HUBUNGAN PERAN TEMAN SEBAGAI SUMBER INFORMASI KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRA NIKAH
|
|
- Handoko Tanudjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HUBUNGAN PERAN TEMAN SEBAGAI SUMBER INFORMASI KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRA NIKAH THE RELATIONSHIP OF PEER S ROLE AS A SOURCE OF REPRODUCTIVE HEALTH INFORMATION WITH TEENAGER S ATTITUDE REGARDING PRE MARITAL SEXUAL INTERCOURSE ABSTRACT Eny Kusmiran 1, Siswanto Agus Wilopo 2, Ira Paramastri 3 Background: One of the main issues of teenager s reproductive health is that peer could influence social norm and teenager s pre marital sexual intercourse. Data of Indonesian teenager pre marital sexual behavior based on SKRRI 2002 is very low so that questioner regarding pre marital sexual intercourse Attitude becomes an alternative in exploring teenager s pre marital sexual behavior. Objective: Find out the contribution of peer s role as a source of reproductive health information in influencing teenager s attitude regarding sexual behavior before married. Method: This was an observational research that used cross sectional design. The research data used data of SKRRI and SDKI with sample of teenagers aged years old with total respondent of 4156 people. The used analysis consists of univariable analysis with proportion, bivariable with chi square test and multivariable with logistic regression model with significance level of P<0.05. Result: There was 70.7% respondents who were disagree about attitude of teenager regarding pre marital sexual intercourse. The bivariable analysis showed a significant relationship between peer s role as a source of reproductive health information, reproductive health knowledge and confounding variable except accommodation with p=0.20. The multivariable analysis showed relationship consistency between factors that could influence teenager s reproductive health except factors of education level, accommodation, family, and reproductive health information program at school. Conclusion: Peer as reproductive health information source and knowledge of reproductive health (STD) had significant relationship with teenager s attitude regarding pre marital sexual relationship. Variable that had significant consistent influence toward teenager s attitude regarding pre marital sexual relationship was peer s role, knowledge of reproductive health (STD), boys teenager, period of age years old, the influence of television and radio media as well as program of reproductive health information in community with attitude regarding pre marital sexual intercourse. Keyword: Teenager, peer, attitude regarding pre marital sexual intercourse Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 45
2 PENGANTAR Saat memasuki masa remaja, keterlibatan dengan kelompok teman sebaya dan ketertarikan terhadap identifikasi kelompok teman sebaya meningkat. Remaja menemukan teman sebagai penasehat terhadap segala sesuatu yang mengerti dan bersimpati oleh karena teman sebaya menghadapi perubahan yang sama. Remaja menghadapi tuntutan untuk membentuk hubungan baru dan lebih matang dengan lawan jenisnya. Perkembangan seks remaja mendorong remaja untuk berupaya mempelajari perilaku orang dewasa sesuai dengan jenis kelaminnya. Perubahan emosi pada remaja mempengaruhi gairah seksualitas yang muncul dari berbagai bentuk perubahan psikologi berupa pencarian identitas diri dan kemandirian untuk lepas dari pengaruh orangtua. Pencarian identitas dan kemandirian menyebabkan remaja lebih 10, 11 banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya. Perubahan biologis yang pesat mempengaruhi perubahan hormonal remaja khususnya perubahan fungsi dan dorongan seksual yang tinggi. Kematangan organ reproduksi dan perkembangan psikologis remaja yang mulai menyukai lawan jenis serta arus informasi melalui media massa baik berupa majalah, surat kabar, tabloid ataupun melalui radio, televisi dan komputer mempercepat perubahan tersebut. Keadaan tersebut sangat berpengaruh terhadap perilaku seksual remaja. 4,13 Hal ini kadang belum diikuti dengan perkembangan psikososial sehingga remaja rentan terhadap pengaruh buruk dari luar yang mendorong timbulnya perilaku seksual yang berisiko tinggi. Dikalangan remaja Indonesia telah terjadi perubahan pandangan dan perilaku seksual masyarakat. Beberapa penelitian di beberapa kota di Indonesia dengan kuat menunjukkan perubahan tersebut. Pola pergaulan semakin bebas yang didukung oleh berbagai fasilitas sehingga aktivitas seksual semakin mudah dilakukan bahkan mudah berlanjut menjadi hubungan seksual. Hubungan seksual sudah tidak dianggap sebagai sesuatu yang sakral. Peningkatan jumlah remaja yang sudah berhubungan seksual sebelum menikah sejalan dengan pesatnya perubahan di bidang sosial dan demografi seperti:1) rapuhnya daya dukung sosial dan keluarga; 2) paparan informasi Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 46
3 yang selalu terbuka khususnya mengenai seksualitas; 3) semakin panjangnya masa antara usia kematangan seksual dengan usia menikah; 4) semakin banyaknya jumlah remaja yang hidup terpisah dari orangtua dan keluarga dengan tujuan mencari pekerjaan dan menuntut pendidikan yang lebih tinggi. 16 Hasil polling di beberapa media massa menunjukkan adanya kecenderungan sikap permisif remaja terhadap perilaku seks bebas atau perilaku seks di luar nikah. Sikap permisif mengenai hubungan seksual sebelum menikah didukung juga oleh adanya fakta bahwa remaja sering menghadapi standar perilaku seksual sebelum menikah yaitu melakukan abstinence tidak melakukan hubungan seksual sebelum atau di luar nikah bagi remaja, adanya standar ganda yang mengijinkan laki-laki melakukan hubungan seksual sebelum menikah dan tidak untuk wanita, hubungan seksual diperbolehkan jika saling menyukai serta hubungan seksual dilakukan suka sama suka. 9 Saat ini belum ada data di Indonesia yang berskala nasional tentang prevalensi hubungan seksual sebelum menikah di kalangan remaja. Pada survei SKRRI salah satu tujuan adalah menggali isu hubungan seksual pranikah remaja tetapi data yang tersedia underestimate sehingga pendekatan melalui pertanyaan sikap mengenai hubungan seksual pranikah dapat mewakili informasi tentang perilaku seksual pranikah remaja di Indonesia. 3, 16 Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui kontribusi peran teman sebagai sumber informasi kesehatan reproduksi dengan sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah. Penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan program kesehatan reproduksi remaja. BAHAN DAN CARA PENELITIAN Jenis penelitian adalah observasional dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional (potong lintang). Data sekunder dari Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 47
4 SKRRI adalah merupakan sub sampel dari Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia (SDKI) , oleh karena itu metode yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada SKRRI Subyek penelitian SKRRI adalah kelompok remaja wanita dan laki-laki yang belum pernah menikah dan berusia antara tahun yang berada dalam rumah tangga yang terpilih dari sampel sejak tanggal 21 November 2002 sampai 09 April Dari jumlah tersebut hanya 8730 rumah tangga yang digunakan dan hanya rumah tangga yang dapat diwawancara lengkap. Variabel penelitian ini meliputi : variabel bebas (peran teman sebagai sumber informasi kesehatan reproduksi); variabel antara (pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi yang terdiri dari pengetahuan tentang sistem organ, keluarga berencana, HIV/AIDS dan penyakit menular seksual (PMS)); variabel terikat (sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah) dan variabel penganggu, meliputi: Faktor individu (jenis kelamin, umur, pendidikan, tempat tinggal), faktor keluarga (peran orangtua sebagai sumber informasi kesehatan reproduksi),factor masyarakat (pengaruh media radio dan televisi), dan faktor program kesehatan reproduksi di sekolah dan di masyarakat. Analisis univariabel dengan pemaparan deskriptif variabel-variabel yang ada dalam penelitian melalui tabel distribusi frekuensi dan prosentase, Analisis bivariabel yaitu melihat hubungan antara dua variabel dengan melakukan pengujian statistik. Uji statistik yang digunakan untuk melihat perbedaan proporsi digunakan uji chi square (Χ 2 ) tingkat kemaknaan p<0,05 dan confidence interval (CI) 95 persen, Analisis multivariabel yaitu untuk melihat hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan mengontrol variabel pengganggu dengan uji statistik regresi logistic model dengan tingkat kemaknaan sebesar p<0,05 dan nilai OR diambil dari nilai exponent β dengan confidence interval (CI) 95 persen. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Univariat Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 48
5 Tabel 1 menunjukkan gambaran sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah. Dari hasil menunjukkan bahwa sebagian besar remaja mempunyai sikap tidak setuju mengenai hubungan seksual pranikah. Tabel 1. Proporsi sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah SKKRI Sikap mengenai hubungan seksual pranikah N % Setuju ,3 Tidak setuju ,7 Sumber: Data sekunder SKRRI Pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi sebagian besar dalam kategori rendah seperti pengetahuan sistem organ reproduksi, HIV/AIDS dan PMS. Pengetahuan remaja mengenai keluarga berencana dalam kategori tinggi yaitu 91,6 %. Data tersaji pada tabel 2. Tabel 2. Proporsi pengetahuan kesehatan reproduksi meliputi sistem organ, keluarga berencana, HIV/AIDS dan PMS SKKRI Variabel Rendah Tinggi Pengetahuan kesehatan reproduksi N % N % Pengetahuan sistem organ reproduksi Pengetahuan keluarga berencana 350 8, ,6 Pengetahuan HIV/AIDS , ,2 Pengetahuan PMS , ,5 Sumber: Data sekunder SKRRI Analisis Bivariabel pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah. Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi sangat berkaitan erat dengan sikap mengenai hubungan seksual pranikah. Hasil analisis tabel 3 menunjukkan hubungan signifikan pengetahuan tentang keluarga berencana dan PMS terhadap sikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah dengan p (< 0,05). Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 49
6 Tabel 3. Hubungan antara pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah SKRRI Variabel Sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah Χ 2 P OR CI 95% Pengetahuan Setuju Tidak setuju kesehatan N % N % reproduksi Sistem organ Rendah , ,1 0,06 0,81 0,9 (0,63-1,37) Tinggi 38 3,1 86 2,9 1,0 Keluarga berencana Rendah 71 5, ,5 14,47 0,000*** 0,6 (0,45-0,77) Tinggi , ,5 1,0 HIV/AIDS Rendah , ,9 0,37 0,54 0,9 (0,67-1,21) Tinggi 68 5, ,1 1,0 PMS Rendah , ,8 88,05 0,000*** 0,5 (0,45-0,59) Tinggi , ,2 1,0 Keterangan : *signifikans pada P < 0,05, **signifikans pada P < 0,01,*** signifikans pada P < 0,001. Sumber: Pengolahan data SKRRI Pengetahuan sistem organ yang rendah berpeluang 0,9 kali lebih kecil mempengaruhi sikap setuju remaja mengenai hubungan seksual pranikah tetapi perbedaan tersebut secara statistik tidak bermakna (X 2 = 0,06, p=0,81). Remaja dengan pengetahuan keluarga berencana yang rendah berpeluang 0,6 kali lebih kecil untuk bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah dibandingkan remaja dengan pengetahuan yang tinggi megenai keluarga berencana. Remaja dengan pengetahuan HIV/AIDS yang rendah berpeluang 0,9 kali lebih kecil untuk bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah dibandingkan remaja dengan pengetahuan yang tinggi mengenai HIV/AIDS, tetapi perbedaan tersebut secara statistik tidak bermakna (X 2 = 0,37, p=0,54). Remaja dengan pengetahuan PMS yang rendah berpeluang 0,5 kali lebih kecil untuk bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah dibandingkan remaja dengan pengetahuan yang tinggi mengenai PMS. Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 50
7 3. Hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah. Tabel 4. Hubungan antara peran teman sebagai sumber informasi kesehatan reproduksi dengan sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah SKRRI Sikap remaja mengenai Variabel hubungan seksual X 2 P OR CI 95% pranikah Setuju Tidak setuju N % N % Peran Teman Ya , ,1 24,04 0,000*** 1,5 (1,28-1,77) Tidak , ,9 1,0 Keterangan : *signifikans pada P < 0,05, **signifikans pada P < 0,01,*** signifikans pada P < 0,001 Sumber: Pengolahan data SKRRI Hasil penelitian diatas menggambarkan bahwa peran teman sebagai sumber informasi kesehatan reproduksi memilki hubungan signifikan p< 0,05 dengan sikap remaja yang setuju mengenai hubungan seksual pranikah. Peran Teman memberi pengaruh 1,5 kali lebih besar terhadap sikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah dibandingkan remaja tanpa pengaruh teman (IK 95%= 1,28-1,77). 4. Hubungan antara variabel pengganggu dengan variabel dependen sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah. Untuk mengetahui hubungan variabel pengganggu yaitu faktor individu (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan tempat tinggal), faktor rumah tangga yaitu peran orangtua, faktor media (televisi dan radio) dan faktor program pengetahuan kesehatan reproduksi di sekolah dan di masyarakat dengan variabel dependen yaitu sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah menggunakan uji Chi Square dengan Confidence Interval (CI) 95 persen. Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 51
8 Tabel 5. Hubungan antara faktor individu, faktor rumah tangga faktor media massa, dan faktor program dengan sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah SKRRI Variabel Sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah X 2 P OR CI 95% Setuju Tidak setuju N % N % Faktor Individu Jenis kelamin Laki-laki ,9 78,58 0,000*** 1,9 (1,63-2,15) Perempuan ,1 1,0 Umur tahun , ,8 72,12 0,000*** 0,5 (0,47-0,62) tahun , ,2 1,0 Pendidikan Rendah , ,7 5,53 0,019* 0,9 (0,74-0,97) Tinggi , ,3 1,0 Tempat Tinggal Kota , ,1 1,6 0,20 1,1 (0,95-1,25) Desa , ,9 1,0 Faktor orangtua Tidak , ,8 4,21 0,04* 0,8 (0,67-0,98) Ya , ,2 1,0 Faktor masyarakat Radio Ya , ,6 33,84 0,000*** 1,5 (1,30-1,70) Tidak , ,4 1,0 Televisi Ya , ,3 43,54 0,000*** 1,2 (1,02-1,49) Tidak , ,7 1,0 Faktor Program pengetahuan Kespro Di Sekolah Tidak , ,4 12,43 0,000*** 0,8 (0,65-0,88) Ya , ,6 1,0 Di Masyarakat Tidak , ,4 11,62 0,001*** 0,6 (0,46-0,80) Ya 88 7, ,6 1,0 Keterangan : *signifikans pada P < 0,05, **signifikans pada P < 0,01,*** signifikans pada P < 0,001 Sumber: Pengolahan data SKRRI Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 52
9 Remaja laki-laki berpeluang 1,9 kali lebih besar untuk bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah dibandingkan remaja perempuan (IK 95%=1,63-2,15). Rentang umur remaja tahun berpeluang 0,5 kali lebih kecil bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah dibandingkan umur tahun. Remaja dengan tingkat pendidikan yang rendah berpeluang 0,9 kali lebih kecil untuk bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah dibandingkan remaja dengan pendidikan tinggi, dan remaja yang tinggal di perkotaan dan desa memiliki peluang yang sama untuk bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah, tetapi secara statistik hubungan tempat tinggal remaja tidak signifikan (X 2 = 1,6, p=0,20). Remaja yang tidak menjadikan orangtua sebagai sumber informasi kesehatan reproduksi berpeluang 0,8 kali lebih kecil untuk bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah dibandingkan bila ada peran orangtua. Remaja yang terpapar pesan kesehatan reproduksi dari televisi berpeluang 1,2 kali lebih besar bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah dibandingkan yang tidak terpapar media televisi (IK 95%= 1,02-1,49), sedangkan remaja yang terpapar pesan kesehatan reproduksi dari radio 1,5 kali lebih besar bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah dibandingkan remaja yang tidak mendengarkan radio. Remaja yang tidak mendapat informasi kesehatan reproduksi di sekolah berpeluang 0,7 kali lebih kecil bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah dibandingkan remaja yang mendapatkan informasi di sekolah, sedangkan remaja yang tidak mendapat inforamsi kesehatan reproduksi di masyarakat berpeluang 0,6 kali lebih kecil bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah (IK 95%= 0,46-0,80). 5. Analisis Multivariabel Analisis Multivariabel memasukkan semua variabel yang diteliti ke dalam pemodelan dengan ketentuan variabel tersebut signifikan pada uji bivariabel. Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 53
10 Pemodelan yang disusun adalah enam model yang terbagi atas variabel bebas, variabel antara, faktor individu, faktor keluarga dan faktor masyarakat. Tabel 6. Perkiraan Odds Ratio (OR) dengan pemodelan tentang sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah Variabel model 1 model 2 model 3 model 4 model 5 model 6 Peran teman Ya 1,5***(1,28-1,77) 1,3**(1,10-1,55) 1,3***(1,12-1,58) 1,3**(1,13-1,60) 1,3(1,06-1,51) 1,3*(1,05-1,50) Tidak Pengetahuan Sistem Organ Rendah 1,3(0,83-1,88) 1,1(0,73-1,68) 1,1(0,73-1,69) 1,2(0,76-1,76) 1,2(0,77-1,79) Tinggi KB Rendah 0,8(0,58-1,02) 0,7*(0,55-0,97) 0,7*(0,54-0,97) 0,8(0,61-1,09) 0,8(0,61-1,11) Tinggi HIV/AIDS Rendah 1,2(0,88-1,66) 1,1(0,82-1,57) 1,1(0,82-1,56) 1,2(0,83-1,59) 1,2(0,85-1,62) Tinggi PMS Rendah 0,5***(0,45-0,61) 0,6***(0,50-0,70) 0,6***(0,50-0,70) 0,6***(0,54-0,75) 0,6***(0,55-0,76) Tinggi Faktor Individu Jenis kelamin Laki-laki 1,8***(1,53-2,04) 1,7***(1,49-2,01) 1,7***(1,49-2,01) 1,8***(1,51-2,04) Perempuan Umur tahun 0,6***(0,55-0,74) 0,6***(0,55-0,74) 0,6***(0,55-0,74) 0,6***(0,55-0,74) tahun Pendidikan Rendah 1,1(0,93-1,27) 1,1(0,93-1,27) 1,2*(1,00-1,37) 1,2*(1,02-1,44) Tinggi Faktor Keluarga Peran orangtua Tidak 0,9(0,71-1,07) 0,8(0,68-1,02) 0,82(0,67-1,01) Ya Faktor Masyarakat Televisi Ya 1,3*(1,09-1,50) 1,3*(1,07-1,48) Tidak 1 1 Radio Ya 1,2*(1,04-1,42) 1,2*(1,02-1,40) Tidak 1 1 Lanjutan tabel 6 Variabel model 1 model 2 model 3 model 4 model 5 model 6 Faktor Inf. Kespro Kespro sekolah Tidak 0,9(0,75-1,10) Ya 1 Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 54
11 Kespro masy Tidak 0,7*(0,54-0,98) Ya 1-2 Log likelihood 5000,8 4920,6 4811,7 4810,1 4787, R 2 0,6 2,5 5 5,1 5,6 5,7 df N Keterangan : signifikans pada P < Sumber: Pengolahan data SKRRI Model 1 dibangun untuk mengetahui peran teman sebagai sumber informasi kesehatan reproduksi dengan sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah. Hubungan ini sangat bermakna (OR=1,5, IK 95%= 1,28-1,77). Teman memberi peluang sebesar 1,5 kali terhadap sikap permissive remaja mengenai hubungan seksual pranikah. Model ini memprediksi sikap mengenai hubungan seksual pranikah sebesar 0,6 persen. Model 2 menggambarkan hubungan antara peran teman dengan mengontrol pengetahuan kesehatan reproduksi yang meliputi pengetahuan sistem organ reproduksi, keluarga berencana, HIV/AIDS dan PMS. Penggabungan dua variabel memberi kontribusi terhadap sikap permissive remaja mengenai hubungan seksual pranikah sebesar 2,5 persen. Apabila dilihat dari nilai OR terjadi penurunan sebesar 0,2 dari model 1. Penurunan tersebut masih signifikan dengan membandingkan nilai -2log likelihood dengan derajat bebas antara model 1 dan model 2. Hasil pengurangan tersebut lebih besar dari nilai Χ 2 tabel, hal ini menunjukkan hubungan yang signifikan. Dari model 2 tampak bahwa adanya peran teman (OR= 1.3, p< 0.001), pengetahuan PMS yang tinggi (OR= 2.0) memiliki hubungan signifikan dengan sikap remaja yang setuju mengenai hubungan seksual pranikah. Model 3 menggambarkan hubungan antara peran teman dengan mengontrol pengetahuan kesehatan reproduksi (pengetahuan sistem organ reproduksi, keluarga berencana, HIV/AIDS dan PMS) dan faktor individu (jenis kelamin, umur, dan pendidikan). Penggabungan tiga variabel memberi kontribusi terhadap sikap permissive remaja mengenai hubungan seksual pranikah sebesar 5 persen. Apabila membandingkan nilai -2log likelihood Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 55
12 dengan derajat bebas antara model 1 dan model 3, maka hasil pengurangan tersebut masih lebih besar dari nilai Χ 2 tabel, hal menunjukkan hubungan yang signifikan. Dari model 3 tampak hubungan signifikan ditunjukkan pada variabel adanya peran teman (OR= 1,3, p< 0.001), pengetahuan keluarga berencana yang tinggi (OR=1,4), pengetahuan PMS yang tinggi (OR= 1,7), remaja laki-laki (OR= 1,8, p< 0,001), remaja yang berumur tahun (OR= 1,7) memberi peluang pada remaja untuk bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah. Model 4 menggambarkan hubungan antara peran teman dengan mengontrol pengetahuan kesehatan reproduksi (pengetahuan sistem organ reproduksi, keluarga berencana, HIV/AIDS dan PMS), faktor individu (jenis kelamin, umur, dan pendidikan) dan faktor keluarga (peran orangtua). Penggabungan empat variabel memberi kontribusi terhadap sikap permissive remaja mengenai hubungan seksual pranikah sebesar 5,1 persen, terdapat peningkatan sebesar 0,1 persen. Apabila membandingkan nilai -2log likelihood dengan derajat bebas antara model 1 dan model 4, maka hasil pengurangan tersebut masih lebih besar dari nilai Χ 2 tabel, hal ini menunjukkan hubungan yang signifikan. Dari model 4 tampak hubungan signifikan ditunjukkan pada variabel adanya peran teman(or= 1,3, p<0,01), pengetahuan keluarga berencana yang tinggi(or=1,4), pengetahuan PMS yang tinggi(or=1,7), remaja laki-laki(or= 1,7, p<0,001), remaja yang berumur tahun (OR=1,7) memberi peluang pada remaja untuk bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah. Variabel tingkat pendidikan dan peran orangtua secara statistik tidak signifikan. Model 5 menggambarkan hubungan antara peran teman dengan mengontrol pengetahuan kesehatan reproduksi (pengetahuan sistem organ reproduksi, keluarga berencana, HIV/AIDS dan PMS), faktor individu (jenis kelamin, umur, dan pendidikan), faktor keluarga (peran orangtua), dan faktor masyarakat (pengaruh televisi dan radio). Interaksi antar model memberi kontribusi terhadap sikap permissive remaja mengenai hubungan seksual pranikah sebesar 5,6 persen. Apabila membandingkan nilai -2log likelihood Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 56
13 dengan derajat bebas antara model 1 dan model 5, maka hasil pengurangan tersebut masih lebih besar dari nilai Χ 2 tabel, hal ini menunjukkan hubungan yang signifikan. Dari model 5 tampak perubahan hubungan antar variabel yang signifikan. Variabel yang menunjukan hubungan bermakna yaitu pengetahuan PMS yang tinggi (OR=1,7), remaja laki-laki(or= 1,7,p< 0,001), remaja yang berumur tahun (OR=1,7), pendidikan rendah (OR=1,2,p<0,05) dan remaja yang terpapar pesan kesehatan reproduksi melalui televisi(or=1,3,p<0,05) dan radio(or=1,2,p<0,05) memberi peluang pada remaja untuk bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah. Model 6 menggambarkan hubungan semua variabel yang diteliti. Interaksi antar model memberi kontribusi signifikan terhadap sikap permissive remaja mengenai hubungan seksual pranikah sebesar 5,7 persen. Apabila membandingkan nilai -2log likelihood dengan derajat bebas antara model 1 dan model 6, maka hasil pengurangan tersebut masih lebih besar dari nilai Χ 2 tabel, hal menunjukkan hubungan yang signifikan. Dari model 6 tampak variabel yang menunjukkan hubungan bermakna yaitu adanya peran teman(or=1,3,p<0,05), pengetahuan PMS yang tinggi(or=1,7), remaja laki-laki(or=1,7,p<0,001), remaja yang berumur tahun (OR=17), pendidikan rendah (OR=1,2,p<0,05), remaja yang terpapar pesan kesehatan reproduksi melalui televisi(or=1,3,p<0,05) dan radio(or=1,2,p<0,05) serta tidak adanya informasi kesehatan reproduksi di masyarakat(or=1,4) memberi peluang pada remaja untuk bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah. Berdasarkan hasil analisis model 1 sampai 6, menunjukkan model yang memberi perubahan determinasi tertinggi adalah model 3. Variabel yang konsisten secara statistik signifikan memberi prediksi terhadap sikap setuju remaja mengenai hubungan seksual pranikah adalah peran teman sebagai sumber informasi kesehatan reproduksi, pengetahuan kesehatan reproduksi terutama mengenai PMS yang tinggi, faktor individu (remaja dengan jenis kelamin laki-laki, dan umur), faktor masyarakat (pengaruh televisi dan radio) serta tidak adanya faktor informasi kesehatan reproduksi di masyarakat. Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 57
14 PEMBAHASAN Penelitian ini mencoba menerapkan kerangka konseptual kesehatan reproduksi remaja dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan terhadap kesehatan reproduksi remaja. Salah satu intermediate outcome kesehatan reproduksi remaja yaitu sikap terhadap perilaku kesehatan reproduksi. 14 Sikap dalam penelitian ini mengenai hubungan seksual pranikah. Dari beberapa tahap analisis yang telah dilakukan, terdapat sejumlah variabel yang merupakan faktor yang berperan terhadap sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah. Peran teman sebagai sumber informasi kesehatan reproduksi memberi peluang 1,5 kali berhubungan dengan sikap setuju remaja mengenai hubungan seksual pranikah. Analisis keeratan hubungan dua variabel tersebut didapatkan OR 1.5 (CI 95%=1,28-1,77). Dalam interaksi antar variabel, pengaruh teman sebaya terhadap sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah hanya memprediksi 0,6 persen. Hal ini menunjukkan teman bukan referensi utama dalam bersikap setuju terhadap hubungan seksual pranikah. Remaja tidak akan mengakhiri hubungan pertemanan hanya karena terdapat perbedaan terhadap perilaku seksual atau harus mengalah karena tekanan teman untuk mengikuti standar seksual. 1,17 Selain itu penelitian lain juga menunjukkan bahwa teman sebaya dapat mempengaruhi perilaku sehat remaja tidak hanya masalah perilaku seksual tetapi juga tentang kekerasan dan penyalahgunaan. 2 Perilaku berisiko tersebut dapat merupakan bentuk solidaritas terhadap teman sebaya agar dapat diterima dalam kelompok teman sebaya. 1, 8 Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi sangat berkaitan erat dengan sikap mengenai hubungan seksual pranikah. Secara keseluruhan, pengetahuan dasar responden tentang kesehatan reproduksi tidak memadai. Hasil analisis bivariabel menunjukkan menunjukkan hubungan signifikan pengetahuan tentang keluarga berencana dan PMS terhadap sikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah dengan p (< 0,05). Pengetahuan tentang keluarga berencana dan PMS yang tinggi cenderung untuk bersikap setuju Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 58
15 mengenai hubungan seksual pranikah. Hasil ini serupa dengan penelitian pada remaja perempuan di Mataram menyatakan bahwa remaja umumnya mempunyai pengetahuan dasar mengenai PMS/HIV/AIDS. menemukan bahwa mayoritas dari mereka mengetahui bagaimana virus HIV ditularkan dan bahwa penyakit AIDS tidak bisa disembuhkan. Mereka juga mengetahui bahwa penyakit AIDS bersifat fatal, namun gejala-gejala dari beberapa penyakit yang terjadi karena dideritanya AIDS dan perkembangan penyakit AIDS belum diketahui secara luas. Sayangnya, konsep mengenai safe sex belum diketahui secara benar (ibid). Jelas dirasakan adanya kebutuhan untuk mempertajam pengetahuan remaja mengenai PMS/HIV/AIDS. Beberapa studi yang pernah dilakukan (Lembaga Demografi Universitas Indonesia, tahun 1999) menunjukkan sedikitnya pengetahuan yang dimiliki remaja tentang Penyakit Menular Seksual, selain HIV dan AIDS. Data yang ada menunjukkan bahwa sekitar 50 persen responden pernah mendengar tentang HIV/AIDS, namun hanya sedikit sekali yang tahu dengan benar cara -cara mencegah penularan HIV/AIDS, yaitu (a) hanya berhubungan seksual dengan pasangan tetap sebanyak 18persen; (b) menggunakan kondom saat berhubungan seksual sebanyak 4 persen dan (c) menggunakanalat suntik yang steril sebanyak 9,4 persen. Pengetahuan mereka tentang cara untuk mencegah penularan PMS-pun sangat rendah. Hanya 14 persen responden yang menjawab berhubungan seksual dengan pasangan tetap dan hanya 5 persen yang menyebutkan menggunakan kondom. 11,17 Apabila disikapi dari hasil analisis penelitian ini fenomena yang terjadi dimungkinkan bahwa 1) rancangan penelitian ini adalah cross sectional dimana rancangan ini sulit menentukan sebab dan akibat oleh karena data resiko dan efek dilakukan saat bersamaan (temporal relationship tidak jelas). Akibatnya, sering tidak mungkin ditentukan mana sebab dan mana akibat, misalnya hubungan kausal antara pengetahuan kesehatan tentang keluarga berencana yang tinggi dengan sikap permisif remaja mengenai hubungan seksual pranikah tidak dapat ditentukan dalam studi prevalens. 6 Pengetahuan kesehatan tentang keluarga berencana yang tinggi dapat menyebabkan remaja bersikap permisif 7, 12 Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 59
16 mengenai hubungan seksual pranikah atau remaja yang bersikap permisif mengenai hubungan seksual pranikah menyebabkan remaja memiliki pengetahuan keluarga berencana yang tinggi. 2) pengetahuan seks remaja yang setengah-setengah tidak hanya mendorong remaja untuk coba-coba tapi juga menimbulkan salah persepsi. 7 3) Secara sosiologis remaja umumnya rentan terhadap pengaruh-pengaruh luar. Proses pencarian jati diri untuk menentukan tokoh panutan, terpengaruh gaya hidup masyarakat sekitar sehingga mengambil jalan pintas tanpa memikirkan dampak negatifnya. 15 Berdasarkan uji hubungan antara sikap responden remaja dengan perilaku hubungan seksual juga menunjukkan bahwa sikap yang setuju dengan hubungan seksual sebelum menikah berhubungan secara bermakna dengan perilaku hubungan seksual remaja. Tabel 7. Hubungan antara sikap mengenai hubungan seksual sebelum menikah dengan perilaku hubungan seksual sebelum menikah remaja SKRRI Variabel Perilaku remaja mengenai hubungan seksual pranikah X 2 P OR CI 95% Ya Tidak N % N % Sikap Setuju , ,1 2625,72 0,000*** 30,7 (16,53-57,15) Tidak Setuju ,9 1,0 Keterangan : *signifikans pada P < 0,05, **signifikans pada P < 0,01,*** signifikans pada P < 0,001 Sumber: Pengolahan data SKRRI Hasil hubungan diatas menggambarkan bahwa Sikap remaja mengenai hubungan seksual sebelum menikah memiliki hubungan signifikan p< 0,05 dengan perilaku remaja yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Sikap setuju mengenai hubungan seksual sebelum menikah berpeluang 30,7 kali lebih besar untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah dibandingkan remaja yang bersikap tidak setuju mengenai hubungan seksual pranikah (IK 95%= 16,53-57,15). Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 60
17 Remaja laki-laki lebih memiliki kecenderungan bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah oleh karena: a) remaja laki-laki kurang mempertimbangkan keterlibatan perasaan dalam hubungan seksual pranikah dibandingkan remaja perempuan; b)memiliki kemampuan untuk memaksakan kehendak dalam hubungan seksual pranikah; c) lebih sering terpengaruh oleh tekanan teman sebaya. Terdapat hubungan positip antara harapan untuk melakukan hubungan seksual pranikah dengan lamanya hubungan cinta bagi 09, 17 remaja laki-laki tetapi tidak untuk remaja perempuan. Pergeseran sikap berdasarkan jenis kelamin menunjukkan adanya pembedaan pandangan menurut jenis kelamin. Di dalam program kesehatan reproduksi, program harus dapat menjamin kebutuhan baik remaja laki-laki maupun remaja perempuan. Remaja laki-laki menghadapi tekanan untuk melakukan seksual aktif dalam pembuktian sebagai laki-laki dewasa dan supaya diterima oleh teman sebaya. Remaja perempuan sering mengalami aktivitas seksual dini dan mendapat hukuman berat dari masyarakat bila telah melakukannya terutama bila hamil diluar nikah. Dalam menghadapi hal tersbut, program kesehatan reproduksi harus dapat mengidentifikasi tekanan sosial dan membuat program untuk mengatasinya. 14 perhatian kepada remaja laki-laki. Dalam hasil penelitian ini fokus Umur berhubungan secara signifikan dengan sikap mengenai hubungan seksual pranikah, usia remaja akhir (20-24 tahun) memiliki kecenderungan bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah dibandingkan remaja usia tahun. Hal ini dimungkinkan karena pada tahap usia tahun memiliki ciri kejiwaan dan psikososial seperti mencapai kebebasan orangtua sehingga menjadi lebih realitas, memiliki ikatan terhadap pekerjaan atau tugas, pengembangan nilai moral dan etika, pengembangan hubungan pribadi yang stabil dan kesetaraan kedudukan sosial dengan orang dewasa. 1, 9 Tingkat pendidikan, dan tempat tinggal tidak signifikan memberikan pengaruh terhadap sikap mengenai hubungan seksual pranikah pada uji multivariabel. Tingkat pendidikan dalam uji bivariabel menunjukkan hasil bahwa dengan pendidikan yang tinggi justru meningkatkan kecenderungan sikap Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 61
18 setuju terhadap hubungan seksual pranikah. Pendidikan tetap memberi sumbangan penting dalam peningkatan pengetahuan,sikap dan keterampilan pada remaja. Hal ini dibuktikan makin meningkatnya jenjang pendidikan formal seseorang maka makin meningkat pula pengetahuan dan sikapnya dalam berperilaku sehat khususnya kesehatan reproduksi. Pengetahuan seksual dan kesehatan reproduksi yang setengah-setengah tidak hanya mendorong remaja 7, 12 mencoba-coba tetapi juga menimbulkan salah persepsi. Demikian pula dengan tempat tinggal responden hasil uji bivariabel secara statistik menggungkapkan bahwa remaja pedesaan cenderung memiliki pengetahuan kesehatan reproduksi yang rendah sehingga memberi kontribusi terhadap sikap setuju mengenai hubungan seksual sebelum menikah. Hal ini didukung oleh hasil penelitian tentang heteroseksual remaja kota mengungkapkan remaja kota cenderung mempunyai sistem nilai moral yang longgar dalam interaksi heteroseksualnya dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu. 18 Peran orangtua sebagai sumber informasi kesehatan reproduksi dalam analisis multivariabel menunjukkan hasil tidak signifikan. Prediksi determinasinya adalah 5,1 persen. Hasil analisis bivariabel peran orang tua sebagai sumber informasi kesehatan reproduksi justru membuat sikap setuju remaja mengenai hubungan seksual pranikah dimungkinkan bahwa orangtua karena ketidaktahuannya maupun karena sikap yang masih mentabukan pembicaraan seks dengan anak, menjadikan orangtua tidak terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini. 1, 5 Hasil ini tidak didukung oleh hasil penelitian kuatnya pengaruh teman sebaya mengenai seks dapat dijembatani oleh adanya komunikasi antara orangtua dan anak. Meskipun remaja putri lebih banyak mencari informasi tentang seks melalui teman, buku dan sekolah, peran orangtua sebagai sumber informasi terbukti lebih berpengaruh terhadap sikap mengenai seks. 9,17 Suatu penelitian longitudinal mengenai hubungan antara remaja perempuan dan orangtuanya mengemukakan bahwa adanya jarak komunikasi menyebabkan pengaruh munculnya gejala-gejala depresi dan gejala ini meningkatkan resiko Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 62
19 sikap setuju terhadap hubungan seksual pranikah. Ketahanan remaja dalam menghadapi tahap perkembangan yang sehat didukung oleh faktor luar yaitu dukungan orangtua, bimbingan dari orang dewasa dan organisasi masyarakat. 5,17 Berdasarkan hal di atas disimpulkan orangtua tetap menjadi peran utama dalam pemberian informasi kesehatan reproduksi karena orangtua seharusnya menjadi sumber informasi pertama tentang seksual dan kesehatan reproduksi bagi anak-anaknya. Pemberian informasi tentang kesehatan reproduksi diharapkan berawal dari keluarga (rumah) yang pernah memberikan informasi/penjelasan tentang berbagai hal yang ada hubungannya dengan kesehatan reproduksi antara lain tentang mimpi basah, haid, mandi besar/junub, hubungan suami-isteri, kehamilan, penyakit menular seksual dan narkoba. Faktor masyarakat melalui pengaruh media televisi dan radio berperan dalam mempengaruhi sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah. Media televisi dan radio memegang peranan yang tidak kecil dalam hal khayalan seksual remaja dengan perlu menyadari bahwa informasi selain memperluas wawasan dan pengetahuan juga membawa nilai-nilai dari negara asal informasi tersebut. Adanya kecenderungan pada daya tarik fisik dan seksual dalam berbagai media periklanan membuat remaja sulit mengontrol dorongan seksualnya. 18 Media massa seperti televisi, radio, surat kabar dan majalah merupakan sex educator yang penting. Pengaruh positif dan negatif tergantung dari pemilik dan pembuat program acara dalam memperhatikan tayangan yang mempromosikan kesehatan seksual yang sehat. 4 Pengetahuan kesehatan reproduksi masih rendah diberikan oleh sekolah dimana sebagian besar remaja menghabiskan waktu di sekolah dan masyarakat. Hasil analisis yang menunjukkan informasi dari sekolah justru berdampak pengetahuan kesehatan reproduksi rendah dan mendukung sikap setuju hubungan seksual pranikah. Hal ini dimungkinkan di Indonesia dengan budaya timurnya reproduksi manusia masih erat kaitannya dengan norma dan Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 63
20 tata nilai bangsa. Kewaspadaan selalu dipertimbangkan dalam menghadapi pengaruh luar yang dapat mempengaruhi hubungan kesehatan reproduksi dengan norma sosial. Reproduksi manusia karena berhubungan dengan tata nilai masyarakat sehingga subtansi dan penyebaranluasan informasi tentang reproduksi lebih sulit dikembangkan. Informasi kesehatan reproduksi belum menyeluruh diberikan sehingga remaja memperoleh sedikit dan hal ini mendorong remaja untuk mencari tahu kepada sumber lain. 7,18 Walaupun tingkat kebutuhan akan hak-hak kesehatan reproduksi remaja demikian tinggi, serta adanya pandangan-pandangan yang keliru tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi,namun pelayanan dan konseling yang berkaitan dengan hal tersebut belum sepenuhnya dapat diterima oleh masyarakat. Menyediakan pelayanan seperti ini dianggap justru membangkitkan keingintahuan remaja sehingga bisa mengakibatkan remaja bertindak aktif secara seksual. Mayoritas masyarakat berpendapat bahwa cara efektif untuk mengurangi hubungan seksual sebelum menikah adalah dengan menutup segala akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi, disamping memperkuat peran keluarga, moral dan nilai-nilai agama. Di sisi yang lain, beberapa penelitian justru menunjukkan hal yang sebaliknya. Remaja dengan akses yang baik pada informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi akan mempunyai pengetahuan yang sangat baik dan ini mencegah mereka melakukan aktivitas seksual yang tidak bertanggungjawab. 16 Jadi dengan memperluas akses informasi tentang seksualitas dan Kesehatan reproduksi yang benar dan jujur bagi remaja akan membuat remaja makin sadar akan tanggung jawab prilaku reproduksinya. Lebih lanjut maka remaja akan mampu (empowered) dalam membuat keputusan dalam perilaku reproduksi mereka. 5,15,16 Dalam pendidikan seks dan kesehatan reproduksi perlu dipertimbangkan teknik pemberian materi. Pendidikan yang pasif tanpa komunikasi dua arah dapat mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Pemberian informasi tidak hanya dengan melihat dan mendengar sekali atau dua kali tetapi dilakukan 14 Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 64
21 secara bertahap dan berkelanjutan. 5 Pemberian substansi kesehatan reproduksi perlu kesepakatan dari pemuka agam, orangtua, pendidik, sosiolog, tenaga medis, psikolog dan teman sebaya. Pelatihan bagi guru-guru sekolah dan pengembangan materi pendidikan berkaitan dengan informasi yang dibutuhkan untuk komunikasi adalah kunci sukses dalam program pendidikan seksual. 18 Pendidikan seksual di sekolah hendaknya tidak terpisah dari pendidikan pada umumnya dan bersifat terpadu. Materi dapat dimasukkan dalam pelajaran biologi, kesehatan, moral dan etika secara bertahap dan terus-menerus. Penekanan pada pendidikan moral walaupun tidak sedetail pendidikan agama agar pendidikan seks dapat diterima pelajar sebagai suatu ilmu yang tidak 9, 12 untuk dipraktekkan pada waktunya. Pendidikan seksual selain menerangkan aspek-aspek anatomis dan biologis juga perlu menerangkan aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan seksual yang benar harus memasukkan hak-hak asasi manusia, nilai-nilai kultur dan agama. 1,5 Selain asumsi diatas, kemungkinan lain yang perlu diperhatikan bahwa remaja Indonesia daya ketahanan yang rendah. Terjadi pergeseran norma agama dan sosial di masyarakat memberi dampak terhadap ketahanan remaja dalam menghadapi resiko kesehatan reproduksi dalam tahap perkembangan remaja yang sehat. Remaja Indonesia belum dapat memiliki ketahanan yaitu suatu proses menghadapi pengaruh negatif dari resiko paparan, koping yang baik dalam menghadapi pengalaman traumatik, dan mencegah negatif faktor dari setiap resiko. Kebutuhan kunci ketahanan remaja adalah adanya faktor resiko dan faktor pendorong yang dapat membawa efek positif atau mencegah/mengurangi efek negatif terhadap kesehatan remaja. 5 Faktor ketahanan remaja dalam menghadapi masalah perilaku seksual diantaranya adalah usia pertama kali berhubungan seksual, tingkatan aktivitas seksual dan perilaku seksual berisiko. Faktor pada tingkat individu meliputi harga diri, peran serta pada kegiatan ekstrakurikuler, keterlibatan dan prestasi sekolah, keagamaan, pengetahuan kesehatan reproduksi dan HIV/AIDS, sikap positip terhadap penggunaan kondom, pemahaman mengenai safer sex, Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 65
22 pandangan mengenai seks yang tidak normatif dan ketahanan diri untuk 5, 15 menolak penggunaan zat terlarang dan kondom. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1) Teman sebagai sumber informasi kesehatan reproduksi berhubungan secara bermakna dengan sikap setuju remaja mengenai hubungan seksual pranikah. 2) Sikap remaja sebagian besar tidak setuju mengenai hubungan seksual pranikah. 3) Pengetahuan kesehatan reproduksi memiliki hubungan bermakna dengan sikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah. Pengetahuan PMS yang tinggi secara bermakna berhubungan dengan sikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah remaja. 4) Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah secara bermakna adalah peran teman sebagai sumber informasi kesehatan reproduksi, pengetahuan kesehatan reproduksi (PMS), remaja laki-laki, umur tahun, terpapar informasi kesehatan reproduksi melalui televisi dan radio serta informasi kesehatan reproduksi di sekolah dan masyarakat. Dari penelitian ini dapat disampaikan saran-saran; 1) perencanaan model program promosi kesehatan reproduksi remaja dapat dilakukan dengan memperhatikan lima tingkatan faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan reproduksi remaja yaitu individu, keluarga, masyarakat, sosial dan kebijakan program. Faktor individu lebih diarahkan kepada ketahanan remaja dalam menghadapi tahap perkembangan sehat meliputi faktor resiko dan faktor pendukung. 2) peningkatan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi remaja bergantung pada kebutuhan remaja akan informasi kesehatan reproduksi yaitu dengan memperhatikan kebutuhan berdasarkan perbedaan jenis kelamin dan usia remaja. 3) Kebutuhan informasi kesehatan reproduksi dapat diberikan di instansi formal yaitu sekolah dan non formal yaitu di masyarakat. Bentuk Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 66
23 pemberian informasi dengan melibatkan media massa karena hampir keseluruhan remaja terpapar oleh informasi dari media massa. 4) program pendidikan kesehatan reproduksi remaja untuk selalu melibatkan peer educator dan kegiatan peer education karena suatu pesan akan didengar, dipahami dan dapat mempengaruhi perubahan sikap serta perilaku jika pemberi pesan sebaya dengan penerima pesan memiliki permasalahan serta tekanan yang sama. Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 67
24 DAFTAR PUSTAKA 1. Arifin, A. (2003). Pegangan Bagi teman Sebaya, Pembinaan Kesehatan Reproduksi Remaja. Surabaya: Yayasan Mulia Abadi. 2. Boys, A., Marsden, J., & Strang, J. (2001). Understanding Reasons for Drug Use Almost Young People: Functional Perspective. Health Education Research, (16), BPS. (2003). Indonesia Young Adult Reproductive Health Survey , Preeliminary Report. Jakarta. 4. Brown, J.D., & Keller, N.S. (2003). Can The Mass Media be Healthy Sex Educator?. Family Planning Perspective,(32),(5), Fergus, S., dan Zimmerman, A., M. (2005). Adolescent Resilience: A Framework for Understanding Healthy Development in The Face of Risk, Annual Review Public Health, (26), Gordis, L. (2000). Epidemiology. Second Edition. W.B. Saunders Company, Philadelpia. 7. Gunarsa, S., Y. (1997). Remaja dan Hubungan Seksual Pranikah, available at, (20 Juli 2005). 8. Jessor, R. (1992). Risk Behavior in Adolescent: A Psychosocial Framework for Understanding and action, Adolescent At Risk, Medical and Social Perspective. Colorado:Westview Press. 9. Martin D P, Martin D, Martin M, 2001, Adolescent Premarital Sexual Activity, Cohabitation, and Attitude Toward Marriage, Adolescence, (36), Martopo J K, 2002, Program Kesehatan Reproduksi Remaja., Makalah disampaikan dalam rapat kerja daerah BKKBN Gedung Dharma Wanita Propinsi Jawa Tengah.. 11., 2002, Tren Perilaku Remaja di Era Milenium., Seminar sehari peringatan AIDS International yang diselenggarakan oleh LARAS Youth Center PKBI Cabang Brebes. 12. Qomariyah, N, S. (2002). Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi di SMP, available at, (06 Juni 2005). 13. Steinberg L, Morris S A, 2001, Adolescent Development, Annual reviews Psychologist, 52: Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 68
25 14. Stewart, L., Eckert, E. (1995) Indicator for Reproductive Health Program Evaluation. Carolina Population Center. 15. Suyatno, B. (2002). Pamflet Memahami Remaja dari Berbagai Perspektif Kajian Sosiologis, available at, (10 Agustus 2005). 16. Tanjung, A., Utamadi, G, Sahanaja J., & Tafal Z. (2001). Kebutuhan akan Informasi dan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja, Laporan Need Assessment di Kupang, Palembang, Singkawang, Cirebon, dan Tasikmalaya. (Ed.Rev). Jakarta: PKBI, BKKBN dan UNFPA. 17. Werner-Wilson, (1998). Predictor of Adolescent Sexual Attitudes: The Influence of Individual and Family Structure. Journal of Sex Research, (6), Wibowo, A. (2000). Permasalahan Reproduksi Remaja dan Alternatif Keluarnya, available at, (06 Juli 2005). Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 69
BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013). Tingkah laku yang
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi, globalisasi teknologi, dan informasi serta berbagai faktor lainnya turut mempengaruhi pengetahuan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan peningkatan pelayanan kesehatan dan sosial bagi remaja semakin menjadi perhatian di seluruh dunia sejalan dengan rekomendasi International Conference
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan yang terjadi pada remaja melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana remaja menjadi labil
Lebih terperinciHUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TAHUN 20 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : DINI ARIANI NIM : 20000445 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi, ikut berkembang pula perkembangan remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet yang dengan mudah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur 10-19 tahun (WHO, 2015 a ). Jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang memiliki remaja yang kuat serta memiliki kecerdasan spiritual,intelektual serta emosional yang kuat
Lebih terperinciFAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 2 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI
FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 2 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : Novi Dewi Saputri 201410104171 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK
Lebih terperinciPERAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRA NIKAH PADA REMAJA DI SMA MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA
GASTER Vol. 10 No. 1 Februari 2013 PERAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRA NIKAH PADA REMAJA DI SMA MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA Maryatun Sekolah TinggiIlmu Kesehatan (STIKES) Aisyiyah Surakarta ABSTRAK
Lebih terperinciBAB 1: PENDAHULUAN. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh.
BAB 1: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa remaja keadaan fisik, psikologis, dan seksualitas akan mengalami perubahan. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh memperihatinkan, berbagai survey mengindikasikan bahwa praktik seks pranikah di kalangan remaja semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, perilaku seksual pranikah pada remaja jumlahnya meningkat yang terlihat dari data survey terakhir menunjukkan kenaikan 8,3% dari total remaja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja ialah suatu waktu kritis seseorang dihadapkan pada berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan menyangkut moral, etika, agama,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah salah satu fase kehidupan yang pasti akan dilewati oleh semua manusia. Fase ini sangat penting, karena pada saat remaja seseorang akan mencari jati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak menuju dewasa, yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis (Hurlock, 1988:261).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk remaja adalah bagian dari penduduk dunia dan memiliki sumbangan teramat besar bagi perkembangan dunia. Remaja dan berbagai permasalahannya menjadi perhatian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan hasil Sensus Penduduk Indonesia tahun 2010, sekitar 26,8% atau 63 juta jiwa dari total jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 233 juta jiwa adalah remaja
Lebih terperinciPendidikan seksualitas remaja. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH
Pendidikan seksualitas remaja Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH 1 Pokok Bahasan Pendahuluan Alasan pentingnya pendidikan seksualitas remaja Manfaat pendidikan seksualitas remaja Pendidikan seksualitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 Perilaku seksual pranikah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang yang terjadi akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Perilaku seksual pranikah ini akan
Lebih terperinciADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Periode sekolah dimulai saat anak berusia kurang lebih 6 tahun. Periode tersebut meliputi periode pra-remaja atau pra-pubertas. Periode ini berakhir saat anak berusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa Remaja adalah fase kehidupan manusia yang spesifik. Pada saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa ini berdampak pada fisik dan jiwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Remaja (adolescence)
Lebih terperinciPERILAKU SEKSUAL PRA NIKAH DAN PERSEPSI HARGA DIRI PADA MAHASISWA
54 JURNAL KEPERAWATAN NOTOKUSUMO VOL. IV, NO. 1, AGUSTUS 2016 PERILAKU SEKSUAL PRA NIKAH DAN PERSEPSI HARGA DIRI PADA MAHASISWA Wiwi Kustio Priliana * * Dosen Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sangat diperlukan oleh masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health Organization (WHO) 2012, kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan
BAB I PENDAHULUAN Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan penelitian mulai dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan metode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Pada masa remaja terjadilah suatu perubahan organ-organ fisik secara cepat, dan perubahan tersebut tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan. Terjadinya perubahan ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang merupakan salah satu faktor yang memiliki peran besar dalam menentukan tingkat pertumbuhan penduduk
Lebih terperinciHUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP PERILAKU SEKSUAL REMAJA PADA SISWA SMA DI KECAMATAN BATURRADEN DAN PURWOKERTO
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP PERILAKU SEKSUAL REMAJA PADA SISWA SMA DI KECAMATAN BATURRADEN DAN PURWOKERTO Rahayu Wijayanti 1, Keksi Girindra Swasti 2, Eva Rahayu 3 1, 2,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu golongan masyarakat yang termasuk dalam kategori generasi muda, dikaitkan dengan pembangunan suatu negara, sumber daya manusia
Lebih terperinciFaktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Remaja dalam Mencegah Hubungan Seksual (Intercourse) Pranikah di SMA Muhammadiyah 1 Banjarmasin Tahun 2012
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Remaja dalam Mencegah Hubungan Seksual (Intercourse) Pranikah di SMA Muhammadiyah 1 Banjarmasin Tahun 2012 The Influence Factors Of Adolescent s Motivation In Preventing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata pacaran sudah sangat biasa ditelinga masyarakat luas saat ini. Bahkan dari dulu pun pacaran sudah bisa dikatakan sebagai budaya mulai remaja sampai orang dewasa.
Lebih terperinciFAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI STIKES X TAHUN 2014
FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI STIKES X TAHUN 2014 Factors Related to Adolescent Sexual Behavior in X School of Health in 2014 Eka Frelestanty Program Studi Kebidanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini merupakan era globalisasi dimana sering terjadi perdagangan manusia, budaya luar dengan mudahnya masuk dan diadopsi oleh masyarakat sehingga memunculkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena perilaku seks bebas di kalangan remaja mengakibatkan terjadinya kecenderungan meningkatnya pelaku seks pranikah, penderita HIV/AIDS, dan kasus Aborsi. Fenomena
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pesat baik fisik, psikologis maupun intelektual. Pola karakteristik pesatnya tumbuh kembang ini
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Sifat khas remaja mempunyai rasa
Lebih terperinciThe Factors Related to Pre Marriage Sexual Behavior of Adolescents in Grade X and XI in State Senior High School 1 in Bandar Lampung
The Factors Related to Pre Marriage Sexual Behavior of Adolescents in Grade X and XI in State Senior High School 1 in Bandar Lampung Sari MN, Islamy N, Nusadewiarti A Faculty of Medicine in Lampung University
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja dalam ilmu psikologis diperkenalkan dengan istilah lain, seperti puberteit, adolescence, dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering pula di kaitkan pubertas atau
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,
10 BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa, terutama kapasitas reproduksi yaitu perubahan alat kelamin dari tahap anak ke dewasa. Masa remaja yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kecanduan narkoba dan ujung ujungnya akan terinfeksi HIV Aids dengan hal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja Indonesia banyak yang memiliki prestasi tinggi baik itu dari segi akademis maupun non akademis. Sudah banyak pemuda indonesia yang mengharumkan nama indonesia
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DENGAN JENIS KELAMIN DAN SUMBER INFORMASI DI SMAN 3 BANDA ACEH TAHUN 2012
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DENGAN JENIS KELAMIN DAN SUMBER INFORMASI DI SMAN 3 BANDA ACEH TAHUN 2012 SITI WAHYUNI 1 1 Tenaga Pengajar Pada STiKes Ubudiyah
Lebih terperinciRiska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi
GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA MAHASISWA TINGKAT I TAHUN AJARAN 2013-2014 FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa transisi antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Remaja dalam beberapa literatur biasanya merujuk pada usia 10-19 tahun. Badan Koordinasi
Lebih terperinciKata Kunci : seksual remaja, berpacaran, sumber informasi
KORELASI SUMBER INFORMASI MEDIA DAN LINGKUNGAN PERGAULAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DALAM BERPACARAN (Studi Kasus pada Siswa Kelas XI di Satu SMA Kota Surakarta Tahun 01) * ), Dharminto** ), Yudhy
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi yang terunggul dalam berbagai aspek kehidupan. Pembangunan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pada era pembangunan saat ini, hampir setiap negara di dunia berusaha untuk menjadi yang terunggul dalam berbagai aspek kehidupan. Pembangunan sumber daya manusia menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan sebagai peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 10-19 tahun. Remaja juga identik dengan dimulainya
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promiskuitas merupakan aktifitas seksual yang dilakukan dengan banyak atau lebih dari satu pasangan yang telah dikenal ataupun baru dikenal. Dampak perilaku promiskuitas
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA DI DESA SUSUKAN KECAMATAN SUMBANG
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA DI DESA SUSUKAN KECAMATAN SUMBANG Minah, Ika Pantiawati, Yuli Trisnawati Akademi Kebidanan YLPP Purwokerto Email : icha.pewe@yahoo.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa dimana terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang menjadi sebuah kebutuhan dan paling penting dalam hidup seseorang agar dapat menjalani kehidupan secara aktif dan produktif. Apabila
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia berkualitas untuk mewujudkan bangsa yang berkualitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan generasi harapan bangsa, untuk itu perlu disiapkan sumber daya manusia berkualitas untuk mewujudkan bangsa yang berkualitas di masa yang akan datang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang berada pada masa yang potensial, baik dilihat dari segi kognitif, emosi maupun fisik. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Menurut WHO, remaja adalah penduduk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekitar 1 miliar manusia atau setiap 1 diantara 6 penduduk dunia adalah remaja. Sebanyak 85% di antaranya hidup di negara berkembang. Di indonesia, jumlah remaja dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan pada diri sendiri, lawan jenis maupun sesama jenis yang dapat diwujudkan
Lebih terperinciPENGARUH PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRA NIKAH PADA MAHASISWA AKPER DI YOGYAKARTA
244 PENGARUH PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRA NIKAH PADA MAHASISWA AKPER DI YOGYAKARTA Wiwi Kustio Priliana 1 1 Akper Notokusumo Yogyakarta, Jalan Bener no.26 Tegalrejo Yogyakarta,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi menurut International Cooperation Populatiom and Development (ICPD) 1994 adalah suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh bukan
Lebih terperincimengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun adalah suatu periode masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan kelompok umur yang memegang tongkat estafet pembangunan suatu bangsa. Untuk itu, remaja perlu mendapat perhatian. Pada masa remaja seseorang mengalami
Lebih terperinciSKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J
PERBANDINGAN PERSEPSI MAHASISWA DARI LULUSAN BERBASIS UMUM DAN AGAMA TENTANG PERILAKU SEKS PRANIKAH DI LINGKUNGAN SEKITAR UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Sifat khas remaja mempunyai keingintahuan
Lebih terperinciTINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA REMAJA KELAS XI DI SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA TAHUN 2014
144 Media Ilmu Kesehatan Vol. 5, No. 2, Agustus 2016 TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA REMAJA KELAS XI DI SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA TAHUN 2014 Suherni 1, Anita Rahmawati 1 1 Jurusan Kebidanan
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI CIREBON
1 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI CIREBON Lisnawati 1), Nissa Sari Lestari 2) 1), 2) Poltekkes Tasikmalaya Program Studi Kebidanan Cirebon e-mail : bidan_lisna85@yahoo.com
Lebih terperinciProsiding Pendidikan Dokter ISSN: X
Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Siswa SMA Negeri 1 Bandung terhadap Penularan dan Pencegahan HIV/AIDS Tahun 2016 Relationship Between Knowledge
Lebih terperinciABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MENGENAI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA GURU DI SMP X DI KOTA CIMAHI TAHUN 2010
ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MENGENAI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA GURU DI SMP X DI KOTA CIMAHI TAHUN 2010 Lucas Haryono, 2010; Pembimbing I : dr. Dani, M.Kes Pembimbing II : dr.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah norma-norma,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik, kematangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja sering dipahami sebagai suatu masa peralihan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik, kematangan biologis atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia subur adalah mereka yang berumur dalam kisaran tahun baik telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia subur adalah mereka yang berumur dalam kisaran 15 49 tahun baik telah menikah maupun belum menikah (Badan Pusat Statistik, 2012). Berdasarkan pengertian tersebut
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah HIV merupakan famili retrovirus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia terutama limfosit (sel darah putih) dan penyakit AIDS adalah penyakit yang merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam mempengaruhi perilaku seksual berpacaran pada remaja. Hal ini tentu dapat dilihat bahwa hal-hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk
Lebih terperinciHUBUNGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH DENGAN USIA MENIKAH PADA REMAJA YANG MENIKAH DI TAHUN 2015 DI KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNGKIDULYOGYAKARTA 2015
HUBUNGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH DENGAN USIA MENIKAH PADA REMAJA YANG MENIKAH DI TAHUN 2015 DI KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNGKIDULYOGYAKARTA 2015 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : Yuyun Elitasari 201410104324
Lebih terperinciHUBUNGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP SEKSUAL PADA REMAJA DI SMP N 7 SURAKARTA
HUBUNGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP SEKSUAL PADA REMAJA DI SMP N 7 SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan Intan Permata
Lebih terperinciHUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA
HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA ABSTRACT Chusnul Chotimah Dosen Prodi D3 Kebidanan Politeknik Kebidanan Bhakti
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa
Lebih terperinciKUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON
KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON Disusun oleh: Nama : NIP : LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan satu periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia
Lebih terperinci*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP DAN SUMBER INFORMASI DENGAN TINDAKAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP NEGERI 9 MANADO. Junita Ch. Wenas*, Adisti A. Rumayar*, Grace D. Kandou* *Fakultas Kesehatan Masyarakat
Lebih terperinciSKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat
SKRIPSI HUBUNGAN SUMBER INFORMASI DAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 7 SURAKARTA TAHUN 2011 Proposal skripsi Skripsi ini Disusun untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara berkembang, remaja merupakan bagian terbesar dalam populasi. Data demografi menunjukkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga mempengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini, anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekarang ini tengah terjadi peningkatan jumlah remaja diberbagai belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk remaja Indonesia sekitar 43,6
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kesehatan fisik, mental dan sosial secara menyeluruh dalam semua hal berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsi-fungsi serta proses-prosesnya,
Lebih terperinciSKRIPSI HUBUNGAN ANTARA FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH REMAJA DI INDONESIA (ANALISIS DATA SDKI 2012)
SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH REMAJA DI INDONESIA (ANALISIS DATA SDKI 2012) Skripsi Ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanakkanak. menjadi masa dewasa. Masa transisi ini kadang
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanakkanak menjadi masa dewasa. Masa transisi ini kadang membuat remaja itu kebingungan mengenai situasi yang ia hadapi,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri kenyataan bahwa remaja sekarang sudah berperilaku seksual secara bebas.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku seksual remaja saat ini sudah menjadi masalah dunia. Tidak dapat dipungkiri kenyataan bahwa remaja sekarang sudah berperilaku seksual secara bebas. Perilaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena pernikahan muda pada dasarnya merupakan bagian dari budaya masyarakat tertentu. Minimnya akses mendapatkan fasilitas kesehatan, tingkat pendidikan yang rendah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Notoatmodjo (2007) masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak
Lebih terperinciPengetahuan dan Sikap Pemakaian Kontrasepsi pada Remaja Putri Gaul di Parkir Timur Senayan, Jakarta
PENDIDIKAN KESEHATAN ILMU PERILAKU Pengetahuan dan Sikap Pemakaian Kontrasepsi pada Remaja Putri Gaul di Parkir Timur Senayan, Jakarta Musafaah* Abstrak Banyak remaja yang secara seksual aktif telah melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kesehatan secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan system dan fungsi, serta proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena perubahan yang terjadi dalam masyarakat dewasa ini khususnya bagi remaja merupakan suatu gejala yang dianggap normal, sehingga dampak langsung terhadap perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja adalah harapan bangsa, sehingga tak berlebihan jika dikatakan bahwa masa depan bangsa yang akan datang akan ditentukan pada keadaan remaja saat ini. Remaja
Lebih terperinci