PERJANJIAN KERJA BERSAMA ANTARA PT JASA RAHARJA (PERSERO) DENGAN SERIKAT PEKERJA JASA RAHARJA. Nomor: P/ /SP/2016 Nomor: P/SPJR/ /2016

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERJANJIAN KERJA BERSAMA ANTARA PT JASA RAHARJA (PERSERO) DENGAN SERIKAT PEKERJA JASA RAHARJA. Nomor: P/ /SP/2016 Nomor: P/SPJR/ /2016"

Transkripsi

1 PERJANJIAN KERJA BERSAMA ANTARA PT JASA RAHARJA (PERSERO) DENGAN SERIKAT PEKERJA JASA RAHARJA Nomor: P/ /SP/2016 Nomor: P// /2016 Pada hari ini, Selasa tanggal dua puluh tiga Februari dua ribu enam belas ( ) di Jakarta, yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Budi Setyarso selaku Direktur Utama PT Jasa Raharja (Persero), dalam hal ini bertindak dalam jabatannya tersebut untuk dan atas nama PT Jasa Raharja (Persero) yang diangkat berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara, selaku Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan (Persero) PT Asuransi Kerugian Jasa Raharja Nomor SK- 24/MBU/2013 tanggal 18 Januari 2013 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggotaanggota Direksi Perseroan (Persero) PT Asuransi Kerugian Jasa Raharja, berkedudukan di Jalan H.R.Rasuna Said Kavling C-2 Jakarta Selatan 12920, selanjutnya disebut ; 2..selaku Ketua Umum Serikat Pekerja Jasa Raharja, dalam hal ini bertindak dalam jabatannya tersebut untuk dan atas nama Serikat Pekerja Jasa Raharja yang berkedudukan di Jalan H.R.Rasuna Said Kavling C-2 Jakarta Selatan 12920, selanjutnya disebut SP Jasa Raharja. dan SP Jasa Raharja yang selanjutnya secara bersama-sama disebut Para Pihak, terlebih dahulu menerangkan: 1. Landasan kebijakan sumber daya manusia PT Jasa Raharja (Persero) adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 serta peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. 2. Hubungan kerja di PT Jasa Raharja (Persero) dilandasi semangat kemitraan dan kebersamaan dengan asas kekeluargaan yang membangkitkan jiwa persatuan bagi semua Pekerja PT Jasa Raharja (Persero) untuk bersinergi menyumbangkan pikiran dan tenaganya secara optimal ke arah pencapaian tujuan PT Jasa Raharja (Persero) dalam suasana yang harmonis. 3. Landasan tersebut sejalan dengan tujuan dasar Hubungan Industrial yaitu terwujudnya tingginya produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat, terwujudnya kedisiplinan, sikap dan etos kerja yang menjamin kesejahteraan, kesehatan dan keselamatan kerja Pekerja serta kepastian jalannya. 4. Disadari bersama guna mewujudkan tujuan tersebut, diperlukan adanya Perjanjian Kerja Bersama antara dan Serikat Pekerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban Para Pihak yang dituangkan dalam bentuk Perjanjian Kerja Bersama yang secara keseluruhan mampu mendorong kemajuan dan semangat kerja untuk meningkatkan kesejahteraan Pekerja. 1

2 Berdasarkan hal-hal di atas, Para Pihak sepakat untuk membuat Perjanjian Kerja Bersama dengan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Pengertian Umum Dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) ini yang dimaksud dengan: a. adalah pihak pemberi kerja yang mempunyai hubungan kerja dengan Pekerja dalam hal ini adalah PT Jasa Raharja (Persero). b. Serikat Pekerja Jasa Raharja untuk selanjutnya dapat disebut SP Jasa Raharja adalah organisasi Pekerja PT Jasa Raharja (Persero) yang dibentuk dari, oleh dan untuk Pekerja yang bersifat demokratis, bebas, terbuka, mandiri dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan Pekerja serta meningkatkan kesejahteraan Pekerja dan keluarganya. c. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja di PT. Jasa Raharja (Persero) dengan status pegawai organik yang menerima gaji/upah. d. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan dan kesepakatan antara SP Jasa Raharja dengan yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. e. Lembaga Kerjasama Bipartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah untuk membahas masalah hubungan industrial antara dan Serikat Pekerja. f. Suami/Istri Pekerja adalah suami/isteri dari perkawinan yang sah dan terdaftar pada. g. Anak sah adalah anak kandung, anak tiri, anak angkat yang sah menurut ketentuan hukum yang berlaku dengan jumlah maksimum 3 (tiga) orang, belum kawin, belum bekerja dan tidak melebihi umur 25 (dua puluh lima) tahun dan terdaftar di. h. Keluarga Pekerja adalah suami/isteri dan anak-anaknya yang sah yang terdaftar pada. i. Ahli waris adalah keluarga atau orang tua atau orang yang ditunjuk oleh Pekerja secara tertulis (testament) untuk menerima setiap pembayaran yang menjadi hak Pekerja bersangkutan bila meninggal dunia, dengan skala prioritas sesuai ketentuan perundangundangan yang berlaku. Dalam hal tidak terdapat ahli waris sebagaimana dimaksud, maka berlaku ketentuan ahli waris menurut ketentuan hukum yang berlaku. j. Waktu kerja adalah jam, hari dan minggu yang ditetapkan oleh, digunakan untuk melaksanakan Pekerjaan. k. Waktu Kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi waktu kerja yang ditetapkan oleh. l. Hari istirahat mingguan adalah hari di luar hari kerja yang ditentukan bagi Pekerja oleh. m. Hari libur resmi adalah hari dimana Pekerja tidak diwajibkan untuk bekerja sesuai dengan ketetapan Pemerintah. n. Gaji adalah hak Pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari kepada Pekerja secara teratur untuk suatu Pekerjaan atau jasa yang telah atau 2

3 akan dilakukan yang ditetapkan menurut suatu persetujuan, atau peraturan perundangundangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara dengan Pekerja termasuk tunjangan, baik untuk Pekerja sendiri maupun keluarganya. o. Dewan Pertimbangan Jabatan (DPJ) adalah Dewan yang dibentuk oleh yang beranggotakan wakil dari dan SP Jasa Raharja. p. Hubungan kerja adalah hubungan antara dengan Pekerja berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, gaji dan perintah. Pasal 2 Pihak-Pihak Yang Mengadakan Perjanjian Perjanjian Kerja Bersama (PKB) ini dibuat antara PT JASA RAHARJA (PERSERO) yang didirikan di Jakarta berdasarkan Akta Nomor 49 tanggal 28 Pebruari 1981 yang dibuat di hadapan Imas Fatimah, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta, yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Akta Nomor 1 tanggal 1 Agustus 2012 yang dibuat di hadapan Julius Purnawan, Sarjana Hukum, Magister Sains, Notaris di Jakarta, yang berkedudukan di Jalan H.R. Rasuna Said Kav. C-2 Jakarta Selatan, selanjutnya disebut, dengan SERIKAT PEKERJA JASA RAHARJA, yang berkedudukan di Jalan H.R. Rasuna Said Kav. C-2 Jakarta Selatan, selanjutnya disebut SP Jasa Raharja. Pasal 3 Ruang Lingkup Perjanjian (1) Perjanjian ini memuat hal-hal pokok mengenai syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. Sedangkan ketentuan lebih lanjut akan diatur dalam Keputusan Direksi. (2) Perjanjian Kerja Bersama (PKB) ini berlaku untuk seluruh Pekerja dari semua golongan yang ada di dan terikat hubungan kerja dengan sepanjang syarat kerjanya tidak diatur secara khusus dalam perjanjian kerja. Pasal 4 Kewajiban Para Pihak (1) Kedua Kedua belah pihak berkewajiban untuk mentaati dan melaksanakan sebaik-baiknya keseluruhan isi dan pasal-pasal yang telah dituangkan serta disepakati di dalam perjanjian ini. (2) Kedua belah pihak akan menjaga serta memelihara hubungan kerja yang baik dan harmonis demi ketentraman dan ketenangan kerja dalam. (3) Pasal-pasal yang tercantum dalam perjanjian kerja ini merupakan persetujuan bersama yang ditaati dan dilaksanakan kedua belah pihak. 3

4 BAB II PENGAKUAN, FASILITAS DAN KETENTUAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN SERIKAT PEKERJA SERTA LEMBAGA BIPARTIT DAN TRIPARTIT Pasal 5 Pengakuan Terhadap Serikat Pekerja (1) mengakui bahwa SP Jasa Raharja adalah organisasi Serikat Pekerja yang sah yang mewakili dan bertindak untuk dan atas nama anggota yang mempunyai hubungan kerja dengan pihak. (2) memberikan kemudahan untuk terselenggaranya kegiatan bagi pengurus dan atau SP Jasa Raharja, selama kegiatan itu dimaksudkan untuk kemajuan para anggotanya dan perkembangan hubungan yang baik dengan pihak. (3) Pengurus SP Jasa Raharja tidak akan mendapat perlakuan diskriminatif atau tekanan langsung maupun tidak langsung dari karena menjalankan tugasnya sebagai pengurus SP Jasa Raharja. (4) mengakui bahwa menjadi anggota SP Jasa Raharja adalah hak semua Pekerja tanpa membedakan golongan/jabatan, agama, jenis kelamin dan suku bangsa. (5) mengakui bahwa SP Jasa Raharja mempunyai wewenang penuh dalam mengatur organisasi serta anggotanya dan memberikan bantuan dalam batas-batas kemampuannya. (6) Atas permintaan SP Jasa Raharja, dapat memberikan keterangan yang diperlukan tentang hal-hal yang menyangkut keadaan. Pasal 6 Ketentuan Penyelenggaraan Kegiatan Serikat Pekerja (1) memberikan kesempatan kepada pengurus dan/atau anggota SP Jasa Raharja untuk menjalankan kegiatan SP Jasa Raharja dalam waktu kerja yang diketahui oleh. (2) Pengurus dan/atau anggota SP Jasa Raharja dapat melakukan suatu kegiatan yang berkaitan dengan fungsi dan peran organisasi SP Jasa Raharja dengan memberitahukan terlebih dahulu kepada. (3) Apabila pengurus dan/atau anggota SP Jasa Raharja hendak menghadiri kegiatan SP di luar terlebih dahulu memberitahukan kepada. (4) Dalam hal memenuhi panggilan instansi Pemerintah atau Lembaga Negara yang menyangkut kegiatan organisasi Serikat Pekerja atau negara umumnya, maka pengurus dan atau anggota 4

5 SP Jasa Raharja yang ditunjuk diizinkan oleh sesuai waktu yang diperlukan, dan memfasilitasinya. Pasal 7 Fasilitas dan Dispensasi Untuk Serikat Pekerja (1) menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk menyelenggarakan kegiatan SP Jasa Raharja sesuai dengan kemampuan keuangan. (2) Untuk menjalankan organisasinya, SP Jasa Raharja berwenang memungut iuran yang besarannya ditentukan atau ditetapkan dalam Ketetapan Musyawarah Nasional (Munas) SP Jasa Raharja. (3) dapat memberikan dispensasi kepada pengurus SP Jasa Raharja untuk meninggalkan Pekerjaannya dengan memberitahukan terlebih dahulu kepada /Pimpinan Kerjanya tanpa mengurangi hak-hak dan kewajiban yang bersangkutan dan tidak mempengaruhi konditenya sebagai Pekerja untuk keperluan tersebut di bawah ini: a. Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari dan/atau rapat/pertemuan (di dalam lingkungan ) sesuai dengan fungsinya di dalam organisasi; b. Dalam hal memenuhi panggilan atau undangan yang sah dari Pemerintah atau Serikat Pekerja dari lain atau federasi Serikat Pekerja guna membicarakan/ merundingkan masalah-masalah ketenagakerjaan. c. Untuk mengadakan konsultasi dan menghadiri rapat dengan perangkat Serikat Pekerja/Instansi Pemerintah yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan atau, melaksanakan tugasnya sesuai dengan fungsinya dalam peringkat organisasi yang lebih tinggi. Pasal 8 Lembaga Kerjasama Bipartit (1) Lembaga Kerjasama Bipartit, bertujuan: a. Mewujudkan ketenangan kerja dan ketenangan usaha. b. Meningkatkan kesejahteraan Pekerja dan perkembangan serta kelangsungan hidup. c. Mengembangkan motivasi dan partisipasi Pekerja sebagai mitra kerja. (2) Lembaga Kerjasama Bipartit mempunyai tugas : a. Menampung, menanggapi dan memecahkan masalah-masalah ketenagakerjaan serta menghindari secara dini kemungkinan-kemungkinan timbulnya kesalahpahaman yang menyangkut kepentingan bersama. b. Menunjang dan mendorong terciptanya disiplin, ketentraman dan kegairahan kerja serta ketenangan bekerja. c. Menegakkan eksistensi dan peranan fungsi-fungsi di yang berkaitan dengan kepentingan ketenagakerjaan. (3) Lembaga Kerja Sama Bipartit secara bersama-sama dibentuk oleh dan SP Jasa Raharja di kantor pusat dan kantor cabang dengan berpedoman pada peraturan perundangan yang berlaku 5

6 BAB III HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 9 Hak Dan Kewajiban 1. berhak: a. Mengajukan usulan penyempurnaan PKB. b. Mengajukan keberatan atas tindakan SP Jasa Raharja yang bertentangan dengan PKB 2. berkewajiban: a. Mentaati isi PKB. b. Menjaga, membina dan meningkatkan hubungan yang harmonis melalui kerjasama yang baik, hormat menghormati, saling mempercayai sehingga hubungan industrial benar-benar terbina, terpelihara dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. c. Menghindari tindakan yang bersifat melakukan tekanan baik langsung maupun tidak langsung terhadap Pekerja yang terpilih menjadi pengurus SP Jasa Raharja atau perlakuan diskriminatif yang berhubungan dengan fungsi dan keanggotaan SP Jasa Raharja. d. Memfasilitasi sarana dan prasarana untuk menunjang kelancaran peran dan fungsi SP Jasa Raharja. Pasal 10 Hak Dan Kewajiban Serikat Pekerja (1) Serikat Pekerja berhak: a. Mewakili dan membela anggotanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Mengatur organisasi dan anggotanya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku. c. Mengajukan keberatan atas tindakan yang bertentangan dengan PKB d. Menempatkan wakilnya di Dewan Pengawas Dana Pensiun untuk kepentingan Pekerja selaku peserta dana pensiun, yang diajukan secara tertulis oleh pengurus SP Jasa Raharja kepada Pendiri Dana Pensiun. e. Setiap keputusan mutasi, promosi dan demosi Pekerja, DPP dan DPD SP Jasa Raharja mendapat tembusan surat keputusannya. (2) Serikat Pekerja berkewajiban: a. Mentaati isi PKB. b. Menjaga, membina dan meningkatkan hubungan yang harmonis melalui kerjasama yang baik, hormat menghormati, saling mempercayai sehingga hubungan yang harmonis benarbenar terbina, terpelihara dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. c. Membantu ketenangan kerja serta kelancaran jalannya dan peningkatan produktifitas kerja. d. Menampung dan menyalurkan aspirasi Pekerja. 6

7 BAB IV PENERIMAAN PEKERJA DAN STATUS PEKERJA Pasal 11 Penerimaan Pekerja (1) Dalam pengadaan Pekerja, memberikan kesempatan yang sama kepada semua warga negara Indonesia untuk dapat diterima menjadi Pekerja di, yang dilakukan secara transparan dan obyektif. (2) Pengadaan Pekerja dilakukan untuk mengisi formasi tenaga kerja berdasarkan kebutuhan dan persyaratan yang ditetapkan oleh. Pasal 12 Masa Percobaan (1) mensyaratkan setiap calon Pekerja yang baru diterima melalui masa percobaan paling lama 3 (tiga) bulan. (2) Apabila calon Pekerja yang baru dianggap memenuhi syarat oleh, maka calon Pekerja dimaksud diangkat oleh sebagai Pekerja tetap dengan golongan/tingkat jabatan sebagaimana diatur oleh ketentuan. (3) Bagi calon Pekerja yang tidak memenuhi syarat/tidak lulus masa percobaan tidak dapat diangkat sebagai Pekerja tetap (4) Masa percobaan dihitung sebagai masa kerja. Pasal 13 Pengangkatan dan Penempatan Pekerja (1) Calon Pekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 yang telah dinyatakan lulus dalam masa percobaan dan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan, diangkat sebagai Pekerja. (2) Pengangkatan dan penempatan calon Pekerja didasarkan atas kebutuhan dan kemampuan Pekerja serta ketentuan dalam persyaratan kerja yang ditetapkan pada saat penerimaan. Pasal 14 Transfer (1) Untuk kepentingan pelaksanaan tugas atau kepentingan, dan dalam rangka pembinaan Pekerja, dapat melakukan transfer dengan memperhatikan kondite dan kompetensi. 7

8 (2) Dalam hal transfer yang mengakibatkan Pekerja pindah domisili, maka memberikan bantuan sebagai berikut: a. Lumpsum perumahan diberikan selama 2 (dua) tahun dalam penugasan di tempat yang baru. b. Biaya angkut perabot dan/atau bantuan pembelian perabot yang sesuai. c. Biaya pindah dan masuk sekolah yang sesuai bagi anak Pekerja yang akan ikut pindah ditempat yang baru. (3) Bantuan yang dimaksud dalam ayat (2) bukan merupakan komponen gaji dan tidak dikurangkan terhadap gaji. (4) Pekerja yang suami atau istri dipindahkan dari tempat bekerjanya ke tempat tugas yang baru dapat mengajukan pindah untuk mengikuti suami atau istri ke tempat tugas yang baru sepanjang tersedia formasi di kantor yang terdekat dengan tugas suami atau istri yang bersangkutan. (5) Kesempatan untuk pindah sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) di atas, maksimal diberikan kesempatan 1 (satu) kali selama masa kerja. (6) Jangka waktu penugasan di suatu tempat selama-lamanya 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang apabila Pekerja yang bersangkutan menyetujuinya. BAB V PROMOSI, DEMOSI, PENUGASAN, DAN DEWAN PERTIMBANGAN JABATAN Pasal 15 Promosi (1) Promosi Jabatan adalah perpindahan pegawai dari jabatan tertentu ke jabatan lain dengan tingkat jabatan yang setingkat lebih tinggi sesuai Pola Promosi Jabatan yang ditetapkan. (2) Setiap promosi jabatan, akan berpegang teguh pada prinsip-prinsip keadilan dan persamaan (equity dan equality) dengan memperhatikan kompetensi, konduite, pengalaman kerja dan persyaratan obyektif lainnya secara konsisten dan transparan. Khusus bagi promosi jabatan yang berfungsi sebagai atasan/pimpinan kerja, syarat-syarat kecakapan memimpin sangat diutamakan dengan menerapkan aturan sistem pola karir yang berlaku di secara konsisten. (3) Keputusan promosi tingkat jabatan 10 sampai dengan 6 bagi Pekerja yang berada di wilayah kerja cabang sedapat mungkin memperhatikan usulan dan penilaian cabang. (4) Setiap Pekerja mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan promosi. (5) Pekerja yang telah memenuhi persyaratan yang ditentukan diberikan kenaikan Tingkat Jabatan. 8

9 Pasal 16 Demosi (1) Demosi merupakan perpindahan pegawai dari suatu jabatan ke jabatan lain dengan Tingkat Jabatan yang lebih rendah. (2) Tanggung Jawab dan Kewenangan untuk melakukan demosi pegawai pada Tingkat Jabatan 10 s.d 5 berada pada Direksi dengan mempertimbangkan masukan dari Dewan Pertimbangan Jabatan (DPJ) yang kemudian ditetapkan dengan Keputusan Direksi. (3) Tanggung Jawab dan Kewenangan untuk melakukan demosi pegawai pada Tingkat Jabatan 4 s.d 1 berada pada Direksi. (4) Kriteria Demosi: a. Diberikan kepada pegawai bila peringkat hasil penilaian kinerja pegawai berada pada daftar urut prestasi paling rendah selama 2 (dua) kali penilaian berturut-turut. b. Diberikan kepada pegawai bila hasil penilaian terakhir sangat kurang. c. Diberikan kepada pegawai bila melakukan pelanggaran disiplin. d. Demosi yang dikenakan kepada pegawai sebagaimana dimaksud dalam butir a s.d. c di atas, berpedoman pada ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Kinerja Pegawai dan Peraturan Disiplin Pegawai. Pasal 17 Penugasan (1) Untuk kepentingan, Pekerja dapat ditugaskan pada anak atau badan hukum lainnya dengan status Pekerja penugasan yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Direksi. (2) Pada saat awal penugasan Pekerja berhak mendapatkan gaji dan kesejahteraan lain yang jumlahnya sekurang-kurangnya sama dengan yang diterima pada posisi Tingkat Jabatan Pekerja tersebut di lingkungan kerja. Tingkat jabatan Pekerja di tempat penugasan disetarakan dengan tingkat jabatan di kecuali untuk jabatan Direksi. (3) Dalam hal gaji dan kesejahteraan pegawai yang ditugaskan lebih rendah dari gaji dan kesejahteraan yang seharusnya diterima pada tingkat jabatan yang sama di, maka berkewajiban untuk membayarkan selisih kurang tersebut kepada Pekerja yang bersangkutan. (4) Kondisi keuangan tempat penugasan tidak dapat menyebabkan berkurangnya hak Pekerja tersebut. (5) Jangka waktu penugasan selama-lamanya 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang apabila Pekerja yang bersangkutan menyetujuinya. (6) Masa kerja selama penugasan dihitung sebagai masa kerja di. 9

10 Pasal 18 Dewan Pertimbangan Jabatan (1) Susunan keanggotaan Dewan Pertimbangan Jabatan (DPJ) terdiri dari wakil dari dan wakil dari SP Jasa Raharja. (2) DPJ bertugas memberi rekomendasi kepada dalam hal dilakukannya mutasi, promosi, demosi dan penugasan. (3) Rekomendasi DPJ menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan. BAB VI WAKTU KERJA DAN KERJA LEMBUR Pasal 19 Waktu Kerja Waktu kerja ditetapkan 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu dari Senin sampai dengan Jum at. Pasal 20 Kerja Lembur (1) Untuk kepentingan, Pekerja dapat ditugaskan kerja lembur. (2) Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1 minggu. (3) Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana diatur dalam ayat (2) tidak termasuk kerja lembur yang dilakukan pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi. (4) Pekerja yang bekerja lembur sesuai perintah atasannya diberikan upah kerja lembur yang ketentuan dan besarnya ditetapkan dengan memperhatikan kemampuan keuangan. (5) Pembayaran upah kerja lembur akan dilakukan pada minggu berikutnya setelah kerja lembur selesai disertai dengan perintah kerja lembur. 10

11 BAB VII IZIN MENINGGALKAN PEKERJAAN Pasal 21 Izin Menjalankan Kewajiban Negara akan membayar gaji penuh dengan standar normal kepada Pekerja yang tidak dapat melakukan Pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban negara, jika dalam menjalankan kewajiban negara tersebut Pekerja tidak mendapat gaji atau tunjangan lainnya dari Pemerintah tetapi tidak melebihi 1 (satu) tahun lamanya, antara lain menjadi saksi (Pengadilan, Kejaksaan, Kepolisian), Wajib Militer, Pemilu dan kewajiban lain yang diakui oleh Undang-Undang. Pasal 22 Izin Menjalankan Ibadah akan membayar gaji penuh dengan standar normal kepada Pekerja yang tidak dapat melakukan Pekerjaannya karena memenuhi kewajiban ibadah menurut agamanya selama waktu yang diperlukan tetapi tidak melebihi 2 (dua) bulan untuk satu kali selama masa kerja dan tidak diperhitungkan sebagai cuti besar. Pasal 23 Izin Tidak Masuk Bekerja Yang Tidak Dipotong Gaji (1) Pekerja dapat diberikan izin tidak masuk bekerja dengan tetap mendapat pembayaran gaji penuh dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pekerja yang melaksanakan pernikahan, untuk selama 3 (tiga) hari; b. Mengkhitankan, membaptiskan anaknya atau ritual wajib lainnya sesuai ajaran agamanya, untuk selama 2 (dua) hari; c. Menikahkan anaknya, untuk selama 2 (dua) hari; d. Anggota keluarga meninggal dunia yaitu suami/istri, orang tua/mertua atau anak, menantu untuk selama 2 (dua) hari; e. Isteri pekerja melahirkan anak atau keguguran untuk selama 2 (dua) hari; f. Anggota keluarga selain tersebut pada huruf d dalam satu rumah meninggal dunia, untuk selama 1 (satu) hari. (2) dapat memberikan izin melebihi ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) berdasarkan kebutuhan. Pasal 24 Tata Cara Untuk Mendapatkan Izin Tidak Masuk Bekerja (1) Pemberian izin untuk tidak masuk bekerja diatur sebagai berikut: a. Pekerja harus mendapat persetujuan dari atasan langsung. b. Khusus untuk izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan 22 harus mendapat persetujuan dari Direksi. 11

12 (2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 dan 22 harus diajukan paling lambat 2 (dua) minggu sebelumnya secara tertulis. (3) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 harus diajukan paling lambat 1 (satu) minggu sebelumnya secara tertulis, kecuali untuk ayat (1) huruf d, e dan f. (4) Permohonan izin yang disampaikan setelah ketidak-hadiran kerja tanpa terlebih dahulu mendapat izin dari atasan, dianggap sebagai tidak masuk kerja tanpa izin (mangkir). (5) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 ayat (1) huruf d, e dan f diajukan secara lisan. BAB VIII CUTI Pasal 25 Cuti Tahunan (1) Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan berturut-turut berhak atas cuti tahunan selama 12 (dua belas) hari kerja. (2) Pekerja yang mempunyai hak cuti tahunan diberikan tunjangan cuti yang besarnya ditetapkan oleh. (3) Hak cuti tahunan yang tidak diambil sampai dengan Pekerja mengajukan cuti tahunan berikutnya dianggap gugur, kecuali tidak diambilnya hak cuti itu atas perintah atasan atau karena tugas yang tidak memungkinkan untuk ditinggalkan, tanpa menggugurkan haknya untuk mendapatkan tunjangan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). Dalam hal Pekerja tidak mengajukan hak cuti tahunan, maka hak atas tunjangan cuti dibayarkan pada akhir tahun yang bersangkutan tanpa perlu didahului dengan permohonan oleh Pekerja yang bersangkutan. (4) Pelaksanaan cuti tahunan dapat dilakukan secara bertahap setelah mendapat persetujuan atasan langsung. (5) Yang tidak diperhitungkan sebagai bagian dari cuti tahunan adalah hari-hari dimana Pekerja tidak menjalankan Pekerjaan karena: a. Hari libur resmi dan istirahat mingguan ; b. Hari perjalanan dalam rangka melaksanakan cuti tahunan ke tempat asal/kampung halaman dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Lamanya perjalanan yang membutuhkan waktu lebih dari 2 (dua) hari dengan standar normal menggunakan angkutan laut dan/atau angkutan darat. 2) Dilengkapi dengan dokumen perjalanan yang sah. 3) Diberikan sekali dalam setiap 3 (tiga) tahun. 4) Batas waktu perjalanan diberikan maksimal 8 (delapan) hari. c. Oleh karena suatu hal, seluruh kegiatan diliburkan. 12

13 d. Sakit yang terjadi selama menjalankan cuti tahunan dan Pekerja yang bersangkutan di rawat di rumah sakit yang dibuktikan dengan surat keterangan dari rumah sakit. (6) dapat pula memberlakukan cuti massal sesuai kebijakan pemerintah. (7) Permohonan cuti tahunan harus diajukan secara tertulis kepada atasan paling lambat 1 (satu) minggu sebelum cuti dilaksanakan. Pasal 26 Cuti Besar (1) Cuti besar diberikan selama 3 (tiga) bulan kalender setelah Pekerja bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus menerus pada dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun. (2) Permohonan cuti besar harus diajukan secara tertulis kepada Direksi melalui atasan langsung paling lambat 1 (satu) bulan sebelum cuti dilaksanakan. (3) Dengan diberikannya cuti besar maka hak cuti tahunan untuk tahun berjalan menjadi gugur. (4) Pekerja yang mempunyai hak cuti besar diberikan tunjangan cuti sekurang-kurangnya sebesar sama dengan tunjangan cuti tahunan yang dibayarkan pada waktu akan menjalankan cuti besar. (5) Pelaksanaan cuti besar dapat dilakukan secara bertahap setelah mendapat persetujuan atasan langsung, dan dapat dijalankan selama masa periode cuti besar sampai jatuh tempo cuti besar berikutnya. (6) Cuti besar dapat dikompensasikan dengan uang atas persetujuan dan Pekerja. (7) Besarnya kompensasi cuti besar dibedakan berdasarkan hal sebagai berikut: a. Dalam hal kehendak tersebut berasal dari Pekerja, maka dasar perhitungan uang kompensasi ditetapkan maksimal 2 (dua) bulan dengan pecahan setengah bulan. b. Dalam hal kehendak tersebut berasal dari, maka besarnya nilai kompensasi sekurang-kurangnya satu kali gaji untuk setiap bulan. Pasal 27 Cuti Sakit (1) dapat memberikan cuti sakit kepada Pekerja. (2) Pekerja yang sakit dan tidak masuk bekerja wajib menyampaikan pemberitahuan kepada atasannya, dan pada saat masuk kerja wajib menyerahkan surat keterangan dokter. 13

14 (3) Pekerja yang secara terus menerus sakit selama 1 (satu) tahun berturut-turut atau lebih tetap berhak atas cuti tahunan dan diperhitungkan sebagai masa kerja efektif maupun masa kerja jabatan. Pasal 28 Istirahat Melahirkan dan Keguguran (1) Berdasarkan keterangan dokter/bidan yang merawat, Pekerja berhak atas cuti melahirkan selama 3 (tiga) bulan. (2) Permohonan cuti melahirkan harus diajukan paling lambat 2 (dua) minggu sebelum hak cuti melahirkan dilaksanakan. (3) Selama melaksanakan hak cuti melahirkan, gaji dasar pensiun dan tunjangan umum dibayar penuh, sedangkan unsur merit dibayar dengan kondisi nilai prestasi sebesar normal. (4) Pekerja yang mengalami keguguran kandungan, berdasarkan keterangan dokter/bidan yang merawat berhak memperoleh cuti selama-lamanya 1,5 (satu setengah bulan). (5) Bila setelah pelaksanaan cuti tersebut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau (4) berdasarkan keterangan dokter/bidan yang merawat masih dibutuhkan waktu cuti yang lebih lama, maka untuk ini berlaku ketentuan cuti sakit. (6) Pekerja yang akan melaksanakan hak cuti melahirkan bersamaan dengan hak cuti besar maka dapat menangguhkan hak cuti besar ke tahun berikutnya. Pasal 29 Cuti Haid (1) Pekerja wanita yang dalam masa haid merasakan sakit yang menyebabkan tidak bisa bekerja dengan baik, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua waktu haid. (2) Pemberitahuan cuti haid dapat dilakukan secara tertulis atau lisan dan kemudian harus dibuktikan dengan surat keterangan dokter. Pasal 30 Cuti Di Luar Tanggungan (1) Cuti di luar tanggungan dapat diberikan kepada: a. Pekerja yang suami/istrinya dalam periode tertentu diwajibkan melaksanakan tugas negara dan Pekerja tersebut diwajibkan mendampingi tugas suami/istri. b. Pekerja dengan alasan khusus yang memperoleh ijin Direksi. (2) Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Pekerja yang telah memiliki masa kerja di sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun. 14

15 (3) Ijin cuti di luar tanggungan hanya dapat diberikan oleh Direksi. (4) Cuti di luar tanggungan diberikan paling lama untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun. (5) Selama melaksanakan cuti di luar tanggungan, Pekerja tidak mendapat penghasilan dan segala fasilitas lainnya dari serta dibebaskan dari jabatan. (6) Selama jangka waktu pelaksanaan cuti di luar tanggungan tersebut, masa kerja Pekerja yang bersangkutan tidak dihitung untuk kenaikan skala gaji, kenaikan tingkat jabatan, perhitungan penghargaan masa bakti, dan hak cuti besar serta tidak berhak memperoleh hak cuti tahunan. (7) Cuti di luar tanggungan tidak dibayar. BAB IX PENGGAJIAN Pasal 31 Penetapan Dan Komponen Gaji (1) berkewajiban memberikan gaji yang layak bagi setiap Pekerja sesuai dengan jabatan/tugas, prestasi kerja dan jasa/masa kerja Pekerja. (2) Penetapan gaji didasarkan pada : a. Skala gaji b. Tingkat jabatan c. Masa kerja, yang meliputi masa kerja efektif dan masa kerja jabatan d. Indeks kemahalan daerah dan indeks daya beli (disesuaikan dengan data BPS setiap tahun) e. Penilaian kinerja individu. f. Kehadiran. (3) Komponen gaji terdiri dari : a. Penghasilan Dasar Pensiun (PhDP) b. Merit c. Tunjangan Umum (4) dapat memberikan tunjangan kesejahteraan lainnya yang dibayarkan sesuai batas kemampuan keuangan. (5) Besaran PhDP sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) butir a mengacu dan berpedoman kepada ketentuan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan pelaksanaannya secara bertahap. 15

16 Pasal 32 Pembayaran Gaji Dan Pajak Penghasilan (1) Pembayaran gaji dilakukan oleh kepada Pekerja pada tanggal 27 setiap bulan. Apabila tanggal tersebut jatuh pada hari libur, pembayaran dilakukan pada hari kerja sebelumnya. (2) Gaji yang diterima oleh Pekerja adalah gaji bersih, setelah dipotong pajak penghasilan. Pasal 33 Kenaikan Gaji Kenaikan gaji diberikan dalam bentuk sebagai berikut: a. Kenaikan gaji berkala didasarkan pada kemampuan dan akan ditinjau setiap 1 (satu) tahun sekali, yakni pada setiap bulan Januari dan berlaku bagi semua Pekerja. b. Kenaikan gaji karena kenaikan skala gaji, tingkat jabatan dan promosi jabatan dilaksanakan atas dasar prestasi kerja, keahlian dan kondite Pekerja yang dilakukan oleh melalui penilaian prestasi Pekerja (performance appraisal). Performance appraisal dilakukan minimal setiap satu tahun sekali secara obyektif. c. Kenaikan gaji Masa Kerja Efektif (MKE) dan Masa Kerja Jabatan (MKJ) dilaksanakan atas dasar pengabdian masa kerja Pekerja pada kedudukannya/jabatannya. Pasal 34 Gaji Selama Sakit (1) Gaji Pekerja yang tidak masuk bekerja karena sakit, tetap dibayarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) butir a dan b, sedangkan tunjangan lainnya sebagaimana Pasal 31 ayat (4) dibayarkan secara proporsional. (2) Bila Pekerja tidak masuk bekerja karena sakit berdasarkan keterangan dokter yang ditunjuk atau disetujui oleh, dengan ketentuan serendah-rendahnya sama dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. (3) Pekerja yang dinyatakan masih tidak dapat bekerja karena sakit berkepanjangan selama 36 (tiga puluh enam) bulan berturut-turut dapat diberhentikan sebagai Pekerja dan diberikan hakhaknya sesuai ketentuan yang berlaku. Pasal 35 Bantuan Dana Selama Ditahan (1) Dalam hal Pekerja yang disangka/didakwa melakukan tindak pidana dan harus menjalani masa penahanan/hukuman kurungan, maka tidak wajib membayar gaji tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga yang menjadi tanggungan Pekerja yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut: 16

17 a. memberikan bantuan 50% (lima puluh per seratus) dari gaji Pekerja dengan perhitungan prestasi normal kepada keluarganya. b. Pembayaran bantuan sebagaimana dimaksud dalam butir a diberikan untuk paling lama 6 (enam) bulan kalender, terhitung sejak hari pertama Pekerja ditahan pihak yang berwenang. c. dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap Pekerja yang setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan Pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses pidana. d. Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir dan Pekerja dinyatakan bersalah, maka dapat melakukan pemutusan hubungan kerja kepada Pekerja yang bersangkutan. (2) Apabila berdasarkan keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) sebelum atau setelah masa 6 (enam) bulan berakhir, Pekerja bersangkutan dinyatakan bebas atau lepas dari tuntutan hukum yang didakwakan kepadanya, maka mempekerjakannya kembali dan membayarkan gaji yang belum dibayarkan selama masa penahanan dikurangi jumlah bantuan yang diberikan serta mengembalikan semua hak-hak yang seharusnya diterima. Pasal 36 Pemotongan dan Hal-hal Yang Diperhitungkan dengan Gaji (1) dapat melakukan pemotongan gaji Pekerja dalam hal: a. Pembayaran dana dan keperluan lain yang bersifat individual dimana penagihanpenagihan yang diperhitungkan dengan gaji, telah disetujui antara dengan Pekerja yang bersangkutan. b. Iuran Dana Pensiun dan lainnya yang telah mendapat persetujuan SP Jasa Raharja. (2) Gaji tidak dibayarkan terhadap Pekerja yang tidak masuk kerja yang disebabkan hal-hal sebagai berikut: a. Tidak masuk kerja tanpa izin 4,5% per hari. b. Sakit tanpa keterangan dokter 3% per hari. (3) Gaji yang tidak dibayarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) di atas, dihitung dari merit. Pasal 37 Insentif (1) Dalam rangka meningkatkan motivasi dan kinerja pekerja maka memberikan insentif kepada Pekerja pada setiap tahun yang sedang berjalan. (2) Besarnya insentif dan waktu pembayaran akan ditetapkan dengan Keputusan Direksi. 17

18 BAB X KESEJAHTERAAN Pasal 38 Tunjangan Hari Raya (1) memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada Pekerja setiap tahun berjalan. (2) Besarnya THR yang diberikan kepada pekerja diatur dalam Keputusan Direksi yang berlaku pada saat Perjanjian Kerja Bersama ini ditandatangani. (3) Pembayaran THR akan dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) minggu sebelum jatuhnya Hari Raya tersebut. (4) Pekerja yang putus hubungan kerjanya terhitung sejak waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum jatuh tempo Hari Raya Keagamaan berhak atas Tunjangan Hari Raya (THR). Pasal 39 Jasa Produksi (1) memberikan Jasa Produksi kepada Pekerja apabila memperoleh laba untuk tahun anggaran periode tahun buku sebelumnya. (2) Besarnya Jasa Produksi dan waktu pembayaran akan ditetapkan dengan keputusan Direksi. Pasal 40 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (1) Setiap Pekerja berhak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. (2) Untuk melindungi keselamatan Pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal, diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. (3) memberikan fasilitas kesehatan untuk keluarga Pekerja. (4) Perlindungan dan fasilitas kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan keputusan Direksi yang berpedoman kepada peraturan perundangundangan yang berlaku. (5) Dokter konsultan merupakan dokter provider asuransi kesehatan sebagai dokter keluarga. 18

19 Pasal 41 Bantuan Uang Duka akan memberikan bantuan uang duka kepada Pekerja yang besarnya ditetapkan oleh, jika: a. isteri/suami, anak, orang tua/mertua meninggal dunia. b. keluarga dekat, pembantu yang tinggal serumah dan meninggal di rumah Pekerja. Pasal 42 Sumbangan Untuk Pensiunan (1) memberikan sumbangan kepada pekerja yang telah memasuki masa pensiun. (2) Sumbangan pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Keputusan Direksi tersendiri. Pasal 43 Rekreasi, Olah Raga dan Kesenian menyelenggarakan rekreasi, olah raga dan kesenian untuk Pekerja sesuai dengan kemampuan keuangan. Pasal 44 Usaha Koperasi (1) Koperasi Pekerja dibentuk dalam rangka meningkatkan kesejahteraan Pekerja, yang kegiatan usahanya dijalankan berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Koperasi. (2) mendorong dan membantu perkembangan Koperasi Pekerja. Pasal 45 Penghargaan (1) memberikan penghargaan kepada Pekerja yang telah memiliki masa kerja tertentu, terus menerus tanpa terputus, dan menunjukkan prestasi kerja yang baik. (2) Persyaratan sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir. (3) Penghargaan yang diberikan kepada Pekerja dapat berupa piagam dan uang tunai yang besarnya ditetapkan dengan keputusan Direksi. 19

20 Pasal 46 Fasilitas Ibadah (1) memberikan kesempatan kepada Pekerja untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan agama masing-masing. (2) menyediakan fasilitas ibadah sesuai dengan kemampuan. Pasal 47 Fasilitas Pinjaman (1) memberikan fasilitas pinjaman kepada pekerja untuk pembelian unit kendaraan bermotor; (2) memberikan fasilitas pinjaman perumahan kepada pekerja untuk pembelian unit perumahan; (3) Besarnya nilai pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatas, disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan diatur dalam Keputusan Direksi tersendiri. BAB XI PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PEKERJA Pasal 48 Pembinaan Pekerja (1) Pembinaan Pekerja bertujuan untuk : a. Membentuk Pekerja yang profesional; b. Memelihara dan mengembangkan motivasi dan ketenangan kerja; c. Memelihara dan mengembangkan kemampuan dan produktivitas kerja; d. Menciptakan, memelihara dan mengembangkan sikap dan disiplin kerja; e. Memberikan kepastian adanya pengembangan karir Pekerja. (2) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pembinaan Pekerja dilakukan melalui : b. Pendidikan dan Pelatihan; c. Pembinaan karir; d. Penilaian prestasi Pekerja; e. Pemberian penghargaan; f. Pemberian sanksi bagi yang melanggar peraturan disiplin Pekerja; g. Pemberian konseling; h. Dan lain-lain kegiatan yang memiliki tujuan pembinaan Pekerja. 20

21 Pasal 49 Pengembangan Karir Pekerja (1) Pekerja diberikan kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri seluas-luasnya dan mencapai karir setinggi-tingginya sesuai dengan bakat dan potensinya yang diselaraskan dengan sasaran usaha dan kebutuhan. (2) Jalur karir diarahkan kepada jalur struktural dan fungsional. (3) menyediakan bentuk-bentuk pengembangan karir antara lain melalui pendidikan, pelatihan, pemagang, promosi, mutasi, kaderisasi yang dilakukan di dalam atau di luar. Pasal 50 Penilaian Prestasi Kerja (1) Penilaian prestasi kerja setiap Pekerja dilakukan oleh atasan langsung setiap 6 (enam) bulan sekali. (2) Penilaian prestasi kerja dilakukan dengan menggunakan lembaran penilaian prestasi yang khusus disediakan dan hasil penilaian tersebut diberitahukan kepada Pekerja yang dinilai. (3) Hasil penilaian prestasi kerja akan digunakan untuk mengambil keputusan bidang sumber daya manusia. Pasal 51 Pendidikan Dan Pelatihan (1) Pendidikan dan pelatihan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan, ketrampilan, dan sikap Pekerja agar dapat menjamin pelaksanaan tugas. (2) Pendidikan dan pelatihan dilaksanakan berdasarkan kebutuhan dan pengembangan karir Pekerja. (3) Seluruh Pekerja mempunyai hak dan kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan. (4) Pekerja yang akan meningkatkan ilmu pengetahuan atau melanjutkan sekolah dapat dilakukan di daerah masing-masing dengan menunjuk Perguruan Tinggi atas persetujuan Manajemen serta membantu biaya pendidikannya. 21

22 Pasal 52 Konseling (1) Dalam rangka pembinaan Pekerja, bersama SP Jasa Raharja membentuk lembaga konseling atau bekerja sama dengan lembaga konseling di luar. (2) Pembentukan atau penunjukan Lembaga Konseling dimaksudkan sebagai wadah konsultasi bagi Pekerja yang dipandang perlu mendapatkan bimbingan secara khusus. (3) Laporan hasil konsultasi dari lembaga konseling ini disampaikan kepada Pekerja yang bersangkutan dan untuk dijadikan bahan evaluasi dan pertimbangan dalam pengembangan kinerja dan karir Pekerja. BAB XII ATURAN DISIPLIN DAN PENGENAAN SANKSI Pasal 53 Kewajiban Pekerja Setiap Pekerja wajib: a. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara, Pemerintah dan. b. Mengutamakan kepentingan di atas kepentingan golongan atau diri sendiri, serta menghindarkan segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan oleh kepentingan golongan, diri sendiri atau pihak lain. c. Menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan Korps Pekerja; d. Menjaga rahasia dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya tanpa kecuali. e. Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan pemerintah dan ketentuan, baik yang langsung menyangkut kedinasan maupun yang berlaku secara umum. f. Melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab demi kepentingan dan keselamatan, serta senantiasa bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan kedudukannya sebagai Pekerja, untuk memelihara penghargaan/kepercayaan/kewajiban yang diperlukan oleh dan dalam jabatannya. g. Menaati semua peraturan yang berlaku di dalam. h. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan. i. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan dan kesatuan korps Pekerja. j. Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan, terutama di bidang keamanan, keuangan dan materiil. k. Menaati ketentuan jam kerja. l. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik. m. Menggunakan dan memelihara barang-barang/alat-alat dengan sebaik-baiknya. n. Memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut bidang tugasnya masing-masing. o. Bersikap dan bertindak tegas, adil dan bijaksana terhadap bawahannya. p. Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya. q. Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerjanya. 22

23 r. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap bawahannya. s. Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan kariernya. t. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama Pekerja dan terhadap atasan. u. Hormat menghormati antara sesama warga negara yang memeluk agama yang berlainan. v. Menjadi teladan sebagai warga negara yang baik di dalam masyarakat. w. Menaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku di dalam. x. Menaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang. y. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya setiap laporan yang diterima mengenai pelanggaran disiplin Pekerja. Pasal 54 Larangan Pekerja Setiap Pekerja dilarang: a. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat atau Pekerja. b. Menyalahgunakan wewenang yang dimilikinya. c. Menyalahgunakan barang-barang, uang, surat berharga atau fasilitas-fasilitas milik. d. Memiliki, menjual-belikan, menggadaikan, menyewakan atau meminjamkan barang-barang, dokumen, atau surat-surat berharga milik secara tidak sah dan/atau melawan hukum. e. Melakukan kegiatan di dalam maupun di luar lingkungan dengan tujuan keuntungan pribadi, golongan atau orang lain, yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan. f. Menerima hadiah atau sesuatu pemberian dalam bentuk apapun dari siapapun yang diketahui atau patut diduga bahwa pemberian tersebut bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pekerja yang bersangkutan. g. Membocorkan dan/atau memanfaatkan rahasia yang diketahui karena kedudukan/jabatan yang dimiliki untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain. h. Bertindak selaku perantara bagi seseorang pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari. i. Melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi maupun sambilan, menjadi Direksi, pimpinan atau komisaris swasta yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan. j. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain. k. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya termasuk tetapi tidak terbatas pada melakukan diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, jenis kelamin, memberikan penilaian kerja subyektif dan intimidasi. l. Berbuat atau tidak berbuat sesuatu hal yang bertentangan dengan kewajiban dan/atau kepatutan, sehingga merugikan atau menghalangi atau mempersulit pihak yang dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani. m. Melakukan tindakan politik praktis di lingkungan, bertindak sebagai pengurus partai politik atau organisasi politik/organisasi yang berafiliasi dengan partai politik. 23

24 Pasal 55 Hak Pekerja Setiap Pekerja berhak: a. Mendapatkan perlakuan yang adil dan jaminan perlindungan atas hak-haknya sebagai Pekerja. b. Mendapatkan kesempatan untuk membela diri baik sendiri maupun didampingi pengurus SP Jasa Raharja sebelum dikenakan sanksi dalam hal dinilai telah melakukan pelanggaran berat. Pasal 56 Pengenaan Sanksi (1) Pengenaan sanksi atau hukuman didasarkan pada pertimbangan : a. Jenis pelanggaran. b. Frekwensi (seringnya/pengulangan) pelanggaran. c. Bobot pelanggaran. d. Unsur kesengajaan. e. Akibat pelanggaran. (2) Bentuk sanksi atau hukuman yang dikenakan berupa : a. Surat Peringatan 1 (Pertama); b. Surat Peringatan 2 (Kedua); c. Surat Peringatan 3 (Ketiga); d. Pemutusan hubungan Kerja (PHK). BAB XIII PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Pasal 57 Bantuan Hukum Untuk Pekerja (1) wajib memberikan fasilitas bantuan hukum kepada Pekerja dalam hal terjadi tuntutan hukum karena tindakan/perbuatan untuk dan atas nama jabatannya yang berkaitan dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha termasuk selama melaksanakan penugasan pada anak atau badan hukum lainnya. (2) Fasilitas bantuan hukum yang diberikan berupa pembiayaan kantor jasa pengacara/konsultan hukum yang ditunjuk oleh meliputi proses pemeriksaan sebagai saksi, tersangka dan terdakwa di lembaga peradilan. (3) Dalam hal Pekerja dinyatakan bersalah dan dihukum oleh pengadilan dengan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka biaya pengacara/konsultan hukum baik yang telah dikeluarkan maupun yang belum dibayar oleh menjadi beban yang bersangkutan. 24

25 (4) Dalam hal yang bersangkutan diputus bebas/dinyatakan tidak bersalah oleh pengadilan dengan keputusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka biaya kantor pengacara/konsultan hukum menjadi beban. (5) Fasilitas bantuan hukum ini tidak diberikan kepada Pekerja yang mendapat tuntutan hukum akibat pengaduan dari. (6) Fasilitas Bantuan Hukum diberikan juga kepada Pekerja yang telah memasuki masa Purna Tugas,yang perkaranya terjadi pada saat yang bersangkutan masih aktif bekerja. Pasal 58 Umum (1) Pada prinsipnya berusaha untuk mencegah terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), tetapi apabila kemudian setelah segala usaha dilakukan PHK tidak dapat dihindarkan, maka penyelesaiannya dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) dapat melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan: a. Pekerja telah mencapai usia pensiun 55 (lima puluh lima) tahun. b. Pekerja meninggal dunia. c. Pengunduran diri dan Pekerja yang dikualifikasikan mengundurkan diri; d. pailit; e. Penyederhanaan organisasi; f. Cacat yang mengakibatkan Pekerja tidak dapat bekerja; g. Sakit berkepanjangan selama 3 (Tiga) tahun berturut-turut; h. Berakhirnya jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian kerja; i. Pekerja melakukan kesalahan berat. (3) Kesalahan berat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf i meliputi: a. Melakukan tindakan tidak setia kepada Dasar Negara, Undang-Undang Dasar dan Negara Republik Indonesia. b. Melakukan tindakan yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat Negara dan. c. Tidak mentaati sumpah/janji pegawai dan sumpah/janji jabatan berdasarkan suatu aturan yang berlaku/diterapkan di. d. Membuka rahasia jabatan yang seharusnya menjadi kewajiban untuk dijaga karena kedudukan jabatan, baik untuk kepentingan pribadi maupun suatu golongan atau pihak lain. e. Melakukan suatu perbuatan ketidakjujuran yang merugikan. f. Menyalahgunakan uang/barang/surat berharga milik. g. Menguasai/memilki/menjual/membeli/menggadaikan/menyewakan/meng-gelapkan ataupun meminjamkan uang/barang/surat berharga/hak milik secara tidak sah atau melanggar hukum. h. Mabuk ditempat kerja baik disebabkan oleh penggunaan minuman keras maupun narkotika atau zat psikotropika lainnya. i. Melakukan perbuatan lainnya dilingkungan yang diancam pidana selama 5 (lima) tahun atau lebih. 25

26 (4) dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan: a. Pekerja yang mengadukan atasan, teman sekerja atau bawahan kepada pihak berwajib mengenai perbuatan atasan, teman sekerja atau bawahan yang melakukan tindak pidana kejahatan. b. Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus. c. Pekerja berhalangan menjalankan Pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. d. Pekerja menjalankan ibadah wajib yang diperintahkan agamanya. e. Pekerja mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan Pekerja lainnya di dalam, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan, atau Perjanjian Kerja Bersama. f. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan. g. Pekerja mendirikan, menjadi anggota, dan/ atau pengurus Serikat Pekerja, Pekerja melakukan kegiatan Serikat Pekerja diluar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan, atau Perjanjian Kerja Bersama. h. Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan. i. Pekerja menikah j. Pekerja wanita hamil, melahirkan, gugur kandungan atau menyusui bayinya Pasal 59 Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja Dan Uang Penggantian Hak (1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, diwajibkan membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. (2) Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebagai berikut: a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) kali gaji bulan terakhir b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) kali gaji bulan terakhir. c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) kali gaji bulan terakhir. d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) kali gaji bulan terakhir. e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) kali gaji bulan terakhir. f. masa kerja 5 (satu) tahun ataulebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) kali gaji bulan terakhir. g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) kali gaji bulan terakhir. 26

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB XII PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Pasal 150 Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha

Lebih terperinci

BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] BAB XVI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Pertama Ketentuan Pidana Pasal 183 74 1, dikenakan sanksi pidana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dan

Lebih terperinci

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1)

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1) HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XIII) PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1) copyright by Elok Hikmawati 1 Pemutusan Hubungan Kerja Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya

Lebih terperinci

SOSIALISASI PP 53 TAHUN 2010

SOSIALISASI PP 53 TAHUN 2010 1 SOSIALISASI PP 53 TAHUN 2010 Latar Belakang : Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 disusun dalam rangka menyempurnakan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ATAU UNIT KERJA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

Pemutusan Hubungan Kerja

Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan Hubungan Kerja Suatu langkah pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha karena suatu hal tertentu. Pasal 1 angka 25 UU Ketenagakerjaan: Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/85 TENTANG PELAKSANAAN TATA CARA PEMBUATAN KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (KKB) MENTERI TENAGA KERJA,

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/85 TENTANG PELAKSANAAN TATA CARA PEMBUATAN KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (KKB) MENTERI TENAGA KERJA, MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/85 TENTANG PELAKSANAAN TATA CARA PEMBUATAN KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (KKB) MENTERI TENAGA KERJA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.237, 2015 TENAGA KERJA. Pengupahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5747). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN... NOMOR 01 TAHUN 2013

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN... NOMOR 01 TAHUN 2013 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN... NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN UMUM KEPEGAWAIAN PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT JIWA SAMBANG LIHUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI TANGGAMUS PROPINSI LAMPUNG

BUPATI TANGGAMUS PROPINSI LAMPUNG BUPATI TANGGAMUS PROPINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR 09 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGANGKATAN, PEMBERHENTIAN DAN TATA KERJA PEJABAT PENGELOLA NON PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEGAWAI NON PEGAWAI

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR KEPEGAWAIAN BADAN USAHA KREDIT PEDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN

KEBIJAKAN ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN KEBIJAKAN ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN KEWAJIBAN PNS 1. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah, 2. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan

Lebih terperinci

1. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah,

1. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah, Disiplin PNS Pembinaan Disiplin Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai sesuatu tujuan selain sangat ditentukan oleh dan mutu profesionalitas juga ditentukan oleh disiplin para anggotanya. Bagi aparatur

Lebih terperinci

MATRIKS PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

MATRIKS PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL MATRIKS PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL NO PP NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL 1 Menimbang : a. bahwa untuk menjamin terpeliharanya

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN BAGI TENAGA KONTRAK PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BADUNG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN BAGI TENAGA KONTRAK PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BADUNG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN BAGI TENAGA KONTRAK PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 39 TAHUN 2005

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 39 TAHUN 2005 Menimbang LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 39 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 39 TAHUN 2005 TENTANG KETENTUAN POKOK PEGAWAI TIDAK TETAP DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 49 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 49 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 49 TAHUN 2012 TENTANG PENGATURAN PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL BADAN LAYANAN UMUM DAERAH AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.399, 2012 BADAN WAKAF INDONESIA. Kepegawaian. Administrasi. PERATURAN BADAN WAKAF INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN Industrial Relation in Indonesia UU No. 13, Tahun 2003 HRM - IM TELKOM 1 DEFINISI KETENAGAKERJAAN. Segala yang berhubungan dengan tenaga kerja pada saat sebelum, selama, dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan Peraturan Kepala

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG KETENTUAN TENAGA KERJA SUKARELA TERDAFTAR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H. 1 2 3 4 58 Dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun dan PKWT Jangka Waktu 5 59 ayat 4 hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka Kontrak waktu paling lama 1 (satu) tahun Outsourcing hanya untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702] Bagian Kedua Ketentuan Pidana Pasal 171 Barangsiapa : a. tidak memberikan kesempatan yang sama kepada

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG TENAGA HARIAN LEPAS PEMERINTAH KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG TENAGA HARIAN LEPAS PEMERINTAH KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG TENAGA HARIAN LEPAS PEMERINTAH KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembinaan Tenaga Harian

Lebih terperinci

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; DASAR HUKUM * UUD 1945, pasal 28 D ayat (2) : Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL RUMAH SAKIT UMUM KABUPATEN TANGERANG

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL RUMAH SAKIT UMUM KABUPATEN TANGERANG PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL RUMAH SAKIT UMUM KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN U M U M

BAB I KETENTUAN U M U M UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG K E T E N A G A K E R J A A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGAN DAN KEPEGAWAIAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KODE ETIK DAN PERATURAN DISIPLIN KARYAWAN IKIP VETERAN SEMARANG. BAB I Ketentuan Umum

KODE ETIK DAN PERATURAN DISIPLIN KARYAWAN IKIP VETERAN SEMARANG. BAB I Ketentuan Umum KODE ETIK DAN PERATURAN DISIPLIN KARYAWAN IKIP VETERAN SEMARANG BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 1. Karyawan adalah setiap pegawai IKIP Veteran Semarang baik sebagai tenaga administrasi maupun tenaga penunjang.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NO. 01 TH 1985

PERATURAN PEMERINTAH NO. 01 TH 1985 PERATURAN PEMERINTAH NO. 01 TH 1985 PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/85 TENTANG PELAKSANAAN TATA CARA PEMBUATAN KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (KKB) MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 120 TAHUN

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 120 TAHUN SALINAN WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 120 TAHUN TENTANG PEDOMAN PENGANGKATAN, PEMBINAAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

Lebih terperinci

KODE ETIK DAN DISIPLIN UNIVERSITAS MUHAMADIYAH

KODE ETIK DAN DISIPLIN UNIVERSITAS MUHAMADIYAH KODE ETIK DAN DISIPLIN UNIVERSITAS MUHAMADIYAH RIAU UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHH RIAU 2011 VISI Menjadikan Universitas Muhammadiyah Riau sebagai lembaga pendidikan tinggi yang bermarwah dan bermartabat dalam

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 9 TAHUN 2006 SERI : D NOMOR : 7 Menimbang : Mengingat PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG TENAGA HONORER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA NOMOR 536 TAHUN 2013 TENTANG

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA NOMOR 536 TAHUN 2013 TENTANG KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA NOMOR TAHUN 0 TENTANG TENAGA KEPENDIDIKAN TETAP NON PNS UNIVERSITAS BRAWIJAYA REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14

PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14 PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14 1 SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO.13/2003 PASAL 156 (KEWAJIBAN PERUSAHAAN)

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 118 TAHUN TENTANG KETENTUAN POKOK KEPEGAWAIAN PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT SUMEDANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 118 TAHUN TENTANG KETENTUAN POKOK KEPEGAWAIAN PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT SUMEDANG 2 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 118 TAHUN 20092010 TENTANG KETENTUAN POKOK KEPEGAWAIAN PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 98 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH (BLUD) NON PEGAWAI NEGERI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB X PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN, DAN KESEJAHTERAAN Bagian Kesatu Perlindungan Paragraf 1 Penyandang Cacat Pasal 67 1. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 21 A TAHUN 2013 TENTANG PEGAWAI HONOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 21 A TAHUN 2013 TENTANG PEGAWAI HONOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 21 A TAHUN 2013 TENTANG PEGAWAI HONOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa setelah pengangkatan yang terakhir

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Pada hari ini, tanggal bulan tahun. Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA ( PERUSAHAAN)

Pada hari ini, tanggal bulan tahun. Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA ( PERUSAHAAN) PERJANJIAN KERJA KARYAWAN KONTRAK Pada hari ini, tanggal bulan tahun Telah diadakan perjanjian kerja antara: 1. Nama : Alamat : Jabatan : Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA ( PERUSAHAAN) 2.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Disiplin Mahasiswa IKIP Veteran Semarang ini, yang dimaksud dengan : 1.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

B U P A T I B I M A DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BIMA,

B U P A T I B I M A DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BIMA, B U P A T I B I M A PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 29 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENEMPATAN, PEMBERHENTIAN, PENGEMBANGAN KARIER, DAN DISIPLIN TENAGA HONORER DAERAH LINGKUP PEMERINTAH KABUPATEN BIMA DENGAN

Lebih terperinci

PROPINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR TAHUN 2015 TENTANG

PROPINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR TAHUN 2015 TENTANG PROPINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PEGAWAI NON PNS PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN;

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN; UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN; DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEGAWAI TIDAK TETAP DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT

- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEGAWAI TIDAK TETAP DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT - 1 - GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEGAWAI TIDAK TETAP DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR SERIKAT PEKERJA PT INDOSAT BAB I NAMA, SIFAT, JANGKA WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN. Pasal 1 Nama

ANGGARAN DASAR SERIKAT PEKERJA PT INDOSAT BAB I NAMA, SIFAT, JANGKA WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN. Pasal 1 Nama ANGGARAN DASAR SERIKAT PEKERJA PT INDOSAT BAB I NAMA, SIFAT, JANGKA WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 Nama Serikat ini bernama Serikat Pekerja PT Indosat (Persero) Tbk disingkat SP Indosat. Pasal 2 Sifat

Lebih terperinci

JENIS DAN BENTUK SANKSI PELANGGARAN KODE ETIK

JENIS DAN BENTUK SANKSI PELANGGARAN KODE ETIK 2012, No.778 10 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENEGAKAN KODE ETIK DAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR DAN PELANGGARAN KODE

Lebih terperinci

PERJANJIAN KERJA BERSAMA ANTARA PT PLN (PERSERO) DAN SERIKAT PEKERJA PT PLN (PERSERO) NOMOR : 0392.PJ/061/DIR/2006 NOMOR : DPP-042/KEP-ADM/2006

PERJANJIAN KERJA BERSAMA ANTARA PT PLN (PERSERO) DAN SERIKAT PEKERJA PT PLN (PERSERO) NOMOR : 0392.PJ/061/DIR/2006 NOMOR : DPP-042/KEP-ADM/2006 PERJANJIAN KERJA BERSAMA ANTARA PT PLN (PERSERO) DAN SERIKAT PEKERJA PT PLN (PERSERO) NOMOR : 0392.PJ/061/DIR/2006 NOMOR : DPP-042/KEP-ADM/2006 PERIODE TAHUN 2006 2008 MUKADIMAH Dengan Rahmat Tuhan Yang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 42 TAHUN 2017 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 42 TAHUN 2017 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 42 2017 SERI : E PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 42 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMBINAAN TENAGA KONTRAK KERJA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 43 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 43 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 43 SERI E KEPUTUSAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 511 TAHUN 2002 TENTANG KETENTUAN PEMBERIAN HAK CUTI DAN PERATURAN DISIPLIN BAGI PEGAWAI TIDAK TETAP DAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ANDI MAKKASAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA 31 CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA SURAT PERJANJIAN KERJA Nomer: ---------------------------------- Yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama : Jabatan : Alamat : Dalam hal ini bertindak atas nama direksi

Lebih terperinci

MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENJATUHAN HUKUMAN DISIPLIN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL KEMENTERIAN PERTAHANAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 4 Tahun : 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 4 Tahun : 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 4 Tahun : 2015 Menimbang Mengingat PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT

Lebih terperinci

SURAT PERJANJIAN KERJA

SURAT PERJANJIAN KERJA SURAT PERJANJIAN KERJA No. 168/SPK-01/AMARYAI/I/2017 Pada hari... tanggal... bulan... tahun... telah dibuat dan disepakati perjanjian kerja antara : Nama : PT.... Alamat : Jln.... Kemudian dalam hal ini

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 17 Tahun : 2014

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 17 Tahun : 2014 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 17 Tahun : 2014 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG DISIPLIN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

INSTRUKSI WALIKOTA BANDA ACEH NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG

INSTRUKSI WALIKOTA BANDA ACEH NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG INSTRUKSI WALIKOTA BANDA ACEH NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN SOSIALISASI PASAL 2 DAN PASAL 3 (1) PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 26 TAHUN 2016

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 26 TAHUN 2016 SALINAN WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK APARATUR SIPIL NEGARA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MATARAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KETUA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NURUL JADID

KETUA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NURUL JADID KEPUTUSAN KETUA STT NURUL JADID PAITON PROBOLINGGO NOMOR : NJ-T06/0204/A.1.1/08-2011 TENTANG PEDOMAN ETIKA DOSEN SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NURUL JADID PAITON PROBOLINGGO KETUA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NURUL

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 74 TAHUN 2010 TENTANG KETENTUAN BAGI TENAGA KONTRAK PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BADUNG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 74 TAHUN 2010 TENTANG KETENTUAN BAGI TENAGA KONTRAK PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BADUNG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 74 TAHUN 2010 TENTANG KETENTUAN BAGI TENAGA KONTRAK PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan Undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 33 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG KETENTUAN POKOK PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA CIREBON DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 34/E, 2009 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

*10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 25/1997, KETENAGAKERJAAN *10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

Bismillahirrohmaanirrohim

Bismillahirrohmaanirrohim SURAT KEPUTUSAN DEWAN PIMPINAN MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor : /MUI/VII/2016 Tentang PERATURAN ORGANISASI TENTANG KEPEGAWAIAN SEKRETARIAT JENDERAL MAJELIS ULAMA INDONESIA Bismillahirrohmaanirrohim Dewan

Lebih terperinci

LeIP. Peraturan Lembaga Manajemen Kepegawaian. Peraturan LeIP Tentang Manajemen Kepegawaian. 1. Kategorisasi Pegawai

LeIP. Peraturan Lembaga Manajemen Kepegawaian. Peraturan LeIP Tentang Manajemen Kepegawaian. 1. Kategorisasi Pegawai Peraturan Tentang 1. Kategorisasi Pegawai 1.1. Pegawai dibagi dalam kategori sebagai berikut : a. Pegawai Tetap b. Pegawai Tidak Tetap 1.2. Pegawai Tetap adalah pegawai yang diangkat Lembaga untuk bekerja

Lebih terperinci

PROGRAM I-MHERE. INDONESIA-Managing Higher Education for Relevance and Efficiency (I-MHERE) Project Sub Component B.2a DOKUMEN

PROGRAM I-MHERE. INDONESIA-Managing Higher Education for Relevance and Efficiency (I-MHERE) Project Sub Component B.2a DOKUMEN PROGRAM I-MHERE INDONESIA-Managing Higher Education for Relevance and Efficiency (I-MHERE) Project Sub Component B.2a DOKUMEN Kode Etik dan Peraturan Disiplin Pegawai Universitas Negeri Makassar Dokumen

Lebih terperinci

CV. WARNET FAUZAN TANGERANG

CV. WARNET FAUZAN TANGERANG CV. WARNET FAUZAN TANGERANG PERATURAN DIREKTUR NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG WAKTU KERJA, HAK CUTI DAN KERJA LEMBUR BAB I WAKTU KERJA Pasal 1 1. Hari dan/atau jam kerja karyawan berbeda satu dengan lainnya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-02.KP TAHUN 2010 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI IMIGRASI

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-02.KP TAHUN 2010 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI IMIGRASI PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-02.KP.05.02 TAHUN 2010 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI IMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, DHARMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

Lebih terperinci

PERJANJIAN KERJA /IKL/PJ/.. /01. Pada hari ini, tanggal, bulan., tahun.. telah diadakan perjanjian kerja antara :

PERJANJIAN KERJA /IKL/PJ/.. /01. Pada hari ini, tanggal, bulan., tahun.. telah diadakan perjanjian kerja antara : PERJANJIAN KERJA /IKL/PJ/.. /01 Pada hari ini, tanggal, bulan., tahun.. telah diadakan perjanjian kerja antara : I. Direksi PT ISTANA KARANG LAUT, dalam hal ini diwakili oleh Cecilia SH, selaku Business

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang

Lebih terperinci

CV. WARNET FAUZAN TANGERANG PERATURAN DIREKTUR NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN KARYAWAN

CV. WARNET FAUZAN TANGERANG PERATURAN DIREKTUR NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN KARYAWAN CV. WARNET FAUZAN TANGERANG PERATURAN DIREKTUR NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN KARYAWAN BAB I PENGUPAHAN Pasal 1 SISTEM PENGUPAHAN 1. Hak untuk menerima gaji timbul pada saat adanya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA UU No 21/2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh UU No 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan UU No 2/2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial UNTUK

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL BADAN LAYANAN UMUM DAERAH PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK BADAN PENGAWAS, DIREKSI DAN KEPEGAWAIAN PERUSAHAAN DAERAH PASAR KABUPATEN BADUNG BUPATI BADUNG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN BAB 1 PERJANJIAN KERJA 1.1. DEFINISI Pasal 1 UU No. 13/2003 14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEPEGAWAIAN PERUSAHAAN DAERAH KABUPATEN CILACAP BUPATI CILACAP, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Biro Umum Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Nopember 2017

Biro Umum Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Nopember 2017 Biro Umum Institut Teknologi Sepuluh Nopember Nopember 2017 Status ITS sebagai PTN Badan Hukum, ITS memiliki otonomi dalam pengelolaan sumber daya manusia. Pelaksanaan dari ketentuan dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci