MENANTI JANJI MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MENANTI JANJI MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT"

Transkripsi

1 336 MENANTI JANJI MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT Oleh : Ujang Bahar S.H...". Di dalam Naskah Garis-garis Besar Haluan Negara yang menjadi bagian tak terpisahkan dari Garis-Garis Besar Haluan Negara Tap. MPR. No. III MPR/1983 mengenai pem bangunan hukum antara lain menyebutkan "Dalam Pembangunan dan Pembinaan Hukum akan dilanjutkan usaha untuk meningkatkan dan menyempurnakan pembinaan hukum Nasional dalam rangka pembaharuan hukum dengan antara lain mengadakan kodifikasi ser- ta unifikasi Hukum di bidang tertentu dengan memperhatikan kesadaran hukum yang berkembang dalam masyarakat." Pembaharuan dan Pembinaan hukum nasional tersebut dalam hukum tata negara kita mutlak diperlukan dan harus mendapat prioritas utama khususnya hukum perundang-undangan oleh karena ilmu hukum perundangundangan (Wet Giving Recht) dip andang sedemikian rupa keadaannya dan dirasakan teramat sulit disebabkan: 1. Tidak adanya suatu ketentuan umum tentang perundang-undangan sejak proklamasi kemerdekaan sampai dewasa ini; 2. Terdapatnya bebetapa jenis perundang-undangan yang berasal dari zaman kolonial Belanda dan J epang dahulu yang masih berlaku oleh karena adanya Pasal II aturan peralihan UUD yang sesungguhnya peraturan tersebut bukan saja berbeda bahkan bertentangan dengan maksud Un dang-un dang Dasar 1945 itu sendiri; 3. Demikian juga peraturan perundangan pada periode pertama kefata negaraan kita tahun 1945 sid tahun 1950 dan masa berlakunya UUDS.195d; 4. Yang teramat sulit adalah periode ketata negaraan sewaktu kembali ke UUD sampai dengan awal kebangkitan Orde Baru tahun 1966 di mana pengertian Un dang-un dang dan perundang-undangan sedemikian kaburnya sehingga akibatnya: a. kita tidak mengetahui lagi tingkat perundang-undangan; b. materi suatu perundang-undangan dan hal-hal apakah yang seharusnya dimasukkan ke dalam suatu perundang-undangan. itulah salah satu dasar diadakannya sidang-sidang umum MPRS tahun 1966 yaitu untuk mengembalikan ke- murnian pelaksanaan Pancasila dan UUD dan peninjauan kembali produk-produk legislatif dan produkproduk perundang-undangan lainnya. Sampai sekarangpun belum ada suatu ketentuan umum tentang perundang-undangan kit a sehingga bagi seorang Administrator dalam pemerintahan akan sangat sukar buku perundang-undangan yang ada sebagai dasar tindakannya sehingga dalam prakteknya kita dapat melihat

2 Janji MPR 337 dan rnerasakan sendiri antara satu de- partemen dengan departernen Jain antara satu bidang dengan bidang Jain antara satu instansi dengan instansi lain bahkan an tara satu Direktorat Jenderal dalarn satu departernen pun dapat rnenggunakan surnber perundang an yang berbeda bahkan bertentangan sehingga kebijaksanaan dan keputusan yang diarnbilnya dapafberbeda untuk. rnasalah yang sarna. Dernikian juga rnenenai jenis peraturan dan tingkatannya yang rnenjadi dasar hukurn dari tindakan (Law of Bases and Action) rnenjadi tidak jelas bahkan kabur sarna sekali sehingga rnasing-rnasing departernen rnernbuat kebijaksanaan sendiri-sendiri atas tindakannya. Contoh : Kebijaksanaan Prona dari Departemen Dalarn Negeri kebijaksanaan Pernutihan iuran TV Departernen Parpostel kebijaksanaan pernutihan Akte kelahiran dari Pernda DKI J aya bahkan baru-baru ini ada pula kebijaksanaan pengarnpunan pajak. ~ernuanya ini rnerupakan kebijaksanaan (Beleid) tanpa jelas dasar u hukurn perundang-undangan salah satu bagian yang terpenting yang harus dipelajari dan rnutlak diketahui oleh sernua aparatur negara baik dalarn bidang legislatif eksekutif rriaupun yudikatif oleh karen a dalam negara hukurn RI segal a tindakan dan keputusan yang akan diambil dalarn bidang pernerintahan rnestilah berdasar kan Hukurn Tata Negara dan salah satu surnber hukurn yang utarna dari Hukurn Tata Negara adalah perundang-undangan itu sendiri di samping hukurn kebiasaan hukurn internasional dan lain-lain. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukurn (rechtstaat) perne- rintahan berdasarkan atas sistern konstitusi (hukurn dasar) tidak bersifat absolutisrne (kekuasaan yang tidak terbatas). Dernikian pe.rijelasan urn urn Undang-undang Dasar 1945 tentang sistern pernerintahan negara yang dianut Indonesia. Bertitik tolak akan hal ini rnaka yang pertama dan terutarna harus diperbaharui sehingga jelas kedudukannya dan diketahui oleh apa-... ratur negara adalah tata urutan dan tingkatan perundang-undangan. TING KA T AN PERUNDANG-UN- DANGAN HINDIA BELANDA Di dalam hukum ketata negaraan lama zaman Hindia Belanda dahulu jenis dan tingkatan perundang-undangan pada umurnnya dapat dibagi : 1. UUD (Ground Wet) Karena Hindia Belanda tidak dipandang sebagai suatu Negara maka yang dirnaksud dengan UUD (Ground Wet) di sini adalah kerajaan Belanda (Nederland) di mana Hindia Belanda sebagai tanah jajahannya tennasuk di dalamnya disamping jajahan lain seperti Suriname di Afrika; 2. I.S. (Indische Staats Regeling) Hindia Belanda sub sistem dari sistem ketata negaraan Belanda rnaka ditetapkanlah IS sebagai UUD yang merupakan sumber tertib hukurn dan surnber perundang-undang an di dalam rne.rijalankan pemerintahan. 3. Wet (Undang-Undang) Sebagai tingkat ketiga dari penipdang-undangan. Demikian juga dengan Ordonantie yang merupakan produk Gubernur Jenderal dan Volksraad di Hindia Belanda. 4. Peraturan Urnum Pemerintahan (Regerings Verordening) Tingkatan perundang-undangan ini Juli 1984

3 338 Hukum dan Pembangunan berada di bawah Ordonantie dan materinya sebagai peraturan-peraturan pelaksana dari Wet dan Ordonantie tadi. 5. Ditingkat Pemerintah Daerah distrik-distrik dan Pemda-pemda setempat dibuat pula Peraturan Daerah (Locaal Vorordening) yang mengeluarkan bennacam-macam verordening-verordening. Inilah jenis dan tingkatan perundang-undangan zaman Hindia Belanda yang secara eksplisit masih berlaku sampai saat in) oleh karena adanya aturan perajihan UUD Di dalam teori Hukum Tata Negara dikenal dua macam pendapat ten tang perlu tidaknya aturan perajihan: a. Yang setuju Perlu. ada aturan peralihan yang memperlakukan peraturan lama sekalipun buatan penjajah supaya tidak terdapat kekosongan hukum dan kevacuman hukum (vacuum van het recht) dan sambil berjalan perundang-undangan itu dicabut dirubah atau ditambah disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan kesadaran hukum masyarakat; b. Yang tidak setuju Dengan alasan memperlakukan peraturan lama apalagi buatan penjajah atau musuh sarna maksud dan tujuannya dengan menerima tindakan musuh yang mengakibatkan akan mengecilkan arti prokiamasi kemerdekaan itu sendiri. Pengikut dan penganut teori ini menganjurkan sejak negara itu merdeka maka hukumnya haruslah hukum baru produk negara itu sendiri supaya arti kemerdekaan itu jelas dan tujuan negara nyata. Te~ri kedua ini tidak dianut oleh negara kita mengingat kemerdekaan yang diperoleh trielalui perjuangan sen- jata dan perebutan kekuasa~ dari musuh. Pada waktu proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 modal kita hanya semangat dan tekad merdeka serta belum siap untuk menghasilkan produk hukum berupa UU dan perundang-undangan apalagi yang senafas dan sejiwa dengan kesadaran hukum masyarakat. Tetapi yang dianut adalah teori pertama yang membenarkan dan menyetujui adanya aturan peralihan dengan menempatkannya pada Pasal II aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi "Segala Badan Negara dan peraturan yang masih ada.masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini." PasaI II aturan peraiihan ini daiam hukum ketata negaraan sangat merugikan kita sebab dengan adanya pasai inilah maka sebagian dari materi jenis dan tingkatan perundang-undangan zaman Hindia Belanda tersebut masih berlaku sekalipun maksud pembuatan dan terjadi serta kegunaannya berbeda bahkan bertentang an dengan maksud dan tujuan Negara RI untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Bahkan MPRS sendiri sebagai lembaga pemegang kedaulatan tertinggi di negara ini pada waktu itu mengambil dan menyamakan jenis dan tingkatan perundang-undangan Hindia Belanda terse but dengan jenis dan tingkatan perundang-undangan RI melaiui Tap. MPRS No. XX/MPRS/1966 tanggai 5 J uti 1966 ten tang "Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia" dengan penempatan tata urutan perundangan berupa : a. Undang-Undang Dasar b. Ketetapan MPR; c. Undang-Undang Perpu;. d. Peraturan Pemerintah;.

4 Janji MPR 339 e. Keputusan Presiden; f. Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya seperti : - Peraturan Menteri - Instruksi Menteri - dan lain-lainnya. APAKAH TATA URUTAN PERUN DANGAN DALAM TAP MPRS NO. XXjMPRSj 1966 ini SUDAH TEP AT? Pengertian perundang-undangan dalam tat a hukum RI yang berdasarkan UUD yaitu Produk-produk legistatif sebagai badan perundang-undangan untuk menyelenggarakan lebih lanjut kehidupan bernegara. Apabila dilihat pasal 5 ayat 1 jo pasal 20 ayat 1 UUD maka badan perundangan kita adalah Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat dan dalam hal-hal tertentu dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa dalam keadaan daruratjbahaya (Nood) maka ' badan perundangan tersebut untuk tingkat pertama cukup Presiden saja sehingga dergar. demikian : a. Undang-Undang Dasar 1945 tidak termasuk dalam jenis Undang-Undang tetapi merupakan. dasar hukum sumber tertib hukum sumber dati UU dan perundang-undangan itu sendiri. Sebagai sumber tidak termasuk di dalamnya tetapi berada di luarnya seperti sum ber korupsi tidak berarti korupsi sumber penghasilan tidak berarti penghasilan dan sebagainya. Tetapi oleh karena UUD itu bernama UU juga dengan melupakan kata-kata dasar dan pengertian dasar maka iapun dimasukkan sebagai salah satu jenis perundang-undangan oleh Tap. MPRS No. XXjMPRSj b. Ketetapan MPR MPR bukan badan perundangan MPR hanya merupakan lembaga tertinggi Negara pemegang kedaulat an rakyat (pasal 1 ayat 2 dan pasal 2 ayat 1 UUD. 1945) maka Ketetapan yang dihasilkannya tidak termasuk jenis perundang-undangan. Oleh karena itu GBHN yang dihasilkannya tidak termasuk jenis perundangan. GBHN merupakan sumber hukum setelah UUD untuk melengkapi UUD itu sendiri yang pelak-. sanaannya ditinjau paling sedikit lima tahun sekali apakah masih relevan atau tidak. Sekarang mengenai semua peraturan di bawah undang-undang juga tidak seluruhnya dapat dimasukkan ke dalam jenis dan tingkatan perundangundangan. Sub F dari memorandum DPR -G R tanggal 9 J uni 1966 yang telah menjadi lampiran Tap MPRS No. XXjMPRSj 1966 menyebutkan : Peraturan-peraturan pelaksanaan. lain~ nya seperti : - Peraturan Menteri - Instruksi Menteri - dan lain-lainnya. Adanya pencantuman kata-kata dan iain-iainnya mengandung pengertian yang sangat luas yang berakibat se mua jenis peraturan dalam bentuk apapun sekalipun hanya keputusan RT dan RW yang menugaskan ~arganya Siskamling juga termasuk dalam tingkatan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan perundang-undangan oleh UUD menurut paham saya hanya berupa UU Perpu Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden serta Keputtisan Menteri maupun Instruksi Menteri (pasal 11 UUD 1945) untuk tingkat pusat. Sedangkan untuk tingkat daerah sesuai dengan azas Desentralisasi maka yang dimaksud dengan perundang-undangannya adalah Produk Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berupa Peraturan Daerah (Per- Juli 1984

5 340 HUkum dan Pembangunan da) dan Keputusan maupun Instruksi Kepala Daerah untuk melaksanakan Perda. dimaksud baik untuk daerah tingkat I (Propinsi) maupun daerah tingkat II (Kabupaten/Kotamadya). Akibatnya semua peraturan di luar yang tersebut di ' atas tidak tennasuk dalam jenis dan tingkatan perundangundangan tetapi merupakan keputusan pelaksanaan keputusan administratif (administratif handeling) misalnya berupa Surat Keputusan Kenaikan Pangkat Surat Edaran Pengumuman dan lain-lain nama semuanya itu adalah tindakan administratif. perwujudan Tata Urutan Peraturan Perundangan dalam Tap. MPRS. No. XX/MPRS/1966 belum tepat dan periu ditinjau kembali. MEN ANTI JANJI MPR Sekalipun Tap MPR No. V/MPR/ 1973 tanggal 22 Maret 1973 ten tang Peninjauan Produk-produk yarig berupa Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam Pasal 3 nya menyebutkan bahwa "Tap MPRS No. XXI MPRS/1966 tersebut tetap berlaku dan menyatakan perlu disempurnakan thususnya mengenai sub. b tentang tingkatan dan jenis perundang-undangan namun sampai periode MPR hasil Pemilihan Umum tahun 1978 apa yang terse but belum menjadi kenyataan hanya menjanjikan lagi melalui ketetapannya No. IX/MPR/1978 tanggal 22 Maret 1978 yang menyatakan "Perlunya penyempurnaan yang touilaktub dalam pasal 3 Ketetapan MPR No. V/MPR/ln3. Bahkan sampai dengan MPR hasil Pemilihan Umum tahun 1982 yang baru lalu pun belum mampu dan belum dapat memenuhi janjinya dan tidak pernab mempersoalkannya lagi. Mudahmudaban MPR periode hasil Pemilihan Umum tahun 1987 yang akan datang mampu dan berhasil mewujdukan janjinya. kita harapkan Ketidak mampuan MPR terse but antara lain disebabkan : 1. Rancangan Tap. MPR dipersiapkan oleh Badan Pekerja MPR hanya beberapa waktu sebelum sidang umum berlangsung; 2. Badan Pekerja MPR dalam melaksanakan tugasnya selalu didesak oleh bidang-bidang lain yang: Ie bih memerlukan perhatian segera seperti mempersiapkan Rancangan Ketetapan tentang GBHN Rancangan Ketetapan ten tang Pengangkatan Presiden/Wakil Presiden Rancangan Ketetapan ten tang Pertanggungan jawab Presiden/Mandataris MPR dan lain-lain.; 3. Dan yang lebih menuntut.perhatian adalah Rancangan Ketetapan tentang masalah-masalah yang hangat dan berkembang di masyarakat pada waktu itu yang. merupakan issu politik (Political Issue). Contohnya. ten tang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila penyatuan Timor Timur ke dalam Wilayah RI. dan Masalah Penganut aliran Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa pada masa/periode MPR hasil Pemilu Dan Usul Pengangkatan bapak Presiden Soeharto menjadi Bapak Pembangunan RI pada Periode MPR tahun 1983 sehingga dengan demikian tidak sempat meninjau apalagi menyempurnakan Tap MPRS/1966 tersebut; MPRS No. XXI 4. Masa sidang Umum MPR itu sendiri yang sangat singkat (hanya lebih kurang dua Dalam masa sidang terse but hanis dapat dan mampu menghasilkan ketetapan-ketetapan yang akan menentukan jalanny a pemerintahan untuk masa lima tahun mendatang.

6 Janji MPR Untuk mengatasi masalah tersebllt di at as sangat wajar dan tepat sekali jauh-jauh sebelum berlangsungnya sidang umum MPR yang akan datang m ulai saat ini diam bil langkah-langkah menyusun dan mengumpulkan bahanbahan masukan mengenai rancangan ketetapan tentang Sumber Tertib Hukum dan Tata Urutan Pemndang-un dangan Republik Indonesia sebagai penyempurnaan Tap. MPRS No. XXI MPRS/1966 terse but minimal oleh Badan Pekerja MPR dengan bantuan dari para ahli hukum kita oleh karena hanya badan inilah yangmasih tetap berada di pusat sedang anggota-anggota MPR yanglain setelah selesainya sidang umum kern bali ke Daerah dan temp at tugasnya masing-masing. PENUTUP. Dari uraian-uralan terse but di atas akhirnya dapat ditarik kesimpulan : 1. Indonesia dalam Hukum Tata Negaranya mutlak diperlukan suatu ketentuan umum perundang-undangan sehingga setiap tindakan dalam pemerintahan oleh Aparatur Negara baik dalam bidang legislatif eksekutif maupun yudikatif menjadi jelas dasar hukumnya; 2. Mempersamakan tingkatan perundang-undangan Hindia Belanda dahulu oleh MPRS pada tahun 1966 dengan tingkatan perundang-undangan kita adalah tidak tepat oleh karena perundangan tersebut maksud terjadi dan tujuannya bukan saja berbeda bahkan bertentangan dengan UUD itu sendiri 3. Sekalipun maksud Tap. MPRS No. XX/MPRS/1966 terse but dijanjikan akan disempurnakan baik oleh MPR tahun 1973 me1alui Tap No. V /MPR/ maupun oleh MPR 341 tahun 1978 dengan Tap. nya No. IX/MPR/ 1978 namun sampai sekarang janji tersebut belum terwujud sehingga akibatnya; a. Pengertian undang-undang dan perundang-undangan menjadi sed~mikian kaburnya; b. Antara satu Departemen dengan Departemen lain antara satu bidang dengan bidang lain bahkan dalam satu Departemenpun dapat menggunakan sumber yang berbeda untuk masalah yang sarna sebagai dasar tindakannya. 4. Penyempurnaan jenis tingkatan dan Tata urutan Perundangan RI hendaklah dengan mengingat qahwa UUD dan Tap. MPR tidak termasuk dalam jenis perundang-undangan dalam arti UUD itu sendiri sebab perundang-undangan yang dimaksud oleh UUD kita adalah UU Perpu PP Keppres dan Keputusan Menteri/Instruksi Menteri. Sedang untuk tingkat daerah adalah Perda dan Kepl\tusan Kepala' Daerah/lnstruksi Kepala Daerah. MPR bukanlah badan perundangundangan oleh karena itu ketetapan-ketetapan yang dihasilkannya bukanlah jenis perundang-undangan Sungguh diharapkan MPR hasil Pemilihan Umum tahun 1987 yang 'akan datang mampu memperbaharui jenis dan tingkatan perundang-und.ahgan kit a dengan memperhatikan hal-hal terse but di atas. Usaha ke arah tersebut hendaklah dimulai dari sekarang sebab pengalaman kita selama beberapa kali periode MPR menunjukkan ketidak mampuan kita terhadap hal ini. Lima belas tahun men anti janji MPR. Akhirnya dikemukakan sebuah Jlngkapan "} angan tunggu sampai hari esok apa yang dapat dikerjakan hari. Juli 1984

7 342 Hukum dan Pembangunan ini (Don't Wait Till Tomorrow what you can do today)" persiapan yang matang adalah kunci keberhasilan. Sernaga berhasil!!. DAFT AR KEPUST AKAAN 1. Drs. C.S. T. Kansil S.H. Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 Bagian Pertama PT. Pradnya Paramita Jakarta R. Wiyono S.H. Garis Besar Pembahasan & Komentar UUD 1945 Alumni. Bandung Drs. C.S.T. Kansil S.H. dan Drs. Rudy. T. Erwin S.H. Kitab Himpunan Hasil Karya MPRS Bagian I (Hasil hasil Keputusan sidang umum/istirnewa MPRS tahun 1960 s/d tahun 1968). ErJangga Jakarta Ketetapan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahurt 1973 PT. Pradnya Paramita Jakarta Hirnpunan Ketetapan-Ketetapan MPR 1978 PT. Pantjuran Tudjuh. Jakarta Ketetapan-Ketetapan MPR 1983 Ghalia Indonesia Jakarta A. ::.:..::..

HAN Sektoral Pertemuan Kedua HAN Sektoral dan Peraturan Perundang-Undangan SKEMA PEMERINTAH

HAN Sektoral Pertemuan Kedua HAN Sektoral dan Peraturan Perundang-Undangan SKEMA PEMERINTAH HAN Sektoral Pertemuan Kedua HAN Sektoral dan Peraturan Perundang-Undangan SKEMA HAN HETERONOM Peraturan Perundang-Undangan yang memberikan landasan/dasar hukum kewenangan UUD/UU PEMERINTAH HAN OTONOM

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA EKSISTENSI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN UNDANGAN DI INDONESIA MATERI DISAMPAIKAN OLEH: HAKIM KONSTITUSI MARIA FARIDA

Lebih terperinci

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H. Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H. Lahir : Solo, 14 Juni 1949 Alamat Rumah : Jl. Margaguna I/1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Alamat Kantor : Mahkamah Konstitusi Jl. Medan Merdeka Barat No. 6

Lebih terperinci

SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA

SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA Makalah NI & CIVIC SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA Disusun oleh : Shofi Khaqul Ilmy (105070200131010) PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN K3LN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2010 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PENGATURAN SUMBER HUKUM DAN TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA Oleh: RETNO SARASWATI 1

PERKEMBANGAN PENGATURAN SUMBER HUKUM DAN TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA Oleh: RETNO SARASWATI 1 PERKEMBANGAN PENGATURAN SUMBER HUKUM DAN TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA Oleh: RETNO SARASWATI 1 I.PENDAHULUAN Sejak Indonesia merdeka sampai tahun 2004, Indonesia sebagai Negara

Lebih terperinci

Tajuk Entri Bahan Pustaka Karya Perundang-undangan. di Perpustakaan Nasional RI. oleh : Suwarsih, MSi.

Tajuk Entri Bahan Pustaka Karya Perundang-undangan. di Perpustakaan Nasional RI. oleh : Suwarsih, MSi. Tajuk Entri Bahan Pustaka Karya Perundang-undangan di Perpustakaan Nasional RI oleh : Suwarsih, MSi. I. Pendahuluan Pengolahan bahan pustaka merupakan salah satu inti dari tugas perpustakaan. Bahan pustaka

Lebih terperinci

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SUMBER PENELITIAN SEJARAH DOKUMEN / ARSIP BENDA / PRASASTI PELAKU SEJARAH SISTEM PRA KEMERDEKAAN PENJAJAHAN

Lebih terperinci

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA 1 ALINEA KE IV PEMBUKAAN UUD 1945 MEMUAT : TUJUAN NEGARA, KETENTUAN UUD NEGARA, BENTUK NEGARA, DASAR FILSAFAT NEGARA. OLEH KARENA ITU MAKA SELURUH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : V/MPR/1983 TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SOEHARTO SELAKU MANDATARIS MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Lebih terperinci

Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen

Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 Dalam perkembangan dunia dan ilmu pengetahuan dan teknologi memasuki abad 21, hukum di Indonesia mengalami perubahan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Oleh: Muchamad Ali Safa at

KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Oleh: Muchamad Ali Safa at KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Oleh: Muchamad Ali Safa at MPR DAN PERUBAHAN STRUKTUR KETATANEGARAAN Salah satu perubahan mendasar dalam UUD 1945 adalah perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem norma hukum di Indonesia, norma-norma hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem norma hukum di Indonesia, norma-norma hukum yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem norma hukum di Indonesia, norma-norma hukum yang berlaku berada dalam sistem yang berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, sekaligus berkelompok-kelompok,

Lebih terperinci

KEKUASAAN KEHAKIMAN YANG MERDEKA: SUATU UPAYA DALAM MELAKSANAKAN UUD 1945 SECARA MURNI DAN KONSEKUEN

KEKUASAAN KEHAKIMAN YANG MERDEKA: SUATU UPAYA DALAM MELAKSANAKAN UUD 1945 SECARA MURNI DAN KONSEKUEN 153. " J KEKUASAAN KEHAKIMAN YANG MERDEKA: SUATU UPAYA DALAM MELAKSANAKAN UUD 1945 SECARA MURNI DAN KONSEKUEN ~ ' Oleh: Budiman B. Sagala S.H. PENDAHULUAN Kita ketahui bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU A. Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia Konstitusi (Constitution) diartikan

Lebih terperinci

BAB SATU PENDAHULUAN

BAB SATU PENDAHULUAN 1 BAB SATU PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam negara hukum, pembentukan undang-undang merupakan suatu bagian penting yang mendapat perhatian serius. Undang-undang dalam negara hukum berfungsi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : II/MPR/1988 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ATAS KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR I/MPR/1983

Lebih terperinci

DPR Sebagai Pembuat Undang Undang

DPR Sebagai Pembuat Undang Undang UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG FAKULTAS HUKUM TUGAS MATA KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM DPR Sebagai Pembuat Undang Undang Oleh : Eman Sulaeman Putri Ellyza Setianingsih Sujono NPM 1141173300012 NPM 1141173300132

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 3 TAHUN 1975 (3/1975) Tanggal: 27 AGUSTUS 1975 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 3 TAHUN 1975 (3/1975) Tanggal: 27 AGUSTUS 1975 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 3 TAHUN 1975 (3/1975) Tanggal: 27 AGUSTUS 1975 (JAKARTA) Sumber: LN 1975/32; TLN NO. 3062 Tentang: PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA

Lebih terperinci

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR III/MPR/2000 TENTANG SUMBER HUKUM DAN TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR III/MPR/2000 TENTANG SUMBER HUKUM DAN TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR III/MPR/2000 TENTANG SUMBER HUKUM DAN TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA REPUBLIK INDONESIA Menimbang:

Lebih terperinci

Riki Yuniagara: Jenis dan Hirarki Peraturan...

Riki Yuniagara: Jenis dan Hirarki Peraturan... Buku Saku: Studi Perundang-Undangan, Edisi Ke-3 1 Buku Saku: Studi Perundang-undangan Edisi Ke-3 JENIS DAN HIRARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA DALAM LINTAS SEJARAH (TAP MPR dari Masa ke Masa)

Lebih terperinci

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP; UUDS 1950 A. Sejarah Lahirnya Undang-Undang Sementara 1950 (UUDS) Negara Republik Indonesia Serikat yang berdiri pada 27 Desember 1949 dengan adanya Konferensi Meja Bundar, tidak dapat bertahan lama di

Lebih terperinci

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA - B Adriana Grahani Firdausy, S.H., M.H. BADAN EKSEKUTIF PENGERTIAN Badan pelaksana UU yang dibuat oleh badan legislatif bersama dengan Pemerintah

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

SUMBER HUKUM TATA NEGARA

SUMBER HUKUM TATA NEGARA SUMBER HUKUM TATA NEGARA 1. Pengertian Sumber Hukum 2. Sumber Hukum Materiil dan formil 3. Sumber Hukum Formiil Hukum Tata Negera 4. Sumber Hukum Tata Negara Indonesia PENGERTIAN SUMBER HUKUM 1. Tempat

Lebih terperinci

Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan

Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan Posted by KuliahGratisIndonesia Materi soal Undang-undang merupakan salah satu komposisi dari Tes Kompetensi Dasar(TKD) yang mana merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1985 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1969 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA-ANGGOTA BADAN PERMUSYAWAARATAN/PERWAKILAN RAKYAT SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 70 TAHUN 1985 SERI D ========================================================== PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (PERDA DIY)

Lebih terperinci

Kewenangan pembatalan peraturan daerah

Kewenangan pembatalan peraturan daerah Kewenangan pembatalan peraturan daerah Oleh : Dadang Gandhi, SH.,MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang Email: dadanggandhi@yahoo.co.id Abstrak Sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Kuliah ke 13) suranto@uny.ac.id 1 A. UUD adalah Hukum Dasar Tertulis Hukum dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Hukum dasar tertulis yaitu UUD, dan

Lebih terperinci

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 Membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya didasari oleh keinginan untuk hidup berbangsa dan bernegara secara demokratis. Terdapat alasan lain

Lebih terperinci

REFORMASI TENTANG UNDANG-UNDANG KEPARTAIAN DI INDONESIA. Drs. ZAKARIA

REFORMASI TENTANG UNDANG-UNDANG KEPARTAIAN DI INDONESIA. Drs. ZAKARIA REFORMASI TENTANG UNDANG-UNDANG KEPARTAIAN DI INDONESIA Drs. ZAKARIA Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara A. Pendahuluan Kehidupan Kepartaian selama

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 24 November 2008

PERATURAN PRESIDEN. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 24 November 2008 PERATURAN PRESIDEN R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 24 November 2008 Pokok Bahasan Peristilahan Perpres (persandingan dengan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : VII/MPR/1983 TENTANG PELIMPAHAN TUGAS DAN WEWENANG KEPADA PRESIDEN/MANDATARIS MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM RANGKA PENSUKSESAN

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM TATA HUKUM NASIONAL INDONESIA MARIA, SH. Fakultas Hukum Bagian Hukum Keperdataan Universitas Sumatera Utara

KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM TATA HUKUM NASIONAL INDONESIA MARIA, SH. Fakultas Hukum Bagian Hukum Keperdataan Universitas Sumatera Utara KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM TATA HUKUM NASIONAL INDONESIA MARIA, SH Fakultas Hukum Bagian Hukum Keperdataan Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Hukum adat berlaku diseluruh kepulauan Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1969 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARTAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN

Lebih terperinci

Oleh: Totok Soeprijanto Widyaiswara Utama pada Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

Oleh: Totok Soeprijanto Widyaiswara Utama pada Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan SEPINTAS KAJIAN TATA URUTAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN PENDELEGASIAN WEWENANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Oleh: Totok Soeprijanto Widyaiswara Utama

Lebih terperinci

Nama : Yogi Alfayed. Kelas : X ips 1. Tugas : Kaidah yang fundamental (PPKn) JAWABAN :

Nama : Yogi Alfayed. Kelas : X ips 1. Tugas : Kaidah yang fundamental (PPKn) JAWABAN : Nama : Yogi Alfayed Kelas : X ips 1 Tugas : Kaidah yang fundamental (PPKn) JAWABAN : 1. Pengertian pokok kaidah fundamental negara Nilai-nilai pancasila sebagai dasar filsafat negara bangsa Indonesia.

Lebih terperinci

HUKUM TERTULIS Adalah hukum yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk mengatur kehidupan bersama manusia dalam masyarakat

HUKUM TERTULIS Adalah hukum yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk mengatur kehidupan bersama manusia dalam masyarakat HUKUM TERTULIS Adalah hukum yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk mengatur kehidupan bersama manusia dalam masyarakat agar dapat berjalan tertib dan teratur PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Adalah peraturan

Lebih terperinci

Undang Undang No. 8 Tahun 1985 Tentang : Organisasi Kemasyarakatan

Undang Undang No. 8 Tahun 1985 Tentang : Organisasi Kemasyarakatan Undang Undang No. 8 Tahun 1985 Tentang : Organisasi Kemasyarakatan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 8 TAHUN 1985 (8/1985) Tanggal : 17 JUNI 1985 (JAKARTA) Sumber : LN 1985/44; TLN NO. 3298 Menimbang

Lebih terperinci

IHWAL GBHN, DARI TEKS KE KONTEKS

IHWAL GBHN, DARI TEKS KE KONTEKS IHWAL GBHN, DARI TEKS KE KONTEKS GEDE MARHAENDRA WIJA ATMAJA AR 2016 SEMINAR HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 30 AGUSTUS SEPTEMBER 2016 AR 2016 Dinamika GBHN UUD 1945 praperubahan

Lebih terperinci

SENGKETA TATA USAHA NEGARA

SENGKETA TATA USAHA NEGARA 625 SENGKETA TATA USAHA NEGARA Oleh : Wicipto Setiadi S.H. gara dan juga dengan memperhatikan Sejak Indonesia menyatakan kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945 sampai di penghujung tahun 1986 Indonesia

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Koninklijk Besluit van 8 Mei 1883 No. 26 (Staatsblad 1883-188) tentang

Lebih terperinci

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan)

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan) JURNAL MAJELIS MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan) Oleh: Dr. BRA. Mooryati Sudibyo Wakil Ketua MPR RI n Vol. 1 No.1. Agustus 2009 Pengantar Tepat pada ulang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA. Supentri, S.Pd

PENDIDIKAN PANCASILA. Supentri, S.Pd PENDIDIKAN PANCASILA Supentri, S.Pd TIK POKOK BAHASAN KET MENJELASKAN UUD 1945 DAN GBHN SEBAGAI BAHAN PEMBANGUNAN NASIONAL 1. PENYUSUNAN DAN RUMUSAN UUD 1945 A. PENGERTIAN UUD 1945 B. KEDUDUKAN DAN SIFAT

Lebih terperinci

Kewenangan MPR Dalam Pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden

Kewenangan MPR Dalam Pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden Makalah HTLN Kewenangan MPR Dalam Pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden Putri Sion Haholongan 110110130337 Latar Belakang Sebelum dilakukan amandemen terhadap UUD 1945, MPR memiliki sebagai lembaga

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG

PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG Jl. Sompok No. 43 Telp. 8446802 Semarang Website.www.smp 37.smg.sch.id Email: smp 37 smg @ yahoo.co.id ULANGAN TENGAH SEMESTER GANJIL TAHUN

Lebih terperinci

EKSISTENSI PERPPU DALAM SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN

EKSISTENSI PERPPU DALAM SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN EKSISTENSI PERPPU DALAM SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN Oleh SALDI ISRA Guru Besar Hukum Tata Negara Direktur Pusat Studi Konstitisi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang POKOK BAHASAN 1. Perdebatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyederhanaan dan pendayagunaan kehidupan politik,

Lebih terperinci

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017 Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia Herlambang P. Wiratraman 2017 Pokok Bahasan Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Wewenang Presiden dan Wakil Presiden Kedudukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : VI/MPR/1973 TENTANG KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN TATA-KERJA LEMBAGA TERTINGGI NEGARA DENGAN/ATAU ANTAR LEMBAGA-LEMBAGA TINGGI NEGARA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1976 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 Tentang ORGANISASI KEMASYARAKATAN. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 Tentang ORGANISASI KEMASYARAKATAN. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 Tentang ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa dalam pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1969 TENTANG PERNYATAAN TIDAK BERLAKUNYA BERBAGAI UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. PRESIDEN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 50 TAHUN 1984 (50/1984) TENTANG PENGESAHAN ANGGARAN DASAR BADAN PENGGERAK PEMBINA POTENSI ANGKATAN '45 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.bahwa

Lebih terperinci

Mentaati Peraturan. Perundang-undangan

Mentaati Peraturan. Perundang-undangan Mentaati Peraturan Perundang-undangan A. Pengertian Peraturan Perundang-undangan Peraturan adalah petunjuk tentang tingkah laku yang harus dilakukanatau tidak boleh dilakukan. Sedangkan Peraturan perundangundangan

Lebih terperinci

R. Herlambang P. Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2014

R. Herlambang P. Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2014 R. Herlambang P. Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2014 Memahami kedudukan TAP MPR pasca pemberlakuan UU No. 12 Tahun 2011 Memahami implikasi pemberlakuan kembali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sebagai hukum dasar yang digunakan untuk penmbentukan dan penyelenggaraan Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar, yang pertama kali disahkan berlaku sebagai konstitusi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1979 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1979/1980

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1979 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1979/1980 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1979 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1979/1980 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

BAB III SUMBER HUKUM

BAB III SUMBER HUKUM BAB III SUMBER HUKUM A. Pengertian Sumber Hukum Adapun yang dimaksud dengan sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan

Lebih terperinci

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA BENTUK SUSUNAN PANCASILA ( Hierarkis Piramidal ) Sila V Sila 5 dijiwai sila 1,2,3,4 Sila IV Sila 4 dijiwai sila 1,2,3 dan menjiwai sila 5 Sila

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : V/MPR/1998 TENTANG PEMBERIAN TUGAS DAN WEWENANG KHUSUS KEPADA PRESIDEN/ MANDATARIS MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1987 TENTANG PENYEDIAAN PENGGUNAAN TANAH UNTUK KEPERLUAN TEMPAT PEMAKAMAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1987 TENTANG PENYEDIAAN PENGGUNAAN TANAH UNTUK KEPERLUAN TEMPAT PEMAKAMAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1987 TENTANG PENYEDIAAN PENGGUNAAN TANAH UNTUK KEPERLUAN TEMPAT PEMAKAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

PERGESERAN SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH DARI UU NO.5 TAHUN 1974 KE UU NO.22 TAHUN Drs. ZAKARIA

PERGESERAN SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH DARI UU NO.5 TAHUN 1974 KE UU NO.22 TAHUN Drs. ZAKARIA PERGESERAN SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH DARI UU NO.5 TAHUN 1974 KE UU NO.22 TAHUN 1999 Drs. ZAKARIA Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 15, 1987 AGRARIA. Warganegara. Kesejahteraan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Fakultas Ekonomi dan Bisnis Otonomi Daerah (Otda) Program Studi Managemen www.mercubuana.ac.id PENGERTIAN Otonomi derah adalah hak,wewenang, dan kewajiban daerah otonom

Lebih terperinci

DINAMIKA KEDUDUKAN TAP MPR DI DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DINAMIKA KEDUDUKAN TAP MPR DI DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 8 No. 2, April-Juni 2014 ISSN 1978-5186 DINAMIKA KEDUDUKAN TAP MPR DI DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Fakultas Hukum, Universitas Lampung Email: Martha.rianand@fh.unila.ac.id

Lebih terperinci

Pokok Bahasan. Sistem Norma Hukum Hierarki Peraturan dalam Sistem Norma Hukum di Indonesia

Pokok Bahasan. Sistem Norma Hukum Hierarki Peraturan dalam Sistem Norma Hukum di Indonesia Hierarki Peraturan R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Mata Kuliah: Hukum Perundang-Undangan Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 18 September 2007 Pokok Bahasan Sistem

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi Undang Undang yang berkaitan dengan Demokrasi a. Dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 (sebelum

Lebih terperinci

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara Bagan Lembaga Negara Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Tugas dan Wewenang MPR Berikut tugas dan wewenang dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Lebih terperinci

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NO. UU NOMOR 10 TAHUN 2004 1. Menimbang: Menimbang: a. bahwa pembentukan peraturan perundang undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1969 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI OTONOM IRIAN BARAT DAN KABUPATEN-KABUPATEN OTONOM DI PROPINSI IRIAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. PRESIDEN. Menimbang : bahwa sebagai

Lebih terperinci

KETETAPAN MAJ ELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR III/MPR/2OOO

KETETAPAN MAJ ELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR III/MPR/2OOO KETETAPAN MAJ ELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR III/MPR/2OOO TENTANG SUMBER HUKUM DAN TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RATIMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN

Lebih terperinci

AMANDEMEN (amendment) artinya perubahan atau mengubah. to change the constitution Contitutional amendment To revise the constitution Constitutional

AMANDEMEN (amendment) artinya perubahan atau mengubah. to change the constitution Contitutional amendment To revise the constitution Constitutional Dewi Triwahyuni AMANDEMEN (amendment) artinya perubahan atau mengubah. to change the constitution Contitutional amendment To revise the constitution Constitutional revision To alter the constitution Constitutional

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka I. PEMOHON Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB), dalam hal ini diwakili oleh Drs. H. Muhaimin Iskandar,

Lebih terperinci

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA BAB VI PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA A. Undang-Undang Dasar 1945 Dalam perkembangan dunia dan ilmu pengetahuan dan teknologi memasuki abad 21, hukum di Indonesia mengalami perubahan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1980 TENTANG ORGANISASI DAN TATAKERJA PENYELENGGARAAN LANDREFORM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1980 TENTANG ORGANISASI DAN TATAKERJA PENYELENGGARAAN LANDREFORM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1980 TENTANG ORGANISASI DAN TATAKERJA PENYELENGGARAAN LANDREFORM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mengingat: 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : II/MPR/1973 TENTANG TATA-CARA PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Modul ke: 07 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengertian dan Definisi Konstitusi 2. Hakikat dan Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan

Lebih terperinci

Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa-2

Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa-2 PENDIDIKAN PANCASILA Modul ke: 03 Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa-2 Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil www.mercubuana.ac.id Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc 1. PANCASILA ERA ORDE LAMA Pasca Pemilu

Lebih terperinci

REFERENDUM ADALAH PEMILIHAN UMUM DALAM BENTUK LAIN 1)

REFERENDUM ADALAH PEMILIHAN UMUM DALAM BENTUK LAIN 1) 477 REFERENDUM ADALAH PEMILIHAN UMUM DALAM BENTUK LAIN 1) I..-- Oleh: Hannaily Ibrahim S.H. -- Pendahuluan Mungkin orang akan sepakat kalau dikatakan bahwa demokrasi itu adalah pemerintahan rakyat dan

Lebih terperinci

UUD Pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959

UUD Pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959 UUD 1945 Pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959 R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 11/9/2008 Sub-Pokok Bahasan Alasan pemberlakuan kembali UUD

Lebih terperinci

DEMOKRASI PANCASILA. Buku Pegangan: PANCASILA dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi Oleh: H. Subandi Al Marsudi, SH., MH. Oleh: MAHIFAL, SH., MH.

DEMOKRASI PANCASILA. Buku Pegangan: PANCASILA dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi Oleh: H. Subandi Al Marsudi, SH., MH. Oleh: MAHIFAL, SH., MH. DEMOKRASI PANCASILA Buku Pegangan: PANCASILA dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi Oleh: H. Subandi Al Marsudi, SH., MH. Oleh: MAHIFAL, SH., MH. PENGERTIAN, PAHAM ASAS DAN SISTEM DEMOKRASI Yunani: Demos

Lebih terperinci

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA K E T E T A P A N REPUBLIK INDONESIA No.XXXVII/MPRS/1968 TENTANG PENCABUTAN KETETAPAN MPRS NO. VIII/MPRS/1965 DAN TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN

Lebih terperinci

BAB VIII Politik Hukum Pada Masa Reformasi Oleh: Prof.Gunarto.SH.SE,Akt.Mhum. Pada masa reformasi, konfigurasi politik di DPR dan MPR tidak berubah,

BAB VIII Politik Hukum Pada Masa Reformasi Oleh: Prof.Gunarto.SH.SE,Akt.Mhum. Pada masa reformasi, konfigurasi politik di DPR dan MPR tidak berubah, BAB VIII Politik Hukum Pada Masa Reformasi Oleh: Prof.Gunarto.SH.SE,Akt.Mhum. Pada masa reformasi, konfigurasi politik di DPR dan MPR tidak berubah, sama dengan konfigurasi politik yang dihasilkan melalui

Lebih terperinci

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1976 TENTANG Pengesahan Penyatuan Timor-Timur Ke Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Dan Pembentukan Propinsi Daerah Tingkat I Timor-Timur DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. BPUPKI dalam sidangnya pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membicarakan. a. rancangan UUD b. persiapan kemerdekaan c. konstitusi Republik Indonesia Serikat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1967 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1967 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1967 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KAMI, PEJABAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perlu segera dibentuk

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN)

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) Oleh: M. Guntur Hamzah gunturfile@gmail.com SEJARAH PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) DI INDONESIA Masa Penjajahan dan Pendudukan Masa Kemerdekaan 1 Masa

Lebih terperinci

PANCASILA PANCASILA DAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG POLITIK, HUKUM, SOSIAL BUDAYA, DAN PERTAHANAN KEAMANAN. Nurohma, S.IP, M.

PANCASILA PANCASILA DAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG POLITIK, HUKUM, SOSIAL BUDAYA, DAN PERTAHANAN KEAMANAN. Nurohma, S.IP, M. PANCASILA Modul ke: PANCASILA DAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG POLITIK, HUKUM, SOSIAL BUDAYA, DAN PERTAHANAN KEAMANAN Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Sistem Informasi

Lebih terperinci

REFLEKSI DAN PROSPEK DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM SISTEM ADMINISTRASI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

REFLEKSI DAN PROSPEK DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM SISTEM ADMINISTRASI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA REFLEKSI DAN PROSPEK DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM SISTEM ADMINISTRASI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA Disumbangkan kepada Seminar Nasional Isu-isu Strategis Refleksi dan Prospek Dewan Perwakilan Daerah

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA

PENDIDIKAN PANCASILA Modul ke: Fakultas MKCU PENDIDIKAN PANCASILA Implementasi Nilai Pancasila sebagai Dasar Negara dalam perundang-undangan dan kebijaksanaan Negara Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

d. Mendeskripsikan perkembangan politik sejak proklamasi kemerdekaan.

d. Mendeskripsikan perkembangan politik sejak proklamasi kemerdekaan. Kedaulatan Rakyat dan Sistem Untuk Kelas VII Kompetensi Kompetensi Dasar : Kemampuan menganalisis kedaulatan rakyat dan sistem politik Indikator : a. Menjelaskan makna kedaulatan rakyat b. Menguraikan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1980 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1969 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA-ANGGOTA BADAN PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN RAKYAT SEBAGAIMANA TELAH

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. OLEH : SRI HARININGSIH, SH.,MH

MEMAHAMI UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. OLEH : SRI HARININGSIH, SH.,MH MEMAHAMI UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. OLEH : SRI HARININGSIH, SH.,MH 1 MEMAHAMI UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.

Lebih terperinci