BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ada, dan mampu meningkatkan ekonomi masyarakat sehingga membuat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ada, dan mampu meningkatkan ekonomi masyarakat sehingga membuat"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Kemajuan teknologi mampu mengeksploitasi, mengubah sumber daya alam yang ada, dan mampu meningkatkan ekonomi masyarakat sehingga membuat manusia memiliki kebanggaan yang tinggi akan kemampuan dalam mengolah alam. Manusia pada awalnya dengan alam sangat bersahabat, merasakan saling ketergantungan, dan mengandalkan alam untuk melangsungkan kehidupannya serta memperlakukan alam sama seperti memperlakukan kehidupan manusia itu sendiri. Teknologi juga dapat mengubah pola hidup manusia, teknologi yang dikerjakan manusia kurang mendapat pertimbangan dari dampak yang akan ditimbulkannya. Efek samping kemajuan teknologi muncul secara menonjol dengan kurang mampunya mengendalikan limbah-limbah yang kemudian terbuang ke dalam lingkungan (Wijana, 2014: 1-3). Manusia harus disadarkan pemikiran, sikap, dan perilakunya terhadap alam untuk menjaga lingkungan dan demi kesejahteraan antar makhluk hidup (Anonimus dalam Wijana, 2014: 67). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Bab 1 pasal 1 ayat 1 1

2 2 menjelaskan bahwa lingkungan hidup ialah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Undang-undang tersebut juga menjelaskan pada Bab 1 pasal 1 ayat 9 bahwa sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan non hayati, yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem. Lingkungan pada dasarnya hanya ada karena dihuni oleh suatu organisme (hidup tertentu), tiap kelompok manusia dan individu mempunyai lingkungannya sendiri dan masing-masing membentuk bagian lingkungan bagi makhluk lainnya. Lingkungan digunakan bukan hanya untuk suatu ekosistem saja, tetapi untuk dunia alamiah sebagai sistem keseluruhan yang meliputi alam semesta (Attfield, 2010: 4). Ekosistem merupakan satuan kehidupan makhluk hidup (dari berbagai jenis) dengan berbagai benda mati yang berinteraksi membentuk suatu sistem (Soerjani, 2008: 3). Lingkungan tidak pernah ada tanpa adanya komponen-komponen yang di dalamnya, baik itu komponen biotik ataupun abiotik. Lingkungan membentuk suatu proses, dan terus-menerus dibuat melalui aktivitas-aktivitas makhluk hidup yang dilingkungi, sehingga harus dibedakan antara lingkungan dengan alam. Alam adalah suatu dunia yang berada terpisah dari diri manusia sendiri, dan dapat dipelajari dengan cara yang berjarak dan keberadaannya mendahului sejarah manusia, sedangkan lingkungan merupakan segala sesuatu yang ada dan bagian dari kehidupan

3 3 manusia serta memberi pengaruh terhadap keberadaan manusia sendiri (Attfield, 2010: 5-6). Manusia dan unsur lingkungan lain memiliki hubungan yang sangat erat, keduanya saling memberi keuntungan yang besar. Manusia memberi pengaruh terhadap unsur lingkungan yang lebih aktif, sedangkan lingkungan yang pasif memberi keuntungan terhadap manusia, dikarenakan manusia lebih mampu dalam mengeksploitasi lingkungan sehingga keuntungan yang didapat dari lingkungan tergantung dari pengolahan manusia itu sendiri. Lingkungan yang bersih akan membuat hidup dan kesehatan manusia ke arah yang positif sedangkan lingkungan yang kotor akan terjadi pencemaran dan akan menjadi lingkungan yang buruk bagi manusia. Manusia awalnya bergairah untuk memutar roda pembangunan demi mencapai dan memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, tetapi berlanjut pada pemenuhan keinginan yang ternyata tanpa batas. Bila hal ini dibiarkan terus maka, danau, sungai mengalami degradasi, sedimentasi, pedangkalan, tanah tergerus, hanyut, dan longsor dimanamana. Udara mulai dipenuhi dengan polutan. Asap hasil kebakaran hutan, baik disengaja ataupun secara alami merupakan sumber pencemaran udara, selain itu Pabrik-pabrik, asap kendaraan bermotor juga merupakan pencemaran udara (Wijana, 2014: 8). Pencemaran lingkungan yang terjadi seperti pencemaran udara, air, dan tanah berdampak pada ancaman kesehatan, kesejahteraan dan nilai estetis dari manusia dan pemukimannya. Pencemaran ini terjadi sebagai akibat dari industri-industri yang

4 4 dibangun dan dikelola manusia, kemajuan industri dalam mengelola limbahnya belum cukup untuk membayar kerusakan yang terjadi, bahkan manusia tidak peduli dengan kerusakan lingkungan tersebut. Hasil industri tersebut hanya untuk memenuhi kebutuhan manusia belaka, sedangkan komponen ekosistem lainnya diabaikan (Wijana, 2014: 8). Kerusakan lingkungan akibat kegiatan dan pekerjaan manusia akan mengakibatkan pelumpuran pantai dan muara karena adanya aliran sungai yang membawa lumpur dalam kadar tinggi, sebagai akibat dari kegiatan pertanian di bagian hulu. Pengambilan sumber daya alam dari laut secara berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan dan pengikisan pantai (Wijana, 2014: ). Efek kerusakan ini akan dirasakan oleh makhluk hidup terutama hewan dan tumbuhan, karena dampak dari semua kerusakan yang terjadi merupakan sumber kehidupan bagi hewan dan tumbuhan. Salah satu dampak yang terjadi akibat kerusakan lingkungan adalah hampir punahnya spesies penyu. Penyu merupakan spesies reptil yang hidup di laut yang keberadaannya sekarang ini terancam karena faktor alam dan faktor manusia yang merusak lingkungan sehingga mengancam keberadaan penyu. Indonesia memiliki 6 dari 7 spesies penyu di dunia (Sutarto, 2006), keberadaannya menyebar di seluruh pulau di Indonesia. Penyu masuk dalam daftar hewan yang hampir punah, sehingga segala bentuk penjagaan dan pengembangannya harus diperhatikan secara serius. Beberapa penyebab hampir punahnya penyu ialah dari tangan-tangan manusia yang mengambil mulai dari telur sampai daging penyu untuk dijual sehingga menyebabkan penyu sulit berkembang. Salah satu langkah

5 5 untuk melindungi penyu yaitu dengan cara konservasi. Konservasi adalah usaha manusia untuk memanfaatkan biosfer dengan berusaha memberikan hasil yang besar dan melestarikannya untuk generasi kini dan mendatang (Wijana, 2014: 200). Pantai merupakan salah satu tempat lahirnya tukik (anak penyu), karena penyu dewasa menyimpan dan mengubur telur-telurnya di bibir pantai. Salah satunya yaitu Pantai Goa Cemara, Bantul, Yogyakarta. Semua jenis penyu harus dilindungi di bawah pengawasan pemerintah, untuk menghindari beberapa pihak yang menggunakan kesempatan dengan mengambil telur-telur tersebut untuk dijual ke pasaran, sehingga membuat populasi penyu terancam. Masyarakat pantai Goa Cemara, Bantul, Yogyakarta untuk mendukung keberhasilan dan keberlanjutan konservasi penyu dibutuhkan kerjasama, pengetahuan, serta dasar yang kokoh mengenai lingkungan dan konservasi yang benar. Etika lingkungan hidup merupakan hubungan moral antara manusia dengan lingkungan atau alam semesta, dan bagaimana perilaku manusia yang seharusnya terhadap lingkungan. Manusia harus tahu bagaimana dalam bersikap dan berperilaku terhadap lingkungan hidup. Tidak hanya bersikap seakan-akan hanya manusia yang memiliki nilai. Etika lingkungan hidup menuntut agar etika dan moralitas diberlakukan juga bagi komunitas biotis atau komunitas ekologis, memasukkan lingkungan atau alam semesta sebagai bagian dari komunitas moral (Keraf, 2006: 26). Biosentrisme memandang manusia tidak hanya sebagai makhluk sosial, manusia harus dipahami sebagai makhluk biologis, yaitu makhluk yang

6 6 kehidupannya tergantung dan terikat erat dengan semua kehidupan lain di alam semesta. Tanpa alam, dan tanpa makhluk hidup lain, manusia tidak akan bertahan hidup, karena manusia hanya merupakan salah satu entitas di alam semesta. Biosentrisme juga memandang tidak hanya manusia yang mempunyai nilai, alam juga mempunyai nilai pada dirinya sendiri lepas dari kepentingan manusia (Keraf, 2006: xvii dan 49). Biosentrisme menganggap serius setiap kehidupan dan makhluk hidup di alam semesta. Alam harus diperlakukan secara moral dan setiap kehidupan harus dilindungi. Etika lingkungan hidup menuntun manusia ke arah yang baik demi menjaga dan melindungi kehidupan, teori ini didasari moralitas pada keluhuran kehidupan, baik pada manusia atau pada makhluk hidup lainnya (Keraf, 2006: 49, 50). Penyelamatan penyu menjadi perhatian pada Kelompok Konservasi Mino Raharjo di Pantai Goa Cemara, Bantul, Yogyakarta. Pentingnya penyelamatan penyu dari tangan-tangan manusia dalam mengeksploitasi penyu dan diharapkan dapat mempengaruhi perkembangan ekonomi masyarakat Pantai Goa Cemara, Bantul, Yogyakarta. Kelompok konservasi Mino Raharjo sadar akan pentingnya keberadaan penyu khususnya dalam membantu perkembangan perekonomian masyarakat, dengan adanya penyu maka masyarakat berharap wisatawan akan lebih banyak mendatangi kawasan pantai tersebut. Adanya kelompok konservasi penyu, perhatian, kesadaran dan kewajiban tanggung jawab moral masyarakat terhadap upaya penyelamatan penyu dari kepunahan sesuai dengan pemikiran Biosentrisme yang memandang

7 7 seluruh makhluk hidup di alam semesta memiliki nilai bukan hanya manusia, ini dapat diapresiasi dan di contoh oleh kelompok-kelompok konservasi lain. 2. Rumusan masalah Uraian yang telah disampaikan pada latar belakang, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: a. Bagaimana proses konservasi penyu di Pantai Goa Cemara, Bantul Yogyakarta? b. Bagaimana pengertian dan esensi teori etika lingkungan Biosentrisme? c. Apa konservasi penyu di Pantai Goa Cemara, Bantul Yogyakarta dipandang dari Teori Etika Lingkungan Biosentrisme? 3. Keaslian penelitian Penelitian mengenai Tinjauan Etika Lingkungan Biosentrisme Terhadap Konservasi Penyu di Pantai Goa Cemara, Bantul Yogyakarta sejauh penelusuran yang penulis lakukan belum pernah menemukan penelitian yang sama persis. Penelitian yang mirip dengan objek material diantaranya sebagai berikut: a. Perbawa Agung Iman Tohari, 2013, Skripsi Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, dengan Judul: Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam Konservasi Penyu di Pantai Samas Kabupaten Bantul dan Pantai Trisik Kabupaten Kulon Progo. Penelitian ini berisi tentang kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam konservasi penyu serta pemahaman akan pengetahuan masyarakat mengenai manfaat penyu.

8 8 b. Ardanti Yulia Cahyaningrum Sutarto, 2006, Tesis Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, dengan Judul: Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Konservasi Penyu di Daerah Kepesisiran Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini berisi tentang tingkat partisipasi masyarakat Kepesisiran Kabupaten Bantul, Yogyakarta dalam konservasi penyu yang rendah karena faktor sosial ekonomi. c. Utari Dewi Fatimah, 2003, Tesis Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, dengan Judul: Konservasi Sumber Daya Alam Terhadap Pelestarian Penyu (Sea Turtle/Marine Turtle) di Pantai Selatan Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat. penelitian ini berisi tentang upaya pemerintah dalam pelaksanaan konservasi terhadap pelestarian penyu di Pantai Selatan Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat. 4. Manfaat penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: a. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dalam kajian ilmu Biologi, khususnya mengenai konservasi. b. Bagi Filsafat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan wacana baru khususnya bagi kajian etika lingkungan serta memberikan wawasan baru mengenai upaya penyelamatan penyu dengan konservasi.

9 9 c. Bagi masyarakat, bangsa dan negara Penelitian ini diharapkan dapat membantu menyadarkan masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan dan makhluk hidup yang ada di sekelilingnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi dorongan atau masukan bagi pemerintah dalam mengendalikan atau setidaknya menumbuhkan rasa peduli akan lingkungan dan spesies-spesies yang ada. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengungkapkan jawaban dari permasalahan yang telah terangkum dalam rumusan masalah, yaitu: 1. Memaparkan dan menjelaskan secara mendalam tentang penjelasan konservasi penyu pada kelompok konservasi Mino Raharjo di pantai Goa Cemara, Bantul-Yogyakarta. 2. Menjelaskan tentang teori etika lingkungan Biosentrisme yang memandang makhluk hidup lain memiliki hak untuk hidup dan manusia wajib melindunginya. 3. Menganalisis penerapan pemikiran teori etika lingkungan Biosentrisme dalam pencemaran lingkungan dan konservasi penyu di pantai Goa Cemara, Bantul-Yogyakarta.

10 10 C. Tinjauan Pustaka Sejarah kehidupan makhluk hidup di Bumi, telah banyak muncul bermacammacam makhluk hidup dengan penguasa yang berbeda di era masing-masing. Hancur dan punahnya keanekaragaman hayati pada saat tempo dulu, lebih banyak disebabkan oleh kondisi alamiah. Keanekaragaman yang dimiliki dan diamati sekarang, ada beberapa spesies yang sudah menunjukkan kehancuran atau menunjukkan gejala menuju ke arah kehancuran (Wijana, 2014: 199). Manusia merasa sebagai penguasa tertinggi di alam dan bebas dalam mengolah lingkungan sehingga membuat terancam punahnya suatu makhluk hidup. Masyarakat mulai menyadari akan hal tersebut dengan mulai memperhatikan dan peduli lingkungan. Muncul berbagai lembaga-lembaga penyelamatan dan masyarakat tradisional mempunyai cara tersendiri dalam pelaksanaan konservasi hayati ini. Tidak jarang bahwa pola konservasi yang digunakan memberikan hasil yang menakjubkan (Wijana, 2014: 199). Konservasi berarti suatu proses yang kompleks untuk menjaga, memelihara dan menghemat bahan-bahan di alam. Konservasi menuntut manusia harus dapat memanfaatkan secara bijaksana dan mengganti bahan-bahan yang telah terpakai untuk memenuhi kebutuhan manusia. (Subiyanto dalam Wijana, 2014: 199). Konservasi lingkungan sering dipelajari di dalam ilmu Biokonservasi. Biologi konservasi adalah ilmu yang berorientasi pada tujuan yang mencari penyelesaiaan untuk menghadapi krisis keanekaragaman biologis, yaitu keanekaragaman kehidupan

11 11 bumi saat ini (Wijana, 2014: 200). Pengelolaaan kawasan lingkungan merupakan salah satu cara dalam melindungi, mengelola dan pengendalian makhluk hidup dari keserakahan manusia mengeksploitasi alam. Pantai merupakan salah satu tempat persinggahan penyu. Penyu yang baru lahir akan berkelana mengelilingi lautan luas sampai dewasa, penyu betina akan kembali ke pantai apabila akan menggali dan menimbun telur-telurnya di pantai. Tujuh dari jenis penyu yang ada didunia, enam jenis penyu ditemukan di Indonesia yaitu penyu sisik/hawkbill turtle, penyu lekang/olive ridley turtle, penyu belimbing/leatherback turtle, penyu pipih/flatback turtle, penyu tempayan/loggerhead turtle, dan penyu hijau/green turtle. Keenam penyu tersebut hanya lima yang mendarat untuk bertelur di daerah pantai Indonesia (Sutarto, 2006: 15). Pemanfaatan penyu oleh manusia sebagai salah satu bahan kosmetik, kerajinan tangan, industri kulit, makanan bahkan penyu diawetkan dan dipajang sebagai hiasan rumah. Pengolahan tersebut yang membuat populasi penyu menjadi sangat turun drastis. Upaya yang dilakukan pemerintah, dalam rangka konservasi, pemerintah mewajibkan penetasan telur penyu dan masyarakat diharapkan mengerti akan pentingnya konservasi dalam menekan tingginya pemanfaatan penyu (Sutarto, 2006: 75). Kematian penyu memiliki banyak faktor, diantaranya yaitu pergesaran fungsi lahan yang menyebabkan kerusakan habitat pantai dan ruaya pakan, kegiatan perikanan, pengelolaan teknik-teknik konservasi yang tidak memadai, perubahan iklim, penyakit, dan predator. Karakteristik siklus hidup penyu yang sangat panjang

12 12 untuk mencapai kondisi stabil membutuhkan waktu sekitar tahun merupakan faktor pelestarian penyu menjadi hal penting. Kondisi tersebut membuat semua jenis penyu di Indonesia dilindungi oleh negara dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2009: 15). Pemberian status perlindungan saja tidak cukup untuk memulihkan dan melestarikan populasi penyu di Indonesia. Pengelolaan konservasi yang komprehensif, sistematis dan terukur sangat dibutuhkan oleh Kelompok Konservasi Mino Raharjo pantai Goa Cemara, Bantul, Yogyakarta. Pengelolaan tersebut dilakukan dengan cara memberikan pengetahuan teknis tentang pengelolaan konservasi penyu bagi pihak-pihak terkait khususnya pelaksana di lapangan dan memberikan buku lengkap yang memuat informasi tentang pengelolaan konservasi penyu (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2009: 16). Tesis karya Ardanti Yulia Cahyaningrum Sutarto, pada tahun 2006 dengan judul Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Konservasi Penyu di Daerah Kepesisiran Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat nelayan dalam konservasi penyu dan perbedaan tingkat partisipasi masyarakat nelayan di Pesisir Pandansimo, Pesisir Kuwaru, Pesisir Samas dan Pesisir Depok dalam konservasi penyu signifikan atau tidak signifikan. Hasil penelitian menunjukkan sebagian masyarakat daerah pesisir Bantul mempunyai tingkat partisipasi yang rendah. Hal tersebut terjadi karena, dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi masyarakat yang tidak ingin meluangkan

13 13 waktu dan uang untuk ikut berpartisipasi dalam konservasi penyu (Sutarto, 2006: ). Tesis karya Utari Dewi Fatimah pada tahun 2003 dengan judul Konservasi Sumber Daya Alam Terhadap Pelestarian Penyu (Sea Turtle/Marine Turtle) di Pantai Selatan Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya yang dilakukan pemerintah dalam rangka pelaksanaan konservasi sumber daya alam terhadap pelestarian penyu di Pantai Selatan Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat. Hasil dari penelitian tersebut adalah pemerintah menunjuk kawasan konservasi pantai Sidangkerta Cipatujah sebagai suaka margasatwa laut, upaya lainnya adalah berupa penegakkan hukum dan peraturan (Fatimah, 2003: 98-99). Skripsi Karya Perbawa Agung Iman Tohari tahun 2013 dengan judul Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam Konservasi Penyu di Pantai Samas Kabupaten Bantul dan Pantai Trisik Kabupaten Kulon Progo. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam konservasi penyu, serta mengetahui tingkat pengetahuan, persepsi, dan partisipasi masyarakat dalam konservasi penyu di Pantai Samas, Kabupaten Bantul dan Pantai Trisik, Kabupaten Kulon Progo. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata tingkat pengetahuan, persepsi, dan partisipasi masyarakat dalam konservasi penyu tergolong tinggi (Tohari, 2013: 71).

14 14 D. Landasan Teori Masalah lingkungan semakin lama semakin besar, meluas, dan serius. Dampakdampak yang terjadi akan saling berkaitan antara satu makhluk hidup dengan makhluk hidup lainnya (Siahaan, 2004: 1). Biosentrisme menekankan bahwa alam memiliki fungsi kehidupan yang harus dihargai dan diperlakukan dengan baik. Manusia merupakan makhluk yang akan memelihara alam demi kepentingan bersama, kepentingan manusia, dan kepentingan alam itu sendiri. Biosentrisme juga menekankan hal-hal seperti: manusia adalah bagian dari alam, memperhatikan perasaan semua makhluk hidup, dan menekankan hak untuk hidup makhluk lain (Wijana, 2014: ). Teori etika lingkungan Biosentrisme meletakkan posisi manusia sejajar dengan alam karena sama-sama memiliki nilai. Konsekuensinya, alam semesta adalah sebuah komunitas moral, di mana setiap kehidupan dalam alam semesta ini, baik manusia maupun yang bukan manusia, sama-sama mempunyai nilai moral. Kehidupan di alam semesta memiliki hak-hak tersendiri untuk hidup dan makhluk apapun pantas untuk dipertimbangkan secara serius dalam setiap keputusan dan tindakan moral, bahkan lepas dari perhitungan untung-rugi bagi kepentingan manusia (Keraf, 2006: 49-50). Etika lingkungan Biosentrisme merupakan suatu pandangan yang menempatkan alam sebagai yang mempunyai nilai sendiri, lepas dari kepentingan manusia. Biosentrisme menolak Antroposentrisme yang memandang bahwa hanya manusia

15 15 yang memiliki nilai. Teori Biosentrisme memandang bahwa makhluk hidup bukan hanya manusia saja dan mendasarkan kehidupan sebagai pusat perhatian. Setiap kehidupan dibumi patut dihargai, sehingga harus dilindungi dan diselamatkan (Wijana, 2014: ). Biosentrisme menjadikan kehidupan sebagai standar moral. Hal yang ditujukan bukanlah rasa senang atau menderita, namun kemampuan atau kepentingan suatu makhluk untuk hidup. Kepentingan untuk hidup tersebut menjadikan Biosentrisme melihat standar moral bukan hanya manusia dan hewan, melainkan keseluruhan makhluk hidup yang ada (Wijana, 2014: ). Biosentrisme terbagi pada dua pilar utama dalam mengkaji kaitan problem moral mengenai Hak Asasi Alam. Pertama, yaitu teori etika yang berpusat pada kehidupan ( life-centered theory of environment). Teori ini menuntut manusia harus mempunyai kewajiban moral terhadap alam. Kedua, etika bumi (the land ethic) yang timbul karena dipicu oleh krisis lingkungan dalam masyarakat modern sekarang ini dan anti-spesiesme yang membela kepentingan dan keberlangsungan hidup spesies lain. (Keraf, 2006: 51-58). E. Metode Penelitian 1. Bahan dan materi penelitian Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan model penelitian masalah aktual. Penelitian dilakukan melalui studi pustaka dan diperkuat

16 16 dengan wawancara dan observasi lapangan (Kaelan, 2005: 292). Wawancara dan observasi lapangan dilakukan di pantai Goa Cemara, Bantul Yogyakarta tentang konservasi penyu sebagai pengendali dan penyelamatan penyu sebagai objek material, sedangkan teori etika lingkungan Biosentrisme sebagai objek formal. a. Sumber primer Sumber primer yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah hasil buku-buku yang berkaitan dengan konservasi penyu (Kaelan, 2005: 61). Sumber tersebut antara lain: 1) Laporan Kelompok Konservasi Mino Raharjo Pantai Goa Cemara, Bantul Yogyakarta. 2) Indrawan, dkk Biologi Konservasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 3) Anonim Pedoman Teknis Pengelolaan Konservasi Penyu. Direktorat konservasi dan Taman Nasional Laut. Direktorat Jendral Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan RI. b. Sumber pustaka sekunder Data sekunder yang dimaksud dalam penelitian ini adalah referensi yang diperoleh dari berbagai tulisan, artikel, jurnal atau makalah, juga internet. Sumber tersebut antara lain :

17 17 1) Attfield, Robin Etika Lingkungan Global. Yogyakarta: Kreasi Wacana. 2) Keraf, Sonny Etika Lingkungan. Jakarta : Kompas 3) Bertens, K Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius. 4) Borrong, Robert. P Etika Bumi Baru. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. 2. Jalan penelitian Jalan penelitian yang berjalan ini dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: a. Persiapan dan pengumpulan data Tahap ini pengumpulan data berupa literatur ilmiah dan studi kepustakaan, baik dari buku-buku maupun secara online yang berkaitan dengan objek material maupun objek formal penelitian. Data terkait data hasil penelitian di lapangan berupa wawancara. b. Klasifikasi data Pengumpulan data-data yang telah dicari dan disusun dan dibagi, data tersebut menjadi bagian data primer dan sekunder. Data yang sekiranya kurang relevan akan dieliminasi. c. Analisis hasil penelitian Pada tahap akhir dilakukan analisis atas penelitian ini guna menjawab rumusan masalah dan mencapai tujuan penelitian secara berimbang dan objektif.

18 18 3. Analisis data Analisis data dalam penelitian ini mengacu pada buku karangan Kaelan (2005: ) sebagai berikut: a. Verstehen: data yang dikumpulkan dipahami berdasarkan karakteristik masing-masing. Penulis memahami konservasi sebagai upaya pengendalian spesies, serta memahami teori etika lingkungan Biosentrisme sebagai simbol penyelamatan lingkungan. b. Interpretasi: dalam setiap pengumpulan data, peneliti sekaligus melakukan analisis. Dengan unsur ini penulis berusaha menangkap serta memahami makna filosofis untuk menunjukkan arti, mengungkapkan, serta mengatakan makna yang terkandung dalam data secara objektif. c. Hermeneutika: melalui unsur metodis ini penulis berupaya menangkap makna esensial sesuai dengan konteksnya. Setelah data konservasi penyu dan teori etika lingkungan Biosentrisme terkumpul penulis melakukan analisis. Analisis dilakukan dengan penafsiran terhadap data, sehingga esensi makna dapat dipahami.

19 19 F. Hasil yang Dicapai Hasil yang dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut; 1. Memperoleh penjelasan mengenai konsep konservasi penyu pada masyarakat di pantai Goa Cemara, Bantul Yogyakarta. 2. Memperoleh penjelasan mengenai teori etika Biosentrisme. 3. Memperoleh pemahaman mengenai pandangan teori etika Biosentrisme tentang konservasi penyu. G. Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, keaslian penelitian, manfaat penelitian, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, hasil yang dicapai, dan sistematika penulisan. Bab II berisi pembahasan objek formal dalam penelitian ini yang berisi uraian mengenai teori etika lingkungan Biosentrisme serta pengertian etika, lingkungan hidup, ekologi, ekosistem, etika lingkungan hidup, teori-teori etika lingkungan, dan prinsip-prinsip etika lingkungan. Bab III berisi pembahasan tentang pengertian, tujuan dan manfaat konservasi penyu. Kemudian akan dijelaskan sekilas tentang penyu, serta akan dijelaskan tentang latar belakang konservasi penyu pada kelompok konservasi mino raharjo.

20 20 Bab IV berisi tentang analisis pandangan Biosentrisme dalam menilai pencemaran lingkungan dan konservasi penyu di pantai Goa Cemara, Bantul Yogyakarta, peranan masyarakat sekitar dalam pengelolaan konservasi penyu, serta konservasi penyu sebagai upaya pengelolaan lingkungan hidup. Bab V berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran terkait dengan inti penelitian serta menjelaskan secara garis besar pembahasan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pelangi Depok, Pantai Samas, Pantai Goa Cemara, dan Pantai Baru Pandansimo

BAB I PENDAHULUAN. Pelangi Depok, Pantai Samas, Pantai Goa Cemara, dan Pantai Baru Pandansimo 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesisir Bantul telah menjadi habitat pendaratan penyu, diantaranya Pantai Pelangi Depok, Pantai Samas, Pantai Goa Cemara, dan Pantai Baru Pandansimo yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alam adalah suatu dunia yang berbeda terpisah dari dirinya sendiri dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alam adalah suatu dunia yang berbeda terpisah dari dirinya sendiri dan dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Alam adalah suatu dunia yang berbeda terpisah dari dirinya sendiri dan dapat dipelajari dengan cara yang berjarak dan ilmiah. Keberadaannya mendahului

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Indonesia menempati peringkat kedua dunia setelah Brasil dalam hal keanekaragaman hayati. Sebanyak 5.131.100 keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki tidak kurang dari 17.500 pulau dengan luasan 4.500 km2 yang terletak antara daratan Asia

Lebih terperinci

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA 1 OLEH : Kelompok V Muslim Rozaki (A 231 10 034) Melsian (A 231 10 090) Ni Luh Ari Yani (A 231 10 112) Rinanda Mutiaratih (A 231 11 006) Ismi Fisahri Ramadhani (A 231

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya alam hayati yang melimpah. Sumber daya alam hayati di Indonesia dan ekosistemnya mempunyai

Lebih terperinci

Etika lingkungan dapat diartikan sebagai dasar moralitas yang memberikan pedoman bagi individu atau masyarakat dalam berperilaku atau memilih

Etika lingkungan dapat diartikan sebagai dasar moralitas yang memberikan pedoman bagi individu atau masyarakat dalam berperilaku atau memilih ix U Tinjauan Mata Kuliah ntuk menjaga agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga, diperlukan etika lingkungan. Etika lingkungan

Lebih terperinci

Etika Lingkungan dan Politik Lingkungan

Etika Lingkungan dan Politik Lingkungan Etika Lingkungan dan Politik Lingkungan Onrizal Oktober 2008 Daftar Isi Pendahuluan Teori Etika Teori Etika Lingkungan Etika Lingkungan dan Politik Lingkungan 1 Pendahuluan Berbagai kasus lingkungan hidup

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki potensi memadai untuk dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam yang tidak

Lebih terperinci

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Disusun oleh: Mirza Zalfandy X IPA G SMAN 78 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahan tambang. Eksplorasi berlebihan tersebut memacu terjadinya kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahan tambang. Eksplorasi berlebihan tersebut memacu terjadinya kerusakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Peningkatan jumlah penduduk dunia yang sangat pesat telah mengakibatkan terjadinya eksplorasi berlebihan terhadap sumber daya alam, terutama

Lebih terperinci

ETIKA DAN LINGKUNGAN

ETIKA DAN LINGKUNGAN ETIKA DAN LINGKUNGAN Pendahuluan Berbagai kasus lingkungan hidup yang terjadi saat ini lokal, regional, nasional, internasional sebagian besar bersumber dari perilaku manusia Kasus-kasus pencemaran dan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI Oleh Pengampu : Ja Posman Napitu : Prof. Dr.Djoko Marsono,M.Sc Program Studi : Konservasi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Jogjakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 40 spesies primata dari 195 spesies jumlah primata yang ada di dunia. Owa Jawa merupakan salah satu dari 21 jenis primata endemik yang dimiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

TUNTAS/PKBM/1/GA - RG 1 Graha Pustaka

TUNTAS/PKBM/1/GA - RG 1 Graha Pustaka RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN NO: 1 Mata Pelajaran : Geografi Kelas/Semester : XI/1 Materi Pokok : Fenomena Biosfer dan Antroposfer Pertemuan Ke- : 1 dan 2 Alokasi Waktu : 2 x pertemuan (4 x 45 menit)

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN SATWA BURUNG DAN IKAN

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN SATWA BURUNG DAN IKAN SALINAN BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN SATWA BURUNG DAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. sepanjang km (Meika, 2010). Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. sepanjang km (Meika, 2010). Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia, sebagian wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (Meika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa yang patut dijaga, dikelola dan dikembangkan dengan baik

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa yang patut dijaga, dikelola dan dikembangkan dengan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan hidup Indonesia merupakan karunia yang sangat besar dari Tuhan Yang Maha Esa yang patut dijaga, dikelola dan dikembangkan dengan baik agar menjadi sumber

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan usaha dibidang sumber daya perairan. Menurut Sarnita dkk. (1998), luas perairan umum

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan hutan di Sumatera Utara memiliki luas sekitar 3.742.120 ha atau sekitar 52,20% dari seluruh luas provinsi, luasan kawasan hutan ini sesuai dengan yang termaktub

Lebih terperinci

MENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP SEBAGAI UPAYA MEMPERBAIKI MUTU HIDUP

MENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP SEBAGAI UPAYA MEMPERBAIKI MUTU HIDUP Artikel: MENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP SEBAGAI UPAYA MEMPERBAIKI MUTU HIDUP Oleh: Drs. Mardiya Manusia modern dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat melepaskan diri dari penerapan teknologi, karena manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Indonesia dengan luas daratan 1,3% dari luas permukaan bumi merupakan salah satu Negara yang memiliki keanekaragaman ekosistem dan juga keanekaragam hayati yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat 1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan yang sangat luas. Dengan luasnya wilayah perairan yang dimiliki oleh negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan baik itu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan baik itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan baik itu kekayaan yang berupa kekayaan alam maupun kekayaan yang memiliki nilai sejarah dan budaya yang

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 1. Berikut ini yang tidak termasuk kegiatan yang menyebabkan gundulnya hutan adalah Kebakaran hutan karena puntung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang terus menerus melakukan pembangunan nasional. Dalam mengahadapi era pembangunan global, pelaksanaan pembangunan ekonomi harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik yang saling terkait satu sama lain. di bumi ada dua yaitu ekosistem daratan dan ekosistem perairan. Kedua

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR Oleh: MULIANI CHAERUN NISA L2D 305 137 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyu hijau merupakan reptil yang hidup dilaut serta mampu bermigrasi dalam jarak yang jauh disepanjang kawasan Samudera Hindia, Samudra Pasifik dan Asia Tenggara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan Tropis di dunia, walaupun luas daratannya hanya 1.32% dari luas daratan di permukaan bumi, namun demikian

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Wilayah pesisir adalah wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang seluruh anggota komunitasnya (manusia, hewan, tumbuhan, mikroorganisme, dan abiotis) saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakan salah satu aset pembangunan

Lebih terperinci

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi.

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi. MINGGU 3 Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 1 Sub Pokok Bahasan : a. Pengertian ekosistem b. Karakteristik ekosistem c. Klasifikasi ekosistem Pengertian Ekosistem Istilah ekosistem merupakan kependekan dari

Lebih terperinci

ETIKA LINGKUNGAN. Dosen: Dr. Tien Aminatun

ETIKA LINGKUNGAN. Dosen: Dr. Tien Aminatun ETIKA LINGKUNGAN Dosen: Dr. Tien Aminatun DEFINISI ETIKA: Sebuah refleksi kritis tentang norma dan nilai, atau prinsip moral yg dikenal umum selama ini, dalam kaitan dg lingkungan, cara pandang manusia

Lebih terperinci

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN Oleh: Dini Ayudia, M.Si. Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA & LH Lahan merupakan suatu sistem yang kompleks

Lebih terperinci

Semua informasi tentang buku ini, silahkan scan QR Code di cover belakang buku ini

Semua informasi tentang buku ini, silahkan scan QR Code di cover belakang buku ini ILMU LINGKUNGAN Edisi 2, oleh Prof. Dr. Nyoman Wijana, M.Si. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id

Lebih terperinci

Baca artikel ini,diskusikan kemudian buat rangkuman.

Baca artikel ini,diskusikan kemudian buat rangkuman. Baca artikel ini,diskusikan kemudian buat rangkuman. 1. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan deep ecology? 2. Bagaimana menerapkan konsep ini dalam kehidupan sehari-hari? 3. Apa peran pemerintah dalam konsep

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO Sabua Vol.7, No.1: 383 388, Maret 2015 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO Verry Lahamendu Staf Pengajar JurusanArsitektur,

Lebih terperinci

Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap

Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap Tri Nurani Mahasiswa S1 Program Studi Biologi Universitas Jenderal Soedirman e-mail: tri3nurani@gmail.com Abstrak Indonesia merupakan negara yang mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan fakta fisiknya, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang kompleks, unik dan indah serta mempunyai fungsi biologi, ekologi dan ekonomi. Dari fungsi-fungsi tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan oleh ulah dan perilaku manusia.

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan oleh ulah dan perilaku manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah A. Sonny Keraf mengemukakan bahwa ada dua kategori dari bencana yaitu bencana alam dan bencana lingkungan hidup. Sebagian dikategorikan sebagai bencana alam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri-industri di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri-industri di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Pencemaran limbah terjadi di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Industri-industri di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seolah tidak pernah berhenti membangun. mengubah pula susunan alamiah yang mendominasi sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. seolah tidak pernah berhenti membangun. mengubah pula susunan alamiah yang mendominasi sebelumnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pantura atau Pantai Utara Pulau Jawa yang merupakan bagian dari kawasan pesisir, telah menjadi pusat berbagai kegiatan manusia sejak jaman kerajaan mendominasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI Penilaian perlindungan keanekaragaman hayati dalam peringkat hijau dan emas ini meliputi: 1) Konservasi insitu, meliputi metode dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Dari ketiga

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Dari ketiga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bumi dan segala isinya yang di ciptakan oleh Allah SWT merupakan suatu karunia yang sangat besar. Bumi diciptakan sangat sempurna diperuntukan untuk semua makhluk baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Manusia pada zaman modern ini mungkin patut berbangga atas pencapaian yang telah diraih manusia hingga sampai pada saat ini dan kemajuan dalam segala

Lebih terperinci

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Sumberdaya Alam Hayati : Unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang makhluk hidup lain sebagai bagian dari komunitas hidup. Semua spesies hidup memiliki

Lebih terperinci

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam Banyak sekali ulah manusia yang dapat menyebabkan kepunahan terhadap Flora dan Fauna di Indonesia juga di seluruh dunia.tetapi,bukan hanya ulah manusia saja,berikut beberapa penyebab kepunahan flora dan

Lebih terperinci

HIDUP MODERN BERWAWASAN LINGKUNGAN

HIDUP MODERN BERWAWASAN LINGKUNGAN HIDUP MODERN BERWAWASAN LINGKUNGAN IMRAN SL TOBING Fak. Biologi UNAS, Jakarta PERSEPSI MANUSIA terhadap LINGKUNGAN Saling mengenal? Mengenal alam (lingkungan); tidak harus naik gunung, telusuri goa, atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. PBB tentang lingkungan hidup pada bulan Juni Pemerintah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. PBB tentang lingkungan hidup pada bulan Juni Pemerintah Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perhatian dunia terhadap lingkungan hidup telah diawali sejak konferensi PBB tentang lingkungan hidup pada bulan Juni 1972. Pemerintah Indonesia sendiri menaruh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hubungan antara manusia dengan lingkungan adalah sirkuler. Perubahan pada lingkungan pada gilirannya akan mempengaruhi manusia. Interaksi antara manusia dengan lingkungannya

Lebih terperinci

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan

Lebih terperinci

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,

Lebih terperinci

PB 1 PENGERTIAN LINGKUNGAN HIDUP

PB 1 PENGERTIAN LINGKUNGAN HIDUP PB 1 PENGERTIAN LINGKUNGAN HIDUP 1 Pengetahuan Lingkungan Kajian interdisipliner tentang pengelolaan ekosistem, mengukur dan mengevaluasi dampak kegiatan manusia dalam ekosistem, demi kepentingan dan survival

Lebih terperinci

KERUSAKAN LINGKUNGAN

KERUSAKAN LINGKUNGAN bab i KERUSAKAN LINGKUNGAN A. KONSEP KERUSAKAN LINGKUNGAN Kerusakan lingkungan sangat berdampak pada kehidupan manusia yang mendatangkan bencana saat ini maupun masa yang akan datang, bahkan sampai beberapa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati (biotik) dan komponen nir-hayati (abiotik) yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu kawasan yang terletak pada daerah tropis adalah habitat bagi kebanyakan hewan dan tumbuhan untuk hidup dan berkembang biak. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3 1. Meningkatnya permukiman kumuh dapat menyebabkan masalah berikut, kecuali... Menurunnya kualitas kesehatan manusia Meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpadu dengan lingkungannya dan diantaranya terjalin suatu hubungan fungsional

BAB I PENDAHULUAN. terpadu dengan lingkungannya dan diantaranya terjalin suatu hubungan fungsional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup dipandang sebagai satu sistem yang terdiri dari subsistem-sistem. Dalam ekologi juga manusia merupakan salah satu subsistem dalam ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mangrove. Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan

I. PENDAHULUAN. mangrove. Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove yang ada di Indonesia makin lama makin berkurang akibat perubahan bentuk menjadi kawasan pemukiman, pertanian maupun tambak atau mendapat tekanan yang besar

Lebih terperinci

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA http://7.photobucket.com Oleh: Rizka Widyarini Grace Lucy Secioputri

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk Indonesia sebagai sektor yang dapat diandalkan dalam pembangunan ekonomi. Bahkan tidak berlebihan,

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.1

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.1 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.1 1. Makhluk hidup dapat terhindar dari kepunahan jika manusia... melakukan pelestarian menggunakan sumber daya alam secara

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik No.1048, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion. Norma. Standar. Prosedur. Kriteria. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa UPAYA DEPARTEMEN KEHUTANAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM DEPARTEMEN KEHUTANAN FENOMENA PEMANASAN GLOBAL Planet in Peril ~ CNN Report + Kenaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyatakan bahwa kawasan konservasi di Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu

Lebih terperinci

PENDEKATAN EKOSISTEM DALAM KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI 1

PENDEKATAN EKOSISTEM DALAM KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI 1 PENDEKATAN EKOSISTEM DALAM KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI 1 Onrizal Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Email: onrizal03@yahoo.com; Webblog: www.onrizal.wordpress.com

Lebih terperinci

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila; Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa sumber

Lebih terperinci

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2013 0 BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci