BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. terjadi karena mulai maraknya junk food menjadi bagian dalam gaya hidup mereka.

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dewasa ini semakin banyak orang yang mengalami obesitas di Indonesia, hal ini terjadi karena mulai maraknya junk food menjadi bagian dalam gaya hidup mereka. Obesitas sendiri terjadi karena individu tidak mengontrol dan kurang peduli terhadap asupan gizi yang mereka konsumsi. Seseorang tidak akan obesitas jika berpartisipasi dengan kegiatan olah raga ataupun kegiatan fisik lainnya, jika mereka menikmati edukasi fisik, dan jika orang tuanya mendukung dalam kegiatan fisik (Taylor, 2012). Keadaan tubuh yang tidak seimbang asupan gizinya tentunya dapat mempengaruhi sebagian aktivitas kehidupan seorang, terutama dalam aktivitas yang melibatkan fisik. Orang yang obesitas mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas yang berhubungan dengan fisik seperti berolah raga, berjalan, bernafas, dan lain-lain. Kekurangan secara fisik ini menjadi sebuah kerugian yang cukup besar bagi remaja yang mengalami obesitas. Obesitas merupakan akumulasi dari lemak tubuh yang berlebihan (Taylor, 2012). Pada masa sekarang ini, obesitas menjadi hal yang sangat umum dan bahkan menggantikan malnutrisi sebagai kontributor kesehatan yang buruk. Epidemi obesitas yang ada di dunia terjadi karena kombinasi dari faktor genetik, berkembangnya persediaan makanan yang kaya akan lemak dan energi, dan rendahnya kegiatan fisik (Kopelman dalam Taylor, 2012). Menurut Dietz dan Gortmaker (dalam Taylor, 2012), faktor yang mendukung terjadinya obesitas pada individu adalah gaya hidup mereka yang melibatkan televisi, video permainan, dan internet. Berdasarkan pada hasil riset dari Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan, tingkat obesitas tahun 2010 menunjukkan bahwa angka kejadian obesitas di Indonesia pada 1

2 2 kelompok usia 18 tahun ke atas lebih sering terjadi pada wanita, yaitu pada wanita sekitar 15,5% dan pada pria sekitar 7,8% (Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2010). Namun terjadi peningkatan pada tahun 2013 yaitu pada wanita menjadi 20% dan pria menjadi 9,6% (Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2013). Guru Besar Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Hardinsyah menyatakan bahwa dari sepuluh remaja putri, tiga di antaranya gemuk. Dari sepuluh remaja putra, dua di antaranya gemuk ( Bahkan menurut dr. Dyah Purnamasari Sulistianingsih, SpPD dari Divisi Metabolik Endokrinologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, tingkat obesitas di Indonesia mirip dengan tingkat obesitas yang terdapat di Amerika serikat ( Obesitas atau kegemukan pada anak-anak di Indonesia rupanya tak hanya melanda golongan anak ekonomi atas saja. Anak-anak yang tumbuh di kalangan ekonomi bawah pun mengalami masalah yang sama. Berdasar hasil RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) 2007, jika dilihat dari tingkat ekonominya, obesitas banyak diderita oleh anak-anak dari kalangan masyarakat ekonomi bawah ( Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementrian Kesehatan RI, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, mengungkapkan bahwa di Indonesia sendiri, obesitas tidak hanya diderita oleh kalangan menengah ke atas. Sekitar 11,4% angka obesitas di Indonesia berasal dari kalangan tidak mampu dan 14,95% berasal dari golongan menengah ke atas (unpad.ac.id). Berdasarkan penelitian awal yang sudah dilakukan terhadap beberapa orang obesitas, diperoleh hasil bahwa orang obesitas selama ini sering mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari karena keadaan tubuh yang tidak mendukung. Banyak orang memandang bahwa orang obesitas memiliki kesulitan bergerak ketika melakukan aktivitas-

3 3 aktivitas yang terbilang berat, seperti olah raga, berlari, mendaki gunung dan masih banyak yang lain. Selain itu orang obesitas juga sering mendapatkan ejekan-ejekan yang tidak menyenangkan mengenai bentuk tubuhnya. Namun berdasarkan pada pengamatan yang dilakukan, orang obesitas tetap dapat berinteraksi dengan orang di sekitarnya, bahkan beberapa di antaranya nampak masih berusaha untuk melakukan aktivitas seperti olah raga. ED seorang pria berusia 28 tahun yang memiliki tubuh obesitas mengatakan bahwa yang terpenting ialah dirinya tetap harus menerima tubuhnya apa adanya. ED yang peneliti temui di sebuah kolam renang umum tetap dapat memiliki teman banyak dan tidak menutup diri, ED bahkan tetap terlihat percaya diri hanya menggunakan celana renang ketika berada di dalam kolam renang: Buat saya ya mas, yang penting saya tetap berusaha untuk menjaga kesehatan tubuh saya dengan berolah raga seperti e ya berenang saat ini. Yang paling penting saya masih berusaha, ya tubuh saya sudah seperti ini adanya. Ejekan-ejekan juga sering dialami oleh FF, seorang mahasiswa di suatu universitas negeri di Yogyakarta yang mengalami tubuh obesitas. FF setiap harinya harus menerima ejekan-ejekan yang dianggap sebagai candaan oleh teman-temannya. Walau ejekan tersebut dinilai sebagai sebuah candaan, ternyata FF terkadang juga harus menahan rasa amarahnya karena perkataan yang sudah tidak dapat ditoleransi: Ya memang sering mas saya diejek karena bentuk tubuh saya, tapi ya saya balas aja jadi candaan, cuman terkadang ece-ecean yang kelewatan tetap membuat saya kesal. Tapi saya mending tahan aja deh. Banyak hal yang dapat menjadi dampak buruk dari obesitas sendiri, yaitu: kecemasan, depresi atau stress, stroke, gagal jantung, dan lain lain. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa dengan memiliki tubuh yang tidak sempurna atau proporsional dapat menyebabkan penurunan kepercayaan diri, harga diri, hubungan sosial dan masih banyak

4 4 yang lain. Pengalaman YT, seorang mahasiswi Fakultas Psikologi UGM, berusia 21 tahun, seorang obesitas menjelaskan bahwa dirinya terkadang mengalami sesak nafas yang dikarenakan oleh tubuhnya yang obesitas. Sesak nafas tersebut menghalanginya untuk optimal dalam beraktivitas di dalam kegiatan-kegiatannya. Iya,iya. Awal nya kan berpikirnya juga karena lambung gitu, tapi kan faktor lambung juga eee apa namanya karena gendut itukan jadi ditekan, jantungnya jadi sering sesek gitu sih. (W1.S ) Risiko tekanan psikologi merupakan risiko yang paling sering diabaikan sebagai salah satu risiko dari obesitas. Namun, terdapat studi yang menyatakan bahwa obesitas dapat mengembangkan gangguan kepribadian dan kondisi psikiatrik, terutama depresi (Taylor, 2012; Boutelle, Hannan, Fulkerson, Crow, & Stice, 2010). Depresi dapat menyebabkan pandangan bahwa dunia tidaklah diciptakan untuk orang yang obesitas. Misalnya, kesulitan dalam mencari pakaian yang cocok, menerima ejekan dan komentar yang kasar, dan pengalaman lain yang mengingatkan bahwa obesitas tidak layak atau tidak memiliki tempat di dunia. Hal-hal buruk seperti di atas menyebabkan kesehatan psikologi menurun (Carr & Friedman, 2005). Hal di atas serupa dengan pengalaman YT, dirinya kesulitan untuk mencari pakaian yang sesuai dengan ukuran badannya dan YT sering sekali mendapatkan komentarkomentar kasar sejak kecil. Lingkungan di sekitarnya sering kali memberinya ejekan-ejekan karena tubuh yang besar. Takut sih, takut sesaknya semakin menganggu. Takut dengan masalah kesehatan. Takutnya juga sama satu hal sih, nanti kalau wisuda, bajunya yang kayak gimana ya? Paling stress sih kalau udah liat baju-baju, karena aku kan seneng belanja kan. Melihat baju-baju stress sendiri, terutama celana. Karena sekarang celana udah gak muat semua, Sampai sekarang makanya aku lebih sering pakai rok. Itu sih yang bikin stress malahan, stressorku itu bukan dari orang lain, tapi malah dari kayak pakaian gak cukup lagi. Kalau orang lain ngomong apa sih aku sudah terbiasa. (W1.S ) Kalau dari dulu emang sering diledekin, diledekin karena tubuhnya gede gitukan. (W1.S )

5 5 Dari SD udah sering diledekin terus abis itu eee dikatain karena kan dulu aku juga kriting, kriting kribo jadi kaya kebo, kaya gitu gitu lah. (W1.S ) Penyebab dari depresi yang dialami oleh penderita obesitas merupakan kumpulan dari stress yang dialaminya. Menurut Baum (dalam Taylor, 2012) stres sendiri merupakan pengalaman emosional negatif yang diikuti oleh perubahan biokimia, fisiologis, kognitif, dan perilaku yang disebabkan oleh kejadian penyebab stres. Stres disebabkan oleh stresor yang merupakan kejadian atau pengalaman yang menyebabkan terjadinya stres. Pada kasus obesitas di kalangan remaja yang menjadi stressor adalah lingkungan yang cenderung melawan keberadaannya di dunia, seperti ejekan dan juga komentar tidak pantas. Lingkungan pertemanan sangatlah mempengaruhi kondisi psikologis remaja, oleh karena itu untuk meminimalkan stress remaja obesitas diperlukan dukungan dari lingkungan pertemanannya dan tak lupa lingkungan keluarga. Sebuah penelitan menemukan bahwa hubungan antara obesitas dan depresi tergantung pada tingkat keparahan obesitas. Selain itu ditemukan bahwa remaja yang memiliki tingkat obesitas yang tinggi dapat memiliki kecenderungan untuk memiliki gangguan mental yang lebih tinggi. Pada kasus remaja kecenderungan untuk memiliki gangguan mental yang tinggi, baik pada remaja obesitas maupun pada remaja yang memiliki berat normal (Onyike dkk., 2003). Penelitian lain di Indonesia yang ditujukan pada remaja putri obesitas menemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara obesitas dengan citra diri, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, keluarga, konsep diri, teman sebaya dan media masa. Remaja putri obesitas yang tumbuh pada lingkungan keluarga yang bisa memberikan motivasi positif pada anak anaknya, maka hal itu juga dapat mempengaruhi bagaimana cara memandang anak terhadap dirinya sendiri. Konsep diri yang positif berpengaruh terhadap tingkat kepuasan

6 6 citra tubuhnya, rasa puas ini dapat meningkatkan harga diri orang obesitas (Prameswari, Aisah, & Mifbakhuddin, 2013). Dukungan sosial yang kuat memberikan efek yang positif bagi individu yang mengalami obesitas, hal tersebut membuat dirinya tidak memandang rendah diri sendiri sehingga akhirnya siap menghadapi tekanan-tekanan atau stressor dari lingkungan. Konsep diri yang positif dibangun oleh dirinya sendiri serta lingkungan sekitarnya yang memberikan motivasi positif. Konsep diri seseorang yang mengalami obesitas terbentuk melalui pengalaman dan interaksi subjek yang diperolehnya dari lingkungan dan bagaimana individu tersebut menafsirkan pengalaman yang diperolehnya tersebut. Konsep diri tersebut dapat berwujud positif ataupun negatif. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri, yaitu significant others yang bisa berupa teman dekat ataupun keluarga, lingkungan sosial, peranan faktor sosial dan keadaan fisik atau penampilan fisik yang merupakan hal yang sangat diperhatikan. (Citra & Retnaningsih, 2009). Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak semua orang yang mengalami obesitas terbebani dengan kondisinya tersebut, masing-masing orang memaknai keadaannya dengan cara yang berbeda-beda semuanya tergantung pada dirinya sendiri. Beberapa orang yang mengalami obesitas cenderung sudah terbiasa dengan ejekan-ejekan yang diberikan oleh orang sekitar, mereka dapat mengolah diri mereka sehingga tidak merasa terbebani. Sebuah penelitian kualitatif menemukan, salah satu subjek yang memiliki keadaan fisik yang obesitas tidak merasa diperlakukan secara berbeda dan subjek juga tetap merasa lincah dan aktif secara fisik. Subjek juga mudah beradaptasi dengan lingkungan dan orang-orang yang baru dikenalnya. Ejekan dari teman di lingkungan sekolah juga tidak membuat subjek memandang dirinya secara negatif (Citra & Retnaningsih, 2009). Pengalaman YT yang menerima ejekan-ejekan dari temannya pada akhirnya dapat

7 7 mengubah ejekan tersebut menjadi motvasi bagi dirinya. YT memandang ejekan-ejekan tersebut sebagai dorongan agar dirinya dapat menjadi lebih baik, YT berusaha membuktikan dengan memperlihatkan hal lain yang menjadikan dirinya menonjol dari orang lain di sekitarnya: Iya temenku, nah mulai dari SMP aku udah ga mikir masalah badan maksud ku menurutku ee badan itu bukan suatu halangan untuk berinteraksi sama orang gitu justru karena, karena eee dengan badan yang gendut kita harus nunjukin yang lainnya gitu maksudnya istilahnya itu memang kelebihan berat badan tapi itu bukan jadi kelemahan, jadi jangan sampai eee udah gendut cuma bisa diam aja, terus abis itu ga gerak nah itu, kalau dulu aku banyak gerak sulit jadi gerak, banyak ngomong karena aku suka ngomel gitu. (W1.S ) Selama ini, peneliti juga mengamati bahwa YT selalu terlihat percaya diri dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. YT juga menunjukkan bahwa dirinya dapat aktif di berbagai macam kegiatan di dalam lingkungan kampusnya. Peneliti juga melihat YT sebagai sosok yang selalu ceria dan enerjik di setiap kegiatan yang ia jalani. YT yang sering diejek karena bentuk tubuhnya juga selalu menanggapai ejekan tersebut dengan balasan canda tawa, dan hal tersebut tidak menunjukkan adanya perasaan tertekan pada orang obesitas seperti yang dijabarkan pada penelitian-penelitian terdahulu. Berdasarkan pada penelitian dan pengalaman di atas dapat disimpulkan bahwa orang obesitas sering kali mengalami stressor yang dapat berdampak pada keadaan psikologis orang obesitas. Tetapi beberapa penelitian terkait melihat bahwa tidak semua orang obesitas memaknai peristiwa yang mereka alami dengan cara yang sama, masing-masing memiliki cara pandangnya sendiri. Peneliti tertarik untuk melihat cara mereka menanggapi stressor berdasarkan pada kepribadian yang dimiliki orang obesitas. Oleh karena itu, penelitian ini meneliti tentang ciri-ciri kepribadian orang obesitas yang menjadi faktor pendukung dalam melakukan strategi coping untuk menghadapi tekanan di dalam kehidupan sehari-harinya.

8 8 B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami strategi coping orang obesitas yang ditinjau dari faktor-faktor kepribadian yang dimiliki. C. Manfaat Penelitian Berikut adalah manfaat dari penelitian ini, yaitu: 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih luas bagi seluruh pembaca mengenai kepribadian yang mendukung individu yang mengalami obesitas dalam menghadapi tekanan. b. Bagi para psikolog dan praktisi kesehatan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai bagaimana kepribadian individu yang mengalami obesitas di Indonesia serta dinamika psikologis di dalam dirinya. 2. Manfaat Praktis a. Bagi subjek penelitian, hasil dari penelitian diharapkan dapat menjadi sarana dalam mengembangkan diri dan bertahan dari tekanan di dalam kehidupan sehari-hari. b. Bagi para psikolog, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk membantu mereka dalam memberikan intervensi terhadap orang obesitas yang mengalami masalah. c. Bagi para praktisi kesehatan, dapat bekerja sama dengan psikolog untuk memahami pasien-pasien obesitas sehingga mudah untuk melakukan interaksi dan intervensi.