BAB II HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR DALAM HAL TERJADI PERCERAIAN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA KRISTEN DI MEDAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR DALAM HAL TERJADI PERCERAIAN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA KRISTEN DI MEDAN"

Transkripsi

1 28 BAB II HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR DALAM HAL TERJADI PERCERAIAN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA KRISTEN DI MEDAN A. Perceraian dan alasan-alasan Perceraian Pada dasarnya setiap manusia menginginkan kehidupan perkawinannya dapat berlangsung dan bertahan sampai selama-lamanya. Namun kenyataan sering kali tidak sesuai dengan harapan. Adakalanya antara suami istri tidak saling memahami hak dan kewajiban masing-masing dalam berumah tangga dan hal ini dapat menyebabkan pertengkaran bahkan perceraian. Di zaman modern ini kita semakin sering mendengar perceraian dalam rumah tangga yang diakibatkan salah satunya adalah ketidakcocokan suami istri, dimana tragisnya yang menderita adalah justru anak-anak hasil pernikahan tersebut. Anakanak menjadi kurang diperhatikan karena orang tuanya sibuk mengurus perceraiannya. Perceraian merupakan masalah keluarga yang tidak hanya melibatkan suami istri saja, melainkan pada kebiasaannya seluruh keluarga ikut serta menyelesaikannya. 39 Keluarga merupakan satu kesatuan yang tidak hanya menyangkut suami istri saja tetapi juga menyangkut anak-anaknya. Adapun yang menjadi alasan-alasan perceraian pada umumnya adalah kerena adanya perselingkuhan yang dilakukan oleh salah satu pihak sehingga menimbulkan 39 Lili Rasjidi, Aneka Hukum Malaysia dan Indonesia, Alumni, Bandung, 1982, hal

2 29 pertengkaran terus menerus yang tidak dapat dihindarkan, tidak adanya keturunan, suami suka mabuk-mabukan, serta alasan lainnya yaitu suami tidak memberikan uang belanja dan uang sekolah anak. Menurut pasal 38 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, menetapkan bahwa perkawinan yang telah di bentuk dapat putus, antara lain oleh karena : Kematian 2. Perceraian dan 3. Atas Keputusan Pengadilan. Penyebab putusnya perkawinan karena kematian disebabkan oleh karena salah satu dari suami/isteri atau bahkan kedua-duanya telah meninggal dunia terlebih dahulu, sehingga pernikahan menjadi putus. Putusnya perkawinan oleh karena perceraian disebabkan oleh karena adanya ketidakcocokan diantara para pihak suami/isteri dalam melanjutkan kehidupan rumah tangganya. Sehingga salah satu pihak mengajukan gugatan ke pengadilan, diantaranya oleh karena salah satu pihak meninggalkan pihak yang lainnya selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin, salah satu pihak berbuat zinah, pemabuk, penjudi, penganiayaan, serta perselisihan terus menerus. Putusnya perkawinan karena putusan pengadilan merupakan putusan perkawinan berdasarkan keputusan yang ditetapkan oleh hakim pengadilan. Selain itu juga disebabkan oleh karena salah satu pihak dalam perkara perceraiannya tidak hadir dalam putusan perceraiannya. 40 Pasal 38 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

3 30 Menurut Pasal 209 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan 4 (empat) alasan perceraian, terdiri atas : 1. Zinah 2. Meninggalkan pihak yang lain tanpa alasan yang sah dari salah satu pihak selama 5 (lima) tahun berturut-turut pasal 211 KUHPerdata 3. Dihukum penjara selama 5 (lima) tahun lamanya atau lebih setelah perkawinan terjadi 4. Menimbulkan luka berat atau melakukan penganiayaan, yang membahayakan hidup pihak yang lain. Kemudian 4 (empat) alasan dalam pasal 209 KUHPerdata ini diperluas oleh yurisprudensi Mahkamah Agung tanggal 12 Juni 1968 Nomor 105 K/Sip/1968, tentang diterimanya onheelbare tweespalt, sebagai alasan perceraian, yaitu dalam hal terjadi perceraian atau pertengkaran antara suami istri secara terus menerus dan tidak mungkin didamaikan lagi. 41 Menurut pasal 39 Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 jo pasal 19 PP Nomor 9/1975, alasan terjadinya perceraian adalah : 1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan 2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ijin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemauannya. 41 Djaja Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Orang dan Hukum Keluarga, Penerbit Nuansa Aulia, Bandung, hal.124.

4 31 3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara selama 5 (lima) tahun atau hukuman lebih berat setelah perkawinan berlangsung. 4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain. 5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri. 6. Antara suami/istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Bagi masyarakat Indonesia sudah menjadi pegangan hidup mereka sejak dahulu bahwa mengenai perkawinan, kelahiran dan kematian adalah sangat dipengaruhi oleh ketentuan-ketentuan agama. 42 Orang yang taat pada agamanya tidak mudah berbuat sesuatu yang melanggar larangan agamanya dan kepercayaannya. Selain larangan-larangan, agamanya juga mempunyai peraturan-peraturan yang memuat perintah-perintah yang wajib dan harus ditaati. 43 Perkawinan dalam masyarakat adat Batak Toba adalah sakral dan suci maksudnya perpaduan hakekat kehidupan antara laki-laki dan perempuan menjadi satu dan bukan sekedar membentuk rumah tangga dan keluarga. 44 Adanya kesatuan antara suami istri akan menghasilkan keturunannya kelak. Perkawinan pada masyarakat Batak Toba pada umumnya menganut perkawinan monogami dan prinsip 42 Rusdi Malik, Peranan Agama Dalam Hukum Perkawinan di Indonesia, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta, 1990, hal Chainur Arrasid, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hal Raja Marpondang Gultom, Dalihan Na Tolu Nilai Budaya Suku Batak, Penerbit CV. Armanda, Medan, hal.377.

5 32 keturunan masyarakat Batak Toba adalah patrilineal, maksudnya garis keturunan dari anak laki-laki. 45 Pada masyarakat Batak Toba tidak dianjurkan bercerai karena sifat perkawinan dalam masyarakat Batak Toba adalah monogami, yaitu hanya ada satu istri dan satu suami. Namun pada jaman dahulu seorang suami diperbolehkan untuk mempunyai istri lebih dari satu disebabkan karena alasan-alasan tertentu yaitu oleh karena tidak memiliki keturunan. Dalam masyarakat Batak Toba, anak merupakan penerus keturunan yang akan membawa marga keluarganya di tengah-tengah masyarakat. 46 Menurut Bapak Sakti Silaen, tidak satupun hal yang mendukung namanya cerai, kecuali karena zinah. Oleh karena adanya zinah seorang istri bisa ditinggalkan, kalau tidak karena zinah maka ia tetap dianggap sebagai istri sah dalam adat. Dan apabila suami menikah lagi dengan orang lain, maka dalam adat Batak dianggap memiliki 2 (dua) istri. Pada jaman dahulu masyarakat Batak Toba banyak memiliki istri lebih dari satu, hal ini bisa dilakukan oleh karena tidak ada larangan dalam adat dan pada jaman dahulu ada anggapan bahwa banyak anak banyak rejeki, istilahnya maranakhon sapuluh pitu marboru sapuluh onom (memiliki 17 anak laki-laki dan 16 anak perempuan). Namun hal ini terjadi sebelum kekristenan masuk ketanah Batak, setelah kekristenan masuk banyak orang Batak yang tidak melakukannya lagi Iman Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, Penerbit Liberry, Yogyakarta, 1981, hal Hasil wawancara dengan Belsink Sihombing, Pendeta HKBP Sudirman Medan, pada tanggal 25 Juli 2012, pukul WIB. 47 Hasil wawancara dengan Sakti Silaen, Panatua Adat Batak Toba, pada tanggal 25 Oktober 2012, pukul WIB.

6 33 Dalam adat Batak Toba kata cerai disebut sirang. Kata sirang atau marsirang dikenal sebagai terjemahan cerai atau bercerai. Arti asli kata sirang adalah lepas. Sirang dalam bahasa batak toba tidak sepenuhnya sama dengan cerai menurut arti dari Undang-Undang. Kesamaan sirang dengan cerai menurut undang-undang ialah bahwa antara suami istri hidup terpisah (tidak serumah), suami istri tidak ada ikatan lagi, dan perbedaanya ialah cerai menurut undang-undang akan dikeluarkan bukti autentik yaitu akta cerai sementara sirang tidak ada dikeluarkan bukti apapun karena hanya berupa ucapan diantara para pihak, sehingga dengan demikian anak otomatis akan ikut dengan bapaknya kecuali anak yang masih menyusui akan ikut dengan ibunya dan begitu dia lepas menyusui dengan ibunya maka anak itu akan diambil kembali oleh bapaknya. Dan dalam batak toba sangat dimungkinkan sekali apabila suatu saat mereka kembali lagi menjadi suami istri. 48 Ada juga kata dipaulak yang artinya dipulangkan atau dikembalikan. Dalam hal ini isteri dipulangkan kepada orang tuanya. Dipaulak maksudnya adalah seorang istri dikembalikan lagi kepada orang tuanya dengan maksud agar orang tuannya menasehati kelakuan dan mengajari lagi anak perempuannya tersebut untuk bersikap dan melakukan perbuatan yang menghormati suami dan keluarga suaminya. Umumnya dipaulak dilakukan karena istri tersebut sudah tidak menghormati dan mendengar kata-kata suami, misalnya istri yang suka keluyuran sehingga menelantarkan suami dan anak-anaknya di rumah. Dan apabila si istri sudah menyadari dan menerima kesalahannya serta mau berubah maka ia bisa kembali 48 Ibid.

7 34 pulang ke rumahnya serta tinggal dengan suami dan anak-anaknya lagi. Hal ini hampir sama dengan pisah meja dan ranjang tetapi perbedaanya dalam sirang tidak ditentukan berapa lama batas waktu sirang supaya dapat kembali lagi. 49 Adapun alasan perceraian dalam adat yang diperbolehkan diantaranya adalah adanya pertengkaran antara suami/istri secara terus menerus, dan karena tidak memiliki keturunan. 50 Masyarakat Batak Toba pada umumnya kebanyakan menganut agama Kristen. Agama dan budaya itu dalam Batak Toba hampir tidak dapat dipisahkan. Seperti halnya dengan adat perkawinan, setelah adanya pemberkatan dari gereja ada lagi acara yang meriah berupa pesta adat. Dalam perkawinan ini semua ikatan keluarga baik dari pihak laki-laki, perempuan, tulang (paman), dan semua keluarga memberikan berupa nasihat agar kelak nantinya keluarga itu menjadi keluarga yang rukun dan keluarga yang gabe (menjadi/mendapatkan) anak laki-laki dan anak perempuan yang baik/sehat. Dalam suku Batak Toba khususnya yang beragama Kristen, ikatan adat atau budaya itu masih melekat dan agama itu masih dijunjung tinggi. 51 Dalam adat Batak Toba perceraian itu jarang terjadi, di mana dalam adat Batak Toba ada istilah apapun akan dilakukan agar perceraian itu tidak terjadi, ikatan budaya itu masih kuat. Namun dalam perkembangannya, banyak di temukan sekarang ini keluarga Batak Toba khususnya yang beragama Kristen sudah 49 Op.Cit, Belsink Sihombing. 50 Ibid. 51 Ibid

8 35 melakukan perceraian, kebanyakan orang memilih melakukannya dengan menempuh jalur hukum di pengadilan. Sehingga dengan demikian tiap tahun semakin bertambah orang Batak Toba yang melakukan perceraian. 52 Dengan adanya adat yang mengikat diharapkan akan mempersempit kesempatan orang untuk bercerai. Adat dalam Batak Toba itu sangat di junjung tinggi sehingga perceraian itu sangat rendah. Agama juga yang sangat mendukung untuk menolak terjadinya perceraian. Dalam agama Kristen, bahwa sahnya suatu perkawinan harus diberkati digereja oleh Pendeta. 53 Acara pemberkatan nikah tersebut dilakukan untuk memberi kepastian bahwa perkawinan itu sah menjadi suatu hubungan suami isteri antara kedua mempelai. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun Dalam acara pemberkatan tersebut, kedua mempelai sama-sama berjanji untuk sehidup semati, baik dalam suka maupun duka, seperti tertulis, Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia ( Markus 10 : 9). Pernikahan Kristen di pandang sebagai kontrak publik dihadapan para saksi dengan seorang laki-laki dan seorang perempuan yang dengan saling setuju dan dilakukan secara bebas membuat janji-janji tak bersyarat untuk setia seumur hidup satu kepada satu kepada yang lain dengan pertolongan Tuhan. 54 Setelah adanya pemberkatan nikah di gereja maka perkawinan tersebut harus disahkan lagi dalam administrasi Negara yaitu di hadapan Pegawai Catatan Sipil yang 52 Ibid 53 Ibid 54 Ibid

9 36 biasanya di laksanakan di salah satu ruangan gereja yang biasa disebut ruang biduk perhobasan (ruang persiapan). Kedua mempelai dan orang tuanya sebagai saksi dalam pencatatan perkawinan tersebut. 55 Setelah adanya pemberkatan yang dilakukan di gereja, selanjutnya dilaksanakan upacara adat. Dalam upacara adat sebagaimana kebiasaaan pada masyarakat Batak Toba yang tujuannya untuk mensahkan perkawinan itu secara hukum adat. Dengan dilaksanakan adat tersebut, maka perkawinan tersebut telah sah dan kedua mempelai telah mempunyai kedudukan dalam masyarakat adat. Dalam upacara tersebut dilakukan untuk manggarar utang (membayar utang) kepada kerabat yang bersangkutan sesuai dengan adat Batak Toba. Dalam hal ini peran dari Dalihan Na Tolu sangat di butuhkan. Perkawinan orang Batak haruslah diresmikan secara adat berdasarkan adat Dalihan Na Tolu, dan upacara agama serta Catatan Sipil. Artinya segala perkawinanyang telah dilaksanakan, selanjutnya dilakukan pencatatn dikantor catatan sipil untuk mendapat kelengkapan administrasi negara. 56 Dalihan Na Tolu adalah filosofis atau wawasan sosialkulturan yang menyangkut masyarakat dan budaya Batak. Dalihan Na Tolu menjadi kerangka yang meliputi hubungan-hubungan kerabat darah dan hubungan perkawinan yang mempertalikan satu kelompok. Dalam adat Batak, Dalihan Na Tolu ditentukan dengan adanya tiga kedudukan fungsional sebagai suatu konstruksi sosial yang terdiri dari tiga hal yang menjadi dasar bersama. Ketiga tungku tersebut adalah : Ibid 56 Ibid 57 http;//id.wikipedia.org/wiki/dalihan_na_tolu, diakses pada tanggal 1 Nopember 2012 pukul wib.

10 37 1. Somba Marhula-hula : ada yang menafsirkan pemahaman ini menjadi menyembah hula-hula, namun ini tidak tepat. Memang benar kata Somba, yang tekananya pada som berarti menyembah, akan tetapi kata Somba di sini tekananya ba yang adalah kata sifat dan berarti hormat. Sehingga Somba marhula-hula berarti hormat kepada Hula-hula. Hula-hula adalah kelompok marga istri, mulai dari istri kita, kelompok marga ibu (istri bapak), kelompok marga istri opung, dan beberapa generasi, kelompok marga istri anak, kelompok marga istri cucu, kelompok marga istri saudara dan seterusnya dari kelompok dongan tubu. Hula-hula ditengarai sebagai sumber berkat. Hula-hula sebagai sumber hagabeon/keturunan. Keturunan diperoleh dari seorang istri yang berasal dari hula-hula. Tanpa hula-hula tidak ada istri, tanpa istri tidak ada keturunan. 2. Elek Marboru/lemah lembut tehadap boru/perempuan. Berarti rasa sayang yang tidak disertai maksud tersembunyi dan pamrih. Boru adalah anak perempuan kita, atau kelompok marga yang mengambil istri dari anak kita (anak perempuan kita). Sikap lemah lembut terhadap boru perlu, karena dulu borulah yang dapat diharapkan membantu mengerjakan sawah di ladang tanpa boru, mengadakan pesta suatu hal yang tidak mungkin dilakukan. 3. Manat mardongan tubu/sabutuha, suatu sikap berhati-hati terhadap sesama marga untuk mencegah salah paham dalam pelaksanaan acara adat. Hati-hati dengan teman semarga. Kata orang tua-tua hau na jonok do na boi marsiogoson yang berarti kayu yang dekatlah yang dapat bergesekan. Ini menggambarkan bahwa begitu dekat dan seringnya hubungan terjadi, hingga dimungkinkan terjadi konflik, konflik kepentingan, kedudukan dll. Inti ajaran Dalihan Na Tolu adalah kaidah moral berisi ajaran saling menghormati (masipasangapon) dengan dukungan kaidah moral : saling menghargai dan menolong. Masyarakat Batak Toba menganut sistem kekarabatan patrilineal atau garis kebapakan atau mempertahankan garis keturunan laki-laki yang melakukan perkawinan dalam bentuk perkawinan jujur (sinamot), dimana isteri setelah kawin masuk dalam kekerabatan suami dan termasuk anak-anak berada dibawah kekuasaan suami/bapak. Setiap perkawinan yang dilaksanakan seperti yang telah dijelaskan diatas, mengharapkan hubungan perkawinan itu kekal sampai selama-lamanya. Akan

11 38 tetapi tidaklah mudah untuk menjalaninya. Diperlukan usaha dan kerja sama yang baik antara pihak suami dan pihak isteri. Setiap orang pasti menginginkan keluarganya tetap harmonis sampai beranak cucu, tidak jarang dalam kehidupan nyata banyak keluarga yang gagal di tengah jalan. Dengan berbagai alasan yang diyakini bisa menjadi syarat untuk melakukan perceraian. Dalam hal putusnya perkawinan akibat perceraian, suami istri tidak leluasa untuk menentukan sendiri syarat-syarat untuk memutuskan hubungan perkawinan tersebut, melainkan terikat juga pada peraturan hukum dan adat yang berlaku. Dalam masyarakat Batak Toba terjadinya perceraian sama halnya dengan perkawinan. Di mana dalam upacara perkawinan agar kedua mempelai tersebut sah menjadi keluarga dan kekerabatan dalam adat Batak Toba maka disahkan dengan cara adat yang berlaku dalam Batak Toba. Begitu juga halnya dengan perceraian yang terjadi pada masyarakat Batak Toba, apabila terjadi perceraian, maka akan diselesaikan terlebih dahulu secara adat. Maka terlebih dahulu dikumpulkan pengetua-pengetua adat dan juga kekerabatan dari Dalihan Na Tolu untuk membicarakan hal-hal yang terjadi diantara kedua belah pihak. Disini Dalihan Na Tolu menanyakan kedua belah pihak yang berperkara dan berusaha untuk mendamaikannya, akan tetapi apabila tidak dapat lagi didamaikan dan kedua belah pihak berkeras untuk bercerai, maka para penetua adat tersebut memutuskan

12 39 untuk bercerai. Perceraian secara hukum adat tetap dianggap sah sepanjang hukum adat tersebut masih berlaku pada masyarakat setempat. 58 Pada dasarnya masyarakat Batak Toba tidak menyetujui adanya perceraian, namun kenyataannya bahwa kerapkali terjadi ketidakcocokan antara suami istri yang berlangsung terus menerus. Tidak ada satupun alasan yang memperbolehkan terjadinya cerai kecuali karena zinah. 59 Jika seorang suami atau istri meninggalkan suatu perkawinan karena sesuatu alasan selain perzinahan, mereka harus tetap membujang (tidak boleh kawin). Ada dalam Alkitab, Terhadap mereka yang sudah kawin, inilah perintah saya: Seorang wanita yang sudah kawin janganlah meninggalkan suaminya. Tetapi kalau ia sudah meninggalkannya, ia harus tetap tidak bersuami, atau kembali kepada suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan istrinya (1 Korintus 7:10-11). Kalau sudah kawin dengan seseorang yang tidak beriman kepada Tuhan bukanlah alasan yang dapat diterima untuk perceraian. 60 Alasan perceraian pada masyarakat Batak Toba beragama Kristen di Kota Medan disebabkan oleh karena beberapa faktor yaitu : Faktor ekonomi Adapun faktor ekonomi menjadi suatu faktor penyebab perceraian oleh karena adanya berbagai kebutuhan keluarga yang harus terpenuhi, sementara mata 58 Ibid 59 Op.Cit. Sakti Silaen. 60 Op.Cit. Belsink Sihombing 61 Ibid

13 40 pencaharian dari suami tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari rumah tangga. Kehidupan dan pergaulan dikota menyebabkan keinginan istri untuk memiliki barang-barang seperti perhiasan, makan di mall, belanja di mall sementara untuk kebutuhan sehari-hari saja sudah tidak terpenuhi. Istri sering menuntut lebih, sulit mengatur keuangan rumah tangga, sehingga hal inilah menyebabkan percekcokan di dalam keluarga. Selain itu, adanya kesenjangan penghasilan yang di dapat oleh suami dan istri turut menjadi penyebab gagalnya perkawinan. Hal ini disebabkan oleh karena istri memiliki penghasilan lebih tinggi daripada suaminya. Suami penghasilannya kecil, atau bahkan tidak memiliki pekerjaan alias pengangguran juga menjadi penyebabkan pertengkaran dalam rumah tangga. 2. Faktor perselingkuhan/ zinah Dari hasil wawancara dengan Amang Pendeta Belsink Sihombing dapat diketahui bahwa perceraian yang disebabkan oleh karena perselingkuhan/perzinahan banyak terjadi. Untuk alasannnya perselingkuhan/perzinahan itu sendiri Amang Pendeta tidak dapat mejelaskannya secara rinci, karena hal tersebut menyangkut masalah pribadi dari pasangan suami istri. Namun hal itu banyak terjadi, hal ini dapat dilihat dalam kenyataannya bahwa ada pasangan suami istri yang bertengkar, tidak lama berpisah, suami sudah jalan dengan wanita lain. Hal inilah yang menyebabkan suami istri terus bertengkar, dan menyebabkan istri meminta gugatan cerai kepada suaminya.

14 41 3. Faktor cara berpikir dan pertengkaran Adapun cara berpikir turut menjadi penyebab perceraian, pemikiran yang negatif mengenai kelakuan pasangannya, mengenai pekerjaannya dan apa yang dilakukannya hingga larut malam menjadi bahan pertengkaran. Dari hasil wawancara dengan Amang Pendeta Belsink Sihombing bahwa kebanyakan orang selalu berpikir negatif duluan daripada berpikir positif. Hal inilah yang menyebabkan pertengkaran dalam rumah tangga. Misalnya suami pulang hinga larut malam tiap harinya dalam kondisi mabuk, alasannya kerja namun tidak membawa duit sementara anak dan istri dirumah menunggu dan tidak makan. Saat pulang kerumah, hal inilah yang menyebabkan terjadilah pertengkaran terus menerus dan tidak dapat terhindarkan, bahkan kadang kala si suami karena dalam kondisi mabuk dan emosi yang tinggi memukul istri. 4. Intervensi orangtua Dari hasil wawancara dengan Amang Pendeta Belsink Sihombing, dapat diketahui bahwa intervensi orangtua dalam rumah tangga anaknya sangat sering terjadi, umumnya intervensi ini berasal dari orangtua suami. Banyak alasan yang menyebabkan masuknya intervensi orangtua yaitu karena orangtua suami tidak menyukai kelakuan dari istri anaknya. Orangtua dari pihak suami inginnya bahwa menantu perempuannya harus hormat dan tunduk kepada mertuanya juga, misalnya menantu harus membuatkan kopi atau teh kepada martuanya. Selain itu intervensi orangtua dalam rumah tangga anaknya adalah dalam hal anak dan menantunya tidak mampu memberikan seorang cucu kepada mereka.

15 42 Kehidupan tanpa hadirnya seorang anak yang ditunggu-tunggu kehadirannya tak kunjung datang, sementara dalam masyarakat Batak Toba anak adalah penerus keturunan. Banyak hal yang menyebabkan tidak adanya keturunan, diantaranya karena kemandulan, pihak istri menderita penyakit yang tidak dapat di sembuhkan. Fenomena yang terjadi dalam masyarakat Batak Toba Kristen yaitu perceraian pada Batak Toba Kristen itu sekarang ini yang telah banyak ditemui. Kebanyakan orang Batak Toba Kristen sekarang ini melakukan perceraian lewat jalur hukum yaitu dengan mendaftarkan gugatannya ke pengadilan. Dapat dilihat dari data yang diperoleh dari Pengadilan Negeri Medan yang melakukan perceraian secara hukum. Berdasarkan hasil penelitian di Pengadilan Negeri Medan diperoleh data mengenai perkara yang diterima dan diputus adalah sebagai berikut : Tabel 1 Perkara Perdata yang Diterima dan Diputus di Pengadilan Negeri Medan dari Tahun 2010 s/d 2012 Jumlah No Tahun Diputus Sisa Sisa Baru Jumlah Sumber : Laporan Register Perkara Perdata Pengadilan Negeri Medan

16 43 Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa perkara perdata yang diterima tahun 2010 berjumlah 882 perkara, yang diputus berjumlah 557 perkara, tahun 2011 perkara yang diterima berjumlah 394 perkara dan diputus 90 perkara. Dan pada tahun 2011 (oktober) berjumlah 662 perkara. Tabel 2 Perkara Perceraian yang Diterima di Pengadilan Negeri Medan dari Tahun 2010 s/d 2012 Tahun Batak Toba Perceraian Umum Jumlah kasus 142 kasus 230 kasus kasus 187 kasus 262 kasus 2012 (30 Oktober) 74 kasus 215 kasus 289 kasus Sumber : Laporan Register Perkara Perdata Pengadilan Negeri Medan Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa perkara perceraian yang diterima tahun 2010 berjumlah 230 perkara, 142 perkara perceraian non Batak Toba dan 88 perkara adalah perkara perceraian pada masyarakat Batak Toba Kristen. Tahun 2011 berjumlah 262 perkara, 187 perkara non Batak Toba dan 75 perkara adalah perkara perceraian pada masyarakat Batak Toba Kristen. Tahun 2012 berjumlah 289 perkara, 215 perkara non Batak Toba dan 74 perkara adalah perkara perceraian pada masyarakat Batak Toba Kristen. Selain wawancara yang dilakukan terhadap informan yaitu hakim di Pengadilan Negeri Medan maka penelitian juga dilakukan terhadap beberapa putusan Pengadilan Negeri Medan yang dapat di jadikan sampel penelitian. Penelitian ini dilakukan terhadap keluarga Batak Toba yang telah bercerai dan mempunyai anak di

17 44 bawah umur dengan menyebarkan kuesioner pada responden, sehingga terpilih 5 (lima) orang tua laki-laki yang telah bercerai, 5 (lima) orang orang tua yang telah bercerai dan 5 (lima) orang anak-anak di bawah umur yang orang tuanya telah bercerai. Dari hasil penelitian yang diperoleh dari jawaban responden atas pertanyaan kuesioner perlindungan hukum terhadap hak asuh dan nafkah anak setelah perceraian dalam praktek dan pengadilan dapat diketahui bahwa : Tabel 3 Karakteristik responden yang bercerai menurut umur n=10 No Umur Orang tua Orang tua Laki-laki Perempuan Frekuensi Persen (%) Jumlah Sumber : Data Primer Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa orang tua laki-laki dan orang tua perempuan yang yang bercerai yang paling banyak berusia tahun (40%), dan diikuti masing-masing usia tahun dan tahun masing-masing (10%), berusia tahun sebesar 20% dan usia tahun sebesar (20%). Tabel 4 Karakteristik responden yang bercerai menurut tingkat pendidikan n = 10 No Umur Orang tua Orang tua Laki-laki Perempuan Frekuensi Persen (%) 1 SD SMP SMA/SMK/STM Sarjana Jumlah Sumber : Data Primer

18 45 Berdasarkan tabel tersebut, menunjukkan bahwa tingkat pendidikan Sarjana merupakan tingkat pendidikan yang paling tinggi yaitu sejumlah 70%, kemudian diikuti oleh tingkat pendidikan SMA yaitu 30%. B. Akibat Perceraian Putusnya perkawinan yang terjadi antara suami isteri dapat menimbulkan akibat terhadap perkembangan dan penghidupan anak. Akibat putusnya perkawinan karena perceraian diatur dalam Pasal 41 Undang-undang Perkawinan. Ada tiga akibat putusnya perkawinan karena perceraian, yaitu : 1. Terhadap anak-anak 2. Terhadap harta bersama (harta yang diperoleh selama dalam perkawinan) 3. Terhadap nafkah (pemberian bekas suami kepada bekas isterinya yang dijatuhi talak berupa benda atau uang dan lainnya). Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata, akibat perceraian ialah : a. Bahwa istri mendapatkan kembali statusnya sebagai wanita yang tidak kawin. Persatuan harta perkawinan menjadi terhenti, dan dapat dilakukan pemisahan dan pembagiannya. Harta besama dibagi dua (pasal 128 KUHPerdata), b. Kekuasaan orang tua juga menjadi terhenti. Untuk anak dibawah umur diserahkan kepada pengadilan, siapa yang ditunjuk menjadi wali (pasal 229 ayat 1 KUHPerdata) c. Kewajiban memberi nafkahpun akan terhenti kecuali apa yang diatur dalam pasal 225 KUHPerdata (bila suami atau istri yang atas permohonannya dinyatakan

19 46 perceraian, tidak mempunyai penghasilan yang mencukupi untuk biaya penghidupan, maka Pengadilan Negeri akan menetapkan pembayaran tunjangan hidup baginya dari harta pihak yang lain. Dengan demikian akibat perceraian menurut KUHPerdata, seorang istri yang telah bercerai akan kembali statusnya menjadi tidak kawin, harta bersama menjadi tidak ada oleh karena telah dibagi diantara suami/istri, kekuasaan orang tua menjadi terhenti oleh karena pengadilan telah menunjuk salah satu menjadi wali anak. Akibat perceraian menurut Pasal 41 Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 adalah : a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberikan keputusannya. b. Bapak yang bertanggungjawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memberi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut, c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas istri. Dengan demikian baik ayah maupun ibu tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anak berdasarkan kepentingan anak, ayah bertanggung jawab atas nafkah namun bilamana ayah tidak dapat memenuhinya maka ibu juga ikut memikulnya. Dalam hal terjadi perselisihan mengenai penguasaan anak maka pengadilan yang akan memutus, dan juga pengadilan dapat mewajibkan bekas suami memberikam penghidupan bagi bekas istrinya.

20 47 Tabel 5 Karakterisitik responden yang bercerai menurut Pekerjaan n = 10 No Umur Orang tua Orang tua Laki-laki Perempuan Frekuensi Persen 1 PNS Pegawai BUMN Pegawai Swasta Pegawai Honorer Petani Berdagang Wiraswasta Bekerja tidak tetap Ibu Rumah Tangga Jumlah Sumber : Data Primer Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa pekerjaan responden yang paling banyak adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil yaitu (40%), diikuti pekerjaan sebagai wiraswasta sebesar 30% kemudian diikuti dengan responden Ibu Rumah Tangga sebesar 20% dan bekerja tidak tetap 10%. No Tabel 6 Tanggung jawab suami/istri dalam memenuhi biaya hidup anak Yang bercerai Suami Memenuhi Tidak memenuhi Kadang - kadang Memnuhi Persentase n=10 Tidak memenuhi Kadngkadang 1 EM RS RM BM A JM % 50% 20% 7 BM FS DP FS - - Jumlah % Sumber : Data Primer

21 48 Dari tabel di atas diketahui setelah terjadi perceraian ternyata banyak suami yang tidak memenuhi tanggung jawabnya untuk membiayai kehidupan anak-anaknya. Dari tabel diatas suami/isteri yang telah bercerai diketahui jumlah terbesar ada 5 (lima) orang (50%) suami yang tidak memenuhi tanggung jawab terhadap biaya hidup anak, 3 (tiga) orang yang memenuhi (30%) dan 2 (dua) orang atau sebesar (20%) juga yang memenuhi namun tidak rutin. Tabel 7 Biaya Hidup (nafkah) untuk anak n=10 No Uraian Jumlah Persen (%) 1 Ditanggung seluruhnya oleh suami Kadang-kadang suami memberikan Ditanggung oleh istri karena : - - a. Suami kurang mampu secara ekonomi - - b. Istri mampu dan sanggup membiayai kehidupan anaknya 2 20 c. Suami tidak memberikan biaya hidup anak 3 30 sama sekali Jumlah Sumber : Data Primer Dalam hal mengenai biayai hidup dibebankan kepada aorang tua laki-laki (ayah). Dari tabel diatas terlihat bahwa hanya 30% suami yang memberikan biaya hidup kepada anaknya. Ada suami yang kadang-kadang saja memberikan biaya hidup bagi anaknya 20% dan adapula bapak tidak memberikan biaya hidup anak dibawah umur disebabkan karena suami sekali tidak mau tahu mengenai keadaan anak yaitu sebanyak 30%. Kemudian ditanggung oleh isteri karena suami isteri mampu dan sanggup membiayai kehidupan anak yang masing-masing sebanyak 20%.

22 49 Dalam hal putusnya perkawinan karena perceraian dapat menimbulkan akibat terhadap anak. Keluaga yang pecah ialah keluarga dimana terdapat ketiadaan salah satu dari orang tua karena kematian, perceraian, hidup berpisah, untuk masa yang tak terbatas ataupun suami meninggalkan keluarga tanpa memberitahukan kemana ia pergi. 62 Hal ini menyebabkan yaitu : a. Anak kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang dan tuntutan pendidikan orang tua, terutama bimbingan ayah, karena ayah dan ibunya masing-masing sibuk mengurus permasalahannya. b. Kebutuhan fisik dan psikis anak remaja menjadi tidak terpenuhi, keinginan harapan anak-anak tidak tersalur dengan memuaskan, atau tidak mendapatkan kompensasinya. c. Anak-anak tidak mendapatkan latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan untuk hidup susila. Mereka tidak dibiasakan hidup disiplin dan kontrol diri yang baik. Jadi akibat yang timbul dari perceraian menyebabkan anak merasa terabaikan. Berbagai macam alasan perceraian akan membawa dampak yang tidak baik bukan hanya terhadap hubungan antara mantan suami isteri saja, namun juga terhadap hubungan dengan anak-anaknya. Anak merupakan korban utama akibat perceraian orang tuanya, anak yang seharusnya mendapat perhatian dan kasih sayang orang tuanya menjadi terabaikan, selain itu juga mengganggu perkembangan psikis dari anak-anaknya. 62 Yani Trizakia, Latar Belakang dan Dampak Perceraian,UNS, Semarang, hal.29.

23 50 Pada umumnya masyarakat Batak Toba menginginkan perkawinan yang telah dilangsungkan dapat terus berjalan dan bertahan untuk selama-lamanya sebab dalam masyarakat Batak Toba yang beragama Kristen tidak mengenal istilah perceraian. Masyarakat Batak Toba sebagian besarnya beragama Kristen, oleh karenanya kehidupannya dipengaruhi oleh unsur-unsur agama, dimana agama Kristen melarang perceraian sebab yang dapat memisahkan pasangan suami istri hanya maut. Namun dalam kenyataan kehidupan masyarakat sekarang, khususnya masyarakat Batak Toba yang tinggal di kota Medan, perceraian dapat terjadi. Hal ini disebabkan oleh karena pengaruh dan di dorong oleh berbagai kepentingan kerabat dan orangtua yang tidak mempunyai hubungan yang baik dengan kerabat istrinya. 63 Perceraian yang terjadi antara suami istri menimbulkan akibat terhadap anakanak di bawah umur yaitu adanya pertanggungjawaban suami istri atas kelangsungan hidup anak-anaknya. Perceraian orangtua tidak boleh mengabaikan kepentingan si anak. Dengan adanya perceraian maka akan menimbulkan hak asuh anak, pernyelesaian perselisihan mengenai hak asuh anak diputuskan oleh Hakim Pengadilan dengan berbagai pertimbangan apakah hak asuh akan jatuh ketangan ayah atau ibunya. Umumnya dalam masyarakat Batak Toba, hak pengasuhan anak akan jatuh ketangan suami, hal ini dikarenakan masyarakat Batak Toba menganut garis keturunan patrilineal. Namun dalam hal terdapat anak balita yang masih menyusui, 63 Hasil wawancara dengan Belsink Sihombing, Pendeta HKBP Sudirman Medan, pada tanggal 25 Juli 2012, pukul WIB.

24 51 maka anak tersebut akan tinggal bersama dengan ibunya sampai cukup usia untuk di pisah menyusui (sirang susu) yaitu 2-3 tahun. Suami berkewajiban menafkahi anakanaknya tersebut. Namun berdasarkan hasil wawancara dengan Amang Pendeta dalam perkembangannya sekarang hak pengasuhan anak tidak selamanya jatuh ketangan suami, hal ini disebabkan oleh karena anak memiliki hak asasi yang harus didengar dimana ia berhak untuk memilih kepada siapa dia akan tinggal, apakah dengan ayahnya atau dengan ibunya. Dalam hal anak ikut ibunya, maka ayah berkewajiban untuk tetap memberikan nafkah kepada anak-anaknya tersebut. Berapa besarnya nafkah yang diberikan kepada anak-anaknya adalah merupakan dari hasil kesepakatan bersama antara suami istri dengan melihat kepada kemampuan finansial dari suami terlepas dari penyebab perceraian adalah kesalahan siapa. Apabila suami bekerja dan memiliki penghasilan sudah wajiblah baginya untuk menafkahi, harus dengan hati bukan matematis. 64 Sementara menurut Bapak Sakti Silaen, dalam hal terjadi perceraian antara suami istri menimbulkan akibat yaitu dalam gereja mereka mendapat hukum Siasat Gereja dan dalam adat sanksinya berupa pengucilan oleh masyarakat adat Batak Toba. Salah satu bentuk pengucilannya adalah bahwa mereka tidak diundang dalam acara-acara adat. Sedangkan akibat perceraian terhadap anak ialah bahwa anak-anak wajib ikut dengan ayahnya. Hal ini disebabkan oleh karena hal tersebut merupakan 64 Ibid.

25 52 budaya adat Batak yang menganut sistem kekerabatan patrilineal. Anak-anak dalam masyarakat adat Batak dianggap sebagai penerus keturunan. 65 Dalam hal terjadi perceraian maka berakibat hubungan suami istri menjadi putus, begitu juga hubungan suami/istri dengan kerabat suami/istrinya dahulu. Hanya hubungan orang tua dengan anak-anaknya yang tetap terjalin. Umumnya suami/istri yang cerai mendapatkan hukum Siasat Gereja yaitu sanksi pengucilan. 66 C. Tanggungjawab Pemeliharaan/Hak Asuh dan Nafkah Anak Keluarga yang harmonis dan bahagia menjadi dambaan setiap keluarga, namun dalam kenyataannya tidak selamanya dapat diwujudkan. Dalam kehidupan berumah tangga antara suami istri mengharapkan agar perkawinan yang telah dibina dapat berjalan dengan langgeng dan menjadi suatu keluarga yang bahagia dan harmonis. Keharmonisan keluarga mempunyai peranan yang cukup besar dalam perkembangan dan pertumbuhan jiwa anak kearah yang lebih baik, sebaiknya hubungan yang kurang harmonis akan menimbulkan perkembangan dan pertumbuhan anak yang tidak baik dan tidak terkendali. Anak kelak akan menjadi penerus keturunan yang mana anak mempunyai hak untuk dipelihara dan dididik dengan baik dan penuh kasih sayang oleh kedua orang tuanya. Kepribadian seorang anak akan tumbuh dengan baik apabila pendidikan yang 65 Hasil wawancara dengan Sakti Silaen, Panatua Adat Batak Toba, pada tanggal 25 Oktober 2012, pukul WIB. 66 Hasil wawancara dengan Rosliana br Hutapea, Masyarakat Adat Batak Toba, pada tanggal 25 Oktober 2012, pukul WIB.

26 53 diberikan kepada anak tersebut dibarengi dengan perhatian dan kasih sayang yang dicurahkan secara harmonis oleh kedua orang tuanya, sebaliknya apabila hubungan antara kedua orang tuanya tidak berjalan dengan harmonis maka perhatian dan kasih sayang terhadap anak akan menjadi berkurang bahkan tidak diperhatikan dan diperdulikan sama sekali. Sehingga dengan demikian hubungan antara anak dengan kedua orang tuanya tidak berjalan dengan baik. Kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua tentu akan mengakibatkan dampak yang kurang baik, anak yang tidak mendapat perhatian akan mencoba mencari perhatian diluar. Anak menjadi tidak terurus dan dapat melakukan hal-hal apapun sesukanya tanpa adanya pengawasan orang tua sibuk mengurus perceraiannya. Permasalahan mengenai anak pasca perceraian orangtuanya tidak akan terjadi sepanjang orangtuanya sama-sama mempunyai iktikad yang baik untuk menjalankan kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ibu memegang hak pemeliharaan anak-anak sedangkan ayah memberikan nafkah. 67 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam Pasal 30 menyebutkan bahwa suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. Selanjutnya dalam Pasal 45 disebutkan sebagai berikut : 1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaikbaiknya. 67 Op.Cit, Belsink Sihombing

27 54 2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal 1 berlaku sampai anak itu kawin atau berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara keduanya putus. Kewajiban mendidik dan memelihara anak-anak dilakukan oleh kedua orang tua terhadap anak-anaknya, sampai anak-anaknya menjadi dewasa dan mampu berdiri sendiri walaupun kedua orang taunya telah bercerai. Selanjutnya dalam Pasal 47 dinyatakan sebagai berikut : 1) Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. 2) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan. Kekuasaan orang tua ini dapat saja dicabut akan tetapi orang tua tidak dibebaskan dari kewajiban memberi biaya nafkah anak hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 49 UU No.1 tahun 74 tentang Perkawinan, sebagai berikut : Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus keatas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang dengan keputusan pengadilan dalam hal-hal : a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya. b. Ia berkelakuan sangat buruk.

28 55 Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anaknya tersebut. Hal ini dilakukan agar kebutuhan anak-anak akan penghidupan dan perkembangannya tetap terjamin sampai anak-anak tumbuh menjadi dewasa. Untuk semakin memperjelas tentang prinsip hukum yang mengatur tentang biaya nafkah anak setelah terjadinya perceraian, dalam hal ini perlu pula dikemukakan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 41 sebagai berikut : a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bila mana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan menentukan keputusannya ; b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bila mana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. Kewajiban akan pemeliharaan hidup anak bukan hanya sekedar mencukupi kebutuhan sehari-harinya saja, akan tetapi juga yang paling penting dan terutama ialah bahwa ayah dan ibu tersebut mampu untuk mengurus dan membina kepribadian anaknya dengan benar dan baik sehingga anak tersebut nantinya akan menjadi manusia yang berguna bagi masa depannya sendiri, keluarganya, dan dalam kehidupan masyarakat.

29 56 Permasalahan mengenai pemeliharaan anak dan biaya nafkah, ayah dan ibu wajib melaksanakannya. Ibu berdasarkan hak pengasuhannya berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anak dibawah umur sampai dewasa sedangkan ayah berkewajiban untuk memberkan nafkah anak dalam hal untuk pendidikan, makanan, dan segala kebutuhan lain yang menunjang perkembangan anak-anaknya sampai anak-anak tersebut dewasa. Tindakan orang tua yang mengabaikan pemeliharaan anak ini dapat terjadi karena orang tua tidak menyadari bahwa walaupun telah bercerai, anak tetap mempunyai hak untuk mendapatkan perhatian, pemeliharaan dan perlindungan dari kedua orang tuanya bukan nenek dan kerabat ayahnya. Pertanggungjawaban mengenai pemeliharaan yaitu hak asuh anak dan nafkah merupakan bentuk perlindungan hukum terhadap anak. Namun dalam kenyataannya ayah yang sudah diwajibkan untuk menafkahi anak-anaknya, dikemudian hari ayah tersebut sudah tidak perduli lagi akan kewajibannya. Ayah seringkali mengabaikan kewajibannya untuk memberikan nafkah kepada anak-anaknya. Oleh karenanya hal ini menyebabkan anak-anak menjadi terlantar. Putusnya hubungan perkawinan karena perceraian akan menimbulkan akibat hukum yang harus diperhatikan oleh para pihak yang bercerai, karena dengan putusnya perkawinan maka bukan berarti juga akan memutus kewajiban para pihak sebagai ayah dan ibu dalam hal pemeliharaan, pengasuhan dan pemberian nafkah anak-anaknya. Kewajiban ini dalam lingkungan masyarakat adat di dasarkan pada sistem kekeluargaan yang berlaku dalam masyarakat.

30 57 Pada masyarakat Batak Toba di Medan menganut sistem kekerabatan patrilineal yaitu dalam hal orang tuanya bercerai maka yang lebih berhak atas pemeliharaan/hak asuh hidup anak adalah pihak suami/kerabat suami karena masyarakat dengan sistem kekerabatan patrilineal semua anak-anak akan mengikuti dan meneruskan marga ayahnya, dan kedudukan ini tidak akan berubah walaupun orang tuanya sudah bercerai. Namun dalam hal anak masih balita (masih menyusui), hak pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang di bawah umur umumnya akan jatuh ketangan ibunya. 68 Hal ini sesuai dengan ketentuan agama, adat dan juga peraturan perundang-undangan yang berlaku sekarang khususnya dalam Undangundang Perkawinan, hal ini disebabkan oleh karena anak-anak di bawah umur masih sangat memerlukan perhatian dari ibunya. Namun dalam prakteknya dilapangan, berdasarkan hasil wawancara dengan Amang Pendeta Belsink Sihombing, bahwa ternyata tidak selamanya pengasuhan anak diberikan kepada ayahnya. Anak diberikan hak untuk memilih ikut dengan siapa ia tinggal. Orang Batak jaman sekarang sudah berpikiran maju, sehingga hak kebebasan anak harus didengar. Dan bicara soal nafkah anak, banyak ayah yang melalaikan kewajibannya tersebut dengan berbagai alasan-alasan tertentu. Kebanyakan dari orang tua laki-laki/ayah menyatakan bahwa mereka tidak mau dibebani tugas untuk mengurus anak sehingga akhirnya anak diserahkan pemeliharaannya kepada nenek ataupun kerabat ayahnya Op.Cit, Sakti Silaen 69 Op.Cit, Belsink Sihombing

31 58 Menurut Bapak Sakti Silaen, ayah berkewajiban menafkahi dan memelihara anak-anak. Sementara untuk anak-anak yang masih di bawah umur, masalah mengenai nafkah adalah merupakan kesepakatan bersama antara suami istri. Umumnya suami memberikan nafkah karena ia merasa bertanggungjawab atas kelangsungan hidup anak-anaknya. 70 Sementara berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang masyarakat Adat Batak Toba yang tinggal di Medan mengatakan bahwa hak pengasuhan anak hendaknya diberikan kepada ibu, karena ibu lebih memiliki kedekatan dan lebih sayang dengan anak-anak dibanding dengan ayah yang lebih sibuk bekerja dan umumnya rata-rata ayah menikah kembali, dan kalaupun anak jatuh ketangan ayah, hal itu akan sangat menyiksa anak-anak dari pernikahan pertama, karena sedikit banyaknya ibu tiri pasti lebih menyayangi anak kandung dibanding anak tiri. Dan mengenai nafkah anak adalah merupakan kesepakatan bersama. Hendaknya ayah bertanggungjawab terhadap anak walaupun hak asuh anak ada pada istrinya. Namun dalam hal suami tidak mau menafkahi, hendaknya istri berusaha sendiri untuk banting tulang buat menafkahi anak juga Op.Cit, Sakti Silaen 71 Hasil wawancara dengan Rosliana br Hutapea, Masyarakat Adat Batak Toba, pada tanggal 25 Oktober 2012, pukul WIB.

BAB I PENDAHULUAN. antara dua jenis manusia, tetapi hubungan yang masing-masing mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. antara dua jenis manusia, tetapi hubungan yang masing-masing mempunyai peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan bukanlah sekedar ritus untuk mengabsahkan hubungan seksual antara dua jenis manusia, tetapi hubungan yang masing-masing mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/1; TLN NO. 3019 Tentang: PERKAWINAN Indeks: PERDATA. Perkawinan.

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA NO PERBEDAAN BW/KUHPerdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1 Arti Hukum Perkawinan suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/ peraturan negara yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami 114 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami dibawah tangan pada masyarakat batak toba di Kota Bandar Lampung saat ini, maka dapat disimpulkan

Lebih terperinci

AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN

AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN 1 KUHPerdata 103 106 105 107 KUHPerdata 107 108 110 Akibat perkawinan terhadap diri pribadi masing-masing Suami/Istri Hak & Kewajiban Suami-Istri UU No.1/1974 30

Lebih terperinci

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN Pasal 1 Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila mereka melangsungkan perkawinan maka timbullah hak dan

BAB I PENDAHULUAN. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila mereka melangsungkan perkawinan maka timbullah hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA Adat bagi masyarakat Batak Toba merupakan hukum yang harus dipelihara sepanjang hidupnya. Adat yang diterima

Lebih terperinci

www.pa-wonosari.net admin@pa-wonosari.net UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA. Presiden Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA. Presiden Republik Indonesia UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA Presiden Republik Indonesia Menimbang : bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harta Bersama dan Perceraian 1. Harta Bersama Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami atau isteri mempunyai harta yang dibawa dan diperoleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh masyarakat adat batak toba. Sistem ini dalam arti positif merupakan suatu sistem dimana seseorang

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara No.755, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMSANEG. Pegawai. Perkawinan. Perceraian. PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI LEMBAGA SANDI

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI Oleh : DODI HARTANTO No. Mhs : 04410456 Program studi : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling A. Latar Belakang Masalah Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling membutuhkan dan cenderung ingin hidup bersama. Berdasarkan sifatnya manusia sebagai makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkawinan merupakan suatu perjanjian yang menimbulkan perikatan antara suami isteri, yang menempatkan suami dan isteri dalam kedudukan yang seimbang dan

Lebih terperinci

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia Di Indonesia, secara yuridis formal, perkawinan di Indonesia diatur

Lebih terperinci

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD A. Analisis Persamaan antara Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Status Perkawinan Karena Murtad Dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. HASIL PENELITIAN 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan Perkara Nomor 1061/Pdt.G/2016/PA.Bwi di Pengadilan Agama Banyuwangi) perspektif UU No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan tanggung jawab. Sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Peristiwa penting tersebut dikaitkan dengan upacaraupacara yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan Pengadilan Agama berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, merupakan salah satu badan

Lebih terperinci

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974. BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974. A. Pendahuluan Perkawinan merupakan sebuah institusi yang keberadaannya diatur dan dilindungi oleh hukum baik agama maupun negara. Ha

Lebih terperinci

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA) SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-Syarat guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan adalah ikatan yang suci antara pria dan wanita dalam suatu rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebagaimana yang dinyatakan pada Pasal

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIK. isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri

BAB II KERANGKA TEORITIK. isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri BAB II KERANGKA TEORITIK 2.1. Pengertian Perceraian Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami isteri dengan keputusan pengadilan dan ada cukup alasan bahwa diantara suami isteri tidak akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1

Lebih terperinci

Undang-undang Republik Indonesia. Nomor 1 Tahun Tentang. Perkawinan

Undang-undang Republik Indonesia. Nomor 1 Tahun Tentang. Perkawinan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita

Lebih terperinci

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL Muchamad Arif Agung Nugroho Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang agungprogresif@gmail.com ABSTRAK Perkawinan heteroseksual merupakan suatu perikatan

Lebih terperinci

BAB IV HUKUM KELUARGA

BAB IV HUKUM KELUARGA BAB IV HUKUM KELUARGA A. PENGERTIAN DAN TUJUAN PERKAWINAN Di Indonesia telah dibentuk Hukum Perkawinan Nasional yang berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia, yaitu Undang-undang No. 1 Tahun 1974, dalam Lembaran

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS DAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pembukaan Bab I Dasar perkawinan Bab II Syarat-syarat perkawinan Bab III Pencegahan perkawinan Bab IV Batalnya perkawinan Bab V Perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam

Lebih terperinci

2018, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 ten

2018, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 ten No.13, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Perkawinan, Perceraian, dan Rujuk bagi Pegawai. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2017 TENTANG PERKAWINAN, PERCERAIAN,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1990 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL Presiden Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama. Hindu adalah salah satu agama yang di akui oleh negara. Keanekaan merupakan ciri khas negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah hidupnya karena keturunan dan perkembangbiakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam adat Batak Toba, penyatuan dua orang dari anggota masyarakat melalui perkawinan tidak bisa dilepaskan dari kepentingan kelompok masyarakat bersangkutan.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN SANKSI PIDANA TERHADAP ORANG TUA YANG TIDAK MELAKSANAKAN PENETAPAN UANG NAFKAH ANAK OLEH PENGADILAN PASCA PERCERAIAN

KEBIJAKAN SANKSI PIDANA TERHADAP ORANG TUA YANG TIDAK MELAKSANAKAN PENETAPAN UANG NAFKAH ANAK OLEH PENGADILAN PASCA PERCERAIAN KEBIJAKAN SANKSI PIDANA TERHADAP ORANG TUA YANG TIDAK MELAKSANAKAN PENETAPAN UANG NAFKAH ANAK OLEH PENGADILAN PASCA PERCERAIAN Oleh : Sumaidi ABSTRAK Negara Indonesia mengatur secara khusus segala sesuatu

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Pendahuluan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Di dalam agama islam sendiri perkawinan merupakan sunnah Nabi Muhammad Saw, dimana bagi setiap umatnya dituntut untuk mengikutinya.

Lebih terperinci

IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PENGERTIAN IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL Perkawinan sah ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga/ rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (ekonomis) hingga ratusan juta rupiah menjadi semakin marak. Undian-undian

BAB I PENDAHULUAN. (ekonomis) hingga ratusan juta rupiah menjadi semakin marak. Undian-undian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan undian dengan hadiah yang memiliki nilai materil (ekonomis) hingga ratusan juta rupiah menjadi semakin marak. Undian-undian berhadiah ini umumnya

Lebih terperinci

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGAKUAN SEBAGAI UPAYA PEMBUKTIAN DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NO. 0758/PDT.G/2013 TENTANG PERKARA CERAI TALAK A. Analisis Yuridis Terhadap Pengakuan Sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PERKAWINAN DI GKPS

PERATURAN PERKAWINAN DI GKPS PERATURAN PERKAWINAN DI GKPS 54 SURAT KEPUTUSAN PIMPINAN PUSAT GKPS Nomor : 119/1-PP/2006 Tentang PERATURAN PERKAWINAN DI GKPS Pimpinan Pusat Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS), Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor : 0571/Pdt.G/2013/PA.Plg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor : 0571/Pdt.G/2013/PA.Plg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PUTUSAN Nomor : 0571/Pdt.G/2013/PA.Plg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Palembang yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis hukum formil terhadap putusan perkara no. sebagai tempat untuk mencari keadilan bagi masyarakat pencari keadilan.

BAB IV. A. Analisis hukum formil terhadap putusan perkara no. sebagai tempat untuk mencari keadilan bagi masyarakat pencari keadilan. 81 BAB IV ANALISIS HUKUM FORMIL DAN MATERIL TERHADAP PUTUSAN HAKIM TENTANG NAFKAH IDDAH DAN MUT AH BAGI ISTRI DI PENGADILAN AGAMA BOJONEGORO (Study Putusan Perkara No. 1049/Pdt.G/2011/PA.Bjn) A. Analisis

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

KETENTUAN KETENTUAN DALAM PERCERAIAN BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN. Oleh :

KETENTUAN KETENTUAN DALAM PERCERAIAN BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN. Oleh : KETENTUAN KETENTUAN DALAM PERCERAIAN BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Sriono, SH, M.Kn Dosen Pengampu Mata kuliah Hukum Perkawinan STIH Labuhanbatu ABSTRAK Perceraian

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI LEMBAGA SANDI NEGARA

PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI LEMBAGA SANDI NEGARA - 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa dalam melaksanakan tugas pokok pegawai Lembaga Sandi Negara dibutuhkan kehidupan keluarga yang harmonis dan serasi agar dapat menciptakan suasana

Lebih terperinci

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 A. Pengertian Perkawinan Nafsu biologis adalah kelengkapan yang diberikan Allah kepada manusia, namun tidak berarti bahwa hal tersebut

Lebih terperinci

BAB III PERTIMBANGAN DAN DASAR HUKUM PUTUSAN NOMOR: 0151/Pdt.G/2014/PA.Mlg

BAB III PERTIMBANGAN DAN DASAR HUKUM PUTUSAN NOMOR: 0151/Pdt.G/2014/PA.Mlg BAB III PERTIMBANGAN DAN DASAR HUKUM PUTUSAN NOMOR: 0151/Pdt.G/2014/PA.Mlg A. Deskripsi Perkara Kasus yang diteliti penulis kali ini merupakan perkara cerai gugat yang di dalamnya disertai gugatan hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan dan kemudian dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar supaya saling kenal-mengenal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa sesuai dengan falsafah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, pengertian perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai seorang suami

Lebih terperinci

Putusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di

Putusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di 79 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TIDAK DITERAPKANNYA KEWENANGAN EX OFFICIO HAKIM TENTANG NAFKAH SELAMA IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK (STUDI PUTUSAN NOMOR:1110/Pdt.G/2013/PA.Mlg) Putusan di atas merupakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK A. Alasan-alasan Pengajuan Izin Perceraian Pegawai Negeri

Lebih terperinci

BAB II PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

BAB II PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA BAB II PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA A. Landasan Yuridis Perceraian Dalam bahasa Indonesia kata perceraian berasal dari kata cerai yang berarti pisah.

Lebih terperinci

BAB III PERANAN DALIHAN NATOLU SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA

BAB III PERANAN DALIHAN NATOLU SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA BAB III PERANAN DALIHAN NATOLU SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA B. Permasalahan Yang Sering Timbul dalam Perkawinan Adat Batak Toba Sebagaimana telah kita ketahui

Lebih terperinci

b. Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan,

b. Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan, Pernikahan PNS Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Oleh : Abdul Hariss ABSTRAK Keturunan atau Seorang anak yang masih di bawah umur

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL Tanggal: 6 SEPTEMBER 1990 (JAKARTA)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuhan Yang Maha Esa menciptakan alam semesta beserta isinya yang meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor 019/Pdt.G/2013/PA.Blu. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor 019/Pdt.G/2013/PA.Blu. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 019/Pdt.G/2013/PA.Blu. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Blambangan Umpu yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada

Lebih terperinci

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi BAB IV ANALISIS A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya dapat diketahui bahwa secara umum mediasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Pengertian Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 1 ditegaskan mengenai pengertian perkawinan yaitu Perkawinan ialah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah satu budaya yang beraturan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI A. Pertimbangan Hakim Mengabulkan Cerai Gugat dengan Sebab Pengurangan Nafkah

Lebih terperinci

P U T U S A N. NOMOR : 126/Pdt.G/2010/PA.Pso BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. NOMOR : 126/Pdt.G/2010/PA.Pso BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA 1 P U T U S A N NOMOR : 126/Pdt.G/2010/PA.Pso BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA -------Pengadilan Agama Poso yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada

Lebih terperinci

bismillahirrahmanirrahim

bismillahirrahmanirrahim P U T U S A N Nomor 0425/Pdt.G/2015/PA.Sit bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 0320/Pdt.G/2008/PA.Bn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M E L A W A N

P U T U S A N Nomor : 0320/Pdt.G/2008/PA.Bn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M E L A W A N P U T U S A N Nomor : 0320/Pdt.G/2008/PA.Bn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kelas I A Bengkulu yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10 BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1 LATAR BELAKANG MASALAH Orang Batak Toba sebagai salah satu sub suku Batak memiliki perangkat struktur dan sistem sosial yang merupakan warisan dari nenek moyang. Struktur

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI 1) TITIN APRIANI, 2) RAMLI, 3) MUHAMMAD AFZAL 1),2) Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB II. A. Mengenai Perkawinan. 1. Perkawinan. Perkawinan sebagai perbuatan hukum menimbulkan tanggung jawab antara

BAB II. A. Mengenai Perkawinan. 1. Perkawinan. Perkawinan sebagai perbuatan hukum menimbulkan tanggung jawab antara 23 BAB II TANGGUNG JAWAB MANTAN SUAMI TERHADAP PENAFKAHAN ANAK PASCA PERCERAIAN JIKA PENGHASILANNYA KURANG CUKUP MEMENUHI KEBUTUHAN ANAK YANG TELAH DITETAPKAN PENGADILAN A. Mengenai Perkawinan 1. Perkawinan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA PERCERAIAN (STUDI PADA MASYARAKAT BATAK TOBA KRISTEN DI MEDAN)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA PERCERAIAN (STUDI PADA MASYARAKAT BATAK TOBA KRISTEN DI MEDAN) E r n a w a t i B r. S i t o r u s 1 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA PERCERAIAN (STUDI PADA MASYARAKAT BATAK TOBA KRISTEN DI MEDAN) ERNAWATI Br. SITORUS

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk hidup bersama dengan sesamanya. Manusia dilahirkan untuk saling melengkapi satu dengan yang lain,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor : 301/Pdt.G/2011/PA.Pkc.

PUTUSAN Nomor : 301/Pdt.G/2011/PA.Pkc. PUTUSAN Nomor : 301/Pdt.G/2011/PA.Pkc. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pangkalan Kerinci yang memeriksa dan mengadili perkara cerai gugat pada

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 3277 K/ Pdt/ 2000 Mengenai Tidak Dipenuhinya Janji Kawin Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak Pasca Perceraian Pekawinan dalam Islam tidaklah semata-mata sebagai hubungan perdata biasa, akan tetapi mempunyai nilai ibadah. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

P E N D A H U L U A N

P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Sebagaimana telah kita ketahui, Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari berbagai-bagai pulau dari Sabang sampai Merauke, dan didiami oleh berbagai-bagai

Lebih terperinci

P U T U S A N. NOMOR: XXX/Pdt.G/2013/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. NOMOR: XXX/Pdt.G/2013/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR: XXX/Pdt.G/2013/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kotabumi yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu pada

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No. 6/Ags/2015

Lex Administratum, Vol. III/No. 6/Ags/2015 AKIBAT HUKUM PERKAWINAN YANG SAH DIDASARKAN PADA PASAL 2 UU. NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 Oleh : Juliana Pretty Sanger 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum maka seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai perkawinan, perceraian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN, PERJANJIAN PERKAWINAN DAN PEGAWAI PENCATAT PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN, PERJANJIAN PERKAWINAN DAN PEGAWAI PENCATAT PERKAWINAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN, PERJANJIAN PERKAWINAN DAN PEGAWAI PENCATAT PERKAWINAN 2.1 Perkawinan 2.1.1 Pengertian perkawinan. Perkawinan merupakan suatu peristiwa sakral dalam kehidupan manusia.

Lebih terperinci

HAK JANDA/DUDA ATAS PEMBAGIAN HARTA BERSAMA AKIBAT PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA LUBUK-LINGGAU SKRIPSI

HAK JANDA/DUDA ATAS PEMBAGIAN HARTA BERSAMA AKIBAT PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA LUBUK-LINGGAU SKRIPSI HAK JANDA/DUDA ATAS PEMBAGIAN HARTA BERSAMA AKIBAT PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA LUBUK-LINGGAU SKRIPSI Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata -1 Fakultas

Lebih terperinci

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum. Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk pembinaan hukum nasional, perlu

Lebih terperinci