Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangkaa Menengah (RPI2-JM) Bidang Kabupaten Kerinci Tahun

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangkaa Menengah (RPI2-JM) Bidang Kabupaten Kerinci Tahun"

Transkripsi

1 Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangkaa Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Kerinci Tahun DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KERINCI 2015

2 i

3 Dalam rangka meningkatkan kualitas pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya, maka diperlukan dokumen perencanaan terpadu bidang Cipta Karya yang baik dengan mengacu pada arahan kebijakan nasional dan memperhatikan potensi serta masalah di daerah. Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya perlu disusun dengan mengacu RPI2- JM Bidang PU serta rencana tata ruang dan kebijakan skala Nasional, Provinsi Jambi dan Kabupaten Kerinci. Pedoman penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya ini dimaksudkan untuk memperbarui dan menyempurnakan pedoman penyusunan RPIJM terdahulu. Adapun penggunaan istilah RPI2-JM Bidang Cipta Karya adalah untuk mengganti istilah RPIJM. Pedoman ini diharapkan dapat meningkatkan keterpaduan perencanaan dan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya di Kabupaten Kerinci yang berada di 4 (empat) entitas, yaitu entitas regional, kabupaten, kawasan, serta lingkungan/komunitas. Khusus untuk entitas kawasan dan lingkungan, infrastruktur Bidang Cipta Karya disesuaikan dengan arahan Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) dalam RTRW Kabupaten Kerinci. Kerinci, Desember 2015 Tim Penyusun ii

4 iii

5 KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ii iv ix xiii Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kegiatan Bab Pengertian dan Kedudukan Dokumen RPI2-JM Bab Maksud, Tujuan, dan Sasaran Bab Ruang Lingkup Kegiatan Bab Keluaran Bab 1-12 Bab 2 Amanat Pembangunan Nasional Terkait Pembangunan Bidang Cipta Karya 2.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Bab Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Bab Peraturan Perundangan Terkait Pembangunan Bidang Cipta Karya.. Bab 2-9 Bab 3 Arahan Strategis Nasional dan Provinsi Jambi Untuk Bidang Cipta Karya 3.1 PP No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional... Bab Rencana Struktur Ruang Nasional... Bab Rencana Pola Ruang Nasional... Bab Penetapan Kawasan Strategis Nasional... Bab Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 10 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jambi... Bab Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Provinsi Bab 3-5 Jambi Rencana Struktur Ruang Provinsi Jambi... Bab Rencana Pola Ruang Provinsi Jambi... Bab Rencana Kawasan Strategis... Bab 3-20 Bab 4 Profil Kabupaten Kerinci 4.1 Gambaran Geografis dan Administratif... Bab Gambaran Demografi... Bab Gambaran Tofografi... Bab Gambaran Geohidrologi... Bab Gambaran Geologi... Bab Gambaran Klimatologi... Bab Gambaran Sosial dan Ekonomi... Bab 4-24 iv

6 ` Bab 5 Keterpaduan Strategi Kabupaten Kerinci 5.1 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kerinci... Bab Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Kerinci. Bab Rencana Struktur Ruang Kabupaten Kerinci... Bab Rencana Pola Ruang Kabupaten Kerinci... Bab Rencana Kawasan Strategis Kabupaten Kerinci... Bab Rencana Strategi Sanitasi Kota... Bab Visi dan Misi Sanitasi... Bab Tahapan Pengembangan... Bab Strategi Percepatan Pembangunan Sanitasi Kabupaten Kerinci... Bab RISPAM Kabupaten Kerinci... Bab Perwilayahan SPAM Kabupaten Kerinci... Bab Rencana Pengembangan SPAM Kabupaten Kerinci... Bab 5-37 Bab 6 Aspek Teknis Persektor 6.1 Pengembangan Permukiman... Bab Arahan Kebijakan Pengembangan Permukiman... Bab Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Bab 6-4 Tantangan Isu Strategis Penyelenggaraan Pengembangan Permukiman Kabupaten Kerinci... Bab Kondisi Eksisting Penyelenggaraan Bab 6-6 Pengembangan Permukiman Kabupaten Kerinci Permasalahan dan Tantangan Penyelenggaraan Bab 6-14 Pengembangan Kawasan Permukiman di Kabupaten Kerinci Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman di Bab 6-15 Kabupaten Kerinci Program-program Sektor Pengembangan Permukiman... Bab Usulan Program dan Kegiatan... Bab Penataan Bangunan dan Lingkungan... Bab Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL... Bab Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Bab 6-29 Tantangan Kegiatan PBL Issue strategis... Bab Kondisi Eksisting... Bab Permasalahan dan Tantangan Kegiatan PBL... Bab Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan... Bab Readiness Criteria Penataan Bangunan dan Lingkungan... Bab Air Minum... Bab Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Air Minum... Bab Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Bab 6-44 Tantangan Isu Strategis Pengembangan SPAM... Bab Kondisi Eksisting Pengembangan SPAM... Bab Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Bab 6-67 v

7 SPAM Kabupaten Kerinci Kebutuhan Pengembangan SPAM Kabupaten Kerinci... Bab Program dan Kriteria Kesiapan, serta Skema Kebijakan Pendanaan Pengembangan SPAM... Bab Program Pengembangan SPAM... Bab Kriteria Penyiapan (Readiness Criteria)... Bab Skema Kebijakan Pendanaan Penyelenggaraan SPAM... Bab Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman... Bab Air Limbah... Bab Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, Bab 6-92 dan Tantangan Air Limbah Analisis Kebutuhan Pengelolaan Air Limbah... Bab Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Air Limbah... Bab Persampahan... Bab Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan... Bab Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan... Bab Analisis Kebutuhan Pengembangan Bab Persampahan Program dan Kriteria Kesiapan Pengelolaan Persampahan... Bab Drainase... Bab Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan... Bab Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan Bab dan Tantangan Analisis Pengembangan Sektor Drainase... Bab Bab 7 Keterpaduan Program Berdasarkan Entitas 7.1 Entitas Pembangunan... Bab Entitas Regional... Bab Entitas Kabupaten/Kota... Bab Entitas Kawasan... Bab Entitas Investasi Keciptakaryaan Kabupaten Kerinci... Bab 7-6 Bab 8 Aspek Lingkungan dan Sosial Dalam Pembangunan Bidang Cipta Karya di Kabuapaten Kerinci 8.1 Aspek Lingkungan... Bab Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)... Bab Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH... Bab Aspek Sosial... Bab Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Bab 8-18 Karya Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya... Bab 8-19 vi

8 Bab 9 Aspek Pembiayaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Kabupaten Kerinci 9.1 Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya... Bab Profil Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kerinci. Bab Profil Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya... Bab Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bab 9-16 Bersumber Dari APBN dalam 5 Tahun Terakhir Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bab 9-22 Bersumber dari APBD dalam 5 Tahun Terakhir Proyeksi dan Rencana Investasi Bidang Cipta Karya... Bab Proyeksi APBD Kabupaten Kerinci 5 tahun ke depan... Bab Analisis Keterpaduan Strategi Peningkatan Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya... Bab Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Kerinci. Bab Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya... Bab 9-32 Bab 10 Aspek Kelembagaan di Kabupaten Kerinci 10.1 Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya... Bab Kondisi Kelembagaan Saat Ini... Bab Kondisi Keorganisasian Bidang Cipta Karya Kabupaten Bab Kerinci Kondisi Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya Kabupaten Kerinci... Bab Analisis Kelembagaan... Bab Rencana Pengembangan Kelembagaan... Bab Bab 11 Matriks Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah Bidang Cipta Karya (RPI2-JM BIDANG CK) Kabupaten Kerinci Matriks Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah Bidang Cipta Karya (RPI2-JM BIDANG CK) Kabupaten Kerinci... Bab 11-2 vii

9 viii

10 Tabel Rencana Kawasan Lindung Provinsi Jambi... Bab 3-13 Tabel Kawasan Rawan Bencana di Provinsi Jambi... Bab 3-14 Tabel Luas Wilayah Kecamatan dalam Kabupaten Kerinci 2013 Bab 4-3 Tabel Jumlah Penduduk Kabupaten Kerinci Bab 4-5 Tabel Kepadatan Penduduk Kabupaten Kerinci Menurut Bab 4-6 Kecamatan Tabel Ketinggian Wilayah Kabupaten Kerinci... Bab 4-8 Tabel Kemiringan Lahan Kabupaten Kerinci... Bab 4-9 Tabel Klasifikasi Lereng di Kabupaten Kerinci... Bab 4-10 Tabel Curah Hujan dan Kelembaban... Bab 4-24 Tabel Fasilitas Pendidikan yang tersedia di Kabupaten Kerinci Bab 4-25 Tabel Jumlah Penduduk Miskin per kecamatan di Kabupaten Bab 4-26 Kerinci Tahun Tabel Peta Perekonomian Kabupaten Kerinci Tahun Bab 4-27 Tabel Rencana Sistem Pusat-pusat Kegiatan Kabupaten Bab 5-6 Kerinci... Tabel Luas Peruntukan Kawasan Lindung... Bab 5-13 Tabel Luas Peruntukan Kawasan budaya... Bab 5-14 Tabel Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten Kerinci... Bab 5-17 Tabel Tahapan Pengembangan Air Limbah Domestik Bab 5-22 Kabupaten Kerinci... Tabel Tahapan Pengembangan Persampahan Kabupaten Bab 5-24 Kerinci... Tabel Tahapan Pengembangan Drainase Kabupaten Kerinci... Bab 5-26 Tabel Tujuan, Sasaran, dan Tahapan Pencapaian Bab 5-28 Pengembangan Air Limbah Domestik... Tabel Tujuan, Sasaran, dan Tahapan Pencapaian Bab 5-29 Pengembangan Persampahan... Tabel Tujuan, Sasaran, dan Tahapan Pencapaian Bab 5-32 Pengembangan Drainase... Tabel Tujuan, Sasaran, dan Tahapan Pencapaian Pengelolaan Bab 5-33 Sanitasi Rumah Tangga... Tabel Tujuan, Sasaran, dan Tahapan Pencapaian Pengelolaan Bab 5-34 Sanitasi Sekolah... Tabel Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Bab 6-6 Skala Kabupaten Kerinci... Tabel Peraturan Daerah, Peraturan Bupati, dan peraturan Bab 6-7 lainnya terkait Pengembangan Permukiman... Tabel Kawasan Kumuh Di Kabupaten Kerinci... Bab 6-7 Tabel Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Bab 6-15 Pengembangan Permukiman Kabupaten Kerinci... Tabel Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Bab 6-16 Permukiman Perkotaan Untuk 5 Tahun... ix

11 Tabel Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Bab 6-16 Permukiman Perkotaan Untuk 5 Tahun... Tabel Matrik Peran Kawasan Permukiman di Kabupaten Bab 6-22 Kerinci... Tabel Issue Strategis Sektor PBL di Kabupaten Kerinci... Bab 6-30 Tabel Peraturan Daerah/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati Bab 6-31 terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan... Tabel Penataan Lingkungan Permukiman... Bab 6-31 Tabel Identifikasi Permasalahan dan Tantangan PBL Bab 6-32 Kabupaten Kerinci... Tabel SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan... Bab 6-35 Tabel Profil PDAM Tirta Sakti Kabupaten Kerinci... Bab 6-47 Tabel Kondisi Eksisting Teknis PDAM Tirta Sakti Kabupaten Bab 6-52 Kerinci Tahun Tabel Tingkat Pelayanan PDAM Tirta Sakti Kabupaten Kerinci Bab 6-53 Tahun Tabel Tingkat Kehilangan Air di masing-masing Cabang PDAM Bab 6-54 Tirta Sakti Kabupaten Kerinci Tahun Tabel Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Sakti Bab 6-57 Kabupaten Kerinci Neraca Komparatif per 31 Desember 2014 dan Tabel Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Sakti Bab 6-61 Kabupaten Kerinci Laporan Laba Rugi per 31 Desember 2014 dan Tabel Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Sakti Bab 6-64 Kabupaten Kerinci Besaran Tarif Air Minum... Tabel Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Sakti Bab 6-68 Kabupaten Kerinci Kapasitas Produksi... Tabel Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Sakti Bab 6-70 Kabupaten Kerinci Penilaian Kinerja... Tabel Skema Kebijakan Pendananaan Pengembangan SPAM... Bab 6-85 Tabel Kapasitas Pelayanan Eksisting Skala Kabupaten... Bab 6-85 Tabel Pelayanan Air Limbah Berbasis Masyarakat... Bab 6-94 Tabel Parameter Teknis Wilayah... Bab 6-95 Tabel Daftar Peraturan Air Limbah Domestik Kabupaten Bab 6-98 Kerinci... Tabel Permasalahan Pengelolaan Air Limbah yang Dihadapi. Bab Tabel Standar Pelayanan Minimal Bidang Cipta Karya Bab berdasarkan Permen PU No. 1 Tahun Tabel Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah... Bab Tabel Teknis Operasional Pelayanan Persampahan Saat Ini... Bab Tabel Kondisi Eksisting Pengembangan Persampahan di Bab Kabupaten Kerinci... Tabel Kondisi Pendanaan Sektor Persampahan... Bab Tabel Potensi Pembiayaan Sektor Persampahan... Bab Tabel Pemangku Kepentingan dalam Pengelolaan Bab Persampahan... Tabel Daftar Peraturan Persampahan di Kabupaten Kerinci... Bab Tabel Kegiatan Komunikasi Sektor Persampahan... Bab Tabel Media Komunikasi dan Kerjasama Terkait Komponen Persampahan... Bab Tabel Permasalahan Pengelolaan Persampahan Yang Bab x

12 Dihadap... Tabel SPM Pengembangan Persampahan... Bab Tabel Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah... Bab Tabel Kondisi Eksisting Pengembangan Drainase di Kabupaten Bab Kerinci... Tabel Pendanaan Sektor Drainase... Bab Tabel Identifikasi Permasalahan Pengelolaan Drainase di Kabupaten Kerinci... Bab Tabel Standar Pelayanan Minimal Bidang Cipta Karya Bab berdasarkan Permen PU No. 01/PRT/M/ Tabel Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah... Bab Tabel Design Program CK Berdasarkan Entitas... Bab 7-6 Tabel Sistem Pusat-pusat Kegiatan Kabupaten Kerinci... Bab 7-7 Tabel Entitas Pusat-Pusat Kegiatan di Kabupaten Kerinci dan Rencana Perwujudan Peran dan Fungsi Kawasan... Bab 7-8 Tabel Kriteria Penapisan Usulan/Program Kegiatan Bidang Bab 8-6 Cipta Karya... Tabel Identifikasi Issue-issue Pembangunan Berkelanjutan Bab 8-8 Bidang Cipta Karya Di Kabupaten Kerinci... Tabel Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL... Bab 8-9 Tabel Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL... Bab 8-11 Tabel Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Bab 8-12 Wajib UKL-UPL... Tabel Checklist Kebutuhan Analisis Perlindungan Lingkungan Bab 8-14 pada Program Cipta Karya... Tabel Analisis Kebutuhan Penduduk Miskin di Kabupaten Bab 8-18 Kerinci... Tabel Perkembangan Pendapatan Daerah Kabupaten Kerinci dalam 5 Tahun Terakhir... Bab 9-8 Tabel Perkembangan Belanja Daerah Kabupaten Kerinci Bab 9-11 dalam 5 Tahun Terakhir... Tabel Perkembangan Pembiayaan Daerah Kabupaten Kerinci Bab 9-14 dalam 5 Tahun Terakhir... Tabel APBN Cipta Karya di Kabupaten Kerinci dalam 5 Tahun Bab 9-17 Terakhir... Tabel Perkembangan DAK Bidang Cipta Karya Kabupaten Bab 9-20 Kerinci dalam 5 Tahun Terakhir Tahun Tabel Perkembangan Alokasi APBD II untuk Pembangunan Bab 9-23 Bidang Cipta Karya Kabupaten Kerinci dalam 4 Tahun Terakhir... Tabel Perkembangan Alokasi APBD I untuk Pembangunan Bab 9-25 Bidang Cipta Karya Kabupaten Kerinci dalam 4 Tahun Terakhir... Tabel Perkembangan DDUB Kabupaten Kerinci dalam 4 Tahun Bab 9-27 Terakhir... Tabel Proyeksi Pendapatan APBD Kabupaten Kerinci dalam 5 Tahun ke Depan... Bab 9-30 Tabel Hubungan Kerja Instansi Bidang Cipta Karya Bab xi

13 xii

14 Gambar Kedudukan RPI2-JM Bidang Cipta Karya pada sistem Bab 1-4 perencanaan pembangunan... Gambar Keterkaitan RPI2-JM Bidang Cipta Karya dengan RPI2-JM Bab 1-6 Bidang Pekerjaan Umum dan Dokumen Perencanaan Pembangunan di Daerah... Gambar Peta Rencana Struktur Ruang Provinsi Jambi... Bab 3-9 Gambar Peta Pola Ruang Provinsi Jambi... Bab 3-19 Gambar Peta Administrasi Kabupaten Kerinci... Bab 4-4 Gambar Peta Ketinggian di Kabupaten Kerinci... Bab 4-11 Gambar Peta Hidrologi di Kabupaten Kerinci... Bab 4-15 Gambar Peta Geologi di Kabupaten Kerinci... Bab 4-23 Gambar Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Kerinci... Bab 5-12 Gambar Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Kerinci... Bab 5-15 Gambar Peta Rencana Kawasan Strategis... Bab 5-16 Gambar Peta Tahapan Pengembangan Air Limbah Domestik Bab 5-21 Sistem Onsite... Gambar Peta Tahapan Pengembangan Air LimbahDomestik Bab 5-21 Sistem Off site... Gambar Peta Tahapan Pengembangan Persampahan... Bab 5-23 Gambar Peta Tahapan Pengembangan Drainase... Bab 5-26 Gambar Alur Program Pengembangan Permukiman... Bab 6-18 Gambar Lingkup Tugas PBL... Bab 6-12 Gambar Peta Jaringan Distribusi Air Bersih Eksisting... Bab 6-55 Gambar Struktur Organisasi PDAM Tirta Sakti... Bab 6-66 Gambar Pembagian Kewenangan Pengembangan SPAM... Bab 6-85 Gambar Skema Pembiayaan Untuk SPAM IKK... Bab 6-86 Gambar Skema Pembiayaan Untuk SPAM MBR... Bab 6-86 Gambar Skema Pembiayaan Untuk SPAM Perdesaan... Bab 6-87 xiii

15 Gambar Skema Pembiayaan Untuk SPAM Daerah Rawan Air... Bab 6-87 Gambar Cakupan Pelayanan Sistem On Site... Bab 6-94 Gambar Sistem Pengelolaan Air Limbah Setempat dan Komunal. Bab Gambar Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat/Off Site (skala Bab kota)... Gambar Keorganisasian Pemerintah Kabupaten/Kota... Bab 10-4 Gambar Pola Pikir Penyusunan Reformasi Birokrasi PU Cipta Karya... Bab 10-7 xiv

16 Pendahuluan Bab 1-1

17 1.1 Latar Belakang Kegiatan Untuk dapat mewujudkan bangsa yang mandiri, maju, adil, dan makmur seperti yang dicita-citakan pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) , diperlukan penyelenggaraan pembangunan nasional yang manatap, termasuk penyelenggaraan pembangunan Bidang Cipta Karya / Permukiman. Peran pembangunan Bidang Cipta Karya khususnya dalam peningkatan sosial ekonomi masyarakat Indonesia antara lain dengan (i) mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh, (ii) mewujudkan lingkungan perkotaan dan perdesaan yang sesuai dengan kehidupan yang baik, berkelanjutan, serta mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat, serta (iii) pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi yang diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Penyelenggaraan infrastruktur Bidang Cipta Karya, sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, merupakan tanggung jawab bersama, antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, serta Pemerintah Kabupaten/Kota, yang diselenggarakan bersama dengan masyarakat dan dunia usaha. Pemerintah Pusat berperan dalam pengaturan, pembinaan, dan pengawasan, sedangkan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota memiliki peran yang lebih besar dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya. Dengan kerjasama berbagai stakeholders pembangunan Bidang Cipta Karya, diharapkan 3 (tiga)strategic goals Kementerian Pekerjaan Umum dapat tercapai, yaitu (i) meningkatkan pertumbuhan ekonomi kota dan desa, (ii) meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta (iii) meningkatkan kualitas lingkungan. Bab 1-2

18 Dalam rangka pengembangan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum, mengembangkan konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya yang terintegrasi berupa Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah(RPI2-JM) Bidang Cipta Karya, sebagai upaya mewujudkan keterpaduan pembangunan di kabupaten/kota. RPI2-JM Bidang Cipta Karya disusun oleh Pemerintah Kabupaten/Kota melalui fasilitasi Pemerintah Provinsi yang mengintegrasikan kebijakan skala nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, baik kebijakan spasial maupun sektoral. Melalui perencanaan yang rasional dan inklusif, diharapkan keterpaduan pembangunan Bidang Cipta Karya dapat terwujud, dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, kelembagaan, dan kemampuan keuangan daerah. 1.2 Pengertian dan Kedudukan Dokumen RPI2-JM A. Keterkaitan Dokumen RPI2J-M Terhadap Dokumen Perencanaan Pembangunan Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya merupakan dokumen perencanaan dan pemrograman pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya yang disusun oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dengan jangka waktu 5 (lima) tahun, dan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, masyarakat, dan dunia usaha dengan mengacu pada rencana tata ruang dan kebijakan skala nasional, provinsi, dan kabupaten kota, untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan. RPI2-JM Bidang Cipta Karya disusun dengan mengintegrasikan berbagai dokumen perencanaan spasial maupun sektoral, mulai dari tingkat pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota. RPI2-JM Bidang Cipta Karya disusun sebagai dokumen teknis operasional pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya Bab 1-3

19 sesuai dengan dokumen rencana yang ada, dengan perkuatan pada rencana investasi sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas Daerah. Kedudukan RPI2-JM Bidang Cipta Karya pada sistem perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dapat dilihat pada tabel berikut ini : Gambar Kedudukan RPI2-JM Bidang Cipta Karya pada sistem perencanaan pembangunan Pada Gambar 1.1 dapat dilihat bahwa RPI2-JM Bidang Cipta Karya, selain mengacu pada rencana spasial dan arah pembangunan nasional/daerah, juga mengintegrasikan rencana sektoral Bidang Cipta Karya, antara lain Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM), Strategi Sanitasi Kota (SSK), serta Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan permukiman yang berkelanjutan. Bab 1-4

20 B. Keterkaitan Dokumen RPI2J-M Bidang Cipta Karya Terhadap Dokumen RPI2-JM Bidang PU Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) adalah rencana dan program pembangunan infrastruktur tahunan dalam periode tiga hingga lima tahun, yang mensinkronkan kegiatan pembangunan infrastruktur, baik yang dilaksanakan dan dibiayai pemerintah, pemerintah daerah, maupun oleh masyarakat/dunia usaha. Khusus untuk Bidang Cipta Karya, rencana dan program pembangunan infrastruktur yang terdapat pada RPI2-JM dioperasionalkan melalui RPI2-JM Bidang Cipta Karya, untuk selanjutnya dilaksanakan pembangunannya oleh seluruh pelaku pembangunan Bidang Cipta Karya. Keterkaitan RPI2-JM Bidang Cipta Karya dengan RPI2-JM Bidang Pekerjaan Umum dan dokumen perencanaan pembangunan di daerah dapat dilihat pada Gambar 1.2. berikut ini : Bab 1-5

21 Gambar Keterkaitan RPI2-JM Bidang Cipta Karya dengan RPI2-JM Bidang Pekerjaan Umum dan Dokumen Perencanaan Pembangunan di Daerah Pada Gambar 1.2 dapat dilihat bahwa arahan kebijakan, rencana, dan indikasi program terkait khusus untuk Bidang Cipta Karya yang tercantum pada Perda RTRWK, Perda Perbup/Perwali RPJMD, RPI2- JM Bidang PU, dan Perda Bangunan Gedung merupakan acuan dasar integrasi rencana pembangunan permukiman. Integrasi rencana pembangunan permukiman berisikan arahan kebijakan pengembangan permukiman di kabupaten/kota tersebut, untuk selanjutnya diterjemahkan pada rencana induk masing-masing sektor, seperti Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM), Strategi Sanitasi Kota (SSK), dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Khusus untuk Kawasan Strategis Kabupaten/Kota (KSK), yaitu wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial masyarakat, budaya, dan/atau lingkungan, rencana pembangunan infrastruktur permukiman dapat dikembangkan lebih rinci melalui Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan di Kawasan Strategis Bab 1-6

22 Kabupaten/Kota (RTBL KSK). RTBL KS K berisikan rencana aksi program strategis dalam penanganan kegiatan permukiman dan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya pada kawasan prioritas di perkotaan, dalam hal ini di KSK berdasarkan RTRW Kabupaten/Kota. Seluruh dokumen perencanaan yang ada selanjutnya dioperasionalkan melalui RPI2-JM Bidang Cipta Karya, memuat rencana investasi yang melibatkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dunia usaha, masyarakat, dan bantuan pembiayaan pembangunan lainnya. Seluruh rencana investasi, yang disusun dengan mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial, kelembagaan, serta kapasitas keuangan daerah, kemudian disusun dalam matriks program lima tahunan dan untuk selanjutnya dibagi dalam rencana tahunan. 1.3 Maksud, Tujuan, dan Sasaran A. Maksud : Maksud dari Penyusunan RPI2-JM Kabupaten Kerinci ini adalah menata langkah kembali dalam mewujudkan pembangunan bidang ciptaa Karya di Kabupaten Kerinci secara efektif dan efesien. B. Tujuan : Sedangkan tujuan yang diharapkan dihasilkan dari pekerjaan ini berdasarkan maksud diatas, adalah terwujudnya Dokumen Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2 -JM) Kabupaten Kerinci Tahun C. Sasaran : Berdasarkan maksud dan tujuan diatas, pada dasarnya sasaran dari Pekerjaan Penyusunan Dokumen RPI2-JM Kabupaten Kerinci adalah sebagai berikut : Bab 1-7

23 1) Menyiapkan program pembangunan yang menunjang kemandirian daerah, layak untuk didiami dan mampu mendanai pembangunan daerahnya sendiri; 2) Menyusun program-program pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat secara berkelanjutan dan mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menyediakan sarana dan prasarana perkotaan yang memadai; 3) Menterjemahkan atau operasionalisasi dari dokumen legal seperti Propeda, Renstrada dan Renstra Dinas-dinas dalam kerangka tata ruang yang berlaku; 4) Menyusun program investasi infrastruktur bidang cipta karya yang akan didanai dengan skema pendanaan melalui pinjaman, hibah/grant dan dana pendamping (equity); 5) Menyusun program reformasi dasar wilayah yaitu partisipasi dan transparansi, pengelolaan keuangan daerah dan reformasi pengadaan barang dan jasa yang mendukung program utama; 6) Menyusun program reformasi yang mendorong peningkatan pelayanan publik yang lebih baik melalui peningkatan kapasitas pengelolaan pemerintahan. 1.4 Ruang Lingkup Kegiatan A. Lingkup Lokasi : Lingkup wilayah perencanaan adalah Wilayah Kabupaten Kerinci B. Lingkup Kegiatan : Lingkup Kegiatan Pekerjaan Penyusunan Dokumen RPI2-JM Kabupaten Kerinci Tahun : Bab 1-8

24 1. Lingkup Wilayah Lingkup wilayah penyusunan Penyusunan Dokumen RPI2-JM Kabupaten Kerinci Tahun adalah Wilayah Administrasi Wilayah Kabupaten Kerinci. 2. Lingkup Substansi Secara substansi muatan RPI2-JM Bidang Cipta Karya terdiri 11 (sebelas) bab yaitu: Bab 1 Pendahuluan Pada bab ini berisikan penjelasan mengenai latar belakang, maksud dan tujuan RPI2-JM Bidang Cipta Karya, prinsip penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya, serta mekanisme penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya. Bab 2 Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Pada bagian ini berisikan arahan konsep perencanaan Bidang Cipta Karya, antara lain amanat pembangunan nasional (RPJPN, RPJMN, MP3EI, MP3KI, KEK, dan Direktif Presiden), amanat peraturan perundangan terkait Pembangunan Bidang Cipta Karya, serta amanat internasional. Bab 3 Arahan Strategis Nasional Bidang Cipta Karya untuk Kabupaten/Kota Bagian ini berisikan arahan RTRW Nasional (PP No. 26Tahun 2008), RTRW Pulau, RTRW Provinsi, serta RTRW Kawasan Strategis Nasional (KSN). Indikasi program Bidang Cipta Karya pada RTRW Nasional, RTRW Pulau, RTRW Provinsi, maupun RTRW KSN yang terkait dengan kabupaten/kota setempat dipaparkan pada bagian ini. Tidak hanya memaparkan arahan kebijakan spasial, bagian ini juga memaparkan kedudukan kota pada rencana pengembangan kawasan khusus, antara lain dalam rangka pengembangan MP3EI dan KEK Bab 1-9

25 (jika kabupaten/kota tersebut termasuk dalam KPI MP3EI dan/atau kawasan pengembangan KEK). Bab 4 Profil Kabupaten/Kota Pada bab ini berisikan penjelasan profil umum Kabupaten/Kota seperti batas administrasi wilayah, demografi, geografi, topografi, geohidrologi, geologi, klimatologi, serta kondisi sosial dan ekonomi wilayah. Bab 5 Keterpaduan Strategi Pengembangan Kabupaten/Kota Pada bab ini berisikan penjelasan mengenai kebijakan dan strategi dokumen rencana seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman (RP2KP), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem PAM (RISPAM), Strategi Sanitasi Kota (SSK), dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan di Kawasan Strategis Kabupaten/Kota (RTBL KSK ), serta penjelasan mengenai Keterpaduan Strategi dan Rencana Pembangunan pada skala Kabupaten/Kota maupun kawasan. Bab 6 Aspek Teknis Per Sektor Pada bab ini berisikan penjelasan mengenai rencana program investasi infrastruktur Bidang Cipta Karya seperti rencana pengembangan permukiman, rencana penataan bangunan dan lingkungan (PBL), rencana pengembangan sistem penyediaan air minum, dan rencana penyehatan lingkungan permukiman (PLP). Pada setiap sektor dijelaskan isu strategis, kondisi eksisting, permasalahan, dan tantangan daerah, analisis kebutuhan, serta usulan program dan pembiayaan masing-masing sektor. Bab 1-10

26 Bab 7 Keterpaduan Program Berdasarkan Entitas Bagian ini merupakan pengelompokan dari usulan aspek teknis per sektor pada Bab 6 menjadi usulan berdasarkan entitas regional, kabupaten/kota, kawasan, dan lingkungan. Khusus untuk entitas kawasan, pemilihan kawasan harus pada Kawasan Strategis Kabupaten/Kota (KSK) sesuai dengan amanat RTRW Kabupaten/Kota. Bab 8 Aspek Lingkungan dan Sosial Pada bab ini berisikan penjelasan mengenai gambaran umum dan kondisi eksisting lingkungan, analisis perlindungan lingkungan dan sosial seperti Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), AMDAL, UKL UPL, dan SPPLH, serta perlindungan sosial pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pasca pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya. Bab 9 Aspek Pembiayaan Bab ini berisikan penjelasan mengenai Profil APBD Kabupaten/Kota, profil investasi dan proyeksi investasi dalam pembangunan Bidang Cipta Karya, serta strategi peningkatan investasi bidang Cipta Karya. Bab 10 Aspek Kelembagaan Kabupaten/Kota Bab ini berisikan penjelasan mengenai aspek kelembagaan Cipta Karya di daerah yang fokus kepada aspek keorganisasian, aspek ketatalaksanaan, dan aspek sumberdaya manusia. Dari ketiga aspek tersebut dijelaskan kondisi eksisting, analisis permasalahan dan rencana pengembangannya. Bab 1-11

27 Bab 11 Matriks Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2 -JM) Bidang Cipta Karya Pada bab ini berisikan matriks program investasi RPI2-JMKabupaten/Kota dan matriks keterpaduan program investasirpi2-jm Kabupaten/Kota. 1.5 Keluaran Keluaran yang diharapkan dari Pekerjaan ini tentunya adalah Dokumen Rencana Terpadu dan Program Investasi Jangka Menengah (RPI2 -JM) Kabupaten Kerinci Adapun bentuk laporan yang harus diserahkan sekurang- kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut : 1. Laporan Pendahuluan Laporan Pendahuluan ini akan menguraikan tujuan dan sasaran studi, pendekatan dan metodologi yang akan digunakan. 2. Laporan Akhir (Dokumen RPI2-JM) Laporan Akhir merupakan bagian akhir dari pelaporan pekerjaan ini yang berisikan Kesimpulan dan Rekomendasi dari Penyusunan Dokumen RPI2JM di Kabupaten Kerinci, dan sudah mendapatkan persetujuan dari tim pembahas yang dibentuk oleh pihak pelaksana kegiatan. Bab 1-12

28 Amanat Pembangunan Nasional Terkait Pembangunan Bidang Cipta Karya Bab 2-1

29 Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional karena turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan, maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional. 2.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional RPJPN yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu Dalam dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur. Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu: a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan. b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan Bab 2-2

30 sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4) penyediaan sumbersumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin. c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial. d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan RPJMN, yaitu: 1) RPJMN ke 2 ( ): Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman. 2) RPJMN ke 3 ( ): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh. 3) RPJMN ke 4 ( ): terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh. 2.2 Rencana Pembangunan Jangka Pendek Nasional RPJMN yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 2 Tahun menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong partisipasi masyarakat Dalam rangka pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang Bab 2-3

31 layak sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28H, pemerintah memfasilitasi penyediaan perumahan bagi masyarakat berpendapatan rendah serta memberikan dukungan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, seperti air minum, air limbah, persampahan dan drainase. Sasaran pembangunan kawasan permukiman dalam RPJMN meliputi : 1. Tercapainya pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 persen melalui penanganan kawasan permukiman kumuh seluas hektar dan peningkatan keswadayaan masyarakat di kelurahan. 2. Tercapainya 100 persen pelayanan air minum bagi seluruh penduduk Indonesia yang dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu optimalisasi dan pembangunan baru ( supply side), peningkatan efisiensi layanan air minum ( demand side), dan penciptaan lingkungan yang kondusif (enabling environment). 3. Optimalisasi penyediaan layanan air minum dilakukan melalui (i) fasilitasi SPAM PDAM yaitu bantuan program PDAM menuju 100% PDAM Sehat dan pengembangan jaringan SPAM MBR di kawasan dan (ii) fasilitasi SPAM non-pdam yaitu bantuan program non-pdam menuju 100% pengelola non-pdam sehat dan pengembangan jaringan SPAM MBR di kawasan. Sedangkan pembangunan baru dilakukan melalui (i) pembangunan SPAM kawasan khusus yaitu SPAM kawasan kumuh perkotaan untuk sambungan rumah (SR), SPAM kawasan nelayan untuk SR, dan SPAM rawan air untuk SR; (ii) pembangunan SPAM berbasis masyarakat untuk SR; (iii) pembangunan SPAM perkotaan yaitu SPAM IKK untuk SR dan SPAM Ibukota Pemekaran dan Perluasan Perkotaan untuk SR; (iv) pembangunan SPAM Regional untuk SR di 31 kawasan. 4. Peningkatan efisiensi layanan air minum dilakukan melalui penerapan prinsip jaga air, hemat air dan simpan air secara nasional. Penerapan prinsip tersebut dilakukan melalui (i) pelaksanaan Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM) pada komponen sumber, operator dan konsumen di seluruh kabupaten/kota; (ii) optimalisasi ba uran air domestik di seluruh Bab 2-4

32 kabupaten/kota; (iii) penerapan efisiensi konsumsi air minum pada tingkat rumah tangga sekitar 10 liter/orang/hari setiap tahunnya dan pada tingkat komersial dan fasilitas umum sekitar 10 persen setiap tahunnya. 5. Penciptaan lingkungan yang mendukung dilakukan melalui (i) penyusunan dokumen perencanaan air minum sebagai rujukan pembangunan air minum di seluruh kabupaten/kota yang mencakup Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM), rencana strategis penyediaan air minum daerah (Jakstrada) dan rencana tahunan penyediaan air minum; (ii) peningkatan pendataan air minum sebagai rujukan perencanaan dan penganggaran air minum di seluruh kabupaten/kota; (iii) fasilitasi pengembangan peraturan di daerah yang menjamin penyediaan layanan air minum di seluruh kabupaten/kota. 6. Meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi layak (air limbah domestik, sampah dan drainase lingkungan) menjadi 100 persen pada tingkat kebutuhan dasar yaitu (i) untuk sarana prasarana pengelolaan air limbah domestik dengan pembangunan dan peningkatan infrastruktur air limbah sistem terpusat skala kota, kawasan, dan komunal di 438 kota/kab (melayani 34 juta jiwa), serta peningkatan kualitas pengelolaan air limbah sistem setempat melalui peningkatan kualitas pengelolaan lumpur tinja perkotaan dan pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) di 409 kota/kab; (ii) untuk sarana prasarana pengelolaan persampahan dengan pembangunan TPA sanitary landfill di 341 kota/kab, penyediaan fasilitas 3R komunal di 334 kota/kab, fasilitas 3R terpusat di 112 kota/kab; (iii) untuk sarana prasarana drainase permukiman dalam pengurangan genangan seluas Ha di kawasan permukiman termasuk Ha di kawasan kumuh; serta (iv) kegiatan pembinaan, fasilitasi, pengawasan dan kampanye serta advokasi di 507 kota/kab seluruh Indonesia. 7. Meningkatnya keamanan dan keselamatan bangunan gedung termasuk keserasiannya terhadap lingkungan melalui (i) pembinaan dan pengawasan khususnya bangunan milik Pemerintah di seluruh Bab 2-5

33 kabupaten/kota; (ii) penyusunan Norma Standar, Pedoman dan Kriteria (NSPK) untuk seluruh bangunan gedung dan penerapan penyelenggaraan bangunan hijau di seluruh kabupaten/kota; dan (iii) menciptakan building codes yang dapat menjadi rujukan bagi penyelenggaraan dan penataan bangunan di seluruh kabupaten/kota. Untuk mencapai sasaran tersebut maka kebijakan dan strategi pembangunan diarahkan sebagai berikut : 1. Menjamin ketahanan air melalui peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku dalam pemanfaatan air minum dan pengelolaan sanitasi melalui strategi: a. Jaga Air, yakni strategi yang ditempuh melalui (1) pengarusutamaan pembangunan air minum yang memenuhi prinsip 4K (kualitas, kuantitas, kontinuitas dan keterjangkauan), (2) pengelolaan sanitasi melalui peningkatan pengelolaan air limbah di perdesaan dengan sistem on-site dan di perkotaan dengan sistem on-site melalui IPLT dan sistem off-site baik skala kawasan maupun skala kota, peningkatan kualitas TPA menjadi TPA sanitary landfill dengan prioritas skema TPA regional,pengelolaan sampah melalui penerapan prinsip 3R, serta (3) peningkatan kesadaran masyarakat akan hygiene, sanitasi dan nilai ekonomis air. b. Simpan Air, yakni strategi untuk menjaga ketersediaan dan kuantitas air melalui upaya konservasi sumber air baku air minum yakni perluasan daerah resapan air hujan, pemanfaatan air hujan (rain water harvesting) sebagai sumber air baku air minum maupun secondary uses pada skala rumah tangga (biopori dan penampung air hujan) dan skala kawasan (kolam retensi), serta p engelolaan drainase berwawasan lingkungan. c. Hemat Air, yakni strategi untuk mengoptimalkan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang telah ada melalui pengurangan kebocoran air hingga 20 persen, pemanfaatan idle capacity; dan pengelolaan kebutuhan air di tingkat penyelenggara dan skala kota. Bab 2-6

34 d. Bauran Air Domestik, yakni upaya untuk mengoptimalkan berbagai alternatif sumber air domestik yang tersedia sesuai tujuan pemanfaatan air, termasuk di dalamnya pemakaiaan air tingkat kedua ( secondary water uses) dan daur ulang air yang telah dipergunakan (water reclaiming). 2. Penyediaan infrastruktur produktif dan manajemen layanan melalui penerapan manajemen aset baik di perencanaan, penganggaran, dan investasi termasuk untuk pemeliharaan dan pembaharuan infrastruktur yang sudah terbangun melalui strategi: a. Optimalisasi infrastruktur air minum dan sanitasi eksisting melalui penurunan Non-Revenue Water (NRW) dan pemanfaatan idle capacity. b. Pembangunan infrastruktur air minum dan sanitasi untuk memperluas cakupan layanan. c. Rehabilitasi infrastruktur air minum dan sanitasi untuk infrastruktur dengan pemanfaatan yang sub-optimal, infrastruktur yang menua, dan infrastruktur yang terkena dampak bencana. d. Pengembangan inovasi teknologi air minum, air limbah, persampahan dan drainase untuk memaksimalkan potensi yang ada. e. Pembentukan dan penyehatan pengelola infrastruktur air minum, air limbah dan persampahan, baik berbasis institusi maupun berbasis masyarakat. f. Penerapan tarif atau iuran bagi seluruh sarana dan prasarana air minum dan sanitasi terbangun yang menuju prinsip tarif pemulihan biaya penuh (full cost recovery)/memenuhi kebutuhan untuk Biaya Pokok Produksi (BPP). Pemberian subsidi dari pemerintah bagi penyelenggara air minum dan sanitasi juga dilakukan sebagai langkah jika terjadi kekurangan pendapatan dalam rangka pemenuhan full cost recovery. g. Pengaturan kontrak berbasis kinerja baik perancangan, pembangunan, pengoperasian, dan pemeliharaan aset infrastruktur. Bab 2-7

35 3. Penyelenggaraan sinergi air minum dan sanitasi yang dilakukan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan masyarakat melalui strategi: a. Peningkatan kualitas rencana dan implementasi Rencana Induk- Sistem Penyediaan Air Minum (RI -SPAM) dan Strategi Sanitasi Kota/Kabupaten (SSK) melalui pengarusutamaan dalam pro ses perencanaan dan penganggaran formal. Penyusunan RI-SPAM didasari optimalisasi bauran sumber daya air domestik kota/kabupaten dan telah mengintegrasikan pengelolaan sanitasi sebagai upaya pengamanan air minum. Peningkatan kualitas SSK dilakukan dengan memutakhirkan SSK untuk mengakomodasi perubahan lingkungan dan mengadopsi target universal access di wilayah kabupaten/kota; b. Integrasi peningkatan promosi higiene dan sanitasi dalam rangka demand generation sebagai prasyarat penyediaan infrastruktur air minum dan sanitasi; c. Peningkatan peran, kapasitas, serta kualitas kinerja Pemerintah Daerah di sektor air minum dan sanitasi. d. Advokasi kepada para pemangku kepentingan di sektor air minum dan sanitasi, baik eksekutif maupun legislatif serta media untuk menjamin keselarasan serta konsistensi perencanaan dan implementasinya di tingkat pusat dan daerah. 4. Peningkatan efektifitas dan efisiensi pendanaan infrastruktur air minum dan sanitasi melalui strategi: a. Sinergi dan koordinasi antar pelaku program dan kegiatan mulai tahap perencanaan sampai implementasi baik secara vertikal maupun horizontal, termasuk sinergi dengan pelaksanaan sanitasi sekolah dan pesantren, kegiatankegiatan pelestarian lingkungan hidup dan upaya-upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, penanganan dan pencegahan kawasan kumuh, serta pembangunan kawasan tertinggal, perbatasan dan kawasan khusus. b. Pelaksanaan pelayanan air minum dan sanitasi berbasis regional dalam rangka mengatasi kendala ketersediaan air baku dan lahan Bab 2-8

36 serta dalam rangka mendukung konektivitas antar wilayah untuk pertumbuhan ekonomi. c. Sinergi pendanaan air minum dan sanitasi yang dilaksanakan melalui (i) peningkatan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi dan Kab/Kota, (ii) pemanfaatan alokasi dana terkait pendidikan untuk penyediaan sarana dan prasarana air minum dan sanitasi di sekolah; (iii) pemanfaatan alokasi dana terkait kesehatan baik untuk upaya preventif penyakit dan promosi higiene dan sanitasi serta pemanfaatan jaminan kesehatan masyarakat; serta (iv) sinergi penyediaan air minum dan sanitasi dengan Dana Alokasi Khusus (DAK), Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan (TP), dana hibah berbasis kinerja/hasil, masyarakat, dan sumber dana lain terkait lingkungan hidup, pembangunan desa, serta kelautan dan perikanan. d. Penguatan pengelolaan pengetahuan ( knowledge management) termasuk pengelolaan data dan informasi melalui sistem terintegrasi ( National Water and Sanitation Information Services/NAWASIS) yang memanfaatkan teknologi serta melibatkan partisipasi aktif seluruh stakeholder terkait. 2.3 Peraturan Perundangan Terkait Bidang Cipta Karya Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya selalu dilandasi peraturan perundangan yang terkait dengan bidang Cipta Karya, antara lain UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, UU No. 7 tahun 2008 tentang Sumber Daya Air, dan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan. Bab 2-9

37 1) Undang undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman UU Perumahan dan Kawasan Permukiman membagi tugas dan kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan permukiman mempunyai tugas: a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi. b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman. d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota. f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman. h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional. i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman. j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. Bab 2-10

38 k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba. Adapun wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugasnya yaitu: a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang- undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR. f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat kabupaten/kota. g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota. i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota. Di samping mengatur tugas dan wewenang, UU ini juga mengatur penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah pendanaan dan pembiayaan, hak kewajiban dan peran masyarakat. UU ini mendefinisikan permukiman kumuh sebagai permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan Bab 2-11

39 bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan, terdiri dari pengawasan, pengendalian, dan pemberdayaan masyarakat, serta upaya peningkatan kualitas permukiman, yaitu pemugaran, peremajaan, dan permukiman kembali. 2) Undang undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung Undang-Undang Bangunan Gedung menjelaskan bahwa penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan administratif meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan. Sedangkan persyaratan teknis meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung. Persyaratan tata bangunan meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan, yang ditetapkan melalui Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Disamping itu, peraturan tersebut juga mengatur beberapa hal sebagai berikut: a. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Di samping itu, sistem penghawaan, pencahayaan, dan pengkondisian udara dilakukan dengan mempertimbangkan prinsipprinsip penghematan energi dalam bangunan gedung (amanat green building). b. Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan dilestarikan. Pelaksanaan perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta pemeliharaan atas bangunan gedung dan lingkungannya hanya dapat Bab 2-12

40 dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter cagar budaya yang dikandungnya. c. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung. 3) UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah UU No. 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga dilakukan dengan pengurangan sampah, dan penanganan sampah. Upaya pengurangan sampah dilakukan dengan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi: a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah, b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu, c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir, d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik,komposisi, dan jumlah sampah, e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman. Undang-undang tersebut juga melarang pembuangan sampah secara terbuka di tempat pemrosesan akhir. Oleh karena itu, Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem Bab 2-13

41 pembuangan terbuka dan mengembangkan TPA dengan sistem controlled landfill ataupun sanitary landfill. 4) UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun Dalam memenuhi kebutuhan hunian yang layak, Ditjen Cipta Karya turut serta dalam pembangunan Rusunawa yang dilakukan berdasarkan UU No. 20 Tahun Dalam undang-undang tersebut Rumah susun didefinisikan sebagai bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Peraturan ini juga mengatur perihal pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan sistem pembiayaan, dan peran masyarakat. 5) Amanat Internasional Pemerintah Indonesia secara aktif terlibat dalam dialog internasional dan perumusan kesepakatan bersama di bidang permukiman. Beberapa amanat internasional yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kebijakan dan program bidang Cipta Karya meliputi Agenda Habitat, Konferensi Rio+20, Millenium Development Goals, serta Agenda Pembangunan Pasca a) Agenda Habitat Pada tahun 1996, di Kota Istanbul Turki diselenggarakan Konferensi Habitat II sebagai kelanjutan dari Konferensi Habitat I di Vancouver tahun Konferensi tersebut menghasilkan Agenda Habitat, yaitu dokumen kesepakatan prinsip dan sasaran pembangunan permukiman yang menjadi panduan bagi negara-negara dunia dalam menciptakan permukiman yang layak dan berkelanjutan. Bab 2-14

42 Salah satu pesan inti yang menjadi komitmen negara-negara dunia, termasuk Indonesia, adalah penyediaan tempat hunian yang layak bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, serta meningkatkan akses air minum, sanitasi, dan pelayanan dasar terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan kelompok rentan. b) Konferensi Rio +20 Pada Juni 2012, di Kota Rio de Janeiro, Brazil, diselenggarakan KTT Pembangunan Berkelanjutan atau lebih dikenal dengan KTT Rio+20. Konferensi tersebut menyepakati dokumen The Future We Want yang menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat global, regional, dan nasional. Dokumen memuat kesepahaman pandangan terhadap masa depan yang diharapkan oleh dunia (common vision) dan penguatan komitmen untuk menuju pembangunan berkelanjutan dengan memperkuat penerapan Rio Declaration 1992 dan Johannesburg Plan of Implementation Dalam dokumen The Future We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, yaitu: (i) Ekonomi Hijau dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan, (ii) pengembangan kerangka kelembagaan pembangunan berkelanjutan tingkat global, serta (iii) kerangka aksi dan instrumen pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan Sustainable Development Goals (SDGs) post yang mencakup 3 pilar pembangunan berkelanjutan secara inklusif, yang terinspirasi dari penerapan Millennium Development Goals (MDGs). Bagi Indonesia, dokumen ini akan menjadi rujukan dalam pelaksanaan rencana pembangunan nasional secara konkrit, termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional , dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional ( ). Bab 2-15

43 c) Agenda Pembangunan Pasca 2015 Pada Juli 2012, Sekjen PBB membentuk sebuah Panel Tingkat Tinggi untuk memberi masukan kerangka kerja agenda pembangunan global pasca Panel ini diketuai bersama oleh Presiden Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Ellen Johnson Sirleaf dari Liberia, dan Perdana Menteri David Cameron dari Inggris, dan beranggotakan 24 orang dari berbagai negara. Pada Mei 2013, panel tersebut mempublikasikan laporannya kepada Sekretaris Jenderal PBB berjudul A New Global Partnership: Eradicate Poverty and Transform Economies Through Sustainable Development. Isinya adalah rekomendasi arahan kebijakan pembangunan global pasca-2015 yang dirumuskan berdasarkan tantangan pembangunan baru, sekaligus pelajaran yang diambil dari implementasi MDGs. Dalam dokumen tersebut, dijabarkan 12 sasaran indikatif pembangunan global pasca 2015, sebagai berikut: a. mengakhiri kemiskinan b. memberdayakan perempuan dan anak serta mencapai kesetaraan gender c. menyediakan pendidikan yang berkualitas dan pembelajaran seumur hidup d. menjamin kehidupan yang sehat e. memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik f. mencapai akses universal ke Air Minum dan Sanitasi g. menjamin energi yang berkelanjutan h. menciptakan lapangan kerja, mata pencaharian berkelanjutan, dan pertumbuhan berkeadilan i. mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan j. memastikan tata kelola yang baik dan kelembagaan yang efektif k. memastikan masyarakat yang stabil dan damai l. menciptakan sebuah lingkungan pemungkin global dan mendorong m. pembiayaan jangka panjang Bab 2-16

44 Dari sasaran indikatif tersebut, Ditjen Cipta karya berkepentingan dalam pencapaian sasaran 6 yaitu mencapai akses universal ke air minum dan sanitasi. Adapun target yang diusulkan dalam pencapaian sasaran tersebut adalah: a. Menyediakan akses universal terhadap air minum yang aman di rumah, dan di sekolah, puskesmas, dan kamp pengungsi, b. Mengakhiri buang air besar sembarangan dan memastikan akses universal ke sanitasi di sekolah dan di tempat kerja, dan meningkatkan akses sanitasi di rumah tangga sebanyak x%, c. Menyesuaikan kuantitas air baku (freshwater withdrawals) dengan pasokan air minum, serta meningkatkan efisiensi air untuk pertanian sebanyak x%, industri sebanyak y% dan daerah-daerah perkotaan sebanyak z%, d. Mendaur ulang atau mengolah semua limbah cair dari daerah perkotaan dan dari industri sebelum dilepaskan. Selain memperhatikan sasaran dan target indikatif, dokumen laporan tersebut juga menekankan pentingnya kemitraan baik secara global maupun lokal antar pemangku kepentingan pembangunan. Kemitraan yang dimaksud memiliki prinsip inklusif, terbuka, dan akuntabel dimana seluruh pihak duduk bersama-sama untuk bekerja bukan tentang bantuan saja, melainkan juga mendiskusikan kerangka kebijakan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Bab 2-17

45 Arahan Strategis Nasional dan Provinsi Jambi Untuk Bidang Cipta Karya Bab 3-1

46 Rencana Tata Ruang Wilayah memuat arahan struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional, sedangkan pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. Pembangunan bidang Cipta Karya harus memperhatikan arahan struktur dan pola ruang yang tertuang dalam RTRW, selain untuk mewujudkan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan juga dapat mewujudkan tujuan dari penyelenggaraan penataan ruang yaitu keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, serta pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. 3.1 PP No.26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Rencana Struktur Ruang Nasional A. Sistem Perkotaan Nasional ; Sistem Perkotaan Nasional terdiri dari PKN,PKW, dan PKL. Dalam arahan rencana sistem perkotaan nasional yang berkaitan dengan Propinsi Jambi adalah sebagai berikut ; 1. Pusat Kegiatan Nasional (PKN); Kota Jambi ditetapkan sebagai PKN dengan arahan utama adalah Revitalisasi dan percepatan pengembangan. 2. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW); Kota-kota dalam Propinsi Jambi yang ditetapkan sebagai PKW adalah Kuala Tungkal, Muara Bungo, Sarolangun, dan Muara Bab 3-2

47 Bulian. sentra produksi. Dengan arahan mendorong pengembangan kota-kota B. Sistem Jaringan Transportasi Nasional ; 1. Sistem Jaringan Transportasi Darat ; Arahan sistem jaringan transportasi darat terhadap Propinsi Jambi, meliputi ; Pembangunan jalan bebas hambatan Indralaya-Betung- Tempino-Jambi-Rengat. Pembangunan jaringan jalur kereta api. 2. Sistem Jaringan Transportasi Laut; Sistem jaringan transportasi laut terdiri atas tatanan kepelabuhan dan laur pelayaran. Sistem jaringan transportasi laut yang terkait dengan Propinsi Jambi adalah sistem kepelabuhan nasional, yaitu Pelabuhan Kuala Tungkal. 3. Sistem Jaringan Transportasi Udara; Sistem jaringan transportasi udara meliputi tatanan kebandar udaraan dan ruang untuk penerbangan. Sistem jaringan transportasi udara yang terkait dengan Propinsi Jambi adalah penetapan Bandar Udara Sultan Thaha Saifudin sebagai pusat penyebaran tersier dengan arahan pemantapan bandar udara tersier Rencana Pola Ruang Nasional Rencana pola ruang nasional terdiri atas rencana kawasan lindung nasional dan rencana kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis nasional. A. Rencana Kawasan Lindung Nasional ; Rencana kawasan lindung nasional di Propinsi Jambi terdiri atas ; 1. Kawasan Cagar Alam Cempaka 2. Kawasan Cagar Alam Betara Bab 3-3

48 3. Taman Nasional Bukit Duabelas 4. Taman Nasional Berbak 5. Taman Nasional Kerinci Seblat 6. Taman Hutan Raya Sultan Thaha Saifudin B. Rencana Kawasan Budidaya Yang Memiliki Kepentingan Strategis Nasional ; Rencana kawasan andalan nasioal yang terdiri dari ; 1. Kawasan Muara Bulian Timur-Jambi dan sekitarnya dengan sektor unggulan, yaitu ; perkebunan, pertanian, pertambangan, industri, perikanan, dan pariwisata. 2. Kawasan Muara Bungo dan sekitarnya dengan sektor unggulan antara lain ; perkebunan, pertanian, dan kehutanan Penetapan Kawasan Strategis Nasional Penetapan kawasan strategis nasional yang berkaitan dengan wilayah Propinsi Jambi meliputi ; 1. Kawasan Lingkungan Hidup Taman Nasional Kerinci Seblat ; 2. Kawasan Taman Nasional Berbak ; 3. Kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh; 4. Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas; Berdasarkan uraian diatas dapat terlihat bahwa kawasan yang distrategiskan secara nasional di Provinsi Jambi secara keseluruhan adalah kawasan stretegis untuk kepentingan daya dukung lingkungan hidup. Sebagian kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional tersebut diatas mencakup sebagian Wilayah Kabupaten Bungo, yaitu Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat. Bab 3-4

49 3.2 Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 10 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jambi Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Provinsi Jambi; Penataan ruang wilayah provinsi bertujuan untuk mewujudkan wilayah provinsi yang harmonis, adil, makmur dan sejahtera berbasis kelestarian alam dan pembangunan berkelanjutan, dengan mengoptimalkan sumberdaya, pemerataan antar wilayah, dan infrastruktur : Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah provinsi meliputi: 1. pengurangan kesenjangan pembangunan dan perkembangan wilayah barat, tengah dan timur provinsi Jambi, dengan strategi ; a) mengembangan interaksi kawasan untuk peningkatan perkembangan ekonomi kawasan dengan pengembangan jalan arteri primer, kereta api dan sarana pendukungnya dengan tidak mengganggu kawasan lindung dan fungsi lingkungan; b) meningkatkan akses kawasan budidaya (sektor unggulan) ke sistem jaringan transportasi melalui peningkatan jalan kolektor primer; c) meningkatkan sarana dan prasarana pendukung untuk menunjang pengembangan pusat-pusat pelayanan berupa pengembangan fasilitas bongkar muat dan sarana pelabuhan perikanan di PKN, PKNp, PKW, PKWp dan PKL; d) meningkatkan pemanfaatan potensi sumberdaya alam di wilayah barat, tengah dan timur melalui pengolahan produk pertanian, perkebunan, pertambangan dan perikanan. 2. pengembangan ekonomi sektor primer, sekunder dan tersier sesuai daya dukung wilayah, dengan strategi ; a) meningkatkan kegiatan pertanian, kehutanan dan perkebunan melalui pola intensifikasi dan ekstensifikasi dengan tetap mempertahankan ekosistem lingkungan; b) meningkatkan dan mengembangkan kawasan agropolitan dengan melengkapi fasilitas perdagangan pusat koleksi distribusi dan jasa pendukung komoditas pertanian kawasan; Bab 3-5

50 c) meningkatkan dan mengembangkan industri berbasis pertanian berupa infsrartruktur dan sarana pendukungnya; d) meningkatkan dan mengembangkan kegiatan jasa perdagangan untuk mendukung kegiatan primer dan sekunder, serta menciptakan lapangan kerja perkotaan; e) meningkatkan dan mengembangkan kegiatan sektor unggulan pada kawasan strategis antara lain pertanian, perkebunan, pertambangan, industri, perikanan dan pariwisata. 3. Optimalisasi pemanfaatan kawasan budidaya untuk mendukung pengembangan ekonomi daerah, dengan strategi ; a) mengembangkan sektor unggulan di masing-masing kabupaten/kota sesuai dengan potensi yang ada; b) kengembangkan dan pelestarian kawasan budi daya pertanian pangan untuk mendukung perwujudan ketahanan pangan; c) mengembangkan pulau-pulau kecil dengan pendekatan gugus pulau untuk meningkatkan daya saing dan mewujudkan usaha ekonomi produktif; d) meningkatan pemanfaatan kawasan budi daya sesuai dengan kapasitas daya dukung lingkungan; 4. Penetapan pusat-pusat kegiatan perkotaan untuk mendukung pelayanan sosial/ekonomi dan pengembangan wilayah, dengan strategi ; a) melakukan pemantapan PKN Kota Jambi sebagai pusat orientasi wilayah menuju Metropolitan Jambi sesuai kriteria dan peraturan perundangan yang berlaku; b) melakukan promosi PKW yang berada pada kawasan andalan yaitu Perkotaan Sarolangun dan Perkotaan Muara Bungo untuk di arahkan menjadi PKNp; c) melakukan pemantapan PKW yang terdiri dari Perkotaan Kuala Tungkal dan Perkotaan Muara Bulian sesuai arahan RTRWN; Bab 3-6

51 d) meningkatkan dan menetapkan Kota Sungai Penuh, Perkotaan Bangko, Perkotaan Muara Sabak, Perkotaan Muara Tebo dan Perkotaan Sengeti menjadi PKW yang dipromosikan (PKWp) untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota; e) menetapkan Batang Sangir, Sanggaran Agung, Siulak, Sungai Manau, Pasar Masurai, Rantau Panjang, Pasar Pamenang, Pekan Gedang, Singkut, Pauh, Rantau Keloyang, Embacang Gedang, Tuo Limbur, Rantau Ikil, Wiroto Agung, Sungai Bengkal, Simpang Sungai Rengas, Muara Tembesi, Muara Jangga, Pijoan, Sebapo, Marga, Tanjung, Merlung, Tebing Tinggi, Serdang Jaya, Mendahara, Pandan Jaya, dan Nipah Panjang menjadi PKL untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan; 5. Penetapan kawasan lindung untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam secara terpadu dengan provinsi yang berbatasan, dengan strategi ; (a) meningkatkan pemantapan fungsi kawasan lindung Kabupaten Kerinci, Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Merangin, Kota Sungai Penuh, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Batang Hari, Kabupaten Muaro Jambi, Kota Jambi dan Kabupaten Sarolangun; (b) mempertahankan kawasan lindung seluas minimum 30% dari luas wilayah Provinsi Jambi; dan (c) melakukan sinkronisasi fungsi kawasan lindung dengan provinsi yang berbatasan di Kabupaten Kerinci, Bungo, Tebo, Merangin, Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Sarolangun. 6. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan Negara, dengan strategi ; Bab 3-7

52 (a) (b) (c) (d) mendukung penetapan kawasan pertanahan dan keamanan di wilayah provinsi; mengembangkan kawasan budi daya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan pertanahan dan keamanan negara untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan; mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budi daya tidak terbangun di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan dengan kawasan budi daya terbangun; dan turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan/tni Rencana Struktur Ruang Provinsi Jambi A. Sistem Perkotaan Provinsi Jambi ; (1) PKN : Kota Jambi dan sekitarnya. (2) PKNp : Kota Muara Bungo dan Kota Sarolangun (3) PKW : Muara Bungo, Sarolangun, Kuala Tungkal, Muara Bulian. (4) PKWp : Muara Sabak, Sungai Penuh, Bangko, Sengeti, dan Muara Tebo, (5) PKL : Batang Sangir, Saggaran Agung, Siulak, Sungai Manau, Pasar Masurai, Pasar Rantau Panjang, Pasar Pamenang, Pekan Gedang, Singkut, Pauh, Rantau Keloyang, Embacang Gedang, Tuo Limbur, Rantau Ikil, Wiroto Agung, Sungai Bengkal, Simpang Sungai Rengas, Muara Tembesi, Muara Jangga, Pijoan, Sebapo, Marga, Tanjung, Merlung, Tebing Tinggi, Serdang Jaya, Mendahara, Nipah Panjang, dan Pandan Jaya. Bab 3-8

53 Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jambi Tahun Bab 3-9

54 B. Rencana Jaringan Sistem Sumberdaya Air Provinsi Jambi ; 1. Wilayah Sungai (WS) meliputi: a. WS Batang Hari, lintas provinsi Jambi - Sumatera Barat; b. WS Teramang Muar, Lintas Provinsi Jambi Bengkulu; c. WS Sungai Musi Sugihan Banyuasin Lemau, Lintas Provinsi Jambi - Sumsel Bengkulu Lampung; dan d. WS Pengabuan Lagan Lintas Kabupaten Tanjung Jabung Barat Kabupaten Tanjung Jabung Timur. 2. Cekungan Air Tanah (CAT) meliputi: a. CAT Bangko Sarolangun meliputi: (1) Kabupaten Merangin; dan (2) Kabupaten Sarolangun. b. CAT Jambi Dumai meliputi: (1) Kabupaten Muaro Jambi; (2) Kabupaten Tanjung Jabung Timur; dan (3) Kabupaten Tanjung Jabung Barat. c. CAT Kayu Aro Padangaro berada di Kabupaten Kerinci. d. CAT Muara Bungo meliputi: (1) Kabupaten Tebo; dan (2) Kabupaten Bungo. e. CAT Muara Tembesi berada di Kabupaten Batang Hari; dan f. CAT Sungai Penuh berada di Kota Sungai Penuh. 3. Jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari: a. DI kewenangan nasional meliputi: (1) DI Batang Hari meliputi Kabupaten Tebo, dan Kabupaten Bungo; dan (2) DI Sei Siulak Deras dan DI Sei Batang Sangkir berada di Kabupaten Kerinci. (3) DI Batang Asai di Kabupaten Sarolangun Bab 3-10

55 b. DI kewenangan provinsi meliputi: (1) DI Sei Tanduk di Kabupaten Kerinci; (2) DI Batang Limun di Kabupaten Sarolangun; (3) DI Sei Batang Uleh di Kabupaten Bungo; dan (4) DI Sei Suban di Kabupaten Tanjung Jabung Barat. (5) DI Mendahara/Sungai Lokan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur 4. Jaringan air baku untuk air bersih meliputi: a. pengembangan dan pengolahan sumber air baku yang berada di: (1) Sungai Batanghari; (2) Sungai Pengabuan; (3) Danau Kerinci; dan (4) Danau Pauh. b. pengembangan dan pengolahan sumber mata air meliputi seluruh wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jambi. 5. Sistem pengendalian daya rusak air meliputi: a. pembangunan bendungan di Kabupaten Kerinci; b. pembangunan embung meliputi: (1) embung Batang Asai dan embung Batang Tembesi di Kabupaten Sarolangun; (2) embung Batang Bungo di Kabupaten Bungo; (3) embung Pamenang di Kabupaten Merangin; (4) embung Sumai di Kabupaten Tebo; (5) embung Tungkal di Kabupaten Tanjung Jabung Barat; dan (6) embung Sadu di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. c. pembangunan tanggul pada sungai-sungai di wilayah Provinsi Jambi; d. pengembangan kolam retensi di Kota Jambi; Bab 3-11

56 C. Rencana Jaringan Sistem Prasarana Wilayah Provinsi Jambi ; 1. Sistem Persampahan Pengembangan TPA Regional : a. Kabupaten Kerinci; b. Kabupaten Muaro Jambi; c. Kabupaten Sarolangun; d. Kabupaten Tanjung Jabung Timur; dan e. Kabupaten Bungo. 2. Sistem Penyediaan Air Minum Sistem penyediaan air minum berupa pelayanan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan/atau Badan Pengelola Air Minum (BPAM) terdapat di seluruh wilayah kabupaten/kota dengan bentuk Kerjasama antar daerah. 3. Sistem Pengolahan Air Limbah a. pengelolaan limbah domestik berupa Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal terdapat di setiap PKNp, PKW, PKWp, dan PKL. b. pengelolaan limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) berada di: 1) Kabupaten Bungo; 2) Kabupaten Tanjung Jabung Timur; dan 3) Kabupaten Sarolangun 4. Sistem Jaringan Drainase Sistem jaringan drainase pengembangan jaringan drainase primer dan jaringan drainase sekunder yang berada di wilayah Sungai Batanghari dan wilayah Sungai Pengabuan Rencana Pola Ruang Provinsi Jambi : Pola Ruang merupakan rencana alokasi penggunaan ruang di Provinsi Jambi dilakukan dengan menetapkan kawasan-kawasan potensial sebagai kawasan lindung dan kawasan pengembangan budi daya pertanian/non pertanian. Penentuan kawasan tersebut didasarkan pada kriteria penetapan kawasan lindung (Keppres Nomor 32 tahun 1990 dan UU Nomor 26 Tahun 2007) Bab 3-12

57 yang disesuaikan dengan kondisi pengembangan wilayah Provinsi Jambi saat ini. A. Rencana Kawasan Lindung Rencana kawasan lindung di Provinsi Jambi, meliputi ; 1) Kawasan hutan lindung; 2) kawasan yang memberikan perlindungan kepada kawasan bawahannya ; 3) Kawasan perlindungan setempat; 4) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya ; dan 5) Kawasan rawan bencana alam. Tabel Rencana Kawasan Lindung Provinsi Jambi No Jenis Kawasan Perkiraan Luas % thd (Ha) luas Prov. 1 Hutan Lindung : 163,534 Ha Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya Kawasan Resapan Air - Ha - Kawasan Bergambut : 59,995 Ha Kawasan Perlindungan Setempat Sempadan Pantai : 18,500 Ha 0.35 Sempadan Sungai : 268,440 Ha 5.02 Sempadan Danau/Situ : 12,995 Ha 0.24 Ruang Terbuka Hijau - Ha - 4 Kawasan Suaka Alam Dan Cagar Budaya Kawasan Suaka Alam dan Perairan Laut : 486 Ha 7.53 Cagar Alam : Ha 0.00 Cagar Alam Durian Luncuk I 115 Ha Cagar alam Hutan Bakau Pantai Timur Ha Kawasan Pantai Berhutan Bakau : Ha 8.43 Kabupaten Tanjung Jabung Barat 87 Ha Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur Ha Taman Nasional : Ha 2.67 Bab 3-13

58 No Jenis Kawasan Perkiraan Luas % thd (Ha) Taman Nasional Bukit Tiga Puluh Ha Taman Nasional Berbak Ha Taman Nasional Bukit Dua Belas Ha Taman Nasional Kerinci Sebelat Ha luas Prov. Taman Hutan Raya : Ha 1.13 Taman Wisata Alam : 426 Ha 0.65 Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan : Ha 0.68 Luas Wilayah Prov. Jambi : 5,343,500 Ha Sumber : Materi Teknis RTRW Provinsi Jambi Tabel Kawasan Rawan Bencana di Provinsi Jambi No Kabupaten/Kota Bencana 1 Kerinci Sesar, Bahaya Letusan Gunung Api, Longsoran, Banjir 2 Merangin Sesar, Bahaya Letusan Gunung Api, Longsoran, Banjir 3 Sarolangun Sesar, Longsoran, Banjir 4 Bungo Sesar, Bahaya Letusan Gunung Api, Longsoran, Banjir 5 Tebo Sesar, Longsoran, Banjir 6 Batanghari Sesar, Banjir 7 Muaro Jambi Sesar, Banjir 8 Tanjung Jabung Barat Sesar, 9 Tanjung Jabung Timur Banjir 10 Kota Sungai Penuh Sesar, Bahaya Letusan Gunung Api, Longsoran, Banjir 11 Kota Jambi Banjir Sumber : Materi Teknis RTRW Provinsi Jambi B. Rencana kawasan budidaya ; Rencana pengembangan kawasan budidaya di Provinsi Jambi meliputi; 1) kawasan hutan produksi; a) kawasan hutan produksi terbatas seluas ha di : Kabupaten Muaro Jambi, Batanghari, Sarolangun, Merangin, Tanjung Jabung Barat, dan Tebo ; b) kawasan hutan produksi tetap seluas ha di Kabupaten Muaro Bab 3-14

59 Jambi, Batanghari, Bungo, Tebo, Sarolangun, Merangin, Tanjung Jabung Timur, dan Tanjung Jabung Barat. 2) kawasan hutan rakyat terdapat di Kabupaten Kerinci, Kabupaten Merangin, Kabupaten Tebo, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Bungo; 3) kawasan peruntukan pertanian, terdiri dari ; a) kawasan pertanian tanaman pangan seluas sekitar ha; b) kawasan hortikultura yang terdapat di Kabupaten Kerinci, Merangin, Sarolangun, Muaro Jambi, dan Kota Sungai Penuh. c) kawasan perkebunan yang terdapat di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur, Muaro Jambi, Batanghari, Bungo, Tebo, Bungo, Merangin, Sarolangun, Kerinci, dan Sungai Penuh; dan d) kawasan peternakan yang terdapat di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur, Muaro Jambi, Batanghari, Bungo, Tebo, Bungo, Merangin, Sarolangun, dan Kerinci. 4) kawasan peruntukan perikanan; a) kawasan peruntukan perikanan tangkap; 1. perikanan tangkap sungai di Kabupaten Batanghari, Bungo, Merangin, Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat, dan Tebo ; 2. perikanan tangkap laut di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. b) kawasan peruntukan perikanan budi daya; 1. peruntukan budidaya sungai meliputi ; Kabupaten Batanghari, Bungo, Merangin, Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat, Sarolangun, dan Tebo; 2. peruntukan budidaya laut meliputi ; Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. c) kawasan minapolitan meliputi ; Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Muaro Jambi, Batanghari, Kerinci, dan Kota Jambi d) pengolahan perikanan meliputi industri pengolahan perikanan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur; dan Bab 3-15

60 e) pembangunan dan pengembangan prasarana perikanan yang meliputi: 1. Balai Benih Ikan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Muaro Jambi, Sarolangun, Kerinci, Batanghari, Merangin dan Kota Sungai Penuh; 2. Tempat Pelelangan Ikan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. 5) kawasan peruntukan pertambangan yang meliputi ; a) pertambangan batu bara di Kabupaten Sarolangun, Merangin, Bungo, Tebo, Muaro Jambi, Batanghari, dan Tanjung Jabung Barat; b) pertambangan mineral di Kabupaten Kerinci, Sarolangun, Merangin, Bungo, Tebo, Batanghari, Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat, dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur ; c) pertambangan minyak dan gas bumi di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Tanjung Jabung Barat, Muaro Jambi, Batanghari, Sarolangun, Merangin, Tebo, dan Kabupaten Bungo. d) Wilayah usaha pertambangan diseluruh kabupaten dalam wilayah Provinsi Jambi. 6) kawasan peruntukan industri, meliputi ; a) kawasan peruntukan industri besar di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur; b) kawasan peruntukan industri menengah di Kota Jambi, Kabupaten Batanghari, Bungo, Merangin, dan Sarolangun; c) kawasan peruntkan industri kecil diseluruh wilayah kabupaten/kota. 7) kawasan peruntukan pariwisata; a) kawasan wisata alam meliputi ; 1. Taman Nasional Berbak di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Muaro Jambi ; 2. Taman Nasional Kerinci Seblat di Kabupaten Kerinci, Merangin, Bungo, dan Kota Sungai Penuh; Bab 3-16

61 3. Taman Nasional Bukit Duabelas di Kabupaten Tebo dan Kabupaten Sarolangun; 4. Taman Hutan Raya, meliputi Taman Hutan Raya Senami di Kabupaten Batanghari dan Taman Hutan Raya Tanjung di Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. 5. Kawasan Wisata Geopark di Kabupaten Marangin 6. Danau Kerinci dan Danau Gunung Tujuh di Kabupaten Kerinci. 7. Danau Depati Empat di Kabupaten Merangin 8. Gunung Kerinci di Kabupaten Kerinci 9. Air Terjun Telun Berasap di Kabupaten Kerinci 10. Taman Wisata Alam Laut terdapat di perairan Pulau Berhala Kabupaten Tanjung Jabung Timur; 11. Grao dan Wisata Teluk Wang terdapat di Kabupaten Merangin; dan 12. Danau Sipin terdapat di Kota Jambi. b) Kawasan wisata budaya, meliputi ; 1. Kawasan Wisata Candi Muaro Jambi di Kabupaten Muaro Jambi; 2. Kawasan Cagar Budaya Seberang di Kota Jambi; 3. Permukiman Tradisional Rantau Panjang di Kabupaten Merangin; 4. Situs Lubuk Ruso di Kabupaten Batang Hari; 5. Makam Sultan Thaha Syaifuddin di Kabupaten Tebo; dan 6. Makam Rangkayo Pingai dan Makam Rangkayo Hitam di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. 8) kawasan peruntukan pemukiman, meliputi ; a) kawasan permukiman perkotaan yang meliputi permukiman di kawasan perkotaan di PKN,PKNp,PKW,PKWp,PKL,PKLp, dan PPK ; b) kawasan permukiman pedesaan yang meliputi kawasan permukiman sebagai PPL dan perdesaan lainnya di Provinsi Jambi. 9) kawasan peruntukan Iainnya, meliputi ; a) kawasan pertahanan dan keamanaan, maliputi ; Bab 3-17

62 1. Komando Resort Militer (KOREM) terdapat di Kota Jambi; 2. Komando Distrik Militer (KODIM) terdapat di Kota Sungai Penuh, Kabupaten Merangin, Kabupaten Bungo, Kota Jambi, dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat; 3. Pos Keamanan Maritim terdapat di Kabupaten Tanjung Jabung Timur; 4. Markas Polisi Daerah (MAPOLDA) terdapat di Kota Jambi; 5. Markas Polisi Kota Besar (MAPOLTABES) terdapat di Kota Jambi; 6. Markas Polisi Militer (Markas PM) terdapat di Kota Jambi; 7. Markas Brimob terdapat di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Kerinci; 8. Kawasan Pesisir Pantai Timur. b) Pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Bab 3-18

63 Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jambi Tahun Bab 3-19

64 Rencana Kawasan Strategis ; Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi dalam ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan (UU Nomor 26 tahun 2007). Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis dan pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi menjadi wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan penataan ruang. Rencana Kawasan Strategis Provinsi Jambi meliputi ; 1. Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi, meliputi ; a. Muara Bulian - Jambi dan Sekitarnya; b. Perkotaan Jambi, Perkotaan Muara Bungo dan Perkotaan Sungai Penuh; c. Kawasan Pantai Timur Provinsi Jambi; d. Perkotaan Bangko - Sarolangun. 2. Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya, meliputi ; a. Kawasan Wisata Candi Muaro Jambi di Kabupaten Muaro Jambi; dan b. Kawasan Permukiman Suku Anak Dalam terdapat di Kabupaten Batang Hari, Kabupaten Tebo dan Kabupaten Sarolangun. 3. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumberdaya alam dan/atau teknologi tinggi berupa Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) berada di Kabupaten Kerinci. Bab 3-20

65 Bab 3-21

66 Profil Kabupaten Kerinci Bab 4-1

67 4.1. Gambaran Geografis dan Administratif Wilayah Secara geografis Kabupaten Kerinci terletak antara 1 o 40-2 o 26 Lintang Selatan dan 101 o o 50 Bujur Timur. Kabupaten Kerinci merupakan salah satu wilayah ujung Barat Propinsi Jambi yang berbatasan langsung dengan Propinsi Sumatera Barat dan Propinsi Bengkulu. Oleh karena itu Kabupaten Kerinci menjadi wilayah strategis yang dilalui jalan utama Jambi-Sumatera Barat-Bengkulu. Peta Administrasi Wilayah Kabupaten Kerinci disajikan pada Gambar 4.1. Secara umum wilayah Kabupaten Kerinci memiliki batas administrasi sebagai berikut : Sebelah Utara : Kabupaten Solok Selatan Propinsi Sumatera Barat; Sebelah Selatan : Kabupaten Merangin Propinsi Jambi dan Kabupaten Muko-Muko Propinsi Bengkulu; Sebelah Barat : Kota Sungai Penuh, Propinsi Jambi dan Kabupaten Pesisir Selatan Propinsi Sumatera Barat; Sebelah Timur : Kabupaten Bungo dan Kabupaten Merangin Propinsi Jambi. Kabupaten Kerinci memiliki luas wilayah Ha, Kabupaten Kerinci terdiri dari 16 Kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 285 desa dan 2 kelurahan dengan 12 wilayah Kecamatan. Kecamatan yang memiliki luas terbesar di Kabupaten Kerinci adalah Batang Merangin (14,30%), Kecamatan Keliling Danau (11,00%), Gunung Raya (10,40%) dan diikuti Kabupaten lainnya, dimana luas untuk masing-masing wilayah kecamatan dalam lingkup wilayah Kabupaten Kerinci secara rinci disajikan pada Tabel berikut: Bab 4-2

68 Tabel Luas Wilayah Kecamatan dalam Kabupaten Kerinci 2013 No Nama Kecamatan Luas (Km 2 ) ( % ) 1 Gunung Raya ,4 2 Bukit Kerman ,4 3 Batang Merangin ,3 4 Keliling Danau ,0 5 Danau Kerinci ,8 6 Sitinjau Laut ,7 7 Air Hangat ,3 8 Air Hangat Timur ,5 9 Depati VII ,9 10 Air Hangat Barat ,4 11 Gunung Kerinci ,2 12 Siulak ,3 13 Siulak Mukai ,5 14 Kayu Aro ,5 15 Gunung Tujuh ,8 16 Kayu Aro Barat ,2 Total Sumber : Kerinci Dalam Angka,Tahun Bab 4-3

69 Gambar Peta Administrasi Kabupaten Kerinci Sumber : RISPAM Kabupaten Kerinci,Tahun Bab 4-4

70 4.2. Gambaran Demografi Berdasarkan jenis kelamin, penduduk laki-laki sebanyak jiwa, sedangkan penduduk perempuan sebanyak jiwa, dengan rasio keniskelamin sebesar 99,68. Tabel Jumlah Penduduk Kabupaten Kerinci 2013 No Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah Ratio Jenis Kelamin 1 Gunung Raya ,27 2 Bukit Kerman ,96 3 Batang Merangin ,37 4 Keliling Danau ,73 5 Danau Kerinci ,63 6 Sitinjau Laut ,48 7 Air Hangat ,32 8 Air Hangat Timur ,00 9 Depati VII ,93 10 Air Hangat Barat ,00 11 Gunung Kerinci ,41 12 Siulak ,93 13 Siulak Mukai ,32 14 Kayu Aro ,42 15 Gunung Tujuh ,60 16 Kayu Aro Barat ,73 Jumlah ,68 Sumber : Kerinci Dalam Angka,Tahun Berdasarkan administrasi kecamatan, Kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar adalah Kecamatan Keliling Danau dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa dan kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Gunung Raya, yaitu sebanyak jiwa. Sedangkan penduduk terpadat berada di Kecamatan Depati Tujuh dan Kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah berada di Kecamatan Batang Merangin. Untuk lebih jelas mengenai kepadatan penduduk Kabupaten Kerinci dapat dilihat pada tabel berikut ini : Bab 4-5

71 Tabel Kepadatan Penduduk Kabupaten Kerinci 2013 No Kecamatan Luas (Km 2 ) Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk 1 Gunung Raya ,25 2 Bukit Kerman ,58 3 Batang Merangin ,23 4 Keliling Danau ,62 5 Danau Kerinci ,72 6 Sitinjau Laut ,48 7 Air Hangat ,53 8 Air Hangat Timur ,99 9 Depati VII ,11 10 Air Hangat Barat ,34 11 Gunung Kerinci ,39 12 Siulak ,47 13 Siulak Mukai ,39 14 Kayu Aro ,92 15 Gunung Tujuh ,91 16 Kayu Aro Barat ,89 Jumlah ,71 Sumber : Kerinci Dalam Angka,Tahun Gambaran Topografi Kabupaten Kerinci memiliki topografi wilayah yang sangat bervariasi berupa perbukitan dan pegunungan. Sebagian wilayah (4 2 %) Kabupaten Kerinci terletak di ketinggian mdpl dengan luas Ha, sementara daerah berketinggian diatas mdpl seluas Ha (4 %), dan wilayah yang berada antara mdpl hanya Ha (1 %). Secara umum wilayah Kabupaten Kerinci dapat dikelompokan dalam beberapa satuan morfologi yaitu dataran, perbukitan bergelombang halus sampai perbukitan gelombang sedang dan pegunungan. Orientasi ke arah utara dijumpai morfologi yang lebih tinggi, yaitu morfologi perbukitan gelombang sampai pegunungan, sedangkan ke arah Selatan dijumpai morfologi dataran rendah dan batuan yang relatif sejenis. Kondisi tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap penyebaran sumberdaya alam dan sebagai pertimbangan dalam penentuan alokasi ruang di masa datang. Bab 4-6

72 Wilayah Kabupaten Kerinci memiliki 5 klasifikasi lereng. Wilayah datar berada pada kemiringan 0-8 %, wilayah landai 8-15%, wilayah bergelombang/berbukit %, cukup curam 25-40%, dan wilayah curam >40%. Hampir separuh (35,34 %) dari wilayah Kabupaten Kerinci merupakan dataran yang curam dengan kemiringan >40%. Sedangkan untuk wilayah datar dan relatif datar hanya mencapai 4,95 % sampai 17,56 % (terdiri dari kemiringan 0-8 % dan 8-15%). Wilayah Kabupaten Kerinci membentang dari Gunung Tujuh sampai Gunung Raya, sebagian besar (98%) berada pada ketinggian di atas 500 m m di atas permukaan laut, yang merupakan bagian dari Bukit Barisan. Karakter wilayah bergelombang dan berbukit-bukit membentuk enclave yang sangat luas dan sebagian ditutupi hutan lebat yang alami merupakan ciri khas wilayah kabupaten yang berbeda dengan wilayah lain umumnya. Keadaan topografi yang merupakan dataran tinggi berbukit-bukit dan dikelilingi gunung-gunung dan hutan lebat, menyebabkan kabupaten ini memiliki iklim yang sejuk dan nyaman. Berdasarkan Peta Topografi (Bakosurtanal, 1991) dan Peta Geologi Skala 1 : , (Pusat penelitian dan pengembangan geologi, 1996), dan citra satelit Landsat ETM-7 tahun 2005 terlihat Kabupaten Kerinci mempunyai keadaan topografi yang sangat bervariasi umumnya berupa perbukitan dan pegunungan. Pada bagian barat dan timur membujur dari utara ke selatan memperlihatkan pola kontur yang rapat dan meruncing. Hal ini mencerminkan suatu daerah perbukitan dengan lereng yang terjal. Pada bagian tengah membujur dari utara ke selatan merupakan daerah dengan kontur merenggang dengan kelerengan landai, karena itu Kabupaten Kerinci memiliki kawasan lembah raksasa yang landai di bagian tengah yang merupakan celah luas yang diapit wilayah pegunungan. Celah dan lembah yang luas ini digambarkan membentuk seperti mangkok raksasa. Sebagian besar (78%) wilayah Kabupaten Kerinci terletak di ketinggian di atas 1000 m di atas permukaan laut dengan luas Ha. Sementara daerah berketinggian antara m di atas permukaan laut seluas Ha (20%). Sedangkan wilayah yang berada di bawah 500 m di atas Bab 4-7

73 Tabel Ketinggian Wilayah Kabupaten Kerinci permukaan laut hanya Ha (2%), hanya terdapat di 4 kecamatan, yaitu Gunung Raya, Kumun Debai, keliling Danau, dan Batang Merangin. Dari ke-4 kecamatan tersebut, Kecamatan Batang Merangin yang memiliki luas terbesar untuk ketinggian meter di atas permukaan laut. Berdasarkan dari kriteria ketinggian bahwa kecenderungan efektif pengembangan wilayah terbangun atau sebagai wilayah perkotaan / permukiman memungkinkan dapat dialokasikan pada ketinggian wilayah di atas permukaan laut. Sementara selebihnya pada ketinggian > 1000 m di atas permukaan laut merupakan kawasan hutan (TNKS). Dibandingkan dengan lainnya Kecamatan Gunung Kerinci, Gunung Raya dan Kayu Aro, Batang Merangin, Keliling Danau memiliki ketinggian > 1000 m di atas permukaan laut yang paling besar. Ditinjau dari kondisi tutupan lahannya, ke-5 kecamatan ini sebagian besar merupakan kawasan hutan. No KECAMATAN KETINGGIAN TOTAL % % > 1000 % LUAS (Ha) Kayu Aro Gunung Tujuh Air Hangat Air Hangat Timur Depati Tujuh Gunung Kerinci Siulak Sitinjau Laut Keliling Danau Danau Kerinci Batang Merangin Gunung Raya ,98-57,10 24, ,61 1,23-4,88-3,20 3,87 5,23 26,16 27, ,89-6,68 4,81-27,32-0,97 7,84 7,72 9,20 15, Total Persentase 2,08 16,24 81,68 100,00 Sumber : Kerinci Dalam Angka,Tahun Berdasarkan klasifikasi kemiringan, Kabupaten Kerinci memiliki 4 klasifikasi kemiringan. Wilayah datar berada pada kemiringan 0-2%, wilayah relatif datar 2-15%, wilayah bergelombang/berbukit 15-40% dan wilayah curam > 40%. Dari data yang ada, dapat dideskriptifkan bahwa hampir separuh (54,9% atau Ha) dari wilayah Kabupaten Kerinci merupakan dataran Bab 4-8

74 yang curam dengan kemiringan > 40%. Diikuti dengan daerah yang berbukit 15-40% seluas Ha atau 24,9% dari luas total Kabupaten Kerinci. Sedangkan untuk wilayah datar dan relatif datar yang dapat dilakukan pembangunan fisik hanya mencapai 18,8% (terdiri dari kemiringan 0-2% dan 2-15%) dari total luas kabupaten atau sekitar Ha. Kecamatan Sitinjau Laut, Kayu Aro, Hamparan Rawang dan Sungai Penuh memiliki wilayah datar (0-2%) yang cukup luas, sedangkan Kecamatan Gunung Kerinci, Gunung Raya, Batang Merangin, memiliki wilayah yang bergelombang/berbukit sampai curam yang sangat luas. Kawasan ini merupakan kawasan hutan TNKS. Kriteria sebagai pengembangan kawasan permukiman yang aman dilihat sisi kemiringan/lereng adalah pada klasifikasi 0-15%. Tabel Kemiringan Lahan Kabupaten Kerinci No. Kecamatan Klasifikasi Lereng Jumlah 0 2% 2 15% 15 40% >40% Danau / Rawa Gunung Raya Batang Merangin Keliling Danau Danau Kerinci Sitinjau Laut Air Hangat Air Hangat Timur Depati VII Gunung Kerinci Siulak Kayu Aro Gunung Tujuh Sumber : RTRW Kab. Kerinci, Komponen kelerengan > 40% sangat mendominasi di Kabupaten Kerinci dengan nilai hampir mencapai 60%, merupakan tantangan bagi Pemerintah Kabupaten Kerinci untuk mengembangkan wilayahnya. Karena komponen kelerengan ini sangat curam dan terjal, sehingga memiliki potensi terancam bahaya longsor. Bab 4-9

75 Tabel Klasifikasi Lereng di Kabupaten Kerinci No Klasifikasi Lereng Lereng Luas (Ha) Persentase Luas (%) Datar Landai agak curam Curam, bergelombang Sangat curam, terjal 0 2% 2 15% 15 40% > 40% Luas Wilayah Kabupaten Sumber : RISPAM Tahun ,41 14,39 24,92 54,90 Secara umum wilayah Kabupaten Kerinci dapat dikelompokkan dalam beberapa satuan morfologi yaitu dataran, perbukitan bergelombang halus sampai perbukitan gelombang sedang dan pegunungan. Menilik dari bentuk morfologi dan penyebaran batuannya, maka orientasi ke arah utara akan dijumpai morfologi yang lebih tinggi yaitu morfologi perbukitan gelombang sampai pegunungan, yang diikuti dengan variasi dari jenis batuan yang ada. Sedangkan pada orientasi ke arah selatan akan dijumpai morfologi dataran rendah dan batuan yang relatif sejenis. Pada daerah yang morfologi rendah memiliki dataran yang sempit, dimana dataran rendah tersebut merupakan celah-celah dari perbukitan. Kondisi ini tentunya akan berpengaruh terhadap penyebaran sumberdaya alam dan sebagai pertimbangan dalam penentuan alokasi ruang di masa mendatang. Di lain pihak, keadaan morfologi wilayah yang bergelombang dan berbukit-bukit ini merupakan kendala dalam pembangunan infrastruktur wilayah terutama pengembangan jaringan jalan. Menghadapi medan yang berat dengan tebing-tebing yang curam, berbukit-bukit dan sering terjadi longsor menyebabkan perlunya penerapan teknologi khusus dalam pembangunan jaringan jalan tersebut. Pengembangan kawasan terbangun pun di samping lahannya terbatas TNKS dan persawahan produktif, kondisi lahan bergelombang dengan tingkat kecuraman yang tinggi di daerah perbukitan merupakan salah satu kendala dalam pengembangan permukiman di luar lahan produktif. Bab 4-10

76 Gambar Peta Ketinggian di Kabupaten Kerinci Sumber : RISPAM Tahun 2014 Bab 4-11

77 4.4. Gambaran Geohidrologi Pada dasarnya kondisi hidrologi Kabupaten Kerinci dapat terlihat dari adanya sumber-sumber air, baik berupa air permukaan, mata air, maupun air tanah. Air Permukaan (sungai) Wilayah Kerinci didominasi oleh pegunungan Bukit Barisan, sebagai bagian dari rangkaian pegunungan Bukit Barisan yang memanjang sepanjang pantai barat Sumatera. Titik tertinggi adalah puncak Gunung Kerinci. Terdapat banyak dataran sepanjang lembah Bukit Barisan tersebut. Pegunungan Bukit Barisan yang berada di sebelah barat dan timur Kerinci ini menjadi titik tertinggi di wilayah kabupaten ini, sehingga semua sungai yang mengalir di Kabupaten Kerinci mengalir ke arah tengah dan selatan menuju dan bermuara ke Danau Kerinci. Di wilayah Kabupaten Kerinci banyak terdapat sungai dan anak sungai, yang disebabkan oleh letaknya di dataran tinggi dengan kondisi topografi pegunungan dan hutan yang lebat. Umumnya sungai dan anak sungai tersebut bermuara ke Danau Kerinci yang kemudian mengalir sampai ke timur pantai Jambi. Sungai terbesar di kabupaten ini salah satunya adalah Sungai Batang Merangin yang mengalir melalui Danau Kerinci. Debit airnya cukup tinggi dan stabil sepanjang tahun, sehingga sangat potensial dibangun bendungan untuk PLTA Kerinci Tirta Sakti. Saat ini sungai-sungai yang ada di Kabupaten Kerinci sebagian besar dimanfaatkan untuk irigasi pertanian dan keperluan rumah tangga. Sungai lain yang terdapat di kabupaten ini antara lain Sungai Sikai, Rumpun, Tanduk, Cubadak, Dadap, Simpang Tutup, Siulak Deras, Koto Rendah, Bukit Sembahyang, Dusun Baru, Pendung Mudik, Air Patah, Terung, Semurup, Tutung, Bungkal, Jembatan Serong, Renah Kayu Embun, Batu Lumut, Tanah Kampung, Hiang, Batang Sangir, Betung Kuning, Cupak, Raja Seleman, Talang Kemulun, Lubuk Pagar, Tapan, Air Jernih, Air Terjun, Air Lintah, Talang Kemuning, Rawa Air Lingkat, Lempur, dan Sungai Renah Sako. Bab 4-12

78 Luas areal potensial untuk pengembangan pertanian dengan memiliki pelayanan irigasi yang memadai berada pada Sungai Siulak Deras, Sungai Batang Sangir, Sungai Tanduk dan Sungai Betung Kuning. Untuk areal pertanian di sekitar Sungai Siulak Deras sudah terlayani oleh Irigasi Teknis seluas Ha. Kawasan ini memang sebagai kawasan potensial pengembangan pertanian lahan basah (sawah). Mata Air Di wilayah Kabupaten Kerinci juga dijumpai mata air yang terbentuk dari dasar lembah atau kaki perbukitan yang disebabkan adanya lapisan batuan kedap air di bawahnya, sehingga peregangan tidak terus ke dalam, melainkan ke arah kateral dan muncul di kaki tebing/lembah atau kaki perbukitan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya beberapa danau dan air terjun di daerah pegunungan. Air tanah Keberadaan air tanah dipengaruhi oleh curah hujan, luas daerah resapan, sifat kelulusan bahan permukaan dan batuan yang terdapat di bawahnya serta morfologi. Potensi air tanah umumnya relatif dalam, sekitar > 60 meter. Kedalaman > 90 meter mendominasi di kabupaten ini dengan luas mencapai 82%. Sementara tingkat kedalaman < 60 meter tidak dijumpai dalam wilayah Kabupaten Kerinci. Hampir seluruh kecamatan atau wilayah Kabupaten Kerinci mempunyai kedalaman efektif tanah > 90 meter. Kecamatan Gunung Kerinci, Gunung Raya, Batang Merangin, Kayu Aro, Sungai penuh memiliki kedalaman efektif tanah > 90 meter yang cukup luas. Tekstur tanah di Kabupaten Kerinci didominasi oleh tekstur tanah halus, yaitu mencapai 60% atau sekitar Ha, dibandingkan dengan tekstur tanah sedang yang hanya memiliki Ha atau 39%. Kecamatan yang memiliki tekstur tanah halus terbesar berada di Kecamatan Gunung Kerinci, Gunung Raya, Kayu Aro, Batang Merangin, dan Air Hangat. Kehalusan tekstur tanah ini menunjukkan bahwa tingkat permeabilitas atau penyerapan air ke dalam tanah sangatlah besar, sehingga pada Bab 4-13

79 kawasan yang memiliki tekstur tanah yang halus cenderung memiliki kandungan air tanah yang cukup besar. Identifikasi dan karakteristik lahan rawa lebak di Kabupaten Kerinci terbagi menjadi beberapa permasalahan, tantangan, pengertian, luasan yang dapat dikembangkan dan diusahakan. Permasalahan yang terjadi adalah meningkatnya kebutuhan pangan dan lapangan kerja serta berkurangnya lahan pertanian subur. Tantangan yang ada adalah memanfaatkan lahan rawa lebak sebagai lahan produksi pertanian. Pengertian lahan rawa lebak adalah lahan marjinal yang rejim airnya dipengaruhi oleh hujan, baik yang turun setempat maupun di daerah sekitarnya. Luas lahan rawa lebak di Kabupaten Kerinci adalah Ha. Permasalahan utama pengembangan adalah rejim air yang fluktuatif dan sulit diduga, serta kebanjiran pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Lokasi lahan rawa lebak di Kabupaten Kerinci adalah: rawa bento di Kecamatan Kayu Aro; Lebak Arah Seratus di Kecamatan Sitinjau Laut; Lebak Air Kelabu di Kecamatan Danau Kerinci dan Sitinjau Laut; Lebak Kelembak di Kecamatan Keliling Danau, Lebak Air Lingkat/Lebak Lempur di Kecamatan Gunung Raya. Bab 4-14

80 Gambar Peta Hidrologi di Kabupaten Kerinci Sumber : RISPAM Tahun 2014 Bab 4-15

81 4.5. Gambaran Geologi Secara umum keadaan geologi wilayah Kabupaten Kerinci terletak pada penyebaran beberapa formasi batuan geologi, yaitu formasi asal, formasi pemeta, formasi bandan, formasi kumun, formasi pengasih, ganodiorit langkup, batuan gunung api rio-andesit, batuan gunung kuarter, batuan gunung api andesit-basal, batuan gunung api berksi, batuan gunung api Tuf, endapan alluvium. Secara lokal pada skala 1 : , menurut hasil studi pusat geologi yang berkerjasama dengan Bappeda Kabupaten Kerinci tahun 2003, sesuai dengan struktur geologinya di Kabupaten Kerinci terdapat sesar berarah ke barat laut-tenggara, yaitu sesar Siulak. Sesar ini terdiri atas dua sesar yang sejajar dan membatasi Danau Kerinci. Panjang sesar kurang lebih 37 km dan lebarnya 17 km. Sesar ini mulai aktif sejak Miosen Tengah, hal ini berhubungan dengan pembentukkan formasi Kumun dan diaktifkan lagi pada Pilio-Plitosen. Sesar ini merupakan sesar geser menganan dengan kemiringan hampir tegak. Geomorfologi Berdasarkan relief dan batuan penyusunnya, daerah penelitian dapat dibagi menjadi 6 satuan, yaitu pegunungan batuan pra-tersier; pegunungan batuan gunung api tersier; pegunungan batuan sedimen; pegunungan batuan intrusi; pegunungan batuan gunung api kuarter dan kipas alluvial dan dataran alluvial. 1. pegunungan batuan pra-tersier Satuan ini melampar di daerah timur Kabupaten Kerinci. Bentang alam ini mempunyai lereng cukup terjal (> 16%), dan beda ketinggian titik terendah dan tertinggi lebih besar 300 m, sehingga disebut morfologi pegunungan. Pola aliran sungai menunjukkan dendritik, membentuk lembah V dalam dan lebar menunjukkan erosi lateral dan vertikal aktif. Batuan penyusunnya terdiri atas perselingan sabak, filit, batu lempung sabakan, batupasir, tuf dan setempat hornfels, yang merupakan formasi asal, serpih tufan berselingan dengan batu gamping (Formasi Peneta) dan granit biotit (Granit Tatan). Hampir seluruh satuan ini ditutupi oleh hutan lebat, yang Bab 4-16

82 merupakan TNKS. Namun di luar taman nasional tersebut sebagian telah dimanfaatkan untuk pertanian dan perkebunan. 2. pegunungan batuan gunung api tersier Satuan ini terdapat di bagian barat. Bentang alam ini mempunyai kelerengan terjal (>16%), dengan puncak tumpul sampai runcing, beda ketinggian titik terendah dan tertinggi lebih besar 300 m, sehingga disebut morfologi pegunungan. Pola aliran sungai dendritik dan sebagian menunjukkan pola aliran sejajar. Lembah menunjukkan huruf V, dalam dan lebar. Batuan penyusunnya terdiri atas breksi, tuf dan sebagian lava, yang merupakan formasi hulusimpang. Di bagian selatan dan bagian barat ditutupi oleh hutan cukup lebat, sedangkan di bagian tengah gundul dan sebagian digunakan untuk perkampungan, ladang dan kebun. 3. pegunungan batuan sedimen Bentang alam ini sebarannya tidak luas, hanya di sekitar lembah Kerinci. Pada umumnya membentuk morfologi pegunungan dengan puncak tumpul. Pola aliran sejajar dan dendritik, dengan lembah relatif dangkal dan lebar menunjukkan erosi lateral lebih dominan dibandingkan erosi vertikal. Pelapukan cukup intensif sehingga soilnya cukup tebal. Batuan penyusunnya terdiri atas formasi Bandan, formasi Kumun dan formasi Pengasih. Pada umumnya ditutupi oleh hutan sekunder yaitu hutan kayumanis, sebagian gundul dan sebagian dimanfaatkan untuk pertanian berupa persawahan, ladang dan kebun. 4. pegunungan batuan intrusi Bentang alam ini membentuk morfologi pegunungan dengan puncak tumpul. Pola aliran membentuk pola dendritik dengan lembah sempit dan dangkal, menunjukkan erosi tidak begitu efektif. Namun proses pelapukan cukup intensif, sehingga membentuk soil cukup tebal. Batuan penyusunnya terdiri atas granit dan granodiorit. Pelamparan satuan ini terdapat di bagian barat laut daerah penelitian, yang pada umumnya gundul, tetapi di bagian barat merupakan kawasan hutan TNKS. Bab 4-17

83 5. pegunungan batuan gunung api kuarter Bentang alam ini tersusun oleh batuan gunung api kuarter, beberapa di antaranya masih aktif, yaitu Gunung api Kerinci, Gunung api Raya, Gunung api Kunyit. Sebagian besar bentang alam ini masih menunjukkan kerucut gunung api dan bentuk kawahnya masih terlihat. Pada umumnya menunjukkan morfologi pegunungan dengan lereng cukup terjal. Pola aliran yang berkembang radial, dengan membentuk lembah sempit dan dalam yang menunjukkan proses erosi vertikal lebih dominan daripada erosi lateral. Proses pelapukan sangat intensif, sehingga membentuk soil tebal dan sebagian dimanfaatkan untuk kebun, hutan kayu manis. Tetapi sebagian besar merupakan hutan kawasan TNKS. 6. kipas alluvial dan dataran alluvial kipas alluvial Bentang alam ini sangat terbatas sebarannya, yaitu kipas alluvial Pulau Tengah dan kipas alluvial Lujun. Bentuknya seperti kipas dan batuan penyusunnya merupakan endapan alluvial, sehingga disebut sebagai kipas alluvial. Lahan ini banyak digunakan untuk permukiman khususnya kipas alluvial Sungai penuh. Sedangkan yang lain merupakan permukiman, persawahan dan perkebunan, karena bentang alam seperti ini biasanya tanahnya subur dan air tanahnya sangat melimpah. dataran alluvial Bentang alam ini menunjukkan morfologi dataran, yang membentuk di lembah Kerinci, lembah Bento, dan lembah Nasi. Sungai membentuk lembah U lebar dan dalam. Proses yang berkembang adalah erosi lateral, pengendapan dan pelapukan. Di daerah bentang alam ini cukup subur dan air sangat melimpah, sehingga banyak digunakan untuk persawahan, permukiman. Khusus lembah Bento dan lembah Nasi, dimana air menggenang sehingga membentuk suatu danau atau rawa. Struktur Geologi Struktur geologi yang berkembang di daerah Kabupaten Kerinci adalah struktur sesar dan beberapa kelurusan. Kondisi struktur batuan di wilayah Bab 4-18

84 Kabupaten Kerinci umumnya ditandai dengan adanya sesar/patahan dan gejala-gejala perlipatan. Patahan-patahan yang ada merupakan segmen dari sistem patahan besar Sumatera yang dikenal dengan Patahan Semangko. Patahan/sesar yang ada di Kabupaten Kerinci terdapat 3 jenis sesar utama, yaitu: Sesar Siulak Sesar ini berada ke arah baratlaut-tenggara. Sesar ini melalui Sungai Siulak. Pelamparan sesar ini cukup panjang dari barat laut sampai bagian selatan membatasi Danau Kerinci, dan menerus melampar sampai Sungai Memping. Di daerah Semurup terdapat mata air panas dan aktivitas fumarola yang membentuk suatu kelurusan. Sesar ini sangat panjang, diduga sesar ini merupakan bagian dari sesar Sumatera, dimana gaya utama pembentukkan sesar dari lajur tunjaman (tempat lempeng Samudera Hindia dan Lempeng Benua Asia) yang terletak di sebelah timur Pulau Sumatera. Sesar ini mungkin mulai aktif sejak miosen tengah. Hal ini berhubungan dengan pembentukkan formasi Kumun dan kemudian diaktifkan lagi pada periode tektonik pilio-plitosen. Sesar Air anget Sesar ini melintasi bagian barat dari lembah Kerinci. Pada citra landsat menunjukkan adanya kelurusan sangat jelas. Di daerahnya dijumpai mata air panas yang membentuk garis lurus berimpit dengan zona sesar. Mata air tersebut terdapat di Kampung Sungai labu, Kampung Sungai tutung, dan Kampung Air anget. Di bagian selatan Danau Kerinci membentuk lembah lurus. Sesar ini diduga masih merupakan sesar Sumatera. Sesar Pelayang gedang Sesar ini melintasi timur laut-barat daya, yang melalui Sungai Pelayang gedang. Sesar ini memotong batuan gunung api Kuarter, sehingga diduga juga merupakan sesar aktif. Jenis sesar ini masih perlu penelitian lebih lanjut. Bab 4-19

85 Wilayah Kabupaten Kerinci merupakan bagian dari Pulau Sumatera, yaitu terletak di tepi bagian muka Lempeng Benua Asia yang berbenturan dengan Lempeng Samudera Hindia. Akibatnya daerah ini sering dilanda bencana geologi seperti gempa bumi. Letusan gunung api serta pergerakan tanah. Lokasi bencana tersebut umumnya terkonsentrasi di sepanjang lajur gunung api barisan. Hal ini disebabkan oleh lajur ini membentuk bentang alam pegunungan dan dilalui sesar aktif Sumatera. Kabupaten Kerinci yang terletak pada lajur gunung api barisan dimana lajur ini berhimpit dengan sesar aktif Sumatera. Secara fisik morfologi wilayah ini merupakan daerah pegunungan dan lembah terbanan tektonik Kerinci. Lembah tektonik ini diisi oleh endapan sungai, endapan kipas alluvial dan danau. Daerah ini sangat subur karena material asalnya adalah batuan gunung api dan airnya cukup banyak. Dengan kesuburan tanahnya, daerah ini menjadi penghasil beras di Provinsi Jambi dan ditempati oleh lebih kurang jiwa, yang mata pencaharian utamanya sebagai petani dan perkebunan kayumanis. Menurut catatan kegempaan, dalam kurun waktu 100 tahun terakhir, paling tidak telah dua kali bencana gempa bumi tektonik yang cukup signifikan melanda daerah ini. Akibat bencana tersebut, telah merubah tatanan geologi di wilayah ini yang meliputi bentang alam, struktur geologi, sifat fisik batuan, tataguna lahan dan memicu bencana lainnya. Bencana gempa bumi yang terjadi tahun 1908 berpusat di daerah pertemuan antara segmentasi Dikit dan segmentasi Siulak- Batang Merangin. Sedangkan bencana yang terjadi pada tahun 1995 terjadi antara segmentasi Siulak-Batang Merangin dengan Batang Saliti. Pengamatan mikrosesimetik pada kejadian itu menunjukkan bahwa daerah kerusakan yang berat dijumpai di 3 lokasi, yaitu Semurup, Jujun, dan Hiang. Alam Kabupaten Kerinci yang memiliki luas lebih kurang km 2 memiliki karakteristik biogeofisika yang khas dengan sumberdaya alam yang berlimpah dan beraneka ragam. Selain alamnya yang eksotik, Bab 4-20

86 pertanian dan perkebunannya yang subur berkat hutan hujan tropika yang kaya akan plasma nutfah, kawasan ini juga potensial dengan sumberdaya mineral dan sumber panas bumi. Di samping merupakan roda utama penggerak laju pertumbuhan pembangunan wilayah Kerinci, kekayaan alam ini merupakan peluang usaha yang amat potensial untuk dikembangkan. Kabupaten Kerinci memiliki bahan galian berupa batu gamping dengan cadangan m 3 di Desa Koto Baru, Kecamatan Sitinjau laut. Di kecamatan ini juga terdapat potensi batu marmer dengan cadangan m 3 kaolin serta bahan galian lempung yang jumlah cadangan dan kualitasnya belum terukur. Potensi obsidian ditemukan di Bukit Cermin, Kecamatan Air Hangat Timur dengan cadangan teridentifikasi m 3. Di Kecamatan Keliling Danau terdapat m 3 trass dengan warna abu-abu. Sejumlah bahan galian lain seperti granit, perlit dan andesit saat ini sedang dieksplorasi di beberapa tempat di antaranya di Kecamatan Gunung Raya, Air Hangat dan Danau Kerinci. Potensi pertambangan dan bahan galian Kabupaten Kerinci juga merupakan potensi unggulan di Kabupaten Kerinci. Hal ini dibuktikan dari hasil perhitungan LQ bahwa subsektor semen dan bahan galian non logam merupakan sektor basis di Kabupaten Kerinci. Di Kecamatan Gunung Kerinci terdapat potensi bahan galian antara lain kwarsa, batu gamping, batubara, belerang, gamping kristal, kaolin dan gneis. Kecamatan ini merupakan kawasan yang memiliki deposit bahan tambang yang besar selain Kecamatan Air Hangat yang memiliki deposit bahan tambang antara lain endapan sinter, emas, granit, obsidian, tras, air raksa, dan panas bumi. Berdasarakan analisis geologi dapat digambarkan bahwa Kabupaten Kerinci memiliki patahan/sesar yang menyebabkan terjadinya bencana longsor dan gempa. Hampir di semua bagian wilayah, terutama pada ketinggian di atas 15% terdapat patahan yang cukup dalam. Bab 4-21

87 Sumber daya alam lainnya yang terdapat di Kabupten Kerinci adalah tersedianya lahan pertanian dan perkebunan yang cukup luas dan subur, yakni seluas Ha. Dari jumlah tersebut Ha telah dimanfaatkan untuk lahan tanaman pangan, Ha sebagai lahan perkebunan dan peternakan. Sedangkan sisanya merupakan lahan tidur yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian, perkebunan dan peternakan yang produktif. Dukungan curah hujan yang hampir merata sepanjang tagun, variasi temperatur antara musim hujan dan musim kemarau yang tidak terlalu besar, serta budaya masyarakat Kerinci yang agraris, merupakan aset yang amat layak untuk dipertimbangkan sebagai peluang investasi yang menjanjikan. Bab 4-22

88 Gambar Peta Geologi di Kabupaten Kerinci Sumber : RISPAM Tahun 2014 Bab 4-23

89 4.6. Gambaran Klimatologi Kabupaten Kerinci beriklim tropis dengan suhu rata-rata 22,6 C dengan suhu Maksimum sebesar29,3 Cterjadi pada bulan Maret dan April, serta suhu minimum sebesar 18,3 C terjadi pada bulan november. Curah hujan rata-rata per bulan sebesar 121,4 mm3 dengan curah hujan terendah sebesar 52,0 mm3 terjadi pada bulan Agustus dan curah hujan tertinggi sebesar 239,7 mm3 terjadi pada bulan Februari. Kelembapan relatif udara rata-rata per bulan sebesar 82 persen dengan kelembapan udara terendah sebesar 78 persen terjadi pada bulan Juni dan kelembapan udara tertinggi sebesar 84 persen terjadi pada bulan Maret dan November. No. Bulan Curah Hujan ( mm 3 ) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Tabel Curah Hujan dan Kelembaban 168,90 239,70 131,50 137,30 66,00 55,00 111,90 52,00 122,20 113,50 131,70 127,60 Hari Hujan Kelembaban ( % ) 80,00 79,00 84,00 82,00 81,00 78,00 82,00 82,00 80,00 83,00 84,00 83,00 Penyinaran Matahari ( % ) 42,00 38,00 46,00 49,00 46,00 57,00 38,00 68,00 43,00 55,00 48,00 35,00 Rata-rata , ,00 47,00 Sumber : Kerinci Dalam Angka, Gambaran Sosial dan Ekonomi A. Kondisi Sosial Sarana pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan sumber daya manusia dan perlu dipenuhi kebutuhannya sebagai dampak bertambahnya jumlah penduduk. Sarana Pendidikan ini terdiri dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat, Bab 4-24

90 Jumlah Sarana Pendidikan/sekolah negeri dan swasta di Kabupaten Kerinci disajikan pada Tabel berikut : Kecamatan 1. Gunung Tujuh 2. Kayu Aro 3. Kayu Aro Barat 4. Gunung Kerinci 5. Siulak 6. Siulak Mukai 7. Air Hangat Barat 8. Air Hangat 9. Air Hangat Timur 10. Depati VII 11. Sitinjau Laut 12. Danau Kerinci 13. Keliling Danau 14. Bukit Kerman 15. Gunung Raya 16. Batang Merangin Tabel Fasilitas Pendidikan yang tersedia di Kabupaten Kerinci Jumlah Sarana Pendidikan Umum Agama SD SMP SMA SMK MI MTs MA Total Sumber : Kerinci Dalam Angka, 2014 Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Kerinci tahun 2012 berdasarkan basis data terpadu program perlindungan sosial adalah jiwa atau sebesar 33% dari total jumlah penduduk di Kabupaten Kerinci. data penduduk miskin ini menggunakan 3 (tiga) klasifikasi kesejahteraan yaitu : 1. Desil 1 yaitu rumah tangga/individu dengan kondisi kesejahteraan sampai dengan 10% terendah di Indonesia; 2. Desil 2 yaitu rumah tangga/individu dengan kondisi kesejahteraan antara 11% - 20% terendah di Indonesia; dan 3. Desil 3 yaitu rumah tangga/individu dengan kondisi kesejahteraan antara 21% - 30% terendah di Indonesia. Adapun jumlah penduduk miskin di Kabupaten Kerinci berdasarkan klasifikasi desil ini untuk tahun 2012 disajikan pada Tabel berikut: Bab 4-25

91 Tabel Jumlah Penduduk Miskin per kecamatan di Kabupaten Kerinci Tahun 2013 No Nama Kecamatan Jumlah Keluarga Miskin (KK) 1 Gunung Tujuh Kayu Aro Kayu Aro Barat Gunung Kerinci Siulak Siulak Mukai Air Hangat Barat Air Hangat Air Hangat Timur Depati VII Sitinjau Laut Danau Kerinci Keliling Danau Bukit Kerman Gunung Raya Batang Merangin Sumber : Basis Data Terpadu Program Perlindungan Sosial Bappeda Tahun 2013 B. Kondisi Ekonomi Angka pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan perkapita merupakan indikator ekonomi makro yang memperlihatkan tingkat kesejahteraan masyarakat, kedua angka tersebut berasal dari perkembangan PDRB khususnya PDRB Kabupaten Kerinci. PDRB Kabupaten Kerinci selama lima tahun terakhir menunjukkan trend peningkatan pendapatan masyarakat dan terjadinya pergeseran struktur ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder bahkan tersier. Hasil evaluasi kinerja perekonomian biasanya didukung oleh peran usaha mikro, industri kecil dan koperasi, usaha ini merupakan penggerak perekonomian yang mampu menopang kehidupan masyarakat dalam menghadapi krisis yang pernah terjadi. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kemakmuran suatu wilayah. Perhitungan PDRB setiap tahun selalu mengalami perbaikan. Jika dilihat dari harga konstan PDRB Kabupaten Kerinci pada tahun 2012 mencapai Rp. 1,249 Bab 4-26

92 Triliun. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kerinci pada tahun 2012 sebesar 8,33 persen. Pendapatan perkapita masyarakat Kabupaten Kerinci pun meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 pendapatan perkapita masyarakat sebesar Rp per tahun dan kini meningkat mencapai Rp pada tahun Peningkatan pendapatan perkapita masyarakat Kabupaten Kerinci dapat memberi indikasi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Deskripsi 1. PDRB Harga Konstan (Rp.). 2. Pendapatan Perkapita (Rp./Jiwa) 3. Pertumbuhan Ekonomi Tabel Peta Perekonomian Kabupaten Kerinci Tahun Tahun (Juta Rupiah) , , , , , , ,24 Sumber : PDRB Kabupaten Kerinci, Bappeda Tahun , , ,33 Bab 4-27

93 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun Keterpaduan Strategi Kabupaten Kerinci Bappeda Bab 5-1

94 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kerinci Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Kerinci Penataan ruang wilayah Kabupaten bertujuan untuk mewujudkan Kabupaten Kerinci sejahtera berbasiskan pada sumberdaya alam, dan infrastruktur yang layak dan terpadu, dengan memperhatikan kawasan konservasi dan rawan bencana. Kebijakan dan strategi untuk mewujudkan tujuan penataan ruang tersebut meliputi : 1. Kebijakan pengembangan berbagai bentuk pemanfaatan sumber daya alam guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan strategi sebagai berikut : a. mengembangkan energi alternatif sebagai sumber listrik, seperti pembangkit listrik tenaga air, tenaga uap, tenaga surya, tenaga angin, biogas dan panas bumi; b. mengembangkan infrastruktur dan prasarana kawasan untuk menunjang pengembangan sumber energi yang terbarukan; c. mengembangkan kawasan pusat studi dan penelitian pengembangan pembangkit listrik sumber energi alternatif yaitu panas bumi, tenaga uap, dan tenaga air; d. mengembangkan kegiatan konservasi yang bernilai lingkungan dan sekaligus juga kemasyarakatan, bernilai hutan sosial tanaman ekonomi, rakyat, seperti hutan hutan adat dan perkebunan; dan e. meningkatkan kapasitas sosial masyarakat dalam pemanfaatan sumber energi baru terbarukan. 2. Kebijakan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui intensifikasi, ekstensifikasi lahan, diversifikasi dan modernisasi pertanian, dengan strategi pencapaian sebagai berikut : a. meningkatkan produktivitas hasil perkebunan, pertanian dan kehutanan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi lahan; Bappeda Bab 5-2

95 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun b. memanfaatkan lahan non produktif secara lebih bermakna bagi peningkatan kualitas lingkungan dan peningkatan pendapatan masyarakat; c. meningkatkan teknologi pertanian, termasuk perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan sehingga terjadi peningkatan produksi dengan kualitas yang lebih baik dan bernilai ekonomi tinggi; d. meningkatkan sistem produksi dan pengolahan hasil pertanian dan perkebunan serta kehutanan agar dapat meningkatkan nilai jual dan meningkatkan pendapatan masyarakat serta meningkatkan perekonomian daerah; dan e. meningkatkan perkebunan pemasaran hasil pertanian, melalui peningkatan sumber kehutanan daya dan manusia dan kelembagaan serta memfasilitasi sertifikasi yang dibutuhkan. 3. Kebijakan pengembangan sektor ekonomi sekunder dan tersier berbasis pertanian dan sumber daya alam lainnya serta wisata sesuai keunggulan dan potensi kawasan yang bernilai ekonomi tinggi, terintegrasi dan dikelola secara berhasil guna, terpadu dan ramah lingkungan, dengan strategi sebagai berikut : a. merencanakan dan mengembangkan kawasan pertanian dengan sistem modernisasi dan teknologi terpadu untuk meningkatkan kegiatan ekonomi berbasis agro; b. mengembangkan industri pengolahan hasil pertanian sesuai komoditas unggulan kawasan dan kebutuhan pasar; c. mengembangkan penelitian dan pengelolaan sumber daya pertanian, perkebunan dan kehutanan sehingga menjadi kekuatan utama ekonomi masyarakat, serta meningkatkan kualitas sumber daya pengelolaan melalui pengembangan pusat kajian dan penelitian agri-bisnis; d. meningkatkan kegiatan pariwisata melalui peningkatan prasarana dan sarana pendukung, pengelolaan objek wisata yang lebih profesional serta pemasaran yang lebih efektif; dan Bappeda Bab 5-3

96 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun e. mengembangkan dan meningkatkan penataan kawasan daya tarik wisata 4. Kebijakan pembangunan peningkatan infrastruktur aksesibilitas dan yang peningkatan berkualitas kualitas untuk pelayanan masyarakat, dengan strategi sebagai berikut : a. membangun prasarana dan sarana transportasi terutama transportasi darat yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan secara signifikan dan berimbang namun tetap mempertimbangkan ketahanan terhadap ancaman bencana alam; b. meningkatkan aksesibilitas antar kawasan dalam wilayah maupun antar wilayah dengan wilayah sekitar Kabupaten; c. meningkatkan dan mengembangkan kawasan bandar udara Depati Parbo sebagai sarana transportasi udara guna melayani jalur penerbangan skala regional; d. membangun utilitas dan fasilitas sosial secara proporsional dan memadai sesuai kebutuhan masyarakat pada setiap kawasan permukiman, termasuk fasilitas pemerintahan kabupaten yang baru; e. menyusun pedoman pembangunan prasarana, sarana dan infrastruktur tahan gempa; dan f. menyusun program dan membangun berbagai perangkat keras dan lunak untuk mitigasi berbagai bencana alam, seperti letusan gunung api, gempa bumi, longsor, banjir, kebakaran hutan dan ancaman lainnya. 5. Kebijakan penguatan dan pemulihan hutan, kawasan lindung dan Taman Nasional Kerinci Seblat, dengan strategi sebagai berikut : a. memantapkan tata batas kawasan lindung dan kawasan budidaya untuk memberikan kepastian rencana pemanfaatan ruang dan investasi; b. menyusun dan melaksanakan program rehabilitasi lingkungan, terutama pemulihan fungsi Taman Nasional Kerinci Seblat dan hutan lindung; Bappeda Bab 5-4

97 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun c. meningkatkan pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian kerusakan dan pencemaran lingkungan; d. meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan sumber daya keanekaragaman hayati dan objek daya tarik wisata alam hutan/ekowisata dan wisata hutan; dan e. menggalang kerjasama regional, nasional dan internasional dalam rangka pemulihan fungsi kawasan lindung terutama Taman Nasional Kerinci Seblat, hutan lindung dan cagar alam. 6. Kebijakan penataan dan penyesuaian kawasan rawan bencana serta pengendaliannya, dengan strategi sebagai berikut : a. menyusun dan melaksanakan rehabilitasi kawasan atas dampak bencana; b. menyusun dan merencanakan pengembangan kawasan evakuasi bencana; c. merencanakan dan menata secara rinci untuk kawasan rawan bencana berdasarkan mitigasi bencana dan pengendalian pemanfaatan lahan untuk kawasan bukan permukiman padat; dan d. mengembangkan sistem infrastruktur, prasarana dan sarana wilayah dengan menerapkan sistem tanggap bencana dan sistem tahan bencana. Bappeda Bab 5-5

98 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun Rencana Struktur Ruang Kabupaten Kerinci A. Rencana Sistem Pusat-pusat Kegiatan Rencana sistem pusat-pusat kegiatan di Kabupaten Kerinci dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel Rencana Sistem Pusat-pusat Kegiatan Kabupaten Kerinci No Ibukota Kecamatan Hirarki Fungsi PKL 1 Batang Sangir (Kecamatan Kayu Aro) 2 Sanggaran Agung (Kecamatan Danau Kerinci) PKL 3 Siulak (Kecamatan Siulak) PPL 4 Siulak Deras PPK 5 Jujun (Kecamatan Keliling Danau) PPK 6 Semurup (Kecamatan Air Hangat) PPK 7 Hiang (Kecamatan Sitinjau Laut) PPK 8 Pelompek (Kecamatan Gunung Tujuh) PPL 9 Sungai Lintang ( Kecamatan Kayu Aro Barat) PPL Fungsi Utama - Bappeda pusat pemerintahan kecamatan, pusat perdagangan dan jasa sub regional, pusat kesehatan skala kabupaten, pusat rekreasi, olahraga ; pusat pendidikan, dan pusat industri pengolahan pusat pemerintahan kecamatan, simpul transportasi, pusat perdagangan dan jasa sub regional, pusat kesehatan skala kabupaten, pusat rekreasi, dan olahraga, pendidikan, dan industri pengolahan. pusat pemerintahan kabupaten, pusat perdagangan dan jasa skala kabupaten, pusat pendidikan dan kebudayaan skala kabupaten, pusat peribadatan, pusat kesehatan, pusat rekreasi dan olahraga simpul transportasi. Pusat Pemerintah Kecamatan Pusat Perdagangan dan Jasa Skala kecamatan; Pusat rekreasi dan olahraga Pusat pendidikan ; dan Pusat pengolahan hasil pertanian Pusat Pemerintah Kecamatan Pusat Perdagangan dan Jasa Skala kecamatan; Pusat rekreasi dan olahraga Pusat pendidikan ; dan Pusat pengolahan hasil pertanian Pusat Pengembangan Kesehatan Pusat kegiatan pertanian tangaman pangan ; Pusat kegiatan peternakan ; Pusat kegiatan industri kecil dan menengah ; Pusat kegiatan pariwisata Pusat transportasi udara ; Pusat kegiatan pertanian tanaman pangan ; Pusat pengembangan IKM ; Pusat pendukung kepariwisataan daerah. pusat kegiatan pertanian hortikultura, pusat kegiatan peternakan pusat kegiatan pariwisata, pusat pengolahan hasil pertanian; pusat kegiatan perkebunan, pengembangan kegiatan penunjang pariwisata, pusat kegiatan pengolahan hasil pertanian dan perkebunan, pusat perdagangan hasil pertanian dan perkebunan Bab 5-6

99 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun No B. Ibukota Kecamatan Hirarki Fungsi PPL 10 Mukai Pintu (Kecamatan Siulak Mungkai) 11 Air Panas Baru (Kecamatan Air Hangat Barat) PPL 12 Sungai Tutung (Kecamatan Air Hangat Timur) PPL 13 Koto Tuo (Kecamatan Depati VII) PPL 14 Pondok (Kecamatan Bukit Kerman) PPL 15 Lempur (Kecamatan Gunung Raya) PPL 16 Tamiai (Kecamatan Batang Merangin) PPL Fungsi Utama - pusat kegiatan perkebunan, - pengembangan kegiatan penunjang pariwisata, - pusat kegiatan pengolahan hasil pertanian dan perkebunan, - pusat perdagangan hasil pertanian dan perkebunan - Pusat kegiatan pengembangan kesehatan, - pusat kegiatan pertanian tanaman pangan, - pusat kegiatan peternakan, - pusat kegiatan industri kecil dan menengah, - Pusat kegiatan peternakan, - pusat kegiatan pertanian tanaman pangan, - pusat kegiatan industri kecil dan menengah, - pusat kegiatan pariwisata; - Pusat kegiatan peternakan, - pusat kegiatan pertanian tanaman pangan, - pusat kegiatan industri kecil dan menengah, - pusat kegiatan perkebunan, - pusat kegiatan pertanian tanaman hortikultura, - pusat kegiatan pengolahan hasil pertanian dan pekebunan, - pusat kegiatan pariwisata dan - pusat pengembangan industri agro - pusat kegiatan perkebunan, - pusat kegiatan pertanian tanaman hortikultura, - pusat kegiatan pengolahan hasil pertanian dan pekebunan, - pusat kegiatan pariwisata dan - pusat pengembangan industri agro - pusat kegiatan perkebunan, - pengembangan kegiatan penunjang pariwisata, - pusat kegiatan pengolahan hasil pertanian dan perkebunan, - pusat perdagangan hasil pertanian dan perkebunan. Rencana Sistem Sumberdaya Air Rencana sistem sumberdaya air di Kabupaten Kerinci, meliputi : 1) Wilayah sungai, meliputi : a) WS Batanghari yang merupakan WS lintas provinsi JambiSumatera Barat; dan b) WS Teramang Moar yang merupakan WS lintas Provinsi JambiProvinsi Bengkulu. 2) Cekungan air tanah (CAT), meliputi: a) CAT Bangko-Sarolangun; b) CAT Kayu Aro-Padang Aro; Bappeda Bab 5-7

100 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun ) c) CAT Painan-Lubuk Pinang; dan d) CAT Sungai Penuh. Jaringan irigasi melayani DI dengan luas kurang lebih (dua puluh sembilan ribu seratus sembilan belas) hektar yang terdiri dari: a) DI kewenangan nasional meliputi: 1. DI Sei Siulak Deras dengan luas kurang lebih (tiga ribu enam ratus dua puluh delapan) hektar; dan 2. DI Sei Batang Sangkir dengan luas kurang lebih (lima ribu delapan ratus satu) hektar. b) DI kewenangan pemerintah provinsi meliputi DI Sei Tanduk dengan luas kurang lebih (seribu dua ratus enam puluh lima) hektar; c) DI kewenangan pemerintah kabupaten dengan luas kurang lebih (delapan belas ribu empat ratus tujuh puluh) hektar terdiri dari: d) 1. Daerah irigasi (D.I) semi teknis ; dan 2. Daerah irigasi (D.I) sederhana ; Daerah irigasi semi teknis dengan luas (lima ribu tujuh ratus tiga puluh satu) hektar e) Daerah Irigasi Sederhana merupakan irigasi kewenangan pemerintah kabupaten dengan luas (dua belas ribu tujuh ratus tiga puluh sembilan) hektar yang tersebar di setiap wilayah kecamatan. f) Jaringan air baku untuk air bersih meliputi: 1. pengembangan dan pengolahan sumber air baku meliputi: Sungai Batang Merao, Sungai Pendung, Sungai Medang, Sungai Air Mukai, Sungai Sikabu, Sungai Gunung Lumut, Sungai Ambai, Sungai Sangkir, Sungai Batang Merangin, Danau Kerinci, Danau Lingkat, Muara Sungai Tanduk, Muara Sungai Lintang, Muara Sungai Pelompek, Muara Telago, Bappeda Sungai Siulak Kecil, Muara Talang Bab 5-8

101 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun Kemuning, Sungai Sidik, Sungai Temiai, Sungai Dedap, Sungai Buai, Sungai Jujun, Sungai Lolo, Sungai Perikan, Sungai Batu Hampar, Sungai Imat, Sungai Masgo, Sungai Renah Peko; dan 2. peningkatan pelayanan air bersih sistem perpipaan di seluruh kabupaten. g) Pengendalian daya rusak air mencakup upaya pencegahan, penangggulangan, dan pemulihan daya rusak air berupa pembangunan stabilisasi tebing sungai, bendungan pada: 1. Sungai Sangir di Kecamatan Gunung Tujuh; 2. Sungai Batang Merao di Kecamatan Gunung Kerinci, Kecamatan Siulak Mukai, Kecamatan Air Hangat, dan Kecamatan Depati VII; C. 3. Sungai Mukai di Kecamatan Siulak Mukai; 4. Sungai Lempur di Kecamatan Gunung Raya; 5. Sungai Batang Sangkir di Kecamatan Sitinjau Laut; 6. Sungai Buai di Kecamatan Keliling Danau; dan 7. Sungai Jujun di Kecamatan Keliling Danau. Rencana Sistem Air Minum : Sistem penyediaan air baku untuk air minum meliputi: 1. sistem penyediaan air minum melalui PDAM yang melayani seluruh wilayah kabupaten; dan 2. distribusi air minum melalui jaringan pipa sepanjang jalan utama meliputi seluruh kecamatan di wilayah kabupaten. D. Rencana Sistem Persampahan : Rencana sistem persampahan meliputi: 1. pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah dengan luas lebih kurang 2 (dua) hektar menggunakan sistem lahan urug saniter di Kecamatan Gunung Kerinci dengan area pelayanan meliputi: a. Kecamatan Gunung Kerinci; Bappeda Bab 5-9

102 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun b. Kecamatan Siulak; c. Kecamatan Kayu Aro; d. Kecamatan Gunung Tujuh; e. Kecamatan Air Hangat; f. Kecamatan Depati VII; g. Kecamatan Siulak Mukai; h. Kecamatan Kayu Aro Barat; dan i. Kecamatan Air Hangat Barat. 2. pengembangan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Regional Pendung Talang Genting di Kecamatan Danau Kerinci seluas kurang lebih 5 (lima) hektar menggunakan sistem lahan urug saniter dengan area pelayanan meliputi: 3. a. Kecamatan Sitinjau Laut; b. Kecamatan Batang Merangin; c. Kecamatan Keliling Danau; d. Kecamatan Gunung Raya; e. Kecamatan Air Hangat Timur; f. Kecamatan Danau Kerinci; dan g. Kecamatan Bukit Kerman. pengembangan Tempat Pengolahan Sampah (TPS) di seluruh kecamatan di wilayah kabupaten; dan 4. E. peningkatan jaringan pelayanan sampah di kawasan perkotaan. Rencana Pengelolaan Air Limbah : Sistem pengelolaan air limbah meliputi: 1. pengelolaan limbah domestik berupa Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal terdapat di Perkotaan Siulak, Perkotaan Batang Sangir, dan Perkotaan Sanggaran Agung; 2. pengelolaan limbah domestik berupa septic tank terdapat di Perkotaan Siulak Deras, Perkotaan Jujun, Perkotaan Semurup, dan Perkotaan Hiang; Bappeda Bab 5-10

103 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun pengelolaan limbah non domestik terdapat di PTP VI Kayu Aro Perkotaan Batang Sangir; dan 4. pengelolaan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) terdapat di Kecamatan Gunung Raya, Kecamatan Gunung Kerinci dan Kecamatan Siulak. F. Rencana Sistem Drainase : Sistem jaringan drainase meliputi: jaringan drainase primer meliputi: a. Sungai Batang Merao; b. Sungai Batang Merangin; c. Sungai Sangir; d. Sungai Buai; e. Sungai Lempur; f. Sungai Batang Sangkir; g. Sungai Mukai; dan h. Sungai Jujun. jaringan drainase sekunder terdapat di sepanjang jaringan jalan utama perkotaan dan perdesaan. Bappeda Bab 5-11

104 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun Gambar Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Kerinci Bappeda Bab 5-12

105 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun Rencana Pola Ruang Kabupaten Kerinci A. Rencana Kawasan Lindung Luas peruntukan kawasan lindung di Kabupaten Kerinci dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel Luas Peruntukan Kawasan Lindung RENCANA PENGGUNAAN LAHAN 1 Kawasan yang melindungi kawasan bawahannya Kawasan perlindungan setempat a. Sempadan sungai b. Kawasan tepi danau/waduk c. Kawasan sekitar mata air d. RTH Kawasan peletarian alam Kawasan lindung lainnya a. Hutan Adat Ulu Air Lempur Lekuk Limo Puluh Tumbi b. Hutan adat Nenek Limo Hiang Tinggi Nenek Empat Betung Kuning c. Hutan adat Temedak d. Hutan adat Kaki bukit lengeh e. Hutan adat Bukit Tinggai f. Hutan adat Bukit Sembahyang dan padun gelanggang g. Hutan adat bukit sigi h. Hutan adat kemantan i. Hutan adat bukit teluh Kawasan rawan bencana LUAS (Ha) Keterangan ,3 858,95 Desa Lempur Kecamatan Gunung Raya Desa Muara Air Dua Kecamatan Sitinjau Laut Desa Keluru Kecamatan Keliling Danau Desa Pungut Mudik, Kecamatan Air Hangat Timur Desa Sungai Deras Kecamatan Air Hangat Timur 39,04 Desa Air Terjun Kecamatan Siulak Desa Tanjung genting, Kecamatan Gunung Kerinci. Desa kemantan, Kecamatan Air Hangat. Kecamatan Batang Merangin. Kecamatan Gunung Tujuh, sebagian wilayah Kecamatan Kayu Aro, dan selebihnya berada di Kecamatan Gunung Kerinci, Siulak, Air Hangat, Batang Merangin, Gunung Raya dan Keliling Danau yang berupa kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat Sebagian besar wilayah kecamatan di Kabupaten Kerinci tergolong dalam tipe ini. Gempa bumi tipe B Kecamatan Depati VII, Air Hangat Timur, Sitinjau Laut, Danau Kerinci, sebagian wilayah Kecamatan Batang Merangin, Gunung Raya, dan Kecamatan Keliling Danau Gempa bumi tipe C Kecamatan Sitinjau Laut, Kecamatan Gunung Raya, Danau Kerinci, Kecamatan Gunung Kerinci kearah Timur laut melewati DAS Siulak dan DAS Batang Merao, dan tidak tertutup kemungkinan luapan banjirnya sampai ke Danau Kerinci. Kawasan rawan bencana letusan gunung api tipe A Kawasan rawan bencana letusan gunung api tipe B Kawasan rawan bencana letusan gunung api tipe C Seluruh kawasan mata air Diseluruh pusat permukiman TNKS ,27 Gempa bumi tipe A Kawasan rawan bencana banjir Kawasan rawan bencana gerakan tanah a. Rawa Arah Seratus di Kecamatan Air Hangat Timur dengan luas 150 Ha; b. Rawa Bento di Kecamatan Kayu Aro dengan luas 425 Ha; dan c. Rawa Lingkat di Kecamatan Gunung Raya dengan luas 384 Ha Kecamatan Kayu Aro, Gunung Tujuh dan Gunung Kerinci. radius 5 km dari kawah. Sumber : RTRW Kabupaten Kerinci 2012 Bappeda Bab 5-13

106 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun B. Rencana Kawasan Budidaya Luas peruntukan kawasan budidaya di Kabupaten Kerinci dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel Luas Peruntukan Kawasan budaya I. II. III. JENIS KAWASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI 1.HUTAN PRODUKSI POLA PARTISIPASI MASYARAKAT (HP3M) KAWASAN PERTANIAN 1.KAWASAN PERTANIAN LAHAN BASAH 2.KAWASAN PERTANIAN LAHAN KERING 3.KAWASAN PETANIAN TANAMAN TAHUNAN 4.KAWASAN PERTANIAN TANAMAN HORTIKULTURA 5.KAWASAN PERKEBUNAN KAWASAN NON PERTANIAN 1.KAWASAN PARIWISATA 2.KAWASAN PERTAMBANGAN 3.KAWASAN PERMUKIMAN JUMLAH LUAS (HA) % , ,85 30,42 14,37 9,67 1, ,97 5,28 6, Rencana Kawasan Strategis Kabupaten Kerinci Berdasarkan pertimbangan kebijakan kawasan Strategis Nasional dan Provinsi yang direncanakan untuk Kabupaten Kerinci maka ditetapkan kawasan strategis kabupaten, meliputi : 1. Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumberdaya alam berupa kawasan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Kerinci di Kecamatan Batang Merangin. Kawasan Strategis Sudut Kepentingan Ekonomi, yaitu : 2. a) kawasan Agropolitan Kayu Aro dan Sekitarnya; b) Kawasan Agropolitan Gunung Raya dan Sekitarnya; c) Kawasan Minapolitan Danau Kerinci dan Sekitarnya; d) Kawasan Kota Terpadu Mandiri (KTM) Siulak dan Sekitarnya. e) Kota terpadu mandiri (KTM) Bukit Kerman; dan f) Kota terpadu mandiri (KTM) Air Hangat Barat dan sekitarnya.. Bappeda Bab 5-14

107 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun Gambar Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Kerinci Gambar V.. Peta Rencana Pola Ruang Kerinci Bappeda Bab 5-15

108 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun Gambar Peta Rencana Kawasan Strategis Bappeda Bab 5-16

109 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun Rencana Strategi Sanitasi Kota Visi dan Misi Sanitasi Visi dan misi memberikan arah yang jelas dan terukur sebagai sumber inspiratif bagi pengembangan kegiatan sebuah organisasi, sehingga pada akhir periode perencanaan dapat dilakukan evaluasi terukur bagai keberhasilan sebuah program maupun kegiatan. Oleh karena demikian, dalam bidang pembangunan sanitasi, kabupaten Kerinci telah menyusun visi dan misi sanitasi yang merupakan hasil dari kolaborasi pemikiran dari berbagai stakeholder terkait. Visi dan misi sanitasi kabupaten Kerinci sangat erat dengan kaitannya dengan visi dan misi Kabupaten Kerinci. Tabel dibawah ini, merupakan gambaran tentang Visi Sanitasi dan Misi Per subsektor sanitasi serta Visi dan Misi Kabupaten Kerinci yang tertuang dalam dokumen Perencanaan Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kabupaten Kerinci. Pemahaman atas pernyataan visi tersebut mengandung makna terjalinnya sinergi yang dinamis antara seluruh pemangku kepentingan (pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha) dalam melaksanakan pembangunan dan pengelolaan sanitasi di Kabupaten Kerinci. Partisipasi masyarakat dan peran serta swasta harus dimulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga ke tahap monitoring dan evaluasi pelaksanaan pembangunan. Tabel Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten Kerinci Visi Kabupaten Kerinci Kerinci Sejahtera, Damai dan Agamis Berbasis Ekonomi Kerakyatan Misi Kabupaten Kerinci Percepatan Pembangunan Infrastruktur Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Peningkatan dan Pengembangan Daya Saing Perekonomian Rakyat Menciptakan Tata Pemerintahan Yang Bersih dan Berwibawa Menciptakan Kerinci Yang Aman, Damai dan Demokratis Visi Sanitasi Kabupaten Kerinci Terwujudnya Kabupaten Kerinci Bersih dan Sehat melalui Pembangunan Sanitasi yang handal dan berkualitas Misi Sanitasi Kabupaten Kerinci MISI AIR LIMBAH - Mengoptimalkan sarana dan prasarana untuk mendukung pengelolaan air limbah. MISI PERSAMPAHAN - Mengoptimalkan persampahan dengan handal dan berkualitas pengolahan teknologi yang MISI DRAINASE - Mengoptimalkan operasionalisasi pengelolaan drainase yang tersedia. MISI PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT - Meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat di kabupaten kerinci. Sumber : SSK Kabupaten Kerinci Bappeda Bab 5-17

110 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun Tahapan Pengembangan A. Tahapan Pengembangan Sanitasi Tahapan pencapaian pembangunan sektor sanitasi disusun dengan melakukan analisis terhadap kondisi wilayah saat ini serta arah pengembangan kota secara menyeluruh sebagaimana tertuang dalam dokumen perencanaan pembangunan seperti RPJPD, RPJMD, dan RPIJMD serta dokumen RTRW Kabupaten Kerinci. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan pilihan sistem dan penetapan zona sanitasi antara lain adalah : a. Arah pengembangan pembangunan yang merupakan perwujudan dari visi dan misi Kabupaten Kerinci dalam Jangka Pendek sampai dengan jangka panjang b. Proyeksi pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk pada setiap kawasan berdasarkan luas terbangun c. Kawasan beresiko sanitasi d. Kondisi fisik wilayah (topografi dan struktur tanah) Sesuai pembahasan Buku Putih Sanitasi (BPS), berdasarkan isu pokok sanitasi air limbah domestik, permasalahan mendesak sistem pengelolaan air limbah domestik di Kabupaten Kerinci, sebagai berikut: 1. Bahwa tatanan pola hidup bersih dan sehat belum berkembang secara merata pada hampir semua lini kehidupan bermasyarakat, dukungan kelembagaan sanitasi dalam semua tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara belum tertata dengan baik. Sistem kelembagaan yang lemah ini membawa konsekuensi luas terhadap PHBS dan kualitas lingkungan hunian dan permukiman penduduk. 2. Bahwa hampir semua pengelolaan air limbah domestik di Kabupaten Kerinci baik di daerah-daerah perdesaan maupun perkotaan adalah menggunakan on site system dengan tingkat teknologi sederhana, sementara pengelolaan dengan off site system (terpusat) masih belum ada, sistem jaringan belum terstruktur dengan baik, di antaranya pembuangan akhir dialirkan ke sungai atau saluran drainase terdekat. Sarana IPAL atau IPLT belum tersedia. Bappeda Bab 5-18

111 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun Kondisi di atas tentunya membawa pengaruh besar di dalam menempatkan pengelolaan air limbah tidak memenuhi standar/pedoman sistem pengelolaan air limbah baik melalui on site system, lebih-lebih pada off site system. 4. Akses jamban masih rendah yakni hanya 59 % (sumber data Dinkes Kab. Kerinci, kondisi fisik jamban umumnya masih dibawah standar, ini terutama terjadi pada tatanan rumah tangga miskin bahkan pada tatanan masyarakat menengah. Tingkat pendidikan penduduk tidak menjamin bahwa suatu rumah tangga memiliki kualitas jamban sehat atau memiliki sistem sanitasi pengelolaan air limbah yang baik, sehingga yang paling menentukan adalah tingkat kepedulian. 5. Belum ada kelembagaan yang kuat di dalam mengatur tatanan sistem pengelolaan air limbah atau sistem sanitasi, baik dilingkungan Pemerintah, masyarakat, maupun swasta. 6. Keterlibatan pihak swasta sejauh ini hampir tidak kelihatan guna mendukung peningkatan kepedulian dan kesadaran masyarakat dan layanan pengelolaan limbah. 7. Kerjasama dengan dunia usaha, unsur-unsur media sejauh ini belum berkembang, belum ada upaya-upaya promosi, publikasi dan sosialisasi yang betul-betul menyentuh pada peningkatan kepedulian masyarakat. 8. Sistem kelembagaan yang lemah, kepedulian masyarakat, dunia usaha dan pemerintah yang lemah maka dukungan pendanaan dan pembiayaan dalam meningkatkan layanan sanitasi air limbah juga masih jauh diharapkan. Beberapa kriteria yang menjadi pertimbangan dalam penentuan prioritas tersebut adalah kepadatan penduduk, klasifikasi wilayah (perkotaan atau perdesaan), karakteristik tata guna lahan(center of Business Development/ komersial atau rumah tangga), serta resiko kesehatan lingkungan. Analisis yang dilakukan menghasilkan suatu peta yang menggambarkan kebutuhan system pengelolaan air limbah yang akan menjadi bahan untuk perencanaan pengembangan sistem. Peta tersebut membagi daerah kajian ke dalam beberapa zonasi sistem pengelolaan air limbah. Untuk Klasifikasi wilayah di Bappeda Bab 5-19

112 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun Kabupaten Kerinci dalam 5 tahun sampai 15 ke depan tidak mengalami perubahan klasifikasi wilayah. Berdasarkan estimasi tersebut serta memperhatikan faktor-faktor lain seperti rencana tataguna lahan dan kondisi tanah, maka sistem pengelolaan air limbah di Kabupaten Kerinci dibagi kedalam 3 zonasi. Wilayah-wilayah yang diklasifikasikan dalam area Zona 1 terdapat di kecamatan Bukit kerman, Gunung raya, Sebagian Batang Merangin, Gunung Tujuh, Kayu Aro dan Gunung Kerinci, yaitu area dengan resiko sanitasi relatif tinggi karena penduduknya yang relatif padat dengan luas terbangun yang kecil, yang harus diatasi dengan sistem off-site (medium) dalam pengelolaan limbah domestic Jangka Menengah - Pendek. Sementara yang diklasifikasikan dalam Zona II, yaitu area yang diperkirakan memiliki resiko sanitasi tinggi dalam jangka Menengah - jangka panjang karena pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi yang dicirikan oleh tingginya tingkat pertumbuhan pembangunan perumahan di wilayah tersebut. Sistem sanitasi yang dipilih untuk mengatasi kondisi ini adalah system Off-site Setempat dalam jangka Menegah -jangka panjang. Berikutnya yaitu Zona III yang terletak di kecamatan Air Hangat Timur, Sitinjau Laut, Danau Kerinci, Depati VII dan Keliling Danau yang mana termasuk kategori Rural area, sistem pengelolaan sanitasi yang dipilih adalah system melalui Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) serta penyediaan MCK++. Prinsip pendekatan STBM adalah non subsidi. Masyarakat akan di bangkitkan kesadarannya bahwa masalah sanitasi adalah masalah masyarakat sendiri dan bukan masalah pihak lain. Dengan demikian yang harus memecahkan permasalahan sanitasi adalah masyarakat sendiri. Di harapkan dengan bermula dari STBM, kemudian dilanjutkan dengan program kesehatan lainnya seperti program kampanye cuci tangan, dan program kesehatan lainnya, peningkatan kesehatan masyarakat melalui perilaku hidup bersih dan sehat dapat terwujud. Bappeda Bab 5-20

113 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun Gambar Peta Tahapan Pengembangan Air LimbahDomestik Sistem Onsite Gambar Peta Tahapan Pengembangan Air LimbahDomestik Sistem Off site Bappeda Bab 5-21

114 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun Tabel Tahapan Pengembangan Air LimbahDomestik Kabupaten Kerinci Sistem No Cakupan layanan eksisting* (%) Target cakupan layanan* (%) Jangka pendek Jangka menengah Jangka panjang A Sistem On-site 1 Individual (tangki septik) 80 % 80 % 90 % 100 % 2 Komunal (MCK, MCK++, IPAL Komunal) 50 % 60 % 75 % 100 % B Sistem Off-site 1 Skala Kota 25 % 35 % 50 % 90 % 2 Skala Wilayah 25 % 35 % 50 % 90 % Sumber : BLHD dan Hasil Study EHRA Kabupaten Kerinci Tahun 2013 Keterangan: *) Cakupan layanan adalah persentase penduduk terlayani oleh sistem dimaksud atas total penduduk Dari Tabel di atas menunjukkan bahwa penduduk Kabupaten Kerinci pada umumnya sudah memiliki jamban pribadi persentasenya adalah 57 %, MCK / WC Umum yaitu sebesar 6,3 %. Untuk mencapai target cakupan pengolahan air limbah domestic, Kabupaten Kerinci akan merencanakan program jangka pendek dengan menggunakan system off-site Medium, program jangka menengah dengan system on-site komunal dan individual, dan system STBM, MCK++ untuk jangka panjang. Melihat dari topografi Kecamatan Kerinci, kecamatan Pelawan, dan Kecamatan Singkut dapat dimungkinkan untuk di kembangkan system pengolahan air limbah dengan menggunakan system offsite medium dalam skala kota. B. Tahapan Pengembangan Persampahan Penentuan kebutuhan penanganan persampahan dikelompokkan menurut wilayah pelayanan. Terdapat 2 (Dua) kriteria utama dalam penetapan prioritas penanganan persampahan,yaitu tata guna lahan/klasifikasi wilayah Peri Urban, dan Rural yang dicirikan dengan kepadatan penduduk. Ketiga Klasifikasi Wilayah tersebut sangat berhubungan dengan aktivitas penghuninya yang akan mempengaruhi perhitungan jenis dan volume timbulan sampah. Bappeda Bab 5-22

115 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun Dari hasil analisis yang didasarkan pada kedua kriteria tersebut maka didapatkan zona-zona kebutuhan pelayanan persampahan yang dapat diuraikan sebagai berikut : Zona 1 : merupakan klasifikasi wilayah Peri Urban yang dicirikan dengan kepadatan, system pengolahan sampah dengan menggunakan system Tidak Langsung Coverage (Kel. Pasar Pelawan, Dusun Kerinci, Pasar Kerinci, dan Kel. Suka Sari) Zona 2 : merupakan klasifikasi wilayah Rural yang dicirikan dengan kepadatan, system pengolahan sampah dengan menggunakan system Tidak langsung Coverage selain desa diatas dari 143 desa di Kabupaten Kerinci. Gambar Peta Tahapan Pengembangan Persampahan Tahapan pengembangan persampahan Kabupaten Kerinci terdapat 2 sistem pengolahan yaitu system penanganm Langsung dan penanganan tidak langsung, hal ini dipengaruhi oleh jumlah penduduk Kabupaten Kerinci pada umumnya mengalami pertumbuhan yang cukup signifikann yaitu rata-rata 2,48 % pertahun. Dari tabel di bawah ini Kabupaten Kerinci baru mencapai 56 % untuk penanganan langsung khususnya di daerah komersil baru, sedangkan Bappeda Bab 5-23

116 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun Kecamatan lain belum sepenuhnya terlayani. Untuk wilayah perkantoran di Kabupaten Kerinci sepenuhnya telah terlayani dengan baik. Tabel Tahapan Pengembangan Persampahan Kabupaten Kerinci Cakupan layanan* (%) Cakupan layanan eksisting* (%) Sistem No A Penanganan langsung (Direct) 1 Kawasan komersial (CDB) B Penanganan tidak langsung (indirect) 1 2 Jangka pendek Jangka menengah Jangka panjang 90 % 70 % 75 % 100 % Kawasan permukiman 90 % 70 % 75 % 100 % Kawasan perkantoran 90 % 70 % 75 % 100 % Sumber : BLHD Kabupaten Kerinci Tahun 2013 Keterangan: *) Cakupan layanan adalah persentase penduduk terlayani oleh sistem dimaksud atas total penduduk C. Tahapan Pengembangan Drainase Zonasi sistem drainase perkotaan Kerinci terbagi atas 3 sistem penzonasian dengan maksud agar konsep perencanaan dapat diperuntukan sesuai dengan daya dukung lahan dan karakteristik masing-masing wilayah perencanaan dikarenakan sebagian struktur penggunaan ruang pada kawasan perkotaan tidak hanya terkosentrasi pada kegiatan permukiman saja, sektor kegiatan dikawasan perkotaan juga yang terkonsentrasi pada kegiatan perdagangan dan jasa, pemerintahan, serta pelayanan umum dan pelayanan sosial. Untuk itu dengan sistem penzonasian diharapkan hasil rencana dapat disesuaikan terhadap penggunaan lahan dan tingkat kepadatan kota. Sebagaimana halnya sub-sektor sanitasi lainnya, pengembangan sub sektor drainase juga memerlukan analisis yang tepat untuk menentukan pengembangan sistem sesuai dengan kebutuhan masing-masing wilayah. Berbagai keterbatasan mengharuskan pemerintah untuk mengklasifikasikan setiap kawasan ke dalam beberapa zona prioritas agar pengembangan sistem drainase dapat berjalan dengan efektif dan berkesinambungan. Penentuan daerah prioritas ini disusun berdasarkan 5 (lima) kriteria yaitu kepadatan penduduk, tataguna Bappeda lahan(kawasan CBD/komersil Bab 5-24 atau

117 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun permukiman), daerah genangan air baik oleh ROB maupun karena air hujan, serta tingkat resiko kesehatan. Hasil analisis yang akan menjadi acuan untukperencanaan penanganan ke depan dapat diilustrasikan sebagai berikut : Zona I untuk prioritas1 : merupakan area Peri Urban dengan prioritas jangka pendek menengah Zona II untuk prioritas 2: merupakan area Peri Urban dengan prioritas jangka Panjang Zona III untuk prioritas 3: merupakan area Rural dengan prioritas jangka Panjang, Selain Selain desa dari zona I dan Zona 2 dari 287 Desa di Kabupaten Kerinci. Drainase Kota pada dasarnya berfungsi untuk mengalirkan limpahan air hujan agar tidak terjadi genangan air atau banjir. Banjir pada kawasan kota pada umumnya sangat mempengaruhi tingkat sosial ekonomi masyarakat, menimbulkan gangguan kesehatan lingkungan Berat dapat menimbulkan kerugian harta benda atau investasi infrastruktur kota. Oleh karena itu rencana sistem drainase kota perlu mendapat perhatian serius pemerintah kota pada masa awal pembangunan dan perlu disinkronisasikan dengan program-program pembangunan jaringan jalan dan utilitas lainya. Konsep dasar yang banyak digunakan dalam Perencanaan Pembangunan Drainase di seluruh kota di Indonesia adalah konsep drainase konvensional atau drainase 'Pengaturan Kawasan" yaitu upaya membuang atau mengalirkan seluruh air hujan yang jatuh ke suatu wilayah secepat-cepatnya ke sungai terdekat". Seluruh air hujan diupayakan sesegera mungkin mengalir langsung ke sungai terdekat tanpa ada upaya agar air mempunyai waktu cukup untuk meresap ke dalam tanah. Dampak dari pemakaian konsep drainase konvensional tersebut akan terjadi kekeringan, banjir, longsor pelumpuran. Bappeda Bab 5-25 dan

118 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun Gambar Peta Tahapan Pengembangan Drainase Tabel Tahapan Pengembangan Drainase Kabupaten Kerinci No Sistem Cakupan layanan eksisting* (%) Saluran tersier (Saluran Pembawa) Saluran Sekunder (Saluran Pegumpul) Saluran Primer (Saluran pembuangan) Jumlah Cakupan layanan* (%) Jangka pendek Jangka menengah Jangka panjang 90 % 75 % 90 % 100 % 90 % 75 % 90 % 100 % 90 % 75 % 90 % 100 % 90 % 75 % 90 % 100 % Sumber : SSK Kabupaten Kerinci Tahun 2013 Keterangan: *) Cakupan layanan adalah persentase penduduk terlayani oleh sistem dimaksud atas total penduduk Bappeda Bab 5-26

119 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun Strategi Percepatan Pembangunan Sanitasi Kabupaten Kerinci A. Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik Dengan memperhatikan tingkat pelayanan yang ada saat ini, diharapkan pada akhir periode program jangka pendek, menengah dan jangka panjang telah terjadi kenaikan pelayanan prasarana air limbah manusia. Walaupun, pada saat ini masih ada sebagian penduduk Kabupaten Kerinci menggunakan cara pengelolaan limbah manusia secara konvensional atau non urban system yaitu dengan membuang limbahnya di perairan terbuka berupa sungai, parit atau di tanah berupa kebun. Upaya mencapai tujuan, sasaran, dan strategi pengembangan program yang diinginkan akan dilakukan secara bertahap. Dalam pengelolaan air limbah manusia, terutama yang ingin dicapai adalah : 1) Terwujudnya SPAL yang berkualitas dan berteknologi 2) Tersedianya regulasi untuk pengelolaan air limbah 3) Terwujudnya UPTD SPAL di 3 wilayah sasaran 4) Terlaksananya Sosialisasi air limbah secara berkelanjutan 5) Terwujudnya kerjasama dengan pihak swasta 6) Tersedianya SDM yang berkualitas dalam pengelolaan air limbah Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Pengelolaan Air limbah menurut RTRW Kabupaten Kerinci secara umum rencana yang dikembangkan dalam hal pengelolaan Air limbah meliputi 5 aspek, yaitu manajemen operasional, pendanaan, Komunikasi, Kelembagaan dan peran serta masyarakat. Adapun tujuan, sasaran, dan strategi pengembangan Air Limbah Kabupaten Kerinci dapat dilihat pada tabel. 5.8 dibawah ini : Bappeda Bab 5-27

120 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun Tabel Tujuan, Sasaran, dan Tahapan Pencapaian Pengembangan Air Limbah Domestik Sasaran Pernyataan Indikator sasaran sasaran Mengoptimalkan 1. Terwujudnya 1. Sosialisasi sarana dan SPAL yang pertahun prasarana untuk berkualitas 2. Menurunnya mendukung dan persentase pengelolaan air berteknologi masyarakat limbah 2. Tersedianya yang regulasi untuk membuang pengelolaan air limbah air limbah ke sungai 3. Terwujudnya 3. Partisipasi UPTD SPAL di pihak swasta 3 wilayah 4. Tersedianya sasaran Prasarana 4. Terlaksananya Pengelolaan Sosialisasi air air limbah limbah secara berkelanjutan 5. Terwujudnya kerjasama dengan pihak swasta 6. Tersedianya SDM yang berkualitas dalam pengelolaan air limbah Sumber : Analisis Pokja PPSP Kabupaten Kerinci tahun 2013 Tujuan B. Strategi 1. Melaksanakan Sosialisasi ke Masyarakat 2. Mendorong partisipasi aktif pihak swasta 3. Menyediakan sarana Prasarana Pengelolaan Air limbah 4. Menyusun dan menetapkan Retribusi Air Limbah 5. Mengalokasikan dana pengelolaan air limbah Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Persampahan Rencana Tujuan, Sasaran, dan strategi pembangunan/pengembangan persampahan dalam strategi sanitasi waktu perencanaan 5 (lima) tahun Kabupaten Kerinci memiliki jangka merupakan salah satu tahapan pengembangan lima tahunan daerah. Skenario pengembangan wilayah Kabupaten Kerinci yang berkaitan dengan masalah persampahan dapat dilihat dari visi, misi, tujuan dan sasaran pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Kerinci Tahun sebagai berikut : 1) Struktur ruang Kabupaten / kota yang telah terbentuk (kawasan terbangun); 2) Kebijakan tentang peningkatan sistem pengelolaan persampahan; Bappeda Bab 5-28

121 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun ) Kebijakan tentang peningkatan kualitas pengelolaan SDA dan Lingkungan Hidup; 4) Kebijakan tentang kelestarian fungsi lingkungan hidup; Untuk mencapai tujuan tersebut, ditetapkan (2 dua) sasaran pengembangan sub sektor persampahan sebagai berikut : 1) Meningkatkan cakupan pelayanan pengangkutan sampah, meliputi wilayah pelayanan dan jumlah atau volume sampah terangkut; 2) Meningkatkan kegiatan pemilahan dan pengolahan sampah terpadu, melalui pengembangan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) yang didukung oleh program 3R dan Bank Sampah. Selanjutnya dalam merumuskan strategi pengembangan persampahan, selain mengacu pada arah kebijakan dan strategi pembangunan daerah yang termuat di dalam dokumen RPJMD kabupaten Kerinci maupun arah kebijakan dan strategi nasional dalam pengembangan. Adapun tujuan, sasaran, dan strategi pengembangan persampahan Kabupaten Kerinci dapat dilihat pada tabel. 5.9 dibawah ini : Tabel Tujuan, Sasaran, dan Tahapan Pencapaian Pengembangan Persampahan Tujuan Mengoptimalkan pengolahan persampahan Sasaran Pernyataan sasaran Indikator sasaran Terlaksananya 1. Sosialisasi sosialisasi 3R di pertahun sekolah secara 2. Menurunya berkelanjutan persentase Terlaksananya masyarakat yang kesadaran membuang masyarakat tentang sampah ke sungai membuang sampah 3. Partisipasi pihak Terwujudnya kerja swasta sama dengan pihak 4. Tersedianya swasta Prasarana Terwujudnya Persampahan pengembangan 5. Tersedianya alat sarana dan prasarana komposter Persampahan Terwujudnya 6. Tersedianya peningkatan Anggaran APBD penggunaan unit 7. Meningkatnya komposter Tarif Retribusi Terwujudnya 8. Tersedianya Peningkatan Pedoman Penganggaran Pengelolaan pengolahan sampah Persampahan 9. Terjalinnya Bappeda Strategi Melaksanakan Sosialisasi ke Masyarakat Mendorong partisipasi aktif pihak swasta Mengalokasikan dana pengolahan Persampahan Menyesuaikan tarif Retribusi Persampahan Menyusun dan Menetapkan Raperda persampahan Menjalin kerjasama pengelolaan sampah melaksanakan pembangunan TPA Regional Sanitary land Field Bab 5-29

122 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun Tujuan Sasaran Pernyataan sasaran Indikator sasaran 7. Terwujudnya Kesepakatan penyesuaian tarif Bersama dalam retribusi sampah pengelolaan 8. Tersusunnya dan persampahan ditetapkannya perda 10. Tersedianya TPA khusus tentang Regional persampahan bersistem sanitary 9. Terlaksananya MOU land field dengan Kota Sungai Penuh 10. Terwujudnya pengembangan TPA Regional dengan sistem sanitary land field Strategi Sumber : SSK Kabupaten Kerinci tahun 2013 C. Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Drainase Dalam perencanaan drainase perlu disusun petunjuk umum untuk tujuan penyiapan: Program penanganan drainase Institusi pengelola sistem dan jaringan drainase, dalam hal ini adalah Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci dan kawasan tertentu dimungkinkan melibatkan pihak swasta (developer) Dalam konteks itu, acuan yang digunakan adalah Kepmen PU No 239/KPTS/1987 tentang Fungsi Utama Saluran Drainase sebagai drainase kota dan fungsi utama sebagai pengendalian banjir. Dalam pengembangan sistem drainase harus memperhatikan beberapa hal, karena pembangunan sektor drainase tidak dapat dilepaskan dari pembangunan infrastruktur lainnya, termasuk rencana pengembangan kota, perumahan dan tata bangunan serta jalan kota. 1. Rencana pengembangan kota Komponen program drainase harus mendukung skenario pengembangan dan pembangunan kota, serta terpadu dengan rencana pengembangan prasarana lainnya. 2. Perumahan rakyat dan tata bangunan Sistem penanganan drainase kota harus terkoordinasi dengan penanganan dan pengelolaan sistem yang disiapkan oleh instansi lain (developer, perumnas, dan masyarakat) Bappeda Bab 5-30

123 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun Jalan kota Sistem drainase jalan yang disiapkan menjadi satu kesatuan dengan komponen jalan hendaknya disinkronkan dengan sistem yang disiapkan oleh penyusun sistem dan jaringan dalam komponen drainase. Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Drainase menurut RPIJMD Kabupaten Kerinci secara umum rencana yang dikembangkan dalam hal pengembangan tahapan pembnagunan drainase meliputi 5 aspek, yaitu manajemen operasioanal, pendanaan, Komunikasi, Kelembagaan dan peran serta masyarakat. Kebijakan tahapan Pengembangan Drainase : 1) Pengembangan sistem pembangunan drainase yang efisien dan efektif 2) Penerapan mekanisme pembangunan drainase yang baik dan sesuai dengan masing-masing kondisi daerah (Zoning). Terjadinya luapan air (run-off) di beberapa ruas badan jalan dan kawasan permukiman penduduk merupakan permasalahan lingkungan yang harus segera dicarikan solusi pemecahannya oleh Pemerintah yang pada pelaksanaanya memerlukan dukungan dan partisipasi dari masyarakat dan sektor dunia usaha. Atas dasar permasalahan tersebut, serta sejalan dengan tujuan pembangunan daerah Kabupaten Kerinci untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan dinamis ditetapkan tujuan pengembangan sub sektor drainase adalah mewujudkan kabupaten Kerinci Bebas tersumbat dan bebas dari genangan air dengan sasaran-sasaran sebagai berikut : 1) Tersedianya data dan informasi mengenai sistem drainase yang terintegrasi sebagai bahan untuk perencanaan pengembangan drainase yang sesuai dengan karakteristik kondisi wilayah Kabupaten Kerinci; 2) Mengurangi daerah genangan air akibat luapan saluran drainase. Bappeda Bab 5-31

124 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun Adapun untuk mencapai tujuan, sasaran, dan strategi pengembangan persampahan Kabupaten Kerinci dengan mempertimbangkan isu strategis dalam pengolahan drainase disusun dan disepakati rumusan strategi pengembangan sub sektor drainase dapat dilihat pada tabel V.2.6 dibawah ini: Tabel Tujuan, Sasaran, dantahapanpencapaianpengembangan Drainase Tujuan Mengoptimalkan operasionalisasi pengelolaan drainase yang ada Sasaran Pernyataan sasaran Indikator sasaran 1.Terwujudnya 1. Sosialisasi pengelolaan pertahun drainase yang 2. Meningkatnya optimal Pasrtisipasi 2.Terwujudnya SDM masyarakat yang berkualitas 3. tersedianya dalam pengelolaan APBD yang drainase menunjang 3.Terwujudnya untuk peningkatan APBD pengelolaan dalam drainase pembangunan dan 4. tersedianya Pengelolaan lingkungan Drainase yang sehat Strategi 1. Melaksanakan Sosialisasi ke Masyarakat 2. Mendorong Masyarakat berperan aktif dengan membentuk UPK di setiap kecamatan ( Khusus Drainase) 3. Mengalokasikan Dana untuk pengelolaan Drainase 4. Memprioritaskan Pembangunan Drainase DesaDesa yang rawan Bencana Banjir demi terciptanya kawasan tanpa bencana banjir Sumber : SSK Kabupaten Kerinci tahun 2013 D. Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengelolaan Promosi Higiene dan Sanitasi (Prohisan) Dengan memperhatikan tingkat pelayanan yang ada saat ini, diharapkan pada akhir periode program jangka, pendek, menengah dan jangka panjang telah direncanakan (PROHISAN). Walaupun, program-program pada saat Promosi Higiene dan ini masih ada sebagian Sanitasi penduduk Kabupaten Kerinci berprilaku hidup belum sehat. Upaya mencapai tujuan, sasaran, dan strategi pengembangan program yang di inginkan akan dilakukan secara bertahap. Bappeda Bab 5-32

125 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun Dalam mencapai dan memperbaiki pola hidup bersih dan sehat adalah : 1) Tercapainya Standar Pelayanan Minimum (SPM) untuk prilaku hidup bersih dan sehat 2) Meningkatkan kondisi dan kualitas lingkungan. Untuk mencapai Tujuan, sasaran, dan strategi yang telah ditetapkan, maka akan ada strategi yang ditempuh antara lain : 1) Pemberdayaan berwawasan kesehatan, 2) Pemberdayaan masyarakat, 3) Pengembangan upaya dan pembiayaan kesehatan, 4) Pengembangan dan Pemberdayaan SDM kesehatan. Keberhasilan pelaksanaan rencana strategic instansi Dinas Kesehatan Kabupaten Kerinci ini sangat tergantung kepada konsistensi, komitmen dan kemauan yang kuat dari seluruh jajaran Dinas Kesehatan Kabupaten Kerinci dalam melaksanakannya. Untuk itu visi dan misi, tujuan, sasaran, kebijakan yang telah ditetapkan hendaknya dijadikan acuan dalam meningkatkan kualitas perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan kesehatan di Kabupaten Kerinci dalam kurun waktu lima tahun. Penyusunan SSK ini dilakukan sedemikian rupa sehingga hasil pencapaiannya dapat diukur dan dipergunakan sebagai bahan penyusunan kinerja tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten Kerinci. Tabel Tujuan, Sasaran, dan Tahapan Pencapaian Pengelolaan Sanitasi Rumah Tangga Tujuan Meningkatkan Perilaku 1. Hidup Bersih Dan Sehat Di Kab. Kerinci Sasaran Pernyataan sasaran Indikator sasaran Terlaksananya 1. Sosialisasi Sosialisasi tentang pertahun PHBS di seluruh 2. Partisipasi desa di kab. Kerinci masyarakat Terwujudnya meningkat kesadaran 3. tersedianya APBD masyarakat untuk 4. tersedianya ber PHBS lingkungan yang tersusunnya Perda sehat tentang PHBS Terwujudnya desa bersih dan sehat Strategi Melaksanakan Sosialisasi ke Masyarakat membentuk kelompok lomba dasawisma untuk penerapan kegiatan desa bersih menyusun dan menetapkan ranperda tentang sanitasi menjadikan kawasan percontohan bagi desa yang bersih dan sehat Sumber : SSK Kabupaten Kerinci tahun 2013 Bappeda Bab 5-33

126 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun Tabel Tujuan, Sasaran, dantahapan Pencapaian Pengelolaan Sanitasi Sekolah Tujuan Meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat di lingkungan sekolah Sasaran Pernyataan sasaran 1. Meningkatnya 1. kesadaran, pengetahuan, kemauan dan 2. melaksanakan PHBS 2. Terbentuknya kesadaran murid 3. yang peduli STBM 3. Meningkatnya pemahaman guru dan Murid terkait sanitasi tentang budaya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Indikator sasaran Tatanan Institusi pendidikan ber PHBS meningkat Terbentuknya Komunitas Sekolah yang peduli STBM Tersedianya lingkungan yang sehat Strategi Meningkatkan frekuensi pelaksanaan kegiatan STBM Meningkatkan pendanaan dari berbagai sumber (pusat, provinsi, daerah, swasta dan masyarakat) Meningkatan sosialisasi PHBS kepada tatanan institusi pendidikan Mengoptimalkan media cetak dan elektronik untuk mempromosikan kegiatan PHBS memicu kesadaran Guru dan Siswa SD yang berperilaku hidup bersih dan sehat Melakukan pemantauan dan penilaian terhadap PHBS tatanan Sekolahan Sumber : SSK Kabupaten Kerinci tahun RISPAM Kabupaten Kerinci Perwilayahan SPAM Kabupaten Kerinci PDAM Tirta Sakti Kabupaten Kerinci di dukung dengan adanya Instalasi Pengolahan Air sebanyak 29 unit dengan kapasitas 421 l/det, yang berada di 8 lokasi dengan sistim perpompaan dan gravitasi. A. Ibukota Kabupaten Cabang Siulak Total kapasitas pada cabang siulak ini adalah 55 liter/detik, dengan voume reservoar 550 m3. Terdapat 2 (dua) intake yaitu intake sungai sikabu dan sungai mukai. Intake Sungai Sikabu, terdiri dari 2 (dua) IPA (instalasi pengolahan air) yaitu IPA jenis SSF dengan kapasitas produksi 5 liter/detik dan IPA jenis IPA baja yang kapasitasnya juga sebesar 5 liter/detik dengan volume reservoar masing-masing 50 m3, sistem distribusi hidrolis. Sedangkan intake Sungai Mukai memiliki 3 (tiga) instalasi pengolahan air yaitu 2 (dua) jenis IPA 5 liter/detik dengan jenis IPA beton dan IPA SSF, namun IPA SSF tidak berfungsi. IPA dan ditambah dengan kapasitas 40 liter/detik dengan jenis IPA Baja. IPA dengan kapasitas 5 liter/detik memiliki reservoar dengan volume 50 Bappeda Bab 5-34

127 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun m3, sedangkan IPA dengan kapasitas 40 liter/detik memiliki reservoar dengan volume 400 m3. Sistem distribusi yang digunakan pada intake sungai mukai ini juga dengan sistem hidrolis. PDAM cabang siulak ini meliputi wilayah pelayanan untuk Kecamatan Gunung Kerinci, Kecamatan Siulak, Kecamatan Air Hangat, Kecamatan Depati Tujuh dan Kecamatan Pesisir Bukit. Sambungan rumah Cabang Siulak ini berjumlah SR, ekspor ke Cabang Semurup SR, dan ekspor ke Cabang Sungai Penuh 30 SR. Dengan demikian, total sambungan rumah untuk Cabang Siulak ini adalah SR. B. Ibukota Kecamatan 1. Cabang Semurup Cabang Semurup, dengan intake dari Sungai Pendung memiliki 4 (empat) IPA, yaitu IPA 5 liter/detik jenis SSF (tidak aktif), 2 IPA dengan kapasitas 10 liter/detik dengan jenis IPA baja dan IPA Beton dengan reservoar sebesar 50 m3, dan IPA dengan kapasitas 80 liter/detik dengan reservoar sebesar 600 m3. Keseluruhan IPA yang ada di cabang Semurup didistribusikan dengan sistem hidrolis. PDAM Cabang Semurup ini meliputi wilayah pelayanan untuk Kecamatan Air Hangat, Kecamatan Air Hangat Timur, Kecamatan Depati Tujuh, Kecamatan Hamparan Rawang, dan Kecamatan Pesisir Bukit. Sambungan rumah dari Cabang Semurup SR, impor dari cabang Siulak SR dan ekspor ke cabang Sungai Penuh sebanyak SR. 2. Cabang Sungai Penuh Cabang Sungai Penuh memiliki 3 (tiga) intake, yaitu dari Sungai Batang Merao, Sungai Jernih, dan Sungai Ampuh. Intake Sungai Batang Merao memiliki IPA Baja kapasasitas 20 liter/detik dengan kapasitas reservoar sebanyak 100 m3. Intake Sungai Jernih memiliki 2 (dua) IPA jenis beton, yaitu dengan kapasasitas 20 liter/detik dan 35 liter/detik dengan reservoar 200 m3 dan 100 m3. Dan intake Sungai Ampuh hanya memiliki IPA 5 liter/detik dengan Bappeda Bab 5-35

128 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun reservoar 50 m3. Keseluruhan IPA yang ada menggunakan pendistribusian dengan sistem Hidrolis. Wilayah pelayanan dari dari cabang Sungai Penuh ini meliputi Kecamatan Sungai Penuh, Kecamatan Hamparan Rawang, Kecamatan Kumun Debai, Kecamatan Tanah Kampung, Kecamatan Pesisir Bukit dan Kecamatan Keliling Danau. Sambungan Rumah total di cabang Sungai Penuh ini berjumlah SR, yang terdiri dari supply setempat SR, impor dari cabang Siulak 30 SR, impor dari cabang Semurup SR impor dari cabang PI. Tengah 300 SR dan impor dari cabang Joang 243 SR. 3. Cabang Hiang Cabang Hiang memiliki 4 (empat) intake, yang terdiri dari 2 (dua) intake dari Danau Kerinci dengan kapasitas 20 liter/detik jenis IPA Baja dan IPA Beton, dengan reservoar masing-masing IPA 100 m3. Distribusi dengan pompa. Selanjunty intake Sungai Ambei dengan jenis IPA Beton kapasitas 10 liter/detik, dengan reservoar 100 m3. Intake Sungai Batang Sangkir dngan kapasitas 10 liter/detik dengan 100 m3. Wilayah pelayanan meliputi Kecamatan Danau Kerinci, Kecamatan Sitinjau Laut, Kecamatan Tanah Kampung dan Kecamatan Kumun Debai. Sambungan Rumah di cabang Hiang ini berjumlah SR dan impor ke Cabang Sungai Penuh sebanyak 243 SR. 4. Cabang Jujun/Pulau Tengah Sungai Gunung Lumut, Muara Telago dan Sungai Batang Merao adalah intake yang ada di cabang ini. Intake sungai Gunung Lumut hanya berkapasitas 2,5 liter/detik dengan jenis IPA Beton dan reservoar 50 m3. Muaro Telago dengan jenis IPA Broncapt berkapasitas 10 liter/detik dengan reservoar 50 m3. Sungai Batang Merao berkapasitas 30 liter/detik dengan kapasitas reservoar 300 m3. Sistem pendistribusian secara hidrolik. Wilayah pelayanan cabang Hiang Meliputi Kecamatan Kelilin Danau dan Kecamatan Kumun Debai. Wilayah pelayanan meliputi Kecamatan Keliling Bappeda Bab 5-36

129 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun Danau dan Kecamatan Kumun Debai. Sambungan Rumah berjumlah SR, dan ekspor ke Cabang Sungai Penuh 300 SR. 5. Cabang Tamiai Intake berasal dari Sungai Batang Sako dan Sungai Batang Merangin dengan kapasitas produksi masing-masing 2,5 liter/detik dan 10 liter/detik dengan jenis IPA Beton, sedangkan reservoar sama-sama berkapasitas 50 m3. Sistem distribusi secara hidrolik untuk melayani Kecamatan Batang Merangin. Sambungan Rumah keseluruhan di Cabang Tamiai 745 SR. 6. Cabang Lempur Danau Lingkat dan Muara Talang Kemuning merupakan intake dari cabang Lempur, dengan kapasitas 10 liter/detik, reservoar masing-masing 100 m3 sistem hidrolik untuk melayani Kecamatan Gunung Raya yang memiliki SR sebanyak Cabang Kayu Aro Cabang Lempur mengambik Intake dari MA Pelompek, Muara Sungai Tanduk dan Muara Sungai Tanduk dan Muara Sungai Lintang. Intake MA Pelompek berkapasitas produksi 10 liter/detik dengan reservoar 100 m3. Intake Muara Sungai Tandung 16 liter/detik, dan intake Muara Sungai Lintang dengan kapasitas 10 liter/detik, keseluruhan IPA yang ada berjenis Broncapt. Reservoar berkapasitas 100 m3, dan muara Sungai Lintang berkapasitas 100 m3. Wilayah pelayanan adalah Kecamatan Gunung Tujuh dan Kecamatan Kayu Aro. Jumlah SR sebanyak Rencana Pengembangan SPAM Kabupaten Kerinci Tingkat pelayanan didasarkan pada pertumbuhan dan perkembangan jumlah penduduk yang dilayani baik perkotaan maupun IKK/pedesaan serta program air minum untuk pencapaian target MDG s (sampai tahun 2028) dan Bappeda Bab 5-37

130 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun target pelayanan nasional. Untuk skala perkotaan tingkat pelayanan harus mencapai 80% dan IKK/pedesaan 60% dari total jumlah penduduk. Tingkat pelayanan direncanakan sesuai dengan perkembangan penduduk tiap 5 tahun, maka tingkat pelayanan untuk tahap I untuk wilayah Kabupaten Kerinci mencapai 60%, sedangkan tahap II mencapai 80 % dan tahap III sebesar 90 % penduduk wilayah Kabupaten Kerinci dapat terlayani oleh air bersih dimana Untuk meningkatkan cakupan pelayanan maka pemerintah daerah dalam mensejahterakan tingkat kesehatan masyakat baik melalui operator, BLU maupun organisasi masyarakat adalah harus melakukan upaya-upaya sebagai berikut : Penyediaan Prasarana dan sarana air minum untuk daerah rawan air (IKK/pedesaan) yang belum memiliki sistem. Perluasan/Pengembangan SPAM Kota/IKK yang sudah memiliki sistem (baik jaringan perpipaan maupun pelayanan/sr-hu). Peningkatan air minum non perpipaan yang terlindungi. Peningkatan Penyehatan PDAM dari status kurang sehat menjadi sehat dengan melakukan penyesuaian tarif air rata-rata dan dukungan APBD dalam mengurangi hutang. Menurunkan tingkat kehilangan air/kebocoran dari 28,34% menjadi 20% (standar kehilangan air nasional). Penambahan sambungan pelayanan (SR) Penambahan Kapasitas Produksi Besarnya tingkat pelayanan yang didasarkan pada perkembangan jumlah penduduk dalam pencapaian target MDG s serta target perencanaan (hasil proyeksi penduduk sampai tahun 2028). Rencana pentahapan pengembangan akan dibagi dalam 3 tahap yaitu tahap I adalah tahap jangka pendek yang telah diprogramkan untuk memenuhi kebutuhan tahun 2011/2012, tahap II adalah tahap jangka menengah untuk memenuhi kebutuhan tahun 2015 sesuai dengan program pencapaian target MDG s dan tahap III adalah tahap jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan akhir tahun perencanaan tahun Bappeda Bab 5-38

131 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun A. Kapasitas Sistem Teknis Kajian alternatif pengembangan SPAM Kabupaten Kerinci secara teknis dapat berupa: Pengembangan terhadap daerah yang belum terjangkau oleh jaringan perpipaan yang berpotensi untuk berkembang dan menjadi prioritas pengembangan jaringan ke daerah tersebut. Pengembangan terhadap daerah yang sudah terjangkau oleh jaringan perpipaan namun tingkat pelayanan belum optimal. Pengembangan terhadap peningkatan kapasitas dengan membangun sistem baru atau up rating IPA. Potensi Pengembangan SPAM Kabupaten Kerinci terutama wilayah perkotaan sangat berpotensi besar mengingat Kecamatan Kerinci dalam satu dasa warsa terakhir sangat pesat berkembang baik pertumbuhan penduduk maupun pertumbuhan perdagangan dan jasa. Potensi-potensi yang dapat mendukung dalam pengembangan SPAM Kabupaten Kerinci adalah : Cakupan dan tingkat pelayanan yang maksimal sehingga tidak ada kapasitas yang idle. Kapasitas sumber yang memiliki kualitas dan kuantitas yang mencukupi setiap saat. Kemauan dan kemampuan masyarakat dalam membiayai sistem. SDM yang mencukupi dalam menjalankan sistem dengan ditunjang kemampuan skil yang memadai dan, Penurunan tingkat kehilangan air yang tinggi. Kebutuhan Air Kebutuhan air untuk pelayanan sampai dengan tahun 2028 sesuai dengan periode tahun perencanaan antara tahun ke depan untuk Kabupaten Kerinciakan ditentukan berdasarkan perhitungan proyeksi penduduk terhadap jumlah penduduk yang terlayani. Dari hasil perhitungan tersebut didapat Bappeda Bab 5-39

132 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun kebutuhan air total untuk perkotaan sebesar 315,17 lt/dt dan untuk pedesaan sebesar 210,11 lt/dt. Sehingga untuk wilayah yang sudah dilayani dengan sistem SPAM saat ini hanya menambahkan kekurangan terhadap kapasitas dan sambungan pelayanan yang ada sesuai dengan kebutuhan proyeksi. Air baku yang akan disadap/digunakan adalah air dari sumber air permukaan, sumber ini dipilih karena wilayah Kabupaten Kerinci banyak dilintasi oleh sungai-sungai terutama Sungai Batang Merangin dan Sungai Jernih yang memang banyak melintasi kecamatan-kecamatan yang ada diwilayah tersebut dan memiliki debit minimum yang cukup besar yaitu m3/dt dan 112,5 m3/dt. Dengan demikian pengambilan air baku dari air permukaan dibutuhkan bangunan penangkap air/intake, bangunan intake sungai ini ada berbagai type/jenis yaitu jenis sumuran tepi/bantaran dengan sadap melalui saluran terbuka dan jenis intake jembatan anjungan (sumuran di tengah sungai) atau intake kanal (dengan membuat chamber). Kebutuhan debit sadap diambil debit maksimum akhir tahun perencanaan (Qmax = 1,1 x pemakaian debit rata-rata). Unit Produksi Dengan sumber air berasal dari air permukaan maka unit produksi yang akan digunakan adalah instalasi pengolahan air lengkap dengan kapasitas pengolahan air disesuaikan dengan kebutuhan debit masing-masing baik Perkotaan/IKK yang akan dilayani. Kebutuhan Debit Maksimum Unit Air Baku dan Unit Produksi pelayanan perkotaan/ikk akhir tahun perencanaan Unit produksi tersebut merupakan rangkaian proses pengolahan air yang hasilnya akan ditampung dalam bangunan berupa bak penampung air sementara (reservoir) sebelum didistribusikan ke pelayanan. Unit Distribusi Unit distribusi merupakan jaringan transfer air (jaringan perpipaan) ke sambungan langsung pelanggan, kapasitas jaringan transfer air ini tergantung dari pembebanan air ke wilayah-wilayah/zona pelayanan. Sedangakan Bappeda Bab 5-40

133 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun jumlah/kapasitas sambungan langsung dihitung atas kebutuhan air jam puncak. RENCANA PENURUNAN TINGKAT KEBOCORAN A. Penurunan Kebocoran Teknis Upaya penurunan tingkat kebocoran/kehilangan air secara teknis merupakan tantangan besar bagi pengelola air minum, hal ini terkait dengan kinerja yang nantinya dapat berpengaruh terhadap biaya produksi. Selama ini upaya yang dilakukan oleh SPAM Kabupaten Merangin dalam penurunan kebocoran/kehilangan air secara teknis masih terfokus pada jaringan pipa yang rusak, berdasarkan adanya laporan yang kemudian baru melakukan perbaikan perbaikan secara langsung. Sedangkan kebocoran teknis lain seperti kebocoran katup dan pengurasan (washout) pada jaringan tidak begitu diperhatikan. Upaya penurunan kebocoran/kehilangan air secara teknis harus dilakukan secara berkala dan kontinyu, dengan cara monitoring jaringan per zona pelayanan. B. Penurunan Kebocoran Non Teknis Kebocoran/kehilangan air secara non teknis/administrasi tidak kalah besar tantangannya dengan kebocoran/kehilangan air secara teknis. Disini sering operator cenderung mengabaikan hal-hal yang dianggap sepele/kecil namun berdampak besar seperti : Melakukan perkiraan angka meter sesuai dengan keinginannya sendiri terhadap kondisi alat ukur (meter induk atau meter pelanggan) yang tidak berfungsi/bekerja dengan baik dan atau terhadap pelanggan yang rumahnya terkunci/kosong. Dengan kata lain kemungkinan kehilangan air yang nyata dapat lebih besar dari 30%. Salah melakukan dalam pembacaan meter dan perhitungan biaya. Hal lain yang menyebabkan kebocoran/kehilangan air secara administrasi adalah : Adanya sambungan tanpa meteran. Bappeda Bab 5-41

134 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun Adanya sambungan tak tercatat (pencurian air/sambungan illegal). Upaya yang harus dilakukan dalam penurunan air secara administrasi adalah dengan: Menempatkan tenaga yang jujur, memiliki skil dan kemampuan berhitung. Melakukan penggantian meter air yang tidak berfungsi/rusak dengan yang baik secara berkala ± 6 bulan sekali untuk dikalibrasi. Melakukan monitoring terhadap adanya sambungan tanpa meter dan sambungan-sambungan illegal. Melakukan monitoring terhadap pelanggan yang melakukan manipulasi sambungan (by pass, pemasangan magnet dsb.) C. Perhitungan Water Balance Titik awal dari analisis kebocoran/kehilangan air adalah perhitungan kesetimbangan air dalam system. Oleh karena itu alat ukur yang tepat sangat diperlukan. Dala m kenyataan nya peralata n-pera latan tersebut sering tidak sesuai atau berfungsi kurang baik atau tidak secara teratur dikalibrasi. Salah satu bagian dari penilaian kehilangan air dalam sistem distribusi diperlukan data : Volume air yang didistribusikan, dihitung rata-rata dari meter induk = Vd Volume air yang dikonsumsi pelanggan, dihitung rata-rat dari meter air pelanggan = Vc Maka kesetimbangan air dari sistem distriubusi dapat dihitung berdasarkan rumus : Vd =Vc + Vk (Vk = Volume kebocoran) Sedangkan prosentase kehilangan air adalah : Vk KAT = X 100 % Vd Bappeda Bab 5-42

135 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun D. Potensi Pencemar Air Baku Keberadaan air permukaan, air tanah dan mata air sebagai sumber kehidupan bagi makhluk hidup saat ini cenderung menurun kualitas dan kuantitasnya, hal ini tidak terlepas dari ulah dan kegiatan manusia demi kepentingan pribadi dan golongan. Penyebab utamanya adalah alih fungsi lahan dan penebangan liar pada kawasan lindung, penambangan liar/tradisional (emas, batu bara dan pasir) dan buangan air kotor serta buangan padat (sampah) dari permukiman yang tidak dikelola dengan baik dan benar akan mencemari/merusak lingkungan dan badan air perairan. Untuk mengembalikan kondisi lingkungan tersebut harus diupayakan konservasi (mempertahankan, merehabilitasi dan meningkatkan daya guna) lingkungan yang optimal serta melaksanakan peraturan dan kebijakan pemerintah, dan partisipasi peran serta masyarakat. Rekomendasi Penguasaan Dan Pengamanan Sumber Air Baku Air merupakan kebutuhan yang sangat vital untuk saat ini dan masa yang akan datang, keberadaan sumber air akan sangat sulit didapatkan baik air tanah, air permukaan dan mata air dengan kondisi kualitas, kuantitas yang baik dan mencukupi serta kontinuitas yang berkelanjutan bila tidak di jaga dan dilestarikan. Dengan kondisi tersebut perlu dilakukan kelestarian dan pemanfaatannya dengan menjaga kondisi lingkungan dan perilaku manusia untuk menjaga sumber-sumber air baku dari kegiatan dan aktivitas manusia yang berpotensi sebagai pencemar. Dalam Undang-undang Dasar negara disebutkan air, tanah dan udara sepenuhnya milik dan dikuasai oleh negara, dalam hal ini pemerintah daerah dan DPRD sebagai regulator kebijakan publik perlu membuat suatu peraturan (Perda) tentang penguasaan dan pengamanan pengelolaan sumber daya alam atas sumber-sumber air baku tersebut, serta peran serta dan partisipasi masyarakat dalam melestarikan dan mengawasi lingkungan sehinga kegiatan dan aktivitas manusia yang dapat menimbulkan pencemaran/ dampak kerusakan bagi lingkungan yang menyangkut sumber-sumber air baku dapat Bappeda Bab 5-43

136 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun diberlakukan sanksi hukum yang dapat membuat jera pelaku pengrusakan lingkungan. Pengolahan Limbah Dari IPA Berbagai macam proses apapun suatu produk akan menghasilkan limbah/buangan dari produk tersebut, tidak terkecuali proses pengolahan air dari air kotor menjadi air bersih. Pengolahan air bersih/minum dari instalasi pengolahan air/ipa akan menghasilkan limbah berupa kandungan lumpur yang bila tidak ditangani akan menyebabkan dampak lingkungan terutama dapat menyebabkan pendangkalan terhadap perairan setempat. Hasil limbah lumpur dari proses pengolahan air minum perlu dilakukan proses pemisahan antara air dan partikel diskrit endapan lumpur dengan membuat bangunan pengering lumpur sebelum dibuang atau ditempatkan pada tempat yang aman. Potensi Sumber Air Minum Dari IPAL Penggunaan air akibat aktivitas manusia akan menghasilkan air buangan yang berpotensi sebagai pencemar baik terhadap air permukaan maupun air tanah. Untuk wilayah perkotaan sumber air buangan berasal dari permukiman sebagai air kotor yang akan dibuang ke badan air permukaan melalui saluran drainase. Air hasil buangan tersebut merupakan pencemar bagi badan air penerima (sungai) yang berfungsi sebagai sumber air baku. Untuk itu sebelum air buangan masuk ke badan air penerima harus diproses dan diolah lebih dahulu melalui kolam stabilisasi seperti sistem Echodrain untuk mengurangi beban pencemar. Sedangkan air buangan dari hasil buangan padat manusia akan dibuang melalui jamban maupun septik tank, yang apabila tidak dikelola dengan baik dan benar akan mencemari sumber air tanah. Untuk itu perlu dilakukan pembuatan kolam resapan dengan media yang dapat menghambat kandungan pencemar dalam air buangan yang meresap ke dalam tanah. Bappeda Bab 5-44

137 Tahun Aspek Teknis Persektor Bab 6-1

138 Tahun Pengembangan Permukiman Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan. Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal Arahan Kebijakan Pengembangan Permukiman Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain: 1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Arahan RPJMN Tahap 3 ( ) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya. 2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f). Bab 6-2

139 Tahun Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah. 4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh. 5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang. Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman. Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah: a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan; b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial; c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana; Bab 6-3

140 Tahun d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial; e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman; f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan Isu Strategis Penyelenggaraan Pengembangan Permukiman Kabupaten Kerinci A. Struktur Ruang Permukiman d Kabupaten Kerinci Secara fisik, wilayah Kabupaten Kerinci merupakan kawasan perbukitan, sementara secara administrasi Kabupaten Kerinci adalah kabupaten induk sebelum pemekaran menjadi 2 (dua) wilayah kabupaten/kota. Pusat perkotaan sebelumnya telah menjadi kota yang berdiri sendiri, yaitu Kota Sungai Penuh, sementara kawasan yang kini menjadi pusat kegiatan utama di Kabupaten Kerinci, sebelumnya adalah merupakan kawasan perkotaan kecamatan. Kedua aspek tersebut diatas telah mempengaruhi karakter permukiman di Wilayah Kabupaten Kerinci, dimana pertumbuhan dan perkembangan kegiatan permukiman cenderung mengelompok. Sementara itu, kawasan permukiman yang berada di kawasan perkotaan kecamatan yang saat ini berubah peran sebagai pusat kabupaten cenderung kurang tertata dan sulit untuk dikembangkan karena memiliki kepadatan bangunan yang cenderung sedang hingga tinggi. B. Sebaran Permukiman di Kabupaten Kerinci Secara administrasi, wilayah Kabupaten Kerinci saat ini mengelilingi wilayah administrasi Kota Sungai Penuh. Sementara secara fisik wilayah dapat Bab 6-4

141 Tahun digambarkan bahwa wilayah Kabupaten Kerinci merupakan wilayah perbukitan. Kondisi fisik wilayah ini telah mempengaruhi aspek perekonomian wilayah dimana sektor pertanian merupakan sektor yang paling mendominasi perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci. Sebagian besar kawasan budidaya yang ada di Kabupaten Kerinci merupakan kawasan pertanian. Sementara secara sistem jaringan transportasi darat regional, wilayah Kabupaten Kerinci dilalui oleh ruas jalan arteri primer Lintas Tengah Sumatera-Kota Sungai Penuh-Batas Sumatera Barat. Ketiga faktor tersebut mempengaruhi karakter sebaran permukiman di wilayah Kabupaten Kerinci sehingga membentuk karakter sebaran sebagai berikut : a. sebagian besar cenderung memiliki pola linear terhadap ruas jalan arteri primer ; b. kepadatan penduduk yang cenderung sedang hingga tinggi berada pada kelompok permukiman pada kawasan pusat-pusat kegiatan yang berada dikoridor ruas jalan arteri primer terutama untuk kawasan yang memiliki jarak masih relatif dekat dengan Perkotaan Sungai Penuh ; c. kepadatan rendah cenderung terjadi pada kelompok permukiman diluar pengaruh ruas jalan arteri primer dan dekat dengan kawasan pertanian. Dari gambaran diatas dapat diuraikan beberapa issue strategis pengembangan permukiman di Kabupaten Kerinci melalui tabel berikut ini : Bab 6-5

142 Tahun Tabel Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Kabupaten Kerinci No Issue Strategis Keterangan Batasan fisik untuk pengembangan kegiatan permukiman wilayah Kawasan pusat kegiatan skala kabupaten yang baru Beberapa kawasan permukiman berkarakter kawasan permukiman kumuh Pengembangan kegiatan permukiman akan berdampak terhadap tereduksinya luas lahan pertanian Sumber : Hasil Pengamatan Tahun 2015 Kondisi fisik dasar yang berbukit membatasi perkembangan permukiman di Kabupaten Kerinci. Siulak pada awalnya adalah merupakan pusat kegiatan skala kawasan, namun pada saat ini Batasan fisik dan daya tarik pengembangan permukiman pada koridor ruas jalan arteri primer menyebabkan beberapa kawasan menjadi berkepadatan tinggi Hinterland kawasan permukiman di Kabupaten Kerinci sebagian besar adalah kawasan pertanian masyarakat, pengembangan permukiman akan berdampak terhadap semakin berkurangnya luas lahan pertanian masyarakat Kondisi Eksisting Penyelenggaraan Pengembangan Permukiman Kabupaten Kerinci A. Produk Hukum Daerah Sebagai Pedoman Penyelenggaraan Kawasan Permukiman Terpenuhinya kebutuhan akan perumahan dan kawasan permukiman dengan kualitas lingkungan yang bersih dan sehat adalah merupakan hak setiap warga negara. Untuk mewujudkan lingkungan permukiman dengan kualitas lingkungan yang bersih dan sehat diperlukan perangkat peraturan perundangan mulai dari tingkat pusat hingga ke daerah. Peraturan ditingkat daerah yang dapat dijadikan sebagai pedoman penyelenggaran kawasan permukiman adalah peraturan penataan ruang ataupun peraturan khusus tentang penyelenggaraan kawasan permukiman itu sendiri namun tetap berbasis terhadap penataan ruang. Sejauh ini, peraturan ditingkat daerah yang dapat dijadikan pedoman penyelenggaraan kawasan permukiman di Kabupaten Kerinci masih bersifat umum. Masih bersifat umum, karena perangkat peraturan daerah yang tersedia masih pada kedalaman Rencana Tata Ruang Wilayah yang diatur melalui Peraturan Daerah Kabupaten Kerinci Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Bab 6-6

143 Tahun Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kerinci Tahun , sementara peraturan yang lebih rinci masih bersifat rancangan, yaitu Rencana Detail Tata Ruang Kota dan Peraturan Zonasi Batang Sangir serta Rencana Detail Tata Ruang Kota dan Peraturan Zonasi Sanggaran Agung Peraturan lain yang terkait penyelenggaraan kawasan permukiman adalah peraturan yang bersifat penetapan kawasan kumuh, yaitu Surat Keputusan Bupati Kerinci Nomor 50 Tahun 2014 Tentang Kawasan Kumuh Batang Sangir dan Sinar Tanjung. No Tabel Peraturan Daerah, Peraturan Bupati, dan peraturan lainnya terkait Pengembangan Permukiman Perda/Pergub/Perwal/Perbub/Peraturan Lainnya Jenis Produk No/Tahun Perihal Pengaturan Peraturan Daerah Rancangan Peraturan Daerah Surat Keputusan Bupati 24 Tahun 2012 RTRW NA SK No.050/437/2014 Sumber : Hasil Wawancara Tahun 2015 RDTR dan PZ Lokasi Kawasan Kumuh Amanat Kebijakan Distribusi Kawasan Permukiman, Ketentuan Zonasi, dan Rencana PSU Peraturan Zonasi Batang Sangir dan Sanggaran Agung Penetapan kawasan permukiman kumuh di Batang Sangir dan Sinar Tanjung B. Profil Kawasan Kumuh Kabupaten Kerinci Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kerinci No.050/437/2014 Tentang Kawasan Kumuh Kabupaten Kerinci, kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan kumuh dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel Kawasan Kumuh Di Kabupaten Kerinci No Lokasi Luas (ha) Kecamatan Kelurahan/desa 1 Kayu Aro Batang Sangir 21,39 2 Siulak Mungkai Sinar Tanjung 12,19 Jumlah 33,58 Sumber : Surat Keputusan Bupati Kerinci No.050/437/2014 Bab 6-7

144 Tahun ) Kawasan Sinar Tanjung KAWASAN SINAR TANJUNG Kecamatan Siulak Mukai Kelurahan/Desa Mukai Hilir Lingkup RT/RW RT.7 Luas Kawasan 12,19 Tipologi/Karakteristik II/ Kawasan Bantaran Sungai Jumlah Penduduk 812 jiwa Jumlah KK 168 KK Sumber Referensi Indikasi Awal Lokasi Permukiman Kumuh No. DOKUMEN JENIS DATA 1. SPPIP - 2. RDTR - 3. PPSP - Kriteria dan Indikator Dalam Identifikasi Permasalahan Kekumuhan (Fisik) No. KRITERIA PENILAIAN INDIKATOR Kondisi Bangunan Hunian Kondisi Aksesbilitas Lingkungan Kondisi Drainase Lingkungan Kondisi Pelayanan Air Minum/Baku Kondisi Pengelolaan Limbah Kondisi Pengelolaan Persampahan Mayoritas Bangunan Hunian pada lokasi tidak teratur Lokasi Permukiman memiliki kepadatan bangunan Tinggi Mayoritas Bangunan Hunian pada lokasi memiliki luas lantai perkapita 72 m² Mayoritas Bangunan Hunian pada lokasi memiliki material lantai, atap dan dinding non permanen Mayoritas Lokasi Permukiman terlayani jaringan jalan yang memadai Mayoritas Kondisi jaringan jalan pada lokasi dalam keadaan kurang baik Mayoritas Rumah Tangga Pada Lokasi Permukiman sering terjadi genangan Mayoritas Rumah Tangga Pada Lokasi Permukiman sudah terlayani air baku Mayoritas rumah tangga sudah memiliki kloset leher angsa yang terhubung septik tank MCK Mayoritas Lingkungan Rumah Tangga Pada Lokasi Permukiman sudah memiliki TPS dan sampah domestik pada TPS yang ada belum terangkut setiap hari X x x x - x x Bab 6-8

145 Tahun Bab 6-9

146 Tahun KONDISI BANGUNAN HUNIAN Mayoritas Bangunan Hunian Pada Lokasi Tidak Teratur Lokasi RT '32,747"E Koordinat 1 58'1,958"S Mayritas bangunan pada lokasi Keterangan permukiman berdiri tidak teratur KONDISI BANGUNAN HUNIAN Lokasi Permukiman Memiliki Kepadatan Bangunan Sedang Lokasi RT.7 Koordinat '34,251"E 1 58'3,198"S Keterangan Mayoritas bangunan dihuni oleh 5-7 orng anggota keluarga KONDISI AKSESIBILITAS LINGKUNGAN Mayoritas kondisi jaringan jalan pada lokasi permukiman dalam keadaan rusak Lokasi RT.7 Koordinat '33,985"E 1 58'2,896"S Keterangan Seluruh kawasan terlayani jalan lingkungan dengan lebar 2,5-3 meter yang cukup untuk sepeda motor KONDISI DRAINASE LINGKUNGAN Mayoritas Lokasi Permukiman tidak Terjadi Genangan Lokasi RT '36,159"E Koordinat 1 58'3,751"S Telah memiliki saluran drainase namun Keterangan tidak lancar KONDISI PENGELOLAAN AIR LIMBAH Mayoritas rumah tangga memiliki kloset leher angsa yang terhubung septiktank MCK/Septik tank Komunal Lokasi RT '30,956"E Koordinat 1 58'3,911"S Seluruh masyarakat pada kawasan ini Keterangan menggunakan kloset leher angsa ada di toilet individual/komunal KONDISI PELAYANAN AIR MINUM/BAKU Mayoritas Rumah Tangga Pada Lokasi Permukiman telah Terlayani Air Baku Lokasi RT '28,172"E Koordinat 1 57'55,238"S Pelayanan air minum/baku berasal dari Keterangan sungai atau membeli air kemasan maupun air PDAM KONDISI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN Mayoritas sampah domestik rumah tangga tidak terangkut dua kali seminggu ke TPS dan/atau TPS Lokasi RT.7 Koordinat '24,972"E 1 57'52,599"S Keterangan Sampah jarang terangkut meskipun telah disediakan TPS pada kawasan Bab 6-10

147 Tahun ) Kawasan Batang Sangir KAWASAN BATANG SANGIR Kecamatan Kayu Aro Kelurahan Batang Sangir Lingkup RT/RW RT.02, 03, 04 Luas Kawasan 21,39 ha Tipologi/Karakteristik V/ Kawasan Bantaran Sungai, Rawan Banjir Jumlah Penduduk 937 jiwa Jumlah KK 215 KK Sumber Referensi Indikasi Awal Lokasi Permukiman Kumuh No. DOKUMEN JENIS DATA 1. SPPIP - 2. RDTR - 3. PPSP Kriteria dan Indikator Dalam Identifikasi Permasalahan Kekumuhan (Fisik) No. KRITERIA PENILAIAN INDIKATOR Kondisi Bangunan Hunian Kondisi Aksesbilitas Lingkungan Kondisi Drainase Lingkungan Kondisi Pelayanan Air Minum/Baku Kondisi Pengelolaan Limbah Kondisi Pengelolaan Persampahan Mayoritas Bangunan Hunian pada lokasi tidak teratur Lokasi Permukiman memiliki kepadatan bangunan sedang Mayoritas Bangunan Hunian pada lokasi memiliki luas lantai perkapita 7,2 m² Mayoritas Bangunan Hunian pada lokasi memiliki material lantai, atap dan dinding permanen Mayoritas Lokasi Permukiman terlayani jaringan jalan yang memadai Mayoritas Kondisi jaringan jalan pada lokasi dalam keadaan kurang baik Mayoritas Rumah Tangga Pada Lokasi Permukiman tidak terjadi genangan Mayoritas Rumah Tangga Pada Lokasi Permukiman sudah terlayani air baku Mayoritas rumah tangga sudah memiliki kloset leher angsa yang terhubung septik tank MCK Mayoritas Lingkungan Rumah Tangga Pada Lokasi Permukiman belum memiliki TPS dan sampah domestik pada TPS yang ada belum terangkut setiap hari x x x x x Bab 6-11

148 Tahun Bab 6-12

149 Tahun KONDISI BANGUNAN HUNIAN Mayoritas Bangunan Hunian Pada Lokasi Tidak Teratur Lokasi RT '16,288"E Koordinat 1 46'27,779"S Terdapat bangunan permukiman disekitar Keterangan pasar KONDISI BANGUNAN HUNIAN Mayoritas Bangunan Hunian Memiliki Luas Lantai perkapita < 7,2 m 2 Lokasi RT.03 Koordinat '16,073"E 1 46'27,936"S Keterangan Mayoritas rumah terdiri dari -7 orang anggota keluarga KONDISI AKSESIBILITAS LINGKUNGAN Mayoritas kondisi jaringan jalan pada lokasi permukiman dalam keadaan kurang baik Lokasi RT.03 Koordinat Keterangan Sebagian besar jalan lingkungan pada kawasan kurang baik KONDISI DRAINASE LINGKUNGAN Mayoritas Lokasi Permukiman Terjadi Genangan Lokasi RT '23,985"E Koordinat 1 46'27,793"S Mayritas lokasi permukiman berada pada Keterangan dataran tinggi sehingga tidak terjadi genangan KONDISI PENGELOLAAN AIR LIMBAH Mayoritas rumah tangga memiliki kloset leher angsa yang terhubung septiktank MCK/Septik tank Komunal Lokasi RT '15,412"E Koordinat 1 46'32,841"S Seluruh masyarakat pada kawasan ini Keterangan menggunakan kloset leher angsa ada di toilet individual/omunal KONDISI PELAYANAN AIR MINUM/BAKU Mayoritas Rumah Tangga Pada Lokasi Permukiman telah Terlayani Air Baku Lokasi RT.04 Koordinat Keterangan Pelayanan air minum/baku berasal dari sungai atau membeli air kemasan maupun air ledeng KONDISI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN Mayoritas sampah domestik rumah tangga tidak terangkut dua kali seminggu ke TPS dan/atau TPS Lokasi RT.04 Koordinat '26,914"E 1 46'24,703"S Keterangan Tidak memiliki TPS dan Sampah pada lokasi belum terangkut setiap hari Bab 6-13

150 Tahun Permasalahan dan Tantangan Penyelenggaraan Pengembangan Kawasan Permukiman di Kabupaten Kerinci Permasalahan penyelenggaraan pengembangan permukiman di Kabupaten Kerinci dapat diuraikan sebagai berikut : a) peningkatan peran suatu kawasan dari pusat kawasan/kecamatan menjadi pusat kabupaten akan berdampak terhadap peningkatan akselerasi pertumbuhan penduduk dan pengembangan permukiman, konsekuensi ini membutuhkan langkah penanganan pencegahan perkembangan kawasan permukiman yang kurang tertata ; b) beberapa kawasan pusat kegiatan memiliki kawasan permukiman yang cenderung padat ; dan c) masih terbatasnya tingkat ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum pada beberapa kawasan permukiman yang ada. Sementara tantangan yang dihadapi oleh Kabupaten Kerinci dalam penyelenggaraan pengembangan kawasan permukiman dapat diuraikan sebagai berikut : a) seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada Kawasan Siulak mengalami peningkatan peran pelayanan dari skala kawasan/kecamatan menjadi berskala kabupaten. Peningkatan peran yang didukung dengan keberadaan ruas jalan arteri primer Sungai Penuh-Batas Sumbar tentu memberi dorongan peningkatan kegiatan termasuk kegiatan permukiman. Pengembangan kegiatan permukiman dikawasan ini akan mereduksi luas lahan pertanian. Oleh karena itu, diperlukan perangkat rencana sebagai payung hukum yang mampu dijadikan sebagai pedoman pengembangan kegiatan permukiman yang sinergis dengan aspek ketahan pangan di Kabupaten Kerinci secara khusus dan Provinsi Jambi secara umum ; dan b) Kabupaten Kerinci telah menetapkan 2 (dua) kawasan permukimannya sebagai kawasan kumuh dengan luas total sekitar 33,58 ha. Berdasarkan rencana strategis Direktorat Cipta Karya, luas kawasan kumuh ini harus dapat ditekan menjadi 0% pada Tahun Bab 6-14

151 Tahun Tabel Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Kerinci No Aspek Permasalahan Aspek Teknis Aspek Pembiayaan Aspek Peran Serta Masyarakat Organisasi - Tata Laksana (SOP,Koordinasi,dll) SDM Sumber-sumber Pembiayaan Kemampuan APBD Komunitas Kemauan Berbartisipasi Sinkronisasi penyelenggaraan permukiman yang belum optimal antar SKPD terkait SDM terbatas Belum tercipta sinkronisasi pelaksanaan pembangunan antar sumber pembiayaan Kemampuan APBD terbatas untuk memenuhi seluruh kebutuhan Terbentuk dan terlaksana hanya sebatas pelaksanaan program pemberdayaan Terkendala pemahaman penyelenggaraan kawasan permukiman yang masih terbatas Solusi Yang Sudah Dilakukan Penyelenggaraan permukiman dilaksanakan oleh Dinas PU Penyelenggaraan kawasan permukiman mengacu kepada RTRW Optimalisaisi sumberdaya yang ada Penyusunan Dokumen RPI2JM Peningkatan APBD dan pemanfaatan sumber pembiayaan lain seperti APBD Provinsi dan APBN Optimalisasi pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat Melibatkan perwakilan masyarakat dalam perumusan rencana pembangunan terkait permukiman Solusi Yang Sedang Dilakukan Melibatkan Satker Pengembangan Permukiman Direktorat Cipta Karya Peningkatan SDM komunitas sambil melaksanakan program padat karya Aspek Lingkungan Permukiman Sebagian kawasan permukiman memiliki kualitas lingkungan yang relatif rendah Penataan kawasan dan peningkatan infrastruktur permukiman Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman di Kabupaten Kerinci Analisa kebutuhan pengembangan permukiman di Kabupaten Kerinci didasarkan kepada beberapa pertimbangan sebagai berikut : 1) Peran dan fungsi Perkotaan Siulak sebagai pusat kegiatan skala Kabupaten Kerinci serta posisi geografis lokasi strategis yang dimiliki, akan memicu pertumbuhan penduduk dan berdampak terhadap peningkatan kebutuhan rumah. Berdasarkan gambaran pada substansi Bab 6-15

152 Tahun sebelumnya, bahwa masih terdapat lahan cadangan pengembangan permukiman yang memadai, namun dapat mereduksi lahan pertanian. 2) 2 (dua) kawasan kumuh yang perlu dituntaskan sampai dengan Tahun 2019; 3) Peningkatan prasarana, sarana, dan utilitas umum kawasan permukiman untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman tersebut ; Berdasarkan pertimbangan umum tersebut diatas, maka program pengembangan yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan permukiman dalam konteks keciptakaryaan di Kabupaten Kerinci, meliputi : 1) Pemenuhan kebutuhan RSH untuk MBR; 2) Penurunan Kawasan Permukiman Kumuh selama 4 (empat) tahun ; 3) Pengembangan permukiman yang mengarah keluar dari kawasan sempadan ; dan 4) Pengembangan permukiman desa potensial. Tabel Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman Perkotaan Untuk 5 Tahun No Uraian unit 1 2 Penurunan Kawasan Kumuh Pengembangan Kawasan Permukiman Baru Tahun I II III IV V Ha Kawasan Ket Tabel Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman Perdesaan Untuk 5 Tahun No Uraian unit 1 2 Desa Potensial untuk KTM Desa Potensial Minapolitan Tahun I II III IV V Desa Desa Agropolitan Desa Sumber : RTRW Kabupaten Kerinci Ket Siulak, Bukit Kerman, Air Hangat Barat Danau Kerinci dan Sekitarnya Gn.Raya dan Kayu Aro Bab 6-16

153 Tahun Program-program Sektor Pengembangan Permukiman Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari: 1) pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan Rusunawa serta 2) peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH. Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari: 1) pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial (Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau kecil, 2) pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW (RISE), 3) desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM. Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK ataupun review bilamana diperlukan. Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan, meliputi : a) Infrastruktur kawasan permukiman kumuh b) Infrastruktur permukiman RSH c) Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan, meliputi : a) Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan/Minapolitan) b) Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana c) Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil d) Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW) e) Infrastruktur perdesaan PPIP f) Infrastruktur perdesaan RIS PNPM Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman tergambar dalam gambar. 6.1 Bab 6-17

154 Tahun Sumber: Dit. Pengembangan Permukiman, 2012 Gambar Alur Program Pengembangan Permukiman Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut. 1) Umum a) Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas. b) Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra. c) Kesiapan lahan (sudah tersedia). d) Sudah tersedia DED. e) Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK, Masterplan. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK) f) Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi. g) Ada unit pelaksana kegiatan. h) Ada lembaga pengelola pasca konstruksi. Bab 6-18

155 Tahun Khusus Rusunawa a) Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA b) Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh c) Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD lainnya d) Ada calon penghuni RIS PNPM a) Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra. b) Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya. c) Tingkat kemiskinan desa >25%. d) Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan e) BOP minimal 5% dari BLM. PPIP a) Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI b) Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya c) Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik d) Tingkat kemiskinan desa >25% PISEW e) Berbasis pengembangan wilayah f) Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan g) Mendukung komoditas unggulan kawasan Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang Bab 6-19

156 Tahun tinggi, (2) ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut: 1. Vitalitas Non Ekonomi a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota. b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya. c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk. 2. Vitalitas Ekonomi Kawasan a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis. b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya. c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan permukiman kumuh. Bab 6-20

157 Tahun Status Kepemilikan Tanah a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman. b. Status sertifikat tanah yang ada. 4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air limbah. 5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya. b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya Usulan Program dan Kegiatan 5 (lima) tahun waktu yang menjadi batasan lingkup investasi yang dirumuskan dalam Dokumen RPI2JM ini adalah waktu yang relatif singkat. Untuk mewujudkan efektifitas pembangunan yang berhasil guna, perlu ditentukan prioritas kawasan yang akan diintervensi. Setelah melalui tahapan analisis, perumusan program dan kegiatan pengembangan di Kabupaten Kerinci dalam 5 (lima) tahun kedepan akan didasarkan kepada pertimbangan sebagaimana tabel berikut ini: Bab 6-21

158 Tahun Tabel Matrik Peran Kawasan Permukiman di Kabupaten Kerinci No Kawasan Kecamatan Fungsi di RTRW 1 Batang Sangir Kayu Aro PKL 2 Sanggaran Agung Danau Kerinci PKL 3 Siulak Siulak PPL 4 Siulak Deras Gunung Kerinci PPK 5 Jujun Keliling Danau PPK 6 Semurup Air Hangat PPK 7 Hiang Sitinjau Laut PPK 8 Pelompek Gunung Tujuh PPL 9 Sungai Lintang Kayu Aro Barat PPL 10 Mungkai Pintu Siulak Mungkai PPL 11 Air Panas Baru Air Hangat Barat KSK Kumuh Perkotaan KTM Program Bangkim berdasarkan RTRW PPL Penataan, perbaikan, dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman Penataan, perbaikan, dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman Penataan, perbaikan, dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman Penataan, perbaikan, dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman Penataan, perbaikan, dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman Penataan, perbaikan, dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman Penataan, perbaikan, dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial Program kegiatan Fisik Dalam Lingkup Keciptakaryaan Sektor Pengembangan Permukiman - Infrastruktur kawasan permukiman kumuh - Infrastruktur Permukiman RSH - Infrastruktur kawasan permukiman kumuh - Infrastruktur Permukiman RSH - Infrastruktur kawasan permukiman kumuh - Infrastruktur Permukiman RSH - Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial - Infrastruktur kawasan permukiman kumuh - Infrastruktur Permukiman RSH - Infrastruktur kawasan permukiman kumuh - Infrastruktur Permukiman RSH - Infrastruktur kawasan permukiman kumuh - Infrastruktur Permukiman RSH - Infrastruktur kawasan permukiman kumuh - Infrastruktur Permukiman RSH - Infrastruktur kawasan permukiman kumuh - Infrastruktur Permukiman RSH - Infrastruktur kawasan permukiman kumuh - Infrastruktur Permukiman RSH - Infrastruktur kawasan permukiman kumuh - Infrastruktur Permukiman RSH - Infrastruktur kawasan permukiman kumuh - Infrastruktur Permukiman RSH - Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial - Bab 6-22

159 Tahun No Kawasan Kecamatan 12 Sungai Tutung Air Hangat Timur Fungsi di RTRW PPL 13 Koto Tuo Depati VII PPL 14 Pondok Bukit Kerman PPL 15 Lempur Gunung Raya PPL 16 Tamiai Batang Merangin PPL KSK Kumuh Perkotaan KTM Program Bangkim berdasarkan RTRW Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial Program kegiatan Fisik Dalam Lingkup Keciptakaryaan Sektor Pengembangan Permukiman - Infrastruktur kawasan permukiman kumuh - Infrastruktur Permukiman RSH - Infrastruktur kawasan permukiman kumuh - Infrastruktur Permukiman RSH - Infrastruktur kawasan permukiman kumuh - Infrastruktur Permukiman RSH - Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial - Infrastruktur kawasan permukiman kumuh - Infrastruktur Permukiman RSH - Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial - Infrastruktur kawasan permukiman kumuh - Infrastruktur Permukiman RSH Bab 6-23

160 Tahun Dari tabel persandingan tersebut diatas dapat terlihat bahwa di Kabupaten Kerinci ditetapkan sebanyak 7 (tujuh) kawasan perkotaan yang terdiri dari 3 (tiga) kawasan berskala lokal, dan 4 (empat) kawasan perkotaan berskala kawasan, serta 9 (sembilan) kawasan perdesaan berskala lingkungan. Matrik diatas bertujuan untuk mengidentifikasi peran kawasan perkotaan, kondisi kekumuhan kawasan, serta arahan perwujudan pengembangan permukiman pada masing-masing kawasan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah. Secara logis, kegiatan pengembangan permukiman seluruh kawasan perkotaan tersebut memerlukan penetapan prioritas penanganan terutama untuk kawasan yang diarahkan akan diintervensi melalui dana yang bersumber dari APBN. Penetapan kawasan yang diprioritaskan selama 5 (lima) tahun dilakukan dengan pendekatan yang mengacu kepada sistem pusat-pusat kegiatan Kabupaten Kerinci yang dipadukan dengan peran kawasan serta kondisi kekumuhan sebagaimana telah diidentifikasi pada tabel matrik sebelumnya. Investasi infrastruktur dengan biaya yang bersumber dari APBN selama 5 (lima) tahun kedepan dapat memprioritaskan Kecamatan Kayu Aro, Kecamatan Danau Kerinci, Kecamatan Siulak, dan Kecamatan Siulak Mungkai. Sementara untuk pengembangan kawasan perdesaan potensial meliputi kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan agropolitan, minapolitan, dan KTM, yaitu Kecamatan Air Hangat Barat, Kecamatan Bukit Kerman, Kecamatan Kayu Aro, Kecamatan Gunung Raya, Kecamatan Danau Kerinci, dan Kecamatan Siulak. Bab 6-24

161 Tahun Penataan Bangunan dan Lingkungan Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undangundang dan peraturan antara lain: 1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). 2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung. Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah: a. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; b. status kepemilikan bangunan gedung; dan c. izin mendirikan bangunan gedung. Bab 6-25

162 Tahun Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah. 3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan. 4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No.06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati. Bab 6-26

163 Tahun ) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya. Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara. Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi: a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara; b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan; c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan; d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi Bab 6-27

164 Tahun kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial; e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat. Lingkup tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatan pada sektor PBL, yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara dan kegiatan pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan seperti ditunjukkan pada Gambar. 6.2: Gambar Lingkup Tugas PBL Bab 6-28

165 Tahun Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi: a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman 1) Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL); 2) Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH); 3) Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan; 4) Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional. b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung 1) Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan; 2) Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung; 3) Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur; 4) Pelatihan teknis. c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan 1) Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan; 2) Paket dan Replikasi Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan Kegiatan PBL Secara umum terdapat 3 (tiga) substansi utama dalam sektor penataan bangunan dan lingkungan, yaitu : Penataan Lingkungan Permukiman, Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara, dan Pemberdayaan Komunitas dan Masyarakat Miskin. Bab 6-29

166 Tahun Issue strategis Issue strategis kegiatan PBL dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Penataan Lingkungan Permukiman : pengendalian Pemanfaatan ruang kawasan; proteksi kebakaran pada kawasan permukiman ; ruang terbuka hijau publik pada kawasan permukiman ; kebutuhan rencana tata bangunan dan lingkungan terutama dikawasan pusat kecamatan : dan bangunan rumah tanpa izin (IMB) 2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara : pelaksanaan amanat Peraturan Daerah Tentang Bangunan Gedung ; keandalan bangunan dan gedung negara ; dan peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara 3) Pemberdayaan Komunitas dan Masyarakat Miskin : jumlah penduduk miskin Kabupaten Kerinci pada tahun 2014 sebesar 28,15 % ; dan sinergi investasi infrastruktur bidang cipta karya terhadap upaya pengentasan kemiskinan. Tabel Issue Strategis Sektor PBL di Kabupaten Kerinci No Kegiatan Sektor PBL Issue Strategis a. sudah memiliki peraturan Bangunan dan Gedung; b. belum tersedia peraturan turunan setingkat 1 Penataan Lingkungan Permukiman Peraturan Bupati sebagai operiasionalisasi Perda BG c. belum terbentuk TABG d. masih terdapat proses pembangunan yang tidak didahului oleh proses perizinan terutama kawasan yang jauh dari Pusat Kabupaten 2 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Sedang pengembangan kompleks Perkantoran Rumah Negara a. keterbatasan infrastruktur permukiman 3 dikawasan MBR Pemberdayaan Komunitas dalam b. telah dilakukan pembangunan infrastruktur Penanggulangan Kemiskinan dengan konsep padat karya, namun masih butuh kesinambungan dan peningkatan Bab 6-30

167 Tahun Kondisi Eksisting Substansi ini menggambarkan produk hukum yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Kerinci sebagai pedoman dalam penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan. Secara umum, peraturan daerah yang telah ditetapkan oleh yang dapat dijadikan sebagai pedoman penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel Peraturan Daerah/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan No Perda/Pergub/Perwal/Perbub/Peraturan Lainnya Jenis Produk No/Tahun Perihal Pengaturan Peraturan Daerah Peraturan Daerah Rancangan Peraturan Daerah Surat Keputusan Bupati 24 Tahun 2012 RTRW 08 Tahun 2013 NA SK No.050/437/2014 Bangunan Gedung (BG) RDTR dan PZ Lokasi Kawasan Kumuh Amanat Kebijakan Distribusi Kawasan Permukiman, Ketentuan Zonasi, dan Rencana PSU Regulasi penyelenggaraan Bangunan Gedung Peraturan Zonasi Batang Sangir Penetapan kawasan permukiman kumuh di Batang Sangir dan Sinar Tanjung Tabel Penataan Lingkungan Permukiman Kawasan Tradisional/bersejarah Dukungan Nama Infrastruktur Kawasan CK RTH Penanganan Kebakaran IMB Lokasi Luas (ha) Instansi Prasarana Bab 6-31

168 Tahun Permasalahan dan Tantangan Kegiatan PBL Permasalahan penyelenggaraan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kabupaten Kerinci dapat ditabulasikan pada tabel berikut ini : Tabel Identifikasi Permasalahan dan Tantangan PBL Kabupaten Kerinci No Aspek Permasalahan Aspek Teknis Aspek Pembiayaan Aspek Peran Serta Masyarakat Aspek Lingkungan Permukiman Organisasi Tata Laksana (SOP,Koordinasi,dll) SDM Sumber-sumber Pembiayaan Kemampuan APBD Komunitas Kemauan Berbartisipasi Proses perizinan bangunan melibatkan beberapa instansi teknis Penyelenggaraan kawasan permukiman belum didukung pengelolaan organisasi yang memadai antar SKPD SDM terbatas Belum tercipta sinkronisasi pelaksanaan pembangunan antar sumber pembiayaan Kemampuan APBD terbatas untuk memenuhi seluruh kebutuhan Hanya sebatas pelaksanaan program pemberdayaan Partisipasipasi masih terbatas karena minimnya pemahaman keberadaan kawasan kumuh di dua kawasan perkotaan luas RTH Publik perkotaan yang masih minim Solusi Yang Sudah Dilakukan Dikoordinasikan melalui perizinan terpadu satu pintu Penyelenggaraan kawasan permukiman yang bersifat lintas sektor diwadahi melalui Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Optimalisasi SDM yang ada Perumusan keterpaduan melalui Dokumen RPI2JM Peningkatan APBD Hanya sebatas pelaksanaan program pemberdayaan Melibatkan wakil masyarakat dalam pelaksanaan perumusan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan Peningkatan infrastruktur kawasan permukiman dan Penetapan peraturan zonasi sebagai pencegahan timbulnya kawasankawasan kumuh baru. Solusi Yang Sedang Dilakukan Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kabupaten Kerinci dirumuskan berdasarkan lingkup tugas DJCK untuk sektor PBL. Lingkup tugas tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 8 Tahun Lingkup tugas tersebut meliputi : Bab 6-32

169 Tahun a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK), pembangunan prasarana dan sarana lingkungan permukiman tradisional dan bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. 1) Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi: Program Bangunan dan Lingkungan; Rencana Umum dan Panduan Rancangan; Rencana Investasi; Ketentuan Pengendalian Rencana; Pedoman Pengendalian Pelaksanaan 2) Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK) RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang dinyatakan dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan Bab 6-33

170 Tahun sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran. Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun. RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan penegakan Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda. 3) Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional adalah: 1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah; 2. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek manusia, lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat; 3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk menjamin kelangsungan kegiatan; 4. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi masyarakat, selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis dalam upaya pemberdayaan masyarakat Bab 6-34

171 Tahun ) Stadandar Pelayanan Minimal Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang pada dasarnya dapat dipedomani Permen PU No.14 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Khusus untuk sektor PBL, SPM juga terkait dengan SPM Penataan Ruang dikarenakan kegiatan penataan lingkungan permukiman yang salah satunya melakukan pengelolaan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. Standar SPM terkait dengan sektor PBL sebagaimana terlihat pada tabel. 6.12, yang dapat dijadikan acuan bagi untuk menyusun kebutuhan akan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan Penataan Bangunan dan Lingkungan Tabel SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan No Jenis Pelayanan Dasar SPM Waktu Indikator Nilai Pencapaian Izin Terlayaninya Mendirikan Masyarakat Bangunan Dalam (IMB) Pengurusan IMB 2 Penataan Ruang Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) Penyediaan RTH Publik Tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara Tersedianya RTH Publik 20% Keterangan 100 % 2014 Dinas Tata Kota 100% 2014 Dinas yang Membidangi Pekerjaan Umum 25% 2014 SKPD terkait Dari tabel diatas dapat dilihat, pada dasarnya SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang telah melewati batas, oleh karena itu diperlukan penetapan target realisasi dari SPM terutama yang berkaitan dengan IMB, HSBGN, dan penyediaan RTH Publik. Pelayanan IMB telah ditegaskan dan diatur kembali melalui Peraturan Daerah Kabupaten Kerinci Nomor 08 Tahun 2013 Tentang Bangunan Gedung. Dalam peraturan daerah ini diatur ketentuan sanksi administrasi terhadap bangunan yang tidak memiliki IMB. Ketentuan ini akan mendorong proses pembangunan/kontruksi bangunan gedung akan didahului dengan proses IMB. Untuk meningkatkan pelaksanaan Peraturan Daerah ini, diperlukan beberapa peraturan turunan setingkat Peraturan Bupati sebagai peraturan yang lebih operasional dan Bab 6-35

172 Tahun perumusan peraturan ini memerlukan pendampingan melalui Satker terkait. Selain itu, terkait dengan pemenuhan luas RTH publik permasalahan yang terjadi sama dengan didaerah lainnya dimana pengadaan tanah terkendala keterbatasan anggaran yang dimiliki, oleh karena itu pengembangan RTH publik dapat dilakukan pada lahan yang telah resmi dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci, namun belum berfungsi sebagai RTH publik. b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara meliputi: 1. Inventarisasi kondisi bangunan gedung negara yang belum memenuhi persyaratan keandalan yang mencakup (keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kemudahan); 2. Identifikasi kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara; 3. Identifikasi administrasi pemeliharaan bangunan gedung dan rumah negara. Untuk dapat melakukan pendataan terhadap kondisi bangunan gedung dan rumah negara perlu dilakukan pelatihan teknis terhadap tenaga pendata HSBGN, sehingga perlu dilakukan pendataan kegiatan pembinaan teknis penataan bangunan gedung Readiness Criteria Penataan Bangunan dan Lingkungan Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari: a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman; b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara; c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan. Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Bab 6-36

173 Tahun Criteria) yang mencakup antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen Pemda dalam mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan lahan jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur dibangun. Kriteria Kesiapan untuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah: 1) Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung Kriteria Khusus: a. Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ranperda Bangunan Gedung; b. Komitmen Pemda untuk menindak lanjuti hasil fasilitasi Ranperda BG Kabupaten Kerinci telah menetapkan Peraturan Daerah Tentang Bangunan Gedung namun belum ditindaklanjuti melalui peraturan turunan, sehingga Kabupaten Kerinci masih membutuhkan pendampingan terhadap penyusunan berbagai peraturan turunan tersebut untuk mengoperasionalkan Peraturan Daerah Tentang Bangunan Gedung. 2) Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL) Kriteria Lokasi : a. Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006; b. Kawasan terbangun yang memerlukan penataan; c. Kawasan yang dilestarikan/heritage; d. Kawasan rawan bencana; e. Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial/ budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga (central business district); f. Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota; g. Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang dan/atau pengembangan wilayahnya; h. Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat; Bab 6-37

174 Tahun i. Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat Kabupaten Kerinci memiliki beberapa kawasan yang layak untuk dirancang melalui Dokumen RTBL, seperti Kawasan Kota Lama, ataupun kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan kumuh. Pemerintah Kabupaten Kerinci siap untuk memenuhi readiness criteria lainnya terutama seperti pembentukan kelompok kerja didaerah. 3) Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan termasuk elemen kawasan, program/rencana investasi, arahan pengendalian rencana dan pelaksanaan serta DED. Kriteria Umum: a. Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL (jika luas kws perencanaan > 5 Ha) atau; b. Turunan dari Tata Ruang atau masuk dlm skenario pengembangan wilayah (jika luas perencanaan < 5 Ha); c. Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang dan/atau pengembangan wilayahnya; d. Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat. Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan: a. Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis; b. Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas; c. Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota; d. Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat; e. Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat. Bab 6-38

175 Tahun Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau: a. Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman (RTH Publik); b. Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No. 26/2007 tentang Tata ruang); c. Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal 20% dari luas wilayah kota; d. Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat; e. Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat. Terdapat beberapa lahan yang saat ini pada dasarnya telah difungsikan sebagai RTH dan akan difungsikan sebagai RTH publik dengan status telah dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Lahan ini dapat diinvestasikan sehingga dapat menjadi ruang publik dan mendukung perwujudan RTH Kota seluas 20% dari luas wilayah perkotaan secara keseluruhan. Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Permukiman Tradisional Bersejarah: a. Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten); b. Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas dan estetis; c. Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai; d. Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; e. Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat. Secara umum kondisi yang dipersyaratkan telah memenuhi dan siap untuk mewujudkan pengelolaan pada kawasan tersebut. Bab 6-39

176 Tahun ) Kriteria Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK): a. Ada Perda Bangunan Gedung; b. Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > orang; c. Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi d. Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP No.26/2008 ttg Tata Ruang; e. Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; f. Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat. Secara umum, kriteria kesiapan diatas sesuai dengan kondisi kawasan perkotaan di Kabupaten Kerinci. 5) Kriteria dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran: a. Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah (minimal SK/peraturan bupati/walikota); b. Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan DPRD); c. Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun; d. Ada lahan yg disediakan Pemda; e. Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; f. Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat. Kabupaten Kerinci belum memiliki Dokumen RISPK, sehingga perlu penyiapan terlebih dahulu untuk mendapatkan dukungan prasarana dan sarana sistem proteksi kebakaran ini. Bab 6-40

177 Tahun ) Kriteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan: a. Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan; b. Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat peribadatan, terminal, stasiun, bandara); c. Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas sosial masyarakat (taman, alun-alun); d. Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat. Dukungan aksesibilitas pada Bangunan Gedung negara/kantor pemerintah dapat diarahkan pada Kawasan Perkantoran Pemerintah Kabupaten Kerinci Bab 6-41

178 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci 6.3. Air Minum Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Air Minum Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/ badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM. Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain: 1. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Pada pasal 40 mengamanatkan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah. 2. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan. 3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 Tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan Bab 6-42

179 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci pengembangan kemanfaatan SPAM, umum, yaitu asas keterpaduan dan kelestarian, keserasian, keseimbangan, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas. 4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/ penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera. 5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari. SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan perpipaan. SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan. Sedangkan SPAM bukan jaringan perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air. Pengembangan SPAM menjadi kewenangan/ tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin hak setiap orang dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan perundangundangan, seperti yang diamanatkan dalam PP No. 16 Tahun Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, Bab 6-43

180 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara lain mencakup: Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air minum; Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial; Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum; Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air minum Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan,dan Tantangan Isu Strategis Pengembangan SPAM Secara umum, issue-issue pengembangan SPAM Kabupaten Kerinci sama dengan issue nasional. Beberapa isu strategis dan permasalahan dalam pengembangan sistem penyediaan air minum yaitu sebagai berikut: 1. Isu Peningkatan Akses Aman Air Minum a. Pertumbuhan cakupan pelayanan air minum belum dapat mengimbangi pesatnya pertumbuhan penduduk. Saat ini PDAM baru melayani 73,14 % kebutuhan air bersih penduduk Kabupaten Kerinci. b. Perkembangan SPAM bukan jaringan perpipaan terlindungi, masih memerlukan pembinaan. c. Saat ini PDAM Tirta Sakti Kabupaten Kerinci sudah sepenuhnya dapat memenuhi kepastian mengenai kualitas, dan kontinuitas air. Kualitas air telah memenuhi syarat yang ditetapkan dalam Permenkes Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. PDAM Tirta Sakti Kabupaten Kerinci telah melakukan pengawasan internal atas kualitas air No.736/MENKES/PER/VI/2010 minum tentang sesuai Tata dengan Laksana Permenkes Pengawasan Kualitas Air Minum Bab 6-44

181 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci 2. Isu Pengembangan Pendanaan a. Rata-rata harga jual (tarif) air PDAM sebesar Rp2.825,72/m3 sedangkan harga pokok air sebesar Rp ,62/m3 sehingga harga jual tersebut belum dapat menutup biaya secara penuh (full cost recovery). b. Tingginya NRW Distribusi yaitu sebesar 32,64% serta PDAM Tirta Sakti Kabupaten Kerinci masih menjalankan kewajiban pembayaran beban angsuran hutang kepada Pemerintah Pusat yaitu sebesar Rp ,31 di tahun c. Pada tahun 2014, PDAM telah melakukan strategi/upaya untuk efisiensi beban operasional dan meningkatkan pendapatan melalui optimalisasi penambahan sambungan baru. d. Alokasi dana Pemda belum memadai untuk pengelolaan dan pembangunan fasilitas PDAM Tirta Sakti. e. Peran serta swasta dan masyarakat dalam pembiayaan pengembangan SPAM masih rendah. f. Komitmen dan kepedulian Pemda dan Penyelenggara SPAM di wilayah Perkotaan dan Perdesaan masih rendah. 3. Isu Kapasitas Kelembagaan a. Lembaga/dinas di daerah Kabupaten Kerinci belum sepenuhnya berfungsi. b. Manajemen Penyelenggara SPAM masih lemah. c. Komitmen dan kemampuan pemerintah daerah Kabupaten Kerinci masih rendah. 4. Isu Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-Undangan a. NSPK di tingkat Nasional belum ditindaklanjuti di daerah. b. Pedoman/pengaturan mengenai SPAM berbasis masyarakat (PAMSIMAS) belum tersosialisasi dengan baik di Kabupaten Kerinci. c. Pengaturan pemanfaatan air tanah dalam di wilayah pelayanan PDAM Tirta Sakti belum ada. 5. Isu Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum a. Daya dukung dan kualitas air baku di berbagai lokasi di Kabupaten Kerinci makin menurun. Bab 6-45

182 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci b. Upaya perlindungan dan pelestarian sumber air baku kurang optimal. c. Masih banyak Penyelenggara SPAM yang belum memiliki SIPA. d. Keterbatasan sumber air baku (tidak mencukupi kebutuhan). 6. Isu Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat a. Potensi masyarakat dan dunia usaha belum diberdayakan secara optimal dalam pengelolaan air minum. b. Kesadaran masyarakat akan penghematan air masih rendah. c. Pembinaan Pemda ke kelompok masyarakat Penyelenggara SPAM masih kurang. d. Sektor swasta kurang tertarik untuk melakukan investasi dalam pengembangan SPAM. 7. Isu Pengembangan SPAM melalui Penerapan Inovasi Teknologi a. Aplikasi teknologi tepat guna di daerah rawan kekeringan di Kabupaten Kerinci masih belum berkembang. b. Inovasi teknologi untuk efisiensi energi & penurunan kebocoran masih perlu ditingkatkan. c. Pelatihan Trainer of Trainee untuk Kabupaten/Kota. Bab 6-46

183 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Kondisi Eksisting Pengembangan SPAM I. Aspek Teknis PDAM Tirta Sakti Kabupaten Kerinci di dukung dengan adanya Instalasi Pengolahan Air sebanyak 29 unit dengan kapasitas 421 l/det, yang berada di 8 lokasi dengan sistim perpompaan dan gravitasi. Berikut ditampilkan Profil PDAM Tirta Sakti Kabupaten Kerinci Tabel Profil PDAM Tirta Sakti Kabupaten Kerinci NO URAIAN I DATA ENTRY JUMLAH PENDUDUK JUMLAH PENDUDUK DILAYANI JALUR PIPA JUMLAH JIWA PER KK KAPASITAS OPERASIONAL KAPASITAS RESERVOAR JUMLAH M3 TERJUAL JUMLAH PELANGGAN TINGKAT KEBOCORAN EFISIENSI PENAGIHAN JUMLAH PEGAWAI JUMLAH PENDAPATAN RATA-RATA JUMLAH BIAYA RATA-RATA II III JUMLAH BIAYA PUSAT+AMDK JUMLAH BIAYA PENYUSUTAN RATA-RATA & PUSAT OUTPUT : JUMLAH KK JUMLAH KK POTENSIAL JUMLAH KAPASITAS PRODUKSI JUMLAH KAPASITAS PRODUKSI JUMLAH DISTRIBUSI JUMLAH M3 TERJUAL MENURUT DISTRIBUSI CAKUPAN PELAYANAN ADMINISTRATIF CAKUPAN WILAYAH PELAYANAN TINGKAT KONSUMSI RATA-RATA HARGA POKOK RATA-RATA HARGA JUAL RATA-RATA PENERIMAAN RATA-RATA RATIO PEGAWAI DENGAN PELANGGAN L/K PENJUALAN AIR MENURUT KAPASITAS KEBUTUHAN KAPASITAS SAAT INI (PLG YG ADA) KEBUTUHAN RESERVOAR KINERJA PELAYANAN : LEBIH / KURANG KAPASITAS LABA PER M3 APAKAH TERMASUK CABANG (RUGI)/LABA SATUAN JIWA JIWA JIWA L/DT M3 M3/BULAN UNIT % % ORANG Rp./BULAN Rp./BULAN Rp./BULAN Rp./BULAN UNIT UNIT M3/HARI M3/BULAN M3/BULAN M3/BULAN % % M3/PLG/BLN Rp./M3 Rp./M3 Rp./LBR ORANG M3/BULAN L/DT M3 L/DT Rp./M3 KET JUMLAH , , ,23 89,15% ( ) ( ) ( ) ,00% 71,12% 13, , , (802) (376) (67) RUGI Bab 6-47

184 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci NO URAIAN RASIO PEGAWAI MASIH TINGGI (ideal 6 org : 1000plg) CAKUPAN PELAYANAN MASIH RENDAH TUNGGAKAN MASIH TINGGI TUNGGAKAN RATA-RATA TINGKAT KONSUMSI RATA-RATA MASIH RENDAH UNTUK MENCAPAI BEP (TARIF DARI 800 =>2.569) KAPASITAS TERSEDIA : KEPUASAN PELANGGAN PELAYANAN PELANGGAN YANG BELUM OPTIMAL PELAYANAN PELANGGAN YANG BELUM OPTIMAL NRW POTENSI : PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI SAMBUNGAN BARU (TAMBAH JALUR BARU) SAMBUNGAN BARU (PADA JALUR YG ADA) KONSUMSI NORMAL (STLH NRW) KONSUMSI SAAT INI PELUANG KENAIKAN KONSUMSI SATUAN ORANG % % LEMBAR M3/PLG/BLN Rp./M3 UNIT PLG % JUMLAH 5,5 60,00% 10,85% , ,45% L/DT % UNIT UNIT % M3/BLN 242,41 56,90% ,66% 15,15 M3/BLN M3/BLN % 13,74 1,41 10,24% A. Ibukota Kabupaten Cabang Siulak Total kapasitas pada cabang siulak ini adalah 55 liter/detik, dengan volume reservoar 550 m3. Terdapat 2 (dua) intake yaitu intake sungai sikabu dan sungai mukai. Intake Sungai Sikabu, terdiri dari 2 (dua) IPA (instalasi pengolahan air) yaitu IPA jenis SSF dengan kapasitas produksi 5 liter/detik dan IPA jenis IPA baja yang kapasitasnya juga sebesar 5 liter/detik dengan volume reservoar masing-masing 50 m3, sistem distribusi hidrolis. Sedangkan intake Sungai Mukai memiliki 3 (tiga) instalasi pengolahan air yaitu 2 (dua) jenis IPA 5 liter/detik dengan jenis IPA beton dan IPA SSF, namun IPA SSF tidak berfungsi. IPA dan ditambah dengan kapasitas 40 liter/detik dengan jenis IPA Baja. IPA dengan kapasitas 5 liter/detik memiliki reservoar dengan volume 50 m 3, sedangkan IPA dengan kapasitas 40 liter/detik memiliki reservoar dengan volume 400 m3. Sistem distribusi yang digunakan pada intake sungai mukai ini juga dengan sistem hidrolis. Bab 6-48

185 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci PDAM cabang siulak ini meliputi wilayah pelayanan untuk Kecamatan Gunung Kerinci, Kecamatan Siulak, Kecamatan Air Hangat, Kecamatan Depati Tujuh dan Kecamatan Pesisir Bukit. Sambungan rumah Cabang Siulak ini berjumlah SR, ekspor ke Cabang Semurup SR, dan ekspor ke Cabang Sungai Penuh 30 SR. Dengan demikian, total sambungan rumah untuk Cabang Siulak ini adalah SR. B. Ibukota Kecamatan Cabang Semurup Cabang Semurup, dengan intake dari Sungai Pendung memiliki 4 (empat) IPA, yaitu IPA 5 liter/detik jenis SSF (tidak aktif), 2 IPA dengan kapasitas 10 liter/detik dengan jenis IPA baja dan IPA Beton dengan reservoar sebesar 50 m3, dan IPA dengan kapasitas 80 liter/detik dengan reservoar sebesar 600 m3. Keseluruhan IPA yang ada di cabang Semurup didistribusikan dengan sistem hidrolis. PDAM Cabang Semurup ini meliputi wilayah pelayanan untuk Kecamatan Air Hangat, Kecamatan Air Hangat Timur, Kecamatan Depati Tujuh, Kecamatan Hamparan Rawang, dan Kecamatan Pesisir Bukit. Sambungan rumah dari Cabang Semurup SR, impor dari cabang Siulak SR dan ekspor ke cabang Sungai Penuh sebanyak SR. Cabang Sungai Penuh Cabang Sungai Penuh memiliki 3 (tiga) intake, yaitu dari Sungai Batang Merao, Sungai Jernih, dan Sungai Ampuh. Intake Sungai Batang Merao memiliki IPA Baja kapasasitas 20 liter/detik dengan kapasitas reservoar sebanyak 100 m3. Intake Sungai Jernih memiliki 2 (dua) IPA jenis beton, yaitu dengan kapasasitas 20 liter/detik dan 35 liter/detik dengan reservoar 200 m3 dan 100 m3. Dan intake Sungai Ampuh hanya memiliki IPA 5 liter/detik dengan reservoar 50 m3. Keseluruhan IPA yang menggunakan pendistribusian dengan sistem Hidrolis. Bab 6-49 ada

186 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Wilayah pelayanan dari cabang Sungai Penuh ini meliputi Kecamatan Sungai Penuh, Kecamatan Hamparan Rawang, Kecamatan Kumun Debai, Kecamatan Tanah Kampung, Kecamatan Pesisir Bukit dan Kecamatan Keliling Danau. Sambungan Rumah total di cabang Sungai Penuh ini berjumlah SR, yang terdiri dari supply setempat SR, impor dari cabang Siulak 30 SR, impor dari cabang Semurup SR impor dari cabang PI. Tengah 300 SR dan impor dari cabang Joang 243 SR. Cabang Hiang Cabang Hiang memiliki 4 (empat) intake, yang terdiri dari 2 (dua) intake dari Danau Kerinci dengan kapasitas 20 liter/detik jenis IPA Baja dan IPA Beton, dengan reservoar masing-masing IPA 100 m3. Distribusi dengan pompa. Selanjuntya intake Sungai Ambei dengan jenis IPA Beton kapasitas 10 liter/detik, dengan reservoar 100 m3. Intake Sungai Batang Sangkir dengan kapasitas 10 liter/detik dengan 100 m3. Wilayah pelayanan meliputi Kecamatan Danau Kerinci, Kecamatan Sitinjau Laut, Kecamatan Tanah Kampung dan Kecamatan Kumun Debai. Sambungan Rumah di cabang Hiang ini berjumlah SR dan impor ke Cabang Sungai Penuh sebanyak 243 SR. Cabang Jujun/Pulau Tengah Sungai Gunung Lumut, Muara Telago dan Sungai Batang Merao adalah intake yang ada di cabang ini. Intake sungai Gunung Lumut hanya berkapasitas 2,5 liter/detik dengan jenis IPA Beton dan reservoar 50 m3. Muaro Telago dengan jenis IPA Broncapt berkapasitas 10 liter/detik dengan reservoar 50 m3. Sungai Batang Merao berkapasitas 30 liter/detik dengan kapasitas reservoar 300 m3. Sistem pendistribusian secara hidrolik. Wilayah pelayanan cabang Hiang Meliputi Kecamatan Kelilin Danau dan Kecamatan Kumun Debai. Wilayah pelayanan meliputi Kecamatan Keliling Danau dan Kecamatan Kumun Debai. Bab 6-50

187 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Sambungan Rumah berjumlah SR, dan ekspor ke Cabang Sungai Penuh 300 SR. Cabang Tamiai Intake berasal dari Sungai Batang Sako dan Sungai Batang Merangin dengan kapasitas produksi masing-masing 2,5 liter/detik dan 10 liter/detik dengan jenis IPA Beton, sedangkan reservoar sama-sama berkapasitas 50 m3. Sistem distribusi secara hidrolik untuk melayani Kecamatan Batang Merangin. Sambungan Rumah keseluruhan di Cabang Tamiai 745 SR. Cabang Lempur Danau Lingkat dan Muara Talang Kemuning merupakan intake dari cabang Lempur, dengan kapasitas 10 liter/detik, reservoar masing-masing 100 m3 sistem hidrolik untuk melayani Kecamatan Gunung Raya yang memiliki SR sebanyak Cabang Kayu Aro Cabang Lempur mengambik Intake dari MA Pelompek, Muara Sungai Tanduk dan Muara Sungai Tanduk dan Muara Sungai Lintang. Intake MA Pelompek berkapasitas produksi 10 liter/detik dengan reservoar 100 m3. Intake Muara Sungai Tandung 16 liter/detik, dan intake Muara Sungai Lintang dengan kapasitas 10 liter/detik, keseluruhan IPA yang ada berjenis Broncapt. Reservoar berkapasitas 100 m3, dan muara Sungai Lintang berkapasitas 100 m3. Wilayah pelayanan adalah Kecamatan Gunung Tujuh dan Kecamatan Kayu Aro. Jumlah SR sebanyak Bab 6-51

188 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tabel Kondisi Eksisting Teknis PDAM Tirta Sakti Kabupaten Kerinci Tahun 2013 UNIT PRODUKSI INTAKE IPA CABANG Sei. Sikabu SIULAK RESERVOAR 5 L/Det SSF 50 m3 5 L/Det IPA Baja 50 m3 SISTEM DISTRIBUSI POMPA HIDROLIS DISTRIBUSI 5 L/Det IPA Beton 40 L/Det IPA Baja Total Kapasitas : 55 L/DET 50 m3 H 400 m3 550 Total Kapasitas : Sei. Jernih Sei. Ampuh Total Kapasitas : Danau Kerinci HIANG Danau Kerinci 50 m3 H 80 L/Det IPA Beton 600 m3 H 100 L/DET 20 Sei. Btg.Merao SUNGAI PENUH H 10 L/Det IPA Beton Sei. Ambai m3 20 L/Det IPA Beton 200 m3 35 L/Det IPA Beton 100 m3 5 L/Det IPA Beton 50 m3 80 L/DET L/Det IPA Baja H 100 m3 100 m3 10 L/Det IPA Beton 100 m3 10 L/Det IPA Baja 100 m3 Total Kapasitas : JUJUN / PULAU TENGAH H 100 m3 H L/DET 600 Sei. Gng Lumut 2.5 L/Det IPA Beton 50 m3 H MA. Talago 10 L/Det Broncapt 50 m3 H 30 L/Det IPA Baja 300 m3 H Sei. Btg.Merao 30 Total Kapasitas : 42.5 L/DET 11, Ekspor ke Cab. Sei.Penuh JUMLAH ,79 12, Wilayah Pelayanan : - Kec. Sungai Penuh - Kec. Hamparan Rawang - Kec. Kumun Debai - Kec. Tanah Kampung - Kec. Pesisir Bukit - Kec. Keliling Danau Supplay Setempat Impor dari Cab. Siulak Impor dari Cab. Semurup Impor dari Cab. Pl.Tengah Impor dari Cab. Hiang SR Cabang. Sei.Penuh ,01 16,04 (60) 34,05 10,00 (753) Wilayah Pelayanan : - Kec. Danau Kerinci - Kec. Sitinjau Laut - Kec. Tanah Kampung - Kec. Kumun Debai H 100 m Sei. Btg Sangkir H L/Det IPA Beton RATA KONS KAP.IDLE M3/BLN SETARA SR 32,54 Impor dari Cab. Siulak SR Cab. Semurup L/Det IPA Baja NRW % Wilayah Pelayanan : - Kec. Air Hangat - Kec. Air Hangat Timur - Kec. Depati Tujuh - Kec. Hamparan Rawang - Kec. Pesisir Bukit 10 L/Det IPA Baja Sei. Pendung SAMBUNGAN CAKUPAN AKTIF % JUMLAH 5 L/Det SSF SEMURUP Wilayah Pelayanan : - Kec. Gunung Kerinci - Kec. Siulak - Kec. Air Hangat - Kec. Depati Tujuh - Kec. Pesisir Bukit SR Cabang Siulak (setempat) Ekspor Ke Cab. Semurup Ekspor Ke Cab. Sei.Penuh H 5 L/Det SSF Sei. Mukai DAERAH PELAYANAN SR Cabang. Hiang Ekspor ke Cab.S.Penuh JUMLAH Wilayah Pelayanan : - Kec. Keliling Danau - Kec Kumun Debai SR Cab. Pulau Tengah Ekspor ke Cab.S.Penuh JUMLAH (174) ,68 TAMIAI Sei. Btg. Sako Sei. Btg. Merangin 10 Total Kapasitas : 2,5 L/Det IPA Beton 50 m3 H 10 L/Det IPA Beton 50 m3 H 12.5 L/DET Wilayah Pelayanan : - Kec. Batang Merangin SR Cabang. Tamiai Danau Lingkat MA. Talang Kemuning 10 Total Kapasitas : L/Det IPA Beton 100 m3 H 10 L/Det Broncapt 100 m3 H 20 L/DET Wilayah Pelayanan : - Kec. Gunung Raya SR Cabang. Lempur 10 L/Det Broncapt MA. Sei.Tanduk 16 L/Det Broncapt MA. Sei. Lintang 10 L/Det Broncapt 50 m3 36 L/DET 450 (440) L/DET M3 10 Wilayah Pelayanan : - Kec. Gunung Tujuh - Kec. Kayu Aro m ,51 (10) H 100 m3 100 m3 H (239) (233) 100 m3 SR Cabang Kayu Aro JUMLAH MA. Pelompek Total Kapasitas : 9, ,05 KAYU ARO (229) ,82 LEMPUR 9, SR 31,04 33,33 Bab ,33 12,47 % (279) SR

189 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tabel Tingkat Pelayanan PDAM Tirta Sakti Kabupaten Kerinci Tahun 2013 No. KECAMATAN Gunung Raya Batang Merangin Keliling Danau Danau Kerinci Sitinjau Laut Tanah Kampung Sungai Penuh Hamparan Rawang Pesisir Bukit Kumun Debai Air Hangat Air Hangat Timur Depati Tujuh Gunung Kerinci Siulak Kayu Aro Gunung Tujuh JUMLAH JUMLAH PENDUDUK (Jiwa) JUMLAH KK TERLAYANI , TINGKAT PELAYANAN (%) 43,43 11,57 31,98 65,76 49,85 51,87 82,80 78,08 57,79 22,37 58,66 21,13 72,28 8,03 29,61 25,73 32,26 42,37 Sumber : RISPAM Kab. Kerinci, 2013 Dari Tabel di atas dapat dilihat tingkat pelayanan PDAM Tirta Sakti yang terendah berada di Kecamatan Gunung Kerinci, yang hanya 8,03% rumah tangga yang terlayani. Hal ini kemungkinan disebabkan karena letak geografis daerah yang memiliki kontur yang tajam sehingga mengalami kendala dalam pendistribusian perpipaan. Selain itu, masyarakat memenuhi kebutuhan air minum dari BJP (bukan jaringan perpipaan) yang berasal dari sungai-sungai yang mengalir di kecamatan tersebut. Sedangkan untuk pelayanan yang tertinggi adalah Kecamatan Sungai Penuh, yaitu 82,80% rumah tangga sudah terlayani oleh jaringan distribusi PDAM Tirta Sakti. Bab 6-53

190 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tabel Tingkat Kehilangan Air di masing-masing Cabang PDAM Tirta Sakti Kabupaten Kerinci Tahun 2013 No CABANG Siulak Semurup Sungai Penuh Hiang Jujun/Pulau Tengah Tamiai Lempur Kayu Aro Sumber : RISPAM Kab. Kerinci, 2013 TINGKAT KEHILANGAN AIR (%) 32,17 33,59 35,72 32,38 35,02 22,05 27,15 30,74 Dari Tabel di atas, terlihat tingkat kehilangan air yang terbesar di PDAM cabang Sungai Penuh, yaitu 35,72%, sedangkan tingkat kehilangan air terendah di PDAM cabang Tamiai, yang hanya 22,05% dari total produksi. Bab 6-54

191 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Gambar Peta Jaringan Distribusi Air Bersih Eksisting Bab 6-55

192 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci II. Aspek Keuangan dan Pendanaan Kondisi dan Kinerja Keuangan Laporan keuangan PDAM Tirta Sakti Kabupaten Kerinci untuk tahun buku 2014 belum diaudit oleh auditor independen, oleh karenanya penyajian angkaangka yang terkait dengan data laporan keuangan berasal dari angka-angka yang disajikan oleh manajemen PDAM. Dengan demikian, penilaian tingkat kinerja maupun tingkat kesehatan PDAM dapat berubah tergantung dari hasil audit atas laporan keuangan dari auditor independen tersebut. Kinerja PDAM yang dinilai berdasarkan pedoman penilaian menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 1999 tanggal 31 Mei 1999, mendapatkan nilai sebesar 60,56 *) atau tergolong Baik *). Dibandingkan tahun lalu mengalami peningkatan nilai kinerja sebesar 1,40 yang disebabkan oleh adanya kenaikan/penurunan dari 2 aspek, yaitu: (1) Aspek Keuangan mengalami kenaikan sebesar 2,25 Nilai aspek keuangan 23,25% di tahun 2013 naik menjadi 25,50% di tahun Kenaikan tersebut terjadi pada indikator: - Peningkatan Rasio Laba terhadap Aktiva Produktif sebesar 0,9% dari sebesar -2,09% di tahun 2013 menjadi -1,19% di tahun Rasio Laba terhadap Penjualan meningkat sebesar 0,39% dibanding tahun lalu yaitu dari -3,56% pada tahun 2013 menjadi -3,17% pada tahun 2014, namun masih di bawah standar yaitu 20%; - Capaian nilai rasio Utang Jangka Panjang terhadap Ekuitas naik dari 3 atau sebesar 0,77 di tahun 2013 menjadi 4 atau sebesar 0,51 di tahun 2014 dengan standar yaitu 0,5. (2) Aspek Operasional mengalami penurunan sebesar 0,85 Hal ini terjadi karena penurunan cakupan pelayanan (administratif) sebanyak 10,13% dibanding tahun sebelumnya, yaitu sebesar 83,27% di tahun 2013 menjadi 73,14% di tahun Bab 6-56

193 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tabel Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Sakti Kabupaten Kerinci Neraca Komparatif per 31 Desember 2014 dan 2013 URAIAN ASET ASET LANCAR KAS DAN BANK Kas Bank INVESTASI JANGKA PENDEK Deposito Surat Berharga PIUTANG USAHA (NET) Piutang Rekening Air Piutang Rekening Non Air Piutang AMDK Penyisihan Piutang Usaha PIUTANG NON USAHA (NET) Piutang Non Usaha Penyisihan Piutang Non Usaha PERSEDIAAN Persediaan Bahan Operasi Kimia Persediaan Bahan Operasi Lainnya Persediaan Bahan Instalasi Persediaan Lain-Lain (Unit AMDK) Akumulasi Penurunan Nilai PEMBAYARAN DIMUKA INVESTASI JANGKA PANJANG PROPERTI INVESTASI ASET TETAP Tanah dan Penyempurnaan Tanah Instalasi Sumber Air Instalasi Pompa Instalasi Pengolahan Air Instalasi Transmisi dan distribusi Bangunan/Gedung 31 Desember Desember , , , , , , , , , , , , , , , , ,00 ( ,00) , , ,00 ( ,25) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00 Bab ,00

194 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci URAIAN Peralatan dan Perlengkapan Kendaraan/alat Pengangkutan Inventaris/Perabot Kantor Mesin AMDK Akumulasi Penyusutan Akumulasi Penyusutan Inst. Sumber Air Akumulasi Penyusutan Instalasi Pompa Akumulasi Penyusutan Inst. Pengolahan Air Akumulasi Penyusutan Inst. Trans. & Dist. Akumulasi Penyusutan Bangunan/ Gedung Akumulasi Penyusutan Peralatan & Perlengkapan Akumulasi Peny. Kendaraan/Alat Pengangkutan Akumulasi Peny. Inventaris/Perabot Kantor Akumulasi Peny. Mesin AMDK Akumulasi Penurunan Nilai ASET TETAP LEASING Nilai Perolehan Akumulasi Penyusutan ASET LAIN-LAIN Aset Tetap dalam Penyelesaian Uang Jaminan Pembayaran dimuka pembagian laba kepada Pemda Aset Tidak Berwujud TOTAL ASET 31 Desember Desember , , , , , , , ,00 ( ,00) ( ,00) ( ,00) ( ,00) ( ,00) ( ,00) ( ,00) ( ,00) ( ,00) ( ,00) ( ,00) ( ,00) ( ,00) ( ,00) ( ,00) ( ,00) ( ,00) ( ,00) ( ,00) ( ,00) , , , , , , ,00 Bab ,00

195 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci URAIAN 31 Desember Desember 2013 KEWAJIBAN KEWAJIBAN JANGKA PENDEK UTANG USAHA UTANG NON USAHA BIAYA YANG MASIH HARUS DIBAYAR PENDAPATAN DITERIMA DIMUKA PINJAMAN JANGKA PENDEK Pinjaman/Kredit Bank Jangka Pendek Pinjaman Jangka Pendek Lainnya UTANG PAJAK PINJAMAN JANGKA PENDEK LAINNYA KEWAJIBAN JANGKA PANJANG YG TELAH JATUH TEMPO Pokok Pinjaman dari Pemerintah Pusat yang Telah Jatuh Tempo Bunga Pinjaman dari Pemerintah Pusat yang Telah Jatuh Tempo KEWAJIBAN IURAN PENSIUN KEWAJIBAN JANGKA PENDEK LAINNYA KEWAJIBAN JANGKA PANJANG PINJAMAN DALAM NEGERI Pokok Pinjaman dari Pemerintah Pusat Bunga Pinjaman yang Belum Jatuh Tempo PINJAMAN LUAR NEGERI Bunga Masa Tenggang-Pinjaman Dalam Negeri Bunga Masa Tenggang-Pinjaman Luar Negeri UTANG LEASING KEWAJIBAN LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG DITANGGUHKAN CADANGAN DANA UANG JAMINAN LANGGANAN TOTAL KEWAJIBAN MODAL DAN CADANGAN KEKAYAAN PEMDA YANG DIPISAHKAN Kekayaan Asal Anggaran Belanja Daerah Kekayaan Asal Dana Pembangunan Daerah PENYERTAAN PEMERINTAH YANG BELUM DITETAPKAN STATUSNYA , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00 Bab ,00

196 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci URAIAN Penyertaan Pemerintah Pusat Yang Belum Ditetapkan Statusnya Penyertaan Pemerintah Daerah Yang Belum Ditetapkan Statusnya MODAL MODAL HIBAH SELISIH PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP CADANGAN CADANGAN UMUM CADANGAN TUJUAN LABA DITAHAN/(AKUMULASI KERUGIAN) LABA (RUGI) PERIODE BERJALAN TOTAL MODAL DAN CADANGAN 31 Desember , , , , , , TOTAL MODAL DAN KEWAJIBAN 31 Desember 2013 Bab , ,00 - ( ,00) ( ,75) ,25 ( ,00) ( ,00) , , ,00

197 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tabel Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Sakti Kabupaten Kerinci Laporan Laba Rugi per 31 Desember 2014 dan 2013 URAIAN 31 DESEMBER DESEMBER 2013 PENDAPATAN PENDAPATAN USAHA PENDAPATAN PENJUALAN AIR Harga Air Beban Tetap PENDAPATAN NON AIR Pendapatan Sambungan Baru Pendapatan Denda Pendapatan Penyambungan Kembali Pendapatan Non Air Lainnya PENDAPATAN AMDK PENDAPATAN AIR LIMBAH JUMLAH PENDAPATAN USAHA PENDAPATAN LAIN-LAIN JUMLAH PENDAPATAN , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00 - BEBAN BEBAN OPERASIONAL Beban Sumber Air Beban Pegawai Beban Listrik Beban BBM Beban Pemakaian Bahan Kimia Beban Pemeliharaan Beban Pemakaian Bahan Pembantu Beban Pinjaman Beban Penyusutan/Penyisihan/Amortisasi Beban Operasional Lainnya Beban AMDK , , , , , , , , , , ,00 Bab , , , , , , , , , , , , , ,00

198 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci JUMLAH BEBAN OPERASIONAL BEBAN NON OPERASIONAL JUMLAH BEBAN LABA/RUGI SEBELUM PAJAK PENGHASILAN PAJAK PENGHASILAN LABA/RUGI BERSIH Bab , , , , , ,00 ( ,75) ( ,75) ( ,00) ( ,00)

199 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Penyusunan dan Pelaksanaan RKAP PDAM Tirta Sakti Kabupaten Kerinci telah menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2014 sesuai Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 tahun 1999 tanggal 31 Mei Realisasi pendapatan usaha tahun 2014 sebesar Rp ,00 di bawah anggarannya sebesar Rp ,00 atau (13,78)%. Tidak tercapainya target tersebut disebabkan realisasi volume penjualan air tahun 2014 hanya ,00 m3. Jumlah tersebut lebih kecil ,00 m3 atau 32,64% dari air yang didistribusikan sebesar ,00 m3. Disamping itu, target pendapatan non air memproyeksikan tidak tercapai, karena target pendapatan Unit perusahaan terlalu tinggi Usaha AMDK yaitu sebesar Rp ,00 sedangkan realisasinya di tahun 2014 hanya sebesar Rp ,00 atau lebih rendah 29,48% Dibandingkan dengan pendapatan usaha dalam tahun 2013 sebesar Rp ,00 terdapat kenaikan sebesar Rp ,00 atau 5,59%. Realisasi biaya usaha tahun 2014 yaitu Rp ,75 di atas anggarannya sebesar Rp ,75 atau 10,08%. Realisasi biaya usaha di atas anggaran antara lain karena realisasi beban listrik, beban bahan bakar minyak, dan beban penyusutan pada instalasi transmisi dan distribusi melebihi yang dianggarkan. Dibandingkan dengan biaya usaha tahun 2013 sebesar Rp ,00 terdapat kenaikan sebesar Rp ,75 atau 4,46%. Bab 6-63

200 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Perhitungan Tarif Air dan Harga Pokok Air Rata-rata harga jual (tarif) air PDAM sebesar Rp3.202/m3 sedangkan harga pokok air sebesar Rp /m3 sehingga harga jual tersebut belum dapat menutup biaya secara penuh (full cost recovery). Hal ini disebabkan masih tingginya NRW Distribusi yaitu sebesar 32,64% serta PDAM Tirta Sakti Kabupaten Kerinci masih menjalankan kewajiban pembayaran beban angsuran hutang kepada Pemerintah Pusat yaitu sebesar Rp ,31 di tahun Pada tahun 2014, PDAM telah melakukan strategi/upaya untuk efisiensi beban operasional dan meningkatkan pendapatan melalui optimalisasi penambahan sambungan baru. Tabel Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Sakti Kabupaten Kerinci Besaran Tarif Air Minum GOLONGAN SOSIAL UMUM SOSIAL KHUSUS RUMAH TANGGA 1 RUMAH TANGGA 2 INT. PEMERINTAH NIAGA KECIL NIAGA BESAR KHUSUS JUMLAH... PLG M KONS TRF RP % 0,10% 0,90% 2,54% 91,95% 1,47% 1,88% 1,15% 0,00% 100,00% Bab 6-64

201 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci III. Aspek Kelembagaan Pelayanan air minum di Kabupaten Kerinci pada awalnya dilaksanakan oleh Proyek Penyediaan Air Bersih Jambi (PPSAB) Propinsi Jambi yang pada tahun anggaran 1976/1977 dilaksanakan pembangunan Sarana Penyediaan Air Bersih yang berloksi di Kota Sungai Penuh Kabupaten Kerinci. Pada Tahun 1981 dengan Surat Keputusan Menteri Nomor : 104/KPTS/CK/1981 pada tanggal 10 Nopember 1981 dibentuklah Badan Pengelolaan Air Minum (BPAM), kemudian pada Tahun 1981/1982 mulai beroperasinya Instalasi Pengolahan Air di Desa Rawang tepatnya pada bulan September 1982 dengan Kapasitas 20 l/det. Terbentuknya BPAM ini adalah untuk mempersiapkan wadah organisasi yang dapat mengelola pelayanan air minum kepada masyarakat secara mandiri, sesuai dengan Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 28/KPTS/1984 dan Menteri Dalam Negeri Nomor : 5 Tahun 1984 yang isinya meliputi pedoman-pedoman organisasi, sistem akuntansi, teknik operasi dan pemeliharaan, teknik perawatan, struktur dan perhitungan biaya untuk menentukan tarif air minum dan pelayanan air bersih kepada masyarakat. Pada saat kondisi keuangan BPAM telah mencapai Break Event Point (BEP) yaitu pada Tahun 1990/1991, dengan kemampuan keuangan memungkinkan BPAM dialih statusnya menjadi PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), maka pada Tahun 1990 berdasarkan Peraturan Daerah Tingkat II Kabupaten Kerinci Nomor : 10 Tahun 1990 dibentuklah Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Sakti Kabupaten Kerinci yang dikukuhkan atau disahkan oleh Gubernur KDH Tingkat I Jambi berdasarkan Peraturan Daerah Nomor : 485 Tahun Yang secara Neraca Pembukuan Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Sakti kabupaten Kerinci dimulai beroperasi pada tanggal 5 Oktober Tujuan utama pendirian Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Kerinci ini untuk mewujudkan serta meningkatkan pelayanan umum, berupa jasa kepada masyarakat dengan jalan memenuhi dan mengusahakan kebutuhan air minum yang bersih dan sehat bagi kesejahteraan masyarakat. Disamping tujuan diatas juga berguna untuk melaksanakan pembangunan daerah khususnya dan pembangunan Nasional pada umumnya. Pada tanggal 5 Oktober 1991 sampai dengan sekarang Perusahaan Dearah Air Minum Tirta Sakti Kabupaten Kerinci dengan bantuan Pemerintah Pusat, Bab 6-65

202 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten secara berkesinambungan melalui Direktorat Air Departemen Pekerjaan Bersih yaitu Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya melaksanakan pengembangan dan pembangunan sarana air bersih di Kecamatan-Kecamatan dan Pedesaan. Gambar Struktur Organisasi PDAM Tirta Sakti Bab 6-66

203 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci IV. Aspek Peraturan Perundangan 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 Tentang Perusahan Daerah 2. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 199 Tentang Pedoman Penilaiaan Kinerja Perusahan Daerah Air Minum 3. Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. 4. Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. 5. Perpres No.54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. 6. Permen PU 18/PRT/M/2007 tentang Penyelenggaraan SPAM. 7. Undang-Undang No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. 8. Permen PU 20/PRT/M/2007 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan SPAM. 9. Peraturan Menteri PU No. 04/PRT/M/2009 Tentang Sistem Manajemen Mutu Departemen Pekerjaan Umum Permasalahan dan Tantangan Pengembangan SPAM Kabupaten Kerinci A. Permasalahan Teknis Cakupan Pelayanan Jumlah penduduk yang terlayani sebanyak 235,540 jiwa atau 73,14% dari jumlah penduduk administratif sebanyak jiwa. Sedangkan penduduk di wilayah teknis yang terlayani sebanyak 235,540 jiwa atau 76,04% dari jumlah penduduk yang ada jaringan pipa PDAM sebanyak ,00 jiwa. Cakupan pelayanan PDAM Tirta Sakti Kabupaten Kerinci telah melampaui target RPJMN tahun 2014 sebesar 67%. Namun demikian, masih terdapat beberapa kendala sebagai berikut: 1. Masyarakat di perdesaan banyak yang menggunakan jaringan Instalasi Pengolahan Air Swadaya (IPAS) dari dana DAK Kabupaten Kerinci. 2. Masih banyak jaringan perpipaan yang kondisinya mudah rusak/bocor karena faktor usia dan perlu peremajaan. Bab 6-67

204 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci 3. Kapasitas produksi tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal karena panjang jaringan pipa belum mampu menjangkau seluruh wilayah di Kabupaten Kerinci. 4. Perusahaan belum mempunyai kemampuan untuk melakukan investasi bagi pengembangan usahanya. 5. Kondisi geografis dan topografi alam Kabupaten Kerinci yang didominasi pegunungan dan perbukitan sehingga diperlukan investasi yang tinggi untuk memperluas jaringan yang belum tentu berdampak pada peningkatan pendapatan perusahaan. Kapasitas Produksi Kapasitas produksi yang telah dibangun tidak semuanya dapat dimanfaatkan, demikian juga terhadap kapasitas produksi riil juga belum dapat dipergunakan sepenuhnya, yaitu sebagai berikut: Tabel Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Sakti Kabupaten Kerinci Kapasitas Produksi No Instalasi Kapasitas Terpasang/ Disain (Liter/detik) Sungai Penuh Semurup Hiang Siulak Pulau Tengah Kayu Aro Lempur Tamiai Jumlah ,5 62, , ,5 441 Kapasitas Produksi (m3) Terpasang , , , , , , , , ,00 Tidak Dimanfaatkan , , , ,00 Kapasitas Riil (m3) Volume Produksi (m3) (m3) (m3) Kapasitas Menganggur (m3) (m3) , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00 ( ,00) , , , , , , , ,00 Kapasitas produksi terpasang tidak dapat dimanfaatkan sebanyak ,00 m3 atau 3,40%, disebabkan adanya IPA yang rusak berat, yaitu: a. IPA Baja Rawang di Cabang Sei. Penuh; b. SSF Beton Pendung, IPA Baja Pendung, dan Broncap Sei.Medang di Cabang Semurup; c. IPA Beton Hiang di Cabang Hiang; d. SSF Mukal Tinggi di Cabang Siulak. Bab 6-68

205 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Selain itu, penyebab lain adalah menurunnya debit sumber air baku pada musim kemarau (antara bulan Juli s.d. September). Kapasitas menganggur atau kapasitas produksi riil yang belum digunakan untuk produksi sebesar m3 atau 23,26%. Penyebab utama adanya kapasitas menganggur ini adalah tidak adanya jaringan pipa serta kondisi air tanah di sebagian rumah penduduk masih cukup baik, sehingga belum merasa perlu untuk mempergunakan instalasi PDAM. Upaya PDAM untuk meningkatkan utilitas kapasitas terpasang maupun kapasitas riil adalah dengan membangun dan memperluas jaringan serta menambah sambungan baru dengan meminta bantuan kepada Pemerintah Kabupaten Kerinci, Pemerintah Provinsi Jambi dan Pemerintah Pusat. B. Permasalahan Aspek Non Teknis Permasalahan Kelembagaan Sedikitnya jumlah pegawai yang mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) pada tahun 2014 yaitu 47 orang dari 216 pegawai atau sebesar 21,76%. Jumlah ini bahkan lebih rendah dibandingkan tahun 2013 sebesar 23,74% dan standar minimal sebesar 80% dari jumlah pegawai. Hal ini dikarenakan anggaran perusahaan untuk pelaksanaan diklat pegawai masih rendah yaitu Rp ,00 hanya 0,90% dari total biaya pegawai sebesar Rp ,00. Dari hasil pengujian terhadap struktur pengendalian intern, aspek pemantauan (monitoring) masih kurang memadai karena adanya beberapa kelemahan yang perlu diperbaiki, antara lain Bab 6-69

206 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci a. SPI masih belum berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, Satuan Pengawas Intern juga belum memiliki staf yang kompeten dan pengalaman yang cukup. b. Kelemahan pengendalian intern belum dikomunikasikan secara teratur kepada pihak yang berwenang, baik itu Direksi maupun Dewan Pengawas Apabila dibandingkan dengan tahun 2013, kondisi pengendalian intern meningkat sebesar 10,39% yaitu dari sebelumnya 71,43% menjadi 81,82% pada dua komponen yaitu lingkungan pengendalian dan kegiatan pengendalian. Permasalahan Keuangan Return on Equity (ROE) masih negatif dan Rasio Operasi masih tinggi, dengan capaian masing-masing -1,80% dan 1,03. Hal ini disebabkan perusahaan masih mengalami kerugian sebesar Rp ,75,00. Akan tetapi kondisi ini masih lebih baik daripada tahun 2013 dimana ROE dan Rasio Operasi Tahun 2013 adalah -3,76% dan 1,04 serta kerugian sebesar Rp ,00. Hasil penilaian atas kinerja PDAM Tirta Sakti Kabupaten Kerinci untuk tahun 2014 adalah 60,56 *) dengan kategori Baik *), sedangkan untuk tahun 2013 adalah 59,16 dengan kategori Cukup, dengan rincian sebagai berikut: Tabel Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Sakti Kabupaten Kerinci Penilaian Kinerja No Uraian 1 Aspek Keuangan 2 Aspek Operasional Aspek Administrasi 3 Total Nilai Kinerja Tingkat Kinerja Tahun 2014 Hasil Nilai (%) 34 25,50 Tahun 2013 Hasil Nilai (%) 31 23,25 Naik/(Turun) % 2, , ,83 (0,85) 29 12, ,08-60,56 59,16 1,40 BAIK CUKUP Kenaikan kinerja tahun 2014 sebesar 1,40 tersebut terutama disebabkan kenaikan aspek keuangan sebesar 2,25 sedangkan aspek operasional mengalami penurunan sebesar 0,85. Bab 6-70

207 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Kebutuhan Pengembangan SPAM Kabupaten Kerinci A. Rencana Daerah Pelayanan Air Minum Kabupaten Kerinci Tingkat pelayanan didasarkan pada pertumbuhan dan perkembangan jumlah penduduk yang dilayani baik perkotaan maupun IKK/pedesaan serta program air minum untuk pencapaian target MDG s (sampai tahun 2028) dan target pelayanan nasional. Untuk skala perkotaan tingkat pelayanan harus mencapai 80% dan IKK/pedesaan 60% dari total jumlah penduduk. Tingkat pelayanan direncanakan sesuai dengan perkembangan penduduk tiap 5 tahun, maka tingkat pelayanan untuk tahap I untuk wilayah Kabupaten Kerinci mencapai 60%, sedangkan tahap II mencapai 80 % dan tahap III sebesar 90 % penduduk wilayah Kabupaten Kerinci dapat terlayani oleh air bersih dimana Untuk meningkatkan cakupan pelayanan maka pemerintah daerah dalam mensejahterakan tingkat kesehatan masyarakat baik melalui operator, BLU maupun organisasi masyarakat adalah harus melakukan upaya-upaya sebagai berikut : Penyediaan Prasarana dan sarana air minum untuk daerah rawan air (IKK/pedesaan) yang belum memiliki sistem. Perluasan/Pengembangan SPAM Kota/IKK yang sudah memiliki sistem (baik jaringan perpipaan maupun pelayanan/sr-hu). Peningkatan air minum non perpipaan yang terlindungi. Peningkatan Penyehatan PDAM dari status kurang sehat menjadi sehat dengan melakukan penyesuaian tarif air rata-rata dan dukungan APBD dalam mengurangi hutang. Menurunkan tingkat kehilangan air/kebocoran dari 28,34% menjadi 20% (standar kehilangan air nasional). Penambahan sambungan pelayanan (SR) Penambahan Kapasitas Produksi Besarnya tingkat pelayanan yang didasarkan pada perkembangan jumlah penduduk dalam pencapaian target MDG s serta target perencanaan (hasil proyeksi penduduk sampai tahun 2028). Bab 6-71

208 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Rencana pentahapan pengembangan akan dibagi dalam 3 tahap yaitu tahap I adalah tahap jangka pendek yang telah diprogramkan untuk memenuhi kebutuhan tahun 2011/2012, tahap II adalah tahap jangka menengah untuk memenuhi kebutuhan tahun 2015 sesuai dengan program pencapaian target MDG s dan tahap III adalah tahap jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan akhir tahun perencanaan tahun Kapasitas Sistem Teknis Kajian alternatif pengembangan SPAM Kabupaten Kerinci secara teknis dapat berupa: Pengembangan terhadap daerah yang belum terjangkau oleh jaringan perpipaan yang berpotensi untuk berkembang dan menjadi prioritas pengembangan jaringan ke daerah tersebut. Pengembangan terhadap daerah yang sudah terjangkau oleh jaringan perpipaan namun tingkat pelayanan belum optimal. Pengembangan terhadap peningkatan kapasitas dengan membangun sistem baru atau up rating IPA. Potensi Pengembangan SPAM Kabupaten Kerinci terutama wilayah perkotaan sangat berpotensi besar mengingat Kecamatan Kerinci dalam satu dasa warsa terakhir sangat pesat berkembang baik pertumbuhan penduduk maupun pertumbuhan perdagangan dan jasa. Potensi-potensi yang dapat mendukung dalam pengembangan SPAM Kabupaten Kerinci adalah : Cakupan dan tingkat pelayanan yang maksimal sehingga tidak ada kapasitas yang idle. Kapasitas sumber yang memiliki kualitas dan kuantitas yang mencukupi setiap saat. Kemauan dan kemampuan masyarakat dalam membiayai sistem. SDM yang mencukupi dalam menjalankan sistem dengan ditunjang kemampuan skil yang memadai dan, Penurunan tingkat kehilangan air yang tinggi. Bab 6-72

209 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Kebutuhan Air Kebutuhan air untuk pelayanan sampai dengan tahun 2028 sesuai dengan periode tahun perencanaan antara tahun ke depan untuk Kabupaten Kerinciakan ditentukan berdasarkan perhitungan proyeksi penduduk terhadap jumlah penduduk yang terlayani. Dari hasil perhitungan tersebut didapat kebutuhan air total untuk perkotaan sebesar 315,17 lt/dt dan untuk pedesaan sebesar 210,11 lt/dt. Sehingga untuk wilayah yang sudah dilayani dengan sistem SPAM saat ini hanya menambahkan kekurangan terhadap kapasitas dan sambungan pelayanan yang ada sesuai dengan kebutuhan proyeksi. Air baku yang akan disadap/digunakan adalah air dari sumber air permukaan, sumber ini dipilih karena wilayah Kabupaten Kerinci banyak dilintasi oleh sungai-sungai terutama Sungai Batang Merangin dan Sungai Jernih yang memang banyak melintasi kecamatan-kecamatan yang ada diwilayah tersebut dan memiliki debit minimum yang cukup besar yaitu m3/dt dan 112,5 m3/dt. Dengan demikian pengambilan air baku dari air permukaan dibutuhkan bangunan penangkap air/intake, bangunan intake sungai ini ada berbagai type/jenis yaitu jenis sumuran tepi/bantaran dengan sadap melalui saluran terbuka dan jenis intake jembatan anjungan (sumuran di tengah sungai) atau intake kanal (dengan membuat chamber). Kebutuhan debit sadap diambil debit maksimum akhir tahun perencanaan (Qmax = 1,1 x pemakaian debit rata-rata). Unit Produksi Dengan sumber air berasal dari air permukaan maka unit produksi yang akan digunakan adalah instalasi pengolahan air lengkap dengan kapasitas pengolahan air disesuaikan dengan kebutuhan debit masing-masing baik Perkotaan/IKK yang akan dilayani. Kebutuhan Debit Maksimum Unit Air Baku dan Unit Produksi pelayanan perkotaan/ikk akhir tahun perencanaan Unit produksi tersebut merupakan rangkaian proses pengolahan air yang Bab 6-73

210 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci hasilnya akan ditampung dalam bangunan berupa bak penampung air sementara (reservoir) sebelum didistribusikan ke pelayanan. Unit Distribusi Unit distribusi merupakan jaringan transfer air (jaringan perpipaan) ke sambungan langsung pelanggan, kapasitas jaringan transfer air ini tergantung dari pembebanan air ke wilayah-wilayah/zona pelayanan. Sedangakan jumlah/kapasitas sambungan langsung dihitung atas kebutuhan air jam puncak. Rencana Penurunan Tingkat Kebocoran Penurunan Kebocoran Teknis Upaya penurunan tingkat kebocoran/kehilangan air secara teknis merupakan tantangan besar bagi pengelola air minum, hal ini terkait dengan kinerja yang nantinya dapat berpengaruh terhadap biaya produksi. Selama ini upaya yang dilakukan oleh SPAM Kabupaten Merangin dalam penurunan kebocoran/kehilangan air secara teknis masih terfokus pada jaringan pipa yang rusak, berdasarkan adanya laporan yang kemudian baru melakukan perbaikan perbaikan secara langsung. Sedangkan kebocoran teknis lain seperti kebocoran katup dan pengurasan (washout) pada jaringan tidak begitu diperhatikan. Upaya penurunan kebocoran/kehilangan air secara teknis harus dilakukan secara berkala dan kontinyu, dengan cara monitoring jaringan per zona pelayanan. Penurunan Kebocoran Non Teknis Kebocoran/kehilangan air secara non teknis/administrasi tidak kalah besar tantangannya dengan kebocoran/kehilangan air secara teknis. Disini sering operator cenderung mengabaikan hal-hal yang dianggap sepele/kecil namun berdampak besar seperti : Melakukan perkiraan angka meter sesuai dengan keinginannya sendiri terhadap kondisi alat ukur (meter induk atau meter pelanggan) yang tidak berfungsi/bekerja dengan baik dan atau terhadap pelanggan yang Bab 6-74

211 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci rumahnya terkunci/kosong. Dengan kata lain kemungkinan kehilangan air yang nyata dapat lebih besar dari 30%. Salah melakukan dalam pembacaan meter dan perhitungan biaya. Hal lain yang menyebabkan kebocoran/kehilangan air secara administrasi adalah : Adanya sambungan tanpa meteran. Adanya sambungan tak tercatat (pencurian air/sambungan illegal). Upaya yang harus dilakukan dalam penurunan air secara administrasi adalah dengan : Menempatkan tenaga yang jujur, memiliki skil dan kemampuan berhitung. Melakukan penggantian meter air yang tidak berfungsi/rusak dengan yang baik secara berkala ± 6 bulan sekali untuk dikalibrasi. Melakukan monitoring terhadap adanya sambungan tanpa meter dan sambungan-sambungan illegal. Melakukan monitoring terhadap pelanggan yang melakukan manipulasi sambungan (by pass, pemasangan magnet dsb.) Perhitungan Water Balance Titik awal dari analisis kebocoran/kehilangan air adalah perhitungan kesetimbangan air dalam system. Oleh karena itu alat ukur yang tepat sa ngat d iperl uka n. Dala m kenyataan nya peralata n-pera latan tersebut sering tidak sesuai atau berfungsi kurang baik atau tidak secara teratur dikalibrasi. Salah satu bagian dari penilaian kehilangan air dalam sistem distribusi diperlukan data : Volume air yang didistribusikan, dihitung rata-rata dari meter induk = Vd Volume air yang dikonsumsi pelanggan, dihitung rata-rat dari meter air pelanggan = Vc Bab 6-75

212 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Maka kesetimbangan air dari sistem distriubusi dapat dihitung berdasarkan rumus : Vd =Vc + Vk (Vk = Volume kebocoran) Sedangkan prosentase kehilangan air adalah : Vk KAT = X 100 % Vd B. Perkiraan Kebutuhan Air Minum Kabupaten Kerinci 1. Proyeksi Penduduk Proyeksi penduduk di Kabupaten Kerinci berdasarkan kecamatan dilihat dari laju pertumbuhan masing-masing administrasi Kabupaten Kerinci. kecamata yang ada pada wilayah Berikut ini proyeksi jumlah penduduk Kabupaten Kerinci tahun Bab 6-76

213 Air Hangat Timur Depati Tujuh Gunung Kerinci ,919 14,820 17,939 19,991 14,326 Bab , Gunung Tujuh 235,831 40,381 Jumlah 31, Kayu Aro 11,919 14,820 17,939 19,991 14,326 16,354 22,573 17,351 14,173 Tahun 2012 (Po) Penduduk Jumah 235, Siulak Gunung Kerinci Air Hangat 6 9 Sitinjau Laut 5 Depati Tujuh Danau Kerinci 4 Air Hangat Timur Keliling Danau 3 8 Batang Merangin 7 Gunung Raya 2 Kecamatan 1 No. Jumlah 14,419 Air Hangat 6 40,381 Sitinjau Laut 5 16, Gunung Tujuh Danau Kerinci 4 22,573 17, Kayu Aro Keliling Danau 3 31,585 Batang Merangin 2 14,173 Tahun 2012 (Po) Penduduk Jumah 10 Siulak Gunung Raya Kecamatan 1 No. 308,586 35,359 46,893 36,678 13,840 17,219 20,839 23,224 16,640 18,999 26,222 20,157 32, ,062 14,616 40,934 32,017 12,082 15,024 18,185 20,265 14,522 16,578 22,883 17,589 14, ,582 41,622 47,534 37,179 14,029 17,455 21,125 23,542 16,868 19,260 26,582 20,433 37, ,716 15,019 41,494 32,455 12,247 15,230 18,435 20,543 14,721 16,806 23,196 17,830 14, ,941 49,666 48,185 37,688 14,221 17,695 21,415 23,865 17,099 19,524 26,947 20,714 44, ,823 15,644 42,061 32,899 12,415 15,439 18,687 20,825 14,923 17,037 23,515 18,075 15, ,621 17,680 43,220 33,806 12,757 15,866 19,204 21,400 15,335 17,507 24,164 18,574 17, ,484 19,182 43,812 34,268 12,931 16,084 19,467 21,694 15,545 17,748 24,496 18,829 18, ,157 21,096 44,411 34,737 13,108 16,305 19,734 21,992 15,758 17,991 24,832 19,087 20, ,755 60,074 48,844 38,204 14,416 17,938 21,709 24,193 17,333 19,792 27,316 20,998 53, ,536 73,659 49,512 38,727 14,613 18,185 22,006 24,525 17,571 20,064 27,691 21,286 65, ,396 91,551 50,190 39,256 14,813 18,434 22,308 24,861 17,812 20,339 28,071 21,578 81, , ,347 50,877 39,793 15,015 18,687 22,614 25,202 18,056 20,618 28,456 21, , Jumlah Penduduk Tahun Proyeksi (Pn) 251,434 16,518 42,637 33,349 12,585 15,651 18,944 21,111 15,128 17,270 23,837 18,323 16, Jumlah Penduduk Tahun Proyeksi (Pn) 541, ,315 51,573 40,338 15,221 18,944 22,924 25,548 18,303 20,901 28,846 22, , ,820 23,519 45,019 35,212 13,287 16,529 20,005 22,293 15,974 18,238 25,172 19,349 22, , ,719 52,278 40,890 15,429 19,204 23,239 25,898 18,554 21,188 29,242 22, , ,714 26,579 45,635 35,694 13,469 16,756 20,279 22,599 16,193 18,488 25,518 19,615 24, , ,289 52,994 41,449 15,640 19,468 23,558 26,254 18,809 21,479 29,643 22, , ,158 30,449 46,260 36,183 13,653 16,986 20,557 22,909 16,415 18,742 25,868 19,884 28, Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci

214 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Proyeksi Kebutuhan Air Minum Kabupaten Bungo 2. Kebutuhan Air Domestik Kebutuhan air domestik adalah kebutuhan air yang melayani sambungan langsung pelanggan (SR) dan sambungan tidak langsung (KU/HU). Kebutuhan air domestik dihitung berdasarkan proyeksi jumlah penduduk tahun perencanaan terhadap jumlah penduduk yang terlayani, untuk konsumsi pemakaian air dihitung bedasarkan kebutuhan satuan unit perencanaan (SKSNI Kebutuhan air minum yang dikeluarkan PU-CK) dan disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan perekonomian penduduk perencanaan. Besarnya kebutuhan air domestik di Kabupaten Kerinci sampai akhir tahun perencanaan tahun 2033 sebesar 266,66 lt/dt. Kebutuhan Air Non Domestik Kebutuhan air non-domestik merupakan kebutuhan air yang penggunaannya diluar dari kebutuhan air domestik seperti fasilitas sosial (peribadatan, yayasan dan panti sosial), fasilitas institusi (kantor, pendidikan dan kesehatan), fasilitas industry dan fasilitas komersial (hotel/penginapan, niaga/perdagangan, pasar dan sarana hiburan). Kebutuhan air non domestik ini juga dihitung berdasarkan proyeksi penduduk terhadap pemakaian air domestik dan atau konsumsi pemakaian air non-domestik yang dikeluarkan oleh kementerian PU-CK dengan kisaran %. Besarnya kebutuhan air non domestik untuk Kabupaten Kerinci sampai akhir tahun perencanaan tahun 2033 sebesar 34,73 lt/dt. Kehilangan Air Kehilangan air dalam sistem merupakan selisih antara jumlah air yang dikonsumsi/terjual dengan jumlah air yang diproduksi dan air yang didistribusi. Dalam perencanaan air minum kehilangan air tetap diperhitungkan di dalam proyeksi kebutuhan air, besarnya kehilangan air yang ditetapkan dalam standar nasional sebesar 20% (kehilangan air maksimum) yang didasarkan pada pertimbangan ekonomis yang dikeluarkan dalam bentuk petunjuk teknis kebocoran air oleh PU-CK. Perkiraan besarnya kehilangan air Bab 6-78

215 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci sampai akhir tahun perencanaan adalah sebesar 53,25 lt/dt. Proyeksi kebutuhan air Kabupaten Kerinci dapat dilihat dalam Tabel-tabel berikut ini. Bab 6-79

216 Jiwa Jiwa 3 Penduduk Terlayani 4 Jumlah Penduduk Per SR lt/det lt/det 3 Kebutuhan Air SR 4 Kebutuhan Domestik Kehilangan Air H. Kebutuhan Hari Maksimum G. Kebutuhan Air Faktor Koefesien Kebutuhan Jam Puncak Kebutuhan Air Faktor Koefesien Kebutuhan Air Rata-Rata (D+E) F. Jumlah Kehilangan Air % Kehilangan Air Total Kebutuhan Air lt/det lt/det lt/det lt/det % lt/det lt/det Total Kebutuhan Non Domestik E. lt/det 15% dari Kebutuhan Domestik Kebutuhan Non Domestik lt/hari 2 Pemakaian Per Orang 1 Jumlah SR Unit % Kebutuhan Domestik Jiwa 2 Tingkat Pelayanan Satuan 1 Jumlah Penduduk Kependudukan Keterangan D. C. B. A. No , , , , , , , , , , , , , , , , , , Tahun , , , Tabel Proyeksi Kebutuhan Air Minum di Kabupaten Kerinci Tahun , , , , , , , , , Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Bab 6-80

217 4 Jumlah Penduduk Per SR lt/det lt/det 3 Kebutuhan Air SR 4 Kebutuhan Domestik H. Kebutuhan Hari Maksimum G. Kebutuhan Air Faktor Koefesien Kebutuhan Jam Puncak Kebutuhan Air Faktor Koefesien Kebutuhan Air Rata-Rata (D+E) F. Jumlah Kehilangan Air % Kehilangan Air Kehilangan Air E. lt/det lt/det lt/det lt/det % lt/det lt/det Total Kebutuhan Non Domestik Total Kebutuhan Air lt/det 15% dari Kebutuhan Domestik Kebutuhan Non Domestik lt/hari 2 Pemakaian Per Orang 1 Jumlah SR Unit Jiwa 3 Penduduk Terlayani Kebutuhan Domestik % Jiwa 2 Tingkat Pelayanan Jiwa Satuan 1 Jumlah Penduduk Kependudukan Keterangan D. C. B. A. No , , , , , , , , , , , , , , , , , , Tahun , , , Tabel Proyeksi Kebutuhan Air Minum di Kabupaten Kerinci Tahun , , , , , , , , , Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Bab 6-81

218 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Program dan Kriteria Kesiapan, serta Skema Kebijakan Pendanaan Pengembangan SPAM Program Pengembangan SPAM Program SPAM yang dikembangkan oleh Pemerintah antara lain: A. Program SPAM IKK Kriteria Program SPAM IKK adalah: 1) Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM 2) Kegiatan: a) Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama) b) Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total 3) Indikator: a) Peningkatan kapasitas (liter/detik) b) Penambahan jumlah kawasan/ikk yang terlayani SPAM B. Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) Kriteria Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) adalah: 1) Sasaran: Optimalisasi SPAM IKK 2) Kegiatan: Stimulan jaringan pipa distribusi maksimal 40% dari target total SR untuk MBR 3) Indikator: a) Peningkatan kapasitas (liter/detik) b) Penambahan jumlah kawasan kumuh/nelayan yang terlayani SPAM C. Program Perdesaan Pola Pamsimas Kriteria Program Perdesaan Pola Pamsimas adalah: 1) Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM 2) Kegiatan: a) Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama) Bab 6-82

219 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci b) Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total 3) Indikator: a) Peningkatan kapasitas (liter/detik) b) Penambahan jumlah kawasan/ikk yang terlayani SPAM D. Program Desa Rawan Air/Terpencil Kriteria Program SPAM IKK adalah: 1) Sasaran: Desa rawan air, desa miskin dan daerah terpencil (sumber air baku relatif sulit) 2) Kegiatan: Pembangunan unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama 3) Indikator: Penambahan jumlah desa yang terlayani SPAM E. Program Pengamanan Air Minum Kriteria Program Pengamanan Air Minum adalah: 1) Sasaran: PDAM-PDAM dalam rangka mengurangi resiko 2) Kegiatan: Pengendalian kualitas pelayanan air minum dari hulu sampai hilir 3) Indikator: Penyediaan air minum memenuhi standar 4 K Kriteria Penyiapan (Readiness Criteria) Dalam pengusulan kegiatan-kegiatan Pengembangan SPAM, Kabupaten Bungo mengacu kepada Kelengkapan (readiness criteria) usulan kegiatan Pengembangan SPAM yang t elah ditetapkan. Adapun Kelengkapan (readiness criteria) sebagai berikut: 1. Tersedia Rencana Induk Pengembangan SPAM (sesuai PP No. 16 /2005 Pasal 26 ayat 1 s.d 8 dan Pasal 27 tentang Rencana Induk Pengembangan SPAM. 2. Tersedia dokumen RPI2JM bidang Cipta Karya 3. Tersedia studi kelayakan/justifikasi teknis dan biaya Bab 6-83

220 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Studi Kelayakan Lengkap: Penambahan kapasitas 20 l/detik atau diameter pipa JDU terbesar 250 mm Studi Kelayakan Sederhana: Penambahan kapasitas l/detik atau diameter pipa JDU terbesar 200 mm; Justifikasi Teknis dan Biaya: Penambahan kapasitas 10 l/detik atau diameter pipa JDU terbesar 150 mm; 4. Tersedia DED/Rencana Teknis (sesuai Permen No. 18/2007) 5. Ada indikator kinerja untuk monitoring Indikator Output: 100 % pekerjaan fisik Indikator Outcome: Jumlah SR/HU yang dimanfaatkan oleh masyarakat pada tahun yang sama 6. Tersedia lahan/ada jaminan ketersediaan lahan 7. Tersedia Dana Daerah Untuk Urusan Bersama (DDUB) sesuai kebutuhan fungsional dan rencana pemanfaatan sistem yang akan dibangun 8. Institusi pengelola pasca konstruksi sudah jelas (PDAM/PDAB, UPTD atau BLUD) 9. Dinyatakan dalam surat pernyataan Kepala Daerah tentang kesanggupan/ kesiapan menyediakan syarat-syarat di atas. Bab 6-84

221 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Skema Kebijakan Pendanaan Penyelenggaraan SPAM A. Skema Kebijakan Pendanaan Pengembangan SPAM Adapun skema kebijakan pendanaan pengembangan SPAM adalah tergambar dalam tabel dan gambar-gambar berikut berikut: Tabel Skema Kebijakan Pendananaan Pengembangan SPAM Kegiatan SPAM KOTA A ir Baku APBN Unit Produksi IKK APBN APBN APBN (s.d. Hidran Umum) Desa Rawan Air APBN APBN APBN (s.d. Hidran Umum) Desa dengan air baku mudah (Pamsimas) APBN APBD, PDAM, KPS, (APBN) APBN, APBD, Masyarakat Transmisi dan Distribusi (SR dan HU) APBN, PDAM, KPS, APBN (MBR) PAMSIMAS (APBN : 70%, APBD : 10%, dan Masyarakat : 20%. Catatan: Semua sistem yang sudah jadi dikelola oleh pemda/pdam/masyarakat; Keikutsertaan Pemda/PDAM/Masyarakat dalam proses pembangunan adalah keharusan; HU = Hidran Umum; SR = Sambungan rumah; MBR = Masyarakat Berpenghasilan Rendah Gambar Pembagian Kewenangan Pengembangan SPAM Bab 6-85

222 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Gambar Skema Pembiayaan Untuk SPAM IKK Gambar Skema Pembiayaan Untuk SPAM MBR Bab 6-86

223 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Gambar Skema Pembiayaan Untuk SPAM Perdesaan Gambar Skema Pembiayaan Untuk SPAM Daerah Rawan Air Bab 6-87

224 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci B. Pendekatan Pembiayaan APBN 1) Non Cost-Recovery a) Fasilitasi pengembangan SPAM (unit air baku dan unit produksi) pada IKK, kawasan perbatasan/ pulau terdepan; b) Fasilitasi pengembangan SPAM (unit air baku dan unit produksi) bagi kawasan-kawasan tertinggal (kawasan kumuh, kawasan nelayan, dan ibu kota kabupaten pemekaran; c) Fasilitasi pengembangan SPAM bagi perdesaan (desa rawan air) melalui pemicuan perubahan perilaku menjadi hidup bersih dan sehat, pembangunan modal sosial, capacity building bagi masyarakat, serta pembangunan dan pengelolaan SPAM berbasis masyarakat; dan d) Pengembangan SPAM skala kecil (perdesaan) pembiayaannya didorong melalui DAK. 2) Cost recovery a) Fasilitasi penyediaan air baku untuk air minum melalui kerjasama dengan Ditjen Sumber Daya Air; dan b) Fasilitasi penyediaan air minum (PDAM) di kawasan strategis (PKN, PKW, PKL, dll) dengan pendanaan melalui perbankan, Pemda/PDAM, serta KPS. C. Alternatif Pola Pembiayaan a) Equity adalah merupakan sumber pendanaan dari internal cash PDAM dan Pemda untuk program penambahan sambungan rumah (SR). Dilaksanakan oleh PDAM yang memiliki kecukupan dana untuk memenuhi sebagian kebutuhan investasi; b) Pinjaman Bank Komersial adalah merupakan sumber pembiayaan dari pinjaman bank komersial dengan jumlah equity tertentu sebagai pendamping pinjaman. Dilaksanakan oleh PDAM yang memiliki kecukupan dana pendamping dan menerapkan tarif minimal diatas harga pokok produksi (tarif dasar); c) Trade Credit adalah merupakan sumber pembiayaan dari pinjaman bank komersial melalui pihak ketiga (kontraktor/supplier) dan Bab 6-88

225 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci dibayar dengan angsuran dari pendapatan PDAM dalam masa tertentu (10 tahun atau lebih). Dilaksanakan oleh PDAM yang diperkirakan dapat mengangsur sesuai dengan perjanjian; d) Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) merupakan sumber pembiayaan dari badan usaha swasta (BUS) berdasarkan kontrak kerjasama antara BUS dengan pemerintah (BOT/Konsesi). Dilaksanakan di kabupaten/kota yang memiliki pasar potensial (captive market) dan telah dilengkapi dengan studi pra-fs dan kesiapan pemerintah daerah; e) Obligasi adalah merupakan sumber dana dari penerbitan surat utang yang akan dibayar dari pendapatan PDAM. Dilaksanakan oleh PDAM yang telah memiliki rating minimal BBB; Bab 6-89

226 6.4. Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Mengacu pada Permen PU Nomor. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Pemukiman mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang kebijakan, pengaturan, perencanaan, pembinaan, pengawasan, pengembangan dan standarisasi teknis di bidang air limbah, drainase dan persampahan permukiman. Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 656, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman menyelenggarakan fungsi: a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan air limbah, drainase dan persampahan; b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan air limbah, drainase dan persampahan termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial; c. Pembinaan investasi di bidang air limbah dan persampahan; d. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air limbah, drainase dan persampahan; dan e. Pelaksanaan tata usaha direktorat Air Limbah Beberapa peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan air limbah, antara lain: 1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Bab 6-90

227 2. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Peraturan ini mengatur penyelenggaraan prasarana dan sarana air limbah permukiman secara terpadu dengan penyelenggaraan sistem penyediaan air minum. 3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang. Mensyaratkan tersedianya sistem air limbah setempat yang memadai dan tersedianya sistem air limbah skala komunitas/kawasan/kota. 4. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/I/1998 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan Mengamanatkan bahwa Pengolahan yang dilakukan terhadap air buangan dimaksudkan agar air buangan tersebut dapat dibuang ke badan air penerima menurut standar yang diterapkan, yaitu standar aliran (stream standard) dan standar efluen (effluent standard). A. Lingkup Pengelolaan Air Limbah Air Limbah yang dimaksud disini adalah air limbah permukiman (Municipal Wastewater) yang terdiri atas air limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dari air sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia 186 Pedoman Penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya dari lingkungan permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). A ir buangan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap kualitas lingkungan sehingga perlu dilakukan pengolahan. Pengolahan air limbah permukiman di Indonesia ditangani melalui dua sistem yaitu sistem setempat (onsite) ataupun melalui sistem terpusat (offsite). Sanitasi sistem setempat (onsite) adalah sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah berada dalam batas tanah yang dimiliki dan merupakan fasilitas sanitasi individual sedangkan sanitasi system terpusat (offsite) adalah sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah dipisahkan dengan batas jarak dan mengalirkan Bab 6-91

228 air limbah dari rumah-rumah menggunakan perpipaan (sewerage) ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan Air Limbah A. Isu Strategis Pengembangan Air Limbah Permukiman a. Bahwa tatanan pola hidup bersih dan sehat belum berkembang secara merata pada hampir semua lini kehidupan bermasyarakat, dukungan kelembagaan sanitasi dalam semua tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara belum tertata dengan baik. Sistem kelembagaan yang lemah ini membawa konsekuensi luas terhadap PHBS dan kualitas lingkungan hunian dan permukiman penduduk. b. Bahwa hampir semua pengelolaan air limbah domestik di Kabupaten Kerinci baik di daerah-daerah perdesaan maupun perkotaan adalah menggunakan on site system dengan tingkat teknologi sederhana, sementara pengelolaan dengan off site system (terpusat) masih belum ada, sistem jaringan belum terstruktur dengan baik, di antaranya pembuangan akhir dialirkan ke sungai atau saluran drainase terdekat. Sarana IPAL atau IPLT belum tersedia. c. Kondisi di atas tentunya membawa pengaruh besar di dalam menempatkan pengelolaan air limbah tidak memenuhi standar/pedoman sistem pengelolaan air limbah baik melalui on site system, lebih-lebih pada off site system. d. Akses jamban masih rendah yakni hanya 59 % (sumber data Dinkes Kab. Kerinci), kondisi fisik jamban umumnya masih dibawah standar, ini terutama terjadi pada tatanan rumah tangga miskin bahkan pada tatanan masyarakat menengah. Tingkat pendidikan penduduk tidak menjamin bahwa suatu rumah tangga memiliki kualitas jamban sehat atau memiliki sistem sanitasi pengelolaan air limbah yang baik, sehingga yang paling menentukan adalah tingkat kepedulian. Bab 6-92

229 e. Belum ada kelembagaan yang kuat di dalam mengatur tatanan sistem pengelolaan air limbah atau sistem sanitasi, baik dilingkungan Pemerintah, masyarakat, maupun swasta. f. Keterlibatan pihak swasta sejauh ini hampir tidak kelihatan guna mendukung peningkatan kepedulian dan kesadaran masyarakat dan layanan pengelolaan limbah. g. Kerjasama dengan dunia usaha, unsur-unsur media sejauh ini belum berkembang, belum ada upaya-upaya promosi, publikasi dan sosialisasi yang betul-betul menyentuh pada peningkatan kepedulian masyarakat. h. Sistem kelembagaan yang lemah, kepedulian masyarakat, dunia usaha dan pemerintah yang lemah maka dukungan pendanaan dan pembiayaan dalam meningkatkan layanan sanitasi air limbah juga masih jauh diharapkan. B. Kondisi Eksisting Pengembangan Air Limbah Permukiman Gambaran umum kondisi eksisting system pengolahan air limbah yang ada saat ini di Kabupaten Kerinci adalah sebagai berikut: a. Aspek Teknis Kondisi eksisting pengembangan air limbah secara teknis dapat digambarkan pada tabel berikut: Tabel Kapasitas Pelayanan Eksisting Skala Kabupaten Prasarana dan Sarana Jumlah Kapasitas Sistem Pengolahan Lembaga Pengelola Keterangan Kondisi Truk Tinja 2 Unit l BLHD Baik IPLT Tidak Ada IPAL Tidak Ada Sumber : Buku Putih Sanitasi Kabupaten Kerinci (2013), Memorandum Program Sanitasi (2014) Dari tabel diatas dapat digambarkan bahwa saat ini Kabupaten Kerinci belum memiliki IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja) (Instalasi Pengolahan Air Limbah. dan IPAL Bab 6-93

230 Gambar Cakupan Pelayanan Sistem On Site Sumber : Memorandum Program Sanitasi Kabupaten Kerinci (2014) Dari grafik di atas telah terlihat bahwa persentase kepemilikan jamban pribadi adalah 59,0 %, pelayanan MCK/ WC Umum 7,3 %. Kepemilikan tangki septik yaitu sebesar 26,7 %. Tabel Pelayanan Air Limbah Berbasis Masyarakat No Lokasi Sistem Dibangun Cakupan Kondisi MCK ++ IPAL Komunal Tahun Pelayanan 1 Ds. Sangir Tengah v 2013 Kawasan Baik 2 Ds. Bedeng v 2011 Kawasan Baik Delapan 3 Ds. Siulak Deras v 2011 Kawasan Baik 4 Ds. Tambak v 2012 Kawasan Baik Tinggi 5 Betung Kuning v 2011 Kawasan Baik 6 Ds. Keluru v 2012 Kawasan Baik 7 Ds. Semerap v 2012 Kawasan Baik 8 Ds. Dusun Baru v 2010 Kawasan Baik Jujun 9 Ds. Lempur v 2010 Kawasan Baik Tengah Bab 6-94

231 Tabel Parameter Teknis Wilayah No. Uraian Besaran Keterangan Karakteristik Fisik Kota 1. Jumlah Penduduk Jiwa Tingkat Kepadatan - Sangat Tinggi (>400 jiwa/ha) 0 Km² - Tinggi ( jiwa/ha) 0 Km² - Sedang ( jiwa/ha) 0 Km² - Rendah (<200 jiwa/ha) Km² 2. Tipe Bangunan Rumah Tangga - Permanen 96, 70 % Unit - Semi Permanen 2,20 % Unit - Non Permanen 1,10 % Unit 3. Badan Air - Nama Badan Air Sungai Batang Sangir - Peruntukan Sumber Air Minum - Nama Badan Air Sungai Batang Merangin - Peruntukan Sumber Air Minum - Nama Badan Air Sungai Batang Merao - Peruntukan Sumber Air Minum - Nama Badan Air Danau Kerinci - Peruntukan Sumber Air Minum - Nama Badan Air Danau Gunung Tujuh - Peruntukan Pariwisata - Nama Badan Air Sungai Ampuh - Peruntukan Sumber Air Minum - Nama Badan Air Sungai Pendung - Peruntukan Sumber Air Minum - Nama Badan Air Sungai Ambai - Peruntukan Sumber Air Minum - Nama Badan Air Sungai Tanah Kampung - Peruntukan Sumber Air Minum - Nama Badan Air Sungai Sikabu - Peruntukan Sumber Air Minum - Nama Badan Air Sungai Mukai Tinggi Bab 6-95

232 No. Uraian Besaran Keterangan - Peruntukan Sumber Air Minum - Nama Badan Air Sungai Dedap - Peruntukan Sumber Air Minum - Nama Badan Air Sungai Muara Telago - Peruntukan Sumber Air Minum - Nama Badan Air Sungai Gunung Lumut - Peruntukan Sumber Air Minum - Nama Badan Air Sungai Tanduk - Peruntukan Sumber Air Minum - Nama Badan Air Sungai Lintang - Peruntukan Sumber Air Minum - Nama Badan Air Sungai Pelompek - Peruntukan Sumber Air Minum - Nama Badan Air Sungai Lingkat - Peruntukan Sumber Air Minum - Nama Badan Air Telago Kemuning - Peruntukan Sumber Air Minum - Nama Badan Air Sungai Soho - Peruntukan Sumber Air Minum Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Kerinci 2015; Rispam Kabupaten Kerinci 2013, PDAM Kerinci b. Pendanaan Di Kabupaten Kerinci pengelolaan air limbah untuk pendanaan CSR, Swasta dan Masyarakat belum terdata jumlah dan besarannya. Untuk pendanaan APBD II Kabupaten Kerinci untuk pengelolaan air limbah masih dibawah 1,25 % dari nilai total Belanja Langsung (tahun 2013), dan pendanaan dari DAK Sanitasi masih dalam kisaran dibawah 1,00 milyar/tahun. Untuk retribusi dari sector air limbah masih dibawah 50 juta/tahun, dengan peningkatan sebesar 1,3 % pertahun. c. Kelembagaan Untuk kelembagaan pengelola masih Badan Lingkungan Hidup tanpa ada pemisahan antara Legurator dan Operator. Bab 6-96

233 d. Peraturan Perundangan Aspek legal formal berupa peraturan dan kebijakan pengelolaan air limbah domestik di Kabupaten Kerinci sudah cukup lengkap, namun pelaksanaannya belum efektif. Bab 6-97

234 Tabel Daftar Peraturan Air Limbah Domestik Kabupaten Kerinci Target Capaian Ketersediaan Pelaksanaan Keterangan Ada (Sebutkan) Tidak Ada Efektif Dilaksanakan Belum Efektif Dilaksanakan Tidak Efektif Dilaksanakan AIR LIMBAH DOMESTIK Target capaian pelayanan pengelolaan air limbah domestik di KabKerinci Peraturan Daerah Kabupaten Kerinci Nomor 07 tahun 2008 tentang Pengendalian Dampak Lingkungan. v kewajiban dan sanksi bagi Pemerintah Kab/Kota dalam penyediaan layanan pengelolaan air limbah domestik Kewajiban dan sanksi bagi Pemerintah Kab/Kota dalam memberdayakan masyarakat dan badan usaha dalam pengelolaan air limbah domestik Kewajiban dan sanksi bagi masyarakat dan atau pengembang untuk menyediakan sarana pengelolaan air limbah domestik di hunian rumah Kewajiban dan sanksi bagi industri rumah tangga untuk menyediakan sarana pengelolaan air limbah domestik di tempat usaha Peraturan Daerah Kabupaten Kerinci Nomor 07 tahun 2008 tentang Pengendalian Dampak Lingkungan. Peraturan Daerah Kabupaten Kerinci Nomor 07 tahun 2008 tentang Pengendalian Dampak Lingkungan. Peraturan Daerah Kabupaten Kerinci Nomor 07 tahun 2008 tentang Pengendalian Dampak Lingkungan.. Peraturan Daerah Kabupaten Kerinci Nomor 07 tahun 2008 tentang Pengendalian Dampak Lingkungan. v v v v Bab 6-98

235 Target Capaian Ketersediaan Pelaksanaan Keterangan Ada (Sebutkan) Tidak Ada Efektif Dilaksanakan Belum Efektif Dilaksanakan Tidak Efektif Dilaksanakan Kewajiban dan sanksi bagi kantor untuk menyediakan sarana pengelolaan air limbah domestik di tempat usaha Kewajiban penyedotan air limbah domestik untuk masyarakat, industri rumah tangga, dan kantor pemilik tangki septik Peraturan Daerah Kabupaten Kerinci Nomor 07 tahun 2008 tentang Pengendalian Dampak Lingkungan. Peraturan Daerah Kabupaten Kerinci Nomor 07 tahun 2008 tentang Pengendalian Dampak Lingkungan. v v Retribusi penyedotan air limbah domestik Tatacara perizinan untuk kegiatan pembuangan air limbah domestik bagi kegiatan permukiman, usaha rumah tangga, dan perkantoran Peraturan Daerah Kabupaten Kerinci Nomor 07 tahun 2008 tentang Pengendalian Dampak Lingkungan. Peraturan Daerah Kabupaten Kerinci Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum Peraturan Daerah Kabupaten Kerinci Nomor 07 tahun 2008 tentang Pengendalian Dampak Lingkungan. v v Sumber : Buku Putih Sanitasi Kabupaten Kerinci (2013) Bab 6-99

236 e. Peran Serta Swasta dan Masyarakat Belum adanya pola kerjasama antara swasta dan Pemerintah Kabupaten Kerinci dalam pengelolaan air limbah domestik skala kabupaten. Peran serta masyarakat dalam penanganan limbah cair di Kabupaten Kerinci dalam pengolahan air limbah dapat dikategorikan sebagai berikut: 1) Bagi masyarakat yang sudah menyadari dan mampu secara finansial untuk penanganan limbah cair tidak mengalami kesulitan, artinya secara teknis dan kebutuhan sarana prasarana dapat secara langsung disediakan oleh si pemrakarsa. 2) Bagi masyarakat yang belum sadar dan mayoritas tidak mampu (secara finansial) sangat sulit untuk penanganan limbah cair di lingkungannya hal ini karena keterbatasan akan kesadaran dan biaya yang harus dikeluarkan. Kesadaran masyarakat dalam pengelolaan air limbah domestik masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya masyarakat yang menggunakan sungai sebagai pembuangan limbah domestiknya, meskipun sudah memiliki jamban pribadi dan septictank. C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Air Limbah 1. Permasalahan Berbagai permasalahan terkait penyelenggaraan pengelolaan air limbah di Kabupaten Kerinci dapat diuraikan melalui tabel berikut ini : Tabel Permasalahan Pengelolaan Air Limbah yang Dihadapi No. Aspek Pengelolaan Air Limbah Permasalahan A. Kelembagaan - Bentuk Organisasi Pengelola masih tergabung dengan Badan Lingkungan Hidup - Tata Laksana (Tupoksi, SOP, dll) - Kualitas dan Kuantitas SDM B. - Perundangan terkait sector air limbah C. Pembiayaan - Sumber-sumber pembiayaan (APBD Tata laksana tergabug dengan tata laksana Dinas SDM pengelola masih terbatas Belum efektif nya perundangan Kurangnya pendanaan dari APBD Kabupaten sendiri untuk pengelolaan air Yang Sudah Dilakukan Sudah terbentuknya POKJA Sanitasi Tindakan Yang Akan Dilakukan Membentuk organisasi pengelola air limbah Penerbitan tata laksana pengelola air limbah Pelatihan SDM Pengelola air limbah Menertibkan segera perundangan terkait air limbah Meningkatkan pendanaan air limbah Bab 6-100

237 No. Aspek Pengelolaan Air Limbah Prop/Kab/ Kota/ Swasta/ Masyarakat) - Retribusi libah Permasalahan Pendapatan dari retribusi masih kecil Yang Sudah Dilakukan Tindakan Yang Akan Dilakukan dari APBD, swasta dan masyarakat Peningkatan pendapatan retribusi seiring dengan peningkatan infrastruktur dan pelayanan D. Peran serta Masyarakat dan Swasta Masih rendahnya peran masyarakat dan swasta dalam pengelolaan air limbah E. Teknis Operasional: 1. Sistem On Site Sanitation: - MCK Cakupan pelayanan masih 7,3 % pada tahun Jamban keluarga/ cubluk/ septik tank Cakupan kepemilikan jamban pada saat ini adalah 59,0 % dan jamban yang memenuhi syarat kesehatan sebesar 26,7 % Penyuluhan tentang hidup bersih dan sehat Menganggarakan pendanaan DAK untuk program MCK ++ Peningkatan kesadaran masyarakat melalui penyuluhan dan berita dimedia masa Menganggarakan pendanaan DAK untuk program MCK ++ Penyuluhan mengenai jamban sehat individu - Septik tank komunal Belum memiliki septik tank komunal Pembangunan septik tank komunal di kawasan kumuh - PS Sanimas Belum memiliki PS Sanimas - Truk Tinja Baru memiliki 2 unit Truk Tinja Pengadaan truk tinja - IPLT IPLT belum ada Pelaksanaan pembangunan IPLT 2. Sistem Off Site Sanitation - Sambungan Rumah Belum Memiliki IPAL Membangun sambungan rumah seiring pembangunan IPAL - Sistem jaringan pengumpul Belum Memiliki IPAL Membangun system jaringan pengumpul seiring dengan pembangunan IPAL - Sistem sanitasi berbasis Belum Memiliki Sanimas masyarakat - IPAL Belum Memiliki IPAL Pelaksanaan pembangunan IPAL Sumber : Dokumen BPS, SSK dan MPS Kabupaten Kerinci Dari tabel diatas dapat digambarkan permasalahan sektor air limbah di Kabupaten Kerinci adalah sebagai berikut : a. Lembaga pengelola Air Limbah masih tergabung antara legulator dan operator serta kurang dan lemahnya kualitas SDA, b. Belum optimalnya Peraturan Perundangan terkait Air Limbah, c. Belum tergalinya potensi pembiayaan dari swasta dan masyarakat, d. Belum adanya fasilitas sanitasi skala kawasan maupun kota, e. Masih rendahnya kepemilikan jamban sehat keluarga. Bab 6-101

238 2. Tantangan dan Peluang Pengembangan Sektor Air Limbah a. Tantangan Internal mencakup: 1. Cakupan pelayanan air limbah (on -site) septik tank individual 55,9%, dan yang memenuhi syarat baru mencapai 76,3 %, cakupan pelayanan MCK masih 0,62 %, 2. Cakupan pelayanan air limbah (off -site) skala kota dan kawasan 0 %, 3. Masih rendahnya kesadaran masyarakat akan pengelolaan air limbah, 4. Belum adanya kelembagaan pengelola air limbah, 5. Belum tegalinya potensi pendanaan dari swasta, 6. Rendahnya alokasi dana APBD II untuk sektor sanitasi, 7. Belum maksimalnya koordinasi antar SKPD dalam penetapan kebijakan terkait air limbah, 8. Belum adanya Peraturan Perundangan terkait air limbah, 9. Pemahaman Legislatif yang rendah terhadap sector air limbah, 10. Kurangnya sosialisasi tentang pentingnya pengolahan air limbah. b. Tantangan Eksternal mencakup: 1. Target RPJMN 100% akses terhadap sanitasi layak, dan Menjamin ketahanan air melalui peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku dalam pemanfaatan air minum dan pengelolaan sanitasi, 2. Target pelayanan dasar bidang PU yang menjadi tanggung jawab pemerintah Kabupaten/ Kota berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 01/PRT/M/2014. Tabel Standar Pelayanan Minimal Bidang Cipta Karya berdasarkan Permen PU No. 1 Tahun 2014 Jenis Pelayanan Dasar Standar Pelayanan Minimal Batas Waktu Pencapaian Ket Indikator Nilai Penyediaan Sanitasi Meningkatnya kualitas sanitasi Persentase penduduk yang terlayani system air limbah yang memadai 60 % 2019 Dinas yang membidangi PU Bab 6-102

239 Peluang dalam pengelolaan air limbah adalah bahwa telah diaturnya kewajiban penanggulangan pencemaran terhadap lingkungan dan perlindungan sumber air baku dalam tataran undang-undang sampai dengan peraturan daerah. Peraturan perundangan juga telah mengatur keterpaduan penanganan air limbah dengan pengembangan system penyediaan air minum. Peluang yang lain adalah adanya penigkatan kesadaran sebagian masyarakat dalam penyelenggaraan air limbah permukiman serta potensi pembiayaan dari CRS yang ada di Kabupaten Kerinci Analisis Kebutuhan Pengelolaan Air Limbah Dari substansi sebelumnya telah dapat diketahui bahwa Kabupaten Kerinci masih membutuhkan banyak hal dalam konteks upaya pengembangan sistem pengelolaan air limbah. Masih minimnya pelayanan sistem pengelolaan limbah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor karakter kawasan permukiman Kabupaten Kerinci seperti yang telah dijelaskan pada substansi sektor sebelumnya. Analisis kebutuhan pengelolaan air limbah Kabupaten Kerinci dapat diuraikan melalui tabel berikut ini : Tabel Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah No. Uraian Kondisi Kebutuhan Eksisting Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Tahun V A Peraturan terkait sektor air limbah - Ketersediaan Peraturan bidang air limbah Ada Diefektifkan Diefektifkan Diefektifkan Diefektifkan Diefektifkan B Kelembagaan - Bentuk Tergabung UPTD UPTD UPTD organisasi dengan Dinas - Ketersediaan Menggunakan v v v tata laksana tata laksana Dinas - Kualitas dan kuantitas Terbatas v v v C SDM Pembiayaan - Sumber pembiayaan - Tarif retribusi - Realisasi penarikan Masih dari APBN dan APBD APBN/APBD/ Swasta APBN/APBD/ Swasta APBN/APBD/ Swasta APBN/APBD/ Swasta APBN/APBD/ Swasta Sudah ada v v v v v 33,8 juta dari target 50 jt 187 Juta 375 Juta 750 Juta 1,1 M 1,5 M Bab 6-103

240 No. Uraian Kondisi Kebutuhan Eksisting Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Tahun V retribusi (67 %) D Peran swasta Tidak Ada v v v v v dan masyarakat E Sistem setempat (on site) - Ketersediaan Tidak Ada Pengadaan Perencanaan Pembangunan Operasional Operasional dan kondisi IPLT Lahan - Kapasitas - 15 m³/hari 15 m³/hari 15 m³/hari IPLT - Tingkat - 20 % 30 % 40 % cakupan pelayanan IPLT - Ketersediaan 2 unit, baik 2 Unit 2 Unit 5 Unit 7 Unit 8 Unit dan kondisi Truk Tinja - Biaya O & P 235,8 juta 235,8 juta 250 Juta 270 Juta 300 Juta 300 Juta F - Kuantitas efluen IPLT (BOD dan COD) - Ketersediaan system pengolahan air limbah skala kecil/ kawasan/ komunitas Sistem Terpusat (off site) - Ketersediaan dan kondisi IPAL - Kapasitas IPAL - Tingkat cakupan pelayanan IPAL BOD >100 mg/l COD >25 mg/l BOD >100 mg/l COD >25 mg/l BOD >100 mg/l COD >25 mg/l Tidak Ada 1 Unit 2 Unit 3Unit Tidak Ada 1 Unit 1 Unit 0 m³/hari 100 m³/hari 100 m³/hari 0 % 10 % 15 % - Biaya O & P Tidak Ada 75 juta 100 juta Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Air Limbah A. Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Air Limbah 1. Kriteria Lokasi a. Kawasan rawan sanitasi (padat, kumuh dan miskin) yang memungkinkan penerapan kegiatan Sanitasi berbasis masyarakat (Sanimas) atau kawasan yang sudah memiliki SK Kawasan Kumuh, b. Kawasan rumah sederhana sehat (RSH) yang berminat. Bab 6-104

241 2. Lingkup Kegiatan a. Rekruitmen dan pembiayaan Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) untuk kegiatan Sanitasi Berbasis Masyarakat, b. Pelatihan TFL secara regional termasuk refreshing/coaching, c. Pengadaan material dan upah kerja untuk pembangunan prasarana air limbah (septic tank kom unal, MCK++, IPAL komunal), d. TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan pelatihan KSM/mandor/tukang dan pemberdayaan masyarakat, e. Pembangunan jaringan pipa air limbah dan IPAL untuk kawasan RSH, f. Membangun/rehabilitasi unit IPLT dan peralatannya dalam rangka membantu pemulihan atau meningkatkan kinerja pelayanan, g. Sosialisasi/diseminasi NSPM pengelolaan Sanitasi Berbasis Masyarakat dan pengelolaan Septic Tank, h. Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat, i. penyediaan media komunikasi (b rosur, pamflet, baliho, iklan layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya). 3. Kriteria Kesiapan a. Sudah memiliki RPI2JM CK dan SSK/Memorandum Program, b. Sudah memiliki lahan untuk pembangunan IPLT, c. Pemerintah kota bersedia menyediakan alokasi dana untuk biaya operasi dan pemeliharaan. Bab 6-105

242 Gambar Sistem Pengelolaan Air Limbah Setempat dan Komunal B. Pembangunan Prasarana Air Limbah Terpusat (off-site) 1. Kriteria Lokasi a. Kota yang telah mempunyai infrastruktur air limbah system terpusat (sewerage system), b. Kota yang telah menyusun Master Plan Air Limbah serta DED, c. sasaran kota (pusat kota) besar/metropolitan dengan penduduk > 1 juta jiwa. 2. Lingkup Kegiatan a. Rehabilitasi unit IPAL dan peralatannya dalam rangka membantu pemulihan atau meningkatkan kinerja pelayanan, b. Pengadaan/pemasangan pipa utama (main trunk sewer) dan pipa utama sekunder (secondary main trunk sewer) yaitu pengembangan jaringan perpipaan untuk mendukung perluasan kemampuan pelayanannya dalam rangka pemanfaatan kapasitas idle, c. TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan pelatihan operator IPAL, d. Sosialisasi/diseminasi NSPM pengelolaan IPAL, e. Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat, Bab 6-106

243 f. Penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya). 3. Kriteria Kesiapan a. Sudah memiliki RPI2JM CKdan SSK/Memorandum Program, b. pemerintah kota bersedia menyediakan alokasi dana untuk pembangunan pipa lateral & sambungan rumah dan biaya operasi dan pemeliharaan. Gambar Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat/Off Site (skala kota) Dalam pengembangan pengolahan air limbah sistem terpusat, pemerintah pusat memiliki peran melakukan pembangunan IPAL dan mengembangkan jaringan pipa sewer sampai dengan pipa lateral. Sedangkan pemerintah kabupaten/kota mempunyai peran dalam penyediaan lahan, penyediaan biaya operasi dan pemeliharaan, dan pembangunan sambungan rumah. Bab 6-107

244 Persampahan Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan A. Arahan Kebijakan Pengelolaan Persampahan Beberapa peraturan perundangan yang mengamanatkan tentang system pengelolaan persampahan, antara lain: 1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Berdasarkan undang-undang No. 17 tahun 2007, aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan sarana dan prasarana masih rendah, yaitu baru mencapai 18,41 persen atau mencapai 40 juta jiwa. 2. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Peraturan ini mengatur penyelenggaraan pengelolaan sampah yang mencakup pembagian kewenangan pengelolaan sampah, pengurangan dan penanganan sampah, maupun sanksi terhadap pelanggaran pengelolaan sampah. Pasal 20 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan penyelenggaraan pengelolaan sampah sebagai berikut: a. Menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu; b. Memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan; c. Memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan; d. Memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan e. Memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang. Pasal 44 disebutkan bahwa pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) yang dioperasikan dengan sistem pembuangan terbuka (open dumping) paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak diberlakukannya Undang-Undang 18 tahun 2008 ini. 3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Peraturan ini menyebutkan bahwa PS Persampahan meliputi proses pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir, yang dilakukan secara terpadu. Bab 6-108

245 4. Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Peraturan Pemerintah ini merupakan pengaturan tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang meliputi: a. kebijakan dan strategi pengelolaan sampah; b. penyelenggaraan pengelolaan sampah; c. kompensasi; d. pengembangan dan penerapan teknologi; e. sistem informasi; f. peran masyarakat; dan g. pembinaan. 5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang. Peraturan ini mensyaratkan tersedianya fasilitas pengurangan sampah di perkotaan dan sistem penanganan sampah di perkotaan sebagai persyaratan minimal yang harus dipenuhi oleh Pemerintah/Pemda. 6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Ruang lingkup Peraturan menteri ini meliputi Perencanaan Umum, Penanganan Sampah, Penyediaan Fasilitas Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah, dan Penutupan/Rehabilitasi TPA. B. Ruang Lingkup Pengelolaan Persampahan Sampah dapat didefinisikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah yang dikelola dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan UU 18 tahun 2008 yaitu: 1. Sampah rumah tangga yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga (tidak termasuk tinja); Bab 6-109

246 2. Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dll; 3. Sampah spesifik meliputi sampah beracun, sampah akibat bencana, bongkaran bangunan, sampah yang tidak dapat diolah secara teknologi, dan sampah yang timbul secara periodik. Sampah spesifik harus dipisahkan dan diolah secara khusus. Apabila belum ada penanganan sampah B3 maka perlu ada tempat penampungan khusus di TPA secara aman sesuai peraturan perundangan. Pengelolaan sampah dapat didefinisikan sebagai semua kegiatan yang berkaitan dengan pengendalian timbulan sampah, pengumpulan, transfer dan transportasi, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah dengan mempertimbangkan faktor kesehatan lingkungan, ekonomi, teknologi, konservasi, estetika, dan faktor lingkungan lainnya Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan A. Isu Strategis Pengembangan Persampahan. Beberapa isu strategis pengembangan persampahan di Kabupaten Kerinci meliputi : a. TPA masih menggunakan system Open dumping; b. Belum mencukupinya jumlah sarana dan prasarana yang mendukung pengelolaan sampah; c. Belum tersedia peraturan/kebijakan khusus di daerah yang mengatur persampahan; d. SKPD yang menangani Sanitasi terpisah dan masih tergabung dalam sub bidang; e. Masih kurangnya dana untuk pembangunan sektor persampahan; f. Masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat; g. Belum optimalnya kegiatan sosialisasi; Bab 6-110

247 B. Kondisi Eksisting Pengembangan Persampahan. a. Aspek Teknis Kondisi eksisting aspek teknis pengelolaan persampahan di Kabupaten Kerinci dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel Teknis Operasional Pelayanan Persampahan Saat Ini No Uraian Volume Keterangan 1. Cakupan Pelayanan 10,6 % 2. Perkiraan timbunan sampah M³/hari 3. Timbunan sampah yang terangkut: - Permukiman 470,5 M³/hari - Non Permukiman 156,8 M³/hari - Total 627,4 M³/hari 4. Kapasitas Pelayanan TPA.. m³/hari Tidak ada data, TPA masih Open Dumping Sumber : Buku Putih Sanitasi Kabupaten Kerinci, 2013 Dari table diatas dapat digambarkan teknis operasional pelayanan persampahan saat ini di Kabupaten Kerinci untuk cakupan pelayanan masih 10,6 %. Perkiraan timbunan sampah m³/hari berdasarkan asumsi tibulan sampah perorang 0,025 m³/hari. Bab 6-111

248 Sistem Pengelolaan/ Sub Sistem Prasarana dan Sarana Satuan Kapasitas per Unit DIKELOLA OLEH MASYARAKAT Pewadahan a. Bin/ Tong Sampah Buah Pengumpulan a. Gerobak sampah Unit b. Becak sampah Unit c. TPS 3 R Buah Tabel Kondisi Eksisting Pengembangan Persampahan di Kabupaten Kerinci Jumlah Lokasi Layanan Tahun Pengadaan Kondisi Keterangan Sumber Jumlah Dana Biaya Penampungan a. Transfer depo Buah Sementara b. Container Buah Pengangkutan a. Dump Truck Unit b. Arm Roll Truck Unit Pengolahan a. Pengomposan Unit b. Daur ulang Unit DIKELOLA OLEH PEMERINTAH Pewadahan a. Bin/ Tong Sampah buah 50 m³ Baik Pengumpulan a. Gerobak sampa buah 3 m³ 2 Baik b. Becak sampah buah c. TPS buah 32 m³ Baik Penampungan a. Transfer depo Unit 2 m³ Baik Sementara b. Container Unit 6 m³ Baik Pengangkutan a. Dump Truck Unit 6 m³ Baik b. Arm Roll Truck Unit 4 m³ Baik c. Motor Roda Tiga Unit Pengolahan a. Pengomposan Unit 1 m³ Baik b. Daur ulang Unit Tempat Pengolahan Akhir (TPA) TPA Sanggaran Agung (system yang digunakan open dumping) telah ditutup oleh masyarakat TPA 1. Pembuangan Akhir a. Alat berat Unit 1 Regional 2007 Baik b. Luas area TPA Ha 10 Regional 1996 Ditutup Status tanah milik Pemda 2. Pengendalian pencemaran di TPA a. Lapisan kedap air Bth 300 Regional 2007 Baik b. Perpipaan m Ø 30 cm 25 Regional 2007 Baik pengumpulan lindi c. Instalasi Unit 48 m² 2 Regional 2007 Baik pengolahan lindi d. Buffer zone e. Pipa gas metan m 48 Regional 2005 Rusak Bab 6-112

249 f. Sumur monitoring g. Drainase air hujan m 1650 Regional 2001 Rusak 3. Sarana penunjang a. Jalan masuk m 2000 Regional 2001 Baik b. Kantor Unit 1 Regional 2001 Rusak c. Pos jaga d. Bengkel, Unit 48 m² 1 Regional 2001 Rusak garasi, cuci kendaraan e. Jembatan timbang DIKELOLA OLEH SWASTA Pewadahan a. Bin/ Tong Sampah Pengumpulan a. Gerobak sampah b. Becak sampah c. Lainnya Penampungan a. Transfer depo Sementara b. Container Pengangkutan a. Dump Truck b. Arm Roll Truck Pengolahan a. Pengomposan b. Daur ulang Sumber : Dinas tata kota Kabupaten Kerinci 2014 Bab 6-113

250 Dari tabel diatas dapat digambarkan kondisi eksisting pengembangan persampahan Kabupaten Kerinci masih kekurangan sarana dan prasarana, dan juga TPA Sanggaran Agung telah ditutup oleh masyarakat, butuh penyadaran dan teknologi baru agar supaya pencemaran TPA tidak mengganggu masyarakat sekitar. b. Aspek Pendanaan Kondisi aspek pendanaan pengembangan persampahan di Kabupaten Kerinci dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel Kondisi Pendanaan Sektor Persampahan No Subsektor Belanja (Rp) x 1000 Rata-rata Pertumbuhan (%) 1 Sampah 1.a Pendanaan -16 % Investasi Persampahan Tabel Potensi Pembiayaan Sektor Persampahan sektor Retribusi Sanitasi Tahun (Rp) x 1000 Pertumbuhan (%) Retribusi Sampah Realisasi retribusi Potensi retribusi ,2 % 22,16 % Dari tabel diatas untuk pendanaan sector persampahan masih relative kecil, dan pendapatan retribusi juga masih kecil dari target yang ditetapkan. c. Kelembagaan Belum terbentuknya pengelolaan sampah di tingkat kelurahan maupun kecamatan sehingga pengelolaan sampah di Kab.Kerinci di titik berat kan pada pengelolaan oleh petugas kebersihan di tingkat kabupaten melalui Badan Lingkungan Hidup. Bab 6-114

251 PERENCANAAN Tabel Pemangku Kepentingan dalam Pengelolaan Persampahan FUNGSI Menyusun target pengelolaan sampah skala kab/kota, Menyusun rencana program persampahan dalam rangka pencapaian target Pemerintah Kabupaten/Kota PEMANGKU KEPENTINGAN Swasta Masyarakat BLHD - - BLHD - - Menyusun rencana anggaran program persampahan dalam rangka pencapaian target PENGADAAN SARANA Menyediakan sarana pewadahan sampah di sumber sampah Menyediakan sarana pengumpulan (pengumpulan dari sumber sampah ke TPS) BLHD - - BLHD - - BLHD - - Membangun sarana Tempat BLHD - - Penampungan Sementara (TPS) Membangun sarana pengangkutan BLHD - - sampah dari TPS ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Membangun sarana TPA BLHD - - Menyediakan sarana composting BLHD - - PENGELOLAAN Mengumpulkan sampah dari sumber ke BLHD - - TPS Mengelola sampah di TPS BLHD - - Mengangkut sampah dari TPS ke TPA BLHD - - Mengelola TPA BLHD - - Melakukan pemilahan sampah* BLHD - Masyarakat Melakukan penarikan retribusi sampah BLHD - - Memberikan izin usaha pengelolaan sampah PENGATURAN DAN PEMBINAAN BLHD - - Mengatur prosedur penyediaan layanan sampah (jam pengangkutan, personil, peralatan, dll) Melakukan sosialisasi peraturan, dan pembinaan dalam hal pengelolaan sampah Memberikan sanksi terhadap pelanggaran pengelolaan sampah MONITORING DAN EVALUASI Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap capaian target pengelolaan sampah skala kab/kota BLHD - - BLHD, Dinkes - - BLHD - - BLHD - - Bab 6-115

252 FUNGSI Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kapasitas infrastruktur sarana pengelolaan persampahan Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap efektivitas layanan persampahan, dan atau menampung serta mengelola keluhan atas layanan persampahan PEMANGKU KEPENTINGAN Pemerintah Kabupaten/Kota Swasta Masyarakat BLHD, PU - - BLHD - - d. Peraturan Perundang-undangan Kondisi substansi peraturan perundang-undangan terkait pengembangan persampahan di Kabupaten Kerinci dapat dilihat pada tabel berikut ini : PERSAMPAHAN Tabel Daftar Peraturan Persampahan di Kabupaten Kerinci Peraturan Ketersediaan Pelaksanaan Keterangan Target capaian pelayanan pengelolaan persampahan di Kab/Kota ini Kewajiban dan sanksi bagi Pemerintah Kab/Kota dalam menyediakan layanan pengelolaan sampah Kewajiban dan sanksi bagi Pemerintah Kab/Kota dalam memberdayakan masyarakat dan badan usaha dalam pengelolaan sampah Kewajiban dan sanksi bagi masyarakat untuk mengurangi sampah, menyediakan tempat sampah di hunian rumah, dan membuang ke TPS Kewajiban dan sanksi bagi kantor / unit usaha di kawasan komersial / fasilitas social / fasilitas umum untuk mengurangi sampah, Ada (Sebutka n) Tidak Ada v v v v v Efektif Dilaksan akan Belum Efektif Dilaksan akan Tidak Efektif Dilaksan akan Masih dalam Proses Pembahasan Perda Ke DPRD Masih dalam Proses Pembahasan Perda Ke DPRD Masih dalam Proses Pembahasan Perda Ke DPRD Masih dalam Proses Pembahasan Perda Ke DPRD Masih dalam Proses Pembahasan Perda Ke DPRD Bab 6-116

253 Peraturan Ketersediaan Pelaksanaan Keterangan menyediakan tempat sampah, dan membuang ke TPS Ada (Sebutka n) Tidak Ada Efektif Dilaksan akan Belum Efektif Dilaksan akan Tidak Efektif Dilaksan akan Pembagian kerja pengumpulan sampah dari sumber ke TPS, dari TPS ke TPA, pengelolaan di TPA, dan pengaturan waktu pengangkutan sampah dari TPS ke TPA Kerjasama pemerintah kab/kota dengan swasta atau pihak lain dalam pengelolaan sampah Retribusi sampah atau kebersihan Peratura n Daerah Kabupate n Kerinci Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum v v v Masih dalam Proses Pembahasan Perda Ke DPRD Masih dalam Proses Pembahasan Perda Ke DPRD Perda tersebut masih secara global atau umum, dimana semua perda masih termasuk ke dalam perda tersebut e. Peran Serta Masyarakat Kesadaran masyarakat masih kurang dalam pengelolaan sampah adalah salah satu kendala dalam pengendalian pencemaran sampah rumah tangga disamping keterbatasan sarana dan prasarana persampahan. Untuk kegiatan promosi sector persampahan telah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Kerinci, seperti terlampir dalam tabel berikut. Bab 6-117

254 Tabel Kegiatan Komunikasi Sektor Persampahan No Kegiatan Tahun Dinas Pelaksana Tujuan kegiatan 1. Studi 2013 Dinkes Untuk EHRA mendapatk an gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan Khalayak sasaran Masyarakat Pesan kunci Pentingnya Sanitasi Yang Sehat Pembelajaran Memberikan Advokasi Tentang Pentingnya Layanan Sanitasi, Prohisan, sampah, limbah dan Drainase 2. Penyuluha n Tentang Perilaku Hidup Sehat Adiwiyata Dinkes BLHD Sosialisasi dan Penyuluha n Tentang Perilaku Hidup Sehat Sosialisasi sekolah yang peduli Lingkunga n yang bersih dan sehat Masyarakat, Siswa Sekolah dan Puskesmas Sekolah SD, SMP, SMA Menciptakan Perilaku Hidup Sehat Masyarakat Menciptakan pemahaman murid yang berwawasan Lingkungan Bersih dan Sehat Terhindarkan dari Keracunan dsb. Menciptakan perilaku Hidup Bersih dan Sehat di lingkungan Sekolah Tabel Media Komunikasi dan Kerjasama Terkait Komponen Persampahan No Jenis Media Khalayak Pendanaan Isu yang Diangkat 1. Tribun Jambi 2. Banner, pamflet, papan reklame kesehatan Masyarakat Tribun Jambi Terkait masalah TPA masyarakat Dinkes Perilaku hidup Bersih dan Sehat Pesan Kunci Kelebihan Volume Sampah Di TPA Ciptakan Perilaku HidupBersih dan Sehat Efektivitas Pengelolaan Persampahan diatur kembali Bebas asap rokok dan Sanitasi yang layak. Bab 6-118

255 C. Kondisi Eksisting Pengembangan Persampahan. a) Identifikasi Permasalahan Persampahan Identifikasi permasalahan pengembangan persampahan di Kabupaten Kerinci diuraikan berdasarkan beberapa aspek pada tabel berikut ini : Tabel Permasalahan Pengelolaan Persampahan Yang Dihadapi No. Aspek Pengelolaan Persampahan 1. Kelembagaan: - Bentuk Organisasi Pengelola Permasalahan Organisasi pengelola masih bergabung antara operator dan regulator - Tata Laksana Tata laksana masih tergabung dengan Dinas - Kualitas dan Kuantitas SDM 2. Pembiayaan - Sumber-sumber pembiayaan Terbatas Sumber pendanaan masih berasal dari APBN dan APBD, untuk CSR masih relati kecil - Retribusi Pendapatan dari retribusi masih relative kecil 3. Perundangan Kurangnya perundangan mengenai persampahan 4. Peran serta Masyarakat dan Swasta Masih rendahnya kesadaran masyarakat dan belum tergalinya partisipasi swasta 5. Teknis Operasional: - Dokumen perencanaan Masih belum terealisasinya hasil dokumen perencanaan - Pewadahan Masih terbatasnya pewadahan sampah - Pengumpulan Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengumpulan dan pemilahan sampah - Penampungan Sementara Masih kurangnya penampungan Yang Sudah Dilakukan Sudah ada peraturan penarikan retribusi persampahan Sosialisasi dan kampanye sector persampahan Tindakan Yang Akan Dilakukan Pembentukan Organisasi pengelola sampah yang terpisah dengan dinas Pembuatan tata laksana organisasi pengelola Peningkatan jumlah dan kualitas SDM pengelola Menggali sumber pendanaan non pemerintah Peningkatan retribusi seiring peningkatan layanan persampahan Perlu diadakannya peraturan lain terkait persampahan Peningkatan peran serta masyarakat dan swasta Segera menyiapkan dokumen perencanaan terkait usulan untuk APBN Menggali potensi pendanaan dari swasta dan masyarakat untuk pewadaha sampah Meningkatakan peran serta masyarakat dan swasta untuk pengumpulan sampah Meningkatkan peran serta swasta dan Bab 6-119

256 No. Aspek Pengelolaan Persampahan Permasalahan sementara - Pengangkutan Masih kurangnya sarana pengangkutan - Pengolahan 3R Pengolahan 3R masih minim - Pengelolaan Akhir di TPA TPA masih menggunakan system open dumping - Pengendalian pencemaran di TPA Sarana pengendalian pencemaran TPA masih minim - Sarana penunjang TPA Masih kurangnya sarana penunjang TPA Yang Sudah Dilakukan Tindakan Yang Akan Dilakukan masyarakat untuk pembangunan penampungan sementara Pengadaan armada pengangkutan sampah dan peningkatan pelayanan pengangkutan Penabahan sarana 3R untuk daerah yang tidak terlayani oleh TPA Pembangunan TPA system control landfill Pembangunan infrastruktur TPA lengkap dan pengawasan berkala terhadap potensi pencemaran limbah TPA Pembangunan sarana peunjang TPA Dari tabel diatas dapat digambarkan permasalahan pengelolaan persampahan yang dihadapi di Kabupaten Kerinci adalah TPA masih menggunakan system Open Dumping dan di protes oleh masyarakat sekitar, belum terpisahnya operator dan regulator pengelola persampahan, belum adanya produk perundangan dan peraturan sector persampahan dan rendahnya kesadaran dan partisipasi masyarakat serta swasta. b) Tantangan Pengembangan Persampahan Beberapa tantangan yang dihadapi oleh Kabupaten Kerinci dalam pengembangan persampahan adalah sebagai berikut : 1. Belum tersedianya TPA dengan system sanitary landfill ; 2. Luasnya wilayah pelayanan persampahan ; 3. Cakupan pelayanan persampahan masih sekitar 10,6 % (belum memenuhi SPM) ; 4. Masih minimnya sarana dan prasarana sector persampahan ; Bab 6-120

257 5. Masih rendahnya alokasi dana APBD II untuk sector persampahan ; 6. Masih rendahnya kesadaran masyarakat akan pemilahan dan pengolahan sampah ; 7. Belum adanya skema strategi untuk kerjasama dengan swasta/kelompok masyarakat dalam pengelolaan persampahan ; 8. Belum optimalnya fungsi operator dan regulator SKPD terkait ; 9. Kondisi kualitas dan kuantitas SDM yang masih terbatas ; Salah satu tantangan utama dalam pengembangan persampahan adalah pemenuhan SPM pengembangan persampahan. SPM pengembangan persampahan tertuang didalam Permen PU No.01 Tahun 2014 berikut ini: Penyediaan Sanitasi Tabel SPM Pengembangan Persampahan Jenis Pelayanan Dasar Standar Pelayanan Minimal Batas Indikator Nilai Waktu Pencapaian Meningkatnya Persentase kualitas pengurangan sanitasi (air sampah limbah, perkotaan persampahan Persentase dan drainase) pengangukutan permukiman sampah perkotaan Persentase pengoperasian TPA Ket 20 % 2019 Dinas yang membidangi 70 % 2019 Dinas yang membidangi 70 % 2019 Dinas yang membidangi Dari tabel SPM diatas dapat terlihat bahwa waktu yang ditetapkan untuk pencapaian pelayanan minimal sektor persampahan adalah pada Tahun Jika dibandingkan dengan kondisi eksisting pada saat ini, diketahui bahwa pelayanan persampahan di Kabupaten Kerinci belum memenuhi target yang digariskan, oleh karena itu perlu upaya untuk memenuhi target pelayanan tersebut walaupun telah melaewati batas waktu. Bab 6-121

258 Analisis Kebutuhan Pengembangan Persampahan Analisa terhadap kebutuhan pengembangan persampahan di Kabupaten Kerinci didasarkan terutama terhadap pemenuhan SPM dan konsep pengembangan yang mampu melayani seluruh kawasan permukiman yang cenderung menngelompok dan menyebar. Analisa kebutuhan pengembangan persampahan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini : No. Uraian Kondisi Eksisting A. Peraturan terkait Persampahan - Ketersediaan Peraturan bidang Persampahan Tabel Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah Hanya ada Peraturan retribusi B. Kelembagaan - Bentuk Organisasi Tergabung dengan Dinas - Ketersediaan tata laksana Tergabung dengan tata laksana Dinas - Kualitas dan kuantitas SDM Tergabung dengan Dinas C. Pembiayaan - Sumber Pembiayaan APBN dan APBD Kebutuhan Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Tahun V 2 APBN/ APBD/ Swasta UPTD UPTD UPTD UPTD v v v v v v v v APBN/ APBD/ Swasta APBN/ APBD/ Swasta APBN/ APBD/ Swasta APBN/ APBD/ Swasta - Tarif retribusi Ada v v v v v - Realisasi penarikan 45 Juta 60 Juta 80 Juta Juta retribusi Juta Juta D. Peran Swasta dan Tidak ada v v v v v masyarakat E. Teknis Operasional 1. Perencanaan Perencanaa v v v v n TPA Regional 2. Prasarana dan sarana Pewadahan a. Bin/ tong sampah 120 Unit Pengumpulan b. Gerobak sampah Ada c. Becak sampah Ada d. lainnya Penampungan Sementara a. Transfer depo b. Container 6 unit, baik c. lainnya Pengangkutan a. dump truk 7 unit, baik b. Arm roll truck 2 unit, baik c. lainnya Bab 6-122

259 No. Uraian Kondisi Kebutuhan Eksisting Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Tahun V Pengolahan a. Pengomposan Tidak ada b. Daur ulang Tidak ada TPA 1. Pemerosesan Akhir a. Alat berat 1, Buldoze r Ekscapator b. Lahan TPA Sudah Ada 2. Fasilitas umum a. Jalan masuk Rusak Rehab b. Air bersih Tidak ada Pemban gunan c. Kantor Ada, rusak Rehab 3. Pengendalian pencemaran di TPA a. Lapisan kedap air Ada, baik Pemanf aatan b. Pipa pengumpul lindi Ada, baik Pemanf aatan c. Instalasi pengolahan Ada, baik Pemanf lindi aatan d. Buffer zone Tidak ada Pemban gunan e. Pipa gas metan Ada, Rusak Rehab f. Sumur monitoring Tidak ada Pemban gunan g. Drainase air hujan Ada, Rusak Rehab 4. Sarana penunjang a. Jalan operasi Tidak ada Pemban gunan b. Pos jaga Tidak ada Pemban gunan c. Bengkel, garasi, tempat Ada, Rusak Rehab cuci kendaraan d. Jembatan timbang Tidak ada Pemban gunan e. Tanah penutup Tidak ada Pengad aan Program dan Kriteria Kesiapan Pengelolaan Persampahan A. Pembangunan Prasarana TPA Kriteria kegiatan infrastruktur tempat pemrosesan akhir sampah (TPA). 1. Lingkup Kegiatan a. Peningkatan Kinerja TPA 1) Pembuatan tanggul keliling TPA, jalan operasional, perbaikan saluran gas dan saluran drainase serta pembuatan sel dan lapisan bawah yang kedap sesuai persyaratan sanitary landfill; Bab 6-123

260 2) Pengadaan alat berat setelah TPA selesai dibangun dan pemerintah kab./kota bersedia mengoperasikan TPA secara sanitary landfill; 3) Pembuatan jalan akses, pagar hijau (buffer zone) di sekeliling TPA, pembangunan pos pengendali, sumur pemantau, jembatan timbang, kantor operasional oleh pemerintah kab; 4) Pemerintah kab./kota bersedia menyediakan dana untuk pengolahan sampah di TPA serta pengadaan alat angkut sampah (melalui MoU Pemda dan Dit. PPLP); 5) TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan pelatihan operator Instalasi Pengolahan Leachate (IPL); 6) Sosialisasi/diseminasi NSPM pengelolaan IPL; 7) Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat; 8) Penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya). b. Penyediaan Prasarana dan Sarana Persampahan atau Pembinaan Sistem Modul Persampahan 1) Pengadaan dan penambahan peralatan; 2) Pembangunan Prasarana dan sarana; 3) Pilot Project TPA. c. Piranti Lunak 1) Peningkatan kelembagaan; 2) Peningkatan peran serta masyarakat dan swasta; 3) Penyiapan hukum dan kelembagaan. 2. Kriteria Kesiapan a. Sudah memiliki RPI2-JM dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP; b. Adanya minat/permohonan dari Pemerintah Kabupaten/Kota untuk prasarana yang direncanakan; c. Adanya kesiapan lahan; Bab 6-124

261 B. Pembangunan Prasarana Persampahan 3R Kriteria kegiatan infrastruktur tempat pengolahan sampah terpadu 3R 1. Lokasi a. Kawasan permukiman di perkotaan yang memungkinkan penerapan kegiatan berbasis masyarakat; b. Kawasan rumah sederhana sehat (RSH) yang berminat. 2. Lingkup Kegiatan a. Fasilitasi pembentukan kelompok masyarakat (sebagai pengelola), penyusunan rencana kegiatan; b. Pembangunan hanggar, pengadaan alat pengumpul sampah, alat komposting; c. Tempat Pengolahan Sampah (TPS) 3R dapat difungsikan sebagai pusat pengolahan sampah tingkat kawasan, daur ulang atau penanganan sampah lainnya dari kawasan yang bersangkutan; d. TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan pelatihan KSM dan pemberdayaan masyarakat; e. Sosialisasi/diseminasi/ kampanye NSPM TPS 3R; f. Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat; g. Penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya). 3. Kriteria Kesiapan a. Sudah memiliki RPI2-JM CK dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP; b. Tidak terdapat permasalahan dalam penyediaan lahan (lahan sudah dibebaskan); c. Penanganan secara komunal yang melayani sebagian/seluruh sumber sampah yang ada di dalam kawasan; d. Mendorong peningkatan upaya minimalisasi sampah untuk mengurangi beban sampah yang akan diangkut ke TPA; e. Pengoperasian dan pemilahan sistem ini dibiayai dan dilaksanakan oleh kelompok masyarakat di kawasan itu sendiri; Bab 6-125

262 f. Pemerintah Kabupaten/Kota akan melakukan penyuluhan kepada masyarakat Drainase Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan A. Arahan Kebijakan Pengelolaan Drainase Beberapa peraturan perundangan yang mengatur tentang system pengelolaan drainase, antara lain: 1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan sarana dan prasarana masih rendah berdasarkan UU No.17 tahun Untuk sektor drainase, cakupan pelayanan drainase baru melayani 124 juta jiwa. 2. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air. Pengaturan Sarana dan Prasarana Sanitasi dilakukan salah satunya melalui pemisahan antara jaringan drainase dan jaringan pengumpul air limbah pada kawasan perkotaan. 3. Peraturan Presiden No.5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Sasaran pembangunan Nasional bidang AMPL telah ditetapkan dalam RPJMN tahun khususnya drainase adalah menurunnya luas genangan sebesar ha di 100 kawasan strategis perkotaan. 4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang. Dalam upaya pengelolaan sistem drainase perkotaan guna memenuhi SPM perlu tersedianya sistem jaringan drainase skala kawasan dan skala kota sehingga tidak terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 2 jam) dan tidak lebih dari 2 kali setahun. Bab 6-126

263 B. Ruang Lingkup Pengelolaan Drainase Seiring dengan pertumbuhan penduduk perkotaan yang amat pesat di Indonesia dan pembangunan tempat tinggal penduduk yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang (RTR) seperti di d aerah-daerah yang seharusnya jadi resapan/tempat parkir air (Retarding Pond) dan daerah - daerah bantaran sungai mengakibatkan peningkatan volume air yang masuk ke saluran drainase dan sungai sehingga terlampauinya kapasitas penyediaan prasarana dan sarana drainase perkotaan dan daya tampung sungai. Sebagai akibat dari permasalahan tersebut adalah terjadinya banjir atau genangan yang semakin meningkat. Drainase yang dimaksud disini adalah drainase perkotaan yang didefinisikan sebagai drainase di wilayah kota yang berfungsi untuk mengelola dan mengendalikan air permukaan sehingga tidak mengganggu dan/atau merugikan masyarakat. Dalam upaya pengelolaan sistem drainase di banyak kota di Indonesia pada umumnya masih bersifat parsial, sehingga tidak menyelesaikan permasalahan banjir dan genangan secara tuntas. Pengelolaan drainase perkotaan harus dilaksanakan secara menyeluruh, mengacu kepada SIDLACOM dimulai dari tahap Survey, Investigation (investigasi), Design (perencanaan), Operation (Operasi) dan Maintanance (Pe meliharaan), serta ditunjang dengan peningkatan kelembagaan, pembiayaan serta partisipasi masyarakat Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan A. Isu Strategis Pengembangan Drainase Beberapa isu strategis terkait dengan pengembangan drainase di Kabupaten Kerinci adalah sebagai berikut : a. Belum adanya peraturan yang tegas berkaitan dengan drainase lingkungan; b. Belum optimalnya operasional sarana drainase yang ada; c. Belum optimalnya pengelolaan drainase; d. Masih kurangnya dana untuk pembangunan dan pengelolaan drainase; Bab 6-127

264 e. Belum optimalnya SDM yang ada untuk mengelola drainase; f. Sebagian masyarakat masih membuang sampah dan limbah ke saluran drainase; g. Peran serta masyarakat dalam pemeliharaan drainase masih rendah; h. Belum ada peran dari pihak swasta untuk ikut serta dalam penanganan dan pengelolaan drainase; i. Informasi tentang pengelolaan drainase kurang menyentuh masyarakat banyak; j. Penyumbatan saluran drainase akibat sampah dan sedimen; k. Terjadi genangan pada beberapa wilayah; l. Rendahnya alokasi pendanaan dari pemerintah untuk pengelolaan dan pengembangan sanitasi. B. Kondisi Eksisiting Pengembangan Drainase a. Aspek Teknis Tabel Kondisi Eksisting Pengembangan Drainase di Kabupaten Kerinci No Nama Jalan/ Lokasi Saluran 1. Drainase Primer 2. Drainase Sekunder Panjang (m) Dimensi Luas Tinggi (m) Lebar (m) Catchment Area (Ha) Kondisi Tahun Pengadaan Sumber Dana Jumlah Biaya Saat ini data untuk drainase di Kabupaten Kerinci belum terdata secara keseluruhan. Bab 6-128

265 b. Aspek Pendanaan Tabel Pendanaan Sektor Drainase No Subsektor Belanja (Rp) Rata-rata Pertumbuhan (%) 1 Drainase 1.a Pendanaan Investasi Drainase 1.b Pendanaan OM yang dialokasikan dalam APBD 1.c Perkiraan biaya OM berdasarkan infrastruktur terbangun c. Kelembagaan Dinas PU berfungsi sebagai regulator dan Operator dalam pemeliharaan sarana prasarana, SDM yang terkait sector drainase masih terbatas dan rendahnya koordinasi antar instansi dalam sector drainase. d. Peraturan Perundang-undangan Belum adanya Target capaian dalam pelaksanaan pelayanan pengelolaan drainase lingkungan di Kabupaten Kerinci (Belum punya SPM), Belum adanya peraturan yang dibuat pemda terkait dengan pengelolaan drainase lingkungan sebagai saluran pematusan air hujan, Belum ada perda retribusi terkait dengan memelihara sarana drainase lingkungan sebagai saluran pematusan air hujan, dan Belum ada Peraturan daerah mengenai ketertiban umum yang menyangkut penanganan drainase e. Peran Serta Masyarakat Kesadaran masyarakat dalam hal pengelolaan drainase kurang (membuang sampah di saluran drainase), Masih rendahnya peran serta masyarakat dalam pengelolaan drainase, dan Terbatasnya penyelenggaraan pengelolaan yang berbasis masyarakat. Bab 6-129

266 C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Drainase a. Identifikasi Permasalahan Drainase Perkotaan Permasalahan pengelolaan drainase perkotaan di Kabupaten Kerinci dapat dilihat pada tabel berikut ini : No. Tabel Identifikasi Permasalahan Pengelolaan Drainase di Kabupaten Kerinci Aspek Pengembangan Drainase A. Kelembagaan Bentuk Organisasi Pengelola Tata Laksana Kuantitas dan Kualitas SDM B. Pembiayaan: Sumber-sumber pembiayaan C. Perundangan terkait sector drainase D. Peran serta masyarakat dan swasta Permasalahan Masih tergabung dengan Dinas Mengikuti tata laksana Dinas Terbatasnya kualitas dan kuantitas SDM Sumber pembiayaan masih dari Pemerintah Tidak ada Belum ada Teknis Operasional PS 1. Aspek Perencanaan Belum lengkap dokumen perencanaan 2. A. Saluran Primer Sekunder Belum memiliki data yang lengkap Belum memiliki data yang lengkap Yang Sudah Dilakukan Sudah memiliki masterplan drainase Sedang melaksanakan kegiatan pendataan pada tahun 2015 Sedang melaksanakan kegiatan pendataan Tindakan Yang Akan Dilakukan Pembentukan UPTD atau organisasi pengelola Pembuatan tata laksana UPTD Drainase Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM Peningkatan pembiayaan dari swasta dan masyarakat Penerbitan perundangan Peningkatan peran serta swasta dan masyarakat Pegadaan dokumen perecanaan, terutama untuk sumber pendanaan APBN Peningkatan dan pembangunan drainase tersier Peningkatan dan pembangunan drainase Bab 6-130

267 No. Aspek Pengembangan Drainase Tersier Turap Bangunan pelengkap Waduk, kolam retensi, sumur resap Permasalahan Belum memiliki data yang lengkap Belum memiliki data yang lengkap Belum memiliki data yang lengkap Belum memiliki data yang lengkap Tindakan Yang Sudah Dilakukan Yang Akan Dilakukan pada tahun tersier 2015 Sedang Peningkatan melaksanakan dan kegiatan pembangunan pendataan drainase pada tahun tersier 2015 Sedang melaksanakan kegiatan pendataan pada tahun 2015 Sedang melaksanakan kegiatan pendataan pada tahun 2015 Sedang melaksanakan kegiatan pendataan pada tahun 2015 Peningkatan dan pembangunan turap Peningkatan dan pembangunan waduk, kolam retensi dan sumur resap b.tantangan Pengembangan Drainase Tantangan pengembangan drainase di Kabupaten Kerinci adalah: 1. Pelayanan drainase di Kab.Kerinci masih sangat minim; 2. Masih kecilnya pendanaan untuk sector drainase; 3. Sebagian besar wilayah di Kab.Kerinci merupakan wilayah dengan topografi berbukit; 4. Banjir tahunan di beberapa wilayah di kab.kerinci; 5. Peran masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan drainase masih minim. Bab 6-131

268 Penyediaan Sanitasi Tabel Standar Pelayanan Minimal Bidang Cipta Karya berdasarkan Permen PU No. 01/PRT/M/2014 Jenis Pelayanan Dasar Standar Pelayanan Minimal Batas Indikator Nilai Waktu Pencapaian Meningkatnya Persentase penduduk kualitas yang terlayani system sanitasi (air jaringan drainase libah, skala kota sehingga persampahan tidak terjadi dan drainase) genangan (lebih dari permukiman 30 cm, selama 2 jam) perkotaan lebih dari 2 kali setahun Ket. 50 % 2019 Dinas yang membidangi Analisis Pengembangan Sektor Drainase Analisa pengembangan sektor drainase di Kabupaten Kerinci dikelompokan kepada beberapa aspek terkait, seperti tertuang pada tabel berikut ini : No Uraian. A. Peraturan terkait sector drainase - Ketersediaan Peraturan drainase Kelembagaan - Bentuk Organisasi - Ketersediaan tata laksana - Kualitas dan kuantitas SDM Pembiayaan - Sumber pembiayaan Peran swasta dan masyarakat Tabel Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah Kondisi Eksisting Tidak ada 1 Tergabung dengan dinas Tergabung dengan dinas Kurangnya kualitas dan kuantitas SDM APBN/ APBD I/ APBD II Belum ada peran swasta dan masyarakat Teknis Operasional PS 1. Aspek Perencanaan Belum ada dokumen perencanaan 2. A. Saluran - Primer Sudah ada, data tidak Kebutuhan Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Tahun V APBN/ APBD I/ APBD II/ Swasta Perencanaa n Drainase UPTD Penerbitan perekrutan APBN/ APBD I/ APBD II/ Swasta Peningkata n peran masyaraka t dan swasta Perencana an Drainase APBN/ APBD I/ APBD II/ Swasta Peningkatan peran masyarakat dan swasta Perencanaa n Drainase APBN/ APBD I/ APBD II/ Swasta Peningkata n peran masyarakat dan swasta Perencanaa n Drainase APBN/ APBD I/ APBD II/ Swasta Peningkat an peran masyaraka t dan swasta Perencanaa n Drainase v v v v Bab 6-132

269 No. Uraian Kondisi Eksisting lengkap - Sekunder Sudah ada, data tidak lengkap - Tersier Sudah ada, data tidak lengkap B. Turap Data tidak lengkap C. Bangunan Data tidak pelengkap lengkap D. Waduk, kolam Data tidak retensi, sumur lengkap resapan Kebutuhan Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Tahun V v v v v v v v v v v v v v Readiness Criteria Pengembangan Sektor Drainase Kriteria kegiatan infrastruktur drainase perkotaan A. Kriteria Lokasi a. Kabupaten sudah memiliki Master Plan Drainase Perkotaan dan DED, b. Kawasan-kawasan permukiman dan strategis di perkotaan yang rawan genangan. B. Lingkup Kegiatan a. Pembangunan saluran drainase primer (macro drain), pembangunan kolam retensi, dan bangunan pelengkap utama lainnya (pompa, saringan sampah, dsb); b. Pembangunan saluran drainase sekunder dan tersier (micro drain) oleh pemerintah kab.kota; c. Sosialisasi/diseminasi/ kampanye NSPM pengelolaan saluran drainase termasuk kegiatan pembersihan sampah di sekitar saluran drainase; d. Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat; e. Penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya). C. Kriteria Kesiapan a. Sudah memiliki RPI2JM dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP; b. Dilaksanakan dalam rangka pengurangan lokasi genangan di perkotaan; c. Telah menyelesaikan Masterplan Drainase; Bab 6-133

270 d. Terdapat institusi yang menerima dan mengelola prasarana yang dibangun; e. Pemerintah kab./kota bersedia menyediakan alokasi dana untuk biaya operasi dan pemeliharaan; f. Pemerintah Kabupaten/Kota akan melaksanakan penyuluhan kepada masyarakat. Bab 6-134

271 Tahun Keterpaduan Berdasarkan Entitas Kawasan Bappeda Bab 7-1

272 Tahun Untuk mewujudkan proses pembangunan bidang keciptakaryaan didaerah yang efektif dan efisien, perlu dirumuskan rencana program investasi yang terpadu terhadap keempat sektor keciptakaryaan. Keterpaduan tersebut dirumuskan berdasarkan 4 (empat) skala entitas yaitu entitas regional, entitas kabupaten/kota, entitas kawasan, dan entitas lingkungan/komunitas Entitas Pembangunan Entitas Regional Entitas regional didefinisikan sebagai suatu wilayah lintas batas administratifyang memiliki kesamaan fungsi, antara lain fungsi ekonomi, sosial, dan lingkungan, yang mendorong terjadinya kerjasama antar daerah. Pengembangan infrastruktur Bidang Cipta Karya entitas regional antara lain dalam rangka pengembangan kota metropolitan, KAPET, KEK, dan lainlain. Adapun contoh program software/non fisik, yang termasuk pada pengembangan infrastruktur Bidang Cipta Karya entitas regional antara lain adalah: a. Masterplan Infrastruktur Bidang Cipta Karya Kawasan Regional ; dan b. Feasibility Study Infrastruktur Bidang Cipta Karya Kawasan Regional Untuk program pembangunan fisik, yang termasuk pada pengembangan infrastruktur Bidang Cipta Karya entitas regional antara lain adalah : a. Sistem Pengembangan Air Minum ( SPAM) Regional, sektor Pengembangan Air Minum; b. Tempat Pemprosesan Akhir (TPA) Regional, sektor Pengembangan PLP. Bappeda Bab 7-2

273 Tahun Entitas Kabupaten/Kota Pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya entitas kabupaten/kotamerupakan infrastruktur yang memiliki tingkat pelayanan skala kabupaten/kota, sebagai berikut: a. Program software/non fisik antara lain berupa: 1. Rencana Induk Sistem Pengembangan Air Minum (RISPAM), sektor Pengembangan Air Minum; 2. Rencana Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman (RP2KP), sektor Pengembangan Permukiman; 3. Perda Bangunan Gedung dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan di Kawasan Strategis Kabupaten/Kota (RTBL KSK), sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan; 4. Strategi Sanitasi Kota (SSK), program dari Direktorat Pengembangan PLP Ditjen Cipta Karya, b. Program pembangunan fisik antara lain berupa: 1. Penyehatan PDAM, sektor Pengembangan Air Minum; 2. Sistem Pengembangan Air Minum (SPAM)Kabupaten/Kota, sektor Pengembangan Air Minum; 3. Infrastruktur Air Limbah Terpusat, sektor Pengembangan PLP; 4. Infrastruktur Drainase Perkotaan, sektor Pengembangan PLP; 5. Infrastruktur TPA Sampah, sektor Pengembangan PLP Entitas Kawasan Seperti telah disampaikan pada bab sebelumnya bahwa pada RTRW Kabupaten/Kota telah ditetapkan Kawasan Strategis Kabupaten/Kota(KSK) yang pembangunannya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan. Terkait dengan hal tersebut, pembangunan infrastruktur entitas kawasan yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya akan diprioritaskan pada Kawasan Strategis Kabupaten/Kota. Bappeda Bab 7-3

274 Tahun Untuk program software/non fisik, yang termasuk dalam entitas kawasan antara lain adalah: a. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan; b. Desain Kawasan. Sedangkan untuk program pembangunan fisik, yang termasuk dalam entitas kawasan antara lain adalah sebagai berikut: a. Sistem Pengembangan Air Minum (SPAM) MBR di Rusuna, Kawasan Kumuh dan Kawasan Nelayan, sektor Pengembangan Air Minum; b. Sistem Pengembangan Air Minum (SPAM) di Kawasan KAPET/MP3EI/KEK, sektor Pengembangan Air Minum; c. Sistem Pengembangan Air Minum (SPAM) IKK, sektor Pengembangan Air Minum; d. Sistem Pengembangan Air Minum (SPAM) di Pelabuhan Perikanan, sektor Pengembangan Air Minum; e. Sistem Pengembangan Air Minum (SPAM) di Kawasan Perbatasan, sektor Pengembangan Air Minum; f. Rusunawa, sektor Pengembangan Permukiman; g. Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuhsektor Pengembangan Permukiman; h. PSD Kawasan Rawan Bencana, Kawasan Perbatasan, Pulau Kecil Terluar, dan Kawasan Perdesaan Potensial (Agro/Minapolitan dan KTM), sektor Pengembangan Permukiman i. Infrastruktur Air Limbah Komunal, sektor Pengembangan PLP; j. Infrastruktur TPST/3R, sektor Pengembangan PLP; k. Revitalisasi Kawasan, sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan; l. Pengembangan RTH, sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan; dan m. PSD Permukiman Tradisional/Bersejarah, sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan. Bappeda Bab 7-4

275 Tahun Entitas Lingkungan Pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya pada entitas lingkungan diutamakan diselenggarakan pada pembangunan berbasis komunitas, dan lokasi pembangunan diutamakan pada KSK. Untuk program software/non fisik, kegiatan dapat berupa penyusunan Rencana Kerja Masyarakat/Community Action Plan, sedangkan pada program fisik dapat berupa: a. Sistem Pengembangan Air Minum (SPAM) Desa Rawan Air/Pesisir/Terpencil, sektor Pengembangan Air Minum; b. Pengembangan Air Minum dan Sanitasi Masyarakat (PAMSIMAS), sektor Pengembangan Air Minum; c. Program Pengembangan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), sektor Pengembangan Permukiman; d. SANIMAS, sektor Pengembangan PLP; e. Program Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas/Neighbourhood Development (PLP-BK/ND), sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan; f. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (P2KP), sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan; g. Perbaikan Kampung/Program Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLP-BK), sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan. ringkasan desain program pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya berdasarkan entitas dapat dilihat pada tabel setelah ini : Bappeda Bab 7-5

276 Tahun Tabel Design Program CK Berdasarkan Entitas 7.2. Entitas Investasi Keciptakaryaan Kabupaten Kerinci Jika dilihat dari uraian diatas, maka pendekatan yang paling relevan terhadap konsep entitas tersebut adalah arahan sistem pusat-pusat kegiatan yang diatur melalui Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kerinci yang dikombinasikan dengan arahan perwujudan kawasan yang berkaitan dengan bidang Keciptakaryaan. Pusat-pusat kegiatan yang diarahkan berdasarkan RTRW tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini: Bappeda Bab 7-6

277 Tahun Tabel Sistem Pusat-pusat Kegiatan Kabupaten Kerinci KSK PKL PPK PPL Agropolitan Kayu Aro Agropolitan Gunung Raya Minaolitan Danau Kerinci KTM Siulak KTM Bukit Kerman KTM Air Hangat Barat Sumber : RTRW Kabupaten Kerinci Batang Sangir (Kayu Aro) Sanggaran Agung (Danau Kerinci) Siulak (Siulak) Siulak Deras (Gn.Kerinci) Jujun (Keliling Danau) Semurup (Air Hangat) Hiang (Sitinjau Laut) Pelompek (Gn.Tujuh) Sungai Lintang (Kayu Aro Barat) Mungkai Pintu (Siulak Mungkai) Air Panas Baru (Air Hangat Barat) Sungai Tiung (Air Hangat Timur) Koto Tuo (Depati VII) Pondok (Bukit Kerman) Lempur (Gn.Raya) Tamiai (Batang Merangin) Relevansi peran pusat-pusat kegiatan tersebut terhadap konsep entitas pembangunan Bidang Cipta Karya dapat diuraikan melalui matrik sebagai berikut : Bappeda Bab 7-7

278 Tahun Tabel Entitas Pusat-Pusat Kegiatan di Kabupaten Kerinci dan Rencana Perwujudan Peran dan Fungsi Kawasan Entitas Kawasan Rencana Perwujudan Berdasarkan RTRW terkait Bidang CK dan Rencana Sektor CK Regional Pendung Talang Gunting Pembangunan TPA Regional Kec.Gunung Kerinci Kec.Kayu Aro SPAM Regional Kabupaten Seluruh wilayah Pengembangan dan Penyediaan AM Kabupaten Kerinci Pengembangan Drainase Primer ( Batang Merao, Batang Merangin, Sungai Sangir, Sungai Buai, Sungai Lempur, Sungai Batang Sangkir, Sungai Mungkai, dan Sungai Jujun) Kawasan Siulak (Kec.Siulak) Pembangunan IPAL Komunal Pembangunan IPAL B3 Pembangunan TPST/3R Pengembangan jaringan distribusi AM Batang Sangir (Kec.Kayu Aro) Pembangunan IPAL Komunal Pembangunan IPAL B3 Pembangunan TPST/3R Pengembangan jaringan distribusi AM Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh Sanggaran Agung (Danau Kerinci) Pembangunan IPAL Komunal Pembangunan IPAL B3 Pembangunan TPST/3R Pengembangan jaringan distribusi AM Jujun (Kecamatan Keliling Danau) Pembangunan TPST/3R Pengembangan jaringan distribusi AM Semurup (Kecamatan Air Hangat) Pembangunan TPST/3R Pengembangan jaringan distribusi AM Hiang (Kecamatan Sitinjau Laut) Pembangunan TPST/3R Pengembangan jaringan distribusi AM Pelompek (Kecamatan Gunung Tujuh) Pembangunan TPST/3R Pengembangan jaringan distribusi AM Sungai Lintang ( Kecamatan Kayu Aro Barat) Pembangunan TPST/3R Pengembangan jaringan distribusi AM Mukai Pintu (Kecamatan Siulak Mungkai) Pembangunan TPST/3R Pengembangan jaringan distribusi AM Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh Pembangunan TPST/3R Pengembangan jaringan distribusi AM Pembangunan TPST/3R Pengembangan jaringan distribusi AM Pembangunan TPST/3R Pengembangan jaringan distribusi AM Pembangunan TPST/3R Pengembangan jaringan distribusi AM Pembangunan TPST/3R Pengembangan jaringan distribusi AM Pembangunan TPST/3R Pengembangan jaringan distribusi AM Pembangunan TPST/3R Pengembangan jaringan distribusi AM Air Panas Baru (Kecamatan Air Hangat Barat) Sungai Tutung (Kecamatan Air Hangat Timur) Koto Tuo (Kecamatan Depati VII) Pondok (Kecamatan Bukit Kerman) Lempur (Kecamatan Gunung Raya) Tamiai (Kecamatan Batang Merangin) Siulak Deras (Kecamatan Gunung Kerinci) Lingkungan Wilayah dalam Kabupaten Kerinci Pamsimas KTM Siulak, Bukit Kerman, Air Pengembangan Infrastruktur Permukiman Hangat Barat Bappeda Bab 7-8

279 Tahun Aspek Lingkungan dan Sosial Bappeda Bab 8-1

280 Tahun RPI2-JM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan sosial untuk meminimalkan pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan. 8.1 Aspek Lingkungan Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPI2-JM bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut: 1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL -UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH) 2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional: Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang Bappeda Bab 8-2

281 Tahun Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun : Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. 4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis: Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan 5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan. Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL. Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu: 1. Pemerintah Pusat a. Menetapkan kebijakan nasional. b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria. c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL- UPL. Bappeda Bab 8-3

282 Tahun e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon. g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah. h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup. i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat. j. Menetapkan standar pelayanan minimal. 2. Pemerintah Provinsi : a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi. b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi. c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL- UPL. d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota. e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup. f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan. g. Melaksanakan standar pelayanan minimal. 3. Pemerintah Kabupaten/Kota a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota. b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota. c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL- UPL. d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup. e. Melaksanakan standar pelayanan minimal. Bappeda Bab 8-4

283 Tahun Kajian Lingkungan Hidup Strategis Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. KLHS perlu diterapkan di dalam RPI2-JM antara lain karena: 1. RPI2-JM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur. 2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPI2-JM adalah karena RPI2-JM bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsipprinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup. KLHS disusun oleh Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan. Tahapan Pelaksanaan KLHS Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPI2-JM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah Bappeda Bab 8-5

284 Tahun penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut. Tabel Kriteria Penapisan Usulan/Program Kegiatan Bidang Cipta Karya No Kriteria Penapisan Penilaian Uraian Pertimbangan 1. Perubahan Iklim Pembangunan infrastruktur tidak mereduksi ruang hijau secara signifikan 2. Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati 3. Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, 4. Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam 5. Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, 6. Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat 7. Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia Pembangunan infrastruktur tidak mereduksi ruang hijau secara signifikan Sebagian infrastruktur dibangun justru dengan tujuan mencegah dan mengatasi bencana, terutama banjir Infrastruktur tidak membutuhkan lahan yang signifikan Infrastruktur tidak membutuhkan lahan yang signifikan Infrastruktur dibangun untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kualitas lingkungan permukiman Infrastruktur dibangun untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kualitas lingkungan permukiman. Kesimpulan (signifikan/tidak) Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Bappeda Bab 8-6

285 Tahun Berdasarkan Pedoman Umum Penyusunan Dokumen RPI2-JM, tahap selanjutnya yang harus dilakukan setelah penapisan terdapat dua kegiatan, yaitu Jika melalui proses penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPI2-JM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPI2-JM. Namun meskipun demikian, untuk dapat mengkaji aspek lingkungan sebagai dasar mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, substansi ini tetap perlu menelaah kondisi hubungan antara issue-issue lingkungan secara eksisting dengan pembangunan bidang cipta karya, serta menelaah jenis infrastruktur bidang cipta karya yang memerlukan kajian dampak lingkungan terlebih dahulu. Identifikasi pembangunan berkelanjutan bidang cipta karya di Kabupaten Kerinci dapat dilihat pada tabel berikut ini : Bappeda Bab 8-7

286 Tahun Tabel Identifikasi Issue-issue Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya Di Kabupaten Kerinci No Issue Penjelasan Lingkungan Hidup Permukiman 1 Kualitas lingkungan permukiman sempadan sungai yang sangat rendah Sebagian kawasan sungai diwilayah Kabupaten Kerinci ditetapkan sebagai sistem jaringan drainase primer. Kegiatan permukiman terutama dibeberapa kawasan pusat-pusat kegiatan mengganggu fungsi perlindungan setempat zona sempadan sungai 2 Limbah rumah tangga yang disalurkan langsung ke Pola ini terutama terjadi pada kawasan aliran sungai sebagaimana digambarkan pada poin 1. 3 Pengelolaan persampahan yang sulit Sulit yang dimaksud adalah pengaruh sebaran pusatpusat permukiman di Kabupaten Kerinci yang memiliki rentang jarak yang cukup jauh antara satu sama lainnya, sehingga pelayanan persampahan cenderung hanya dapat dilakukan pada kawasan perkotaan. Selain itu, kondisi administratif wilayah Kabupaten Kerinci yang mengelilingi Wilayah Kota Sungai Penuh, menjadikan Wilayah Kabupaten Kerinci juga akan melayani pemrosesan akhir sampah ( TPA regional sesuai arahan RTRW Provinsi Jambi) 4 Perkembangan Permukiman yang berpotensi Perkembangan jumlah penduduk tentu mereduksi luas lahan pertanian berkonsekuensi terhadap peningkatan kebutuhan lahan permukiman. Sebaran lahan pertanian di Wilayah Kabupaten Kerinci adalah merupakan hinterlan dari kawasan permukiman, sehingga lahan-lahan pertanian ini cenderung rentan terhadap perubahan fungsi Ekonomi 5 Sebagian besar penduduk terutama penduduk Kegiatan pertanian dipengaruhi sistem Daerah bermata pencaharian pada sektor primer, dan sebagian bermata pencaharian pada sektor sekunder dan tersier Irigasi, penyelenggaraan kegiatan pertanian yang memanfaatkan zat kimia sebagai pupuk ataupun pembasmi hama akan dapat beresiko pengaliran zat-zat kimia tersebut ke aliran sungai yang sebagiannya adalah juga sumber air baku masyarakat. Sosial 6 Pemahaman masyarakat terhadap aspek sanitasi Secara umum, pengelolaan sanitasi dan persampahan tidak dapat lepas dari kesadaran dari masyarakat itu sendiri. Kondisi ini dapat merupakan hubungan timbal balik dengan kemiskinan, dimana kemiskinan dapat menyebabkan taraf pendidikan rendah dan pemahaman yang rendah pula, sehingga dapat menimbulkan kerentanan terhadap tumbuh dan berkembangnya kawasan kumuh, lingkungan permukiman yang cenderung slum mempengaruhi karakter dan pola pikir penghuni Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Bappeda Bab 8-8

287 Tahun Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu: 1. Proyek wajib AMDAL 2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL 3. Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH Tabel Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL Deskripsi a) Rujukan Peraturan Perundangan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) 1. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan 2. P e ng e lolaa n Ling kung an H i du p 3. P e rmen L H 0 9 / t e n tang Pe dom an umu m KLHS Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) 1. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan 2. Pengelolaan Lingkungan Hidup 3. Permen PPU 10/PRT/M/2008 tentang jenis kegiatan bidang PU wajib UKL UPL 4. Permen LH 5/2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL b) Pengertian Umum Rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan. c) Kewajiban pelaksanaan Pemerintah dan Pemerintah Daerah Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan yang masuk kriteria sebagai wajib AMDAL (Pemerintah/swasta) d) Keterkaitan studi lingkungan dengan: Tahap perencanaan suatu usaha dan atau kegiatan 1. Penyusunan atau evaluasi RTRW, RPJP dan RPJM 2. Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan e) Mekanisme pelaksanaan 1. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/ atau program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah; 2. perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program; dan 3. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan. f) Muatan Studi Lingkungan 1. Isu Strategis terkait Pembangunan 2. Berkelanjutan a. Pemrakarsa dibantu oleh pihak lain yang berkompeten sebagai penyusun AMDAL b. Dokumen AMDAL dinilai oleh komisi penilai AMDAL yang dibentuk oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dan dibantu oleh Tim Teknis. c. Komisi penilai AMDAL menyampaikan rekomendasi berupa kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. d. Menteri, gubernur, dan bupati/walikota berdasarkan rekomendasi komisi penilai AMDAL menerbitkan Keputusan Kelayakan atau Ketidaklayakan lingkungan 1. Kerangka acuan; 2. Andal; dan 3. RKL-RPL. Bappeda Bab 8-9

288 Tahun Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) 3. Kajian pengaruh rencana/program dengan isu-isu strategis terkait pembangunan berkelanjutan 4. Alternatif rekomendasi untuk rencana/program g) Output Dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah. h) Outcome 1. Rekomendasi KLHS digunakan sebagai alat untuk melakukan perbaikan kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan yang melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan. 2. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sesuai hasil KLHS tidak diperbolehkan lagi. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) Kerangka acuan menjadi dasar penyusunan Andal dan RKL-RPL. Kerangka acuan wajib sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan. Keputusan Menteri, gubernur dan bupati/walikota sesuai kewenangan tentang kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan. 1. Dasar pertimbangan penetapan kelayakan atau ketidak layakan lingkungan 2. Jumlah dan jenis izin perlindungan hidup yang diwajibkan 3. Persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai yang tercantum dalam RKL RPL. i) Pendanaan APBD Kabupaten/Kota 1. Kegiatan penyusunan AMDAL (KA, ANDAL, RKL-RPL) didanai oleh pemrakarsa, 2. Kegiatan Komisi Penilai AMDAL, Tim Teknis dan sekretariat Penilai AMDAL dibebankan pada APBN/APBD 3. Jasa penilaian KA, ANDAL dan RKL-RPL oleh komisi AMDAL dan tim teknis dibiayai oleh pemrakarsa. 4. Dana pembinaan dan pengawasan dibebankan pada anggaran instansi lingkungan hidup pusat, provinsi dan kabupaten/kota j) Partisipasi Masyarakat Masyarakat adalah salah satu komponen dalam kabupaten/kota yang dapat mengakses dokumen pelaksanaan KLHS Masyarakat yang dilibatkan adalah: 1. Yang terkena dampak; 2. Pemerhati lingkungan hidup; dan/atau 3. Yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL k) Atribut Lainnya: Hulu siklus pengambilan keputusan Akhir sklus pengambilan keputusan 1. Posisi 2. Pendekatan Cenderung pro aktif Cenderung bersifat reaktif 3. Fokus analisis Evaluasi implikasi lingkungan dan pembangunan berkelanjutan Identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak lingkungan 4. Dampak kumulatif Peringatan dini atas adanya dampak komulatif Amat terbatas 5. Titik berat telaahan Memelihara keseimbangan alam, pembangunan berkelanjutan Mengendalikan dan meminimalkan dampak negative 6. Alternatif Banyak alternatif Alternatif terbatas jumlahnya 7. Kedalaman Luas dan tidak rinci sebagai Sempit, dalam dan rinci landasan untuk mengarahkan visi dan kerangka umum 8. Deskripsi proses Proses multi pihak, tumpang tindih komponen, KRP merupakan proses iteratif dan kontinu Proses dideskripsikan dengan jelas, mempunyai awal dan akhir 9. Fokus pengendalian dampak Fokus pada agenda pembangunan berkelanjutan 10. Institusi Penilai Tidak diperlukan institusi yang berwenang memberikan penilaian dan persetujuan KLHS Menangani gejala kerusakan lingkungan Diperlukan institusi yang berwenang memberikan penilaian dan persetujuan AMDAL Bappeda Bab 8-10

289 Tahun Tabel Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Persampahan: a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dengan sistem Control landfill/sanitary landfill: - luas kawasan TPA, atau - Kapasitas Total > 10 ha > ton b. TPA di daerah pasang surut: - luas landfill, atau semua kapasitas/ - Kapasitas Total besaran c. Pembangunan transfer station: A. - Kapasitas > 500 ton/hari d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah terpadu: - Kapasitas > 500 ton/hari e. Pengolahan dengan insinerator: - Kapasitas semua kapasitas f. Composting Plant: - Kapasitas > 500 ton/hari g. Transportasi sampah dengan kereta api: - Kapasitas > 500 ton/hari B. Pembangunan Perumahan/Permukiman: a. Kota metropolitan, luas > 25 ha b. Kota besar, luas > 50 ha c. Kota sedang dan kecil, luas > 100 ha d. keperluan settlement transmigrasi > ha C. Air Limbah Domestik a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas penunjang: - Luas, atau - Kapasitasnya b. Pembangunan IPAL limbah domestik, termasuk fasilitas penunjangnya: - Luas, atau - Kapasitasnya c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah: - Luas layanan, atau - Debit air limbah > 2 ha > 11 m 3 /hari > 3 ha > 2,4 ton/hari > 500 ha > m 3 /hari D. E. Pembangunan Saluran Drainase (Primer dan/atau sekunder) di permukiman a. Kota besar/metropolitan, panjang: > 5 km b. Kota sedang, panjang: > 10 km Jaringan Air Bersih Di Kota Besar/Metropolitan a. Pembangunan jaringan distribusi - Luas layanan > 500 ha b. Pembangunan jaringan transmisi - panjang > 10 km Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL. Jenis kegiatan bidang Cipta karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL dapat dilihat pada tabel berikut ini : Bappeda Bab 8-11

290 Tahun Tabel Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya a. Persampahan 1. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan sistem controlled landfill atau sanitary landfill termasuk instansi penunjang: a. Luas kawasan, atau < 10 Ha b. Kapasitas total < ton 2. TPA daerah pasang surut a. Luas landfill, atau < 5 Ha b. Kapasitas total < ton 3. Pembangunan Transfer Station a. Kapasitas < ton/hari 4. Pembangunan Instalasi/Pengolahan Sampah Terpadu a. Kapasitas < 500 ton 5. Pembangunan Incenerator a. Kapasitas < 500 ton/hari 6. Pembangunan Instansi Pembuatan Kompos a. Kapasitas > 50 s.d. < 100 ton/ha b. Air Limbah Domestik/ Permukiman 1. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) termasuk fasilitas penunjang a. Luas < 2 ha b. Atau kapasitas < 11 m 3 /hari 2. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah a. Luas < 3 ha b. Atau bahan organik < 2,4 ton/hari 3. Pembangunan sistem perpipaan air limbah (sewerage/off-site sanitation system) diperkotaan/permukiman a. Luas < 500 ha b. Atau debit air limbah < m 3 /hari c. Drainase Permukaan Perkotaan 1. Pembangunan saluran primer dan sekunder a. Panjang < 5 km 2. Pembangunan kolam retensi/polder di area/kawasan pemukiman b. Luas kolam retensi/polder (1 5) ha d. Air Minum 1. Pembangunan jaringan distribusi: a. luas layanan : 100 ha s.d. < 500 ha 2. Pembangunan jaringan pipa transmisi a. Metropolitan/besar, Panjang: 5 s.d <10 km b. Sedang/kecil, Panjang: 8 s.d. M 10 km c. Pedesaan, Panjang : - 3. Pengambilan air baku dari sungai, danau sumber air permukaan lainnya (debit) a. Sungai danau : 50 lps s.d. < 250 lps b. Mata air : 2,5 lps s.d. < 250 lps 4. Pembangunan Instalasi Pengolahan air lengkap a. Debit : > 50 lps s.d. < 100 lps 5. Pengambilan air tanah dalam untuk kebutuhan: a. Pelayanan masyarakat oleh penyelenggara SPAM : 2,5 lps - < 50 lps b. Kegiatan komersil: 1,0 lps - < 50 lps e. Pembangunan Gedung 1. Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah tanah: a. Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d m2 b. Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d m2 c. Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan Bappeda Bab 8-12

291 Tahun Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya bangunan gedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d m2 d. Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL 2. Pembangunan bangunan gedung di bawah tanah yang melintasi prasarana dan atau sarana umum: a. Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d m2 b. Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d m2 c. Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan bangunan gedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d m2 d. Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL 3. Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di atas air: a. Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d m2 b. Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d m 2 c. Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan bangunan gedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d m2 d. Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL f. Pengembangan kawasan permukiman baru 4. Kawasan Permukiman Sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), misalnya PNS, TNI/POLRI, buruh/pekerja; a. Jumlah hunian: < 500 unit rumah; b. Luas kawasan: < 10 ha 5. Pengembangan kawasan permukiman baru sebagai pusat kegiatan sosial ekonomi lokal pedesaan ( Kota Terpadu Mandiri eks transmigrasi, fasilitas pelintas batas PPLB di perbatasan); a. Jumlah hunian: < 500 unit rumah; b. Luas kawasan: < 10 ha 6. Pengembangan kawasan permukiman baru dengan pendekatan Kasiba/Lisiba (K awasan Siap Bangun/ Lingkungan Siap Bangun) a. Jumlah hunian: < 500 unit rumah; b. Luas kawasan: < 10 ha g. Peningkatan Kualitas Permukiman 7. Penanganan kawasan kumuh di perkotaan dengan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan penduduk; Bappeda Bab 8-13

292 Tahun Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya a. Luas kawasan: < 10 ha 8. Pembangunan kawasan tertinggal, terpencil, kawasan perbatasan, dan pulau-pulau kecil; a. Luas kawasan: < 10 ha 9. Pengembangan kawasan perdesaan untuk meningkatkan ekonomi lokal (penanganan kawasan agropolitan, kawasan terpilih pusat pertumbuhan desa KTP2D, desa pusat pertumbuhan DPP) a. Luas kawasan: < 10 ha h. Penanganan Kawasan Kumuh Perkotaan 10. Penanganan menyeluruh terhadap kawasan kumuh berat di perkotaan metropolitan yang dilakukan dengan pendekatan peremajaan kota (urban renewal), disertai dengan pemindahan penduduk, dan dapat dikombinasikan dengan penyediaan bangunan rumah susun a. Luas kawasan: < 5 ha Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tetapi wajib dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH). Tabel Checklist Kebutuhan Analisis Perlindungan Lingkungan pada Program Cipta Karya No. Komponen Kegiatan 1 TPA Regional 2 IPAL Komunal Lokasi Amdal UKL/UPL Pendung Talang Gunting Siulak, Batang Sangir, Sanggaran Agung 8.2 Aspek Sosial Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya Bappeda Bab 8-14

293 Tahun tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya. Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut: 1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional: Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana. Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender. 2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum: Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak. 3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun : Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar. Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan. Bappeda Bab 8-15

294 Tahun Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi. 5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing. Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah: 1. Pemerintah Pusat: a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi. b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi. c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat. d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya. Bappeda Bab 8-16

295 Tahun Pemerintah Provinsi: a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota. b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota. c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi. d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya. 3. Pemerintah Kabupaten/Kota: a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten/kota. b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di kabupaten/kota. c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota. d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat kabupaten/kota berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya. Bappeda Bab 8-17

296 Tahun Aspek Sosial Pada Tahap Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Pembangunan infrastruktur bidang cipta karya adalah merupakan bagian dari upaya pengentasan kemiskinan. Kajian terhadap karakter dasar kemiskinan di Kabupaten Kerinci diharapkan dapat menjadi pelengkap efektifitas pembangunan masing-masing sektor yang dimulai dari tahap perencanaan program pembangunan. Pada dasarnya pengentasan kemiskinan telah digariskan dalam target MDG s yang diharapkan dapat terwujud pada tahun Namun tahun 2015 yang dimaksud telah berakhir tahun ini. Oleh karena itu, pembangunan bidang cipta karya diharapkan juga dapat menunjang rencana dan pelaksanaan pengentasan kemiskinan pasca tahun 2015 ini. Tabel Analisis Kebutuhan Penduduk Miskin di Kabupaten Kerinci Jumlah Penduduk Miskin persentase Kondisi Umum Permasalahan Bentuk Penanganan yang sudah dilakukan 28,15% 1. Mata pencaharian penduduk miskin umum sektor dengan pengelolaan tradisional ; 2. Kondisi lingkungan secara pada primer hunian yang cenderung belum layak huni 1. Keterbatasan lapangan pekerjaan, sehingga masih bergantung pada sektor primer ; 2. Prasarana dan sarana pada lingkungan hunian masih terbatas Pemenuhan prasarana lingkungan permukiman melalui program padat karya Kebutuhan penanganan 1. Pemenuhan kebutuhan AM ; 2. Pemenuhan kebutuhan sarana sanitasi ; 3. Pembangunan dan peningkatan prasarana jalan lingkungan ; 4. Pengembangan kawasan permukiman yang tidak berorientasi sempadan sungai Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa bidang cipta karya telah berkontribusi dalam upaya pengentasan kemiskinan di Kabupaten Kerinci, salah satunya melalui program padat karya. Bappeda Bab 8-18

297 Tahun Aspek Sosial Pada Tahap Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali. 1. Konsultasi masyarakat Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan. 2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan. Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini. Bappeda Bab 8-19

298 Aspek Pembiayaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Kabupaten Kerinci Bab 9-1

299 290 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Sesuai PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten/Kota terus didorong untuk meningkatkan belanja pembangunan prasarana Cipta Karya agar kualitas lingkungan permukiman di daerah meningkat. Di samping membangun prasarana baru, pemerintah daerah perlu juga mengalokasikan anggaran belanja untuk pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang telah terbangun. Namun, seringkali pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiskal dalam mendanai pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah cenderung meminta dukungan pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami bahwa pembangunan yang dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan dan pemenuhan standar pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternatif pembiayaan dari masyarakat dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya yang dilakukan pemerintah daerah. Dengan adanya pemahaman mengenai keuangan daerah, diharapkan dapat disusun langkah-langkah peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya di daerah Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya pada dasarnya bertujuan untuk: a. Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya, b. Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat dan sektor swasta untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya, c. Merumuskan rencana tindak peningkatan investasi bidang Cipta Karya. Bab 9-2

300 9.1. Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam peraturan dan perundangan terkait, antara lain: 1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama. 2. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah: untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah didukung sumbersumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah. 3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan: Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus. Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui rumus yang ditentukan Kementerian Keuangan. Sedangkan DAK digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional. Penentuan lokasi dan besaran DAK dilakukan berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. 4. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan Bab 9-3

301 pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi 26 urusan, termasuk bidang pekerjaan umum. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan wajib pemerintahan yang merupakan urusan bersama diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan. 5. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah: Sumber pinjaman daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui pemerintah pusat. Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda wajib memenuhi persyaratan: a. total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan APBD tahun sebelumnya; b. memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit 2,5; c. persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman; d. tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari pemerintah; e. pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD. 6. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010 & Perpres 56/2010): Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Jenis infrastruktur permukiman yang dapat dikerjasamakan dengan badan usaha adalah infrastruktur air minum, infrastruktur air limbah permukiman dan prasarana persampahan. 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Bab 9-4

302 Pengelolaan Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 dan Permendagri 21/2011). Struktur APBD terdiri dari: a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah. b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung. c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan Pengeluaran. 8. Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur: Kementerian PU menyalurkan DAK untuk pencapaian sasaran nasional bidang Cipta Karya, Adapun ruang lingkup dan kriteria teknis DAK bidang Cipta Karya adalah sebagai berikut: a. Bidang Infrastruktur Air Minum DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Adapun kriteria teknis alokasi DAK diutamakan untuk program percepatan pengentasan kemiskinan dan memenuhi sasaran/ target Millenium Development Goals (MDGs) yang mempertimbangkan: Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah; Tingkat kerawanan air minum. b. Bidang Infrastruktur Sanitasi DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat. DAK Sanitasi diutamakan untuk program peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan memenuhi sasaran/target MDGs yang dengan kriteria teknis: kerawanan sanitasi; cakupan pelayanan sanitasi. Bab 9-5

303 294 Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci 9. Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenangan Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri: Dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana APBN, Kementerian PU membentuk satuan kerja berupa Satker Tetap Pusat, Satker Unit Pelaksana Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana program dan usulan kegiatan yang diselenggarakan Satuan Kerja harus mengacu pada RPI2-JM bidang infrastruktur ke-pu-an yang telah disepakati. Gubernur sebagai wakil Pemerintah mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di daerah dalam rangka keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas sektor. Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup sumber dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang dibahas dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya meliputi: 1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan Kerja di tingkat provinsi ( dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang Air Minum dan Sanitasi. 2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala provinsi/regional. 3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala kabupaten/kota. 4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan swasta (KPS), maupun skema Corporate Social Responsibility (CSR). 5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat. 6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri. Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada. Oleh karena itu, dana- Bab 9-6

304 dana tersebut perlu dikelola dan direncanakan secara terpadu sehingga optimal dan memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan pelayanan bidang Cipta Karya Profil Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kerinci Secara umum, peningkatan pendapatan Kabupaten Kerinci dan realisasinya melampui proyeksi yang ditargetkan dalam APBD. Peningkatan pendapatan Kabupaten Kerinci seiring dengan peningkatan pendapatan yang diperoleh semua pos pendapatan baik melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Kontribusi terbesar pendapatan dalam pendapatan APBD Kabupaten Kerinci selama lima tahun bersumber dari pos dana perimbangan yang setiap tahunnya mengalami trend naik. Begitu juga dengan belanja daerah APBD Kabupaten Kerinci setiap tahun mengalami trend kenaikan. Belanja terbesar APBD Kabupaten Kerinci selama lima tahun adalah Belanja Tidak Langsung. Untuk lebih Jelasnya dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini: Bab 9-7

305 Tabel Perkembangan Pendapatan Daerah Kabupaten Kerinci dalam 5 Tahun Terakhir PENDAPATAN DAERAH Tahun Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % TOTAL ,49 100, ,83 100, ,81 100, ,80 100, ,00 100,00 PENDAPATAN DAERAH PAD ,66 5, ,33 4, ,86 8, ,00 5, ,00 6,46 Pajak Daerah ,05 0, ,84 0, ,00 1, ,00 1, ,00 1,18 Restribusi Daerah ,00 0, ,00 0, ,00 0, ,00 0, ,00 0,38 Hasil Pengolahan Kekayaan Daerah yang dipisahkan ,87 0, ,24 0, ,37 0, ,00 0, ,00 0,81 Lain-lain PAD ,74 3, ,25 2, ,49 5, ,00 2, ,00 4,09 PENDAPATAN ,83 94, ,50 94, ,95 91, ,80 94, ,00 93,54 TRANSFER Transfer ,83 78, ,00 82, ,00 75, ,80 89, ,00 73,36 Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil ,00 3, ,00 2, ,00 6, ,80 9, ,00 7,27 Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) ,83 9, ,00 10, ,00 8,28-0,00-0,00 Dana Alokasi ,00 58, ,00 62, ,00 55, ,00 73, ,00 59,46 Umum Dana Alokasi ,00 7, ,00 7, ,00 5, ,00 6, ,00 6,63 Khusus Transfer ,00 12, ,00 8, ,00 7,99-0, ,00 18,45 Pemerintah Pusat - Lainnya Dana Otonomi - 0,00-0,00-0,00-0, ,00 15,23 Khusus Dana Penyesuaian ,00 12, ,00 8, ,00 7,99-0, ,00 3,22 Bab 9-8

306 PENDAPATAN DAERAH Transfer Pemerintah Provinsi Pendapatan Bagi Hasil Pajak Pendapatan Bagi Hasil Lainnya Tahun Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % ,00 2, ,50 3, ,95 7, ,00 4, ,00 1, ,00 2, ,50 3, ,00 3, ,00 2, ,00 1,73-0,00-0, ,95 3, ,00 2,15-100,00 LAIN-LAIN ,00 0, ,00 1, ,00 0,46-0,00 - PENDAPATAN YAN SAH Pendapatan Hibah ,00 0,42-0, ,00 0,46-0,00-0,00 Pendapatan Dana Darurat Pendapatan Lainnya - 0,00-0,00-0,00-0,00-0,00-0, ,00 1,25-0,00-0,00-0,00 0,00 Bab 9-9

307 1. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Ke rinci yang bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah dan penerimaan hasil perusahaan selama kurun waktu Tahun secara umum mengalami peningkatan dari awal tahun 2011 sebesar Rp ,49 dan pada tahun 2015 sebesar Rp , Dana Perimbangan Proporsi dana perimbangan terhadap APBD Kabupaten Kerinci dari Tahun 2011 sampai dengan Tahun 2015 berkisar di antara angka 73,36 89,56 %. 3. Lain-lain Pendapatan yang Sah Jenis lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup seperti berikut : a. hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; b. jasa giro; c. pendapatan bunga; d. penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah; e. penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain dari akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah; f. penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; g. pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan; h. pendapatan denda pajak; i. pendapatan denda retribusi; j. pendapatan hasil eksekusi atas jaminan; k. pendapatan dari pengembalian; l. fasilitas sosial dan fasilitas umum; m. pendapatan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Bab 9-10

308 Tabel Perkembangan Belanja Daerah Kabupaten Kerinci dalam 5 Tahun Terakhir BELANJA DAERAH Tahun Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % TOTAL BELANJA DAERAH ,21 100, ,29 100, ,66 100, ,84 100, ,00 100,00 Belanja Tidak Langsung ,21 73, ,29 73, ,66 74, ,00 58, ,00 57,24 Belanja Pegawai ,14 50, ,00 53, ,00 50, ,00 52, ,00 50,16 Belanja Barang ,20 15, ,75 15, ,91 14,93 0,00 0,00 Belanja Bunga ,27 0,02-0,00 0,00 0,00 Belanja Subsidi ,00 0, ,00 0,18 0,00 0,00 Belanja Hibah ,00 2, ,00 0, ,70 4, ,00 1, ,00 0,63 Belanja Bansos ,00 1, ,00 0, ,00 0, ,00 0, ,00 0,53 Belanja Bagi Hasil 0,00-0, ,05 4,60-0,00-0,00 Bantuan Keuangan ,60 3, ,54 4,16-0, ,00 4, ,00 5,87 Belanja Tidak Terduga ,00 0,04-0, ,00 0, ,00 0, ,00 0,05 Belanja Langsung ,00 26, ,00 26, ,00 25, ,84 41, ,00 42,76 Belanja Pegawai 0,00-0,00-0, ,00 3, ,00 4, Belanja Barang dan Jasa ,00 26, ,00 26, ,00 25, ,45 16, ,00 19,53 Belanja Modal 0,00 0,00 0, ,39 22, ,00 18,76 Bab 9-11

309 Struktur belanja dalam APBD Kabupaten Kerinci pada tahun anggaran struktur belanja terdiri dari Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung. 1. Belanja Tidak Langsung, merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, seperti berikut. a. Belanja Pegawai dalam bentuk gaji dan tunjangan, tambahan penghasilan pegawai, penerimaan lainnya pimpinan dan Anggota DPRD serta Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dan Biaya Pemungutan Pajak Daerah. b. Belanja Bunga digunakan untuk pembayaran bunga atas pinjaman Pemerintah Daerah kepada pihak lainnya. c. Subsidi, digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak. d. Belanja Hibah, yaitu pemberian hibah untuk penyelenggaraan program dan kegiatan yang bersifat cross cutting issue. e. Bantuan Sosial, yaitu bantuan sosial organisasi kemasyarakatan antara lain bantuan keagamaan, pendidikan, kemasyarakatan, pengadaan pangan dan bantuan partai politik. f. Belanja tak Terduga, untuk kegiatan yang sifatnya tidak bisa atau diharapkan tidak terulang. Untuk Belanja Tidak Langsung APBD Kabupaten Kerinci dari Periode tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2011 Belanja Tidak Langsung APBD Kabupaten Kerinci sebesar Rp ,21 dan pada tahun 2015 sebesar Rp , Belanja Langsung, merupakan belanja yang dianggarkan terkait langsung dengan program dan kegiatan, seperti berikut. a. Belanja Pegawai, belanja pegawai, untuk pengeluaran honorarium PNS, honorarium non PNS dan uang lembur Bab 9-12

310 b. Belanja Barang dan Jasa, belanja barang dan jasa, untuk pengeluaran bahan habis pakai, bahan material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak dan penggandaan, sewa alat berat, sewa perlengkapan, sewa perlengkapan dan alat kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus, perjalanan dinas, beasiswa pendidikan PNS, kursus, pelatihan, sosialisasi dan bimbingan teknis perjalanan pindah tugas dan lain sebagainya. c. Belanja Modal, untuk pengeluaran pengadaan tanah, alat-alat berat, alat-alat angkutan di darat bermotor, alat-alat angkutan darat tidak bermotor, alat-alat angkutan di air bermotor, alat-alat angkutan di air tidak bermotor, alat-alat bengkel, alat-alat pengolahan pertanian dan peternakan, peralatan kantor, perlengkapan kantor, komputer dan lainlain. Untuk Belanja Langsung APBD Kabupaten Kerinci dari Periode tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2011 Belanja Langsung APBD Kabupaten Kerinci sebesar Rp ,00 dan pada tahun 2015 sebesar Rp ,00. Bab 9-13

311 Tabel Perkembangan Pembiayaan Daerah Kabupaten Kerinci dalam 5 Tahun Terakhir PEMBIAYAAN DAERAH Tahun Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Penerimaan ,69 100, ,75 100, ,29 100, ,77 100, ,00 100,00 Pembiayaan Penggunaan SILPA ,69 99, ,75 100, ,29 100, ,77 100, ,00 100,00 Pencairan Dana - 0,00-0,00-0,00-0,00-0,00 Cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah - 0,00-0,00-0,00-0,00-0,00 Penerimaan Pinjaman Daerah Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Penerimaan Piutang Daerah - 0,00-0,00-0,00-0,00-0,00-0,00-0,00-0,00-0,00-0, ,00 0,07-0,00-0,00-0,00-0,00 Pengeluaran Pembiayaan Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal Investasi Pemerintah Daerah Pembayaran Pokok Utang Pemberian Pinjaman Daerah ,22 100, ,00 100, ,00 100, ,00 100, ,00 100,00-0,00-0,00-0,00-0,00-0, ,00 89, ,00 100, ,00 100, ,00 77, ,00 100, ,22 10,84-0,00-0,00-0,00-0,00-0,00-0,00-0,00-0,00-0,00 Bab 9-14

312 Pembiayaan daerah, semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan sebagai berikut : a. SILPA tahun anggaran sebelumnya; b. pencairan dana cadangan; c. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; d. penerimaan pinjaman daerah; e. penerimaan kembali pemberian pinjaman; f. penerimaan piutang daerah; g. penerimaan kembali penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah; dan h. penerimaan kembali dana talangan. Dari periode tahun penerimaan pembiayaan Kabupaten Kerinci pada tahun 2011 sebesar Rp ,69 dan pada tahun 2015 sebesar Rp ,00. Pengeluaran pembiayaan sebagai berikut : a. pembentukan dana cadangan; b. penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah; c. pembayaran pokok utang; d. pemberian pinjaman daerah; e. pembayaran utang belanja; f. pemberian dana talangan; dan g. SILPA tahun berkenaan. Dari periode tahun penerimaan pembiayaan Kabupaten Kerinci pada tahun 2011 sebesar Rp ,22 dan pada tahun 2015 sebesar Rp ,00. Bab 9-15

313 9.3. Profil Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya Setelah APBD secara umum dibahas, maka perlu dikaji berapa besar investasi pembangunan khusus bidang Cipta Karya di daerah tersebut selama 3-5 tahun terakhir yang bersumber dari APBN, APBD, perusahaan daerah dan masyarakat/swasta Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber Dari APBN dalam 5 Tahun Terakhir Meskipun pembangunan infratruktur permukiman merupakan tanggung jawab Pemda, Ditjen Cipta Karya juga turut melakukan pembangunan infrastruktur sebagai stimulan kepada daerah agar dapat memenuhi SPM. Setiap sektor yang ada di lingkungan Ditjen Cipta Karya menyalurkan dana ke daerah melalui Satuan Kerja Non Vertikal (SNVT) sesuai dengan peraturan yang berlaku (Permen PU No. 14 Tahun 2011). Data dana yang dialokasikan pada suatu kabupaten/kota perlu dianalisis untuk melihat trend alokasi anggaran Ditjen Cipta Karya dan realisasinya di daerah tersebut. Berikut ditampilkan Tabel Alokasi Dana APBN Bidang Cipta Karya 5 tahun terakhir: Bab 9-16

314 Sektor Tabel APBN Cipta Karya di Kabupaten Kerinci dalam 5 Tahun Terakhir Tahun Tahun (Rp.) Pengembangan Air Minum , , Pengembangan PPLP , ,00 - Pengembangan Permukiman , , ,00 Penataan Bangunan dan Lingkungan , , Total , , , , ,00 Bab 9-17

315 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa Alokasi dana APBN Bidang Cipta Karya pada tahun 2010 sebesar Rp ,00 dengan alokasi terbesar pada Sektor Pengembangan Permukiman sebesar Rp ,00; dan pada Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan sebesar Rp ,00. Alokasi dana APBN Bidang Cipta Karya pada tahun 2011 sebesar Rp ,00 dengan alokasi terbesar pada Sektor Air Minum sebesar Rp ,00; pada sektor Penyehatan Lingkungan Permukiman sebesar Rp ,00; dan pada Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan sebesar Rp ,00. Pada Tahun 2012 Alokasi dana APBN Bidang Cipta Karya mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp ,00 dengan alokasi hanya pada Sektor Air Minum sebesar Rp ,00. Pada Tahun 2013 Kabupaten Kerinci mendapat Alokasi dana APBN Bidang Cipta Karya sebesar Rp ,00 yang jika dibandingkan tahun sebelumnya mengalami kenaikan dengan alokasi terbesar pada Sektor Pengembangan Permukiman sebesar Rp ,00; pada sektor Penyehatan Lingkungan Permukiman sebesar Rp ,00. Jika dilihat dari Tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 alokasi APBN Bidang Cipta Karya yang diperoleh Kabupaten Kerinci mengalami penurunan 2011 ke 2012, kembali mengalami kenaikan pada tahun 2013 dan kembali mengalami penurunan pada tahun 2014 yang hanya sebesar Rp ,00 yang dialokasikan hanya untuk 1 Sektor yaitu hanya untuk sektor Pengembangan Permukiman. Di samping Alokasi APBN yang disalurkan Ditjen Cipta Karya kepada Kabupaten/Kota melalui Satker-satker di Provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman juga dilakukan melalui penganggaran Dana Alokasi Khusus. DAK merupakan dana Bab 9-18

316 APBN yang dialokasikan ke daerah tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional. Prioritas nasional yang terkait dengan bidang Cipta Karya adalah pembangunan air minum dan sanitasi. DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Sedangkan DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat. Besar DAK ditentukan oleh Kementerian Keuangan berdasarkan Kriteria Umum, Kriteria Khusus dan Kriteria Teknis. Dana DAK ini perlu dilihat alokasi dalam 5 tahun terakhir sehingga bisa dianalisis perkembangannya. Perkembangan DAK Bidang Cipta Karya 5 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut: Bab 9-19

317 Jenis DAK Tabel Perkembangan DAK Bidang Cipta Karya Kabupaten Kerinci dalam 5 Tahun Terakhir Tahun Tahun (Rp.) DAK Air Minum , , , , ,00 DAK Sanitasi , , , , ,00 Total , , , , ,00 Bab 9-20

318 Jika dilihat dari tabel diatas Kabupaten Kerinci dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 selalu mendapatkan alokasi DAK Bidang Cipta Karya sub bidang air minum dan sub bidang sanitasi. Secara umum alokasi DAK Bidang Cipta Karya yang dianggarkan untuk Kabupaten Kerinci dari tahun 2010 sampai dengan 2014 bisa dikatakan terjadi peningkatan, hanya pada tahun 2013 terjadi penurunan namun meningkat kembali pada tahun Pada tahun 2010 Kabupaten Kerinci mendapatkan alokasi DAK Bidang Cipta Karya sebesar Rp ,00, dari besaran tersebut pembagian untuk sub bidang air minum sebesar Rp ,00 dan sub bidang sanitasi sebesar Rp ,00. Untuk tahun 2011 alokasi DAK Bidang Cipta Karya yang dianggarkan untuk Kabupaten Kerinci mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp ,00. Dari besaran tersebut terbagi menjadi sebesar Rp ,00 untuk sub bidang air minum dan Rp ,00 untuk sub bidang sanitasi. Alokasi anggaran DAK Bidang Cipta Karya sebesar Rp ,00 untuk tahun 2012 yang terbagi Rp ,00 untuk sub bidang air minum dan Rp ,00 untuk sub bidang sanitasi. Untuk tahun 2013 alokasi anggaran DAK Bidang Cipta Karya terjadi penurunan dari tahun sebelumnya menjadi Rp ,00 dengan pembagian Rp ,00 untuk sub bidang air minum dan Rp ,00 untuk sub bidang sanitasi. Pada tahun 2014 alokasi DAK Bidang Cipta Karya kembali meningkat menjadi sebesar ,00 dengan pembagian Rp ,00 untuk sub bidang air minum dan Rp ,00 untuk sub bidang sanitasi. Bab 9-21

319 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari APBD dalam 4 Tahun Terakhir Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki tugas untuk membangun prasarana permukiman di daerahnya. Untuk melihat upaya pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya perlu dianalisis proporsi belanja pembangunan Cipta Karya terhadap total belanja daerah dalam 3-5 tahun terakhir. Proporsi belanja Cipta Karya meliputi pembangunan infrastruktur baru, operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang sudah ada. Untuk melihat Proporsi belanja Cipta Karya di Kerinci dapat dilihat pada tabel berikut ini: Bab 9-22

320 Tabel Perkembangan Alokasi APBD II untuk Pembangunan Bidang Cipta Karya Kabupaten Kerinci dalam 4 Tahun Terakhir SEKTOR Tahun Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Pengembangan Air - 0,00-0,00-0,00-0,00 Minum Pengembangan PPLP ,00 1, ,00 0, ,00 0, ,00 0,00 Pengembangan Permukiman Penataan Bangunan dan Lingkungan - 0,00-0,00-0,00-0,00-0,00-0,00-0,00-0,00 Total Belanja APBD , , , ,84 Bab 9-23

321 Dari tabel diatas dapat pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 total APBD II Kabupaten Kerinci berturut-turut sebesar Rp ,21, Rp ,29, Rp ,66 dan ,84; dengan alokasi dana selama 4 tahun berturut-turut hanya untuk sektor Penyehatan Lingkungan Permukiman yaitu sebesar Rp ,00 untuk tahun 2011, Rp ,00 untuk tahun 2012, Rp ,00 untuk tahun 2013 dan Rp ,00 untuk tahun Dari data diatas dapat disimpulkan Anggaran Keciptakaryaan yang dialokasi oleh APBD II untuk 4 sektor yang terkait dengan pendanaan yang bersumber dari APBN yaitu sektor Air Minum, Penyehatan Lingkungan Permukiman, Penataan Bangunan dan Lingkungan dan Pengembangan Permukiman masih sangat kecil sekali. Jika diambil rata-rata pertahun hanya berkisar 0,5 2 %. Bab 9-24

322 Tabel Perkembangan Alokasi APBD I untuk Pembangunan Bidang Cipta Karya Kabupaten Kerinci dalam 4 Tahun Terakhir SEKTOR Tahun Rp. Rp. Rp. Rp. Pengembangan Air Minum , , , ,00 Pengembangan PPLP Pengembangan Permukiman , Penataan Bangunan dan Lingkungan , ,00 Total , , , ,00 Bab 9-25

323 Dari Tabel diatas dapat dilihat dari rentang tahun 2011 sampai dengan 2014 Anggaran yang bersumber dari APBD I yang dialokasikan untuk Bidang Cipta Karya di Kabupaten Kerinci sangat minim sekali, yang selalu ada hanya untuk sektor Air Minum dengan rincian sebesar Rp ,00 pada tahun 2011, sebesar Rp ,00 pada tahun 2012, sebesar Rp ,00 pada tahun dan sebesar Rp ,00 pada tahun Sedangkan untuk sektor lainnya hanya pada sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan yaitu pada tahun 2011 sebesar Rp ,00 dan Rp ,00 pada tahun Serta sektor Pengembangan Permukiman sebesar Rp ,00 pada tahun Selain itu, pemerintah daerah juga didorong untuk mengalokasikan Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) sebagai dana pendamping kegiatan APBN di kabupaten/kota. DDUB ini menunjukan besaran komitmen pemerintah daerah dalam melakukan pembangunan bidang Cipta Karya. Mengenai hal tersebut untuk Kabupaten Kerinci dapat dilihat pada tabel berikut ini: Bab 9-26

324 Tabel Perkembangan DDUB Kabupaten Kerinci dalam 4 Tahun Terakhir SEKTOR Pengembangan Air Minum Pengembangan PPLP Pengembangan Permukiman Tahun Alokasi APBN DDUB Alokasi APBN DDUB Alokasi APBN DDUB Alokasi APBN DDUB , , , , , , , , , , , , , , ,00 - Penataan , , ,00 Bangunan dan Lingkungan Total , , , , , , , ,00 Bab 9-27

325 Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada tahun 2011 dari total alokasi APBN untuk Kabupaten Kerinci sebesar Rp ,00 yang terdiri dari; Rp ,00 sektor Air Minum, Rp ,00 dari sektor Penyehatan Lingkungan Permukiman dan sebesar Rp ,00 dari sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan. DDUB yang dialokasikan untuk tahun ini sebesar Rp ,00 untuk sektor Air Minum, Rp ,00 untuk Sektor Penyehatan Lingkungan Permukiman, dan Rp ,00 untuk Penataan Bangunan dan Lingkungan. Pada tahun 2012 dari total alokasi APBN untuk Kabupaten Kerinci sebesar Rp ,00 yang hanya dialokasi untuk sektor Air Minum. Namun DDUB yang dialokasikan melebihi alokasi yang diberikan oleh APBN dan dialokasi untuk 3 (tiga) Sektor yaitu Rp ,00 untuk sektor Air Minum, Rp ,00 untuk Sektor Penyehatan Lingkungan Permukiman, dan Rp ,00 untuk Pengembangan Permukiman. Pada tahun 2013 dari total alokasi APBN untuk Kabupaten Kerinci sebesar Rp ,00 yang hanya dialokasikan untuk 2 (dua) Sektor yaitu: Rp ,00 untuk sektor Penyehatan Lingkungan Permukiman dan Rp ,00 untuk sektor Pengembangan Permukiman. DDUB yang dialokasikan juga terdiri dari 2 (dua) sektor yaitu Rp ,00 untuk sektor Air Minum dan Rp ,00 untuk sektor Penyehatan Lingkungan Permukiman. Dan Pada tahun 2014 dari total alokasi APBN untuk Kabupaten Kerinci sebesar Rp ,00 yang hanya dialokasi untuk sektor Pengembangan Permukiman. Namun DDUB yang dialokasikan dari 3 (tiga) sektor yaitu Rp ,00 untuk sektor Air Minum, Rp ,00 untuk sektor Penyehatan Lingkungan Permukiman, dan Rp ,00 untuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan. Bab 9-28

326 9.4. Proyeksi dan Rencana Investasi Bidang Cipta Karya Untuk melihat kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan (sesuai jangka waktu RPI2-JM) maka dibutuhkan analisis proyeksi perkembangan APBD Proyeksi APBD Kabupaten Kerinci 5 tahun ke depan Proyeksi APBD Kabupaten Kerinci dalam lima tahun ke depan dilakukan dengan melakukan perhitungan regresi terhadap kecenderungan APBD dalam lima tahun terakhir menggunakan asumsi atas dasar trend historis. Setelah diketahui pendapatan dan belanja maka diperkirakan alokasi APBD terhadap bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan dengan asumsi proporsinya sama dengan rata-rata proporsi tahun-tahun sebelumnya. Bab 9-29

327 Tabel Proyeksi APBD Kabupaten Kerinci 5 tahun ke depan Komponen APBD Realisasi Persentase Pertumbuhan Proyeksi Y-2 Y-1 Y-0 Y1 Y2 Y3 Y4 Y Pendapatan , , ,00-0, , , , , ,94 Asli Daerah Dana , , ,00 0, , , , , ,13 Perimbangan DBH , , ,00-0, , , , , ,08 DAU , , ,00 0, , , , , ,13 DAK , , ,00 0, , , , , ,36 Lain-Lain Pendapatan Yang Sah , , ,00-0, , , , , ,64 Total APBD , , ,00 0, , , , , ,71 Perkiraan Alokasi Kemampuan APBD untuk Bidang Cipta Karya , , , , ,25 Bab 9-30

328 Berdasar tabel hitungan Proyeksi Proyeksi Pendapatan APBD Kabupaten Kerinci dalam 5 Tahun ke Depan diatas dan trend peningkatan alokasi dana untuk Bidang Cipta Karya dari APBD Kabupaten Kerinci dapat diketahui perkiraan kemampuan APBD Kabupaten Kerinci dalam pendanaan Bidang Cipta Karya untuk 5 tahun kedepan berkisar antara Rp ,00 sampai Rp ,00 pertahunnya Analisis Keterpaduan Strategi Peningkatan Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya Sebagai kesimpulan dari analisis aspek pembiayaan, dilakukan analisis tingkat ketersediaan dana yang ada untuk pembangunan bidang infrastruktur Cipta Karya yang meliputi sumber pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan daerah, serta dunia usaha dan masyarakat. Kemudian, perlu dirumuskan strategi peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya dengan mendorong pemanfaatan pendanaan dari berbagai sumber Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Kerinci Bila dilihat dari trend alokasi dana yang bersumber dari APBN dari tahun-tahun sebelumnya Kabupaten Kerinci pertahunnya bisa mendapatkan alokasi dana yang bersumber dari APBN untuk kegiatan keciptakaryaan berkisar anatara Rp ,00 sampai dengan Rp ,00 atau jika ditarik rata-rata dapat diasumsikan Kabupaten Kerinci bisa mendapatkan alokasi APBN berkisar Rp ,00 pertahunya. Dan melihat dari hitungan proyeksi kemampuan APBD Kabupaten Kerinci untuk lima tahun kedepan pada pembahasan sebelumnya APBD Kabupaten Kerinci mempunyai kemampuan untuk mendanai Infrastruktur Bidang Cipta Karya berkisar Rp ,00. Selain itu dalam mendanai Infrastruktur Bidang Cipta Karya Kabupaten Kerinci juga bisa mendapatkan dana yang bersumber dari APBD Provinsi Jambi dan untuk selanjutnya bisa diusahakan dari sektor swasta salah satunya melalui program CSR perusahaan-perusahaan swasta. Bab 9-31

329 Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya Untuk lebih meningkankan investasi bidang Cipta Karya Dalam Kebijakan keuangan Daerah Kerinci periode tahun diarahkan untuk mengoptimalkan penerimaan daerah baik yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), maupun dana perimbangan serta penerimaan pembiayaan. Berdasarkan data historis keuangan daerah tersebut, maka kebijakan keuangan Kabupaten Kerinci selama periode tahun diarahkan pada hal-hal berikut: 1. Mengintensifkan penerimaan daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) baik pajak, retribusi dan pendapatan lain yang sah. 2. Menggali dan mengembangkan potensi sumber-sumber pendapatan asli daerah yang baru dan yang sah. 3. Mengupayakan peningkatan penerimaan dari dana perimbangan, terutama yang bersumber dari dana bagi hasil pengelolaan sumberdaya alam yang selama ini dirasakan kurang adil dan membantu pemerintah pusat dalam melakukan pemungutan dana bagi hasil pajak di daerah. 4. Terus mengupayakan tersedianya Dana Alokasi Khusus Bidang Cipta Karya. Bab 9-32

330 Aspek Kelembagaan Kabupaten Kerinci Bab 10-1

331 Dalam pembangunan prasarana bidang Cipta Karya, untuk mencapai hasil yang optimal diperlukan kelembagaan yang dapat berfungsi sebagai motor penggerak RPI2-JM Bidang Cipta Karya agar dapat dikelola dengan baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kelembagaan dibagi dalam 3 komponen utama, yaitu organisasi, tata laksana dan sumber daya manusia. Organisasi sebagai wadah untuk melakukan tugas dan fungsi yang ditetapkan kepada lembaga; tata laksana merupakan motor yang menggerakkan organisasi melalui mekanisme kerja yang diciptakan; dan sumber daya manusia sebagai operator dari kedua komponen tersebut. Dengan demikian untuk meningkatkan kinerja suatu lembaga, penataan terhadap ketiga komponen harus dilaksanakan secara bersamaan dan sebagai satu kesatuan Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya Beberapa kebijakan berikut merupakan landasan hukum dalam pengembangan dan peningkatan kapasitas kelembagaan bidang Cipta Karya pada pemerintahan kabupaten/kota. 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Dalam UU 23/2014 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan menjalankan otonomi seluas-luasnya, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Untuk membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan otonomi, maka dibentuklah organisasi perangkat daerah yang ditetapkan melalui Pemerintah Daerah. Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam Bab 10-2

332 organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurangkurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, dan sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu, kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam. 2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan PP tersebut mencantumkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, dan pemerintah berkewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap pemerintah kabupaten/kota. PP 38/2007 ini juga memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pembangunan di Bidang Cipta Karya. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 7 Bab III, yang berbunyi: (1) Urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar. (2) Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: antara lainnya adalah bidang pekerjaan umum. Dari pasal tersebut, ditetapkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, sehingga penyusunan RPI2-JM bidang Cipta Karya sebagai salah satu perangkat pembangunan daerah perlu melibatkan Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Bab 10-3

333 3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Daerah Berdasarkan PP 41 tahun 2007, bidang PU meliputi bidang Bina Marga, Pengairan, Cipta Karya dan Penataan Ruang. Bidang PU merupakan perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas. Dinas ditetapkan terdiri dari 1 sekretariat dan paling banyak 4 bidang, dengan sekretariat terdiri dari 3 sub-bagian dan masing-masing bidang terdiri dari paling banyak 3 seksi. Gambar Keorganisasian Pemerintah Kabupaten/Kota 4. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN Dalam Buku I Bab II Perpres ini dijabarkan tentang upaya untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi diperlukan adanya upaya penataan kelembagaan dan ketalalaksanaan, peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, penyempurnaan sistem perencanaan dan penganggaran, serta pengembangan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dan aparaturnya. Untuk mendukung penataan kelembagaan, secara beriringan telah ditempuh upaya untuk memperkuat aspek ketatalaksanaan di lingkungan instansi pemerintah, seperti perbaikan standar operasi dan prosedur Bab 10-4

334 (SOP) dan penerapan e-government di berbagai instansi. Sejalan dengan pengembangan manajemen kinerja di lingkungan instansi pemerintah, seluruh instansi pusat dan daerah diharapkan secara bertahap dalam memperbaiki sistem ketatalaksanaan dengan menyiapkan perangkat SOP, mekanisme kerja yang lebih efisien dan efektif, dan mendukung upaya peningkatan akuntabilitas kinerja. 5. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Tindak lanjut dari Peraturan Presiden ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Reformasi Birokrasi pada Pemerintah Daerah. Berdasarkan peraturan menteri ini, reformasi birokrasi pada pemerintah daerah dilaksanakan mulai tahun 2012, dengan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai dengan kemampuan pemerintah daerah. Permen ini memberikan panduan dan kejelasan mengenai mekanisme serta prosedur dalam rangka pengusulan, penetapan, dan pembinaan pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah daerah. Upaya pembenahan birokrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya telah dimulai sejak tahun Pembenahan yang dilakukan adalah menyangkut 3 (tiga) pilar birokrasi, yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, dan Sumber Daya Manusia (SDM). Untuk mendukung tercapainya good governance, maka perlu dilanjutkan dan disesuaikan dengan program reformasi birokrasi pemerintah, yang terdiri dari sembilan program, yaitu : 1. Program Manajemen Perubahan, meliputi: penyusunan strategi manajemen perubahan dan strategi komunikasi K/L dan Pemda, sosialisasi dan internalisasi manajemen perubahan dalam rangka reformasi birokrasi; Bab 10-5

335 2. Program Penataan Peraturan Perundang-undangan, meliputi: penataan berbagai peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan/diterbitkan oleh K/L dan Pemda; 3. Program Penguatan dan Penataan Organisasi, meliputi: restrukturisasi tugas dan fungsi unit kerja, serta penguatan unit kerja yang menangani organisasi, tata laksana, pelayanan publik, kepegawaian dan diklat; 4. Penataan Tata laksana, meliputi: penyusunan SOP penyelenggaraan tugas dan fungsi, serta pembangunan dan pengembangan e- government; 5. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, meliputi: penataan sistem rekrutmen pegawai, analisis dan evaluasi jabatan, penyusunan standar kompetensi jabatan, asesmen individu berdasarkan kompetensi; 6. Penguatan Pengawasan, meliputi: penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan Peningkatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP); 7. Penguatan Akuntabilitas, meliputi: penguatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, pengembangan sistem manajemen kinerja organisasi dan penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU); 8. Penguatan Pelayanan Publik, meliputi: penerapan standar pelayanan pada unit kerja masing-masing, penerapan SPM pada Kab/Kota. 9. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan. Pola pikir Reformasi Birokrasi di Kementerian Pekerjaan Umum dapat dilihat pada gambar berikut ini. Bab 10-6

336 Gambar Pola Pikir Penyusunan Reformasi Birokrasi PU Cipta Karya 6. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional Di dalam Inpres ini dinyatakan bahwa pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan fungsional semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah. Presiden menginstruksikan untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing. Terkait PUG, Kementerian PU dan Ditjen Cipta Karya pada umumnya telah mulai menerapkan PUG dalam tiap program/kegiatan Cipta Karya. Untuk itu perlu diperhatikan dalam pengembangan kelembagaan bidang Cipta Karya untuk memasukkan prinsip-prinsip PUG, demikian pula di dalam pengelolaan RPI2-JM Bidang Cipta Karya. Bab 10-7

PERENCANAAN PROGRAM DAN PEMBIAYAAN PEMERINTAH MENUJU 100% AIR MINUM. Direktur Permukiman dan Perumahan, Bappenas Jakarta, Januari 2015

PERENCANAAN PROGRAM DAN PEMBIAYAAN PEMERINTAH MENUJU 100% AIR MINUM. Direktur Permukiman dan Perumahan, Bappenas Jakarta, Januari 2015 PERENCANAAN PROGRAM DAN PEMBIAYAAN PEMERINTAH MENUJU 100% AIR MINUM Direktur Permukiman dan Perumahan, Bappenas Jakarta, Januari 2015 UNIVERSAL AKSES AIR MINUM 15% Akses Dasar Akses tambahan untuk 100

Lebih terperinci

USULAN PROGRAM DAN KEGIATAN DALAM MEMORANDUM PROGRAM SANITASI SEBAGAI DASAR DOKUMEN PERENCANAAN TEKNIS PUSAT (RPI2JM- CK)

USULAN PROGRAM DAN KEGIATAN DALAM MEMORANDUM PROGRAM SANITASI SEBAGAI DASAR DOKUMEN PERENCANAAN TEKNIS PUSAT (RPI2JM- CK) USULAN PROGRAM DAN KEGIATAN DALAM MEMORANDUM PROGRAM SANITASI SEBAGAI DASAR DOKUMEN PERENCANAAN TEKNIS PUSAT (RPI2JM- CK) Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa air minum

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM) BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN/KOTA

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM) BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN/KOTA K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D A N P E R U M A H A N R A K Y A T D I R E K T O R A T J E N D E R A L C I P T A K A R Y A PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Penyediaan Air Minum. Sanitasi. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM

Lebih terperinci

PERANAN RP2KPKP DALAM PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS KUMUH PERKOTAAN PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

PERANAN RP2KPKP DALAM PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS KUMUH PERKOTAAN PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DIREKTORAT PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERANAN RP2KPKP DALAM PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS KUMUH PERKOTAAN PERMUKIMAN

Lebih terperinci

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Cipta Karya Kebijakan dan Strategi Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Cipta Karya Kebijakan dan Strategi Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Cipta Karya Kebijakan dan Strategi Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya Disampaikan oleh: Ir. Rina Agustin Indriani, MURP Sekretaris

Lebih terperinci

INFRASTRUKTUR AIR MINUM BERKELANJUTAN

INFRASTRUKTUR AIR MINUM BERKELANJUTAN DIREKTORAT PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Temu Ilmiah Lingkungan, HCD 35 TH PSIL Universitas Indonesia INFRASTRUKTUR

Lebih terperinci

(RencanaProgram InvestasiJangkaMenengah) Bidang CiptaKarya

(RencanaProgram InvestasiJangkaMenengah) Bidang CiptaKarya PedomanPenyusunanRPIJM (RencanaProgram InvestasiJangkaMenengah) Bidang CiptaKarya SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL CIPTA KARYA Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten/Kota merupakan dokumen

Lebih terperinci

Kebijakan Program Bidang Cipta Karya

Kebijakan Program Bidang Cipta Karya Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum Arahan Direktur Jenderal Cipta Karya Kebijakan Program Bidang Cipta Karya Penajaman Program Palembang 03 Maret 2014 OUTLINE A. Konsep Perencanaan

Lebih terperinci

Kebijakan Keterpaduan Infrastruktur Permukiman dalam Penanganan Permukiman Kumuh

Kebijakan Keterpaduan Infrastruktur Permukiman dalam Penanganan Permukiman Kumuh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Cipta Karya Kebijakan Keterpaduan Infrastruktur Permukiman dalam Penanganan Permukiman Kumuh Ir. Joerni Makmoerniati, MSc Plh. Direktur

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM disampaikan oleh Direktur Pengembangan SPAM pada: Sosialisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Air Minum TA 2019 Direktorat Pengembangan Sistem Penyediaan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMERINTAH KABUPATEN WAKATOBI KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN WAKATOBI

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMERINTAH KABUPATEN WAKATOBI KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN WAKATOBI RINGKASAN EKSEKUTIF Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (Program PPSP) merupakan program yang dimaksudkan untuk mengarusutamakan pembangunan sanitasi dalam pembangunan, sehingga sanitasi

Lebih terperinci

-1- MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

-1- MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA -1- MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/PRT/M/2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI

Lebih terperinci

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 4.1 SASARAN DAN ARAHAN PENAHAPAN PENCAPAIAN Sasaran Sektor Sanitasi yang hendak dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut : - Meningkatkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INVESTASI INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

KEBIJAKAN INVESTASI INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT KEBIJAKAN INVESTASI INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT MATERI PAPARAN DIREKTUR BINA INVESTASI INFRASTRUKTUR FASILITASI PENGUSAHAAN JALAN DAERAH KENDARI, 10 11 MEI 2016 VISI DAN 9

Lebih terperinci

Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya

Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya Yogyakarta, 13 Agustus 2015 Oleh : Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

Kebijakan, Strategi dan Program Keterpaduan Penanganan Kumuh Perkotaan

Kebijakan, Strategi dan Program Keterpaduan Penanganan Kumuh Perkotaan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Cipta Karya Kebijakan, Strategi dan Program Keterpaduan Penanganan Kumuh Perkotaan Direktorat Keterpaduan Infrastruktur Permukiman Outline

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi II-1 BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi Pembangunan Tahun 2011-2015 adalah Melanjutkan Pembangunan Menuju Balangan yang Mandiri dan Sejahtera. Mandiri bermakna harus mampu

Lebih terperinci

KETERPADUAN PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

KETERPADUAN PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Cipta Karya KETERPADUAN PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN Oleh: Dwityo A. Soeranto Direktur Keterpaduan Infrastruktur Permukiman

Lebih terperinci

BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI

BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI Pada bab ini akan dibahas mengenai strategi pengembangan sanitasi di Kota Bandung, didasarkan pada analisis Strength Weakness Opportunity Threat (SWOT) yang telah dilakukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencapaian target MDGs di bidang sanitasi memerlukan kebijakan dan strategi yang efektif. Oleh karena itu, diperlukan berbagai program dan kegiatan yang terukur dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

ARAH PEMBANGUNAN SEKTOR SANITASI Disampaikan oleh : Ir. M. Maliki Moersid, MCP Direktur Pengembangan PLP

ARAH PEMBANGUNAN SEKTOR SANITASI Disampaikan oleh : Ir. M. Maliki Moersid, MCP Direktur Pengembangan PLP ARAH PEMBANGUNAN SEKTOR SANITASI 2015-2019 Disampaikan oleh : Ir. M. Maliki Moersid, MCP Direktur Pengembangan PLP KONDISI SANITASI SAAT INI SUB SEKTOR 2010 2011 2012 2013 Air Limbah 55,53% 55,60% 57,82%

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh:

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh: KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT. Definisi Air Minum menurut MDG s adalah air minum perpipaan dan air minum non perpipaan terlindung yang berasal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 16/PRT/M/2008

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 16/PRT/M/2008 MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 16/PRT/M/2008 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH PERMUKIMAN (KSNP-SPALP)

Lebih terperinci

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi dan misi sanitasi Kota Kendari disusun dengan mengacu pada visi misi Kota Kendari yang tertuang dalam RPJMD Kota Kendari, dengan adanya

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN

Lebih terperinci

Kebijakan Keterpaduan Perencanaan Program Cipta Karya

Kebijakan Keterpaduan Perencanaan Program Cipta Karya DIREKTORAT BINA PROGRAM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM Kebijakan Keterpaduan Perencanaan Program Cipta Karya Oleh: Ir. Edward Abdurrahman, M.Sc Kasubdit Kebijakan dan Strategi,

Lebih terperinci

IV.B.7. Urusan Wajib Perumahan

IV.B.7. Urusan Wajib Perumahan 7. URUSAN PERUMAHAN Penataan lingkungan perumahan yang baik sangat mendukung terciptanya kualitas lingkungan yang sehat, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Dengan meningkatnya kualitas

Lebih terperinci

Penyepakatan VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI SANITASI KOTA TASIKMALAYA SATKER SANITASI KOTA TASIKMALAYA

Penyepakatan VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI SANITASI KOTA TASIKMALAYA SATKER SANITASI KOTA TASIKMALAYA Penyepakatan VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI SANITASI KOTA TASIKMALAYA SATKER SANITASI KOTA TASIKMALAYA TAHUN LOGO2013 VISI Terciptanya Kondisi Lingkungan Masyarakat yang Sehat dan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENDANAAN PENCAPAIAN SASARAN AIR MINUM

ARAH KEBIJAKAN PENDANAAN PENCAPAIAN SASARAN AIR MINUM ARAH KEBIJAKAN PENDANAAN PENCAPAIAN SASARAN AIR MINUM Disampaikan pada : Lokakarya Penyiapan Pelaksanaan Program Hibah Air Minum Perkotaan APBN Tahun 2016 DIREKTORAT ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN Rabu,

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 3.1. Visi dan Misi Sanitasi Visi merupakan harapan kondisi ideal masa mendatang yang terukur sebagai arah dari berbagai upaya sistematis dari setiap elemen dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kondisi eksisting sanitasi di perkotaan masih sangat memprihatinkan karena secara pembangunan sanitasi tak mampu mengejar pertambahan jumlah penduduk yang semakin

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN) tahun 2005 2025 Pemerintah Indonesia. Berbagai langkah

Lebih terperinci

PERCEPATAN PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH DIREKTUR PERKOTAAN, PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN BAPPENAS JAKARTA, 5 SEPTEMBER 2017

PERCEPATAN PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH DIREKTUR PERKOTAAN, PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN BAPPENAS JAKARTA, 5 SEPTEMBER 2017 PERCEPATAN PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH DIREKTUR PERKOTAAN, PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN BAPPENAS JAKARTA, 5 SEPTEMBER 2017 1 PERUBAHAN YANG DITUJU Trend Saat Ini Permukiman Kondisi Yang Diinginkan Padat, tidak

Lebih terperinci

2018, No Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 73, Tambahan Lembaran

2018, No Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 73, Tambahan Lembaran BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.34, 2018 KEMENPU-PR. DAK Infrastruktur PU-PR. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PRT/M/2017 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

Direktur Pengembangan PLP Ir. M. Maliki Moersid, MCP Disampaikan pada : Kick Off Meeting Nasional Program PPSP 2015 Jakarta, 10 maret 2015

Direktur Pengembangan PLP Ir. M. Maliki Moersid, MCP Disampaikan pada : Kick Off Meeting Nasional Program PPSP 2015 Jakarta, 10 maret 2015 TARGET PEMBANGUNAN SANITASI NASIONAL 2015-2019 Direktur Pengembangan PLP Ir. M. Maliki Moersid, MCP Disampaikan pada : Kick Off Meeting Nasional Program PPSP 2015 Jakarta, 10 maret 2015 CAPAIAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN SSK LAMPUNG TIMUR Tahun 2016

PEMUTAKHIRAN SSK LAMPUNG TIMUR Tahun 2016 Created on 10/3/2016 at 9:8:38 Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk memenuhi target pembangunan sektor sanitasi, yang meliputi pengelolaan air limbah domestik, pengelolaan persampahan, dan

Lebih terperinci

- 1 - DOKUMEN STANDAR KSNP SPAM, JAKSTRA SPAM PROVINSI, DAN JAKSTRA SPAM KABUPATEN/KOTA

- 1 - DOKUMEN STANDAR KSNP SPAM, JAKSTRA SPAM PROVINSI, DAN JAKSTRA SPAM KABUPATEN/KOTA - 1 - LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DOKUMEN STANDAR KSNP SPAM, JAKSTRA SPAM PROVINSI, DAN JAKSTRA

Lebih terperinci

B A B V PROGRAM DAN KEGIATAN

B A B V PROGRAM DAN KEGIATAN B A B V PROGRAM DAN KEGIATAN Bagian ini memuat daftar program dan kegiatan yang menjadi prioritas sanitasi Tahun 0 06 ini disusun sesuai dengan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran dari masing-masing

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2016-2035 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N

B A B I P E N D A H U L U A N B A B I P E N D A H U L U A N 1.1. LATAR BELAKANG Kondisi sanitasi di Kabupaten Bojonegoro yang telah digambarkan dalam Buku Putih Sanitasi Kabupaten Bojonegoro mencakup sektor air limbah, persampahan,

Lebih terperinci

Rakor Evaluasi TA 2016 & Persiapan TA 2017 Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN SPAM PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

Rakor Evaluasi TA 2016 & Persiapan TA 2017 Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN SPAM PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN D IR E K T OR A T P E NGEMBANGAN SIST E M P E NY E D IA A N A IR M INUM D IR E K T OR A T J E NDERAL C IP T A K A R Y A K E M E NT E R IA N P E K E R J A A N U M U M D A N P E R U M A H A N R A K Y A T

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI Berdasarkan Visi dan Misi yang telah dirumuskan, dan mengacu kepada arahan tehnis operasional dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Banjarbaru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun merupakan tahap ketiga dari

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun merupakan tahap ketiga dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun 2016-2021 merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR MINAPOLITAN

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR MINAPOLITAN KEGIATAN PERDESAAN POTENSIAL DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-CIPTA KARYA-AN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR MINAPOLITAN RAPAT KOORDINASI MINAPOLITAN TAHUN 2014 BATAM 21 23 SEPTEMBER 2014 DIREKTORAT PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.101 2016 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5883) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II ARAH PENGEMBANGAN SANITASI

BAB II ARAH PENGEMBANGAN SANITASI BAB II ARAH PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi dan Misi Kabupaten Grobogan sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2011 2016 sebagai berikut : V I S

Lebih terperinci

DIREKTORAT PENGEMBANGAN PLP MENUJU UNIVERSAL AKSES

DIREKTORAT PENGEMBANGAN PLP MENUJU UNIVERSAL AKSES KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DIREKTORAT PENGEMBANGAN PLP DIREKTORAT PENGEMBANGAN PLP MENUJU UNIVERSAL AKSES TAHUN 2019 POSISI SANITASI INDONESIA DI ASIA

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I SUMBER DAYA AIR. Air Minum. Penyediaan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 345 Tahun 2015) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PENJELASAN MEKANISME PENYUSUNAN. Rencana Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman SEMARANG, 5 JUNI 2014

PENJELASAN MEKANISME PENYUSUNAN. Rencana Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman SEMARANG, 5 JUNI 2014 PENJELASAN MEKANISME PENYUSUNAN Rencana Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman SEMARANG, 5 JUNI 2014 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERA CIPTA KARYA DIREKTORAT PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

Lebih terperinci

-1- MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

-1- MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA -1- MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/PRT/M/2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN DANA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

AGENDA NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN SANITASI

AGENDA NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN SANITASI AGENDA NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN SANITASI 2015-2019 DIREKTORAT PERMUKIMAN DAN PERUMAHAN, BAPPENAS Hasil Selama Ini Agenda Ke Depan Target Propinsi Modal Yang Dimiliki Tantangan Kolaborasi Rencana

Lebih terperinci

Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Buku Putih Sanitasi Kota Bogor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi sanitasi merupakan salah satu komponen yang ikut mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat dan lingkungan yang secara tidak langsung juga turut berkontribusi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN SPAM PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN SPAM PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN D I R E K T O R A T P E N G E M B A N G A N S I S T E M P E N Y E D I A A N AIR M I N U M D I R E K T O R A T J E N D E R A L C I P T A K A R Y A K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D A N P

Lebih terperinci

Mekanisme Diskusi. Sesi 1 Simulasi Penyusunan RPI2JM Sesi 2 Konsultasi dokumen RPI2JM masing-masing Kab/Kota

Mekanisme Diskusi. Sesi 1 Simulasi Penyusunan RPI2JM Sesi 2 Konsultasi dokumen RPI2JM masing-masing Kab/Kota Mekanisme Desk Mekanisme Diskusi Sesi 1 Simulasi Penyusunan RPI2JM Sesi 2 Konsultasi dokumen RPI2JM masing-masing Kab/Kota Kelengkapan Data Desk : Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kab/Kota; Dokumen Rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) merupakan dokumen perencanaan jangka menengah (5 tahun) yang memberikan arah bagi pengembangan sanitasi di Kabupaten Cilacap karena

Lebih terperinci

Kebijakan Nasional Pengentasan Permukiman Kumuh. Direktorat Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas Manado, 19 September 2016

Kebijakan Nasional Pengentasan Permukiman Kumuh. Direktorat Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas Manado, 19 September 2016 Kebijakan Nasional Pengentasan Permukiman Kumuh Direktorat Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas Manado, 19 September 2016 Persentase Juta Jiwa MENGAPA ADA PERMUKIMAN KUMUH? Urbanisasi

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI Berdasarkan Visi dan Misi yang telah dirumuskan, dan mengacu kepada arahan tehnis operasional dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Banjarbaru

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

C. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM

C. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM LAMPIRAN III PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 C. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Sumber Daya Air 1. Pengaturan

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA Bab empat ini merupakan inti dari Strategi Sanitasi Kota Bontang tahun 2011-2015 yang akan memaparkan antara lain tujuan, sasaran, tahapan pencapaian

Lebih terperinci

KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN BERAU BAB I PENDAHULUAN

KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN BERAU BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sanitasi didefinisikan sebagai upaya membuang limbah cair domestik dan sampah untuk menjamin kebersihan dan lingkungan hidup sehat, baik ditingkat rumah tangga maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan sanitasi sampai saat ini masih belum menjadi prioritas dalam pembangunan daerah. Kecenderungan pembangunan lebih mengarah pada bidang ekonomi berupa pencarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA (RENJA) DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN DAN PERTANAHAN KABUPATEN PURWOREJO

RENCANA KERJA (RENJA) DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN DAN PERTANAHAN KABUPATEN PURWOREJO RENCANA KERJA (RENJA) DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN DAN PERTANAHAN KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2018 DAFTAR ISI DAFTAR ISI BAB I : PENDAHULUAN.. 2 1.1 Latar Belakang 2 1.2 Landasan Hukum.. 4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN R encana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 5 (lima) tahun. RPJMD memuat visi, misi, dan program pembangunan dari Bupati

Lebih terperinci

KAIDAH PERUMUSAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

KAIDAH PERUMUSAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KAIDAH PERUMUSAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Disampaikan dalam acara: Workshop Perencanaan Pembangunan Daerah Metro Lampung, 30-31 Oktober 2017 Digunakan dalam perumusan: Rancangan awal RPJPD

Lebih terperinci

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi 3.1. Visi dan misi sanitasi Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi Dalam rangka merumuskan visi misi sanitasi Kabupaten Lampung Tengah perlu adanya gambaran Visi dan Misi Kabupaten Lampung Tengah sebagai

Lebih terperinci

DAFTAR USULAN RENCANA KEGIATAN KABUPATEN / KOTA... YANG BERSUMBER DARI DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) TAHUN ANGGARAN 2017

DAFTAR USULAN RENCANA KEGIATAN KABUPATEN / KOTA... YANG BERSUMBER DARI DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) TAHUN ANGGARAN 2017 DAFTAR USULAN RENCANA KEGIATAN KABUPATEN / KOTA... YANG BERSUMBER DARI DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) TAHUN ANGGARAN 2017 3. BIDANG INFRASTRUKTUR PERUMAHAN, AIR MINUM DAN SANITASI NO. KEGIATAN TARGET DANA LOKASI

Lebih terperinci

IVI- IV TUJUAN, SASARAN & TAHAPAN PENCAPAIAN

IVI- IV TUJUAN, SASARAN & TAHAPAN PENCAPAIAN STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA STRATEGII SANIITASII KOTA PROBOLIINGGO 4.1. TUJUAN, SASARAN & TAHAPAN PENCAPAIAN 4.1.1. Sub Sektor Air Limbah Mewujudkan pelaksanaan pembangunan dan prasarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan pembangunan nasional yang bertujuan untuk mendukung

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan pembangunan nasional yang bertujuan untuk mendukung LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KOTABARU NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KOTABARU TAHUN 2016-2021 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang P erencanaan pembangunan

Lebih terperinci

- 6 - SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN. 1. Pengaturan 1. Penetapan kebijakan pengelolaan sumber daya air daerah.

- 6 - SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN. 1. Pengaturan 1. Penetapan kebijakan pengelolaan sumber daya air daerah. - 6-3. BIDANG PEKERJAAN UMUM 1. Sumber Daya Air 1. Pengaturan 1. Penetapan kebijakan pengelolaan sumber daya air 2. Penetapan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu 3. Penetapan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN dan STRATEGI PENYEDIAAN PERUMAHAN TA

KEBIJAKAN dan STRATEGI PENYEDIAAN PERUMAHAN TA KEBIJAKAN dan STRATEGI PENYEDIAAN PERUMAHAN TA 2015-2019 DIREKTORAT PERENCANAAN PENYEDIAAN PERUMAHAN DIREKTORAT JENDERAL PENYEDIAAN PERUMAHAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT 1 LANDASAN

Lebih terperinci

Universal Access cakupan akses 100% untuk air minum dan sanitasi dalam rangka. 1.1 Latar Belakang

Universal Access cakupan akses 100% untuk air minum dan sanitasi dalam rangka. 1.1 Latar Belakang . Latar Belakang Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup, kondisi lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN MADIUN

BAB I PENDAHULUAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN MADIUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir 30% penduduk Indonesia masih buang air besar sembarangan (BABS), baik langsung maupun tidak langsung 18,1% diantaranya di perkotaan. Genangan di permukiman dan

Lebih terperinci

DAFTAR USULAN RENCANA KEGIATAN KABUPATEN / KOTA... YANG BERSUMBER DARI DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) INFRASTRUKTUR PUBLIK TAHUN ANGGARAN 2017

DAFTAR USULAN RENCANA KEGIATAN KABUPATEN / KOTA... YANG BERSUMBER DARI DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) INFRASTRUKTUR PUBLIK TAHUN ANGGARAN 2017 DAFTAR USULAN RENCANA KEGIATAN KABUPATEN / KOTA... YANG BERSUMBER DARI DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) INFRASTRUKTUR PUBLIK TAHUN ANGGARAN 2017 NO. KEGIATAN TARGET DANA LOKASI Total DAK Infrastruktur Publik

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB V STRATEGI MONITORING DAN EVALUASI

BAB V STRATEGI MONITORING DAN EVALUASI STRATEGI SANITASI KABUPATEN 2013-2017 BAB V STRATEGI MONITORING DAN EVALUASI Monitoring evaluasi merupakan pengendalian yakni bagian tidak terpisahkan dari upaya mewujudkan tujuan yang akan dicapai. Monitoring

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5883 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 101). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang 1-1

PENDAHULUAN Latar Belakang 1-1 Bab 1 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan perkembangan wilayah dewasa ini semakin meningkat, namun tidak diimbangi secara optimal dengan penyediaan layanan sektor sanitasi dasar yang layak bagi

Lebih terperinci

BAB I 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan Pembangunan Daerah memiliki arti sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan menjadi pedoman dalam pelaksanaan pembangunan. Sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PEMERINTAH. sumber daya air pada wilayah sungai kabupaten/kota.

PEMERINTAH. sumber daya air pada wilayah sungai kabupaten/kota. - 20 - C. PEMBAGIAN URUSAN AN PEKERJAAN UMUM 1. Sumber Daya Air 1. Pengaturan 1. Penetapan kebijakan nasional sumber daya air. 2. Penetapan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi,

Lebih terperinci

4.1 PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DAN PROMOSI HIGIENE

4.1 PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DAN PROMOSI HIGIENE Bab 4 : 4.1 PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DAN PROMOSI HIGIENE Pemerintah Kota sejak Tahun 2010 turut mendukung pencapaian Visi Indonesia Sehat dengan mendorong promosi kesehatan yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain:

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen Memorandum Program Sanitasi ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan

Lebih terperinci

EVALUASI PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) PELAYANAN BIDANG SARANA DAN PRASARANA DASAR KABUPATEN KUTAI TIMUR. Arif Mudianto.

EVALUASI PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) PELAYANAN BIDANG SARANA DAN PRASARANA DASAR KABUPATEN KUTAI TIMUR. Arif Mudianto. EVALUASI PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) PELAYANAN BIDANG SARANA DAN PRASARANA DASAR KABUPATEN KUTAI TIMUR Oleh : Arif Mudianto Abstrak Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK LANJUTAN

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK LANJUTAN SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK LANJUTAN TAHUN ANGGARAN 213 NOMOR DIPA-33.5-/213 DS 11-823-4351-5822 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara.

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Sesuai dengan amanat Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Kubu Raya Tahun 2009-2029, bahwa RPJMD

Lebih terperinci