucapkan rasa terimakasih kepada Dewi Sri. Upacara Sunat pada anak-anak. Kedua upacara di atas masih dilaksanakan secara turun-menurun hingga sekarang. 3.6 Tipologi Tapak Desa Sukahayu Kecamatan Rancakalong Pemukiman penduduk Desa Sukahayu Kecamatan Rancakalong menunjukan pola menyebar dengan mengikuti kontur tanah yang rata dari ketinggian tanah tertentu, antara rumah satu dengan yang lainnya berjauhan dan tidak memiliki halaman depan. Sawah dan ladang masyarakat desa Sukahayu terletak agak jauh dari rumah-rumah mereka dan menyebar mengikuti kontur tanah. Foto 3.7 Pemukiman Desa Sukahayu Masyarakat desa Sukahayu merupakan masyarakat peladang yang menanam dan mengembangkan padi serta menanam tanaman lain yaitu, pisang, kayu alba dan sayur-sayuran. Fenomena ini dapat menjelaskan bahwa masyarakat desa Sukahayu merupakan masyarakat pola tiga dengan menanam beberapa macam tanaman dan tidak tergantung dengan alam, melainkan memproduksi untuk hidup dari hasil alam. 78

18 Foto 3.8 Salah Satu Sudut Tempat Masyarakat Desa Sukahayu Kebutuhan air bersih penduduk diperoleh dari mata air yang terdapat di bawah pemukiman, sumber mata air ini berupa sumuran dan mengeluarkan air yang sangat jernih. Kemudian masyarakat membangun tempat mandi bersama (umum) di dekat mata air tersebut. Di samping tempat mandi umum terdapat mushola alit (kecil), untuk mencapai tempat bersama harus turun ke lebak sekitar 2 KM dari pemukiman Penduduk. Selain itu rumah-rumah desa Sukahayu pada umumnya telah dilengkapi kamar mandi atau jamban maka kebutuhan air dialirkan ke rumah-rumah penduduk melalui selang-selang plastik atau bambu yang ditampung oleh bak-bak mandi dan drum. Tetapi untuk rumah tradisional yang sudah tidak asli, mereka membuat kamar mandi dengan dinding bata merah. Foto 3.9 Tampak Samping Kiri Tempat Mandi Umum dan Mushola Alit Desa Sukahayu 79

19 Foto 3.10 Tampak Samping Kanan Tempat Mandi Umum dan Mushola Alit Desa Sukahayu Foto 3.11 Arah Ke Tempat Mandi Umum dan Mushola Alit Desa Sukahayu 80

20 Gambar 3.4 Potongan Tapak Mandi Umum dan Mushola Alit Desa Sukahayu Foto 3.12 Jamban Masyarakat Desa Sukahayu 81

21 Foto 3.13 Kamar Mandi Rumah Tradisional yang Sudah Moderen di Desa Sukahayu Di desa Sukahayu terdapat pemakaman umum yang bersatu dengan makam karuhun, letak pemakaman bersebelahan dengan balai adat (kantor kelurahan) dan mempunyai akses masuk lebih tinggi dari sirkulasi jalan penduduk. Letak pemakaman sekitar 3 KM dari tempat pemukiman dengan letak site di bawah pemukiman penduduk. Gambar 3.5 Site Plan Area Pemakaman Desa Sukahayu 82

22 Gambar 3.6 Potongan Melintang Site Plan Area Pemakaman Desa Sukahayu Foto 3.14 Pemakaman Karuhun Desa Sukahayu 83

23 Foto 3.15 Arah Jalan Pemakaman Desa Sukahayu Beberapa masyarakat desa Sukahayu masih mempercayai adanya goib dari karuhun mereka, dihari-hari tertentu mereka membuat sesajen dan menyuguhkannya di makam-makam para leluhur mereka, beberapa masyarakat desa Sukahayu merupakan masyarakat peladang yang peramu, karena merekapun beragam Islam yang sangat taat pada aturan-aturan agamanya. Di desa Sukahayu masih percaya akan tabu di hari tertentu, seperti berikut ini : Teu meunang nuar kai poe rebo ( tidak boleh memotong kayu pada hari rabu) Teu meunang meuli atawa nyokot beas ti na poe senen ( tidak boleh beli beras dan menggambil beras pada hari senin) kadang sebagian masyarakat setempat percaya bahwa hari senin merupakan hari kelahiran Dewi Sri/nyai Pantang bulan jeung pantang poe ( larangan di bulan tertentu atau di hari tertentu ) biasanya pantangan ini digunakan untuk membangun rumah 84

24 karena pada pembangunan rumah harus dilihat hari baiknya. Di desa Rancakalong pembangunan rumah biasanya dapat dilakukan satu tahunnya tiga kali itupun harus ada ijin dari kuwu Kudu nyebut punten manawi ngalangkungan kuburan ( harus permisi jika melewati kuburan ) Teu meunang ngalangkahan tumpeng manawi keur aya upacara ( tidak boleh melangkahi nasi tumpeng jika ada upacara ) nasi tumpeng biasanya di sediakan juga jika ada acara selametan rumah baru. Teu meunang najong duwegan ( tidak boleh menendang duwegan ) masyarakat tardisi percaya bahwa duwegan ( kelapa ) di pakai untuk keperluan sesajen kepada leluhur ( karuhun ) Teu meunang nincak hawu ( tidak boleh menginjak hawu) hawu adalah tempat perapian. Teu meunang nincak awi jang anu di beuleum ( tidak boleh menginjak kayu bakar yang untuk memasak ) Teu meunang ngomong sompral ( tidak boleh berbicara sembarangan ) Teu meunang ngaheot peuting ( tidakboleh bersiul malam hari ) masyarakat percaya jika bersiul dimalem hari akan di datangi oleh neneknenek atau aden-aden Teu meunang nyiduh, kahampangan atawa kabeuratan ditempat keramat ( tidak boleh meludah, kencing atau buang air besar di tempat keramat / tempat yang dianggap suci ) Teu meunang ngadambel bumi ku tembok, suhunan ku genteng namung keudah ku kiray atanapi ku injuk ( tidak boleh membangun rumah oleh dinding tembok atau atap oleh genteng tetapi harus sam injuk ).Tabu ini sudah mulai tidak dilaksanakan ini dapat terlihat dengan rumah-rumah hasil foto di lapangan oleh penulis tahun 2005 dan sebetulnya tabu disini dipercaya bahwa genting terbuat dari tanah jika suatu rumah dibangun oleh atap genteng atau dinding tembok berarti tempatnya melebihi batas kepala manusia sama artinya manusia berada didalam tanah kubur. 85

25 Lalaki teu meunang ka goah ( lelaki tidak boleh ke tempat penyimpanan padi / goah ) Mengenai srata sosial di desa Sukahayu, mereka masih mempercayai bahwa orang yang mempunyai keturunan langsung dari karuhun baru bisa diangkat jadi sesepuh adat (Kuwu). Kuwu di desa Sukahayu dianggap orang paling pintar yang memiliki kemampuan dan pengetahuan yang nyata maupun spiritual. Peran Kuwu sangat jelas dalam acara-acara adat atau kegiatan-kegiatan yang diadakan di desa Sukahayu, misalnya acara perkawinan, sunatan sampai acara pengangkatan kepala desa Sukahayu. Namun selain Kuwu, ada lapisan sosial lain yang dianggap mempunyai peran, yaitu para ulama dan orang kaya (tuan tanah) di desa Sukahayu. Kaum ulama dianggap orang yang paling pintar mengenai keagamaan dan orang kaya dianggap orang yang bisa memberikan pekerjaan duniawi. 3.7 Rumah Tradisional Desa Sukahayu Desa Sukahayu memiliki rumah tradisional dan rumah tradisional yang sudah mengalami perubahan secara arsitektural. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan rumah-rumah di desa Sukahyu tidak memiliki serata sosial, sangat berbeda dengan rumah-rumah di Kota Sumedang yang masih kental dengan perbedaan serata sosial. 86

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tari Putri Asrini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tari Putri Asrini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panjalu merupakan sebuah kecamatan yang terletak di Ciamis Utara. Secara geografis Panjalu mempunyai luas wilayah sebesar 50,60 Km² dengan jumlah penduduk 46.991

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman budaya yang melimpah. Kebudayaan ini diwariskan turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kebudayaan

Lebih terperinci

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II BUKU CERITA BERGAMBAR SEJARAH KEARAJAAN SUMEDANG LARANG

BAB II BUKU CERITA BERGAMBAR SEJARAH KEARAJAAN SUMEDANG LARANG BAB II BUKU CERITA BERGAMBAR SEJARAH KEARAJAAN SUMEDANG LARANG 2.1 Media Informasi 2.1.1 Media Firsan, (2009) menyatakan Media merupakan saluran penyampaian pesan dalam komunikasi antar manusia (h. 204).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kesenian pada dasarnya muncul dari suatu ide (gagasan) dihasilkan oleh manusia yang mengarah kepada nilai-nilai estetis, sehingga dengan inilah manusia didorong

Lebih terperinci

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN Oleh : Ade Reza Palevi program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa aderezahidayat@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berlatar belakang sejarah Kota Sumedang dan wilayah Sumedang, yang berawal dari kerajaan Sumedang Larang yang didirikan oleh Praburesi Tajimalela (kurang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. [Type text] BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping Revitalisasi Kota Tua Jakarta pembahasan yang didasarkan pemikiran yang menggunakan semiotika signifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makam yang merupakan tempat disemayamkannya Ngabei Loring Pasar

BAB I PENDAHULUAN. makam yang merupakan tempat disemayamkannya Ngabei Loring Pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makam Kotagede atau sering disebut juga dengan Sargede adalah sebuah makam yang merupakan tempat disemayamkannya Ngabei Loring Pasar Sutawijaya, pendiri kerajaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kesenian Angklung Buncis merupakan kesenian turun temurun yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kesenian Angklung Buncis merupakan kesenian turun temurun yang 115 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. B. Kesimpulan Kesenian Angklung Buncis merupakan kesenian turun temurun yang diwariskan oleh para leluhur kepada masyarakat kampung adat cireundeu. Kesenian Angklung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu

Lebih terperinci

BAB IV Rumah Tradisional Sunda Desa Sukahayu Kecamatan Rancakalong Sumedang dalam Perspektif Ilmu Arsitektur Tradisional dan Kepercayaan

BAB IV Rumah Tradisional Sunda Desa Sukahayu Kecamatan Rancakalong Sumedang dalam Perspektif Ilmu Arsitektur Tradisional dan Kepercayaan BAB IV Rumah Tradisional Sunda Desa Sukahayu Kecamatan Rancakalong Sumedang dalam Perspektif Ilmu Arsitektur Tradisional dan Kepercayaan 4.1 Rumah Tradisional Sunda Desa Sukahayu dalam Perspektif Ilmu

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian mengenai Tinjauan Filsafat Nilai Max Scheler terhadap Tarian

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian mengenai Tinjauan Filsafat Nilai Max Scheler terhadap Tarian BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian mengenai Tinjauan Filsafat Nilai Max Scheler terhadap Tarian Rakyat Ebleg Kebumen, dapat diambil kesimpulan berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian sebagai

Lebih terperinci

SEJARAH KOTA BANDUNG. AGUS MULYANA Universitas Pendidikan Indonesia

SEJARAH KOTA BANDUNG. AGUS MULYANA Universitas Pendidikan Indonesia SEJARAH KOTA BANDUNG AGUS MULYANA Universitas Pendidikan Indonesia A. Asal Nama Bandung Banding/Ngabanding -------- berdampingan/berdekatan Bandeng/Ngabandeng --- sebutan untuk genangan air yang luas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara yang kaya akan seni dan budaya. Setiap daerah yang terbentang dari setiap pulau memiliki keunikan tersendiri, terutama pada seni tradisional

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Ronggeng Kaleran Dalam Upacara Adat Nyuguh di Kampung Adat Kuta Ciamis dapat disimpulkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih banyak memperlihatkan unsur persamaannya, salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. masih banyak memperlihatkan unsur persamaannya, salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dan kebudayaan yang masih banyak memperlihatkan unsur persamaannya, salah satunya adalah suku

Lebih terperinci

yang masih dipertahankan di suku Jawa adalah Ritual Bulan suro.

yang masih dipertahankan di suku Jawa adalah Ritual Bulan suro. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia adalah sebagai sebuah Negara yang besar terkenal dengan keanekaragaman suku dan kebudayaan. Kepulauan Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke

Lebih terperinci

2015 POLA PEWARISAN NILAI DAN NORMA MASYARAKAT KAMPUNG KUTA DALAM MEMPERTAHANKAN TRADISI

2015 POLA PEWARISAN NILAI DAN NORMA MASYARAKAT KAMPUNG KUTA DALAM MEMPERTAHANKAN TRADISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ciamis adalah sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten ini berada di Tenggara Jawa Barat yang berbatasan dengan Kabupaten Majalengka,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kelurahan Sindangkasih adalah kearifan lokal budaya yang masih tersisa di

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kelurahan Sindangkasih adalah kearifan lokal budaya yang masih tersisa di BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Seni tradisi Gaok di Majalengka, khususnya di Dusun Dukuh Asem Kelurahan Sindangkasih adalah kearifan lokal budaya yang masih tersisa di wilayah tersebut. Berbeda dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang terdiri dari banyak suku, bangsa, adat istiadat, agama, bahasa, budaya, dan golongan atas dasar

Lebih terperinci

TOKOH PENYIAR AGAMA ISLAM BERIKUT WILAYAHNYA ENCEP SUPRIATNA

TOKOH PENYIAR AGAMA ISLAM BERIKUT WILAYAHNYA ENCEP SUPRIATNA TOKOH PENYIAR AGAMA ISLAM BERIKUT WILAYAHNYA ENCEP SUPRIATNA WILAYAH BANTEN Menurut berita dari Tome Pires (1512-1515) menyebutkan bahwa di daerah Cimanuk, kota pelabuhan dan batas kerajaan Sunda dan Cirebon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sudah dilanda dengan modernitas. Hal ini menyebabkan kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sudah dilanda dengan modernitas. Hal ini menyebabkan kebudayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian mengenai partisipasi masyarakat dalam perayaan tradisi masih menjadi topik yang menarik untuk dikaji, mengingat saat ini kehidupan masyarakat sudah dilanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upacara Adat Pencucian Pusaka Nyangku merupakan suatu upacara

BAB I PENDAHULUAN. Upacara Adat Pencucian Pusaka Nyangku merupakan suatu upacara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upacara Adat Pencucian Pusaka Nyangku merupakan suatu upacara pembersihan benda-benda pusaka peninggalan leluhur masyarakat Panjalu. Upacara yang ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual bersih desa Mandhasiya (yang selanjutnya disebut RBDM) merupakan ritual bersih desa yang dilaksanakan setiap tujuh bulan sekali pada Wuku Mandhasiya (terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara kepulauan yang berada di garis khatulistiwa dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian sebagai salah satu unsur dari perwujudan kebudayaan bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian sebagai salah satu unsur dari perwujudan kebudayaan bangsa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian sebagai salah satu unsur dari perwujudan kebudayaan bangsa, memiliki nilai-nilai dan prinsip-prinsip luhur yang harus di junjung tinggi keberadaannya. Nilai-nilai

Lebih terperinci

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat Sunda Ciamis mempunyai kesenian yang khas dalam segi tarian yaitu tarian Ronggeng Gunung. Ronggeng Gunung merupakan sebuah bentuk kesenian tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya dengan ragam kebudayaan. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada akhirnya dapat membangun karakter budaya

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada akhirnya dapat membangun karakter budaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian tradisional pada akhirnya dapat membangun karakter budaya tertentu. Sebuah pernyataan tentang kesenian Jawa, kesenian Bali, dan kesenian flores, semuanya

Lebih terperinci

2016 LIMBAH KAYU SEBAGAI BAHAN CINDERAMATA SITU LENGKONG PANJALU CIAMIS

2016 LIMBAH KAYU SEBAGAI BAHAN CINDERAMATA SITU LENGKONG PANJALU CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Seni rupa sebagai ciptaan manusia senantiasa dikembangkan di setiap zaman dan tempat yang berbeda, hal itu akibat semakin meningkatnya kebutuhan manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian Ziarah merupakan istilah yang tidak asing di masyarakat. Ziarah adalah salah satu bentuk kegiatan berdoa yang identitik dengan hal yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS. merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS. merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS 2.1 Identifikasi Kecamatan Batang Kuis, termasuk di dalamnya Desa Bintang Meriah, merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian merupakan salah satu bentuk kebudayaan manusia. Setiap daerah mempunyai kesenian yang disesuaikan dengan adat istiadat dan budaya setempat. Jawa Barat terdiri

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Pagaruyung. Kesimpulan yang dapat diambil dari latar belakang kerajaan Pagaruyung adalah, bahwa terdapat tiga faktor yang

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berisi mengenai simpulan yang dikemukakan penulis sebagai analisis hasil temuan dalam permasalahan yang di kaji.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sumedang memang dikenal memiliki beraneka ragam kesenian tradisional berupa seni pertunjukan yang biasa dilaksanakan dalam upacara adat daerah, upacara selamatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sesuai dengan berkembangnya zaman, kita perlu tahu tentang sejarahsejarah perkembangan agama dan kebudayaan di Indonesia. Dengan mempelajarinya kita tahu tentang sejarah-sejarahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dengan banyak suku dan budaya yang berbeda menjadikan Indonesia sebagai bangsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau yang tentunya pulau-pulau tersebut memiliki penduduk asli daerah yang mempunyai tata cara dan aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumedang merupakan kota yang kaya akan kebudayaan, khususnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sumedang merupakan kota yang kaya akan kebudayaan, khususnya dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumedang merupakan kota yang kaya akan kebudayaan, khususnya dalam bidang kesenian daerah. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap daerah di Sumedang memiliki ragam kesenian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pariwisata terjadi karena adanya gerakan manusia di dalam mencari sesuatu yang belum di ketahuinya, menjelajahi wilayah yang baru, mencari perubahan suasana,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Mitos memang lebih dikenal untuk menceritakan kisah-kisah di masa

BAB IV ANALISIS. Mitos memang lebih dikenal untuk menceritakan kisah-kisah di masa BAB IV ANALISIS A. Mitos Sanja Kuning dalam Sejarah Mitos memang lebih dikenal untuk menceritakan kisah-kisah di masa lampau. Kisah-kisah tersebut biasanya dianggap sebagai warisan orang-orang zaman dahulu.

Lebih terperinci

2016 KAJIAN BENTUK D AN MAKNA KERIS ARTEFAK PUSAKA SITUS MAKAM PANJANG KARAWANG

2016 KAJIAN BENTUK D AN MAKNA KERIS ARTEFAK PUSAKA SITUS MAKAM PANJANG KARAWANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pantai utara atau dikenal dengan akronim Pantura Jawa Barat merupakan bentangan wilayah yang memiliki banyak keunikan, baik dari segi geografis, kesenian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

Prosesi Dan Makna Simbolik Upacara Tradisi Wiwit Padi di Desa Silendung Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo

Prosesi Dan Makna Simbolik Upacara Tradisi Wiwit Padi di Desa Silendung Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo Prosesi Dan Makna Simbolik Upacara Tradisi Wiwit Padi di Desa Silendung Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo Oleh: Murti Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Murti_tinah@yahoo.com.id Abstrak:

Lebih terperinci

Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen

Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen Oleh: Heira Febriana Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Febrianahera@gmail.com Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

Gaya Arsitektur Masjid Kasunyatan, Masjid Tertua di Banten

Gaya Arsitektur Masjid Kasunyatan, Masjid Tertua di Banten SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Gaya Arsitektur Masjid Kasunyatan, Masjid Tertua di Banten Alya Nadya alya.nadya@gmail.com Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan

Lebih terperinci

Cagar Budaya Candi Cangkuang

Cagar Budaya Candi Cangkuang Cagar Budaya Candi Cangkuang 1. Keadaan Umum Desa Cangkuang Desa Cangkuang terletak di Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Desa Cangkuang dikelilingi oleh empat gunung besar di Jawa Barat, yang antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumedang larang merupakan sebuah kerajaan yang dipercaya oleh Kerajaan Padjajaran untuk meneruskan pemerintahan di tatar Sunda setelah Kerajaan Padjajaran terpecah.

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 11 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Taman Nasional Gunung Halimun Salak 3.1.1 Sejarah, letak, dan luas kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan

Lebih terperinci

SENI TRADISI UJUNGAN PADA MASYARAKAT DESA GUMELEM WETAN KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN BANJARNEGARA

SENI TRADISI UJUNGAN PADA MASYARAKAT DESA GUMELEM WETAN KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN BANJARNEGARA SENI TRADISI UJUNGAN PADA MASYARAKAT DESA GUMELEM WETAN KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN BANJARNEGARA Oleh : Desy Dwijayanti program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Cahyo_desy@yahoo.com Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberagaman dalam budaya Indonesia tercermin pada bagian budayabudaya lokal yang berkembang di masyarakat. Keragaman tersebut tidak ada begitu saja, tetapi juga karena

Lebih terperinci

BAB II. KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten

BAB II. KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten BAB II KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga, yang terdapat komunitas Islam Aboge merupakan ajaran Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dalam artian bahwa sesungguhnya manusia hidup dalam interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) JURNAL SKRIPSI MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) SKRIPSI Oleh: DESI WIDYASTUTI K8409015 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuyun Yuniati, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuyun Yuniati, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan kebudayaan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Kebudayaan tidak akan tercipta jika tidak ada manusia yang melestarikanya, karena manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia terdapat berbagai macam suku bangsa. Hal itu menjadikan Indonesia negara yang kaya akan kebudayaan. Kesenian adalah salah satu bagian dari kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi dialihkan oleh Kerajaan Sunda/Pajajaran kepada Kerajaan Sumedanglarang. Artinya, Kerajaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukannya setiap budaya yang dimunculkan dari masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. pembentukannya setiap budaya yang dimunculkan dari masing-masing daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan Indonesia memiliki ragam suku dan budaya, dalam proses pembentukannya setiap budaya yang dimunculkan dari masing-masing daerah memiliki nilai sejarah. Pembentukan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Taman Nasional Gunung Halimun Salak 4.1.1. Sejarah, Letak, dan Luas Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan Surat Keputusan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan kesimpulan dan saran sebagai berikut: A. KESIMPULAN 1. Kesimpulan umum Budaya tolak bala masih tetap dipertahankan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Selain merubah status seseorang dalam masyarakat, pernikahan juga merupakan hal yang

Lebih terperinci

Tari Piring Salah Satu Seni Budaya Khas Minangkabau

Tari Piring Salah Satu Seni Budaya Khas Minangkabau Tari Piring Salah Satu Seni Budaya Khas Minangkabau Indonesia memiliki beragam tradisi dan budaya, dimana setiap propinsi dan suku yang ada di Nusantara, memiliki tradisi dan budaya masing-masing, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan bangsanya. Sebagai bangsa yang heterogen, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah suatu peristiwa sosial yang mempunyai tenaga kuat sebagai sarana kontribusi antara seniman dan penghayatnya, ia dapat mengingatnya, menyarankan,

Lebih terperinci

Sistem konstruksi Masjid Paljagrahan menggunakan menggunakan lantai berbentuk

Sistem konstruksi Masjid Paljagrahan menggunakan menggunakan lantai berbentuk Gambar 16. Sketsa Perspektif Masjid Paljagrahan di Cireong, Cirebon Sistem konstruksi Masjid Paljagrahan menggunakan menggunakan lantai berbentuk dengah persegi dengan pembagian ruang sama dengan yang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK. Sungai Apit Kabupaten Siak yang memiliki luas daerah 300 Ha.

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK. Sungai Apit Kabupaten Siak yang memiliki luas daerah 300 Ha. BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK A. Letak Geografis dan Demografis 1. Geografis Desa Teluk Batil merupakan salah satu Desa yang terletak di Kecamatan Sungai Apit

Lebih terperinci

BENTUK, MAKNA, DAN FUNGSI PERTUNJUKAN KUDA LUMPING TURONGGO TRI BUDOYO DI DESA KALIGONO KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO

BENTUK, MAKNA, DAN FUNGSI PERTUNJUKAN KUDA LUMPING TURONGGO TRI BUDOYO DI DESA KALIGONO KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO BENTUK, MAKNA, DAN FUNGSI PERTUNJUKAN KUDA LUMPING TURONGGO TRI BUDOYO DI DESA KALIGONO KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO Oleh : Dewi Kartikasari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TRADISI SURAN DI MAKAM GEDIBRAH DESA TAMBAK AGUNG KECAMATAN KLIRONG KABUPATEN KEBUMEN

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TRADISI SURAN DI MAKAM GEDIBRAH DESA TAMBAK AGUNG KECAMATAN KLIRONG KABUPATEN KEBUMEN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TRADISI SURAN DI MAKAM GEDIBRAH DESA TAMBAK AGUNG KECAMATAN KLIRONG KABUPATEN KEBUMEN Oleh: Tanti Wahyuningsih program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa wahyutanti546@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal memiliki warisan budaya yang beranekaragam. Keanekaragaman budayanya itu tercermin

Lebih terperinci

Tradisi Membangun Arsitektur Tradisional Folajiku Sorabi, Tidore Kepulauan

Tradisi Membangun Arsitektur Tradisional Folajiku Sorabi, Tidore Kepulauan TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Tradisi Membangun Arsitektur Tradisional, Tidore Kepulauan Sherly Asriany Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Khairun. Abstrak Kebudayaan membangun dalam arsitektur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Jepang terdapat bermacam-macam budaya, salah satunya adalah olahraga. Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki ketertarikan tinggi terhadap suatu olahraga.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dilihat dari keterlibatan generasi mudanya. Berpijak dari hal tersebut, maka

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dilihat dari keterlibatan generasi mudanya. Berpijak dari hal tersebut, maka 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses pewarisan seni budaya oleh berbagai komunitas budaya sangat memberikan arti penting dalam pengembangan kesenian Jawa Barat, dan ini dapat dilihat dari

Lebih terperinci

berbentuk persegi panjang yaitu memanjang dari selatan ke utara. Di desa ini

berbentuk persegi panjang yaitu memanjang dari selatan ke utara. Di desa ini Desa Tenganan Pegringsingan II Oleh: I Ketut Darsana, Dosen PS Seni Tari Jika dilihat dari bentuk geografisnya, desa Tenganan Pegringsingan berbentuk persegi panjang yaitu memanjang dari selatan ke utara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuankemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN. 4. Bagaimana prosesi upacara sebelum kesenian Jonggan dilaksanakan?

DAFTAR PERTANYAAN. 4. Bagaimana prosesi upacara sebelum kesenian Jonggan dilaksanakan? Lampiran 1 63 Lampiran 2 DAFTAR PERTANYAAN 1. Bagaimana sejarah kesenian Jonggan! 2. Mengapa disebut dengan Jonggan? 3. Apa fungsi kesenian Jonggan? 4. Bagaimana prosesi upacara sebelum kesenian Jonggan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 SEJARAH KERAJAAN CIREBON DAN KERAJAAN BANTEN Disusun Oleh Kelompok 3 Rinrin Desti Apriani M. Rendi Arum Sekar Jati Fiqih Fauzi Vebri Ahmad UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 KERAJAAN CIREBON Kerajaan

Lebih terperinci

2014 SAJARAH CIJULANG

2014 SAJARAH CIJULANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah kuno merupakan salah satu warisan budaya Indonesia dalam bidang keberaksaraan yang telah dilindungi oleh UU RI No. 11 tahun 2010. Ungkapan warisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri dari keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri dari keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri dari keanekaragaman budaya, bermacam-macam suku, ras, etnis, klan, dan agama. Kemajemukan budaya menjadi kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa serta budaya. Keanekaragaman kebudayaan ini berasal dari kebudayaan-kebudayaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aini Loita, 2014 Pola Pewarisan Budaya Membatik Masyarakat Sumedang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aini Loita, 2014 Pola Pewarisan Budaya Membatik Masyarakat Sumedang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan Indonesia dikenal unik oleh dunia dengan hasil kebudayaannya yang bersifat tradisional, hasil kebudayaan yang bersifat tradisional itu berupa seni rupa, seni

Lebih terperinci

2016 PELESTARIAN TARI TRADISIONAL DI SANGGAR SUNDA RANCAGE KABUPATEN MAJALENGKA

2016 PELESTARIAN TARI TRADISIONAL DI SANGGAR SUNDA RANCAGE KABUPATEN MAJALENGKA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Barat terletak di ujung sebelah barat pulau Jawa terdapat satu kota Kabupaten yaitu Kabupaten Majalengka. Dilihat dari letak geografisnya, posisi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai macam suku, yang memiliki seni budaya, dan adat istiadat, seperti tarian tradisional. Keragaman yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat mempersatukan dan mempertahankan spiritualitas hingga nilai-nilai moral yang menjadi ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam upaya ini pemerintah berupaya mencerdaskan anak bangsa melalui proses pendidikan di jalur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing sukunya memiliki adat-istiadat, bahasa, kepercayaan,

I. PENDAHULUAN. masing-masing sukunya memiliki adat-istiadat, bahasa, kepercayaan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara kepulauan yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang masing-masing sukunya memiliki adat-istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP di Bandung disimpulkan bahwa perayaan Imlek merupakan warisan leluhur

BAB V PENUTUP di Bandung disimpulkan bahwa perayaan Imlek merupakan warisan leluhur BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari penelitian yang dilakukan dengan judul Perayaan Tahun Baru Imlek 2015 di Bandung disimpulkan bahwa perayaan Imlek merupakan warisan leluhur yang patut dilestarikan oleh

Lebih terperinci

BAB III PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN

BAB III PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN 37 BAB III PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN A. Gambaran Umum Desa Kombangan 1. Letak Lokasi Desa Kombangan merupakan satu desa yang berada di wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

Workshop Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kab. Sumba Barat Daya Prov. Nusa Tenggara Timur

Workshop Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kab. Sumba Barat Daya Prov. Nusa Tenggara Timur Workshop Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kab. Sumba Barat Daya Prov. Nusa Tenggara Timur Latar Belakang Verifikasi dan Validasi Pembelajaran, Warisan Budaya Tak Benda dan Kelembagaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubagus Arief Rachman Fauzi, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubagus Arief Rachman Fauzi, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kabupaten Pandeglang terletak di wilayah Provinsi Banten, merupakan kawasan sebagian besar wilayahnya masih pedesaan. Luas wilayahnya 2.193,58 KM 2. Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jawa Barat dikenal sebagai Kota Parahyangan/Tatar Sunda, yang berarti tempat para Rahyang/Hyang bersemayam. Menurut cerita cerita masyarakat kuno, Tatar Parahyangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari orang Jawa. Keyakinan adanya tuhan, dewa-dewa, utusan, malaikat, setan,

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari orang Jawa. Keyakinan adanya tuhan, dewa-dewa, utusan, malaikat, setan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masuknya berbagai agama sebelum kedatangan Islam di pulau Jawa berpengaruh besar pada adat istiadat, tata cara hidup, maupun praktik keagamaan sehari-hari orang Jawa.

Lebih terperinci