BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Penenggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan program pemerintah yang secara subtansi berupaya dalam penenggulangan kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga dapat terbangun gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan,yang bertumpu pada nilai-nilai luhur dan prinsipprinsip universal. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan ( P2KP) dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai satuan upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berlanjutan. Program ini sangat strategis karena menyiapkan landasan kemandirian masyarakat berupa lembaga kemandirian masyarakat yang representif, mengakar dan kondusif bagi perkembangan modal sosial (social capital) masyarakat di masa mendatang serta menyiapkan program masyarakat jangka menengah dalam penanggulangan kemiskinan yang menjadi pengikat dalam kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat. Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin adalah tidak memiliki akses dari prasarana ke sarana dasar 1

2 2 lingkungan yang memadai, kualitas perumahan dan permukiman yang jauh di bawah standar kelayakan, serta mata pencaharian yang tidak menentu. Disadari bahwa selama ini banyak pihak lebih melihat persoalan kemiskinan hanya pada tataran gejala-gejala yang tampak terlihat dari luar atau di tataran permukaan saja, yang, mencakup multidimensi, baik dimensi politik,sosial,ekonomi,dan asset lain-lain. Sejak pelaksanaan P2KP-1 hinggaa pelaksanaan P2KP-3 saat ini telah terbentuk sekitar LKM yang tersebar di kecamatan di 235 kabupaten/kota, telah memunculkan lebih dari relawan-relawan dari masyarakat setempat, serta telah mencakup 18,9 juta orang pemamfaat (penduduk miskin), melalui KSM. Mempertimbangkan perkembangan positif P2KP tersebut, mulai dari tahun 2007 telah dirintis untuk mengadopsi P2KP menjadi bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, oleh sebab itu mulai tahun 2007,PNPM Mandiri P2KP diarahkan untuk mendukung upaya peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dsan pencapaian sasaran Millenium Development Goals (MDGs) sehingga mencapai tercapainya pengurangan penduduk miskin sebesar 50% di tahun Tahun 2008 secara penuh P2KP menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM Mandiri Perkotaan). Sebagai bagian dari PNPM Mandiri Mandiri juga menjadi tujuan, prinsip dan pendekatan PMPN mandiri Perkotaan, begitu juga nama generik lembaga kepemimpinan masyarakat berubah dari BKM menjadi LKM ( Lembaga Keswadayaan Masyarakat). Pada tahun 2009, terdapat penguatan-penguatan konsep maupun kebijakan pelaksanaan PNPM Mandiri

3 3 Perkotaan sebagai upaya mendorong kemandirian masyarakat serta Pemerintah Daerah dalam melaksanakan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayahnya masingmasing. Untuk itu, Departemen pekerjaan umum menerbitkan Pedoman Pelaksanaan PNPM Perkotaan 2009 sebagai penyempurnaan pedoman pelaksanaan sebelumnya. Sejalan dengan disahkannya UU Nomor 32 Tahun 2004, Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang dimulai pelaksanaannya sejak tahun 1998, semakin dewasa belajar dari pengalaman untuk melakukan transisi pengelolaan program pemberdayaan secara bertahap kepada pemerintah daerah. Sebagai sebuah program pemberdayaan, PPK telah menjadi sarana belajar bagi setiap stakeholder di daerah, khususnya Pemerintah Daerah dan masyarakat untuk melaksanakan pembangunan yang bertumpu pada perencanaan dari bawah bukan lagi perencanaan dari atas. Program Pengembangan Kecamatan (PPK) merupakan usaha pemerintah Indonesia untuk mengurangi kemiskinan masyarakat di pedesaan, dan juga untuk memperbaiki kinerja pemerintah daerah. Selain Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Pemerintah Indonesia sejak tahun 2007 juga mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM Mandiri) yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal (Departemen Dalam Negeri PTO PNPM-PPK. Jakarta : Tim Koordinasi PNPM-PPK). Selama pelaksanaan PKK (PKK I,PKK II, PKK III dan PNPM PKK) sejak , program pemberdayaan masyarakat terbesar ini telah menjangkau lebih dari separuh desa termiskin di tanah air. Pada 2007 saja. Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan (PNPM-PKK) menjangkau desa dari

4 kecamatan di 32 provinsi. Pada tahun 2008, PNPM Mandiri Perkotaan dinikmati di desa dari kecamatan di 32 provinsi di tanah air. Sedangkan pada 2009, jumlahnya mencapai desa dari kecamatan di tanah air. Jumlah tesebut belum termasuk desa yang memperoleh pendanaan dari programprogram lain yang melekat pada PNPM Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pulau Nias (PNPM-R2PN), PNPM Rencana Strategis Pembangunan Kampung (PNPM-P2SPP), PNPM Program Pengambangan Sistem Pembangunan Partisifatif (PNPM-P2SPP), dan lain-lain. Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Jawa Tengah, Ir. H. Muhammad Tamzil, MT menyampai di wilayah Jawa tengah selama tahun 2008 hingga 2009, telah mampu menurunkan penduduk miskin yang ada sebesar 7,49%. Di Jawa Tengah program kemiskinan sudah diakses oleh jiwa dari KK Miskin yang disalurkan melalui KSM. Berkat PNPM Mandiri dan program penanggulangan kemiskinan yang ada. Penduduk miskin bisa diturunkan sebesar 7,49 persen. Berita Resmi BPS Papua, No.04/01/94/Th.VII, 2 Januari 2013, melaporkan, persentase penduduk miskin menurun sebesar 0,97 persen, yaitu dari 41,80 persen menjadi 40,83 persen. Berkat PNPM Mandiri Perkotaan yang ada di Papua penanggulangan kemiskinan bias teratasi. Menurut BPS, Jakarta pada awalnya pemerintah menargetkan inflasi 2013 sebesar 5,8 persen, namun karena gejolak ekonomi global yang berpangaruh negatif terhadap perekonomian Indonesia, angka tersebut direvisi menjadi 7,2 persen. Angka itu pun tidak dapat mencapai target pemerintah.

5 5 Pada Bulan September 2013, garis kemiskinan Sumatera Utara pada Maret 2014 naik 2,36 persen. Garis kemiskinan di perkotaan naik 2,33 persen dan garis kemiskinan di perdesaan naik 2,38 persen. Sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2014.Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada bulan Maret 2014 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara sebanyak orang atau sebesar 9,38 persen terhadap jumlah total penduduk. Kondisi ini lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi September 2013 yang jumlah penduduk miskinnya sebanyak orang atau sebesar 10,39 persen. Dengan demikian, ada penurunan jumlah penduduk miskin sebanyak orang serta penurunan persentase penduduk miskin sebesar 1,01 point. Perkembangan tingkat kemiskinan mulai tahun 1999 sampai dengan tahun 2014 (Berita Resmi Statistik Provinsi Sumatera Utara No. 47/07/12/Th. XVII, 1 Juli 2014). Sasaran program ini adalah kecamatan-kecamatan yang dinilai paling miskin di Indonesia dintaranya Desa Huta Padang Kota Padang Sidempuan Hutaimbaru termasuk salah satu yang masuk dalam Program Nasioanal Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) karena lapisan masyarakatnya yang beragam dari mulai petani, pedagang, pejabat atau pun sopir yang kesemuanya itu mempunyai kebutuhan hidup, akan tetapi lahan pertanian dalam desa tersebut tidak begitu dapat memberikan hasil sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup dari sekian banyak profesi diatas maka pekerjaan yang paling dominan untuk usaha mereka adalah berdagang sehingga untuk usaha tersebut mereka meminjam pada bank sebagai

6 6 modal awal dan juga untuk memajukan usaha kecil mereka demi meningkatkan taraf ekonomi untuk hidup yang lebih baik. Dengan kehadiran PNPM Mardiri Perkotaan di Desa Huta Padang Kecamatan Hutaimbaru dimulai sejak tahun 2008 silam, serangkaian siklus mulai dari sosial mapping ( pengenalan wilayah) sosialisasi, tahap Rembug Kesiapan Masyarkat ( keputusan masyarakat untuk menerima dan menolak PNPM-MP), Refleksi Kemiskinan ( masyarakat diajak mereka ulang secara focus group discussion atau musyawarah, mengenal dari mana akar kemiskinan hingga bagaimana cara mengatasi kemiskinan tersebut) Pemetaan swadaya ( menggali potensi yang dimiliki warga yang berbasis hasil refleksi kemiskinan), pembentukan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). BKM tersebut adalah lembaga kolektif yang dipilih secara langsung dari masyarakat tanpa ada intervensi kepentingan, tanpa ada kampanye warga cukup memilih calon anggota BKM melalui hak suara yang dimiliki seperti proses Pilkada,pilek,pilgub,pilpres dengan berpegang pada prinsip nilai-nilai universal dan luhur (Amanah,bertanggungjawab,terbuka, dapat dipercaya,integritas, memiliki jiwa kerelawanan dalam pelaksanaan PNPM-MP) dan cuma ini modal masyarakat supaya dapat dipilih dan memilih BKM,dengan adanya keterlibatan kaum perempuan 30% tahapan selanjutnya jiwa integritas, akuntabilitas,transparansi warga dalam menyusun dan menggodok PJM pronangkis (Program Jangka menengah-program Penanggulangan Kemiskinan) PJM ini adalah dasar pijakan warga dalam menjalankan kegiatan ditingkat masyarakat desa yang berbasis Tri daya (kepedulian Ekonomi,Sosial dan lingkungan), dan setelah PJM ini dijustifikasi atau disahkan oleh

7 7 warga kemudian BKM membuat agenda kerja tahunan yang memproyeksikan kegiatan dengan BLM ( Bantuan Langsung Masyarakat) memberikan duit berupa bantuan stimulant atau pancingan dari pemerintah (APBN/APBD) kepada masyarakat setempat. BKM Simandar melakukan fasilitasi setelah menetapkan Prioritas Usulan kegiatan untuk pemanfaatan BLM tahap I tahun 2012 dengan hasil kesepakatan Pembangunan Jalan Desa (Paving blok), Dek dan drainase dengan volume 112 Meter berlokasi di dusun 1 Desa Hutapadang dengan dana BLM ditambah hasil swadaya masyarakat ,- dengan total keseluruhan kegiatan , kemudian pelaksana kegiatan dibentuk Kelompok Swadaya masyarakat (KSM) yang terbentuk secara relawan dari warga desa Huta Padang (dengan anggota KSM Minimal 5 orang berhimpun dalam satu KSM 2/3 harus KK Miskin yang terdaptar dalam PS-2) maka terpilihn KSM Mengkudu dengan anggota 5 orang 3 laki-laki 2 perempuan 3 orang KK Miskin, yang kemudian BKM,UPL dan tim faskel melaksananakan fasilitasi dan pendampingan kepada KSM tersebut mulai tahap perencanaan (proposal), pelaksanaan (30%,60%dan10% fisik dan pendanaan) hingga evaluasi (sertifikasi,sp3) dan laporan Fisik dan penggunaan dana 100% yang berbentuk LPJ, dari proses tersebutlah kami temukan warisan leluhur kita tadi " gotong-royong" KSM mengkudu bersama warga sekitar melaksanakan pekerjaan kegiatan Pembangunan Jalan Desa (Paving blok), Dek dan drainase secara bersamasama dengan prinsip utama dari kita untuk kita, nah disini kita harus bedakan warganya dulu ada beberapa orang yang ahli mengolah pasir,semen,batu atau tukang

8 8 dengan warga yang cuma membantu mengangkat bahan material yang dibutuhkan ada sekitar 21 orang baik kaum laki-laki dan perempuannya (blogspot.com). Sehubungan dengan hal tersebut, usaha kecil perlu diberdayakan dalam memanfaaatkan peluang kerja dan menjawab tantangan perkembangan ekonomi dimasa yang akan datang. Yang dimaksud dengan usaha kecil sesuai dengan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil adalah usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sertakepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Banyak masyarakat Desa Hutapadang yang berdagang kecil-kecilan terlebih lagi kaum perempuan atau ibu-ibu. Berdagang dilakukan guna membantu perekonomian keluarga supaya dapat mencukupi kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai tujuan nasional, pembangunan nasional harus dilaksanakan di segala sektor kehidupan bangsa. Sektor-sektor pembangunan tersebut antara lain sektor politik, sektor ekonomi, sektor budaya, sektor hukum, sektor ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta sektor keamanan. Guna mencapai semuanya itu diperlukan peran negara dalam membangun dan mengimplementasikan kebijakan publik di bidang kesejahteraan. Pembangunan nasional dapat diwujudkan dengan upaya penanggulangan kemiskinan, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui Program Keluarga Berencana, pengucuran dana Inpres pendidikan, kesehatan, perbaikan sarana dan prasarana transportasi. Ada berbagai program yang berskala nasional yang bertujuan untuk melakukan intervensi bagi penanggulangan masalah

9 9 kemiskinan seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), Inpres Desa Tertinggal (IDT). Disahkannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menggantikan UU Nomor 22 Tahun 1999 menjadi tonggak pelaksanaan otonomi daerah dengan paradigma baru. Pemberlakuan UU ini tidaklah dimaksudkan sebagai upaya resentralisasi atau mengembalikan iklim politik dengan kekuasaan yang memusat. Namun di dalamnya justru terkandung semangat penguatan makna desentralisasi dengan membuka peluang luas bagi daerah untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan secara lebih baik, lebih mandiri dan terkoordinasi. Dalam konteks pemberdayaan masyarakat, tak dapat dipungkiri desentralisasi selama ini masih menimbulkan bias persepsi yang menjadi tantangan tersendiri. Pergeseran ketersediaan dana dan kewenangan pembangunan dari Pemerintah Pusat ke daerah membuat pelaksanaan program lebih efisien dan tepat sasaran karena lebih dekat ke masyarakat sebagai sasaran akhirnya, dengan syarat adanya kemauan dan kemampuan pemerintah.dengan demikian, perlu adanya dukungan peran dan fungsi Pemerintah Daerah dalam menjaga proses pembangunan yang mempunyai fokus pemberdayaan masyarakat. Kuncinya adalah bagaimana menyediakan mekanisme yang sesuai bagi daerah untuk berlomba memberdayakan masyarakatnya dalam menanggulangi kemiskinan dan melakukan pembangunan partisipatif, serta mengesampingkan ego sektoral yang berdampak pada kepentingan masyarakat luas. Hal-hal di atas lah yang kemudian menarik minat peneliti untuk melakukan penelitian di Desa Hutapadang kecamatan Kota Padang Sidempuan Hutaimbaru

10 10,mengingat desa tersebut merupakan salah satu wilayah yang menjadi target dan menerima program pembangunan PNPM Mandiri Perdesaan, dengan alasan tersebut penelliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian seputar PNPM Mandiri Perdesaan dengan judul Efektivitas Pelaksanaan Pembangunan Program Nasional Pemberdayaan Masyrakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Desa Huta Padang Kota Padang Sidempuan Hutaimbaru. 1.2 Fokus Penelitian Dalam penelitian kualitatif ada yang disebut dengan batasan masalah. Batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan fokus yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum. penelitian sangat penting dalam menentukan batasanbatasan atau cakupan yang dilakukan, dimana dengan diterapkannya fokus penelitian akan jelas batasannya dan juga mempertajam dalam analisis pembahasan. Berdasarkan masalah yang dirumusan sesuai dengan tujuan penelitian maka fokus penelitian ini adalah : untuk mengetahui dan mendeskripsikan Efektivitas Pemabangunan Program Nasional Pembangunan Masyrakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP), apakah berjalan sesuai dengan indikator yang sudah ditetapkan sebelumnya, karena diketahui adanya masalah dalam penyelenggaraan program tersebut. 1.3 Rumusan Masalah Perumusan masalah merupakan langkah yang sangat penting karena langkah ini menentukan ke mana suatu penelitian diarahkan. Perumusan masalah pada

11 11 hakikatnya merupakan perumusan pertanyaan yang jawabannya akan dicari melalui penelitian. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian adalah Bagaimana Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) pada program pembangunan PNPM di Desa Huta Padang Di Kota Padang Sidempuan efektif atau tidak efektif?. 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan pembangunan program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) di Desa Huta Padang Di Kota Padang Sidempuan Hutaimbaru. b. Untuk mengetahui apakah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan berdampak positif terhadap penghasilan rumah tangga miskin dan penciptaan kesempatan kerja masyarakat miskin di desa Huta Padang. c. Untuk menganalisis efektivitas dampak yang dirasakan masyarakat dengan program PNPM Mandiri Perkotaan. 1.5 Mamfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap teori-teori dan konsep-konsep tentang efektivitas pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Mesyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) dan kemiskinan.

12 12 b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, maupun terhadap pelaksanaan PNPM- Mandiri Perkotaan pada keluarga miskin. c. Meningkatkan kemampuan penulis dalam berfikir dan memahami permasalahan kemiskinan perdesaan serta dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan di FISIP USU melalui penulisan karya ilmiah. 1.6 Kerangka Teori Teori merupakan preposisi yang menggambarkan satu gejala yang terjadi. Untuk memudahkan penelitian yang diperlukan pedoman berfikir yaitu kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilih (Suyanto,2005:34). Kerangka teori ini di harapkan memmberikan pemahaman yang jelas dan tepat bagi peneliti dalam memahami masalah yang akan diteliti Efektivitas Pengertian Efektivitas. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai nilai efektif, pengaruh atau akibat, bisa diartikan sebagai kegiatan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga bahwa efektivitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukan derajat kesesuaian antara tujuan

13 13 yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai. Jadi pengertian efektivitas adalah pengaruh yang ditimbulkan atau disebabkan oleh adanya suatu kegiatan tertentu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai dalam setiap tindakan yang dilakukan. Suatu organisasi secara keseluruhannya dalam kaitannya dengan efektivitas adalah mencapai tujuan organisasi. Jika tiap-tiap individu berperilaku atau bekerja efektif dalam mencapai tujuannya, maka kelompok dimana ia menjadi anggota juga efektif dalam mencapai tujuan, organisasi itu juga efektif mencapai tujuan. Efektivitas berbeda dengan efesiensi. Efesiensi adalah pengorbanan untuk mencapai tujuan. Dimana semakin kecil pengorbanannya dalam mencapai tujuan, maka dikatakan semakin efesiensi. Sedangkan Efektivitas adalah ukuran sejauh mana tujuan (organisasi) dapat dicapai ( Sigit, 2003: 1 ). Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas merupakan suatu ukuran yang dapat menunjukkan suatu program tersebut berhasil atau tidak. Efektivitas menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan ( Siagian, 2001: 24). Suatu efektivitas dilihat berdasarkan pencapain hasil atau pencapaian dari suatu tujuan. Sesuai dengan pendapat soewarno yang mengatakan bahwa efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah

14 14 ditentukan sebelumnya. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Bernard, efektivitas adalah tercapainya sasaran yang telah disepakati bersama (Bernard, 1992:207). Masih menurut pendapat ahli, menurut Cambel J.P, Pengukuran efektivitas secara umum dan yang paling menonjol adalah : a. Keberhasilan program b. Keberhasilan sasaran c. Kepuasan terhadap program d. Tingkat input dan output e. Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel, 1989:121) Sehingga efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan operasional dalam melaksanakan program-program kerja yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, secara Komprehensif, efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua tugas-tugas pokonya atau untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya (Cambel, 1989:47). Dari beberapa uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa efektivitas merupakan kemampuan untuk melaksanakan aktifitas-aktifitas suatu lembaga secara fisik dan non fisik untuk mencapai tujuan serta meraih keberhasilan maksimal. Efektivitas organisasi merupakan suatu konsep meyeluruh yang menyertakan sejumlah konsep komponen. Konsep efektivitas organisasi tergantung pada teori sistem yaitu dimensi waktu yang juga penting.

15 15 Berdasaarkan teori sistem, suatu organisasi merupakan elemen sebuah sistem yang lebih besar yaitu lingkungan. Dengan berlalunya waktu setiap organisasi mengambil, memproses, dan mengembalikan sumber daya ke lingkungan. Kriteria utama dari efektivitas organisasi adalah apakah organisasi tersebut bertahan dengan lingkungan. Sehubungan dari penjelasan tersebut maka efektivitas adalah menggambarkan seluruh program atau kegiatan yang menyatakan sejauhmana tujuan (kualitas, kuantitas, dampak dan waktu) telah dicapai, serta ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya dan mencapai target-targetnya Kriteria Efektivitas Organisasi. Konsep mengenai efektivitas organisasi selain disandarkan pada teori sistem, tetapi perlu ditambahkan dengan sesuatu yang baru yaitu pada dimensi waktu. Hubungan antara kriteria efektivitas dan dimensi waktu dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Produksi Produksi menggambarkan kemampuan organisasi untuk memproduksi jumlah dan mutu output yang sesuai dengan permintaan lingkungan. b. Efesiensi Konsep efesiensi didefenisikan sebagai angka perbandingan antara output dan input. Ukuran efesiensi harus dinyatakan dalam perbandingan, antara

16 16 keuntungan dan biaya atau dengan waktu atau output yang merupakan bentuk umum dari ukuran ini. c. Kepuasan Konsep kepuasan mendefenisikan penekanan pada perhatian yang menguntungkan bagi anggota organisasi maupun pelanggannya. Artinya bahwa organisasi harus mampu memberikan kepuasan kepada kebutuhan para anggota. d. Adaptasi Kemampuan beradaptasi diartikan dengan sampai seberapa organisasi mampu menanggapi perubahan intren dan ekstren. Jika organisasi tidak dapat menyesuaikan diri, maka kelangsungan hidupnya akan terancam, namun adaptasi tidak memiliki ukuran yang pasti dan nyata. Dapat dijelaskan, apabila tiba waktunya untuk mengadakan penyesuaian dikarenakan adanya fenomena-fenomena tertentu, maka organisasi harus dapat menyesuaikan diri. e. Perkembangan Organisasi harus mengembangkan diri agar tetap hidup atau berjaya untuk jangka panjang. Efektivitas dengan pertimbangannya, maka efektivitas dapat dibagi menjadi efektivitas jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Keseimbangan optimal adalah keseimbangan dari pencapaian hubungan yang wajar antara kriteria-kriteria itu dalam periode waktu tertentu ( Tampubolon, 2008: 177).

17 Pendekatan Terhadap Efektivitas Pendekatan efektivitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktifitas itu efektif. Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektivitas yaitu: a. Pendekatan Sasaran Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut. Selain tercapainya tujuan, efektivitas juga selalu memperhatikan faktor waktu pelaksanaan. Oleh karena itu dalam efektivitas selalu terkandung unsur waktu pelaksanaan. Tujuan tercapai dengan waktu yang tepat maka program tersebut efektif. b. Pendekatan Sumber Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Suatu lembaga harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan sistem agar dapat efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan system suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dengan lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang

18 18 merupakan input lembaga tersebut dan output yang dihasilkan juga dilemparkannya pada lingkungannya. c. Pendekatan Proses Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan lancer dimana kegiatan bagian-bagian yang berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga. Kegiatan PNPM-Mandiri Perkotaan, transparan dan diumumkan; gotong royong dan tambahan pendapatan; monitoring dan evaluasi proyek. Menurut (Subagyo,2000:12) efektivitas adalah kesesuaian antara output dengan tujuan yang ditetapkan. Tingkat efektivitas program dalam hal ini menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan program yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Jarak (range) realisasi program sebagai berikut : a. 1% sampai dengan 50% : tidak efektif b. 51% sampai dengan 100% : efektif

19 Pembangunan Pengertian Pembangunan Penggunaan kata pembangunan telah dipopulerkan oleh para sarjana dan pembuat kebijakan di Amerika Serikat, dan diperkenalkan ke Eropa Barat dan negara-negara dunia ketiga yang sedang berkembang. Pembangunan berasal dari kata development. Kata development ini diartikan sebagai pembangunan atau perkembangan dan perubahan sosial. Menurut Sondang P. Siagian pembangunan didefenisikan sebagai rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar dalam rangka pembinaan bangsa. Pembangunan menurut (Alexander,2005) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh sistem sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya. Portes mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Menurut (Tikson,T Deddy. 2005: 176) bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan. Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui peningkatan atau pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar.

20 20 Menurut (Todaro,2003: 33) pembangunan merupakan suatu proses berdimensi jamak yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, dan kelembagaan nasional, seperti halnya percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan, dan pemberantasan kemiskinan absolut. Menurut Todaro defenisi di atas memberikan beberapa implikasi bahwa: 1. Pembangunan bukan hanya diarahkan untuk peningkatan income, tetapi juga pemerataan. 2. Pembangunan juga harus memperhatikan aspek kemanusiaan seperti: a. Life sustenance: kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. b. Self-Esteem: kemampuan untuk menjadi orang yang utuh yang memiliki harga diri dan tidak diisap orang lain. c. Freedom From Servitude: Kemampuan untuk melakukan berbagai pilihan dalam hidup, yang tentunya tidak merugikan orang lain. Konsep dasar di atas telah melahirkan beberapa arti pembangunan yang sekarang ini menjadi popular, yaitu: a. Capacity: hal ini yang menyangkut aspek kemampuan meningkatkan income atau produktivitas. b. Equity: hal ini menyangkut aspek pengurangan kesenjangan antara berbagai lapisan masyarakat dan daerah. c. Enpowerment: hal ini menyangkut pemberdayaan masyarakat agar dapat menjadi aktif dalam memperjuangkan nasibnya dan sesamanya.

21 21 d. Suistanable: hal ini menyangkut usaha untuk menjaga kelestarian pembangunan Esensi dari pembangunan ternyata tidak hanya dapat dilihat dari sisi pengertian tetapi juga dapat dilihat dari segi tujuannya pembangunan tersebut. Dalam hal ini Gant menyebutkan tujuan pembangunan ada dua tahap. Tahap pertama, pada hakikatnya pembangunan bertujuan menghapuskan kemiskinan. Apabila tujuan ini sudah mulai dirasakan hasilnya maka tahap keduanya adalah menciptakan kesempatan-kesempatan bagi bagi warganya untuk dapat hidup bahagia dan terpenuhi segala kebutuhannya. Berdasarka pendapat diatas menunjukan bahwa pembangunan memiliki tujuan yang luas dan mulia yang menyangkut pada kesempatan pada keseluruhan kebutuhan manusia dalam mewujudkan dan memenuhi kebutuhan masyarakat secara luas baik dalam bentuk materi dan non materi Pembangunan Desa Pembangunan pedesaan sangat penting dilakukan untuk Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia, yaitu kurang lebih 60% melakukan kegiatan pertanian sebagai mata pencaharian, dan mereka tinggal di pedesaan. Pembangunan atau pengembangan pedesaan meurut (Mosher,1968:19) yang dikuti oleh Jayadinata dan Pramandika. Maksud pembangunan pedesaan adalah menghilangkan atau mengurangi berbagai hambatan dalam kehidupan sosialekonomi, seperti kurang pengetahuan dan keterampilan, kurang kesempatan kerja, dan sebagainya. Sasaran dari program pembangunan pedesaan adalah

22 22 meningkatkan kehidupan sosial dan kehidupan ekonomi keluarga petani sehingga mereka mendapat kesejahteraan, yang berarti mereka memperoleh tingkat kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan material (makanan-minuman, pakaina, perumahan, alat-alat, dsb). Pembangunan desa harus dilihat sebagai upaya mempercepat pembangunan pedesaan melalui penyediaan prasarana dan sarana untuk memberdayakan masyarakat dan upaya mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kokoh. Pembangunan sarana dan prasarana pedesaan (meliputi pengairan, jaringan jalan, lingkungan pemukiman dan lainnya).tujuan pembangunan desa jangka panjang adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan secara langsung melalui peningkatan kesempatan kerja, kesempatan berusaha dan pendapatan berdasarkan pendekatan bina lingkungan, bina usaha dan bina manusia, dan secara tidak langsung adalah meletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi pembangunan nasional. Sedangkan tujuan jangka pendeknya adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan ekonomi dan pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya alam. Sasaran pembangunan desa adalah terciptanya peningkatan produkti dan produktivitas, percepatan pertumbuhan desa, peningkatan keterampilan dalam berproduksi dan pengembangan lapangan kerja dan lapangan usaha produktif, peningkatan prakarsa dan partisipasi masyarakat, dan perkuatan kelembagaan. Pembangunan pedesaan seharusnya menerapkan prinsi-prinsip yaitu transparansi, partisipasi, dapat dinikmati masyarakat, dapat dipertanggung jawabkan, dan berkelanjutan.

23 23 Pembangunan desa yang dilaksanakan harus sesuai dengan masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki, serta aspirasi dan prioritas masyarakat pedesaan Tiga Prinsip Pokok Pembangunan Desa Pembangunan pedesaan dilakukan dengan pendekatan secara multisektoral (holistic), partisipatif, berlandaskan pada semangat kemandirian, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan serta melaksanakan pemanfaatan sumber daya pembangunan secara serasi dan selaras dan sinergi sehingga tercapai optimalitas. Ada tiga prinsip pokok pembangunan pedesaan, yaitu: a. Kebijakan dan langkah-langkah pembangunan di setiap desa mengacu kepada pencapaian Trilogi Pembangunan. Ketiga unsur Trilogi Pembangunan tersebut yaitu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan stabilitas yang sehat dan dinamis, diterapkan di sektor, termasuk desa dan kota, di setiap wilayah dan antar wilayah secara saling terkait, serta dikembangkan secara selaras dan terpadu. b. Pembangunan desa dilakukan dengan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan mensyaratkan setiap daerah lebih mengandalkan sumber-sumber alam yang terbaharui sebagai sumber pertumbuhan. Di samping itu setiap desa perlu memanfaatkan SDM secara luas, memanfaatkan modal fisik, prasarana mesin-mesin, dan peralatan seefisien mungkin. c. Meningkatkan efisiensi masyarakat melalui kebijaksanaan deregulasi, debirokratisasi, dan desentralisasi dengan sebaik-baiknya.

24 Tujuan Pembangunan Desa Salah satu faktor pembentuk kemampuan untuk untuk mewujudkan masa depan yang direncanakan menurut Arifin,Muhammad (2007:24) adalah Empowerment. Dengan Empowerment masyarakat mempunyai kesempatan untuk terus mengembangkan kemampuan dan peranannya dalam merencanakan dan melaksanakan sendiri perubahan-perubahan yang mereka kehendaki untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik. Pembangunan yang terkait dengan empowerment adalah pembangunan desa, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dan lembaga desa secara simultan atau serentak. Dengan tujuan itu pembangunan desa dirancang untuk menjadi landasan yang kokoh bagi pembangunan daerah dan pembangunan nasional, selain itu pembangunan desa juga diharapkan dapat menjadi pembangunan yang berwawasan masa depan dan berkelanjutan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan bagian yang integral yang harus ditumbuhkembangkan yang pada akhirnya akan menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa tanggung jawab (sense of responsibility) dari masyarakat secara sadar, bergairah dan bertanggung jawab, karena partisipasi merupakan kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang. Partisipasi masyarakat menurut Adisasmita (2006:41) adalah pemberdayaan masyarakat, peran sertanya dalam kegiatan penyusunan perencanaan, dan implementasi program atau proyek

25 25 pembangunan dan merupakan aktualisasi dan kesediaan dan kemauan masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi terhadap implementasi program pembangunan. Dan agar partisipasi dapat memberikan hasil yang berdaya guna, Adisasmita (2006:41) menyatakan perlu memperhatikan sifat dan ciri-ciri partisipasi tersebut, yaitu : a. Partisipasi harus bersifat sukarela. b. Berbagai isu atau masalah haruslah disajikan atau dibicarakan secara jelas dan objektif. c. Kesempatan untuk berpartisipasi haruslah mendapat keterangan/informasi yang jelas dan memadai tentang setiap segi dari program yang dilaksanakan. d. Partisipasi masyarakat dalam rangka menentukan kepercayaan diri sendiri haruslah menyangkut berbagai tingkatan dan berbagai sektor, bersifat dewasa, penuh arti dan berkesinambungan. Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan menurut Cohen dan Uphoff (Tangkilisan, 2005:323) dapat diklasifikasikan menjadi enam tahap berdasarkan bentuk aktifitas yang dilaksanakannya. Keenam bentuk tahapan partisipasi itu adalah sebagai berikut: a. Partisipasi dalam atau melalui kontak dengan pihak lain sebagai titik awal pelaksanaan aktivitas tersebut. b. Partisipasi dalam memperlihatkan atau menyerap dan memberi tanggapan terhadap

26 26 informasi, baik dalam arti menerima, maupun dalam arti menolaknya. c. Partisipasi dalam perencanaan pembangunan, termasuk pengambilan keputusan, baik yang bersifat politis yang menyangkut kepentingan mereka maupun dalam hal yang bersifat teknis. d. Partisipasi dalam pelaksanaan operasional pembangunan. e. Partisipasi dalam hal menerima, memelihara, dan mengembangkan hasil pembangunan. f. Partisipasi dalam hal menilai pembangunan, yaitu keterlibatan anggota masyarakat dalam menilai sejauh mana pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana dan sejauh mana hasilnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Pada hakikatnya partisipasi masyarakat itu merupakan suatu keniscayaan, karena hasil pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah betrsama-sama dengan masyarakat adalah untuk kesejahteraan dan untuk kemajuan masyarakat sendiri. Dalam hal ini pemerintah membari bantuan, sedangkan masyarakat harus memberi respon dalam bentuk partisipasi secara aktif dalam proses pembangunan tersebut. Masyarakat hanya dapat diharapkan ikut ambil bagian dalam suatu kegiatan adalah bila yang bersangkutan merasa dirinya berkepentingan dan diberi kesempatan untuk ambil bagian. Dengan kata lain partisipasi tidak mungkin optimal jika diharapkan dari mereka yang merasa berkepentingan tidak diberi keleluasaan untuk ambil bagian.

27 27 Soedjono (dalam Soetrisno, 1995:48) meyatakan pula bahwa partisipasi adalah sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan kepentingan diri. Dan menurut Tjokroamidjojo partisipasi masyarakat dalam pembangunan dibagi atas tiga tahap, yaitu: a. Partisipasi atau keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah. b. Keterlibatan dalam memikul beban dan tanggungjawab dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan.; c. Keterlibatan dalam memetik dan memanfaatkan pembangunan secara berkeadilan. Sedangkan partisipasi masyarakat atau keterlibatan masyarakat dalam pembangunan menurut Adi (2003:252) dapat dilihat dalam empat tahap, yaitu: 1. Tahap Assessment Dilakukan dengan mengidentifikasi masalah dan sumber daya yang dimiliki. Untuk ini masyarakat dilibatkan secara aktif merasakan permasalahan yang sedang terjadi merupakan pandangan mereka sendiri. 2. Tahap Alternatif Program atau Kegiatan Dilakukan dengan melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi dan cara mengatasinya dengan memikirkan cara alternatif program. 3. Tahap Pelaksanaan (implementasi) Program atau Kegiatan

28 28 Dilakukan dengan melaksanakan program yang telah direncanakan dengan baik agar tidak melenceng dalam pelaksanaan dilapangan. 4. Tahap Evaluasi Dilakukan dengan adanya pengawasan dari masyarakat dan petugas dari program yang sedang berjalan Paradigma Pembangunan Pradigma pembangunan adalah cara pandang terhadap suatu persoalan pembangunan yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pembangunan dalam arti pembangunan baik sebagai proses maupun sebagai metode untuk mencapai peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan rakyat. Pradigma pembangunan pada suatu waktu tertentu dipergunakan sebagai acuan pada proses pembangunan bangsa di suatu Negara, sebagai upaya meningkatkan kualitas pembangunannya. Peningkatan kualitas pembangunan yang benar-benar berorientasi untuk peningkatan kualitas hidup manusia dan kepentingan kesejahteraan rakyat merupakan salah satu perwujudan good governance yang diangendakan dalam reformasi birokrasi pemerintahan. Dalam perkembangannya, pembangunan bangsa-bangsa di dunia mengalami beberapa pergeseran pola atau model atau paradigma pembangunan mulai dari paradigma pertumbuhan, paradigma kesejahteraan, paradigma neo - ekonomi, paradigma dependencia sampai paradigma pembangunan manusia. Dalam tulisan ini secara terbatas dilakukan pengkajian pada tiga paradigma saja yang dipandang cukup dominan, khususnya di negara kita, yaitu :

29 29 a. Paradigma Pertumbuhan (Growth Paradigm) Pelaksanaan pembangunan dinegara berkembang (developing countries), penekanannya pada upaya peningkatan pendapatan masyarakat dan pertumbuhan pendapatan nasional. Penerapan paradigma pertumbuhan dalam pelaksanaan pembangunan berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Dalam hubungan ini PBB mencanangkan dasawarsa pembangunan pertama berlangsung pada dasawarsa dengan strategi pertumbuhan ekonomi negara berkembang sebesar 5% pertahun. Pada periode ini ternyata mengabaikan masalah distribusi pendapatan nasional, sehingga timbul masalah kemiskinan, penganguran dan kesenjangan pembagian pendapatan, urbanisasi dan kerusakan lingkungan. Melihat kenyataan itu terjadilah pergeseran dari strategi pertumbuhan ekonomi menjadi strategi pertumbuhan dan pemerataan pembangunan Selanjutnya timbul pemikiran paradigma baru yaitu paradigma kesejahteraan (welfare paradigm). b. Paradigma Kesejahteraan (welfare paradigm) Pada awal dasawarsa 1970_an muncul pemikiran baru dalam pelaksanaan pembangunan yaitu paradigma kesejahteraan (welfare paradigm) yang orientasinya ingin mewujudkan peningkatan kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial dalam waktu sesingkat mungkin. Pada periode dasawarsa pembangunan kedua ( ) pelaksanaan pembangunan dengan strategi pertumbuhan ekonomi bergeser menjadi orientasi pertumbuhan dan pemerataan pembangunan (growth and equity of strategy development) menuju industrialisasi dengan strategi pertumbuhan ekonomi

30 30 sebesar 6% pertahun dengan tujuan pemerataan pembangunan di bidang pendapatan, kesehatan, keadilan, pendidikan, kewirausahaan,keamanan, kesejahteraan sosial termasuk pelestarian dan penyelamatan lingkungan dari kerusakan. Dalam dasawarsa ini ternyata juga belum mampu merubah ketergantungan negara berkembang terhadap negara maju ditandai dengan ketergantungan investasi, bantuan dan pinjaman luar negeri. Penerapan paradigma kesejahteraan ini cenderung pelaksanaan pembanagunan bersifat sentralistik (top down) sehingga cenderung menumbuhkan hubungan ketergantungan antara rakyat dan proyek-proyek pembangunan (birokrasi pemerintah) yang dilakukan oleh pemerintah. Pada gilirannya dapat membahayakan keberlanjutan proyek pembangunan itu, karena pembangunan sifatnya tidak menumbuhkan pemberdayaan (disempowering) rakyat agar mampu menjadi subyek dalam pembangunan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan pembangunan dengan orientasi pada pertumbuhan ekonomi menjadikan paradigma pertumbuhan menjadi semakin dominan. Akan tetapi keberhasilan itu tidak terlepas dari berbagai resiko negatif yang terjadi. Sebagaimana dinyatakan oleh (Tjokrowinoto (1999:10) bahwa paradigma pertumbuhan cenderung menciptakan efek negatif tertentu yang akibatnya menurunkan derajat keberlanjutan pembangunan. Selanjutnya muncul gagasan baru dalam strategi pembangunan untuk menjamin keberlanjutan pembangunan yaitu pembangunan berkelanjutan (sustained development).

31 31 Strategi pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) ini belajar dari pengalaman pelaksanaan pembangunan pada dasawarsa ketiga dengan munculnya konsep tata ekonomi dunia baru sebagai upaya perbaikan sosial ekonomi negara berkembang dengan strategi pertumbuhan ekonomi sebesar 7% pertahun. Pada dasawarsa ini pusat perhatian proses pembangunan berkaitan dengan masalah kependudukan yang meningkat pesat (population boom), urbanisasi, kemiskinan, kebodohan, partisipasi masyarakat, organisasi sosial politik, kerusakan lingkungan dan masyarakat pedesaan. Dalam dasawarsa ini masih manghadapi masalah yakni pelaksanaan pembangunan tidak berdemensi pada pembangunan manusia, sehingga pada gilirannya berpengaruh pada timbulnya masalah ketidak adilan,kelangsungan hidup dan ketidak terpaduan pembangunan. c. Paradigma Pembangunan Manusia (People Centered Development Paradigm) Belajar dari pengalaman pada dasawarsa ketiga pada awal 1980-an di negara berkembang penerapan konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) didukung dengan pendekatan pembangunan manusia (human development) yang ditandai dengan pelaksanaan pembangunan yang berorientasi pada pelayanan sosial melalui pemenuhan kebutuhan pokok berupa pelayanan sosial di sektor kesehatan, perbaikan gizi, sanitasi, pendidikan dan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di samping itu juga diarahkan pada upaya mewujudkan keadilan, pemerataan dan peningkatan

32 32 budaya, kedamaian serta pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development) dan berorientasi pada pemberdayaan masyarakat (public empowerment) agar dapat menjadi aktor pembangunan sehingga dapat menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, kemandirian dan etos kerja. Fokus perhatian dari paradigma pembangun yang berpusat pada manusia ini (people centered development paradigm) ini adalah perkembangan manusia (human-growth), kesejahteraan (well-being), keadilan (equity) dan berkelanjutan (sustainability). Dominasi pemikiran dalam paradigma ini adalah keseimbangan ekologi manusia (balanced human ecology), sumber pembangunannya adalah informasi dan prakarsa yang kreatif dengan tujuan utama adalah aktualisasi optimal dari potensi manusia (diadaptasi dari Korten, 1984:300 dalam Tjokrowinoto, 1999:218). Dalam paradigma pembangunan manusia yang mendapatkan perhatian dalam proses pembangunan adalah : a. Pelayanan sosial (social service); b. Pembelajaran sosial (social learning); c. Pemberdayaan (empowerment); d. Kemampuan (capacity); e. Kelembagaan (institutional building).

33 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan Pengertian PNPM Mandiri Perkotaan PNPM ( program nasional pemberdayaan masyarakat) Madiri Perkotaan (Buku Pedoman Umum PNPM-MP edisi 2010) adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Pengertian yang terkandung mengenai PNPM Mandiri adalah: a. PNPM Mandiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendamping dan pendanaan stumulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan. b. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan atau meningkatkan kapasitas masyarakat, baaik secaara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan brbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kmandirian dan kesejahteraan. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbahai hasil yang dicapai.

34 Visi, Misi dan Tujuan PNPM Mandiri Perkotaan Dalam (buku Pedoman Umum PNPM-MP edisi 2012) Visi,Misi dan Tujuan PNPM Mandiri Perkotaan: 1. Visi PNPM Mandiri Perkotaan adalah masyarakat yang berdaya dan mampu menjalin sinergi dengan pemerintah kota dan kelompok setempat dalam rangka menanggulangi kemiskinan secara efektif, mandiri dan berkelanjutan. 2. Misi PNPM Mandiri Perkotaan adalah memberdayakan masyarakat perkotaan khususnya masyarakat miskin, menjalin kerjasama dengan pemerintah dan kelompok peduli lokal untuk menaggulangi kemiskinan melalui: pengembangan kapasitas, penyediaan sumber daya, melembagakan budaya kemitraan antar pelaku. 3. Tujuan PNPM Mandiri Perkotaan adalah : a. Tujuan Umum PNPM Mandiri Perkotaan adalah meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri. b. Tujuan Khusus PNPM Perkotaan adalah: 1) Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengolahan pembangunan.

35 35 2) Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representif dan akuntabel. 3) Meningkatkan kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan pengangguran yang berpihak pada masyarakat miskin. 4) Meningkatkan sinergi masyarakat, peemerintah daerah, swasta,asossiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan kelompok peduli lainnya untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan. 5) Meningkatnya keberadaan dan kemandirian masyarakat serta kapasitas pemerintah daerah dan kelompok pduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya. 6) Meningkatkan modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi sosial dan budaya serta melestarikan kearifan local. 7) Meningkatnya inovasi dan pemamfaatan teknologi tepat guna, informasi dan komunikasi dalam pemberdayaan Prinsip dan Pendekatan PNPM Mandiri Perkotaan 1. Prinsip PNPM Mandiri Perkotaan a. Bertumpu pada Pembangunan Manusia, pelaksanaan PNPM senantiasa bertumpu pada peningkatan harkat dan martabat manusia seutuhnya.

36 36 b. Berorientasi pada Masyarakat Miskin, semua kegiatan yang dilaksanakan mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung. c. Partisipasi, masyarakat yang terlibat secara aktif pada setiap proses pngambilan keputusan pembangunan dan secara gotong royong mnjalankan pembangunan. d. Otonomi, dalam pelaksanaan PNPM masyarakat memiliki kewenangan secara mandiri dan partisipatif untuk menetukan dan mengelola kegiatan pembangunan secara swakelola. e. Desentralisasi, kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan dilimpahkan kepada pemerintah daerah atau masyarakat sesuai dengan kapasitasnya. f. Demokratis, setiap pengambilan keputusan pembangunan dilakukan secara musyawarah dan mufakat dengan tetap berorientasi pada kepentigan masyarakat miskin. g. Transparansi dan Akuntabel, masyarakat harus memiliki akses yang memadai terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dipertanggunggugatkan baik secara moral, teknis, legal, mauoun administratif.

37 37 h. Berkelanjutan, setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak hanya saat ini tapi juga di masa depan dengan tetapmenjaga kelestarian lingkungan. 2. Pendekatan PNPM Mandiri Perkotaan Penanggulangan kemiskinan membutuhkan penanganan yang menyeluruh dalam skala perwilayahan yang memadai yang memungkinkan terjadinya keterpaduan antara pendekatan sektoral, perwilayahan dan partisipatif yang dalam hal ini dipilih kecamatan sebagai lokus program yang mampu mempertemukan perencanaan dari atas dan dari bawah. Di tataran kecamatan inilah rencana pembangunan yang direncanakan oleh SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) bermutu dengan perencanaan dari masyarakat dalam Musrembang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) kecamatan sehingga dapat di galang perencanaan pembangunan yang menyeeluruh, terpadu dan selaras waktu (synchrone). Dengan demikian PNPM Mandiri Perkotaan akan menekankan pemanfaatan Musrembang Kecamatan sebagai mekanisme harmonis kegiatan berbagai program yang ada sehingga peranan forum LKM (lembaga swadaya masyarakat) tingkat kecamatan menjadi sangat vital. Berdasarkan pemikiran di atas maka pendekatan atau upaya-upaya rasional dalam mencapai tujuan program dengan emperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan program adalah pembangunan yang berbasis masyarakat dengan: a. Mengunakan kacamata seebagai lokus program

Pengertian Paradigma. Paradigma I Normal Sc. Anomalies Crisis Revol Paradigma II

Pengertian Paradigma. Paradigma I Normal Sc. Anomalies Crisis Revol Paradigma II 1 Pengertian Paradigma Diperkenalkan oleh Thomas Kuhn dalam The Structure of Scientific Revolution (1962), yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan bukan berkembangan secara kumulatif, sebagaimana banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1. TinjauanPustaka PNPM Mandiri PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kehidupan yang baik merupakan kehendak manusia yang paling hakiki. Tiada satu pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang dijalaninya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi kehilangan terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN DAN PENDAMPINGAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Pemerintah mempunyai program penanggulangan kemiskinan yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat baik dari segi sosial maupun dalam hal ekonomi. Salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya

Lebih terperinci

BAB I. perkembangan modal sosial (social capital) masyarakat di masa mendatang. masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat.

BAB I. perkembangan modal sosial (social capital) masyarakat di masa mendatang. masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengahtengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Kemiskinan senantiasa menarik perhatian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Masalah Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia, terutama di negara sedang berkembang. Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan harus memperhatikan segala sumber-sumber daya ekonomi sebagai potensi yang dimiliki daerahnya, seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk dapat memperbaiki tingkat kesejahteraannya dengan berbagai kegiatan usaha sesuai dengan bakat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah adalah merupakan suatu manifestasi yang diraih oleh masyarakat tersebut yang diperoleh dari berbagai upaya, termasuk

Lebih terperinci

HARMONISASI PROGRAM PEMBERDAYAAN. Oleh: Irawan Hasan, Askoorkot Kab. Karo, KMW IV P2KP-3 Sumatera Utara. Karo, 02 Juni 2007

HARMONISASI PROGRAM PEMBERDAYAAN. Oleh: Irawan Hasan, Askoorkot Kab. Karo, KMW IV P2KP-3 Sumatera Utara. Karo, 02 Juni 2007 Karo, 02 Juni 2007 HARMONISASI PROGRAM PEMBERDAYAAN Oleh: Irawan Hasan, Askoorkot Kab. Karo, KMW IV P2KP-3 Sumatera Utara Kemiskinan. Kata yang sangat sederhana, namun mengandung arti yang sangat dalam.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkotaan (PNPM-MP) adalah dengan melakukan penguatan. kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Perkotaan (PNPM-MP) adalah dengan melakukan penguatan. kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Strategi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) adalah dengan melakukan penguatan kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut para ahli, kemiskinan masih menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan, karena kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program Penanggulangan Kemiskinan dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. Program Penanggulangan Kemiskinan dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Penanggulangan Kemiskinan dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009)

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. Kemiskinan menurut Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia (TKPKRI, 2008) didefinisikan sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah untuk berupaya mencari jalan keluar, agar kemiskinan dapat. ditanggulangi tanpa mengabaikan pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah untuk berupaya mencari jalan keluar, agar kemiskinan dapat. ditanggulangi tanpa mengabaikan pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dampak krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia sejak 1998 sampai saat ini berpengaruh terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi negara dan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pelaksanaan kegiatan pembangunan nasional di Indonesia sesungguhnya merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Persoalan pengangguran lebih dipicu oleh rendahnya kesempatan dan peluang kerja bagi masyarakat. Demikian

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemiskinan merupakan kondisi ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak. Kemiskinan memiliki ciri yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Salah satu tujuan Nasional Republik Indonesia yang ada pada Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum. Namun dalam upaya mencapai

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 116 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 6.1. Kesimpulan Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang kompleks dibutuhkan intervensi dari semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Selain peran

Lebih terperinci

PNPM MANDIRI PERDESAAN

PNPM MANDIRI PERDESAAN 1 PNPM MANDIRI PERDESAAN (Studi Tentang Pengaruh Program Simpan Pinjam Perempuan Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Desa Klambu) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebijakan pembangunan di Indonesia dalam menanggulangi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebijakan pembangunan di Indonesia dalam menanggulangi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan pembangunan di Indonesia dalam menanggulangi kemiskinan, mengalami pergeseran paradigma dari masa ke masa. Konsep pertumbuhan yang menjadi ujung tombak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Permasalahan kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah.

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Sesuai dengan amanat Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Kubu Raya Tahun 2009-2029, bahwa RPJMD

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi dan misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tapin tahun 2013-2017 selaras dengan arah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDHAULUAN. dari masyarakat penerima program maka hasil pembangunan tersebut akan sesuai

BAB I PENDHAULUAN. dari masyarakat penerima program maka hasil pembangunan tersebut akan sesuai 1 BAB I PENDHAULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Strategi pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia dalam pelaksanaannya sangat mensyaratkan keterlibatan langsung dari masyarakat penerima program

Lebih terperinci

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan BUKU 1 SERI SIKLUS PNPM- Mandiri Perkotaan Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan 3 Membangun BKM 2 Pemetaan Swadaya KSM 4 BLM PJM Pronangkis 0 Rembug Kesiapan Masyarakat 1 Refleksi Kemiskinan 7 Review: PJM,

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM A. Latar Belakang Dalam Strategi intervensi PNPM Mandiri Perkotaan untuk mendorong terjadinya proses transformasi sosial di masyarakat, dari kondisi masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya, mandiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN Untuk memberikan gambaran yang jelas pada visi tersebut, berikut ada 2 (dua) kalimat kunci yang perlu dijelaskan, sebagai berikut : Masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan I. PENDAHULUAN Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kemakmuran dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kemakmuran dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan pedesaan merupakan bagian integral dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan pedesaan merupakan bagian integral dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pedesaan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan pedesaan adalah bagian dari usaha peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program pengentasan kemiskinan pada masa sekarang lebih berorientasi kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak program pengentasan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kaum perempuan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, karena sebagai sumber daya manusia, kemampuan perempuan yang berkualitas sangat diperlukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

GBPP PELATIHAN TINGKAT KOTA/KABUPATEN

GBPP PELATIHAN TINGKAT KOTA/KABUPATEN GBPP PELATIHAN TINGKAT KOTA/KABUPATEN Non Pro Poor Policies Pro-Poor Policies Pro-Poor Program & Budgeting Good Local Governance PEMBELAJARAN YANG DIHARAPKAN Merubah cara pandang terhadap pendekatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengahtengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia masalah kemiskinan

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBENTUKAN UNIT PENGELOLA (UP) BKM P2KP

TATA CARA PEMBENTUKAN UNIT PENGELOLA (UP) BKM P2KP TATA CARA PEMBENTUKAN UNIT PENGELOLA (UP) BKM P2KP 1. PENDAHULUAN BKM adalah lembaga masyarakat warga (Civil Society Organization), yang pada hakekatnya mengandung pengertian sebagai wadah masyarakat untuk

Lebih terperinci

STRATEGI PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PNPM

STRATEGI PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PNPM STRATEGI PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PNPM Deputi Meneg PPN/Kepala Kepala Bappenas Bidang Kemiskinan, Ketenagakerjaan, dan UKM Rakornas Gubernur dan Bupati/Walikota dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan sturktural dan kemiskinan kesenjangan antar wilayah. Persoalan

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan sturktural dan kemiskinan kesenjangan antar wilayah. Persoalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan sturktural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode tahun 1974-1988,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural,

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pedesaan adalah bagian integral dari pembangunan daerah dan pembangunan nasional sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Idealnya, program-program

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing. Atau bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa penyelenggaraan desentralisasi dilaksanakan dalam bentuk pemberian kewenangan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengalaman masa lalu telah memberikan pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia, bahwa pembangunan yang dilaksanakan dengan pendekatan top-down dan sentralistis, belum berhasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pembangunan jangka panjang dalam dokumen Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 2025 adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang 2025. Pada perencanaan jangka menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang politik, ini terlihat bagaimana. kesehatan yang memadai untuk seluruh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang politik, ini terlihat bagaimana. kesehatan yang memadai untuk seluruh masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dialami oleh hampir atau keseluruhan negara di dunia. Indonesia, salah satu dari sekian negara di dunia,

Lebih terperinci

BAPPEDA Planning for a better Babel

BAPPEDA Planning for a better Babel DISAMPAIKAN PADA RAPAT PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2018 PANGKALPINANG, 19 JANUARI 2017 BAPPEDA RKPD 2008 RKPD 2009 RKPD 2010 RKPD 2011 RKPD 2012 RKPD 2013 RKPD

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI PEMBANGUNAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era otonomi daerah telah didengungkan keseluruh penjuru pelosok Tanah Air Indonesia. Semua wilayah mulai berbenah diri dan bahu membahu memperbaiki pemerintahan masing-masing

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DASAR BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DASAR BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014 PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DASAR BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka ini menjadi 24,29% atau 49,5 juta jiwa. Bahkan International Labour

BAB I PENDAHULUAN. angka ini menjadi 24,29% atau 49,5 juta jiwa. Bahkan International Labour BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dekade 2000, persentase penduduk miskin di Indonesia pernah mengalami penurunan yaitu dari 40,1% menjadi 11,3%, namun pada periode 2002 angka ini menjadi

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Bab ini akan menjabarkan visi dan misi pembangunan di Kabupaten Malang selama 5 tahun mendatang (2016-2021). Hal ini sejalan dengan amanat di dalam pasal 263

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditetapkan sebelumnya tercapai. Hal ini sesuai dengan pendapat para ahli.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditetapkan sebelumnya tercapai. Hal ini sesuai dengan pendapat para ahli. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian Efektivitas Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok aktivitas untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN WILAYAH PERMUKIMAN DENGAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT studi kasus : kawasan permukiman Kalianak Surabaya

PEMBANGUNAN WILAYAH PERMUKIMAN DENGAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT studi kasus : kawasan permukiman Kalianak Surabaya 1 PEMBANGUNAN WILAYAH PERMUKIMAN DENGAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT studi kasus : kawasan permukiman Kalianak Surabaya Ir. Wiwik Widyo W., MT. Jurusan Teknik Arsitektur, FTSP - ITATS Jl. Arief Rachman Hakim

Lebih terperinci

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI - 1 - LAMPIRAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL TAHUN 2015-2019. BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

Lebih terperinci

Tabel 6.1 Strategi dan Arah Kebijakan Kabupaten Sumenep

Tabel 6.1 Strategi dan Arah Kebijakan Kabupaten Sumenep Tabel 6.1 Strategi dan Kabupaten Sumenep 2016-2021 Visi : Sumenep Makin Sejahtera dengan Pemerintahan yang Mandiri, Agamis, Nasionalis, Transparan, Adil dan Profesional Tujuan Sasaran Strategi Misi I :

Lebih terperinci

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati Kondisi Kemiskinan di Indonesia Isu kemiskinan yang merupakan multidimensi ini menjadi isu sentral di Indonesia

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Perubahan paradigma dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik telah memberikan nuansa baru yang sama sekali berbeda

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN Dalam rangka mewujudkan visi dan melaksanakan misi pembangunan daerah Kabupaten Ngawi 2010 2015, Pemerintah Kabupaten Ngawi menetapkan strategi yang merupakan upaya untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian Efektivitas Dalam kamus besar bahasa Indonesia, efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai nilai efektif, pengaruh atau akibat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan desa merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, dengan demikian pembangunan desa mempunyai peranan yang penting dan bagian yang tidak terpisahkan

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN Bab I Pendahuluan 1.1. LatarBelakang Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu proses yang berkesinambungan antara berbagai dimensi, baik dimensi sosial, ekonomi, maupun lingkungan yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia seharusnya dapat di akses oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. Tapi

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang

Lebih terperinci

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun RPJMD Kota Pekanbaru Tahun 2012-2017 BAB V VISI, MISI, DAN V - 1 Revisi RPJMD Kota Pekanbaru Tahun 2012-2017 5.1. VISI Dalam rangka mewujudkan pembangunan jangka panjang sebagaimana tercantum di dalam

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA, 16 JANUARI 2014 Tema Prioritas Penurunan tingkat kemiskinan absolut dari 14,1% pada 2009 menjadi 8 10% pada akhir 2014, yang diikuti dengan: perbaikan distribusi perlindungan sosial, pemberdayaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I UMUM Menyadari bahwa peran sektor pertanian dalam struktur dan perekonomian nasional sangat strategis dan

Lebih terperinci

Oleh : Kasubdit Wilayah II Direktorat Penataan Bangunan dan LIngkungan. Disampaikan dalam Workshop Persiapan Penanganan Kumuh PNPM Mandiri Perkotaan

Oleh : Kasubdit Wilayah II Direktorat Penataan Bangunan dan LIngkungan. Disampaikan dalam Workshop Persiapan Penanganan Kumuh PNPM Mandiri Perkotaan KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH Oleh : Kasubdit Wilayah II Direktorat Penataan Bangunan dan LIngkungan Disampaikan dalam Workshop Persiapan Penanganan Kumuh PNPM Mandiri

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH RANCANGAN RPJP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2005-2025 V-1 BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH Permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta isu strategis serta visi dan misi pembangunan

Lebih terperinci

PERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja

PERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik senantiasa melaksanakan perbaikan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN BARAT, Menimban: a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 VISI Dalam periode Tahun 2013-2018, Visi Pembangunan adalah Terwujudnya yang Sejahtera, Berkeadilan, Mandiri, Berwawasan Lingkungan dan Berakhlak Mulia. Sehingga

Lebih terperinci