TINJAUAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka. Pengembangan Kapasitas
|
|
- Bambang Budiono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 7 TINJAUAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Pengembangan Kapasitas Pengembangan Kapasitas (capacity building), diartikan sebagai peningkatkan kemampuan masyarakat di segala bidang, termasuk mengorganisir diri sendiri dan mengembangkan jaringan (Gunardi, dkk, 2007). Sumpeno yang dikutip oleh Gunardi, dkk (2007), mengartikan pengembangan kapasitas sebagai peningkatan atau perubahan perilaku individu, organisasi, dan sistem masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Peningkatan kemampuan individu mencakup perubahan daya, dalam hal pengetahuan, sikap, dan ketrampilan; peningkatan kemampuan kelembagaan meliputi perbaikan organisasi dan manajemen, keuangan, dan budaya organisasi; peningkatan kemampuan masyarakat mencakup kemandirian, keswadayaan, dan kemampuan mengantisipasi perubahan. Peningkatan kapasitas sangat diperlukan agar program dapat berkelanjutan, karena tanpa kemampuan yang besar, masyarakat akan tergantung pada pihak luar untuk mengatasi masalahnya. Ada tiga level yang dapat menjadi obyek dalam capacity building, yaitu: (a) level individu dan group, (b) level institusi dan organisasi, dan (c) level sistem institusi secara keseluruhan. Peningkatan kapasitas individu biasanya berupa pelatihan-pelatihan untuk memperbaiki pengetahuan dan ketrampilan, untuk institusi dan organisasi dikenal dengan pendekatan social learning process, sedangkan kapasitas masyarakat secara umum akan tergantung kepada institusi yang sehat (viable institutions), kepemimpinan yang memiliki visi, dukungan finansial dan sumberdaya material, ketrampilan sumberdaya manusia, dan kerja yang efektif termasuk sistem, prosedur dan insentif kerja yang sesuai (Syahyuti, 2006). Pengembangan kapasitas masyarakat merupakan suatu pendekatan pembangunan yang berbasis pada kekuatan-kekuatan dari bawah secara nyata (Maskun, 1999 yang dikutip oleh Kolopaking dan Tonny, 2007). Kekuatankekuatan itu adalah kekuatan sumberdaya alam, sumberdaya ekonomi dan
2 8 sumberdaya manusia sehingga menjadi suatu local capacity. Kapasitas lokal yang dimaksud adalah kapasitas pemerintahan daerah, kapasitas kelembagaan swasta dan kapasitas masyarakat desa. Organisasi-organisasi lokal diberi kebebasan untuk menentukan kebutuhan organisasi dan kebutuhan masyarakat. Karena itu, kebutuhan penting disini adalah bagaimana mengembangkan kapasitas masyarakat, yang mencakup kapasitas institusi dan kapasitas sumberdaya manusia. Di dalam kerangka kebijakan untuk pengembangan kelembagaan dan kawasan berbasis komunitas menjelaskan bahwa kapasitas kelembagaan (institutional capacity) merupakan program bottom-up, berupa program pemberdayaan dan partisipasi masyarakat, yang berupa aksi kolektif (Kolopaking, Tonny, 2007). Menurut Kolopaking dan Tonny (2007), dalam pedoman umum kebijakan untuk pengembangan kelembagaan perlu berlandaskan prinsip-prinsip : 1. Partisipatif, yakni dimulai dengan suatu proses perencanaan partisipatif di aras mikro yang dilakukan bersama komunitas dengan melibatkan Pemerintah Komunitas, Badan Permusyawaratan Komunitas, dan pemangku kepentingan lainnya, seperti lembaga swadaya masyarakat. 2. Keseimbangan antara pembangunan di aras mikro dan makro. Dalam mengimplementasikan kedua aras tersebut perlu melibatkan pemerintah lokal dalam bentuk kebijakan pemerintah, maupun pihak swasta. Partisipasi dari pihak pemerintah lokal dalam hal ini dengan memberikan kemudahan dalam mendapatkan akses terhadap sumberdaya yang dimiliki. 3. Keterkaitan sosial, ekonomi, dan ekologis. Prinsip ini menekankan pentingnya bahwa dalam kelembagaan dan komunitas-komunitas tersebut memiliki ikatan, sebagai suatu: local society, yang secara sosial ekonomi memiliki keterkaitan dalam konteks struktur sosial dan kultural; local ecology, yakni secara ekologis diantara kelompok-kelompok masyarakat memiliki pola adaptasi ekologi dalam menghadapi dinamika dan perubahan sosial ekonomi yang sedang berlangsung, dan collective action, yaitu suatu aksi kolektif dalam bentuk kapital sosial dan kelembagaan sebagai wadah proses kehidupan dan pembangunan di kawasan perkomunitasan.
3 9 4. Sinergis antar kelembagaan dan antar sektor pembangunan, artinya dalam pengembangan perlu dilakukan antara public sector, private sector, dan participatory sector. Dalam manajemen pembangunan untuk pengembangannya yang difasilitasi pemerintah, sinergi antar sektor pembangunan dan antar institusi pemerintah menjadi suatu prinsip yang sangat krusial yang dimanifestasikan dalam bentuk rencana pembangunan. 5. Transparansi dalam proses pengembangan kelembagaan. Prosesnya dilaksanakan dengan semangat keterbukaan, sehingga seluruh warga komunitas dan pemangku kepentingan lainnya memiliki akses yang sama terhadap informasi tentang rencana dan pengembangan. Syahyuti (2003) menjelaskan bahwa untuk menguatkan kapasitas kelembagaan perlu dianalisa variabel-variabel yang ada di dalam kelembagaan tersebut. Dengan demikian kita dapat menentukan indikator-indikator yang menunjukkan kekuatan dari kelembagaan tersebut, sekaligus potensi dan kesempatan untuk ditingkatkan kapasitasnya. Variable-variabel dalam kelembagaan yang perlu dianalisa adalah nilai, norma yang berlaku, dan group atmosphere (berkaitan dengan perilaku kolektif). Menurut Floyd Ruch yang dikutip oleh Santoso (2004), group atmosphere menyangkut hal-hal berikut : 1. Keadaan fisik tempat/kelompok, seperti tersedianya fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan anggota. 2. Treat Reduction (rasa aman), menyangkut ketentraman anggota untuk tinggal dalam kelompoknya (tidak ada ancaman, tidak saling curiga, tidak saling bermusuhan). 3. Distributive leadership (kepemimpinan bergilir), adanya pemindahan kekuasaan untuk pengendalian dan pengawasan terhadap kelompoknya. Dengan demikian, tiap anggota yang diberi kekuasaan akan dapat mengetahui kemampuan mereka masing-masing dan lebih dari itu akan menanamkan rasa tanggung jawab yang besar terhadap kelompok secara keseluruhan, baik pada saat menjadi pimpinan maupun sebagai anggota kelompok. 4. Goal formulation (perumusan tujuan), yang menjadi arah kegiatan bersama.
4 10 5. Flexibility (fleksibilitas). Segala sesuatu yang menyangkut kelompok seperti suasana, tujuan, kegiatan, struktur, dapat mengikuti perubahan yang terjadi. 6. Concensus (mufakat). Dengan mufakat yang ada dalam kelompok, semua perbedaan angggota dapat teratasi sehingga tercapai keputusan yang memuaskan semua anggota. 7. Process awareness (kesadaran berkelompok). Adanya peranan, fungsi, dan kegiatan masing-masing anggota dalam kehidupan berkelompok maka tiap-tiap anggota pasti timbul rasa kesadaran terhadap kelompoknya, terhadap sesama anggota, dan pentingnya berorientasi satu sama lain. 8. Continual evaluation (penilaian yang kontinyu). Kelompok yang baik seringkali mengadakan penilaian secara kontinyu terhadap perencanaan kegiatan dan pengawasan kelompok sehingga dapat diketahui tercapai/tidaknya tujuan kelompok. Kluckkon dalam Syahyuti (2003) memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berguna untuk mengetahui nilai dalam kelembagaan tersebut. Inti pertanyaan tersebut adalah untuk mengupas nilai yang berlaku dari sistem tata nilai, jenis nilai dan orientasi dari nilai tersebut. Sedangkan norma dilihat berupa aturanaturan yang merupakan kesepakatan bersama dan dilakukan oleh masyarakat dalam kelembagaan tersebut. Sementara group atmosphere lebih menyangkut kinerja kelembagaan tersebut dan masyarakat yang ada di dalamnya. Berdasarkan penjelasan tersebut, penguatan kapasitas kelembagaan dapat dilakukan dalam berbagai aspek, yaitu: (a) Perubahan peran dan fungsi kelembagaan, (b) Pengertian nilai dan norma, (c) Pengertian kelembagaan melalui pengertian program teknologi, informasi, jejaring dan kepemimpinan. Apabila dikaitkan dengan pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih komunitas, yang dilakukan ialah dengan melakukan perubahan peran dan fungsi, termasuk norma/aturan kelompok berdasarkan kebutuhan komunitas, termasuk mempertimbangkan perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan komunitas. Keberhasilan suatu masyarakat dalam menjalankan pola pengelolaan sumberdaya air yang berbasis masyarakat akan ditentukan oleh kemampuan kelembagaan dalam meningkatkan kapasitas dengan pendekatan partisipatori.
5 11 Konsep partisipatori mengandung makna masyarakat memiliki peran dalam pengelolaan sumberdaya air. Adapun prinsip-prinsip pengembangan kapasitas kelembagaan dalam pengembangan masyarakat adalah: pengembangan kapasitas masyarakat dengan pendekatan pembangunan berbasis kekuatan dari bawah (kekuatan sumberdaya manusia, sumberdaya ekonomi, sumberdaya alam) atau local capacity; kapasitas lokal (kapasitas pemda, lembaga swasta, komunitas) untuk pengembangan masyarakat; organisasi lokal menentukan kebutuhan organisasi dan kebutuhan masyarakat (Tonny, 2007). Kelembagaan Mempelajari kelembagaan merupakan sesuatu yang esensial, karena masyarakat modern beroperasi dalam organisasi-organisasi. Tiap perilaku individu selalu dapat dimaknai sebagai representatif kelompoknya. Seluruh hidup kita dilaksanakan dalam organisasi, mulai dari lahir, bekerja, sampai meninggal. Kegiatan manusia, baik sengaja maupun tidak sengaja selalu diulang-ulang, akhirnya menjadi melekat dan menjadi bagian yang tak terpisahkan serta mengatur aktivitas manusia itu sendiri. Kelembagaan sendiri merupakan terjemahan langsung dari istilah social institution. Social institution dan social organization berada dalam level yang sama, untuk menyebut apa yang kita kenal dengan kelompok sosial, group, social form dan lain-lain yang relatip sejenis. Kata kelembagaan lebih disukai karena memberi kesan lebih sosial, lebih menghargai budaya lokal, lebih humanis dan mengindikasikan suatu keinginan serta harapan yang murni, karena lebih menuju inti pokok suatu sistem sosial, sesuatu yang mengakar dan datang dari bawah (Syahyuti, 2003). Secara keilmuan, seluruh apa yang dikenal dengan organisasi, institusi, asosiasi baik formal maupun non formal disebut kelembagaan, karena mengandung aspek yang sama, yaitu aspek kultural terdiri dari nilai, norma, dan aturan. Sementara aspek struktural berupa sesuatu yang lebih visual dan statis yaitu struktur, penetapan peran, tujuan, keanggotaan. Sedangkan pengembangan
6 12 kelembagaan hanya difokuskan kepada kelembagaan yang memiliki struktur, serta organisasi yang potensial untuk dikembangkan (Syahyuti, 2006). Adapun institution atau pranata ialah sebagai kelakuan berpola dari manusia dalam pengaruh dari tiga wujud kebudayaan, yaitu: (1) sistem norma dan tata kelakuan dalam konteks wujud ideal kebudayaan, (2) kelakuan berpola untuk wujud kelakuan kebudayaan, dan (3) peralatannya untuk wujud fisik kebudayaan. Ditambah dengan personelnya sendiri, dari empat komponen tersebut yang saling berinteraksi satu sama lain (Koentjaraningrat, 2002). Gambar komponenkomponen pranata atau institution, dapat dilihat pada gambar 1: Sistem Norma Pranata yang berpusat pada suatu kelakuan berpola Personal Peralatan fisik Gambar 1: Komponen-komponen dari Pranata Sosial Aktivitas manusia yang berulang-ulang terus menjadi bagian dari manusia dan masyarakatnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, kemudian prosesnya menjadi kerangka pengaturan untuk memenuhi kebutuhan yang terbentuk-tumbuh-berkembang-berubah-mati-berganti-berbentuk yang baru, kemudian seterusnya menjadi siklus kehidupan dinamakan kelembagaan sosial (Kolopaking dan Tonny, 2007). Dari hasil analisis kajian potensi kelembagaan lokal bagi pengelolaan sumberdaya air berbasis masyarakat salah satu kesimpulannya, yaitu: Kondisi kelembagaan ideal bagi sistem Community Based Management adalah apabila masyarakat setempat memiliki bentuk kelembagaan dengan tingkat kepemimpinan, rule of law, derajat ketaatan dan penegakkan yang tinggi (Suharno, 2005).
7 13 Dari pendapat para ahli tentang kelembagaan, namun apa yang dimaksud pada umumnya adalah sama, merupakan sesuatu yang stabil, mantap, berpola, berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat, ditemukan dalam sistem sosial tradisional maupun modern dan berfungsi untuk mengefisiensikan kehidupan sosial. Ada dua aspek dalam kelembagaan, yaitu: (a) aspek kelembagaan perilaku; (b) aspek keorganisasian-struktur, dimana keduanya merupakan komponen pokok dalam setiap kelompok sosial. Perilaku dan Struktur sebagai bagian utama aspek kelembagaan dan aspek keorganisasian saling membutuhkan satu sama lain, ibarat dua sisi mata uang (Syahyuti, 2003). Sedangkan menurut pendekatan konseptual kelembagaan berkelanjutan, karena faktor-faktor internal (kepemimpinan, pendidikan dan ketersediaan anggaran) dan faktor-faktor eksternal ( kebijakan pemerintah lokal dan insentif kelembagaan). Hasil studi ilmiah dirumuskan faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan kelembagaan komunitas lokal dalam pengelolaan DAS Citanduy, yaitu: (a) jejaring kerjasama; (b) intervensi positif pemerintah; (c) kecukupan anggaran dan (d) aturan-aturan tertulis (Tonny, 2004). Pemberdayaan Masyarakat Proses peningkatan kesejahteraan masyarakat, dapat diterapkan dengan berbagai pendekatan, salah satunya adalah pemberdayaan masyarakat. Istilah keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu-individu lainnya dalam masyarakat untuk membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan (Anwar, 2007). Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang berada dalam kondisi tidak mampu dengan mengandalkan kekuatannya sendiri sehingga dapat keluar dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan atau proses memampukan dan memandirikan masyarakat (Kartasasmita, 1996). Pemberdayaan merupakan sebuah proses untuk mendapatkan energi yang cukup yang bisa digunakan untuk mendayagunakan kemampuannya memperoleh daya saing, untuk membuat keputusan sendiri, dan mudah mengakses sumbersumber kehidupan yang lebih baik (Dharmawan, 2000 yang dikutip oleh Tonny,
8 ). Konsep pemberdayaan (empowerment) dalam wacana pengembangan masyarakat selalu dikembangkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan (Hikmat, 2006). Pemberdayaan masyarakat, mengacu kepada kata empowerment, yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh masyarakat. Jadi, pendekatan pemberdayaan masyarakat titik beratnya adalah pemahaman pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang demikian diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan sebagai objek, tetapi justru sebagai subjek pembangunan yang ikut menentukan masa depan kehidupan masyarakat secara umum (Hikmat, 2006). Dilihat dari sasaran dan ruang lingkupnya, menurut Wasistiono dalam Roesmidi dan Riza (2006) pemberdayaan dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu pemberdayaan individu, anggota organisasi atau masyarakat; pemberdayaan pada tim atau kelompok masyarakat ; pemberdayaan pada organisasi dan pemberdayaan pada masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal ini adalah pemberdayaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat dengan pengembangan kapasitas kelembagaannya. Pemberdayaan kawasan perkomunitasan adalah sebuah proses pemampuan, empowering, komunitas dan masyarakatnya untuk menemu-kenali, menggali potensi potensi komunitas yang ada dan membuat kebijakan-kebijakan (Perdes, Perda) dan program yang kondusif bagi upaya pemanfaatan secara maksimum bagi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat (Kolopaking, Tonny, 2007). Studi kasus mengenai Pemberdayaan Masyarakat dalam Penyediaan Air Bersih di Pedesaan, disimpulkan bahwa untuk mewujudkan pengelolaan berbasis masyarakat, perlunya keterlibatan warga baik secara fisik, pemikiran, material maupun finansial akan dapat meningkatkan rasa kebersamaan dan rasa memiliki proses dan hasil pembangunan di komunitas (Pipip, 2004).
9 15 Partisipasi Masyarakat Partisipasi menurut Sumardjo dan Saharuddin (2007); mengandung makna peranserta seseorang atau sekelompok orang atau sesuatu pihak dalam suatu kegiatan atau upaya mencapai sesuatu yang secara sadar diinginkan oleh pihak yang berperanserta tersebut. Bila menyangkut partisipasi dalam pembangunan masyarakat, maka menyangkut keterlibatan secara aktif dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan, evaluasi dan menikmati hasilnya atas suatu usaha perubahan masyarakat yang direncanakan untuk mencapai tujuan-tujuan masyarakat. Sebagaimana diketahui, pembangunan pada dasarnya merupakan proses perubahan, dan salah satu bentuk perubahan yang diharapkan adalah perubahan sikap dan perilaku. Partisipasi masyarakat yang semakin meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif merupakan salah satu perwujudan dari perubahan sikap dan perilaku tersebut. Agar proses pembangunan dapat berlangsung secara berkelanjutan, maka perlu diusahakan agar ada kesinambungan dan peningkatan yang bersifat komulatif dari partisipasi masyarakat melalui berbagai tindakan bersama dan aktivitas lokal tadi. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah keterlibatan masyarakat dalam proses tersebut yang dilandasi oleh kesadaran dan determinasi. Prasyarat untuk berpartisipasi ( Kolopaking dan Tonny, 2007), yaitu adanya: 1. Kesempatan, yaitu adanya suasana atau kondisi lingkungan yang disadari oleh orang tersebut bahwa dia berpeluang untuk berpartisipasi. 2. Kemauan, adanya sesuatu yang mendorong menumbuhkan minat dan sikap mereka untuk termotivasi berpartisipasi, misalnya berupa manfaat yang dapat dirasakan atas partisipasinya tersebut. 3. Kemampuan, adanya kesadaran dan keyakinan pada dirinya bahwa dia mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi, bisa berupa pikiran, tenaga, waktu, atau sarana dan material lainnya. Adanya kesempatan, kemauan dan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang, kelompok atau masyarakat senantiasa dapat memberikan
10 16 konstribusi/sumbangan yang dapat menunjang keberhasilan program pembangunan dengan berbagai bentuk atau jenis partisipasi. Adapun bentukbentuk jenis partisipasi sosial menurut Sulaiman (1985), ada lima macam, yaitu: 1. Partisipasi langsung dalam kegiatan bersama secara fisik dan tatap muka 2. Partisipasi dalam bentuk iuran uang, atau barang dalam kegiatan partisipatori, dana, dan sarana sebaiknya datang dari dalam masyarakat sendiri 3. Partisipasi dalam bentuk dukungan 4. Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan 5. Partisipasi representatif dengan memberikan kepercayaan dan mandat kepada wakil-wakil yang duduk dalam organisasi atau panitia. Selanjutnya, agar tindakan bersama tersebut lebih bersandar pada prakarsa dan partisipasi masyarakat sendiri dibutuhkan adanya kompetensi masyarakat terhadap proses pembangunan di lingkungannya. Menurut Ndraha (1987) yang dikutip oleh Soetomo (2006) menyebutkan komunitas yang kompeten merupakan kehidupan bersama yang memiliki empat komponen, yaitu: (a) mampu mengidentifikasi masalah dan kebutuhan komunitas; (b) mampu mencapai kesepakatan tentang sasaran yang hendak dicapai dan skala prioritas; (c) mampu menemukan dan menyepakati cara dan alat mencapai sasaran yang telah disepakati bersama; (d) mampu bekerjasama secara rasional dalam bertindak mencapai sasaran. Adapun untuk mengembangkan partisipasi, dilihat dari proses belajar maka pendekatan partisipasi atas permintaan setempat lebih sesuai dan banyak digunakan dalam praktek lapangan. Kegiatan ini peranan pihak eksternal lebih bersifat menjawab kebutuhan yang diputuskan dan dinyatakan oleh masyarakat lokal, bukan kebutuhan berdasarkan program yang dirancang dari luar (Mikkelsen, 2003). Di samping merupakan perwujudan dari upaya pengembangan kapasitas masyarakat, partisipasi dalam identifikasi masalah juga lebih menjamin program pembangunan yang dirumuskan akan lebih relevan dengan persoalan dan kebutuhan aktual masyarakat yang bersangkutan. Lebih lanjut, partisipasi
11 17 masyarakat dalam perumusan program, tidak semata-mata sebagai konsumen program, tetapi juga sebagai produsen karena telah ikut serta terlibat dalam proses pembuatan atau perumusannya. Hal ini menyebabkan masyarakat merasa ikut memiliki program tersebut, sehingga kemudian juga mempunyai tanggungjawab bagi keberhasilannya. Oleh sebab itu masyarakat juga lebih memiliki motivasi bagi partisipasi pada tahaptahap berikutnya. Dengan demikian keterkaitan masyarakat dalam pelaksanaan program akan terbentuk karena kesadaran dan determinasinya, bukan karena dimobilisasi oleh pihak luar. Apabila hal tersebut dilakukan secara berulang-ulang, maka akan memacu semakin cepat terwujudnya proses institusionalisasi atau keterlembagakannya perilaku membangun dalam masyarakat. Hal itu disamping merupakan suatu bentuk perwujudan dari berlakunya prinsip pengelolaan yang berbasis komunitas juga akan menjamin proses yang berkelanjutan karena masyarakat telah mempunyai kapasitas swakelola. Partisipasi masyarakat pada tahap evaluasi akan membawa dampak positif bagi penyempurnaan dan pencarian alternatif yang terus menerus. Hasil evaluasi yang dilakukan akan dapat menjadi umpan balik bagi perbaikan dan penyempurnaan program-program berikutnya. Dengan demikian, melalui partisipasi masyarakat akan terjadi proses bekerja sambil belajar secara berkesinambungan. Melalui proses bekerja sambil belajar, pola aktivitas yang semakin baik juga akan terjadi proses penguatan kelembagaan pembangunan dalam masyarakat lokal, sebagai institusi pembangunan yang ada bukan semata-mata dalam bentuk wadah organisasi, melainkan terutama adalah suatu sistem dan pola aktivitas yang sudah terintegrasi dalam kehidupan keseharian masyarakatnya. Tidak kalah pentingnya adalah partisipasi dalam menikmati hasil. Melalui bentuk partisipasi ini hasil-hasil pembangunan dapat dinikmati secara lebih merata oleh seluruh lapisan masyarakat secara profesional.
12 18 Studi Kasus mengenai Peningkatan Partisipasi Anggota Organisasi PKK dalam Pengembangan Masyarakat, bahwa dalam rancangan program Pelatihan Pengembangan Masyarakat secara partisipatif bagi pengurus PKK, disimpulkan bahwa pelibatan anggota dalam pengambilan keputusan dan implementasinya, sehingga pelaksanaan program-programnya sesuai dengan keinginan dan kebutuhan anggota, yang pada akhirnya timbul rasa memiliki, tanggung jawab dan berkelanjutan program tersebut (Rokna, 2004). Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat merupakan penerapan dari konsep Community Based Resource Management (CBRM). Menurut Syahyuti (2006) CBRM adalah suatu pendekatan pembangunan yang menekankan kepada kesalinghubungan manusia dengan segala hal yang ada di lingkungannya, yang dimulai dengan pengembangan komunitas yang terdiri dari individu-individu yang paham tentang ekosistemnya, dan ingin berkerja dengan orang lain secara inklusif, hormat untuk memperbaiki dan menjaga lingkungannya, mencoba untuk menyediakan kehidupan yang sustain untuk generasi sekarang dan mendatang, serta komitmen dengan keadilan sosial (social justice). Dari konsep ini lahirlah pendekatan Comunnity-Based Natural Resource Management (CBNRM) dengan tekanan pada sumberdaya alam. CBNRM yaitu suatu aktivitas yang menekankan kepada manajemen sumberdaya alam oleh, untuk, dan dengan komunitas lokal (Syahyuti, 2006). Untuk mengimplementasikan CBRM atau CBNRM pada suatu desa menurut Syahyuti (2006), kunci keberhasilannya, adalah dari faktor internal yaitu perlu kepemimpinan organisasi yang cakap, strategi dan tujuan organisasi yang jelas, sumberdaya manusia dan logistik yang cukup, pendekatan pengelolaan yang dapat diadaptasikan dalam situasi dan konteks yang berubah-ubah, harapan-harapan yang wajar terhadap waktu dan usaha yang diperlukan, serta keberlanjutan keterlibatan dengan masyarakat. Pengelolaan air bersih berbasis komunitas memiliki beberapa karakteristik, yaitu: (a) masyarakat bertanggung jawab atas perawatan, perbaikan, manajemen lokal, pengorganisasian dan finansial; (b) masyarakat membuat keputusan dalam pemilihan teknologi, tingkat pelayanan,
13 19 bentuk organisasi lokal, peraturan dan pengaturan penggunaan setempat, mekanisme finansial, dan perumusan sangsi; (c) masyarakat memiliki kontrol dalam hal kepemilikan sarana, hasil pembuatan keputusan, serta kualitas kerja dan fungsi sarana ( IRC, 1999). Pengelolaan air bersih oleh komunitas merupakan perwujudan terselenggaranya desentralisasi. Sudah tentu untuk terselenggaranya desentralisasi dalam bentuk swakelola dengan berbagai perubahan metode dalam proses pengambilan keputusan tersebut, diperlukan beberapa prasyarat: (a) Mekanisme baru dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan sumberdaya alam perlu difasilitasi dalam bentuk institusi sosial yang cukup mengakar dalam masyarakat, bukan hanya suatu kelompok/organisasi atau lembaga formal, tetapi lebih sebagai suatu pola aktivitas yang sudah menjadi bagian integral dalam kehidupan masyarakat; (b) pemberian kewenangan kepada masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan yang didukung oleh kapasitas masyarakat; (c) desentralisasi mengandung makna pendelegasian wewenang kepada level yang lebih rendah, dalam hal ini kepada masyarakat lokal (Soetomo, 2006). Untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat tersebut dibutuhkan proses perubahan dalam berbagai dimensi yang menyesuaikan dengan dimensi kesejahteraan yang diharapkan. Sehubungan dengan hal tersebut, perubahan fisik, teknologi dan ekonomi saja belumlah cukup. Salah satu bentuk perubahan sosial yang penting adalah perubahan kelembagaan. Sajogyo (1997), menyatakan bahwa setiap perubahan adalah pembangunan, dimana keberhasilan pembangunan masyarakat yang berkelanjutan apabila dalam proses perubahan tersebut terkandung perubahan kelembagaan dan organisasi yang mampu menggerakkan masyarakat secara mandiri. Studi Kasus mengenai Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat di Desa Cibodas, dengan membentuk Badan Pengelola Air Bersih dan Sanitasi Cibodas (BPABS). Adapun struktur kepengurusan terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara dan teknisi-teknisi, serta dibuat penyusunan tata tertib/peraturan dan tarif air, dengan administrasi yang rapih, sehingga mendapatkan keuntungan yang tidak sedikit dari sistem yang telah dibuat dan telah disalurkan bagi pembangunan
14 20 desa Cibodas dan kesejahteraan masyarakat. Bahkan jumlah mata air bertambah dari yang tadinya tergantung satu mata air, sekarang menjadi tiga buah mata air yang dikelola untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat (Suci, 2007). Pengalaman di beberapa tempat seperti pengolahan dan pengelolaan air bersih di Ngampilan Yogyakarta, penanganan air bersih dari konsep, konstribusi hingga manajemen bagi masyarakat di Kabupaten Sumba Barat dan Sumba Timur, menunjukkan bahwa masyarakat merupakan center point yang harus diikutsertakan agar bersama-sama menyelesaikan masalah yang dihadapi melalui bentuk-bentuk seperti community participatory. Jelas pula pengalaman kami menunjukkan bahwa sistim dapat berfungsi dengan baik dan terbukti harga/tarif dari air bersih relatif terjangkau oleh masyarakat (Peteryan, 2004). Tidak termanfaatkan pasokan air bersih itulah yang dikatakan sebagai krisis manajemen air, bukan karena krisis ketersediaan air bersih. Krisis manajemen air menyebabkan terganggunya pasokan air bersih ke konsumen kelompok masyarakat. Terganggunya akses air bersih ini bukan karena ketersediaan air terbatas, melainkan karena kelembagaan pengurusan air tidak siap dalam mengantisipasi dan mengatasi tantangan permasalahan akses masyarakat atas sumberdaya air (Chary, 2008). Kerangka Berfikir Pengelolaan sumber daya berbasis komunitas (Community Based Resources Management) merupakan strategi pembangunan masyarakat yang memberi peran dominan kepada masyarakat pada tingkat komunitas untuk mengelola proses pembangunan, salah satunya dalam mengontrol dan mengelola sumber daya air yang dapat memenuhi kebutuhan lokal dan bernilai produktif. Oleh sebab itu, dalam strategi pengelolaan sumber daya air berbasis komunitas ini sangat diperlukan peranan prakarsa, kreativitas dan partisipasi masyarakat dalam keseluruhan proses pengembangan kapasitasnya. Agar proses pembangunan dapat berlangsung secara berkelanjutan, maka perlu diusahakan ada kesinambungan dan peningkatan partisipasi masyarakat
15 21 melalui berbagai tindakan bersama dan aktivitas lokal, termasuk adanya perubahan kelembagaan dan organisasi yang mampu menggerakan masyarakat secara mandiri. Dengan demikian, berarti pendekatan partisipatoris harus dilihat sebagai pendekatan utama dalam strategi pengelolaan sumberdaya air berbasis komunitas. Permasalahan mendasar adalah keterbatasan manajemen pengelolaan air bersih berbasis masyarakat yang diharapkan dapat menumbuhkan kapasitas kelembagaan dengan mensinergikan insentif-insentif kelembagaan dalam bentuk pembangunan infrastruktur maupun fasilitas program pemerintah yang mendukung pengelolaan sumber daya air dengan adanya tanggung jawab sosial masyarakat dalam bentuk partisipasi. Apabila didukung dengan tingkat kemampuan yang memadai dan adanya kesempatan untuk berpartisipasi dalam menentukan aspek pemanfaatan, pelestarian dan pengendalian dalam pengelolaan sumberdaya air, maka masyarakat dapat terpenuhi kebutuhan air bersih bagi kepentingan rumah tangga secara adil dan dengan biaya yang terjangkau. Menganalisis kapasitas kelembagaan air bersih berbasis masyarakat, harus melihat pengelolaan yang telah dilakukan oleh masyarakat, yaitu dengan menganalisis dari aspek sarana dan prasarana, ketersediaan anggaran, norma/aturan kelompok, dan jejaring yang dikembangkan oleh Pokmair Sayom. Adapun untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas kelompok pengelola air bersih Sayom, yaitu dengan mengidentifikasi faktor kapasitas pengurus, seperti kepemimpinan, tingkat pendidikan pengurus, kemampuan pengelolaannya (termasuk mengelola anggaran/dana), penegakkan aturan kelompok yang telah disepakati dan sudah menjadi sistem nilai/aturan kelompok; serta mengidentifikasi faktor kapasitas anggota Pokmair Sayom seperti, partisipasi anggota dalam kemandirian, pendidikan, derajat ketaatan terhadap aturan kelompok. Faktor kebijakan dan intervensi program pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan air bersih yang diharapkan dapat memposisikan sebagai mitra dalam proses belajar dan pemberdayaan masyarakat, termasuk memberikan peluang dan ruang membuka jejaring kerjasama dengan stakeholders lainnya.
16 22 Dengan pendekatan partisipatoris, setelah menganalisis kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat dan mengidentifikasi faktor-faktornya, maka melalui Focus Group Discussion dapat menyusun program pengembangan kapasitas kelembagaan dalam rangka adanya proses perubahan yang dibarengi perubahan sosial dalam kelembagaan Pokmair Sayom, sehingga mampu menggerakkan masyarakat secara mandiri, dengan menekankan pada pendekatan proses, dari mulai proses identifikasi, perumusan masalah, kebutuhan, kemudian menyusun rencana program kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat yang mampu mengembangkan kapasitas dalam pelayanan memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat untuk keperluan rumah tangga. Gambar kerangka pemikiran kajian tertera berikut ini: Kapasitas Pengurus: 1. Kepemimpinan 2. Pendidikan 3. Kemampuan penge lolaan (termasuk anggaran/dana) 4. Penegakkan aturan (Norma Kelompok) Kapasitas Anggota Komunitas:, 1. Partisipasi 2. Pendidikan 3. Derajat Ketaatan (Norma Kelompok) Kebijakan dan Intervensi Pemerintah Kapasitas Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat: Sarana dan Prasarana 2. Anggaran 3. Norma/Aturan 4. Jejaring kerjasama Penyusunan Rencana Program Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Gambar 2: Kerangka Pemikiran Kajian
17 23 Definisi Operasional 1. Variabel-Indikator : Kapasitas Pengurus a) Kepemimpinan : Perilaku yang dimiliki oleh Ketua Pokmair Sayom serta kemampuannya untuk mempengaruhi orang lain 1) Hubungan anggota dengan Ketua Pokmair Sayom; 2) Hubungan pengurus dengan Ketua Pokmair Sayom; 3) Keterlibatan dalam perencanaan, pengelolaan dan evaluasi; 4) Keterlibatan dalam menghadapi dan mengatasi setiap persoalan; 5) Frekwensi mengontrol jaringan dan administrasi; b) Pendidikan : Tingkat pendidikan formal dan non formal yang dimiliki pengurus 1) Pendidikan formal terakhir yang ditempuh; 2) Pelatihan tentang pengelolaan teknis air bersih yang pernah diikuti c) Kemampuan mengelola Pokmair Sayom: Kemampuan mengelola baik secara organisatoris, administratif maupun secara teknis. 1) Status dalam kepengurusan (Pengurus harian, Seksi-seksi/Pembantu Umum); 2) Keberhasilan melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara organisatoris, teknis dan adminstrasi sesuai dengan jabatan dalam kepengurusan secara rutin. d) Penegakkan aturan (Norma Kelompok); Kemampuan melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam pelayanan terhadap anggota sesuai dengan aturan/norma kelompok. 1) Adanya aturan tetulis tentang sangsi dan penghargaan terhadap anggota dan pengurus berdasarkan kesepakatan; 2) Merealisasikan aturan sangsi dan penghargaan terhadap anggota dan pengurus. 2. Variabel-Indikator: Kapasitas Anggota a) Partisipasi: Peranserta seseorang atau sekelompok orang melalui suatu proses kegiatan, karena adanya prasyarat kesempatan, kemauan,
18 24 kemampuan dengan melakukan tindakan dalam bentuk pemikiran, dana, dukungan, pengambilan keputusan maupun tenaga. 1) Adanya kesempatan, kemauan, dan kemampuan sebagai prasyarat yang mendukung dalam melaksanakan partisipasi. 2) Keterlibatan dalam proses kegiatan dalam berbagai bentuk (dukungan, tenaga, dana, pemikiran, pengambilan keputusan). 3) Kehadiran di dalam forum pertemuan Pokmair Sayom. b) Pendidikan : Tingkatan pendidikan formal dan non formal yang dimiliki pengurus 1) Pendidikan formal terakhir yang ditempuh; 2) Pelatihan tentang pengelolaan teknis air bersih yang pernah diikuti. c) Derajat ketaatan: Kesadaran rasa tanggung jawab terhadap kewajiban sebagai anggota dalam melaksanakan aturan/norma kelompok. 1) Keaktifan melaksanakan kewajiban iuran bulanan 2) Adanya stop kran di jaringan air bersih rumah tangga; 3) Keaktifan memfungsikan stop kran, di saat kebutuhan air bersih sudah terpenuhi. 3. Variabel-Indikator: Kebijakan dan Intervensi Program Pemerintah a) Kebijakan Pemerintahan Desa: Keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan oleh pemerintahan Desa Bumijawa yang secara langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumber daya air, finansial dan manusia demi kepentingan publik, yakni masyarakat. 1) Realisasi kebijakan pemerintahan desa Bumijawa yang berkaitan dengan pengelolaan air bersih di Desa Bumijawa (Perdes, Keputusan Kades, Surat Perintah Tugas, tidak ada). b) Intervensi Program Pemerintah 1) Intervensi Program Pemerintah dalam pembangunan dan perbaikan sarana air bersih;
19 25 2) Alokasi anggaran yang pernah dilakukan berkaitan intervensi program pemerintah dalam pembangunan dan perbaikan sarana air bersih (APBN, APBD I, APBD II); 3) Pembinaan atau pelatihan yang berkaitan dengan teknis pengelolaan air bersih. 4. Variabel-Indikator: Kapasitas Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat. a) Sarana dan prasarana: fasilitas dan perlengkapan yang dimiliki dan dibutuhkan dalam menunjang pengelolaan dan pelayanan air bersih bagi anggota. 1) Adanya kantor sekretariat; 2) Adanya kelengkapan administrasi Pokmair Sayom; 3) Adanya peralatan teknis untuk perawatan dan perbaikan jaringan air bersih Sayom; 4) Banyaknya/Jumlah Sumberdaya air yang dikelola (lebih dari satu sumber, satu sumber); 5) Terpenuhinya kebutuhan minimum air bersih. b) Ketersediaan anggaran: Jumlah dana yang dikelola dari hasil iuran wajib bulanan anggota, yang dapat mencukupi untuk kebutuhan operasional. 1) Adanya pemasukan dana dari iuran wajib anggota setiap bulan; 2). Tersedianya dana operasional bulanan untuk pengurus; 3) Tersedianya dana operasional bulanan untuk pemeliharaan dan perbaikan jaringan; 4) Tersedianya kas/tabungan, setelah dikurangi pengeluaran bulanan. c) Norma/Aturan tertulis: Nilai-nilai dan aturan-aturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang telah disepakati berdasarkan hasil musyawarah anggota dan pengurus. 1) Adanya AD/ART Pokmair Sayom; 2) Kalau tidak ada, aturan tertulis dalam bentuk (Surat Keputusan Pengurus, Tata Tertib, Aturan tidak tertulis);
20 26 3) Dasar Hukum keberadaan kepengurusan Pokmair Sayom dari hasil musyawarah anggota (Perdes, SK. Kepala Desa, Surat Tugas Kepala Desa, Tidak ada). d) Jejaring kerjasama: Adanya kerjasama dalam hal pembinaan teknis, keuangan, administrasi, ekologis dengan stakeholders lain 1) Adanya pembinaan teknis pengelolaan air bersih dari stakeholders pemerintah/swasta; 2) Adanya pembinaan administrasi pengelolaan air bersih dari stakeholders; 3) Adanya pelatihan teknis dan administrasi pengelolaan air bersih dari stakeholders; 4) Adanya kerjasama administrasi dan keuangan dengan stakeholders; 5) Adanya kerjasama dalam kegiatan pemeliharaan keberlanjutan sumberdaya air dengan stakeholders.
PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT
PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Bumijawa, Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah) YUDO JATMIKO SEKOLAH PASCASARJANA
Lebih terperinciBUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciPENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT
PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Bumijawa, Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah) YUDO JATMIKO SEKOLAH PASCASARJANA
Lebih terperinciBUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA
BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan
Lebih terperinciBUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO
BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAGIAN I. PENDAHULUAN
BAGIAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Kegiatan di sektor ketenagalistrikan sangat berkaitan dengan masyarakat lokal dan Pemerintah Daerah. Selama ini keberadaan industri ketenagalistrikan telah memberikan
Lebih terperinciVIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA
92 VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 8.1. Identifikasi Potensi, Masalah dan Kebutuhan Masyarakat 8.1.1. Identifikasi Potensi Potensi masyarakat adalah segala sesuatu yang
Lebih terperinciImplementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program
Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) mulai tahun Konsepsi Pemberdayaan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO
PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :
Lebih terperinciProgram Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan
Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan I. PENDAHULUAN Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial,
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Strategi Strategi adalah perencanaan induk yang komprehensif, yang menjelaskan bagaimana mencapai semua tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan misi yang telah
Lebih terperinciKEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA
KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA BANJAR Menimbang : a. Pasal
Lebih terperinciBUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG
. BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI MURUNG
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk
Lebih terperinciBUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH
BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: bahwa
Lebih terperinciBUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR Rancangan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS
1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciWALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG
WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN SEBAGAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Pengembangan masyarakat merupakan suatu gerakan yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas melalui partisipasi
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAPPEDA KAB. LAMONGAN
BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten
Lebih terperinciPengertian Pemberdayaan PEMBERDAYAAN. Makna Pemberdayaan 5/24/2017. Penyebab Ketidakberdayaan. Pemberdayaan (empowerment) Power/daya.
Pengertian Pemberdayaan PEMBERDAYAAN Minggu ke 12 Pemberdayaan (empowerment) Power/daya Mampu Mempunyai kuasa membuat orang lain melakukan segala sesuatu yang diinginkan pemilik kekuasaan Makna Pemberdayaan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya
PENDAHULUAN Latar Belakang Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya secara individu maupun kelompok bila berhadapan dengan penyakit atau kematian, kebingungan dan ketidaktahuan pada
Lebih terperinciBUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN
BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT
BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN
PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pengantar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengantar Pembaharuan tata kelola pemerintahan, termasuk yang berlangsung di daerah telah membawa perubahan dalam berbagai dimensi, baik struktural maupun kultural. Dalam hal penyelenggaraan
Lebih terperinciBUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG
BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2014
Lebih terperinciA. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM
A. Latar Belakang Dalam Strategi intervensi PNPM Mandiri Perkotaan untuk mendorong terjadinya proses transformasi sosial di masyarakat, dari kondisi masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya, mandiri
Lebih terperinciModel Pengembangan Ekonomi Kerakyatan
Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Pendekatan Kultural Pendekatan Struktural Model Pendekatan Pengembangan Ekonomi Kerakyatan 1. Pendekatan Kultural adalah program
Lebih terperinciGUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN
GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciPEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN
Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman
Lebih terperinci- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG
- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan
TINJAUAN PUSTAKA Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Kebijakan penanggulangan kemiskinan berhubungan dengan pembangunan masyarakat. Pembangunan merupakan proses yang dilakukan dengan sengaja untuk mencapai
Lebih terperinciLATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS
LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada kegiatan Praktek Lapangan 2 yang telah dilakukan di Desa Tonjong, penulis telah mengevaluasi program atau proyek pengembangan masyarakat/ komunitas yang ada di
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG : TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG : TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN SALINAN OLEH : WALIKOTA BATAM NOMOR : 2 TAHUN 2012 TANGGAL : 30 MARET 2012 SUMBER : LD 2012/2; TLD NO. 82 WALIKOTA
Lebih terperinciRencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Blitar 2005-2025
BAB I PENDAHULUAN A. UMUM Di era otonomi daerah, salah satu prasyarat penting yang harus dimiliki dan disiapkan setiap daerah adalah perencanaan pembangunan. Per definisi, perencanaan sesungguhnya adalah
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 058 TAHUN 2017 TENTANG TRANSFORMASI PERPUSTAKAAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 058 TAHUN 2017 TENTANG TRANSFORMASI PERPUSTAKAAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang: Mengingat:
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI
W A L I K O T A K E D I R I PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI Menimbang WALIKOTA KEDIRI, : a. bahwa pelaksanaan pembangunan merupakan
Lebih terperinciNOMOR 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2015 BUPATI BEKASI PROVINSI JAWA BARAT
NOMOR 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2015 BUPATI BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN
Lebih terperinciPUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2009)
ABSTRAK KEMITRAAN PEMERINTAH DAN SWASTA Pelaksanaan otonomi daerah telah membawa perubahan yang mendasar di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perubahan tersebut tentunya tidak hanya berdampak pada sistem
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO
PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciTERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN
TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN Untuk memberikan gambaran yang jelas pada visi tersebut, berikut ada 2 (dua) kalimat kunci yang perlu dijelaskan, sebagai berikut : Masyarakat
Lebih terperinciSTATUTA FORUM PENGURANGAN RISIKO BENCANA JAWA BARAT PEMBUKAAN
STATUTA FORUM PENGURANGAN RISIKO BENCANA JAWA BARAT PEMBUKAAN Forum Pengurangan Risiko Bencana Jawa Barat adalah sebuah wadah yang menyatukan para pihak pemangku kepentingan (multi-stakeholders) di Jawa
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
116 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 6.1. Kesimpulan Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang kompleks dibutuhkan intervensi dari semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Selain peran
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, perlu perubahan secara mendasar, terencana dan terukur. Upaya
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : bahwa berdasarkan ketentuan
Lebih terperinciBAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan
Lebih terperinciPERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001
PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Agenda 21 yang dicanangkan di Rio de Janeiro tahun 1992
Lebih terperinciBUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN
BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DESA DAN KELURAHAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk memajukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN DAN PENETAPAN CAPAIAN INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,
Lebih terperinciTERMINOLOGI PARTISIPATIF
TERMINOLOGI PARTISIPATIF METODE PENGEMBANGAN PARTISIPATIF Agustina Bidarti & Yunita Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya APA ITU PARTISIPASI? Partisipasi sering dikaitkan dengan kegiatan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pedesaan adalah bagian integral dari pembangunan daerah dan pembangunan nasional sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Idealnya, program-program
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan
Lebih terperinciKEPUTUSAN KEPALA BADAN KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Nomor : / BAP-I/IV/2011 TENTANG
Jalan Panji No. 70 Kelurahan Panji Telp. (0541) 661322. 664977 T E N G G A R O N G 75514 KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Nomor : 600.107/ BAP-I/IV/2011 TENTANG
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinci1 ( atau
VISI - MISI JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN SUMEDANG (Perda No. 2 Tahun 2008 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Tahun 2005-2025) 1.1. VISI DAERAH Berdasarkan kondisi sampai dengan
Lebih terperinciMENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT
BRIEF NOTE AMERTA Social Consulting & Resourcing Jl. Pulo Asem Utara Raya A20 Rawamangun, Jakarta 132 13220 Email: amerta.association@gmail.com Fax: 62-21-4719005 MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN 5.1 Visi 2014-2018 adalah : Visi pembangunan Kabupaten Bondowoso tahun 2014-2018 TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi daerah
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN
1 PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH
BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH A. VISI DAN MISI Kebijakan Pemerintahan Daerah telah termuat dalam Peraturan Daerah Nomor 015 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Lebih terperinciVISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN
VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih
Lebih terperinciSALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciUSULAN PENDEKATAN DAN METODOLOGI RENCANA KERJA DAN JADWAL KEGIATAN CALON TENAGA AHLI PEMASARAN PARTISIPATIF
USULAN PENDEKATAN DAN METODOLOGI RENCANA KERJA DAN JADWAL KEGIATAN CALON TENAGA AHLI PEMASARAN PARTISIPATIF Nama Alamat : Ronggo Tunjung Anggoro, S.Pd : Gendaran Rt 001 Rw 008 Wonoharjo Wonogiri Wonogiri
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung penyelenggaraan Pemerintah
Lebih terperinciMEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM *
MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM * DPR-RI dan Pemerintah telah menyetujui RUU Desa menjadi Undang- Undang dalam rapat paripurna DPR pada tanggal 18 Desember
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 12 Tahun : 2012 Seri : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG TAHAPAN, TATA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintahan merupakan salah satu organisasi yang non profit
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi pemerintahan merupakan salah satu organisasi yang non profit yaitu organisasi yang sifatnya tidak mengejar laba. Organisasi pemerintah daerah merupakan
Lebih terperinciBAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI
BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan,
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Pada bagian perumusan isu strategis berdasarkan tugas dan fungsi Sekretariat Daerah Kabupaten Lamandau ada beberapa isu strategis yang krusial yang
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Peraturan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor
B A B BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini bangsa Indonesia menghadapi situasi yang selalu berubah dengan cepat, tidak terduga dan saling terkait satu sama lainnya. Perubahan yang terjadi di dalam
Lebih terperinciKERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
53 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Kemiskinan Proses pembangunan yang dilakukan sejak awal kemerdekaan sampai dengan berakhirnya era Orde Baru, diakui atau tidak, telah banyak menghasilkan
Lebih terperinci3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,
PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNGJAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa keberadaan dunia usaha seyogyanya
Lebih terperinciPROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN
A. Tugas Pokok dan Fungsi PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan ketersediaan pangan, serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan
Lebih terperinciWALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG
WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN,
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang
Lebih terperincibahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.
PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 1 TAHUN RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN ABSTRAKSI : bahwa dalam rangka menata dan mengendalikan pembangunan agar sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, perlu dilakukan
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG
SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 10 TAHUN 2007 T E N T A N G
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 10 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KAMPUNG DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciDEKLARASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI
DEKLARASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI Bahwa kemiskinan adalah ancaman terhadap persatuan, kesatuan, dan martabat bangsa, karena itu harus dihapuskan dari bumi Indonesia. Menghapuskan kemiskinan merupakan
Lebih terperinciBUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN
BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciSEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.
SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan Undang- undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah membawa nuansa pembaharuan
Lebih terperinciKEPALA DESA CABAK KECAMATAN TLOGOWUNGU KABUPATEN PATI PERATURAN DESA CABAK NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG
KEPALA DESA CABAK KECAMATAN TLOGOWUNGU KABUPATEN PATI PERATURAN DESA CABAK NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA (RKP-Desa) DESA CABAK TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA
Lebih terperinciBUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG
BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI KUDUS, Menimbang :
Lebih terperinci