Sitompul Charles Marolop

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Sitompul Charles Marolop"

Transkripsi

1 JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 2 Nomor 12 (2013) Copyright 2013 PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENGATURAN BUNGA PINJAMAN PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM DI KOTA SAMARINDA Abstrak Sitompul Charles Marolop Sitompul Charles Marolop , PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENGATURAN BUNGA PINJAMAN PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM DI KOTA SAMARINDA. Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda, Penulisan Hukum (Skripsi), Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat penetapan bunga pinjaman pada koperasi simpan pinjam di Kota Samarinda yang sesuai dengan asas kekeluargaan dan untuk mengetahui Pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Koperasi terhadap pelaksanaan atas bunga pinjaman pada koperasi di Kota Samarinda. Penelitian ini dilakukan di wilayah Samarinda, dengan menggunakan metode yuridis empiris, pendekatan yuridis empiris melalui studi kasus tersebut merupakan hasil pengamatan terhadap suatu persoalan tertentu di suatu daerah tertentu yang menjadi lokasi penelitian. Hasil penelitian yang diperoleh 1). Pengaturan bunga pinjaman pada koperasi simpan pinjam di Kota Samarinda merupakan sesuatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan walaupun pada dasarnya tidak ada pengaturan terhadap bunga pinjaman terhadap Koprasi, terutama seberapa besar bunga yang ditetapkan oleh usaha perkoperasian, karena apabila dilihat dari kenyataannya dalam penetapan bunga dalam suatu kegiatan usaha Koprasi di Kota Samarinda sangat tinggi dan sangat merugikan anggota maupun masyarakat yang melakukan peminjaman sehingga kedepannya dapat menimbulkan masalah di tengah- tengah masyarakat Koprasi Berkat Mandiri dan Koprasi Gabe Artha melakukan penetapan bunga dengan mengikuti bunga Koprasi- Koprasi yang sudah ada terlebih dulu berdiri sebelumnya 2). Jika dilihat dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian Pasal 100 ayat (4) Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan, dengan demikian pengawasan ini belum terealisasi sehingga sampai saat ini pengawasan terhadap Koperasi simpan pinjam bisa dikatakan belum ada. Penulis dapat menyimpulkan bahwa tidak ada pengaturan terhadap bunga pinjaman terhadap Koperasi, terutama seberapa besar bunga yang ditetapkan oleh usaha perkoperasian dan pengawasan ini belum terealisasi sehingga sampai saat ini pengawasan terhadap Koperasi simpan pinjam bisa dikatakan belum ada. Kata kunci : Suku Bunga, Koperasi, Pengawasan.

2

3 Pendahuluan Koperasi adalah jenis badan usaha yang berwatak sosial beranggotakan orang-orang atau badan hukum, dan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi menurut UUD 1945 pasal 33 ayat (1), merupakan usaha kekeluargaan dengan tujuan mensejahterakan anggotanya. Latar belakang pendirian koperasi muncul karena adanya keinginan dari masyarakat golongan menengah ke bawah untuk memperbaiki keadaan ekonominya. Koperasi melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Kinerja koperasi khusus mengenai perhimpunan, koperasi harus bekerja berdasarkan ketentuan Undang-undang umum mengenai organisasi usaha (perseorangan, persekutuan, dan sebagainya.) serta hukum dagang dan hukum pajak. Organisasi koperasi yang khas dari suatu organisasi harus diketahui dengan menetapkan anggaran dasar yang khusus. Meskipun dengan latar belakang sosial ekonomi dan sejarah yang berbeda, berkat keberhasilan yang dicapai oleh para pendiri koperasi di Eropa, semangat koperasi mulai menjalar ke berbagai negara di dunia. Pendirian koperasi juga dilandasi oleh kesadaran akan manfaat usaha koperasi. Lembaga koperasi sejak awal diperkenalkan di Indonesia memang sudah diarahkan untuk berpihak kepada kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal sebagai golongan ekonomi lemah. Strata ini biasanya berasal dari kelompok masyarakat kelas menengah kebawah. Eksistensi koperasi memang merupakan suatu fenomena tersendiri, sebab tidak satu lembaga sejenis lainnya yang mampu menyamainya, tetapi sekaligus diharapkan menjadi penyeimbang terhadap pilar ekonomi lainnya. Lembaga koperasi oleh banyak kalangan, diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan bangsa Indonesia. Di dalamnya terkandung muatan menolong diri sendiri, kerjasama untuk kepentingan bersama (gotong royong), dan beberapa esensi moral lainnya. Di Indonesia pengenalan koperasi oleh para Bapak Bangsa ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan perekonomian Bangsa Indonesia menuju pada suatu kemakmuran dalam kebersamaan dengan semboyan Makmur dalam kebersamaan dan bersama dalam kemakmuran. Peranan koperasi dalam penyedia dana masyarakat masih sangat dibutuhkan ketika masyarakat dihadapkan kepada prosedur yang rumit dalam pencairan dana terutama ketika berhadapan dengan pihak bank, karena koperasi merupakan suatu tempat pelabuhan bagi para masyarakat yang

4 Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 12 membutuhkan modal cepat, diatur oleh Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Bentuk pengaturan bunga kredit pinjaman pada koperasi simpan pinjam di Kota samarinda adalah berbentuk pinjaman modal bukan dalam bentuk kredit, seharusnya tidak menggunakan bunga. Karena apabila dilihat dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian Pasal 3 yang berbunyi bahwa Koperasi berazaskan Kekeluargaan. Namun dalam pelaksaannya ada beberapa koperasi di Kota Samarinda yang menggunakan bunga pinjaman 5% hingga sampai 20%, untuk itu, perlu adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penetapan bunga sehingga dapat diterapkan oleh dinas koperasi Kota Samarinda terhadap koperasi simpan pinjam. Sebenarnya tujuan koperasi adalah khusus untuk mensejahterakan anggota dan pada umumnya masyarakat, tetapi dalam pelaksanaanya apabila koperasi menggunakan bunga pinjaman sampai dengan 20% tidak lagi bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya dan masyarakat, tetapi usaha koperasi tersebut sudah mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Bentuk pengawasan Dinas Koperasi di Kota Samarinda terhadap koperasi yang berbadan hukum (legal) yang menetapkan suku bunga 5% hingga sampai 20% apabila dilihat dari faktanya ada banyak badan usaha koperasi yang menetapkan suku bunga berdasarkan pengalaman maupun penetapan yang pada umumnya dilakukan oleh koperasi-koperasi lainnya sedangkan koperasi tidak berbadan hukumatau sering disebut koperasi harian sedang berkembang di Kota Samarinda yang dalam pendiriannya tidak sesuai dengan pendirian koperasi yang sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian yang saat mendirikan paling sedikit 20 orang perseorangan. Namun dalam kenyataannya tidak memiliki badan hukum (illegal) tersebut hanya didirikan oleh individu dan memiliki modal pribadi, serta harus di buat dihadapan notaris, akan tetapi dalam pelaksanaannya banyak koperasi yang mendirikannya tidak menggunakan akta notaris. Jadi dalam hal ini pengaturan bunga pinjaman pada koperasi simpan pinjam di kota samarinda merupakan sesuatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan, terutama seberapa besar bunga yang ditetapkan oleh usaha perkoperasian, karena apabila dilihat dari kenyataannya dalam penetapan bunga dalam suatu kegiatan usaha di Kota Samarinda sangat tinggi hingga mencapai 20%. Begitu juga bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Koperasi Kota Samarinda yang harus melakukan pengawasan secara ketat terhadap koperasi- koperasi yang melanggar Undang- undang Nomor 17 Tahun

5 Pengaturan hukum Terhadap Pengaturan Bunga (Sitompul Charles) tentang Perkoperasian sehingga tidak sesuai dengan asas koperasi yaitu, berasaskan kekeluargaan. Dari uraian permasalahan diatas, penulis membahas dalam sebuah skripsi dengan judul sebagai berikut, penegakan hukum terhadap pengaturan bunga pinjaman pada koperasi simpan pinjam di kota samarinda. Dengan fokus masalah pada pengaturan penetapan bunga pinjaman pada koperasi simpan pinjam di Kota Samarinda yang sesuai dengan asas kekeluargaan dan Pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Koperasi terhadap penetapan bunga pinjaman pada koperasi di Kota Samarinda. Hasil penelitian ini diharapkan bertujuan untuk mengetahui pengaturan penetapan bunga pinjaman pada koperasi simpan pinjam di Kota Samarinda yang sesuai dengan asas kekeluargaan. Dan untuk mengetahui Pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Koperasi terhadap penetapan bunga pinjaman pada koperasi di Kota Samarinda. Pembahasan Pengaturan Penetapan Bunga Pinjaman Pada Koperasi Simpan Pinjam di Kota Samarinda Yang Sesuai Dengan Asas Kekeluargaan Peranan koperasi dalam penyedia dana masyarakat masih sangat dibutuhkan ketika masyarakat dihadapkan kepada prosedur yang rumit dalam pencairan dana terutama ketika berhadapan dengan pihak bank, karena koperasi merupakan suatu tempat pelabuhan bagi para masyarakat yang membutuhkan modal cepat dan proses pencairan dananya tidak serumit seperti di lembaga pembiayaan bank maupun lembaga pembiayaan non bank. Koperasi simpan pinjam adalah koperasi yang khusus bertujuan melayani atau mewajibkan anggotanya untuk menabung, disamping dapat memberikan pinjaman kepada anggotanya. Sebagian kalangan mendefinisikan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) adalah sebuah koperasi yang modalnya diperoleh dari simpanan pokok dan simpanan wajib para anggota koperasi. Kemudian modal yang telah terkumpul tersebut dipinjamkan kepada para anggota koperasi dan terkadang juga dipinjamkan kepada orang lain yang bukan anggota koperasi yang memerlukan pinjaman uang, baik untuk keperluan konsumtif maupun modal usaha. Pada akhir tahun, keuntungan yang diperoleh koperasi simpan pinjam yang berasal dari uang administrasi tersebut yang disebut Sisa Hasil Usaha (SHU) dibagikan kepada anggota koperasi. Adapun 3

6 Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 12 jumlah keuntungan yang diterima oleh masing-masing anggota koperasi diperhitungkan menurut intensitas anggota yang meminjam uang dari koperasi. Artinya, anggota yang paling sering meminjamkan uang dari Koperasi tersebut akan mendapat bagian paling banyak dari Sisa Hasil Usaha, dan tidak diperhitungkan dari jumlah simpanannya, karena pada umumnya jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib dari masing-masing anggota adalah sama. Koperasi simpan pinjam mempunyai peranan penting dalam menunjang perekonomian masyarakat menengah kebawah, karena dapat membantu dalam membuka usaha setiap anggota maupun masyarakat. Dengan meningkatnya kebutuhan dalam pertumbuhan perekonomian semakin tinggi pula kebutuhan-kebutuhan hidup yang harus dipenenuhi. Sebagaimana awal berkembangnya koperasi di Kota Samarinda menjelaskan bahwa pada awalnya, pemerintah memberikan wadah yang legal kepada masyarakat yang memiliki kesamaan ekonomi, untuk berusaha bersama- sama dengan tujuan ekonomi untuk kesejahteraan bersama, yaitu koperasi. Sangat jelas bahwa koperasi adalah wadah legal yang didirikan sesaui dengan Pasal 7 Undangundang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian yang saat mendirikan paling sedikit 20 orang perseorangan, akan tetapi jika dilihat dari hasil penelitian di Koperasi Berkat Mandiri dan koperasi Gabe Artha dari syarat pendirian saja sudah tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan sehingga perlu adanya aturan yang tegas dari pemerintah terhadap usaha-usaha yang mengatas namakan koperasi. Oleh sebab itu pemerintah dalam hal ini Dinas Koperasi Kota Samarinda seharusnya lebih berperan dalam menjalankan koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pasal 3 Koperasi berdasar atas asas kekeluargaan. Pasal 4 Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan Anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan. Sifat penetapan bunga dalam koperasi simpan pinjam tidak diatur secara tegas dalam Undangundang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian oleh sebab itu usaha perkoperasian khususnya di Kota Samarinda. Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara yang yang diperoleh dari Dinas Koperasi dan UKM Kota Samarinda Kepala bagian penyuluhan yaitu, Ibu Dwi Haryanti pada tanggal 22 Mei 2013 menjelaskan sebagai berikut: 4

7 Pengaturan hukum Terhadap Pengaturan Bunga (Sitompul Charles) Besaran jasa pinjaman dan jasa simpanan diputuskan berdasarkan kesepakatan bersama melalui rapat anggota. Setiap koperasi besaran jasa simpanan dan pinjaman berbeda, sesuai dengan kesepakatan melalui rapat anggota. Bahwa dalam setiap penyuluhan awal pendirian koperasi Dinas Koperasi selalu menyarankan kepada setiap koperasi agar tidak menetapkan jasa pinjaman terlalu besar, karena nantinya pasti akan memberatkan si peminjam atau anggota koperasi itu sendiri. Dengan bunga yang wajar koperasi tetap mendapatkan laba dan tidak memberatkan anggota koperasi yang meminjam. Dinas Koperasi tidak pernah membuat peraturan dalam penetapan suku bunga hingga sampai 20%, karena sudah tidak sesuai dengan asas koperasi yaitu asas kekeluargaan dan berwatak sosial dan koperasi juga diharapakan tidak menetapkan bunga yang terlampau tinggi. Untuk itu pengurus, pengawas dan anggota diharapkan juga untuk meninjau ulang besaran jasa pinjaman. Dari penjelasan Dinas Koperasi Kota Samarinda diatas, dapat diketahui bahwa tidak pernah ada aturan mengenai penetapan suku bunga namun, yang ada adalah imbalan jasa di putuskan dalam Rapat Anggota oleh sebab itu apabila usaha peminjaman dana yang mengatas namakan koperasi seperti dalam sampel penelitian yaitu koperasi Berkat Mandiri dan koperasi Gabe Artha dan juga koperasi yang berbadan hukum yaitu Koperasi simpan pinjam LKMA Harapan Makmur dan Koperasi simpan pinjam Pandawa yang meminjamkan dana dengan bunga hingga 20% tanpa melakukan rapat anggota sudah sangat tidak sesuai lagi dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian Pasal 3 yang berbunyi bahwa Koperasi berazaskan Kekeluargaan. Namun dalam pelaksaannya ada beberapa koperasi di samarinda yang menggunakan bunga pinjaman 5% bahkan mencapai 20% tanpa adanya rapat angota yang menyetujui penyaluran dana kepada setiap anggota yang melakukan transaksi simpan pinjam, sehingga melangar Undang-undang Perkoprasian dan bertentangan dengan asas kekeluargaan. Sebenarnya tujuan koperasi adalah khusus untuk mensejahterakan anggota dan pada umumnya masyarakat, tetapi dalam pelaksanaanya apabila koperasi menggunakan bunga pinjaman hinga 20% 5

8 Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 12 tanpa adanya rapat angota sudah sangat jelas tidak lagi bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya dan masyarakat, tetapi usaha koperasi tersebut sudah mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Dalam pelaksanaan penetapan bunga dari kenyataannya perlu diketahui bahwa ada banyak badan usaha koperasi yang fungsinya bukan lagi mempunyai sifat untuk mensejahterakan anggota maupun masyarakat karena penetapan bunga oleh pihak badan usaha koperasi mengikuti bunga yang ditetapkan oleh koperasi-koperasi pada umumnya. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tegas mengenai penetapan bunga karena apabila diperhatikan secara seksama dalam Undang- undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian tidak ada ditemukan dalam penetapan bunga, sehingga pelaku usaha koperasi sangat bebas dalam menetukan besaran suku bunga tanpa harus rapat anggota sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak yang melakukan peminjaman kepada koperasi. Oleh sebab itu, badan usaha yang mengatas namakan koperasi juga memaparkan bahwa koperasi berkat mandiri dan koperasi gabe artha sebagai pemberi pinjaman dan nasabah sebagai peminjam dana setuju dalam lisan saja terhadap besaran suku bunga 20% yang mereka tetapkan tanpa mengikut sertakan peminjam dalam suatu rapat angota. Apabila ditinjau dari segi hukum Keperdataan maka perjanjian secara lisan tidak mempunyai kekuatan hukum karena hanya dengan kesepakatan secara lisan saja akan tetapi apabila terjadi sengketa maka sangat sulit dalam melakukan pembuktian di pengadilan oleh sebab itu perlu adanya perjanjian tertulis sebagaimana diatur dalam Pasal 1313 dan Pasal 1320 KUHPerdata. Pengaturan bunga pada koperasi tidak bisa disamakan dengan bunga Bank dikarenakan tujuan bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurannya dalam bentuk dana dan juga Bank selalu melihat perkembangan pasar yang ada dalam penetapan suku bunga, dan dalam bentuk kredit, apabila dilihat dari definisi kredit dalam Pasal 1 angka (11) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan berbunyi sebagai berikut, Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka wantu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Sehingga dalam kredit bank didasarkan terhadap kesepakatan antara bank yang mengkreditkan dengan nasabah, 6

9 Pengaturan hukum Terhadap Pengaturan Bunga (Sitompul Charles) lain halnya dengan koperasi yang ada pada saat ini yang tidak menyinggung masalah bungan tetapi dari fakta dilapangan kopersi sepertinya tidak bersifat keanggotaan namun sudah condong terhadap bank. Dari tujuan pendirian Bank dan Koperasi sudah sangat berbeda, tujuan Pendirian Bank adalah untuk memperoleh keuntungan, sedangkan dalam koperasi sendiri untuk mensejahterakan anggotanya. Bahwa dalam Bank sendiri tidak ada penetapan bunga pinjaman kalau ditinjau dari Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan begitu juga dalam Undang- undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Oleh sebab itu yang diutamakan dalam pengaturan bunga pinjaman koperasi harus sesuai dengan asas dan tujuan koperasi itu sendiri. Dengan demikian Pengaturan bunga pinjaman pada koperasi simpan pinjam di kota samarinda merupakan sesuatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan, terutama seberapa besar bunga yang ditetapkan oleh usaha perkoperasian, karena apabila dilihat dari kenyataannya dalam penetapan bunga dalam suatu kegiatan usaha di Kota Samarinda sangat tinggi dan sangat merugikan anggota maupun masyarakat yang melakukan peminjaman sehingga perlu diperhatikan kembali agar Kementerian Koperasi perpanjangan tangan didaerah yaitu, Dinas Koperasi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam melakukan pengawasan dan penindakan kepada pihak badan usaha yang menjalankan koperasi simpan pinjam di Kota samarinda. Terhadap penetapan besaran bunga apabila dilihat dari pasal per pasal dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian tidak pernah disinggung mengenai bagaimana persyaratan dalam penetapan bunga dan tidak pernah ada juga disinggung masalah bunga, namun sebenarnya penetapan bunga dalam koperasi ini sangat penting karena bentuk koperasi itu bermacammacam dan spesifiknya untuk koperasi simpan pinjam yang bersifat nirlaba. Dengan demikian perlu adanya peraturan pelaksana yang mengatur secara rinci untuk penetapan suku bunga dalam koperasi simpan pinjam. Pengawasan Yang Dilakukan Oleh Dinas Koperasi Terhadap Penetapan Bunga Pinjaman Pada Koperasi di Kota Samarinda Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian Pasal 96 ayat (1) menjelaskan bahwa Pengawasan terhadap Koperasi wajib dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan para pihak terhadap Koperasi. Ayat (2) Pengawasan terhadap Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh 7

10 Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 12 Menteri. Pasal 97 ayat (1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 dilakukan melalui pelaporan, pemantauan, dan evaluasi terhadap Koperasi. Dari penelitian dan wawancara yang yang diperoleh dari Dinas Koperasi Kota Samarinda Kepala bagian penyuluhan yaitu, Ibu Dwi Haryanti pada tanggal 22 Mei 2013 menjelaskan sebagai berikut : Bentuk pengawasan Dinas Koperasi dikota Samarinda ada dua yaitu : Pengawasan internal yaitu, badan pengawasan dari koperasi yang bersangkutan yang melakukan pengawasan terhadap masalah-masalah internal koperasi tersebut. Pengawasan eksternal yaitu pengawasan dari pihak luar koperasi, seperti pengawasan dari Dinas Koperasi dengan cara pelatihan, pembinaan langsung ke gerakan koperasi. Pengawasan Dinas Koperasi terhadap badan usaha yang menyalurkan dana kepada koperasi yang mengatas namakan keperasi sebenarnya tidak ada karena bukan binaan koperasi, untuk itu dinas koperasi menghimbau kepada masyarakat agar lebih cerdas dan kritis terhada usahausaha yang mengatas namakan koperasi, dengan menanyakan kelengkapan ijin dan nomor badan hukumnya. Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Koperasi terhadap kopersi simpan pinjam yang ada di Kota Samarinda, menurut Undang-undang perkoperasian bahwa koperasi simpan pinjam harus mengirimkan laporan Triwulan kepada Dinas Koperasi Kota Samarinda. Bentuk pengawasan Dinas Koperasi di Kota Samarinda terhadap koperasi yang berbadan hukum (legal) yang menentukan bunga pinjaman secara sepihak hinga 20% tanpa melakukan rapat anggota terlebih dahulu sudah bertentangan dengan asas kekeluargaan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, sedangkan koperasi tidak berbadan hukum (ilegal) sedang berkembang di Kota Samarinda yang dalam pendiriannya tidak sesuai dengan pendirian koperasi yang diatur dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian yang saat mendirikan paling sedikit 20 orang perseorangan dan dalam menentukan aturan yang berlaku dalam suatu koperasi harus melakukan rapat angota terlebih dahulu. Namun dalam kenyataannya koperasi-koperasi masih banyak didirikan oleh satu individu dan memiliki modal pribadi dan juga tidak melakukan rapat angota dalam membuat suatu aturan dalam koperasi. 8

11 Pengaturan hukum Terhadap Pengaturan Bunga (Sitompul Charles) Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Koperasi Kota Samarinda yang belum melakukan pengawasan secara ketat terhadap koperasi- koperasi yang melanggar Undang- undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian sehingga tidak sesuai dengan asas koperasi yaitu, berasaskan kekeluargaan. Untuk mempertegas jati diri Koperasi, asas dan tujuan, keanggotaan, perangkat organisasi, modal, pengawasan, peranan Gerakan Koperasi dan Pemerintah, pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dan penjaminan Simpanan Anggota Koperasi Simpan Pinjam, serta sanksi yang dapat turut mencapai tujuan pembangunan Koperasi. Implementasi Undang-undang ini secara konsekuen dan konsisten akan menjadikan Koperasi Indonesia semakin dipercaya, sehat, kuat, mandiri, dan tangguh serta bermanfaat bagi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dalam hal pengawasan koperasi simpan pinjam, peran pemerintah diperkuat dengan pembentukan Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam yang langsung bertanggung jawab kepada Menteri Sebagaimana diatur dalam Undang- undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian membahas mengenai pegawasan koperasi simpan pinjam sebagai mana diatur dalam Pasal 100 yang berbunyi : Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dilakukan oleh Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam. Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam bertanggung jawab kepada Menteri. Pembentukan Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Ketentuan mengenai perangkat organisasi koperasi memuat adanya Pengawas dan Pengurus yang merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Pengawas bertugas memberi nasihat kepada Pengurus dan melakukan pengawasan terhadap kinerja Pengurus, sedangkan Pengurus bertugas mengelola Koperasi. Ketentuan mengenai tugas dan wewenang Pengawas dan Pengurus disusun agar Pengawas dan Pengurus bekerja secara profesional. Apabila dilihat dari hasil penelitian dilapangan bahwa pengawasan koperasi simpan pinjam masih jelas belum berfungsi karena jika dilihat dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, Pasal 100 ayat (4) Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana 9

12 Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 12 dimaksud pada ayat (3) harus dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan, dengan demikian pengawasan ini belum terealisasi sehingga sampai saat ini pengawasan terhadap Koperasi simpan pinjam bisa dikatakan belum ada. Penutup Dengan demikian Pengaturan bunga pinjaman pada koperasi simpan pinjam di kota samarinda merupakan sesuatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan, terutama seberapa besar bunga yang ditetapkan oleh usaha perkoperasian, karena apabila dilihat dari kenyataannya dalam penetapan bunga dalam suatu kegiatan usaha di Kota Samarinda sangat tinggi dan sangat merugikan anggota maupun masyarakat yang melakukan peminjaman sehingga perlu diperhatikan kembali agar Kementerian Koperasi perpanjangan tangan didaerah yaitu, Dinas Koperasi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam melakukan pengawasan dan penindakan kepada pihak badan usaha yang menjalankan koperasi simpan pinjam di Kota samarinda. Ketentuan mengenai perangkat organisasi koperasi memuat adanya Pengawas dan Pengurus yang merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Pengawas bertugas memberi nasihat kepada Pengurus dan melakukan pengawasan terhadap kinerja Pengurus, sedangkan Pengurus bertugas mengelola Koperasi. Ketentuan mengenai tugas dan wewenang Pengawas dan Pengurus disusun agar Pengawas dan Pengurus bekerja secara profesional. Apabila dilihat dari hasil penelitian dilapangan bahwa pengawasan koperasi simpan pinjam masih jelas belum berfungsi karena jika dilihat dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, Pasal 100 ayat (4) Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan, dengan demikian pengawasan ini belum terealisasi sehingga sampai saat ini pengawasan terhadap Koperasi simpan pinjam bisa dikatakan belum ada. 10

13 Pengaturan hukum Terhadap Pengaturan Bunga (Sitompul Charles) Daftar Pustaka Angkasa G. Sapoetra Karta, A.G, Bambang S, Asetiady. 1984, Koperasi Indonesia Yang berlandaskan Pancasila, Rineka Cipta, Bandung Boediono Mubyanto. 1981, Ekonomi Pancasila, CV. Agung Mas, Yogyakarta Chaniago Arifinal. 1989, Perkoperasian Indonesia. Bandung Hendrojogi, Koperasi, Asas-asas Teori dan Praktik, PT. Persada Grafindo Persada, Jakarta Ikhsan Akhmad. 1993, Hukum Dagang, cet 5 Pradnya Paramita, Jakarta Ninik Widiyanti. 1990, Manajeman Koperasi, Rineka Cipta, Jakarta Redaksi sinar Grafika. 1993, Undang-undang perkoperasian 1992, Sinar Grafika, Jakarta R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma. 2005, Hukum Koperasi di Indonesia, PT. Persada Grafindo Persada, Jakarta Soekardono R. 1991, Hukum Dagang Indonesia, cet, 4 Rajawali Pers, Jakarta Sudarsono, Edilius. 1992, Koperasi Dalam Teori dan Praktek, PT. Rineka Cipta, Jakarta Supramono Gatot, 1995, Sistem Perkreditan Bank, PT. Rineke Cipta, Jakarta Swasono Sri-Edi. 1987, Sistem ekonomi dan demokrasi ekonomi, UI Press, Jakarta Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar 1945, Amandemen Ke-4 (Empat), Sekertaris Negara Tahun 2003 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian 11

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi ekonomi yang mempunyai ciri-ciri demokratis, kebersamaan, kekeluargaan, dan keterbukaan.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi ekonomi yang mempunyai ciri-ciri demokratis, kebersamaan, kekeluargaan, dan keterbukaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan pemerintah dalam pembangunan ekonomi adalah lebih diarahkan kepada terwujudnya demokrasi ekonomi, dimana masyarakat harus memegang peranan aktif dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan tersebut adalah sektor negara, swasta dan koperasi. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan tersebut adalah sektor negara, swasta dan koperasi. Untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia mempunyai tiga sektor kekuatan ekonomi yang melaksanakan berbagai kegiatan usaha dalam tata kehidupan. Ketiga sektor kekuatan tersebut adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sipil. Ada juga beberapa orang yang bekerja di perusahaan-perusahaan sebagai

I. PENDAHULUAN. Sipil. Ada juga beberapa orang yang bekerja di perusahaan-perusahaan sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia memiliki hasrat untuk memperoleh kehidupan yang layak dan berkecukupan. Dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan perekonomian, setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para anggota pada khususnya serta masyarakat luas pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. para anggota pada khususnya serta masyarakat luas pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Koperasi merupakan suatu lembaga atas badan hukum yang bergerak di bidang ekonomi yang bertujuan untuk meningkan taraf hidup dan kesejahteraan para anggota pada khususnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang pekoperasian pada Pasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang pekoperasian pada Pasal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Badan Usaha Koperasi 1. Pengertian dan Dasar Hukum Koperasi Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang pekoperasian pada Pasal 1 Ayat 1, pengertian koperasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan atau yang sering disamakan dengan cita-cita bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan atau yang sering disamakan dengan cita-cita bangsa Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan atau yang sering disamakan dengan cita-cita bangsa Indonesia adalahmembentuk masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Secara defenitif tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana termaktub dalam ideologinya, yaitu Pancasila. Kelima sila

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana termaktub dalam ideologinya, yaitu Pancasila. Kelima sila 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan nilai-nilai yang mengakar sebagaimana termaktub dalam ideologinya, yaitu Pancasila. Kelima sila dalam Pancasila tersebut,

Lebih terperinci

Perbedaan koperasi dengan arisan maupun perusahaan swasta/negara adalah sebagai berikut:

Perbedaan koperasi dengan arisan maupun perusahaan swasta/negara adalah sebagai berikut: Overview Koperasi 1 Pendahuluan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (1) menyatakan perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Dalam penjelasan pasal 33 ayat

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5355 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan secara merata diseluruh lapisan masyarakat. Hal ini sesuai

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan secara merata diseluruh lapisan masyarakat. Hal ini sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan usaha bersama yang harus diselenggarakan secara merata diseluruh lapisan masyarakat. Hal ini sesuai dengan tujuan pembangunan

Lebih terperinci

PENGARUH PARTISIPASI ANGGOTA DALAM PERMODALAN TERHADAP SISA HASIL USAHA Studi Kasus pada KPRI Setia Kawan Kecamatan Sodonghilir Kabupaten Tasikmalaya

PENGARUH PARTISIPASI ANGGOTA DALAM PERMODALAN TERHADAP SISA HASIL USAHA Studi Kasus pada KPRI Setia Kawan Kecamatan Sodonghilir Kabupaten Tasikmalaya PENGARUH PARTISIPASI ANGGOTA DALAM PERMODALAN TERHADAP SISA HASIL USAHA Studi Kasus pada KPRI Setia Kawan Kecamatan Sodonghilir Kabupaten Tasikmalaya N. DEWI ATI QOTUL JANAH 083403134 Jurusan Akuntansi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam Kajian Pustaka ini akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam Kajian Pustaka ini akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian yang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian pustaka Dalam Kajian Pustaka ini akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian yang mendasari dalam prosedur laporan pelaksanaan simpan pinjam yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkoperasian bahwa : Koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkoperasian bahwa : Koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian, Landasan, dan Jenis Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi Menurut Undang-undang Koperasi tahun 1967 No. 12 tentang Pokokpokok Perkoperasian bahwa : Koperasi Indonesia

Lebih terperinci

Abstrak. Kualitas Pelayanan, Kemampuan Pengurus, Partisipasi Anggota, Sisa Hasil Usaha (SHU).

Abstrak. Kualitas Pelayanan, Kemampuan Pengurus, Partisipasi Anggota, Sisa Hasil Usaha (SHU). Judul : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi Serba Usaha (KSU) di Kecamatan Denpasar Selatan Nama : I Gede Andika Miarta NIM : 1306105118 Abstrak Koperasi merupakan salah satu

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan. usaha Lerperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang 'maju, adil dan

BABI PENDAHULUAN. Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan. usaha Lerperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang 'maju, adil dan BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha Lerperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang 'maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM JAMINAN DALAM PERJANJIAN PINJAM- MEMINJAM UANG ATAU KREDIT. (Studi Kasus Koperasi KPRI Guru Sekolah Dasar di Sragen)

ASPEK HUKUM JAMINAN DALAM PERJANJIAN PINJAM- MEMINJAM UANG ATAU KREDIT. (Studi Kasus Koperasi KPRI Guru Sekolah Dasar di Sragen) 0 ASPEK HUKUM JAMINAN DALAM PERJANJIAN PINJAM- MEMINJAM UANG ATAU KREDIT (Studi Kasus Koperasi KPRI Guru Sekolah Dasar di Sragen) Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyimpanan dan peminjaman dana kepada anggota koperasi dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. penyimpanan dan peminjaman dana kepada anggota koperasi dengan tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi simpan pinjam atau koperasi kredit adalah salah satu jenis koperasi yang mempunyai kegiatan utama adalah menyediakan jasa penyimpanan dan peminjaman

Lebih terperinci

BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGURUS KOPERASI TERHADAP PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA DAN TINDAKAN HUKUM YANG

BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGURUS KOPERASI TERHADAP PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA DAN TINDAKAN HUKUM YANG BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGURUS KOPERASI TERHADAP PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA DAN TINDAKAN HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PEMILIK BENDA JAMINAN A. Tanggung Jawab Pengurus Koperasi atas Pengalihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang kehidupan, salah satunya adalah di bidang perekonomian. Dewasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan sebagaimana yang disebut dalam pasal 33 UUD 1945. Salah satu bentuk badan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DI KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH KHASANAH, SIDOHARJO WONOGIRI

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DI KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH KHASANAH, SIDOHARJO WONOGIRI PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DI KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH KHASANAH, SIDOHARJO WONOGIRI (Studi di Koperasi Jasa Keuangan Syariah Khasanah Wonogiri) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

SKRIPSI. Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA KSP RUKUN SURAKARTA DENGAN PT POS INDONESIA (PERSERO) KANTOR WILAYAH SRAGEN TENTANG PEMOTONGAN UANG PENSIUN UNTUK ANGSURAN KREDIT PENSIUN SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya penjelasan Pasal 33 antara lain menyatakan bahwa kemakmuran

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya penjelasan Pasal 33 antara lain menyatakan bahwa kemakmuran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 33 ayat (1) menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional. Salah satu upaya untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional karena melalui pembangunan dapat dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional karena melalui pembangunan dapat dihasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembangunan dewasa ini bidang ekonomi merupakan penggerak utama perekonomian nasional karena melalui pembangunan dapat dihasilkan sumber daya dan peluang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya mencapai masyarakat yang adil dan makmur sesuai amanat Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang Undang dasar 1945, salah satu diantaranya. yang berbunyi Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang Undang dasar 1945, salah satu diantaranya. yang berbunyi Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang Undang dasar 1945, salah satu diantaranya yang berbunyi Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur. Adil dan makmur pada kutipan pembukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. adalah usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan tujuan nasional yaitu terciptanya masyarakat adil makmur dilaksanakan dengan berbagai cara, diantaranya dengan pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi berperan positif dalam pelaksanaan pembangunan nasional di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi diantaranya dalam peningkatan

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN KREDIT PADA KOPERASI PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA (KPRI) UNIVERSITAS NEGERI MALANG

ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN KREDIT PADA KOPERASI PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA (KPRI) UNIVERSITAS NEGERI MALANG ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN KREDIT PADA KOPERASI PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA (KPRI) UNIVERSITAS NEGERI MALANG Usulan Penelitian untuk Tesis S-2 Program Studi Magister Ilmu Hukum Diajukan oleh: Hari Santoso

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kerakyatan berdasarkan atas asas kekeluargaan untuk mencapai tujuan kemakmuran

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kerakyatan berdasarkan atas asas kekeluargaan untuk mencapai tujuan kemakmuran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi merupakan suatu badan usaha berbentuk badan hukum yang anggotanya terdiri dari orang perorangan atau badan hukum koperasi dimana kegiatannya didasarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.212, 2012 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat

Lebih terperinci

Dosen Fakultas Hukum USI

Dosen Fakultas Hukum USI Koperasi Sebagai Suatu Badan Hukum Dan Syarat Pendiriannya Bunga Intan Sinaga Dosen Fakultas Hukum USI Abstrak Sesuai dengan Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lembaga Keuangan Lembaga Keuangan Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

Lebih terperinci

URAIAN MATERI. A. Pengertian Koperasi

URAIAN MATERI. A. Pengertian Koperasi URAIAN MATERI A. Pengertian Koperasi Kata Koperasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu co dan operation. Co berarti bersama, operation berarti usaha. Kalau kedua kata itu dirangkai, maka koperasi dapat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Koperasi Unit Desa (KUD) Anugerah

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Koperasi Unit Desa (KUD) Anugerah BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Koperasi Unit Desa (KUD) Anugerah Koperasi Unit Desa (KUD) Anugerah yang terletak di Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir yang dibentuk pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilakukan bangsa Indonesia adalah pembangunan manusia seutuhnya yang bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur

Lebih terperinci

NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN

NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kondisi ekonomi nasional semakin hari kian memasuki tahap perkembangan yang berarti. Ekonomi domestik indonesia pun cukup aman dari dampak buruk yang diakibatkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang- 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuan perekonomian merupakan salah satu tujuan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang- Undang Dasar Republik Indonesia

Lebih terperinci

KOPERASI. Tujuan Pembelajaran

KOPERASI. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X ekonomi KOPERASI Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami tentang konsep dasar koperasi. 2. Memahami perhitungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam rangka memelihara

I. PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam rangka memelihara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

Koperasi. By :

Koperasi. By : Koperasi By : dhoni.yusra@indonusa.ac.id Dasar Hukum Landasan Yuridis ada Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945 : Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan. Pengaturan pertama diatur dalam UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Oleh karena itu hampir setiap orang pasti mengetahui mengenai peranan bank

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH I. UMUM Pembangunan Daerah bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arah peningkatan taraf hidup masyarakat. sangat vital, seperti sebuah jantung dalam tubuh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. arah peningkatan taraf hidup masyarakat. sangat vital, seperti sebuah jantung dalam tubuh manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang sekaligus berdampak kurang

Lebih terperinci

Ekonomi untuk SMA/MA kelas X. Oleh: Alam S.

Ekonomi untuk SMA/MA kelas X. Oleh: Alam S. Ekonomi untuk SMA/MA kelas X Oleh: Alam S. 2 10 Ba b 3 Tujuan Pembelajaran Dengan mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu: menjelaskan pengertian landasan, asas, tujuan, nilai, dan prinsip koperasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia tidak bisa lepas dari dasar falsafah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia tidak bisa lepas dari dasar falsafah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia tidak bisa lepas dari dasar falsafah yang melandasi kegiatan bernegara dan berbangsa, yaitu Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat serta dalam menciptakan kehidupan perekonomian yang bercirikan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat serta dalam menciptakan kehidupan perekonomian yang bercirikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran koperasi sangat penting dalam menumbuhkembangkan potensi perekonomian rakyat serta dalam menciptakan kehidupan perekonomian yang bercirikan demokrasi, kebersamaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

Perkembangan ekonomi di Indonesia merupakan sektor yang penting. dibedakan menjadi tiga sektor yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), swasta,

Perkembangan ekonomi di Indonesia merupakan sektor yang penting. dibedakan menjadi tiga sektor yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), swasta, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi di Indonesia merupakan sektor yang penting sebagai fokus pemerintah dalam membuat kebijakan untuk mencapai kesejahteraan seluruh warga negara.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK. Secara harfiah koperasi yang berasal dari bahasa Inggris Cooperation terdiri dari

BAB II LANDASAN TEORITIK. Secara harfiah koperasi yang berasal dari bahasa Inggris Cooperation terdiri dari BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Pengertian Koperasi Bagi bangsa Indonesia, koperasi sudah tidak asing lagi, karena kita sudah merasakan jasa koperasi dalam rangka keluar dari kesulitan hutang lintah darat.

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET TANPA JAMINAN PADA KOPERASI

PENYELESAIAN KREDIT MACET TANPA JAMINAN PADA KOPERASI PENYELESAIAN KREDIT MACET TANPA JAMINAN PADA KOPERASI Oleh I Gusti Ngurah Putu Putra Mahardika Ibrahim R Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Penyelesaian kredit macet tanpa jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. reaksi terhadap sistem perekonomian kapitalisme di Negara-negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. reaksi terhadap sistem perekonomian kapitalisme di Negara-negara BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Koperasi dan Karakteristiknya Sejarah koperasi lahir pada permulaan abad ke-19 sebagai suatu reaksi terhadap sistem perekonomian kapitalisme di Negara-negara Eropa. Sistem ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat, bangsa Indonesia telah melakukan pembangunan untuk mewujudkan tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan. badan usaha penting dan bukan sebagai alternatif terakhir.

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan. badan usaha penting dan bukan sebagai alternatif terakhir. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Perkembangan perekonomian nasional yang dihadapi dunia usaha termasuk koperasi dan usaha kecil menengah saat ini sangat cepat dan dinamis. Koperasi merupakan salah

Lebih terperinci

25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN

25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN Pada tulisan sebelumnya telah disinggung bahwa sejarah koperasi di Indonesia berawal dari R.A. Wirjaatmadja, Patih Purwokerto, untuk menolong para pegawai yang makin menderita karena terjerat oleh lintah

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN KOPERASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1992

BAB II PENGATURAN KOPERASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1992 BAB II PENGATURAN KOPERASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1992 A. Fungsi, Peran dan Prinsip Koperasi Bab II, Bagian Kedua, Pasal 3 UU Perkoperasian, tertuang tujuan koperasi Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah sektor negara, sektor swasta, dan sektor koperasi. Koperasi adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. adalah sektor negara, sektor swasta, dan sektor koperasi. Koperasi adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia terdapat tiga sektor kekuatan ekonomi untuk melaksanakan berbagai kegiatan dalam tatanan kehidupan perekonomian. Ketiga sektor tersebut adalah sektor negara,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pasal 33 ayat (1) menyatakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pasal 33 ayat (1) menyatakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pasal 33 ayat (1) menyatakan bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Sejarah dan Definisi Koperasi 2.1.1 Sejarah Koperasi Menurut Amidipradja Talman (1985:22) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan koperasi adalah : Badan usaha yang berbeda dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum perjanjian merupakan bagian daripada Hukum Perdata pada umumnya, dan memegang peranan yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya dalam bidang

Lebih terperinci

Menimbang : a. Mengingat : 1.

Menimbang : a. Mengingat : 1. 1958 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TIMOR TENGAH UTARA, Menimbang : a. b. c. Mengingat : 1. 2. 3.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG P E R K O P E R A S I A N

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG P E R K O P E R A S I A N UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG P E R K O P E R A S I A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal, dari peristiwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal, dari peristiwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjiian Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji pada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji

Lebih terperinci

LEMBAGA KEUANGAN JASA SYARIAH

LEMBAGA KEUANGAN JASA SYARIAH LEMBAGA KEUANGAN JASA SYARIAH (Studi Tentang Pengakomodasian Norma-Norma Hukum dalam Pengaturan Kelembagaan Kospin Syariah di Karanganyar) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan

Lebih terperinci

KREDIT TANPA JAMINAN

KREDIT TANPA JAMINAN KREDIT TANPA JAMINAN ( Studi Tentang Pola Pemberian Kredit Tanpa Jaminan Di PT. Bank Rakyat Indonesia ( Persero ) Tbk. ) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas - Tugas dan Syarat Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia sebagai bagian masyarakat dunia mau tidak mau harus

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia sebagai bagian masyarakat dunia mau tidak mau harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adanya era globalisasi yang telah bergulir beberapa waktu silam, membuat setiap negara saling berpacu untuk meningkatkan sumber daya manusia dan teknologi. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji secara

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji secara ilmiah, karena koperasi merupakan sebagian dari tata perekonomian masyarakat Indonesia. Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENDIRIAN BADAN HUKUM KOPERASI MEIDYA ANUGRAH / D

TINJAUAN HUKUM PENDIRIAN BADAN HUKUM KOPERASI MEIDYA ANUGRAH / D TINJAUAN HUKUM PENDIRIAN BADAN HUKUM KOPERASI MEIDYA ANUGRAH / D 101 07 388 ABSTRAK Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian, Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, bahkan Dr. Muhammad Hatta, salah seorang Proklamator Republik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, bahkan Dr. Muhammad Hatta, salah seorang Proklamator Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi sebagai sebuah lembaga ekonomi rakyat telah lama dikenal di Indonesia, bahkan Dr. Muhammad Hatta, salah seorang Proklamator Republik Indonesia yang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian, 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI 2.1 Pengertian Perjanjian Kredit Pasal 1313 KUHPerdata mengawali ketentuan yang diatur dalam Bab Kedua Buku III KUH Perdata, dibawah judul Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

Pengantar Bisnis. Kelebihan dan Kelemahan Bentuk-Bentuk Pemilikan Bisnis. Dinar Nur Affini, SE., MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi & Bisnis

Pengantar Bisnis. Kelebihan dan Kelemahan Bentuk-Bentuk Pemilikan Bisnis. Dinar Nur Affini, SE., MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi & Bisnis Pengantar Bisnis Modul ke: Kelebihan dan Kelemahan Bentuk-Bentuk Pemilikan Bisnis Fakultas Ekonomi & Bisnis Dinar Nur Affini, SE., MM. Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Pertimbangan Menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pembagunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asas demokrasi ekonomi. Jelas hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. asas demokrasi ekonomi. Jelas hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia konstitusi negara memberikan landasan bagi penyusunan dan pengelolaan ekonomi nasional dalam rangka memberikan kesejahteraan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Koperasi merupakan wadah usaha bersama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak kemerdekaan Negara Indonesia diproklamasikan telah ditetapkan dalam UUD 1945 bahwa perekonomian Indonesia dilaksanakan atas dasar demokrasi ekonomi, yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci