V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Profil Puskemas Lokasi puskesmas yang menjadi bahan penelitian berada di Kabupaten Bogor dan tersebar di kecamatan yang berbeda-beda, yaitu Kecamatan Pamijahan, Leuwiliang, Ciomas, Sukaraja, Bojong gede, Tenjolaya, Rumpin, Gunung Sindur, Cileungsi, Cigombong, Tajur halang, Kemang, Citereup, Caringin, Cariu, Cigudeg, Tanjungsari, Jasinga, Cibinong, dan Cisarua. Berdasarkan fungsinya, puskesmas terdiri dari dua jenis yaitu puskesmas perawatan (inap) dan puskesmas non perawatan (non inap). Perbedaan antara puskesmas perawatan dan puskesmas non perawatan adalah ketersediaan tempat dan fasilitas untuk menerima pasien yang membutuhkan rawat inap. Puskesmas rawat inap adalah puskesmas dengan fasilitas tempat perawatan dan ruang tambahan untuk menolong penderita gawat darurat baik berupa tindakan operatif terbatas maupun perawatan sementara. Fungsinya sebagai Pusat Rujukan Antara yang melayani penderita gawat darurat sebelum dapat dirujuk ke rumah sakit. Kriteria yang harus dipenuhi puskesmas rawat inap adalah sebagai berikut: 1. Puskesmas harus terletak kira-kira 20 km dari rumah sakit. 2. Mudah dicapai dengan kendaraan bermotor dari puskesmas sekitarnya. 3. Dipimpin oleh seorang dokter disertai tenaga kesehatan yang memadai. 4. Jumlah kunjungan minimal 100 orang per hari. 5. Penduduk wilayah puskesmas dan penduduk 3 puskesmas sekitarnya minimal 20,000 per puskesmas. 6. Pemerintah daerah bersedia menyediakan anggaran rutin yang mencukupi. Berdasarkan hasil survei, hanya sebesar % puskesmas yang termasuk jenis puskesmas perawatan dan % puskesmas yang merupakan puskesmas non perawatan (Gambar 2). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian puskesmas dalam wilayah penelitian tergolong kedalam puskesmas non perawatan (non inap). Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar puskesmas merupakan puskesmas non perawatan (non inap). Hal ini dipengaruhi oleh adanya kriteria yang harus dipenuhi oleh puskesmas tersebut. Puskesmas tersebut dibagi menjadi Unit Pelayanan Terpadu (UPT) dan Unit Pelayanan Fungsional (UPF). Profil puskesmas yang diperoleh dapat lihat pada (Tabel 6 dan Lampiran 5) % 30.43% n = 23 Gambar 2. Persentase puskesmas berdasarkan jenis

2 Tabel 6. Profil puskesmas N o Nama Puskesmas Jenis Puskesmas No Nama Puskesmas Jenis Puskesmas 1 Ciasmara Jl. KH. Abd. Hamid Pamijahan 13 Tajur Halang Jl. Cendrawasih No Leuwiliang Jl. M. Nor No. 3 Leuwiliang 14 Jampang Jl. Ds. Tagal 3 Puraseda Jl. M. Noh Nur Leuwiliang 15 Leuwinutug Jl. Jolok Situ Citereup 4 Ciomas Jl. Raya Kretek No. 1 Ciomas 16 Cinagara Jl. Cinagara Simpang III No Cilebut Jl. Raya Cilebut Timur Sukaraja 17 Cariu Jl. Brigjen Dharsono No Bojong Gede Jl. Kp. Bambu Kuning 18 Tanjung Sari Jl. H. Abd Halim No Tenjolaya Jl. R. Abd Fatah Tenjolaya 19 Jasinga Jl. Letnan Sayuti 8 Rumpin Jl. Praja Samlawi 20 Cimandala Jl. Raya Jakarta-Bogor 9 Cigudeg Jl. Raya Jasinga-Bogor 21 Cibinong Jl. Raya Bogor Km Gunung Sindur Jl. Pemuda No Cibulan Jl. Raya Puncak Km Cileungsi Jl. Camat Enjan No Curug Koleang 12 Cigombong Jl. Raya Cigombong No Sumberdaya Manusia (SDM) di Puskesmas Sumberdaya manusia di puskesmas merupakan salah satu faktor penting yang akan mempengaruhi kapasitas dan kesiapan puskesmas dalam menangani KLB keracunan pangan. Sistem ketenagaan yang ada di puskesmas dilaksanakan sesuai dengan program yang dikembangkan serta kemampuan dana, kuantitas tenaga didasarkan pada kebutuhan prioritas layanan kesehatan dan pendayagunaan tenaga kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan layanan kesehatan dan profesionalisme pekerjaan. Sesuai PP RI No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan yang seharusnya ada adalah tenaga medis, kesehatan masyarakat (penyuluh kesehatan, sanitarian), tenaga gizi, tenaga keperawatan, farmasi, dan teknisi medis (analis dan perawat gigi). 25

3 Jumlah SDM atau tenaga kerja di setiap puskesmas berbeda-beda. Hasil yang diperoleh pada survei ini menunjukkan bahwa sebagian besar puskesmas memiliki SDM sebanyak orang. Hal ini dapat dilihat (Gambar 3) dari nilai persentasenya yang lebih besar yaitu 44 %, sedangkan jumlah SDM antara orang sebesar 30 % dan jumlah SDM antara orang hanya 26 %. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah SDM di puskesmas terbatas. 26% 44% 30% orang orang orang n = 23 Gambar 3. Persentase sebaran SDM puskesmas Menurut Juster di dalam Depkes (1999), pendidikan merupakan faktor yang penting dalam seorang pekerja. Melalui pendidikan akan menghasilkan perubahan keseluruhan cara hidup seseorang. Selain itu, Pearlin dan Kohn di dalam Depkes (1999), menyatakan bahwa seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi mempunyai keinginan untuk mengembangkan dirinya sedangkan mereka yang berasal dari tingkat pendidikan rendah cenderung untuk mempertahankan kondisi yang telah ada. Oleh karena itu, dibutuhkan pendidikan untuk SDM yang akan bekerja di puskesmas karena mereka memiliki kualitas atau kemampuan yang dianggap perlu bagi peran tertentu. Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir, pada urutan pertama sebagian besar SDM yang bekerja di puskesmas adalah lulusan diploma, kemudian sarjana (S1), SLTA (setara), bahkan masih ada petugas puskesmas yang hanya memiliki pendidikan di bawah SLTA (setara). Namun, biasanya petugas puskesmas yang memiliki pendidikan di bawah SLTA (setara) bertugas di bagian tata usaha, atau pembantu umum. Akan tetapi, ada juga petugas puskesmas yang memiliki pendidikan master (S2). Petugas puskesmas lulusan master (S2) tersebut merupakan salah satu petugas di Puskesmas Cilebut yang menjabat sebagai kepala puskesmas. Puskesmas Cariu memiliki petugas lulusan diploma terbanyak yaitu 24 orang, sedangkan Puskesmas Cinagara hanya memiliki petugas lulusan diploma sebanyak 5 orang. Puskesmas Gunung Sindur memiliki lulusan sarjana (S1) terbanyak yaitu 8 orang dan Puskesmas Ciasmara dan Cinagara memiliki petugas lulusan sarjana (S1) hanya 1 orang. Dari data tidak terlihat adanya petugas puskesmas lulusan doktor (S3). Namun, terlihat bahwa hampir di setiap puskesmas memiliki petugas lulusan diploma yang lebih banyak dibandingkan lulusan lain. Hal ini dapat disebabkan oleh kebutuhan puskesmas sebagai pusat pelayanan masyarakat dalam bidang kesehatan yang banyak membutuhkan bidan atau perawat dan mereka berkompetensi di bidang tersebut. Lebih lengkapnya, sebaran tingkat pendidikan SDM di puskesmas dapat dilihat pada Gambar 4. 26

4 UPF Ciasmara UPT Leuwiliang UPF Puraseda UPT Ciomas UPF Cilebut UPT Bojong Gede UPT Tenjolaya UPT Rumpin UPT Cigudeg UPT Puskesmas UPT Cileungsi UPT Cigombong UPT Tajur Halang UPT Jampang UPF Leuwilinutug UPT Cinagara UPT Cariu UPT Tanjungsari UPT Jasinga UPT Cimandala UPF Cibinong UPF Cibulan UPF Curug Master/ s2 Sarjana/ s1 atau D4 Diploma 1/2/3 SLTA/ Setara < SLTA/ setara Gambar 4. Jumlah SDM puskesmas berdasarkan tingkat pendidikan terakhir Gambar 4. di atas memberikan informasi dimana petugas puskesmas dengan jenjang pendidikan yang tinggi (S1 dan S2) masih tergolong sedikit disetiap puskesmasnya. Hal ini menjadi perhatian khusus dimana KLB keracunan pangan membutuhkan tenaga ahli yang mampu menangani dan menganalisa KLB keracunan pangan di wilayah kerja masing-masing puskesmas. Hasil penenilitan ini menunjukkan bahwa KLB keracunan pangan di Kabupaten Bogor masih membutuhkan tenaga-tenaga ahli dengan kemampuan pendidikan yang memadai untuk menangani dan mengantisipasi KLB keracunan pangan. 27

5 5.3 Isi Kuesioner Keterangan Mengenai Pengambilan Contoh Makanan KLB Keracunan Pangan Pengetahuan Responden tentang Definisi KLB Keracunan Pangan Semua petugas puskesmas yang menjadi objek wawancara memberikan jawaban yang hampir sama secara keseluruhan tentang definisi KLB keracunan pangan. Akan tetapi, definisi KLB keracunan pangan menurut petugas puskesmas sangat beragam, dan bahkan definisi KLB keracunan pangan yang mereka ketahui masih belum detail dan terlalu luas cakupannya. Definisi singkat menurut masing-masing petugas puskesmas dapat dilihat pada Tabel 13. Petugas puskesmas harus mengetahui definisi KLB keracunan pangan sebelum mereka bertugas langsung menangani KLB keracunan pangan agar mereka paham dengan KLB keracunan pangan. KLB sering disalah artikan karena kejadian ini hampir sama dengan wabah. Akan tetapi tentu terlihat jelas apa perbedaan antara KLB dengan wabah. Menurut UU RI tahun 1984, wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Sedangkan KLB keracunan pangan menurut WHO (2007) diacu dalam BPOM (2009) adalah suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit dengan gejala yang sama atau hampir bersamaan setelah mengkonsumsi bahan makanan yang secara analisis epidemiologi terbukti sebagai sumber keracunan. Kesimpulan dari pengertian KLB dan wabah di atas adalah jumlah korban atau penderitanya. Hasil uraian singkat petugas puskesmas menunjukkan bahwa KLB keracunan pangan disebabkan oleh makanan yang tercemar atau terkontaminasi. Akan tetapi, setiap puskesmas memberikan definisi KLB keracunan pangan yang berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat dari jawaban mereka seperti yang dipaparkan pada Lampiran 6. Pengertian KLB keracunan pangan yang dijelaskan oleh petugas puskesmas belum seluruhnya sama dengan pengertian KLB keracunan pangan yang dijelaskan dalam peraturan kepala Badan POM tahun Beberapa puskesmas hanya menyebutkan definisi adalah suatu kejadian yang membahayakan, disebabkan oleh keracunan makanan, dan menyebabkan banyak korban. Contohnya, Puskesmas Cariu menyebutkan definisi KLB keracunan pangan mengenai gejala KLB keracunan pangan saja, dan Puskesmas Jasinga menyebutkan definisi KLB keracunan pangan adalah seseorang yang terpapar zat toksin. Definisi KLB keracunan pangan yang disebutkan oleh kedua puskesmas tersebut masih sangat kurang lengkap dari definisi KLB keracunan pangan sesungguhnya. Hasil di atas menunjukkan hanya dua puskesmas yang mengetahui definisi KLB keracunan pangan secara lengkap seperti yang disebutkan dalam peraturan kepala Badan POM tahun Penanganan KLB Keracunan Pangan Wilayah kerja puskesmas ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk di satu kecamatan, kepadatan, dan mobilitasnya. Pada satu wilayah kecamatan dapat didirikan duatiga puskesmas. Pada umumnya, satu puskesmas mempunyai penduduk binaan antara 28

6 jiwa. Berdasarkan hasil penelitian, 96 % puskesmas pernah menangani KLB keracunan pangan dan hanya 4 % puskesmas yang tidak pernah menangani KLB keracunan pangan di wilayah kerjanya (Tabel 7). Puskesmas yang tidak pernah menangani KLB keracunan pangan di wilayah kerjanya adalah Puskesmas Jasinga. Pada saat terjadi KLB keracunan pangan di Kecamatan Jasinga, bukan Puskesmas Jasinga yang menangani KLB keracunan pangan, tetapi ditangani oleh Puskesmas Curug yang berada di Desa Curug, Kecamatan Jasinga, karena lokasi kejadian berada di wilayah Desa Curug. Hasil ini menunjukkan bahwa puskesmas menangani KLB keracunan pangan di wilayah kerjanya. Tabel 7. Hasil puskesmas yang menangani KLB keracunan pangan di wilayah kerjanya Pernah menangani KLB keracunan pangan Presentase (%) Ya Tidak Tim Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Keracunan Pangan Tim penyelidikan KLB keracunan pangan adalah suatu tim yang dibentuk pada tingkat kabupaten atau kota, provinsi, ataupun pusat untuk menyelidiki kasus-kasus terkait KLB keracunan pangan. Tim penyelidikan tingkat kabupaten atau kota terdiri dari: dinas kesehatan kabupaten atau kota, pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) atau rumah sakit rujukan, laboratorium kesehatan daerah (labkesda) kabupaten atau kota dan pihak terkait lainnya. Dari data yang diperoleh, 83 % puskesmas memiliki tim penyelidik dan penanggulangan KLB keracunan pangan dan 17 % puskesmas yang tidak memiliki Tim penyelidik dan penanggulangan KLB keracunan pangan (Tabel 8). Puskesmas tersebut adalah Puskesmas Puraseda, Puskesmas Cigudeg, Puskesmas Gunung Sindur, dan Puskesmas Curug. Hasil ini menunjukkan bahwa puskesmas di Kabupaten Bogor memiliki kesiapan dalam menangani KLB keracunan pangan jika dilihat dari adanya Tim Penyelidik dan Penanggulangan KLB keracunan pangan (Lampiran 7). Tabel 8. Hasil puskesmas yang memiliki Tim Penyelidik dan Penanggulangan KLB keracunan pangan Tim Penyelidik dan Penanggulangan KLB keracunan pangan Ada Tidak Ada Pengambilan Contoh Makanan KLB Keracunan Pangan Pengambilan contoh makanan merupakan bagian pertama dan sangat menentukan dalam penelusuran deteksi penyebab keracunan, beberapa hal perlu diperhatikan agar contoh makanan yang diambil mendekati representatif karena umumnya contoh yang dikirim ke laboratorium merupakan contoh akhir yang siap untuk diuji, untuk mendapatkan contoh yang representatif diperlukan keterampilan investigasi dan sampling yang benar (Tahir et al., 29

7 2002). Oleh karena itu, pengambilan contoh makanan harus dilakukan dengan baik dan benar agar contoh tidak rusak. Pengambilan contoh makanan yang dicurigai sebagai penyebab keracunan makanan dilakukan oleh Unit Pelayanan Kesehatan di tingkat propinsi atau kabupaten atau kota segera setelah mendapat laporan dari orang yang mengetahui adanya keracunan makanan. Salah satu Unit Pelayanan Kesehatan yang dimaksud adalah puskesmas. Berdasarkan hasil yang diperoleh, 87 % puskesmas yang melakukan pengambilan contoh makanan penyebab KLB keracunan pangan dan 13 % puskesmas yang tidak melakukan pengambilan contoh makanan penyebab KLB keracunan pangan (Tabel 9). Puskesmas Puraseda, Puskesmas Jasinga, dan Puskesmas Cibinong tidak melakukan pengambilan contoh makanan saat terjadi KLB keracunan pangan di wilayah kerjanya. Hasil ini menunjukkan bahwa puskesmas di Kabupaten Bogor menjalankan salah satu tugas mereka yaitu mengambil contoh makanan KLB keracunan pangan untuk mengetahui penyebab terjadinya kasus tersebut. Tabel 9. Hasil puskesmas yang melakukan pengambilan contoh makanan KLB keracunan pangan Melakukan pengambilan contoh makanan penyebab KLB keracunan pangan Persentase (%) Ya Tidak Petugas Pengambil Contoh Makanan Petugas khusus pengambil contoh makanan KLB keracunan pangan sangat diperlukan saat terjadi KLB keracunan pangan. Keberadaan petugas khusus ini akan berpengaruh terhadap penanganan yang dilakukan saat mengambil contoh makanan tersebut. Sebaiknya petugas yang mengambil contoh makanan benar-benar mengerti dan paham bagaimana cara menangani contoh makanan dengan baik dan benar, dan mengetahui tata cara atau prosedur tetap pengambilan contoh makanan agar tidak rusak dan memberikan hasil uji laboratorium sesuai dengan harapan yang diinginkan. Sebagian besar (87 %) puskesmas memiliki petugas khusus yang bertugas sebagai pengambil contoh makanan KLB keracunan pangan, dan hanya 13 % puskesmas yang tidak memiliki petugas khusus pengambil contoh makanan KLB keracunan pangan (Tabel 10). Puskesmas yang tidak memiliki petugas khusus pengambil contoh makanan adalah Puskesmas Puraseda dan Puskesmas Cigombong. Petugas khusus yang dimaksud adalah petugas puskesmas yang diberi tanggung jawab khusus untuk mengambil contoh makanan saat terjadi KLB keracunan pangan. Jika puskesmas tidak memiliki petugas khusus, saat terjadi KLB keracunan pangan tidak ada petugas yang bertanggung jawab khusus mengambil contoh makanan tersebut, tetapi tugas itu menjadi tanggung jawab bersama. Apabila petugas dari bagian surveilan atau tata usaha yang sedang berada di puskesmas, maka mereka yang akan mengambil contoh makanan tersebut. Hasil ini menunjukkan bahwa keterbatasan tenaga kerja di puskesmas dapat mengakibatkan pembagian tugas yang cukup banyak kepada pekerja yang bersangkutan. Oleh karena itu, sangat dianjurkan kepada puskesmas agar memiliki petugas khusus pengambil contoh makanan KLB keracunan pangan. 30

8 Tabel 10. Hasil puskesmas yang memiliki petugas khusus Memiliki petugas khusus Ya Tidak 3 13 Ada enam bidang atau bagian kerja yang ditugaskan puskesmas dalam mengambil contoh makanan KLB keracunan pangan, yaitu Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) dan Surveilan, Penyehatan Lingkungan, Promosi Kesehatan, Gizi, Laboratorium, Sistem Informasi dan Kesehatan. Petugas khusus dari bidang P2P dan Surveilan %, bidang Penyehatan Lingkungan %, bidang Promosi Kesehatan 4.35 %, bidang Gizi 4.35 %, bidang Laboratorium 4.35 %, bidang Sistem Informasi Kesehatan 4.35 %. Petugas khusus di puskesmas terdiri dari satu atau lebih dari bidang yang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian, Puskesmas Leuwiliang, Puskesmas Bojong Gede, Puskesmas Rumpin, Puskesmas Tanjungsari, Puskesmas Jasinga dan Puskesmas Cimandala memiliki petugas khusus yang terdiri dari dua bidang kerja, yaitu bidang P2P dan Surveilan, dan bidang Penyehatan Lingkungan. Data di atas menunjukkan bahwa bidang atau bagian kerja yang banyak ditugaskan sebagai petugas khusus pengambil contoh makanan penyebab KLB keracunan pangan adalah P2P dan Surveilan, dan Penyehatan Lingkungan (Tabel 11). Tabel 11. Bidang atau bagian kerja petugas khusus Bidang/ Bagian Kerja P2P & Surveilan Penyehatan Lingkungan Promosi Kesehatan Gizi Laboratorium Sist. Informasi Kesehatan Pelatihan tentang Pengambilan Contoh Makanan Pelatihan khusus bagi SDM puskesmas tentang pengambilan contoh makanan KLB keracunan pangan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan atau keahlian petugas puskesmas dalam menangani contoh makanan yang akan diuji di laboratorium. Manfaat dari pelatihan ini adalah agar contoh makanan yang diambil mendapat penanganan serius, masih dalam kondisi layak uji dan tidak rusak supaya mendapatkan hasil uji laboratorium yang diinginkan sesuai dengan potensi bahaya yang terdapat pada contoh makanan tersebut. Data yang diperoleh dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 22 % puskesmas pernah memberikan pelatihan khusus kepada SDM tentang pengambilan contoh makanan KLB keracunan pangan dan 78 % puskesmas yang tidak pernah memberikan pelatihan khusus tersebut (Tabel 12). Puskesmas yang pernah memberikan pelatihan khusus kepada SDM tentang pengambilan contoh makanan KLB keracunan pangan adalah Puskesmas Ciomas, Puskesmas Tenjolaya, Puskesmas Tajur Halang, Puskesmas Cariu, dan Puskesmas Cibinong. Hasil di atas menunjukkan bahwa pelatihan SDM puskesmas di Kabupaten Bogor masih 31

9 sangat sedikit sehingga membutuhkan pelatihan tentang pengambilan contoh makanan KLB keracunan pangan untuk meningkatkan keahlian mereka dalam hal tersebut. Tabel 12. Pelatihan khusus bagi SDM puskesmas tentang pengambilan contoh makanan KLB keracunan pangan Pelatihan khusus SDM Ada 5 22 Tidak ada Puskesmas Ciomas memberikan pelatihan khusus pada SDM yang berkaitan dengan pengambilan contoh makanan KLB keracunan pangan pada tahun 2009 dengan tema pelatihan Sanitasi atau Hiegine makanan, pelatihan pada Puskesmas Tenjolaya pada tahun 1995 dengan tema Pengawasan kualitas air bersih dan tahun 1997 dengan tema Pengendalian Lingkungan, Puskesmas Tajur Halang memberikan pelatihan pada tahun 2008 tentang Surveilan Keracunan Makanan, Puskesmas Cariu memberikan pelatihan pada tahun 1996 tentang HACCP dan tahun 2008 tentang Sanitasi Makanan, dan Puskesmas Cibinong memberikan pelatihan kepada SDM pada tahun 2006 tentang Keracunan Makanan (Tabel 13). Tabel 13. Nama pelatihan khusus bagi SDM Nama Puskesmas Nama Pelatihan Tahun UPT Ciomas Sanitasi atau Higiene Makanan 2009 UPT Tenjolaya 1. Pengawasan kualitas air bersih Pengendalian Lingkungan UPT Tajur halang Surveilan Keracunan Makanan 2008 UPT Cariu 1. HACCP 2. Sanitasi makanan UPF Cibinong Keracunan Makanan Alat dan Bahan Alat dan bahan yang harus dimiliki oleh puskesmas untuk mengambil contoh makanan KLB keracunan pangan disebutkan dalam prosedur tetap pengambilan contoh makanan yang dibuat oleh BPOM tahun Alat dan bahan tersebut antara lain: sendok, pisau, kantung plastik atau stomacher, label, es batu, es kering, adsorbent (seperti silika gel), boks pendingin, dan boks untuk es kering. Sendok digunakan untuk mengambil contoh padat, atau jika perlu potong dengan pisau steril. Kantung plastik digunakan sebagai wadah. Label digunakan untuk menerangkan semua keterangan mengenai contoh makanan KLB keracunan pangan seperti nama contoh, jumlah contoh yang diambil, lokasi pengambilan contoh, waktu pengamanan contoh, dan lain-lain. Es batu berfungsi untuk menjaga suhu contoh di dalam boks pendingin agar tidak rusak. Sedangkan es kering digunakan hanya untuk contoh beku. Berdasarkan persentase penggunaan, sendok digunakan oleh % puskesmas, pisau % puskesmas, kantung plastik % puskesmas, label % puskesmas, es batu % puskesmas, es kering 8.70 % puskesmas, boks pendingin % puskesmas, dan boks untuk es kering % puskesmas (Gambar 5). Tidak ada puskesmas yang 32

10 menggunakan adsorben (seperti silika gel) saat menangani contoh makanan KLB keracunan pangan karena sangat jarang dalam penggunaannya. Hasil di atas menunjukkan bahwa alat dan bahan yang banyak digunakan untuk mengambil contoh makanan KLB keracunan pangan di puskesmas adalah sendok, kantung plastik, label, es batu, dan boks pendingin. boks untuk es kering boks pendingin adsorbent (silika gel) es kering es batu label kantung plastik pisau sendok Persentase Puskesmas 100 Gambar 5. Persentase puskesmas yang menggunakan alat dan bahan dalam pengambilan contoh makanan KLB keracunan pangan Kelengkapan alat dan bahan yang dimiliki puskesmas tidak mencapai 100 %, Puskesmas Leuwiliang dan Puskesmas Cigombong memiliki persentase kelengkapan alat dan bahannya lebih besar dari 70 %, yaitu masing-masing 78 % dan 89 % (Tabel 14). Sedangkan puskesmas yang memiliki persentase kelengkapan alat dan bahan lebih kecil dari 30 % adalah Puskesmas Puraseda dan Puskesmas Leuwinutug, yang masing-masing sebesar 22 %. Hasil ini menunjukkan bahwa alat dan bahan yang digunakan oleh puskesmas untuk mengambil contoh makanan KLB keracunan pangan di Kabupaten Bogor masih terbatas. Tabel 14. Persentase kelengkapan alat dan bahan yang digunakan oleh puskesmas Puskesmas Kelengkapan (%) Puskesmas Kelengkapan (%) UPF Ciasmara 56 UPT Tajur halang 33 UPT Leuwiliang 78 UPT Jampang 56 UPF Puraseda 22 UPT Leuwinutug 22 UPT Ciomas 56 UPT Cinagara 67 UPF Cilebut 44 UPT Cariu 67 UPT Bojong gede 56 UPT Tanjungsari 56 UPT Tenjolaya 67 UPT Jasinga 56 UPT Rumpin 44 UPT Cimandala 44 UPT Cigudeg 56 UPF Cibinong 56 UPT Gunung Sindur 44 UPF Cibulan 33 UPT Cileungsi 56 UPF Curug 56 UPT Cigombong 89 33

11 5.3.8 Jumlah Contoh Makanan yang Diambil Salah satu ketentuan umum yang dijelaskan dalam prosedur tetap tentang pengambilan contoh makanan penyebab KLB keracunan pangan (BPOM, 2009) adalah contoh makanan diambil sebanyak ± 500 g secara aseptis dengan peralatan steril dan dimasukkan ke dalam wadah steril, lalu ditutup dan diberi label. Jika contoh kurang dari 500 g, maka semua contoh yang tersisa diambil. Puskesmas yang mengambil contoh makanan sebanyak 100 g adalah %, 200 g sebesar %, 500 g sebesar 4.35 %, dan lainnya % (Tabel 15). Hanya satu puskesmas yang mengambil contoh makanan sebanyak ± 500 g yang sesuai dengan ketentuan umum dalam prosedur tetap pengambilan contoh makanan penyebab KLB keracunan pangan yaitu Puskesmas Ciasmara. Puskesmas yang mengambil contoh makanan sebanyak lainnya (13.04 %) adalah Puskesmas Ciomas yang mengambil contoh makanan sebanyak-banyaknya tanpa ada standar yang terukur, selanjutnya Puskesmas Cilebut yang mengambil contoh makanan kurang dari 100 g, dan Puskesmas Tajur Halang yang tidak memiliki standar dalam mengambil contoh makanan. Tabel 15. Jumlah contoh makanan yang diambil Jumlah contoh makanan yang diambil (g) Lainnya Identifikasi Jenis Contoh Makanan KLB Keracunan Pangan Berdasarkan prosedur tetap tentang tata cara pengambilan contoh makanan penyebab KLB keracunan pangan yang diatur oleh BPOM tahun 2009, langkah awal yang dilakukan dalam pengambilan contoh makanan penyebab KLB keracunan pangan adalah melakukan identifikasi jenis contoh makanan yang terkait dengan keracunan pangan berdasarkan kategorinya, apakah termasuk makanan segar, makanan jasa boga, masakan rumah tangga, makanan jajanan, makanan Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP), makanan Industri IRTP, atau lainnya. Identifikasi contoh makanan ini perlu dilakukan untuk memisahkan dan membedakan setiap jenis makanan yang akan diambil saat kejadian berlangsung. Selain itu juga untuk memudahkan pendugaan terhadap setiap jenis contoh makanan yang ada. Dari semua puskesmas target, % puskesmas yang melakukan identifikasi jenis contoh makanan tersebut dan % puskesmas yang tidak melakukan identifikasi jenis contoh makanan (Tabel 16). Puskesmas yang tidak melakukan identifikasi jenis contoh makanan tersebut adalah Puskesmas Puraseda, Puskesmas Ciomas, Puskesmas Leuwinutug, dan Puskesmas Jasinga. Salah satu faktor yang menyebabkan adanya puskesmas yang tidak melakukan identifikasi jenis makanan adalah ketidaktahuan petugas puskesmas mengenai tata cara pengambilan contoh makanan yang baik dan benar. Petugas puskesmas tidak melakukan prosedur seperti yang telah diatur oleh BPOM tahun 2009 tersebut. Selain itu, informasi 34

12 mengenai prosedur tetap yang telah dikeluarkan oleh BPOM tersebut belum sampai ke sebagian besar puskesmas yang ada di Kabupaten Bogor. Tabel 16. Identifikasi jenis contoh makanan penyebab keracunan pangan Mengidentifikasi jenis contoh makanan Ya Tidak SOP tentang Tata Cara Pengambilan Contoh Makanan Tabel 17. menunjukkan bahwa sebanyak 52 % puskesmas (12 puskesmas) memiliki SOP dan 48 % puskesmas (11 puskesmas) yang tidak memiliki SOP mengenai tata cara pengambilan contoh makanan penyebab KLB keracunan pangan. Pembuatan SOP yang akan diterapkan oleh puskesmas mengacu pada peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah, Badan POM RI, atau pihak lainnya. Salah satu acuan yang dapat digunakan oleh puskesmas adalah Prosedur Tetap (Protap) Pengambilan Contoh Makanan KLB Keracunan Makanan yang dikeluarkan oleh BPOM tahun Sumber atau referensi lain yang digunakan puskesmas berasal dari Dinas Kesehatan, seperti yang mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/ Menkes/ Per/ IX/ 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas air, Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 715/ Menkes/ SK/ V/ 2003 tentang Persyaratan Higiene & Sanitasi Jasaboga, UU No. 36/209 tentang Kesehatan, dan Departemen Kesehatan tentang Kewaspadaan Dini/ Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Tabel 17. Jumlah puskesmas yang memiliki SOP cara pengambilan contoh makanan Memiliki SOP Ada Tidak ada Pengiriman Contoh Makanan ke Laboratorium Rujukan Langkah terakhir pada prosedur tetap pengambilan contoh makanan KLB keracunan pangan adalah mengirim contoh makanan ke laboratorium rujukan untuk diuji. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa 78 % puskesmas mengirim contoh makanan yang diambil ke laboratorium rujukan terdekat dan 22 % puskesmas yang tidak mengirim contoh makanan ke laboratorium rujukan (Tabel 18). Alasan mereka tidak melakukan pengiriman contoh makanan ke laboratorium rujukan adalah contoh makanan tersebut sudah dikirim langsung oleh pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Tabel 18. Mengirim contoh makanan ke laboratorium untuk diuji Mengirim contoh makanan ke laboratorium Ya Tidak

13 Pada Lampiran 3 telah disebutkan bahwa laboratorium rujukan yang dapat digunakan adalah Laboratorium pengujian Balai Besar/ Balai Pengawas Obat dan Makanan, Balai Laboratorium Kesehatan, Laboratorium Kesehatan Daerah, dan laboratorium lainnya yang terakreditasi. Pada Tabel 19 terlihat bahwa ada 2 laboratorium rujukan yang digunakan puskesmas untuk menguji contoh makanan KLB keracunan pangan, yaitu Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) dan Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BBTKL). Berdasarkan hasil data survei, % puskesmas mengirim contoh makanan yang diambil ke laboratorium kesehatan daerah Kabupaten Bogor, 4.35 % puskesmas (satu puskesmas) yang mengirim contoh makanan KLB keracunan pangan ke laboratorium BBTKL, puskesmas tersebut adalah Puskesmas Cilebut. Sebanyak % puskesmas tidak mengirim langsung contoh makanan KLB keracunan pangan ke laboratorium rujukan, tetapi ada puskesmas yang contoh makanannya dibawa dan dikirim oleh pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Puskesmas yang tidak mengirim contoh makanan tersebut adalah Puskesmas Puraseda, Puskesmas Cileungsi, Puskesmas Tajur Halang, Puskesmas Jasinga, dan Puskesmas Cibinong. Tabel 19. Data laboratorium rujukan yang digunakan Laboratorium Kesehatan Daerah BBTKL Tidak mengirim sampel Durasi Waktu yang Dibutuhkan untuk Pengiriman Contoh Makanan Contoh makanan KLB keracunan pangan yang telah disiapkan akan dikirim ke laboratorium rujukan. Proses tersebut membutuhkan waktu perjalanan dari puskesmas ke laboratorium. Setiap puskesmas membutuhkan waktu yang berbeda-beda saat mengirim contoh makanan ke laboratorium (Tabel 20). Lamanya waktu pengiriman contoh makanan akan berpengaruh terhadap contoh makanan, apalagi jika uji yang diinginkan adalah uji mikrobiologi. Contoh makanan yang lama disimpan akan mengalami perubahan, contohnya jumlah bakteri akan tumbuh dan berkembang dalam jangka waktu tertentu. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap hasil pengujian laboratorium. Semakin lama waktu pengiriman contoh makanan ke laboratorium maka kondisi contoh makanan akan semakin berbeda dari keadaan awal. Tabel 20. Data waktu yang dibutuhkan puskesmas untuk mengirimkan contoh makanan ke laboratorium Waktu (jam) < Tidak mengirim sampel

14 Ketersediaan Lemari Pendingin Contoh Makanan Salah satu fasilitas yang sebaiknya dimiliki oleh puskesmas adalah lemari pendingin khusus yang digunakan untuk menyimpan contoh makanan sebelum dikirim ke laboratorium rujukan agar contoh makanan terjaga dan tidak terkontaminasi dengan bahan lain. Hal ini menjadi penting karena telah disebutkan dalam prosedur tetap pengambilan contoh makanan KLB keracunan pangan (Lampiran 3), contoh makanan yang telah diambil atau diamankan disimpan dalam lemari pendingin (4 ºC atau < -18 ºC) khusus makanan beku. Tetapi jika memungkinkan, misalnya jika lokasi keracunan makanan berdekatan dengan laboratorium, kirim contoh langsung ke laboratorium. Puskesmas yang memliki lemari pendingin khusus untuk menyimpan contoh makanan hanya sebanyak 35 %, dan sisanya sebanyak 65 % puskesmas tidak memiliki lemari pendingin khusus untuk menyimpan contoh makanan (Tabel 21). Lemari pendingin yang biasa digunakan puskesmas adalah lemari pendingin yang digunakan untuk menyimpan vaksin. Tabel 21. Lemari pendingin khusus untuk menyimpan contoh makanan Lemari pendingin khusus Ada 8 35 Tidak ada Prosedur Pengambilan Contoh Makanan Prosedur pengambilan contoh makanan KLB keracunan pangan telah dijelaskan secara lengkap pada Lampiran 3. Secara singkat langkah-langkah penting yang dilakukan dalam mengambil contoh makanan KLB keracunan pangan adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi jenis contoh makanan berdasarkan kategori makanan. 2. Mengelompokkan contoh makanan berdasarkan wujudnya (padat atau cair). 3. Mengambil contoh makanan sebanyak ± 500 g secara aseptis dengan peralatan steril, dimasukkan ke dalam wadah steril, lalu ditutup dan diberi label. Jika contoh kurang dari 500 g, maka semua contoh yang tersisa diambil. 4. Memberi label setiap contoh segera setelah dikemas (terdiri dari nomor, nama, jumlah, lokasi pengamanan, waktu pengamanan, dan lokasi penyimpanan contoh). 5. Masukkan semua contoh makanan ke dalam boks pendingin berisi es batu, kecuali contoh makanan industri non IRTP yang diambil dengan kemasannya. 6. Membawa semua contoh makanan ke puskesmas terdekat, simpan ke dalam lemari pendingin (4ºC atau < -18ºC) khusus makanan beku. 7. Memiilih contoh makanan berdasarkan penentuan makanan yang dicurigai sebagai penyebab keracunan pangan. 8. Mengirim contoh makanan ke laboratorium rujukan. Prosedur pengambilan contoh makanan KLB keracunan pangan yang dilakukan oleh setiap puskesmas berbeda-beda. Hasil di atas menunjukkan bahwa tidak ada puskesmas yang melakukan pengambilan contoh makanan secara detail seperti prosedur tetap yang dibuat oleh BPOM tahun Prosedur lengkap yang dilakukan oleh puskesmas (Lampiran 8). 37

15 Prosedur umum yang banyak dilakukan oleh puskesmas adalah mengambil contoh makanan dengan sendok, lalu dimasukkan ke dalam kantung plastik dan diberi label, simpan di dalam coldpack, dan dikirim ke laboratorium (dinas kesehatan). 5.4 Pengaruh Jenis Puskesmas Terhadap Kesiapan Puskesmas dalam Pengambilan Contoh Makanan KLB Keracunan Pangan Puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan yang letaknya berada paling dekat di tengah-tengah masyarakat dan mudah dijangkau dibandingkan dengan unit pelayanan kesehatan lainnya (rumah sakit swasta maupun negeri). Berdasarkan fungsinya, puskesmas terdiri dari dua jenis yaitu puskesmas perawatan (inap) dan puskesmas non perawatan (non inap). Perbedaan antara puskesmas perawatan dan puskesmas non perawatan adalah ketersediaan tempat dan fasilitas untuk menerima pasien yang membutuhkan rawat inap. Hasil penelitan ini menunjukkan bahwa jenis puskesmas berdasarkan fungsinya yaitu perawatan (inap) dan non perawatan (non inap) memberi pengaruh terhadap kesiapan puskesmas dalam menangani KLB keracunan pangan, khususnya dalam pengambilan contoh makanan. Hasil yang diperoleh dibagi menjadi tiga kategori puskesmas, yaitu siap, cukup siap, dan belum siap. Berdasarkan data yang diperoleh (Tabel 22 dan Gambar 6), sebanyak 9 (39.13 %) puskesmas non perawatan (non inap) yang termasuk kategori siap, 6 (26.09 %) puskesmas yang termasuk kategori cukup siap, dan 1 (4.35 %) puskesmas yang termasuk kategori belum siap dalam menangani KLB keracunan pangan. Sebanyak 3 (13.04 %) puskesmas perawatan (inap) yang termasuk kategori siap, 3 (13.04 %) puskesmas yang termasuk kategori cukup siap, dan 1 (4.35 %) puskesmas yang termasuk kategori belum siap. Data di atas menunjukkan bahwa puskesmas non perawatan (non inap) memiliki kesiapan yang lebih tinggi terhadap pengambilan contoh makanan KLB keracunan pangan dibandingkan puskesmas perawatan (inap). Tabel 22. Hasil kesiapan puskesmas berdasarkan jenis puskesmas Nama Puskesmas Jenis Puskesmas Kesiapan (%) UPF Ciasmara 80 UPT Leuwiliang 80 UPF Puraseda 20 UPT Ciomas 80 UPF Cilebut 80 UPT Bojong gede 80 UPT Tenjolaya 100 UPF Cibinong 70 UPF Cibulan 80 UPF Curug 60 UPT Cileungsi 70 UPT Tajur halang 70 UPT Jampang 80 UPT Leuwinutug 70 UPT Cinagara 60 UPT Cariu 100 UPT Tanjungsari 70 UPT Jasinga 30 UPT Cimandala 80 UPT Cigombong 70 UPT Rumpin 90 UPT Cigudeg 70 UPT Gunung Sindur 80 38

16 Keterangan: Siap = % Cukup Siap = % Belum Siap = < 50 % Jenis Puskesmas Gambar 6. Pengaruh jenis puskesmas terhadap kesiapan puskesmas dalam pengambilan contoh makanan KLB keracunan pangan 5.5 Pengaruh Jumlah SDM Terhadap Kesiapan Puskesmas dalam Pengambilan Contoh Makanan KLB Keracunan Pangan Pola ketenagaan kerja di puskesmas secara umum terdiri dari 1 orang dokter umum, 1 orang perawat gigi, 1 orang dokter gigi, 8 orang perawat kesehatan, 5 orang bidan, 1 orang tenaga gizi, 1 orang juru imunisasi, 2 orang pengemudi atau pekarya, 1 orang tenaga administrasi. 1 orang sanitarian, 2 orang pekarya kesehatan, dan 2 orang asisten apoteker. Jumlah tenaga kerja tersebut adalah 26 orang. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa puskesmas yang memiliki SDM atau tenaga kerja sebanyak orang memiliki tingkat kesiapan yang lebih tinggi (21.74 %) dibandingkan dengan puskesmas dengan jumlah SDM sebanyak orang atau orang (Tabel 23 dan Gambar 7). Jadi, jumlah SDM atau tenaga kerja yang efektif di puskesmas adalah sebanyak orang dengan tingkat kesiapan dalam menangani KLB keracunan pangan lebih tinggi. Hasil di atas menunjukkan bahwa jumlah SDM yang sedikit (10-20 orang) ataupun jumlah SDM yang banyak (30-40 orang) tidak berpengaruh terhadap kesiapan puskesmas dalam pengambilan contoh makanan KLB keracunan pangan. Data lengkap isi kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 9. 39

17 Tabel 23. Hasil kesiapan puskesmas berdasarkan jumlah SDM Nama Puskesmas Jumlah SDM (orang) Kesiapan (%) UPF Ciasmara UPF Puraseda UPT Ciomas UPT Tenjolaya UPT Jampang UPT Cinagara UPT Cigombong UPF Cibinong UPF Cibulan UPF Curug UPT Cileungsi UPT Tajur halang UPT Rumpin UPT Leuwinutug UPT Gunung Sindur UPT Leuwiliang UPF Cilebut UPT Cariu UPT Tanjungsari UPT Jasinga UPT Cimandala UPT Cigudeg UPT Bojong gede Keterangan: Siap = % Cukup Siap = % Belum Siap = < 50 % orang orang orang Jumlah SDM Gambar 7. Pengaruh jumlah SDM puskesmas terhadap kesiapan puskesmas dalam pengambilan contoh makanan KLB keracunan pangan 40

TABEL 1 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan Tahun

TABEL 1 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan Tahun Data dan informasi perencanaan pembangunan daerah yang terkait dengan indikator kunci penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagaimana yang diinstruksikan dalam peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54

Lebih terperinci

OVERVIEW KLB KERACUNAN PANGAN

OVERVIEW KLB KERACUNAN PANGAN OVERVIEW KLB KERACUNAN PANGAN Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan adalah suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit dengan gejala yang sama atau hampir sama setelah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. 3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian III. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Bogor terletak di Provinsi Jawa Barat. Kota ini terletak 54 km sebelah selatan Jakarta dengan luas sekitar 3,440.71 km 2. Secara geografis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. utama di daerah perkotaan ( Media Aeculapius, 2007 ). Menurut American Hospital Association (AHA) dalam Herkutanto (2007),

BAB 1 PENDAHULUAN. utama di daerah perkotaan ( Media Aeculapius, 2007 ). Menurut American Hospital Association (AHA) dalam Herkutanto (2007), BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian gawat darurat dapat diartikan sebagai keadaan dimana seseorang membutuhkan pertolongan segera, karena apabila tidak mendapatkan pertolongan dengan segera maka

Lebih terperinci

BAB VI SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN

BAB VI SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN 75 BAB VI SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN 1.1 TENAGA KESEHATAN 1.1.1 Tenaga Kesehatan di Dinas Kesehatan TABEL 1.1. DAFTAR TENAGA KESEHATAN DAN NON KESEHATAN YANG BERADA DI DINAS KESEHATAN KOTA BOGOR TAHUN

Lebih terperinci

LAMPIRAN PENETAPAN KINERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013

LAMPIRAN PENETAPAN KINERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 LAMPIRAN PENETAPAN KINERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET PROGRAM /KEGIATAN (1) (2) (3) (4) (5) I Meningkatnya kualitas air 1 Persentase

Lebih terperinci

BAB V KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR

BAB V KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR BAB V KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR Bab ini menjelaskan berbagai aspek berkenaan kelembagaan penyuluhan pertanian di Kabupaten Bogor yang meliputi: Organisasi Badan Pelaksana an Pertanian,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 949/MENKES/SK/VIII/2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 949/MENKES/SK/VIII/2004 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 949/MENKES/SK/VIII/2004 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN SISTEM KEWASPADAAN DINI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR RINGKASAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2015

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR RINGKASAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR RINGKASAN APBD MENURUT TAHUN ANGGARAN 205 KODE PENDAPATAN DAERAH 2 3 4 5 = 4 3 URUSAN WAJIB 5,230,252,870,000 5,84,385,696,000 584,32,826,000 0 PENDIDIKAN 0 0 Dinas Pendidikan

Lebih terperinci

DATA DASAR PUSKESMAS PROVINSI JAWA BARAT

DATA DASAR PUSKESMAS PROVINSI JAWA BARAT DATA DASAR PROVINSI JAWA BARAT KONDISI DESEMBER 2014 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JAKARTA, 2015 JUMLAH MENURUT KABUPATEN/KOTA (KEADAAN 31 DESEMBER 2014) PROVINSI JAWA BARAT KAB/KOTA RAWAT INAP

Lebih terperinci

d. Sumber Data Laporan Puskesmas. Laporan Dinas Kesehatan Kab/Kota

d. Sumber Data Laporan Puskesmas. Laporan Dinas Kesehatan Kab/Kota 14. Cakupan pelayanan kesehatan dasar pasien masyarakat miskin a. Pengertian 1) Rawat Jalan Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi diagnosa pengobatan rehabilitasi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.127, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Keracunan Pangan. Kejadian Luar Biasa. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN IV.1. IV.2. VISI Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sebagai salah satu dari penyelenggara pembangunan kesehatan mempunyai visi: Masyarakat Jawa

Lebih terperinci

PERUBAHAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR

PERUBAHAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR PERUBAHAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, akuntabel dan berorientasi kepada hasil, kami yang bertanda

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN SALINAN NOMOR 26/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

Sekapur Sirih. Jakarta, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Ahmad Koswara, MA

Sekapur Sirih. Jakarta, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Ahmad Koswara, MA Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Sensus Penduduk dan Perumahan Tahun 2010

Lebih terperinci

REALISASI PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BOGOR 2013

REALISASI PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BOGOR 2013 REALISASI PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BOGOR 2013 1. Program dan Kegiatan Pada Tahun Anggaran 2013, Dinas Peternakan dan Perikanan memberikan kontribusi bagi pencapaian

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF DINAS KESEHATAN PROVINSI BANTEN

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF DINAS KESEHATAN PROVINSI BANTEN RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF DINAS PROVINSI BANTEN 2012-2017 DATA CAPAIAN Persentase Balita Ditimbang Berat 1 2 1 PROGRAM BINA GIZI DAN Badannya

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN. Sekretaris Daerah. Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN. Sekretaris Daerah. Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan BAB II GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN A. Sejarah Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam bidang kesehatan yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang berada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Sehat adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Sehat adalah suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan salah satu faktor yang penting bagi manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Sehat adalah suatu keadaan sejahtera

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PAJAK DAERAH PADA BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH

PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PAJAK DAERAH PADA BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH 6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 7. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2009 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

V. KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN DAYA BELI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BOGOR. Tabel. 22 Dasar Perwilayahan di Kabupaten Bogor

V. KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN DAYA BELI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BOGOR. Tabel. 22 Dasar Perwilayahan di Kabupaten Bogor V. KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN DAYA BELI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Zona Pengembangan Pertanian dan Perdesaan di Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor berdasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah

Lebih terperinci

MEKANISME DAN PROTAP PENYELIDIKAN DAN PENANGGULANGAN KLB KERACUNAN PANGAN

MEKANISME DAN PROTAP PENYELIDIKAN DAN PENANGGULANGAN KLB KERACUNAN PANGAN PELATIHAN SURVEILAN KEAMANAN PANGAN MEKANISME DAN PROTAP PENYELIDIKAN DAN PENANGGULANGAN KLB KERACUNAN PANGAN BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prasarana UPT Kesmas Tegallalang I telah dilengkapi dengan Poskesdes, Pusling,

BAB I PENDAHULUAN. prasarana UPT Kesmas Tegallalang I telah dilengkapi dengan Poskesdes, Pusling, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unit Pelaksana Teknis Kesehatan Masyarakat Tegallalang I merupakan salah satu instansi pemerintah yang menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama di

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 27 TAHUN 2007

BERITA DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 27 TAHUN 2007 BERITA DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 27 TAHUN 2007 PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG URAIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN PACITAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN 2016

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN 2016 Halaman : PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN 06 URUSAN PEMERINTAHAN ORGANISASI : (.0 ) : ( 00 ) Kesehatan Dinas

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN Nama SKPD : DINAS KESEHATAN Jenis Data :Pemerintahan Tahun : 2015 KESEHATAN Nama Nilai Satuan Ketersediaan Sumber Data 1 2 3 4 5 A. Sarana Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Puskesmas Rejowinangun merupakan salah satu Puskesmas yang berada

BAB I PENDAHULUAN. Puskesmas Rejowinangun merupakan salah satu Puskesmas yang berada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Puskesmas Rejowinangun merupakan salah satu Puskesmas yang berada di wilayah Kecamatan Kota Trenggalek, Kabupaten Trenggalek. Wilayah kerja Puskesmas Rejowinangun

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BELITUNG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BELITUNG BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN DAN KEBIJAKAN

BAB III TUJUAN, SASARAN DAN KEBIJAKAN BAB III TUJUAN, SASARAN DAN KEBIJAKAN 3.1. TUJUAN UMUM Meningkatkan pemerataan, aksesibilitas dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat terutama kepada masyarakat miskin dengan mendayagunakan seluruh

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENJABARAN TUGAS DINAS KESEHATAN, PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MANAJEMEN INVESTIGASI DAN PENANGGULANGAN KLB KERACUNAN PANGAN DI DAERAH

MANAJEMEN INVESTIGASI DAN PENANGGULANGAN KLB KERACUNAN PANGAN DI DAERAH MANAJEMEN INVESTIGASI DAN PENANGGULANGAN KLB KERACUNAN PANGAN DI DAERAH BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Oleh: Roy Sparringa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mikroba patogen. Pangan juga dapat menimbulkan masalah serius jika

BAB I PENDAHULUAN. mikroba patogen. Pangan juga dapat menimbulkan masalah serius jika 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan esensial bagi setiap manusia untuk pertumbuhan maupun mempertahankan hidupnya. Namun dapat pula timbul penyakit yang disebabkan oleh pangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang Undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tersusunnya laporan penerapan dan pencapaian SPM Tahun 2015 Bidang Kesehatan Kabupaten Klungkung.

BAB I PENDAHULUAN. Tersusunnya laporan penerapan dan pencapaian SPM Tahun 2015 Bidang Kesehatan Kabupaten Klungkung. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai Pasal 13 dan 14 huruf j Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dikatakan bahwa Kesehatan merupakan urusan wajib dan dalam penyelenggaraannya

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN PELAYANAN DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLITAR

BAB II GAMBARAN PELAYANAN DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLITAR BAB II GAMBARAN PELAYANAN DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLITAR A. Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi Sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 31 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI DAN KONDISI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS SITUASI DAN KONDISI KABUPATEN BOGOR ANALISIS SITUASI DAN KONDISI KABUPATEN BOGOR Oleh : Drs. Adang Suptandar, Ak. MM Disampaikan Pada : KULIAH PROGRAM SARJANA (S1) DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA, IPB Selasa,

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS TAHUN 2013-2018 2.1.1. Visi Visi merupakan pandangan jauh ke depan, kemana dan bagaimana suatu organisasi harus dibawa berkarya agar tetap konsisten dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari tujuan dan upaya pemerintah dalam memberikan arah pembangunan ke depan bagi bangsa Indonesia.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 31 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 31 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 31 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOKDAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUKAMARA

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOKDAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOKDAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUKAMARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEBUMEN

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEBUMEN BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA 1 BAB II PERENCANAAN KINERJA Dalam mencapai suatu tujuan organisasi diperlukan visi dan misi yang jelas serta strategi yang tepat. Agar lebih terarah dan fokus dalam melaksanakan rencana strategi diperlukan

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

REVIEW INDIKATOR RENSTRA DINAS KESEHATAN KOTA BOGOR

REVIEW INDIKATOR RENSTRA DINAS KESEHATAN KOTA BOGOR REVIEW INDIKATOR DINAS KESEHATAN KOTA BOGOR 2015-2019 MISI 1 : Menyediakan sarana dan masyarakat yang paripurna merata, bermutu, terjangkau, nyaman dan berkeadilan No Tujuan No Sasaran Indikator Sasaran

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2011 Seri : D PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 62 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS KESEHATAN

Lebih terperinci

PENANGANAN SAMPEL KLB KERACUNAN PANGAN

PENANGANAN SAMPEL KLB KERACUNAN PANGAN PENANGANAN SAMPEL KLB KERACUNAN PANGAN BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Winiati P. Rahayu, Roy A. Sparringa dan C.C. Nurwitri

Lebih terperinci

KONDISI GEOGRAFIS 26% 69% Terdiri dari : - 11 Kecamatan - 9 Kelurahan Desa LUAS WILAYAH : ,96 KM2 JUMLAH PENDUDUK : 497.

KONDISI GEOGRAFIS 26% 69% Terdiri dari : - 11 Kecamatan - 9 Kelurahan Desa LUAS WILAYAH : ,96 KM2 JUMLAH PENDUDUK : 497. KONDISI GEOGRAFIS LUAS WILAYAH : 14.265,96 KM2 JUMLAH PENDUDUK : 497.864 JIWA Terdiri dari : - 11 Kecamatan - 9 Kelurahan - 218 Desa BATAS DAERAH : Utara : Provinsi Jambi Selatan : Kabupaten Muara Enim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak dibawah lima tahun atau balita adalah anak berada pada rentang usia nol sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang sangat

Lebih terperinci

BAB II PROFIL DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN. Dinas Kesehatan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam

BAB II PROFIL DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN. Dinas Kesehatan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam BAB II PROFIL DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN A. Sejarah Singkat Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam bidang kesehatan yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk manusia melakukan aktivitas sehari-hari. Untuk menunjang

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk manusia melakukan aktivitas sehari-hari. Untuk menunjang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Setiap manusia hidup membutuhkan pangan untuk pertumbuhan dan mempertahankan hidup. Selain itu pangan juga berfungsi

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, Menimbang : a. bahwa Dinas Kesehatan Kabupaten Subang telah dibentuk dengan Peraturan

Lebih terperinci

g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi

g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi Fokus Menghindari Pencemaran dan Penurunan Mutu Produk Pemeliharaan dan Pembersihan Prosedur Pembersihan dan Sanitasi Program Pengendalian Hama (Mencegah, Pemasangan

Lebih terperinci

A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan

Lebih terperinci

PENGUKURAN INDIKATOR KINERJA SASARAN

PENGUKURAN INDIKATOR KINERJA SASARAN Satuan Kerja Perangkat Daerah : DINAS KESEHATAN Tahun Anggaran : 2015 PENGUKURAN INDIKATOR KINERJA SASARAN No. SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA 1 Peningkatan Mutu Aktivitas Perkantoran Terselenggaranya

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 24 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 48 telah. kesehatan keluarga, perbaikan gizi, pengawasan makanan dan minuman,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 48 telah. kesehatan keluarga, perbaikan gizi, pengawasan makanan dan minuman, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 48 telah dijelaskan bahwa upaya penyelenggaraan kesehatan dilaksanakan melalui kegiatankegiatan kesehatan keluarga,

Lebih terperinci

ANALISIS CEMARAN MIKROBA PADA KUE BASAH DI PASAR BESAR KOTA PALANGKA RAYA. Susi Novaryatiin, 1 Dewi Sari Mulia

ANALISIS CEMARAN MIKROBA PADA KUE BASAH DI PASAR BESAR KOTA PALANGKA RAYA. Susi Novaryatiin, 1 Dewi Sari Mulia ARTIKEL PENELITIAN ANALISIS CEMARAN MIKROBA PADA KUE BASAH DI PASAR BESAR KOTA PALANGKA RAYA 1 Susi Novaryatiin, 1 Dewi Sari Mulia 1 Dosen Pengajar Program Studi D-III Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS A. KONDISI UMUM Sesuai dengan UUD 1945,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar-dasar atau prinsip pembangunan kesehatan pada hakikatnya adalah nilai

BAB I PENDAHULUAN. Dasar-dasar atau prinsip pembangunan kesehatan pada hakikatnya adalah nilai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dasar-dasar atau prinsip pembangunan kesehatan pada hakikatnya adalah nilai kebenaran dan aturan pokok sebagai landasan untuk berpikir atau bertindak dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN BAB II GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN A. Sejarah Singkat Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam bidang kesehatan yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada era globalisasi keadaan gizi masyarakat yang baik menjadi salah satu cara

I. PENDAHULUAN. Pada era globalisasi keadaan gizi masyarakat yang baik menjadi salah satu cara 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi keadaan gizi masyarakat yang baik menjadi salah satu cara untuk mendukung suksesnya pembangunan kecerdasan dan kesehatan sumber daya manusia. Nutrisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai suatu industri jasa yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat baik yang bersifat kuratif dan rehabilitatif. Namun, selain memberikan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Rancangan Peneltitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan proses pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA DINAS KESEHATAN TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA DINAS KESEHATAN TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA DINAS KESEHATAN TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertanda tangan di bawah ini:

Lebih terperinci

PENDEKATAN KESEHATAN MASYARAKAT PASCA KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DI KABUPATEN ASMAT PAPUA

PENDEKATAN KESEHATAN MASYARAKAT PASCA KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DI KABUPATEN ASMAT PAPUA Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL KAJIAN SINGKAT TERHADAP

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PATI DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CLUWAK Jl. Raya Tayu-Jepara Km12, (0295)

PEMERINTAH KABUPATEN PATI DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CLUWAK Jl. Raya Tayu-Jepara Km12, (0295) PEMERINTAH KABUPATEN PATI DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CLUWAK Jl. Raya Tayu-Jepara Km12, (0295) 4545650 59157 email: puskesmascluwak@yahoo.co.id KEPUTUSAN KEPALA UPT PUSKESMAS CLUWAK KABUPATEN PATI NOMOR:

Lebih terperinci

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS A. KONDISI UMUM Sesuai dengan UUD 1945, pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki risiko jatuh sakit dan membutuhkan biaya cukup besar ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan penyakit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Program dan kegiatan pembangunan pada dasarnya disusun untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat sebesarbesarnya yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) Instansi Visi : DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR : Mewujudkan Masyarakat Jawa Timur Mandiri untuk Hidup Sehat Misi : 1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan 2.

Lebih terperinci

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN Lampiran III Peraturan Daerah Nomor Tanggal : : Tahun 2015 28 Desember 2015 PEMERINTAH PROVINSI BANTEN RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN TAHUN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 66 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 25

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 66 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 25 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 66 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 25 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 54 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGELOLAAN RUMAH

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan erat sekali hubungannya dengan dunia kesehatan. Untuk mencapai kondisi masyarakat yang sehat diperlukan lingkungan yang baik pula. Dalam hal ini

Lebih terperinci

Tabel II.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Target. Target IKU Thn Target MDGs Thn 2015

Tabel II.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Target. Target IKU Thn Target MDGs Thn 2015 Tabel II.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor 20132018 NO 2014 2015 2016 2017 2018 2014 2015 2016 2017 2018 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Lebih terperinci

PROFIL UPT PUSKESMAS SEMIN I

PROFIL UPT PUSKESMAS SEMIN I PROFIL UPT PUSKESMAS SEMIN I A. PROFIL PUSKESMAS. Nama Puskesmas : UPT Puskesmas Semin I 2. Alamat : Jl. Semin Karangmojo Km 0,5, Semin Gunungkidul, Kode pos 55854, telp. (0274) 4390354 DIY, Indonesia.

Lebih terperinci

PROFIL PUSKESMAS KARANGASEM I TAHUN 2012

PROFIL PUSKESMAS KARANGASEM I TAHUN 2012 PROFIL PUSKESMAS KARANGASEM I TAHUN PUSKESMAS KARANGASEM I TAHUN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman tingkat persaingan di bidang kesehatan semakin meningkat demikian

Lebih terperinci

INDIKATOR DAN TARGET SPM. 1. Indikator dan Target Pelayanan Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial dan Keperawatan Kesehatan Masyarakat

INDIKATOR DAN TARGET SPM. 1. Indikator dan Target Pelayanan Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial dan Keperawatan Kesehatan Masyarakat LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 1406 TAHUN 2015 TANGGAL 31-12 - 2015 INDIKATOR DAN TARGET SPM 1. Indikator dan Target Pelayanan Upaya Masyarakat Esensial dan Keperawatan Masyarakat 1 Pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sosial yang memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif secara sosial

BAB I PENDAHULUAN. maupun sosial yang memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif secara sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah suatu keadaan yang optimal baik dari segi badan, jiwa maupun sosial yang memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA - 1- PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG MURUNG RAYA SEHAT 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal setiap tahun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima

Lebih terperinci

PEMERINTAH. 1. Pengelolaan survailans epidemiologi kejadian luar biasa skala nasional.

PEMERINTAH. 1. Pengelolaan survailans epidemiologi kejadian luar biasa skala nasional. B. PEMBAGIAN URUSAN AN KESEHATAN - 15-1. Upaya 1. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit 1. Pengelolaan survailans epidemiologi kejadian luar biasa skala nasional. 1. Penyelenggaraan survailans epidemiologi,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 26 NOMOR 26 TAHUN 2008

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 26 NOMOR 26 TAHUN 2008 BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 26 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KOTA SEMARANG Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS PERAWATAN RATU AGUNG NOMOR :800/ /PRA/I/2017 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR MUTU DAN KINERJA

KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS PERAWATAN RATU AGUNG NOMOR :800/ /PRA/I/2017 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR MUTU DAN KINERJA PEMERINTAH KOTA BENGKULU DINAS KESEHATAN KOTA BENGKULU UPTD PUSKESMAS PERAWATAN RATU AGUNG JL. WR. Supratman No.22 Kota Bengkulu Kode Pos 38125 Email puskesmas_ratuagung@yahoo.co.idtelepon (0736) 7310378

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Isu Pengelolaan Higiene Sanitasi

Isu Pengelolaan Higiene Sanitasi Isu Pengelolaan Higiene Sanitasi Makanan disekolah Lilis Nuraida dan Purwiyatno Hariyadi SEAFAST Center Institut Pertanian Bogor PENDAHULUAN Kualitas SDM yang baik merupakan syarat mutlak untuk keberhasilan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG,

PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG, PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG Jl. Lintas Malindo Entikong (78557) Telepon (0564) 31294 Email : puskesmasentikong46@gmail.com KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG NOMOR

Lebih terperinci

B. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KESEHATAN

B. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KESEHATAN - 12 - B. PEMBAGIAN URUSAN AN KESEHATAN 1. Upaya 1. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit 1. Pengelolaan survailans epidemiologi kejadian luar biasa skala nasional. 2. Pengelolaan pencegahan dan penanggulangan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN PELAYANAN DINAS KESEHATAN PROVINSI BANTEN

BAB II GAMBARAN PELAYANAN DINAS KESEHATAN PROVINSI BANTEN BAB II GAMBARAN PELAYANAN DINAS KESEHATAN PROVINSI BANTEN 2.1. TUGAS, FUNGSI, dan STRUKTUR ORGANISASI 2.1.1. Tugas Dinas Kesehatan Provinsi Banten menurut Pasal 31 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Banten

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 8 2014 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENDIRIAN DAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 26 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 97 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 97 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN KUALITAS MAKANAN SIAP SAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN

BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN 3.1. Riwayat Puskesmas 3.1.1. Sejarah Puskesmas Puskesmas Kecamatan Jagakarsa berdiri pada tahun 1986 yang beralamat di Jalan Moh Kahfi I No. 27A, sebelum berdiri sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Visi pembangunan kesehatan yaitu hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat diantaranya memiliki kemampuan hidup sehat, memiliki kemampuan untuk

Lebih terperinci