YANG DlTIMBULKANNYA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR. Oleh SUTIKNQ B

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "YANG DlTIMBULKANNYA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR. Oleh SUTIKNQ B"

Transkripsi

1 EKTOPARASIT PADA KUDA YANG DlTIMBULKANNYA DAN MASALAH Oleh SUTIKNQ B FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1986

2 RINGKASAN SUTIKNO. Ektoparasit pada kuda dan masalah yang ditimbulkannya (Di bawah bimbingan KOESHARTO). Ektoparasit merupakan parasit pada ternak yang u mumnya menyerang permukaan tubuh, terdiri dari berbagai jenis misalnya lalat, kutu, nyamuk, caplak dan tungau. Lalat yang termasuk ordo Diptera yang menyerang kuda meliputi famili Muscidae yakni Musca domestica, Muscavetustissima, Musca sorbens, stomoxys calcitrans dan ~ matobia exigua. Lalat yang lain adalah Tabanus sp. (famili: Tabanidae); Austrosimulium pestilens dan Austrosimulium bancrofti (famili: Simuliidae); Culicoides sp. (famili: Ceratopogonidae). Sedangkan famili Gasterophilidae meliputi Gasterophilus intestinalis, Gasterophilus nasalis dan Gasterophilus haemorrhoidalis. Selain itu terdapat jenis kutu yang termasuk ordo Phtiraptera meliputi famili Trichodectidae yakni Damalin~a egui, famili Haematopinidae yakni Haematopinus asini. Jenis tungau yang bertindak sebagai ektoparasit kuda termasuk didalam famili Psoroptidae yaitu Psoroptes egui dan Chorioptes bovis. Ektoparasit ini hampir semuanya menghisap darah untuk kelangsungan hidupnya. bertindak sebagai vektor penyakit. Pada waktu itu mereka dapat Adanya ektoparasit pada ternak sangat merugikan, ka-,;, rena selain bertindak sebagai induk semang antara bagi

3 beberapa penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, cacing maupun jamur, ia dapat juga menyebabkan gangguan ketenangan hewan, menurunkan nafsu makan, menimbulkan kekurusan dan menurunkan kwalitas kulit. Sebagai vektor penyakit, vektor yang terpenting a dalah 1a1at Tabanus dan StomoxYs ca1citrans yang dapat menularkan penyakit surra yang disebabkan.oleh Trypano- ~ evansi. Disamping itu lalat Musca dapat bertindak sebagai induk semang antara cacing lambung dan akan menyebabkan bungkul-bungkul pada lambung. Apabila menyerang mat a dapat menimbulkan habronemic conjunctivitis sedangkan pada 1uka akan menyebabkan habronemic granulomatosa. Penyakit lainnya yang lebih serius adalah miasis pada lambung karena infestasi larva Gasterophilus. Dalam perjalanannya menuju lambung, larva tersebut dapat juga menyebabkan kerusakan berupa kantung-kantung nanah, peradangan dan luka-1uka di bagian mu1ut sehingga kuda menjadi kurang nafsu makan. Gejala kuda yang terkena seranganlarva Gasterophilus ialah rasa gelisah bahkan sering menyebabkan kolik. Dari beberapa masalah yang ada, pengembangan ternak kuda tidak dapat terlepas dari gangguan penyakit ektoparasit. 01eh karena itu sebagai Dokter Hewan tugas kita adalah menangani dan menanggulangi masalah ektoparasit ini, yaitu dengan menurunkan populasi parasit sampai

4 batas yang tak merugikan.

5 EKTOPARASIT PADA KUDA DAN MASALAH YANG DITIMBULKANNYA S K RIP S I Oleh S UTI K N 0 B Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN 1986 BOGOR

6 Judul skripsi : EKTOPARASIT PAnA KUnA DAN MASALAH YANG DITI~rnULKANNYA Nama Mahasiswa Nomor pokok SUTIKNO B Telah diperiksa dan disetujui oleh: Dr. F. X. Koesharto Tangga1: /.3"- I~- 8t?

7 RIWAYAT HIDUP Penulis di1ahirkan pada tangga1 9 Agustus 1960 di Kediri, Jawa Timur, dari ayah Samidi dan Ibu Kasinem. Penulis adalah anak keempat dari lima bersaudara. Pada tahun 1972, penulis menamatkan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Banaran, Kediri. Kemudian pada tahun 1973 masuk Seko1ah Menengah Pertama Joyoboyo di Kediri dan 1u1us pada tahun Pad a tahun 1976 penu1is me1anjutkan ke Seko1ah Menengah Atas Negeri di Kediri dan lulus pada tahun Penulis berkesempatan menjadi mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor pada tahun 1979 me1a1ui proyek Perintis II. Pada tahun 1981 semester III penu1is terdaftar sebagai mahasiswa Faku1tas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor dan lulus sebagai Sarjana Kedokteran Hewan pada tanggal 21 September Penu1is pernah terdaftar sebagai asisten luar biasa di jurusan Parasito1og-i dan Pato1ogi. bagian Entomo1ogi periode tahun dan

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi yang dengan berkat, rahmat dan karunianya dapat menyelesaikan skripsi yang sangat sederhana ini. Senada dengan itu penulis menyampaikanpenghargaan setinggi-tingginya dan rasa terima kasih sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah berjasa dalam proses pendidikan dan pembinaan diri dengan ilmu pengetahuan dan akhlak sejak Sekolah Dasar hingga kini. Rasa terima kasih khusus penulis haturkan kepada Bapak Dr. F. X. Koesharto yang dengan tulus hati telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran-saran sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada para petugas perpustakaan yang secara tidak langsung telah membantu penyelesaian skripsi ini. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Dokter Hewan. Namun karena penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi bahasa maupun isi, maka dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini dan demi terciptanya wawasan berpikir bagi penulis di masa yang akan datang. Kepada ayah dan bunda tercinta yang telah berhasil mendidik penulis dengan jerih payah sejak lahir hingga

9 kini. ananda haturkan sembah sujud dan cinta kasih de ngan penuh keterharuan dan rasa hormat seda1am-da1amnya. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi mereka yang membutuhkannya. Bogor. Desember 1986 Penu1is

10 DAFTAR lsi DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA Jenis ektoparasit pada kuda Bionomik Bentuk gangguan ektoparasit terhadap induk semang PEMBAHASAN KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA Halaman

11 DAFTAR TABEL No. Judu1 Ha1aman 1. Popu1asi ternak di Indonesia ( ) 5

12 DAFTAR GAMBAR No Judul Ealaman 1. Siklus bidup Culicoides Siklus bidup lalat Gasterophilus Dermatitis alergi kuda: permulaan luka yang terdapat di bagian sisi tubuh Dermatitis alergi kulit: luka parah dengan kerobekan kulit yang terdapat di bagian pantat dan pangkal ekor akibat gigitan dan gobokan Dermatitis alergi kuda: pada keadaan khronis bentuk kulit di bagian bahu mengalami kegundulan yang terlihat tebal dan kasar 41

13 PENDAHULUAN Sejak jaman dahulu hewan kuda telah banyak dikenal di Indonesia. Di jaman Belanda kuda lebih dikenal sebagai hewan pekerja, karena banyaknya kuda yang dipekerjakan di perkebunan orang-orang Belanda pada waktu itu. Banyak pula kuda-kuda yang dipergunakan oleh opsir-opsir Belanda yang bertugas diketentaraan sebagai kuda-kuda tunggang. Sampai sekarang kuda-kuda tersebut masih kita kenai melalui berbagai mac am fungsinya. Sebagai kuda tarik, kuda beban maupun kuda pacu. Fungsi hew an ini sebagai kuda tarik (delman, gerobak) dan kuda beban lebih banyak ki ta jumpai di daerahdaerah dari pada kota besar. Kuda pacu lebih banyak kita jumpai di kota-kota besar, untuk perkembangan olah raga yang peminatnya semakin besar pula. Hal ini dapat kita lihat semakin banyaknya kuda-kuda pacu yang dipertandingkan, baik pertandingan yang bersifat nasional maupun internasional. Mengikuti perkembangan peternakan kuda maka fungsi Dokter Hewan sebagai pendorong pengembangan sangatlah diperlukan disini. Secara umum di Indonesia belum ada kesadaran yang menyeluruh dari para pemilik llewan :\l:uda untuk membawa kudanya kepada Dokter Hewan apabila ada kelainan.

14 Banyak sebab yang mempengaruhi hali ini, antara lain sebab-sebab ekonomis yang terutama didapat pada pemilik kuda gerobak dan sejenisnya. Akan tetapi bagi para pemilik kuda pacu kesadaran ini tampaknya sudah ada. Salah satu gangguan kesehatan dapat disebabkan o1eh penyakit parasite Berdasarkan tempat hidupnya dibedakan lagi menjadi dua jenis yakni ektoparasit dan endoparasite Ektoparasit merupakan parasit pada ternak yang u mumnya menyerang permukaan tubuh, terdiri dari berbagai jenis misa1nya 'la1at, kutu, nyamuk, caplak dan-tungau. Adanya ektoparasit pada ternak sangat merugikan, karena bertindak sebagai induk semang perantara atau vektor begi beberapa penyakit lain yang disebabkan oleh: virus, bakteri, protozoa, cacing maupun jamur. Selain itu ektoparasit dapat mengganggu ketenangan hewan, menurunkan na!su makan, menghisap darah sehingga dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh, kekurusan dan menurunkan kwalitas kulit, sedangkan pada infestasi berat dapat juga menyebabkan kematian. Sampai saat ini kita memang belum mempunyai data yang tepat tentang kerugian yang disebabkan oleh ektoparasit (Keswan, 1983). Yang penting bagi kita ada1ah bahwa penyakit-penyakit tersebut di at as merugikan sehingga merupakan tugas kita sebagai Dokter Hewan untuk menangani dan menanggulanginya. Untuk menanggulangi masalah ektoparasit pada

15 3 prinsipnya adalah menurunkan populasi (jumlah) ektoparasit sampai batas yang tak merugikan terutama ektoparasit pengganggu dan yang diduga sebagai vektor penyakit. Dari sini penulis ingin mengungkapkan sedikit mengenai penyakit ektoparasit pada kuda"karena selama ini pembahasan tentang penyakit tersebut jarang dilakukan. Semoga skripsi ini merupakan sumbangan pikiran bagi mereka yang berminat menyelidiki penyakit ini lebih lanjut.

16 TINJAUAN PUSTAKA Secara umum perkembangan populasi kuda di Indonesia mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari persentase kenaikan rata-rata mulai tahun mencapai 0.72%, sedangkan tahun mencapai 1.61% (Dirjen Peternakan, 1985). Dibanding dengan ternak lain, jumlah populasi kuda termasuk paling kecil (Tabel 1). Arthropoda yang dapat bertindak sebagai vektor penyakit yang dipermasalahkan meliputi lalat Musca sp., Stomoxys calcitrans dan Tabanus sp. Penyaki t yang umumnya sering menyerang kuda antara lain: kudis at au scabies disebabkan oleh tungau, dermatitis alergi oleh "sandfly" (Culicoides sp.) dan lalat kerbau. Serangga umumnya tergolong ke dalam phylum Arthropoda yang meliputi lima kelas yakni kelas Crustacea, Insecta (Hexapoda), Arachnida, Chilopoda dan Diplopoda. Dari kelima kelas ini ektoparasit yang banyak menyebabkan kerugian dan menularkan penyakit termasuk di dalam kelas insecta dan Arachnida (Keswan, 1978). Ektoparasit adalah parasit yang hidup di bagian luar dari tubuh induk semang. Jenis ektoparasit pada kuda Terdapat berbagai jenis ektoparasit yang menyerang hewan kuda, serangga itu terdiri dari lalat, kudu dan

17 J 5 Tabe1 1- Popu1asi ternak di Indonesia ( ) (000 ekor) Tahun Sapi Sapi Kerbau perah potong Kuda Kenaikan rata-rata Pelita I (%) Kenaikan rata-rata Pelita II C%) Kenaikan rata-rata Pelita III C%) Keterangan: *) Angka diperbaiki It*) Angka semen tara

18 6 tungau. Lalat-lalat yang bertindak sebagai ektoparasit kuda termasuk di dalam famili Muscidae, Tabanidae, Simuliidae, Ceratopogonidae dan Gasterophilidae. Ordo Diptera dan famili Muscidae meliputi Musca mestica yang tersebar hampir di seluruh dunia. Sebagian besar aktir pada siang hari dan menyukai cahaya matahario Karena seringnya berada di dalam tempat tinggal manusia, lalat ini lebih umum disebut sebagai lalat rumah. Musca vetustissima (lalat semak) merupakan spesies asli dari Australia. Selain itu lalat ini dapat dijumpai pula di Papua Nugini. Sebagian besar terdapat di padang rumput, semak belukar dan habitat terbuka. Musca sorbens tersebar di negara-negara ASia, antara lain India, Palestina, Iran dan Jepang. Spesies ini sering terdapat di tempat-tempat umum seperti pasar, kakus umum dan timbunan sampah. Stomoxys calcitrans tersebar luas di dunia. Lalat yang sering disebut dengan lalat kandang ini lebih menyukai hidup bergerombol. Haematobia exigua (lalat kerbau) mempunyai ukuran tubuh yang relatir kecil, sekitar empat milimeter. Ia terdapat di negara-negara Jepang, Taiwan, Cina bagian utara, Philipina, Muangthai, Indonesia, Papua Nugini, Birma, Ceylon, India, Solomon, dan Australia. Famili Tabanidae yang suka menyerang ternak kuda adalah Tabanus sp. (lalat pitak). Lalat ini tersebar

19 hampir di seluruh dunia. Ia sangat aktif pada saat cuaca panas dan lembab. 7 Famili Simuliidae yang dilaporkan sebagai penyerang ternak kuda di Australia yang dikutip oleh Arundel (1978) yaitu Austrosimulium pestilens dan Austrosimulium ~ crofti. Lalat ini sering menggerombol dan banyak dijumpal di dekat sungai yang mengalir deras. Famili Ceratopogonidae yang merupakan ektoparasit kuda adalah Cu1icoides sp. Di ~ustra1ia 1alat ini tersebar di sepanjang Queensland sampai ke utara dan New South Wales (Campbell dan Kettle, 1979). Ia dapat menyerang sepanjang hari, tetapi sangat mengganggu pada saat hari mulai sore. Famili Gasterophilidae yang termasuk sebagai ektoparasit pada kuda dan yang sering dilaporkan ada1ah Gasterophilus intestinalis, G. nasalis dan Q. Haemorrhoidalis. Spesies yang pertama dan kedua umumnya terdapat di Australia. Sedangkan~. haemorrhoidalis hanya terdapat di New South Wales, Victoria dan Australia bagian barat. Kutu yang termasuk ordo Fthiraptera yang menyerang kuda meliputi famili Trichodectidae yakni Damalinia equi (kutu penggigit) dan famili Haematopinidae yaitu Haematopinus asini (kutu penghisap). Jenis tungau yang bertindak sebagai ektoparasit kuda'termasuk didalam famili Psoroptidae. Spesies tungau

20 8 tersebut adalah Psoroptes equi dan Chorioptes bovis. Bionomik Ektoparasit yang menyerang hewan pelihara dan liar maupun manusia mempunyai bentuk tubuh, sejarah hidup serta tingkah laku yang khas. lni adalah akibat penyesuaian diri terhadap lingkungan hidupnya, guna mempertahankan hidup serta berkembang biak seterusnya (Keswan, 1978). Bionomik merupakan siklus hidup parasit yang diawali mulai dari keluarnya telur sampai berkembang menjadi dewasa serta tingkah lakunya sewaktu masih hidup. Lalat famili Muscidae Genus Musca Lalat jenis Musca yang menyerang kuda adalah Musca domestica (lalat rumah), Musca vetustissima (llbushf1yll) dan Musca sorbens (Pascoe, 1974 dalam Arundel, 1978) Musca domestica tersebar hampir di seluruh dunia. la terdapat di Australia, tetapi di Tasmania penyebarannya kurang. Panjang tubuhnya berkisar antara empat sampai delapan mi1imeter. Bagian scutum dari thorax berwarna coklat gelap sampai hitam dengan empat garis long~tudinal yang berwarna hi tam, bagian abdomen berwarna jingga tua. Lalat betina dewasa bertelur pada bahan orga~k busuk, sampah yang terkontaminas1 oleh feses dan urine. Kotoran kuda yang masih segar merupakan media yang disenangi.

21 9 Telur berwarna putih dengan panjang mm dan lebarnya mm. jumlahnya dapat meneapai antara butir. Dalam kondisi yang menguntungkan larva menetas dalam waktu jam (Ferrar. 1979).i.arva instar pertama keeil, langslng, berwarna putih dengan panjang mm, instar kedua mm, sedangkan yang ketiga berwarna keputihan panjangnya mm. Larva menjadi dewasa berkisar antara empat sampai tujuh haria Perkembangannya mengalami hambatan apabila euaea dingin', lingkungan kering atau persediaan makanan tidak mencukup~. Mereka meninggalkan tempat perindukan kemudian menjadi pupa di tanah (Rockstein dkk., 1965; Ferrar, 1979). Periode pupa yang berwarna eoklat kemerahan berkisar tiga sampai enam hari pada mus~m panas. Lalat dewasa adalah synantropik sejatl, menglkuti manusia di seluruh dunia. Ia seeara aktif meneari dan memasuki rumah-rumah dimana ia hinggap pada sampah dan makanan (Rockstein dkk., 1965). Bahan makanan dan sayuran, hewan yang membusuk, sekresi tubuh dan luka adalah makanan spesies ini. Sebagian besar dar! mereka aktif di siang hari, menyukai eahaya dan slnar matahar! dan segera masuk ke dalam tempat tinggal manusia (Ferrar, 1979), te'tapi pada mus1m ding1n jumlahnya mulal berkurang. Musca vetustlssima adalah spesies asli dari Australia. Selain dapa t dijumpal di Papua Nugini (Ferrar, 1979).

22 10 Populasinya tinggi pada muslm aanas dan musim rontok, kemudian menghilang di awal muslm di'ngin (Norrls, 1966). Kotoran sapl merupakan media yang disenangl untuk tempat berblak, tetapl dapat juga pada kotoran domba, kuda onts, anjlng dan manus1a (Ferrar, 1979). Dlsamplng i tu juga pada kotoran babi dan lsi perut ruminan yang telah mati (Norris, 1966). Tempat perindukan yang disukai lalat dewasa yang sedang grafld yakni feses. Pada tempat tersebut lalat mencarl makan sambil mencarl lokasi perletakan telur yang sesuai. Apabila sudah mendapatkan tempat, lalat betlna memasukkan ovipositornya ke dalam celah feses (Ferrar, 1979). Telur diletakkan satu per satu pada feses dan setelah beberapa waktu akan menjadi satu kumpulan telur, jumlahnya dapat mencapal sekltar 48 butlr. Telur segera menetas klra-klra 24 jam, kemudian larva tumbuh secara pesat dalam lima hari. Masa pupa sekitar enam hari pada musim panas dan hari pada waktu musim dingin (Norris, 1966). Menurut Johnston dan Tieas, 1922, dalam Sen dan Fletcher, 1962 pada muslm semi dan awal musim panas, waktu yang diperlukan dari stadium telur sampai dewasa sekitar bari. Lalat dewasa makan feses sapi, kerlngat dan sekresl tubuh yang lain. Ak tifi tasnya mulai siang hari hingga senja, sedangkan pada malam hari ia berlstirahat pada e

23 11 tanaman (Ferrar, 1979). Sebagian besar terdapat di padang rumput dan habitat terbuka. Musca sorbens tersebar di negara-negara seperti India, Palestina, Iran dan Jepang. Lalat in! banyak dijumpai di tempat-tempat umum, mellputi pasar, kakus umum, tlmbunan sampah yang basah dan kandang sapi serta kandang babi. Ia tidak suka memasuki rumah seperti Ialat Musca domestica. Spesies im bertelur pada kotoran kuda, feses manusia, bahan sayuran busuk dan yang utama pada kotoran sapi. Telur siap menetas dalam waktu 24 jam, sedangkan larva akan berganti menjadi pupa setelah lima hari. Masa tenang pupa enam har1. Lalat yang baru keluar dar! pupar1um akan menjadi dewasa kelamin sekitar lima sampai delapan hari (Awatti, 1921 dalam Sen dan Fletcher, 1922). Lalat dewasa sering berkerumun di atas bahan-bahan makanan dan sangat aktif mengikuti manusia untuk mendapatkan keringat atau eksudat yang keluar dar! luka. stomoxys calci trans atau lalat Kandang Lalat in! hidup tersebar luas di dunia, dan hidup dengan menghisap darah hewan berdarah panas. Hewan yang sering diserang ialah sap1, kerbau dan kuda (Pascoe, 1974 dalsm Arundel, 1978). Selain itu mereka juga menyerang manusia, kellnci, tikus dan kera.

24 12 Ia mengembangkan keturunannya dengan cara bertelur. Daur hidupnya di ulai dari telur yang menetas menjadi larva, kemudian pupa dan akhirnya dewasa. Ia bertelur di atas kotoran yang banyak terdapat di kandang-kandang dan tempat lain dimana kelembaban dan zat organik banyak terdapat, diantaranya kotoran kuda, sapi dan domba. Tempat lain yang baik adalah di atas tumpukan jerami atau rumput kering yang terkontaminasi dengan urine (Ferrar, 1979). ~empat semacam ini sangat ideal, karena lembab. Selain itu berguna untuk melindunginya dar! kekeringan. Ukuran lalat kandang kira-kira sebesar lalat rumah, dapat dibedakan melalui probosisnya yang panjang, kuat dan lurus ke depan. Lalat ini berwarna abu-abu, thoraxnya berbentuk segi empat dengan garis-garis hitam gelap, rues kedua dan ketiga dari abdomen terdapat tiga titik yang berwarna hitam gelap. Telur berwarna putih kotor dengan panjang satu millmeter. Salah satu sudut dan sisi lainnya sedikit bergelombang. Jumlah telur yang dihasilkan berkisar antara 632 sampai 820 butir telur selama 20 kali bertelur. Hal ini akan terjadi pada kondisi yang sesuai dan lalat dalam keadaan kenyang. Pada suhu 26 C, lalat bertelur hanya dalam masa tiga kali bertelur. Tetapi pada kondisi yang kurang menguntungkan, setiap ekor lalat kandang akan bertelur sebanyak 23 sampai 102 butir telur selama hidupnya yang diletakkan dalam waktu empat sampai lima kali bertelur.

25 13 Pada hari ke dengan suhu o c, larva akan berubah menjaoi pupa (kepompong). Periode pupa di daerah trop~s tidak lebih dari empat hari. Kopulasi (perkawinan) terjadi dalam seminggu dan telur-telur ~tu dihasilkan selama 18 hari setelah lalat dewasa (Hansens, 1951). Cara mereka mengambil makanannya dengan menghisap darah selama tiga sampai empat menit sekali hisap. Volume darah yang diambil ctalam satu kali hisapan berjumlah cc setiap ekor lalat. Sectangkan di musim panas ia menghisap darah hingga beberapa kali setiap harinya (Ferrar, 1979) dan gigitannya menimbulkan rasa sakit yang menusuk. Setelah lalat kanctang itu menghisap darah hingga kenyang, mereka mencari tempat-tempat yang disukai untuk beristirahat dan mencernakan makanannya. Actapun tempattempat yang disukai oleh mereka adalah di tembok-tembok dan pohon-pohon serta tempat lain yang terang. Mereka lebih menyukai hidup bergerombol di daerah yang terang daripacta daerah gelap dan jarang berada di padang rumput terbuka yang jauh dari pekarangan (Ferrar, 1979; Hansens, 1951). Faktor-faktor kelembaban dan cahaya sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan dan perkembangan selanjutnya dari lalat kandang ini. Kanibalisme sering terjadi pada kelompok lalat kandang apabila sedang kelaparan. Mereka menjadi sangat

26 14 aktif dan ganas untuk kemudian saling menyerang dan menghisap darah dengan cara melukai bagian perutnya. Haematobia exigua (lalat Kerbau) Lelat kerbau ini tersebar di negara- negara Jepang, Taiwan, Cina bagian utara, Phillpina, Muangthai, Indonesia, Birma, Ceylon, ~nd1a, Solomon dan Australia. Ia juga lazim terdapat di Papua Nugini. Spesies yang dewasa menyerang hewan piara terutama kerbau, sapi dan kuda. Kadang-kadang lalat ini juga menyerang manusia (Ferrar, 1979). Panjang tubuhnya kurang lebih empat milimeter, berwarna abu-abu dengan dua garis patah yang berwarna hitam gelap pada bagian thoraxnya. Abdomen berwarna kecoklatan dengan garis longitudinal berwarna kemerahan, dan kakinya kekuningan (Ferrar, 1979). Probosis yang panjangnya satu milimeter berguna untuk menembus dan menghisap darah. Lelat ini berkembang biak dengan cara bertelur. Telur-telur i tu diletakkan pada tinja kerbau atau sapi yang masih segar, ia kurang menyukai tinja kuda sebagai tempat bertelur. Segera setelah tinja dikeluarkan, betina yang grafid cepat hinggap diatas tinja. Bau dari tinja kerbau lebih menarik daripada tinja sapi maupun tinja kuda, tetapi ia tidak tertarik pada tinja carnivora. Pada waktu bertelur di atas tinja, lalat i tu bergerak dengan cepat dari

27 15 permukaan menuju ke pinggir, kemudian secara teratur menuju ke bawah sampai ke dekat permukaan tanah. Telurnya diletakkan satu per satu secara berdekatan di atas permukaan t1nja. Jadi telur 1 tu tidak di tanamkan kuat-kuat d1 atas t1nja (Cook dkk., 1984 dan Ferrar, 1979). Telur yang panjangnya 1.2 mm berwarna coklat kekuningan sering sering ditempatkan pada celah atau di sela-sela tinja. Lalat bet1na memerlukan waktu untuk bertelur selama dua sampai tiga menit, jumlahnya mencapai butir telur. Sesudah 1tu ia'merangkak di permukaan tlnja dan terbang lagi menuju induk semangnya. Masa inkubasi telur i tu pada umumnya kurang dari 24 jam. Cook dan Spai (1981) menentukan masa inkubasi pada suhu yang berbeda-beda. Pada suhu 25 C masa ~nkubas1nya berkisar antara 20 jam 54 me~tbsampa1 21 jam 18 menit, sedangkan suhu 35 C memerlukan waktu 15 jam 6 menit. Setelah masa inkubasi terpenuhi, telur akan menetas menjadi larva. 1a akan makan t1nja dan makan d1 s1 tu. Pada suhu C larva akan menjadi dewasa dalam waktu empat har1 (Cook dkk., 1984). Para penelit1 dl Australia telah menemukan bahwa kelembaban ~sb1 68 ~ adalah opt1- mal untuk hidup larva~. exigua, j1ka kelembaban nisb1 dibawah 50 % maka pertumbuhannya akan terhenti. Apab~la larva siap menjadi pupa, larva turun ke tanah dan segera mencari tempat.

28 15 permukaan menuju ke pinggir, kemudian secara teratur menuju ke bawah sampai ke dekat permukaan tanah. Telurnya di1etakkan satu per satu secara berdekatan di atas permukaan tinja. Jadi telur i tu tidak di tanamkan kuat-kuat di atas tinja (Cook dkk., 1984 dan Ferrar, 1979). Telur yang panjangnya 1.2 mm berwarna coklat kekuningan sering sering ditempatkan pada celah atau di sela-sela tinja. Lalat betina memerlukan waktu untuk bertelur selama dua sampai tiga menit, jumlahnya mencapai butir telur. Sesudah i tu iamerangkak di permukaan tinja dan terbang lagi menuju induk semangnya. Masa inkubasi telur itu pada umumnya kurang dari 24 jam. Cook dan Spai (1981) menentukan masa inkubasi pada suhu yang berbeda-beda. Pada suhu 25 C masa ~nkubasinya berkisar antara 20 jam 54 mem tbsampai 21 jam 18 meni t, sedangkan suhu 35 C memerlukan waktu 15 jam 6 menit. Setelah masa inkubasi terpenuhi, telur akan menetas menjadi larva. 1a akan makan tinja dan makan d1 51 tu. Pada suhu C larva ekan menjadi dewasa dalam waktu empat hari (Cook dkk., 1984). Para peneliti dl Australia telah menemukan bahwa kelembaban msb1 68 ~ adalah optimal untuk hidup larva~. exigua, jika kelembaban nisb! dibawah 50 ~ maka pertumbuhannya akan terhenti. Apablla larva siap menjadi pupa, larva turun ke tanah dan segera mencari tempa t.

29 16 Pupa yang panjangnya tiga milimeter berwarna cok1at kemerahan dengan aspek mengkl1at, 'kurang membutubkan kelembaban dibanding dengan larva, babkan jika tubuhnya baaah akan terkena serangannya bakteri. Selru.n i tu ia peka terhadap kekeringan, dan tidak menetas dalam temperatur rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi akt~vitas lalat dewasa adalah intensitas cahaya, arab udara, terutama temperatur dan kelembaban lingkungan (Tillyard, 1931 ttalam Seddon, 1967). Pada saat 11ngkungan turun'dibawah 27 C aktivitasnya menurun dan apabila dibawah 9 C kemungkinan 1alat i tu akan mah. Menurut William dkk. (1985) bahwa di alam, lalat io1 rentan terhadap temperatur rendah' oleh karena itu ia a kan menghilang selama musim dingin. Keberadaannya terbatas pada daerah-daerah yang secara re1atif mempunyai kelembaban tinggi. Penyebaran lalat io1 selain ditentukan oleh arah a ngin, terdapat faktor-faktor lain yang menarik datangnya lalat ialah bau Induk semang, kehangatan dan kerlnga~ yang keluar dari induk semang. Lelat famili Ceratopogoo1dae Cullcoldes sp. Culicoides brevi tarsus tersebar dl sepanjang Oueensland kemudian meluas lagi ke daerah utara dan New South Wales (Campbell dan Kettle, 1979). Tetapl mereka lebih

30 lazim terdapat di daerah yang panas dan lembab di dekat pesisir Queensland (Derrington, 1964). Secara umum lalat ini disebut dengan sandfly atau agas, berukuran sangat kecil yaitu satu sampa1 tiga milimeter dan bentuk punggungnya bongkok. Lalat jantan mempunyai antena plumose (bulu yang lebat). sebaliknya pada yang betina antenanya non plumose (tidak berbulu). Sa yapnya pendek dan lebar, bertotol-totol, ditutup oleh bulubulu halus. Telurnya diletakkan di atas tanaman yang tumbuh dj. dalam air. Berbagai spesies mempunyai habitat yang bervariasi seperti: lumpur, pasir di tepi muara, sungai, danau, kolam, daun dan lubang-lubang pohon (William, 1963 aan Rowley, 1967). Pada temperatur 6 C beberapa telur akan menetas dalam waktu enam hari, tetapi pada temperatur 4 0 C telur tidak dapa~ menetas meskipun chorion dari beberapa telur sudah retak sebelum dua har~. Sedang pada temperatur 16 C, masa inkubasinya akan mencapai ~iga hari (J obll.ng, 1953). Setelah te1ur-telur itu menetas larva tetap tidak bergerak selama dua menit. Bentuk larva panjang dan Plpih, mempunyai duri di bagian ujungnya. D1 permukaan tanah gerak-geriknya seperti ular, sedangkan di dalam air 1a akan berenang dengan bebas (Jobling, 1953). Pada waktu akan menjadi pupa, larva menarik diri dengan durl-durinya kemudian menuju ke air dangkal atau ke dalam lubang- 17

31 s ~. ~l' \ l'~ ~.',~.,.or '.,, ;; " ',; If: "\ 1 ' 'l Gambar 1. Sik1us Hidup Cu1icoides sp. Keterangan gambar I, 2, 3. Sekelompok telur yang dibedakan menurut derajad kelengkunganj l~..jckdornpok telul' yang llerbentuk lurus; 5. Te1uL' da1am bentuk tungga1j 6. Larva stadium awal; 7. Larva stadium akhir; 8. Pupa; 9. Dewasa.

32 19 1ubang basah yang mengandung zat orgao1k. Pupa 1 tu diliputi oleh durl-duri atau tuberke1 di se1uruh permukaan tubuhnya (Gambar 1). Ia dapat menyerang hewan sepanjang siang harl, tetapl blasanya mulai sangat mengganggu di waktu sore hari, kira-klra tlga Jam sebelum matahari terbenam (Pascoe, 1974, dalam Arundel, 1978). Pada saat cuaca mendung a.au tldak ada sinar matanarl, mereka secara berke1ompok akan menyerang hewan dan membentuk kerumunan seperti kabut. Lalat io1 'sangat aktlf pada suhu antara 9.5-l7.5 0 C, kemuaian akan menghilang pada hari yang panas dan kerlng. Selama cuaca tidak menguntungkan 1alat bersembunyi di dekat akar rumput atau celah-ce1ah tanah. Lalat ramill Slmu1lldae Dllaporkan darl Australia, bahwa di negara iao1 terdapat dua spesies "black flies" atau lalat hi tam yang menyerang ternak yako1 Austros~mul~um pesllens dan Austros~mulium bancrofti. Mereka membentuk gerombolan dan banyak dijumpai di dekat sungai yang mengallr deras Tarshis, 1968). Lalat 101 mempuny9.~ ukuran tubuh yang kecll seki tar satu sampai lima ~llmeter. lubuhnya yang berdada bldang diliputi oleh bulu-bulu pendek yang berwarna perak keemasan, punggungnya berponok dan sayapnya 1ebar. Kedua speales di atas dapat dibedakclil melalui jumlah segmen

33 20 antenanya. Austrosimulium pestilens memiliki lu segmen sedangkan pada!. bancrofti hanya sembilan segmen. Lalat ini berbiak pada sungai yang dasarnya berpas~r dan mengalir deras. 1a mengeluarkan te1ur-telurnya dan diletakkan di pasir basah (Colbo dan Moorhouse, 1974, ~ lam Arundel, 1978), akan tetap1 ada beberapa telur yang d~letakkan pada tanaman air, p~nggir batu atau benda lain yang terdapat di dalam air. Hal ini dilakukan lalat be ~na dengan cara merendam ov~positornya. Betina dapat menghasilkan beberapa ratus telur dalam satu jam, telurtelur itu diletakkan menjadi satu oleh zat yang mirip gelatin (Raybould, 1969). Larva menetas dalam waktu satu sampai dua minggu. Di alam habitatnya pada tumbuh-tumbuhan, batu-batuan atau benda-benda yang terletak didasar sungai (~arshis, 1968). Makanannya antara lain ganggang, protozoa dan crustacea kecil. Setelah melalui enam atau tujuh kali molting, ia akan berubah menjadi pupa yang d1keli11ngl olleh bahan seperti sutera. Pupa ini mengaitkan tububnya pada batang kayu, tetapi sebagian besar di rant~ng-ranting pohon yang tumbuh dl bawah permukaan sungal yang mengalir. Lelat muda muncul dalam gelembung udara, kemudian la keluar bergerak d~ sepanjang permukaan air menuju ke tepi sungai untuk mengeringkan diri, akhirnya siap untuk terbang.

34 21 La1at farnie 'l'a banidae Tabanus sp. La1at Tabanus merupakan 1a1at berukuran besar, panjangnya aapat meneapai mm dengan bentuk tubuh yang tegap aan sayapnya lebar serta matanya besar berwarna menyo1ok. Oleh karena 1alat betina menghisap darah, bagian mulutnya berkembang menjadi alat penggunting dan penghisap, sedangkan lalat jantan makan sari bunga. Kedua je ~s kelamin dari lalat i~ dapat dibedakan melalui gar1s pembatas yang mernisahkan kedua matanya. Pada yang betina kedua matanya dipisahkan oleh garis pembatas walaupun dengan jarak yang sempi t (dikhoptik) sedangkan lalat jantan mempunyai mata yang sahng berhimpi tan (holoptik). Antena terdiri dari dua segmen yang terletak di bagian basal dan yang ketiga berukuran besar, sedangkan segmen keempat sampai ketujuh berukuran keeil. Vena-vena pada sayap mempunyai pola yang karakteristik, terutama eabang vena longitudinal keempat, probos~snya mengarah ke bawah berukuran pendek aan 1unak. Sa yap yang terang tembus akan mengatup seeara horizontal ketika istirahat. Terdapat enam organ yang tergabung menjadi satu digunakan sebagai alat penusuk, terdirl atas: sepasang mandibula yang pip~h dan bergerlgi tajam, sepasang maksilla yang bergerigi, hipofarinx dan epifarinx. Mandibula digunakan untuk memotong sedangkan maxilla untuk menusuk

35 22 dan mengoyak jaringan beserta pembuluh darahnya. Lalat Tabanus lebih suka meletakkan telurnya pada tumbuh-tumbuhan. Hal ini titunjang dengan hasil penelitian Tarmudji (1981) bahwa sebagian besar kelompok telur ditemukan pada rumpun tumbuhan di dekat dinding kandang. Menunjukkan bahwa lalat Tabanus sp. cenderung mencari temp at yang paling dekat dengan tempat hinggap untuk me letakkan telurnya. Diantara 10 spesies tumbuhan yang ada kelompok telurnya adalah: padi, teki rawa, wewehan, genjer, kremah, rumput tuton dan enceng lalaki. Sedangkan ttimbuhan yang tidak ada telurnya meliputi kangkung, eceng gondok dan unyahan. Ini berati bahwa 70% dari 10 spesies tumbuhan yang berada di dalam kandang digunakan oleh la~ lat Tabanus sp. untuk meletakkan telurnya. Patton dan Cragg (1913) yang dikutip oleh Tarmudji (1981) menyatakan bahwa hampir semua lalat Tabanidae yang meletakkan telurnya pada bagian tumbuh-tumbuhan, tidak memilih spesies tumbuhan tertentu. Bagian daun lebih disukai lalat Tabanus sp. untuk meletakkan telurnya, diduga karena daun mempunyai permukaan yang re1atif lebih luas dibandingkan dengan permukaan bagian tumbuhan lainnya. Ia mempunyai kecenderungan untuk meletakkan telur pada permukaan bawah daun. Telurtelur lalat Tabanus sp. yang diletakkan pada bagian tumbuhan atau benda lain disusun rap! dan berlapis-iapis menjadi satu kelompok.

36 23 Menurut Roberts (1952), telur yang panjangnya 2 mm menetas pada hari ketujuh sampai hari kesepuluh, kemudian jatuh ke dalam air atau lumpur. Selain i tu larva terdapat kira-kira dua atau tiga inci di atas tanah rawa dan di sekitar danau, kolam dan sungai (Jones, 1953 dan l{oberts, 1952). '1ubuh larva Tabanus terdiri dari 11 segmen, sedang kan bagian kepalanya tidak begitu jelas. Tlap segmen memillki delapan tuberkel. Bagian mulut dapat digunakan untuk memegang dan mengunyah. Larva lni makan runtuhan zat organik tetapl ada yang berslfat predator ganas pada larva insecta, cac~ng atau larva hewan lain yang tubuhnya lunak (Jones, 1953). Lama stadium larva klra-klra dua sampai tiga bulan dan mengalami beberapa pergantian kulit. Pupa berbentuk silindris pada bagian anteriornya dan berbentuk agak merunclng pada bagian posteriornya. Umumnya berwarna kuning kecoklat-coklatan. Bentuk kepala dan thorax mirip imago, sedang baglan perut mempunyai segmen yang dapat digerak-gerakkan mirlp larva. Menjelang stadium pupa biasanya larva plndah ke tempat (tanah) kerlng. stadium pupa membutuhkan waktu antara hari. Lalat Tabanus yang muncu1 dari pupanya segera berlindung diantara daun-daun atau obyek lain dl dekatnya. Frost (1953) mengatakan bahwc lalat Tabanus banyak dijumpai pada muslm panas dan terik matahari, terutama di dekat tempat berkembang blaknya. Ia sang at aktif pada

37 24 cuaca panas dan lembab. Lalat betina terkenal sebagai penghisap darah, sedangkan yang jantan hanya makan sari bunga dan cairan tanaman. Mereka menyerang hewan besar, seperti: kerbau, kuda dan sapi. Sebagai tempat predileksinya adalah bagian samping bawah abdomen, sekitar pusar, kaki dan leher. Setelah kenyang darah mereka meninggalkan hewan, mencari tempat istirahat pada kulit-kulit kayu, batu-batuan, dinding bangunan atau di bawah permukaan daun. Selanjutnya mereka mencari tempat untuk meletakkan telurnya. Lalat famili Gasterophilidae Gasterophilus sp. l'erdapat enam spesies (jasterophilus pada kuda di berbagal bagian dunia. l~ga diantaranya didapatkan di Australia, yakni Q. intestinalis, Q. nasalis serta Q. haemorrhoidalis. Spes~es yang lain adalah Q. pecorum, Q. nlgrlcornis dan Q. inermis yang lebih terbatas penyebarannya, untuk kedua spesies yang pertama ditemukan di Asia bagian selatan (Zumpt, 1965 dalam Arundel, 1978). Gasterophilus intestinalis in! sangat umum terdapat di Australia, sedangkan Q. nasalis juga tersebar di semua negara bagian walaupun dalam infestasi ringan. Spesies Q. haemorrhoidalis dilaporkan hanya dari New South Wales Victoria dan Australia bagian barat.

38 25 Ditegaskan oleh Waddel (1972) di Queensland, biasanya lalat dewasa aktif pada bulan 0eptember sampai Januari. Pada waktu musim dingin hingga awal musim panas, larva instar pertama dan instar kedua tidak dijumpai dalam lambung kuda. Hal im sesuai dengan laporan Drudge (1975) yang dikutip oleh Arundel (1978) dari hasil penelitiannya selama 22 tahun di Kentucky, Amerika Serikat. Populasi larva G. intestinalis dalam lambung setiap hewan berkisar antara 50 larva pada bulan Desember sampai 229 larva pada bulan Maret dan G. nasalis paling rendah 14 larva pada bulan September sampai 82 larva pada bulan Pebruari. Lalat Gasterophilus dewasa berukuran besar dengan rambut yang berwarna kuning sampai hi tam, hampir menyerupai lebah besar, tetapi mereka hanya memiliki satu pasang sayap. Lalat betina mempunyai ovipositor yang panjang melengkung di bawah abdomen, organ im dapat dikelirukan dengan alat sengat. Gasterophilus intestinalis meletakkan telurnya yang berwarna kuning dikaitkan pada bulu kaki depan dan panggul kuda (Ross, 1932). Beberapa telur lainnya dikai tkan pada bulu tengkuk dan punggung, tetapi yang paling digemari yakni di bawah tubuh. Sedangkan sejumlah telur dapat dijumpai berada di permukaan bagian medial antara lutut dan kuku kaki depan. Telur siap menetas pada hari kelima sampai kesepuluh, memerlukan udara lembab dan ransangan lidah kuda. Hal im

39 26 terjadi pada waktu kuda menjilat-jilat tubuhnya. Perk embangan beberapa telur mengalami hambatan terutama di musim dingin. Telur menetas menjadi larva di luar mulut dan tetap tinggal di tempat selama seminggu, suatu saat larva a kan merayap masuk ke rongga mulut dan menembus lidah bagian anterior (Tolliver dkk., 1974), kemudian bersembunyi di mukosa pipi selama hari. Perkembangan larva terdiri dari tiga instar. Beberapa larva instar pertama bersembunyi dalam kantung di antara gigi serta di antara gusi dengan molar. ~esudah molting instar kedua akan menempel selama beberapa hari di faring dan di sisi epiglotis, selanjutnya ia pergi menuju lambung. Dalam waktu lima minggu ia molting menjadi instar ketiga yang berwarna merah muda (Waddel, 1972). Larva dewasa berwarna coklat gelap ikut bersama tinja, sesudah itu akan berubah menjadi pupa di tanah dalam waktu tiga sampai empat minggu kemudian. Gasterophilus nasalis meletakkan telurnya yang berwarna kuning pada bulu di antara bawah dagu dan pipi (Gambar 2). Telur diletakkan membujur pada bulu induk semangnya dan biasanya setiap bulu mengandung satu butir telur (Beesley, 1974 dalam Soulsby, 1982). Setiap betina dapat menghasilkan telur yang akan menetas dalam lima sampai enam hari. Larva pindah ke bibir dan selanjutnya menyerbu gusi serta kantong di antara gigi (Tolliver dkk., 1974). Tiga sampai empat minggu kemudian mereka masuk ke dalam lambung menjadi larva yang berwarna kuning pucat, ia

40 TElUR 2 11\ nact. di 1St oa\.. 3 PU PA dllam lambung ~8' "".. ' c I, ~ /' b ' DEWASA menu.. "" hd... a..,,,: 4 b ~. PUPA ~~ Jf l----. ~Uku'lR IJami I - ~ ~~.I~ 'lij '...,., : --.- c--. Plmb_uran lox Uhnn Blimi Ukurn.!ami Gambar 2. Siklus hidup lalat Gasterophilus Keterangan gembar a. Gasterophilus haemorrhoidalis; b. salis; c. ljasterophlius intestlnalis; 2. telur; 3. pupa dalam lambung; 4. Gastero1hilus na- 1. la at dewasa; pupa bersama tinja

41 28 menempel pad a pilorus dan bagian pertama duodenum. Sekitar bulan sesudah menetas, instar ketiga keluar bersama feses dan menjadi pupa di tanah. Tahap pupa memerlukan waktu hari (Hatch dkk., 1976). Gasterophilus haemorrhoidalis (lalat hidung), menga1tkan telurnya pada bulu-bulu di sekeliling bibir, hidung dan pipi kuda (Gambar 2). Telur yang berwarna hitam kecoklatan akan menetas dalam dua sampai lima hari, lalu masuk ke dalam mulut. Kemudian mereka meneruskan perjalanan menuju lambung sampai suatu saat diam di jaringan subepitel dan menempel pada mucosa terutama di bagian fundus dekat p11orus. Ia akan menetap di lambung selama delapan sampai dua belas bulan. Sebelum meninggalkan perut, larva sering menempel terlebih dahulu pada rektum selama beberapa hari dan sesudah itu berubah menjadi pupa. Menurut Faulkner dan Kingscote (1934) yang dikutip oleh Arundel (1978) bahwa sejumlah pupa ada yang meninggalkan induk semangnya pada mus1m gugur, tetapi umumnya mereka keluar dar1 dalam perut pada musim semi. ~etelah sampai di tanah, tiga sampai lima minggu kemudian pupa berubah menjadi lalat. Kutu Famili Trichodectidae Damalinia egui Damalinia egui merupakan kutu penggigi t, panjangnya 2 mm, kepalanya pendek dan lebar, membulat dan berbentuk se-

42 29 tengah lingkaran (Hopkins, 1949 dalam Arundel, 1978). Tubuhnya berwarna coklat kenari kecuali di bagian abdomen yang berwarna kekuningan dengan garis-garis hitam melintang. Sepanjang hidupnya kutu penggigi t menetap di tubuh induk semangnya, kecuali apabila terjadi kontak tubuh di antara kuda yang berdekatan, maka kutu-kutu itu dapat pindah ke kuda yang lain. Murray (1963) mengatakan bahwa telur-telur yang berada dalam tubuh kutu betina tidak akan berkembarig pada suhu di bawah 16 C dan di atas C. Secara umum telur-telurnya dikaitkan pada bulu induk semang dengan menggunakan zat perekat. Penyebaran telur i ni dipengaruhi oleh faktor temperatur dan diameter bulu. Telur yang dihasilkan akan berjumlah sedikit bila temperatur permukaan tubuh di atas 39 C, sedangkan pada temperatur C akan mencapai jumlah telur yang maksimal (Roberts, 1952). Menurut Murray (1957) kuda memiliki due jenis bulu penutup yakni bulu halus yang menutupi anggota badan bagian atas, leher dan kepaia; dan bulu kasar yang terdapat di tengkuk, ekor dan kaki bagian bawah. Damalinia egui ini tidak dapat mengai tkan telurnya pad a bulu yang bertipe kasar. Hal ini sesuai dengan pengamatan Murray (1957) bahwa di tempat-tempat seperti bulu tengkuk dan ekor serta kaki tidak dijumpai adanya telur-telur kutu tersebut. Masa inkubasi telur berkisar antara lima sampai 10 ha-

43 30 rio Kutu yang baru menetas bentuknya menyerupai kutu dewasa, keeuali dalam ukuran tubuhnya yang lebih keeil. Seperti halnya kutu dewasa, mereka hanya makan partikel-partikel dari bulu dan runtuhan lapisan kulit. Se1ama musim dingin popu1asi kutu kuda semakin meningkat jum1ahnya, hingga meneapai puncaknya pada akhir musim dingin dan awa1 musim semi (Murray, 1957). Pada saat datang musim dingin, temperatur tubuh induk semang seeara terus-menerus sesuai untuk perkembangan te1ur, baik telur yang masih berada di 'da1am tubuh kutu betina maupun untuk te1ur yang sudah me1ekat di bu1u induk semang. Hal in1 terbukti dari kehadiran Damalinia equi yang berjum1ah besar di penghujung musim dingln (Murray, 1963). Tetapi dengan semakin naiknya temperatur di musim semi akan menyebabkan rontoknya bulu-bulu kuda. Sebagai konsekwensinya jumlah kutu di permukaan tubuh induk semang menjadi berkurang, karena kutu ikut terbawa jatuh bersama bulu-bulu. Murray (1957) menegaskan bahwa hanya sedikit kutu yang dapat bertahan hidup pada musim panas, sebab se1ama musim panas temperatur di dalam lapisan bulu tubuh terutama di bagian bahu, punggung dan pantat akan tetap tinggi. Selain terjadinya kematian kutu juga mengakibatkan pengurangan jum1ah te1ur yang di1etakkan. Kutu famili Haematopinidae Haematopinus asini

44 Haematopinus asini 31 Kutu ini disebut juga sebagai kut).l penghisap, berwarna coklat kekuningan, panjangnya antara 3-5 mm dan memiliki bentuk kepala yang panjang dan lonjong. Pakinya pendek disertai dengan alat kait untuk mencengkeram. Seluruh hidup dan perkembangannya berlangsung di tubuh kuda. Ia seringkali mengaitkan telurnya pada bulu yang bertipe kasar (panjang) terutama sekali di bulu bagian tengkuk, ujung ekor dan kaki depan (Murray, 1957). Bacot dan Linzel1 (191S) yang dikutip oleh Sen dan Fletcher (1962) mendapatkan bahwa pada temperatur 29.4 o C sampai 37.SoC masa inkubasi telur kurang lebih dua minggu, tetapi telur akan mati pada. temperatur 49 C selama dua jam. Telur yang melekat pada bulu yang terlepas akan tahan hidup selama 20 hari. Kutu mud a yang baru keluar bergerak per1ahan menuju kulit, di sana mereka mulai menusuk dan mengisap darah, hal i ni dilakukan berkali-kali. Ia akan mencapai bentuk dewasa setelah melalui tiga stadium nimfa, selanjutnya siap menghasilkan telur dalam waktu hari (Murray, 1957). Parasi t ini akan meningkat jumlahnya dengan cepat pada musim dingin dan akan berkurang pada saat musim semi waktu terjadi pergantian bulu. Kutu penghisap ini lebih umum terdapat di dasar bulu tengkuk dan leher. 'l'ungau famili Psoroptidae

45 32 Psoroptes sp. Terdapat dua spesies Psoroptes pada kuda, yakni R. ~ niculi dan R. equi. ~pesies yang pertama disebut dengan tungau telinga, sedangkan yang kedua menyebabkan masalah pada kuli t. Psoroptes equi terdapat pada kuda dan mungkin juga pada keledai dan bagal. Serangannya nampak terbatas di neg a ra Inggris. Psoroptes cuniculi tersebar luas di dunia dan menyerang bagian telinga kuda, domba, kambing, keledai dan bagal. Beberapa kejadian telah dilaporkan dari Australia (John~ton, 1963) antara lain di negara bagian Queensland, Victoria dan Australia bagian Barat. Tungau ini berwarna putih sampai kekuning-kuningan, memiliki empat pasang kaki, yang betina panjangnya kurang lebih 0.6 mm, sedangkan yang jantan lebih kecil, dapat terlihat dengan mata telanjang, berbentuk bulat lonjong, mempunyai pedikel yang terdiri dari tiga ruas dan sepasang rambut panjang pad a masing-masing dari ketiga kakinya (Sweatman, 1958 dalam Arundel, 1978). Psoroptes betina dewasa meletakkan telurnya di pinggir luka dan menetas dalam waktu satu sampai tiga hari. Pada hari kedua dan ketiga larva akan berganti menjadi nimfa, kemudian menjadi betina dewasa yang segera kawin dalam tiga atau ernpat hari (Hoberts, 1952). Tungau betina meletakkan telur sebanyak 90 butir selama hidupnya yakni sekitar

46 hari. Siklus hidup tungau ini dari telur hingga dewasa memerlukan waktu har!.' Chorioptes bovis Tungau Chorioptes ini ukuran tubuhnya kecil dan berbentuk oval. Koksa pertama dan kedua terpisah dari koksa ketiga dan keempat. Pedike1 pada tarsus pertama, kedua dan keempat pendek tidak bersegmen baik pada jantan maupun betina. Tungau betina memiliki sepasang setae yang panjang pada tarsus ketiganya, sedangkan yang jantan mempunyai satu setae panjang dan tarsal sucker. ~ecara umum ia terdapat pada kuda-kuda di seluruh dunia, se1ain itu juga terdapat pada sapi dan domba (Gray, 1937). ~iklus hidupnya sama dengan Psoroptes, dapat berkembang sempurna dalam waktu 10 hari.

47 Bentuk gangguan ektoparasit terhadap induk semang Terdapat beberapa jenis ektoparasit yang menyerang kuda, diantaranya ia1ah 1a1at, kutu dan tungau. Sejumlah ektoparasit ini hampir semuanya menghisap darah untuk kelangsungan hidupnya. Pada waktu ektoparasit itu menghisap darah mereka dapat bertindak sebagai vektor penyakit. Selain itu dapat menimbulkan gangguan dengan bentuk dan derajad yang bervariasi. Gigitan ektoparasit ini dapat menyebabkan gangguan berupa rasa gatal, sakit, luka berdarah dan kegelisahan. Musca sp. Keberadaan lalat Musca domestica, M. vetustissima dan ~. sorbens dalam populasi besar sangat mengganggu hewan kuda. Tempat-tempat yang.disukai lalat yaitu daerah yang beraspek basah, seperti: canthus mata, mulut, telinga, hidung, bibir vulva dan permukaan lubang penis. Serangan ektoparasit pada mata akan menyebabkan 1acrimasi yang berlebihan. Hal ini akan menarik datangnya lalat-lalat lain sampai seringkali tidak terhitung jumlahnya (Rockstein,dkk., 1965), ini dapat menimbulkan keratitis rnata dan rnungkin sekali terjadi kebutaan. Serangan di permukaan tubuh yang lain dapat menimbulkan ulcus. Di bagian hidung selain timbul ulcus juga disertai dengan eksudat.

48 35 Lalat rumah dan lalat semak (tl. vetustissima) m~mpunyai peranan penting sebagai induk semang antara dari larva cacing Habronema muscae dan g. megastoma (kedua-. nya cacing lambung kuda). Larva cacing lambung yang di~ makan oleh larva lalat tl. domestica atau tl. vetustissima akan mengalami proses perkembangan di dalam saluran malpighi dan jaringan lemak tubuh yang akhirnya menuju ke bagian kepala dari pupa lalat. Setelah larva cacing mencapai stadium infektif, ia akan bermigrasi ke dalam probosis lalat dewasa. Kuda dan helvan sejenisnya dapat terinfeksi cacing Habronema sp. apabila ia menelan lalat infektif yang jatuh ke dalam makanan atau air minum, pada waktu lalat menghisap darah ataupun ketika lalat hinggap di sekitar mulut, hidung, mata dan luka-luka pada tubuh. Apabila larva yang dewasa terbawa oleh lalat ini masuk ke dalam mata kuda akan menyebabkan habronemic conjunctivitis, dan ke dalam luka menimbulkan habronemic granulomatosa berupa peradangan karakteristik, yaitu adanya pembentukan ulcus dengan jaringan granulasi yang tumbuh dengan cepat. Ulcus ini dapat meluas dengan konsistensinya ya~ yang kenyal dan berwarna merah. Lambung kuda yang terserang larva cacing habronema akan timbul bungkul-bungkul.

49 36 Stomoxys ca1citrans La1at kandang menyerang kuda serta beberapa hewan lainnya seperti sapi, kerbau, kambing dan domoa. 1a lebih menyukai daerah kaki (Hansens, 1951). Da1am jum1ah besar menyebabkan hel1an tidak bisa istirahat dengan tenang. Pada tempat-tempat bekas gigitan 1a1at akan timbu1 papula-papula kecil yang berdiameter antara 5-10 mm, bagian ini tertutup oleh tertutup oleh bulu. Kejadian i ritasi pada kaki menyebabkan kuda menendang dan menghentak-hentakkan kakinya (Pascoe, 1974 dalam Arundel, 1978). Se1ain itu kuda menga1ami kebengkakan di persendian kaki. Pascoe (1971) mengatakan bahwa S. ca1citrans secara a1ami dapat bertindak sebagai vektor dari bakteri Dermatophilus. Selain itu ia juga berperan sebagai vektor mekanik dari beberapa protozoa patogen. Sebagai contoh TrypaQo2om~ eyansi yang menyebabkan penyakit surra, sedangkan 1. brucei menyebabkan penyakit nagana pada kuda dan sapi di afrika. Penyakit anthrax dan anemia infeksiosa equi ditularkan pula oleh lalat ini (Paar, 1959). Karena spesies ini mempunyai kebiasaan mengambil darah berka1i-kali, hal ini membantu di dalam P8nu1aran. Sementara itu Said dan Bouchaert (1960) aenyimpu1- kan bahwa la1at kandang :'c'rtindak sebagai vektor mekanik dari orchitis epididimytij yang disebabkan kuman

YANG DlTIMBULKANNYA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR. Oleh SUTIKNQ B

YANG DlTIMBULKANNYA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR. Oleh SUTIKNQ B EKTOPARASIT PADA KUDA YANG DlTIMBULKANNYA DAN MASALAH Oleh SUTIKNQ B. 160149 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1986 RINGKASAN SUTIKNO. Ektoparasit pada kuda dan masalah yang ditimbulkannya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Jenis sapi perah yang paling

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Ongole (Bos indicus) Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di Indonesia, sapi ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu Sumba ongole dan

Lebih terperinci

... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan

... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan ... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan seek~r lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk rnenciptakannya. Dan jika lalat itu rnerarnpas sesuatu dari

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

Musca domestica ( Lalat rumah)

Musca domestica ( Lalat rumah) PARASITOLOGI LALAT SEBAGAI VEKTOR PENYAKT Musca domestica ( Lalat rumah) Oleh : Ni Kadek Lulus Saraswati P07134013007 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN D-III

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Hasil Identifikasi Berdasarkan hasil wawancara terhadap peternak yang memiliki sapi terinfestasi lalat Hippobosca sp menyatakan bahwa sapi tersebut berasal dari Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. peternakan skala besar saja, namun peternakan skala kecil atau tradisional pun

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. peternakan skala besar saja, namun peternakan skala kecil atau tradisional pun BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Peternakan merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang perekonomian bangsa Indonesia dan sektor peternak juga menjadi salah satu sektor yang menunjang

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Menurut Williamson dan Payne (1993),

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Aedes aegypti Nyamuk Ae. aegypti termasuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dan masuk ke dalam subordo Nematocera. Menurut Sembel (2009) Ae. aegypti dan Ae. albopictus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kupu-kupu Troides helena (Linn.) Database CITES (Convention on International Trade of Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna) 2008 menyebutkan bahwa jenis ini termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes sp 1. Klasifikasi Nyamuk Aedes sp Nyamuk Aedes sp secara umum mempunyai klasifikasi (Womack, 1993), sebagai berikut : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Genus Upagenus

Lebih terperinci

LALAT TABAWIDAE DAN PERANANNYA DALAM EPIDEMIOLOGI PENYAKIT SURRA

LALAT TABAWIDAE DAN PERANANNYA DALAM EPIDEMIOLOGI PENYAKIT SURRA LALAT TABAWIDAE DAN PERANANNYA DALAM EPIDEMIOLOGI PENYAKIT SURRA SUSl SOVIANA B 20.0556 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1988 RINGKASAN SUSI SOVIANA. Lalat Tabanidae dan Peranannya Dalam

Lebih terperinci

PROPOSAL REKAYASA SARANA SANITASI ALAT PENGHITUNG KEPADATAN LALAT (FLY GRILL) BAB I PENDAHULUAN

PROPOSAL REKAYASA SARANA SANITASI ALAT PENGHITUNG KEPADATAN LALAT (FLY GRILL) BAB I PENDAHULUAN PROPOSAL REKAYASA SARANA SANITASI ALAT PENGHITUNG KEPADATAN LALAT (FLY GRILL) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) yang termasuk ordo Dipthera, yaitu insekta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Culex sp Culex sp adalah genus dari nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit yang penting seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese enchepalitis, St Louis encephalitis.

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013) II. TELH PUSTK Nyamuk edes spp. dewasa morfologi ukuran tubuh yang lebih kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Sebagai Vektor Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta. Nyamuk mempunyai dua sayap bersisik, tubuh yang langsing dan enam kaki panjang. Antar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pediculus Humanus Capitis Pediculus humanus capitis merupakan ektoparasit yang menginfeksi manusia, termasuk dalam famili pediculidae yang penularannya melalui kontak langsung

Lebih terperinci

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber)

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber) KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber) KASUS SEPUTAR DAGING Menghadapi Bulan Ramadhan dan Lebaran biasanya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang 5 4 TINJAUAN PUSTAKA A. Kutu Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk ke dalam kulit inangnya. Bagian-bagian mulut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Karya Ilmiah Di susun oleh : Nama : Didi Sapbandi NIM :10.11.3835 Kelas : S1-TI-2D STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011 Abstrak Belut merupakan

Lebih terperinci

Ayo Belajar IPA. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1. Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma

Ayo Belajar IPA. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1. Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1 Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma Peta Konsep Ciri khusus mahkluk hidup 1. Mencari makan 2. Kelangsungan hidup 3. Menghindari diri dari Hewan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id Parasitologi Kesehatan Masyarakat KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit Mapping KBM 8 2 Tujuan Pembelajaran Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa mampu menggunakan pemahaman tentang parasit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra (Bombyx mori L.) Ulat sutera adalah serangga holometabola yang mengalami metamorfosa sempurna, yang berarti bahwa setiap generasi keempat stadia, yaitu telur, larva atau lazim

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Capung

TINJAUAN PUSTAKA. Capung TINJAUAN PUSTAKA Capung Klasifikasi Capung termasuk dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, klas Insecta, dan ordo Odonata. Ordo Odonata dibagi ke dalam dua subordo yaitu Zygoptera dan Anisoptera. Kedua

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros). berikut: Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008 LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008 I. BENIH PERSYARATAN TEKNIS MINIMAL BENIH DAN BIBIT TERNAK YANG AKAN DIKELUARKAN A. Semen Beku Sapi

Lebih terperinci

Pengertian. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan

Pengertian. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Adaptasi Pengertian Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Adaptasi dibedakan menjadi 3 jenis 1. Adaptasi Morfologi Proses adaptasi yang dilakukan dengan menyesuaikan bentuk

Lebih terperinci

FILUM ARTHROPODA NAMA KELOMPOK 13 : APRILIA WIDIATAMA ERNI ASLINDA RINA SUSANTI

FILUM ARTHROPODA NAMA KELOMPOK 13 : APRILIA WIDIATAMA ERNI ASLINDA RINA SUSANTI FILUM ARTHROPODA NAMA KELOMPOK 13 : APRILIA WIDIATAMA ERNI ASLINDA RINA SUSANTI Kata Arthropoda berasal dari bahasa Yunani yaitu Arthros berarti sendi (ruas) dan Podos berarti kaki. Jadi arthropoda adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

JMSC Tingkat SD/MI2017

JMSC Tingkat SD/MI2017 I. Pilihlah jawaban yang benar dengan cara menyilang (X)abjad jawaban pada lembar jawaban kerja yang disediakan. 1. Pada sore hari jika kita menghadap pada matahari, bayangan tubuh kita tampak lebih...

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

biologi SET 23 ANIMALIA 3 DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. FILUM ARTHROPODA a. Ciri Ciri b. Klasifikasi

biologi SET 23 ANIMALIA 3 DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. FILUM ARTHROPODA a. Ciri Ciri b. Klasifikasi 23 MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL biologi A. FILUM ARTHROPODA a. Ciri Ciri SET 23 ANIMALIA 3 1. Bersegmen metameri 2. Peredaran darah terbuka 3. Tidak punya Hb, tetapi memiliki haemocyanin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lalu. Salah satu bukti hubungan baik tersebut adalah adanya pemanfaatan

BAB I PENDAHULUAN. yang lalu. Salah satu bukti hubungan baik tersebut adalah adanya pemanfaatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anjing merupakan salah satu jenis hewan yang dikenal bisa berinteraksi dengan manusia. Interaksi demikian telah dilaporkan terjadi sejak ratusan tahun yang lalu. Salah

Lebih terperinci

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Upik Kesumawati Hadi *) Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh I. Latar Belakang Tanaman pala merupakan tanaman keras yang dapat berumur panjang hingga lebih dari 100 tahun. Tanaman pala tumbuh dengan baik di daerah tropis.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila I. Praktikum ke : 1 (satu) II. Hari / tanggal : Selasa/ 1 Maret 2016 III. Judul Praktikum : Siklus Hidup Drosophila melanogaster IV. Tujuan Praktikum : Mengamati siklus hidup drosophila melanogaster Mengamati

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

Proses Penularan Penyakit

Proses Penularan Penyakit Bab II Filariasis Filariasis atau Penyakit Kaki Gajah (Elephantiasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Filariasis disebabkan

Lebih terperinci

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK Balai Litbang P2B2 Banjarnegara Morfologi Telur Anopheles Culex Aedes Berbentuk perahu dengan pelampung di kedua sisinya Lonjong seperti peluru senapan Lonjong seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua BAB IV Hasil Dari Aspek Biologi Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) Selama Proses Habituasi dan Domestikasi Pada Pakan Daun Sirsak dan Teh 4.1. Perubahan tingkah laku Selama proses

Lebih terperinci

Nimfa instar IV berwarna hijau, berbintik hitam dan putih. Nimfa mulai menyebar atau berpindah ke tanaman sekitarnya. Lama stadium nimfa instar IV rata-rata 4,5 hari dengan panjang tubuh 6,9 mm. Nimfa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN Oleh : Taufik Rizky Afrizal 11.12.6036 S1.SI.10 STMIK AMIKOM Yogyakarta ABSTRAK Di era sekarang, dimana ekonomi negara dalam kondisi tidak terlalu baik dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api (Setothosea asigna van Eecke) berikut: Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai Kingdom Pilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai perantara (vektor) beberapa jenis penyakit terutama Malaria

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai perantara (vektor) beberapa jenis penyakit terutama Malaria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyamuk adalah Serangga yang termasuk dalam Phylum Arthropoda, yaitu hewan yang tubuhnya bersegmen-segmen, mempunyai rangka luar dan anggota garak yang berbuku-buku.

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 5. Kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakanlatihan Soal 5.2

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 5. Kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakanlatihan Soal 5.2 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 5. Kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakanlatihan Soal 5.2 1. Cara adaptasi tingkah laku hewan mamalia air yang hidup di air laut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) Kumbang penggerek pucuk yang menimbulkan masalah pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016

VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016 INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK DAN PEMULASARAN JENAZAH RUMAH SAKIT DR. KARIADI Jl. Dr. Sutomo No. 16 Semarang. Telp. (024) 8413993 PRO JUSTITIA VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016 Atas permintaan tertulis

Lebih terperinci

1. Ciri Khusus pada Hewan

1. Ciri Khusus pada Hewan Makhluk hidup memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri yang membedakan beberapa makhluk hidup dengan makhluk hidup lain disebut ciri khusus. Ciri khusus tersebut berfungsi untuk mempertahankan hidup di dalam

Lebih terperinci

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tikus dan mencit adalah hewan pengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang digudang dan hewan pengganggu yang menjijikan di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil, 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hama Symphilid Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil, berwarna putih dan pergerakannya cepat. Dalam siklus hidupnya, symphylid bertelur dan telurnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. domestikasi dari banteng (Bibos banteng). Karakteristik dari sapi bali bila

BAB I PENDAHULUAN. domestikasi dari banteng (Bibos banteng). Karakteristik dari sapi bali bila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng). Karakteristik dari sapi bali bila dibedakan dengan sapi lainnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ulat Kantong (Metisa plana) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat Kantong (M. plana) merupakan salah satu hama pada perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Hama ini biasanya memakan bagian atas daun, sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aedes sp Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Super Class Class Sub Class Ordo Sub Ordo Family Sub

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4 TINJAUAN PUSTAKA Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi Siklus hidup S. litura berkisar antara 30 60 hari (lama stadium telur 2 4 hari, larva yang terdiri dari 6 instar : 20 26 hari, pupa 8

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makhluk hidup bertahan hidup secara berkegantungan, termasuk nyamuk yang hidupnya mencari makan berupa darah manusia, dan membawa bibit penyakit melalui nyamuk (vektor).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bawah, biasanya pada pelepah daun ke Satu tumpukan telur terdiri dari

TINJAUAN PUSTAKA. bawah, biasanya pada pelepah daun ke Satu tumpukan telur terdiri dari TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api 1. Biologi Setothosea asigna Klasifikasi S. asigna menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut : Phylum Class Ordo Family Genus Species : Arthropoda : Insekta : Lepidoptera

Lebih terperinci

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) HAMA Hama utama tanaman kedelai adalah: 1. Perusak bibit 2. Perusak daun 3. Perusak polong 4.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Walang Sangit (Leptocorisa acuta T.) berikut : Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai Kelas Ordo Famili Genus Species : Insekta : Hemiptera

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk Nyamuk merupakan serangga yang memiliki tubuh berukuran kecil, halus, langsing, kaki-kaki atau tungkainya panjang langsing, dan mempunyai bagian

Lebih terperinci

BAB. Daur Hidup Makhluk Hidup

BAB. Daur Hidup Makhluk Hidup BAB 4 Daur Hidup Makhluk Hidup Suatu sore, Nina dan Siti sedang berjalan-jalan di taman sambil melihat-lihat bunga yang berwarna-warni. Tiba-tiba Siti tertarik pada satu dahan tanaman. Siti pun memanggil

Lebih terperinci

ISOLASI ACTINOMYCETES DARI LALAT RUMAH (Musca domestica) YANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTIBIOTIK TERHADAP Escherichia coli

ISOLASI ACTINOMYCETES DARI LALAT RUMAH (Musca domestica) YANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTIBIOTIK TERHADAP Escherichia coli 1 ISOLASI ACTINOMYCETES DARI LALAT RUMAH (Musca domestica) YANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTIBIOTIK TERHADAP Escherichia coli SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat

Lebih terperinci

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2.1 Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakan 1. Mengaitkan perilaku adaptasi hewan tertentu dilingkungannya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

Cara cepat untuk membuat terarium padang pasir yang sempurna

Cara cepat untuk membuat terarium padang pasir yang sempurna 1 Cara cepat untuk membuat terarium padang pasir yang sempurna Kita semua pasti tahu kalau di gurun sangatlah panas. Fakta lainnya kurang dikenal, tetapi akan jadi penting jika menyangkut tentang hewan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran Stadium Larva Telur nyamuk Ae. aegyti menetas akan menjadi larva. Stadium larva nyamuk mengalami empat kali moulting menjadi instar 1, 2, 3 dan 4, selanjutnya menjadi

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci