BAB IV HASIL PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Data Demografi Pasien Jenis Kelamin dan Usia Dari hasil penelitian yang dilakukan di Ruang Rekam Medik RSU Dr. Saiful Anwar Malang dengan mengambil data dari Dokumen Medik Kesehatan Pasien pada periode Januari 2013 sampai dengan Juni 2013 didapatkan sebanyak 18 data pasien. Dari 18 data pasien tersebut diketahui bahwa pasien dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 11 orang (61,1%) dan pasien dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 7 orang (38,9%) yang dapat dilihat pada gambar 4.1. Distribusi data mengenai usia pasien dapat dilihat dari tabel IV.1. Data dari tabel menunjukkan bahwa insiden stroke iskemik terjadi paling banyak pada rentang usia tahun (33,3%). Tabel IV.1 Distribusi Usia Pasien Stroke Iskemik Jenis Kelamin No. Klasifikasi Jumlah Pasien Prosentase Umur (n=18) (%) Laki-laki Perempuan Tahun ,8% Tahun ,3% Tahun ,8% Tahun ,1% Jumlah % 63

2 38,9% 61,1% Gambar 4.1 Distribusi Jenis Kelamin Pasien Stroke Iskemik Status Pasien Dari ke-18 data pasien, didapatkan data mengenai status pembayaran pasien seperti pada tabel IV.2. Hasil pencatatan diperoleh data pasien MRS termasuk kategori pasien Umum (22,2%), ASKES (72,2%) dan JAMKESMAS (5,6%). Tabel IV.2 Distribusi Status Pasien Stroke Iskemik No. Status Pasien Jumlah Pasien Prosentase - Umum 4 22,2% - Askes 13 72,2% - Jamkesmas 1 5,6% Total % 4.2 Faktor Risiko Pasien Terdioagnosa Stroke Iskemik Tabel IV.3 merupakan tabel yang menunjukkan persentase 18 pasien dengan risiko terdiagnosis stroke iskemik dengan terapi ARB pada saat MRS yang dilihat dari data riwayat penyakit pasien dan life style pasien. 64

3 Tabel IV.3 Faktor Risiko Stroke Iskemik Perempuan Laki Laki Jumlah Jumlah No. Fakto Risiko Prosentas Pasien Persentase Pasien e (n=18) (n=18) Berdasarkan Riwayat Penyakit f. Hipertensi 5 27,8% 6 33,3% g. Diabetes 4 22,2% 7 38,9% Melitus h. Stroke 1 5,6% 7 38,9% sebelumnya i. Asam Urat ,6% j. Kolesterol ,6% tinggi k. Asma ,6% Bronkhiale l. Jantung ,6% m. Ginjal ,6% Berdasarkan Life Style* n. Konsumsi 4 22,2% 6 33,3% tinggi garam o. Konsumsi 4 22,2% 6 33,3% tinggi lemak p. Kopi ,7% q. Merokok ,7% * Seorang pasien dapat menderita lebih dari satu faktor risiko Dalam tabel tersebut dapat diketahui bahwa pasien terdiagnosis stroke iskemik dengan riwayat penyakit hipertensi sebanyak 11 pasien yang meliputi 6 pasien laki-laki (33,3%) dan 5 pasien perempuan (27,8%). Pasien dengan riwayat penyakit diabetes melitus dengan jumlah pasien laki- 65

4 laki sebanyak 7 pasien (38,9%) dan jumlah pasien perempuan sebanyak 4 pasien (22,2%). Selain itu, dari data life style pasien diperoleh konsumsi tinggi garam sebanyak 6 pasien laki-laki (33,3%) dan 4 pasien perempuan (22,2%) serta jumlah pasien konsumsi tinggi lemak sebanyak 10 pasien, meliputi 6 pasien laki-laki (33,3%) dan 4 pasien perempuan (22,2%). 4.3 Klasifikasi Stroke Iskemik Dari data yang didapat, jenis stroke iskemik yang dialami pasien dapat dilihat pada tabel IV.4, yang menunjukkan bahwa jenis stroke iskemik paling banyak yang dialami oleh pasien adalah stroke trombosis (CVA Thrombosis) sebanyak 16 pasien. Tabel IV.4 Klasifikasi Stroke Iskemik Pada Pasien No. Jenis Stroke Jumlah Prosentase Iskemik Pasien (n=18) - CVA Trombosis 17 94,4% - CVA Emboli 1 5,6% Total % 4.4 Diagnosis Penyerta Pasien Stroke Iskemik Tabel IV.5 merupakan tabel yang menunjukkan persentase diagnosis penyerta 18 pasien stroke iskemik dengan terapi ARB pada saat MRS di instalasi rawat inap RSU Dr. Saiful Anwar Malang periode Januari 2013 Juni Hasil pencatatan diperoleh jumlah pasien dengan diagnosis penyerta stroke iskemik paling banyak, yaitu hipertensi sebanyak 17 pasien (94,4%) dan diikuti dengan diabetes mellitus sebanyak 9 pasien (50%). Hal ini menunjukkan bahwa ke-18 pasien stroke iskemik semuanya terdiagnosis penyakit penyerta hipertensi. 66

5 Tabel IV.5 Diagnosis Penyerta Stroke Iskemik N Jumlah pasien* Diagnosis Penyerta o. (n=18) Prosentase 1. Hipertensi 17 94,4% 2. Diabetes Melitus 9 50% 3. ISK (Infeksi Saluran Kemih) 2 11,1% 4. Pneumonia CAP (Community- 1 5,6% Acquired Pneumonia) 5. Dislokasi mandibula post 1 5,6% reposisi 6. Azotemia 1 5,6% 7. Septic 1 5,6% 8. Transformasi hemoragik 1 5,6% *satu pasien dapat memiliki lebih dari satu diagnosis penyerta 4.5 Penggunaan ARB (Angiotensin Reseptor Blocker) pada Pasien Stroke Iskemik Tabel IV.6 menunjukkan persentase terapi ARB Tunggal dan kombinasi dengan antihipertensi lain pada ke-18 pasien stroke iskemik pada saat MRS di Instalasi rawat inap RSU Dr. Saiful Anwar Malang periode Januari 2013 Juni Tabel IV.6 Pola Penggunaan ARB No. Terapi Tunggal dan Kombinasi Jumlah Prosentase Pasien 1. Tunggal: (n=2) Valsartan 1x40mg 1 50% Valsartan 1x80mg 1 50% 67

6 Lanjutan No. Terapi Tunggal dan Kombinasi Jumlah Prosentase Pasien 2. Kombinasi: (n=16) 2 Obat: Valsartan 1x80mg + Amlodipin 1x10mg 2 12,5% Amlodipin 1x10mg + Valsartan 1x160mg 1 6,25% Valsartan 1x80mg + HCT 1X12,5mg 1 6,25% Amlodipin 1x10mg + Valsartan 1x80mg 2 12,5% Furosemid 1x40mg + Valsartan 1x80mg 1 6,25% 3 Obat: Amlodipin 1x10mg + Inf. Manitol 6x100cc + Valsartan 1 6,25% 1x80mg Furosemid 2x20mg + Amlodipin 1x10mg + Valsartan 1 6,25% 1x80mg Amlodipin 1x10mg + Captopril 3x12,5mg + Valsartan 1 6,25% 1x80mg 4 Obat: Drip Nicardipin 0,5-6µg/kgBB/m + Captopril 3x15mg 1 6,25% + Amlodipin 2x10mg + Valsartan 1x80mg Drip. Nicardipin 0,5-6µg/kgBB/m + Captopril 3x25mg 1 6,25% + Diltiazem 3x30mg + Valsartan 1x80mg Captopril 3x25mg + Diltiazem 3x30mg + Valsartan 1 6,25% 1x80mg + Amlodipin 1x10mg Inf. Manitol 6x100cc + drip diltiazem 5-15 μg/kg/ ,25% + captopril 3x12,5mg + valsartan 1x80mg Drip. Nicardipin 0,5-6µg/kgBB/m + Captopril 3x25mg 1 6,25% + Amlodipin 2x10mg + Valsartan 1x80mg 5 Obat: Amlodipin 1x10mg + Captopril 2x25mg + Valsartan 1 6,25% 2x80mg + Diltiazem 3x30mg + Furosemid 1x20mg Total % Pada data ke-18 pasien didapatkan terjadi penggantian antihipertensi pada pasien stroke iskemik seperti pada tabel IV.7. 68

7 Tabel IV.7 Terapi Penggantian ARB Tunggal dan Kombinasi dengan Antihipertensi lain No. ARB Jumlah % Terapi Awal Penggantian Jenis/dosis/rute/frek. Pasien (n=5) Captopril 3x25mg Valsartan 1x40mg 1 20% Captopril 3x25mg + Valsartan 80mg % HCT 12,5mg-0-0 HCT 12,5mg-0-0 Amlodipin 1x10mg + Amlodipin 2x10mg % Captopril 3x12,5mg + Valsartan 1x80mg Captopril 3x25mg + Valsartan 1x160mg Amlodipin 1x10mg + Amlodipin 2x10mg % Valsartan 1x80mg Valsartan 1x160mg Valsartan 1x80mg + Amlodipin 1x10mg Valsartan 2x80mg + Amlodipin 2x10mg 1 20% Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebanyak 1 pasien mendapatkan terapi tunggal antihipertensi dan 1 pasien mendapatkan terapi kombinasi dengan antihipertensi lain yang mana dilakukan penggantian dengan satu jenis obat antihipertensi lain. Sedangkan sebanyak 4 pasien mendapatkan terapi kombinasi antihipertensi yang mana dilakukan penggantian dosis pada jangka waktu tertentu. 4.6 Terapi Utama Pasien Stroke Iskemik Tabel IV.8. menunjukkan prosentase terapi utama pada ke-18 pasien stroke iskemik pada saat MRS di Instalasi rawat inap RSU Dr. Saiful 69

8 Anwar Malang periode Januari 2013 Juni Terapi utama stroke iskemik terdiri dari antiplatelet, antikoagulan, neuroprotektan, antidislipidemia, dan antihipertensi. Tabel IV.8 Terapi Utama Pasien Stroke Iskemik Golongan Terapi Jenis Obat Jumlah persentase Antiplatelet Aspirin 15 83,3% Antikoagulan Neuroprotektan Citicholin 17 94,4% Antidislipidemia Simvastatin 17 94,4% Amlodipin 12 66,7% Captopril 7 38,9% Diltiazem 4 22,2% Antihipertensi Furosemid 3 16,7% HCT 1 5,6% Manitol 2 11,1% Nicardipin 2 11,1% Valsartan % 70

9 4.7 Profil Tekanan Darah Pasien Stroke Iskemik Tabel IV.9 menunjukkan profil tekanan darah pada ke-18 pasien stroke iskemik saat MRS di Instalasi rawat inap RSU Dr. Saiful Anwar Malang periode Januari 2013 Juni Tabel IV.9 Tekanan Darah Pasien Stroke Iskemik No. Pasien TD MRS TD KRS Kondisi KRS 1. Ny. N H 180/ /80 Perbaikan 2. Ny. C C 160/90 140/80 Perbaikan 3. Tn. M H 190/ /90 Perbaikan 4. Tn. M 190/90 130/90 Perbaikan 5. Tn. Y 160/90 130/100 Perbaikan 6. Tn. S P 160/90 140/90 Perbaikan 7. Tn. D 180/ /100 Perbaikan 8. Tn. H M 170/90 130/80 Perbaikan 9. Tn. H P 157/84 130/90 Perbaikan 10. Ny. S 160/90 140/80 Perbaikan 11. Tn. I S 160/90 140/90 Perbaikan 12. Ny. M 160/80 130/80 Perbaikan 13. Ny. R 200/ /100 Pulang paksa 14. Tn. M 190/90 170/90 Pulang paksa 15. Ny. S 190/ /90 Perbaikan 16. Tn. W 190/ /80 Perbaikan 17. Ny. M 170/ /80 Pulang paksa 18. Tn. T 190/ /80 Meninggal 71

10 4.8 Data Lama Perawatan Pasien Dari ke-18 data pasien, didapatkan data mengenai lama perawatan pasien seperti pada tabel IV.10. Tabel IV.10 Distribusi Lama Perawatan Pasien Stroke Iskemik Lama Perawatan Jumlah Pasien Persentase (%) (n=18) 5 hari 1 5,6% 6 10 hari 3 16,7% hari 8 44,4% hari 5 27,8% hari hari 1 5,6% Total % Dari tabel IV.10 dapat diketahui bahwa pasien paling banyak dirawat dalam jangka waktu hari sebanyak 8 pasien (44,4%). 4.9 Keadaan Pasien saat Keluar Rumah Sakit (KRS) Dari ke-18 data pasien, untuk keadaan saat keluar rumah sakit dapat dilihat pada tabel IV.11. Tabel IV.11 Keadaan Pasien Saat KRS Kondisi Pasien KRS Jumlah Pasien Persentase (%) (n=18) Perbaikan & di Pulangkan 14 77,8% Perbaikan & Pulang paksa 3 16,7% Meninggal 1 5,6% Total % 72

11 Dari tabel IV.11 dapat dilihat bahwa keadaan pasien saat keluar rumah sakit yang paling banyak adalah perbaikan dan dipulangkan sebanyak 14 pasien. Sedangkan 3 orang pulang paksa dan 1 pasien meninggal dunia. Pasien yang meninggal dunia, penyebab meninggalnya dapat dilihat pada tabel IV.12 Tabel IV.12 Penyebab Meninggal Pada Pasien Nama Lama Terapi Usia Diagnosa Terapi (jenis, dosis, rute, frek. Pemberian) Penyebab Kematian Terapi Terapi lain ARB Tn. T 18 hari 58 th Stroke trombosis DM Ht st II Valsartan IVFD NaCL 0,9%, Citicholin, Ranitidin, Aspilet, Simvastatin, Insulartad, O 2, NGT, Drip. Nicardipin, Actrapid, KCL, Captopril, Amlodipin, Ceftriaxon CVA ICH, Azotemia Renal Dari tabel IV.12 dapat diketahui terdapat 1 pasien yang meninggal dunia disebabkan karena terjadi CVA ICH dan Azotemia. 73

12 4.10 Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan Angiotensin Reseptor Bloker pada pasien stroke iskemik. Penelitian dilakukan secara retrospektif dengan mengambil data dari Rekam Medik Kesehatan (RMK) pasien pada periode Januari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Ruang Rekam Medik, di mana Data Medik merupakan RMK dari Instalasi Rawat Inap RSU Dr. Saiful Anwar Malang. Data yang diambil dengan diagnosa akhir stroke iskemik, dan didapatkan populasi sebanyak 441 RMK. Dari populasi RMK tersebut terdapat 18 pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Pada Tabel IV.1 didapatkan data distribusi jenis kelamin 18 pasien stroke iskemik dengan terapi ARB yang menunjukkan adanya perbedaan jumlah pasien stroke iskemik pada pria (61,1%) dan wanita (38,9%). Selain itu, usia pasien MRS dengan diagnosis stroke iskemik yang terbanyak adalah pasien dengan rentang usia tahun sebesar 33,3% (Gambar 4.1). Menurut Survey ASNA (ASEAN Neurological Association) penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan profil usia di bawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia tahun berjumlah 54,2% dan di atas usia 65 tahun 33,5% (Misbach dkk.,2007). Dalam guidelines yang dilansir oleh AHA pada tahun 2011, dikatakan bahwa stroke lebih umum terjadi pada pria dibandingkan pada wanita, karena hormon estrogen pada wanita memiliki efek positif terhadap sirkulasi serebral sehingga melindungi terjadinya stroke iskemik terutama tipe non kardioemboli. Selain itu angka kejadian hipertensi, infark miokard, penyakit arteri perifer, dan konsumsi rokok pada pria lebih tinggi dibandingkan dengan wanita, di mana beberapa hal tersebut merupakan pemicu terjadinya stroke (Goldstein et al, 2011 ; Appelros et al, 2009). 74

13 Sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan yang bergerak di bidang jasa maka perlu memperhatikan kualitas jasa yang dijadikan indikator para pasien, baik pasien yang membayar secara langsung, juga pasien pegawai negeri atau penerima pensiun yang menggunakan asuransi kesehatan, selain itu pasien yang merupakan masyarakat miskin, sehingga pelayanan kesehatan yang terdapat pada rumah sakit tersebut dituntut untuk dapat menciptakan dan memberi pelayanan kesehatan secara maksimal (Pujihastuti, 2008). Berdasarkan status pasien stroke iskemik rawat inap lebih dominan pasien dengan status askes (72,2%), kemudian umum (22,2%), dan jamkesmas (5,6%) (Tabel IV.2). Dari status pasien di atas paling banyak menggunakan Askes (Asuransi Kesehatan). Hal ini berhubungan dengan program pemerintah yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan dan menjamin pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dengan prinsip asuransi kesehatan sosial. Manfaat dari penggunaan Askes untuk pasien yakni mendapatkan pelayanan kesehatan, akomodasi rawat inap, konsultasi medis, tindakan medis dan rehabilitas medis dengan biaya yang lebih murah. Sedangkan untuk Rumah Sakit sebagai penanggung jawab dana yang telah diserahkan oleh pemerintah, untuk memberikan pelayanan terhadap pasien terutama dalam pengadaan obat (KepMenKes, 2010). Status pasien mempengaruhi pemilihan terapi dan jenis obat yang diberikan dengan mempertimbangkan farmakoekonomi yang lebih menguntungkan bagi pasien. Disinilah peran farmasis bagi pasien, sehingga pasien dapat menerima terapi yang efektif dan efisien. Selain itu, seorang farmasis dapat memberikan informasi kepada dokter mengenai pemilihan obat yang tepat bagi masing-masing pasien. Pada hasil penelitian terhadap faktor risiko stroke iskemik yang ditinjau dari riwayat penyakit dan life style pasien didapatkan tiga faktor risiko terbanyak yaitu hipertensi (61,1%), diabetes melitus (61,1%) dan 75

14 riwayat stroke sebelumnya (44,5%) (Tabel IV.3). Sesuai dengan penelitian Harmsen et al.,(2006) usia, diabetes melitus, dan tekanan darah tinggi (hipertensi) memiliki hubungan yang independen dengan peningkatan risiko stroke. Hipertensi merupakan faktor risiko terpenting untuk semua tipe stroke, baik stroke perdarahan maupun stroke infark. Peningkatan risiko stroke terjadi seiring dengan peningkatan tekanan darah (Gofir, 2009). Berdasarkan American Heart Associaton Prevention Conference. IV: Prevention and Rehabilitation of Stroke Risk Factors, hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke yang dapat dimodifikasi. Risiko stroke akan meningkat ketika tekanan darah sistolik >160 mmhg dan tekanan darah diastolik >95 mmhg. Pasien dengan hipertensi memiliki peningkatan risiko terhadap stroke, ini terjadi karena tekanan darah yang meningkat mengakibatkan pembuluh serebral akan berkontriksi. Bila tekanan darah meningkat cukup tinggi akan menyebabkan hialinisasi pada lapisan otot pembuluh serebral. Akibatnya, diameter lumen pembuluh darah tersebut akan menjadi tetap. Hal ini berbahaya karena pembuluh serebral tidak dapat berdilatasi atau berkonstriksi dengan leluasa untuk mengatasi fluktuasi dari tekanan darah sistemik (Hariyono, 2010). Faktor risiko stroke yang lain adalah diabetes melitus, tingginya faktor risiko stroke pada pasien diabetes melitus terjadi karena kadar lemak dalam darah meningkat yang disebabkan adanya konversi lemak tubuh yang terganggu. Peningkatan kadar lemak dalam darah akan meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke. Diabetes melitus mempercepat terjadinya aterosklerosis baik pada pembuluh darah kecil maupun pembuluh darah besar di seluruh pembuluh darah baik di pembuluh darah otak maupun jantung. Kadar glukosa darah yang tinggi pada pasien stroke akan memperbesar kerusakan daerah infark karena terbentuknya asam laktat 76

15 akibat metabolisme glukosa yang terbentuk secara anaerob yang merusak jaringan otak (Junaidi, 2011). Selain itu faktor risiko yang menduduki 3 tertinggi lainnya adalah riwayat stroke sebelumnya. Data epidemiologi menyebutkan risiko untuk timbulnya serangan ulang stroke adalah 30% dan populasi yang pernah menderita stroke memiliki kemungkinan serangan ulang stroke adalah 9 kali dibandingkan populasi normal. Upaya untuk mencegah serangan ulang stroke perlu mengenal dan mengontrol faktor risiko dan kalau perlu merubah faktor risiko tersebut (Nafrialdi, 2011). Faktor risiko berdasarkan life style pasien yang memicu terjadinya stroke iskemik pada penelitian ini adalah merokok pada pasien laki-laki saja (16,7%), konsumsi tinggi garam (55,5%), konsumsi kopi (16,7%), dan juga konsumsi tinggi lemak (55,5%) (Tabel IV.3). Merokok merupakan kebiasaan dan gaya hidup yang berdampak buruk bagi kesehatan. Asap rokok mengandung zat berbahaya yang dapat menimbulkan kerusakan pada dinding arteri. Dinding arteri yang rusak akibat asap rokok akan menjadi lokasi penimbunan lemak, sel trombosit, kolesterol dan terjadi penebalan lapisan otot polos dinding arteri. Kondisi ini disebut aterotrombotik. Aterotrombotik menyebabkan pembuluh darah menyempit. Selain itu, aterotrombotik menyebabkan kerapuhan pada pembuluh darah. Aterotrombotik menyebabkan aliran darah berkurang ke beberapa organ tubuh termasuk otak sehingga berisiko menimbulkan stroke (Wahyu, 2009). Jumlah kematian pertahun yang dikaitkan dengan merokok di Amerika Serikat, diperkirakan antara (tanpa penyesuaian untuk faktor perancu) dan (setelah penyesuaian), yang menunjukkan bahwa merokok memberikan kontribusi 12% sampai 14% dari semua stroke yang berakhir dengan kematian. Berdasarkan data yang tersedia dari National Health Iterview Survey untuk tahun 2000 sampai 2004, Center for Desease 77

16 Control and Prevention melaporkan bahwa merokok mengakibatkan ratarata estimasi kematian stroke pada pria dan kematian stroke pada wanita (Goldstein et al., 2011). Selain merokok, life style pasien yang lain adalah konsumsi tinggi garam yaitu sebanyak 55,5% (Tabel IV.3). Sehingga dapat dikatakan bahwa sebagian besar pasien dalam penelitian ini mengkonsumsi tinggi garam. Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Harnugrahanto dan Hidayati terhadap seluruh pasien laki-laki berusia tahun di klinik Rusdi Husada Bantul periode Juni Juli 2010 dengan survey analitik dan menggunakan pendekatan retrospective menyebutkan bahwa asupan garam natrium yang pada laki-laki usia tahun memiliki risiko menderita hipertensi sebesar 8,6 kali dibanding laki-laki usia tahun yang asupan natriumnya dalam batas normal (Harnugrahanto dan Hidayati, 2012). Hubungan konsumsi natrium terhadap timbulnya hipertensi terjadi karena natrium merupakan ion utama yang ada di dalam cairan ekstraseluler, maka konsumsi natrium yang berlebih akan meningkatkan konsentrasi natrium pada cairan ekstraseluler sekitar 5,3 meq/l, sehingga hal ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan volume plasma, curah jantung dan pada akhirnya menyebabkan kenaikan tekanan darah (Sacks et al., 2001). Sedangkan tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke (Junaidi, 2011). Pembatasan konsumsi garam Na merupakan hal yang harus dilakukan, bila penurunan konsumsi garam dilakukan sampai 2 gram sehari, tekanan diastol dapat diturunkan sampai 5 mmhg (Anna, 2007). Faktor risiko berdasarkan life style selanjutnya adalah kebiasaan mengkonsumsi kopi yang menduduki urutan ketiga, sebesar 16,7% (Tabel IV.3). Pada penelitian lain yang berjudul faktor risiko hipertensi ditinjau dari kebiasaan minum kopi menyatakan bahwa subjek yang memiliki 78

17 kebiasaan minum kopi 1-2 cangkir perhari meningkatkan risiko hipertensi sebanyak 4,12 kali lebih tinggi dibandingkan dengan subyek yang tidak memiliki kebiasaan minum kopi (Martiani, 2012). Kebiasaan minum kopi secara berlebihan dapat merugikan kesehatan, karena kandungan terbesar dalam kopi adalah kafein yang memiliki efek terhadap tekanan darah secara akut terutama pada penderita hipertensi. Peningkatan tekanan darah ini terjadi melalui mekanisme biologi antara lain kafein mengikat reseptor adenosin, mengaktifasi sistem saraf simpatik dengan meningkatkan konsentrasi ketokolamin dalam plasma, dan menstimulasi kelenjar adrenalin serta meningkatkan produksi kortisol. Hal ini berdampak pada vasokonstriksi dan meningkatkan total resistensi perifer, yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah, di mana hal tersebut merupakan faktor risiko utama terjadinya risiko stroke (Junaidi, 2011 ; Martiani, 2012). Life style terakhir yang dimiliki oleh pasien adalah kebiasaan mengkonsumsi tinggi lemak adalah sebanyak 55,5% (Tabel IV.3). Pada penelitian multi etnis dari Northern Manhattan Studi (NOMAS), yang dilakukan terhadap penduduk dengan usia rata-rata 70 tahun, dengan berbagai etnis. Hasilnya menunjukkan bahwa responden yang mengkonsumsi lemak terbanyak setiap harinya (115 gram per hari) berisiko menderita stroke 64% lebih besar dibanding dengan yang mengkonsumsi lemak paling sedikit (24 gram per hari) (Albala et al., 2009). Asupan lemak jenuh dalam jumlah banyak akan meningkatkan kolesterol total darah yang berarti juga meningkatkan kejadian aterosklerosis, di mana infark iskemik serebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis (Tuminah, 2009 ; Wibowo, 2001). Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa stroke iskemik akibat dari trombus memiliki jumlah yang jauh lebih besar (94,4%) jika dibandingkan dengan emboli (5,6%) (Tabel IV.4). Hal ini sesuai dengan 79

18 epidemologi dari stroke iskemik di mana kurang lebih 51% stroke iskemik disebabkan oleh trombosis arteri, yaitu pembentukan bekuan darah dalam arteri serebral akibat proses aterosklerosis dan kurang lebih 32% stroke iskemik disebabkan oleh emboli, yaitu tertutupnya arteri oleh bekuan darah yang lepas dari tempat lain di sirkulasi (Goldstein et al., 2006). Penyakit penyerta pada stroke iskemik (Tabel IV.5) merupakan diagnosis akhir penyakit yang menyertai stroke iskemik. Diagnosis penyerta yang paling banyak pada pasien stroke iskemik di instalasi rawat inap RSU. Dr. Saiful Anwar Malang adalah hipertensi (94,4%), kemudian disusul oleh diabetes melitus (50%). Hipertensi bertanggung jawab terhadap munculnya penyakit stroke sebanyak 62% sedangkan 49% lainnya dapat menyebabkan munculnya serangan jantung. Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang munculnya penyakit perlu dilakukan diagnosis secara menyeluruh tentang kemungkinan seseorang menderita penyakit darah tinggi (hipertensi) (Ridwan M., 2002). Diagnosis penyerta akan mempengaruhi terapi yang diberikan kepada pasien. Semakin kompleks penyakit penyerta, terapi yang diberikan semakin banyak, sehingga perlu pengawasan pada terapi yang diberikan, terutama yang berkaitan dengan interaksi dan efek samping obat. Terapi ARB yang diberikan kepada 18 pasien stroke iskemik di instalasi rawat inap RSU. Dr. Saiful Anwar Malang terdiri dari terapi tunggal dan kombinasi dengan antihipertensi lain. Terapi tunggal ARB diberikan kepada 2 pasien (11,1%) sedangkan terapi kombinasi dengan antihipertensi lain diberikan pada 16 pasien (88,9%) (Tabel IV.6). ARB bertindak sebagai antagonis reseptor angiotensin II dengan cara memblok 80

19 reseptor angiotensin II tipe 1 (AT1) yang memediasi efek angiotensin II yang sudah diketahui pada manusia: vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatetik, pelepasan hormon antidiuretik dan konstriksi arteriol efferent dari glomerulus. ARB tidak memblok reseptor angiotensinogen tipe 2 (AT2). Jadi efek yang menguntungkan dari stimulasi AT2 (seperti vasodilatasi, perbaikan jaringan, dan penghambatan pertumbuhan sel) tetap utuh dengan penggunaan ARB. Studi menunjukkan kalau ARB mengurangi berlanjutnya kerusakan organ target jangka panjang pada pasien-pasien dengan hipertensi dan indikasi khusus lainnya (Anonim, 2006). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa valsartan memiliki prevalensi penggunaan cukup tinggi yang digunakan pada 18 pasien (100%). Terkait dengan penggunaan obat antihipertensi golongan ARB tunggal, dosis valsartan yang digunakan sebagian besar sudah sesuai dengan literatur yaitu pada hipertensi valsartan diberikan dalam dosis awal 80 mg sekali sehari. Dosis valsartan ditingkatkan, jika perlu, untuk 160 mg sekali sehari, dosis maksimum adalah 320 mg sekali sehari. Dosis awal yang lebih rendah dari 40 mg sekali sehari dapat digunakan pada pasien usia lanjut lebih dari 75 tahun, dan pada mereka dengan penurunan volume intravaskular. Pada gagal jantung, valsartan diberikan dalam dosis awal 40 mg dua kali sehari (Sweetman, 2009). Valsartan mempunyai waktu paruh cukup panjang untuk pemberian satu kali sehari. Tetapi kandesartan, eprosartan, dan losartan mempunyai waktu paruh paling pendek dan diperlukan dosis pemberian dua kali sehari agar efektif menurunkan tekanan darah (Anonim, 2006). Valsartan memiliki afinitas yang lebih tinggi untuk reseptor AT1 dari losartan, semakin kuat afinitas terhadap AT1 maka efek antihipertensi juga akan semakin meningkat (Rossana et al., 2011). Valsartan memberikan efek pengurangan tekanan darah hingga dua angka selama 24 jam dan memberikan efek antihipertensi pada populasi secara luas, 81

20 termasuk pada kasus hipertensi ringan hingga sedang, dan hipertensi sedang hingga berat, dan juga pada orang tua (Sargowo, 2012). Salah satu pasien yang mendapat terapi ARB tunggal adalah (Pasien No.5) memiliki riwayat penyakit stroke sebelumnya pada bulan April 2012 dan hipertensi. Pasien juga memiliki riwayat life style merokok. Tekanan darah pasien saat MRS 160/90 mmhg, nadi 64 denyut/menit, RR 16 tarikan/menit dan GCS (456) pasien dalam batas normal. Pasien menerima terapi awal antihipertensi tunggal pada hari ke-9 dari golongan ACEI yaitu captopril 3x25mg secara oral. Terjadi penggantian terapi antihipertensi golongan ACEI pada hari ke-11 dengan antihipertensi golongan ARB yaitu valsartan 1x40mg secara oral. Penggantian golongan obat antihipertensi ini dikarenakan adanya indikasi gagal jantung pada pasien yang dapat dilihat dari pemberian dosis awal valsartan yaitu 1x40mg. Sesuai dengan literatur dari (AHFS, A-Z drug fact) bahwa penggunaan valsartan untuk pasien dengan gagal jantung dapat dimulai dengan dosis awal 40 mg. Selain itu, kemungkinan pasien intoleran terhadap pemberian obat antihipertensi golongan ACEI dan tidak tercapainya penurunan tekanan darah yang adekuat selama terapi. ARB memiliki efek samping paling rendah dibandingkan dengan obat antihipertensi lainnya. Karena tidak mempengaruhi bradikinin, ARB tidak menyebabkan batuk kering seperti ACEI (Anonim, 2006). Selain valsartan, terapi utama yang digunakan adalah citicolin yang digunakan untuk mengurangi kerusakan sel saraf pada pasien. Pasien juga diberikan terapi aspilet. Aspilet diberikan sebagai antiplatelet yang dapat mengencerkan dan memperlancar peredaran darah. Selain terapi utama pasien juga mendapatkan beberapa terapi penunjang, hal ini disesuaikan dengan diagnosis penyerta dan gejala klinis yang dialami oleh pasien. Terapi penunjang yang diberikan adalah terapi cairan berupa IVFD NS 0,9% 20 TPM karena kondisi umum pasien lemah, 82

21 sedangkan ranitidin karena pasien mengeluhkan mual dan muntah. Pilihan terapi obat awal harus spesifik tiap individu, berdasarkan kondisi pasien, keadaan medis terkait, dan tingkat tekanan darah. Umumnya, kebanyakan pasien harus dimulai dengan obat sekali-sehari kerja-lama dosis rendah yang dapat ditingkatkan secara lambat berdasarkan usia dan respons pasien. Sekitar 50% pasien memberikan respon terhadap terapi tunggal. Pada pasien beresiko tinggi (TD 180/110 mmhg, penyakit kardiovaskular klinis, kerusakan organ target), interval waktu antara menambahkan obat-obat baru dan merubah regimen yang sudah ada dapat dikurangi. Jika TD 20/10 mmhg di atas TD target, dimungkinkan dimulainya terapi menggunakan 2 obat, yang salah satunya biasanya berupa tipe thiazide (JAMA 2003;289: ). Pola penggunaan ARB kombinasi dengan antihipertensi lain pada pasien stroke iskemik di RSU Dr. Saiful Anwar Malang menunjukkan terapi kombinasi yang diberikan kepada pasien terdiri dari 2 3 macam antihipertensi, tetapi penggunaan terapi terbanyak adalah ARB dengan CCB, yaitu Valsartan dengan dosis 80 mg satu kali sehari dengan amlodipin 10 mg satu kali sehari dengan persentase sebesar 25% (Tabel IV.6). Berdasarkan Effect of valsartan compared to amlodipine on preventing type 2 diabetes in high-risk hypertensive patients: the VALUE trial, adanya kelebihan terapi yang sudah dilaporkan pada percobaan klinis dari VALUE untuk valsartan dan amlodipin yang memberikan alasan yang kuat untuk mengkombinasi kedua jenis obat ini. Adanya perbedaan pada efek sekunder, dimana pada pasien dengan amlodipin terdapat perkembangan yang lebih sedikit pada efek infark miokardium nonfatal dan terdapat kecenderungan yang lebih rendah untuk terjadi sroke fatal dan nonfatal, sementara valsartan dapat mengurangi kejadian rawat inap untuk komplikasi gagal jantung. Amlodipin + valsartan juga ditemukan memiliki 83

22 tingkat keamanan yang dibutuhkan (Kjeldsen et al., 2006). Sehubungan dengan efektifitasnya yang menguntungkan, mekanisme terapi yang terjadi diharapkan memiliki keuntungan terhadap keamanan dan toleransi terhadap pasien. Cara kerja dari ARB memiliki potensi untuk mengatasi kemungkinan efek samping yang berhubungan dengan penggunaan CCB. Secara umum, kejadian edema perifer yang terjadi berhubungan dengan penggunaan CCB merupakan hasil dari efek vasodilatasi yang bisa diatasi oleh ARB, yang menyebabkan dilatasi vena dan arterial secara bersamaan. Lebih lanjut lagi, semenjak diketahui bahwa pengaturan tekanan darah dapat dicapai tanpa memerlukan peningkatan dosis regimen, maka efek samping yang dengan dosis tinggi CCB dapat dihindari (Sargowo, 2012). Salah satu pasien yang mendapat terapi kombinasi valsartan dan amlodipin adalah (Pasien No.7). Pada (Pasien No.7) usia 66 tahun dengan jenis kelamin laki-laki MRS dengan keluhan utama pusing berputar dan mendadak 5 jam SMRS dan pasien memiliki riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi dan stroke sebelumnya pada satu tahun yang lalu. Pasien didiagnosis dokter CVA trombosis, DM type II dan HT stage II. Pada data klinik pasien menunjukkan pasien mengalami peningkatan tekanan darah (160/80 mmhg) sehingga di sini pasien diterapi dengan kombinasi CCB dengan ARB yaitu amlodipin dan valsartan. Dosis yang digunakan pasien amlodipin 1x10mg dan valsartan 1x80mg dengan pemberian oral. Setelah penggunaan terapi kombinasi ARB dengan CCB menunjukkan adanya penurunan tekanan darah (130/80 mmhg) yang adekuat dan kardioprotektif sehingga risiko komplikasi kardiovaskuler dapat teratasi. Keadaan ini juga mengakibatkan kondisi pasien saat KRS hari ke-15 mengalami perbaikan. Penambahan obat kedua dari kelas yang berbeda dimulai apabila pemakaian obat tunggal dengan dosis lazim gagal mencapai target tekanan darah. Apabila tekanan darah melebihi 20/10 mmhg diatas target, dapat 84

23 dipertimbangkan untuk memulai terapi dengan dua obat. Yang harus, diperhatikan adalah risiko untuk hipotensi ortostatik, terutama pada pasienpasien dengan diabetes, disfungsi autonomik, dan lansia (DepKes, 2006). Pendekatan umum terhadap penanganan awal hipertensi adalah dua obat atau lebih dalam dosis yang lebih kecil, yang telah menggantikan terapi kombinasi dosis-tetap, sekali sehari dalam dosis penuh. Mekanisme kerja yang berbeda dapat menyebabkan efek samping yang lebih sedikit serta pengendalian tekanan darah yang lebih baik, terutama pada hipertensi resisten. Pada 60% pasien dan 75% penderita diabetes yang membutuhkan lebih dari satu obat antihipertensi, terapi kombinasi dosis-tetap, sekali sehari dapat memperbaiki kepatuhan berobat. Kombinasi yang memberikan manfaat bisa berupa diuretik ditambah penyekat-beta, antagonis kalsium, penghambat ACE, atau penyekat reseptor angiotensin II; penghambat ACE ditambah antagonis kalsium; penghambat ACE ditambah eplerenone (penyekat reseptor aldosteron); diuretik ditambah penyekat adrenegik ditambah vasodilator; atau penyekat beta ditambah antagonis kalsium. Kombinasi yang sebaiknya dihindari adalah dua obat dari kelas yang sama (mis. dua penyekat beta); agen yang bekerja sentral dan penyekat beta ditambah baik diltiazem maupun verapamil (Goldszmidt et al., 2003). Pasien yang mendapatkan terapi kombinasi antihipertensi selanjutnya adalah (Pasien No.15) yaitu captopril + diltiazem + valsartan + amlodipin sebanyak 1 pasien (6,25%), pasien berusia 60 tahun dengan jenis kelamin perempuan dan dirawat selama 16 hari. Pasien datang dengan keluhan utama lemah ½ badan kanan dengan diagnosa akhir CVA trombosis dan hipertensi stadium satu. Pasien diberikan terapi simvastatin karena berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, didapatkan kadar LDL pasien cukup tinggi yaitu 174 mg/dl. Antihipertensi diberikan pada hari ke 6 pada saat tekanan darah 190/100 mmhg yaitu captopril 3x25mg secara oral. 85

24 Pemberian captopril di sini untuk pemeliharaan tekanan darah pasien, akan tetapi penggunaan captopril belum dapat mengatasi fluktuasi tekanan darah pasien sehingga pada saat tekanan darah mencapai 180/90 mmhg ditambah dengan diltiazem 3x30mg secara oral. Namun, profil penurunan tekanan darah (170/100 mmhg) masih belum menunjukkan perubahan yang signifikan sampai terapi pada hari ke 10, sehingga terapi hari ke 11 dilakukan penambahan kombinasi obat antihipertensi golongan ARB dan CCB yaitu valsartan 1x80mg dan amlodipin 1x10mg yang diberikan secara oral. Terapi kombinasi antihipertensi ini mampu menurunkan tekanan darah (140/90 mmhg) yang cukup signifikan pada hari ke 16 dan menunjukkan adanya perbaikan. Penggunaan 4 jenis antihipertensi diperlukan untuk menurunkan tekanan darah pasien dan mencegah risiko stroke, namun penggunaan antihipertensi yang terlalu banyak dapat memicu terjadinya hipoperfusi. Untuk mengatasi CVA trombosis pasien diterapi dengan pemberian antiplatelet secara oral ASA dengan dosis 1x160mg. Antiplatelet di sini digunakan untuk mencegah arterotrombosis dengan menghambat terbentuknya agregasi platelet di intrakranial yang dapat menyebabkan beberapa penyakit di pembuluh arteri, menginduksi terbentuknya trombus atau emboli di sirkulasi distal (Smit et al., 2008). Pasien di sini juga diterapi dengan neuroprotektan pada saat MRS yaitu sitikolin dengan dosis 3x500mg secara injeksi. Tujuan dari pemberian sitikolin di sini adalah untuk menurunkan angka kecacatan dan kematian karena dengan penggunaan neuroprotektan dapat menurunkan terjadinya perluasan kerusakan sel saraf (McEvoy, 2008). Selain terapi pengatasan CVA pasien, pasien juga diterapi dengan antidislipidemia yaitu simvastatin mg yang digunakan untuk manstabilkan lipid. Tujuan pengobatan stroke adalah membatasi atau mengurangi kerusakan pada otak, serta menghilangkan hambatan sirkulasi oksigen dan 86

25 glukosa pada sel yang merupakan penyebab terjadinya infark (Sweetman, 2009). Strategi pengobatan stroke iskemik terdapat dua langkah, pertama perfusi yaitu, memperbaiki aliran darah ke otak yang bertujuan untuk memperbaiki area iskemik dengan obat obat antitrombotik. Kedua neuroproteksi yaitu pencegahan kerusakan otak agar tidak berkembang lebih berat akibat adanya daerah iskemik (Fagan and Hess, 2008). Distribusi pola penggunaan terapi utama pada pasien stroke iskemik di RSU Dr. Saiful Anwar Malang dapat terlihat pada (Tabel IV.8), terapi antiplatelet yang paling banyak digunakan adalah aspirin 15 pasien (83,3%). Aspirin bekerja dengan menghambat produksi tromboxan A2, dimana tromboxan A2 merupakan penginduksi agregasi platelet yang tidak stabil dan merupakan vasokonstriktor kuat. Neuroprotektan yang paling banyak digunakan pada pasien stroke iskemik adalah sitikolin 17 pasien (94,4%). Banyaknya penggunaan sitikolin tunggal di sini untuk mengurangi kadar lemak bebas, meningkatkan fosfatidilkolin dinding sel, dan meningkatkan sintesis asetilkolin (Widjaja, 2002). Penggunaan antidislipidemia pada pasien stroke iskemik selain karena adanya hubungan dengan penyakit penyerta dan faktor resiko juga untuk stabilisasi plak. Obat antidislipidemia yang banyak digunakan adalah simvastatin sebanyak 17 pasien (94,4%). Mekanisme kerja dari simvastatin yaitu dengan cara menghambat sintesis kolesterol dalam hati dengan menghambat enzim HMG CoA reduktase. Akibat dari penurunan sintesis kolesterol ini akan terjadi peningkatan jumlah reseptor LDL pada membran sel hepatosit yang akan menurunkan kadar kolesterol darah lebih besar lagi. Selain itu, LDL dan VLDL juga menurun sedangkan HDL akan meningkat (Suyatna, 2007). Antikoagulan yaitu warfarin merupakan pengobatan yang paling efektif untuk pencegahan stroke pada pasien dengan fibrilasi atrial. Pada pasien dengan atrial fibrilasi dan sejarah stroke atau TIA risiko kekambuhan 87

26 pasien merupakan salah satu risiko tertinggi yang diketahui (Fagan and Hess, 2008). Pada penelitian ini, tidak didapatkan data penggunaan obat antikoagulan karena penggunaan terapi tersebut lebih ditujukan untuk pasien dengan diagnosis stroke hemoragik, sedangkan pada penelitian ini keseluruhan pasien terdiagnosis MRS adalah stroke iskemik sehingga terapi antikoagulan dapat diganti dengan penggunaan antiplatelet selain itu pada penelitian ini juga tidak didapatkan diagnosis penyerta pasien berupa atrial fibrilasi. Data perkembangan tekanan darah pasien stroke iskemik pada awal MRS dan saat KRS tersaji dalam Tabel IV.9. Dari keseluruhan jumlah pasien yang menjalani perawatan di instalasi rawat inap, sebagian besar mengalami penurunan tekanan darah pada saat KRS dibandingkan dengan saat awal MRS. Profil penurunan tekanan darah pasien dilihat dari tanda klinik yang ditunjukkan pasien terutama GCS dan tekanan darah. Bila pasien mengalami penurunan tekanan darah yang drastis dan mengalami penurunan GCS maka penggunaan obat antihipertensi dihentikan, namun bila pasien menunjukkan tanda klinik perbaikan maka penggunaan obat antihipertensi diberikan sebagai maintenance. Penurunan tekanan darah pasien stroke 20%-25% tekanan darah arteri rata-rata satu jam pertama (PERDOSSI, 2007). Salah satu pasien yang mengalami penurunan tekanan darah saat KRS adalah (Pasien No.8). Pada saat MRS (Pasien No.8) datang dengan keluhan tidak bisa bicara mendadak ± 5 jam SMRS, dan pasien mulai dapat bicara lagi saat datang di rumah sakit sedikit-sedikit sampai lancar kembali. Tekanan darah pasien SMRS 170/90 mmhg, nadi 80 denyut/menit, RR 16 tarikan/menit dan GCS (456) pasien dalam batas normal. Terjadi peningkatan tekanan darah pasien pada hari ke-2 terlihat dari data klinik (180/80 mmhg) dan tekanan darah tetap dipertahankan tinggi tanpa 88

27 pemberian terapi obat antihipertensi. Tekanan darah tetap dipertahankan tinggi pada infark iskemik untuk menjaga perfusi dari kolateral, sumbatan pembuluh darah, dan untuk memberikan aliran darah yang cukup adekuat bagi daerah penumbra yang kritis karena autoregulasi CBF yang terganggu (Misbach dkk., 2007). Pada hari ke tiga pasien diberikan terapi kombinasi obat antihipertensi golongan diuretik dan ARB, yaitu furosemid 1x40mg dan valsartan 1x80mg secara oral. Setelah pemberian terapi antihipertensi tekanan darah pasien mengalami penurunan menjadi 130/70 mmhg dan tekanan darah pasien tetap stabil sampai KRS pada hari ke delapan dengan tekanan darah akhir 130/80 mmhg, nadi 60 denyut/menit, RR 20 tarikan/menit, dan GCS (456) masih dalam batas normal, sehingga kondisi KRS pasien dipulangkan dengan perbaikan. Pasien berikutnya adalah pasien yang pulang paksa dengan profil tekanan darah MRS 190/90 mmhg, sedangkan tekanan darah KRS 170/90 mmhg. Pada (Pasien No. 14) berumur 79 tahun dan berjenis kelamin lakilaki dengan diagnosa akhir CVA trombosis dan hipertensi stadium 2. Pasien mendapatkan pengobatan drip nicardipin 0,5-6µg/kgBB/m pada perawatan hari ke 2, pada saat tekanan darah 230/100 mmhg. Nicardipin termasuk golongan dyhidropyridine yang bersifat vaskuloselektif dan nicardipin sama dengan amlodipin memiliki selektifitas yang tinggi. Sifat vaskuloselektif ini memiliki keuntungan karena efek langsung pada nodus AV dan SA minimal, menurunkan resistensi perifer tanpa penurunan fungsi jantung yang berarti, dan relatif aman bila dikombinasi dengan β-blocker. Nicardipin tidak termasuk vasodilator kuat sehingga ini sangat menguntungkan untuk pasien stroke karena mencegah terjadinya hipotensi yang dapat memperparah kerusakan sel saraf pasien (Nafrialdi, 2007). Selain itu karena dari struktur kimia nicardipin cenderung bersifat basa sehingga dapat terion dalam GIT dan langsung terekskresi melalui feses 89

28 maka obat ini diberikan dalam bentuk iv drip. Keuntungan penggunaan iv drip adalah dalam pengaturan dosis cenderung lebih mudah, bila ingin di campur dengan obat obat yang lain asalkan larut dalam cairan infus mudah, tidak ada fluktuasi sehingga kadar obat yang masuk sama dengan kadar obat yang keluar, dan parameter farmakokinetik dapat dilihat hanya dengan 2 titik saja (Siswandono, 2008). Pada perawatan hari ke 4, ketika tekanan darah pasien 180/100 mmhg, pasien diberikan kombinasi antihipertensi golongan CCB dan ARB yaitu amlodipin 1x10mg dan valsartan 1x80mg yang diberikan secara oral. Namun, penggunaan kombinasi ini tidak dapat dipantau lebih lanjut dikarenakan pasien dipulangkan. Pada (Tabel IV.10) menunjukkan lama perawatan 18 pasien stroke iskemik, lama perawatan pasien 5 hari sebanyak 1 pasien (5,6%), 6-10 hari sebanyak 3 pasien (16,7%), hari sebanyak 8 pasien (44,4%), hari sebanyak 5 pasien (27,8%), hari sebanyak 0 pasien (0%), dan perawatan hari sebanyak 1 pasien (5,6%). Lamanya perawatan tergantung perkembangan kondisi pasien yang mengalami perbaikan baik dari tekanan darah, kondisi umum, dan peningkatan kesadaran. Hal ini menunjukkan bahwa untuk memutuskan berapa lama obat sebaiknya diberikan sebetulnya tidak ada standar yang pasti. Namun perlu digaris bawahi, bahwa riwayat perjalanan penyakit akan menentukan berapa lama obat harus diminum. Untuk penyakit-penyakit yang berlangsung kronis dapat sampai 6 bulan. Sementara untuk penyakit-penyakit yang sifatnya akut dan dapat sembuh sendiri (self limiting diseases) dapat diberikan obat simptomatis sampai gejala klinisnya menghilang. Berdasarkan Randomized controlled trial of home rehabilitation for patients with ischemic stroke impact upon disability and elderly depression disimpulkan bahwa adanya rehabilitasi pasca stroke selama 6 bulan dapat meningkatkan fungsional 90

29 fisik dan mengurangi tingkat depresi pada pasien, namun tidak untuk mengatasi dimentia pada pasien (Chaiyawat et al., 2012). Salah satu pasien yang mendapatkan terapi singkat adalah (Pasien No.16) dengan lama terapi 5 hari. (Pasien No.16) MRS dengan keluhan lemas ½ badan kiri mendadak saat olah raga tersebut tanpa diikuti adanya penurunan GCS (456). Pasien mendapatkan terapi kombinasi golongan ARB dan CCB yaitu valsartan 1x80mg dan amlodipin 1x10mg secara oral. Namun, pada terapi hari ke dua terdapat pergantian dosis pada ke dua golongan antihipertensi ARB dan CCB yaitu Valsartan 2x80mg dan Amlodipin 2x10mg. Adanya pergantian dosis tersebut dikarenakan tidak tercapainya penurunan tekanan darah yang adekuat (170/90 mmhg) sehingga perlu untuk meningkatkan dosis dari ke dua obat antihipertensi tersebut. Penggunaan kombinasi antihipertensi ini juga memberikan efek kardioprotektif sehingga mampu mengurangi risiko komplikasi kardiovaskuler pada pasien. Pasien dengan perawatan paling lama sebanyak 1 orang yaitu selama 29 hari (Pasien No.12). Pasien datang dengan keluhan utama penurunan kesadaran yang ditunjukkan dari nilai GCS pasien (345), dan tekanan darah SMRS 160/80 mmhg. Pasien memiliki riwayat life style konsumsi tinggi lemak dan konsumsi tinggi garam dan diagnosis akhir CVA trombosis 2 nd attack, hipertensi stadium dua, pneumonia, ISK dan septik. Pada awal terapi, pasien diberikan neuroprotektan sitikolin dengan dosis 2x1000mg secara i.v untuk mencegah perluasan kerusakan sel saraf pasien, pasien juga mendapat terapi simvastatin 1x20mg secara oral yang ditujukan untuk stabilisasi plak pada pembuluh darah pasien, dan aspilet 1x160 mg secara oral untuk mengatasi stroke trombosis pasien. Terjadi peningkatan tekanan darah pasien pada hari ke 2 terlihat dari data klinik (188/83 mmhg) dan tekanan darah tetap dipertahankan tinggi tanpa 91

30 pemberian terapi obat antihipertensi. Tekanan darah tetap dipertahankan tinggi pada infark iskemik untuk menjaga perfusi dari kolateral, sumbatan pembuluh darah, dan untuk memberikan aliran darah yang cukup adekuat bagi daerah penumbra yang kritis karena autoregulasi CBF yang terganggu (Misbach dkk., 2007). Selain itu tujuan tekanan darah tetap dipertahankan tinggi adalah untuk meningkatkan efek kerja obat dari neuroprotektan dan antiplatelet. Pasien mendapat terapi antibiotik golongan quinolon yaitu ciprofloxacin 2x400mg secara i.v pada hari ke empat. Adanya penggunaan antibiotik menunjukkan bahwa pasien mengalami infeksi yang ditandai dengan adanya peningkatan suhu menjadi 37 C. Pemberian antibiotik tersebut bertujuan untuk mengatasi ISK pada pasien. Infeksi nosokomial (INOK) atau nosocomial infection (NI) merupakan suatu jenis infeksi di lingkungan rumah sakit yang diperoleh ketika pasien dirawat di rumah sakit tersebut. Kehadiran INOK baik berupa infeksi pada vena yang umumnya terjadi akibat pemasangan infus, infeksi saluran kemih yang umumnya terjadi akibat pemasangan kateter, infeksi pada luka operasi, infeksi pada saluran pernapasan maupun infeksi umbilicus pada neonates bermuara pada memperparah kondisi penyakit yang sudah ada. Gejala yang muncul dapat berupa gejala lokal seperti phlebitis, radang lokal pada tempat operasi, radang kandung kemih dan saluran kemih pada pemasangan kateter, maupun gejala sistemik berupa sepsis yang dapat menyebabkan pada kematian. Di samping itu, kehadiran INOK juga memperpanjang masa perawatan. Ini berarti, INOK memperburuk penyakit yang telah ada dan mengurangi efisiensi perawatan (Djunaedi, 2006). Terapi antihipertensi diberikan pada hari ke 8 pada saat tekanan darah pasien mencapai 183/78 mmhg. Antihipertensi yang digunakan yaitu kombinasi golongan CCB (amlodipin 1x10mg) dan ACEI (captopril 2x25mg) peroral. Penggunaan terapi kombinasi antihipertensi tersebut 92

31 dapat menurunkan tekanan darah menjadi 142/66 mmhg, namun terjadi peningkatan tekanan darah kembali pada hari ke 14 menjadi 180/100 mmhg sehingga pasien mendapat terapi antihipertensi tambahan dari golongan ARB yaitu valsartan 2x80mg secara oral pada hari ke 15. Pemberian antihipertensi tambahan juga diberikan pada terapi hari ke 17 dari golongan CCB yaitu diltiazem 3x30mg peroral. Pemberian antihipertensi tersebut dikarenakan tekanan darah pasien masih tinggi yaitu 170/100 mmhg. Pada hari ke 19 terjadi penambahan terapi antihipertensi yaitu furosemid mg. Penggunaan furosemid di sini selain untuk menurunkan tekanan darah juga diindikasikan untuk mengatasi CKD pasien dengan adanya peningkatan ureum dan kreatinin pasien yang menunjukkan adanya gangguan filtrasi glomerulus (Nafrialdi, 2007). Selain adanya ISK, lama perawatan pada pasien terkait dengan adanya penyakit penyerta yaitu pneumonia dan septik. Syok sepsis dan septik merupakan komplikasi potensial dari pneumonia. Sepsis terjadi karena mikrorganisme masuk ke aliran darah dan respon sistem imun melalui sekresi sitokin. Sepsis seringkali terjadi pada pneumonia yang disebabkan oleh bakteri, salah satu contoh bakteri penyebabnya adalah streptococus pneumonia. (Fransisca S.K., 2000). Stroke juga bisa terjadi pada kategori penyakit infection seperti sepsis candidiasis, karena infeksi dapat mengakibatkan suatu peradangan atau infeksi yang menyebabkan menyempitnya pembuluh darah yang menuju ke otak. Selain peradangan umum oleh bakteri, peradangan juga bisa dipicu oleh asam urat yang berlebihan dalam darah (Junaidi, 2011). Pada Tabel IV.11 menunjukkan kondisi KRS 18 pasien stroke iskemik di instalasi rawat inap RSU Dr. Saiful Anwar Malang, kondisi KRS meliputi pasien meninggal (5,6%), pasien perbaikan dengan pulang paksa (16,7%), dan pasien yang dipulangkan dengan perbaikan (77,8%). 93

32 Kondisi KRS pasien meninggal 1 pasien (10%). Dalam hal ini kondisi pasien yang meninggal disebabkan karena CVA ICH dan Azotemia Renal. Kondisi pasien yang meninggal menunjukkan data klinik dan data laboratorium yang memburuk. Pada (Pasien No.18) usia 58 tahun dengan jenis kelamin laki-laki, pasien MRS dengan keluhan utama lemah ½ badan kiri dan memiliki riwayat lemah ½ badan kiri mendadak 11 jam SMRS, merot dan pelo. Pasien juga memiliki riwayat penyakit diabetes melitus dan hipertensi yang tidak terkontrol terlihat dari life style pasien yaitu pasien sering konsumsi kopi, lemak, garam, dan pasien juga merokok. Dari data laboratorium dan data klinik pasien ini menunjukkan adanya peningkatan tekanan darah, dan adanya penurunan RR 16 tarikan/menit. Penurunan RR pasien menunjukkan adanya gangguan pada paru pasien. Pada MRS pasien juga menunjukkan penurunan kesadaran yang terlihat pada GCS pasien yaitu (445) yang menunjukkan adanya gangguan verbal dan motorik. Ureum dan kreatinin pasien mengalami peningkatan yang menunjukkan adanya gangguan pada filtrasi glomerulus. Dari data laboratorium pasien juga menunjukkan adanya infeksi di mana ditunjukkan dengan adanya peningkatan kadar leukosit pasien yaitu 18800/µl (Susialine, 2011). Dari hasil CT scan dokter mendiagnosa pasien suspect stroke trombosis, sehingga pasien diterapi dengan antiplatelet yaitu aspilet dengan dosis 1x320 mg secara oral. Selain itu pasien juga diterapi dengan sitikolin dengan dosis 2x1000 mg i.v dimana ini berfungsi sebagai neuroprotektan. Pasien juga diterapi dengan simvastatin secara peroral dengan dosis 1x20 mg untuk menstabilkan plak pada pembuluh darah pasien. Pasien menunjukkan adanya peningkatan kesadaran pada hari ke-2 yang terlihat dari GCS pasien meningkat (456). Selain itu, pasien juga mengalami peningkatan RR 24 tarikan/menit dimana 94

33 ini menunjukkan kondisi pasien menjadi sesak sehingga di sini pasien diterapi dengan pemberian O 2. Pasien mengalami peningkatan GDP 176 mg/dl dan GDPP 256 mg/dl peningkatan ini merupakan parameter pasien mengalami hiperglikemia, sehingga pasien di sini di diagnosis diabetes melitus. Pada pasien dengan diabetes, 30% sampai 75% dari komplikasi dapat dikaitkan dengan hipertensi. Diabetes dan hipertensi menyebabkan risiko yang sangat tinggi untuk pengembangan komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler. Pasien diabetes memiliki insiden yang lebih tinggi dari penyakit arteri koroner, gagal jantung kongestif, dan hipertrofi ventrikel kiri saat hipertensi juga diderita. Insiden komplikasi makrovaskular lainnya, seperti stroke dan penyakit pembuluh darah perifer juga meningkat secara signifikan. Disamping komplikasi makrovaskular, hipertensi mempercepat risiko komplikasi mikrovaskuler seperti nefropati, retinopati, dan neuropati jauh lebih mudah ditemui ketika hipertensi diderita dengan diabetes (Ecler et all, 2002). Untuk mengatasi hiperglikemia pasien diterapi dengan insulartad 0-10 IU subkutan. Kolesterol total pasien mengalami peningkatan yaitu 203 mg/dl di sini menunjukkan adanya gangguan lipid pada pasien. Kadar HDL pasien di sini mengalami penurunan 44 mg/dl di mana penurunan HDL di sini karena pasien mengalami DM. Tekanan darah pasien mengalami peningkatan cukup tinggi yaitu 230/110 mmhg sehingga pasien diterapi dengan penggunaan antihipertensi kombinasi. Kondisi pasien belum menunjukkan adanya perbaikan, di mana kondisi pasien masih mengalami penurunan kesadaran dan kondisi umum pasien masih melemah sampai akhir terapi diberikan. Pada hari ke-11 pasien menunjukkan adanya infeksi yang terlihat dari peningkatan leukosit pasien g/dl, sehingga pasien diterapi dengan ceftriaxon dengan dosis 1x1 g i.v. Kondisi pasien semakin memburuk sehingga pada hari ke-18 pasien meninggal dengan penyebab kematian CVA ICH dan azotemia renal. Meninggalnya pasien di 95

Gambar 3.1 Skema Kerangka Konseptual

Gambar 3.1 Skema Kerangka Konseptual BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual 3.1.1 Skema Kerangka Konseptual Pola Penggunaan Angiotensin Reseptor Bloker pada Pasien Stroke Iskemik Etiologi - Sumbatan pembuluh darah otak - Perdarahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Stroke atau yang sering disebut juga dengan CVA (Cerebrovascular Accident) merupakan gangguan fungsi otak yang diakibatkan gangguan peredaran darah otak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di antara penyakit-penyakit neurologi yang terjadi pada orang dewasa, stroke menduduki rangking pertama baik pada frekuensinya maupun pada pentingnya (emergensi) penyakit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Gambaran Umum Pasien Hipertensi di Puskesmas Kraton dan Yogyakarta Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antihipertensi yang dapat mempengaruhi penurunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri, mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, jaringan arteri, vena, dan kapiler yang mengangkut darah ke seluruh tubuh. Darah membawa oksigen dan nutrisi penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi adalah salah satu penyakit yang paling umum melanda dunia. Hipertensi merupakan tantangan kesehatan masyarakat, karena dapat mempengaruhi resiko penyakit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pasien Penelitian mengenai evaluasi penggunaan obat antihipertensi pada pasien stoke akut di bangsal rawat inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Asia saat ini terjadi perkembangan ekonomi secara cepat, kemajuan industri, urbanisasi dan perubahan gaya hidup seperti peningkatan konsumsi kalori, lemak, garam;

Lebih terperinci

GAMBARAN KETEPATAN DOSIS PADA RESEP PASIEN GERIATRI PENDERITA HIPERTENSI DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2010

GAMBARAN KETEPATAN DOSIS PADA RESEP PASIEN GERIATRI PENDERITA HIPERTENSI DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2010 GAMBARAN KETEPATAN DOSIS PADA RESEP PASIEN GERIATRI PENDERITA HIPERTENSI DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2010 Yetti O. K, Sri Handayani INTISARI Hipertensi merupakan masalah utama dalam kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Indonesia saat ini juga

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Indonesia saat ini juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang berkembang saat ini dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Indonesia saat ini juga menghadapi dampak perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke atau cerebrovascular accident (CVA) didefinisikan sebagai gangguan neurologis fokal yang terjadi mendadak akibat proses patofisiologi dalam pembuluh darah (Brashers,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kematian ketiga terbanyak di negara-negara maju, setelah penyakit jantung dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kematian ketiga terbanyak di negara-negara maju, setelah penyakit jantung dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan masalah kesehatan yang penting. Stroke sampai saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang utama serta merupakan penyebab kematian ketiga

Lebih terperinci

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang menyumbang angka kematian terbesar di dunia. Disability-Adjusted Life Years (DALYs) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemasalahan kesehatan yang berkaitan dengan penyakit degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi di dunia. Stroke merupakan penyakit neurologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari orang per tahun. 1 dari setiap 18 kematian disebabkan oleh stroke. Rata-rata, setiap

BAB I PENDAHULUAN. dari orang per tahun. 1 dari setiap 18 kematian disebabkan oleh stroke. Rata-rata, setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke adalah salah satu penyebab kematian utama di dunia. Stroke membunuh lebih dari 137.000 orang per tahun. 1 dari setiap 18 kematian disebabkan oleh stroke. Rata-rata,

Lebih terperinci

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi atau disebut juga tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Tekanan darah pasien

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklerosis atau spasme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. American Heart Association, 2014; Stroke forum, 2015). Secara global, 15 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. American Heart Association, 2014; Stroke forum, 2015). Secara global, 15 juta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit jantung koroner dan kanker baik di negara maju maupun negara berkembang. Satu dari 10 kematian disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan suatu keadaan akibat terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi koroner. Penyempitan atau penyumbatan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang utama 1.Masalah kesehatan yang timbul akibat stoke sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit ini diperkirakan menyebabkan 4,5% dari beban penyakit secara global dan prevalensinya hampir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan gangguan aliran. yang menyumbat arteri. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah otak

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan gangguan aliran. yang menyumbat arteri. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah otak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan gangguan aliran darah otak. Terdapat dua macam stroke yaitu iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian terdiri atas analisis deskriptif dan analisis data secara statistik, yaitu karakteristik dasar dan hasil analisis antar variabel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah otak berupa tersumbatnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. cross-sectional dan menggunakan pendekatan retrospektif, yaitu penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. cross-sectional dan menggunakan pendekatan retrospektif, yaitu penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN 2.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode cross-sectional dan menggunakan pendekatan retrospektif, yaitu penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang ada di dunia (Soegondo, 2008). DM ditandai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. arrhythmias, hypertension, stroke, hyperlipidemia, acute myocardial infarction.

BAB 1 PENDAHULUAN. arrhythmias, hypertension, stroke, hyperlipidemia, acute myocardial infarction. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian pada negara maju antara lain heart failure, ischemic heart disease, acute coronary syndromes, arrhythmias,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu akibat terjadinya penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh koroner. Penyumbatan atau penyempitan pada

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Stroke atau cedera serebrovaskular adalah berhentinya suplai darah ke

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Stroke atau cedera serebrovaskular adalah berhentinya suplai darah ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Stroke atau cedera serebrovaskular adalah berhentinya suplai darah ke bagian otak sehingga mengakibatkan hilangnya fungsi otak (Smeltzer & Suzane, 2001). Hal ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik kronik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi telah menjadi penyebab kematian yang utama dari 57,356 penduduk Amerika, atau lebih dari 300,000 dari 2.4 milyar total penduduk dunia pada tahun 2005. Selebihnya,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Hubungan antara..., Eni Indrawati, FK UI, Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Hubungan antara..., Eni Indrawati, FK UI, Universitas Indonesia 23 BAB 4 HASIL 4.1 Karakteristik Umum Sampel penelitian yang didapat dari studi ADHERE pada bulan Desember 25 26 adalah 188. Dari 188 sampel tersebut, sampel yang dapat digunakan dalam penelitian ini sebesar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cerebrovaskular accident atau yang sering di sebut dengan istilah stroke adalah gangguan peredaran darah di otak yang mengakibatkan terganggunya fungsi otak yang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jantung merupakan suatu organ yang memompa darah ke seluruh organ tubuh. Jantung secara normal menerima darah dengan tekanan pengisian yang rendah selama diastol dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery Disease (CAD) merupakan suatu penyakit yang terjadi ketika arteri yang mensuplai darah untuk dinding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah suatu gangguan fungsional otak dengan tanda dan gejala fokal maupun global, yang terjadi secara mendadak, berlangsung

Lebih terperinci

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) Data menunjukkan bahwa ratusan juta orang di seluruh dunia menderita penyakit hipertensi, sementara hampir 50% dari para manula dan 20-30% dari penduduk paruh baya di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang ditandai dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan 140 mmhg dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara-negara yang sedang berkembang, penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, kanker dan depresi akan menjadi penyebab utama kematian dan disabilitas. Hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit

I. PENDAHULUAN. Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit ini diperkirakan menyebabkan 4,5% dari beban penyakit secara global dan prevalensinya hampir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) di dunia. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang dikutip Junaidi (2011) adalah suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit gangguan pada jantung dan pembuluh darah, termasuk penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung kongestif, penyakit vaskular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang jantung. Organ tersebut memiliki fungsi memompa darah ke seluruh tubuh. Kelainan pada organ tersebut

Lebih terperinci

jantung dan stroke yang disebabkan oleh hipertensi mengalami penurunan (Pickering, 2008). Menurut data dan pengalaman sebelum adanya pengobatan yang

jantung dan stroke yang disebabkan oleh hipertensi mengalami penurunan (Pickering, 2008). Menurut data dan pengalaman sebelum adanya pengobatan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia saat ini adalah penyakit gagal jantung (Goodman and Gilman, 2011). Menurut data WHO 2013 pada tahun 2008,

Lebih terperinci

4. HASIL 4.1 Karakteristik pasien gagal jantung akut Universitas Indonesia

4. HASIL 4.1 Karakteristik pasien gagal jantung akut Universitas Indonesia 4. HASIL Sampel penelitian diambil dari data sekunder berdasarkan studi Acute Decompensated Heart Failure Registry (ADHERE) pada bulan Desember 2005 Desember 2006. Jumlah rekam medis yang didapat adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain, diperlukan peningkatan

Lebih terperinci

5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg

5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg dr. Annisa Fitria Hipertensi 140 mmhg / 90 mmhg 1 Hipertensi Primer sekunder Faktor risiko : genetik obesitas merokok alkoholisme aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis gangguan metabolisme yang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi nilai normal (hiperglikemia), sebagai akibat dari

Lebih terperinci

Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM)

Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM) Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM) PENDAHULUAN Mengenai pencegahan ini ada sedikit perbedaan mengenai definisi pencegahan yang tidak terlalu mengganggu. Dalam konsensus yang mengacu ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stroke adalah salah satu penyakit yang sampai saat ini masih menjadi masalah serius di dunia kesehatan. Stroke merupakan penyakit pembunuh nomor dua di dunia,

Lebih terperinci

STROKE Penuntun untuk memahami Stroke

STROKE Penuntun untuk memahami Stroke STROKE Penuntun untuk memahami Stroke Apakah stroke itu? Stroke merupakan keadaan darurat medis dan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat. Terjadi bila pembuluh darah di otak pecah, atau yang lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang dimanfaatkan sehingga menyebabkan hiperglikemia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. penyakit yang sering dijumpai dalam praktek kedokteran. Data epidemiologis

BAB I PENDAHULUAN UKDW. penyakit yang sering dijumpai dalam praktek kedokteran. Data epidemiologis 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit serebrovaskuler atau yang lebih dikenal dengan stroke merupakan penyakit yang sering dijumpai dalam praktek kedokteran. Data epidemiologis menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prevalensi hipertensi atau tekanan darah tinggi di Indonesia cukup tinggi. Selain itu, akibat yang ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit jantung koroner (PJK) telah menjadi penyebab kematian utama di Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidak mampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan insulin yang tidak efektif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stroke merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus dan dapat menyerang siapa saja dan kapan saja, tanpa memandang ras, jenis kelamin, atau

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit tidak menular (non-communicable disease) yang perlu mendapatkan perhatian karena telah

Lebih terperinci

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010 POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010 Farida Rahmawati, Anita Agustina INTISARI Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah arteri melebihi normal dan kenaikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Penyakit jantung koroner (CHD = coronary heart desease) atau penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan ancaman kesehatan. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penderita penyakit diabetes mellitus di seluruh dunia meningkat dengan cepat. International Diabetes Federation (2012) menyatakan lebih dari 371 juta jiwa di

Lebih terperinci

TERAPI PENGGUNAAN OBAT STROKE PADA PASIEN STROKE ISKEMIK DI RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA

TERAPI PENGGUNAAN OBAT STROKE PADA PASIEN STROKE ISKEMIK DI RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA TERAPI PENGGUNAAN OBAT STROKE PADA PASIEN STROKE ISKEMIK DI RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA Renny Anggraini*, Victoria Yulita F, Muhammad Amir Masruhim Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka a. Kardiovaskuler Penyakit kardiovaskular adalah penyakit gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Karena sistem kardiovaskular sangat vital, maka penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tanpa gejala, sehingga disebut sebagai Silent Killer (pembunuh terselubung).

BAB 1 PENDAHULUAN. tanpa gejala, sehingga disebut sebagai Silent Killer (pembunuh terselubung). 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tekanan darah tinggi atau yang sering disebut dengan hipertensi. Menurut Santoso (2010) hipertensi merupakan keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya

BAB I PENDAHULUAN. darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler adalah gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya penyempitan pembuluh darah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. penyakit degeneratif dan man made diseases yang merupakan faktor utama masalah

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. penyakit degeneratif dan man made diseases yang merupakan faktor utama masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang sejalan dengan transisi demografi dan transisi teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. besar. Kecacatan yang ditimbulkan oleh stroke berpengaruh pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN UKDW. besar. Kecacatan yang ditimbulkan oleh stroke berpengaruh pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Stroke merupakan masalah medis yang serius karena dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat, kecacatan dan biaya yang dikeluarkan sangat besar. Kecacatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke (cedera serebrovaskular (Cerebrovascular accident, CVA) merupakan penyakit mematikan terbesar di dunia (Valentina L.B, 2008). Di Amerika Serikat, stroke merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan di pembuluh darah naik secara persisten. Setiap kali jantung berdenyut maka darah akan terpompa ke seluruh pembuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular terus berkembang dengan semakin meningkatnya jumlah penderitanya, dan semakin mengancam kehidupan manusia, salah satu penyakit tidak menular

Lebih terperinci

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM BAB 1 PENDAHULUAN Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu masalah kesehatan yang serius di dunia. Hal ini dikarena penyakit ginjal dapat menyebabkan kematian, kecacatan serta penurunan kualitas hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diabetes melitus ditandai oleh adanya hiperglikemia kronik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit jantung koroner merupakan penyebab tersering terjadinya gagal jantung di Negara Barat yaitu sekitar 60-75% kasus. Hipertensi mempunyai kontribusi untuk

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini 61 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 44 subyek pasien pasca stroke iskemik dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modernisasi mengakibatkan perubahan pola hidup masyarakat yang cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke (Nufus, 2012). Stroke menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan di bidang perekonomian sebagai dampak dari pembangunan menyebabkan perubahan gaya hidup seluruh etnis masyarakat dunia. Perubahan gaya hidup menyebabkan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan manusia di seluruh dunia saat ini ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain, demografi penuaan, urbanisasi yang cepat, dan gaya hidup tidak sehat. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada populasi umum, pria lebih banyak yang menderita penyakit ini dari pada wanita (pria 39 % dan wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi system saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam hitungan detik atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular dimana penderita memiliki tekanan darah diatas normal. Penyakit ini diperkirakan telah menyebabkan peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab utama kematian di negara maju. Di negara yang sedang berkembang diprediksikan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 65 orang responden pasca stroke iskemik

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 65 orang responden pasca stroke iskemik 74 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian terhadap 65 orang responden pasca stroke iskemik dengan hipertensi terhadap retinopati hipertensi dan gangguan kognitif yang datang berobat ke poli penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau membawa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau membawa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stroke merupakan suatu sindrom yang ditandai gangguan fungsional otak fokal maupun global secara mendadak yang berkembang dengan sangat cepat berlangsung lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jantung merupakan sebuah organ yang memompa darah ke seluruh tubuh, hal ini menjadikan fungsi jantung sangat vital bagi kehidupan, sehingga jika terjadi sedikit saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini berbagai laporan kesehatan mengindikasikan bahwa prevalensi penyakit tidak menular lebih banyak dari pada penyakit menular. Dinyatakan oleh World

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup. Gagal jantung

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Stroke merupakan penyebab kematian ketiga didunia, dengan angka mortalitas tertinggi di negara dengan pendapatan rendah sampai menengah. Dari data WHO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalirkan darah ke otot jantung. Saat ini, PJK merupakan salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. mengalirkan darah ke otot jantung. Saat ini, PJK merupakan salah satu bentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner atau PJK adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh adanya penyempitan dan hambatan arteri koroner yang mengalirkan darah ke otot jantung.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi mengakibatkan terjadinya pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab timbulnya penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi secara paralel, transisi demografi dan transisi teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengubah pola penyebaran penyakit dari penyakit

Lebih terperinci