PENDEKATAN NON-PENAL DALAM UPAYA MENCEGAH TERJADINYA TINDAK PIDANA ANTARA KEPALA DESA DAN BPD. Oleh: M. Arief Amrullah 1
|
|
- Sonny Budiman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENDEKATAN NON-PENAL DALAM UPAYA MENCEGAH TERJADINYA TINDAK PIDANA ANTARA KEPALA DESA DAN BPD Oleh: M. Arief Amrullah 1 A. PENDAHULUAN Kita tidak dapat membayangkan bagaimana jika dalam suatu negara tidak ada hukum, atau lebih dikerucutkan lagi kita tidak dapat membayangkan bagaimana jika dalam suatu pemerintahan desa tidak ada aturan yang mengatur hubungan, tugas, fungsi, wewenang, hak dan kewajiban. Ungkapan di atas relevan bila dikaitkan dengan isu seputar pertentangan yang tidak sehat antara Badan Perwakilan Desa (BPD) dengan Kepala Desa. Bahkan menjurus kepada permusuhan. Memang dengan telah diundangkannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 No. 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839) terdapat sejumlah ketentuan baru di antaranya lembaga BPD yang sebelumnya berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153) didak diatur. Kendati tujuan diadakannya lembaga BPD itu adalah dalam upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis di tingkat desa, hal ini telah ditegaskan dalam Pasal 104 Undang-undang No. 22 Tahun 1999 bahwa BPD membuat Peraturan Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, 1 Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Jember 1
2 serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Ini merupakan implementasi dari legal spirit yang tercantum dalam Konsideran Undang-undang No. 22 Tahun 1999, di mana dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peranserta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Akan tetapi, yang perlu dicermati bahwa betapapun baiknya suatu ide belum tentu diterima begitu saja, atau dengan dikeluarkannya undang-undang semuanya oke, melainkan harus diuji dalam praktek. Mengenai hal ini, Eugen Ehrlich pernah mengingatkan bahwa hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Menurut Ehrlich, pusat perkembangan hukum bukan terletak pada badan-badan legislatif melainkan justru terletak di dalam masyarakat itu sendiri. 2 Hal itu terbukti, di mana seperti yang pernah disampaikan oleh kelompok POSPAD kepada Lembaga Pengabdian pada Masyarakat (LPM) Universitas Jember yang mengeluhkan adanya sikap permusuhan dari anggota BPD. Permusuhan itu tidak hanya sekedar perang mulut, tetapi sudah menjurus kepada tindakan kekerasan, yang seharusnya dalam pikiran normal hal itu tidak patut dilakukan. Karena, selain melanggar norma-norma hukum sebagaimana yang sudah dipositipkan dalam undang-undang, dan melanggar norma-norma kemasyarakatan, juga sebagai tokoh seharusnya dapat memberikan contoh yang 2 M. Arief Amrullah, Pengaruh Sanksi Pidana Dalam UU. No. 14 Tahun 1992 terhadap Kesadaran Hukum Berlalu lintas, Laporan Penelitian, Fakultas Hukum Universitas Jember, 1999, hal
3 baik kepada masyarakat, serta mengayomi. Bahkan seharusnya menjadi panutan. Apabila hubungan tersebut tidak berjalan dengan baik sebagaimana yang dikehendaki oleh pembentuk undang-undang, maka jalannya pemerintahan desa dikhawatirkan akan terganggu, dan pada akhirnya akan merugikan masyarakat. Pertanyaan yang muncul kemudian, apakah yang menyebabkan timbulnya permusuhan tersebut? apakah karena undang-undangnya atau para karena aparatnya yang belum siap mengimplementasi ide yang cemerlang itu? Apabila memperhatikan konteks permasalahan yang terjadi antara Kepala Desa yang tergabung dalam POSPAD dengan BPD, maka sebenarnya faktor kesiapan untuk menerima hal yang baru itulah sebagai indikasi terjadinya pertentangan tersebut. Undang-undang No. 22 Tahun 1999 yang mengatur hal-hal baru di antaranya lembaga BPD, akan tetapi ide diadakannya lembaga BPD belum dipersiapkan sebelumnya, sehingga ketika hal itu diberlakukan, mereka belum siap. Akibatnya, timbul berbagai persepsi seolah BPD sangat powerfull, sedangkan Kepala Desa di bawah BPD, sehingga apabila Kepala Desa tidak becus, maka BPD setiap saat dapat menurunkannya. Anggapan-anggapan yang demikian membuat Kepala Desa marah dan memandang BPD berbuat seenaknya sendiri, sehingga muncul usulan agar BPD dibubarkan. Di samping itu, masih ada faktor pemicu lainnya yang menimbulkan disharmoni tersebut yang dalam tulisan ini belum dapat dimunculkan, karena tulisan ini lebih menekankan pada alternatif penedekatan yang akan digunakan dalam menghadapi permasalahan sebagaimana dikemukakan di atas. Namun, terlepas dari itu, yang jelas apabila suatu kebijakan tidak direncanakan dengan baik justru akan menimbulkan faktor 3
4 kriminogen dan viktimogen, dan itu sudah dibuktikan sehubungan dengan adanya konflik antara Kepala Desa dengan BPD. Oleh karena itu, dalam menyikapi kasus seperti itu, barangkali sebagian orang ada yang menghendaki agar diserahkan saja kepada pihak berwajib untuk menyelesaikannya. Artinya, dimasukkan ke dalam pintu gerbang sistem peradilan pidana, yaitu kepolisian untuk memprosesnya guna diteruskan sampai ke pengadilan. Jika jalur ini diambil, menunjukkan sarana penal (hukum pidana) hendak dikedepankan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Memang apabila kita berpikir bahwa apa yang telah terjadi itu sudah merupakan tindak pidana, akan tetapi perlu pula pertimbangan lain: apakah dengan menghukum (penjatuhkan pidana kepada pelaku) permasalahannya akan segera selesai. Ini dilema, disatu sisi ada tuntutan bahwa hukum pidana harus ditegakkan sebagaimana juga dalam asas: meskipun langit akan runtuh hukum pidana harus ditegakkan, tapi disisi lain yang menjadi pertimbangan apakah dengan menggunakan sarana hukum pidana permasalahan akan selesai. Sehubungan dengan upaya mengatasai permasalahan yang timbul antara PBD dan Kepala Desa, maka dengan mengingat hukum pidana itu mempunyai keterbatasan-keterbatasan, tentunya perlu ditunjang dengan pendekatan nonpenal, yaitu pendekatan tanpa menggunakan hukum pidana. B. METODE PENYELESAIAN MASALAH Upaya untuk mengatasi permasalahan yang terjadi antara PBD dan Kepala Desa, hukum pidana (penal) bukan merupakan satu-satunya sarana, akan tetapi 4
5 masih ada sarana lain yang dapat menunjang bekerjanya hukum pidana, yaitu sarana non-penal. Mengingat sarana non-penal ini lebih bersifat tindakan pencegahan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya tindak pidana (kejahatan). Faktor-faktor kondusif itu antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan kejahatan. Dilihat dari sudut politik kriminal (kebijakan penanggulangan kejahatan), maka upaya-upaya nonpenal menduduki posisi kunci dan strategis dalam menanggulangi sebab-sebab dan kondisi-kondisi yang menimbulkan kejahatan. Dalam kaitan ini, Packer menulis 3 bahwa jika membicarakan mengenai penjatuhan sanksi, maka kita berhadapan dengan issue besar dari sanksi, yaitu aturan ketertiban hukum yang menentukan akibat dari pelanggaran norma penting sebagai sarana mengatur perilaku. Untuk diskusi tersebut, Packer mengusulkan empat penggolongan sanksi dan dibedakan berdasarkan tujuan atau pengaruh yang menonjol. Salah satunya adalah regulasi sebagai kontrol atas perbuatan yang akan datang untuk tujuan umum, termasuk perhatian terhadap kepentingan yang dapat bermanfaat bagi pelaku. Arah dari tujuan umum ini, lebih terpokus pada kepentingan publik daripada kepentingan pribadi. Contoh untuk regulasi ini, adalah pembuat undang-undang menetapkan peraturan yang mewajibkan kepada semua pengendara untuk mempunyai surat izin mengemudi. Jadi, sifatnya umum. 3 Herbert L. Packer, The Limits of the Criminal Sanction, Stanford University Press, Stanford, California, 1968, hal
6 Sesusi dengan yang dikemukakan oleh Packer di atas, maka dalam upaya mencegah terjadinya pertikaian antara BPD dan Kepala Desa, regulasi itu adalah pembuatan Tata Tertib BPD. Dengan adanya Tata Tertib BPD tersebut diasumsikan akan dapat mencegah terjadinya perkelahian antara BPD dan Kepala Desa. Karena, apabila Tata Tertib BPD dibuat atau disusun, mereka akan mengetahui : Fungsi, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban BPD; Pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban BPD; Rapat-rapat dan pengambilan keputusan BPD; Penetapan dan pemberhentian Kepala Desa; Pertanggungjawaban Kepala Desa; Penetapan Peraturan Desa; Metode yang digunakan adalah dengan memberikan penataran kepada BPD dan penyuluhan kepada Kepala Desa yang tergabung dalam POSPAD. Khusus kepada BPD materi penataran yang diberikan adalah mengenai penyusunan Tata Tertib BPD. Penyampaian materi tersebut sesuai dengan hasil Kongres PBB ke-6 Tahun 1980 yang diselenggarakan di Caracas, Venezuaela, bahwa strategi pencegahan kejahatan harus didasarkan pada penghapusan sebab-sebab dan kondisi-kondisi yang menimbulkan kejahatan. Demikian juga dalam Kongres PBB ke-7 Tahun 1985 yang diselenggarakan di Milan, Italia, bahwa kebijakan-kebijakan mengenai pencegahan kejahatan dan peradilan pidana harus mempertimbangkan sebab- 6
7 sebab struktural, termasuk sebab-sebab ketidakadilan yang bersifat sosioekonomi, di mana kejahatan sering hanya merupakan gejala. C. HASIL DAN PEMBAHASAN Sejalan dengan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, di mana dalam Pasal 104 dinyatakan bahwa Badan Perwakilan Desa atau yang disebut dengan nama lain berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Selanjutnya dalam Penjelasan Umum Undang-undang No. 22 Tahun 1999 dinyatakan bahwa sebagai perwujudan demokrasi, di desa dibentuk Badan Perwakilan Desa yang sesuai dengan budaya yang berkembang di desa yang bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga legislasi dan pengawasan dalam hal pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan Keputusan Kepala Desa. Berdasarkan ketentuan tersebut menunjukkan, bahwa kebijakan yang tertuang dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999 telah menempatkan BPD dalam posisi yang sejajar dengan Kepala Desa, di mana kendati Kepala Desa bertanggung jawab kepada BPD, akan tetapi BPD tidak dapat memberhentikan Kepala Desa. Ketentuan seperti ini sebelumnya berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa tidak diatur demikian. 7
8 Oleh karena itu dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999 telah memberikan kewenangan kepada BPD untuk melakukan kontrol terhadap Kepala Desa yang meliputi pengawasan dalam hal : a. pelaksanaan Peraturan Desa; b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; dan c. Keputusan Kepala Desa. Mengingat kewenangan yang melekat pada BPD, maka dalam pelaksanaannya terjadi bias, sehingga apabila ditangkap secara sekilas seolah BPD bertindak arogan yang bebas untuk memberhentikan Kepala Desa. Akan tetapi, jika ditelusuri lebih lanjut bahwa terjadinya sikap seperti itu, karena dilatarbelakangi oleh kurangnya sosialisasi yang menyangkut fungsi, wewenang. hak dan kewajiban BPD. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka agar semuanya dalam melaksanakan tugas tidak menyimpang atau kemungkinan menyalahgunakan wewenang, perlu ada aturan yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas dimaksud. Untuk keperluan itu, perlu adanya instrumen hukum yang dapat mencegah terjadinya pertentangan antara Kepala Desa dengan BPD. Instrumen hukum itu adalah dengan pembuatan Tata Tertib BPD yang merupakan aturan tertulis dan secara hukum mengikat semua anggota maupun pimpinan BPD. Sehubungan dengan upaya mencegah terjadinya pertentangan yang menjurus kepada hal yang tidak diinginkan, maka pendekatan dengan menggunakan sarana hukum pidana (penal) tidak selalu harus diutamakan, karena 8
9 sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa sesuai dengan asas ultimum remedium (sarana yang terakhir), di mana apabila tidak perlu sekali hendaknya jangan menggunakan pidana sebagai sarana, atau dengan kata lain, karena mengingat sanksi dalam hukum pidana itu adalah sanksi yang negatif, maka hendaknya ia bari diterapkan apabila sarana lain sudah tidak memadai lagi. Memang, Muladi pernah mengatakan bahwa dalam hal-hal tertentu hukum pidana dapat saja lebih fungsional daripada sekedar hanya berfungsi subsidiair, akan tetapi Muladi mengingatkan agar penggunaan hukum pidana sebagai primum remedium harus dilakukan dengan hati-hati dan selektif, yaitu dengan mempertimbangkan, baik kondisi obyektif (yang berkaitan dengan perbuatan) maupun hal-hal subyektif (yang berkaitan dengan pelaku), kesan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan, serta tujuan pemidanaan yang hendak dicapai. 4 Kaitannya dengan permasalahan antara BPD dan Kepala Desa sebagaimana telah dikemukakan di atas, substansi permasalahannya adalah lebih pada ketidaksiapan BPD dan Kepala Desa dalam melaksanakan instrumen hukum yang baru, sehingga memunculkan berbagai interpretasi dan pada akhirnya menjadi misinterpretasi. Sesuai dengan substansi permasalahan tersebut, maka pendekatannya pun harus disesuaikan, di mana dalam kegiatan pengabdian pada masyarakat ini, sarana yang digunakan adalah melalui jalur non-penal yang sifatnya lebih 4 M. Arief Amrullah, Politik Hukum Pidana dalam Rangka Perlindungan Korban Kejahatan Ekonomi di bidang Perbankan, Disertasi, 2002, hal
10 menekankan pada aspek prevensi (pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum tindak pidana terjadi daripada represif (penindasan/pemberantasan/penumpasan). Oleh karena itu, dengan sifatnya yang lebih menekankan pada aspek pencegahan, maka dalam pengabdian pada masyarakat materi yang disampaikan adalah seputar penyusunan tata tertib BPD yang antara lain meliputi : 1. Ruang lingkup a. Kedudukan, susunan, dan keanggotaan BPD; b. Fungsi, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban BPD; c. Pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban BPD; d. Rapat-rapat dan pengambilan keputusan BPD; e. Penetapan dan pemberhentian Kepala Desa; f. Pertanggungjawaban Kepala Desa; g. Penetapan Peraturan Desa; h. dll. 2. Prinsip dan proses penyusunan Tata Tertib BPD a. Tidak bertentangan dengan tugas, fungsi, wewenang, hak dan kewajiban BPD; b. Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya; c. Mencerminkan aspirasi masyarakat; d. Responsif terhadap perkembangan sosial budaya lingkungan setempat; 10
11 e. Disusun melalui proses musyawarah sesuai dengan aturan main dan mekanisme yang disepakati; f. Mengikutsertakan masyarakat dalam proses penyusunan, pembahasan, dan penetapan maupun dalam penegakan Tata Tertib. Dengan diadakannya penataran kepada para anggota BPD, mereka semuanya menerima kegiatan tersebut sebagai sesuatu yang sangat bermanfaat, dan bahkan menghendaki agar kegiatan serupa diadakan tiap bulan. Dengan juga halnya dengan penyuluhan kepada Kepala Desa yang tergabung dalam POSPAD. Respon tinggi yang diberikan oleh, baik BPD maupun Kepala Desa menunjukkan bahwa sebelum diakannya kegiatan pengabdian kepada masyarakat telah terjadi suatu kesenjangan komunikasi (gap communication) dalam sosialisasi Undangundang No. 22 Tahun Padahal komunikasi itu,seperti halnya juga bahasa merupakan sarana penghubung antara pemberi pesan dengan yang menerima pesan. Jika sejak awal komunikasi itu sudah diberikan oleh pemerintah, paling tidak akan dapat mengurangi tingkat penolakan terhadap keberadaan lembaga BPD. Antony Allot 5 sudah pernah menyatakan bahwa hukum yang efektif adalah hukum yang dapat dilaksanakan sesuai dengan maksud dan tujuannya, dan apabila terjadi kegagalan harus ada kemungkinan dan cara-cara untuk memperbaikinya. Menurut Allot, apabila hukum harus dilaksanakan dalam situasi yang berbeda atau baru, maka hukum harus mampu mengadakan penyesuaian-penyesuaian. 5 Antony Allot, The Limits of Law, Butterworths, London, 1980, hal
12 D. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan paparan di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut : a. Kebijakan legislatif (formulasi) merupakan tahap strategis bagi kebijakan selanjutnya, karena itu suatu kebijakan tanpa dirancang secara rasional justru akan menimbulkan faktor kriminogen dan viktimogen. b. Konflik yang terjadi antara Kepala Desa dan BPD lebih disebabkan oleh kurangnya sosialisasi atau persiapan-persiapan yang harus dilakukan, serta antisipasi sehubungan dengan adanya lembaga BPD yang diatur dalam Undang-undang No. 22 Tahun c. Upaya mengatasi permasalahan antara Kepala Desa dan BPD dilakukan melalui pendekatan non-penal yang sifatnya lebih berorientasi pada aspek prevensi. Untuk itu, instrumen hukum yang memuat hak dan kewajiban BPD merupakan sarana yang diperlukan untuk mencegah para anggota BPD bertindak di luar jalur kewenangannya. d. Instrumen hukum dimaksud adalah penyusunan Tata Tertib BPD yang disampaikan melalui penataran para anggota BPD, di samping juga memberikan penyuluhan kepada Kepala Desa. Untuk lebih memberikan penguatan kepada Kepala Desa dan BPD dalam menjalan roda pemerintahan di tingkat desa, maka untuk ke depan hendaknya komunikasi, baik antara Kepala Desa dan BPD, Camat, Bupati, jangan sampat tersumbat. Karena itu, pendampingan-pendampingan dari Perguruan Tinggi atau pun LSM sangat diperlukan sebagai media. 12
13 DAFTAR PUSTAKA Allot, Antony, 1980, The Limits of Law, London: Butterworths. M. Arief Amrullah, 1999, Pengaruh Sanksi Pidana Dalam UU. No. 14 Tahun 1992 terhadap Kesadaran Hukum Berlalu lintas, Laporan Penelitian, Fakultas Hukum Universitas Jember. M. Arief Amrullah, 2002, Politik Hukum Pidana dalam Rangka Perlindungan Korban Kejahatan Ekonomi di bidang Perbankan, Disertasi, Surabaya: Program Pascasarjana Universitas Airlangga. Packer, Herbert L., 1968, The Limits of the Criminal Sanction, Stanford University Press, California: Stanford. Kongres PBB ke-6 Tahun 1980 tentang The Crime Preventionm and the Treatment of Offenders, Diselenggarakan di Caracas, Venezuaela. Kongres PBB ke-7 Tahun 1985 tentang The Crime Preventionm and the Treatment of Offenders, Diselenggarakan di Milan, Italia, 13
PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN
PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN (Pengantar Diskusi) Oleh: Dr. M. Arief Amrullah, S.H., M.Hum. 1 A. NDAHULUAN Undang-undang tentang Perkawinan sebagaimana diatur dalam Undangundang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sistem pemerintahan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Dasar 1945, pada dasarnya sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sistem pemerintahan yang memberikan keleluasaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Secara etimologis kata hakim berasal dari arab hakam; hakiem yang berarti
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang diharapkan mampu memberikan kedamaian pada masyarakat saat kekuasaan negara seperti eksekutif dan kekuasaan legislatif hanya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu masalah yang ada di dalam kehidupan masyarakat, baik dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang berbudaya modern
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Pemerintahan Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa, Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,
I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, merupakan salah satu masalah besar dalam agenda kebijakan /politik hukum Indonesia.Khususnya
Lebih terperinciKABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT KECAMATAN... DESA...
KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT KECAMATAN... DESA... PERATURAN DESA... KECAMATAN... KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR... TAHUN 2014 TENTANG MEKANISME DAN TATA KERJA BADAN KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciKEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG- UNDANG TENTANG PERKAWINAN 1
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG- UNDANG TENTANG PERKAWINAN 1 Oleh: Dr. M. Arief Amrullah, S.H., M.Hum. 2 A. PENDAHULUAN Undang-undang tentang Perkawinan sebagaimana diatur dalam Undangundang Nomor:
Lebih terperinciKEKUATAN HUKUM PERDA
SUBSTANSI PENGERTIAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH PERATURAN DAERAH KEPENTINGAN UMUM PRINSIP PENETAPAN RAPERDA MENJADI PERDA KEKUATAN HUKUM PERDA DASAR PERTIMBANGAN PERDA TAHAP RAPERDA DAN PENETAPANNYA PERSIAPAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA TAHUN 2006 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2006 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA TAHUN 2006 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa. 12 Sedangkan Pengertian peran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah mengambil bagian
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 10 TAHUN 2001 PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA B U P A T I S I A K Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,
I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, merupakan salah satu masalah besar dalam agenda kebijakan /politik hukum Indonesia.Khususnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era globalisasi, demokratisasi, terlebih dalam era reformasi. Bangsa dan negara Indonesia menumbuhkan
Lebih terperinci11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 4/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 04 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA
11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 4/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 04 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tanpa ada satu pun aparat keamanan muncul untuk mengatasinya. Selama ini publik Jakarta
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Publik Jakarta tersentak tatkala geng motor mengamuk. Mereka menebar teror pada dini hari tanpa ada satu pun aparat keamanan muncul untuk mengatasinya. Selama ini
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 62
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 10 TAHUN 2001 PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA B U P A T I S I A K Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARO JAMBI, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG
SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya. kecamatan (Widjaya, HAW 2008: 164). Secara administratif desa berada di
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kampung atau desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batasbatas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 120 Undangundang
Lebih terperinciDHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG
DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciETIK UMB. Pencegahan dan Upaya Pemberantasan Korupsi. Modul ke: 13Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen
Modul ke: 13Fakultas Gunawan EKONOMI ETIK UMB Pencegahan dan Upaya Pemberantasan Korupsi Wibisono SH MSi Program Studi Manajemen POKOK BAHASAN: Pencegahan dan Upaya Pemberantasan Korupsi SUB POKOK BAHASAN:
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,
DHARMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA
KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 111 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum. Indonesia memiliki banyak keanekaragaman budaya dan kemajemukan masyarakatnya. Melihat dari keberagaman
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA B U P A T I M A G E L A N G
Perda No. 12 / 2000 tentang Tatacara Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA
BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang :
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 120 Undang-undang
Lebih terperinciBUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PELALAWAN, a. bahwa dengan telah berlakunya
Lebih terperinciPOLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK
POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK A. PENDAHULUAN Salah satu agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan
Lebih terperinciRELEASE AND DISCHARGE SIAPA YANG AKAN TANDA TANGAN?
RELEASE AND DISCHARGE SIAPA YANG AKAN TANDA TANGAN? Oleh: Dr. M. Arief Amrullah, S.H., M.Hum. PENDAHULUAN Isu seputar MSAA dan Release and discharge bagaikan sebuah kisah yang tak pernah berakhir dan selalu
Lebih terperinciPencegahan dan Upaya Pemberantasan Korupsi
Modul ke: 11Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Pencegahan dan Upaya Pemberantasan Korupsi Addys Aldizar, LSQ, MA Program Studi Akuntansi A. KONSEP PEMBERANTASAN KORUPSI Mengapa korupsi timbul dan berkembang demikian
Lebih terperinciBADAN PERMUSYAWARATAN DESA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 03 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 03 TAHUN 2007 T E N T A N G BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DISUSUN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE
Lebih terperinci*40931 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 32 TAHUN 2004 (32/2004) TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA
Copyright (C) 2000 BPHN PP 32/2004, PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA *40931 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 32 TAHUN 2004 (32/2004) TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN
Lebih terperinciOleh : STENLY UANG BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. telah menganut nilai-nilai demokrasi dalam pelaksanaan pemerintahannya.
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENCALONAN PEMILIHAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN, KEPALA DESA, PERANGKAT DESA DAN KEPALA DUSUN DI KABUPATEN HALMAHERA BARAT.( SUATU
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang :a. bahwa sesuai dengan Pasal 65 ayat (2)
Lebih terperinciBUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menanggulangi
Lebih terperinciBADAN PERMUSYAWARATAN DESA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 03 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 03 TAHUN 2007 T E N T A N G BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DISUSUN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE
Lebih terperinciWALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2012
WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA BANJAR, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinci1 of 5 02/09/09 11:52
Home Galeri Foto Galeri Video klip Peraturan Daerah Tahun 2001 Tahun 2002 Tahun 2003 Tahun 2004 Tahun 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 10 2006 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU WATA ALA,
Lebih terperincikejahatan ekonomi di bidang perbankan dalam hukum pidana yang akan datang.
RESENSI BUKU Judul : Politik Hukum Pidana Dalam Perlindungan Korban Kejahatan Ekonomi di Bidang Perbankan Penulis : M. Arief Amrullah, SH Penerbit : Bayu Media Publishing Oleh : Satrio Pramono, S.H. Penasehat
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA DAN PERANGKAT DESA
1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA DAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DESA DAN KELURAHAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk memajukan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Desa merupakan basis bagi upaya penumbuhan demokrasi, karena selain jumlah penduduknya masih sedikit yang memungkinkan berlangsungnya proses demorasi secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan
Lebih terperinciPERAN ALAT KELENGKAPAN DEWAN DAN PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD. Oleh : Imam Asmarudin, SH
PERAN ALAT KELENGKAPAN DEWAN DAN PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD Oleh : Imam Asmarudin, SH Abstraks Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah,
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KERJA SAMA DESA
PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang :
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KUPANG NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUPANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUPANG NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUPANG Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 104
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang: a. bahwa Badan Permusyaratan Desa merupakan perwujudan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LAHAT
PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 02 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kebijakan Kriminal Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena keterbiasaanya terdapat semacam kerancuan atau kebingungan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 2003 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU WATA ALLA BUPATI GARUT,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang
Lebih terperinciP E R A T U R A N D A E R A H
P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciKEPUTUSAN BUPATI GROBOGAN NOMOR : 147/90/2002 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB BADAN PERWAKILAN DESA BUPATI GROBOGAN
KEPUTUSAN BUPATI GROBOGAN NOMOR : 147/90/2002 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB BADAN PERWAKILAN DESA BUPATI GROBOGAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa, BPD sebagai
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG
PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka untuk
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA ( BPD ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA ( BPD ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA
PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR : 15 TAHUN 2003 TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA/KELURAHAN (LPMD/K)
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR : 15 TAHUN 2003 TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA/KELURAHAN (LPMD/K) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa sejalan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dilakukan langsung oleh pemerintah pusat yang disebar ke seluruh wilayah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penyelenggaraan pemerintahan disuatu Negara dapat dilakukan melalui sistem sentralisasi maupun desentralisasi. Dalam sistem sentralisasi segala urusan dilakukan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang
Lebih terperinciBADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO. KEPUTUSAN BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO NOMOR: 01/Kep.BPD/2002 TENTANG: TATA TERTIB BADAN PERWAKILAN DESA
BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO KEPUTUSAN BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO NOMOR: 01/Kep.BPD/2002 TENTANG: TATA TERTIB BADAN PERWAKILAN DESA BADAN PERWAKILAN DESA Menimbang : a. Bahwa untuk mewujudkan efisiensi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI BANTEN
PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 21 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 21 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, Menimbang : a. bahwa sebagai Pelaksanaan Pasal 42 Peraturan Pemerintah
Lebih terperinciBUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA ANTAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,
BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA ANTAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang: Mengingat: a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG
PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA
BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG
PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG,
Lebih terperinciPOLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA
POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Oleh : Wahab Ahmad, S.HI., SH (Hakim PA Tilamuta, Dosen Fakultas Hukum UG serta Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas
Lebih terperinciETIK UMB Pencegahan dan Upaya Pemberantasan Korupsi
Modul ke: ETIK UMB Pencegahan dan Upaya Pemberantasan Korupsi Fakultas Desain dan Seni Kreatif Program Studi Desain Produk www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, SHI., M.Si A. Pembahasan Ada yang mengatakan
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI PAPUA
PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PAPUA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PERADILAN ADAT DI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, Menimbang : a. bahwa pemberian Otonomi
Lebih terperinciBUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENERAPAN SANKSI PIDANA DALAM PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI TENTANG PAJAK DAERAH
KEBIJAKAN PENERAPAN SANKSI PIDANA DALAM PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI TENTANG PAJAK DAERAH Oleh : Willi Caramoon M. Zen Abdullah ABSTRAK Keberadaan Peraturan Daerah sesungguhnya tidak dapat dilepaskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan dan akan terus berkembang mengikuti dinamika masyarakat itu sendiri.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan sosial di tengah-tengah masyarakat selalu mengalami perubahan dan akan terus berkembang mengikuti dinamika masyarakat itu sendiri. Tidak terkecuali
Lebih terperinci2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2002 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 08 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciS A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG
S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMEDANG 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2006 NOMOR 6 SERI E NOMOR SERI 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2006
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2006 NOMOR 6 SERI E NOMOR SERI 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG
PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG, Menimbang : Mengingat : a. bahwa
Lebih terperinciEFEKTIFITAS BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SEBAGAI MITRA DAN PENGAWAS KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA. Oleh : Hendi Budiaman, S.H., M.H.
EFEKTIFITAS BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SEBAGAI MITRA DAN PENGAWAS KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA Oleh : Hendi Budiaman, S.H., M.H. Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
Lebih terperinciBUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,
BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 68
Lebih terperinciBUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA
BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang :
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MALANG
PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA, SUMBER PENDAPATAN DESA, KERJA SAMA DESA, LEMBAGA ADAT, LEMBAGA KEMASAYARATAN DAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO
PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa desa memiliki
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa dalam upaya peningkatan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA
BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang:
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MALANG
1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa Desa sebagai
Lebih terperinciBUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA SERTA TATA CARA PEMBENTUKANNYA
BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA SERTA TATA CARA PEMBENTUKANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2012 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2012 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA SITUBATU MENJADI KELURAHAN SITUBATU KECAMATAN BANJAR KOTA BANJAR DENGAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA
PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG
Lebih terperinciBUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA
BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TENTANG MUSYAWARAH DESA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG MUSYAWARAH DESA BAGIAN HUKUM SETDA KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2015 2 BUPATI BANDUNG PROVINSI
Lebih terperinci