KARAKTERISTIK HABITAT KAMBING HUTAN SUMATERA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK HABITAT KAMBING HUTAN SUMATERA"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK HABITAT KAMBING HUTAN SUMATERA (Capricornis sumatraensis sumatraensis Bachstein, 1799) DI KAWASAN DANAU GUNUNG TUJUH, TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT ENDAH DWI MEIRINA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

2 RINGKASAN Endah Dwi Meirina (E ). Karakteristik Habitat Kambing Hutan Sumatera (Capricornis sumatraensis sumatraensis Bachstein, 1799) di Kawasan Danau Gunung Tujuh, Taman Nasional Kerinci Seblat. Dibimbing oleh Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, MSc.F dan Ir. Dones Rinaldi, MSc.F. Kambing hutan sumatera (Capricornis sumatraensis sumatraensis Bachstein, 1799) telah dilindungi sejak tahun 1931 berdasarkan Peraturan Perlindungan Binatang Liar 1931 Nomor : 266. Populasi kambing hutan sumatera di alam dikhawatirkan akan menurun disebabkan adanya berbagai faktor yang mengancam kelestariannya seperti perburuan liar dan perusakan habitat yang terjadi di Kawasan Danau Gunung Tujuh. Menurut Borner (1974) dalam Direktorat Penyuluhan KSDA (1994), kawasan Danau Gunung Tujuh merupakan tempat pembiakan ideal untuk kambing hutan. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik habitat kambing hutan sumatera (Capricornis sumatraensis sumatraensis Bachstein, 1799) di kawasan Danau Gunung Tujuh khususnya yang berhubungan dengan : ketersediaan pakan (jenis dan kelimpahan pakan), karakteristik lindungan/cover (bentuk,suhu, topografi dan vegetasi sekitar cover), dan karakteristik sumber air (bentuk sumber air, ketersediaan air). Penelitian dilakukan di sekitar Kawasan Danau Gunung Tujuh, Seksi Konservasi Wilayah I Jambi, Taman Nasional Kerinci Seblat. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus Oktober Untuk mengetahui keberadaaan kambing huta n sumatera dilakukan inventarisasi satwa. Metode tidak langsung yang digunakan adalah metode berdasarkan jejak. Untuk mengetahui kondisi habitat dilakukan dengan cara analisis vegetasi sehingga diketahui struktur dan komposisi jenis tumbuhan. Untuk mengeta hui jenis-jenis pakan kambing hutan sumatera dilakukan dengan pengamatan terhadap bekas tumbuhan yang dimakan. Data karakteristik cover diambil dengan cara mengidentifikasi cover. Data diambil dengan mengukur bentuk cover, suhu cover dan topografi sekitar cover, serta menginventarisasi vegetasi sekitar cover. Data karakteristik sumber air diambil dengan cara menginventarisasi beberapa sumber air yang terdapat di tiap lokasi pengamatan. Data yang diambil berupa pengukuran luas sumber air (panjang dan lebar) dan tingkat keasaman air (ph) serta memperhatikan sebaran sumber air dan ketersediaan air selama musim tertentu. Keberadaan kambing hutan sumatera dapat diketahui dengan jejak yang ditemukan berupa jejak kaki dan rambut bekas gesekan badan yang menempel pada pohon. Tanda-tanda tersebut didapat ketika melakukan analisis vegetasi dan inventarisasi satwa. Umumnya tanda-tanda ditemukan pada jalur lintasan kambing hutan sumatera. Lokasi ditemukannya jejak kaki antara lain di Gn. Terpanggang, Gn. Kecil, Gn. Jujuhan, Gn. Lumut, Bukit Pondok Saung dan Gn. Hulu Sangir. Lokasi ditemukannya rambut kambing hutan di Gn. Kecil, Gn. Jujuhan dan Gn. Hulu Sangir. Kambing hutan sumatera merupakan jenis satwaliar yang bersifat browser (pemakan tunas-tunas daun). Pada kawasan Gunung Tujuh umumnya jenis pakan kambing hutan sumatera yang ditemukan diantaranya: nuju, kacande putih (Pilea

3 sp.), inai puyuh (Impatiens platypetala), inai hitam (Impatiens sp.), sepau, sekuju, asam sipih (Begonia sp.), asam gunung, pabung (Aralia ferox ), dan sepisang (Colocasia antiquorum). Umumnya pakan kambing hutan sumatera terdapat pada tingkat tumbuhan bawah dan semai, karena pada tingkat pertumbuhan tersebut kambing hutan sumatera lebih mudah mendapatkan makanan. Jenis -jenis pakan kambing hutan sumatera dapat dijumpai di setiap lokasi jalur analis vegetasi yaitu pada Gn. Terpanggang, Gn. Kecil, Gn. Jujuhan, Gn. Lumut dan Gn. Hulu Sangir. Kambing hutan sumatera memakan tumbuhan pada tingkat tumbuhan bawah dan semai. Berdasarkan tanda -tanda keberadaan kambing hutan sumatera seperti jejak kaki dan rambut badan ditemukan 3 lokasi cover yaitu di puncak Gn. Kecil, puncak Gn. Lumut dan Gn. Hulu Sangir. Pada lokasi Gn. Kecil ditemukan 3 buah cover berupa pohon besar yang pada bagian akarnya berlubang. Cover pohon tersebut berfungsi sebagai tempat berlindung dari panas matahari pada siang hari. Pada Gn. Lumut ditemukan cover berupa cekungan batu. Cover batu tersebut berfungsi sebagai tempat berlindung dari panas matahari pada siang hari. Sedangkan pada Gn. Hulu Sangir hanya ditemukan bekas istirahat di tanah terbuka. Umumnya cover yang ditemukan di lokasi penelitian berupa cover yang terdapat pada ketinggian 2100 m dpl. Cover tersebut umumnya berada pada sisi tebing dengan kemiringan sekitar 60-80, sehingga memudahkan untuk menghindar dari pemangsa. Cover yang ditemukan umumnya berfungsi sebagai tempat berlindung dari panas matahari pada siang hari karena suhu pada cover antara C dan kelembaban antara 88%-89%. Vegetasi sekitar cover pohon tersebut umumnya jenis paku kawat, paku sigai, lumut, anggrek, liana, kap, keruduk, semesi, sejau, ampening putih dan kelat putih. Sumber air minum yang ditemukan di lokasi penelitian berupa 3 anak sungai di Gn. Jujuhan, 2 anak sungai di Gn. Kecil, satu sungai di Gn. Terpanggang, satu anak sungai di Gn. Hulu Sangir, dan satu sungai di Bukit Pondok Saung. Sumber air minum yang ditemukan umumnya berbetuk sungai dan air terjun, tidak ditemukan mata air, cekungan di pohon atau genangan. Sumber air yang ditemukan ketersediaan airnya melimpah dan biasanya berdekatan dengan sumber pakan kambing hutan sumatera. Sumber air untuk minum yang ada umumnya berupa sungai kecil yang selalu mengalir. Umumnya sungai yang merupakan sumber air minum memiliki ph 6 dan air berwarna jernih. Jenis tumbuhan yang ada disekitar sungai antara lain : paku kawat, paku kenukut, paku lahat, sejau, inai hitam, kacande putih, sebelas hari, lolo ayam, pabung dan sepisang. Penyebab menurunnya populasi kambing hutan sumatera karena ancaman degradasi habitat akibat pembukaan lahan untuk perladangan yang dilakukan masyarakat sekitar. Selain itu perburuan liar juga dilakukan oleh masyarakat sekitar yang memanfaatkan dagingnya untuk dimakan, tanduknya untuk obat penangkal racun dan kulitnya untuk hiasan dinding.

4 KARAKTERISTIK HABITAT KAMBING HUTAN SUMATERA (Capricornis sumatraensis sumatraensis Bachstein, 1799) DI KAWASAN DANAU GUNUNG TUJUH, TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT ENDAH DWI MEIRINA Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

5 LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian Nama Mahasiswa NRP Departemen : Karakteristik Habitat Kambing Hutan Sumatera (Capricornis sumatraensis sumatraensis Bachstein, 1799) di Kawasan Danau Gunung Tujuh, Taman Nasional Kerinci Seblat : Endah Dwi Meirina : E : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Menyetujui : Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, MSc.F Ir. Dones Rinaldi, MSc.F NIP NIP Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP Tanggal Lulus :

6 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penyusunan skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian mengenai Karakteristik Habitat Kambing Hutan Sumatera (Capricornis sumatraensis sumatraensis Bachstein, 1799) di Kawasan Danau Gunung Tujuh, Taman Nasional Kerinci Seblat yang disajikan dalam skripsi ini memuat tentang kondisi habitat kambing hutan sumatera yang ada di kawasan Gunung Tujuh. Kambing hutan sumatera merupakan salah satu spesies satwaliar yang langka. Pe nyebab menurunnya populasi kambing hutan sumatera di kawasan Gunung Tujuh diantaranya degradasi habitat karena perladangan dan perburuan liar yang menyebabkan penurunan kuantitas dan kualitas habitat. Dengan mengetahui kondisi habitat kambing hutan sumatera yang ada di kawasan Gunung Tujuh dapat memberikan masukan bagi pihak Taman Nasional Kerinci Seblat dalam usaha pelestariannya. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini. Terutama kepada keluarga tercinta atas segala doa, kasih sayang, motivasi dan bantuan moril maupun materiil, serta Bapak Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, MSc.F dan Bapak Ir. Dones Rinaldi, MSc.F selaku pembimbing yang telah memberikan nasehat, masukan dan pengarahan selama penelitian dan penyusunan skripsi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum dapat dikatakan sempurna, maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan skripsi ini. Bogor, Maret 2006 Penulis

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 Mei Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Triyono S.W. dan Ibu Suryatini. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) pada tahun 1995 di SD Negeri 06 Jakarta Barat, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 206 Jakarta Barat dari tahun 1995 sampai dengan Pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) diselesaikan penulis pada tahun 2001 di SMU Negeri 34 Jakarta Selatan. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama kuliah di IPB, penulis pernah aktif di Himakova (Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan). Pada tahun 2004 penulis melakukan praktek Umum Pengenalan Hutan di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah KPH Banyumas Barat dan KPH Banyumas Timur, serta praktek Umum Pengelolaan Hutan di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Ngawi. Pada tahun 2005 penulis melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Kerinci Seblat, Propinsi Jambi. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB, maka penulis menyusun skripsi yang berjudul Karakteristik Habitat Kambing Hutan Sumatera (Capricornis sumatraensis sumatraensis Bachstein, 1799) di Kawasan Danau Gunung Tujuh, Taman Nasional Kerinci Seblat dibawah bimbingan Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, MSc.F dan Ir. Dones Rinaldi, MSc.F.

8 UCAPAN TERIMAKASIH Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia, serta kasih sayang-nya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak dan Mama, atas semua pengorbanan, ketulusan, keikhlasan dan kasih sayang yang tiada berbatas, kakakku Mas Budi dan adikku tersayang Andri atas keceriaan yang telah dihadirkan. 2. Bapak Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, MSc.F selaku pembimbing pertama dan Bapak Ir. Dones Rinaldi, MSc.F selaku pembimbing kedua atas kesabarannya dalam memberikan bimbingan, bantuan, saran dan juga dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 3. Bapak Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS sebagai wakil penguji dari Departemen Silvikultur dan Bapak Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS sebagai wakil penguji dari Departemen Hasil Hutan yang telah memberikan masukan dan saransaran untuk menyempurnakan tugas akhir ini. 4. Kepala Balai Taman Nasional Kerinci Seblat Ir. Soewartono, MM atas bantuan, saran dan perhatiannya. 5. Pak Sahar, Pak Danuri, Pak Ides dan Mak Ides atas kekeluargaannya. 6. Staf Balai Taman Nasional Kerinci Seblat Bang Simbolon, Bang Wira, Bang Dedi, Uda, Pak Untung, Babeh, Mbak Lintang dan Giri atas kebersamaannya. 7. Keluarga besar KSH 38 ceria, atas semangat dan kebersamaan yang telah terjalin selama ini, sungguh suatu kebanggaan bisa menjadi bagian dari kalian. 8. Rekan-rekan PKL Taman Nasional Kerinci Seblat (Nure, Golin, Mas Kaka, Purie dan Dedet), atas semua suka dan duka yang telah kita lewati bersama, semuanya akan menjadi kenangan yang indah dan tak terlupakan, Wish U all the best. 9. Ibu dan Bapak di KPAP DKSHE, Ibu Evan, Ibu Titin, Ibu Tuti, Ibu Eti, Ibu Fifi dan Pak Acu, yang telah banyak membantu penulis dalam kegiatan administrasi. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

9 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI...vi DAFTAR TABEL...viii DAFTAR GAMBAR...ix DAFTAR LAMPIRAN...xi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 3 C. Manfaat... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioekologi kambing hutan sumatera 1.Taksonomi Morfologi... 4 B. Penyebaran... 5 C. Habitat... 6 D. Perilaku... 8 E. Populasi F. Pakan III. KONDISI UMUM LOKASI A. Letak dan Luas B. Kondisi Fisik Kawasan 1. Topografi Geologi dan Tanah Iklim Hidrologi... 13

10 C. Kondisi Biologi Kawasan 1. Vegetasi Satwa D. Aksesibilitas E. Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Kawasan Gunung Tujuh IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian B. Alat dan Bahan C. Jenis Data 1.Data primer Data sekunder D. Metode kerja 1.Kegiatan Pendahuluan Pengumpulan data Analisis data V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keberadaan kambing hutan sumatera B. Kondisi habitat C. Pakan D. Cover E. Sumber air F. Ancaman VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 57

11 DAFTAR TABEL Nomor teks halaman 1. Curah Hujan Rata-Rata Bulanan dari Tahun di Kawasan Gunung Tujuh Jejak kaki kambing hutan sumatera Rambut kambing hutan sumatera Penyebaran jejak kambing hutan sumatera Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi dan tingkat Keanekaragaman (H ) di Hutan Pegunungan Bawah Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi dan tingkat Keanekaragaman (H ) di Hutan Pegunungan Indeks Keanekaragaman Jenis tiap Tingkat Pertumbuhan Nilai Kerapatan pada Berbagai Tingka t Pertumbuhan Tumbuhan pakan kambing hutan sumatera yang terdapat di areal penelitian Indeks Nilai Penting jenis pakan tingkat pertumbuhan tumbuhan bawah pada tipe Hutan Pegunungan bawah Indeks Nilai Penting jenis pakan tingkat pertumbuha n semai pada tipe Hutan Pegunungan Indeks Nilai Penting jenis pakan tingkat pertumbuhan tumbuhan bawah pada tipe Hutan Pegunungan bawah Indeks Nilai Penting jenis pakan tingkat pertumbuhan tumbuhan semai pada tipe Hutan Pegunungan Bentuk cover, suhu, topografi dan vegetasi sekitar cover Sumber air minum di sekitar Danau Gunung Tujuh Laju kerusakan hutan kawasan di TNKS di tiap kabupaten/tahun dari (%)... 50

12 DAFTAR GAMBAR Nomor teks halaman 1. Kambing hutan sumatera Peta penyebaran kambing hutan sumatera Peta Kawasan Danau Gunung Tujuh Lokasi penelitian di sekitar kawasan Danau Gunung tujuh Bentuk jejak kaki kambing hutan sumatera Bentuk Jalur Analisis Vegetasi Jejak kambing hutan di Gn. Terpanggang Jejak kambing hutan di Gn. Jujuhan Jejak kambing hutan di Gn. Kecil Jejak kambing hutan di Gn. Lumut Jejak kambing hutan di Gn. Lumut Jejak kambing hutan di Gn. Hulu Sangir Jejak kambing hutan di Bukit Pondok Saung Gesekan badan kambing hutan di Gn. Hulu Sangir Gesekan badan kambing hutan di Gn.Kecil Profil pohon Hutan Pegunungan Bawah Profil pohon Hutan Pegunungan Pakan kambing hutan sumatera jenis Inai puyuh (Impatiens platypetala) Pakan kambing hutan sumatera jenis Nuju Pakan kambing hutan sumatera jenis Kacande putih (Pilea sp.) Pakan kambing hutan sumatera jenis Inai hitam (Impatiens sp.) Pakan kambing hutan sumatera jenis Asam sipih (Begonia sp.) Pakan kambing hutan sumatera jenis Sepisang (Colocasia antiquorum) Pakan kambing hutan sumatera jenis Sekuju Pakan kambing hutan sumatera jenis Sepau Pakan kambing hutan sumatera jenis Pabung (Aralia ferox) Pakan kambing hutan sumatera jenis Asam gunung... 34

13 28. Bekas gigitan pada Kacande putih (Pilea sp.) Bekas gigitan pada Inai puyuh (Impatiens platypetala) Bekas gigitan pada Nuju Bekas gigitan pada Nuju Nilai Keanekaragaman Jenis Pakan Kambing hutan sumatera di tipe Hutan pegunungan bawah an hutan Pegunungan Cover kambing hutan sumatera di Gn.Kecil sebagai tempat istirahat Cover kambing hutan sumatera di Gn.Kecil sebagai tempat istirahat Cover kambing hutan sumatera di Gn.Kecil sebagai tempat istirahat Cover kambing hutan sumatera di Gn.Kecil sebagai tempat istirahat Cover kambing hutan sumatera di Gn. Lumut sebagai tempat istirahat Bekas istirahat kambing hutan sumatera Gn. Hulu Sangir Curah hujan selama bulan Agustus-Oktober Tahun Sumber air Gn. Jujuhan Sumber air Gn. Jujuhan Sumber air Gn. Jujuhan Sumber air Gn.Kecil Sumber air Gn.Kecil Sumber air Gn. Terbakar Sumber air Gn. Hulu sangir Sumber air Bukit Pondok Saung Peta Habitat Kambing hutan sumatera di kawasan Gunung Tujuh Pembukaan lahan untuk perladangan Tali jerat kambing hutan sumatera... 51

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor teks halaman 1. Indeks Nilai Penting Analisis vegetasi Tipe Hutan Pegunungan Bawah Indeks Nilai Penting Analisis vegetasi Tipe Hutan Pegunungan Indeks Nilai Penting Pakan pada Hutan Pegunungan bawah Indeks Nilai Penting Pakan pada Hutan Pegunungan... 66

15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kambing hutan sumatera (Capricornis sumatraensis Bachstein, 1799) merupakan salah satu spesies mamalia yang penyebarannya hanya terdapat di Asia meliputi India, Cina bagian Selatan, Burma, Thailand, Malaysia dan Indonesia (Lekagul dan McNeely, 1977). Kambing hutan sumatera yang terdapat di Indonesia merupakan subspesies (Capricornis sumatraensis sumatraensis Bachstein, 1799) dimana penyebarannya hanya terdapat di daerah pegunungan dan dataran tinggi Sumatera yaitu di Gunung Kerinci, Dataran Tinggi Padang, Gunung Talaman, Pegunungan Tapanuli, Gunung Leuser, daerah utara sisi Sungai Alas, Danau Gunung Tujuh dan Lampung (Direktorat Penyuluhan KSDA, 1994). Kambing hutan sumatera telah dilindungi sejak tahun 1931 berdasarkan Peraturan Perlindungan Binatang Liar Nomor : 266 tahun 1931 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda dan diperkuat dangan Undang-undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemya melalui SK Menhut tanggal 10 juni 1991 No:301/kpts-II/1991 dan SK Menhut tanggal 8 September 1992 No:882/kpts-II/1992 (Sutedja, 1993). Kambing hutan sumatera terdaftar dalam Red Data Book IUCN (The International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) sebagai satwa langka yang dikhawatirkan akan punah (IUCN, 1973). Menurut CITES (The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna), kambing hutan sumatera termasuk satwa dalam kategori Appendix I (satwa yang dilindungi dan tidak boleh diperjualbelikan) (Soehartono dan Mardiastuti, 2003). Kawasan Gunung Tujuh merupakan salah satu sentra keanekaragaman hayati Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang di dalamnya terdapat berbagai jenis tumbuhan dan satwa serta panorama alam. Jenis tumbuhan penting yang terdapat di Gunung Tujuh yaitu Kayu Embun (Taxus sumatrana), kantung semar dan jenis anggrek. Satwa penting yang terdapat di Gunung Tujuh antara lain, Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), Beruang (Helarctos malayanus ), Macan dahan (Neofelis nebulosa), Tapir (Tapirus indicus), Kambing hutan sumatera (Capricornis sumatraensis), Rusa Sambar (Cervus unicolor),

16 Kijang (Muntiacus muntjak ), Landak (Hystrix brachyura), Kancil (Tragulus javanicus), Simpai (Presbytis melalophos), dan Siamang (Hylobates syndactylus). Panorama alam yang dapat dilihat yaitu Danau Gunung Tujuh, bukit anggrek, Gunung Lumut dan Gunung Kecil dimana terdapat kantung semar (Farida dan Dahruddin, 2003). Menurut Borner (1974) dalam Direktorat Penyuluhan KSDA (1994), Kawasan Danau Gunung Tujuh merupa kan tempat pembiakan ideal untuk kambing hutan. Menurunnya populasi kambing hutan sumatera di kawasan Gunung Tujuh diperkirakan disebabkan oleh berkurangnya habitat dan perburuan liar. Berkurangnya habitat disebabkan oleh adanya perambahan hutan untuk membuka perladangan yang umumnya dilakukan oleh masyarakat sekitar. Hal ini akan mengancam kelestarian dari kambing hutan sumatera tersebut, karena pe nebangan pohon yang dilakukan oleh masyarakat sekitar dapat mengakibatkan rusaknya beberapa aspek habitat Kambing hutan sumatera, baik yang berhubungan dengan ketersediaan pakan, air, dan cover (TNKS-ICDP, 2002). Perburuan kambing hutan pada awalnya adalah untuk mendapatkan sumber makanan tetapi akhirnya berkembang sampai menjadi komoditi ekonomi masyarakat disekitar kawasan untuk mendapatkan kulit sebagai hiasan dinding dan tanduknya. Tanduk kambing hutan dipercaya masyarakat dapat menetralisis racun dan mengobati beberapa jenis penyakit. Adanya khasiat khusus dari tanduk kambing hutan ini, membuat perburuan terhadap kambing hutan semakin intensif dan populasi kambing hutan berkurang dan sampai pada titik langka pada saat ini (Tarigan, 1999). Pelestarian kambing hutan sumatera di kawasan TNKS hendaknya tidak hanya memperhatikan populasi satwaliar saja tetapi juga ditujukan pada kondisi habitatnya, dimana aspek habitat yang optimal akan mendukung kehidupan satwaliar tersebut. Keberadaan populasi tersebut sangat tergantung pada kondisi habitatnya. Pengetahuan tentang karakteristik habitat yang tepat perlu ditingka tkan mengingat hingga saat ini informasi tentang habitat kambing hutan sangat terbatas. Penelitian mengenai karakteristik habitat kambing hutan perlu dilakukan dan dikaji secara terencana. Sehingga diperoleh data dan informasi dasar untuk pelestarian kambing hutan sumatera di Taman Nasional Kerinci Seblat.

17 B. Tujuan Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik habitat kambing hutan sumatera di Kawasan Danau Gunung Tujuh khususnya yang berhubungan dengan : ketersediaan pakan (jenis dan kelimpahan pakan), karakteristik lindungan/ cover (bentuk, suhu, topografi dan vegetasi sekitar cover), dan karakteristik sumber air (bentuk sumber air, ketersediaan air). C. Manfaat Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi terbaru mengenai karakteristik habitat kambing hutan sumatera di Kawasan Danau Gunung Tujuh sehingga dapat menjadi masukan bagi pihak Taman Nasional Kerinci Seblat dalam usaha pelestariannya. Selain itu hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan bahan acuan untuk penelitian sela njutnya.

18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioekologi Kambing Hutan Sumatera 1. Taksonomi Menurut Grzimek (1975) ; Lekagul dan McNeely (1977), secara taksonomi kambing hutan sumatera termasuk dalam : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata Class : Mamalia Ordo : Artiodactyla Sub Ordo : Ruminantia Family : Bovidae Sub Family : Caprinae Genus : Capricornis Spesies : Capricornis sumatraensis Subspesies : (Capricornis sumatraensis sumatraensis Bachstein, 1799) Nama daerah : kambing utan, bandut, beder (Amir, 1978). Kambing hutan terdiri dari 3 spesies yaitu Capricornis sumatraensis, Capricornis bailey dan Capricornis crispus (Walker, 1975). Sedangkan kambing hutan sumatera terdiri dari 7 sub spesies yaitu Capricornis sumatraensis thar, Capricornis sumatraensis humei, Capricornis sumatraensis rodoni, Capricornis sumatraensis jamrachi, Capricornis sumatraensis robinsari, Capricornis sumatraensis swettenhami, dan Capricornis sumatraensis sumatraensis (Zoological society, 1908). Capricornis sumatraensis sumatraensis merupakan subspesies kambing hutan sumatera endemik Pulau Sumatera (Lekagul dan McNeely, 1977). 2. Morfologi Kambing hutan sumatera mempunyai bentuk badan yang serupa dengan kambing jantan peliharaan (Capra sp.). Baik jantan maupun betina bertanduk sepasang yang melengkung ke belakang dan pada pangkalnya hampir bertemu.

19 Telinganya panjang, sempit dan berujung runcing, ukurannya lebih panjang dari pada tanduk. Kira-kira 3 cm di bawah matanya terda pat kelenjar muka yang nampak seperti tonjolan bulat. Rambut badannya agak lebat dan kasar, sepintas seperti rambut babi hutan, berwarna hitam (Direktorat Penyuluhan KSDA, 1994). Berat badan kambing hutan sumatera dewasa sekitar 80 kg dengan panjang badan antara 1,40 m-1,55 m, tinggi antara 0,85 m-0,94 m. Panjang telinga berkisar antara 17,5 cm-20,5 cm dan panjang ekor antara 11,5 cm-16,0 cm. Tanduk agak pendek, besar dan lengkung, panjang berkisar antara 11,5 cm-22,5 cm (Lekagul dan McNeely, 1977). Menurut Lekagul dan McNeely (1977), di bawah batang lehernya sering terdapat rambut yang berwarna putih atau merah kecoklatan. Pada bagian dasar tanduknya terdapat banyak sekali lingkaran-lingkaran tipis. Tanduk yang betina lebih pendek 25 mm-50 mm, sedikit le bih tipis dan lebih sedikit lengkungannya. Ekor kambing hutan sumatera pendek dan tebal, kukunya pendek dan padat. Perbedaan ukuran atau bentuk antara jenis kelamin hanya sedikit, sehingga akan sulit untuk membedakannya di lapangan (dapat dilihat pada gambar 1). Sumber : FFI, 2005 Gambar 1. Kambing hutan sumatera B. Penyebaran Dahulu, daerah penyebaran kambing hutan sumatera hampir di seluruh daerah pegunungan dan dataran tinggi Sumatera. Sekarang kambing hutan sumatera tersebar di Gunung Kerinci, Dataran Tinggi Padang, Gunung Talaman,

20 Pegunungan Tapanuli, Gunung Leuser terutama daerah lembah Sungai Mamas serta daerah utara sisi Sungai Alas, Danau Gunung Tujuh dan Lampung (Direktorat Penyuluhan KSDA, 1994). Menurut Zon (1979), kambing hutan sumatera yang sekerabat dijumpai juga di India bagian utara, Cina bagian selatan, Taiwan, Jepang dan daratan Asia Tenggara. Sedangkan menurut Lekagul dan McNeely (1977), penyebaran kambing hutan sumatera meliputi daerah Punjab dan Kashmir, Himalaya sampai Assam, Cina bagian selatan, Burma, Indochina, Thailand, Malaysia dan Sumatera (dapat dilihat dalam gambar 2). Gambar 2. Peta penyebaran kambing hutan sumatera C. Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari beberapa kawasan baik fisik maupun biotik, yang merupakan satu kesatuan dan digunakan sebagai tempat hidup serta berkembang biaknya satwaliar. Habitat mempunyai fungsi dalam penyediaan makanan, air dan pelindung (Alikodra, 2002). Dari segi komponennya habitat terdiri dari komponen fisik dan komponen biotik. Komponen fisik dan biotik ini membentuk sistem yang dapat mengendalikan kehidupan satwaliar. Suatu habitat merupakan interaksi dari berbagai komponen. Komponen fisik terdiri dari : air, udara, iklim, topografi, tanah dan ruang sedangkan komponen biotik terdiri dari vegetasi, mikro dan makro fauna serta manusia (Alikodra, 2002).

21 Habitat merupakan suatu bagian dari ekosistem, sehingga untuk menjamin kelestarian habitat berarti kelangsungan dari setiap hubungan di dalam sistem harus dipertahankan. Rusaknya hubungan dalam suatu sistem akan mempengaruhi sistem lain sehingga secara langsung atau tidak langsung akan merusak habitat. Kerusakan habitat dapat disebabkan beberapa hal antara lain aktifitas manusia, gangguan satwaliar dan manusia serta bencana alam (Alikodra, 2002). Salah satu komponen yang penting dalam suatu habitat adalah tumbuhan pakan sebagai penyedia energi bagi satwa dan dapat menjadi salah satu faktor pembatas dalam pertumbuhan populasi dan penyebaran satwa. Makanan harus tersedia dalam jumlah yang cukup bagi satwa, jika tidak ada atau kurang dari jumlah yang dibutuhkan, kemungkinan akan terjadi perpindahan untuk mencari daerah baru. Apabila hal ini juga tidak dapat terpenuhi maka akan menimbulkan beberapa akibat yakni menurunnya kondisi kesehatan satwa, kelaparan yang menyebabkan kematian, penurunan populasi, bahkan dalam kasus tertentu dapat mengakibatkan punahnya satwa tersebut (Anonimus, 1986 dalam Ramadhani, 2002). Menurut Alikodra (2002), makanan merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan satwaliar. Satwaliar perlu makan untuk mendapatkan energi dalam proses-proses metabolisme dasar dan tambahan kalori sehingga dapat melakukan aktivitas hariannya. Energi tersebut didapatkan dari berbagai macam sumber makanan seperti buah dan daun. Kuantitas dan kualitas makanan yang diperlukan oleh satwaliar, berbeda menurut jenis, perbedaan kelamin, kelas umur, fungsi fisiologis, musim, cuaca, dan kondisi geografis. Satwa herbivora akan memilih makanan yang baik seperti daun, pucuk, bunga dan makanan lain yang banyak mengandung gizi. Cover adalah suatu tempat yang sering digunakan oleh suatu jenis satwaliar sebagai tempat berlindung dari ancaman bahaya dan tempat berkembang biak. Fungsi cover sebagai tempat berkembang biak, tempat makan, tempat bersembunyi, tempat bersarang dan tempat istirahat (Bailey, 1982). Menurut Alikodra (2002), cover sebagai suatu tempat yang sering digunakan oleh suatu jenis satwaliar sebagai tempat berlindung dari ancaman bahaya. Cover adalah struktur lingkungan yang melindungi kegiatan reproduksi dari berbagai kegiatan

22 satwaliar. Salah satu komponen struktur lingkungan yang berperan sebagai pelindung adalah vegetasi. Struktur vegetasi hutan, sebagai salah satu bentuk pelindung, berfungsi sebagai : tempat persembunyian (hiding cover) dan tempat penyesuaian terhadap perubahan temperatur (thermal cover). Hal ini dapat dilihat dari kondisi kerapatan vegetasi yang berpengaruh terhadap intensitas cahaya yang sampai di lantai hutan (Alikodra, 1990). Satwaliar memerlukan air untuk berbagai proses, yaitu pencernaan makanan dan metabolisme, mengangkut bahan-bahan sisa, dan untuk pendinginan dalam proses evaporasi. Jenis-jenis satwaliar mendapatkan air dari berbagai sumber, yaitu : (1) air bebas yang tersedia di danau, kolam ataupun sungai, (2) bagian vegetasi yang mengandung air, (3) embun, dan (4) air yang dihasilkan dari proses-proses metabolisme lemak maupun karbohidrat dalam tubuh (Alikodra, 2002). Kambing hutan sumatera mendiami hutan berbukit dan pegunungan di Bukit Barisan pada ketinggian 200 m-3000 m di atas permukaan laut (Zon, 1979). Tempat tinggal yang disukainya ialah semak yang lebat juga daerah berbatu kapur dan bertebing curam. Kambing hutan sumatera juga suka menghuni tebing-tebing untuk bersembunyi pada siang hari. Bagian tebing yang dipilihnya ialah yang menghadap ke lembah/jurang. Sedangkan untuk tempat tidur dan berkembang biak kambing hutan suka bersembunyi di dalam gua -gua yang tidak dalam yang terdapat pada tebing-tebing di puncak bukit (Sastrapradja, 1982). D. Perilaku Menurut Lekagul dan McNeely (1977), kambing hutan sumatera adalah pendaki berkaki kokoh yang dapat mendaki tebing-tebing curam. Kambing hutan biasanya berlindung di semak belukar yang lebat pada siang hari dan keluar untuk mencari makan ke daerah yang lebih terbuka pada larut malam atau pagi-pagi sekali. Mereka memakan hampir setiap tumbuhan, namun kelihatannya lebih memilih daun-daun muda dan pucuk-pucuk daun khususnya dari tumbuhan yang beraroma tertentu. Sedangkan menurut Walke r (1975) kambing hutan sumatera makan daun-daunan di punggung bukit. Kambing hutan menyukai tempat tinggal berupa daerah berbatu kapur yang bertebing curam. Langkahnya kaku dan tidak

23 terlalu cepat, tetapi mereka menapak dengan mantap dalam menuruni lereng curam dan lereng berkarang. Pada siang hari, kambing hutan bersembunyi di bawah semak-semak belukar. Kambing hutan juga suka menghuni tebing-tebing untuk bersembunyi pada siang hari. Bagian tebing yang dipilihnya ialah yang menghadap ke lembah atau jurang. Kambing hutan suka bersembunyi dalam guagua yang tidak dalam (Direktorat PPA, 1978). Kambing hutan sumatera mempunyai tempat-tempat yang berbeda untuk istirahat, membuang kotoran dan menggosok-gosokkan tanduknya (Walker, 1975). Menurut Lekagul dan McNeely (1977), kambing hutan sumatera sulit untuk diamati karena penciuman, pendengaran, dan penglihatannya tajam, kebiasaannya menyendiri serta habitatnya yang sulit. Bila secara tiba -tiba berhadapan dengan manusia, ada kemungkinan kambing hutan sumatera akan berdiri diam dan memandang untuk beberapa saat, kemudian bergegas pergi menuruni bukit ke dalam vegetasi yang lebat. Tanda bahayanya bermacammacam, seperti antara embikan dan raungan, siulan melengking yang aneh atau antara dengusan dan siulan. Sedangkan menurut Walker (1975), tanda bahaya yang dikeluarkan oleh kambing hutan ketika dalam bahaya, marah atau terluka, berupa kombinasi yang aneh dari dengusan dan bunyi siul yang melengking. Menurut Lekagul dan McNeely (1977), lama bunting kambing hutan sumatera sekitar 7 bulan, dimana akhir bulan Oktober-November merupakan masa musim kawin kambing hutan sumatera. Menurut Walker (1975), Lekagul dan McNeely (1977) anak kambing hutan sumatera yang dilahirkan antara 1 sampai 2 ekor dalam setiap kelahiran, sedangkan menurut Direktorat PPA (1978) menyatakan hanya 2 ekor. Anak yang lahir akan dipelihara oleh induknya selama hampir 1 tahun (Lekagul dan McNeely, 1977). Menurut Lekagul dan McNeely (1977), lama hidup kambing hutan sumatera sampai dengan umur 10 tahun. Sedangkan menurut Medway (1978), lama hidupnya mencapai 6 tahun 9 bulan.

24 E. Populasi Kambing hutan sumatera merupakan salah satu satwaliar yang sulit ditemui secara langsung sehingga untuk mengetahui populasi kambing tersebut sulit untuk dilakukan. Pihak TNKS belum mempunyai data pasti populasi kambing hutan sumatera yang ada di kawasan TNKS. Menurut Lekagul dan McNeely (1977), biasanya kambing hutan sumatera mengembara sendirian (soliter) atau dalam kelompok kecil kira-kira 3 sampai 6 ekor. Kelompok kecil tersebut biasanya terdiri dari jantan sebagai pemimpin, betina sebagai induk dan anak-anak. Sedangkan menurut Medway (1978), kambing hutan sumatera hidup menyendiri atau berpasangan. F. Pakan Kambing hutan sumatera merupakan jenis satwaliar yang be rsifat browser (pemakan tunas-tunas daun). Browsing biasanya dilakukan pada pagi hari di dalam hutan. Jenis makanan yang disukai berupa jenis tumbuh-tumbuhan, daundaunan (terutama daun-daunan lunak dan pucuk-pucuk daun muda) seperti daun talas (Colocasia antiquorum), bodi (Ficus rumphii), ketela pohon (Manihot utilissima), lidah-lidah (Bauhinia tomentosa ), balik angin (Mallotus chinensis), landi (Conocephalus suavolens), camin aiye (Hydrocera triflora), dan poan (Zon, 1979). Sedangkan menurut Roesjdi (1989) kambing hutan sumatera menyukai daun rigo-rigo (Elatostema latifolium), sisanda/tales (Colocasia antiquorum) dan inay aiye (Impatiens platypetala).

25 III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kawasan Gunung Tujuh terletak antara 1º05-3º44 LS dan 100º36-102º48 BT. Kawasan Gunung Tujuh dan sekitarnya yang berada dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Gunung Kerinci, Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi (dapat dilihat pada gambar 3). Kawasan tersebut ditetapkan sebagai wilayah TNKS, berdasarkan SK Menhut No.46/kpts/II/1987, pada tanggal 12 Februari Kawasan Gunung Tujuh yang dikelola secara intensif oleh TNKS berada di wilayah kaki Gunung Tujuh, Danau Gunung Tujuh, termasuk sebagian dari Hutan Sangir Hulu dan Gunung Kerinci, yang secara keseluruhan mencapai luas ± Ha. Gambar 3. Sketsa Kawasan Danau Gunung Tujuh B. Kondisi Fisik Kawasan 1. Topografi Keadaan topografi kawasan Gunung Tujuh tidak jauh berbeda dengan kawasan TNKS pada umumnya, yaitu bergelombang dan berlereng curam dengan ketinggian 200m-3800m dpl. Sedangkan kawasan Gunung Tujuh sendiri memiliki ketinggian 2604m dpl. Berdasarkan kelas lerengnya, Kawasan Gunung Tujuh dan sekitarnya memiliki kemiringan antara 2%-30%. Pada bagian kaki Gunung Tujuh

26 kelerengannya berkisar antara 2% -15%, semakin mendekati puncak kelerengannya antara 15% -40%. 2. Geologi dan Tanah Bukit Barisan yang membentang sepanjang Pulau Sumatera merupakan pembentuk sebagian besar lapisan geologi di wilayah TNKS. Kondisi geologi di Kawasan Gunung Tujuh dipengaruhi oleh proses vulkanis Gunung Kerinci di masa lalu. Tipe tanah yang terdapat di Kawasan Gunung Tujuh juga dipengaruhi pula oleh proses vulkanis Gunung Kerinci. Tipe tanah yang terdapat di Kawasan Gunung Tujuh antara lain tipe Andosol yang merupakan tanah muda yang berasal dari bahan-bahan yang kaya akan kelas vulkanis dengan permukaan horizon yang gelap. Jenis tanah Andosol ini kesuburannya sedang di daerah tropika yang lembab. Selain itu terdapat tipe Latosol yang seringkali berwarna merah tua. Tanah-tanah dari gunung-gunung yang senantiasa hijau dicirikan oleh suatu urutan dimulai dari latosol melalui tanda -tanda Podsolik merah-kuning, lalu ke tanah-tanah dangkal yang menyerupai tanah coklat asam sampai ketinggian 1000 m dpl. Tanah Aluvial agak jarang, umumnya hanya terdapat di lembah Kerinci. 3. Iklim Kondisi iklim di kawasan Gunung Tujuh sama dengan kondisi iklim di Kabupaten Kerinci. Hal ini karena secara geografis berada dalam satu kawasan dan juga memiliki ciri-ciri fisiografis yang serupa. Iklim kawasan Gunung Tujuh termasuk tipe iklim A. Suhu udara berfluktuasi pada 12-28ºC, dengan rata-rata hari hujan 15,3/bulan. Akan tetapi persentase kelembaban cukup tinggi yaitu 87,4%. Tabel 1. Curah hujan rata-rata bulanan dari tahun di kawasan Gunung Tujuh Tahun Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des ,30 143,20 205,70 217,90 105,80 75,70 139,50 78,00 121,50 235,50 229,10 209, ,10 275,80 232,70 385,50 29,70 127,80 145,00 116,40 231,40 251,60 153,10 181, ,60 19,00 75,30 321,90 252,30 50,80 43,80 64,60 0,30 25,00 89,20 112, ,50 122,70 119,40 130,10 95,00 128,00 157,00 202,50 214,00 161,00 97,80 157, ,30 111,70 232,90 30,40 35,10 32,30 218,60 98,80 103,50 224,80 148,40 147, ,00 99,20 74,90 349,10 154,00 147,30 78,90 110,80 101,00 176,80 357,00 156, ,40 143,90 41,50 135,20 155,30 37,30 111,00 67,00 152,50 119,90 87,60 113, ,00 20,80 93,60 179,10 198,50 78,60 60,30 38,50 84,20 38,90 108,20 158, ,40 45,70 72,60 114,10 30,70 27,20 32,60 95,40 101,80 98,10 131,50 112,70 Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Kerinci. Jambi.

27 4. Hidrologi Kawasan Gunung Tujuh mempunyai nilai penting sebagai daerah tangkapan air. Banyak sungai berasal dari kawasan ini menjadi sumber air bagi masyarakat sekitar. Sumber air tersebut berasal dari Danau Gunung Tujuh, Rawa Bento dan Sungai Sangir. Kawasan Gunung Tujuh termasuk dalam DAS Batanghari, Sub DAS Batanghari Hulu seluas Ha. Sub Das Batanghari Hulu sendiri terdiri dari berbagai sungai yaitu Batang Tebo, Batang Tabir, Batang Sangir, dan Batang Merangin -Tembesi. Sumber air di daerah hulu DAS Batang hari yang berada di dalam kawasan TNKS berasal dari Danau Gunung Tujuh yang berada pada ketinggian 1996 m dpl, dengan luas batas permukaan danau sekitar 1000 Ha, kedalaman 40 m, dan kandungan air diperkirakan mencapai 400 juta m 3. C. Kondisi Biologi Kawasan 1. Vegetasi Tipe hutan di kawasan Gunung Tujuh berdasarkan ketinggiannya berkisar antara m termasuk dalam campuran beberapa tipe hutan yaitu, Hutan Pegunungan Bawah ( m), Hutan Pegunungan ( m) dan Sub Alpin (>2400 m) (Laumonier, 1997). Karakteristik vegetasi berdasarkan ketinggian yang ada di kawasan Gunung Tujuh dan sekitarnya yaitu pada hutan dataran tinggi, pepohonan memiliki tajuk rapat dan tinggi. Ketinggian pohon lapisan tajuk bawah berkisar antara m. Jenis khas yang masih bisa ditemukan dengan tinggi pohon mencapai 50 m, khususnya Shorea platyclados dan liana. Pada tipe hutan pegunungan bawah ( mdpl) ruang terbuka lebih banyak dibandingkan hutan dataran tinggi, sebaliknya lumut dan jenis -jenis epifit meningkat berkorelasi dengan naiknya kelembaban udara. Jenis-jenisnya antara lain Lithocarphus pallidis, Euginea sp., Quercus sp., menempati tajuk bagian atas. Sedangkan semak-semaknya didominasi famili Myrsinaceae, Rubiaceae, dan Euphorbiaceae. Pada tipe hutan pegunungan ( mdpl), proporsi tumbuhan microphylous meningkat dan kerapatan hutan berkurang. Pada ketinggian ini masih dijumpai Podocarpus dengan tinggi 25 m, sedangkan lumutlumut tampak semakin tebal dan epifit semakin banyak. Pada tipe hutan

28 pegunungan atas (>2400 mdpl), umumnya sangat lembab dan berkabut, sehingga lumut semakin melimpah. Di atas lumut ini sering ditumbuhi tanaman kantung semar, yang merupakan jenis endemik di Kawasan Gunung Tujuh. 2. Satwa Satwa mamalia besar penting yang terdapat di Gunung Tujuh antara lain, Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), Beruang (Helarctos malayanus), Macan dahan (Neofelis nebulosa), Tapir (Tapirus indicus), Kambing hutan sumatera (Capricornis sumatraensis), Babi hutan (Sus scrofa), Rusa Sambar (Cervus unicolor), Kijang (Muntiacus muntjak ), Landak (Hystrix brachyura), Kancil (Tragulus javanicus), sedangkan jenis-jenis primata seperti Simpai (Presbytis malalophos), Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), dan Siamang (Hylobates syndactylus). Jenis-jenis burung yang ada di kawasan ini antara lain Sepah gunung (Pericrocotus miniatus), Cucak gunung (Pycnonotus bimaculatus ), Cekakak sungai (Halcyon chloris), Raja Udang Meninting (Alcedo meninting), Anis hutan (Zoothera andromedae), Kekep babi (Arthamus leucorhynchus ), Poksai gunung (Garraulax mitratus), Kipasan gunung (Rhipidura albicolli), Burung-madu ekor merah (Aethopyga temminckii), Bentet kelabu (Lannis sebach), Wallet linchi (Collocalia linchi), dan salah satu spesies burung yang dilindungi yaitu Rangkong badak (Buceros rhinoceros). D. Aksesibilitas Untuk mencapai kota Sungai Penuh dapat ditempuh melalui jalur udara, laut, maupun darat. Beberapa bandara udara sebagai pintu gerbang menuju kota Sungai Penuh yaitu, Bandara Udara Tabing (Padang), Sultan Taha (Jambi), Padang Kemiling (Bengkulu) dan Talang Betutu (Palembang). Sedangkan transportasi laut dapat dicapai melalui pelabuhan Muara Sabak (Jambi) dan Teluk Bayur (Padang) yang kemudian dapat dilanjutkan dengan transportasi darat. Jalur transportasi darat antara lain : Padang-Tapan-Sungai Penuh Padang-Muara Labuh-Sungai Penuh

29 Jambi-Muara Bungo-Sungai Penuh Jambi-Sarolangun-Sungai Penuh Palembang-Lubuk linggau-sungai Penuh Bengkulu-Curup-Sungai Penuh Dari Sungai Penuh menuju kawasan Gunung Tujuh dapat melalui jalan aspal sejauh ± 56 Km sampai Desa Pelompek. Dari ujung Desa Pelompek (desa terdekat dengan Gunung Tujuh), menuju kawasan Gunung Tujuh (Pos Gunung Tujuh) sejauh ± 2 Km dengan kondisi jalan beraspal. Dari Pos Gunung Tujuh menuju Danau Gunung Tujuh melalui jalan setapak sejauh ± 8 Km. E. Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Kawasan Gunung Tujuh Desa yang berada di sekitar kawasan Gunung Tujuh antara lain Desa Pelompek, Pesisir Bukit, Lubuk Pauh, Pauh Tinggi dan Telun Berasap. Mata pencaharian penduduk sekitar kawasan Gunung Tujuh umumnya adalah bertani (sawah, ladang tanaman kayu manis dan tanaman hortikultura), berdagang, dan buruh. Seringkali masyarakat sekitar kawasan Gunung Tujuh berburu kambing hutan sumatera, kijang, rusa, dan memikat burung ketika menjelang bulan puasa. Khusus kambing hutan sumatera, umumnya mereka berburu dagingnya untuk dikonsumsi, kulitnya untuk hiasan dinding, dan tanduknya dipercaya masyarakat dapat menetralisir racun dan mengobati beberapa jenis penyakit.

30 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sekitar kawasan Danau Gunung Tujuh, Seksi Konservasi Wilayah I Jambi, Taman Nasional Kerinci Seblat (dapat dilihat pada gambar 4). Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus Oktober Gambar 4. Lokasi penelitian di sekitar Kawasan Danau Gunung Tujuh B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan untuk penelitian adalah meteran, pita ukur, golok, patok, altimeter, kompas, GPS, binokuler, kamera, kaca pembesar, termometer, timbangan tangan, botol film, alat pengukur waktu, alat tulis, dan buku panduan pengenalan jenis satwaliar. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ialah Peta Topografi lokasi Skala 1:75.000, alkohol, tambang plastik, gips, kertas PH, Tallysheet, vegetasi dan satwaliar yang ada di lokasi penelitian.

31 C. Jenis Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer berupa karakteristik habitat kambing hutan sumatera yang diperoleh melalui pengamatan langsung di lapang. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi literatur (text book, skripsi, internet, jurnal) dan wawancara dengan masyarakat sekitar. 1. Data primer Data karakteristik habitat kambing hutan sumatera yang terdiri dari : a. Jenis dan kelimpahan pakan. b. Karakteristik cover (bentuk, suhu cover), vegetasi dan topografi sekitar cover. c. Karakteristik sumber air (bentuk sumber air, luas sumber air dan ph air) dan ketersediaan air. 2. Data sekunder Data sekunder yang diambil yaitu data curah hujan, jenis pakan kambing hutan sumatera, dan ancaman terhadap kambing hutan sumatera. D. Metode Kerja 1. Kegiatan Pendahuluan Kegiatan pendahuluan meliputi : a. Orientasi lapang, yang bertujuan untuk mencari informasi dan konsultasi pada pihak yang berwenang untuk mengenal secara keseluruhan lokasi penelitian dan mencocokkan keadaan lapang dengan peta lokasi. b. Menentukan dugaan lokasi kambing hutan khususnya yang berhubungan dengan ketersediaan pakan, ketersediaan air, dan cover untuk dilakukan pengumpulan data. 2. Pengumpulan Data a. Keberadaan Kambing Hutan Sumatera di Kawasan Danau Gunung Tujuh Untuk mengetahui keberadaaan kambing hutan sumatera dilakukan inventarisasi satwa. Kambing hutan sumatera merupakan satwa yang sulit dilakukan dengan perjumpaan langsung, maka digunakan metode tidak langsung.

32 Metode tidak langsung yang digunakan adalah metode berdasarkan jejak (Arief, 1999). Metode tersebut dilakukan pada jalur lintasan kambing hutan sumatera. Data jejak yang diambil adalah panjang dan lebar jejak, serta umur jejak (Van strien, 1983). Panjang jejak lebar jejak Gambar 5. Bentuk jejak kaki kambing hutan sumatera b. Kondisi habitat Untuk mengetahui kondisi habitat dapat dilakukan dengan cara analisis vegetasi sehingga diketahui struktur dan komposisi jenis tumbuhan. Analisis vegetasi dilakukan dengan cara sampling pada lokasi penelitian. Analisis vegetasi dilakukan pada 14 jalur dengan jumlah 70 petak contoh. Penentuan jalur dilakukan secara purpossive sampling pada tipe vegetasi Hutan Pegunungan Bawah dan Pegunungan dengan memperhatikan keberadaan kambing hutan dan fungsi habitat sebagai tempat mencari makan, tempat berlindung dan pemenuhan kebutuhan air bagi kambing hutan sumatera. Metode yang digunakan dalam analisis vegetasi adalah metode garis berpetak, dengan panjang jalur pada setiap titik pengamatan 100 m dan lebar 20 m. Untuk setiap petak contoh mempunyai lebar dan panjang 20 x 20 m. Dalam petak dibuat sub plot berukuran 2 m x 2 m untuk tingkat pertumbuhan semai, 5 m x 5 m untuk tingkat pertumbuhan pancang

33 dan 10 m x 10 m untuk tingkat pertumbuhan tiang. Data yang dikumpulkan untuk tingkat pertumbuhan pohon dan tiang adalah jenis pohon, diameter setinggi dada, tinggi bebas cabang dan tinggi total. Untuk tingkat pancang dan semai meliputi jenis tumbuhan dan jumlah individu setiap jenis (Soerianegara dan Indrawan, 1998). 10 m 10 m 20 m 5 m m Arah jalur 20 m 100 m Gambar 6. Bentuk Jalur Analisis Vegetasi c. Jenis-jenis pakan Untuk mengetahui jenis-jenis pakan kambing hutan sumatera dilakukan dengan melihat bekas tumbuhan yang dimakan. Pengamatan dilakukan di sepanjang jalur analisis vegetasi dan jalur yang biasa dilewati kambing hutan. Selain itu informasi jenis-jenis pakan kambing hutan sumatera didapat dari pemandu lapang yang pernah melakukan perjumpaan langsung. d. Karakteristik Cover Data karakteristik cover diambil bersamaan dengan dilakukannya analisis vegetasi dan inventarisasi satwa. Data diambil dengan cara mengidentifikasi cover. Data yang diambil yaitu bentuk cover, suhu cover, vegetasi dan topografi sekitar cover. Penentuan cover dilakukan berdasarkan tanda keberadaan kambing hutan pada cover tersebut. Tanda keberadaan kambing hutan sumatera dapat berupa tapak kaki di permukaan tanah, feses (kotoran), bagian-bagian tubuh yang ditinggalkan, bau-bauan, dan tanda-tanda lain.

34 Tapak kaki Hal yang harus diperhatikan yaitu bentuk, ukuran, dan prakiraan umur jejak. Feses Hal-hal yang harus diperhatikan adalah bentuk dan ukuran fesesnya. Bagian-bagian tubuh yang ditinggalkan Pada kambing hutan sumatera bagian tubuh yang sering ditinggalkan berupa rambut. Bau-bauan Untuk mengetahui bau dari kambing hutan sumatera, dimana diperkirakan mungkin tidak jauh berbeda dengan bau kambing biasa. Tanda-tanda lain Tanda-tanda lain pada kambing hutan sumatera yang sering dilakukan yaitu gesekan tanduk pada pohon tertentu. e. Karakteristik Sumber air Air merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi Kambing hutan sumatera untuk minum. Untuk itu perlu diinventarisasi beberapa sumber air yang terdapat di tiap lokasi pengamatan apakah digunakan untuk minum oleh kambing hutan atau tidak. Sumber air tersebut dapat berupa sungai, genangan, cekungan pohon. Data yang diambil berupa bentuk sumber air, sebaran sumber air tersebut, dan ketersediaan air selama musim tertentu. Selain itu sebagai data tambahan dilakukan pengukuran luas sumber air (panjang dan lebar) dan tingkat keasaman air dengan menggunakan kertas ph. 3. Analisis Data a. Keberadaan Kambing Hutan Sumatera di Kawasan Danau Gunung Tujuh Dari data identifikasi jejak yang didapat kemudian dilakukan uraian dalam bentuk kualitatif dan deskriptif berupa gambar, dan tabel. Uraian deskriptif merupakan penggambaran langsung dari hasil-hasil pengukuran dan kondisi sebenarnya di lapangan.

35 b. Analisis Vegetasi Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui komposisi dan dominansi suatu jenis vegetasi pada suatu komunitas. Dominansi dapat dilihat dari nilai Indeks Nilai Penting (INP) yang diperoleh dari penjumlahan nilai kerapatan relatif (KR) dan frekuensi relatif (FR) untuk tingkat semai dan pancang serta ditambah nilai dominansi relatif (DR) untuk tingkat tiang dan pohon (Soerianegara dan Indrawan, 1998). Persamaan yang digunakan adalah: Jumlah individu jenis ke i Kerapatan jenis ke-i (Ki) = Luas total petak contoh Kerapatan relatif (KR) Ki = Ki x 100 % Frekuensi jenis ke-i(fi) Jumlah petak contoh ditemukan jenis ke i = Frekuensi relatif (FR) Jumlah total petak contoh Fi = Fi x 100 % Dominansi jenis ke-i (Di) = Luas bidang dasar jenis ke i Luas total petak contoh Dominansi relatif (DR) Di = Di x 100 % Untuk mengetahui keanekaragaman jenis tumbuhan dapat menggunakan persamaan indeks Shannon yaitu (Krebs, 1978) : H =- Keterangan : ni ni ln N N H = Indeks shannon Ni N = Jumlah individu atau nilai penting jenis ke-i = Total individu atau nilai penting seluruh jenis

36 c. Karakteristik Cover Paramater cover yang diambil meliputi bentuk cover (panjang, lebar), suhu cover, serta vegetasi dan topografi sekitar cover. Dari data cover yang terkumpul dilakukan uraian dalam bentuk kualitatif dan deskriptif berupa gambar dan tabel. Uraian deskriptif merupakan penggambaran langsung dari hasil-hasil pengukuran dan kondisi sebenarnya di lapangan. d. Karakteristik Sumber Air Dari data karakteristik sumber air yang didapat kemudian dilakukan uraian dalam bentuk kualitatif dan deskriptif berupa gambar, grafik dan tabel. Uraian deskriptif merupakan penggambaran langsung dari hasil-hasil pengukuran dan kondisi sebenarnya di lapangan.

37 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keberadaan Kambing Hutan Sumatera Keberadaan kambing hutan sumatera dapat diketahui dengan jejak yang ditemukan berupa jejak kaki dan rambut bekas gesekan badan yang menempel pada pohon. Tanda-tanda tersebut didapat ketika melakukan analisis vegetasi dan inventarisasi satwa. Umumnya tanda-tanda ditemukan pada jalur lintasan kambing hutan sumatera. Tabel 2. Jejak kaki kambing hutan sumatera Koordinat Lokasi Ukuran Umur 47 M Gn. Terpanggang pj = 6 cm 2 hari UTM lb = 5 cm 47 M Gn. Jujuhan pj = 6 cm 1 minggu UTM lb = 5 cm Gn Jujuhan pj = 7 cm 4 hari lb = 6 cm Gn Jujuhan pj = 7 cm 3 hari lb = 6 cm 47 M Gn. Kecil pj = 7 cm 1 hari UTM lb = 6 cm Gn. Kecil pj = 5 cm 2 hari lb = 4 cm Gn. Kecil pj = 6 cm 2 hari lb = 5 cm 47 M Gn. Lumut pj = 6 cm 2 hari UTM lb = 5 cm 47 M Gn. Lumut pj = 7 cm 2 hari UTM lb = 6 cm 47 M Gn. Hulu Sangir pj = 7 cm 4 hari UTM lb = 6 cm 47 M UTM Bukit Pondok Saung pj = 7 cm lb = 6 cm 3 hari Lokasi ditemukannya jejak kaki antara lain di Gn. Terpanggang, Gn. Kecil, Gn. Jujuhan, Gn. Lumut, Bukit Pondok Saung dan Gn. Hulu Sangir. Dari lokasi tersebut diketahui kambing hutan sumatera tersebar merata di sekitar kawasan Danau Gunung tujuh. Dari banyaknya lokasi jejak kaki yang ditemukan, didapat pula bahwa daya jelajah wilayah kambing hutan sumatera cukup luas.

38 Pada lokasi Gn. Terpanggang ditemukan satu jejak kambing hutan sumatera. Jejak tersebut berumur 2 hari dengan ukuran pj=6cm, dan lb=5cm (dapat dilihat pada gambar 7). Gambar 7. Jejak kambing hutan Gn. Terpanggang Pada lokasi Gn. Jujuhan ditemukan tiga jejak kambing hutan sumatera. Jejak 1 berumur 7 hari dengan ukuran pj=6cm dan lb=5cm. Jejak 2 berumur 4 hari dengan ukuran pj=7cm danlb=6cm. Jejak 3 berumur 3 hari dengan ukuran pj=7 cm dan lb=6 cm (dapat dilihat pada gambar 8). Gambar 8. Jejak kambing hutan di Gn. Jujuhan

39 Pada lokasi Gn. Kecil ditemukan tiga jejak kambing hutan sumatera. Jejak 1 berumur 1 hari dengan ukuran pj=7cm dan lb=6cm. Jejak 2 berumur 2 hari dengan ukuran pj=5cm dan lb=4cm. Jejak 3 berumur 2 hari dengan ukuran pj=6cm dan lb=5cm (dapat dilihat pada gambar 9). Gambar 9. Jejak kambing hutan di Gn. Kecil Pada lokasi Gn. Lumut ditemukan dua jejak kambing hutan sumatera. Jejak 1 berumur 2 hari dengan ukuran pj=6cm dan lb=5cm. Jejak 2 berumur 2 hari dengan ukuran pj=7cm dan lb=6cm (dapat dilihat pada gambar 10 dan 11). Gambar 10. Jejak kambing hutan di Gn. Lumut Gambar 11. Jejak kambing hutan di Gn. Lumut

40 Pada lokasi Gn. Hulu Sangir ditemukan satu jejak kambing hutan sumatera. Jejak tersebut berumur 4 hari dengan ukuran pj=7cm dan lb=6cm (dapat dilihat pada gambar 12). Gambar 12. Jejak kambing hutan di Gn. Hulu Sangir Pada lokasi Bukit Pondok Saung ditemukan satu jejak kambing hutan sumatera. Jejak tersebut berumur 3 hari dengan ukuran pj=7cm dan lb=6cm (dapat dilihat pada gambar 13). Tabel 3. Rambut kambing hutan Gambar 13. Jejak kambing hutan di Bukit Pondok Saung Koordinat Lokasi Jejak Bentuk 47 M UTM Gn. Kecil h = 2100 mdpl Rambut tengkuk di gesekan kayu Cover Lubang di Pohon Medang Sisik 47 M UTM Gn. Hulu Sangir Rambut badan di gesekan pohon Pohon medang sisik

41 Pada lokasi Gn. Kec il di ketinggian 2100 m dpl pada cover pohon Medang Sisik ditemukan rambut tengkuk kambing hutan di batang kayu. Rambut tersebut menempel ketika kambing hutan menggesekkan badannya ke batang kayu ketika beristirahat di dalam cover pohon (dapat dilihat pada gambar 15). Pada lokasi Gn Hulu Sangir ditemukan rambut badan kambing hutan di batang kayu pohon Medang Sisik. Bulu tersebut menempel ketika kambing hutan menggesekkan badannya ke batang kayu ketika beristirahat di sekitar pohon (dapat dilihat pada gambar 14). Gambar 14.Gesekan badan kambing hutan di Hulu Sangir Gambar 15.Gesekan badan kambing hutan Gn.Kecil Tabel 4. Penyebaran jejak ka mbing hutan sumatera Lokasi Jumlah jejak (individu) Gn. Terbakar 1 Gn. Jujuhan 2 Gn. Kecil 3 Gn. Lumut 2 Gn. Hulu sangir 1 Bukit Pondok Saung 1 Setiap jejak kaki kambing hutan sumatera yang ditemukan pada tiap lokasi diasumsikan merupakan individu berbeda apabila ukuran jejak berbeda. Berdasarkan asumsi tersebut di seluruh lokasi penelitian ditemukan 10 jejak kaki kambing hutan sumatera yang berbeda. Diduga di kawasan Gunung Tujuh terdapat kurang dari 10 individu kambing hutan sumatera.

42 B. Kondisi Habitat 1. Struktur dan Komposisi jenis vegetasi Berdasarkan hasil analisis vegetasi di dua lokasi maka didapat : a. Tipe Vegetasi Hutan Pegunungan Bawah ( mdpl) Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang dilakukan dalam 35 petak contoh, ditemukan sebanyak 73 jenis tumbuhan yang tergabung dalam 32 famili, yaitu 59 jenis tumbuhan berkayu dan 14 jenis tumbuhan bawah. Tumbuhan berkayu dari tingkat semai jumlah jenis yaitu 27 jenis, tingkat pancang 36 jenis, tingkat tiang 32 jenis dan tingkat pohon 40 jenis (dapat dilihat pada lampiran 1). Tabel 5. Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi pada Hutan Pegunungan Bawah Tingkat pertumbuhan Nama Jenis Nama ilmiah KR (%) FR (%) DR (%) INP (%/Ha) Semai dan tumbuhan bawah Inai hitam* Kacande putih* Paku kaw at Impatiens platypetala Pilea sp. 47,43 17,51 4,68 15,85 11,48 12,57 69,60 28,98 17,26 Asplenium cuneatum Pancang Sebelas hari Medang kertas Manggis hutan Garcinia mangostana 2,84 54,90 2,67 6,86 14,70 7,84 9,70 64,12 10,50 Tiang Kopi hutan Kelat putih Semata Myristica cinnamomea Chaetocarpus castanocarpus Gonystylus forbesii Alangium ridleyi 28,69 8,19 12,30 22,22 13,89 5,55 31,28 8,26 9,62 82,20 30,40 27,50 Pohon Kelat putih Gonystylus forbesii 12,43 9,15 15,80 37,40 Kelat merah Kayu embun Bouea spp. Taxus sumatrana 5,65 3,95 6,34 4,93 7,06 7,60 19,05 17,62 Keterangan : Tanda bintang merupakan jenis pakan kambing hutan sumatera Untuk tingkat semai dan tumbuhan bawah, jenis yang mendominasi dari 27 jenis tumbuhan yang ditemukan adalah inai hitam (Impatiens platypetala) dengan INP(69,60%), KR(47,43%) dan FR(15,85%). Untuk tingkat pancang, jenis yang mendominasi dari 35 jenis tumbuhan yang ditemukan adalah sebelas hari dengan INP(64,12%), KR(54,90%) dan FR(14,70%). Untuk tingkat tiang, jenis yang mendominasi dari 32 jenis tumbuhan yang ditemukan adalah kopi hutan (Chaetocarpus castanocarpus) dengan INP(82,20%), KR(28,69%), FR(22,22%)

43 dan DR(31,28%). Untuk tingkat pohon, jenis yang mendominasi dari 40 jenis tumbuhan yang ditemukan adalah kelat putih (Gonnystylus forbesii) dengan INP(37,40%), KR(12,43%), FR(9,15%) dan DR(15,80%). Pada tipe Hutan Pegunungan Bawah Indeks Nilai Penting tertinggi tingkat pertumbuhan semai dan tumbuhan bawah adalah jenis inai hitam (Impatiens platypetala) dan kacande putih (Pilea sp.). Inai hitam (Impatiens platypetala) dan kacande putih (Pilea sp.) merupakan salah satu jenis pakan kambing hutan sumatera. Umumnya jenis pakan kambing hutan sumatera ditemukan pada tingkat pertumbuhan semai dan tumbuhan bawah. Hal ini disebabkan kambing hutan sumatera lebih mudah meraih makanan pada tingkat semai dan tumbuhan bawah. b. Tipe Vegetasi Hutan Pegunungan ( m) Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang dilakukan dalam 35 plot, ditemukan sebanyak 71 jenis tumbuhan yang te rgabung dalam 33 famili, yaitu 57 jenis tumbuhan berkayu dan 14 jenis tumbuhan bawah. Tumbuhan berkayu dari tingkat semai jumlah jenis yaitu 21 jenis, tingkat pancang 39 jenis, tingkat tiang 34 jenis dan tingkat pohon 35 jenis (dapat dilihat pada lampiran 2). Tabel 6. Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi pada Hutan Pegunungan Tingkat pertumbuhan Semai dan tumbuhan bawah Pancang Tiang Pohon Nama Jenis Inai hitam* Kacande putih* Paku kawat Sebelas hari Ampening putih Semesi Semata Kelat putih Manggis hutan Kelat putih Menderi Medang telampung Nama ilmiah Impatiens platypetala Pilea sp. Asplenium cuneatum Lithhocarpus sundaicus Alangium ridleyi Gonystylus forbes ii Garcinia mangostana Gonystylus forbesii Dehaasia sp. KR (%) 40.,8 12,57 7,08 65,50 3,63 1,89 15,23 12,58 6,62 22,90 9,29 10,70 Keterangan : Tanda bintang merupakan jenis pakan kambing hutan sumatera FR (%) 15,63 13,02 14,06 19,40 6,80 7,77 17,86 7,86 5,0 12,23 6,47 7,19 DR (%) 16,96 14,29 5,41 16,96 12,09 7,16 INP (%/Ha) 56,17 25,59 21,15 84,90 10,40 9,66 50,04 34,73 17,03 33,54 25,63 22,51

44 Untuk tingkat semai dan tumbuhan bawah, jenis dengan Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi dari 21 jenis tumbuhan yang ditemukan adalah Inai hitam (Impatiens platypetala) dengan INP(56,17%), KR(40,48%) dan FR(15,63%). Untuk tingkat pancang, jenis dengan Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi dari 38 jenis tumbuhan yang ditemukan adalah Sebelas hari dengan INP(84,90%), KR(65,50%) dan FR(19,40%). Untuk tingkat tiang, jenis dengan Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi dari 34 jenis tumbuhan yang ditemukan adalah Semata (Alangium ridleyi) dengan INP(50,04%), KR(15,23%), FR(17,86%) dan DR(16,96%). Untuk tingkat pohon, jenis dengan Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi dari 34 jenis pohon yang ditemukan adalah Kelat putih (Gonystylus forbesii) dengan INP(33,54%), KR(22,90%), FR(12,23%) dan DR(16,96%). Pada tipe Hutan Pegunungan Indeks Nilai Penting terbesar tingkat pertumbuhan semai dan tumbuhan bawah adalah jenis Inai hitam (Impatiens platypetala) dan kacande putih (Pilea sp.). Inai hitam (Impatiens platypetala) dan kacande putih (Pilea sp.) merupakan salah satu jenis pakan kambing hutan sumatera. Umumnya jenis pakan kambing hutan sumatera ditemukan pada tingkat pertumbuhan semai dan tumbuhan bawah. Pada tingkat semai dan tumbuhan bawah kambing hutan sumatera lebih mudah meraih makanan, selain itu ketersedian pakan cukup banyak. Gambar 16. Profil pohon Hutan Pegunungan Bawah

45 Gambar 17. Profil pohon Hutan Pegunungan Secara keseluruhan struktur vegetasi di kawasan Gunung Tujuh terdiri dari beberapa strata (dapat dilihat pada gambar 16 dan 17). Strata A dengan ketinggian lebih dari 30 m didominasi oleh pohon-pohon antara lain medang sisik, menderi, kayu embun (Taxus sumatrana ). Strata B dengan pohon-pohon yang memiliki ketinggian antara m didominasi oleh pohon-pohon antara lain kelat putih (Gonystylus forbesii ), kayu ubi (Pternandra coerulescens), gadog (Bischoffia javanica), kelat merah (Bouea spp.). Strata C dengan ketinggian 4-20 m didominasi oleh pohon-pohon antara lain semata (Alangium ridleyi), kopi hutan (Chaetocarpus castanocarpus ), medang kertas (Myristica cinnamomea) dan manggis hutan (Garcinia mangostana). Strata D dengan ketinggian 1-4 m dan strata E yang merupakan lapisan tumbuh-tumbuhan penutup tanah (ground cover) dengan tinggi 0-1 m (Soerianegara dan Indrawan, 1998). Dalam hidupnya, satwaliar membutuhkan pakan, air, dan tempat berlindung dari teriknya panas matahari, pemangsa, serta tempat untuk bersarang, beristirahat dan memelihara anaknya. Suatu habitat yang baik akan menyediakan seluruh kebutuhan satwaliar tersebut untuk hidup dan berkembang biak secara normal, sehingga menjamin kelestariannya dalam jangka panjang (Tim Peneliti Badak, 1997). Berdasarkan pengamatan, hutan di Kawasan Gunung Tujuh mampu menyediakan kebutuhan pakan, air, dan tempat berlindung. Kondisi hutan tersebut cukup ideal sebagai habitat kambing hutan sumatera karena pada strata A-C menyediakan perlindunga n bagi kambing hutan sebagai tempat berteduh. Selain itu pada Strata D dan E juga membantu menyediakan pakan yang cukup bervariasi

46 bagi kambing hutan sumatera. Jenis-jenis pakan tersebut antara lain : nuju, kacande putih (Pilea sp.), inai puyuh (Impatiens platypetala ), inai hitam (Impatiens sp.), sepau, sekuju, asam sipih (Begonia sp. ), asam gunung, pabung (Aralia ferox), dan sepisang (Colocasia antiquorum). 2. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Berdasarkan perhitungan Indeks Shannon baik pada tipe vegetasi Hutan pegunungan bawah dan Hutan pegunungan dapat diketahui keanekaragaman jenis pada berbagai tingkat pertumbuhan. Tabel 7. Indeks Keanekaragaman Jenis tiap Tingkat Pertumbuhan Tipe vegetasi Indeks Keanekaragaman Jenis Tumbuhan bawah Pancang Tiang Pohon dan Semai Hutan Pegunungan bawah 1,92 1,97 2,60 3,29 Hutan Pegunungan 1,98 1,75 3,06 2,92 Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai Indeks Keanekaragaman tingkat pertumbuhan semai dan tumbuhan bawah Hutan pegunungan bawah lebih rendah dibandingkan hutan Pegunungan. Untuk tingkat pancang tipe vegetasi Hutan pegunungan bawah lebih tinggi dibandingkan hutan Pegunungan. Untuk tingkat tiang tipe vegetasi Hutan pegunungan bawah lebih rendah dibandingkan hutan Pegunungan. Untuk tingkat pohon tipe vegetasi Hutan pegunungan bawah lebih tinggi dibandingkan hutan Pegunungan. Umumnya jenis pakan kambing hutan sumatera yang ditemukan terdapat pada tingkat pertumbuhan semai dan tumbuhan bawah. Pada tingkat pertumbuhan tersebut kambing hutan sumatera lebih mudah meraih makanan. Apabila dilihat dari Indeks keanekaragaman yang ada, pada tipe vegetasi hutan pegunungan bawah hampir sama dengan hutan pegunungan. Hal ini berarti keanekaragaman jenis tumbuhan pakan kambing hutan sumatera yang ada di lokasi penelitia n hamper sama jenisnya.

47 3. Potensi vegetasi berdasarkan kerapatan tumbuhan Secara keseluruhan, kerapatan tipe vegetasi hutan pegunungan bawah dan hutan pegunungan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai kerapatan pada Berbagai Tingkat pertumbuhan Tipe vegetasi Kerapatan Tingkat Pertumbuhan (ind/ha) Tumbuhan bawah Pancang Tiang Pohon dan Semai Hutan Pegunungan bawah ,6 7394,29 348,6 126,4 Hutan Pegunungan ,43 431,4 131 Kerapatan pada tingkat tumbuhan bawah dan semai antara ,6 (ind/ha). Pada tingkat pancang kerapatan antara 7.394, ,43 (ind/ha). Pada tingkat tiang kerapatan antara 348,6-431,4 (ind/ha). Pada tingkat pohon kerapatan antara 126,4-131(ind/ha). Dari tingkat pertumbuhan yang ada yang memiliki kerapatan yang besar terdapat pada tingkat semai dan tumbuhan bawah, sedang kerapatan terendah terdapat pada tingkat pohon. Karena tingkat pohon tidak terlalu rapat maka cahaya matahari yang masuk dapat menyinari lantai hutan. Keterbukaan ini membuat tumbuhan bawah dan semai dapat tumbuh dengan baik dan mempunyai kerapatan yang tinggi. Umumnya jenis pakan kambing hutan sumatera terdapat pada tingkat tumbuhan bawah dan semai. Hal ini akan menguntungkan kambing hutan sumatera, karena pemenuhan kebutuhan pakan akan terpenuhi. C. Pakan Makanan merupakan faktor pembatas bagi kelangsungan hidup satwaliar. Karena itu kawasan yang menjadi habitat suatu jenis satwa harus dapat menyediakan makanan yang cukup, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, agar satwa yang hidup di dalamnya dapat tumbuh dan berkembang biak dengan normal (Alikodra, 2002). Kambing hutan sumatera merupakan jenis satwaliar yang bersifat browser (pemakan tunas-tunas daun). Browsing biasanya dilakukan pada pagi hari di dalam hutan. Jenis makanan yang disukai berupa jenis tumbuh-tumbuhan, daundaunan (terutama daun-daunan lunak dan pucuk-pucuk daun) seperti daun talas (Colocasia antiquorum), bodi (Ficus rumphii), ketela pohon (Manihot utilissima ), lidah-lidah (Bauhinia tomentosa), balik angin (Mallotus chinensis), landi (Conocephalus suavolens ), camin aiye (Hydrocera triflora), dan poan (Zon,

48 1979). Menurut Roesjdi (1989), kambing hutan sumatera menyukai daun rigo-rigo (Elatostema latifolium), sisanda/tales (Colocasia antiquorum) dan inay aiye (Impatiens platypetala). 1. Jenis pakan dan bagian yang dimakan Tabel 9. Tumbuhan pakan kambing hutan sumatera yang terdapat di areal penelitian. No Nama lokal Nama ilmiah Bagian yang dimakan 1 Nuju - Pucuk daun 2 Inai puyuh Impatiens platypetala Pucuk daun 3 Kacande putih Pilea sp. Pucuk daun 4 Inai hitam Impatiens sp. Pucuk daun 5 Sepau - Pucuk daun 6 Sekuju - Pucuk daun 7 Sepisang Colocasia antiquorum Pucuk daun 8 Pabung Aralia ferox Pucuk daun 9 Asam sipih Begonia sp. Pucuk daun 10 Asam gunung Pucuk daun Menurut informasi Sahar, pemandu lapang (komunikasi pribadi, 2005), pada lokasi Kawasan Gunung Tujuh umumnya jenis pakan kambing hutan sumatera diantaranya: nuju, kacande putih (Pilea sp.), inai puyuh (Impatiens platypetala), inai hitam (Impatiens sp.), sepau, sekuju, asam sipih (Begonia sp.), asam gunung, pabung (Aralia ferox), dan sepisang (Colocasia antiquorum) (dapat dilihat pada gambar 18-27). Umumnya pakan kambing hutan sumatera terdapat pada tingkat tumbuhan bawah dan semai, karena pada tingkat pertumbuhan tersebut kambing hutan sumatera lebih mudah meraih makanan. Jenis-jenis pakan kambing hutan sumatera dapat dijumpai di setiap lokasi jalur analis vegetasi yaitu pada Gn.Terpanggang, Gn. Kecil, Gn. Jujuhan, Gn. Lumut dan Gn. Hulu Sangir. Gambar 18. Pakan kambing hutan sumatera jenis Inai puyuh (Impatiens platypetala) Gambar 19. Pakan kambing hutan sumatera jenis Nuju

49 Gambar 20. Pakan kambing hutan sumatera jenis Kacande putih (Pilea sp.) Gambar 21. Pakan kambing hutan sumatera jenis Inai hitam (Impatiens sp.) Gambar 22. Pakan kambing hutan sumatera jenis Asam sipih (Begonia sp.) Gambar 23. Pakan kambing hutan sumatera jenis Sepisang (Colocasium antiquorum) Gambar 24. Pakan kambing hutan sumatera jenis Sekuju Gambar 25. Pakan kambing hutan sumatera jenis Sepau

50 Gambar 26. Pakan kambing hutan sumatera jenis Pabung ( Aralia ferox) Gambar 27. Pakan kambing hutan sumatera jenis Asam gunung Berdasarkan bekas-bekas renggutan kambing hutan yang ditemukan umumnya bagian tumbuhan yang dimakan adalah pucuk daun (dapat dlihat pada gambar 28-31). Hasil temuan dilapang tersebut dicocokkan dengan hasil penelitian Muharizal (1999), tentang habitat dan makanan kambing hutan sumatera yang dilakuka n di lokasi lain. Gambar 28. Bekas gigitan pada pucuk daun Kacande putih (Pilea sp.) Gambar 29. Bekas gigitan pada pucuk daun Inai puyuh (Impatiens platypetala)

51 Gambar 30. Bekas gigitan pada Gambar 31. Bekas gigitan pada pucuk pucuk daun Nuju daun Nuju Menurut Marlis (1998) dalam Muharizal (1999) untuk membedakan antara renggutan yang dilakukan oleh rusa, kijang dan kambing hutan adalah dengan melihat langsung ketika satwa tersebut melintasi areal penelitian, berdasarkan petunjuk dari pemburu, dan juga dengan melihat bentuk jejak yang ada disekitar tanaman yang direnggutnya. Jika lokasi memiliki kemiringan yang tajam serta ditumbuhi oleh semak yang rimbun tidak akan memungkinkan bagi rusa untuk mencapai daerah tersebut karena dengan tubuh yang cukup besar dan tanduk yang panjang dan bercabang akan menyulitkan bagi satwa tersebut untuk melewatinya. Dengan demikian pada lokasi yang memiliki kemiringan yang tajam dan banyak semak belukar, jika ada tanaman yang direnggut dapat dipastikan satwa yang melakukan renggutan ini adalah Kijang atau Kambing hutan. Menurut Sahar (komunikasi pribadi, 2005), apabila renggutan pada lokasi makan cukup luas maka renggutan ini dilakukan oleh rusa, karena rusa mempunyai kebiasaan memakan daun tanaman dalam jumlah banyak, bahkan seringkali setelah maka n rusa akan beristirahat pada lokasi makan tersebut. Lain halnya dengan kambing hutan dan kijang, renggutan dilakukan dalam keadaan berjalan, sehingga jumlah renggutan yang ada seringkali hanya satu batang sampai dengan tiga batang arah kiri atau kanan pada areal lintasnya. Walaupun lokasi dan tingkah laku makan antara kambing dengan kijang hampir sama, namun antara keduanya dapat dibedakan bagian yang direngutnya.

52 Jika pada tumbuhan yang direnggut adalah bagian kuncup daun yang lunak, renggutan ini dilakukan oleh kijang, sedangkan jika renggutan dilakukan pada daun yang agak lebih keras (tua), maka renggutan ini dilakukan oleh kambing hutan (Marlis, 1998 dalam Muharizal 1999). Menurut Sahar (komunikasi pribadi, 2005), kijang memakan tumbuhan pada bagian pucuk daun dan kambing hutan memakan tumbuhan pada bagian pucuk daun hingga bagian daun yang agak lebih keras (tua). 2. Potensi jenis tumbuhan pakan kambing hutan Indeks Nilai Penting adalah Indeks yang menggambarkan dominansi suatu jenis tumbuhan. Dipilih tiga jenis yang memiliki nilai penting tertinggi untuk tiap tingkat pertumbuhan dari masing-masing vegetasi. Jenis -jenis pakan yang mendominasi di setiap tipe vegetasi berbeda-beda. Berikut merupakan gambar struktur dan komposisi jenis pakan dari tiap vegetasi. a. Tipe vegetasi Hutan Pegunungan Bawah Tabel 10. Indeks Nilai Penting jenis pakan tingkat pertumbuhan tumbuhan bawah pada tipe Hutan Pegunungan bawah No Nama lokal Nama ilmiah K(ind/ha) F INP(%) 1 Inai puyuh Impatiens platypetala 142,85 0,03 1,52 2 Sepau - 857,14 0,17 9,09 3 Asam sipih Begonia sp. 1285,71 0,09 5,42 4 Nuju ,86 0,34 27,28 5 Inai hitam Impatiens sp ,29 0,83 114,80 6 Sepisang Colocasia antiquorum 2428,57 0,29 16,17 7 Sekuju ,09 6,15 8 Asam gunung ,43 0,26 19,53 Jumlah ,86 2, Tabel 11. Indeks Nilai Penting jenis pakan tingkat pertumbuhan semai pada tipe Hutan Pegunungan bawah No Nama lokal Nama ilmiah K(ind/ha) F INP(%) 1 Kacande putih Pilea sp ,29 0,60 154,10 2 Pabung Aralia ferox 4285,71 0,29 45,86 Jumlah , Berdasarkan Tabel 10 dan 11, pada tipe vegetasi hutan Pegunungan Bawah ditemukan 8 jenis pakan tingkat tumbuhan bawah dan 2 tingkat semai (dapat dilihat pada lampiran 3). Pada tingkat tumbuhan bawah jenis yang mendominasi ialah inai hitam (Impatiens sp.) dengan INP 114,8%, Kerapatan ,29

53 (ind/ha), dan Frekuensi 0,83. Sedangkan pada tingkat semai jenis yang mendominasi ialah Kacande putih (Pilea sp.) dengan INP 154,1%, Kerapatan ,29 (ind/ha), dan Frekuensi 0,6. Besarnya nilai kerapatan inai hitam dan kacande putih berarti ketersedian jenis tersebut cukup melimpah dan dapat memenuhi kebutuhan pakan kambing hutan sumatera. b. Tipe vegetasi Hutan Pegunungan Tabel 12. Indeks Nilai Penting jenis pakan tingkat pertumbuhan tumbuhan bawah pada tipe Hutan Pegunungan No Nama lokal Nama ilmiah K(ind/ha) F INP(%) 1 Inai puyuh Impatiens sp ,11 17,76 2 Sepau ,28 0,20 15,84 3 Asam sipi Begonia sp. 7214,28 0,29 20,37 4 Nuju ,14 0,46 36,22 5 Inai hitam Impatiens sp ,86 0,86 99,13 6 Sepisang Colocasia antiquorum 500 0,09 4,53 7 Asam gunung - 785,71 0,11 6,15 Jumlah ,30 2, Tabel 13. Indeks Nilai Penting jenis pakan tingkat pertumbuhan semai pada tipe Hutan Pegunungan No Nama lokal Nama ilmiah K(Ind/ha) F INP(%) 1 Pabung Aralia ferox 1928,57 0,20 31,03 2 Kacande putih Pilea sp ,86 0, s Jumlah 21071,43 0, Berdasarkan Tabel 12 dan 13, pada tipe vegetasi hutan Pegunungan ditemukan 7 jenis pakan tingkat tumbuhan bawah dan 2 tingkat semai (dapat dilihat pada lampiran 4). Pada tingkat tumbuhan bawah jenis yang mendominasi ialah inai hitam (Impatiens sp.) dengan INP (99,13%), Kerapatan ,86 (ind/ha), dan Frekuensi 0,86. Sedangkan pada tingkat semai jenis yang mendominasi ialah kacande putih (Pilea sp.) dengan INP (169%), Kerapatan ,86 (ind/ha), dan Frekuensi 0,71. Besarnya nilai kerapatan inai hitam dan kacande putih berarti ketersedian jenis tersebut cukup melimpah dan dapat memenuhi kebutuhan pakan kambing hutan sumatera. Berdasarkan data yang disajikan, jenis pakan kambing hutan sumatera yang mendominasi pada kedua tipe hutan sama yaitu inai hitam pada tingkat tumbuhan bawah dan kacande putih pada tingkat semai. Ini menunjukkan bahwa penyebaran jenis pakan kambing hutan sumatera pada wilayah penelitian merata.

54 3. Keanekaragaman jenis pakan Keanekaragaman jenis pakan merupakan gambaran banyaknya jenis pakan dan kelimpahannya. Berdasarkan perhitungan Indeks Keanekaragaman Shannon dari tiap tipe hutan, diketahui keanekaragaman jenis tumbuhan pakan terdapat pada tingkat pertumbuhan semai dan tumbuhan bawah (dapat dilihat pada gambar 32) Nilai Keanekaragam Tumbuhan bawah Semai 0 Pegunungan bawah Pegunungan Gambar 32. Nilai keanekaragaman jenis pakan Kambing hutan di tipe hutan pegunungan bawah dan hutan pegunungan Pada tipe Hutan Pegunungan bawah, tingkat tumbuhan bawah mempunyai nilai keanekaragaman jenis pakan yang rendah (0,88), sedangkan pada tingkat semai mempunyai nilai keanekaragaman jenis pakan yang rendah (0,41). Pada tipe Hutan Pegunungan, tingkat tumbuhan bawah mempunyai nilai keanekaragaman jenis pakan yang tinggi (1,12), sedangkan pada tingkat semai mempunyai nilai keanekaragaman jenis pakan rendah (0,32). Kambing hutan sumatera memakan tumbuhan pada tingkat tumbuhan bawah dan semai. Hal ini karena kambing hutan sumatera lebih mudah meraih pucuk daun yang disukainya pada tingkatan tersebut. pilihan pakan bagi kambing hutan sumatera. Berdasarkan nilai keanaekaragaman yang jenis pakan kambing hutan sumatera di lokasi penelitian cukup bervariasi.

55 D. Cover/Lindungan Berdasarkan identifikasi cover yang ditemukan maka didapat : Tabel 14. Bentuk cover, suhu dan vegetasi sekitar cover. Koordinat Lokasi Jejak Bentuk Ukuran Vegetasi Suhu Kelem baban 47 M Gn. Kecil Bekas h = 2160 badan UTM mdpl M UTM M UTM M UTM M UTM M UTM Gn. Kecil h = 2160 mdpl Gn. Kecil h = 2160 mdpl Gn. Kecil h = 2100 mdpl Gn. Lumut h = 2220 mdpl Gn. Hulu Sangir h = 2020 mdpl Bekas badan Bekas badan Jejak kaki p = 8 cm lbd = 6 cm lbb = 7 cm Gesekan badan Bekas badan Bekas badan Cover Lubang di Pohon Medang Sisik Cover Lubang di Pohon Medang Sisik Cover Lubang di Pohon Medang Sisik Cover Lubang di Pohon Medang Sisik Cover Batu Tanah terbuka dekat tempat makan p = 230 cm l = 88 cm t = 125 cm p = 180 cm l = 150 cm t = 111 cm p = 85 cm l = 290 cm t = 78 cm p = 150 cm l = 115 cm t = 118 cm p = 225 cm l = 78 cm t = 90 cm p = 100 cm l = 90 cm Lumut Anggrek Kap, Semata Semesi, Sejau, Liana Paku kawat Lumut, Anggrek Semesi, Keruduk Liana Lumut, Anggrek Paku kawat, Paku sigai Semesi Ampening putih Kelat putih Lumut Paku kawat Semesi Semata, Anggrek Keruduk, Liana Lumut, Inai hitam Paku kawat, Medang hijau Semata, Keruduk Medang jeluang Kacande putih Inai hitam Nuju Kacande putih Sebelas hari Topografi 14 88% Tebing Kemiringan % Tebing kemiringan % Tebing kemiringan % Tebing kemiringan % Pinggir tebing kemiringan % Dataran

56 Berdasarkan tanda -tanda keberadaan kambing hutan sumatera seperti jejak kaki dan rambut badan.ditemukan 3 lokasi cover yaitu di puncak Gn. Kecil, puncak Gn. Lumut dan Gn. Hulu Sangir. Menurut Roesjdi (1989), rangsangan berupa cuaca yang cukup panas pada siang hari menyebabkan kambing hutan sumatera mencari tempat-tempat yang teduh untuk istirahat. Pada lokasi Gn. Kecil ditemukan 3 buah cover berupa pohon besar yang pada bagian akarnya berlubang. Cover pohon tersebut berfungsi sebagai tempat berlindung dari panas matahari pada siang hari. Pada Gn. Lumut ditemukan cover berupa cekungan batu. Cover batu tersebut berfungsi sebagai tempat berlindung dari panas matahari pada siang hari. Sedangkan pada Gn. Hulu Sangir hanya ditemukan bekas istirahat di tanah terbuka. Berdasarkan koordinat cover, umumnya lokasi ditemukan cover pada ketinggian diatas 2100 m dpl dan terdapat pada jalur lintasan kambing hutan. Kambing hutan sumatera akan lari menuju tebing untuk menghindar dari pemangsa. Khusus pada Gn. Kecil, cover yang ditemukan letaknya berdekatan. Cover yang ditemukan di Gn. Kecil mempunyai kesamaan bentuk yaitu berupa cover pohon dengan ukuran panjang ±200cm, lebar ±80cm, dan tinggi ±100cm. Suhu cover ± 14ºC dan kelembaban 88%. Penyebaran cover kambing hutan yang ditemukan tidak tersebar merata karena hanya terdapat pada tempat tertentu saja. Di lokasi puncak Gn.Kecil, ditemukan 4 buah cover pohon yang terdapat pada lintasan kambing hutan yang berfungsi sebagai tempat berlindung dari panas matahari pada siang hari (dapat dilihat pada gambar 33-36). Cover tersebut umumnya berada pada sisi tebing dengan kemiringan sekitar Cover yang ditemukan berupa pohon Medang Sisik yang bagian akarnya berlubang. Pohon Medang Sisik merupakan jenis pohon yang bercabang dimana pada bagian akarnya besar dan kuat yang berfungsi sebagai tempat persembunyian dari pemangsa. Suhu pada cover pohon yang ada di Gn. Kecil sekitar 14 C dengan kelembaban 89% sehingga merupakan tempat beristirahat yang teduh bagi kambing hutan sumatera setelah beraktivitas makan. Vegetasi sekitar cover pohon tersebut umumnya jenis paku kawat, paku sigai, lumut, anggrek, liana, kap, keruduk, semesi, sejau, ampening putih dan kelat putih.

57 Gambar 33. Cover kambing hutan sumatera di Gn.Kecil sebagai tempat istirahat Gambar 34. Cover kambing hutan sumatera di Gn.Kecil sebagai tempat istirahat Gambar 35. Cover kambing hutan sumatera di Gn.Kecil sebagai tempat istirahat Gambar 36. Cover kambing hutan sumatera di Gn.Kecil sebagai tempat istirahat Kambing hutan sumatera menyukai tempat tinggal berupa daerah berbatu kapur yang bertebing curam. Pada siang hari, kambing hutan sumatera bersembunyi di bawah semak-semak belukar. Kambing hutan sumatera juga suka menghuni tebing-tebing untuk bersembunyi pada siang hari. Bagian tebing yang dipilihnya ialah yang menghadap ke lembah atau jurang. Kambing hutan suka bersembunyi dalam gua-gua yang tidak dalam (Direktorat PPA, 1978). Pada lokasi Gn. Lumut, cover terdapat pada puncak Gn. Lumut yang merupakan lintasan kambing hutan (dapat dilihat pada gambar 37). Cover yang

58 ditemukan berupa cekungan batu yang berada pada sisi tebing dengan kemiringan sekitar 80 yang berfungsi sebagai tempat berlindung dari panas matahari pada siang hari. Suhu pada cover batu yang ada di Gn. Lumut sekitar 12 C dan kelembaban 88%, cekungan batu tersebut agak datar sehingga merupakan tempat yang cocok untuk beristirahat kambing hutan sumatera setelah beraktivitas makan. Vegetasi sekitar cover pohon tersebut umumnya jenis paku kawat, inai hitam, kacande putih, lumut, anggrek, liana, kap, keruduk, semata, medang hijau, dan medang jeluang. Gambar 37. Cover kambing hutan sumatera di Gn. Lumut sebagai tempat istirahat Pada lokasi Gn. Hulu Sangir hanya ditemukan bekas istirahat kambing hutan di tanah terbuka (dapat dilihat pada gambar 38). Topografi sekitar bekas istirahat tersebut merupakan dataran dengan suhu sekitar 14 C dan kelembaban 89%. Vegetasi sekitar cover pohon tersebut umumnya jenis paku kawat, inai hitam, kacande putih, nuju, sebelas hari, dan semata. Gambar 38. Bekas istirahat kambing hutan sumatera Gn. Hulu Sangir

59 E. Sumber air Sumber air ya ng digunakan satwaliar umumnya tergantung kepada ketersediaan airnya dan bentuk sumber air tersebut. 1. Ketersediaan air Data curah hujan pada kawasan Gunung tujuh dari tahun maka tampak bahwa ketersediaan air mencukupi tiap tahunnya (dapat dilihat pada gambar 39) curah hujan Agustus September Oktober 20 0 Gambar 39. Curah hujan selama bulan Agustus-Oktober Tahun Umumnya pada bulan Agustus-Desember merupakan bulan-bulan dengan curah hujan tertinggi (musim penghujan). Penelitian dilakukan pada bulan Agustus -Oktober, maka ketersediaan air di kawasan pada waktu penelitian melimpah karena merupakan musim penghujan. 2. Bentuk sumber air ditemukan : Berdasarkan pengamatan di lapang, bentuk sumber air minum yang

60 Tabel 15. Sumber air minum di sekitar Danau Gunung Tujuh Koordinat Lokasi Bentuk Sumber Air Luas Sumber Air (pxl) 47 M Gn. Jujuhan Anak Sungai p = 94 cm UTM h = 2009 mdpl l = 69 cm d = 15 cm 47 M UTM M UTM M UTM M UTM Gn. Jujuhan h = 1860 mdpl Gn Jujuhan h = 1860 mdpl Gn Kecil h = 1800 mdpl Gn. Kecil h = 1810 mdpl Bukit Pondok Saung h = 1840 mdpl Gn Terpanggang h = 1820 mdpl Gn Hulu Sangir h = 2010 mdpl Anak Sungai Anak Sungai Sungai Anak Sungai Sungai p = 81 cm l = 58 cm d = 12 cm p = 170 cm l = 150 cm d = 13 cm p = 250 cm l = 150 cm d = 20 cm p = 150 cm l = 130 cm d = 15 cm p = 10 m l = 5 m d = 37 cm Sungai p = 2 m l = 5 m d = 15 cm Anak Sungai p = 160 cm l = 70 cm d = 8 cm Ph Vegetasi sekitar 6 o Paku sigai o Inai hitam o Kacande putih o Sebelas hari o Asam sipi o Pabung o Sepisang 6 o Inai hitam o Kacande putih o Sebelas hari o Asam sipi o Paku kawat 6 o Inai hitam o Kacande putih o Sebelas hari o Asam sipi o Paku kawat o Lolo ayam 6 o Paku kawat o Paku lahat o Inai hitam o Sebelas hari o Kacande putih o Lolo ayam 6 o Inai hitam o Kacande putih o Sepisang o Paku kawat o Sebelas hari o Paku kenukut o Sejo 6 o Paku lahat o Paku kawat o Lolo ayam o Inai hitam o Kacande putih o Asam sipi o Sebe las hari o Pisang hutan 6 o Inai hitam o Paku lahat o Paku sigai o Sepisang o Pabung 6 o Inai hitam o Kacande putih o Paku kawat o Paku sigai o Sebelas hari o Sepau o Sepisang Dari hasil pengamatan lapang, lokasi ditemukannya sumber air minum antara lain di Gn. Jujuhan, Gn. Kecil, Gn.Terpanggang, Bukit Pondok Saung dan Gn. Hulu Sangir. Sumber air minum yang ditemukan umumnya berbetuk sungai dan air terjun, tidak ditemukan mata air, cekungan di pohon atau genangan.

61 Sumber air yang ditemukan ketersediaan airnya melimpah dan biasanya berdekatan dengan sumber pakan kambing hutan sumatera. Sumber-sumber air minum tersebut antara lain 3 anak sungai di Gn. Jujuhan, 2 anak sungai di Gn. Kecil, 1 sungai di Bukit Pondok Saung, 1 sungai di Gn. Terpanggang, 1 anak sungai di Gn. Hulu Sangir. Pada lokasi Gn. Jujuhan ditemukan 3 buah sumber air berupa anak sungai (dapat dilihat pada gambar 40-42). Lokasi anak sungai 1 dengan ketinggian 2009 m dpl, memiliki tingkat keasaman (ph) 6 dan warna air sungai tersebut jernih. Vegetasi sekitar sungai antara lain : paku sigai, inai hitam, kacande putih, sebelas hari, asam sipih, pabung dan sepisang. Lokasi anak sungai 2 dengan ketinggian 1860 m dpl, memiliki tingkat keasaman (ph) 6 dan warna air sungai tersebut jernih. Vegetasi sekitar sungai antara lain : paku kawat, inai hitam, kacande putih, sebelas hari, dan asam sipih. Lokasi anak sungai 3 dengan ketinggian 1860 m dpl, memiliki tingkat keasaman (ph) 6. Vegetasi sekitar sungai antara lain : paku sigai, inai hitam, kacande putih, sebelas hari, asam sipih, dan lolo ayam. Gambar 40. Sumber air Gn. Jujuhan Gambar 41. Sumber air Gn. Jujuhan Gambar 42. Sumber air Gn. Jujuhan

62 Pada lokasi Gn. Kecil ditemukan 2 buah sumber air berupa anak sungai (dapat dilihat pada gambar 43-45). Lokasi anak sungai 1 dengan ketinggian 1800 m dpl, memiliki tingkat keasaman (ph) 6 dan air berwarna jernih. Vegetasi sekitar sungai antara lain : paku lahat, paku kawat, inai hitam, kacande putih, sebelas hari, dan lolo ayam. Lokasi anak sungai 2 dengan ketinggian 1810 m dpl, memiliki tingkat keasaman (ph) 6, air berwarna jernih. Vegetasi sekitar sungai antara lain : paku kawat, paku kenukut, sejau, inai hitam, kacande putih, sebelas hari, dan sepisang. Gambar 43.Sumber air Gn.Kecil Gambar 44. Sumber air Gn.Kecil Pada lokasi Gn. Terpanggang dengan ketinggian 1800 m dpl ditemukan sebuah sumber air berupa sungai, memiliki tingkat keasaman (ph) 6 dan air berwarna jernih. Vegetasi sekitar sungai antara lain :paku lahat, paku sigai, inai hitam, kacande putih, sepisang, dan pabung. Gambar 45. Sumber air Gn. Terbakar Pada lokasi Gn. Hulu Sangir dengan ketinggian 2010 m dpl ditemukan sebuah sumber air berupa anak sungai, memiliki tingkat keasaman (ph) 6 dan air berwarna jernih (dapat dilihat pada gambar 46). Vegetasi sekitar sungai antara lain

63 : paku kawat, paku sigai, inai hitam, kacande putih, sebelas hari, sepau dan sepisang.. Gambar 46. Sumber air Gn. Hulu sangir Pada lokasi Bukit Pondok Saung dengan ketinggian 2010 m dpl ditemukan sebuah sumber air berupa sungai, memiliki tingkat keasaman (ph) 6 dan air berwarna jernih (dapat dilihat pada gambar 47). Vegetasi se kitar sungai antara lain : paku lahat, paku kawat, inai hitam, kacande putih, sebelas hari, asam sipih, lolo ayam dan pisang hutan. Gambar 47. Sumber air Bukit Pondok Saung Kawasan Gunung Tujuh memeiliki komponen habitat kambing hutan sumatera seperti tempat makan, cover, dan sumber air. Penyebaran habitat kambing hutan sumatera di kawasan Gunung Tujuh dapat dapat dilihat pada gambar 48.

64 Gambar 48. Peta Habitat Kambing hutan sumatera di kawasan Gunung T ujuh E. Ancaman Selama penelitian tidak ditemukan Kambing hutan sumatera melalui perjumpaan langsung, hanya ditemukan tanda-tanda keberadaannya seperti jejak kaki, bekas makan, bekas istirahat, dan bulu. Tidak dapat dipungkiri di daerah Kawasan Gunung Tujuh, kambing hutan sumatera merupakan satwa yang sangat langka sehingga sulit untuk ditemukan secara langsung. Penyebab kelangkaannya antara lain rusaknya habitat kambing hutan sumatera akibat perladangan dan penebangan. Akan tetapi faktor yang paling uta ma ialah karena adanya perburuan liar. Menurut Zubir (komunikasi pribadi, 2005), sejak tahun 80an kambing hutan sumatera diburu secara besar-besaran sampai akhir tahun 90an. Seorang pemburu saja selama masa perburuan tersebut telah mendapatkan 40 ekor kambing hutan. Sampai saat ini masih terdapat perburuan liar tetapi tidak seintensif tahun 80an- 90an. Itu sebabnya saat ini kambing hutan sumatera sangat langka karena populasinya sudah menurun. Umumnya mereka berburu ketika menjelang bulan puasa. Untuk mendapatkan kambing hutan para pemburu biasanya memasang jerat di sekitar kawasan Gunung Tujuh. Lokasi peletakan jerat di sekitar Gn. Terpanggang, Gn. Jujuhan, Gn. Kecil, Gn. Hulu Sangir dan Gn. Lumut (dapat

65 dilihat pada gambar 48). Umumnya para pemburu tersebut adalah masyarakat sekitar Gn Tujuh. Mereka berburu kambing hutan sumatera untuk berbagai tujuan antara lain : dagingnya untuk dikonsumsi sendiri, tanduknya untuk obat penangkal racun guna-guna dan kulitnya untuk hiasan dinding. Gambar 49.Tali jerat kambing hutan sumatera Tabel 16. Laju kerusakan hutan kawasan di TNKS di tiap kabupaten/tahun dari (%) No Kabupaten Kerinci 0,05 0,03 2 Bungo 0, Merangin 0,05 0,19 4 Musi rawas 0,01 0,19 5 Pesisir Selatan 0,05 0,12 6 Rejang Lebong 0,03 0,55 7 SWLJJ 0, Solok 0,67 0,51 9 Bengkulu Utara 0,01 0,03 Total 0,96 2,92 Sumber : Balai TNKS dalam Adnan (2004) Selain perburuan liar, masalah yang menyebabkan menurunnya populasi kambing hutan adalah degradasi habitat yang diakibatkan pembukaan lahan untuk perladangan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar (dapat dilihat pada gambar 49). Sejak tahun 90an masyarakat sekitar gunung Tujuh membuka lahan untuk perladangan. Umumnya mereka berladang jenis -jenis sayuran seperti kentang, kol, dan cabe. Sampai saat inipun pembukaan lahan untuk perladangan masih terjadi,

66 bahkan sudah memasuki kawasan Gunung Tujuh. Akan tetapi pihak Taman Nasional Kerinci Seblat belum memberikan laranga n tegas untuk menghentikan pembukaan lahan tersebut. Oleh karena itu pembukaan lahan untuk perladangan merupakan ancaman yang serius bagi kambing hutan sumatera yang ada di Kawasan Gunung Tujuh. Gambar 50. Pembukaan lahan untuk perladangan

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 0 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Bidang Pengelolaan Wilayah III Bengkulu dan Sumatera Selatan, SPTN V Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman Nasional Kerinci

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) Jawa Tengah, difokuskan di lereng sebelah selatan Gunung Merbabu, yaitu di sekitar

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. status Nature Reserve (cagar alam) seluas 298 ha. Kemudian berdasarkan Surat

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. status Nature Reserve (cagar alam) seluas 298 ha. Kemudian berdasarkan Surat IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Status Kawasan Kawasan ini ditunjuk berdasarkan Besluit Van Der Gouverneur General Van Netherlanch Indie No. 15 Stbl 24 tahun 1933 tanggal 10 Januari 1933 dengan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI Dalam Rangka Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Alam Kabupaten Pandegalang dan Serang Propinsi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan September 2005 di empat lokasi Taman Nasional (TN) Gunung Halimun-Salak, meliputi tiga lokasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Stasiun Penangkaran Semi Alami Pulau Tinjil, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Penelitian ini dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA SATWALIAR PADA HUTAN KONSERVASI (Kasus : SM. Barumun, Sumatera Utara)

POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA SATWALIAR PADA HUTAN KONSERVASI (Kasus : SM. Barumun, Sumatera Utara) POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA SATWALIAR PADA HUTAN KONSERVASI (Kasus : SM. Barumun, Sumatera Utara) BALAI PENELITIAN KEHUTANAN AEK NAULI PENDAHULUAN Ekowisata berkembang seiringin meningkatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera merupakan pulau yang memiliki luas hutan terbesar ketiga setelah pulau

I. PENDAHULUAN. Sumatera merupakan pulau yang memiliki luas hutan terbesar ketiga setelah pulau 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera merupakan pulau yang memiliki luas hutan terbesar ketiga setelah pulau Kalimantan dan Papua, Hutan Sumatera mengalami kerusakan yang cukup tinggi. Sejak Tahun

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa 19 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di Malaysia (Semenanjung Malaya) H. syndactylus continensis (Gittin dan Raemaerkers, 1980; Muhammad,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung (Gambar 2) pada bulan Juli sampai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal ,31 ha secara geografis

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal ,31 ha secara geografis 19 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis dan Administrasi Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal 22.249,31 ha secara geografis terletak diantara 105⁰ 02 42,01 s/d 105⁰ 13 42,09 BT dan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 26 III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Lokasi kawasan Gunung Endut secara administratif terletak pada wilayah Kecamatan Lebakgedong, Kecamatan Sajira, Kecamatan Sobang dan Kecamatan Muncang,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 12 BAB III METODOLOGI PENELIT TIAN 31 Waktu dan Tempat Penelitian inii dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang berlokasi di TAHURA Inten Dewata dimana terdapat dua lokasi yaitu Gunung Kunci dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan 23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit, SPTN Wilayah II, Taman Nasional

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam (Supriatna dan Wahyono, 2000), dan Sumatera merupakan daerah penyebaran primata tertinggi, yaitu

Lebih terperinci

STUDI PEMANFAATAN HASIL HUTAN OLEH MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL MANUSELA

STUDI PEMANFAATAN HASIL HUTAN OLEH MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL MANUSELA STUDI PEMANFAATAN HASIL HUTAN OLEH MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL MANUSELA (Studi Kasus : Desa Horale, Desa Masihulan, Desa Air Besar, Desa Solea dan Desa Pasahari) WISYE SOUHUWAT DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak dan Luas Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak antara 6 0 21-7 0 25 Lintang Selatan dan 106 0 42-107 0 33 Bujur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan konservasi terdiri dari kawasan suaka alam termasuk cagar alam dan suaka margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam, dan taman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Gajah Sumatera Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub species gajah asia (Elephas maximus). Dua sub species yang lainnya yaitu Elephas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit Taman Nasional Meru Betiri. Gambar 3.1. Peta Kerja

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) Kawasan lindung Bukit Barisan Selatan ditetapkan pada tahun 1935 sebagai Suaka Marga Satwa melalui Besluit Van

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi 12 Gymnospermae lebih efisien pada intensitas cahaya tinggi (Kramer & Kozlowski 1979). Sudomo (2007) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang berlebihan akan menyebabkan laju transpirasi tinggi, sedangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi

Lebih terperinci

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut.

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut. PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI GUNUNG ASEUPAN Dalam Rangka Konservasi Dan Rehabilitasi Kerusakan Sumberdaya Alam Propinsi Banten PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 24 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Sejarah Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu merupakan kawasan yang berubah peruntukannya dari kebun percobaan tanaman kayu menjadi taman wisata di Kota Palembang.

Lebih terperinci

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK A. Kehadiran Satwaliar Kelompok Mamalia Kawasan Gunung Parakasak memiliki luas mencapai 1.252 ha, namun areal yang berhutan hanya tersisa < 1%. Areal hutan di Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta

Lebih terperinci

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO 1 PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO RESTU GUSTI ATMANDHINI B E 14203057 DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman primata yang tinggi, primata tersebut merupakan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi kehidupan

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunung Lawu adalah gunung yang terletak di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gunung ini mempunyai ketinggian 3265 m.dpl. Gunung Lawu termasuk gunung dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Propinsi Sumatera Utara, dan secara geografis terletak antara 98 o o 30 Bujur

II. TINJAUAN PUSTAKA. Propinsi Sumatera Utara, dan secara geografis terletak antara 98 o o 30 Bujur II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Lokasi a. Letak dan Luas Taman Wisata Alam (TWA) Sicike-cike secara administratif berada di Dusun Pancur Nauli Desa Lae Hole, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi Propinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 s.d 20 September 2011 di Taman hutan raya R. Soerjo yang terletak di Kota Batu, Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah cecah (Presbytis melalophos). Penyebaran cecah ini hampir di seluruh bagian pulau kecuali

Lebih terperinci

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI (Shorea spp.) PADA AREAL PMUMHM DI IUPHHK PT. ITCI Kartika Utama KALIMANTAN TIMUR YULI AKHIARNI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 19/Menhut-II/2010 TENTANG PENGGOLONGAN DAN TATA CARA PENETAPAN JUMLAH SATWA BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 19/Menhut-II/2010 TENTANG PENGGOLONGAN DAN TATA CARA PENETAPAN JUMLAH SATWA BURU PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 19/Menhut-II/2010 TENTANG PENGGOLONGAN DAN TATA CARA PENETAPAN JUMLAH SATWA BURU Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi dan Klasifikasi Ilmiah Daun Sang (Johannestijsmania altifrons)

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi dan Klasifikasi Ilmiah Daun Sang (Johannestijsmania altifrons) TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Klasifikasi Ilmiah Daun Sang (Johannestijsmania altifrons) Daun Sang yang merupakan genus tanaman unik, pertama kali ditemukan di pedalaman Sumatera, Indonesia pada awal

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL BALURAN. Oleh : RINI NOVI MARLIANI E

STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL BALURAN. Oleh : RINI NOVI MARLIANI E STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL BALURAN Oleh : RINI NOVI MARLIANI E34101037 DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi Taman Nasional Ujung Kulon.

BAB III METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi Taman Nasional Ujung Kulon. BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2009 hingga Agustus 2009. Lokasi penelitian terletak di daerah Semenanjung Ujung Kulon yaitu Cigenter, Cimayang, Citerjun,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan dari bulan November 010 sampai dengan bulan Januari 011 di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Peta lokasi pengamatan dapat dilihat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-ekologi 1. Taksonomi Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and Napier, 1986). Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Orangutan Orangutan merupakan hewan vertebrata dari kelompok kera besar yang termasuk ke dalam Kelas Mamalia, Ordo Primata, Famili Homonidae dan Genus Pongo, dengan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Luas HPGW secara geografis terletak diantara 6 54'23'' LS sampai -6 55'35'' LS dan 106 48'27'' BT sampai 106 50'29'' BT. Secara administrasi pemerintahan HPGW

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53 SIARAN PERS Populasi Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon Jakarta, 29 Desember 2011 Badak jawa merupakan satu dari dua jenis spesies badak yang ada di Indonesia dan terkonsentrasi hanya di wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. Rusa di Indonesia terdiri dari empat spesies rusa endemik yaitu: rusa sambar (Cervus unicolor),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH Oleh : Sri Harjanti W, 0606071834 PENDAHULUAN Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan wilayah tata air dan ekosistem yang di dalamnya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. Penelitian ini dilakukan di kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali (Studi Kasus: Desa Bulu

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak

Lebih terperinci

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. TODO CONSULT 1. Hendra Masrun, M.P. 2. Djarot Effendi, S.Hut.

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. TODO CONSULT 1. Hendra Masrun, M.P. 2. Djarot Effendi, S.Hut. PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG KARANG Dalam Rangka Konservasi dan Rehabilitasi Kerusakan Sumberdaya Alam Propinsi Banten PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. TODO CONSULT

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Timor memiliki avifauna yang unik (Noske & Saleh 1996), dan tingkat endemisme burung tertinggi dibandingkan dengan beberapa pulau besar lain di Nusa Tenggara (Pulau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 14 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan dikenal sebagai salah satu Megabiodiversity Country. Pulau Sumatera salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kelas : Mamalia Ordo : Primates Subordo : Anthropoidea Infraordo :

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di stasiun penelitian Yayasan Ekosistem Lestari Hutan Lindung Batang Toru Blok Barat, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,

Lebih terperinci

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia tergolong dalam 10 negara megadiversitas dunia yang memiliki keanekaragaman paling tinggi di dunia (Mackinnon dkk dalam Primack dkk, 2007:454). Keanekaragaman

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Nasional Kerinci Seblat, tepatnya di Resort Batang Suliti, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah IV, Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 21 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan secara langsung di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Maret sampai dengan bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak di daerah beriklim tropis sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) Indonesia menjadi salah

Lebih terperinci

12/29/2010. PEMODELAN SPASIAL KESESUAIAN HABITAT TAPIR (Tapirus indicus Desmarest 1819) DI RESORT BATANG SULITI- TAMAN NASIONAL KERINCI-SEBLAT

12/29/2010. PEMODELAN SPASIAL KESESUAIAN HABITAT TAPIR (Tapirus indicus Desmarest 1819) DI RESORT BATANG SULITI- TAMAN NASIONAL KERINCI-SEBLAT PEMODELAN SPASIAL KESESUAIAN HABITAT TAPIR (us indicus Desmarest 1819) DI RESORT BATANG SULITI- TAMAN NASIONAL KERINCI-SEBLAT Dieta Arbaranny Koeswara / E34050831 1. Latar Belakang Taman Nasional Kerinci

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Macan tutul jawa (Panthera pardus melas Cuvier, 1809) merupakan sub spesies macan tutul (Panthera pardus Linnaeus, 1758) yang memiliki morfologi dan genetika sangat berbeda

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT Ana Dairiana, Nur illiyyina S, Syampadzi Nurroh, dan R Rodlyan Ghufrona Fakultas Kehutanan - Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Analisis vegetasi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Taksonomi dan Deskripsi Burung Walet Terdapat beberapa jenis Burung Walet yang ditemukan di Indonesia diantaranya Burung Walet Sarang Putih, Burung Walet Sarang Hitam, Burung

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasim wilayah bagian Kelurahan Muara Fajar Kecamatan Minas Kabupaten Siak pada bulan

Lebih terperinci

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT ECOSITROP 1. Dr. Yaya Rayadin 2. Adi Nugraha, SP.

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT ECOSITROP 1. Dr. Yaya Rayadin 2. Adi Nugraha, SP. PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PARAKASAK Dalam Rangka Konservasi dan Rehabilitasi Kerusakan Sumberdaya Alam Propinsi Banten PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT ECOSITROP

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON (Study of Wallow Characteristics of Javan Rhinoceros - Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822 in

Lebih terperinci

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 POTENSI

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 12 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Cagar Alam Sukawayana, Desa Cikakak, Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Waktu penelitian

Lebih terperinci