[PENGANTAR PATROLI LAUT]

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "[PENGANTAR PATROLI LAUT]"

Transkripsi

1

2

3 DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarkut Laut Page i

4 DAFTAR ISI Kata Pengantar Kepala Pusdiklat Bea dan Cukai i Daftar Isi ii Petunjuk Penggunaan Modul.. iv Peta Konsep. v PENGANTAR PATROLI LAUT A. PENDAHULUAN Deskripsi Singkat Prasyarat Kompetensi 1.3. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar... 2 B. KEGIATAN BELAJAR KB 1: DASAR HUKUM, TUJUAN DAN LINGKUP WILAYAH PATROLI LAUT 1.1. Uraian dan Contoh a. Dasar Hukum Patroli Laut b. Pengertian Patroli Laut c. Tujuan Patroli Laut. 21 d. Lingkup Wilayah Patroli Laut e. Temuan-temuan Dalam Patroli Laut Latihan Rangkuman Tes Formatif Umpan Balik dan Tindak Lanjut KB 2: J ENIS JENIS KAPAL PATROLI LAUT 2.1. Uraian dan Contoh a. Fast Patrol Boat (FPB) 28 Meter b. Fast Patrol Boat (FPB) 38 Meter DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarkut Laut Page ii

5 c. Very Slinder Vessel (VSV) d. Local Patrol Craft (LPC) e Speed Boat Latihan Rangkuman Tes Formatif Umpan Balik dan Tindak Lanjut KB 3: SATUAN TUGAS BEA DAN CUKAI 3.1. Uraian dan Contoh a. Dasar Hukum Pembentukan Satuan tugas b. Unsur-Unsut Satuan Tugas Patroli Bea dan Cukai c. Tugas dan Wewenang Satuan Tugas d. Tugas Satuan Tugas Bea dan Cukai Lainnya Latihan Rangkuman Tes Formatif Umpan Balik dan Tindak Lanjut PENUTUP. 73 TES SUMATIF KUNCI JAWABAN TES FORMATIF DAN SUMATIF.. 81 DAFTAR ISTILAH/PENGERTIAN DAFTAR PUSTAKA.. 86 DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarkut Laut Page iii

6 PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL Modul ini terdiri dari tiga kegiatan belajar (KB), yaitu : KB 1 : Dasar Hukum, Tujuan dan lingkungan Wilayah Patroli Laut KB 2 : Jenis-Jenis Kapal Patroli KB 3 : Satuan Tugas Bea dan Cukai KB 1 berisi materi-materi yang berkaitan dengan pengetahuan tentang pengertian patroli laut, payung hukum yang mendasarinya baik yang dibuat oleh pemerintah Indonesia maupun badan-badan international. KB 2 berkaitan dengan Jenis-jenis kapal laut yang digunakan dalam patrol laut, dan bagian terakhir (KB 3) berisi materi tentang Satuan Tugas Patroli Dirjen Bea dan Cukai. Untuk mempelajari modul ini, anda tidak harus melakukannya secara sekuensial dari KB 1 sampai dengan KB 3, akan tetapi anda bisa mempelajari setiap kegiatan belajar secara terpisah. Namun demikian karena terdapat hubungan antara satu KB dengan KB yang lain, maka kami merekomendasikan agar anda sebaiknya mempelajarinya secara sekuensial agar dapat diperoleh hasil yang optimal. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarkut Laut Page iv

7 PETA KONSEP PENGANTAR PATROLI LAUT DASAR HUKUM, TUJUAN DAN LINGKUNGAN WILAYAH PATROLI LAUT JENIS-JENIS KAPAL PATROLI SATUAN TUGAS BEA DAN CUKAI DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarkut Laut Page v

8 A 1. DESKRIPSI SINGKAT PENDAHULUAN Indonesia adalah Negara kepulauan yang memiliki beribu-ribu pulau yang dikelilingi laut yang begitu luas. Dua pertiga wilayah Indonesia adalah lautan. Letak Indonesia juga sangat strategis, dimana Indonesia berada diantara dua benua (Benua Asia dan Australia) dan dua samudera (Samudra India dan Pasifik). Namun dengan luas dan strategisnya letak Indonesia, hal tersebut justru dapat menimbulkan risiko banyaknya penyelundupan. Disinilah peran dari patrol laut menjadi begitu penting dalam pengamanan daerah teritorial Indonesia dari masuknya pihak-pihak yang tidak berkepentingan atau pendatang ilegal. Di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), tugas patroli laut merupakan salah satu bagian penting dari pelaksanaan tugas DJBC dalam rangka penegakan hukum. Hal ini dilakukan berkaitan erat dengan kewajiban bahwa setiap sarana pengangkut wajib melintasi atau melalui jalur yang telah ditentukan. Di samping itu, patroli juga dilakukan sebagai upaya untuk mencegah, mencari, dan menemukan adanya pelanggaran di bidang Kepabeanan dan Cukai. Dalam rangka reformasi di lingkungan DJBC, dewasa ini sedang giatgiatnya dilakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai, khususnya patroli laut. Untuk itu DJBC bekerjasama dengan Pusdiklat Bea dan Cukai secara intensif melakukan Diklat Teknis Subtantif Spesialis Pemeriksaan sarana pengangkut yang di dalamnya memuat pelatihan Patroli Laut. Modul ini membahas hal-hal dasar yang harus diketahui oleh seorang pelaksana patroli laut. Modul ini disusun sedemikian rupa untuk memudahkan Saudara mempelajari materi-materi yang diberikan. Dalam hal ini penulis berasumsi bahwa Saudara sama sekali belum pernah mempelajari dan terlibat dalam patroli laut. Untuk itu penulis sengaja menampilkan contoh-contoh yang akan memperjelas gambaran tentang apa yang dimaksud dalam modul ini. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 1

9 2. PRASYARAT KOMPETENSI Untuk mempelajari modul ini idealnya Anda telah ditunjuk sebagai peserta DTSS Pemeriksaan Sarana Pengangkutan dan telah memenuhi syarat-syarat berikut: a. Pangkat minimum II/b b. Telah Lulus DTSD Kepabeanan dan Cukai c. Usia Maksimum 45 tahun d. Berkepribadian tanggap, tegas dan cekatan, e. Sehat jasmani dan rohani f. Mampu bela diri dan berenang g. Ditunjuk oleh sekretaris DJBC 3. STANDAR KOMPETENSI Standar kompetensi yang ingin di capai adalah setelah mempelajari mata diklat ini anda diharapkan dapat memahami pengetahuan dasar tentang konsep dasar patrol laut dilingkungan Direktorat Jendral Bea dan Cukai. Oleh karena modul ini berisi materi-materi umum yang harus diketahui oleh seorang pelaksana patroli, maka keberhasilan Saudara dalam mempelajari dan menyerap materi-materi modul ini sangat berarti bagi Saudara dalam mempelajari modul-modul selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan Patroli laut dilingkungan Direktorat Jenrdal Bea dan Cukai. 4. KOMPETENSI DASAR Setelah mempelajari modul ini Saudara diharapkan mampu: - Menjelaskan pengertian patroli laut - Menjelaskan dasar hukum patroli laut - Menjelaskan tujuan patroli laut - Menjelaskan wilayah lingkup patroli laut - Mengenal dan menjelaskan kapal-kapal yang digunakan dalam patroli laut. - Menjelaskan dasar hukum pembentukas satgas, dan - Menjelaskan persyaratan kualifikasi satgas - Menjelaskan tugas dan wewenang satgas DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 2

10 KB 1 B 1. KEGIATAN BELAJAR 1 DASAR HUKUM, TUJUAN DAN LINGKUP WILAYAH PATROLI LAUT INDIKATOR KEBERHASILAN: Setelah mempelajari KB 1 anda diharapkan dapat: - Menjelaskan dasar hukum patrol laut - Menjelaskan pengertian patrol laut - Menjelaskan tujuan patrol laut - Menjelaskan Lingkup wilayah patrol laut - Menjelaskan temuan-temuan dalam patrol laut 1.1. Uraian dan Contoh a. Dasar Hukum Patroli Laut Bagi anda yang baru mempelajari patroli laut, anda perlu terlebih dahulu memahami ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan patrol laut. Oleh karena itu bagian ini akan membahas tentang dasar-dasar hukum patrol laut, baik dalam bentuk undang-undang kepabeanan maupun peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan yurisdiksi. 1) Undang-undang kepabeanan Dalam pasal 74 (1) UU Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, menyebutkan bahwa Pejabat Bea dan Cukai untuk mengamankan hak-hak Negara, berwenang mengambil tindakan yang diperlukan terhadap barang. Ini berarti bahwa pejabat Bea dan Cukai dapat mempergunakan segala upaya terhadap orang dan barang antara lain adalah melakukan patrol, pemeriksaan kapal dan sebagainya. Dalam pasal 75 (1) Undang-undang yang sama tidak menyebutkan secara eksplisit bahwa Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan Patroli. Bunyi selengkapnya pasal 75 (1) tersebut adalah sebagai berikut: Pejabat Bea DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 3

11 dan Cukai dalam melaksanakan pengawasan terhadap sarana pengangkut di laut atau di sungai menggunakan kapal patrol atau sarana lainnya. Penjelasan pasal 75 (1) berbunyi sebagai berikut: Ketentuan ini dimaksudkan bahwa dalam melaksanakan tugas pengawasan agar sarana pengangkut melalui jalur yang ditetapkan yang ditetapkan dan untuk memeriksa sarana pengangkut berupa kapal, Pejabat Bea dan Cukai perlu dilengkapi sarana operasional berupa kapal patrol atau sarana pengawasan lainnya seperti radio telekomunikasi atau radar. Sedang yang dimaksud dengan kapal patrol laut adalah kapal laut dan kapal udara milik DJBC. Yang dimaksud dengan kapal patrol yaitu kapal laut dan/atau kapal udara milik DJBC yang dipimpin oleh pejabat bea dan cukai sebagai komandan patrol, yang mempunyai kewenangan penegakan di daerah pabean sesuai dengan undang-undang ini. Dari redaksi pasal maupun penjelasan tersebut tersirat kewenangan DJBC untuk melakukan patroli, oleh karena itu pasal 74 (1) dan pasal 75 (1) UU No.10/1995 adalah merupakan dasar hukum dari kewenangan patrol tersebut. Untuk peraturan setingkat Keputusan Direktur Jenderal yang mengatur tentang patroli ini adalah Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor Kep-58/BC/1997 tanggal 03 Juni 1997 tentang Patroli Bea dan Cukai, yang merupakan petunjuk pelaksanaan dalam melakukan patroli oleh satuan tugas Bea dan Cukai. Selain aturan-aturan di juga ada beberapa peraturan yang dapat digunakan sebagai payung hukum pelaksanaan patroli laut, yaitu: Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang- Undang No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1996 tentang Penindakan di Bidang Kepabeanan. Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2010 tentang Penindakan di Bidang Cukai. Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 1996 tentang Senjata Api Dinas DJBC. Keputusan Direktur Jendral Bea dan Cukai No. Kep-08/BC/1997 tentang Penghentian Pemeriksaan dan Penegahan Sarana Pengangkut dan DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 4

12 Barang di Atasnya serta Penghentian dan Pembongkaran Penegahan Barang. Keputusan Direktur Jendral Bea dan Cukai No. Kep-58/BC/1997 tentang Patroli Bea dan Cukai. 2). Peraturan-Peraturan yang Menyangkut Yuridiksi a). Territorial Zee Maritieme Kringen Ordonantie (TZMKO) Secara histories batas wilayah laut Indonesia telah dibuat oleh pemerintah colonial Belanda, yaitu dalam Territorial Zee Maritieme Kringen Ordonantie tahun 1939, yang menyatakan bahwa lebar wilayah laut Indonesia adalah tiga mil diukur dari garis rendah di pantai masing-masing pulau Indonesia. Karenanya di antara ribuan pulau di Indonesia terdapat laut-laut bebas yang membahayakan kepentingan bangsa Indonesia sebagai Negara kesatuan. Penentuan batas laut territorial seperti yang termasuk dalam Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonnantie 1939 artikel 1 ayat (1), tidak sesuai lagi dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas karena membagi wilayah daratan Indonesia dalam bagian-bagian yang terpisah dengan perairan teritorialnya sendiri. Oleh karena itu sejak tahun 1957, Indonesia, melalui, Perdana Meneteri Juanda, mengeluarkan Deklarasi Juanda dan turut aktif di forum Konferensi Hukum Laut yang diadakan oleh PBB untuk memperjuangkan archipelago principles.. b).deklarasi Juanda Deklarasi Djuanda adalah suatu perjuangan bangsa Indonesia untuk memperjuangkan batas wilayah laut, sehingga wilayah Indonesia merupakan suatu kesatuan yang utuh dilihat dari berbagai aspek, yaitu aspek politik, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Sebagaimana dijelaskan di muka, kalau kita menggunakan Territorial Zee Maritieme Kringen Ordonantie tahun 1939, maka lebar wilayah laut Indonesia adalah tiga mil diukur dari garis rendah di pantai masing-masing pulau Indonesia. Karena di antara ribuan pulau di Indonesia terdapat laut-laut bebas, hal tersebut dapat membahayakan kepentingan bangsa Indonesia sebagai Negara kesatuan. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 5

13 Untuk mengatasi masalah di atas, pemerintah Indonesia dipimpin oleh PM Juanda pada tanggal 13 Desember 1957 telah mengeluarkan keputusan yang dikenal dengan Deklarasi djuanda, yang isinya : Demi kesatuan bangsa, integritas wilayah, serta kesatuan ekonomi, ditarik garis-garis pangkal lurus yang menghubungkan titi-titik terluar dari pulau-pulau terluar. Negara berdaulat atas segala perairan yang terletak dalam garisgaris pangkal lurus termasuk dasar laut dan tanah dibawahnya serta ruang udara di atasnya, dengan segala kekayaan didalamnya. Laut territorial seluas 12 mil diukur dari pulau yang terluar. Hak lintas damai kapal asing melalui perairan Nusantara (archipelago) dijamin tidak merugikan kepentingan negara pantai, baik keamanan maupun ketertibannya. Perjuangan telah ditempuh bangsa Indonesia dengan mengikuti Konferensi Hukum Laut yang diadakan oleh PBB dalam UNCLOS I (United Nations Conference on the Law of Sea), di Janeva pada tahun Pada tahun 1960 Indonesia mulai mengajukan Deklarasi Djuanda di UNCLOS II. Perjuangan di forum Internasional itu belum berhasil. Namun Pemerintah berusaha menciptakan landasan hukum yang kuat bagi Deklarasi Djuanda pada tanggal 18 Februari Meskipun pada awalnya deklarasi Djuanda banyak ditentang oleh beberapa Negara, namun pemerintah Indonesia terus berjuang agar deklarasi yang mempergunakan archipelago principle atau Wawasan Nusantara ini dapat diterima oleh dunia Internasional. Adapun dasar-dasar pokok pertimbangan penetapan wilayah perairan tersebut antara lain : Bentuk geografis Indonesia sebagai negar kepulauan yang terdiri atas beribu-ribu pulau mempunyai sifat dan corak tersendiri. Bagi keutuhan territorial dan untuk melindungi kekayaan Negara Indonesia semua kepulauan serta laut yang terletak di antranya harus dianggap sebgai suatu kesatuan yang bulat. Penentuan batas laut territorial seperti yang termasuk dalam Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonnantie 1939 artikel 1 DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 6

14 ayat (1), tidak sesuai lagi dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas karena membagi wilayah daratan Indonesia dalam bagian-bagian yang terpisah dengan perairan teritorialnya sendiri. Prinsip-prinsip dalam Deklarasi Djuanda ini kemudian dikukuhkan dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1960,yang isinya sebagai berikut: Untuk kesatuan bangsa, integritas wilayah, dan kesatuan ekonominya ditarik garis-garis pngkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari kepulauan terluar. Termasuk dasar laut dan tanah bawahnya maupun ruang udara di atasnya dengan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Jalur laut wilayah laut territorial selebar 12 mil diukur dari garisgaris lurusnya. Hak lintas damai kapal asing melalui perairan nusantara (archipelagic waters). Pernyatan diatas mempunyai akibat yang sangat menguntungkan bagi bngsa Indonesia yaitu sebagai berikut : Jalur laut wilayah yang terjadi adalah melingkari seluruh kepulauan Indonesia. Perairan yang terletak pada bagian dalam garis pangkal merubah statusnya dari laut lepas menjadi perairan pedalaman. Wilayah Negara RI yang semula luasnya km2 (daratan) bertambah luas lebih kurang menjadi km2 (terdiri atas daratan dan lautan). Ini berarti bertambah kira-kira km2 atau kita-kira 145%. Perundingan bilateral pun dilakukan antara Indonesia-Malaysia mengenai Selat Malaka, Laut Natuna dan selat Malal. Perundingan ini berlangsung di Kuala Lumpur tanggal 17 Maret 1970 dengan menghasilkan garis-garis batas wilayah baik daratan maupun laut, yang dikukuhkan dengan Undang-undang RI Nomor 2 tahun Pada tanggal 25 Mei 1973 Indonesia mengadakan perjanjian dengan Singapura di Jakarta dengan hasil garis batas wilayah laut Indonesia dan laut wilayah Singapura di selat Singapura yang sempit (kurang 15 mil) adalah suatu garis yang terdiri atas garis lurus yang ditarik dari titik yang koordinarnya DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 7

15 tercantum dalam perjanjian tersebut. Hasil perjanjian itu dikukuhkan dengan Undang-undang nomor 7 Tahun Batas Landas Kontinental Indonesia (Landas Kontinental) Pada tanggal 21 Maret 1980 pemerintah Indonesia mengeluarkan sebuah pengumuman Zone Ekonomi Eksklusif, yaitu wilayah laut sekitar 200 mil diukur dari garis pangkal. Segala sumber hayati maupun sumber alam lainnya yang berada di bawah permukaan laut, di dasar laut, dan di bawah laut dasar laut, menjadi hak eksklusif Negara RI. Segala kegiatan ekonomi, eksplorasi, serta penelitian di zone Ekonomi Eksklusif harus mendapat izin pemerintah Indonesia. Pengumuman tersebut bagi pemerintah RI menambah luas laut yang berada di bawah yurisdiksi Indonesia dengan lebih dari 2 kali luas wilayah laut berdasarkan Undang-undang Nomor 4 tahun Pada tnggal 8 Maret 30 April 1982 bangsa Indonesia tetap berjuang di UNCLOS IV, di Markas PBB New York. Dalam konferensi itu telah disetujui sebuah rancangan Konvensi Hukum laut yang baru, yang terdapat dalam rumusan wilayah nusantara sesuai dengan konsep kenusantaraan Indonesia. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 8

16 DAERAH PABEAN WILAYAH REPUBLIK INDONESIA 19-Jul-10 SLIDE PHKC STAN 5 ZEE R.I. PERAIRAN INDONESIA ZEE 200 MIL ZEE+UU LANDAS KONTINEN 19-Jul-10 SLIDE PHKC STAN 1 SLIDE 1 DTSD/PRODIP PHKC LETAK ZEE B.SEMEDI,SH Akhirnya Konferensi hukum Laut yang baru tersebut telah ditandatangani oleh 130 negara dalam UNCLOS V (Konferensi Hukum Laut) di teluk Montenegro, Kingston, Jamaica, pada tanggal 6-10 Desember 1982, yang memutuskan beberapa ketentuan : DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 9

17 Batas laut territorial selebar 12 mil. Batas zona bersebelahan adalah 24 mil. Batas ZEE adalah 200 mil. Batas landas benua lebih dari 200 mil. Batas landas kontinen adalah 350 mil (Landas Kontinental) LETAK/POSISI ZEE R.I. SLIDE 2 DTSD/PRODIP PHKC LETAK ZEE B.SEMEDI,SH 19-Jul-10 SLIDE PHKC STAN 11 Dalam wilayah itu negara boleh mengambil manfaat, tetapi harus membagi keuntungan dengan masyarakat Internasional. Dengan disahkannya Konvensi hukum Laut tersebut tersebut berarti sebuah kemenangan bagi perjuangan bangsa Indonesia dalam memperjuangkan deklarasi Djuanda. c). UNCLOS (United Nation Convention on the Law of Sea) Sesuai dengan bunyi pasal 1 UU No. 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas UU No. 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang menyatakan bahwa Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi darat, perairan, dan ruang udara yang ada di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang- Undang Kepabeanan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Direktorat Jenderal DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 10

18 Bea dan Cukai memiliki wewenang di daerah perairan Indonesia, terutama dalam hubungannya dengan ekspor dan impor. Seiring dengan perkembangan jaman, teknik perdagangan, khususnya ekspor impor, kini semakin maju, dan bisa dibilang kini semakin beresiko. Beresiko disini dalam artian bahwa akan semakin banyak pelanggaranpelanggaran yang terjadi. Penanganan atas pelanggaran ekspor impor tersebut menjadi tugas bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pelanggaran yang dapat terjadi misalnya penyelundupan, penghindaran terhadap pembayaran bea masuk, perdagangan gelap, perdagangan narkoba, dan sebagainya. Hal inilah yang menjadi alasan bagi Pejabat Bea dan Cukai harus mengetahui dan memahami mengenai daerah perairan Indonesia, yang nantinya akan membantu dalam melaksanakan tugasnya. Sejak abad ke-17, laut dianggap sebagai warisan bersama umat manusia (common heritage of mankind). Berlaku suatu adagium pada masa itu, bahwa ocean space as a commons, available to all but owned by non (Juda 1996). Berdasarkan konsep ini maka Konferensi Hukum Laut Pertama diadakan di Switzerland tahun 1958 untuk membahas secara terbuka pengertian Common Heritage of Mankind, terutama pada saat dunia mulai memanfaatkan dasar laut dan lantai samudera (sea-bed and ocean floor) yang berada di luar yurisdiksi nasionalnya. Konferensi-konferensi selanjutnya membahas tidak hanya terbatas pada mineral yang terdapat di dasar samudera tetapi juga mencakup konsep negara pantai, negara kepulauan (archipelago), negara pulau-pulau (Islands States), negara yang secara geografis tidak diuntungkan terhadap ruang laut dan negara-negara yang tidak memiliki laut. Semua negara ini mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap pemanfaatan ruang laut dan sumberdayanya. Bagi Indonesia, UNCLOS 1982 merupakan pengakuan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan dengan semua perairan/laut di antara pulau-pulau menjadi laut/perairan nasional, yang kita sebut Perairan Nusantara. Di samping UNCLOS juga mengukuhkan lebar laut teritorial menjadi 12 mil laut. Dengan demikian batas laut Indonesia adalah batas terluar yang menghubungkan semua pulau-pulau terluar. Selain laut teritorial, Indonesia juga mempunyai kewenangan penuh atas zona tambahan (continguous zone) juga 12 mil laut dari batas laut teritorial, hanya untuk 4 bidang, yaitu: keimigrasian, DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 11

19 kepabean, kebeacukaian dan kekarantinaan hewan dan tanaman. Indonesia menandatangani dan meratifikasi UNCLOS 1982 dengan Undang-Undang No.17 Tahun 1985, karena konvensi ini sejalan dengan Deklarasi Juanda Karena UNCLOS 1982 membolehkan negara-negara kepulauan menarik garis dasar melebihi 100 mil laut, maka Indonesia dapat menutup Kantung Natuna menjadi laut nasionalnya. Untuk memudahkan pengawasan atas pemenuhan kewajiban tersebut, garis daerah pabean ditarik ke darat, dalam hal ini Kantor Pabean. Di tempat tersebut dapat dilakukan pemenuhan kewajiban di bidang kepabeanan dan cukai sehingga kebutuhan dunia bisnis dan usaha yang memerlukan kemudahan, kecepatan, dan ketepatan akan dapat terpenuhi d). Undang-Undang Wilayah dan Perairan Indonesia 1) Undang-Undang Wilayah Indonesia Sesuai dengan pasal 4 UU No.49 tahun 2008 tentang Wilayah Negara, wilayah Negara Republik Indonesia meliputi wilayah darat, wilayah perairan, dasar laut, dan tanah di bawahnya serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya. Batas wilayah Negara itu sendiri ditetapkan atas perjanjian bilateral dan/atau trilateral mengenai batas darat, laut dan batas udara serta berdasarkan peraturan per undang-undangan dan hukum international. Batas Wilayah Negara Indonesia meliputi: a. di darat berbatas dengan Wilayah Negara: Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste; b. di laut berbatas dengan Wilayah Negara: Malaysia, Papua Nugini, Singapura, dan Timor Leste; dan c. di udara mengikuti batas kedaulatan negara di darat dan di laut, dan batasnya dengan angkasa luar ditetapkan berdasarkan perkembangan hukum internasional. Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud di atas termasuk titik-titik koordinatnya ditetapkan berdasarkan perjanjian bilateral dan/atau trilateral dan dalam hal Wilayah Negara tidak berbatasan dengan negara lain, Indonesia menetapkan Batas Wilayah Negara secara unilateral berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 12

20 Hak-Hak Berdaulat di Wilayah Yuridiksi Negara Indonesia memiliki hak-hak berdaulat dan hak-hak lain di Wilayah Yurisdiksi yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan hukum internasional. Wilayah Yurisdiksi Indonesia berbatas dengan wilayah yurisdiksi Australia, Filipina, India, Malaysia, Papua Nugini, Palau, Thailand, Timor Leste, dan Vietnam. Batas Wilayah Yurisdiksi tersebut (termasuk titik-titik koordinatnyaa0 ditetapkan berdasarkan perjanjian bilateral dan/atau trilateral. Dalam hal Wilayah Yurisdiksi tidak berbatasan dengan negara lain, Indonesia menetapkan Batas Wilayah Yurisdiksinya secara unilateral berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional. Kewenangan dalam Wilayah Negara Pemerintah dan pemerintah daerah berwenang mengatur pengelolaan dan pemanfaatan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan. Dalam pengelolaan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan, Pemerintah berwenang: a. menetapkan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan; b. mengadakan perundingan dengan negara lain mengenai penetapan Batas Wilayah Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan hukum internasional; c. membangun atau membuat tanda Batas Wilayah Negara; d. melakukan pendataan dan pemberian nama pulau dan kepulauan serta unsur geografis lainnya; e. memberikan izin kepada penerbangan internasional untuk melintasi wilayah udara teritorial pada jalur yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan; f. memberikan izin lintas damai kepada kapal-kapal asing untuk melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan pada jalur yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan; DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 13

21 g. melaksanakan pengawasan di zona tambahan yang diperlukan untuk mencegah pelanggaran dan menghukum pelanggar peraturan perundang-undangan di bidang bea cukai, fiskal, imigrasi, atau saniter di dalam Wilayah Negara atau laut teritorial; h. menetapkan wilayah udara yang dilarang dilintasi oleh penerbangan internasional untuk pertahanan dan keamanan; i. membuat dan memperbarui peta Wilayah Negara dan menyampaikannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat sekurang-kurangnya setiap 5 (lima) tahun sekali; dan j. menjaga keutuhan, kedaulatan, dan keamanan Wilayah Negara serta Kawasan Perbatasan. 2) Perairan Indonesia (UU no. 6/1966) Wilayah Perairan Indonesia Menurut pasal 3 UU No 6 tahun 1996 tentang Wilayah Perairan Indonesia, Wilayah Perairan Indonesia meliputi: - laut teritorial Indonesia, yaitu jalur laut selebar 12 (dua belas) mil laut yang diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia, - perairan kepulauan, yaitu semua perairan yang ter-letak pada sisi dalam garis pangkal lurus kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman atau jaraknya dari pantai. - perairan pedalaman, yaitu semua perairan yang ter-letak pada sisi darat dari garis air rendah dari pantai-pantai Indo-nesia, termasuk ke dalamnya semua bagian dari perairan yang terletak pada sisi darat dari suatu garis penutup pada mulut sungai, kuala, teluk, anak laut, dan pelabuhan. Kedaulatan Negara Republik Indonesia di perairan Indonesia meliputi laut teritorial, perairan kepulauan, dan perairan pedalaman serta ruang udara di atas laut teritorial, perairan kepulauan, dan perairan pedalaman serta dasar laut dan tanah di bawahnya termasuk sumber kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 14

22 Garis pangkal kepulauan Indonesia ditarik dengan menggunakan garis pangkal lurus kepulauan. Dalam hal garis pangkal lurus kepulauan tidak dapat digunakan, maka digunakan garis pangkal biasa atau garis pangkal lurus. Garis pangkal lurus kepulauan adalah garis -garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada garis air rendah pulau-pulau dan karang- karang kering terluar dari kepulauan Indonesia. Panjang garis pangkal lurus kepulauan tidak boleh melebihi 100 (seratus) mil laut, kecuali bahwa 3% (tiga per seratus) dari jumlah keseluruhan garis -garis pangkal yang mengelilingi kepulauan Indonesia dapat melebihi kepanjangan tersebut, hingga suatu kepanjangan maksimum 125 (seratus dua puluh lima) mil laut. Garis pangkal lurus kepulauan tidak boleh ditarik dari dan keelevasi surut, kecuali apabila di atasnya telah dibangun mercu suar atau instalasi serupa yang secara permanen berada di atas permukaan laut atau apabila elevasi surut tersebut terletak seluruhnya atau sebagian pada suatu jarak yang tidak melebihi lebar laut teritorial dari pulau yang terdekat. Garis pangkal biasa adalah garis air rendah sepanjang pantai. Garis pangkal lurus adalah garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada garis pantai yang menjorok jauh dan menikung ke daratan atau deretan pulau yang terdapat di dekat sepanjang pantai. Perairan pedalaman Indonesia terdiri atas : a. laut pedalaman; dan b. perairan darat. Laut pedalaman adalah bagian laut yang terletak pada sisi darat dari garis penutup, pada sisi laut dari garis air rendah, sedangkan perairan darat adalah segala perairan yang terletak pada sisi darat dari garis air rendah, kecuali pada mulut sungai perairan darat adalah segala perairan yang terletak pada sisi darat dari garis penutup mulut sungai. Hak Lintas Bagi Kapal-Kapal Asing Kapal semua negara, baik negara pantai maupun negara tak berpantai, menikmati hak lintas damai melalui laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia. Lintas berarti navigasi melalui laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia untuk keperluan: DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 15

23 a. melintasi laut tersebut tanpa memasuki perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh ditengah laut atau fasilitas pelabuhan di luar perairan pedalaman; atau b. berlalu ke atau dari perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh di tengah laut atau fasilitas pelabuhan tersebut. Lintas damai harus terus-menerus, langsung serta secepat mungkin, mencakup berhenti atau buang jangkar sepanjang hal tersebut berkaitan dengan navigasi yang normal, atau perlu dilakukan karena keadaan memaksa, mengalami kesulitan, member pertolongan kepada orang, kapal atau pesawat udara yang dalam bahaya atau kesulitan. Lintas dianggap damai apabila tidak merugikan kedamaian, keter-tiban, atau keamanan Indonesia, dan dilakukan sesuai dengan ketentuan Konvensi dan hukum internasional lainnya. Lintas oleh kapal asing harus dianggap membahayakan kedamaian, ketertiban, atau keamanan Indonesia, apabila kapal tersebut sewaktu berada di laut teritorial dan atau di perairan kepulauan melakukan salah satu kegiatan yang dilarang oleh Konvensi dan atau hukum internasional lainnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai lintas damai diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pemerintah Indonesia dapat menangguhkan sementara lintas damai segala jenis kapal asing dalam daerah tertentu di laut teritorial atau perairan kepulauan, apabila penangguhan demikian sangat diperlukan untuk perlindungan keamanannya, termasuk keperluan latihan senjata. Penangguhan tersebut berlaku hanya setelah dilakukan pengumuman sesuai dengan ketentuan yang ber-laku. Ketentuan lebih lanjut mengenai penangguhan sementara diatur dengan Peraturan Pemerintah. Apabila diperlukan dengan memperhatikan keselamatan navigasi, Pemerintah Indonesia menetapkan alur laut dan skema pemisah lalu lintas di laut teritorial dan perairan kepulauan. Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dan kewajiban kapal dagang, kapal perang dan kapal pemerintah asing yang dioperasikan untuk tujuan niaga dan bukan niaga dalam melaksanakan hak lintas damai melalui perairan Indonesia, diatur dengan Peraturan Pemerintah. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 16

24 Hak Lintas Alur Laut Kepulauan Lintas alur laut kepulauan dalam alur-alur laut yang khusus ditetapkan adalah pelaksanaan hak pelayaran dan penerbangan sesuai dengan ketentuanketentuan Konvensi dengan cara normal hanya untuk melakukan transit yang terus-menerus, langsung, dan secepat mungkin serta tidak terhalang. Segala jenis kapal dan pesawat udara negara asing, baik negara pantai maupun negara tak berpantai, menikmati hak lintas alur laut kepulauan melalui perairan kepulauan Indonesia, antara satu bagian dari laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dengan bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia lainnya. Pemerintah Indonesia menentukan alur laut, termasuk rute penerbangan di atasnya, yang cocok digunakan untuk pelaksanaan hak lintas alur laut kepulauan oleh kapal dan pesawat udara asing dan juga dapat menetapkan skema pemisah lalu lintas untuk keperluan lintas kapal yang aman melalui alur laut. Alur laut dan rute penerbangan ditentukan dengan suatu rangkaian garis sumbu yang bersambungan mulai dari tempat masuk rute hingga tempat ke luar melalui perairan kepulauan dan laut teritorial yang berhimpitan dengannya. Apabila diperlukan, setelah diadakan pengumuman sebagaimana mestinya, alur laut dan skema pemisah lalu lintas yang telah ditetapkan sebelumnya dapat diganti dengan alur laut dan skema pemisah lalu lintas lainnya. Hak Lintas Transit Semua kapal asing mempunyai kebebasan pelayaran semata- mata untuk tujuan transit yang terus-menerus, langsung dan secepat mungkin melalui laut territorial Indonesia di selat antara satu bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia lainnya. Hak lintas transit dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Konvensi, hukum internasional lainnya, dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila diperlukan dengan memperhatikan keselamatan navigasi, Pemerintah Indonesia dapat menetapkan alur laut dan skema pemisah lalu lintas untuk pelayaran di lintas transit. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 17

25 alur laut dan skema pemisah lalu lintas transit diatur dengan Peraturan Pemerintah. Hak Akses dan Komunikasi Apabila suatu bagian dari perairan kepulauan Indonesia terletak di antara dua bagian wilayah suatu negara tetangga yang langsung berdampingan, Indonesia menghormati hak-hak yang ada dan kepentingan-kepentingan sah lainnya yang dilaksanakan secara tradisional oleh negara yang bersangkutan di perairan tersebut melalui suatu perjanjian bilateral. Pemerintah Indonesia menghormati pemasangan kabel laut dan mengizinkan pemeliharaan dan penggantian kabel yang sudah ada dengan pemberitahuan terlebih dahulu sebagaimana mestinya. Penegakkan Kedaulatan dan Hukum di Perairan Indonesia. Penegakan kedaulatan dan hukum di perairan Indonesia, ruang udara di atasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta sanksi atas pelang-garannya, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Konvensi hukum internasional lainnya, dan peraturan perundang-undangan yang ber-laku. Yurisdiksi dalam penegakan kedaulatan dan hukum terhadap kapal asing yang sedang melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Konvensi, hukum internasional lainnya, dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Apabila diperlukan, untuk pelaksanaan penegakan hukum dapat dibentuk suatu badan koordinasi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Pengaturan mengenai penetapan batas wilayah laut suatu negara dan berbagai kegiatan di laut sebenarnya telah termuat dalam suatu perjanjian internasional yang komprehensif yang dikenal dengan UNCLOS 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 atau Hukum Laut PBB 1982). DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 18

26 Dalam UNCLOS 1982 dikenal delapan zona pengaturan (regime) yang berlaku di laut, yaitu: (1) perairan pedalaman (internal waters), (2) perairan kepulauan (archipelagic waters), (3) laut teritorial (teritorial waters), (4) zona tambahan (contiguous zone), (5) Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic Zone), (6) landas kontinen (continental shelf), (7) laut lepas (high seas), dan (8) kawasan dasar laut internasional (international seabed area). Indonesia telah meratifikasi UNCLOS 1982 melalui UU No 17/1985 dan memberlakukan UU No 6/1966 tentang Perairan Indonesia menggantikan UU No 4/Perp.1960 yang disesuaikan dengan jiwa atau ketentuan-ketentuan UNCLOS Lebih lanjut, untuk keperluan penetapan batas-batas wilayah perairan Indonesia telah diundangkan PP No 38 tentang Daftar Koordinat Geografis Titiktitik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. Adapun batas-batas wilayah laut Indonesia dengan negara-negara tetangga meliputi: (1) batas laut teritorial, yaitu wilayah kedaulatan suatu negara pantai yang meliputi ruang udara dan laut serta tanah di bawahnya sejauh 12 mil laut yang diukur dari garis pangkal. (2) batas zona tambahan, yaitu mencakup wilayah perairan laut sampai ke batas 12 mil laut di luar laut teritorial atau 24 mil laut diukur dari garis pangkal. (3) batas perairan ZEE, yaitu suatu wilayah perairan laut di luar dan berdampingan dengan laut teritorial yang lebarnya tidak lebih dari 200 mil laut dari garis pangkal; yang mana suatu negara pantai (coastal state) memiliki hak atas kedaulatan untuk eksplorasi, konservasi, dan pemanfaatan sumber daya alam. (4) batas landas kontinen. Landas kontinen suatu negara meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya yang menyambung dari laut teritorial negara pantai melalui kelanjutan alamiah dari wilayah daratannya sampai ujung terluar tepian kontinen. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 19

27 Hingga saat ini penetapan batas wilayah laut Indonesia dengan negaranegara tetangga masih banyak yang belum tuntas. Dari 10 negara yang wilayah lautnya berbatasan dengan Indonesia, baru antara Indonesia dan Australia yang batas-batas wilayah lautnya telah diselesaikan secara lengkap. Sementara dengan negara-negara tetangga lainnya baru dilaksanakan penetapan batas-batas landas kontinen dan sebagian batas-batas laut teritorial serta ZEE. Kondisi semacam inilah yang sering menimbulkan konflik wilayah laut antara Indonesia dan negara-negara tetangga, seperti kasus Sipadan, Ligitan, dan Ambalat. Konflik yang terjadi akan menimbulkan ketidakstabilan dan mengganggu pembangunan perekonomian pada wilayah tersebut. Dengan belum adanya kepastian batas-batas wilayah perairan, maka kegiatan perekonomian kelautan, seperti perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri bioteknologi, pariwisata bahari, transportasi laut, eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam lainnya, serta konservasi akan terhambat. b. Pengertian Patroli Laut Kata patroli berasal dari Bahasa Inggris Patrol yang artinya meronda. Kata patroli walaupun berasal dari kata inggris sudah menjadi kata sehari-hari khususnya bagi aparat penegak hukum, sedangkan kata ronda sudah tidak lazim lagi digunakan, karena memiliki konotasi dengan hansip (ronda kampung). Dalam Undang-undang No. 10/1995, jo UU No. 17/2006, baik pada pasal maupun penjelasannya tidak dijelaskan arti kata patroli tersebut. Di sana hanya disebut kata-kata menggunakan kapal patroli dalam rangka melaksanakan pengawasan. Jadi dalam UU tersebut langsung menyebutkan sarananya, yaitu kapal patroli atau sarana lainnya. Pengertian patroli yang lebih jelas dapat ditemukan dalam Surat Edaran Bersama antara Menteri Keuangan Republik Indoensia dengan Kepala Badan Administrai Kepegawaian Nasional No: SE- 85/MK/ 1989, No. 49/SE/1989 tanggal 18 Oktober 1998 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Pemeriksa Bea dan Cukai, yang menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan patroli adalah kegiatan pengamanan keliling atas kemungkinan atau pencegahan terjadinya tindak di darat (tugas patroli yang dilakukan di dalam dan di luar wilayah pelabuhan bagian darat); di laut (tugas DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 20

28 patroli yang dilakukan di dalam dan di luar wilayah pelabuhan bagian laut); di udara (tugas patroli yang dilakukan di udara). Lebih jauh, Keputusan Direktur Jendral Bea dan Cukai No. KEP- 58/BC/1997 menjelaskan bahwa patroli yang dilaksanakan oleh Satuan Tugas Bea dan Cukai di laut, di darat dan di udara untuk pencegahan, penindakan dan penyidikan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan kepabeanan dan cukai serta tujuan lain berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa patroli laut mengandung beberapa unsur yang harus dipenuhi, yaitu: 1. Kegiatan, yaitu melaksanakan pengamanan. 2. Cara mengerjakan kegiatan, yaitu berkeliling. 3. Tujuan Kegiatan yaitu mencegah terjadinya pelanggaran, penindakan dan penyidikan, dan 4. Sasaran-sasaran (lokasi), yaitu darat, laut, dan udara. c. Tujuan Patroli Laut Undang-undang kepabeanan telah mewajibkan agar sarana pengangkut harus melalui jalur yang ditetapkan. Oleh karena itu apabila sarana pengangkut tidak melalui jalur yang ditetapkan maka hal tersebut merupakan suatu pelanggaran dan dikenakan sanksi. Namun demikian akan dimungkinkan selalu terjadi pelanggaran. Apabila pelanggaran (penyimpangan jalur) terjadi dapat dipastikan akan terjadi penurunan barang-barang ilegal. Akibat selanjutnya adalah kerugian terhadap keuangan negara. Untuk mencegah terjadinya kerugian negara diperlukan pengawasan, yang salah satu wujud pelaksanaan pengawasan tersebut adalah patroli. Mengacu pada uraian terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa maksud dan tujuan suatu kegiatan patroli adalah : mencegah terjadinya pelanggaran di bidang kepabeanan dan cukai, misalnya dengan diketahuinya adanya kapal patroli di wilayah perairan antara kepulauan Riau dengan Singapura, maka sarana pengangkut yang akan melanggar jalur-jalur yang telah ditentukan. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 21

29 mencari dan menemukan pelanggaran di bidang kepabeanan dan cukai, misalnya melalui kegiatan patroli darat yang dilakukan di wilayah dalam bandara udara Soekarno-Hatta dapat menemukan adanya upaya mengeluarkan barang-barang impor yang belum diselesaikan formalitas pabeannya melalui salah satu gudang domestik Menindaklanjuti hasil penyidikan. Melakukan pengawasan agar pelaksanaan undang-undang kepabeanan dan cukai, dan peraturan pelaksanaannya dilakukan sesuai ketentuan ketentuan Patroli Bea dan Cukai dalam rangka pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan kepabeanan dan cukai serta peraturan perundangundangan lain yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal dilakukan berdasarkan rencana setiap tahun anggaran. Patroli Bea dan Cukai di udara dilaksanakan untuk membantu Patroli Bea dan Cukai di laut dan di darat, pemantauan, dan uji terbang (flight test/route check/nafigational check). d. Lingkup Wilayah Patroli Laut Patroli laut merupakan salah satu cara DJBC dalam melakukan pengawasan barang masuk atau keluar daerah pabean. Untuk itu lingkup wilayah patroli juga merupakan lingkup wilayah pengawasan. Untuk melakukan patroli laut, petugas atau satuan tugas patroli wajib mengetahui lingkup wilayah patroli yang akan dilaksanakannya. Pada dasarnya lingkup wilayah patroli dapat dibagi menjadi dua, yaitu wilayah patoli meliputi wilayah darat dan perairan pedalaman, dan wilayah perbatasan. 1) Wilayah darat dan perairan pedalaman Lingkup wilayah patrol laut meliputi seluruh wilayah perairan Indonesia, laut zona tambahan, zona ekonomi ekslusif, landas kontinen terutama pada pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi, dan bangunan-bangunan lainnya, dan selat yang digunakan untuk pelayaran internasional; Wilayah patroli laut sekitar instalasi dan bangunan dapat meliputi: DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 22

30 a. Sekitar dermaga atau kade. Dermaga adalah tempat kegiatan pembongkaran, penimbunan dan pemuatan barang-barang impor dan ekspor. Di samping itu dermaga juga merupakan tempat menurunkan dan menaikkan penumpang. Di dermaga dimungkinkan sekali pembongkaran barang dari atas kapal langsung ke atas kendaraan darat dan terus keluar ke peredaran bebas tanpa prosedur. b. Jalan-jalan sekitar kawasan pabean Adanya perpindahan barang dari tempat penimbunan sementara ke tempat penimbunan sementara yang lain (pindahlokasi) dapat terjadi pada jalan-jalan sekitar kawasan pabean. Keungkinkan terjadinya perpindahan barang tersebut perlu diwaspadai oleh petugas patroli. c. Jalan-jalan di luar pabean yang menyusur pantai Kapal-kapal yang labuh jangkar di sekitar perairan pelabuhan sering didatangi pelanggar-pelanggar. Barang-barang diturunkan ke kapal-kapal kecil (speed boat) dan di bawa ke pantai diluar kawasan pabean. d. Jalan sepanjang dari kantor inspeksi sampai dengan tempat penimbunan berikat. Banyak peti kemas berisi barang impor yang belum bayar bea-bea dipindah lokasikan dari tempat penimbunan sementara ke tempat penimbunan berikat diluar kawasan pabean. Ada kemungkinan trailertrailer pengangkut peti kemas ini menyimpang dari tujuan untuk menukar isi petikemas, baru kembali ketempat tujuan semula. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 23

31 2) Wilayah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki wilayah yang berbatasan dengan 10 negara, baik di darat maupun di laut. Di Wilayah darat Republik Indonesia (RI), berbatasan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua Nugini (PNG) dan Republik Demokratik Timor Leste (RDTL). Sedangkan di wilayah laut RI, berbatasan dengan 10 negara yaitu, India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau, Australia, Republik Demokratik Timor Leste dan Papua Nugini. Wilayah perbatasan darat Indonesia berada di tiga pulau, yaitu Pulau Kalimantan, Papua dan Pulau Timor, serta tersebar di empat provinsi dan 15 kabupaten/ kota yang masing-masing memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda-beda. Wilayah perbatasan laut meliputi : batas Laut Teritorial (BLT) batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) batas Landas Kontinen (BLK). batas Zona Tambahan (BZT) Dan batas Zona Perikanan Khusus (Special Fisheries Zone / SFZ) Batas Laut Teritorial (BLT), Batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan Batas Landas Kontinen (BLK) diukur jaraknya dari titik dasar/ garis pangkal kepulauan, yang penetapannya bergantung pada keberadaan pulau-pulau terluar, yang jumlahnya hingga saat ini kurang lebih 92 pulau, termasuk pulau kecil yang beberapa diantaranya hingga kini memerlukan penataan dan DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 24

32 pengembangan yang lebih intensif karena memiliki potensi terhadap upaya ekspansi oleh negara lain. Setiap negara mempunyai kewenangan untuk menetapkan sendiri batasbatas wilayahnya. Namun mengingat batas terluar wilayah negara senantiasa berbatasan dengan wilayah atau perairan kedaulatan (yuridiksi) otoritas negara lain, maka penetapan tersebut harus memperhatikan kewenangan otoritas negara lain sehingga perlu dibangun suatu kerjasama yang adil dan saling menguntungkan. Kondisi Umum Kawasan Perbatasan Antarnegara Dalam Platform Penanganan Per-masalahan Perbatasan Antar Negara oleh Tim dari Departemen Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum, Direktorat Wilayah Administrasi dan Perbatasan, telah mengidentifikasi, bahwa permasalahan perbatasan yang dihadapi kawasan perbatasan Indonesia berbeda sifat dan kondisinya dengan kawasan lain. Permasalahan yang terjadi di perbatasan dipengaruhi oleh faktor yang berbeda seperti geografis, ketersediaan sumber daya manusia dan alam, kondisi sosial, ekonomi, politik dan budaya serta tingkat kesejahteraan masyarakat negara tetangga. Satu permasalahan utama yang dihadapi oleh seluruh kawasan perba-tasan di Indonesia adalah kemiskinan serta keterbatasan sarana dan prasarana dasar sosial dan ekonomi. Di Provinsi Kalimantan yang berbatasan langsung dengan Malaysia, kondisi sosial ekonomi negara tetangga masih jauh lebih baik. Selain itu, di kawasan perbatasan ini terjadi pula penurunan kualitas sumber daya alam akibat perambahan hutan secara secara illegal serta adanya pengiriman sumber daya manusia secara illegal (woman and children trafficking). Di kawasan perbatasan Papua-PNG, kondisi sosial dan ekonomi Indonesia yang masih relatif lebih baik serta masih adanya keterikatan keluarga dan suku bangsa sehingga menyebabkan terjadinya arus orang dan perdagangan barang yang bersifat tradisional (barter) melalui pintu-pintu perbatasan yang belum resmi. Kegiatan perdagangan yang bernilai ekonomi tinggi dan bersifat resmi masih terbatas. Sebagian besar kawasan perbatasan di Papua terdiri atas areal hutan, baik hutan konservasi maupun hutan lindung, bergunung dan berbukit yang sulit dijangkau kendaraan roda dua atau roda DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 25

33 empat. Satu-satunya sarana perhubungan yang dapat menjangkau kawasan perbatasan pegunungan tersebut adalah pesawat udara perintis atau helikopter. Di kawasan perbatasan Nusa Tenggara Timur (NTT), secara umum masih belum berkembang dan sarana serta prasarananya masih bersifat darurat. Secara umum kondisi kawasan perbatasan di NTT ini relatif lebih baik dibanding dengan kawasan perbatasan di wilayah Timor Leste (RDTL). Kegiatan perdagangan barang dan jasa yang dibutuhkan masayarakat Timor Leste disediakan oleh masyarakat Indonesia dengan nilai jual yang relatif cukup tinggi. Dalam jangka panjang kawasan ini perlu diantisipasi sebagai negara tetangga yang cepat berkembang dengan tingkat kesejahteraan yang relatif lebih baik daripada kesejateraan masyarakat NTT pada umumnya, mengingat perhatian dan bantuan dunia internasional termasuk PBB terhadap RDTL. Kerjasama Regional Perbatasan Kerjasama regional dibidang survei dan penegasan batas di wilayah darat antara RI dengan Malaysia, selama ini baik yang tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) maupun perjanjian-perjanjian penetapan garis batas laut telah diundangkan dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1971, sedangkan sisanya masih ada perbedaan pandangan pada segmen-segmen tertentu tersebar disepanjang perbatasan negara yang belum bisa disepakati bersama maupun di beberapa wilayah laut yang belum dirundingkan. Deliniasi (pemetaaan) dan demarkasi (batas pemisah) garis batas di darat dan laut antara RI dengan negara tetangga adalah sebagai berikut : Deliniasi Di Darat : RI - Malaysia Panjang garis batas kurang lebih 1900 km, 10 segmen batas belum disepakati, yaitu 5 segmen RI-Serawak dan 5 segmen RI- Sabah. RI - Papua Nugini (PNG) Panjang garis batas kurang lebih 770 km, seluruhnya telah disepakati dalam perjanjian tahun 1973, namun terdapat aspek kultural (tanah ulayat) yang berpotensi menjadi konflik DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 26

34 RI - Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) Panjang garis batas kurang lebih 150 km sektor timur dan 120 km sektor barat, 10 persen batas darat belum disepakati. Deliniasi Di Laut : R I Filipina BLT, ZEE,dan BLK belum didelimitasi, terdapat perbedaan pendapat dalam penentuan garis batas. RI Singapura BLT belum didelimitasi RI - Australia Memerlukan penataan ulang di kawasan eks- Timor gap RI- India ZEE belum didelimitasi. RI Republik Palau ZEE belum didelimitasi RI Thailand ZEE belum didelimitasi RI Malaysia BLT, ZEE, BLK belum didelimitasi RI Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) BLT, ZEE belum didelimitasi RI Vietnam BLK belum didelimitasi Sedangkan demarkasi yang telah dilakukan antara Republik Indonesia dengan negara yang berbatasan meliputi : RI Malaysia, RI Papua Nugini (PNG), RI Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) Pos Lintas Batas Keberadaan Pos Lintas Batas (PLB) dan Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) beserta fasilitas Bea dan Cukai, Imigrasi, Karantina dan Keamanan (CIQS) sebagai gerbang yang mengatur arus keluar masuk orang dan barang di wilayah perbatasan sangat penting. Sebagai pintu gerbang negara, sarana dan prasarana ini diharapkan dapat mengatur hubungan sosial dan ekonomi antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat di wilayah negara tetangga. Disamping itu, adanya sarana dan prasarana perbatasan ini akan mengurangi keluar masuknya barang-barang illegal. Namun demikian, jumlah sarana dan prasarana PLB, PPLB dan CIQS di wilayah perbatasan secara faktual masih minim. Pulau-pulau kecil di Indonesia khususnya pulau-pulau di perbatasan DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 27

35 dengan negara tetangga diyakini memiliki nilai strategis, terutama berkaitan dengan penentuan titik dasar penetapan wilayah perairan Indonesia. Selain itu karena letaknya yang berada di wilayah perbatasan dengan negara tetangga menyebabkan wilayah tersebut menjadi lebih strategis dari sisi ideologi, politik ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan dan keamanan. Saat ini jumlah pulau-pulau terluar maupun kecil sebanyak 92 pulau, sedangkan dari 92 pulau tersebut, yang perlu mendapat perhatian khusus sebanyak 12 pulau yang kesemuanya perlu dikelola dan dikembangkandengan lebih terencana, sistematis serta berdasarkan pada kebijakan yang bersifat komprehensif dan disertai dengan optimalisasi peran masing- masing instansi terkait. Pulau-pulau kecil memang dicirikan oleh keterisolasian penduduknya dengan daratan besar, jumlah penduduknya sedikit dan umumnya sulit dijangkau karena keterbatasan prasarana dan sarana komunikasi, transportasi laut, air bersih, irigasi, kesehatan, pendidikan sehingga membuat pulau-pulau sulit berkembang. Padahal, itu dari ribuan pulau-pulau kecil tersebut banyak yang memiliki keindahan untuk dijadikan obyek pariwisata bahari, disamping itu pulau-pulau kecil juga punya potensi untuk dikembangkan menjadi kota-kota pantai berbasis industri perikanan. Secara garis besar pulau-pulau terluar yang memerlukan perhatian khusus adalah sebagai berikut; Pulau Rondo, Pulau Berhala, Pulau Nipah, Pulau Sekatung,Pulau Marampit, Pulau Marore, Pulau Miangas, Pulau Fani, Pulau Fanildo, Pulau Bras, Pulau Dana dan Pulau Batek, yang tersebar di sekitar wilayah Provinsi Nangroe Aceh Darusalam, Sumut, Kep. Riau, Sulut, Papua dan NTT. e. Temuan-Temuan dalam Patroli Laut Dari lingkup wilayah patroli laut tersebut, ada beberapa hal yang mungkin akan anda temukan seperti: Orang atau sekumpulan orang yang sedang menunggui tumpukan barang. Orang atau sekumpulan orang yang sedang memuat barang ke atas kendaraan Orang atau sekumpulan orang yang sedang mengangkut barang menuju sebuah rumah atau bangunan DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 28

36 Orang atau sekumpulan orang yang sedang menurunkan barang dari sebuah rumah atau bangunan. Kendaraan yang sedang melaju membawa barang-barang. Apabila Saudara merasa curiga terhadap perbuatan-perbuatan yang demikian segeralah berhenti dan mendekati. Perhatikan apa yang terjadi. Apabila Saudara beranggapan bahwa barang-barang tersebut berasal dari perdagangan gelap segeralah ambil tindakan. Tunjukkan surat tugas/perintah dan kartu identitas Saudara dan lakukan wawancara singkat dengan orang-orang yang dicurigai tersebut. Apabila diperoleh bukti awal/permulaan bahwa barang-barang tersebut berasal dari pelannggaran, maka orang-orang, barang serta sarana pengangkut dibawa ke kantor untuk pemeriksaan lebih lanjut. Apabila tidak memungkinkan untuk membawa orang dan atau barang serta sarana pengangkut, hubungilah kantor Saudara untuk mendapatkan bantuan, dan jika bantuan dari kantor juga tidak memungkinkan, maka hubungi ABRI setempat. Selain itu, jangan lupa mencatat dan merekam apa saja yang bisa diketahui disekitar tempat tersebut, karena hatersebut dapat berguna untuk keperluan pembuktikan. Khusus untuk kendaraan yang sedang berjalan apabila ingin menghentikannya harus diberikan isyarat terlebih dahulu misalnya isyarat tangan, bunyi atau lampu. Apabila syarat tidak diindahkan cobalah dengan tembahan peringatan. Jika tembakan peringatan tidak berhasil, maka tindakan selanjutnya adalah tembakan diarahkan ke roda kendaraan. Untuk Anda Perhatikan bahwa sebelum menjalani penghentian dan pemeriksaan barang yang diangkut, keputusan Anda untuk melakukan hal-hal tersebut harus benar-benar dilandasi adanya kecurigaan yang kuat, sebab apabila pada pemeriksaan bukti ternyata orang yang mengangkut tidak bersalah (tidak terbukti melakukan pelanggaran), maka semua kerugian yang ditimbulkan akibat tindakan saudara akan menjadi tanggung jawab DJBC. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 29

37 1.2. Latihan Agar Anda dapat lebih memahami materi pada kegiatan belajar 1 ini, coba kerjakan latihan-latihan berikut ini. 1. Apa itu UNCLOS, jelaskan. 2. Jelaskan lingkup wilayah patroli laut. 3. Apa yang dimaksud dengan patroli? Apa tujuan patroli laut? 4. Sebutkan dasar hukum patroli laut. 5. Apa yang dimaksud dengan zona ekonomi eksklusif? 1.3. Rangkuman Tugas Patroli merupakan salah satu bagian penting dari pelaksanaan tugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam rangka penegakan hukum. Kata patroli berasal dari Bahasa Inggris Patrol yang artinya meronda. Patroli dapat dilakukan di dalam lingkup wilayah pabean Indonesia dan juga daerah perbatasan dengan negara lain. Tujuan patroli adalah untuk mencegah terjadinya pelanggaran di bidang kepabeanan dan cukai; mencari dan menemukan pelanggaran di bidang kepabeanan dan cukai; menindaklanjuti hasil penyidikan, dan melakukan pengawasan agar pelaksanaan undang-undang kepabeanan dan cukai, dan peraturan pelaksanaannya dilakukan sesuai ketentuan ketentuan. Undang-Undang Kepabeanan (UU No.10 / 1995 yang direvisi dengan UU No.17/2006) pasal 74 (1) dan pasal 75(1) memberikan dasar hukum bagi DJBC untuk melakukan patroli, termasuk patroli laut. Selain itu untuk keperluan operasional, dibuat peraturan setingkat Keputusan Direktur Jenderal (Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor Kep-58/BC/1997 tanggal 03 Juni 1997 tentang Patroli Bea dan Cukai, yang merupakan petunjuk pelaksanaan dalam melakukan patroli oleh satuan tugas Bea dan Cukai) dan aturan-aturan lain yang dapat digunakan sebagai payung hukum pelaksanaan patroli laut tersebut. Aturan-aturan di atas hanya dapat diterapkan pada wilayah internal Indonesia. Untuk wilayah perbatasan diatur berdasarkan aturan UNCLOS (United Nations Conference on the Law of Sea) Menurut UNCLOS, semua negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap pemanfaatan ruang laut dan sumberdayanya. UNCLOS 1982 bagi Indonesia adalah pengakuan Indonesia DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 30

38 sebagai negara kepulauan dengan semua perairan/laut di antara pulau-pulau menjadi laut/perairan nasional, yang kita sebut Perairan Nusantara. Juga UNCLOS mengukuhkan lebar laut teritorial menjadi 12 mil laut. Karena Indonesia adalah Negara kepulauan, maka Pemerintah berusaha menciptakan landasan hukum yang kuat bagi Indonesia dengan dikeluarkannya Deklarasi Djuanda pada tanggal 18 Februari Meskipun pada awalnya deklarasi Djuanda banyak ditentang oleh beberapa Negara, namun pemerintah Indonesia terus berjuang agar deklarasi yang mempergunakan archipelago principle atau Wawasan Nusantara ini dapat diterima oleh dunia Internasional Tes Formatif 1 (Soal pilihan berganda) 1. Tugas Patroli merupakan salah satu bagian penting dari pelaksanaan tugas pokok Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Berikut adalah alasan-alasan perlunya dilakukan patroli oleh DJBC, kecuali: a. Menegakkan hukum, termasuk hukum internasional. b. Mengawasi setiap sarana pengangkut apakah telah melintasi atau melalui jalur yang telah ditentukan. c. Mencegah, mencari, dan menemukan adanya pelanggaran di bidang Kepabeanan dan Cukai. d. Mengamankan hak-hak Negara. 2. Dalam rangka melakukan patrol, agar sarana pengangkut melalui jalur yang ditetapkan, maka Pejabat DJBC yang bertugas perlu dilengkapi saranasarana operasional berikut, kecuali: a. Kapal laut b. Rudal c. Kapal udara d. Radar 3. Dasar hukum yang dapat digunakan payung atas kewenangan DJBC untuk melakukan patrol adalah peraturan-peraturan berikut, kecuali: a. UU No.10/1995 yang telah direvisi dengan UU No.17/2006. b. Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor Kep-58/BC/1997 c. UU No. 1 tahun d. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1996 DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 31

39 4. Menurut UNCLOS 1982, lebar laut teritorial adalah: a. 20 mil laut b. 10 mil laut c. 21 mil laut d. 12 mil laut. 5. Selain laut teretorial, UNCLOS 1982, Indonesia juga mempunyai kewenangan penuh atas zona tambahan (continguous zone) sejauh 12 mil laut dari batas laut teritorial untuk bidang-bidang berikut, kecuali: a. Keimigrasian, b. Perdagangan, c. Pabean dan cukai d. Karantina hewan dan tanaman. 6. Prinsip-prinsip dalam Deklarasi Djuanda yang dikukuhkan dengan Undangundang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Peraiaran Indonesia memberikan keuntungan bagi bangsa Indonesia karena a. jalur laut wilayah laut territorial Indpnesia menjadi selebar 100 mil. b. wilayah Negara RI yang semula luasnya km2 (daratan) bertambah luas lebih kurang menjadi km2 (terdiri atas daratan dan lautan). c. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas continental Indonesia menjadi 20 mil. d. perairan yang terletak pada bagian dalam garis pangkal merubah statusnya dari laut lepas menjadi ZEE. 7. Dasar laut dan tanah dibawahnya diluar perairan wilayah Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1960 sampai kedalaman 200 meter atau lebih, yang masih mungkin diselenggarakan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam disebut a. Batas Landas Kontinen (BLK) b. Batas Laut Teritorial (BLT) c. Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) d. Batas Zona Perikanan Khusus (Special Fissheries Zone/SFZ) DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 32

40 8. Berikut ini adalah tujuan dari kegiatan patrol, kecuali: a. Mencegah terjadinya pelanggaran di bidang kepabeanan dan cukai. b. Mencari dan menemukan pelanggaran di bidang kepabeanan dan cukai. c. Menentukan kerugian Negara yang ditimbulkan oleh pelanggaran ekportir dan importir. d. Melakukan pengawasan agar pelaksanaan undang-undang kepabeanan dan cukai, dan peraturan pelaksanaannya dilakukan sesuai ketentuan ketentuan. 9. Lingkup wilayah patroli laut meliputi: a. Sekitar dermaga atau kade. b. Jalan-jalan di luar pabean yang menyusur pantai. c. Jalan sepanjang dari kantor inspeksi sampai dengan tempat penimbunan berikat. d. Jalan-jalan sekitar bandara. 10. Wilayah perbatasan darat Indonesia berada di tiga pulau, yaitu: a. Pulau Sumatera, Pulau Irian (papua) dan Pulau Timor. b. Pulau Kalimantan, Pulau Sumatera dan Pulau Timor. c. Pulau Sumatera, Sulawesi dan Pulau Kalimantan. d. Pulau Kalimantan, Pulau Irian (papua) dan Pulau Timor. 11. Penarikan garis batas sementara suatu wilayah atau suatu negara di atas peta disebut... a. Deliniasi b. Topografi c. Pemetaan d. Demarkasi 12. Pembatasan atau batas pemisah satu negara dengan negara lain yang bertetangga yang ditandai dengan pemasangan patok di lapangan disebut... a. Deliniasi b. Topografi c. Pemetaan d. Demarkasi DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 33

41 13. Daerah diluar dan berbatasan dengan laut teritoriaal yang tidak boleh melebihi 200 mil laut dari garis pangkal disebut... a. Batas Landas Kontinen (BLK) b. Batas Laut Teritorial (BLT) c. Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) d. Batas Zona Perikanan Khusus (Special Fissheries Zone/SFZ) 14. Menurut UNCLOS 1982 batas landas kontinen adalah selebar a. 200 mil laut b. 350 mil laut c. 12 mil laut d. 24 mil laut 15. Menurut UNCLOS 1982, batas landas benua adalah a. 20 mil laut b. 350 mil laut c. 200 mil laut d. 12 mil laut Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokkan hasil jawaban dengan kunci yang terdapat di bagian belakang modul ini. Hitung jawaban Anda dengan benar. Kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman terhadap materi. TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100% Jumlah keseluruhan Soal Apabila tingkat pemahaman Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai : 91% s.d. 100% : Amat baik 81% s.d. 90,99% : Baik 71% s.d. 80,99% : Cukup 61% s.d. 70,99% : Kurang bila tingkat pemahaman belum mencapai 81% ke atas (kategori baik ), maka disarankan mengulangi materi. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 34

42 KEGIATAN BELAJAR 2 JENIS JENIS KAPAL PATROLI LAUT KB 2 INDIKATOR KEBERHASILAN: Setelah mempelajari KB 2 anda diharapkan dapat: - Menjelaskan tentang jenis-jenis Kapal Patrol Laut - Menjelaskan karakteristik Kapal Patroli Laut Uraian dan Contoh DJBC, Sebagai institusi yang menjaga pintu gerbang negara Indonesia, memiliki tugas menjaga wilayah pabean Indonesia, baik terhadap barang-barang yang masuk, maupun barang-barang yang akan keluar daerah pabean. Pengawasan barang-barang tersebut, juga dilakukan di laut karena letak geografis Indonesia adalah kepulauan dan berbatasan dengan beberapa negara tetangga. Untuk pengawasan perbatasan laut dengan negara lain, DJBC selama ini melaksanakan secara rutin patroli laut yang didukung oleh armada kapal patroli yang hingga saat ini jumlahnya mencapai ratusan unit dengan berbagai macam ukuran. Saat ini DJBC memiliki lima jenis kapal patroli dengan berbagai ukuran dan bahan, yaitu : Ukuran/Jenis Kapal : Bahan Dasar Jumlah 1. FPB 28 Meter Alumunium 3 unit Kayu 27 unit 2. FPB 38 Meter Aluminium 5 unit 3. LPC (Local Patrol Craft) Fiberglass 10 unit 4. VSV (Very Silinder Vessel) Kevlar 10 unit 5. Speed Boat Fiberglass 155 unit DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 35

43 1. Fast Patrol Boat (FPB) 28 Meter Karakteristik FPB 28 Meter. - Buatan : Belgia (seri 6000 dan 7000) - Kecepatan : 25 knot/jam - Ukuran Panjang : 28 Meter - Ukuran Lebar : 4 Meter FPB 28 meter diperuntukkan untuk patroli yang menempuh jarak antar pulau atau yang disebut dengan intersuler. Kapal ini mampu mengarungi laut bebas, sehingga mampu mengejar kapal-kapal yang melarikan diri. Saat ini KPBC memiliki 32 FPB 28 Meter, 27 berbahan dasar kayu dan 5 berbahan dasar alumunium. Dari 32 unit jumlah FPB 28 meter kayu, sebanyak 20 unit telah diperbaharui sehingga memiliki karakteristik seperti layaknya kapal baru. Seluruh FPB 28 meter memiliki radar serta diperlengkapi dengan senjata otomatis caliber 12,7 mm serta senjata laras panjang dan pendek sesuai kebutuhan. Demikian pula alat komunikasi SSB (Singgle Side Band) yang mampu menerima maupun menyampaikan informasi ke kantor-kantor dan sesame kapal. FPB 28 meter ditempatkan pada beberapa Pangkalan Sarana dan Operasi (Pangsarop), seperti Tanjung Balai Karimun (TBK) 24 unit dimana 19 unit berbahan dasar kayu dan 5 unit berbahan dasar aluminium; Tanjung Priok sebanyak 2 unit dengan bahan dasar kayu; dan Pantoloan sebanyak 6 unit yang berbahan dasar kayu. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 36

44 2. Fast Patrol Boat Ukuran 38 Meter DJBC kerap mengalami hambatan dalam pengejaran penyelundup di wilayah timur yang memiliki ombak di atas empat meter, dan wilayah barat khususnya Laut Cina Selatan dengan ombak mencapai lima meter. Oleh karena itu DJBC memerlukan jenis kapal patrol berbadan lebar dengan ukuran 38 meter yang mampu berlayar antar pulau dan dapat mengarungi lautan dengan ombak yang tinggi. Kapal Patroli Cepat 38 Meter Bea Cukai Pada tahun 2009 DJBC melakukan pembelian kapal jenis ini sebanyak 3 unit. Dengan memiliki kapal patroli berukuran 38 meter tersebut diharapkan kendala yang selama ini dihadapi bisa teratasi, misalnya pada Pangkalan Sarana dan Operasi Pantoloan yang berpatroli hingga ke Irian Jaya dan sering terhambat karena ombak yang tinggi, sementara kegiatan ilegal logging dan ilegal fishing serta komoditi lainnya banyak terjadi. Selain itu tentunya kehadiran kapal baru tersebut akan mengoptimalkan ungsi pengawasan DJBC. Selain itu, untuk wilayah barat seperti TBK, keberadaan kapal patrol cepat (FPB) berukuran 38 meter ini akan lebih mengefektifkan satgas patrol laut dalam mengecar para penyelundup yang banyak berkeliaran dikawasan tersebut. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 37

45 Karakteristik FPB 38 Meter a. Ukuran Kapal: - Panjang : 42,00 Meter - Panjang Garis : 38,00 Meter - Panjang antar garis : 36,70 Meter - Lebar : 7,30 Meter - Sarat air kekuatan : 1,85 Meter - Sarat air desain : 1,65 Meter b. Kemampuan - Mempunyai daya jelajah yang jauh dan kecepatannya maksimum sampai 30 knot. - Mampu mengarungi laut lepas dengan gelombang stage 4 (4-5 meter), dan - Mampu berpatroli secara terus menerus dengan kecepatan 18 knot sejauh 2000 Nm (Nautical mile) atau setara 8 hari.. c. Mesin dan sarana lainnya - Menggunakan mesin jenis Motoren Unds Turbinen Union (MTU) yang memiliki tenaga hingga 3700 PK. - Dilengkapi dengan radar yang memiliki jangkauan lebih dari 72 Nm, radio, ekosonder, yang keseluruhannya juga telah memenuhi ketentuan dari International Maritime Organization (IMO). - Selain itu, salah satu keunggulan kapal patroli 38 meter ini memiliki riverse osmosis yang merupakan penyulingan air laut menjadi air tawar. - Untuk bahan bakar, kapal jenis ini sudah dilengkapi juga dengan sperator yang fungsinya dapat memilah antara bahan bakar dengan kotoran. Kapal Patroli Cepat 38 Meter Aluminium ini merupakan hasil Rancang & Bangun serta pengembangan produk sebelumnya yang telah di lakukan oleh PAL INDONESIA Konsep pembangunan Kapal Patroli Cepat 38 meter Aluminium ini di rancang khusus sebagai kapal patroli cepat untuk mendukung pengamanan dan penegakan hukum di wilayah kedaulatan laut Indonesia. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 38

46 Dengan menggunakan standard class Lloyd Register. Konstruksi lambung dan anjungan kapal di buat dari bahan aluminium dan di desain sedemikian rupa sehingga mampu menahan gelombang yang tinggi dan lincah pada saat manuver. Kecepatan maksimum 30 knots dan kecepatan maksimum yang di capai pada saat official trial adalah 33 knots. Kapal ini di pasang dua baling-baling serta di lengkapi dengan Radar NavNet yang mampu mengintegrasikan datadata peralatan sistim navigasi dan komunikasi seperti, echo sounder, speed log dan GPS kedalam Peta Elektronik dan Sistim Radar serta di pertukaran data(data exchange) dengan kapal lain atau stasiun pantai dan juga di lengkapi dengan kemudi secara otomatis, alat pendeteksi arah angin serta mampu mendeteksi kapal di sekitarnya. 3. Very Slinder Vessel (VSV) Selain itu, DJBC juga memiliki delapan kapal Very Silinder Vessel (VSV) yang mempunyai karakteristik dapat mencapai kecepatan 50 knot dan dapat menembus ombak, sehingga kapal jenis ini lebih digunakan sebagai kapal pemburu. 4. Local Patrol Craft (LPC) Selain kapal patrol cepat DJBC juga memiliki kapal patrol local yang kemampuan jelajahnya hanya sekitar perairan pelabuhan. Ukuran panjang maupun lebar lebih kecil dari kapal patrol cepat. Rata-rata panjangnya hanya 10 meter. Pada umumnya kapal ini berfungsi selain untuk patrol juga untuk mengangkut petugas-petugas yang akan melakukan pemeriksaan kapal. Saat ini DJBC hanya memiliki 10 kapal jenis LPC ini yang disebar ke seluruh kantor-kantor Pangsarop. Untuk perawatan kapal ini dilakukan oleh kantor-kantor pangsarop yang bersangkutan. 5. Speed Boat (SB) Pada KPPBC-KPPBC yang memiliki alur sungai ataupun selat yang rawan akan penyelundupan, juga terdapat 155 kapal speed boat, dimana 113 DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 39

47 unit dalam kondisi baik sedangkan 42 unit dalam kondisi rusak. Ukuran kapal ini jauh lebih kecil, akan tetapi kecepatan dan kelincahannya melebihi jeni-jenis kapal patrol lainnya. Oleh karena itu kapal patroli jenis ini digunakan pada aliranaliran sungai dan di laut yang jangkauan radius pelayarannya tidak terlalu jauh (gelombang kecil), tetapi bisa mengantisipasi pengawasan disekitar KPPBC tersebut. Kapal Patroli yang dipergunakan dalam rangka Patroli Bea dan Cukai harus memenuhi syarat kelaiklautan. Pernyataan kelaiklautan dinyatakan oleh Kepala Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai : setelah mendapat laporan dari Pejabat Bea dan Cukai yang bertanggung jawab mengenai nautika, teknik kapal, penginderaan dan telekomunikasi; dan bahwa kapal patroli untuk di laut memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam SOLAS (Save of Live at Sea) sebagaimana yang diatur dalam Protokol SOLAS 1978 yang dikeluarkan oleh IMO (International Maritime Organisation) Latihan Agar Anda dapat lebih memahami materi pada kegiatan belajar 1 ini, coba kerjakan latihan-latihan berikut ini. 1. Sebutkan jenis-jenis kapal patrol laut yang dimiliki DJBC. 2. Sebutkan kelebihan FPB 38 Meter disbanding FPB 28 Meter. 3. Untuk perairan pedalaman (sungai), jenis kapal apa yang cocok untuk patrol? Jelaskan. 4. Apa kelebihan dan manfaat Jenis kapal patrol VSV. 5. Apa yang dimaksud dengan kelaiklautan? Apa syaratnya? DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 40

48 2.3. Rangkuman Untuk melakukan patrol, baik dilingkungan dalam daerah pabean maupun daerah perbatasan dengan Negara lain, khususnya perbatasan laut, DJBC telah melaksanakan patroli laut secara rutin yang didukung oleh armada kapal patroli yang hingga saat ini jumlahnya mencapai ratusan unit dengan berbagai macam ukuran. Saat ini DJBC memiliki lima jenis kapal patroli dengan berbagai ukuran dan bahan, yaitu : Ukuran/Jenis Kapal : Bahan Dasar Jumlah 1. FPB 28 Meter Alumunium 3 unit Kayu 27 unit 2. FPB 38 Meter Aluminium 5 unit 3. LPC (Local Patrol Craft) Fiberglass 10 unit 4. VSV (Very Silinder Vessel) Kevlar 10 unit 5. Speed Boat Fiberglass 155 unit 2.4. Tes Formatif 2 (Soal pilihan berganda) 1. FPB 28 Meter buatan a. Jepang b. Belgia c. Jerman d. Indonesia 2. Kecepatan maksimum FPB 28 Meter adalah a. 15 Knot b. 20 Knot c. 25 Knot d. 30 Knot 3. Untuk patroli yang menempuh jarak antar pulau (intersuler) atau daerah laut bebas diperlukan jenis kapal patrol a. FPB 28 Meter b. LPC c. Speed Boat d. Perahu layar. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 41

49 4. FPB 38 Meter berbahan dasar a. Kayu b. Fiberglass c. Alumunium d. Baja 5. Kecepatan maksimum FPB 38 Meter adalah a. 15 Knot b. 20 Knot c. 25 Knot d. 30 Knot 6. Lebar kapal patrol jenis FPB 38 Meter adalah a. 7,30 Meter b. 4 Meter c. 3 Meter d. 2 Meter. 7. Panjang kapal patrol jenis FPB 38 Meter adalah a. 40 Meter b. 42 Meter c. 38 Meter d. 36 Meter 8. Berikut adalah kemampuan yang dimiliki oleh kapal patrol DJBC tipe FPB 38 Meter, kecuali a. Mempunyai daya jelajah yang jauh dan kecepatannya maksimum sampai 30 knot. b. Mampu mengarungi laut lepas dengan gelombang stage 4 (4-5 meter), dan c. Mampu berpatroli secara terus menerus dengan kecepatan 18 knot sejauh 2000 Nm (Nautical mile) atau setara 8 hari.. d. Dapat mencapai kecepatan maksimum 30 Knot. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 42

50 9. Salah satu keunggulan kapal patrol DJBC jenis FPB 38 yang tidak ada pada jenis kapal patrol lainnya adalah a. Menggunakan bahan bakar bensin b. Memiliki peralatan riverse osmosis. c. Memiliki radar d. Diperlengkapi senjata. 10. Kapal patrol DJBC jenis Very Silinder Vessel (VSV) dapat mencapai kecepatan maksimum a. 50 Knot b. 20 knot c. 25 Knot d. 30 Knot. 11. Kapal patroli yang dipergunakan dalam rangka patroli bea dan cukai harus memenuhi syarat kelaiklautan yang dinyatakan oleh... a. Kepala Pangsarop b. Kepala operasi c. Nahkoda d. Mualim FPB 38 Meter adalah jenis kapal patroli yang dibuat di negara... a. Belgia b. Indonesia c. Jerman d. Belanda 13. Kapal patroli DJBC yang mampu berpatoli secara terus menerus selama 8 hari adalah... a. FPB 28 Meter b. FPB 38 Meter c. Speed Boat d. Local Patrol Craft 14. Kapal patrol DJBC jenis VSV berbahan dasar a. Kayu b. Fiberglass c. Alumunium d. Keylar 15. Rata-rata panjang Local Patrol Craft (LPC) adalah a. 15 meter b. 20 meter c. 10 meter d. 30 meter DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 43

51 2.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokkan hasil jawaban dengan kunci yang terdapat di bagian belakang modul ini. Hitung jawaban Anda dengan benar. Kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman terhadap materi. TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100% Jumlah keseluruhan Soal Apabila tingkat pemahaman Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai : 91% s.d. 100% : Amat baik 81% s.d. 90,99% : Baik 71% s.d. 80,99% : Cukup 61% s.d. 70,99% : Kurang bila tingkat pemahaman belum mencapai 81% ke atas (kategori baik ), maka disarankan mengulangi materi. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 44

52 3. KEGIATAN BELAJAR 3 KB 3 SATUAN TUGAS BEA DAN CUKAI INDIKATOR KEBERHASILAN: Setelah mempelajari KB 3 para peserta diharapkan dapat: - Menjelaskan Dasar Hukum Pembentukan Satgas. - Menjelaskan Unsur-Unsur Satgas dan persyaratannya. - Menjelaskan Tugas dan Kewenangan Satgas Uraian dan Contoh a. Dasar Hukum Pembentukan Satgas Pelaksanaan Patroli Bea dan Cukai berdasarkan Surat Perintah yang diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang. Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang menerbitkan Surat Perintah ialah: Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk; Pejabat Eselon II pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang menangani Pencegahan Penindakan dan Penyidikan atau Pejabat yang ditunjuk; Kepala Kantor Wilayah; Pejabat Eselon III pada Kantor Wilayah yang menangani Pencegahan Penindakan dan Penyidikan atau Pejabat yang ditunjuk; atau Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuk. Surat Perintah Patroli Bea dan Cukai memuat tentang: nomor Surat Perintah; dasar dan pertimbangan pemberian perintah; nama, pangkat, dan NIP Pejabat Bea dan Cukai yang diberi perintah; perintah yang harus dilaksanakan; DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 45

53 tempat dimana tugas dilaksanakan; jangka waktu penugasan; sarana yang digunakan termasuk senjata api; pakaian yang digunakan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang diberi perintah; kewajiban pelaporan hasil patroli; tempat dan tanggal peneribitan Surat Perintah; jabatan, tanda tangan, nama, dan NIP pejabat pemberi perintah serta cap dinas; dan tembusan kepada pihak terkait apabila dianggap perlu. Kapal Patroli yang dipergunakan dalam rangka Patroli Bea dan Cukai wajib dilengkapi dengan Surat Perintah Berlayar yang dikeluarkan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang. Surat Perintah Berlayar dikeluarkan oleh: Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk; Pejabat Eselon II pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang menangani Pencegahan Penindakan dan Penyidikan atau Pejabat yang ditunjuk; Kepala Kantor Wilayah; Pejabat Eselon III pada Kantor Wilayah yang menangani Pencegahan Penindakan dan Penyidikan atau Pejabat yang ditunjuk; atau Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuk. Atas pelaksanaan Patroli Bea dan Cukai, Kepala Kantor Bea dan Cukai wajib menyampaikan laporan bulanan kepada Kepala Kantor Wilayah; Selanjutnya Kepala Kantor Wilayah wajib menyampaikan laporan bulanan kepada Direktur Jenderal u.p. Pejabat Eselon II pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang menangani Pencegahan Penindakan dan Penyidikan. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 46

54 b. Unsur Unsur Satuan Tugas Patroli dan Persyaratannya Patroli dilaksanakan oleh Satuan Tugas Bea dan Cukai yang terdiri dari Komandan Patroli, seorang wakil komandan patroli, dan awak kapal sebagai anggota. Satuan Tugas Bea dan Cukai ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menerbitkan Surat Perintah. Satuan Tugas Bea dan Cukai ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Anggota Satuan Tugas Bea dan Cukai diantaranya seorang Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Wakil Komandan Patroli sekurang-kurangnya memiliki kualifikasi tehnis Kepabeanan DPT II atau yang sederajat. Berikut adalah Persyaratan-persyaratan bagi unsure-unsur satuan tugas Bea dan Cukai. 1. Komandan Patroli Komando Patroli harus memenuhi kualifikasi teknis sebagai berikut : 1. Memiliki Sertifikat : DTSD I 2. Pendidikan formal : Minimal SLTA atau yang sederajat 3. Diklat/kursus : Syarat lainnya : Mempunyai kecakapan dalam hal kepemimpinan. 2. Pembantu Komandan Patroli Pembantu Komando Patroli harus memenuhi kualifikasi teknis sebagai berikut : 1. Memiliki Sertifikat : DTSD I 2. Pendidikan formal : Minimal SLTA atau yang sederajat 3. Diklat/kursus : Syarat lainnya : Nahkoda Nahkoda harus memenuhi kualifikasi teknis sebagai berikut : 1. Memiliki Sertifikat : minimal ANT (Ahli Nautika Tingkat) IV 2. Pendidikan formal : SLTA dan yang sederajat 3. Diklat/kursus : DTSD I DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 47

55 4. Syarat lainnya : Pernah menduduki jabatan serendahrendahnya Mualim I dan mempunyai kecakapan dalam hal kepemimpinan. 4. Mualim I Mualim I harus memenuhi kualifikasi teknis sebagai berikut : o Memiliki Sertifikat : minimal ANT (Ahli Nautika Tingkat) IV o Pendidikan formal : SLTA dan yang sederajat o Diklat/kursus : DTSD I o Syarat lainnya : Pernah menduduki jabatan serendahrendahnya Mualim II. 5. Mualim II Mualim II harus memenuhi kualifikasi teknis sebagai berikut : o Memiliki Sertifikat : minimal ANT (Ahli Nautika Tingkat) IV o Pendidikan formal : SLTA dan yang sederajat o Diklat/kursus : DTSD I o Syarat lainnya : Pernah menduduki jabatan serendahrendahnya Mualim III/Juru Mudi. 6. Mualim III / Juru Mudi Mualim III. Juru Mudi harus memenuhi kualifikasi teknis sebagai berikut : o Memiliki Sertifikat : minimal ANT (Ahli Nautika Tingkat) IV o Pendidikan formal : SLTA dan yang sederajat o Diklat/kursus : --- o Syarat lainnya : Pengalaman berlayar selama 1 tahun. 7. Kepala Kamar Mesin (KKM) Kepala Kamar Mesin harus memenuhi kualifikasi teknis sebagai berikut : o Memiliki Sertifikat : minimal ANT (Ahli Nautika Tingkat) IV o Pendidikan formal : SLTA dan yang sederajat o Diklat/kursus : DTSD I o Syarat lainnya : Pernah menduduki jabatan serendahrendahnya Juru Motor I. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 48

56 8. Juru Motor I Juru Motor I harus memenuhi kualifikasi teknis sebagai berikut : o Memiliki Sertifikat : minimal ANT (Ahli Nautika Tingkat) IV o Pendidikan formal : SLTA dan yang sederajat o Diklat/kursus : DTSD I o Syarat lainnya : Pernah menduduki jabatan serendahrendahnya Juru Motor II. 9. Juru Motor II Juru Motor II harus memenuhi kualifikasi teknis sebagai berikut : o Memiliki Sertifikat : minimal ANT (Ahli Nautika Tingkat) IV o Pendidikan formal : SLTA dan yang sederajat o Diklat/kursus : DTSD I o Syarat lainnya : Juru Minyak Tidak ada persyaratan tertentu bagi Juru Minyak. 11. Kelasi dan Juru Masak Tidak ada persyaratan tertentu bagi Kelasi dan Juru Masak. 12. Operator Radio Operator Radio harus memenuhi kualifikasi teknis sebagai berikut : o Memiliki Sertifikat : --- o Pendidikan formal : SLTA dan yang sederajat o Diklat/kursus : DTSD I o Syarat lainnya : --- DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 49

57 c. Tugas dan Kewenangan Satuan Tugas Dalam rangka melaksanakan tugas patroli laut Komandan Patroli, Nahkoda, dan ABK Kapal Patroli memiliki tugas, wewenang, dan tanggung jawab sebagai berikut: 1. Komandan Patroli a). Tugas : Memimpin, mengarahkan, dan mengendalikan patroli agar mencapai sasaran yang ditetapkan berkoordinasi dengan Nakhoda BC. b). Wewenang : 1) Menetapkan daerah/tempat-tempat yang dipatroli. 2) Menentukan kapal-kapal yang perlu diperiksa. 3) Menunjuk petugas untuk memeriksa kapal. 4) Menetapkan apakah kapal yang diperiksa terdapat pelanggaran atau tidak. 5) Membuat surat bukti penindakan. 6) Menginstruksikan pemakaian senjata api berkoordinasi dengan Nakhoda. c). Tanggung jawab : Kepada Kepala Seksi Penindakan selaku Komandan Tugas. 2. Pembantu Komandan Patroli a). Tugas : 1) Membantu pelaksanaan tugas Komandan Patroli. 2) Mempersiapkan perlengkapan patroli antara lain berupa perlengkapan segel, perlengkapan pemeriksaan, dan perlengkapan persenjataan. 3) Melakukan Pemeriksaan kapal atas perintah Komandan Patroli. 4) Membuat dan menyampaikan laporan hasil pemeriksaan kepada Komandan Patroli yang akan digunakan. 5) Memberikan masukan kepada Komandan Patroli demi kepentingan tercapainya hasil operasi patroli. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 50

58 6) Membuat surat bukti penindakan yang ditandatangani oleh Komandan Patroli 7) Membuat konsep Laporan Patroli dan Laporan Hasil Patroli b). Tanggung jawab : Kepada Komandan Patroli. 3. Nahkoda a. Tugas : 1) Berada di kapal selama berlayar, kecuali dalam keadaan memaksa. 2) Memastikan bahwa kapalnya telah memenuhi syarat laik laut. 3) Mengawasi dan meneliti penyelenggaraan buku harian dek, buku harian kamar mesin, dan buku harian radio. 4) Memperhatikan dan memelihara kondisi kapalnya tetap laik laut untuk berlayar. 5) Menjaga keselamatan kapal dan Anak Buah Kapal. 6) Melengkapi dan menyimpan di kapal dokumen berupa Surat Perintah Berlayar ( SPB), Surat-surat perintah lainnya, buku-buku yang lazim untuk dunia pelayaran yang diperlukan, dan buku-buku petunjuk pemeliharaan dan pemakaian komponen-komponen serta peraturan kedinasan lainnya yang berkaitan dengan tugas di kapal. 7) Mengatur/menyelenggarakan dinas jaga laut dan jaga darat di kapal, dengan ketentuan sebagai berikut : Jaga Laut Jam s.d = Jaga Larut Malam = Mualim I Jam s.d = Jaga Dini Hari = Mualim III/Juru Mudi Jam s.d = Jaga Pagi Hari = Mualim II Jam s.d = Jaga Siang Hari = Mualim I Jam s.d = Jaga Sore Hari = Mualim III/Juru Mudi DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 51

59 Jam s.d = Jaga Malam Hari = Mualim II Jaga Darat (di kapal) Jam s.d = Perwira jaga, Kelasi, dan Juru Minyak. b). Wewenang : 1) Menegakkan hukum dan bertanggung jawab atas keselamatan keamanan penumpang, kebersihan kapal dan barang muatan yang menjadi kewajibannya. 2) Mengenakan tindakan disiplin atas pelanggaran yang dilakukan setiap anak buah kapal yang meninggalkan kapal tanpa seijin Nakhoda, tidak kembali ke kapal pada waktunya, menolak perintah penugasan, tidak melaksanakan tugas dengan baik, berperilaku tidak tertib, dan berperilaku tidak layak terhadap seseorang. 3) Memberikan usulan/masukan kepada Kepala Pangkalan/Kepala Kantor dalam pembuatan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) untuk Anak Buah Kapal yang dipimpinnya. 4) Membuat usulan mutasi Anak Buah Kapal yang dipimpinnya. 5) Untuk tindakan penyelamatan, berwenang/berhak menyimpang dari rute yang telah ditetapkan dan mengambil tindakan lainnya yang diperlukan. 6) Menggunakan pandu laut dalam hal terdapat keraguan mengenai alur keluar masuk perairan pelabuhan. 7) Berhak menolak untuk melayarkan kapalnya apabila mengetahui kapal tersebut tidak memenuhi persyaratan kelaik lautan. 8) Diberi kewenangan khusus untuk membuat catatan setiap kelahiran, setiap kematian serta menyaksikan dan mencatat surat wasiat. c). Larangan : 1) Selama dalam tugas atau apabila ada bahaya yang mengancam, Nakhoda dilarang meninggalkan kapalnya, kecuali apabila DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 52

60 kepergiannya itu diperlukan secara mutlak atau ia terpaksa berbuat demikian untuk menyelamatkan jiwanya. 2) Dilarang membawa barang untuk kepentingannya sendiri, kecuali ijin dari atasannya. 3) Mengangkut penumpang, kecuali telah mendapat ijin berdasarkan surat keputusan mengenai pengangkutan penumpang yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p. Direktur Pencegahan dan Penyidikan atau pejabat yang ditunjuk. 4) Meninggalkan kapal pada saat jam kantor, kecuali mendapatkan ijin dari atasannya. 5) Melakukan kegiatan yang melanggar hukum di atas kapal. 4. Mualim I a. Tugas : 1) Melaksanakan dinas jaga laut dan darat serta mentaati perintah lainnya dari Nakhoda. 2) Membantu dan melaksanakan semua perintah Nakhoda, bertindak sebagai Nakhoda kapal apabila Nakhoda berhalangan melakukan tugasnya.. 3) Segera memberitahukan kepada Nahkoda untuk tindakan penyelamatan kapal apabila terjadi keragu-raguan atau cuaca buruk dalam tugas jaga laut/berlayar. 4) Mengoreksi peta laut sesuai petunjuk dari berita pelaut Indonesia. 5) Bertanggung jawab atas penyelenggaraan Buku Harian Deck. 6) Melaksanakan tugas Check List satu jam sebelum kapal berangkat/tiba. 7) Bertanggung jawab atas pemeliharaan dan keutuhan inventaris deck dan ketertiban administrasinya. 8) Mengatur petugas jaga kapal pada saat kapal berlayar dan berada di pangkalan/pelabuhan, sehingga setiap saat kapal tersebut siap digerakkan. 9) Mengontrol kesiapan anak buah kapal dalam kegiatan pemeriksaan alat angkut. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 53

61 10) Memimpin langsung pelaksanaan pekerjaan harian deck untuk pemeliharaan dan perawatan kapal beserta perlengkapannya. 11) Mengatur jadwal latihan pemadam kebakaran, alat keselamatan lainnya dan orang jatuh ke laut. 12) Memimpin penurunan sekoci dan alat keselamatan lainnya serta memeriksa seluruh anak buah kapal menggunakan jaket pelampung (life jacket) jika terjadi musibah kapal. 13) Memimpin anak buah kapal jika terjadi kebakaran dan kebocoran di kapal. b). Wewenang : 1) Dapat memindahkan kapalnya pada saat cuaca buruk demi keselamatan kapal apabila merasa mampu. 2) Melarang orang-orang yang berada di atas kapal apabila mengganggu ketertiban dan keamanan kapal. 3) Memerintahkan petugas jaga lainnya jika dipandang perlu untuk tugas kedinasan. 4) Melarang orang-orang melakukan kegiatan yang melanggar hukum di atas kapal. 5) Mengambil tindakan yang tepat untuk keselamatan kapal. 5. Mualim II a. Tugas : 1) Melaksanakan dinas jaga laut dan darat serta mentaati perintah lainnya dari nakhoda. 2) Menyiapkan dan memelihara peta-peta laut, buku-buku navigasi dan alat bantu navigasi lainnya guna persiapan kapal berlayar 3) Bertanggung jawab atas penyediaan bahan makanan, air tawar yang mencukupi sesuai kebutuhan tugas berlayar. 4) Menyiapkan kebutuhan perlengkapan kapal dan anak buah kapal. 5) Pendataan kembali administrasi kapal, misalnya Surat Perintah Berlayar, laporan siap berlayar, laporan tiba, daftar penumpang, dan lain-lain. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 54

62 6) Berada di anjungan kapal (ruang kemudi) untuk membantu olah gerak kapal mengganti mualim jaga pada saat terjadi musibah kebakaran dan kebocoran. 7) Berada di sekoci penolong dan menyiapkan peralatan yang akan digunakan pada saat kapal mengalami musibah tenggelam. 8) Menyiapkan obat-obatan untuk keperluan PPPK. 9) Segera melaporkan kepada Nakhoda untuk tindakan penyelamatan kapal apabila terjadi keragu-raguan atau cuaca buruk dalam tugas jaga laut / berlayar. 10) lkut melakukan pemeriksaan terhadap alat angkut yang diperiksa. b. Wewenang : 1) Dapat memindahkan kapalnya pada saat cuaca buruk demi keselamatan kapal apabila merasa mampu. 2) Melarang orang-orang yang berada diatas kapal apabila mengganggu ketertiban dan keamanan kapal. 3) Memerintahkan petugas jaga lainnya jika dipandang perlu untuk tugas kedinasan. 4) Melarang orang-orang melakukan kegiatan yang melanggar hukum di atas kapal. 5) Mengambil tindakan yang tepat untuk keselamatan kapal. 6. Mualim III / Juru Mudi a). Tugas : 1) Melaksanakan dinas jaga laut dan darat sertia mentaati perintah lainnya dari Nakhoda. 2) Membantu tugas Mualim I dan Mualim II dalam rangka persiapan kapal. 3) Merawat dan mempersiapkan perlengkapan kapal berupa tali temali, jangkar, dan peralatan kerja. 4) Bertanggung jawab atas kesiapan semua alat penolong dan alat pemadam kebakaran. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 55

63 5) Melaksanakan tugas Check List satu jam sebelum kapal berangkat / tiba. 6) Mengurus dan menjaga agar kapal selalu dalam keadaan bersih. 7) Membawa salah satu tabung pemadam kebakaran menuju lokasi apabila terjadi kebakaran di kapal. 8) Menyiapkan bahan dan peralatan untuk menanggulangi kebocoran. 9) Menyelamatkan dokumen kapal dan journal deck serta barang inventaris lainnya apabila kapal mendapat musibah tenggelam. 10) Segera melaporkan kepada Nakhoda untuk tindakan penyelamatan kapal apabila terjadi keragu-raguan atau cuaca buruk dalam tugas jaga laut/berlayar. b). Wewenang : 1) Dapat memindahkan kapalnya pada saat cuaca buruk demi keselamatan kapal apabila merasa mampu. 2) Melarang orang-orang yang berada di atas apabila mengganggu ketertiban dan keamanan kapal. 3) Memerintahkan petugas jaga lainnya jika dipandang perlu untuk tugas kedinasan. 4) Melarang orang-orang melakukan kegiatan yang melanggar hukum di atas kapal. 5) Mengambil tindakan yang tepat untuk keselamatan kapal. c). Larangan: 1) Meninggalkan kapal saat bertugas tanpa seijin Nakhoda. 2) Membawa barang-barang di luar kepentingan dinas kecuali ada ijin dari Nakhoda. 3) Mengambil dan/atau menghilangkan barang inventaris kapal baik di sengaja atau tidak di atas kapal. 4) Dilarang mengurangi dan/atau menghilangkan alat bukti baik disengaja atau tidak dari alat angkut yang diperiksa. 5) Dilarang melakukan kegiatan yang melanggar hukum di atas kapal. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 56

64 7. Kepala Kamar Mesin (KKM) a). Tugas : 1) Mentaati dan melaksanakan perintah Nakhoda dan bertindak dengan kecakapan, kecermatan dan kebijaksanaan yang diperlukan untuk melakukan tugasnya. 2) Mentaati segala peraturan dan ketentuan yang berlaku dalam dunia pelayaran guna menjamin kesanggupan berlayar dan keamanan kapal. 3) Menyelenggarakan Buku Harian Mesin. 4) Mengelola semua instalasi di dalam kamar mesin dan peralatan teknis lainnya. 5) Menyimpan semua peraturan dan ketentuan mengenai pemeliharaan dan perbaikan motor induk dan instalasi yang ada di dalam kamar mesin. 6) Bertanggung jawab atas pemeliharaan dan keutuhan inventaris kamar mesin dan ketertiban administrasinya. 7) Bertanggung jawab memegang handle mesin induk di anjungan untuk olah gerak kapal apabila terjadi musibah kebakaran dan kebocoran kapal serta saat melakukan pemeriksaan alat angkut. 8) Membantu Mualim I untuk menurunkan sekoci apabila terjadi musibah tenggelamnya kapal. 9) Bertanggung jawab segala pelaksanaan pemeliharaan maupun perbaikan instalasi mesin yang dilakukan oleh ABK, teknisi darat dan pihak ketiga. 10) Bertanggung jawab setiap permintaan BBM, minyak pelumas, dan suku cadang yang dipergunakan untuk keperluan kamar mesin. 11) Mengusahakan agar sebelum kapal bertolak dari pelabuhan telah tersedia BBM, air tawar dan minyak pelumas yang cukup untuk suatu masa pelayaran yang akan ditempuh. 12) Setibanya kapal dari tugas berlayar, bersama-sama Nakhoda membuat laporan tiba kapal. 13) Memimpin langsung pekerjaan pemeliharaan dan perawatan harian dari semua peralatan kamar mesin. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 57

65 14) Menyelenggarakan dan mengawasi giliran jaga darat bagi juru motor dan juru minyak. 15) Membuat laporan kepada Nakhoda mengenai pemakaian bahan bakar setiap hari. 16) Bertanggung jawab atas kelancaran jalannya motor induk, motor bantu, serta seluruh peraturan yang berada di bawah pengawasannya dengan melakukan giliran jaga laut bagi juru motor dan juru minyak. 17) Memeriksa kebenaran pencatatan penunjukan semua meteran yang ada di kamar mesin pada Buku Harian Kamar Mesin. 18) Segera memberitahukan kepada Nakhoda kapal, apabila terjadi hal-hal darurat di kamar mesin. b). Wewenang : 1) Dapat mernindahkan kapalnya pada saat cuaca buruk demi keselamatan kapal apabila merasa mampu. 2) Melarang orang-orang yang berada di atas kapal apabila mengganggu ketertiban dan keamanan kapal. 3) Memerintahkan petugas jaga lainnya jika dipandang perlu untuk tugas kedinasan. 4) Melarang orang-orang melakukan kcgiatan yang melanggar hukum di atas kapal. 5) Mengambil tindakan yang tepat untuk keselamatan kapal. c). Larangan: 1) Meninggalkan kapal saat bertugas tanpa seijin Nakhoda. 2) Membawa barang-barang di luar kepentingan dinas kecuali ada ijin dari Nakhoda. 3) Mengambil dan atau menghilangkan barang inventaris kapal baik disengaja atau tidak disengaja di atas kapal. 4) Mengurangi dan/atau menghilangkan alat bukti baik disengaja atau tidak dari alat angkut yang diperiksa. 5) Melakukan kegiatan vang melanggar hukum di atas kapal. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 58

66 8. Juru Motor I a). Tugas : 1) Melaksanakan dinas jaga laut dan darat serta mentaati perintah lainnya dari Kepala Kamar Mesin/Nakhoda. 2) Mentaati dan melaksanakan perintah Kepala Kamar Mesin dan Nakhoda. 3) Bertindak sebagai Kepala Kamar Mesin apabila Kepala Kamar Mesin berhalangan rnelakukan tugasnya. 4) Mencatat temperatur/suhu mesin induk, motor bantu di kamar mesin pada Buku Harian Mesin waktu bertugas. 5) Melaksanakan tugas Check List satu jam sebelum kapal berangkat/tiba. 6) Memimpin awak kamar mesin dalam melakukan tugas harian kamar mesin. 7) Mempersiapkan semua perlengkapan kamar mesin waktu kapal disiapkan untuk berlayar sesuai perintah Kepala Kamar Mesin. 8) Memberitahukan kepada Kepala Kamar Mesin apabila terjadi halhal darurat di Kamar Mesin. 9) Melaksanakan perbaikan di dalam kamar mesin jika terjadi kerusakan mesin dan instalasi lainnya. 10) Menyiapkan pompa kebakaran dan semua pompa penghisap air di kamar mesin (menggantikan petugas jaga mesin ) jika terjadi musibah kebakaran dan kebocoran kapal. 11) Menyiapkan mesin Out Boat serta jurnal mesin dan inventaris kamar mesin pada saat meninggalkan kapal apabila terjadi musibah tenggelamnya kapal. 12) Berada di kamar mesin guna mengawasi mesin induk, motor bantu serta instalasi lainnya pada saat kapal sedang melakukan pemeriksaan alat angkut. b). Wewenang : 1) Dapat memindahkan kapalnya pada saat cuaca buruk demi keselamatan kapal apabila merasa mampu. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 59

67 2) Melarang orang-orang yang berada diatas apabila mengganggu ketertiban dan keamanan kapal. 3) Memerintahkan petugas jaga lainnya jika dipandang perlu untuk tugas kedinasan. 4) Melarang orang-orang melakukan kegiatan yang melanggar hukum di atas kapal. 5) Mengarnbil tindakan yang tepat untuk keselamatan kapal. 9. Juru Motor II a. Tugas : 1) Melaksanakan dinas jaga laut dan darat serta mentaati perintah lainnya dari Kepala Kamar Mesin / Nakhoda. 2) Membantu pelaksanaan tugas Juru Motor l. 3) Menyiapkan perlengkapan kamar mesin apabila kapal siap berlayar. 4) Membantu mempersiapkan laporan setibanya kapal di pangkalan/pelabuhan. 5) Menjaga dan memelihara kebersihan kamar mesin dan merawat motor penggerak serta semua instalasi. 6) Mempersiapkan salah satu pipa/selang kebakaran ke lokasi kebakaran apabila terjadi musibah kebakaran. 7) Membantu menanggulangi kebocoran aoabila terjadi musibah kebocoran kapal. 8) Berada di kamar mesin dan siap mematikan mesin induk dan mesin bantu serta membantu penurunan sekoci apabila terjadi musibah tenggelamnya kapal. 9) Membantu Juru Motor I di kamar mesin pada saat kapal sedang melakukan pemeriksaan alat angkut. 10) Melaksanakan tugas-tugas lainnya yang diperintahkan oleh atasannya. 11) Melaksanakan tugas jaga laut pada saat kapal berlayar dan tugas jaga darat pada saat kapal berada di Pangkalan/Pelabuhan. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 60

68 b). Wewenang : 1) Dapat memindahkan kapalnya pada saat cuaca buruk demi keselamatan kapal apabila merasa mampu. 2) Melarang orang-orang yang berada diatas apabila mengganggu ketertiban dan keamanan kapal. 3) Memerintahkan petugas jaga lainnya jika dipandang perlu untuk tugas kedinasan. 4) Melarang orang-orang melakukan kegiatan yang melanggar hukum di atas kapal. 5) Mengambil tindakan yang tepat untuk keselamatan kapal. c). Larangan : 1) Meninggalkan kapal saat bertugas tanpa seijin Kepala Kamar Mesin/Nakhoda. 2) Membawa barang-barang di luar kepentingan dinas kecuali ada ijin dari Nakhoda. 3) Mengambil dan/atau menghilangkan barang inventaris kapal baik disengaja atau tidak di atas kapal. 4) Mengurangi dan/atau menghilangkan alat bukti baik disengaja atau tidak dari alat angkut yang diperiksa. 5) Melakukan kegiatan yang melanggar hukum di atas kapal. 10. Juru Minyak a). Tugas : 1) Melaksanakan dinas jaga laut dan darat serta mentaati pcrintah lainnya dari Juru Motor/Kepala Kamar Mesin dan Nakhoda. 2) Membantu Juru Motor dalam memelihara kebersihan kamar mesin. motor induk, motor bantu, serta semua peralatannya. 3) Membantu melaksanakan perbaikan pada semua instalasi kamar mesin. 4) Membantu mempersiapkan semua perlengkapan dan peralatan kamar mesin pada saat kapal siap berlayar. 5) Melakukan tugas jaga laut/darat secara bergilir dengan Juru Motor. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 61

69 6) Melaksanakan tugas Check List satu jam sebelum kapal berangkat / tiba. 7) Memberitahukan Kepala Kamar Mesin/Juru Motor bila terjadi hal darurat di kamar mesin. 8) Melaksanakan tugas lainnya yang diperintahkan oleh atasannya. 9) Membantu di kamar mesin untuk menyiapkan tabung dan selang kebakaran ke lokasi kebakaran pada saat kapal mengalami musibah kebakaran. 10) Menyiapkan bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menanggulangi kebocoran dan membantu juru motor di kamar mesin pada saat kapal mengalami musibah kebocoran. 11) Membantu menurunkan sekoci dan alat keselamatan lainnya dan turun ke sekoci untuk rnelayani mesin out boat pada saat peninggalan kapal. 12) Membantu tugas Pembantu Kopat pada saat pemeriksaan. b). Larangan : 1) Meninggalkan kapal saat bertugas tanpa seijin Kepala Kamar Mesin/Juru Motor Jaga. 2) Membawa barang-barang di luar kepentingan dinas kecuali ada ijin dari Nakhoda. 3) Mengambil dan atau menghilangkan barang inventaris kapal baik disengaja atau tidak di atas kapal. 4) Mengurangi dan/atau menghilangkan alat bukti baik disengaja atau tidak dari alat angkut yang diperiksa. 5) Melakukan kegiatan yang melanggar hukum di atas kapal. 11. Kelasi dan Juru Masak a). Tugas Kelasi : 1) Melaksanakan dinas jaga laut dan darat serta mentaati perintah lainnya dari Mualim/Nakhoda. 2) Mentaati dan melaksanakan semua perintah Nakhoda dan Mualim. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 62

70 3) Mentaati dan melaksanakan perintah Nakhoda dan perwira jaga lainnya dalam mengemudikan kapal. 4) Ikut mengawasi dan menghindari kemungkinan kapal dalam keadaan darurat, yang dapat membahayakan keselamatan kapal. 5) Ikut mengawasi dan memperhatikan sekeliling kapal dan memberitahukan perwira jaga bila ada hal yang mencurigakan yang dapat mengancam keselamatan kapal. 6) Melaksanakan pekerjaan sehari-hari untuk menjaga kebersihan kapal. 7) Memasang dan mempersiapkan daprah, tali temali demi menjaga keselamatan kapal dari benturan dengan kapal lainnya maupun dermaga/kade. 8) Melakukan tugas jaga darat dan laut secara bergilir. 9) Bila mendengar alarm ataupun perintah sandar segera menyiapkan tali temali, daprah untuk merapat ke kapal lain. 10) Membawa tabung kebakaran menuju lokasi kebakaran dan berada di ruang kemudi (anjungan). 11) Membantu menanggulangi kebocoran di lokasi kebocoran dan berada di ruang kemudi (anjungan) membantu Mualim II pada saat terjadi musibah kebocoran. 12) Menyiapkan tangga untuk turun menuju sekoci dan melayani davit sekoci saat menurunkan sekoci pada saat peninggalan kapal. 13) Mengamati sekitar lokasi pemeriksaan menggunakan senjata laras panjang dan menyiapkan daprah untuk kegiatan manouver pada saat pemeriksaan. 14) Melaksanakan tugas lain yang diperintatrkan oleh atasannya. b). Tugas Juru Masak: 1) Mentaati dan melaksanakan semua perintah Nakhoda dan perwira kapal. 2) Menjaga kebersihan ruang dapur, merawat seluruh peralatan dapur dan bertanggung jawab atas keutuhannya. 3) Membuat laporan apabila terjadi kerusakan/kehilangan peralatan dapur. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 63

71 4) Melapor kepada Nakhoda dan perwira kapal atau anak buah kapal lainnya bila terjadi hal darurat di ruang dapur. 5) Menyediakan dan menyiapkan bahan makanan untuk keperluan semua petugas patroli. 6) Menyediakan makanan dan minuman bagi semua petugas patroli. 7) Menyelamatkan ruang dapur dan membawa tabung kebakaran menuju lokasi kebakaran pada saat terjadi musibah kebakaran. 8) Membantu menanggulangi kebocoran di lokasi kebocoran pada saat terjadi musibah kebocoran. 9) Menurunkan ke laut life raft (rakit penolong) kanan/kiri dan menyiapkan keperluan bahan makan untuk di sekoci pada saat peninggalan. 10) Mengamati sekitar lokasi pemeriksaan nrenggunakan senjata laras panjang pada saat pemeriksaan. c). Larangan Kelasi dan Juru Masak : 1) Meninggalkan kapal saat bertugas tanpa seijin Mualim/Nakhoda. 2) Membawa barang-barang di luar kepentingin dinas kecuali ada ijin dari Nakhoda. 3) Mengambil dan/atau menghilangkan barang inventaris kapal baik di sengaja atau tidak di atas kapal. 4) Mengurangi dan/atau menghilangkan alat bukti baik disengaja atau tidak dari alat angkut yang diperiksa. 5) Melakukan kegiatan yang melanggar hukum di atas kapal. 12. Operator Radio a). Tugas : 1) Mentaati dan melaksanakan semua perintah Nakhoda. 2) Menerima dan mencatat serta melaporkannya kepada Nakhoda setiap berita yang diterima. 3) Mengirim setiap berita yang telah ditandatangani oleh Nakhoda sesuai aksi serta tembusannya. 4) Bertanggung-jawab atas pengiriman berita keluar/masuk dan pengisian Buku Harian Radio. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 64

72 5) Mentaati ketentuan-ketentuan konvensi intemasional tentang telekomunikasi dan aturan lainnya berhubungan dengan telekomunikasi. 6) Mengadakan hubungan dengan pangkalan untuk melaporkan kejadian-kejadian penting selama pelayaran. 7) Mengadakan hubungan dengan kapal lain atau station radio lain untuk menerima atau meneruskan berita. 8) Menjaga kerahasiaan setiap isi berita yang diterima maupun keluar. 9) Secara berkala melakukan dinas monitor. 10) Menjaga dan merawat agar semua perangkat telekomunikasi selalu dalam keadaan baik dan siap pakai. 11) Selepas jaga harus menghubungkan pesawat alarm otomatik ke antena dan memeriksa apakah pesawat itu bekerja dengan baik, dalam hal kapal dilengkapi dengan pesawat alarm otomatik. b. Larangan: 1) Meninggalkan kapal saat bertugas tanpa seijin Mualim/Nakhoda. 2) Membawa perangkat telekomunikasi dari kapal di luar kepentingan dinas kecuali ada ijin dari Nahkoda. 3) Mengambil dan/atau menghilangkan barang inventaris kapal baik disengaja atau tidak di atas kapal. 4) Dilarang mengurangi dan/atau menghilangkan berita yang diterima maupun dikirim baik disengaja atau tidak. 5) Menyebarkan berita yang diterima maupun dikirim tanpa seijin Nakhoda. 6) Mengurangi dan/atau menghilangkan alat bukti baik disengaja atau tidak dari alat angkut yang diperiksa. 7) Melakukan kegiatan yang melanggar hukum di atas kapal. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 65

73 d. Tugas Satuan Tugas Bea dan Cukai Lainnya Atas perintah Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk, Satuan Tugas Bea dan Cukai: melaksanakan patroli bersama dengan Administrasi Pabean negara lainnya; ikut serta dalam Patroli Keamanan Laut (Kamla) berdasarkan permintaan Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla); membantu instansi penegak hukum lainnya berdasarkan permintaan instansi terkait atas dasar Nota Persepahaman; ikut serta dalam kegiatan Search and Rescue (SAR) berdasarkan permintaan Badan SAR Nasional/Daerah; atau ikut serta melaksanakan Pertahanan Keamanan Negara dan pengamanan Pejabat Negara berdasarkan perintah Menteri Pertahanan keamanan/panglima ABRI atau Pejabat yang ditunjuk Latihan Agar Anda dapat lebih memahami materi pada kegiatan belajar 1 ini, coba kerjakan latihan-latihan berikut ini. 1. Sebutkan dasar hukum pembentukan satgas patroli laut. 2. Sebutkan unsur-unsur satuan tugas patroli. 3. Sebutkan isi dari Surat Perintah Patroli. 4. Sebutkan persyaratan kualifikasi teknis yang harus dimiliki oleh komandan patroli?. 5. Apa-apa saja yang dilarangkan kepada nahkoda apabila dalam pelaksanaan tugas ditemui adanya bahaya yang mengancam. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 66

74 3.3. Rangkuman Pelaksanaan Patroli Bea dan Cukai didasarkan atas Surat Perintah yang diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang, yaitu: Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk; Pejabat Eselon II pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang menangani Pencegahan Penindakan dan Penyidikan atau Pejabat yang ditunjuk; Kepala Kantor Wilayah; Pejabat Eselon III pada Kantor Wilayah yang menangani Pencegahan Penindakan dan Penyidikan atau Pejabat yang ditunjuk; atau Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuk. Patroli dilaksanakan oleh Satuan Tugas Bea dan Cukai yang terdiri dari Komandan Patroli, seorang wakil komandan patroli, dan awak kapal sebagai anggota. Anggota Satuan Tugas Bea dan Cukai diantaranya seorang Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Wakil Komandan Patroli sekurang-kurangnya memiliki kualifikasi tehnis Kepabeanan DPT II atau yang sederajat. Pejabat Bea dan Cukai yang bertanggung jawab mengenai nautika, teknik kapal, penginderaan, dan telekomunikasi sebelum menyampaikan laporan kepada Kepala Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai terlebih dahulu wajib melakukan persiapan dan pengujian fungsi peralatan/perlengkapan kapal patroli. Kapal patroli yang dipergunakan dalam patroli Bea dan Cukai dapat dilengkapi dengan senjata api dinas. Penempatan senjata api dinas pada Kapal Patroli wajib dicantumkan dalam Surat Perintah Berlayar/Terbang. Selama melaksanakan patroli, Komandan Patroli wajib melaporkan posisi dan kegiatannya dalam waktu tertentu yang ditetapkan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang memberi perintah. Komandan Patroli membuat catatan perjalanan dalam Jurnal Kapal atau Jurnal Pesawat Terbang (Journey/Log). Atas setiap kerusakan Kapal Patroli, Komandan Patroli wajib mencantumkan dalam Jurnal Kapal dan membuat Laporan kerusakan Kapal Patroli. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 67

75 3.4. Tes Formatif (Soal pilihan berganda) 1. Pelaksanaan Patroli Bea dan Cukai berdasarkan Surat Perintah yang diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang. Pejabat Bea dan Cukai yang tidak berwenang menerbitkan Surat Perintah adalah a. Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk; b. Kepala Kantor Wilayah; c. Pejabat Eselon III pada Kantor Wilayah yang menangani Bidang Kepatuhan Internal. d. Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuk. 2. Surat Perintah untuk melaksanakan Patroli Bea dan Cukai diantaranya memuat hal-hal berikut, kecuali a. Nomor Surat Perintah; b. Nama, pangkat, dan NIP Pejabat Bea dan Cukai yang diberi perintah; c. Tempat dimana tugas dilaksanakan dan jangka waktu penugasan; d. Nama dan tandatangan atasan pemberi perintah. 3. Kapal Patroli laut yang dipergunakan dalam rangka Patroli Bea dan Cukai wajib dilengkapi dengan Surat Perintah Berlayar yang dapat dikeluarkan oleh pejabat-pejabat Bea dan Cukai berikut, kecuali... a. Pejabat Eselon II pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang menangani post clearance audit. b. Kepala Kantor Wilayah; c. Pejabat Eselon III pada Kantor Wilayah yang menangani Pencegahan Penindakan dan Penyidikan. d. Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuk. 4. Patroli dilaksanakan oleh Satuan Tugas Bea dan Cukai yang terdiri dari a. Komandan, wakil komandan, awak kapal (sebagai anggota), dan pengamat, pengawas. b. Komandan, wakil komandan, dan pengamat c. Komandan Patroli, seorang wakil komandan patroli, dan awak kapal sebagai anggota. d. Komandan, wakil komandan, awak kapal (sebagai anggota), dan pengamat. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 68

76 5. Yang tidak termasuk pejabat yang dapat menetapkan Satuan Tugas Patroli Bea dan Cukai adalah a. Mentri Keuangan b. Dirjen Bea dan Cukai c. Kepala Kantor Wilayah; d. Pejabat Eselon III pada Kantor Wilayah yang menangani Pencegahan Penindakan dan Penyidikan. 6. Dalam setiap Satuan Tugas Patroli Bea dan Cukai, salah satu anggotanya harus seorang a. Pejabat pada Bagian Audit b. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil DJBC. c. Pejabat pada Bidang Kepatuhan Internal d. Pejabat Bidang Pelayanan. 7. Selain tugas utama melakukan patroli Atas perintah pejabat-pejabat yang berwenang, Satuan Tugas Bea dan Cukai, berdasarkan perintah Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk, dapat melakukan kegiatan-kegiatan berikut, kecuali a. Melaksanakan patroli bersama dengan Administrasi Pabean negara lainnya; b. Ikut serta dalam Patroli Keamanan Laut (Kamla) berdasarkan permintaan Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla); c. Ikut serta dalam kegiatan Search and Rescue (SAR) berdasarkan permintaan Badan SAR Nasional/Daerah; atau d. Ikut serta melaksanakan Pertahanan Keamanan Negara dan pengamanan Pejabat Negara berdasarkan perintah Direktur P2i. 8. Kapal Patroli laut yang dipergunakan dalam rangka Patroli Bea dan Cukai harus memenuhi syarat berikut, kecuali a. Memenuhi kelaiklautan yang dinyatakan oleh Kepala Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai. b. Telah diperlengkapi dengan persenjataan, perbekalan dan saranasarana lainnya yang diperlukan untuk patroli selama satu bulan. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 69

77 c. Memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam SOLAS (Save of Live at Sea) sebagaimana yang diatur dalam Protokol SOLAS 1978 yang dikeluarkan oleh IMO (International Maritime Organisation). d. Seluruh fungsi perlengkapan/peralatan telah diuji oleh petugas yang berwenang.. 9. Pejabat Bea dan Cukai yang bertanggung jawab mengenai nautika, teknik kapal, penginderaan, dan telekomunikasi sebelum menyampaikan laporan kepada Kepala Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai terlebih dahulu wajib melakukan persiapan dan pengujian fungsi peralatan/perlengkapan kapal patroli. Mana dari pernyataan berikut yang kurang benar berkaitan dengan pengujian tersebut. a. Pengujian alat/perlengkapan keselamatan di laut oleh petugas nautika kapal patroli; b. Pengujian mesin induk, mesin bantu dan listrik kapal oleh petugas teknik kapal patroli; c. Pengujian alat radar, Global Position System (GPS), dan Echo Sounder oleh petugas penginderaan kapal patroli; d. Pengujian sarana radio komunikasi oleh petugas telekomunikasi. 10. Berikut adalah tindakan-tindakan yang harus diambil oleh Komandan Patroli, bila diperlukan pengejaran seketika (Hot Pursuit) karena diduga terjadi pelanggaran ketentuan perundang-undangan yang berlaku, kecuali a. Menunggu bantuan ABRI. b. Melaporkan kepada Pejabat Penerbit Surat Perintah. c. Mencatat dalam jurnal Kapal. d. Menggunakan senjata api bila terdapat ancaman/perlawanan yang dapat membahayakan keselamatan kapal patroli dan mengancam jiwa Satuan Tugas Bea dan Cukai. 11. Memimpin, mengarahkan, dan mengendalikan patroli agar mencapai sasaran yang ditetapkan merupakan tugas dari a. Nahkoda BC b. Komandan Patroli c. Mualim I d. Kepala Pangkalan dan Sarana Operasi DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 70

78 12. Berikut adalah merupakan tugas operator radio, kecuali a. Menerima dan mencatat serta melaporkannya kepada Komandan Patroli setiap berita yang diterima. b. Mengirim setiap berita yang telah ditandatangani oleh Nakhoda sesuai aksi serta tembusannya. c. Mentaati ketentuan-ketentuan konvensi intemasional tentang telekomunikasi dan aturan lainnya berhubungan dengan telekomunikasi. d. Mengadakan hubungan dengan pangkalan untuk melaporkan kejadiankejadian penting selama pelayaran. 13. Komando Patroli harus memenuhi kualifikasi teknis sebagai berikut, kecuali a. Memiliki sertifikat DTSD I b. Pendidikan formal minimal SLTA atau yang sederajat c. Mempunyai kecakapan dalam hal kepemimpinan. d. Memiliki Sertifikat Ahli Nautika Tingkat IV 14. Nahkoda harus memenuhi kualifikasi teknis sebagai berikut, kecuali a. Memiliki Sertifikat minimal Ahli Nautika Tingkat IV b. Memiliki ijasah S1 c. Telah mengikuti dan lulus diklatm DTSD. d. Pernah menduduki jabatan serendah-rendahnya Mualim I dan mempunyai kecakapan dalam hal kepemimpinan. 15. Nahkoda dilarang untuk melakukan hal-hal berikut, kecuali a. Membawa barang untuk kepentingannya sendiri, kecuali ijin dari atasannya. b. Meninggalkan kapal pada saat jam kantor, kecuali mendapatkan ijin dari atasannya. c. Melakukan kegiatan yang melanggar hukum di atas kapal. d. Mengarahkan kapal menyimpang dari rute yang telah ditetapkan dalam kondisi apapun. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 71

79 3.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokkan hasil jawaban dengan kunci yang terdapat di bagian belakang modul ini. Hitung jawaban Anda dengan benar. Kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman terhadap materi. TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100% Jumlah keseluruhan Soal Apabila tingkat pemahaman Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai : 91% s.d. 100% : Amat baik 81% s.d. 90,99% : Baik 71% s.d. 80,99% : Cukup 61% s.d. 70,99% : Kurang bila tingkat pemahaman belum mencapai 81% ke atas (kategori baik ), maka disarankan mengulangi materi. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 72

80 PENUTUP Setelah anda selesai melakukan proses pembelajaran mulai dari Kegiatan Belajar 1 sampai Kegiatan Belajar 3, maka selanjutnya anda diminta untuk menyelesaikan tes sumatif yang merupakan gabungan tes seluruh materi kegiatan belajar yang telah dipelajari sebelumnya. Tes sumatif digunakan untuk mengukur kemampuan dan keberhasilan anda dalam mempelajari seluruh materi di dalam modul ini. Apabila hasil evaluasi tes sumatif secara keseluruhan menunjukkan nilai sebesar minimal 81, maka anda dianggap sudah dapat memahami materi modul ini dengan baik. Cara menghitung nilai tes sumatif pertama-tama cocokkan hasil jawaban dengan kunci yang terdapat di bagian belakang modul ini. Hitung jawaban Anda dengan benar. Kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman terhadap materi. TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100% Jumlah keseluruhan Soal Pada dasarnya sebagian soal tes sumatif merupakan soal-soal yang telah dites pada setiap kegiatan belajar. Oleh karena itu peserta diharapkan dapat menyelesaikan tes sumatif dengan lebih baik bila dibandingkan dengan tes formatif. Selamat bekerja semoga modul ini bermanfaat bagi anda di dalam menunjang aktifitas anda di lapangan. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 73

81 TES SUMATIF A. Pilihlah Betul atau Salah! 1.B - S Kapal Patroli laut yang dipergunakan dalam rangka Patroli Bea dan Cukai wajib dilengkapi dengan Surat Perintah Berlayar yang dapat dikeluarkan oleh Pejabat Eselon II pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang menangani post clearance audit. 2.B - S Patroli dilaksanakan oleh Satuan Tugas Bea dan Cukai yang terdiri dari komandan patroli, seorang wakil komandan patroli, dan awak kapal sebagai anggota. 3.B - S Tugas Patroli merupakan salah satu bagian penting dari pelaksanaan tugas pokok Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, misalnya menegakkan hukum, termasuk hukum internasional. 4.B - S Prinsip-prinsip dalam Deklarasi Djuanda yang dikukuhkan dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1960 memberikan keuntungan bagi bangsa Indonesia karena Wilayah Negara RI yang semula luasnya km2 (daratan) bertambah luas lebih kurang menjadi km2 (terdiri atas daratan dan lautan). 5.B - S Menurut UNCLOS 1982, lebar laut teritorial adalah 12 mil laut. 6.B - S Keunggulan kapal patrol DJBC jenis FPB 38 yang tidak ada pada jenis kapal patrol lainnya adalah bahwa FPB 38 memiliki peralatan riverse osmosis. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 74

82 7.B - S Salah satu kemampuan yang dimiliki oleh kapal patrol DJBC tipe FPB 28 Meter adalah mampu berpatroli secara terus menerus dengan kecepatan 18 knot sejauh 2000 Nm (Nautical mile) atau setara 8 hari. 8. B - S Panjang kapal patrol jenis FPB 38 Meter adalah 38 Meter. 9. B - S Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai Yang tidak termasuk pejabat yang dapat menetapkan Satuan Tugas Patroli Bea dan Cukai. 10.B - S Selain laut teretorial, berdasarkan UNCLOS 1982, Indonesia juga mempunyai kewenangan penuh atas zona tambahan (continguous zone) sejauh 15 mil laut dari batas laut teritorial untuk bidang perdagangan B. PILIHAN GANDA 1. Batas ZEE adalah a. 12 mil b. 24 mil c. 200 mil. d. 350 mil 2. Batas Laut Teritorial (BLT), Batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan Batas Landas Kontinen (BLK) diukur jaraknya dari a. Titik dasar/ garis pangkal kepulauan, b. Pos lintas batas c. Pulau terluar d. Demarkasi 3. Dari lingkup wilayah patroli laut tersebut, ada beberapa kemungkinan hal-hal yang akan ditemukan dan patut dicuriagai. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut, kecuali... DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 75

83 a. Orang atau sekumpulan orang yang sedang menunggui tumpukan barang disekitar dermaga. b. Orang atau sekumpulan orang yang berada di lingkungan dermaga yang sedang memuat barang ke atas kendaraan. c. Orang atau sekumpulan orang yang sedang menurunkan barang dari sebuah kapal. d. Kendaraan yang sedang melaju di jalan raya membawa barangbarang. 4. Apabila Saudara merasa curiga terhadap suatu perbuatan atau keadaan, maka tindakan pertama yang harus anda lakukan adalah... a. Segera berhenti, mendekati dan memperhatikan apa yang terjadi. b. Segera lakukan perampasan c. Segera lakukan penahanan d. Menunjukkan surat tugas/perintah. 5. Apabila diperoleh bukti awal/permulaan bahwa barang-barang tersebut berasal dari pelanggaran, maka tindakan yang perlu diambil adalah... a. Membawa orang-orang, barang, dan sarana pengangkut ke kantor untuk pemeriksaan lebih lanjut. b. Menghubungi kantor Saudara untuk mendapatkan bantuan. c. Menghubungi polisi/abri. d. Mencatat dan merekam apa saja yang bisa diketahui disekitar tempat tersebut. 6. Dalam melakukan patroli disekitar perairan pelabuhan, DJBC menggunakan kapal patroli jenis a. FPB 38 Meter b. FPB 28 Meter c. LPC d. Speed Boat 7. Pada KPPBC-KPPBC yang memiliki alur sungai ataupun selat yang rawan akan penyelundupan, umumnya menggunakan kapal patrol jenis a. FPB 38 Meter b. FPB 28 Meter c. LPC d. Speed Boat DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 76

84 8. Kapal patrol yang dimiliki DJBC yang mampu berpatroli secara terus menerus dengan kecepatan 18 knot sejauh 2000 Nm (Nautical mile) atau setara 8 hari adalah a. FPB 38 Meter b. FPB 28 Meter c. LPC d. Speed Boat 9. Seluruh FPB 28 meter dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut, kecuali a. Radar b. Senjata otomatis caliber 12,7 mm c. Bom Molotov d. Alat komunikasi SSB (Singgle Side Band). 10. FPB 38 Meter buatan a. Jepang b. Belgia c. Jerman d. Indonesia 11. Hal-hal yang wajib dilakukan oleh komandan patroli selama melaksanakan patroli adalah sebagai berikut, kecuali a. Melaporkan posisi dan kegiatannya dalam waktu tertentu yang ditetapkan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang memberi perintah. b. Menguji peralatan kapal. c. Membuat catatan perjalanan dalam Jurnal Kapal (Journey/Log). d. Mencantumkan dalam Jurnal Kapal dan membuat Laporan kerusakan Kapal Patroli atas setiap kerusakan kapal patroli. 12. Bila berdasarkan pertimbangan Nahkoda baik karena alasan teknik atau cuaca membuat tidak dapat dilanjutkannya kegiatan patroli, maka sebelum kembali ke tempat pemberangkatan/pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai hal yang harus segera dilakukan oleh Komandn Patroli adalah DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 77

85 a. Melaporkan kepada Pejabat penerbit Surat Perintah tentang keadaan tersebut. b. Langsung membatalkan operasi dan kembali kepangkalan. c. Membuat Jurnal Kapal tentang keadaan dilapangan. d. Pantang menyerah dan melanjutkan operasi. 13. Dalam rangka melakukan patroli, agar sarana pengangkut melalui jalur yang ditetapkan, maka Pejabat DJBC yang bertugas perlu dilengkapi saranasarana operasional berikut, kecuali a. Kapal laut b. Rudal c. Kapal udara d. Radar 14. Selain laut teretorial, UNCLOS 1982, Indonesia juga mempunyai kewenangan penuh atas zona tambahan (continguous zone) sejauh 12 mil laut dari batas laut teritorial untuk bidang-bidang berikut, kecuali a. Keimigrasian, b. Perdagangan, c. Pabean dan cukai d. Karantina hewan dan tanaman. 15. Berikut ini adalah tujuan dari kegiatan patrol, kecuali a. Mencegah terjadinya pelanggaran di bidang kepabeanan dan cukai. b. Mencari dan menemukan pelanggaran di bidang kepabeanan dan cukai. c. Menentukan kerugian Negara yang ditimbulkan oleh pelanggaran ekportir dan importir. d. Melakukan pengawasan agar pelaksanaan undang-undang kepabeanan dan cukai, dan peraturan pelaksanaannya dilakukan sesuai ketentuan ketentuan. 16. Kecepatan maksimum FPB 28 Meter adalah a. 15 Knot b. 20 Knot c. 25 Knot d. 30 Knot DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 78

86 17. FPB 38 Meter berbahan dasar a. Kayu b. Fiberglass c. Alumunium d. Baja 18. Kecepatan maksimum FPB 38 Meter adalah a. 15 Knot b. 20 Knot c. 25 Knot d. 30 Knot 19. Pelaksanaan Patroli Bea dan Cukai berdasarkan Surat Perintah yang diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang. Pejabat Bea dan Cukai yang tidak berwenang menerbitkan Surat Perintah adalah a. Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk; b. Kepala Kantor Wilayah; c. Pejabat Eselon III pada Kantor Wilayah yang menangani Bidang Kepatuhan Internal. d. Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuk. 20. Kapal Patroli laut yang dipergunakan dalam rangka Patroli Bea dan Cukai wajib dilengkapi dengan Surat Perintah Berlayar yang dapat dikeluarkan oleh pejabat-pejabat Bea dan Cukai berikut, kecual a. Pejabat Eselon II pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang menangani post clearance audit. b. Kepala Kantor Wilayah; c. Pejabat Eselon III pada Kantor Wilayah yang menangani Pencegahan Penindakan dan Penyidikan. d. Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuk. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 79

87 21. Pembatasan atau batas pemisah satu negara dengan negara lain yang bertetangga yang ditandai dengan pemasangan patok di lapangan disebut... a. Deliniasi b. Topografi c. Pemetaan d. Demarkasi 22. Daerah diluar dan berbatasan dengan laut teritoriaal yang tidak boleh melebihi 200 mil laut dari garis pangkal disebut... a. Batas Landas Kontinen (BLK) b. Batas Laut Teritorial (BLT) c. Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) d. Batas Zona Perikanan Khusus (Special Fissheries Zone/SFZ) 23. Menurut UNCLOS 1982 batas landas kontinen adalah selebar a. 200 mil laut b. 350 mil laut c. 12 mil laut d. 24 mil laut 24. Kapal patrol DJBC jenis VSV berbahan dasar a. Kayu b. Fiberglass c. Alumunium d. Kevlar 25. Rata-rata panjang Local Patrol Craft (LPC) adalah a. 15 meter b. 20 meter c. 10 meter d. 30 meter DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 80

88 KUNCI JAWABAN A. Kunci Jawaban Tes Formatif Kegiatan Belajar 1 1. a 6. b 11.a 2. b 7. a 12.d 3. c 8. c 13.c 4. d 9. d 14.b 5. b 10. d 15.c Kegiatan Belajar 2 1. b 6. a 11.a. 2. c 7. b 12.b 3. a 8. d 13.b 4. c 9. b 14.d 5. d 10.a 15.c Kegiatan Belajar 3 1. c 6. a 11.b 2. d 7. d 12.a 3. a 8. b 13.d 4. c 9. d 14.b 5. a 10.a 15.d B. Kunci Jawaban Test Sumatif Bagian 1. Jawaban Benar / Salah. 1. S 6. B 2. B 7. B 3. S 8. S 4. B 9. S 5. B 10.S DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 81

89 Bagian 2. Multiple choices 1. c 6.c 11. b 16. c 21.d 2. a 7. d 12. c 17. c 22.c 3. d 8. a 13. b 18. d 23.b 4. a 9. c 14. b 19. c 24.d 5. a 10. d 15. c 20. a 25.c Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokkan hasil jawaban dengan kunci yang terdapat di bagian belakang modul ini. Hitung jawaban Anda dengan benar. Kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman terhadap materi. TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100% Jumlah keseluruhan Soal Apabila tingkat pemahaman Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai : 91% s.d. 100% : Amat baik 81% s.d. 90,99% : Baik 71% s.d. 80,99% : Cukup 61% s.d. 70,99% : Kurang bila tingkat pemahaman belum mencapai 81% ke atas (kategori baik ), maka disarankan mengulangi materi. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 82

90 DAFTAR ISTILAH / PENGERTIAN Batas Landas Kontinen (BLK) adalah dasar laut dan tanah dibawahnya diluar perairan wilayah Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Prp. Tahun 1960 sampai kedalaman 200 meter atau lebih, yang masih mungkin diselenggarakan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam. Batas Laut Teritorial (BLT) adalah garis batas dasar laut dan tanah dibawahnya, dari daerah dibawah permukaan laut yang terletak maksimal 12 mil dari gurun pangkal teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen (lihat UNCLOS 82) Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) adalah suatu daerah diluar dan berdampingan dengan laut teritoriaal. Lebar ZEE tidak boleh melebihi 200 mil laut dari garis pangkal. Batas Zona Perikanan Khusus (Special Fissheries Zone/SFZ) adalah zona pemanfaatan perikanan yang ditentukan secara khusus oleh dua negara atau lebih berdasarkan perjanjian internasional. Batas Zona Tambahan (BZT) adalah batas jalur laut terletak sebelah luar dari batas terluar laut teritorial yang lebar yang max 24 mil dari gurun pangkal suatu daerah didalam batas laut teritorial berjarak tidak melebihi 24 mil dari garis pangkal untuk mencegah pelanggaran peraturan perundangan bea cukai, fiskal, dan imigrasi. Deliniasi adalah penarikan garis batas sementara suatu wilayah atau suatu negara di atas peta. Demarkasi adalah pembatasan atau batas pemisah satu negara dengan negara lain yang bertetangga yang ditandai dengan pemasangan patok di lapangan. Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalulintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean dan pemungutan bea masuk. Kepulauan adalah suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau dan perairan diantara pulau-pulau tersebut, dan lain-lain wujud alamiah yang berhubungan satu sama lain demikian eratnya sehingga pulau-pulau, DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 83

91 perairan, dan wujud alamiah lainnya itu merupakan satu kesatuan geografi, ekonomi, pertahanan keamanan, dan politik yang hakiki, atau yang secara historis dianggap demikian. Landas Kontinen (BLK) adalah daerah dibawah laut yang meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah dibawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorial sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratan hingga pinggiran laut tepi kontinen, sehingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Garis batas luar kondisi kontinen pada dasar laut, tidak boleh melebihi 350 mil laut dari garis pangkal atau tidak melebihi 100 mil laut dari garis kedalaman (isobath) 2500 m, kecuali untuk elevasi dasar laut yang merupakan bagian alamiah tepian kontinen, seperti pelataran (plateau), tanjakan (rise), puncak (caps), ketinggian yang datar ( banks) dan puncak gunung yang bulat (spurs). Pulau adalah suatu area daratan yang terbentuk secara alamiah, dikelilingi air dan selalu berada di atas air pada saat air pasang (UNCLOS, artikel 121.1). Pulau terluar adalah pulau yang terletak paling luar pada perairan yurisdiksi Republik Indonesia, dimana pulau tersebut sebagai penetapan titik dasar (TD). Titik Acuan adalah titik tetap di darat berupa pilar yang digunakan sebagai acuan penentuan titik awal. Titik Awal adalah titik koordinat yang terletak pada garis pantai untuk menentukan garis dasar. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dari sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi dan atau aspek fungsional. Wilayah NKRI adalah wilayah negara yang meliputi daratan, wilayah perairan dasar laut dan tanah dibawahnya serta udara diatasnya termasuk termasuk sumber kekayaan yang terkandung didalamnya. Wilayah perbatasan adalah wilayah geografis yang berhadapan dengan negara tetangga, dengan penduduk yang bermukim diwilayah tersebut disatukan melalui hubungan sosio-ekonomi, dan sosio-budaya dengan DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 84

92 cakupan wilayah administratif tertentu setelah ada kesepakatan antar negara yang berbatasan. Wilayah pengembangan perbatasan adalah wilayah tempat dilaksanakannya pengembangan sektor-sektor tertentu mencakup wilayah administrasi kabupaten/kota. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) adalah suatu daerah diluar dan berbatasan dengan laut teritoriaal. Lebar ZEE tidak boleh melebihi 200 mil laut dari garis pangkal. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 85

93 DAFTAR PUSTAKA Suyono, RP, Cap., Shipping-Pengangkutan Intermodal Ekspor Impor Melalui Laut, Edisi Revisi, penerbit PPM-Jakarta Tahun 2003 Wibisono, Sonny et all, Terjemahan Buku Panduan Customs Course, Ships Search, Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai-Jakarta Tahun 2005 Pemeriksaan Kapal (Buku Panduan ini diperoleh dari hasil Shipsearch Training Course di National Enforcement Training Course Australian Customs Service pada bulan Apri Mei Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Undang-undang No. 17 tahun 2006 Tanggal 15 Nopember 2006 tentang Perubahan Undang-undang No. 10 tahun 1995 Tanggal 30 Desember 1995 tentang Kepabeanan. Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2010 tentang Penindakan di Bidang Kepabeanan. Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 1996 tentang Senjata Api Dinas DJBC. Keputusan Direktur Jendral Bea dan Cukai No. Kep-08/BC/1997 tentang Penghentian Pemeriksaan dan Penegahan Sarana Pengangkut dan Barang di Atasnya serta Penghentian dan Pembongkaran Penegahan Barang. Keputusan Direktur Jendral Bea dan Cukai No. Kep-58/BC/1997 tentang Patroli Bea dan Cukai. Territoriale Zee En Maritieme Kringen Ordonantie (TZEMKO) No. 442 Th 1939 Indische Scheepvaart-Wet (Staatablad 1936 No. 700) Tentang Pelabuhan Keputusan Mahkamah Internasional tahun 1951 dalam Anglo-Norwegian Fisheries Case yang membenarkan penarikan garis-garis dasar lurus (straight base lines) dalam point to point theory dari Archipellagic State Principle, melalui Pengumuman Pemerintah Indonesia tanggal 13 Desember 1957 yang dikenal dengan nama Deklarasi Juanda DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sakut Laut Page 86

94

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1996 WILAYAH. KEPULAUAN. PERAIRAN. Wawasan Nusantara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: 1. bahwa berdasarkan kenyataan sejarah dan cara pandang

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si khodijah5778@gmail.com www. Khodijahismail.com POKOK BAHASAN Kontrak Perkuliahan dan RPKPS (Ch 01) Terminologi Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional Wilayah Negara Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 menyatakan bahwa: The state as a person of international law should possess the following qualifications: (a) a

Lebih terperinci

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si ZONASI LAUT TERITORIAL Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas. Untuk landas kontinen negara Indonesia berhak atas segala kekayaan alam yang terdapat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.177, 2008 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Hukum Laut Indonesia

Hukum Laut Indonesia Hukum Laut Indonesia Pengertian Hukum Laut Hukum Laut berdasarkan pendapat ahli ahli : Hukum laut menurut dr. Wirjono Prodjodikoro SH adalah meliputi segala peraturan hukum yang ada hubungan dengan laut.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia* PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN Oleh : Ida Kurnia* Abstrak KHL 1982 tentang Hukum Laut yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu : 1. Perairan Pedalaman (Internal Waters)

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan kenyataan sejarah dan cara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan kenyataan sejarah dan cara pandang bangsa Indonesia, Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penetapan batas wilayah teritorial laut telah menjadi permasalahan antar negaranegara bertetangga sejak dulu. Kesepakatan mengenai batas teritorial adalah hal penting

Lebih terperinci

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut PEMBUKAAN Negara-negara Peserta pada Konvensi ini, Didorong oleh keinginan untuk menyelesaikan, dalam semangat saling pengertian dan kerjasama, semua

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan kenyataan sejarah dan cara

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.4925 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177 ) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

pres-lambang01.gif (3256 bytes)

pres-lambang01.gif (3256 bytes) pres-lambang01.gif (3256 bytes) Menimbang Mengingat PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR

Lebih terperinci

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Gambar Batas-batas ALKI Lahirnya Konvensi ke-3 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai hukum laut (United Nation Convention on the Law of the Sea/UNCLOS),

Lebih terperinci

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta. Analisis Undang-undang Kelautan di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif 147 ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta Teknik Geodesi dan Geomatika,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 6/1996, PERAIRAN INDONESIA *9315 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 6 TAHUN 1996 (6/1996) Tanggal: 8 AGUSTUS 1996 (JAKARTA) Sumber: LN. 1996/73;

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perbatasan darat dengan tiga negara tetangga, yaitu Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Sementara perbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga,

Lebih terperinci

Hak Lintas Damai di Laut Teritorial

Hak Lintas Damai di Laut Teritorial Hak Lintas Damai di Laut Teritorial A. Laut Teritorial HAK LINTAS DAMAI DI LAUT TERITORIAL (KAJIAN HISTORIS) Laut teritorial merupakan wilayah laut yang terletak disisi luar dari garis-garis dasar (garis

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembangunan nasional

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN MELALUI ALUR LAUT KEPULAUAN YANG DITETAPKAN

Lebih terperinci

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia Abdul Muthalib Tahar dan Widya Krulinasari Dosen Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 61-1998 diubah: PP 37-2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 72, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5 A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia B.POKOK BAHASAN/SUB POKOK BAHASAN: Konsep Negara kepulauan Evolusi

Lebih terperinci

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA.

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 36 TAHUN 2002 (36/2002) TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Undang Undang No. 6 Tahun 1996 Tentang : Perairan Indonesia

Undang Undang No. 6 Tahun 1996 Tentang : Perairan Indonesia Undang Undang No. 6 Tahun 1996 Tentang : Perairan Indonesia Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 6 TAHUN 1996 (6/1996) Tanggal : 8 AGUSTUS 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/73; TLN 3647 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

TUGAS HUKUM LAUT INTERNASIONAL KELAS L PERMASALAHAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN

TUGAS HUKUM LAUT INTERNASIONAL KELAS L PERMASALAHAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN TUGAS HUKUM LAUT INTERNASIONAL KELAS L PERMASALAHAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN Disusun oleh: Adrianus Terry Febriken 11010111140685 Styo Kurniadi 11010111150006 Riyanto 11010111150007 Wahyu Ardiansyah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG NOMOR 4 Prp TAHUN 1960 Tentang PERAIRAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG UNDANG NOMOR 4 Prp TAHUN 1960 Tentang PERAIRAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG NOMOR 4 Prp TAHUN 1960 Tentang PERAIRAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : 1. bahwa bentuk geografi Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari beribu ribu pulau mempunyai

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA Kementerian Kelautan dan Perikanan 2017 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Kedaulatan ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan kepentingannya asal saja kegiatan tersebut

Lebih terperinci

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan Wilayah perbatasan: a. Internal waters/perairan pedalaman.

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb No.580, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Pengamanan Perbatasan. Pengerahan Tentara Nasional Indonesia. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGERAHAN

Lebih terperinci

MASALAH PERBATASAN NKRI

MASALAH PERBATASAN NKRI MASALAH PERBATASAN NKRI Disusun oleh: Nama : Muhammad Hasbi NIM : 11.02.7997 Kelompok Jurusan Dosen : A : D3 MI : Kalis Purwanto STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Jl. Ring Road Utara, Condong Catur Yogyakarta ABSTRAK

Lebih terperinci

NAVIGASI. Pengertian Lintas (Art. Art. 18 LOSC) SELAT SELAT REZIM HAK LINTAS. Dalam arti geografis: Dalam arti yuridis: lain.

NAVIGASI. Pengertian Lintas (Art. Art. 18 LOSC) SELAT SELAT REZIM HAK LINTAS. Dalam arti geografis: Dalam arti yuridis: lain. SELAT NAVIGASI Iman Prihandono, SH., MH., LL.M Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Airlangga E-Mail: iprihandono@unair.ac.id Blog: imanprihandono.wordpress.com Dalam arti geografis:

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN MELALUI ALUR LAUT

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 37/2002, HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN MELALUI ALUR LAUT KEPULAUAN YANG DITETAPKAN *39678 PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN (The Protection and the Conservation of Fishery Resources in the Economic Exclusive Zone Among the Asean States)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1960 TENTANG PERAIRAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1960 TENTANG PERAIRAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1960 TENTANG PERAIRAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : 1. bahwa bentuk geografi Indonesia sebagai suatu negara

Lebih terperinci

PENGATURAN HUKUM HAK LINTAS DAMAI MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT 1982 DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA 1 Oleh: Monica Carolina Ingke Tampi 2

PENGATURAN HUKUM HAK LINTAS DAMAI MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT 1982 DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA 1 Oleh: Monica Carolina Ingke Tampi 2 PENGATURAN HUKUM HAK LINTAS DAMAI MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT 1982 DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA 1 Oleh: Monica Carolina Ingke Tampi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian yaitu untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terbentang memanjang dari Sabang hingga Merauke dan dari Pulau Miangas di ujung Sulawesi Utara sampai ke Pulau Dana di selatan

Lebih terperinci

Perkembangan Hukum Laut Internasional

Perkembangan Hukum Laut Internasional Perkembangan Hukum Laut Internasional Hukum laut internasional adalah seperangkat norma hukum yang mengatur hubungan hukum antara negara pantai atau yang berhubungan dengan pantai, yang terkurung oleh

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu :

BAB II DASAR TEORI. Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu : BAB II DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu : 1. Perairan Pedalaman (Internal Waters)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN

Lebih terperinci

Materi Kuliah. Modul 12. Oleh :

Materi Kuliah. Modul 12. Oleh : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Materi Kuliah GEOPOLITIK INDONESIA (Wilayah Sebagai Ruang Hidup) Modul 12 Oleh : Rohdearni Tetty Yulietty Munthe, SH/08124446335 86 1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah proses

Lebih terperinci

Perkembangan Hukum Laut dan Wilayah Perairan Indonesia

Perkembangan Hukum Laut dan Wilayah Perairan Indonesia Modul 1 Perkembangan Hukum Laut dan Wilayah Perairan Indonesia Dr. Budi Sulistiyo M PENDAHULUAN odul 1 ini berisi penjelasan tentang perkembangan hukum laut dan wilayah perairan Indonesia, wilayah laut

Lebih terperinci

MODUL PENINDAKAN DAN PENGAWASAN DI BIDANG KEPABEANAN

MODUL PENINDAKAN DAN PENGAWASAN DI BIDANG KEPABEANAN DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF DASAR KEPABEANAN DAN CUKAI MODUL PENINDAKAN DAN PENGAWASAN DI BIDANG KEPABEANAN OLEH : TIM PENYUSUN MODUL PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI BADAN

Lebih terperinci

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Wilayah atau teritori adalah salah satu manifestasi paling utama dari kedaulatan suatu negara.oleh karena itu dalam lingkungan wilayahnya tersebut suatu negara

Lebih terperinci

2018, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di a

2018, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di a No.12, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAHANAN. RI. Wilayah Udara. Pengamanan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6181) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 17 TAHUN 1985 (17/1985) Tanggal: 31 DESEMBER 1985 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 17 TAHUN 1985 (17/1985) Tanggal: 31 DESEMBER 1985 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 17 TAHUN 1985 (17/1985) Tanggal: 31 DESEMBER 1985 (JAKARTA) Sumber: LN 1985/76; TLN NO. 3319 Tentang: PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION

Lebih terperinci

BAB III ISU DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN

BAB III ISU DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN BAB III ISU DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN Pada bagian ini dipaparkan berbagai isu dan permasalahan yang dihadapi kawasan perbatasan, baik perbatasan darat maupun laut. Agar penyelesaian

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI PERATURAN PRESIDEN NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG BERTUGAS DALAM OPERASI PENGAMANAN PADA PULAU-PULAU KECIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ambalat adalah blok laut seluas Km2 yang terletak di laut

BAB I PENDAHULUAN. Ambalat adalah blok laut seluas Km2 yang terletak di laut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ambalat adalah blok laut seluas 15.235 Km2 yang terletak di laut Sulawesi atau Selat Makassar milik negara Indonesia sebagai negara kepulauan. Hal ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic BAB I PENDAHULUAN Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic state) yang terdiri dari lebih dari 17.000 pulau dengan kekayaan alam melimpah di berbagai sektor sumber daya alam. Selain

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KELAUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KELAUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KELAUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diakui

Lebih terperinci

BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH

BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar Hukum Penetapan Batas Laut Daerah Agar pelaksanaan penetapan batas laut berhasil dilakukan dengan baik, maka kegiatan tersebut harus mengacu kepada peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6181 PERTAHANAN. RI. Wilayah Udara. Pengamanan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 12) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 44, 1983 (KEHAKIMAN. WILAYAH. Ekonomi. Laut. Perikanan. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sejarah Perundingan Batas Maritim Indonesia Singapura

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sejarah Perundingan Batas Maritim Indonesia Singapura BAB II DASAR TEORI 2.1 Sejarah Perundingan Batas Maritim Indonesia Singapura Seperti yang telah kita ketahui, permasalahan batas maritim untuk Indonesia dengan Singapura sudah pernah disinggung dan disepakati

Lebih terperinci

Sayidiman Suryohadiprojo. Jakarta, 24 Juni 2009

Sayidiman Suryohadiprojo. Jakarta, 24 Juni 2009 Sayidiman Suryohadiprojo Jakarta, 24 Juni 2009 Pada tanggal 23 Juni 2009 di Markas Besar Legiun Veteran RI diselenggarakan ceramah tentang masalah Ambalat. Yang bertindak sebagai pembicara adalah Laksma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat internasional, pasti tidak lepas dari masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum internasional yang sering muncul

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, telah diatur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3647);

2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3647); Lampiran 1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN MELALUI ALUR LAUT KEPULAUAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : 1. bahwa pada tanggal 21 Maret 1980

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L No.394, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal untuk Kepentingan Sendiri. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

MENEGOSIASIKAN BATAS WILAYAH MARITIM INDONESIA DALAM BINGKAI NEGARA KEPULAUAN

MENEGOSIASIKAN BATAS WILAYAH MARITIM INDONESIA DALAM BINGKAI NEGARA KEPULAUAN TINJAUAN BUKU MENEGOSIASIKAN BATAS WILAYAH MARITIM INDONESIA DALAM BINGKAI NEGARA KEPULAUAN Vivian Louis Forbes. 2014. Indonesia s Delimited Maritime Boundaries. Heidelberg: Springer. xvii + 266 hlm. Sandy

Lebih terperinci

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia Sejarah Peraturan Perikanan Indonesia Peranan Hukum Laut dalam Kedaulatan RI Laut Indonesia pada awalnya diatur berdasarkan Ordonansi 1939 tentang Wilayah Laut dan Lingkungan Maritim yg menetapkan laut

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM LAUT TERHADAP WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

TINJAUAN HUKUM LAUT TERHADAP WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA 355 TINJAUAN HUKUM LAUT TERHADAP WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA Tommy Hendra Purwaka * Bagian Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta Jalan Jenderal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada tanggal 21 Maret 1980

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH Disampaikan pada Diskusi Publik Analisis dan Evaluasi Hukum Dalam Rangka Penguatan Sistem Pertahanan Negara Medan, 12 Mei 2016 PASAL 1 BUTIR 2 UU NO 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sejarah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sejarah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sejarah panjang untuk mendapatkan status sebagai negara kepulauan. Dimulai dengan perjuangan Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1962 TENTANG LALU LINTAS LAUT DAMAI KENDARAAN AIR ASING DALAM PERAIRAN INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1962 TENTANG LALU LINTAS LAUT DAMAI KENDARAAN AIR ASING DALAM PERAIRAN INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1962 TENTANG LALU LINTAS LAUT DAMAI KENDARAAN AIR ASING DALAM PERAIRAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Perlu mengadakan ketetapan-ketetapan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa angkutan di perairan selain mempunyai peranan yang strategis dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA DI BAGIAN BARAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

Gambar 2. Zona Batas Maritim [AUSLIG, 2004]

Gambar 2. Zona Batas Maritim [AUSLIG, 2004] ASPEK GEODETIK DALAM HUKUM LAUT (Studi Kasus : Batas Maritim Indonesia dengan Negara Tetangga) Oleh : Ratih Destarina I. PENDAHULUAN Indonesia adalah negara kepulauan yang berbatasan dengan sepuluh Negara

Lebih terperinci

SISTEMATIKA PEMAPARAN

SISTEMATIKA PEMAPARAN PENYELESAIAN BATAS MARITIM DENGAN NEGARA-NEGARA TETANGGA SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MEMINIMALISIR KEGIATAN IUU FISHING I Surabaya 22 September 2014 Seminar Hukum Laut Nasional 2014 Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci