PREVALENSI SINDROM METABOLIK SEBAGAI FAKTOR RISIKO PENYAKIT DEGENERATIF DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA GURU SMA NEGERI PADANG
|
|
- Benny Agusalim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PREVALENSI SINDROM METABOLIK SEBAGAI FAKTOR RISIKO PENYAKIT DEGENERATIF DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA GURU SMA NEGERI PADANG Arlen Defitri Nazar M.Biomed, Novelasari M.Kes, Amalia Sari (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang) Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi kejadian Sindrom Metabolik dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel 55 orang. Data yang dikumpulkan meliputi data sindrom metabolik yaitu glukosa darah, trigliserida dan HDL kolesterol darah, tekanan darah, dan lingkar pinggang dengan metode antropometri, asupan energi, karbohidrat, lemak dan serat dengan wawancara megunakan FFQ semi kuantitatif, aktifitas fisik dengan kuesioner Baecke. Data dianalisis dengan komputerisasi dan dianalisis dengan uji Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan 27,3% responden mengalami kejadian sindrom metabolik, 9,% responden memiliki tingkat asupan energi yang tinggi, 0,9% responden dengan asupan lemak yang tinggi, 3,6% responden dengan tingkat asupan karbohidrat yang tinggi, 70,9% dengan asupan serat yang rendah. Terdapat hubungan yang bermakna antara asupan energi yang tinggi dengan kejadian sindrom metabolik. Sedangkan tingkat asupan lemak dan karbohidrat yang tinggi dan asupan serat yang rendah serta aktifitas fisik yang kurang tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian sindrom metabolik. Bagi staf dan pengajar yang mengalami sindrom metabolik perlu diberikan konsultasi gizi untuk menghindari terjadinya komplikasi yang membahayakan. Perlu diadakan kegiatan pekan olah raga untuk meningkatkan aktifitas fisik mengingat staf dan pengajar lebih banyak duduk dan jarang olah raga. Selanjutnya perlu dilakukan pemeriksaan lanjut bagi staf dan pengajar yang mengalami sindrom metabolik. Kata Kunci :Penyakit degeneratif, faktor yang mempengaruhi PENDAHULUAN Sindrom metabolik (SM) adalah suatu kumpulan penyakit subklinik akibat pola hidup yang tidak sehat. Pada tahun 988, Word Health Organization (WHO) memperkenalkan istilah sindrom metabolik yang merupakan suatu faktor risiko multiple untuk penyakit kardiovaskuler, sindrom ini berkembang melalui unsur yang saling terkait antara obesitas dan kerentanan metabolik (WHO, 2003). Survei Kesehatan Nasional 2007 menemukan,5% kasus DM yang sudah diketahui, 4,2% DM yang baru terdiagnosis sehingga terdapat total kasus DM 5,7%. Sedangkan toleransi gula terganggu atau intoleransi glukosa adalah 0,2%. Mengingat sindrom metabolik merupakan resistensi insulin yang menyebabkan intoleransi glukosa, maka insiden sindrom metabolik di Indonesia bisa dianggap sekitar 0,2% dari total populasi penduduk (Hartono, 202). Kriteria sindrom metabolik berdasarkan ATP III adalah lingkar pinggang pada lakilaki >02 cm, lingkar pinggang pada
2 wanita >88 cm, diikuti dengan peningkatan glukosa darah puasa 0 mg/dl, tekanan darah 30/85 mmhg, trigliserida 50 mg/dl dan kolesterol HDL <40 mg/dl pada pria dan <50 mg/dl pada wanita. Diagnosis sindrom metabolik ditegakkan jika ditemukan 3 kriteria di atas. Sindrom metabolik dapat menyebabkan meningkatnya risiko dari penyakit jantung koroner. Penelitian Farmingham, sindrom metabolik sendiri dapat menyebabkan 25% dari gejala penyakit jantung koroner (sindrom metabolik sebagai pencetus penyakit jantung koroner). Hampir 50% populasi yang mempunyai risiko untuk penyakit diabetes mempunyai gejala sindrom metabolik (sindrom metabolik sebagai pencetus diabetes) (Tjokroprawiro, 2007). Meskipun banyak faktor diyakini terlibat, penyebab dari sindrom metabolik belum sepenuhnya terkuak. Faktor-faktor yang terbukti berpengaruh pada resistensi insulin ini, meliputi faktor genetik, penggunaan karbohidrat dan gula secara berlebihan, penggunaan asam lemak jenuh yang berlebihan, sementara asam lemak esensial terlalu sedikit, ketidakseimbangan antara kalsium dan magnesium, penggunaan stimulan dan obat tertentu serta stress (Arisman, 2008). Penelitian Sargowo dkk tentang Pengaruh Komposisi Asupan Makan terhadap Komponen Sindrom Metabolik pada Remaja, hasil analisisnya ternyata faktor komposisi asupan berpengaruh terhadap sindrom metabolik. Data peneliti menunjukkan semakin banyak asupan makan maka kejadian sindrom metabolik semakin meningkat (Kasiman, 20). Penelitian membuktikan bahwa orang yang menderita obesitas memiliki tingkat aktivitas fisik dan tingkat kesegaran jasmani yang rendah. Aktivitas fisik yang tidak adekuat menyebabkan semakin besarnya lemak tubuh yang ditimbun pada jaringan, sedangkan kesegaran jasmani yang rendah dapat mempengaruhi kesehatan fisik pada penderita obesitas. (Enas et al, 2003). Pekerjaan kantoran dan guru termasuk dalam lima aktivitas terendah yang dikutip dari Medlndia (detikhealth, 202). Setelah dilakukannya survei di beberapa SMA di kota Padang, SMA Negeri 2 Padang yang terletak di Kecamatan Padang Barat merupakan SMA yang memiliki jumlah pegawai yaitu berjumlah 0 orang. Dari studi pendahuluan yang telah dilakukan pada 30 orang guru SMA 2 Padang didapat data prevalensi overweight dan obesitas sebesar 56,67%. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Prevalensi Sindrom Metabolik sebagai Faktor Risiko Penyakit Degeneratif dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya Pada Guru SMA Negeri 2 Padang.
3 METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat analitik yaitu dengan desain cross sectional study yaitu melihat hubungan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian sindrom metabolik pada staf dan guru di SMAN 2 Padang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Oktober 203. Populasi adalah Seluruh staf dan guru SMA Negeri 2 Padang tahun 203 yang berjumlah 0 orang. Seluruh populasi dijadikan sampel dalam penelitian.data sindrom metabolik ditentukan dengan mengukur lingkar perut yang diperoleh dengan cara melakukan pengukuran dengan menggunakan pita pengukur. Pengambilan data ini dibantu oleh alumni gizi dan perawat untuk mengukur tekanan darah, mengukur Kadar Glukosa darah puasa, Trigliserida, Kolesterol dengan mengukur kadar dalam darah dengan analisis darah di laboratorium, dan tekanan darah dengan mengukur dengan darah. Data tentang asupan energi, lemak, dan serat dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner FFQ semi kuantitatif. Data aktivitas fisik dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner aktivitas fisik Baecke. Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi dengan menggunakan program SPSS. Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahap yaitu editing, entry, coding dan processing. Data yang diperoleh akan dianalisa secara analitik dengan sistem komputerisasi menggunakan program SPSS dan akan dianalisa secara univariat yaitu variabel kejadian sindrom metabolik, asupan energi, asupan lemak, asupan serat, dan aktivitas fisik responden. Hasilnya akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.dan bivariat yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisa Bivariat dilakukan dengan menghubungkan dua variabel kategori dengan uji Chi-square dengan derajat kemaknaan 95%. Analisa ini bertujuan untuk melihat hubungan antara asupan dan aktivitas fisik dengan kejadian sindrom metabolik. HASIL PENELITIAN Tabel : Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan di SMAN 2 Padang Tahun 203 Jenis Kelamin N % Pria 4 25,5 Wanita 4 74,5 Total 55 00,0 Pendidikan N % Sarjana (S) 28 69, Magister (S2) 7 30,9 Total 55 00,0
4 Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa hampir semua responden berjenis kelamin wanita yaitu, berjumlah 4 orang (25,5%) dan berpendidikan S yaitu, berjumlah 28 orang (69,%). Kejadian Sindrom Metabolik pada responden di SMAN 2 Padang dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2: Distribusi Responden berdasarkan Kejadian Sindrom Metabolik di SMAN 2 Padang Tahun 203 Kejadian Sindrom Metabolik n % Sindrom Metabolik 5 27,3 Tidak Sindrom Metabolik 40 72,7 Total 55 00,0 hipertensi sebanyak 9 orang (34,5%), Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa hampir sepertiga dari responden mengalami Sindrom Metabolik, yaitu 5 responden yang memiliki lingkar perut diatas normal sebanyak 6 orang (29 %), responden yang memiliki kadar Glukosa orang (27,3%). Hasil penelitian Darah Puasa diatas normal 0 orang (8 menunjukkan indikator sindrom metabolik %) dan responden yang mengalami yang paling bermasalah adalah rendahnya HDL responden yaitu sebanyak 36 orang hipertrigliseridemia sebanyak 7 orang (3 %). (65,5%), responden yang mengalami Tabel 3: Distribusi Responden berdasarkan Asupan Energi di SMAN 2 Padang Tahun 203 Asupan Energi Karbohidrat Lemak N % N % N % Lebih Baik Total asupan lemak lebih. Tingkat asupan serat Berdasarkan table 3 dapat dilihat bahwa 9,% responden memiliki tingkat asupan energi yang lebih, 4 % memiliki asupan karbohidrat lebih dan % dengan pada responden di SMAN 2 Padang yang didapatkan dari hasil wawancara dengan menggunakan FFQ dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4: Distribusi Responden berdasarkan Asupan Serat di SMAN 2 Padang Tahun 203 Asupan Serat f % Kurang 39 70,9 Baik 6 29, Total 55 00,0 responden di SMAN 2 Padang yang Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa lebih dari setengah responden memiliki tingkat asupan serat yang kurang yaitu 39 didapatkan dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner aktivitas fisik Baecke dapat dilihat pada tabel berikut. orang (70,9%). Tingkat aktivitas fisik pada
5 Tabel 5: Distribusi Responden berdasarkan Aktivitas Fisik di SMAN 2 Padang Tahun 203 Aktivitas Fisik f % Ringan 35 63,6 Sedang 20 36,4 Total 55 00,0 yaitu 35 orang (63,6%).Hubungan asupan Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa lebih dari setengah responden memiliki tingkat aktivitas fisik yang ringan, energi dengan kejadian sindrom metabolik pada responden dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 6: Hubungan antara Asupan Energi dengan Kejadian Sindrom Metabolik pada Responden di SMAN 2 Padang Tahun 203 Kejadian Sindrom Metabolik Total Asupan Energi Sindrom Tidak Sindrom p f % f % f % Lebih ,0 Baik ,0 0,07 Total 5 27, , ,0 diperoleh nilai p=0,07 maka dapat Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa disimpulkan ada hubungan yang signifikan kejadian sindrom metabolik ternyata antara asupan energi dengan kejadian presentasinya lebih banyak terjadi pada responden yang memliki asupan energi sindrom metabolik pada staf dan pengajar di SMAN 2 Padang. Hubungan asupan lebih (80%), dibandingkan dengan lemak dengan kejadian Sindrom Metabolik responden yang memiliki asupan energi baik (22%). Hasil uji statistik chi square pada responden dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 7; Hubungan antara Asupan Lemak dengan Kejadian Sindrom Metabolik pada Responden di SMAN 2 Padang Tahun 203 Kejadian Sindrom Metabolik Total Asupan Ya Tidak Lemak f % f % f % p Lebih ,0 Baik 2 24, , ,0 0,329 Total 5 27, , ,0 lemak baik (24,5%). Hasil uji statistik chi Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa kejadian Sindrom Metabolik dan square diperoleh nilai p=0,329 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan tidak Sindrom Metabolik sama-sama yang signifikan antara asupan lemak terjadi pada responden yang memiliki asupan lemak lebih (50%), dibandingkan dengan kejadian sindrom metabolik pada staf dan pengajar di SMAN 2 Padang. dengan responden yang memiliki asupan
6 Hubungan asupan energi dengan kejadian sindrom metabolik pada responden dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8: Hubungan antara Asupan Karbohidrat dengan Kejadian Sindrom Metabolik pada Responden di SMAN 2 Padang Tahun 203 Kejadian Sindrom Metabolik Total Asupan Sindrom Tidak Sindrom Karbohidrat N % n % n % p Lebih ,0 Baik 3 24, , ,0 0,07 Total 5 27, , ,0 hubungan yang signifikan antara asupan Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat karbohidrat dengan kejadian sindrom bahwa kejadian sindrom metabolik metabolik pada staf dan pengajar di ternyata semuanya terjadi pada SMAN 2 Padang. responden yang memliki asupan Hubungan asupan serat dengan karbohidrat lebih (00%), Hasil uji statistik kejadian Sinrdom Metabolik pada chi square diperoleh nilai p=0,07 maka responden dapat dilihat pada tabel berikut. dapat disimpulkan bahwa tidak ada Tabel 9: Hubungan antara Asupan Serat dengan Kejadian Sindrom Metabolik pada Responden di SMAN 2 Padang Tahun 203 Kejadian Sindrom Metabolik Total Asupan Serat Ya Tidak p f % f % f % Kurang 2 30, , ,0 Baik 3 8,8 3 8,2 6 00,0 0,50 Total 5 27, , ,0 uji statistik chi square diperoleh nilai Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat p=0,50 maka dapat disimpulkan tidak bahwa kejadian Sindrom Metabolik ada hubungan yang signifikan antara ternyata presentasinya lebih banyak asupan serat dengan kejadian Sindrom terjadi pada responden yang memliki Metabolik pada staf dan pengajar di asupan serat kurang (30,8%), SMAN 2 Padang. Hubungan aktivitas fisik dibandingkan dengan responden yang memiliki asupan serat baik (8,8%). Hasil dengan kejadian sindrom metabolik pada responden dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 0: Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Kejadian Obesitas Sentral pada Responden di SMAN 2 Padang tahun 203 Kejadian Sindrom Metabolik Total Aktivitas Fisik Ya Tidak f % f % f % Ringan 3, , ,0 Sedang ,0 Total 5 27, , ,0 p 0,548
7 Berdasarkan tabel 0 dapat dilihat bahwa kejadian sindrom metabolik ternyata presentasinya lebih banyak terjadi pada responden yang memliki aktivitas fisik ringan (3,4%), dibandingkan dengan responden yang memiliki aktivitas fisik PEMBAHASAN Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa hampir sepertiga dari staf dan pengajar di SMAN 2 Padang mengalami sindrom metabolik, yaitu berjumlah 5 orang (27,3%). Masalah terbesar berdasarkan indikator sindrom metabolik adalah rendahnya kadar HDL responden yaitu kadar HDL < 50 mg/dl pada perempuan dan <40 mg/dl pada lakilaki, responden dengan kadar HDL yang rendah mencapai 65,5%. Salah satu indikator sindrom metabolik adalah obesitas sentral. Responden yang memiliki lingkar pinggang diatas normal mencapai 29%. Menurut WHO (2000), obesitas sentral atau visceral adalah kondisi kelebihan lemak perut atau lemak pusat. Obesitas sentral ditentukan berdasarkan batas lingkar perut 90 cm pada pria dan 80 cm pada wanita (WHO, 2000). Sindrom metabolik dapat terjadi karena adanya perubahan gaya hidup sepert, tingginya konsumsi makanan berlemak, rendahnya konsumsi sayuran dan buah, dan kurangnya aktivitas fisik. Melalui wawancara lebih lanjut dapat disimpulkan kejadian sindrom metabolik dikarenakan aktivitas fisik yang sedang (20%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,548 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan aktivitas fisik dengan kejadian sindrom metabolik pada staf dan pengajar di SMAN 2 Padang. dilakukan oleh staf dan pengajar di SMAN 2 Padang tidak seimbang dengan asupan energi yang masuk secara berlebihan ke dalam tubuh. Berdasarkan hasil dapat dilihat bahwa sebanyak 9,% responden memiliki tingkat asupan energi yang lebih dari >00% AKG. Salah satu indikator sindrom metabolik adalah obesitas sentral. Determinan utama obesitas dipengaruhi oleh asupan kalori dan keluaran kalori yang tidak seimbang (energy expenditure). Peningkatan jumlah asupan energi di atas angka kecukupan gizi yang dianjurkan mempengaruhi perkembangan obesitas, tetapi hal ini dipengaruhi juga oleh faktor lain seperti jenis makanan yang dicerna oleh tubuh. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan 6 orang (0,9%) staf dan pengajar SMAN 2 Padang memiliki tingkat asupan lemak yang lebih dari 30% dari total kalori menurut AKG. Lemak merupakan penyumbang energi terbesar dibandingkan zat gizi yang lain. Persentase asupan lemak tinggi merupakan faktor penyebab terjadinya obesitas (Hardiansyah & Tambunan, 2004). Konsumsi makanan berlemak yang tinggi dapat meningkatkan kadar
8 lemak darah, lingkar perut dan berat badan. Hal ini disebabkan karena makanan yang berlemak dapat menghasilkan energi yang tinggi (Sugianti, 2009). Melalui wawancara lebih lanjut dapat diketahui bahwa 0,9% staf dan pengajar yang menyukai makanan cemilan seperti goreng-gorengan dan kerupuk yang mengandung minyak dan menyebabkan asupan lemaknya menjadi berlebih. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan 2 orang (3,6%) staf dan pengajar SMAN 2 Padang memiliki tingkat asupan karbohidrat yang lebih dari 70% dari total kalori menurut AKG. Melalui wawancara lebih lanjut dapat diketahui bahwa 3,6% staf dan pengajar yang mengkosumsi makanan tinggi karbohidrat. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan 39 orang (70,9%) staf dan pengajar SMAN 2 Padang memiliki tingkat asupan serat yang kurang dari jumlah yang dianjurkan yaitu 25 gram. Konsumsi serat berpengaruh terhadap kejadian sindrom metabolic. Menurut Koh-Banerjee et al yang dikutip oleh Sugianti (2009) menyatakan bahwa asupan serat 2/gram/hari dapat menurunkan 0,63 cm lingkar perut dalam waktu 9 tahun. Tetapi dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sugianti (2009) dan Pujiati (200) tidak mendapatkan hasil yang bermakna antara hubungan konsumsi serat dengan kejadian obesitas sentral. Melalui wawancara lebih lanjut dapat diketahui bahwa staf dan pengajar SMAN 2 Padang hanya mengkonsumsi sedikit sayuran dan buah perharinya. Padahal, sayur dan buah sangat yang mengandung mineral dan serat sangat penting bagi tubuh untuk memperlancar pencernaan dan mencegah terjadinya konstipasi. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 35 (63,6%) staf dan pengajar yang berada pada tingkat aktivitas ringan dimana hasil dari indikator yang telah dihitung <7,5. Aktivitas fisik rendah merupakan faktor risiko kegemukan. Aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin sehari-hari terkadang tidaklah cukup untuk membakar timbunan kalori tubuh yang berasal dari makanan. Olahraga selama 30 menit yang direkomendasikan oleh American Foundation dan WHO tidak cukup untuk peningkatan berat badan dan obesitas. Setiap individu dianjurkan untuk berolahraga selama 45 menit sampai satu jam perhari. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan kuesioner aktivitas fisik Baecke et al, dapat disimpulkan hal ini dipengaruhi oleh kegiatan yang banyak dilakukan oleh staf dan pengajar di SMAN 2 Padang sewaktu bekerja adalah duduk jika dibandingkan dengan kegiatan berdiri dan berjalan di lingkungan kerja. Selain itu, hanya sebagian staf dan pengajar saja yang melakukan olahraga pada saat waktu senggang. Hasil analisa hubungan tingkat asupan energi dengan kejadian sindrom metabolik diperoleh bahwa 4 orang (80%)
9 responden memiliki tingkat asupan energi yang lebih dan mengalami sindrom metabolik. Hasil yang didapat menunjukkan adanya hubungan yang sangat bermakna (p<0,05) antara tingkat asupan energi dengan kejadian sindrom metabolik dan hasil ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Mustamin (200), Hasil analisa hubungan tingkat asupan lemak dengan kejadian Sindrom Metabolik diperoleh bahwa orang (50%) responden memiliki tingkat asupan lemak yang tinggi dan mengalami sindrom metabolik. Menurut Drewnowski (2007), mengenai kontribusi makanan manis dan berlemak terhadap obesitas memperlihatkan bahwa mekanisme fisiologi yang menjelaskan mengapa konsumsi lemak berperan dalam peningkatan lemak tubuh adalah karena densitas energi yang tinggi, efek rasa lezat makanan berlemak, tingginya efisiensi metabolik, lemahnya kekuatan rasa kenyang, lemahnya regulasi fisiologi asupan lemak terhadap asupan karbohidrat. Hasil yang didapat menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat asupan lemak dengan kejadian sindrom metabolik dan hasil ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Trisna dan Hamid (2008) di Lubuk Sikaping terhadap penderita obesitas yang menemukan bahwa responden yang asupan lemaknya tinggi mengalami obesitas sentral. Pada penelitian ini secara keseluruhan responden yang mempunyai tingkat asupan lemak lebih rendah. Hasil analisa hubungan tingkat asupan serat dengan kejadian sindrom metabolik diperoleh bahwa 2 orang (30,8%) responden memiliki tingkat asupan serat yang kurang dan mengalami sindrom metabolik. Hasil yang didapat menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara tingkat asupan serat dengan kejadian sindrom metabolik. Hasil yang menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna ini kemungkinan disebabkan karena faktorfaktor lain yang dapat menyebabkan sindrom metabolik seperti tingkat asupan energi dan lemak, peningkatan umur, perbedaan jenis kelamin, tingkat aktivitas fisik, status merokok, dan status sosial ekonomi (Pujiati, 200; Trisna, 2008; Sugianti 2009) lebih mempengaruhi kejadian sindrom metabolic dibandingkan dengan tingkat asupan serat staf dan pengajar di SMAN 2 Padang. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat aktivitas fisik dengan kejadian sindrom metabolik Pada penelitian ini secara keseluruhan responden yang mempunyai tingkat aktivitas yang ringan rata-rata mengalami kejadian obesitas sentral, tetapi ada beberapa orang responden yang memiliki tingkat aktivitas fisik yang ringan tetapi tidak mengalami kejadian sindrom metabolik.
10 KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan secara langsung kepada masyarakat khususnya staf dan pengajar di SMAN 2 Padang dapat disimpulkan 27,3% responden mengalami kejadian sindrom metabolik, 9,% responden memiliki tingkat asupan energi yang tinggi, 0,9% responden memiliki tingkat asupan lemak yang tinggi, 3,6% responden memiliki tingkat asupan karbohidrat yang tinggi, 70,9% responden memiliki tingkat asupan serat yang kurang, 63,6% responden memiliki tingkat aktivitas fisik ringan, Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat asupan energi dengan kejadian sindrom metabolic dan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat asupan lemak, serat dan karbohidrat serta aktifitas fisik dengan kejadian sindrom metabolik DAFTAR PUSTAKA Almatsier, Sunita Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama David, J Wellnes Concepts and Applications. United States of America: Hoffman Press. Koski, Lathfi Association of body mass Index and Obesity with Physical. Activity, Food Choices, Alcohol Intake, and Smoking in the Finrisk Studies. American journal of Clinical Nutrition. Hardiansyah & Tambunan, 2004.Angka Kecukupan Energi, Protein Lemak dan Serat Makanan. dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Hill, et al Obesity: Etiology. dalam Shils ME. Modern Nutrition in Health and Disease. USA: Lippincott Williams and Wilkins. Hidayah, Ainun. 20.Kesalahan- Kesalahan Pola Makan Pemicu Seabrek Penyakit Mematikan. Jogjakarta: Buku Biru. Insel, PM Core Concepts in Health. Standford University : Mayfield Publihshing Company. Mohsen, Razein and Ziant, Salem Prevalence of Obesity and Abdominal Obesity in a Sample of Urban Adult Population within South East of Iran. Journal of Medical Science. Pujiati, Suci. 200.Prevalensi dan Faktor Risiko Obesitas Sentral pada Penduduk Dewasa Kota dan Kabupaten Indonesia Tahun Depok : FKM UI. Riskesdas Pedoman Pengukuran dan Pemeriksaan. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Riskesdas Nasional Laporan prevalensi obesitas sentral pada Penduduk Umur 5 Tahun ke Atas menurut Provinsi tahun 2007.
11 Seitz, HK. Suter, PM. 200.Ethanol Toxicity and Nutritional Status. dalam Present Knowledge Nutrition. USA: International Life Sciences Institute. Sugianti, Elya Faktor Risiko Obesitas Sentral pada Orang Dewasa di DKI Jakarta : Analisis Lanjut Data RI SKESDAS Tahun Sherina, 2009.The Prevalences And Factors Associated With Obesity Among Adult Women In Selangor, Malaysia. Asia Pacific Family Medicine. Soegih, Rahman BMI and Waist Circumference Cut Off For The Risk of Comorbidities of Obesity In Populations in Indonesia. Departement of Nutrition Faculty of Medicine UI. Martini, Sri Hubungan Faktor Sosiodeografi, Aktivitas Fisik dan Perilaku Merokok dengan Kejadian Obesitas pada Orang Dewasa di Indonesia tahun 2004 (Analisa Data Susenas). Depok: FKM UI. Sutter, PM. 200.Effect of Alcohol on Energy Metabolism and Body Weight Regulation. dalam Present Knowledge Nutrition. USA: International Life Sciences Institute. Trisna I, Hamid S. 2008Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Obesitas Sentral pada Wanita Dewasa (30-50 Tahun) di Kecamatan Lubuk Sikaping. Tahun WHO Obesity : Preventing and Managing the Global Epidemic. Report of a WHO consultation. Geneva, Switzerland : WHO, Nurzakiah Analisa Faktor Risiko Obesitas pada Orang dewasa di Kota Depok Tahun 2008 (Analisa Data Sekunder Riset Unggulan UI). Depok: FKM UI.
BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi kurang banyak dihubungkan dengan penyakit-penyakit infeksi, maka masalah gizi lebih dianggap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Overweight dan obesitas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian yang serius karena merupakan peringkat kelima penyebab kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Obesitas merupakan salah satu faktor utama penyebab pencapaian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan salah satu faktor utama penyebab pencapaian kesehatan umum pada populasi dunia, jauh dari target yang diharapkan di tahun 2020 (Balaban, 2011). Sekitar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transformasi luar biasa dibidang ekonomi dan urbanisasi telah mengubah struktur demografi sosial di Indonesia sehingga menyebabkan pergeseran besar dalam pola makan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index (BMI), pengukuran lingkar pinggang, rasio lingkar panggul pinggang, skinfold measurement, waist stature rasio,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat terjadi seiring dengan meningkatnya arus globalisasi, perkembangan teknologi dan industri. Hal ini juga mempengaruhi
Lebih terperinci2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba
1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup masyarakat menjadi pola hidup tidak sehat telah mendorong terjadinya berbagai penyakit yang mempengaruhi metabolisme tubuh. Penyakit akibat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun
Lebih terperinciJurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN
PENELITIAN HUBUNGAN POLA KONSUMSI ENERGI, LEMAK JENUH DAN SERAT DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER Usdeka Muliani* *Dosen Jurusan Gizi Indonesia saat ini menghadapi masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia saat ini menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi muncul masalah gizi lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia. Sebelumnya menduduki peringkat ketiga (berdasarkan survei pada tahun 2006). Laporan Departemen
Lebih terperinciAKTIVITAS FISIK DAN KEJADIAN OBESITAS SENTRAL PADA WANITA DI KELURAHAN TANAH PATAH KOTA BENGKULU
AKTIVITAS FISIK DAN KEJADIAN OBESITAS SENTRAL PADA WANITA DI KELURAHAN TANAH PATAH KOTA BENGKULU Nurul Khairani, Santoso Ujang Effendi, Lara Wirda Utamy Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Tri Mandiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas adalah akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan energi antara kalori yang dikonsumsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sindroma metabolik merupakan kumpulan kelainan metabolik komplek
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sindroma metabolik merupakan kumpulan kelainan metabolik komplek yang muncul sebagai faktor risiko penyakit kardiovaskular serta diabetes mellitus tipe 2. Komponen
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. merupakan bagian dari sindroma metabolik. Kondisi ini dapat menjadi faktor
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lemak adalah substansi yang tidak larut dalam air dan secara kimia mengandung satu atau lebih asam lemak. Tubuh manusia menggunakan lemak sebagai sumber energi, pelarut
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi lebih merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. (1) Gizi lebih
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Besarnya masalah overweight dan obesitas telah diakui sebagai masalah kesehatan global oleh Badan Kesehatan Dunia yaitu World Health Organization (WHO). Dalam beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam era globalisasi sekarang dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang artinya masalah gizi kurang belum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kadar kolesterol darah yang dikenal dengan istilah hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ekonomi yang dialami oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan berbagai dampak pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung menunjukkan masalah gizi ganda, disamping masih menghadapi masalah gizi kurang, disisi lain pada golongan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dewasa ini obesitas telah menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia, baik di negara maju ataupun negara berkembang. Menurut data World Health Organization (WHO) obesitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah menetapkan bahwa tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas merupakan masalah yang banyak dijumpai baik di negara maju maupun di negara berkembang. Obesitas merupakan suatu masalah serius pada masa remaja seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan masalah kesehatan global dan telah muncul sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor risiko untuk kanker, hipertensi, hiperkolesterolemia,
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Menurut WHO (2011) secara global hampir mencapai satu milyar orang memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi) dan dua pertiga ada di negara berkembang. Hipertensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas telah menjadi masalah di dunia, World Health Organization (WHO) memperkirakan sejak tahun 2008 sebanyak 2,8 juta penduduk meninggal setiap tahun terkait overweight
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan sebuah masalah keluarga yang sifatnya jangka panjang dan kebisaan makan yang sehat harus dimulai sejak dini. Masalah gizi pada anak di Indonesia akhir-akhir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini biasanya menyerang tanpa tanda-tanda. Hipertensi itu sendiri bisa menyebabkan berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia pada saat ini menghadapi permasalahan ganda berupa kasus-kasus penyakit menular yang masih belum terselesaikan sekaligus peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di zaman modern ini. Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit dimana terjadi penimbunan lemak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, keberhasilan pembangunan ekonomi di Indonesia telah membuat kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping berhasilnya pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19
Lebih terperinciGAMBARAN ASUPAN GIZI PADA PENDERITA SINDROM METABOLIK DI RW 04 KELURAHAN SIDOMULYO BARAT KECAMATAN TAMPAN KOTA PEKANBARU
GAMBARAN ASUPAN GIZI PADA PENDERITA SINDROM METABOLIK DI RW 04 KELURAHAN SIDOMULYO BARAT KECAMATAN TAMPAN KOTA PEKANBARU Yurika Marthalia Utami 1, Dani Rosdiana 2, Yanti Ernalia 3 ABSTRAK Terjadinya pergeseran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif kronis yang semakin meningkat prevalensinya (Setiawati, 2004). DM mempunyai karakteristik seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perempuan ideal adalah model kurus dan langsing, obesitas dipandang sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan merupakan suatu proses yang pasti dialami oleh setiap manusia. Banyak faktor yang berperan dalam proses penuaan. Salah satunya adalah obesitas. Seiring dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 90% penderita diabetes di seluruh dunia merupakan penderita
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi penyakit diabetes secara global diderita oleh sekitar 9% orang dewasa berusia 18 tahun ke atas pada tahun 2014. Diabetes menjadi penyebab besarnya jumlah
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesian saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. obesitas di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Saat ini diperkirakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius di dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi obesitas di seluruh dunia, termasuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis penyakit. Penyakit menular sudah digantikan oleh penyakit yang tidak menular seperti penyakit degeneratif, metabolik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tidak menular yang berkaitan dengan gizi seperti diabetes mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et al., 2006 dalam Sacks,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan World Health Organization (WHO) tahun 1995 menyatakan bahwa batasan Berat Badan (BB) normal orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai Body Mass Index (BMI).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah metode sederhana yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah metode sederhana yang digunakan untuk menilai status gizi seorang individu. IMT merupakan metode yang murah dan mudah dalam mengukur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah >140 mm Hg (tekanan sistolik) dan/ atau
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. (1) Obesitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemasan merupakan hal yang penting dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pengetahuan diet dan perilaku membaca informasi nilai gizi makanan kemasan merupakan hal yang penting dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertambahan berat badan. Kelebihan berat badan pada anak apabila telah menjadi obesitas akan berlanjut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumsi diet tinggi lemak dan fruktosa di masyarakat saat ini mulai meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya konsumsi junk food dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang selalu mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara seluruh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan perolehan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Peningkatan kadar kolesterol dalam darah menjadi faktor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas pada saat ini telah menjadi masalah kesehatan dan berhubungan dengan terjadinya peningkatan penyakit tidak menular (Bener, 2006). Prevalensi obesitas meningkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara
1 BAB I PENDAHULUAN a) Latar Belakang Peningkatan kemakmuran seseorang ternyata diikuti dengan perubahan gaya hidup. Pola makan mulai bergeser dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja atau adolescence adalah waktu terjadinya perubahanperubahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja atau adolescence adalah waktu terjadinya perubahanperubahan yang berlangsung cepat dalam hal pertumbuhan fisik, kognitif dan psikososial atau tingkah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight adalah kondisi berat badan seseorang melebihi berat badan normal pada umumnya. Sementara obesitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. commit to user
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan, penyerapan dan penggunaan zat gizi. Status gizi berkaitan dengan asupan makanan yang dikonsumsi baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih memiliki beberapa ketertinggalan dan kekurangan jika dibandingkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang dan membangun, Indonesia masih memiliki beberapa ketertinggalan dan kekurangan jika dibandingkan dengan negara lain yang sudah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam darah dengan bantuan lipoprotein juga merupakan hasil konvert kelebihan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plasma trigliserida merupakan salah satu bentuk lemak yang bersirkulasi dalam darah dengan bantuan lipoprotein juga merupakan hasil konvert kelebihan kalori dari makanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadinya berbagai perubahan dalam kehidupan. Salah satu hal yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi yang terjadi beberapa tahun terakhir mengakibatkan terjadinya berbagai perubahan dalam kehidupan. Salah satu hal yang mengalami perubahan yang menonjol
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit kronis telah terjadi di Indonesia seiring dengan kemajuan teknologi dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran pola penyakit dari penyakit infeksi dan defisiensi menjadi penyakit kronis telah terjadi di Indonesia seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. begitu pula dengan permasalahan kardiovaskuler dan DM (Marliyanti, 2010).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit kardiovaskuler dan diabetes mellitus (DM). Permasalahan obesitas sekarang ini semakin banyak begitu pula
Lebih terperinciDIABETES MELITUS (TIPE 2) PADA USIA PRODUKTIF DAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DI RSUD Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI)
DIABETES MELITUS (TIPE 2) PADA USIA PRODUKTIF DAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DI RSUD Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI) Dyah Surya Kusumawati (Prodi S1 Keperawatan) Stikes Bhakti
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbun lemak yang melebihi 25 % dari berat tubuh, orang yang kelebihan berat badan biasanya karena kelebihan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi industri. Salah satu karakteristik dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia yang sehat setiap harinya memerlukan makanan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya sehingga memiliki kesanggupan yang maksimal dalam menjalankan kehidupannya.
Lebih terperinciBAB. IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSIS DATA. 1. Gaya Hidup (X1) yang berasal dari data responden
BAB. IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSIS DATA Berdasarkan judul penelitian Hubungan Gaya Hidup Dan Tingkat Kebugaran jasmani Terhadap Risiko Sindrom Metabolik maka dapat dideskripsikan data
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di negara miskin, negara berkembang, maupun negara maju. Negara miskin cenderung dengan masalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) di dunia. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu komponen penting dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan.sumber daya manusia yang berkualitas sangat dibutuhkan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa obesitas merupakan salah satu dari 10 kondisi yang berisiko di seluruh dunia dan salah satu dari 5 kondisi yang berisiko
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu faktor penyebab terjadinya beberapa penyakit kronis sehingga mengakibatkan umur harapan hidup (UHH) seseorang menurun adalah obesitas. World Health Organization
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Obesitas menjadi masalah di seluruh dunia karena prevalensinya yang meningkat pada orang dewasa maupun remaja baik di negara maju maupun berkembang. Prevalensi overweight
Lebih terperinciHubungan Nilai Antropometri dengan Kadar Glukosa Darah
Hubungan Nilai Antropometri dengan Kadar Glukosa Darah Dr. Nur Indrawaty Lipoeto, MSc, PhD; Dra Eti Yerizel, MS; dr Zulkarnain Edward,MS, PhD dan Intan Widuri, Sked Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Obesitas dapat didefinisikan sebagai kelebihan lemak dalam tubuh. 1 Menurut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas dapat didefinisikan sebagai kelebihan lemak dalam tubuh. 1 Menurut WHO tahun 2005 terdapat 1,6 milyar penduduk dunia mengalami kelebihan berat badan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan kualitas
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan kualitas hidup manusia. Umumnya setiap orang ingin mencapai usia panjang dan tetap sehat, berguna, dan bahagia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makan, faktor lingkungan kerja, olah raga dan stress. Faktor-faktor tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya masalah kesehatan dipengaruhi oleh pola hidup, pola makan, faktor lingkungan kerja, olah raga dan stress. Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan meningkatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. epidemiologi di Indonesia. Kecendrungan peningkatan kasus penyakit
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perubahan pola kesakitan dan kematian dari penyakit infeksi dan malnutrisi ke penyakit tidak menular menunjukan telah terjadinya transisi epidemiologi di Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik adanya peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi karena kelainan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir diseluruh dunia.
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. karena diabetes mencapai orang per tahun. (1) diabetes mellitus. Sehingga membuat orang yang terkena diabetes mellitus
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes menjadi penyebab kematian keempat di dunia. Tiap tahun 3,2 juta orang meninggal lantaran komplikasi diabetes. Tiap sepuluh detik ada satu orang atau tiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia baik di negara berkembang maupun negara yang sedang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai laporan terkini mengindikasikan bahwa prevalensi obesitas diseluruh dunia baik di negara berkembang maupun negara yang sedang berkembang telah meningkat dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jantung beristirahat. Dua faktor yang sama-sama menentukan kekuatan denyut nadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekanan darah merupakan ukuran tekanan yang digunakan oleh aliran darah melalui arteri berdasarkan dua hal yaitu ketika jantung berkontraksi dan ketika jantung beristirahat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kegemukan bukanlah hal baru dalam masyarakat kita, bahkan 20 tahun yang lalu kegemukan merupakan kebanggaan dan lambang kemakmuran. Bentuk tubuh yang gemuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi yang biasa disebut sebagai silent
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi yang biasa disebut sebagai silent killer merupakan penyebab kematian dan kesakitan yang tinggi karena merupakan pembunuh tersembunyi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkat setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan peningkatan glukosa darah (hiperglikemia), disebabkan karena ketidakseimbangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan DM gestasional. 2 Angka kejadian DM
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia atau peningkatan kadar glukosa serum yang terjadi akibat adanya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular merupakan penyakit kronis yang sifatnya tidak ditularkan dari orang ke orang. Penyakit ini memiliki banyak kesamaan dengan beberapa sebutan penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan pada pola hidup individu. Perubahan pola hidup tersebut membawa
BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Meningkatnya taraf hidup masyarakat terutama di kota besar membawa perubahan pada pola hidup individu. Perubahan pola hidup tersebut membawa pula pada perubahan pola
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini berbagai laporan kesehatan mengindikasikan bahwa prevalensi penyakit tidak menular lebih banyak dari pada penyakit menular. Dinyatakan oleh World
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini menjadikan seseorang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini menjadikan seseorang dengan mudah mengakses segala media elektronik. Hal itu juga menjadikan seseorang tidak asing lagi dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnyausia harapan hidup penduduk akibatnya jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat dari tahun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dengan penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, dislipidemia, dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi telah mengubah pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat. Mereka lebih memilih makanan yang mengandung lemak dan kalori tinggi dengan serat rendah (Nugrahaeni,
Lebih terperinci